Vous êtes sur la page 1sur 55

Asma Bronkial

Asma bronkial, atau lebih populer dengan sebutan asma atau sesak napas, telah dikenal luas
di masyarakat. Namun pengetahuan tentang asma bronkial hanya terbatas pada gejala asma
bronkial saja, diantaranya dada terasa tertekan, sesak napas, batuk berdahak, napas berbunyi
(mengi), dll.
Asma bronkial merupakan salah satu Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) yakni
penyakit paru yang memiliki kumpulan gejala klinis (sindrom) seperti yang telah disebutkan
di atas. PPOK terdiri dari:
o Asma Bronkial (asma/bengek)
o Bronkitis kronis (radang saluran napas bagian bawah)
o Emfisema paru (penurunan daya elastisitas paru)
Faktor penyebab PPOK salah satunya adalah polusi udara yang berasal dari asap rokok,
cerobong pabrik/industri, asap kendaraan bermotor. Semakin tua usia seseorang akan semakin
lama menghisap udara yang berpolusi dan semakin besar kecenderungan untuk menderita
sindrom PPOM.
Definisi Asma Bronkial
Penyakit asma bronkial secara umum adalah penyakit saluran pernapasan yang ditandai
dengan:

Sesak napas/sukar bernapas yang diikuti dengan suara mengi (bunyi yang meniup
sewaktu mengeluarkan udara/napas)

Rasa berat dan kejang pada dada sehingga napas jadi terengah-engah

Biasanya disertai batuk dengan dahak yang kental dan lengket

Perasaan menjadi gelisah dan cemas

Sedangkan berdasarkan ilmu kedokteran, penyakit asma bronkial adalah penyakit saluran
pernapasan dengan ciri-ciri saluran pernapasan tersebut akan bersifat hipersensitif (kepekaan
yang luar biasa) atau hiperaktif (bereaksi yang berlebihan) terhadap bermacam-macam
rangsangan, yang ditandai dengan timbulnya penyempitan saluran pernapasan bagian bawah
secara luas, yang dapat berubah derajat penyempitannya menjadi normal kembali secara
spontan dengan atau tanpa pengobatan.
Kelainan dasar penyempitan saluran pernapasan yang berakibat timbulnya sesak napas adalah
gabungan dari keadaan berikut:

Kejang/berkerutnya otot polos dari saluran pernapasan

Sembab/pembengkakan selaput lendir

Proses keradangan

Pembentukan dan timbunan lendir yang berlebihan dalam rongga saluran pernapasan

Mekanisme Terjadinya Kelainan Pernapasan


Baik orang normal maupun penderita asma, bernapas dengan udara yang kualitas dan
komposisinya sama. Udara pada umumnya mengandung 3 juta partikel/mm kubik. Partikelpartikel itu dapat terdiri dari debu, kutu debu (tungau), bulu-bulu binatang, bakteri, jamur,
virus, dll.
Oleh karena adanya rangsangan dari partikel-partikel tersebut secara terus menerus, maka
timbul mekanisme rambut getar dari saluran napas yang bergetar hingga partikel tersebut
terdorong keluar sampai ke arah kerongkongan yang seterusnya dikeluarkan dari dalam tubuh
melalui reflek batuk.

Pada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka (hipersensitif) terhadap
adanya partikel udara ini, sebelum sempat partikel tersebut dikeluarkan dari tubuh, maka
jalan napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat berlebihan (hiperreaktif), maka terjadilah
keadaan dimana:

Otot polos yang menghubungkan cincin tulang rawan akan


berkontraksi/memendek/mengkerut

Produksi kelenjar lendir yang berlebihan

Bila ada infeksi, misal batuk pilek (biasanya selalu demikian) akan terjadi reaksi
sembab/pembengkakan dalam saluran napas

Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas. Akibatnya menjadi
sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk membersihkan diri, keluar dahak
yang kental bersama batuk, terdengar suara napas yang berbunyi yang timbul apabila udara

dipaksakan melalui saluran napas yang sempit. Suara napas tersebut dapat sampai terdengar
keras terutama saat mengeluarkan napas.
Serangan asma bronkial ini dapat berlangsung dari beberapa jam sampai berhari-hari dengan
gejala klinik yang bervariasi dari yang ringan (merasa berat di dada, batuk-batuk) dan masih
dapat bekerja ringan yang akhirnya dapat hilang sendiri tanpa diobati.
Gejala yang berat dapat berupa napas sangat sesak, otot-otot daerah dada berkontraksi
sehingga sela-sela iganya menjadi cekung, berkeringat banyak seperti orang yang bekerja
keras, kesulitan berbicara karena tenaga hanya untuk berusaha bernapas, posisi duduk lebih
melegakan napas daripada tidur meskipun dengan bantal yang tinggi, bila hal ini berlangsung
lama maka akan timbul komplikasi yang serius.

Yang paling ditakutkan adalah bila proses pertukaran gas O2 dan CO2 pada alveolus
terganggu suplainya untuk organ tubuh yang vital (tertutama otak) yang sangat sensitif untuk
hal ini, akibatnya adalah: muka menjadi pucat, telapak tangan dan kaki menjadi dingin, bibir
dan jari kuku kebiruan, gelisah dan kesadaran menurun.
Pada keadaan tersebut di atas merupakan tanda bahwa penderita sudah dalam keadaan
bahaya/kritis dan harus secepatnya masuk rumah sakit/minta pertolongan dokter yang
terdekat.
Pengenalan Jenis Serangan Asma Bronkial
Pengenalan jenis serangan asma berkaitan erat dengan cara pengobatannya. Serangan
asma/bengek ada 2 macam, yaitu:
1.

Serangan asma bronkial karena otot polos saluran napas yang berkerut (Asma
Episodik)
Serangan asma bronkial/bengek hanya sekali-sekali, ada periode bebas sesak napas,
serangan mengi mungkin terjadi misalnya sewaktu jogging, makan suatu makanan

yang kebetulan alergi, mencium binatang piaraan, dsb.


Jenis ini memberikan respon yang baik terhadap pemberian obat pelonggar nafas hirup
(inhaler) dimana merupakan obat yang paling aman dengan sedikit efek samping yang
minimal. Dapat juga diberikan obat pelonggar napas dalam bentuk tablet maupun sirup.
2.

Serangan asma bronkial karena proses peradangan saluran pernapasan


(Continuing Asma/Asma Berkelanjutan)
Penderita asma bronkial/bengek ini tidak pernah merasakan benar-benar bebas sesak,
jadi hampir setiap hari menderita mengi. Saluran pernapasannya mengalami
keradangan sehingga mempunyai resiko untuk terjadi serangan lebih sering, walaupun
telah diberikan obat pelonggar napas.
Oleh karenanya, penderita memerlukan obat tambahan berupa anti keradangan
(biasanya keluarga steroid).

Pengobatan Penyakit Asma


Asma tidak bisa disembuhkan, namun bisa dikendalikan, sehingga penderita asma dapat
mencegah terjadinya sesak napas akibat serangan asma.
Kurangnya pengertian mengenai cara-cara pengobatan yang benar akan mengakibatkan asma
salalu kambuh. Jika pengobatannya dilakukan secara dini, benar dan teratur maka serangan
asma akan dapat ditekan seminimal mungkin.
Pada prinsipnya tata cara pengobatan asma dibagi atas:
1. Pengobatan Asma Jangka Pendek
2. Pengobatan Asma Jagka Panjang
Pengobatan Asma Jangka Pendek
Pengobatan diberikan pada saat terjadi serangan asma yang hebat, dan terus diberikan
sampai serangan merendah, biasanya memakai obat-obatan yang melebarkan saluran
pernapasan yang menyempit.
Tujuan pengobatannya untuk mengatasi penyempitan jalan napas, mengatasi sembab selaput
lendir jalan napas, dan mengatasi produksi dahak yang berlebihan. Macam obatnya adalah:
A. Obat untuk mengatasi penyempitan jalan napas
Obat jenis ini untuk melemaskan otot polos pada saluran napas dan dikenal sebagai
obat bronkodilator. Ada 3 golongan besar obat ini, yaitu:
-

Golongan Xantin, misalnya Ephedrine HCl (zat aktif dalam Neo Napacin)
Golongan Simpatomimetika

Golongan Antikolinergik

Walaupun secara legal hanya jenis obat Ephedrine HCl saja yang dapat diperoleh
penderita tanpa resep dokter (takaran < 25 mg), namun tidak tertutup kemungkinannya
penderita memperoleh obat anti asma yang lain.
B.

Obat untuk mengatasi sembab selaput lendir jalan napas


Obat jenis ini termasuk kelompok kortikosteroid. Meskipun efek sampingnya cukup
berbahaya (bila pemakaiannya tak terkontrol), namun cukup potensial untuk mengatasi
sembab pada bagian tubuh manusia termasuk pada saluran napas. Atau dapat juga
dipakai kelompok Kromolin.

C.

Obat untuk mengatasi produksi dahak yang berlebihan.


Jenis ini tidak ada dan tidak diperlukan. Yang terbaik adalah usaha untuk mengencerkan
dahak yang kental tersebut dan mengeluarkannya dari jalan napas dengan refleks batuk.
Oleh karenanya penderita asma yang mengalami ini dianjurkan untuk minum yang
banyak. Namun tak menutup kemungkinan diberikan obat jenis lain, seperti Ambroxol
atau Carbo Cystein untuk membantu.

Pengobatan Asma Jangka Panjang


Pengobatan diberikan setelah serangan asma merendah, karena tujuan pengobatan ini untuk
pencegahan serangan asma.
Pengobatan asma diberikan dalam jangka waktu yang lama, bisa berbulan-bulan sampai
bertahun-tahun, dan harus diberikan secara teratur. Penghentian pemakaian obat ditentukan
oleh dokter yang merawat.
Pengobatan ini lazimnya disebut sebagai immunoterapi, adalah suatu sistem pengobatan
yang diterapkan pada penderita asma/pilek alergi dengan cara menyuntikkan bahan alergi
terhadap penderita alergi yang dosisnya dinaikkan makin tinggi secara bertahap dan
diharapkan dapat menghilangkan kepekaannya terhadap bahan tersebut (desentisasi) atau
mengurangi kepekaannya (hiposentisisasi).

Asma bronkial adalah salah satu penyakit kronik dengan pasien terbanyak di
dunia. Diperkirakan 300 juta orang di dunia menderita asma. Angka ini bisa jauh
lebih besar kalau kriteria diagnosisnya diperlonggar. Bahkan, tahun ini paling
tidak ada tambahan sekitar 100 juta pasien asma lagi. Di Indonesia, diperkirakan
sampai 10 persen penduduk mengidap asma dalam berbagai bentuknya.
Keluhan yang paling sering muncul dan mudah dikenali adalah sesak napas yang
berbunyi ngik-ngik. Berbagai obat di pasaran juga banyak digunakan para pasien
asma. Dapat disampaikan di sini bahwa obat asma pada dasarnya terdiri dari

dua jenis, yaitu pelega (reliever) dan pengontrol (controller).


Kerja obat pelega adalah membuat saluran napas yang menyempit menjadi
terbuka lebar kembali, disebut juga bronkodilator. Jadi, karena saluran napas
menyempit, pasien asma mengeluh sesak. Bila diberi obat pelega, saluran
napasnya membuka sehingga tidak sesak lagi.
Akan tetapi, bila ada rangsangan, di kemudian hari akan sesak lagi dan tentu
saja juga perlu obat pelega lagi. Demikianlah seterusnya.
Obat pengontrol memang bertujuan agar saluran napas tidak cepat menyempit
bila ada rangsangan tertentu. Yang termasuk dalam obat pengontrol pada
dasarnya adalah yang bekerja sebagai antiperadangan (antiinflamasi) serta
melalui berbagai mekanisme lainnya. Sulitnya obat pengontrol ini mungkin harus
dipakai setiap hari, ada atau tidak adanya serangan, dalam jangka waktu lama,
dapat bertahun-tahun.
Penggunaan obat
Masing-masing golongan obat di atas dijual dalam berbagai merek dagang di
pasaran. Sebagian dapat dibeli bebas, umumnya yang bersifat pelega, dan
sebagian lagi harus dengan resep dokter. Obat-obat asma ini dapat diberikan
dalam bentuk diminum, disuntikkan, atau juga disemprot/diisap (inhalasi).
Maka, katakanlah obat golongan agonis beta 2, misalnya, dapat diberikan dalam
bentuk tablet, sirup, suntikan, dan juga ada yang disemprotkan/diisap. Perlu
diketahui bahwa cara pemberian obat asma yang paling baik adalah dengan
disemprotkan/diisap (inhalasi) langsung ke saluran napas, apalagi untuk
pemberian jangka panjang.
Ada beberapa alasan yang mendasarinya. Pertama, obat yang
disemprotkan/diisap akan masuk langsung ke saluran napas, jadi efeknya lebih
cepat.
Kedua, karena masuknya langsung ke saluran napas, dosisnya bisa lebih kecil
untuk mendapatkan efek yang baik.
Ketiga, efek samping obat yang disemprotkan/diisap akan lebih kecil daripada
obat yang diminum. Obat yang diminum akan masuk dulu ke perut, lalu diserap
pembuluh darah, serta baru diedarkan ke seluruh tubuh dan sebagian ke saluran
napas sehingga dosisnya perlu lebih tinggi, efeknya lebih lambat namun efek
sampingnya lebih tinggi.
Tidak benar pula pendapat sebagian masyarakat yang mengatakan bahwa obat
yang disemprot/diisap akan menyebabkan ketagihan, justru cara pemberian
disemprot/diisap inilah yang paling baik.

Kombinasi
Dalam perkembangan, ada beberapa kombinasi obat yang dapat diberikan, baik
antara pelega dan pengontrol maupun 2 obat pelega atau 2 obat pengontrol
sekaligus. Setidaknya ada 4 kombinasi yang mungkin dilakukan.
Pertama, kortikosteroid inhalasi dikombinasikan dengan bronkodilator kerja lama
inhalasi. Kombinasi ini aman dan terbukti efektif untuk menangani asma,
khususnya serangan asma yang datang pada malam hari.
Kedua, kortikosteroid inhalasi dikombinasi dengan bronkodilator yang
dimakan/diminum, khususnya golongan teofilin kerja lama. Yang dimaksud
dengan obat "kerja lama" adalah obat yang dapat bekerja selama 12-24 jam, jadi
cukup dipakai 1-2 kali sehari saja.
Kombinasi ketiga adalah kortikosteroid inhalasi dikombinasi dengan obat
golongan leukotriene modifier. Dalam hal ini dua jenis antiinflamasi yang
berfungsi sebagai pengontrol digabung jadi satu. Namun, leukotriene modifier
selain berperan sebagai antiinflamasi juga berperan mencegah penyempitan
saluran napas.
Kombinasi keempat adalah obat golongan antikolinergik dengan bronkodilator
kerja singkat (yang kerjanya 8 jam, jadi harus digunakan 3 kali sehari).
Kombinasi keempat ini adalah penggabungan dua jenis obat pelega, tetapi bila
digabungkan jadi satu disebutkan dapat punya efek jangka panjang yang baik.
Perkembangan
Hingga kini, belum ada obat yang benar-benar dapat menyembuhkan asma.
Penelitian terus dilakukan untuk mendapatkan obat baru. Salah satunya
berkonsentrasi untuk menemukan mediator yang lebih kuat dari histamin (salah
satu mediator yang banyak dikenal).
Mediator yang lebih kuat ini adalah platelet-activating factor dan cysteinylleukotrienes (Cys-LT). Antagonis leukotrien adalah salah satu bentuk baru obat
antiasma, penemuan baru selama 20 tahun terakhir. Obat jenis ini juga bersifat
antagonis terhadap Cys-LT.
Juga dilakukan berbagai penelitian lain untuk mengobati asma melalui
penanganan sitokin-sitokin yang dipercaya berperan dalam terjadinya asma,
antara lain inter leukin (IL)-4, IL-5, dan IL-13 .
Salah satunya adalah penggunaan humanized monoclonal antibody to IL-5 (SB240563), penelitian ini tadinya sukses pada binatang percobaan, tetapi ketika
diterapkan pada manusia hasilnya tidak/belum memuaskan. Penelitian lain
pernah mencoba menggunakan antagonis reseptor IL-4, tetapi lagi-lagi hasilnya
belum memuaskan. Saat ini juga sedang diteliti efektivitas antagonis IL-13, yang

masih harus ditunggu bagaimana hasilnya kelak.


Khusus untuk obat pengontrol, kortikosteroid inhalasi tetap merupakan pilihan
utama. Kini sedang diteliti agar efek maksimal obat ini berlangsung lokal di paru
tanpa dampak sistemik yang merugikan di bagian tubuh lain. Pendekatan yang
sedang diteliti antara lain mengupayakan bentuk on-site-activated steroids,
seperti ciclesonide, soft steroids, dan bahan yang disebut dissociated steroids.
Penutup
Kini pilar utama pengobatan asma adalah pemberian obat pelega dan obat
pengontrol. Seperti disampaikan di atas, cara pemberian obat terbaik adalah
dengan disemprot atau diisap. Untuk ini kini tersedia berbagai teknik pemberian,
baik dalam bentuk semprotan (misalnya dalam bentuk inhaler) maupun bubuk
kering yang diisap, misalnya dalam bentuk turbohaler atau diskhaler.
Untuk mencegah asma malam mungkin diperlukan obat asma kerja lama yang
digunakan sebelum tidur supaya pasien dapat tidur nyenyak tanpa harus
terganggu serangan asma.
Satu hal yang harus dicamkan adalah pentingnya dibina hubungan baik antara
dokter, pasien, dan keluarganya. Pengetahuan pasien dan keluarganya tentang
seluk beluk asma akan menjadi pilar penting dalam keberhasilan mengendalikan
asma pada pasien.

sma dapat diterapi dengan 2 macam cara. Cara pertama merupakan terapi non-obat, dapat
dilakukan dengan menghindari pemicunya, atau dengan terapi napas (senam asma). Cara
kedua dengan melibatkan obat-obat asma yang digolongkan menjadi 2, yaitu untuk
penggunaan jangka panjang yang berguna mengontrol gejala asma dan sebagai terapi untuk
mencegah kekambuhan (long-term prevention) dan obat asma untuk penggunaan jangka
pendek yang merupakan pengobatan cepat untuk mengatasi serangan asma akut (short-term
relief). Obat jangka panjang memberikan pencegahan jangka panjang terhadap gejala asma,
menekan, mengontrol, dan menyembuhkan inflamasi jika digunakan teratur namun tidak
efektif untuk mengatasi serangan akut. Beberapa obat jangka panjang antara lain
kortikosteroid inhalasi yang merupakan obat paling efektif, beta-2 agonis aksi panjang dan
metil ksantin (teofilin) untuk mengatasi gejala asma pada malam hari (gejala nocturnal),
kromolin dan nedokromil sebagai antiinflamasi; sedangkan untuk jangka pendek, berupa
obat-obat bronkodilator (salbutamol, terbutalin, dan ipratropium) dan kortikosteroid oral
ketika serangannya sedang sampai berat. Untuk jangka panjang dan pendek, dapat digunakan
obat-obat sistemik (prednisolon, prednison, metilprednisolon).

Tentunya, obat-obat tersebut tidak dapat lepas dari efek samping


yang kadang cukup berbahaya sehingga kita harus berhati-hati dalam penggunaannya.
Kortikosteroid hirup, pada ibu hamil berefek pada rendahnya berat bayi yang lahir dan
memperlambat pertumbuhan anak-anak jika digunakan selama bertahun-tahun.
Kortikosteroid inhalasi berefek samping lokal pada anak-anak seperti batuk, rasa haus, dan
kekakuan lidah bila pemberian melalui nebulizer, meningkatkan kejadian osteoporosis pada
wanita. Kortikosteroid oral dapat saja digunakan untuk jangka panjang, tetapi hanya boleh
digunakan kalau obat lain telah gagal sebab beresiko osteoporosis. Teofilin, pada anak-anak,
menimbulkan hiperaktivitas dan gangguan pencernaan. Obat-obat sistemik dalam jangka
pendek dapat meningkatkan berat badan, hipertensi, gemuk air karena retensi cairan, dan
jangka panjangnya menimbulkan moon face, perlambatan pertumbuhan, diabetes, dan
penipisan jaringan kulit.
Untuk ibu hamil yang mengidap asma, penanganan asma selama masa kehamilan dengan
obat-obat asma perlu perhatian khusus. Tidak semua jenis obat asma dapat dikonsumsi oleh
wanita hamil. Obat-obat jenis beta agonis adalah yang paling sering diberikan karena
menurut hasil riset obat-obat beta agonis tidak meningkatkan risiko timbulnya kelainan
kongenital dan kelainan lain. Albuterol atau salbutamol adalah jenis beta agonis yang paling
banyak digunakan.
Beta agonis aksi pendek, seperti Albuterol atau salbutamol, direkomendasikan sebagai
pengobatan untuk semua pasien asma dalam terapi asma akut. Apabila beta agonis tidak
memberikan perbaikan, pada terapi asma akut secara umum dan pada wanita hamil dapat
disertakan pemberian bronkodilator seperti Nebulized Ipratropium. Obat-obatan terbaru yang
digunakan untuk penatalaksanaan asma melibatkan obat-obat leukotriene modifier (zileuton,
zafirlukast, dan montelukast). Obat-obat jenis ini efektif dalam terapi asma menetap ringan
sampai sedang pada wanita hamil (ITA).
Long acting beta agonist inhalers. Obat-obatan ini sering digunakan dalam kombinasi steroid
hirup untuk gejala parah atau malam hari, misalnya salmeterol (Serevent) dan formoterol

(Foradil). Karena daya kerjanya sedikit lambat, obat ini tidak direkomendasikan untuk
tindakan penyelamatan darurat.
- Obat yang berfungsi mengurangi proses inflamasi, yaitu golongan kortikosteroid (bisa
membantu mengurangi serangan asma parah). Obat ini tergolong aman untuk ibu hamil,
namun memiliki beberapa efek samping. Contohnya, budesonide (Pulmicort).
- Short-acting beta-agonist inhalers. Obat hirup yang fungsinya melebarkan saluran napas,
menghilangkan sesak atau mengi. Relatif paling aman digunakan pada masa kehamilan
karena hanya jumlah kecil yang diserap ke dalam aliran darah. Sehingga sedikit sekali
kemungkinannya menyebabkan efek negatif bagi bayi. Contohnya albuterol (Proventil,
Ventolin).
- Oral kortikosteroid (pil). Hanya digunakan dalam jangka pendek sampai obat lain mulai
bekerja dan asma terkendali. Penggunaannya dalam kehamilan masih kontroversial.
Pemakaian obat ini pada trimester pertama dikatakan bisa menimbulkan risiko bibir sumbing
atau langit-langit mulut. Contoh obatnya, prednisone (Deltasone) dan methylprednisolone
(Medrol).
Nah, bila BuMil dalam perawatan, sebaiknya tidak menghentikan pengobatan tapi tetap
konsultasi kepada dokter. Jangan khawatir, BuMil asma bisa kok melahirkan bayi yang sehat,
asal ditangani dengan benar!
Tip Hamil Aman!
1. Ketika hamil, hentikan sementara obat-obatan yang dianggap membahayakan kondisi
janin. Umpamanya, tidak menggunakan steroid karena bisa memengaruhi tumbuh kembang
janin. Konsultasikan dengan dokter untuk penggunaan obat asma yang aman.
2. Aturlah napas dengan baik. BuMil bisa melatih pernapasan dengan berenang.
3. Hindari faktor-faktor pencetus asma.
4. Lakukan USG untuk memantau kondisi janin, BB, atau panjang tulang, misalnya.
5. Gunakan inhaler saat asma menyerang. Namun, bila terjadi serangan akut, segeralah ke RS
untuk mendapatkan nebulizer (uap). Bila perlu BuMil mendapatkan injeksi jika asmanya
berat (status asmatikus).
Apel: Turunkan Risiko Asma!
Baru-baru ini, para peneliti dari Belanda dan Skotlandia, yang diketuai S.M. Willers dari
Universitas Utrecht, memerhatikan makanan apa yang diasup oleh 2000 BuMil, sekaligus
memeriksa kondisi paru-paru dari 1.253 anak mereka.

Mereka menemukan bahwa BuMil yang mengonsumsi lebih dari empat apel per minggu,
mengalami penurunan risiko gangguan pernapasan sekitar 37 persen dan menderita asma
sebesar 53 persen, ketimbang BuMil yang tidak mengonsumsi sama sekali apel setiap pekan.
Rupanya, apel mengandung phytokimia, yaitu flavanoid, yang berdampak positif bagi fungsi
paru-paru. Bisa dikatakan mengonsumsi apel selama hamil bisa melindungi bayi dari asma
dan gejala serupa.
Tak Selalu Melahirkan Cesar!
BuMil asma pasti melahirkan secara cesar? Belum tentu. Semua bergantung pada kondisi
asma selama kehamilan dan respon BuMil terhadap pengobatan. Selama tidak ada kontra
indikasi melahirkan, persalinan normal dapat dicoba, tanggap dr. Sofani.
Dokter akan menyiapkan segala kemungkinan yang terjadi misal asma kambuh saat proses
bersalin seperti: menyiapkan obat-obat emergensi; pengobatan injeksi, apakah itu infus dan
suntik. Dan bila si ibu sesak napas hingga menyebabkan kondisi gawat janin, barulah dokter
akan mempertimbangkan operasi cesar atau tindakan lain.
Asma merupakan penyakit saluran napas kronik (menahun) yang paling sering ditemukan,
terutama di negara maju. Penyakit ini umumnya dimulai sejak masa anak-anak. Dampak
negatifnya seperti menyebabkan anak sering tidak masuk sekolah, membatasi kegiatan
olahraga, dan aktivitas seluruh keluarga.
Pedoman Nasional Asma Anak (Indonesia) mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan
gejala wheezing/mengi dan/atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut:
1. timbul secara episodik dan/atau kronik,
2. cenderung pada malam/dini hari (nokturnal),
3. musiman,
4. adanya faktor pencetus di antaranya aktivitas fisik, dan
5. bersifat reversibel (bisa sembuh seperti sedia kala) baik secara spontan
maupun dengan pengobatan, serta
6. adanya riwayat asma atau atopi (kecenderungan mengidap alergi) lain
pada pasien/keluarganya,
7. sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan.

MEKANISME TERJADINYA ASMA


Konsep terkini mekanisme terjadinya asma, yaitu asma merupakan suatu proses inflamasi
(peradangan) kronik/menahun yang khas, melibatkan dinding saluran respiratorik/napas,
menyebabkan terbatasnya aliran udara, dan peningkatan reaktivitas

(hiperreaktif/hipersensitif) saluran napas. Hiperreaktivitas ini merupakan awal terjadinya


penyempitan saluran napas, sebagai respon terhadap berbagai macam rangsang.
Gambaran khas adanya inflamasi saluran napas adalah aktivasi sel-sel dalam darah dan sel
berupa eosinofil, sel mast, makrofag, dan sel limfosit T pada mukosa (selaput lendir) dan
lumen (muara) saluran napas. Perubahan ini dapat terjadi, meskipun secara klinis asmanya
tidak bergejala. Sejalan dengan proses peradangan, perlukaan epitel (lapisan terluar) bronkus
(batang paru-paru) merangsang proses perbaikan saluran napas yang menghasilkan
perubahan struktural dan fungsional, dikenal dengan istilah remodelling.

DIAGNOSIS DAN KLASIFIKASI


Diagnosis
Mengi/wheezing berulang dan/atau batuk kronik berulang merupakan titik awal untuk
menegakkan diagnosis. Termasuk yang perlu dipertimbangkan kemungkinan asma adalah
anak-anak yang hanya menunjukkan batuk sebagai satu-satunya tanda, dan pada saat
diperiksa tanda wheezing, sesak dan lain-lain sedang tidak timbul.
Asma sulit didiagnosis pada anak di bawah 3 tahun. Untuk anak yang sudah besar (>6 tahun)
pemeriksaan faal/fungsi paru sebaiknya dilakukan. Uji fungsi paru yang sederhana dengan
peak flow meter, atau yang lebih lengkap dengan spirometer. Lainnya bisa melalui uji
provokasi bronkus dengan histamin, metakolin, latihan (exercise), udara kering dan dingin,
atau dengan NaCl hipertonis.
Pemeriksaan ini berguna untuk mendukung diagnosis asma anak melalui 3 cara, yaitu
didapatkannya:

Variabilitas pada PFR (peak flow rate) atau FEV1 (forced expiratory volume
in 1 second) 15%

Variabilitas harian adalah perbedaan nilai (peningkatan/penurunan) hasil PFR dalam satu
hari. Penilaian yang baik dapat dilakukan dengan variabilitas mingguan yang pemeriksaannya
berlangsung 2 minggu.

Reversibilitas pada PFR atau FEV1 15%

Reversibilitas adalah perbedaan nilai (peningkatan) PFR atau FEV1 setelah pemberian
inhalasi bronkodilator.

Penurunan 20% pada FEV1 (PD20 atau PC20) setelah provokasi bronkus
dengan metakolin atau histamin.

Penggunaan peak flow meter merupakan hal penting dan perlu diupayakan, karena selain
mendukung diagnosis, juga mengetahui keberhasilan tata laksana asma. Jika tidak tersedia,
dapat menggunakan Lembar Catatan Harian sebagai alternatif.

Pada anak dengan tanda dan gejala asma yang jelas, serta respon terhadap pemberian obat
asma baik sekali, maka tidak perlu pemeriksaan diagnostik lebih lanjut.
Klasifikasi Derajat Penyakit Asma Anak

Dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tata Laksana Asma Jangka Panjang


Tujuan tata laksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin tercapainya potensi
tumbuh kembang anak secara optimal. Secara lebih rinci, tujuan yang ingin dicapai adalah:
1. Anak dapat menjalani aktivitas normalnya, termasuk bermain dan
berolahraga.
2. Sesedikit mungkin angka absensi sekolah.
3. Gejala tidak timbul siang ataupun malam hari.
4. Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal (dalam 24 jam)
yang mencolok.
5. Kebutuhan obat seminimal mungkin dan tidak ada serangan.
6. Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sesedikit mungkin
timbul, terutama yang mempengaruhi tumbuh kembang anak.

Apabila tujuan ini belum tercapai, maka perlu reevaluasi tata laksananya.

Tata Laksana Medikamentosa (dengan Obat-obatan)


Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat
pengendali (controller).
Reliever, sering disebut obat serangan, digunakan untuk meredakan serangan atau gejala
asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada gejala lagi, maka
obat ini tidak digunakan lagi.
Controller, sering disebut obat pencegah, digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma,
yaitu inflamasi respiratorik kronik (peradangan saluran napas menahun). Dengan demikian
pemakaian obat ini terus-menerus dalam jangka waktu relatif lama, tergantung derajat
penyakit asma, dan responnya terhadap pengobatan/penanggulangan. Controller diberikan
pada Asma Episodik Sering dan Asma Persisten.

Asma Episodik Jarang


Asma episodik jarang cukup diobati dengan reliever berupa bronkodilator (melebarkan
bronkus/batang paru-baru) beta agonis hirupan (inhaler/spray) kerja pendek (short acting 2agonist, SABA) atau golongan xantin kerja cepat, bila terjadi gejala/serangan.

Kendala penggunaan spray ini adalah harganya yang mahal dan tidak tersedia di semua
tempat. Selain itu pemakaian inhaler (Metered Dose Inhaler/MDI atau Dry Powder
Inhaler/DPI) ini memerlukan teknik penggunaan yang benar (untuk anak besar), dan
memerlukan alat bantu (untuk anak kecil/bayi). Bila obat hirupan tidak ada, maka beta agonis
diberikan per oral (obat minum).
Penggunaan xantin kerja cepat (teofilin) sebagai bronkodilator makin kurang perannya dalam
tata laksana asma, karena batas keamanannya (margin of safety) sempit. Namun mengingat di
Indonesia obat beta agonis oral tidak selalu ada, maka dapat menggunakan teofilin dengan
memperhatikan kemungkinan timbulnya efek samping. Selanjutnya dapat dilihat di lampiran
3.

Asma Episodik Sering


Jika penggunaan beta agonis hirupan sudah lebih dari 3x per minggu (tanpa menghitung
penggunaan sebelum aktivitas fisik), atau serangan sedang/berat terjadi lebih dari sekali
dalam sebulan, maka penggunaan anti inflamasi sebagai pengendali (controller) diperlukan,
yakni steroid hirupan dosis rendah. Obat steroid yang sering digunakan pada anak adalah
budesonid, sehingga digunakan sebagai standar.
Dosis rendah steroid hirupan adalah setara dengan 100-200 mg/hari budesonid (50-100
mg/hari flutikason) untuk anak berusia kurang dari 12 tahun, dan 200-400 mg/hari budesonid
untuk anak berusia di atas 12 tahun. Pada penggunaan dosis 100-200 mg/hari belum
dilaporkan adanya efek samping jangka panjang.
Sesuai dengan mekanisme dasar asma yaitu inflamasi/peradangan kronik, controller berupa
anti inflamasi membutuhkan waktu untuk menimbulkan efek terapi. Penilaian dilakukan
setelah 6-8 minggu, yaitu waktu yang diperlukan untuk mengendalikan inflamasinya. Apabila
masih tidak respons (masih terdapat gejala asma atau gangguan tidur atau aktivitas seharihari), maka dilanjutkan dengan tahap kedua, yaitu menaikkan dosis steroid hirupan sampai
dengan 400 mg/hari, yang termasuk dalam tata laksana asma persisten. Selanjutnya dapat
dilihat dalam lampiran 3.
Prinsip pengobatan adalah: jika tata laksana suatu derajat penyakit asma sudah sesuai dengan
panduan, namun respon tetap tidak baik dalam 6-8 minggu, maka derajat tata laksana
berpindah ke yang lebih berat (step-up). Sebaliknya jika asmanya terkendali dalam 6-8
minggu, maka derajatnya beralih ke yang lebih ringan (step-down). Bila memungkinkan,
steroid hirupan dihentikan penggunaannya.
Catatan: sebelum melakukan step-up, perlu dievaluasi (1) pelaksanaan penghindaran
pencetus, (2) cara penggunaan obat, dan (3) penyakit penyerta yang mempersulit
pengendalian asma (seperti rinitis dan sinusitis).

Asma Persisten
Cara pemberian steroid hirupan apakah dimulai dari dosis tinggi ke rendah selama gejala
masih terkendali, atau sebaliknya dimulai dari dosis rendah ke tinggi hingga gejala dapat
dikendalikan, tergantung pada kasusnya. Dalam keadaan tertentu, khususnya pada anak
dengan penyakit berat, dianjurkan untuk menggunakan dosis tinggi dahulu, disertai steroid
oral jangka pendek (3-5 hari). Selanjutnya dosis steroid hirupan diturunkan sampai dosis
terkecil yang masih optimal.
Setelah pemberian steroid hirupan dosis rendah tidak mempunyai respons yang baik,
diperlukan terapi alternatif pengganti, yaitu meningkatkan steroid menjadi dosis medium atau
tetap steroid hirupan dosis rendah ditambah dengan LABA (long acting beta-2 agonist) atau
ditambahkan teophylline slow release (TSR) atau ditambahkan anti-leukotriene receptor
(ALTR). Dosis medium adalah setara dengan 200-400 g/hari budosenid (100-200 g/hari
flutikason) untuk anak berusia kurang dari 12 tahun, dan 400-600 g/hari budosenid (200300 g/hari flutikason) untuk anak berusia di atas 12 tahun.
Apabila dengan pengobatan lapis kedua selama 6-8 minggu tetap terdapat gejala asma, maka
dapat diberikan alternatif lapis ketiga, yaitu dapat meningkatkan dosis kortikosteroid sampai
dengan dosis tinggi, atau tetap dosis medium ditambahkan dengan LABA, atau TSR, atau
ALTR. Yang dimaksud dosis tinggi adalah setara dengan > 400 g/hari budesonid (> 200
g/hari flutikason), untuk anak berusia kurang dari 12 tahun, dan > 600 g/hari budesonid (>
300 g/hari flutikason) untuk anak berusia di atas 12 tahun.
Penambahan LABA pada steroid hirupan dibuktikan dapat memperbaiki FEV1, menurunkan
gejala asma, dan memperbaiki kualitas hidup. Apabila dosis steroid hirupan sudah mencapai
> 800 mg/hari namun tidak mencapai respon, maka baru menggunakan steroid oral
(sistemik). Jadi penggunaan kortikosteroid oral sebagai controller (pengendali) adalah jalan
terakhir. Langkah ini diambil hanya bila bahaya dari asmanya lebih besar daripada bahaya
efek samping obat. Sebagai dosis awal, steroid oral dapat diberikan 1-2 mg/kgBB/hari. Dosis
kemudian diturunkan sampai dosis terkecil yang diberikan selang hari pada pagi hari. Efek
samping steroid sistemik dapat dilihat dalam lampiran 4.
Pemberian antileukotrien (zafirlukas) dikontraindikasikan pada kelainan hati. Pemberian obat
anti histamin generasi baru non sedatif (misalnya setirizin dan ketotifen), dipertimbangkan
pada anak dengan asma yang disertai rinitis.

Cara Pemberian Obat


Cara pemberian obat asma harus disesuaikan dengan umur anak, karena perbedaan
kemampuan menggunakan alat inhalasi. Perlu dilakukan pelatihan yang benar dan berulang
kali.
Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangi deposisi (penumpukan) obat dalam mulut
(orofaring), sehingga mengurangi jumlah obat yang tertelan, dan mengurangi efek sistemik.
Deposisi (penyimpanan) dalam paru pun lebih baik, sehingga didapatkan efek terapetik
(pengobatan) yang baik. Obat hirupan dalam bentuk bubuk kering (DPI = Dry Powder

Inhaler) seperti Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler, Easyhaler, Twisthaler


memerlukan inspirasi (upaya menarik/menghirup napas) yang kuat. Umumnya bentuk ini
dianjurkan untuk anak usia sekolah.

Pencegahan dan Intervensi Dini


Pencegahan dan tindakan dini harus menjadi tujuan utama dalam menangani anak asma.
Pengendalian lingkungan, pemberian ASI ekslusif minimal 6 bulan, penghindaran makanan
berpotensi alergenik (mampu mencetuskan alergi), pengurangan pajanan terhadap tungau
debu rumah dan rontokan bulu binatang, terbukti mengurangi manifestasi alergi makanan,
dan khususnya dermatitis atopik pada bayi, juga asma.
Penggunaan antihistamin non sedatif (tidak menyebabkan kantuk) seperti ketotifen dan
setirizin jangka panjang dilaporkan dapat mencegah terjadinya asma pada anak dengan
dermatitis atopik. Namun obat-obat ini tidak bermanfaat sebagai obat pengendali asma
(controller),

Faktor Alergi dan Lingkungan (Menghindari Pencetus)


Saat ini telah banyak bukti bahwa alergi merupakan salah satu faktor penting berkembangnya
asma. Paling tidak 75-90% anak asma balita terbukti mengidap alergi, baik di negara
berkembang maupun negara maju. Atopi (kecenderungan mempunyai satu atau beberapa
jenis dari kelompok besar alergi) merupakan faktor risiko yang nyata untuk menetapnya
hiperreaktivitas bronkus dan gejala asma. Terdapat hubungan antara pajanan alergen
(pencetus alergi) dengan sensitisasi. Pajanan yang tinggi berhubungan dengan peningkatan
gejala asma pada anak.
Pengendalian lingkungan harus dilakukan untuk setiap anak asma. Penghindaran terhadap
asap rokok merupakan rekomendasi penting. Keluarga dengan anak asma dianjurkan tidak
memelihara binatang berbulu, seperti kucing, anjing, burung. Perbaikan ventilasi ruangan,
dan penghindaran kelembaban kamar perlu untuk anak yang sensitif terhadap debu rumah
dan tungaunya.
Perlu ditekankan bahwa anak asma seringkali menderita rinitis alergi dan/atau sinusitis yang
membuat asmanya sukar dikendalikan. Deteksi dan diagnosis kedua kelainan itu yang diikuti
dengan terapi adekuat akan memperbaiki gejala asmanya.
Beberapa penelitian menemukan bahwa banyak bayi dengan wheezing tidak berlanjut
menjadi asma pada masa anak dan remajanya. Adanya asma pada orangtua, dan dermatitis
(penyakit kulit eksim) atopik pada anak dengan mengi merupakan salah satu indikator
terjadinya asma di kemudian hari. Apabila terdapat kedua hal tersebut, maka kemungkinan
menjadi asma lebih besar.

Tata Laksana Serangan Asma


GINA membagi tata laksana serangan asma menjadi dua, tata laksana di rumah dan di rumah
sakit. Tata laksana di rumah dilakukan oleh anak asma (atau orangtuanya) sendiri di rumah.
Hal ini dapat dilakukan oleh mereka yang sebelumnya telah menjalani terapi dengan teratur,
dan mempunyai pendidikan yang cukup. Terapi awal berupa inhalasi beta agonis kerja
pendek hingga tiga kali dalam satu jam. Kemudian anak atau keluarganya diminta melakukan
penilaian respons untuk penentuan derajat serangan, untuk ditindaklanjuti sesuai derajatnya.
Namun untuk kondisi di negara kita, pemberian terapi awal di rumah seperti di atas cukup
riskan, dan kemampuan melakukan penilaian juga masih dipertanyakan. Dengan alasan
demikian, maka apabila setelah dilakukan inhalasi satu kali tidak mempunyai respons yang
baik, maka dianjurkan mencari pertolongan dokter.

Obat Lain untuk Serangan Asma

Magnesium Sulfat

Pada penelitian multisenter, pemberian magnesium sulfat intravena (infus) di rumah sakit
mempunyai efektivitas sama dengan pemberian beta agonis.

Mukolitik (pengencer dahak)

Pemberian mukolitik (misalnya Bisolvon sirup) pada serangan asma dapat saja diberikan,
tetapi harus berhati-hati pada anak dengan refleks batuk yang tidak optimal. Pemberian
mukolitik secara inhalasi (hirupan) tidak mempunyai efek yang signifikan, tetapi harus
berhati-hati pada serangan asma berat.

Antibiotika

Pemberian antibiotika pada asma tidak dianjurkan, karena sebagian besar pencetusnya bukan
infeksi bakteri, melainkan infeksi virus. Pada keadaan tertentu, antibiotika dapat diberikan,
yaitu pada infeksi saluran napas yang dicurigai karena bakteri, atau dugaan sinusitis yang
menyertai asma.

Obat sedasi (mempunyai efek membuat kantuk)

Pemberian obat sedasi pada serangan asma sangat tidak dianjurkan, karena menekan
pernapasan.

Anti histamin (anti alergi)

Anti histamin jangan diberikan pada serangan asma, karena tidak mempunyai efek yang
bermakna, bahkan dapat memperburuk keadaan.

TERAPI INHALASI
Pengobatan asma bertujuan untuk menghentikan serangan asma secepat mungkin, serta
mencegah serangan berikutnya, ataupun bila timbul serangan kembali, serangannya tidak
berat. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu diberi obat bronkodilator pada saat serangan,
dan obat anti inflamasi sebagai obat pengendali untuk menurunkan inflamasi yang timbul.
Pemberian obat pada asma dapat melalui berbagai macam cara, yaitu parenteral (melalui
infus), per oral (tablet diminum), atau per inhalasi. Pemberian per inhalasi adalah pemberian
obat secara langsung ke dalam saluran napas melalui hirupan. Pada asma, penggunaan obat
secara inhalasi dapat mengurangi efek samping yang sering terjadi pada pemberian parenteral
atau per oral, karena dosis yang sangat kecil dibandingkan jenis lainnya.
Untuk mendapatkan manfaat obat yang optimal , obat yang diberikan per inhalasi harus dapat
mencapai tempat kerjanya di dalam saluran napas. Obat yang digunakan biasanya dalam
bentuk aerosol, yaitu suspensi partikel dalam gas.

Jenis Terapi Inhalasi


Pemberian aerosol yang idel adalah dengan alat yang sederhana, mudah dibawa, tidak mahal,
secara selektif mencapai saluran napas bawah, hanya sedikit yang tertinggal di saluran napas
atas, serta dapat digunakan oleh anak, orang cacat, dan orang tua. Namun keadaan ideal
tersebut tidak dapat sepenuhnya tercapai.
Berikut beberapa alat terapi inhalasi:

Metered Dose Inhaler (MDI)

1.
1. MDI tanpa Spacer
2. MDI dengan Spacer

Spacer (alat penyambung) akan menambah jarak antara alat dengan mulut, sehingga
kecepatan aerosol pada saat dihisap menjadi berkurang. Hal ini mengurangi pengendapan di
orofaring (saluran napas atas). Spacer ini berupa tabung (dapat bervolume 80 ml) dengan
panjang sekitar 10-20 cm, atau bentuk lain berupa kerucut dengan volume 700-1000 ml.
Penggunaan spacer ini sangat menguntungkan pada anak.

Dry Powder Inhaler (DPI)

Penggunaan obat dry powder (serbuk kering) pada DPI memerlukan hirupan yang cukup
kuat. Pada anak yang kecil, hal ini sulit dilakukan. Pada anak yang lebih besar, penggunaan
obat serbuk ini dapat lebih mudah, karena kurang memerlukan koordinasi dibandingkan
MDI. Deposisi (penyimpanan) obat pada paru lebih tinggi dibandingkan MDI dan lebih
konstan. Sehingga dianjurkan diberikan pada anak di atas 5 tahun.

Nebulizer

Alat nebulizer dapat mengubah obat yang berbentuk larutan menjadi aerosol secara terusmenerus, dengan tenaga yang berasal dari udara yang dipadatkan, atau gelombang ultrasonik.
Aerosol yang terbentuk dihirup penderita melalui mouth piece atau sungkup.
Bronkodilator yang diberikan dengan nebulizer memberikan efek bronkodilatasi yang
bermakna tanpa menimbulkan efek samping. Hasil pengobatan dengan nebulizer lebih
banyak bergantung pada jenis nebulizer yang digunakan. Ada nebulizer yang menghasilkan
partikel aerosol terus-menerus, ada juga yang dapat diatur sehingga aerosol hanya timbul
pada saat penderita melakukan inhalasi, sehingga obat tdak banyak terbuang.
TINJAUAN TEORI ASMA BRONKIAL
A. DEFINISI
Asma bronkial adalah penyakit saluran pernapasan dengan ciri-ciri saluran
pernapasan tersebut akan bersifat hipersensitif (kepekaan yang luar biasa) atau hiperaktif
(bereaksi yang berlebihan) terhadap bermacam-macam rangsangan, yang ditandai dengan
timbulnya penyempitan saluran pernapasan bagian bawah secara luas, yang dapat berubah
derajat penyempitannya menjadi normal kembali secara spontan dengan atau tanpa
pengobatan.
Asma bronkial

adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible

dimana trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli


tertentu.

Asma bronkial

adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya

respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan


manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya
dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan
( The American Thoracic Society )
Asma Bronchial adalah penyakit obstruksi jalan nafas, yang dapat pulih dan intermiten
yang ditandai oleh penyempitan jalan nafas, mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi.
Eksaserbasi akut terjadi dari beberapa menit sampai jam, bergantian dengan periode bebas
gejala.

Asma adalah penyakit paru dengan karakteristik :

1) Obstruksi saluran nafas yang reversible (tetapi tidak lengkap pada


beberapa pasien) baik
secara spontan maupun dengan pengobatan.

2 ) Inflamasi saluran nafas.


3) Peningkatan respons saluran nafas terhadap berbagai rangsangan
(Ilmu Penyakit dalam Jilid II Hal 21).

Asma disebut juga sebagai reactive air way disease (RAD), adalah suatu penyakit
obstruksi pada jalan nafas secara riversibel yang ditandai dengan bronchospasme, inflamasi
dan peningkatan sekresi jalan napas terhadap berbagai stimulan.
B. ANATOMI FISIOLOGI PERNAPASAN

Saluran pernafasan terdiri atas saluran pernafasan atas dan saluran


pernafasan bawah. Saluran pernafasan atas terdiri dari hidung dan
nasofaring serta laring. Saluran pernafasan bawah dibentuk oleh tinkea,
saluran utama bronkus, bronkiolus, dan duceus alueotaris, yang kemudian
berakhir di alveoli. Saluran pernafasan, dalam melakukan fungsinya
sebagai saluran udara, memiliki fungsi : menyaring, menghangatkan dan
melembabkan udara.
Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan eksternal,
oksigen dipungut melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernafas oksigen
masuk melalui trakea dan pada pipa bronchial ke alveoli, dan dapat erat
hubungan dengan darah di dalam kapiler pulmonaris. Alveoli memisahkan
oksigen dari darah, oksigen menembus membran, diambil oleh sel darah
merah dan di bawah ke jantung dan dari jantung dipompakan ke seluruh
tubuh. Di dalam paru-paru, karbon dioksida merupakan hasil buang
metabolisme, menembus membran alveoli, dari kapiler darah ke alveoli
dan setelah melalui membran pipa bronchial dan trachea, dinafaskan
keluar melalui hidung dan mulut.
Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner :
a. Ventilasi pulmoner, atau gerak pernafasan yang menukar udara dalam
alveoli dengan
udara luar.
b. Arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksigen masuk ke
seluruh tubuh,
karbondioksida dari seluruh tubuh masuk ke paru-paru.
c. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga jumlah tepat
dari setiapnya

dapat mencari semua bagian tubuh.


d. Difusi gas yang menembus membran pemisah alveoli dan kapiler, CO2
lebih mudah
berdifusi dari pada O2.
(Pearce, Ec, 2000)
C. ETIOLOGI & FAKTOR PENCETUS
Sampai saat ini patogenesis etiologi asma belum diketahui dengan pasti, berbagai
teori patogenesis telah diajukan, tapi yang paling disepakati para ahli adalah yang
berdasarkan gangguan saraf otonom dan sistem immun, gangguan saraf meliputi :
parasimpatis (hiperaktivitas saraf kolinergik), gangguan saraf simpatis (blokade adrenergik
beta) dan hiperaktivitas adrenergik alfa. Kedua rangsangan ini reseptor tersebut
menimbulkan broncus konstruksi dan pada gangguan reseptor. Kolinergik rangsangan seperti
dingin, asap rokok, partikel-partikel yang ada pada udara, tertawa dan sebagainya.
(Price.SA dan Wilson LM, 1995).

Pada teori ini terjadi karena disebabkan oleh :


Faktor ekstrinsik :
Reaksi antigen-antibody : karena inhalasi allergen (debu, serbuk-serbuk bulu-bulu binatang).

Faktor intrinsik :
Infeksi para influensa virus, pneumonia, mycoplasma, kemudian dari fisik : Cuaca
dingin, perubahan temperatur, iritasi : kimia polusi udara (CO, asap rokok, parfum). Emosional
: Takut, lemas dan tegang. Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus
(Suriadi dan Yuliana R, 2001).
Berdasarkan etiologinya, asthma dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu
asthma intrinsik dan asthma ektrinsik. Asthma ektrinsik (atopi) ditandai dengan reaksi alergik
terhadap pencetus-pencetus spesifik yang dapat diidentifikasi seperti : tepung sari jamur,
debu, bulu binatang, susu telor ikan obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang lain.
Sedangkan asthma intrinsik ( non atopi ) ditandai dengan mekanisme non alergik yang
bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik seperti : Udara dingin, zat kimia,yang bersifat
sebagai iritan seperti : ozon ,eter, nitrogen, perubahan musim dan cuaca, aktifitas fisik yang
berlebih , ketegangan mental serta faktor-faktor intrinsik lain. ( Antoni C, 1997 dan Tjen
Daniel, 1991 ).

Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asthma bronkiale atau


sering disebut sebagai faktor pencetus adalah :
(1) Alergen
Alergen adalah sat-zat tertentu bila dihisap atau di makan dapat
menimbulkan serangan asthma, misalnya debu rumah, tungau debu

rumah (Dermatophagoides pteronissynus) spora jamur, serpih kulit


kucing, bulu binatang, beberapa makanan laut dan sebagainya.
(2) Infeksi saluran nafas
Infeksi saluran nafas terutama oleh virus seperti influenza
merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan
asthma bronkiale. Diperkirakan dua pertiga penderita asthma dewasa
serangan asthmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran nafas (Sundaru,
1991).
(3) Tekanan jiwa
Tekanan jiwa bukan sebagai penyebab asthma tetapi sebagai
pencetus asthma, karena banyak orang yang mendapat tekanan jiwa
tetapi tidak menjadi penderita asthma bronkiale. Faktor ini berperan
mencetuskan serangan asthma terutama pada orang yang agak labil
kepribadiannya. Hal ini lebih menonjol pada wanita dan anak-anak (Yunus,
1994).
(4) Olah raga / kegiatan jasmani yang berat
Sebagian penderita asthma bronkiale akan mendapatkan serangan
asthma bila melakukan olah raga atau aktifitas fisik yang berlebihan. Lari
cepat dan bersepeda paling mudah menimbulkan serangan asthma.
Serangan asthma karena kegiatan jasmani (Exercise induced asthma /EIA)
terjadi setelah olah raga atau aktifitas fisik yang cukup berat dan jarang
serangan timbul beberapa jam setelah olah raga.
(5) Obat-obatan
Beberapa pasien asthma bronkiale sensitif atau alergi terhadap obat
tertentu seperti penicillin, salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya.
(6) Polusi udara
Pasien asthma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik /
kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan
oksida fotokemikal, serta bau yang tajam.
(7) Lingkungan kerja
Diperkirakan 2 15% pasien asthma bronkiale pencetusnya adalah
lingkunagn kerja (Sundaru, 1991).
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi

timbulnya serangan asma bronkhial.


a. Faktor predisposisi

Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain
itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi

Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan
Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor
pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau,
musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan
debu.
Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma
yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi
maka gejala asmanya belum bisa diobati.
Lingkungan kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan


asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang
bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu
lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling
mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas
biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
Penyebab pada penderita asma, penyempitan saluran pernafasan
merupakan respon terhadap rangsangan yang pada paru-paru normal
mempengaruhi saluran pernafasan. Penyempitan ini dapat dipicu oleh
berbagai rangsangan, seperti serbuk sari, debu, bulu binatang, asap,
udara dingin dan olahraga. Pada suatu serangan asma, otot polos dari
bronki mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara
mengalami pembengkakan karena adanya peradangan dan pelepasan
lendir ke dalam saluran udara. Hal ini akan memperkecil diameter dari
saluran udara (disebut bronkokonstriksi) dan penyempitan ini
menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat
bernafas. Sel-sel tertentu di dalam saluran udara (terutama sel mast)
diduga bertanggungjawab terhadap awal mula terjadinya penyempitan
ini. Sel mast di sepanjang bronki melepaskan bahan seperti histamin dan
leukotrien yang menyebabkan terjadinya:
- kontraksi otot polos
- peningkatan pembentukan lendir
- perpindahan sel darah putih tertentu ke bronki.
Sel mast mengeluarkan bahan tersebut sebagai respon terhadap
sesuatu yang mereka kenal sebagai benda asing (alergen), seperti serbuk
sari, debu halus yang terdapat di dalam rumah atau bulu binatang. Tetapi
asma juga bisa terjadi pada beberapa orang tanpa alergi tertentu. Reaksi
yang sama terjadi jika orang tersebut melakukan olah raga atau berada
dalam cuaca dingin. Stres dan kecemasan juga bisa memicu
dilepaskannya histamine dan leukotrien. Sel lainnya (eosnofil) yang

ditemukan di dalam saluran udara penderita asma melepaskan bahan


lainnya (juga leukotrien), yang juga menyebabkan penyempitan saluran
udara. Gejala Frekuensi dan beratnya serangan asma bervariasi.
Beberapa penderita lebih sering terbebas dari gejala dan hanya
mengalami serangan serangan sesak nafas yang singkat dan ringan, yang
terjadi sewaktu-waktu. Penderita lainnya hampir selalu mengalami batuk
dan mengi (bengek) serta mengalami serangan hebat setelah menderita
suatu infeksi virus, olah raga atau setelah terpapar oleh alergen maupun
iritan. Menangis atau tertawa keras juga bisa menyebabkan timbulnya
gejala. Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai
dengan nafas yang berbunyi (wheezing, mengi, bengek), batuk dan sesak
nafas. Bunyi mengi terutama terdengar ketika penderita menghembuskan
nafasnya. Di lain waktu, suatu serangan asma terjadi secara perlahan
dengan gejala yang secara bertahap semakin memburuk. Pada kedua
keadaan tersebut, yang pertama kali dirasakan oleh seorang penderita
asma adalah sesak nafas, batuk atau rasa sesak di dada. Serangan bisa
berlangsung dalam beberapa menit atau bisa berlangsung sampai
beberapa jam, bahkan selama beberapa hari.
D. PATOFISIOLOGI
Asma bronchial adalah obstruksi jalan nafas difusi reversible obstruksi disebabkan
oleh hal-hal seperti : kontraksi otot yang mengelilingi bronki yang menyebabkan penyempitan
jalan nafas, pembengkakan membran yang melapisi bronki dan kelenjar mukosa membesar,
sputum yang kental banyak dihasilkan dan arveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara yang
terperangkap di dalam jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini tidak
diketahui tetapi ada yang paling diketahui adalah keterlibatan sistem imunologis dan sistem
saraf otonom.

Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronchial diatur oleh
influs saraf vegal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau
non alergi, ketika ujung saraf pada ujung saraf pada jalan nafas
dirangsang oleh faktor-faktor seperti infeksi, latihan, daging, merokok,
emosi dan polutan, jumlah asetilkolon yang dilepaskan meningkat
menyebabkan berkonstruksi juga merangsang, pembentukan mediator
kimiawi. Selain itu, reseptor dan adrenerik dari sistem saraf simpatik
terletak pada bronki ketika reseptor adrenerik dirangsang,

bronkokontriksi dan bronkodilatasi terjadi ketika reseptor adrenergik


dirangsang. Keseimbangan antara reseptor dan adrenergic
dikendalikan terutama oleh siklik adenosine monofosfat (cAMP) stikulasi
reseptor mengakibatkan penurunan cAMP yang mengarah pada
peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast
bronkokonstriksi stimulasi reseptor mengakibatkan peningkatan cAMP,
yang menghambat pelepasan mediator kimiawi yang menyebabkan
bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan
adrenergik terjadi pada individu dengan asma akibatnya, asmatik rentan
terhadap peningkatan pelepasan mediator otot kolus.
(Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, hal 611.)
Astma pada anak terjadi adanya penyempitan pada jalan nafas dan hiperaktif dengan respon terhadap bahan
iritasi dan stimulus lain.
Dengan adanya bahan iritasi atau allergen otot-otot bronkus menjadi spasme dan zat antibody tubuh muncul
( immunoglobulin E atau IgE ) dengan adanya alergi. IgE di muculkan pada reseptor sel mast dan akibat ikatan IgE
dan antigen menyebabkan pengeluaran histamin dan zat mediator lainnya. Mediator tersebut akan memberikan gejala
asthma.
Respon astma terjadi dalam tiga tahap :
pertama tahap immediate yang ditandai dengan bronkokontriksi ( 1-2 jam ); tahap delayed dimana brokokontriksi
dapat berulang dalam 4-6 jam dan terus-menerus 2-5 jam lebih lama ;
tahap late yang ditandai dengan peradangan dan hiperresponsif jalan nafas beberapa minggu atau bulan.
Astma juga dapat terjadi faktor pencetusnya karena latihan, kecemasan, dan udara dingin.Selama serangan
asthmatik, bronkiulus menjadi meradang dan peningkatan sekresi mukus. Hal ini menyebabkan lumen jalan nafas
menjadi bengkak, kemudian meningkatkan resistensi jalan nafas dan dapat menimbulkan distres pernafasan. Anak
yang mengalami astma mudah untuk inhalasi dan sukar dalam ekshalasi karena edema pada jalan nafas.Dan ini
menyebabkan hiperinflasi pada alveoli dan perubahan pertukaran gas.Jalan nafas menjadi obstruksi yang kemudian
tidak adekuat ventilasi dan saturasi 02, sehingga terjadi penurunan p02 ( hipoxia).Selama serangan astmati, CO2
terthan dengan meningkatnya resistensi jalan nafas selama ekspirasi, dan menyebabkanacidosis respiratory dan
hypercapnea. Kemudian sistem pernafasan akan mengadakan kompensasi dengan meningkatkan pernafasan
(tachypnea), kompensasi tersebut menimbulkan hiperventilasi dan dapat menurunkan kadar CO2 dalam darah
(hypocapnea).
Asma

ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus

yang menyebabkan suka bernafas. Penyebab yang umum adalah


hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara.
Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara
sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk

membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan


antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen
spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast
yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan
brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka
antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi
yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan
mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis
yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik
eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan
menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun
sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot
polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi
sangat meningkat. Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang
selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan
dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus.
Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya
adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat
terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat
melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali
melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu
fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama
serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru.
Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.
Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar
dengan alergen yang ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk
imunoglobulin E ( IgE ). Faktor atopi itu diturunkan. Alergen yang masuk
kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-lain akan ditangkap
makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC). Setelah
alergen diproses dalan sel APC, alergen tersebut dipresentasikan ke sel
Th. Sel Th memberikan signal kepada sel B dengan dilepaskanya
interleukin 2 ( IL-2 ) untuk berpoliferasi menjadi sel plasma dan
membentuk imunoglobulin E (IgE). IgE yang terbentuk akan diikat oleh

mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalan sirkulasi.
Bila proses ini terjadai pada seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi
atau baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar
kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan
diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan mastoit dan basofil.
Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++ kedalam sel dan perubahan
didalam sel yang menurunkan kadar cAMP. Penurunan pada kadar cAMP
menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel ini akan menyebabkan
dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi : histamin, slow
releasing suptance of anaphylaksis
( SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A) dan lainlain. Hal ini akanmenyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu :
kontraksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil
yang akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan permeabilitas
kapiler yang berperan dalam terjadinya edema mukosa yang menambah
semakin menyempitnya saluran nafas , peningkatansekresi kelenjar
mukosa dan peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut
menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata
dengan sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli,
akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap
yangsangat lanjut, (Barbara C.L,1996, Karnen B. 1994, William R.S. 1995 )
Berdasarkan etiologinya, asthma dapat dikelompokkan menjadi dua
jenis yaitu asthma intrinsic dan asthma ektrinsik. Asthma ektrinsik (atopi)
ditandai dengan reaksi alergik terhadap pencetus-pencetus spesifik yang
dapat diidentifikasi seperti : tepung sari jamur, debu, bulu binatang, susu
telor ikan obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang lain. Sedangkan
asthma intrinsik ( non atopi ) ditandai dengan mekanisme non alergik
yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik seperti : Udara
dingin, zat kimia,yang bersifat sebagai iritan seperti : ozon ,eter, nitrogen,
perubahan musim dan cuaca, aktifitas fisik yang berlebih , ketegangan
mental serta faktor-faktor intrinsik lain. ( Antoni C, 1997 dan Tjen Daniel,
1991 ).

Serangan asthma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga


stadium. Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan
kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan
mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkus.
Stadiun kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih dan
berbusa. Klien merasa sesak nafas, berusaha untuk bernafas dalam,
ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing ). Klien lebih suka
duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, penberita
tampak pucat, gelisah, dan warna kulit sekitar mulai membiru. Sedangkan
stadiun ketiga ditandai hampir tidak terdengarnya suara nafas karena
aliran udara kecil, tidak ada batuk,pernafasan menjadi dangkal dan tidak
teratur, irama pernafasan tinggi karena asfiksia, ( Tjen daniel,1991 ).
E. KLASIFIKASI

Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan


menjadi 3 tipe,yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor
pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obatobatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering
dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.
Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang
disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap
pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin
atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan
emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan
berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan
emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.

Asma Bronkiale Tipe Atopik (Ekstrinsik)

Asma timbul karena seseorang yang atopi akibat pemaparan


alergen. Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit,
saluran pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang
bekerja sebagai antigen presenting cells (APC). Setelah alergen diproses
dalam sel APC, kemudian oleh sel tersebut, alergen dipresentasikan ke sel
Th. Sel APC melalui penglepasan interleukin I (II-1) mengaktifkan sel Th.
Melalui penglepasan Interleukin 2 (II-2) oleh sel Th yang diaktifkan,
kepada sel B diberikan signal untuk berproliferasi menjadi sel plasthma
dan membentuk IgE.
IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada
dalam jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan
oleh karena kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor
untuk IgE. Sel eosinofil, makrofag dan trombosit juga memiliki reseptor
untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah. Orang yang sudah memiliki
sel-sel mastosit dan basofil dengan IgE pada permukaan tersebut
belumlah menunjukkan gejala. Orang tersebut sudah dianggap
desentisisasi atau baru menjadi rentan bila orang yang sudah rentan itu
terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen yang
masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan
mastofit dan basofil. Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke
dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam
proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator
yang sudah terkandung dalam granul-granul (preformed) di dalam
sitoplasma yang mempunyai sifat biologik, yaitu histamin, Eosinophil
Chemotactic Factor-A (ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF),
trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator tersebut ialah
obstruksi oleh histamin. Hiperreaktifitas bronkus yaitu bronkus yang
mudah sekali mengkerut (konstriksi) bila terpapar dengan bahan / faktor
dengan kadar yang rendah yang pada kebanyakan orang tidak
menimbulkan reaksi apa-apa, misalnya alergen (inhalan, kontaktan),

polusi, asap rokok / dapur, bau-bauan yang tajam dan lainnya baik yang
berupa iritan maupun yang bukan iritan. Dewasa ini telah diketahui bahwa
hiper rektifitas bronkus disebabkan oleh inflamasi bronkus yang kronik.
Sel-sel inflamasi terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah besar dalam
cairan bilas bronkus pasien asthma bronkiale sebagai bronkhitis kronik
eosinofilik. Hiper reaktifitas berhubungan dengan derajad berat penyakit.
Di klinik adanya hiperreaktifitas bronkhus dapat dibuktikan dengan uji
provokasi yang menggunakan metakolin atau histamin. Berdasarkan halhal tersebut di atas saat ini penyakit asthma dianggap secara klinik
sebagai penyakit bronkhospasme yang reversibel, secara patofisiologik
sebagai suatu hiper reaksi bronkus dan secara patologik sebagai suatu
peradangan saluran nafas. Bronkus pada pasien asma oedema di mukosa
dan dindingnya, infiltrasi sel radang terutama eosinofil serta terlepasnya
sel silia yang menyebabkan getaran silia dan mukus di atasnya sehingga
salah satu daya pertahanan saluran nafas menjadi tidak berfungsi lagi.
Ditemukan pula pada pasien asthma bronkiale adanya penyumbatan
saluran nafas oleh mukus terutama pada cabang-cabang bronkhus .
Akibat dari bronkhospasme, oedema mukosa dan dinding bronkhus serta
hipersekresi mukus maka terjadi penyempitan bronkhus dan
percabangannya sehingga akan menimbulkan rasa sesak, nafas berbunyi
(wheezing) dan batuk yang produktif. Adanya stressor baik fisik maupun
psikologis akan menyebabkan suatu keadaan stress yang akan
merangsang HPA axis. HPA axis yang terangsang akan meningkatkan
adeno corticotropic hormon (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah.
Peningkatan kortisol dalam darah akan mensupresi immunoglobin A (IgA).
Penurunan IgA menyebabkan kemampuan untuk melisis sel radang
menurun yang direspon oleh tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada
bronkhus sehingga menimbulkan asma bronkiale.
Asma Bronkiale Tipe Non Atopik (Intrinsik)

Asma non alergenik (asma intrinsik) terjadi bukan karena


pemaparan alergen tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti
infeksi saluran nafas atas, olah raga atau kegiatan jasmani yang berat,
serta tekanan jiwa atau stress psikologik. Serangan asma terjadi akibat

gangguan saraf otonom terutama gangguan saraf simpatis yaitu blokade


adrenergik beta dan hiperreaktifitas adrenergik alfa. Dalam keadaan
normal aktifitas adrenergik beta lebih dominan daripada adrenergik alfa.
Pada sebagian penderita asma aktifitas adrenergik alfa diduga meningkat
yang mengakibatkan bronkhokonstriksi sehingga menimbulkan sesak
nafas. Reseptor adrenergik beta diperkirakan terdapat pada enzim yang
berada dalam membran sel yang dikenal dengan adenyl-cyclase dan
disebut juga messengner kedua. Bila reseptor ini dirangsang, maka enzim
adenyl-cyclase tersebut diaktifkan dan akan mengkatalisasi ATP dalam sel
menjadi 35 cyclic AMP. cAMP ini kemudian akan menimbulkan dilatasi
otot-otot polos bronkus, menghambat pelepasan mediator dari mastosit /
basofil dan menghambat sekresi kelenjar mukus. Akibat blokade reseptor
adrenergik beta maka fungsi reseptor adrenergik alfa lebih dominan
akibatnya terjadi bronkhus sehingga menimbulkan sesak nafas. Hal ini
dikenal dengan teori blokade adrenergik beta. (baratawidjaja, 1990).
Asma Bronkiale Campuran (Mixed)
Pada tipe ini keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun ekstrinsik
F. MANIFESTASI KLINIK
Gejala-gejala yang lazim muncul pada asma bronchial adalah batuk, dispnea, dan
mengi. Selain gejala diatas, ada beberapa gejala yang menyertai diantaranya :

a.Tachypnea, orthopnea
b.Gelisah
c.Diaphorosis
d.Nyeri diabdomen karena terlibat otot abdomen dalam pernapasan.
e.Fatigue
f.Tidak toleran terhadap aktivitas : makan, berjalan, bahkan berbicara
g.Serangan biasanya bermula dengan batuk dan rasa sesak dalam dada,
disertai pernafasan
lambat.

h.Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi.


i.Sianosis sekunder.
j.Gerak-gerak retensi karbondioksida seperti : berkeringat, takikardia dan
pelebaran tekanan

nadi.

k.Serangan dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan


dapat hilang secara
spontan.
(Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, hal 612).

(Wheezing, dyspnea dengan lama ekspirasi;penggunaan otot-otot


asesori pernafasan,cuping hidung,retraksi dada,dan stridor,Batuk
kering(tidak produktif)karena secret kental dan lumen jalan napas
sempit,tachypnea,tachycardia,orthopnea, gelisah berbicara sulit atau
pendek karena sesak napas , diaphoresis, nyeri abdomen karena
terlibatnya otot abdomen dalam pernapasan,Fatigue, tidak toleran
terhadap aktifitas; makan,bermain,berjalan,bahkan bicara, kecemasan,
labil dan perubahan tingkat kesadaran , meningkatnya ukuran diameter
anteroposterior (barrel chest), serangan yang tiba-tiba atau berangsurangsur, auskultasi;terdengar ronki dan crackles).
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak
ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak
bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan,
serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala
klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ),
batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada.
Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan
asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara
lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada,
tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali
terjadi pada malam hari.
G. KOMPLIKASI

Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :


1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema

6. Deformitas thoraks
7. Gagal nafas
8. Chronik persistent bronchitis
9.Bronchiolitis
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostic secara umum

Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik

Foto rontgen

Pemeriksaan fungsi paru;menurunnya tidal volume,kapasitas

vital,eosinofil biasanya
meningkat dalam darah dan sputum

Pemerikasan alergi (radioallergosorbent test;RAST)

Pulse oximetry

Analisa gas darah

(Sarwono, S, 1999, Ilmu Penyakit Dalam, Hal 24).


Pemeriksaan laboratorium
1.

Pemeriksaan sputum

Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:


Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari Kristal
eosinopil.
Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari
cabang bronkus.
Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat
mukoid dengan viskositas
yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
2. Pemeriksaan darah

Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia,
hiperkapnia, atau asidosis.
Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.

Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3


dimana menandakan
terdapatnya suatu infeksi
Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada
waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu


serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni
radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta
diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka
kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan
bertambah.
Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen
akan semakin
bertambah.
Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat
dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
2. Pemeriksaan tes kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen


yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
3. Elektrokardiograf

Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat


dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi
pada empisema paru yaitu :
perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi
dan clock wise
rotation.
Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB
( Right bundle branch

block).
Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES,
dan VES atau terjadinya
depresi segmen ST negative.
4. Scanning paru

Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa


redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paruparu.
5. Spirometri

Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara


yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon
pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan
sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau
nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak
lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon
aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja
penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai
berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan
tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
I. PENATALAKSANAAN MEDIS

Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan


non farmakologik dan pengobatan farmakologik.
1. Pengobatan non farmakologik

a) Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang
penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktorfaktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan
berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b) Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang
ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan
mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup
bagi klien.
c) Fisioterapi

Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus.


Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
2. Pengobatan farmakologik

a) Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak
antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk
obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b) Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini
diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali
sehari.
c) Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik,
harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol
( beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot tiap
hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping
maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d) Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak .
Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e) Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f) Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan
bersifat bronkodilator. (Evelin dan joyce L. kee, 1994 ; Karnen
baratawijaja, 1994 )
3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus

a) Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam


b) Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c) Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit
dilanjutka drip

Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24


jam.
d) Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e) Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f) Antibiotik spektrum luas.
(Pedoman penatalaksanaan status asthmatikus UPF paru RSUD Dr
Soetomo Surabaya ).
PENATALAKSANAAN LAINNYA

1) Asma Akut Intermitan


Pemberian obat hanya diberikan bila terjadi serangan yang diteruskan
sampai beberapa hari setelah bebas. Serangan obat-obatan yang
diberikan yaitu golongan adrenergik beta dengan dosis kecil 1/20 1/30
dari tabletnya dan teofilin oral dengan dosis 4 mg/kali ditambah pretnison
30-40 mg untuk beberapa hari.
2) Asma Akut
Pertolongan pertama adalah oksigen 2-4 liter/menit. Apabila penderita
baru saja umum teofilin dengan pemakaian teratur, pemberian aminofilin
dosis penuh (9-6 mg/kgbb) secara serentak akan berbahaya begitupun
setelah mendapat adrenarik deta, hendaknya diberikan secara
kortikostenoid. Pemberian adrenalineengan dosis kecil tetap bila penderita
tidak terdapat teofilin langsung saja diberikan aminofilin dengan dosis 5-6
mg/kg bb atau setengah setelah mendapatkan teofilin.
3) Asma Kronik Persisten
Pengobatan berupa agones beta bentuk gerosol 3-4 kali dua semprotan
dengan jarak antara 10 menit. Metil-yantin termasuk amonofilin dan
teofilin diberikan sesuai berat badan, biasanya orang dewasa diberikan
dosis 125-200 mg 4x1. Kortikosteroid, kromilin merupakan pencegah
asma dosisnya antara 4x 1-2 kapsul, katotifon dengan dosis 2 x 1 mg/hari,
impratropium bromide atau pemberian immunoterapi.
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.

2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan


serangan asma
3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya
mengenai penyakit asma,
baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga
penderita mengerti
tujuan penngobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau
perawat yang
merawatnnya.
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:
1. Pengobatan non farmakologik:
Memberikan penyuluhan
Menghindari faktor pencetus
Pemberian cairan
Fisiotherapy
Beri O2 bila perlu.
2. Pengobatan farmakologik :

Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2


golongan :
a. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat :
-Orsiprenalin (Alupent)
-Fenoterol (berotec)
-Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet,
sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered
dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup
(Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator
(Alupent,
Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi
aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.
b. Santin (teofilin)
Nama obat :

- Aminofilin (Amicam supp)


- Aminofilin (Euphilin Retard)
- Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik,
tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan
efeknya saling memperkuat.
Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada
serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke
pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau
sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita
yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat
ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya
dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita
karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau
lambungnya kering).
Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah
serangan
asma.

Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-

anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang


lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya
diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah
dapat diberika secara oral.
PENGOBATAN ASMA JANGKA PANJANG
Salah satu pengobatan asma yang paling efektif adalah inhaler
yang mengandung agonis reseptor beta-adrenergik. Penggunaan inhaler
yang berlebihan bisa menyebabkan terjadinya gangguan irama jantung.
Jika pemakaian inhaler bronkodilator sebanyak 2-4 kali/hari selama 1
bulan tidak mampu mengurangi gejala, bisa ditambahkan inhaler
kortikosteroid, cromolin atau pengubah leukotrien. Jika gejalanya
menetap, terutama pada malam hari, juga bisa ditambahkan teofilin per-

oral. Pencegahan Serangan asma dapat dicegah jika faktor pemicunya


diketahui dan bisa dihindari. Serangan yang dipicu oleh olah raga bisa
dihindari dengan meminum obat sebelum melakukan olah raga.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ASMA BRONKIAL
A. PENGKAJIAN

Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:
Riwayat kesehatan yang lalu:

Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.


Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor
lingkungan.
Kaji riwayat pekerjaan pasien.
Aktivitas

Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.


Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan
melakukan aktivitas seharihari.
Tidur dalam posisi duduk tinggi.
Pernapasan

Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu,
melebarkan hidung.
Adanya bunyi napas mengi.
Adanya batuk berulang.
Sirkulasi

Adanya peningkatan tekanan darah.


Adanya peningkatan frekuensi jantung.
Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
Kemerahan atau berkeringat.

Integritas ego

Ansietas
Ketakutan
Peka rangsangan
Gelisah

Asupan nutrisi

Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.


Penurunan berat badan karena anoreksia.
Hubungan sosal

Keterbatasan mobilitas fisik.


Susah bicara atau bicara terbata-bata.
Adanya ketergantungan pada orang lain
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN dan INTERVENSI

Hasil yang diharapkan

Tujuan

Rencana tindakan

Rasional

Diagnosa 1 : Tak efektif pola nafas b/d bronkospasme.

Hasil yang diharapkan: mempertahankan pola nafas paten dengan bunyi


bersih dan
jelas.
Tujuan : - pasien dapat bernafas normal
INTERVENSI dan RASIONAL
Mandiri

Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, ex: mengi


Rasional :Beberapaderajatspasmebronkusterjadidenganobstruksijalannafasdandapat/tidak
dimanifestasikanadanyanafasadvertisius

Kaji/pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi / ekspirasi.


Rasional :Tachipneabiasanyaadapadabeberapaderajatdandapatditemukanpadapenerimaan
atauselamastress/adanyaprosesinfeksiakut

Catat adanya derajat dispnea, ansietas, distress pernafasan,


penggunaan obat bantu.
Rasional: Disfungsipernafasanadalahvariableyangtergantung
padatahapprosesakutyangmenimbulkanperawatandirumahsakit.

Tempatkan posisi yang nyaman pada pasien, contoh : meninggikan


kepala tempat tidur, duduk
pada sandara tempat tidur
Rasional:Peninggiankepalatempattidurmemudahkanfungsipernafasandenganmenggunakan
gravitasi

Pertahankan polusi lingkungan minimum, contoh: debu, asap dll


Rasional : Pencetus tipe alergi pernafasandapatmentriger episodeakut
Tingkatkan masukan cairan sampai dengan 3000 ml/ hari sesuai
toleransi jantung memberikan
air hangat.
Rasional : Hidrasimembranousmenurunkankekentalansekret,penggunaancairanhangatdapat
menurunkankekentalansekret,penggunaancairanhangatdapatmenurunkanspasmebronkus.
Kolaborasi

Berikan obat sesuai dengan indikasi bronkodilator


Rasional :Merelaksasikanotothalusdanmenurunkanspasmejalannafas,mengi,danproduksi
mukosa
Diagnosa 2 : Tak efektif bersihan jalan napas b/d peningkatan secret

Hasil yang diharapkan: mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi


bersih dan
jelas.
Tujuan : - jalan nafas bersih
INTERVENSI dan RASIONAL
Mandiri

Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, ex: mengi


Rasional :Beberapaderajatspasmebronkusterjadidenganobstruksijalannafasdandapat/tidak
dimanifestasikanadanyanafasadvertisius

Kaji/pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi / ekspirasi.


Rasional :Tachipneabiasanyaadapadabeberapaderajatdandapatditemukanpadapenerimaan
atauselamastress/adanyaprosesinfeksiakut

Catat adanya derajat dispnea, ansietas, distress pernafasan,


penggunaan obat bantu.
Rasional: Disfungsipernafasanadalahvariableyangtergantung
padatahapprosesakutyangmenimbulkanperawatandirumahsakit.

Tempatkan posisi yang nyaman pada pasien, contoh : meninggikan


kepala tempat tidur, duduk

pada sandara tempat tidur


Rasional:Peninggiankepalatempattidurmemudahkanfungsipernafasandenganmenggunakan
gravitasi

Pertahankan polusi lingkungan minimum, contoh: debu, asap dll


Rasional : Pencetus tipe alergi pernafasandapatmentriger episodeakut
Tingkatkan masukan cairan sampai dengan 3000 ml/ hari sesuai
toleransi jantung memberikan
air hangat.
Rasional : Hidrasimembranousmenurunkankekentalansekret,penggunaancairanhangatdapat
menurunkankekentalansekret,penggunaancairanhangatdapatmenurunkanspasmebronkus.
Kolaborasi
Berikan obat sesuai dengan indikasi bronkodilator
Rasional :Merelaksasikanotothalusdanmenurunkanspasmejalannafas,mengi,danproduksi
Mukosa
Dapatkan specimen sputum dengan batuk atau pengisapan untuk

pewarnaan
gram,kultur/sensitifitas
Rasional : untuk mengidentifikasi organisme penyebab dan kerentanan
terhadap berbagai anti
microbial
Diagnosa 3 : Kerusakan pertukaran gas b/d suplai oksigen yang tidak adekuat
(spasme bronkus)

Hasil yang diharapkan ; perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat.


Tujuan ;- pasien bebas dari distress pernapasan
- GDA dalam rentang normal
INTERVENSI dan RASIONAL
Mandiri

Kaji/awasi secara rutin kulit dan membrane mukosa.


Rasional : Sianosis mungkin perifer atau sentral keabu-abuan dan
sianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
Palpasi fremitus
Rasional : Penurunan getaran vibrasi diduga adanya pengumplan
cairan/udara.
Awasi tanda vital dan irama jantung
Rasional : Tachicardi, disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat
menunjukan efek
hipoksemia sistemik pada fungsi jantung
Kolaborasi

Berikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi hasil GDA dan


toleransi pasien.
Rasional : Dapat memperbaiki atau mencegah memburuknya hipoksia
Diagnosa 4: Kurang pengetahuan b/d kurang informasi.

Hasil yang diharapkan : menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit


dan tindakan
Tujuan ; - pasien akan melakukan perubahan pola hidup untuk
memperbaiki
status kesehatan.
- pasien memahami dan mengerti cara penggunaan obat
INTERVENSI dan RASIONAL
Jelaskan tentang penyakit individu

Rasional : Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan


partisipasi pada rencana pengobatan
Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi yang tidak
diinginkan.
Rasional : Penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek
samping mengganggu dan
merugikan
Tunjukkan tehnik penggunaan Inhakler
Rasional : Pemberian obat yang tepat meningkatkan keefektifanya
Pengobatan
Manifestasi klinis ringan umumnya tidak memerlukan pengobatan khusus. Untuk
pruritus, urtikaria atau edema angionerotik dapat diberikan antihistamin misalnya,
diphenhidramin, loratadin atau cetirizine dan kalau kelainan cukup luas diberikan pula
adrenalin subkutan dengan dosis 0,01 mg/kg/dosis maksimum 0,3 mg/dosis.
Difenhidramin diberikan dengan dosis 0,5 mg/kg/dosis, 3 kali/24 jam. CTM diberikan
dengan dosis 0,09 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam.
Setirizin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah : 2-5 tahun: 2.5 mg/dosis, 1 kali/hari;
> 6 tahun : 5-10 mg/dosis, 1 kali/hari.
Loratadin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah : 2-5 tahun: 2.5 mg/dosis,1
kali/hari; > 6 tahun : 10 mg/dosis, 1 kali/hari.
Feksofenadin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah : 6-11 tahun : 30 mg/hari, 2
kali/hari; > 12 tahun : 60 mg/hari, 2 kali/hari atau 180mg/hari, 4kali/hari. Bila gejala
klinis sangat berat misalnya dermatitois eksfoliatif, ekrosis epidermal toksik, sindroma
Steven Johnson, vaskulitis, kelainan paru, kelainan hematologi harus diberikan
kortikosteroid serta pengobatan suportif dengan menjaga kebutuhan cairan dan
elektrolit, tranfusi, antibiotik profilaksis dan perawatan kulit sebagaimana pada luka
bakar untuk kelainan-kelainan dermatitis eksfoliatif, nekrosis epidermal toksik dan
Sindroma Steven Johnson.
Prednison diberikan sebagai dosis awal adalah 1-2 mg/kg/hari dosis tunggal pagi hari
sampai keadaan stabil kira-kira 4 hari kemudian diturunkan sampai 0,5 mg/kg/hari,
dibagi 3-4 kali/hari dalam 4-10 hari. Steroid parenteral yang digunakan adalah metil
prednisolon atau hidrokortison dengan dosis 4-10 mg/kg/dosis tiap 4-6 jam sampai
kegawatan dilewati disusul rumatan prednison oral. Cairan dan elektrolit dipenuhi
dengan pemberian Dekstrosa 5% dalam 0,225% NaCl atau Dekstrosa 5% dalam 0,45%
NaCl dengan jumlah rumatan dan dehidrasi yang ada.

Perawatan lokal segera dilakukan untuk mencegah perlekatan, parut atau kontraktur.
Reaksi anafilaksis harus mendapat penatalaksanaan adekwat secepatnya.
Kortikosteroid topikal diberikan untuk erupsi kulit dengan dasar reaksi tipe IV dengan

memperhatikan kaidah-kaidah yang telah ditentukan. Pemilihan sediaan dan macam


obat tergantung luasnya lesi dan tempat. Prinsip umum adalah : dimulai dengan
kortikosteroid potensi rendah. Krim mempunyai kelebihan lebih mudah dioles, baik
untuk lesi basah tetapi kurang melindungi kehilangan kelembaban kulit. Salep lebih
melindungi kehilangan kelembaban kulit, tetapi sering menyebabkan gatal dan
folikulitis. Sediaan semprotan digunakan pada daerah kepala dan daerah berambut
lain. Pada umumnya steroid topikal diberikan setelah mandi, tidak diberikan lebih dari
2 kali sehari. Tidak boleh memakai potensi medium sampai tinggi untuk daerah kulit
yang tipis misalnya muka, leher, ketiak dan selangkangan..
Manifestasi klinis ringan umumnya tidak memerlukan pengobatan khusus. Untuk pruritus,
urtikaria, atau edema angioneurotik dapat diberikan antihistamin dan bila kelainan tersebut
cukup luas diberikan pula adrenalin. Reaksi anafilaktik akut membutuhkan epinefrin, patensi
jalan nafas, oksigen, cairan intravena, antihistamin dan kortikosteroid. Reaksi kompleks imun
biasanya sembuh spontan setelah antigen hilang, namun sebagai terapi simtomatik dapat
diberikan antihistamin dan antiinflamasi non-steroid. Antihistamin generasi kedua dapat pula
digunakan, seperti loratadin. Steroid topikal dengan potensi sedang (hidrokortison atau
desonid) dan pelembab dapat digunakan pada tahap deskumasasi.
Bila gejala klinis berat (dermatitis eksfoliatif, nekrolisis epidermal toksik, sindrom StevensJohnson, vaskulitis, kelainan paru, kelainan hematologik) harus diberikan kortikosteroid serta
pengobatan suportif dengan menjaga kebutuhan cairan dan elektrolit, transfusi, antibiotik
profilaksis). Perawatan lokal segera dilakukan untuk mencegah perlekatan, sikatriks, atau
kontraktur melalui konsultasi dan kerjasama interdisiplin dengan bagian terkait (mata, kulit,
bedah).
Pada reaksi pseudoalergi seperti pewarnaan radiokontras dapat diberikan terlebih dahulu obat
sebelum prosedur pemeriksaan, seperti kortikosteroid, antihistamin dan atau efedrin.
Pencegahan reaksi alergi obat merupakan langkah terpenting dalam penatalaksanaan.
Penggunaan obat yang sering memberikan reaksi alergi, seperti antibiotik, harus diberikan
sesuai indikasi. Pemberian obat secara oral lebih sedikit memberikan reaksi alergi
dibandingkan parenteral atau topikal. Pemberian obat parenteral harus ditunjang dengan
ketersediaan epinefrin atau sarana gawat darurat lain.
Pencegahan
Anamnesis riwayat kemungkinan alergi obat sebelumnya penting untuk selalu dilakukan
walaupun harus dinilai dengan kritis untuk menghindari tindakan berlebihan. Misalnya ruam
kulit setelah pemberian ampisilin pada seorang anak belum tentu karena alergi obat. Bila
dokter telah mengetahui atau sangat curiga bahwa pasiennya alergi terhadap obat tertentu
maka hendaknya ia membuatkan surat keterangan tentang hal tersebut yang akan sangat
berguna untuk upaya pencegahan pada semua keadaan.
Semakin sering seseorang memakai obat maka akan semakin besar pula kemungkinan untuk
timbulnya alergi obat. Jadi pemakaian obat hendaknya dengan indikasi kuat dan bila mungkin
hindari obat yang dikenal sering memberikan sensitisasi pada kondisi tertentu (misalnya
aspirin pada asma bronkial).
Cara pembuatan obat harus diperbaiki dengan mengurangi dan menghilangkan bahan yang
potensial dapat menjadi penyebab alergi, atau bahan yang dapat menyebabkan reaksi silang

imunogenik. Contohnya adalah pembuatan vaksin bebas protein hewani, atau antibodi dari
darah manusia.
Uji kulit dapat memperkirakan kemungkinan terjadinya alergi obat, tetapi prosedur ini hanya
bermanfaat untuk alergen makromolekul, sedangkan untuk obat dengan berat molekul rendah
sejauh ini hanya terhadap penisilin (dengan uji alergen benzilpenisiloil polilisin).
Bila seseorang telah diketahui atau diduga alergi terhadap obat tertentu maka harus
dipertimbangkan pemberian obat lain. Obat alternatif tersebut hendaknya bukan obat yang
telah dikenal mempunyai reaksi silang dengan obat yang dicurigai. Misalnya memberikan
aminoglikosida sebagai alternatif untuk penisilin. Bila obat tersebut sangat dibutuhkan
sedangkan obat alternatif tidak ada, dapat dilakukan desensitisasi secara oral maupun
parenteral. Misalnya desensitisasi penisilin untuk penderita penyakit jantung reumatik atau
desensitisasi serum antidifteri. Desensitisasi merupakan prosedur yang berisiko sehingga
harus dipersiapkan perlengkapan penanganan kedaruratan terutama untuk reaksi anafilaksis.

PROGNOSIS
Estimasi saat ini menunjukkan angka kejadian alergi obat makin meningkat. Laporan dari
seluruh dunia menunjukkan angka 0,01% sampai 5% dan sekurang kurangnya 15%-30%
penderita yang dirawat di rumah sakit mengalami reaksi sedikitnya terhadap 1 macam obat
dan 6-10% merupakan alergi obat.
Dengan penatalaksanaan yang baik, prognosis alergi obat adalah baik bahkan untuk alergi
obat yang berat sekalipun. Dapat terjadi perlekatan kulit, kontraktur, simblefaron, kebutaan
bila tindakan tidak tepat dan terlambat dilakukan. Angka kematian dilaporkan 1 dari 10.000
kejadian, pada sindroma Steven Johnson kematian sebesar 5-15%.
Apakah asma itu?
Asma adalah suatu peradangan kronik jalan nafas (broncial tube) yang menyebabkan
pembengkakan dan penyempitan (konstriksi) jalan nafas. Akibatnya adalah kesulitan
bernafas. Penyempitan bronkhial biasanya bisa total ataupun sebagian yang pulih dengan
pengobatan.
Bronchial tube yang mengalami inflamasi kronis bisa menjadi terlalu sensitif terhadap
alergen (pencetus spesifik) atau iritan (pencetus nonspesifik). Jalan nafas bisa menjadi
kejang dan tetap dalam kondisi yang sangat sensitif. Ini disebut bronchial hyperreactivity
(BHR). Mungkin ada suatu spektrum hipereaktivitas bronkhial pada semua individu. Namun,
jelas bahwa pada individu dengan asma dan individu dengan alergi (tanpa adanya asma)
mempunyai derajat hiperreaktivitas bronkhial yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
orang non asma dan non alergi. Pada individu-individu yang sensitif, bronkhial tube lebih
mungkin untuk membengkak dan konstriksi ketika terkena pemicu seperti alergen, asap
tembakau, atau latihan. Pada orang asma, beberapa mungkin mempunyai BHR ringan dan
tanpa gejala sementara yang lain bisa mempunyai BHR berat dan gejala kronis.
Asma mengenai orang dengan cara yang berbeda. Tiap-tiap individu unik dalam hal derajat
reaktivitasnya terhadap pemicu yang berasal dari lingkungan. Ini secara alamiah

mempengaruhi tipe dan dosis obat yang diberikan, yang mungkin bervariasi dari satu orang
dengan yang lain.
Bagaimana asma mempengaruhi pernafasan?
Asma menyebabkan penyempitan saluran pernafasan, yang mengganggu gerakan normal
aliran udara keluar masuk paru-paru. Asma hanya melibatkan saluran bronchial (saluran
nafas) dan tidak mempengaruhi kantung udara (jaringan paru/alveoli). Penyempitan yang
terjadi pada asma disebabkan oleh 3 faktor utama: peradangan, bronchospasm dan
hipereaktivitas.
Peradangan
Faktor yang pertama dan paling penting menyebabkan penyempitan saluran bronchial adalah
peradangan. Saluran bronchial menjadi merah, iritasi dan membengkak. Peradangan
meningkatkan ketebalan dinding saluran bronchial sehingga menyebabkan jalan nafas yang
lebih kecil untuk dilewati. Peradangan terjadi akibat respon terhadap alergen atau iritan dan
merupakan hasil dari aksi mediator-mediator (histamin, leukotrien, dan yang lainnya).
Jaringan yang mengalami peradangan meghasilkan jumlah berlebihan lendir yang lengket di
dalam saluran. Lendir ini dapat menggumpal bersama membentuk gumpalan yang dapat
menyumbat jalan nafas yang sudah menyempit. Sel-sel khusus alergi dan peradangan
(eosinofil dan sel-sel darah putih) yang terkumpul di satu tempat menyebabkan kerusakan
jaringan. Jaringan yang rusak ini akan terlepas ke dalam saluran nafas, sehingga juga
berkontribusi dalam penyempitan tersebut.
Bronchospasm
Otot yang mengitari saluran bronchial mengencang selama serangan asma. Konstriksi otot
pada saluran nafas ini disebut bronchospasm. Bronchospasm menyebabkan saluran nafas
lebih menyempit lagi. Mediator-mediator dan saraf pada saluran bronchial menyebabkan otot
berkonstriksi. Bronchospasm dapat terjadi pada semua manusia dan dapat disebabkan karena
menghisap udara dingin atau kering saat bernafas.
Hiperreaktivitas (hipersensitivitas)
Pada pasien dengan asma, peradangan kronis dan konstriksi jalan nafas menjadi sangat
sensitif atau reaktif terhadap pemicu-pemicu seperti alergen, iritan dan infeksi. Pemaparan
pemicu-pemicu ini dapat menyebabkan lebih banyak peradangan dan penyempitan secara
progresif.
Kombinasi dari tiga faktor ini menyebabkan kesulitan keluarnya udara atau menghembuskan
nafas. Sebagai akibatnya, udara perlu dihembuskan lebih kuat untuk mengatasi penyempitan,
sehingga menyebabkan suara khas wheezing (mengi). Orang dengan asma juga sering
batuk dalam usaha untuk memaksa keluar gumpalan lendir tebal. Pengurangan aliran udara
bisa menyebabkan kurangnya oksigen yang masuk ke aliran darah, dan jika sangat berat,
karbondioksida yang berbahaya dapat terakumulasi di dalam darah.
Manfaat peradangan

Peradangan, atau pembengkakan, merupakan respon normal tubuh terhadap perlukaan atau
infeksi. Aliran darah meningkat pada tempat yang terkena dan sel-sel melakukan serbuan dan
penangkisan terhadap serangan kuman. Proses penyembuhan dimulai. Biasanya, ketika
penyembuhan selesai, peradangan menyurut. Kadang-kadang, proses penyembuhan
menyebabkan jaringan parut. Namun, jaringan utama pada asma, peradangan tidak pulih
secara penuh. Dalam jangka pendek, ini menyebabkan serangan asma berulang. Jika ini
terjadi, penyempitan saluran bronchial bisa menjadi ireversibel dan jelek responnya terhadap
pengobatan. Oleh karena itu, tujuan pengobatan asma adalah: (1) dalam jangka pendek, untuk
mengendalikan peradangan jalan nafas untuk mengurangi reakivitas jalan nafas; dan (2)
dalam jangka panjang, untuk mencegah perubahan bentuk jalan nafas.
Manajemen asma adalah mencegah dan menerapi peradangan jalan nafas. Dengan
mengontrol peradangan lebih dimungkinkan untuk mencegah perubahan bentuk jalan nafas
sehingga dapat mencegah kehilangan fungsi paru secara permanen.

Pemicu yang bermacam-macam pada individu yang rentan menyebabkan peradangan jalan
nafas. Peradangan yang lama memicu terjadinya status hiperreaktivitas jalan nafas, yang
mungkin akan semakin menyebabkan perubahan bentuk kecuali jika diterapi secara efektif.
Pemicu-pemicu apa sajakah yang dapat menyebabkan serangan asma?
Gejala asma dapat diaktifkan atau diperburuk oleh banyak agen. Tidak semua orang dengan
asma bereaksi terhadap pemicu yang sama. Selain itu, efek yang dihasilkan oleh tiap pemicu
bervariasi dari satu individu dengan yang lainnya. Umumnya, beratnya asma anda tergantung
pada berapa banyak agen yang mengaktifkan gejala dan seberapa sensitif paru anda terhadap
mereka. Kebanyakan pemicu ini dapat juga memperburuk gejala-gejala pada mata dan
hidung.
Pemicu dibagi menjadi dua kategori:

alergen (spesifik) dan

non alergen - kebanyakan iritan (non spesifik)

Sekali saluran bronchial anda (hidung dan mata) mengalami peradangan karena suatu
paparan alergi, suatu paparan ulangan alergen akan sering mengaktifkan gejala. Saluran

bronchial yang reaktif ini bisa juga merespon pemicu lain, seperti latihan, infeksi, dan iritan
lain. Berikut ini daftar sederhana:
Alergen

serbuk sari musiman

tungau rumah, jamur, binatang piaraan dan bagian tubuh serangga

makanan, seperti ikan, telur, kacang tanah, kacang-kacangan, susu sapi dan kedele

bahan tambahan, seperti sulfit

agen yang berhubungan dengan pekerjaan, seperti latex

Sekitar 80% anak-anak dan 50% orang dewasa dengan asma juga mempunyai alergi
Iritan

infeksi pernafasan, seperti yang disebabkan oleh virus flu, bronchitis dan sinusitis

obat, seperti aspirin, NSAID lain dan beta blocker

asap tembakau

faktor yang berada di luar ruangan seperti kabut, perubahan cuaca dan asap diesel

faktor di dalam ruangan, seperti cat, deterjen, deodoran, bahan-bahan kimia, dan
parfum

malam hari

GERD (gastroesophageal reflux disorder)

Latihan, terutama pada kondisi kering yang dingin

Faktor yang berkaitan dengan pekerjaan, seperti bahan-bahan kimia, debu, gas dan
logam

Faktor emosi, seperti tertawa, menangis, berteriak dan keadaan tertekan

Faktor hormonal, seperti sindrom premenstrual

Wajah-wajah asma
Banyaknya pemicu potensial penyebab asma menjelaskan perbedaan cara asma muncul. Pada
kebanyakan asma, penyakit ini dimulai sejak awal masa kecil dari 2-6 tahun. Pada kelompok
umur ini, penyebab asma sering berhbungan dengan paparan alergen seperti tungau rumah,

asap tembakau dan infeksi pernafasan yang disebabkan virus. Pada anak-anak yang lebih
kecil, kurang dari 2 tahun, asma bisa sulit didiagnosa dengan pasti. Suara mengi pada usia ini
dapat muncul pada infeksi virus dan bisa hilang kemudian, tanpa menyebabkan asma.
Namun, asma dapat timbul lagi saat dewasa. Asma yang muncul pertama kali saat dewasa
lebih sering pada wanita, kebanyakan usia pertengahan, dan sering mengikuti suatu infeksi
saluran nafas. Pemicu pada grup ini biasanya bersifat non alergi.
Tipe-tipe alergi : asma alergi (ekstrinsik) dan asma non alergi (intrinsik)
Dokter anda mungkin mengatakan bahwa asma anda adalah ekstrinsik atau intrinsik.
Pemahaman yang lebih baik dari sifat asma dapat membantu menjelaskan perbedaan
keduanya. Asma alergi atau ekstrinsik adalah lebih sering (90% dari semua kasus) dan khas
terjadi pada masa anak-anak. Sekitar 80% anak-anak yang mempunyai asma juga mengalami
alergi. Secara khas, ada riwayat alergi dalam keluarga. Selain itu, kondisi alergi yang lain,
seperti alergi hidung atau eksim sering juga ada. Asma alergi sering mengalami remisi pada
awal masa dewasa. Namun, 75% kasus, asma akan kembali muncul kemudian.
Asma intrinsik terjadi pada sekitar 10% kasus. Ini biasanya terjadi setelah usia 30 tahun dan
tidak secara khas berhubungan dengan alergi. Wanita lebih sering dan banyak kasus
tampaknya mengikuti suatu infeksi saluran nafas. Kondisi ini bisa sulit diterapi dan gejalanya
sering kronis dan menahun.
Apa sajakah gejala dan tanda khas asma?
Gejala asma bervariasi pada tiap-tiap orang dari waktu ke waktu. Penting untuk diingat
bahwa banyak dari gejala-gejala ini dapat halus dan mirip dengan yang tampak pada kondisi
lain. Semua gejala yang disebutkan di bawah ini dapat ada pada kondisi pernafasan lain dan
kadang-kadang kondisi yang berhubungan dengan jantung. Kerancuan ini menyebabkan
identifikasi tempat dimana gejala tersebut terjadi dan test diagnosa sangat penting untuk
mengenali kelainan ini.
Berikut ini adalah empat gejala utama pada asma:

Nafas pendek

Wheezing atau mengi, yaitu suara meniup ketika mengeluarkan nafas

Batuk, bisa kronis, biasanya memburuk pada malam hari dan awal pagi dan dapat
terjadi setelah latihan atau ketika terpapar udara kering yang dingin

Sesak nafas, dapat terjadi dengan atau tanpa gejala-gejala di atas.

Asma digolongkan berdasarkan sering dan beratnya gejala atau serangan, dan hasil tes fungsi
pernafasan.

30% mild, intermitent (kurang dari 2 episode seminggu) dengan tes normal

30% mild, persistent (2 atau lebih episode seminggu) dengan tes normal atau
abnormal

40% moderat atau severe, persistent (setiap hari atau terus-menerus) dengan tes
abnormal

Serangan asma akut


Suatu serangan asma akut atau tiba-tiba biasanya disebabkan oleh suatu pemaparan alergen
atau suatu infeksi saluran pernafasan atas. Beratnya serangan tergantung pada seberapa baik
asma anda dikontrol (merefleksikan seberapa baik peradangan saluran nafas dikontrol). Suatu
serangan asma akut berpotensi mengancam jiwa karena asma bisa terjadi terus walaupun
telah digunakan obat yang biasa digunakan untuk menghilangkannya dengan cepat
( bronchodilator inhalasi). Asma yang tidak responsif terhadap terapi dengan inhaler
sebaiknya mendorong anda untuk mencari perawatan medis di UGD rumah sakit terdekat
atau tempat praktek dokter spesialis paru, tergantung lingkungan dan waktunya. Serangan
asma tidak berhenti dengan sendirinya tanpa terapi. Jika anda mengabaikan tanda-tanda
peringatan awal, beresiko terjadi status asmatikus.
Serangan asma yang lama yang tidak merespon terapi dengan bronchodilator merupakan
kondisi medis emergensi. Dokter menyebut serangan berat ini dengan status asmatikus dan
memerlukan perawatan emergensi segera.
Gejala asma berat adalah batuk terus-menerus dan ketidakmampuan berbicara satu kalimat
penuh atau ketidakmampuan berjalan tanpa nafas pendek. Dada anda mungkin terasa
tertutup dan bibir anda mungkin berwarna kebiruan. Selain itu, anda mungkin merasa sangat
gelisah, kebingungan atau tidak bisa berkonsentrasi. Pundak anda membungkuk, duduk atau
berdiri untuk bernafas lebih mudah, dan ketegangan pada otot perut dan leher. Ini adalah
tanda-tanda kegagalan sistem pernafasan yang tiba-tiba. Pada titik ini, medikasi inhalasi tidak
bisa menghilangkan proses ini. Suatu ventilator mekanis mungkin diperlukan untuk
membantu paru-paru dan otot-otot pernafasan. Suatu face mask atau breathing tube
dimasukkan ke dalam hidung atau mulut untuk terapi ini. Alat bantu pernafasan ini bersifat
sementara dan dilepaskan ketika serangan menyurut dan paru-paru kembali cukup berfungsi
untuk melanjutkan aktifitas bernafas sendiri. Rawat inap tidak lama di ICU mungkin
diperlukan untuk serangan berat yang tidak bisa diterapi dengan baik. Untuk menghindari
perawatan di rumah sakit tersebut, yang terbaik adalah pada saat awal munculnya (onset)
gejala, untuk segera memulai terapi dini di rumah atau di tempat praktek dokter.
Adanya wheezing atau batuk bukanlah standar yang bisa dipercaya untuk menilai beratnya
serangan asma. Serangan sangat berat mungkin menyumbat saluran-saluran pada derajat
dimana kurangnya udara yang keluar masuk paru gagal untuk menghasilkan wheezing atau
batuk.
Obat apa sajakah yang digunakan untuk pengobatan asma?
Kebanyakan obat-obat asma bekerja dengan merelaksasi bronchospasm (bronchodilator) atau
mengurangi peradangan (kortikosteroid). Dalam pengobatan asma, obat-obat inhalasi
umumnya lebih disukai daripada tablet atau cairan, yang ditelan (obat oral). Obat-obat
inhalasi bekerja langsung pada permukaan saluran nafas dan otot saluran nafas dimana asma
dimulai. Penyerapan obat inhalasi ke dalam bagian tubuh lain sifatnya minimal. Oleh karena
itu, efek samping yang jelek lebih sedikit jika dibandingkan dengan obat oral. Medikasi
inhalasi meliputi beta-2 agonis, antikolinergik, kortikosteroid dan kromolin sodium. Obat oral
meliputi aminofilin, leukotrien antagonis, beta-2 agonis, dan kortikosteroid.

Satu dari obat yang pertama digunakan untuk asma adalah adrenalin (epineprin). Adrenalin
mempunyai onset kerja yang cepat dalam membuka saluran nafas (bronchodilator). Obat ini
masih sering digunakan dalam situasi asma emergensi. Sayangnya, adrenalin mempunyai
banyak efek samping, yaitu detak jantung yang cepat, sakit kepala, mual, muntah, gelisah dan
perasaan panik.
Obat-obat yang secara kimia mirip dengan adrenalin telah dikembangkan. Obat-obat ini
disebut dengan beta-2 agonis, mempunyai manfaat sebagai bronchodilator tanpa banyak efek
samping yang tidak diinginkan. Beta-2 agonis merupakan bronchodilator inhalasi yang
disebut agonis karena mendorong kerja reseptor beta-2 dari dinding otot bronchial.
Reseptor ini bekerja merelaksasi dinding otot saluran nafas (bronchus), menyebabkan
bronchodilatasi. Kerja bronchodilator beta-2 agonis dimulai dalam hitungan menit setelah
inhalasi dan berakhir sekitar 6 jam. Contoh obat ini adalah albuterol (Ventolin HFA, Proventil
HFA), levalbuterol (Xopenex), metaproterenol (Alupent), pirbuterol acetate (Maxair), dan
terbutalin sulfat (Brethaire). Saat ini, chlorofluorocarbon (CFC) telah dihilangkan dari MDI
inhaler karena efek lingkungan pada lapisan ozon dan telah digantikan dengan propellant
baru hydroflouroalkane (HFA). Pasien-pasien mungkin memperhatikan bahwa pancaran yang
mereka rasakan di belakang kerongkongannya kurang intens jika dibandingkan dengan
inhaler CFC. Mereka harus diinstruksikan bahwa mereka tetap mendapatkan jumlah obat
yang sama meskipun terasa berbeda dengan inhaler lama. Hal lain yang penting adalah bahwa
pasien harus memperhatikan inhaler baru ini yang terapung tidak membantu menetapkan
jumlah obat yang tersisa di dalam MDI. Dulu, inhaler CFC bisa terapung pada semangkuk
air. Dengan banyak obat di dalam inhaler, tromol akan tenggelam dan secara gradual
mengapung ketika dikosongkan. Pada inhaler HFA tidak seperti itu, ketika mengapung akan
menyumbat inhaler. Jumlah pemakaian harus dihitung untuk menentukan apakah obat masih
tersisa dalam inhaler. Mengocok inhaler bukanlah metode yang efektif untuk menentukan
berapa banyak obat yang tersisa. Sering propellant (HFA) akan terus keluar dari inhaler
bahkan setelah obat selesai digunakan. Saat ini, hanya satu inhaler albuterol disertai alat
pencegahnya yaitu Ventolin HFA.
Suatu grup beta-2 agonis long acting telah dikembangkan dengan suatu durasi efek yang
panjang yaitu 12 jam. Inhaler ini bisa digunakan 2 kali sehari. Salmeterol xinafoate
(Serevent) dan formoterol (Foradil) adalah contoh dari grup obat ini. Beta-2 agonis long
acting tidak seharusnya digunakan untuk serangan asma akut. Beta-2 agonis dapat
menimbulkan efek samping seperti kecemasan, tremor, palpitasi atau detak jantung yang
cepat dan penurunan potasium (kalium) darah. Terdapat data untuk yang menunjukkan bahwa
penggunaan beta-2 agonis long acting sendirian bisa mengancam jiwa. Obat tersebut terbaik
digunakan bersama dengan kortikosteroid inhalasi (lihat bawah)
Seperti beta-2 agonis yang dapat melebarkan (dilatasi) jalan nafas, obat beta blocker
menghalangi relaksasi otot bronchial juga melalui reseptor beta-2 dan dapat menyebabkan
konstriksi jalan nafas, memperburuk asma, oleh karena itu beta blocker seperti obat-obat
tekanan darah tinggi propanolol (Inderal) dan atenolol (Tenormin), sebaiknya dihindari
pasien asma sebisa mungkin.
Obat-obat antikolinergik bekerja pada tipe saraf yang berbeda dengan beta-2 agonis untuk
mendapatkan relaksasi yang serupa dan membuka jalan nafas. Dua grup bronchodilator
inhaler ini ketika digunakan bersama-sama dapat menghasilkan efek bronchodilatasi yang
meningkat. Contoh antikolinergik yang sering digunakan adalah ipratropium bromide
(Atrovent). Ipratropium memerlukan waktu lebih lama untuk bekerja dibanding dengan beta-

2 agonis, dengan puncak efektifitas terjadi pada 2 jam setelah masuk dan berakhir sekitar 6
jam. Obat ini lebih efektif pada pasien dengan COPD.
Ketika gejala asma sulit dikontrol dengan beta-2 agonis, kortikosteroid inhalasi (kortison)
sering ditambahkan. Kortikosteroid dapat memperbaiki fungsi paru dan mengurangi obstruksi
jalan nafas. Contoh kortikosteroid inhalasi adalah beclomethason dipropionate (Beclovent,
Qvar dan Vanceril), triamcinolone acetonide (Azmacort), budesonide (Pulmocort), dan
flunisolide (Aerobid). Dosis ideal kortikosteroid masih belum diketahui. Efek samping
kortikosteroid inhalasi meliputi hoarseness (kehilangan suara) dan infeksi jamur di mulut.
Penggunaan kortikosteroid inhalasi secara dini dapat mencegah kerusakan ireversibel pada
jalan nafas.
Untuk menurunkan penimbunan obat pada tenggorokan dan meningkatkan jumlah yang
mencapai jalan nafas, spacer dapat sangat membantu. Spacer merupakan ruang mirip tabung
yang ditempelkan pada outlet tromol MDI. Spacer dapat menjaga obat yang dikeluarkan
cukup lama bagi pasien untuk menghisapnya secara pelan dan masuk dengan dalam pada
paru. Spacer yang ditempatkan antara mulut dan MDI dapat memperbaiki penyampaian obat
dan mengurangi efek samping pada mulut dan tenggorokan. Membilas mulut setelah
pemakaian inhaler steroid juga dapat menurunkan efek samping ini.
Kombinasi terapi inhaler sekarang tersedia untuk pengobatan asma. Obat ini meliputi Advair
(fluticasone dan salmeterol) dan Symbicort (budesonide dan formoteral). Symbicort
menggunakan standar inhaler MDI (suatu alat counter akan ditambahkan dalam waktu dekat).
Advair mempunyai suatu sistem pengiriman powder unik dengan counter built-in.
Cromolyn sodium (Intal) mencegah pengeluaran kimia tertentu pada paru-paru, seperti
histamin, yang dapat menyebakan asma. Secara pasti bagaimana kerja Cromolyn mencegah
asma perlu riset lebih lanjut. Cromolyn bukan suatu corticosteroid dan biasanya tidak
berhubungan dengan efek samping yang signifikan. Cromolyn sangat berguna untuk
mencegah asma tetapi mempunyai efektifitas yang terbatas ketika asma akut dimulai.
Cromolyn dapat membantu mencegah asma yang dipicu oleh latihan, udara dingin dan zat-zat
alergi, seperti ketombe kucing. Cromolyn bisa digunakan pada anak-anak sama-baiknya
dengan pada orang dewasa.
Teofilin (Theodur, Theoair, Slo-bid, Uniphyl, Theo-24) dan aminofilin adalah contoh dari
metilxantin. Metilxantin diberikan secara oral atau intravena. Sebelum inhaler populer,
metilxantin merupakan terapi utama untuk asma. Kafein yang biasa terdapat pada kopi dan
softdrink juga merupakan obat metilxantin. Teofilin merelaksasikan otot-otot di sekeliling
jalan nafas dan menyebabkan sel-sel tertentu yang melapisi bronchus (sel mast)
mengeluarkan kimia tertentu seperti histamin yang dapat menyebabkan asma. Teofilin juga
dapat bekerja sebagai diuretik ringan, menyebabkan peningkatan frekuensi kencing. Untuk
asma yang sulit dikontrol, metilxantin masih dapat berperan penting. Kadar dosis teofilin atau
aminofilin harus dikontrol dengan ketat. Dosis yang besar dapat menyebabkan mual, muntah,
masalah detak jantung, dan bahkan kejang. Pada kondisi medis tertentu, seperti gagal jantung
atau sirosis, dosis metilxantin diturunkan untuk menghindari kadar yang besar dalam darah.
Interaksi obat dengan obat lain seperti cimetidin (Tagamet), calcium chanel blocker
(Procardia), quinolon (Cipro), dan allopurinol (Xyloprim) dapat mempengaruhi kadar obat
dalam darah.

Kortikosteroid diberikan secara oral untuk asma berat yang tidak responsif terhadap obat lain.
Sayangnya, dosis kortikosteroid yang tinggi selama jangka panjang dapat memberi efek
samping serius, termasuk osteoporosis, patah tulang, diabetes melitus, tekanan darah tinggi,
penipisan kulit dan mudah memar, insomnia, perubahan emosi dan penambahan berat badan.
Ekspektoran membantu mempertipis lendir jalan nafas, membuat lebih mudah untuk
membersihkan lendir dengan batuk. Potasium iodida jarang digunakan dan mempunyai efek
samping timbulnya jerawat, peningkatan produksi air liur, biduran, dan masalah tiroid.
Guaifenesin (Entex, Humibid) dapat meningkatkan produksi cairan pada paru-paru dan
membantu menurunkan ketebalan lendir tetapi juga dapat menjadi iritan jalan nafas pada
beberapa orang.
Selain obat bronchodilator untuk pasien yang dengan asma atopik, menghindari alergen atau
iritan lain juga sangat penting. Pada pasien yang tidak bisa menghindari alergen, atau pada
mereka yang mempunyai gejala yang tidak dapat dikontrol dengan obat, suntikan alergi
(desensitisasi) dianjurkan. Manfaat desensitisasi dalam mencegah asma belum dipastikan
dengan tegas. Beberapa dokter masih menghawatirkan resiko anafilaksis yang terjadi pada
satu dari 2 juta yang diberikan. Suntikan alergi paling sering memberi manfaat pada anakanak yang alergi terhadap tungau debu rumah. Manfaat lain tampak pada serbuk sari dan
ketombe binatang.
Pada beberapa pasien asma, antibodi alergi dikenal dengan imunoglobulin E (IgE)
mempunyai peran penting. Jika zat ini meningkat dalam darah, suatu bentuk obat baru
mungkin akan sangat membantu untuk asma berat. Antibody terhadap IgE, yang dikenal
dengan omalizumab (Xolair) telah dikembangkan. Ini harus diberikan dengan suntikan pada
tempat praktek dokter. Ini sangat mahal. Namun, untuk pasien dengan asma yang sulit untuk
ditangani, pilihan ini mungkin sangat membantu.
Pada beberapa pasien asma, menghindari aspirin atau NSAID lain (umum digunakan pada
peradangan artritis) adalah penting. Pada pasien lain, terapi adekuat terhadap aliran balik
asam lambung (esophageal reflux) mencegah iritasi saluran nafas. Cara untuk mencegah
reflux oesofagus meliputi obat-obatan, penurunan berat badan, perubahan pola makan,
berhenti merokok, kopi dan alkohol. Contoh obat yang digunakan untuk menurunkan
masalah yang disebabkan reflux adalah omeprazole (Prilosec) dan ranitidin (Zantac). Pasienpasien dengan maslah reflux berat menyebabkan masalah paru yang perlu pembedahan untuk
menguatkan otot spinkter oesofagus untuk mencegah reflux asam lambung (pembedahan
fundoplikasi).
Sekilas tentang asma

Asma merupakan peradangan kronis saluran nafas yang menyebabkan pembengkakan


dan penyempitan (konstriksi) jalan nafas. Penyempitan bronchial baik total maupun
parsial biasanya reversibel dengan pengobatan.

Asma sekarang ini merupakan penyakit kronis paling sering pada anak-anak,
mengenai satu dari 15.

Asma hanya melibatkan saluran bronchial dan biasanya tidak melibatkan kantung
udara atau jaringan paru (alveoli). Penyempitan yang terjadi pada asma disebabkan
tiga faktor utama: peradangan, bronchospasm, dan hiperreaktifitas.

Alergi dapat memerankan peran penting pada sebagian pasien asma.

Banyak faktor dapat memicu serangan asma dan mereka diklasifikasikan sebagai
alergen atau iritan.

Gejala-gejala asma meliputi nafas pendek, wheezing, batuk dan sesak nafas.

Asma biasanya didiagnosa berdasarkan adanya wheezing dan ditegaskan dengan tes
pernafasan.

Foto rontgen dada biasanya normal pada pasien-pasien asma.

Menghindari faktor yang memicu asma penting dalam pengelolaan asma

Obat-obatan dapat digunakan untuk menormalkan kembali atau mencegah


bronchospasm pada pasien dengan asma

Vous aimerez peut-être aussi