Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Asma bronkial, atau lebih populer dengan sebutan asma atau sesak napas, telah dikenal luas
di masyarakat. Namun pengetahuan tentang asma bronkial hanya terbatas pada gejala asma
bronkial saja, diantaranya dada terasa tertekan, sesak napas, batuk berdahak, napas berbunyi
(mengi), dll.
Asma bronkial merupakan salah satu Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) yakni
penyakit paru yang memiliki kumpulan gejala klinis (sindrom) seperti yang telah disebutkan
di atas. PPOK terdiri dari:
o Asma Bronkial (asma/bengek)
o Bronkitis kronis (radang saluran napas bagian bawah)
o Emfisema paru (penurunan daya elastisitas paru)
Faktor penyebab PPOK salah satunya adalah polusi udara yang berasal dari asap rokok,
cerobong pabrik/industri, asap kendaraan bermotor. Semakin tua usia seseorang akan semakin
lama menghisap udara yang berpolusi dan semakin besar kecenderungan untuk menderita
sindrom PPOM.
Definisi Asma Bronkial
Penyakit asma bronkial secara umum adalah penyakit saluran pernapasan yang ditandai
dengan:
Sesak napas/sukar bernapas yang diikuti dengan suara mengi (bunyi yang meniup
sewaktu mengeluarkan udara/napas)
Rasa berat dan kejang pada dada sehingga napas jadi terengah-engah
Sedangkan berdasarkan ilmu kedokteran, penyakit asma bronkial adalah penyakit saluran
pernapasan dengan ciri-ciri saluran pernapasan tersebut akan bersifat hipersensitif (kepekaan
yang luar biasa) atau hiperaktif (bereaksi yang berlebihan) terhadap bermacam-macam
rangsangan, yang ditandai dengan timbulnya penyempitan saluran pernapasan bagian bawah
secara luas, yang dapat berubah derajat penyempitannya menjadi normal kembali secara
spontan dengan atau tanpa pengobatan.
Kelainan dasar penyempitan saluran pernapasan yang berakibat timbulnya sesak napas adalah
gabungan dari keadaan berikut:
Proses keradangan
Pembentukan dan timbunan lendir yang berlebihan dalam rongga saluran pernapasan
Pada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka (hipersensitif) terhadap
adanya partikel udara ini, sebelum sempat partikel tersebut dikeluarkan dari tubuh, maka
jalan napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat berlebihan (hiperreaktif), maka terjadilah
keadaan dimana:
Bila ada infeksi, misal batuk pilek (biasanya selalu demikian) akan terjadi reaksi
sembab/pembengkakan dalam saluran napas
Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas. Akibatnya menjadi
sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk membersihkan diri, keluar dahak
yang kental bersama batuk, terdengar suara napas yang berbunyi yang timbul apabila udara
dipaksakan melalui saluran napas yang sempit. Suara napas tersebut dapat sampai terdengar
keras terutama saat mengeluarkan napas.
Serangan asma bronkial ini dapat berlangsung dari beberapa jam sampai berhari-hari dengan
gejala klinik yang bervariasi dari yang ringan (merasa berat di dada, batuk-batuk) dan masih
dapat bekerja ringan yang akhirnya dapat hilang sendiri tanpa diobati.
Gejala yang berat dapat berupa napas sangat sesak, otot-otot daerah dada berkontraksi
sehingga sela-sela iganya menjadi cekung, berkeringat banyak seperti orang yang bekerja
keras, kesulitan berbicara karena tenaga hanya untuk berusaha bernapas, posisi duduk lebih
melegakan napas daripada tidur meskipun dengan bantal yang tinggi, bila hal ini berlangsung
lama maka akan timbul komplikasi yang serius.
Yang paling ditakutkan adalah bila proses pertukaran gas O2 dan CO2 pada alveolus
terganggu suplainya untuk organ tubuh yang vital (tertutama otak) yang sangat sensitif untuk
hal ini, akibatnya adalah: muka menjadi pucat, telapak tangan dan kaki menjadi dingin, bibir
dan jari kuku kebiruan, gelisah dan kesadaran menurun.
Pada keadaan tersebut di atas merupakan tanda bahwa penderita sudah dalam keadaan
bahaya/kritis dan harus secepatnya masuk rumah sakit/minta pertolongan dokter yang
terdekat.
Pengenalan Jenis Serangan Asma Bronkial
Pengenalan jenis serangan asma berkaitan erat dengan cara pengobatannya. Serangan
asma/bengek ada 2 macam, yaitu:
1.
Serangan asma bronkial karena otot polos saluran napas yang berkerut (Asma
Episodik)
Serangan asma bronkial/bengek hanya sekali-sekali, ada periode bebas sesak napas,
serangan mengi mungkin terjadi misalnya sewaktu jogging, makan suatu makanan
Golongan Xantin, misalnya Ephedrine HCl (zat aktif dalam Neo Napacin)
Golongan Simpatomimetika
Golongan Antikolinergik
Walaupun secara legal hanya jenis obat Ephedrine HCl saja yang dapat diperoleh
penderita tanpa resep dokter (takaran < 25 mg), namun tidak tertutup kemungkinannya
penderita memperoleh obat anti asma yang lain.
B.
C.
Asma bronkial adalah salah satu penyakit kronik dengan pasien terbanyak di
dunia. Diperkirakan 300 juta orang di dunia menderita asma. Angka ini bisa jauh
lebih besar kalau kriteria diagnosisnya diperlonggar. Bahkan, tahun ini paling
tidak ada tambahan sekitar 100 juta pasien asma lagi. Di Indonesia, diperkirakan
sampai 10 persen penduduk mengidap asma dalam berbagai bentuknya.
Keluhan yang paling sering muncul dan mudah dikenali adalah sesak napas yang
berbunyi ngik-ngik. Berbagai obat di pasaran juga banyak digunakan para pasien
asma. Dapat disampaikan di sini bahwa obat asma pada dasarnya terdiri dari
Kombinasi
Dalam perkembangan, ada beberapa kombinasi obat yang dapat diberikan, baik
antara pelega dan pengontrol maupun 2 obat pelega atau 2 obat pengontrol
sekaligus. Setidaknya ada 4 kombinasi yang mungkin dilakukan.
Pertama, kortikosteroid inhalasi dikombinasikan dengan bronkodilator kerja lama
inhalasi. Kombinasi ini aman dan terbukti efektif untuk menangani asma,
khususnya serangan asma yang datang pada malam hari.
Kedua, kortikosteroid inhalasi dikombinasi dengan bronkodilator yang
dimakan/diminum, khususnya golongan teofilin kerja lama. Yang dimaksud
dengan obat "kerja lama" adalah obat yang dapat bekerja selama 12-24 jam, jadi
cukup dipakai 1-2 kali sehari saja.
Kombinasi ketiga adalah kortikosteroid inhalasi dikombinasi dengan obat
golongan leukotriene modifier. Dalam hal ini dua jenis antiinflamasi yang
berfungsi sebagai pengontrol digabung jadi satu. Namun, leukotriene modifier
selain berperan sebagai antiinflamasi juga berperan mencegah penyempitan
saluran napas.
Kombinasi keempat adalah obat golongan antikolinergik dengan bronkodilator
kerja singkat (yang kerjanya 8 jam, jadi harus digunakan 3 kali sehari).
Kombinasi keempat ini adalah penggabungan dua jenis obat pelega, tetapi bila
digabungkan jadi satu disebutkan dapat punya efek jangka panjang yang baik.
Perkembangan
Hingga kini, belum ada obat yang benar-benar dapat menyembuhkan asma.
Penelitian terus dilakukan untuk mendapatkan obat baru. Salah satunya
berkonsentrasi untuk menemukan mediator yang lebih kuat dari histamin (salah
satu mediator yang banyak dikenal).
Mediator yang lebih kuat ini adalah platelet-activating factor dan cysteinylleukotrienes (Cys-LT). Antagonis leukotrien adalah salah satu bentuk baru obat
antiasma, penemuan baru selama 20 tahun terakhir. Obat jenis ini juga bersifat
antagonis terhadap Cys-LT.
Juga dilakukan berbagai penelitian lain untuk mengobati asma melalui
penanganan sitokin-sitokin yang dipercaya berperan dalam terjadinya asma,
antara lain inter leukin (IL)-4, IL-5, dan IL-13 .
Salah satunya adalah penggunaan humanized monoclonal antibody to IL-5 (SB240563), penelitian ini tadinya sukses pada binatang percobaan, tetapi ketika
diterapkan pada manusia hasilnya tidak/belum memuaskan. Penelitian lain
pernah mencoba menggunakan antagonis reseptor IL-4, tetapi lagi-lagi hasilnya
belum memuaskan. Saat ini juga sedang diteliti efektivitas antagonis IL-13, yang
sma dapat diterapi dengan 2 macam cara. Cara pertama merupakan terapi non-obat, dapat
dilakukan dengan menghindari pemicunya, atau dengan terapi napas (senam asma). Cara
kedua dengan melibatkan obat-obat asma yang digolongkan menjadi 2, yaitu untuk
penggunaan jangka panjang yang berguna mengontrol gejala asma dan sebagai terapi untuk
mencegah kekambuhan (long-term prevention) dan obat asma untuk penggunaan jangka
pendek yang merupakan pengobatan cepat untuk mengatasi serangan asma akut (short-term
relief). Obat jangka panjang memberikan pencegahan jangka panjang terhadap gejala asma,
menekan, mengontrol, dan menyembuhkan inflamasi jika digunakan teratur namun tidak
efektif untuk mengatasi serangan akut. Beberapa obat jangka panjang antara lain
kortikosteroid inhalasi yang merupakan obat paling efektif, beta-2 agonis aksi panjang dan
metil ksantin (teofilin) untuk mengatasi gejala asma pada malam hari (gejala nocturnal),
kromolin dan nedokromil sebagai antiinflamasi; sedangkan untuk jangka pendek, berupa
obat-obat bronkodilator (salbutamol, terbutalin, dan ipratropium) dan kortikosteroid oral
ketika serangannya sedang sampai berat. Untuk jangka panjang dan pendek, dapat digunakan
obat-obat sistemik (prednisolon, prednison, metilprednisolon).
(Foradil). Karena daya kerjanya sedikit lambat, obat ini tidak direkomendasikan untuk
tindakan penyelamatan darurat.
- Obat yang berfungsi mengurangi proses inflamasi, yaitu golongan kortikosteroid (bisa
membantu mengurangi serangan asma parah). Obat ini tergolong aman untuk ibu hamil,
namun memiliki beberapa efek samping. Contohnya, budesonide (Pulmicort).
- Short-acting beta-agonist inhalers. Obat hirup yang fungsinya melebarkan saluran napas,
menghilangkan sesak atau mengi. Relatif paling aman digunakan pada masa kehamilan
karena hanya jumlah kecil yang diserap ke dalam aliran darah. Sehingga sedikit sekali
kemungkinannya menyebabkan efek negatif bagi bayi. Contohnya albuterol (Proventil,
Ventolin).
- Oral kortikosteroid (pil). Hanya digunakan dalam jangka pendek sampai obat lain mulai
bekerja dan asma terkendali. Penggunaannya dalam kehamilan masih kontroversial.
Pemakaian obat ini pada trimester pertama dikatakan bisa menimbulkan risiko bibir sumbing
atau langit-langit mulut. Contoh obatnya, prednisone (Deltasone) dan methylprednisolone
(Medrol).
Nah, bila BuMil dalam perawatan, sebaiknya tidak menghentikan pengobatan tapi tetap
konsultasi kepada dokter. Jangan khawatir, BuMil asma bisa kok melahirkan bayi yang sehat,
asal ditangani dengan benar!
Tip Hamil Aman!
1. Ketika hamil, hentikan sementara obat-obatan yang dianggap membahayakan kondisi
janin. Umpamanya, tidak menggunakan steroid karena bisa memengaruhi tumbuh kembang
janin. Konsultasikan dengan dokter untuk penggunaan obat asma yang aman.
2. Aturlah napas dengan baik. BuMil bisa melatih pernapasan dengan berenang.
3. Hindari faktor-faktor pencetus asma.
4. Lakukan USG untuk memantau kondisi janin, BB, atau panjang tulang, misalnya.
5. Gunakan inhaler saat asma menyerang. Namun, bila terjadi serangan akut, segeralah ke RS
untuk mendapatkan nebulizer (uap). Bila perlu BuMil mendapatkan injeksi jika asmanya
berat (status asmatikus).
Apel: Turunkan Risiko Asma!
Baru-baru ini, para peneliti dari Belanda dan Skotlandia, yang diketuai S.M. Willers dari
Universitas Utrecht, memerhatikan makanan apa yang diasup oleh 2000 BuMil, sekaligus
memeriksa kondisi paru-paru dari 1.253 anak mereka.
Mereka menemukan bahwa BuMil yang mengonsumsi lebih dari empat apel per minggu,
mengalami penurunan risiko gangguan pernapasan sekitar 37 persen dan menderita asma
sebesar 53 persen, ketimbang BuMil yang tidak mengonsumsi sama sekali apel setiap pekan.
Rupanya, apel mengandung phytokimia, yaitu flavanoid, yang berdampak positif bagi fungsi
paru-paru. Bisa dikatakan mengonsumsi apel selama hamil bisa melindungi bayi dari asma
dan gejala serupa.
Tak Selalu Melahirkan Cesar!
BuMil asma pasti melahirkan secara cesar? Belum tentu. Semua bergantung pada kondisi
asma selama kehamilan dan respon BuMil terhadap pengobatan. Selama tidak ada kontra
indikasi melahirkan, persalinan normal dapat dicoba, tanggap dr. Sofani.
Dokter akan menyiapkan segala kemungkinan yang terjadi misal asma kambuh saat proses
bersalin seperti: menyiapkan obat-obat emergensi; pengobatan injeksi, apakah itu infus dan
suntik. Dan bila si ibu sesak napas hingga menyebabkan kondisi gawat janin, barulah dokter
akan mempertimbangkan operasi cesar atau tindakan lain.
Asma merupakan penyakit saluran napas kronik (menahun) yang paling sering ditemukan,
terutama di negara maju. Penyakit ini umumnya dimulai sejak masa anak-anak. Dampak
negatifnya seperti menyebabkan anak sering tidak masuk sekolah, membatasi kegiatan
olahraga, dan aktivitas seluruh keluarga.
Pedoman Nasional Asma Anak (Indonesia) mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan
gejala wheezing/mengi dan/atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut:
1. timbul secara episodik dan/atau kronik,
2. cenderung pada malam/dini hari (nokturnal),
3. musiman,
4. adanya faktor pencetus di antaranya aktivitas fisik, dan
5. bersifat reversibel (bisa sembuh seperti sedia kala) baik secara spontan
maupun dengan pengobatan, serta
6. adanya riwayat asma atau atopi (kecenderungan mengidap alergi) lain
pada pasien/keluarganya,
7. sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan.
Variabilitas pada PFR (peak flow rate) atau FEV1 (forced expiratory volume
in 1 second) 15%
Variabilitas harian adalah perbedaan nilai (peningkatan/penurunan) hasil PFR dalam satu
hari. Penilaian yang baik dapat dilakukan dengan variabilitas mingguan yang pemeriksaannya
berlangsung 2 minggu.
Reversibilitas adalah perbedaan nilai (peningkatan) PFR atau FEV1 setelah pemberian
inhalasi bronkodilator.
Penurunan 20% pada FEV1 (PD20 atau PC20) setelah provokasi bronkus
dengan metakolin atau histamin.
Penggunaan peak flow meter merupakan hal penting dan perlu diupayakan, karena selain
mendukung diagnosis, juga mengetahui keberhasilan tata laksana asma. Jika tidak tersedia,
dapat menggunakan Lembar Catatan Harian sebagai alternatif.
Pada anak dengan tanda dan gejala asma yang jelas, serta respon terhadap pemberian obat
asma baik sekali, maka tidak perlu pemeriksaan diagnostik lebih lanjut.
Klasifikasi Derajat Penyakit Asma Anak
Apabila tujuan ini belum tercapai, maka perlu reevaluasi tata laksananya.
Kendala penggunaan spray ini adalah harganya yang mahal dan tidak tersedia di semua
tempat. Selain itu pemakaian inhaler (Metered Dose Inhaler/MDI atau Dry Powder
Inhaler/DPI) ini memerlukan teknik penggunaan yang benar (untuk anak besar), dan
memerlukan alat bantu (untuk anak kecil/bayi). Bila obat hirupan tidak ada, maka beta agonis
diberikan per oral (obat minum).
Penggunaan xantin kerja cepat (teofilin) sebagai bronkodilator makin kurang perannya dalam
tata laksana asma, karena batas keamanannya (margin of safety) sempit. Namun mengingat di
Indonesia obat beta agonis oral tidak selalu ada, maka dapat menggunakan teofilin dengan
memperhatikan kemungkinan timbulnya efek samping. Selanjutnya dapat dilihat di lampiran
3.
Asma Persisten
Cara pemberian steroid hirupan apakah dimulai dari dosis tinggi ke rendah selama gejala
masih terkendali, atau sebaliknya dimulai dari dosis rendah ke tinggi hingga gejala dapat
dikendalikan, tergantung pada kasusnya. Dalam keadaan tertentu, khususnya pada anak
dengan penyakit berat, dianjurkan untuk menggunakan dosis tinggi dahulu, disertai steroid
oral jangka pendek (3-5 hari). Selanjutnya dosis steroid hirupan diturunkan sampai dosis
terkecil yang masih optimal.
Setelah pemberian steroid hirupan dosis rendah tidak mempunyai respons yang baik,
diperlukan terapi alternatif pengganti, yaitu meningkatkan steroid menjadi dosis medium atau
tetap steroid hirupan dosis rendah ditambah dengan LABA (long acting beta-2 agonist) atau
ditambahkan teophylline slow release (TSR) atau ditambahkan anti-leukotriene receptor
(ALTR). Dosis medium adalah setara dengan 200-400 g/hari budosenid (100-200 g/hari
flutikason) untuk anak berusia kurang dari 12 tahun, dan 400-600 g/hari budosenid (200300 g/hari flutikason) untuk anak berusia di atas 12 tahun.
Apabila dengan pengobatan lapis kedua selama 6-8 minggu tetap terdapat gejala asma, maka
dapat diberikan alternatif lapis ketiga, yaitu dapat meningkatkan dosis kortikosteroid sampai
dengan dosis tinggi, atau tetap dosis medium ditambahkan dengan LABA, atau TSR, atau
ALTR. Yang dimaksud dosis tinggi adalah setara dengan > 400 g/hari budesonid (> 200
g/hari flutikason), untuk anak berusia kurang dari 12 tahun, dan > 600 g/hari budesonid (>
300 g/hari flutikason) untuk anak berusia di atas 12 tahun.
Penambahan LABA pada steroid hirupan dibuktikan dapat memperbaiki FEV1, menurunkan
gejala asma, dan memperbaiki kualitas hidup. Apabila dosis steroid hirupan sudah mencapai
> 800 mg/hari namun tidak mencapai respon, maka baru menggunakan steroid oral
(sistemik). Jadi penggunaan kortikosteroid oral sebagai controller (pengendali) adalah jalan
terakhir. Langkah ini diambil hanya bila bahaya dari asmanya lebih besar daripada bahaya
efek samping obat. Sebagai dosis awal, steroid oral dapat diberikan 1-2 mg/kgBB/hari. Dosis
kemudian diturunkan sampai dosis terkecil yang diberikan selang hari pada pagi hari. Efek
samping steroid sistemik dapat dilihat dalam lampiran 4.
Pemberian antileukotrien (zafirlukas) dikontraindikasikan pada kelainan hati. Pemberian obat
anti histamin generasi baru non sedatif (misalnya setirizin dan ketotifen), dipertimbangkan
pada anak dengan asma yang disertai rinitis.
Magnesium Sulfat
Pada penelitian multisenter, pemberian magnesium sulfat intravena (infus) di rumah sakit
mempunyai efektivitas sama dengan pemberian beta agonis.
Pemberian mukolitik (misalnya Bisolvon sirup) pada serangan asma dapat saja diberikan,
tetapi harus berhati-hati pada anak dengan refleks batuk yang tidak optimal. Pemberian
mukolitik secara inhalasi (hirupan) tidak mempunyai efek yang signifikan, tetapi harus
berhati-hati pada serangan asma berat.
Antibiotika
Pemberian antibiotika pada asma tidak dianjurkan, karena sebagian besar pencetusnya bukan
infeksi bakteri, melainkan infeksi virus. Pada keadaan tertentu, antibiotika dapat diberikan,
yaitu pada infeksi saluran napas yang dicurigai karena bakteri, atau dugaan sinusitis yang
menyertai asma.
Pemberian obat sedasi pada serangan asma sangat tidak dianjurkan, karena menekan
pernapasan.
Anti histamin jangan diberikan pada serangan asma, karena tidak mempunyai efek yang
bermakna, bahkan dapat memperburuk keadaan.
TERAPI INHALASI
Pengobatan asma bertujuan untuk menghentikan serangan asma secepat mungkin, serta
mencegah serangan berikutnya, ataupun bila timbul serangan kembali, serangannya tidak
berat. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu diberi obat bronkodilator pada saat serangan,
dan obat anti inflamasi sebagai obat pengendali untuk menurunkan inflamasi yang timbul.
Pemberian obat pada asma dapat melalui berbagai macam cara, yaitu parenteral (melalui
infus), per oral (tablet diminum), atau per inhalasi. Pemberian per inhalasi adalah pemberian
obat secara langsung ke dalam saluran napas melalui hirupan. Pada asma, penggunaan obat
secara inhalasi dapat mengurangi efek samping yang sering terjadi pada pemberian parenteral
atau per oral, karena dosis yang sangat kecil dibandingkan jenis lainnya.
Untuk mendapatkan manfaat obat yang optimal , obat yang diberikan per inhalasi harus dapat
mencapai tempat kerjanya di dalam saluran napas. Obat yang digunakan biasanya dalam
bentuk aerosol, yaitu suspensi partikel dalam gas.
1.
1. MDI tanpa Spacer
2. MDI dengan Spacer
Spacer (alat penyambung) akan menambah jarak antara alat dengan mulut, sehingga
kecepatan aerosol pada saat dihisap menjadi berkurang. Hal ini mengurangi pengendapan di
orofaring (saluran napas atas). Spacer ini berupa tabung (dapat bervolume 80 ml) dengan
panjang sekitar 10-20 cm, atau bentuk lain berupa kerucut dengan volume 700-1000 ml.
Penggunaan spacer ini sangat menguntungkan pada anak.
Penggunaan obat dry powder (serbuk kering) pada DPI memerlukan hirupan yang cukup
kuat. Pada anak yang kecil, hal ini sulit dilakukan. Pada anak yang lebih besar, penggunaan
obat serbuk ini dapat lebih mudah, karena kurang memerlukan koordinasi dibandingkan
MDI. Deposisi (penyimpanan) obat pada paru lebih tinggi dibandingkan MDI dan lebih
konstan. Sehingga dianjurkan diberikan pada anak di atas 5 tahun.
Nebulizer
Alat nebulizer dapat mengubah obat yang berbentuk larutan menjadi aerosol secara terusmenerus, dengan tenaga yang berasal dari udara yang dipadatkan, atau gelombang ultrasonik.
Aerosol yang terbentuk dihirup penderita melalui mouth piece atau sungkup.
Bronkodilator yang diberikan dengan nebulizer memberikan efek bronkodilatasi yang
bermakna tanpa menimbulkan efek samping. Hasil pengobatan dengan nebulizer lebih
banyak bergantung pada jenis nebulizer yang digunakan. Ada nebulizer yang menghasilkan
partikel aerosol terus-menerus, ada juga yang dapat diatur sehingga aerosol hanya timbul
pada saat penderita melakukan inhalasi, sehingga obat tdak banyak terbuang.
TINJAUAN TEORI ASMA BRONKIAL
A. DEFINISI
Asma bronkial adalah penyakit saluran pernapasan dengan ciri-ciri saluran
pernapasan tersebut akan bersifat hipersensitif (kepekaan yang luar biasa) atau hiperaktif
(bereaksi yang berlebihan) terhadap bermacam-macam rangsangan, yang ditandai dengan
timbulnya penyempitan saluran pernapasan bagian bawah secara luas, yang dapat berubah
derajat penyempitannya menjadi normal kembali secara spontan dengan atau tanpa
pengobatan.
Asma bronkial
Asma bronkial
Asma disebut juga sebagai reactive air way disease (RAD), adalah suatu penyakit
obstruksi pada jalan nafas secara riversibel yang ditandai dengan bronchospasme, inflamasi
dan peningkatan sekresi jalan napas terhadap berbagai stimulan.
B. ANATOMI FISIOLOGI PERNAPASAN
Faktor intrinsik :
Infeksi para influensa virus, pneumonia, mycoplasma, kemudian dari fisik : Cuaca
dingin, perubahan temperatur, iritasi : kimia polusi udara (CO, asap rokok, parfum). Emosional
: Takut, lemas dan tegang. Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus
(Suriadi dan Yuliana R, 2001).
Berdasarkan etiologinya, asthma dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu
asthma intrinsik dan asthma ektrinsik. Asthma ektrinsik (atopi) ditandai dengan reaksi alergik
terhadap pencetus-pencetus spesifik yang dapat diidentifikasi seperti : tepung sari jamur,
debu, bulu binatang, susu telor ikan obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang lain.
Sedangkan asthma intrinsik ( non atopi ) ditandai dengan mekanisme non alergik yang
bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik seperti : Udara dingin, zat kimia,yang bersifat
sebagai iritan seperti : ozon ,eter, nitrogen, perubahan musim dan cuaca, aktifitas fisik yang
berlebih , ketegangan mental serta faktor-faktor intrinsik lain. ( Antoni C, 1997 dan Tjen
Daniel, 1991 ).
Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain
itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan
Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor
pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau,
musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan
debu.
Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma
yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi
maka gejala asmanya belum bisa diobati.
Lingkungan kerja
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronchial diatur oleh
influs saraf vegal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau
non alergi, ketika ujung saraf pada ujung saraf pada jalan nafas
dirangsang oleh faktor-faktor seperti infeksi, latihan, daging, merokok,
emosi dan polutan, jumlah asetilkolon yang dilepaskan meningkat
menyebabkan berkonstruksi juga merangsang, pembentukan mediator
kimiawi. Selain itu, reseptor dan adrenerik dari sistem saraf simpatik
terletak pada bronki ketika reseptor adrenerik dirangsang,
mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalan sirkulasi.
Bila proses ini terjadai pada seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi
atau baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar
kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan
diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan mastoit dan basofil.
Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++ kedalam sel dan perubahan
didalam sel yang menurunkan kadar cAMP. Penurunan pada kadar cAMP
menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel ini akan menyebabkan
dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi : histamin, slow
releasing suptance of anaphylaksis
( SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A) dan lainlain. Hal ini akanmenyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu :
kontraksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil
yang akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan permeabilitas
kapiler yang berperan dalam terjadinya edema mukosa yang menambah
semakin menyempitnya saluran nafas , peningkatansekresi kelenjar
mukosa dan peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut
menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata
dengan sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli,
akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap
yangsangat lanjut, (Barbara C.L,1996, Karnen B. 1994, William R.S. 1995 )
Berdasarkan etiologinya, asthma dapat dikelompokkan menjadi dua
jenis yaitu asthma intrinsic dan asthma ektrinsik. Asthma ektrinsik (atopi)
ditandai dengan reaksi alergik terhadap pencetus-pencetus spesifik yang
dapat diidentifikasi seperti : tepung sari jamur, debu, bulu binatang, susu
telor ikan obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang lain. Sedangkan
asthma intrinsik ( non atopi ) ditandai dengan mekanisme non alergik
yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik seperti : Udara
dingin, zat kimia,yang bersifat sebagai iritan seperti : ozon ,eter, nitrogen,
perubahan musim dan cuaca, aktifitas fisik yang berlebih , ketegangan
mental serta faktor-faktor intrinsik lain. ( Antoni C, 1997 dan Tjen Daniel,
1991 ).
polusi, asap rokok / dapur, bau-bauan yang tajam dan lainnya baik yang
berupa iritan maupun yang bukan iritan. Dewasa ini telah diketahui bahwa
hiper rektifitas bronkus disebabkan oleh inflamasi bronkus yang kronik.
Sel-sel inflamasi terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah besar dalam
cairan bilas bronkus pasien asthma bronkiale sebagai bronkhitis kronik
eosinofilik. Hiper reaktifitas berhubungan dengan derajad berat penyakit.
Di klinik adanya hiperreaktifitas bronkhus dapat dibuktikan dengan uji
provokasi yang menggunakan metakolin atau histamin. Berdasarkan halhal tersebut di atas saat ini penyakit asthma dianggap secara klinik
sebagai penyakit bronkhospasme yang reversibel, secara patofisiologik
sebagai suatu hiper reaksi bronkus dan secara patologik sebagai suatu
peradangan saluran nafas. Bronkus pada pasien asma oedema di mukosa
dan dindingnya, infiltrasi sel radang terutama eosinofil serta terlepasnya
sel silia yang menyebabkan getaran silia dan mukus di atasnya sehingga
salah satu daya pertahanan saluran nafas menjadi tidak berfungsi lagi.
Ditemukan pula pada pasien asthma bronkiale adanya penyumbatan
saluran nafas oleh mukus terutama pada cabang-cabang bronkhus .
Akibat dari bronkhospasme, oedema mukosa dan dinding bronkhus serta
hipersekresi mukus maka terjadi penyempitan bronkhus dan
percabangannya sehingga akan menimbulkan rasa sesak, nafas berbunyi
(wheezing) dan batuk yang produktif. Adanya stressor baik fisik maupun
psikologis akan menyebabkan suatu keadaan stress yang akan
merangsang HPA axis. HPA axis yang terangsang akan meningkatkan
adeno corticotropic hormon (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah.
Peningkatan kortisol dalam darah akan mensupresi immunoglobin A (IgA).
Penurunan IgA menyebabkan kemampuan untuk melisis sel radang
menurun yang direspon oleh tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada
bronkhus sehingga menimbulkan asma bronkiale.
Asma Bronkiale Tipe Non Atopik (Intrinsik)
a.Tachypnea, orthopnea
b.Gelisah
c.Diaphorosis
d.Nyeri diabdomen karena terlibat otot abdomen dalam pernapasan.
e.Fatigue
f.Tidak toleran terhadap aktivitas : makan, berjalan, bahkan berbicara
g.Serangan biasanya bermula dengan batuk dan rasa sesak dalam dada,
disertai pernafasan
lambat.
nadi.
6. Deformitas thoraks
7. Gagal nafas
8. Chronik persistent bronchitis
9.Bronchiolitis
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostic secara umum
Foto rontgen
vital,eosinofil biasanya
meningkat dalam darah dan sputum
Pulse oximetry
Pemeriksaan sputum
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia,
hiperkapnia, atau asidosis.
Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
block).
Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES,
dan VES atau terjadinya
depresi segmen ST negative.
4. Scanning paru
a) Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang
penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktorfaktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan
berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b) Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang
ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan
mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup
bagi klien.
c) Fisioterapi
a) Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak
antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk
obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b) Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini
diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali
sehari.
c) Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik,
harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol
( beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot tiap
hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping
maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d) Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak .
Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e) Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f) Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan
bersifat bronkodilator. (Evelin dan joyce L. kee, 1994 ; Karnen
baratawijaja, 1994 )
3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:
Riwayat kesehatan yang lalu:
Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu,
melebarkan hidung.
Adanya bunyi napas mengi.
Adanya batuk berulang.
Sirkulasi
Integritas ego
Ansietas
Ketakutan
Peka rangsangan
Gelisah
Asupan nutrisi
Tujuan
Rencana tindakan
Rasional
pewarnaan
gram,kultur/sensitifitas
Rasional : untuk mengidentifikasi organisme penyebab dan kerentanan
terhadap berbagai anti
microbial
Diagnosa 3 : Kerusakan pertukaran gas b/d suplai oksigen yang tidak adekuat
(spasme bronkus)
Perawatan lokal segera dilakukan untuk mencegah perlekatan, parut atau kontraktur.
Reaksi anafilaksis harus mendapat penatalaksanaan adekwat secepatnya.
Kortikosteroid topikal diberikan untuk erupsi kulit dengan dasar reaksi tipe IV dengan
imunogenik. Contohnya adalah pembuatan vaksin bebas protein hewani, atau antibodi dari
darah manusia.
Uji kulit dapat memperkirakan kemungkinan terjadinya alergi obat, tetapi prosedur ini hanya
bermanfaat untuk alergen makromolekul, sedangkan untuk obat dengan berat molekul rendah
sejauh ini hanya terhadap penisilin (dengan uji alergen benzilpenisiloil polilisin).
Bila seseorang telah diketahui atau diduga alergi terhadap obat tertentu maka harus
dipertimbangkan pemberian obat lain. Obat alternatif tersebut hendaknya bukan obat yang
telah dikenal mempunyai reaksi silang dengan obat yang dicurigai. Misalnya memberikan
aminoglikosida sebagai alternatif untuk penisilin. Bila obat tersebut sangat dibutuhkan
sedangkan obat alternatif tidak ada, dapat dilakukan desensitisasi secara oral maupun
parenteral. Misalnya desensitisasi penisilin untuk penderita penyakit jantung reumatik atau
desensitisasi serum antidifteri. Desensitisasi merupakan prosedur yang berisiko sehingga
harus dipersiapkan perlengkapan penanganan kedaruratan terutama untuk reaksi anafilaksis.
PROGNOSIS
Estimasi saat ini menunjukkan angka kejadian alergi obat makin meningkat. Laporan dari
seluruh dunia menunjukkan angka 0,01% sampai 5% dan sekurang kurangnya 15%-30%
penderita yang dirawat di rumah sakit mengalami reaksi sedikitnya terhadap 1 macam obat
dan 6-10% merupakan alergi obat.
Dengan penatalaksanaan yang baik, prognosis alergi obat adalah baik bahkan untuk alergi
obat yang berat sekalipun. Dapat terjadi perlekatan kulit, kontraktur, simblefaron, kebutaan
bila tindakan tidak tepat dan terlambat dilakukan. Angka kematian dilaporkan 1 dari 10.000
kejadian, pada sindroma Steven Johnson kematian sebesar 5-15%.
Apakah asma itu?
Asma adalah suatu peradangan kronik jalan nafas (broncial tube) yang menyebabkan
pembengkakan dan penyempitan (konstriksi) jalan nafas. Akibatnya adalah kesulitan
bernafas. Penyempitan bronkhial biasanya bisa total ataupun sebagian yang pulih dengan
pengobatan.
Bronchial tube yang mengalami inflamasi kronis bisa menjadi terlalu sensitif terhadap
alergen (pencetus spesifik) atau iritan (pencetus nonspesifik). Jalan nafas bisa menjadi
kejang dan tetap dalam kondisi yang sangat sensitif. Ini disebut bronchial hyperreactivity
(BHR). Mungkin ada suatu spektrum hipereaktivitas bronkhial pada semua individu. Namun,
jelas bahwa pada individu dengan asma dan individu dengan alergi (tanpa adanya asma)
mempunyai derajat hiperreaktivitas bronkhial yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
orang non asma dan non alergi. Pada individu-individu yang sensitif, bronkhial tube lebih
mungkin untuk membengkak dan konstriksi ketika terkena pemicu seperti alergen, asap
tembakau, atau latihan. Pada orang asma, beberapa mungkin mempunyai BHR ringan dan
tanpa gejala sementara yang lain bisa mempunyai BHR berat dan gejala kronis.
Asma mengenai orang dengan cara yang berbeda. Tiap-tiap individu unik dalam hal derajat
reaktivitasnya terhadap pemicu yang berasal dari lingkungan. Ini secara alamiah
mempengaruhi tipe dan dosis obat yang diberikan, yang mungkin bervariasi dari satu orang
dengan yang lain.
Bagaimana asma mempengaruhi pernafasan?
Asma menyebabkan penyempitan saluran pernafasan, yang mengganggu gerakan normal
aliran udara keluar masuk paru-paru. Asma hanya melibatkan saluran bronchial (saluran
nafas) dan tidak mempengaruhi kantung udara (jaringan paru/alveoli). Penyempitan yang
terjadi pada asma disebabkan oleh 3 faktor utama: peradangan, bronchospasm dan
hipereaktivitas.
Peradangan
Faktor yang pertama dan paling penting menyebabkan penyempitan saluran bronchial adalah
peradangan. Saluran bronchial menjadi merah, iritasi dan membengkak. Peradangan
meningkatkan ketebalan dinding saluran bronchial sehingga menyebabkan jalan nafas yang
lebih kecil untuk dilewati. Peradangan terjadi akibat respon terhadap alergen atau iritan dan
merupakan hasil dari aksi mediator-mediator (histamin, leukotrien, dan yang lainnya).
Jaringan yang mengalami peradangan meghasilkan jumlah berlebihan lendir yang lengket di
dalam saluran. Lendir ini dapat menggumpal bersama membentuk gumpalan yang dapat
menyumbat jalan nafas yang sudah menyempit. Sel-sel khusus alergi dan peradangan
(eosinofil dan sel-sel darah putih) yang terkumpul di satu tempat menyebabkan kerusakan
jaringan. Jaringan yang rusak ini akan terlepas ke dalam saluran nafas, sehingga juga
berkontribusi dalam penyempitan tersebut.
Bronchospasm
Otot yang mengitari saluran bronchial mengencang selama serangan asma. Konstriksi otot
pada saluran nafas ini disebut bronchospasm. Bronchospasm menyebabkan saluran nafas
lebih menyempit lagi. Mediator-mediator dan saraf pada saluran bronchial menyebabkan otot
berkonstriksi. Bronchospasm dapat terjadi pada semua manusia dan dapat disebabkan karena
menghisap udara dingin atau kering saat bernafas.
Hiperreaktivitas (hipersensitivitas)
Pada pasien dengan asma, peradangan kronis dan konstriksi jalan nafas menjadi sangat
sensitif atau reaktif terhadap pemicu-pemicu seperti alergen, iritan dan infeksi. Pemaparan
pemicu-pemicu ini dapat menyebabkan lebih banyak peradangan dan penyempitan secara
progresif.
Kombinasi dari tiga faktor ini menyebabkan kesulitan keluarnya udara atau menghembuskan
nafas. Sebagai akibatnya, udara perlu dihembuskan lebih kuat untuk mengatasi penyempitan,
sehingga menyebabkan suara khas wheezing (mengi). Orang dengan asma juga sering
batuk dalam usaha untuk memaksa keluar gumpalan lendir tebal. Pengurangan aliran udara
bisa menyebabkan kurangnya oksigen yang masuk ke aliran darah, dan jika sangat berat,
karbondioksida yang berbahaya dapat terakumulasi di dalam darah.
Manfaat peradangan
Peradangan, atau pembengkakan, merupakan respon normal tubuh terhadap perlukaan atau
infeksi. Aliran darah meningkat pada tempat yang terkena dan sel-sel melakukan serbuan dan
penangkisan terhadap serangan kuman. Proses penyembuhan dimulai. Biasanya, ketika
penyembuhan selesai, peradangan menyurut. Kadang-kadang, proses penyembuhan
menyebabkan jaringan parut. Namun, jaringan utama pada asma, peradangan tidak pulih
secara penuh. Dalam jangka pendek, ini menyebabkan serangan asma berulang. Jika ini
terjadi, penyempitan saluran bronchial bisa menjadi ireversibel dan jelek responnya terhadap
pengobatan. Oleh karena itu, tujuan pengobatan asma adalah: (1) dalam jangka pendek, untuk
mengendalikan peradangan jalan nafas untuk mengurangi reakivitas jalan nafas; dan (2)
dalam jangka panjang, untuk mencegah perubahan bentuk jalan nafas.
Manajemen asma adalah mencegah dan menerapi peradangan jalan nafas. Dengan
mengontrol peradangan lebih dimungkinkan untuk mencegah perubahan bentuk jalan nafas
sehingga dapat mencegah kehilangan fungsi paru secara permanen.
Pemicu yang bermacam-macam pada individu yang rentan menyebabkan peradangan jalan
nafas. Peradangan yang lama memicu terjadinya status hiperreaktivitas jalan nafas, yang
mungkin akan semakin menyebabkan perubahan bentuk kecuali jika diterapi secara efektif.
Pemicu-pemicu apa sajakah yang dapat menyebabkan serangan asma?
Gejala asma dapat diaktifkan atau diperburuk oleh banyak agen. Tidak semua orang dengan
asma bereaksi terhadap pemicu yang sama. Selain itu, efek yang dihasilkan oleh tiap pemicu
bervariasi dari satu individu dengan yang lainnya. Umumnya, beratnya asma anda tergantung
pada berapa banyak agen yang mengaktifkan gejala dan seberapa sensitif paru anda terhadap
mereka. Kebanyakan pemicu ini dapat juga memperburuk gejala-gejala pada mata dan
hidung.
Pemicu dibagi menjadi dua kategori:
Sekali saluran bronchial anda (hidung dan mata) mengalami peradangan karena suatu
paparan alergi, suatu paparan ulangan alergen akan sering mengaktifkan gejala. Saluran
bronchial yang reaktif ini bisa juga merespon pemicu lain, seperti latihan, infeksi, dan iritan
lain. Berikut ini daftar sederhana:
Alergen
makanan, seperti ikan, telur, kacang tanah, kacang-kacangan, susu sapi dan kedele
Sekitar 80% anak-anak dan 50% orang dewasa dengan asma juga mempunyai alergi
Iritan
infeksi pernafasan, seperti yang disebabkan oleh virus flu, bronchitis dan sinusitis
asap tembakau
faktor yang berada di luar ruangan seperti kabut, perubahan cuaca dan asap diesel
faktor di dalam ruangan, seperti cat, deterjen, deodoran, bahan-bahan kimia, dan
parfum
malam hari
Faktor yang berkaitan dengan pekerjaan, seperti bahan-bahan kimia, debu, gas dan
logam
Wajah-wajah asma
Banyaknya pemicu potensial penyebab asma menjelaskan perbedaan cara asma muncul. Pada
kebanyakan asma, penyakit ini dimulai sejak awal masa kecil dari 2-6 tahun. Pada kelompok
umur ini, penyebab asma sering berhbungan dengan paparan alergen seperti tungau rumah,
asap tembakau dan infeksi pernafasan yang disebabkan virus. Pada anak-anak yang lebih
kecil, kurang dari 2 tahun, asma bisa sulit didiagnosa dengan pasti. Suara mengi pada usia ini
dapat muncul pada infeksi virus dan bisa hilang kemudian, tanpa menyebabkan asma.
Namun, asma dapat timbul lagi saat dewasa. Asma yang muncul pertama kali saat dewasa
lebih sering pada wanita, kebanyakan usia pertengahan, dan sering mengikuti suatu infeksi
saluran nafas. Pemicu pada grup ini biasanya bersifat non alergi.
Tipe-tipe alergi : asma alergi (ekstrinsik) dan asma non alergi (intrinsik)
Dokter anda mungkin mengatakan bahwa asma anda adalah ekstrinsik atau intrinsik.
Pemahaman yang lebih baik dari sifat asma dapat membantu menjelaskan perbedaan
keduanya. Asma alergi atau ekstrinsik adalah lebih sering (90% dari semua kasus) dan khas
terjadi pada masa anak-anak. Sekitar 80% anak-anak yang mempunyai asma juga mengalami
alergi. Secara khas, ada riwayat alergi dalam keluarga. Selain itu, kondisi alergi yang lain,
seperti alergi hidung atau eksim sering juga ada. Asma alergi sering mengalami remisi pada
awal masa dewasa. Namun, 75% kasus, asma akan kembali muncul kemudian.
Asma intrinsik terjadi pada sekitar 10% kasus. Ini biasanya terjadi setelah usia 30 tahun dan
tidak secara khas berhubungan dengan alergi. Wanita lebih sering dan banyak kasus
tampaknya mengikuti suatu infeksi saluran nafas. Kondisi ini bisa sulit diterapi dan gejalanya
sering kronis dan menahun.
Apa sajakah gejala dan tanda khas asma?
Gejala asma bervariasi pada tiap-tiap orang dari waktu ke waktu. Penting untuk diingat
bahwa banyak dari gejala-gejala ini dapat halus dan mirip dengan yang tampak pada kondisi
lain. Semua gejala yang disebutkan di bawah ini dapat ada pada kondisi pernafasan lain dan
kadang-kadang kondisi yang berhubungan dengan jantung. Kerancuan ini menyebabkan
identifikasi tempat dimana gejala tersebut terjadi dan test diagnosa sangat penting untuk
mengenali kelainan ini.
Berikut ini adalah empat gejala utama pada asma:
Nafas pendek
Batuk, bisa kronis, biasanya memburuk pada malam hari dan awal pagi dan dapat
terjadi setelah latihan atau ketika terpapar udara kering yang dingin
Asma digolongkan berdasarkan sering dan beratnya gejala atau serangan, dan hasil tes fungsi
pernafasan.
30% mild, intermitent (kurang dari 2 episode seminggu) dengan tes normal
30% mild, persistent (2 atau lebih episode seminggu) dengan tes normal atau
abnormal
40% moderat atau severe, persistent (setiap hari atau terus-menerus) dengan tes
abnormal
Satu dari obat yang pertama digunakan untuk asma adalah adrenalin (epineprin). Adrenalin
mempunyai onset kerja yang cepat dalam membuka saluran nafas (bronchodilator). Obat ini
masih sering digunakan dalam situasi asma emergensi. Sayangnya, adrenalin mempunyai
banyak efek samping, yaitu detak jantung yang cepat, sakit kepala, mual, muntah, gelisah dan
perasaan panik.
Obat-obat yang secara kimia mirip dengan adrenalin telah dikembangkan. Obat-obat ini
disebut dengan beta-2 agonis, mempunyai manfaat sebagai bronchodilator tanpa banyak efek
samping yang tidak diinginkan. Beta-2 agonis merupakan bronchodilator inhalasi yang
disebut agonis karena mendorong kerja reseptor beta-2 dari dinding otot bronchial.
Reseptor ini bekerja merelaksasi dinding otot saluran nafas (bronchus), menyebabkan
bronchodilatasi. Kerja bronchodilator beta-2 agonis dimulai dalam hitungan menit setelah
inhalasi dan berakhir sekitar 6 jam. Contoh obat ini adalah albuterol (Ventolin HFA, Proventil
HFA), levalbuterol (Xopenex), metaproterenol (Alupent), pirbuterol acetate (Maxair), dan
terbutalin sulfat (Brethaire). Saat ini, chlorofluorocarbon (CFC) telah dihilangkan dari MDI
inhaler karena efek lingkungan pada lapisan ozon dan telah digantikan dengan propellant
baru hydroflouroalkane (HFA). Pasien-pasien mungkin memperhatikan bahwa pancaran yang
mereka rasakan di belakang kerongkongannya kurang intens jika dibandingkan dengan
inhaler CFC. Mereka harus diinstruksikan bahwa mereka tetap mendapatkan jumlah obat
yang sama meskipun terasa berbeda dengan inhaler lama. Hal lain yang penting adalah bahwa
pasien harus memperhatikan inhaler baru ini yang terapung tidak membantu menetapkan
jumlah obat yang tersisa di dalam MDI. Dulu, inhaler CFC bisa terapung pada semangkuk
air. Dengan banyak obat di dalam inhaler, tromol akan tenggelam dan secara gradual
mengapung ketika dikosongkan. Pada inhaler HFA tidak seperti itu, ketika mengapung akan
menyumbat inhaler. Jumlah pemakaian harus dihitung untuk menentukan apakah obat masih
tersisa dalam inhaler. Mengocok inhaler bukanlah metode yang efektif untuk menentukan
berapa banyak obat yang tersisa. Sering propellant (HFA) akan terus keluar dari inhaler
bahkan setelah obat selesai digunakan. Saat ini, hanya satu inhaler albuterol disertai alat
pencegahnya yaitu Ventolin HFA.
Suatu grup beta-2 agonis long acting telah dikembangkan dengan suatu durasi efek yang
panjang yaitu 12 jam. Inhaler ini bisa digunakan 2 kali sehari. Salmeterol xinafoate
(Serevent) dan formoterol (Foradil) adalah contoh dari grup obat ini. Beta-2 agonis long
acting tidak seharusnya digunakan untuk serangan asma akut. Beta-2 agonis dapat
menimbulkan efek samping seperti kecemasan, tremor, palpitasi atau detak jantung yang
cepat dan penurunan potasium (kalium) darah. Terdapat data untuk yang menunjukkan bahwa
penggunaan beta-2 agonis long acting sendirian bisa mengancam jiwa. Obat tersebut terbaik
digunakan bersama dengan kortikosteroid inhalasi (lihat bawah)
Seperti beta-2 agonis yang dapat melebarkan (dilatasi) jalan nafas, obat beta blocker
menghalangi relaksasi otot bronchial juga melalui reseptor beta-2 dan dapat menyebabkan
konstriksi jalan nafas, memperburuk asma, oleh karena itu beta blocker seperti obat-obat
tekanan darah tinggi propanolol (Inderal) dan atenolol (Tenormin), sebaiknya dihindari
pasien asma sebisa mungkin.
Obat-obat antikolinergik bekerja pada tipe saraf yang berbeda dengan beta-2 agonis untuk
mendapatkan relaksasi yang serupa dan membuka jalan nafas. Dua grup bronchodilator
inhaler ini ketika digunakan bersama-sama dapat menghasilkan efek bronchodilatasi yang
meningkat. Contoh antikolinergik yang sering digunakan adalah ipratropium bromide
(Atrovent). Ipratropium memerlukan waktu lebih lama untuk bekerja dibanding dengan beta-
2 agonis, dengan puncak efektifitas terjadi pada 2 jam setelah masuk dan berakhir sekitar 6
jam. Obat ini lebih efektif pada pasien dengan COPD.
Ketika gejala asma sulit dikontrol dengan beta-2 agonis, kortikosteroid inhalasi (kortison)
sering ditambahkan. Kortikosteroid dapat memperbaiki fungsi paru dan mengurangi obstruksi
jalan nafas. Contoh kortikosteroid inhalasi adalah beclomethason dipropionate (Beclovent,
Qvar dan Vanceril), triamcinolone acetonide (Azmacort), budesonide (Pulmocort), dan
flunisolide (Aerobid). Dosis ideal kortikosteroid masih belum diketahui. Efek samping
kortikosteroid inhalasi meliputi hoarseness (kehilangan suara) dan infeksi jamur di mulut.
Penggunaan kortikosteroid inhalasi secara dini dapat mencegah kerusakan ireversibel pada
jalan nafas.
Untuk menurunkan penimbunan obat pada tenggorokan dan meningkatkan jumlah yang
mencapai jalan nafas, spacer dapat sangat membantu. Spacer merupakan ruang mirip tabung
yang ditempelkan pada outlet tromol MDI. Spacer dapat menjaga obat yang dikeluarkan
cukup lama bagi pasien untuk menghisapnya secara pelan dan masuk dengan dalam pada
paru. Spacer yang ditempatkan antara mulut dan MDI dapat memperbaiki penyampaian obat
dan mengurangi efek samping pada mulut dan tenggorokan. Membilas mulut setelah
pemakaian inhaler steroid juga dapat menurunkan efek samping ini.
Kombinasi terapi inhaler sekarang tersedia untuk pengobatan asma. Obat ini meliputi Advair
(fluticasone dan salmeterol) dan Symbicort (budesonide dan formoteral). Symbicort
menggunakan standar inhaler MDI (suatu alat counter akan ditambahkan dalam waktu dekat).
Advair mempunyai suatu sistem pengiriman powder unik dengan counter built-in.
Cromolyn sodium (Intal) mencegah pengeluaran kimia tertentu pada paru-paru, seperti
histamin, yang dapat menyebakan asma. Secara pasti bagaimana kerja Cromolyn mencegah
asma perlu riset lebih lanjut. Cromolyn bukan suatu corticosteroid dan biasanya tidak
berhubungan dengan efek samping yang signifikan. Cromolyn sangat berguna untuk
mencegah asma tetapi mempunyai efektifitas yang terbatas ketika asma akut dimulai.
Cromolyn dapat membantu mencegah asma yang dipicu oleh latihan, udara dingin dan zat-zat
alergi, seperti ketombe kucing. Cromolyn bisa digunakan pada anak-anak sama-baiknya
dengan pada orang dewasa.
Teofilin (Theodur, Theoair, Slo-bid, Uniphyl, Theo-24) dan aminofilin adalah contoh dari
metilxantin. Metilxantin diberikan secara oral atau intravena. Sebelum inhaler populer,
metilxantin merupakan terapi utama untuk asma. Kafein yang biasa terdapat pada kopi dan
softdrink juga merupakan obat metilxantin. Teofilin merelaksasikan otot-otot di sekeliling
jalan nafas dan menyebabkan sel-sel tertentu yang melapisi bronchus (sel mast)
mengeluarkan kimia tertentu seperti histamin yang dapat menyebabkan asma. Teofilin juga
dapat bekerja sebagai diuretik ringan, menyebabkan peningkatan frekuensi kencing. Untuk
asma yang sulit dikontrol, metilxantin masih dapat berperan penting. Kadar dosis teofilin atau
aminofilin harus dikontrol dengan ketat. Dosis yang besar dapat menyebabkan mual, muntah,
masalah detak jantung, dan bahkan kejang. Pada kondisi medis tertentu, seperti gagal jantung
atau sirosis, dosis metilxantin diturunkan untuk menghindari kadar yang besar dalam darah.
Interaksi obat dengan obat lain seperti cimetidin (Tagamet), calcium chanel blocker
(Procardia), quinolon (Cipro), dan allopurinol (Xyloprim) dapat mempengaruhi kadar obat
dalam darah.
Kortikosteroid diberikan secara oral untuk asma berat yang tidak responsif terhadap obat lain.
Sayangnya, dosis kortikosteroid yang tinggi selama jangka panjang dapat memberi efek
samping serius, termasuk osteoporosis, patah tulang, diabetes melitus, tekanan darah tinggi,
penipisan kulit dan mudah memar, insomnia, perubahan emosi dan penambahan berat badan.
Ekspektoran membantu mempertipis lendir jalan nafas, membuat lebih mudah untuk
membersihkan lendir dengan batuk. Potasium iodida jarang digunakan dan mempunyai efek
samping timbulnya jerawat, peningkatan produksi air liur, biduran, dan masalah tiroid.
Guaifenesin (Entex, Humibid) dapat meningkatkan produksi cairan pada paru-paru dan
membantu menurunkan ketebalan lendir tetapi juga dapat menjadi iritan jalan nafas pada
beberapa orang.
Selain obat bronchodilator untuk pasien yang dengan asma atopik, menghindari alergen atau
iritan lain juga sangat penting. Pada pasien yang tidak bisa menghindari alergen, atau pada
mereka yang mempunyai gejala yang tidak dapat dikontrol dengan obat, suntikan alergi
(desensitisasi) dianjurkan. Manfaat desensitisasi dalam mencegah asma belum dipastikan
dengan tegas. Beberapa dokter masih menghawatirkan resiko anafilaksis yang terjadi pada
satu dari 2 juta yang diberikan. Suntikan alergi paling sering memberi manfaat pada anakanak yang alergi terhadap tungau debu rumah. Manfaat lain tampak pada serbuk sari dan
ketombe binatang.
Pada beberapa pasien asma, antibodi alergi dikenal dengan imunoglobulin E (IgE)
mempunyai peran penting. Jika zat ini meningkat dalam darah, suatu bentuk obat baru
mungkin akan sangat membantu untuk asma berat. Antibody terhadap IgE, yang dikenal
dengan omalizumab (Xolair) telah dikembangkan. Ini harus diberikan dengan suntikan pada
tempat praktek dokter. Ini sangat mahal. Namun, untuk pasien dengan asma yang sulit untuk
ditangani, pilihan ini mungkin sangat membantu.
Pada beberapa pasien asma, menghindari aspirin atau NSAID lain (umum digunakan pada
peradangan artritis) adalah penting. Pada pasien lain, terapi adekuat terhadap aliran balik
asam lambung (esophageal reflux) mencegah iritasi saluran nafas. Cara untuk mencegah
reflux oesofagus meliputi obat-obatan, penurunan berat badan, perubahan pola makan,
berhenti merokok, kopi dan alkohol. Contoh obat yang digunakan untuk menurunkan
masalah yang disebabkan reflux adalah omeprazole (Prilosec) dan ranitidin (Zantac). Pasienpasien dengan maslah reflux berat menyebabkan masalah paru yang perlu pembedahan untuk
menguatkan otot spinkter oesofagus untuk mencegah reflux asam lambung (pembedahan
fundoplikasi).
Sekilas tentang asma
Asma sekarang ini merupakan penyakit kronis paling sering pada anak-anak,
mengenai satu dari 15.
Asma hanya melibatkan saluran bronchial dan biasanya tidak melibatkan kantung
udara atau jaringan paru (alveoli). Penyempitan yang terjadi pada asma disebabkan
tiga faktor utama: peradangan, bronchospasm, dan hiperreaktifitas.
Banyak faktor dapat memicu serangan asma dan mereka diklasifikasikan sebagai
alergen atau iritan.
Gejala-gejala asma meliputi nafas pendek, wheezing, batuk dan sesak nafas.
Asma biasanya didiagnosa berdasarkan adanya wheezing dan ditegaskan dengan tes
pernafasan.