Vous êtes sur la page 1sur 14

TUGAS

PENGAWASAN MUTU PRODUK


YOGHURT
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengawasan Mutu Pangan
Disusun oleh :
Hernandi Gumilang
Andri Adistia
Ghulam Mustachsan M
Moh. Teguh A.S.
Rd. Septiadi A.R.
Dani Ferdiansyah

133020082
133020088
133020095
133020098
133020104
133020114

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2016

Yoghurt adalah suatu produk fermentasi yang diperoleh dari susu segar
dengan

biakan

campuran

Lactobacillus

bulgaricus

dan

Streptococcus

thermophilus. Di Indonesia produk yoghurt ini semakin dikenal dan diminati


masyarakat, khususnya di daerah perkotaan seperti Jakarta, Bandung dan Bogor.
Produk ini dapat dikonsumsi oleh penderita laktose intolerance, yaitu gejala tidak
tahan terhadap gula susu (laktosa) (Sugiarto, 1997).
Dengan proses pengolahan susu menjadi yoghurt dapat menurunkan
sekitar 25 persen kadar laktosa yang ada, sehingga jika dikonsumsi oleh penderita
tersebut, tidak menyebabkan terjadinya gejala-gejala yang merugikan. Oleh sebab
itu pengolahan susu segar menjadi produk yoghurt sangat potensil untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat akan protein hewani maupun menunjang
kesehatan . Ada beberapa macam produk yoghurt, sesuai dengan jenis mikroba
fermentator mungkin teknologi pembuatannya (Sugiarto, 1997).
Yoghurt komersial dibagi menjadi 3 kategori utama, yaitu Plain/natural
yoghurt (yoghurt tanpa penambahan bahan lain, selain susu dan kultur), fruit
yoghurt (yoghurt yang ditambah buah) dan flavoured yoghurt (yoghurt yang
berflavor) (Sugiarto, 1997).
Produk yoghurt juga mudah cepat rusak sama seperti produk hasil
petemakan lainnya, karena yoghurt ini kaya akan gizi yang juga dimanfaatkan
mikroba dalam pertumbuhannya. Untuk itu penyimpanan yang balk dibutuhkan
untuk mempertahankan mutu yoghurt tersebut (Sugiarto, 1997).
Berdasarkan SNI 2981:2009 mutu dari yoghurt dapat dinilai sebagai
beikut :

Tabel 1. SNI Yoghurt 2981:2009


Yoghurt tanpa perlakuan panas
setelah fermentasi
No.

Kriteria Uji

Satuan
Yoghurt

1
1.1
1.2
1.3
1.4
2

Yoghurt
rendah
lemak

Yoghu
rt
tanpa
lemak

Yoghurt dengan perlakuan panas


setelah fermentasi
Yoghurt

Yoghurt
rendah
lemak

Keadaan
Penampakan
Bau
Rasa
Konsistensi
Kadar lemak
(b/b)

Total padatan
susu bukan
lemak (b/b)

min 8,2

min 8,2

cairan kental-padat
normal/khas
asam/khas
homogen
min. 3,0
0,6-2,9
maks. 0,5

cairan kental-padat
normal/khas
asam/khas
homogen
min. 3,0
0,6-2,9
maks. 0,5

Protein (Nx6,38)
(b/b)

min. 2,7

min. 2,7

Kadar abu (b/b)

maks. 1,0

maks. 1,0

0,5-2,0

0,5-2,0

Keasaman
(dihitung
sebagai asam
laktat) (b/b)

Yoghurt
tanpa
lemak

Cemaran logam

7.1
7.2

Timbal (Pb)
Tembaga (Cu)

mg/kg
mg/kg

maks. 0,3
maks. 20,0

maks. 0,3
maks. 20,0

7.3
7.4
8
9

Timah (Sn)
Raksa (Hg)
Arsen
Cemaran
mikroba

mg/kg
mg/kg

maks. 40,0
maks. 0,03
maks. 0,1

maks. 40,0
maks. 0,03
maks. 0,1

9.1

Bakteri coliform

9.2
9.3

Salmonella
Listeria
monocytogenes

10

Jumlah bakteri
starter*

APM
/g
atau
kolon
-

maks. 10

maks. 10

negatif/25 g

negatif/25 g

negatif/25 g

negatif/25 g

Kolon
i/g

min. 10

*sesuai dengan Pasal 2 (istilah dan definisi)

Gambar 1. Plain Yoghurt


Secara umum mutu susu terfermentasi, seperti yogurt, ditentukan oleh
tekstur atau viskositas, derajat keasaman (pH atau total asam), dan kandungan
senyawa flavor. Parameter mutu tersebut sangat berpengaruh terhadap mutu
sensoris yogurt. Flavor and tekstur/viskositas merupakan faktor yang sangat nyata
mempengaruhi mutu dan penerimaan yogurt dan susu terfermentasi lainnya oleh
konsumen. Kultur starter yang digunakan merupakan penanggung jawab utama
dalam proses pembentukan senyawa flavor yang menyumbang pada aroma
yogurt. Senyawa-senyawa tersebut dibagi ke dalam empat kelompok utama,
yaitu:
Asam non-volatil (asam laktat, piruvat atau suksinat),
Asam volatil (asam format, asetat, propionate atau butirat),
Senyawa karbonil (asetaldehida, aseton, asetoin atau diasetil)
Senyawa lainnya (asam-asam amino dan senyawa yang terbentuk hasil
degradasi termal dari protein, lemak atau laktosa).
Dari kelompok senyawa flavor tersebut, aroma dan flavor yougurt secara

mendasar disebabkan oleh terbentuknya senyawa-senyawa asam non-volatil, asam


volatile, dan karbonil. Banyak peneliti menyatakan bahwa keberadaan
asetaldehida dan diasetil (kelompok senyawa karbonil) merupakan senyawa yang
paling dominan menentukan aroma yogurt (Antara, 2009).
Tabel 2. Perubahan Komponen Gizi Susu karena Fermentasi
Sebelum Fermentasi
Laktosa

Setelah Fermentasi
Menuru
Laktosa
n

Meningkat
Asam laktat
Asam
organik
(suksinat,

fumarat,

benzoat)
Protein
Urea
Lemak

Protein
Urea
Lemak

Peptida, Asam amino


Amonia
Asam
lemak
rantai
panjang, Senyawa volatil

Vitamin

Vitamin B12, C, Asam


Organik (asam piruvat)

Vitamin asam folat, Asam


nukleat, senyawa flavor,
komponen sel bakteri

(Sumber : Koswara, 2009)


Mutu yoghurt dapat dinilai secara fisik, kimia, fisiko kimia, mikrobiologis
dan organoleptik, dapat di uraikan sebagai berikut :
1. Mutu Fisik
Salah satu sifat fisik yang paling penting pada produk stirred yogurt adalah
tekstur yogurt, terutama viskositas yogurt. Stirred yogurt harus memiliki tekstur
yang lembut dan memiliki tingkat kekentalan yang cukup. Selain itu, tekstur
yogurt seharusnya memiliki viskositas yang tinggi, kompak, dan dapat
dipindahkan atau dimakan dengan menggunakan sendok. Sehingga dilakukan

pengukuran viskositas yogurt dengan menggunakan viscometer Brookfield.


Secara visual, yoghurt harus memiliki sifat kekentalan produk yang kental berisi
(body texture), creamy, dan koagulum berwarna putih merata.
Tekstur atau kekentalan yogurt merupakan parameter mutu yang juga
penting, namun relatif tergantung pada jenis yogurt yang diproduksi. Dringking
yogurt akan diproduksi dengan hasil yogurt viskositas rendah bahkan dalam
wujud cair. Hal ini akan berbeda apabila yang diproduksi curd atau set yogurt
yang menghendaki produk yogurt kental dalam wujud gel. Tekstur curd/set yogurt
dapat menjadi parameter mutu yang penting bagi konsumen. Kekuatan matriks gel
sangat menentukan tekstur dari yogurt. Selain itu syneresis, terpisahnya
cairan/whey dari sistem matriks gel, juga menentukan mutu yogurt (Antara,
2009).
2. Mutu kimia
Secara kimiawi yoghurt menghasilkan beberapa perubahan-perubahan
yang signifikan dari bahan alaminya yaitu susu, dimana perubahan ini didasari
penggunaan bakteri asam laktat yang membantu perubahan susu menjadi yoghurt
yang diikuti dengan perubahan secara fisik, kimia, organoleptik dan
mikrobiologis. Komposisi kimia dari yoghurt dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3. Komposisi Kimia Yoghurt


Komposisi

Jumlah

Kadar
Air
Kimia

85,0

Lemak

1,5

Protein

5,3

Kadar Abu

1,0

Lactosa

7,0

pH

4,3

(Sumber : Koswara, 2009).


Secara mutu kimia yoghurt dapat dinilai dari beberapa aspek antara lain :
a. Derajat Keasaman
Nilai pH merupakan salah satu ciri khas dari suatu produk fermentasi,
terutama yogurt. Berdasarkan derajat keasamannya, bahan pangan dapat
digolongkan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu (1) bahan pangan berasam
rendah dengan nilai pH diatas 4.5; (2) bahan pangan berasam sedang dengan
kisaran nilai pH 4.0 4.5, dan (3) bahan pangan berasam tinggi dengan nilai pH
di bawah 4.0.
b. Total Asam Titrasi (TAT)
Total asam tertitrasi (TAT) dinyatakan dengan persen asam laktat. Asam
laktat merupakan komponen asam terbesar yang terbentuk dari hasil fermentasi
susu menjadi yogurt. Asam laktat pula yang memberikan kontribusi besar
terhadap rasa dan aroma yogurt. Menurut SNI 01-2981-1992, dinyatakan bahwa
kisaran nilai TAT produk yogurt adalah 0.5 2.0%.

Di dalam susu sapi terdapat protein yang disebut kasein dan karbohidrat
berupa laktosa (gula susu). Laktosa atau gula susu merupakan karbohidrat utama
dalam susu yang dapat digunakan oleh kultur starter L. bulgaricus dan S.
thermophilus sebagai sumber karbon dan energi untuk pertumbuhannya. Laktosa
dihidrolisis oleh kedua bakteri tersebut dan hasil akhirnya berupa asam piruvat.
Selanjutnya asam piruvat ini dirubah menjadi asam laktat oleh enzim laktat
dehidrogenase yang dihasilkan oleh kedua bakteri tersebut. Asam laktat yang
dihasilkan ini menyebabkan penurunan pH susu atau meningkatkan keasaman
susu. Kasein merupakan protein utama dalam susu yang terpengaruh oleh
perubahan pH atau keasaman ini. Jika pH susu menjadi sekitar 4,6 atau lebih
rendah, maka kasein tidak stabil dan terkoagulasi (menggumpal) dan membentuk
gel yoghurt. Gel yoghurt ini berbentuk semi solid (setengah padat) dan
menentukan tekstur yoghurt. Selain berperan dalam pembentukan gel yoghurt,
asam laktat juga memberikan ketajaman rasa, rasa asam dan menimbulkan aroma
khas pada yoghurt.
c. Total Padatan Terlarut (TSS)
Mutu yogurt juga ditentukan oleh kandungan padatan terlarut pada yogurt.
Nilai TPT akan mempengaruhi tekstur yogurt yang dihasilkan. Penambahan
padatan tanpa lemak pada yogurt yang berbahan baku susu sapi murni dapat
meningkatkan total padatan terlarut, sehingga viskositas yang dihasilkannya lebih
tinggi.
d. Analisis Proksimat

Produk yogurt dengan kadar lemak kurang dari 0.5% dapat digolongkan
sebagai yogurt non-fat. Selain itu berdasarkan regulasi tentang klaim pangan yang
dikeluarkan oleh Codex, dinyatakan bahwa produk pangan dengan kadar lemak
0.5 gram/100 g bahan atau 100 ml bahan, maka produk tersebut dapat diklaim
sebagai produk yang bebas kadar lemak (free fat).
e. Protein
Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh
karena zat ini di samping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga
berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asamasam
amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh
lemak atau karbohidrat.
Kadar protein di dalam air susu rata-rata 3,20% yang terdiri dari 2,70%
casein (bahan keju) dan 0,50% albumin, berarti 26,50% dari bahan kering air susu
adalah protein. Di dalam air susu juga terdapat globulin dalam jumlah sedikit.
Protein di dalam air susu juga merupakan penentu kualitas air susu sebagai bahan
konsumsi.
f. Produksi Senyawa karbonil
Tabel 4. Produksi senyawa karbonil (g.g-1) pada fermentasi yogurt
Kultur starter

Asetaldehid

Aseton

Asetoin

Diasetil

S. thermophillus
L. delbrueckii

1,0
a 13,5
1,4 77,5

0,2 5,2
0,3 3,2

1,5 7,0
Trace 2,0

0,1 13,0
0,5 13,0

Kultur campuran

2,0 41,0

1,3 4,0

2,2 5,7

0,4 0,9

Selama proses produksi yogurt, produksi asetaldehida jelas terjadi pada

tingkat keasaman tertentu (mulai pH 5,0) dan maksimum produksi terjadi pada
saat yogurt mencapai pH 4,2 yang selanjutnya kandungan asetaldehida mulai
stabil. Penambahan bubuk susu (skim atau whey powder) dan perlakuan
pemanasan terhadap bahan baku susu dapat meningkatkan kandungan
asetaldehida secara signifikan. Kandungan asetaldehida dan senyawa karbonil
lainnya akan mengalami penurunan selama penyimpanan produk yogurt (Antara,
2009).
3. Mutu fisiko kimia
Banyak parameter yang mempengaruhi flavor, konsistensi, dan tekstur
susu terfermentasi seperti kultur starter, suhu inkubasi, kondisi proses (seperti
perlakuan panas, homogenisasi bahan baku), dan komposisi susu. Perlakuan panas
terhadap susu akan merupakan factor kritis yang mempengaruhi pembentukkan
tekstur produk dan senyawa asetaldehida yang merupakan senyawa flavor spesifik
pada

yogurt. Perlakuan panas akan menyebabkan denaturasi protein whey

sehingga protein whey dapat berasosiasi dengan kasein. Protein whey terikat
dengan kasein melalui ikatan disulfide dan juga interaksi hidrofobik. Peningkatan
denaturasi

protein

whey akan

mempercepat

proses

fermentasi

dengan

pembentukkan tekstur yang baik. Namun demikian susu yang tidak melalui proses
pemanasan atau perlakuan panas yang kurang akan menghasilkan yogurt dengan
tekstur gel yang lemah dan lembek dan meningkatkan terjadinya pemisahan whey
(Antara, 2009).
Asam laktat yang dihasilkan ini menyebabkan penurunan pH susu atau
meningkatkan keasaman susu. Kasein merupakan protein utama dalam susu yang

terpengaruh oleh perubahan pH atau keasaman ini. Jika pH susu menjadi sekitar
4,6 atau lebih rendah, maka kasein tidak stabil dan terkoagulasi (menggumpal)
dan membentuk gel yoghurt. Gel yoghurt ini berbentuk semi solid (setengah
padat) dan menentukan tekstur yoghurt. Selain berperan dalam pembentukan gel
yoghurt, asam laktat juga memberikan ketajaman rasa, rasa asam dan
menimbulkan aroma khas pada yoghurt. Dengan tingkat keasaman tinggi dapat
mempengaruhi tekstur yoghur yang dapat terjadi denaturasi protein dan koagulasi
protein yang dapat menyebabkan perubahan kekentalan, tekstur dan kenampakan.
Proses penguraian yang dilakukan oleh bakteri asam laktat dapat merubah sifat
fisiko kimia dari susu.
4. Mutu mikrobiologis
Streptoccus thermophilus dibedakan dari genus streptococcus lainnya
berdasarkan pertumbuhannya pada suhu 45 C tidak tumbuh pada suhu 10 C.
Bakteri ini menyukai suasana mendekati netral dengan pH optimal untuk
pertumbuhannya adalah 6,5.
Umumnya bakteri Streptococcus adalah penghasil asam laktat, tumbuh
sangat baik pada pH 6,5 dan pertumbuhannya terhenti pada keasaman pH 4,2-4,4.
Bakteri

Laktobacilus

tumbuh

sangat

balk

pada

pH

5,5

dan

pertumbuhannyaterhenti pada keasaman pH 3,8 - 3,8. bakteri ini mempunyai suhu


optimum untuk pertumbuhannyadan menyukai suasana agak asam (pH 5,5) .
Suhu optimum bagi pertumbuahan S. thermophilus adalah 37C dan L.
bulgaricus 45C. Jika kedua bakteri itu diinokulasi pada suhu 45 C (pH 6,6 - 6,8),

S. thermophilus mula-mula tumbuh Iebih baik dan setelah pH menurun karena


dihasilkan asam laktat, maka L. bulgaricus akan tumbuh Iebih baik.
Kultur campuran S. Thermophilus dan L. bulgaricus menghasilkan Iebih
banyak asam daripada bila hanya digunakan satu jenis kultur. Karena itu
perbandingan kedua bakteri ini harus dipertahankan 1 :1 agar asam yang
diproduksi terbentuk dengan cepat. Laktosa dalam susu digunakan sumber energi
dan sumber karbon selama pertumbuhan biakan yoghurt. Sebanyak 0,5 persen dari
5 persen Iaktosa yang ada dalam susu, digunakan oleh kultur untuk
pertumbuhannya dan sisanya diubah menjadi asal laktat. Akumulasi asam laktat
menyebabkan penurunan pH atau menaikkan keasaman susu.
5. Mutu Organoleptik
Mutu organoleptik dari suatu bahan pangan akan mempengaruhi diterima
atau ditolak bahan pangan tersebut oleh konsumen sebelum menilai kandungan
gizi dari bahan pangan. Pengujian mutu organoleptik dilakukan dengan cara
menggunakan indera pengecap, pembau dan peraba pada bahan pangan yang
dikonsumsi. Interaksi hasil penelitian dengan alat inderawi dipakai untuk
mengukur mutu bahan pangan dalam rangka pengendalian mutu dan
perkembangan produk. Metode pengujian mutu organoleptik bahan pangan
digunakan untuk membedakan kualitas bahan pangan pada aroma, rasa dan tekstur
secara langsung. Uji organoleptik dilakukan berdasarkan uji hedonik dengan
panelis sebanyak 20 orang. Skala hedonik dibuat lima tingkat (taraf 1- 5), dimulai
dari 1 (sangat suka), 2 (suka), 3 (biasa), 4 (tidak suka), 5 (sangat tidak suka).

Pengujian secara organoleptik pada yoghurt dapat dilakukan dengan


menilai mutu dari kenampakan yoghurt, aroma khas yoghurt, warna yang merata
dan khas yoghurt, rasa khas asam laktat pada yoghurt, kekentalan yoghurt,
keasaman yoghurt dan tekstur yoghurt.
Secara organoleptik kandungan asetaldehida dan diasetil dengan rasio 1:1
memberikan aroma yogurt yang disukai. Kandungan asetaldehida yang tinggi
tidak memberikan rasa yogurt yang baik. Hasil uji organoleptik memperlihatkan
bahwa rasa terbaik oleh panelis diberikan untuk yogurt dengan kandungan
asetaldehida yang rendah dan kemungkinan kandungan senyawa karbonil lainnya
memberikan pengaruh terhadap flavor dan/atau aroma yogurt. Aroma dan flavor
khas yogurt (natural atau plain yogurt) sangat erat kaitannya dengan kandungan
senyawa karbonil, terutama asetaldehida. Namun hal ini menjadi tidak bermakna
pada flavored yogurt atau penambahan buah atau sari buah ke dalam yogurt,
flavor dan aroma didominasi oleh senyawa flavor yang ditambahkan (Antara,
2009).

DAFTAR PUSTAKA

Antara, Nyoman Semadi. 2009. PARAMETER MUTU DAN PROSES


DALAM FERMENTASI SUSU. Jurnal dari Universitas Udayana : Bali
Aurum, Fawzan Sigma. 2009. KAJIAN KARAKTERISTIK FISIKO KIMIA
DAN SENSORI YOGHURT DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK
UBI JALAR (Ipomoea batatas L.). Jurnal dari Universitas Sebelas
Maret : Surakarta
Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Pembuatan Yoghurt. E-BookPangan.com
Kuntarso, Andal. 2007. PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PEMBUATAN
LOW-FAT FRUITY BIO-YOGURT (Lo-Bio F). Jurnal dari IPB :
Bogor
SNI 2981-2009. Yoghurt. Badan Standarisasi Nasional Indonesia
Sugiarto. 1997. Cara Pembuatan Dan Penyimpanan Yoghurt Yang Baik.
Jurnal dari Balai Penelitian Ternak : Bogor

Vous aimerez peut-être aussi