Vous êtes sur la page 1sur 18

Laporan kasus

ILEUS OBSTRUKTIF PARSIAL


ET CAUSA ADHESI PASCAOPERASI
HERNIA SKROTALIS INKARSERATA SINISTRA

Oleh:
dr. WINDA REFLUSIA
Pembimbing:
dr. NURAISYAH, M,Kes

PROGRAM INTERNSIP
PERIODE NOVEMBER 2016-2017
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANGKINANG
KABUPATEN KAMPAR
2016

DAFTAR PUSTAKA

Definisi
Ileus adalah keadaan dari gerakan dan pasase usus yang normal tidak terjadi. Ileus
timbul saat udara dan cairan sekresi tidak dapat keluar ke arah distal karena berbagai sebab baik
karena factor intrinsik maupun ekstrinsik

(mechanical obstruction) atau paralisis (non

mechanical obstruction atau pseudo ileus).1 Adhesi peritoneal adalah jaringan fibrous abnormal
antara permukaan peritoneum yang berdampingan dan dapat menyebabkan gangguan gerakan
dan pasase usus.2
Klasifikasi
Klasifikasi ileus ada bemacam-macam. Berdasarkan sumbatannya ileus dibagi menjadi
total dan parsial; menurut klinisnya akut, subakut dan kronis; menurut sebabnya ileus obstruktif
dan ileus fungsional (paralitik) dan ileus karena gangguan vaskularisasi.1,2
Ileus obstruktif parsial terjadi apabila lumen usus menyempit tapi masih dapat sebagian
isi usus lewat ke arah distal. Ileus obstruksi total terjadi akibat lumen usus tersumbat total
sehingga tidak ada isi usus yang dapat lewat ke arah distal. Ileus obstruktif total menyebabkan
peningkatan resiko gangguan vaskular atau strangulasi dan bila ini terjadi maka membutuhkan
penanganan operatif segera.1
Etiologi
Kondisi yang sehari-hari yang sering dihadapi seorang dokter bedah adalah mechanical
bowel obstruction. Obstruksi ini dapat disebabkan kelainan ekstrinsik maupun intrinsik dinding
usus, dan kadang-kadang dapat disebakan karena isi lumen sendiri. Beberapa penyebab dari
mechanical bowel obstruction dapat dilihat pada tabel dibawah ini:2

Lesi Ekstrinsik Dinding Usus

Lesi Intrinsik Dinding Usus

ADHESI
Pasca operasi
Kongenital
Post Inflammatory

KONGENITAL
Atresia Intestinal
Meckels diverticulum
Duplication/cysts

HERNIA
Dinding abdomen eksternal
(kongenital atau didapat)
Internal
Insisional

INFLAMASI
Crohns disease
Eosinophilic granuloma

KONGENITAL
Annular pancreas
Malrotasi
Omphalomesenteric duct remnant
NEOPLASMA
Karsinomatosis
Neoplasma extraintestinal
INFLAMASI
Abses Intraabdominal
Starch peritonitis
MISCELLANEOUS
Volvulus
Gossypiboma
Sindrom arteri msenterika superior

INFEKSI
Tuberkulosis
Actinomycosis
Complicated diverticulosis
NEOPLASMA
Neoplasma primer
Neoplasma metastasi
Appendisitis
MISCELLANEOUS
Intussusception
Endometriosis
Radiaton enteropathy/stricture
Intramural hematoma
Ischemic stricture
OBSTRUKSI INTRALUMINAL/OBTURATOR
Gallstone
Enterolith
Phytobezoar
Infestasi parasit
Swallowed foreign body

Tabel 1. Etiologi Ileus Obstruktif

Adhesi dapat terjadi setelah operasi (postoperative adhesion), kongenital dan setelah
inflamasi (post inflammatory). Walaupun banyak penyebab mechanical bowel obstruction seperti
telah disebutkan di atas, adhesi pasca operasi merupakan penyebab terbanyak yaitu sebesar 75%
dan terjadi pada usus halus.2,3,4

Epidemiologi
Ileus obstruktif pada negara-negara berkembang seperti Indonesia biasanya masih
menyerupai negara-negara maju pada awal abad 20 dengan penyebab terbanyak adalah hernia
inkarserata. Hampir seluruhnya ileus obstruktif karena adhesi pascaoperasi terjadi pada usus
halus dan jarang sekali pada usus besar. Wanita lebih sering mengalami ileus obstruktif karena
adhesi pascaopesrasi karena seringnya operasi obstetric dan ginekologis pada wanita.2,4,5
Penelitian retrospektif Menzeis dan Ellis tahun 1990 terhadap 80 kasus ileus obstruktif
karena adhesi pascaoperasi terjadi paling sering (57%) dalam waktu 1 tahun setelah operasi awal
diikuti 21,25% terjadi dalam1-5 tahun, 21,25% terjadi dalam waktu lebih dari 10 tahun dan
paling sedikit terjadi dalam waktu 1 bulan sebanyak 0,5%.6
Etiologi dan Patogenesis
Trauma jaringan selama operasi, proses inflamasi, sisa darah, bakteri dan jaringan
nekrotik memang akan memicu sel-sel mesotel memproduksi eksudat yang kaya fibrin dan
menyebabkan

terbentuknya adhesi fibrinous. Akan tetapi cepatnya pembentukan adhesi

fibrinous dalam waktu beberapa jam setelah ini karena peritoneum memiliki daya penyembuhan
yang jauh lebih cepat dari pada penyembuhan luka biasa. 1,2,4 Adhesi fibrous dapat terjadi karena
3 situasi sebagai hasil dari pembedahan abdomen yaitu:7
1. Aposisi dua permukaan organ yang peritoneumnya dilepaskan.
2. Keadaan iskemia jaringan
3. Adanya benda asing dalam rongga peritoneal, misalnya benang, bedak pada sarung
tangan, bubuk antibiotik dan material sintetik lainnya.
Teori yang dianut sekarang megenai terbentuknya adhesi yaitu stimulus yang berbeda
terhadap peritoneum menciptakan derajat yang berbeda terhadap penurunan kadar Plasminogen
Activator Activity (PAA). Penurunan level PAA ini akan menyebabkan organisasi dari adhesi
fibrinous sehingga terbentuk adhesi.4,7
Dengan kadar PAA yang menurun maka kadar plasminogen menjadi plasmin akan
menurun, sehingga megakibatkan aktivitas fibrinolitik menurun. Fibrin dapat terbentuk dalam

waktu 10 menit dan organisasi dimulai dengan migrasi dari fibroblast dalam waktu 3 hari
pertama. Fibroblast akan membentuk prekolagen selanjutnya menjadi serabut kolagen serta
akhirnya membentuk serabut elastik. 7
Ileus obstruksi usus halus menyebabkan dilatasi proksimal dari usus akibat akumulasi
sekret Gastrointestinal

dan udara yang tertelan. dilatasi usus ini merangsang aktivitas sel

sekretori , menyebabkan lebih banyaknya akumulasi cairan. Hal ini menyebabkan peningkatan
peristaltik di atas dan di bawah obstruksi, dengan BAB cair yang sering dan flatus pada awal
perjalanannya.8
Muntah terjadi jika tingkat obstruksi proksimal. Peningkatan distensi usus halus
mengakibatkan peningkatan tekanan intraluminal. Hal ini dapat menyebabkan kompresi mukosa
limfatik, yang menyebabkan lymphedema pada dinding usus. Dengan lebih tingginya tekanan
hidrostatik intraluminal, peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler menyebabkan banyaknya
cairan ruang ke 3, elektrolit, dan protein ke dalam lumen usus. Hilangnya cairan dan dehidrasi
yang terjadi bisa berat dan berkontribusi untuk peningkatan morbiditas dan mortalitas.8
Bakteri dalam usus berkembang biak pada bagian proksimal obstruksi. perubahan
mikrovaskuler di dinding usus memungkinkan translokasi ke kelenjar getah bening mesenterika.
Hal ini terkait dengan peningkatan kejadian bakteremia akibat Escherichia coli.8
Diagnosis
Diagnosis dari ileus berdasarkan adaya tanda-tanda dan gejala klasik dari ileus lalu
dikonfimasikan dengan pencitraan.
1. Anamnesis
Gambaran umum ileus obstruktif ialah nyeri perut, kembung, tidak dapat BAB, mual
dan muntah. Biasanya nyeri perut dan kembung mendahului mual dan muntah beberapa jam
sebelumnya. Lokasi dan karakter nyeri dapat membantu membedakan ileus obstruktif dan
ileus paralitik. Pada ileus obstruktif biasanya rasa nyeri lebih hebat, bersifat intermitten dan
terlokalisir pada daerah abdomen tengah, sedangkan rasa nyeri pada ileus paralitik biasanya
menyeluruh dan lebih ringan serta terus menerus.1,2
Semakin proksimal obstruksinya maka gejala mual dan muntah lebih awal dirasakan dan
makin hebat. Untuk obstruksi usus halus, rasa nyeri dirasakan intermitten dengan interval 30

detik hingga 2 menit semakin lama semakin nyeri. Untuk obstruksi usus besar, interval rasa
nyeri dan durasi nyeri lebih panjang dibandingkan dengan obstruksi usus halus.2,5
Riwayat penyakit sebelumnya ditanyakan untuk menegakkan diagnosis misalnya riwayat
konstipasi kronis, perubahan bowel habit , riwayat keganasan dan penatalaksanaan utuk
keganasan tersebut, serta riwayat penyakit Crohns. Bila ada kecurigaan ileus obstruktif
karena adesi pascaoperasi harus ditanyakan berapa kali dan berapa lama interval dari
keluhan.2
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan meliputi tanda-tanda vital, dan status hidrasi,
pemeriksaan abdomen, pemeriksaan ke arah pintu-pintu hernia dan pemeriksaan colok dubur.
Adanya luka operasi sebelumnya juga harus diperhatikan.1,2,5
Pada ileus obstruktif pemeriksaan abdomen sangat menentukan. Pada inspeksi dapat
terlihat kontur usus (darm contour) dan gerakan usus yang terlihat dari luar (darm steifung).
Pada auskultasi bising usus akan meningkat dan biasanya akan terdengar suara tinggi
(metallic sound) dan menyerupai suara tetes air yang jatuh ke dalam penampungan yang
besar. Pada palpasi dapat dijumpai tanda-tanda rangsang peritoneal seperti nyeri lepas dan
defans muskuler.2
Pemeriksaan colok dubur juga harus dilakukan untuk menilai total atau tidaknya suatu
obstruksi dengan menilai kolaps tidaknya ampula recti. Bila pasien telah mengalami
peritonitis maka akan ditemukan nyeri tekan pada pemeriksaan ini.2,5
3. Pemeriksaan penunjang
Data laboratorium tidak dapat membantu diagnostik tetapi dapat membantu dalam
menentukan kondisi dari pasien dan memandu resusitasi. Pemeriksaan darah lengkap dan
hitung jenis, disertai elektrolit darah, kadar ureum dan kreatinin serta urinalisis harus
dilakukan untuk melihat status hidrasi dan menyingkirkan sepsis.2
Foto toraks tegak dikombinasikan dengan foto abdomen tegak dan datar dapat menjadi
alat bantu diagnostik pasien yang dicurgai ileus obstruktif. Foto toraks tegak dapat membantu
untuk mendeteksi kondisi di luar abdomen yang dapat menyerupai ileus obstruktif, misalnya
proses pneumonia ataupun adanya udara bebas intraabdomen yang mengindikasikan adanya
perforasi organ berongga.1,2,9
Penemun khas pada ileus obstruktif pada foto polos abdomen adalah beberapa loop usus
halus yang terdilatasi dengan air fluid level. Pola gas dalam usus juga membantu untuk

menentukan tipe dan lokasi obstruksi. Usus halus dianggap dilatasi bla diameter lumennya
berukuran >3 cm.2
Selain foto toraks dan abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan USG, CT-Scan atau MRI
untuk membantu diagnosis. Meurut Guidelines for Management for Small Bowell
Obstruction 2008 semua pasien yang dicurigai obstruksi harus dilakukan pemeriksaan foto
polos abdomen. Semua pasien dengan foto polos abdomen yang tidak mendukung ileus
obstruktif letak tinggi atau total harus diperiksa CT Scan (dengan kontras oral maupun
intravena).9
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal harus ditujukan pada resusitasi cairan yang agresif, dekomprei usus
yang mengalami obstruksi dan mencegah aspirasi. Koreksi elektrolit harus dilakukan sesegera
mungkin. Pasien dengan obstruksi usus halus sering banyak kehilangan cairan dan elektrolit
khususnya kalium. Resusitasi dilakukan dengan cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer
Laktat dan keberhasilan resusitasi dapat dinilai dengan monitor produksi urin minimal 0,5
cc/kg/jam. Diharapkan setelah resusitasi secara klinis hemdinamik pasien stabil dan fungsi renal
dapat kembali normal.1,2,5
Dekompresi dengan pemasangan nasogastric tube (NGT) mutlak harus dilakukan dalam
mengobati ileus obstruksi yang disebabkan adhesi pascaoperasi. NGT juga mencegah distensi
intestinal karena tertelannya udara dan mencegah aspirasi selama pasien muntah. Secara
simptomatis, dekompresi membantu meringankan distensi abdomen dan dapat meningkatkan
ventilasi pada pasien dengan gangguan respirasi.1,2
Penatalaksanaan non-operatif hanya ditujukan pada pasien dengan ileus obstruksi usus
halus baik total maupun parsial dengan klinis tanpa tanda-tanda peritonitis dan strangulata.
Angka keberhasilan terapi non-operatif pada kelompok ileus obstruktif total yang disebabkan
adhesi pascaoperasi dapat mencapai 31-43% sementaa pada ileus obstruktif parsial mencapai
sebesar 65-81%.2,9
Pasien yang diterapi non-operatif memerlukan observasi ketat selama 24-48 jam. Adanya
tanda dan gejala seperti demam, takikardi, leukositosis, nyeri tekan terlokalisir, nyeri abdomen

yang terus menerus dan peritonitis mengindikasikan adanya obstruksi dengan komplikasi. Bila
terdapat 3dari gejala berikut ini: nyeri berkelanjutan, takikardi, leukositosis, tanda rangsang
peritonitis dan demam maka angka prediktif 82% untuk ileus obstruktif strangulata, sementara
bila terdapat 4 dari gejala tersebut angka prediktif mendekati 100%.2
Bila pada foto polos abdomen ulang ternyata terdapat udara bebas intraabdomen atau
tanda-tanda dari obstruksi closed loop maka pasien harus segera diterapi operatif. Bila pada
CT Scan terdapat bukti iskemia, strangulata atau ganguan vaskuler maka pasien juga harus
segera diterapi operatif.2,9
Bila setelah 48 jam ternyata tidak ada perbaikan dengan terapi non-operatif maka
sebaiknya dilakukan terapi operatif segera karena dengan memperpanjang terapi non-operatif
akan meningkatkan lama rawat inap di rumah sakit, meningkatkan biaya dan meningkatkan
resiko morbiditas perioperatif. 2,5
Dari hasil penelitian secara deskriptif retrospektif dengan data yang diperoleh dari rekam
medik bagian bedah di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung bulan Januari 2003 hingga Oktober
2008 didapatkan tingkat keberhasilan terapi non operatif sebesar 85,71% pada ileus obstruktif
parsial dan 43,75% pada ileus obstruktif total.10
Prognosis
Studi oleh Fevang dkk tahun 2001 menunjukkan bahwa angka mortalitas pada kelompok
ileus obstruktif total yang diterapi non-opratif hanya sebesar 6%.10 Ileus obstruktif karena adhesi
pascaoperasi menyebabkan morbiditas yang cukup bermakna. Kemungkinan akan terjadi ileus
obstruktif adhesi pascaoperasi berulang 12% pada pasien yang diterapi non-operatif dan 8-32%
pada pasien setelah pengobatan operatif.4

LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn M
Jenis Kelamin
: Laki-laki

Umur
Alamat
Tanggal Masuk

: 40 tahun
: Kijang Rejo
: 28 November 2016

AUTOANAMNESIS
Diberikan oleh
: pasien
Keluhan Utama
: Perut terasa melilit semakin berat sejak 1 hari sebelum masuk Rumah
Sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluhkan nyeri perut terasa seperti melilit sejak 1 minggu memberat sejak 1 hari
sebelum masuk Rumah Sakit. Nyeri dirasakan hilang timbul, durasi sekitar 2 menit dapat muncul
sekitar 6 kali dalam 10 menit. Pasien tidak bisa buang air besar sejak 1 minggu. Buang angin
masih ada, normal seperti biasa. Nyeri dirasakan pada bagian perut kiri bawah. Nyeri disertai
mual dan muntah.
Keluhan sudah dirasakan pasien hilang imbul sejak operasi hernia 2 tahun yang lalu, namun
membaik tanpa berobat. Biasanya nyeri hilang dalam 2 hari setelah dapat buang air besar diikuti
BAB cair selama lebih kurang 2 minggu berampas, tidak berdarah maupun berlendir. BAK
normal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pasca operasi hernia 2 tahun yang lalu, saat itu pasien mengeluhkan nyeri mendadak pada
buah zakar, buah zakar membengkak dan merah disertai muntah namun tidak ada demam.
Pasien langsung berobat ke rumah sakit Ibnu Sina di Pekanbaru dan langsung dilakukan operasi.
Sejak usia 10 tahun pasien mengaku buah zakar dapat membesar dan mengecil sendiri kadang
mengecil kembali dengan bantuan diurut.
Alergi Obat
Tidak ada
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesadaran
Vital Sign
TD
Nadi
Nafas
Suhu

: Tampak sakit sedang


: GCS 15
: 120/80 mmHg
: 84 kali permenit
: 18 kali per menit
: 36,5oC

Skala nyeri

: 6

Kulit
Kepala
Leher
Thorax

:Teraba hangat, turgor baik, sianosis (-), ikterik (-), pucat (-)
: Anemis -/-, Ikterik -/: Pembesaran KGB (-)
:

Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

Abdomen

Inspeksi

Auskultasi

Palpasi
Perkusi

Ekstremitas
Anus dan Genitalia

: Gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri


: Vokal fremitus simetris
: Sonor di kedua lapangan paru
: suara napas vesikuler (+/+), rongki (-/-) , Wheezing(-/-).
Bunyi jantung I dan II normal. Murmur (-), galoop (-).

:
: Tampak sedikit membuncit, simetris, darm contour (+) darm steifung (+)
Tampar skar di regio inguinal sinistra
: bising usus meningkat , metallic sound (+) dan menyerupai suara tetes air
yang jatuh ke dalam penampungan yang besar.
: Supel, defens muscular (-), nyeri lepas (-)
: Hipertimpani
: Akral teraba hangat,(CRT<2 detik)
: colok dubur = ampula recti tidak kolaps BAB darah (-), Nyeri (-)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan Darah

Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Creatinin
Ureum

: 14,9 gr/dl
: 42,7 %
: 17.500 / mm3
: 331.000 / mm3
: 1,0 mg/dl
: 49,1 mg/dl

GDS

: 120 mg/dl

Pemeriksaan Urine

Warna
Berat jenis
pH
Lekosit
Nitrit
Protein
Glukosa
Keton
Urobilinogen

: kuning
: 1,030
: 6,0
: negatif
: negative
: +1
: negatif
: +2
: negatif

Pemeriksaan Radiologis

Rontgen abdomen 3 posisi

Bilirubin
Eritrosit
Sediment
- Bakteri
- Eritrosit
- Lekosit
- Epithel
- Kristal

: negatif
:0-1
: negatif
: 0-1
: 1-3
: 1-2
: negatif

Tampak dilatasi lumen usus disertai air fluid level. Step ledder appearance (+)
Kesan = ileus obstruktif
DIAGNOSA KERJA

: Ileus Obstruktif Parsial et causa Adhesi pasca Operasi Hernia


Scrotalis Inkarserata Sinistra

Terapi
Medikamentosa

Nonmedikamentosa
Gizi
Prognosis
Follow up pasien
Hari/tanggal
HARI KE-1
29 November
2016

IVFD RL 28 tetes/menit , pasang NGT dan DC


Inj. Ranitidine 50 mg /12 jam
Inj. Ketorolac 30 mg/12 jam
Inj. Ceftriaxone 1 gram / 12 jam
Metronidazole infuse /12 jam
:
: GI rest
: Dubia ad bonam

Follow up
S : nyeri (+) hilang timbul tapi sudah
berkurang, BAB (-), BAK pekat seperti air
teh, kentut (+)
O : KU : tampak sakit sedang,
Kes : composmentis
TTV :

TD:120/80 mmHg
RR : 20 kali / menit
HR : 88 kali / menit
T : 36,8 oC
Hidung : terpasang NGT
Abdomen:

Terapi
Terapi lanjut
NGT di klem
Latihan minum sedikit-sedikit
Pemeriksaan lanjutan:
Ro Abdomen serial

Inspeksi: Tampak sedikit membuncit,


simetris, darm contour (+)

darm-

steifung (+)
Auskultasi : bising usus meningkat ,
metallic sound (+) dan menyerupai suara
tetes air yang jatuh ke dalam

penampungan yang besar.


Palpasi: Supel, defens muscular (-),

nyeri lepas (-)


Perkusi
: Hipertimpani
S : nyeri (+) hilang timbul tapi sudah

HARI KE-II
30 November
2016

berkurang, BAB (-), BAK pekat seperti air


teh, kentut (+)
O : KU : tampak sakit sedang,
Kes : composmentis
TTV :

(NGT terlepas)
Latihan makan sedikit-sedikit

TD:120/80 mmHg
RR : 18 kali / menit
HR : 82 kali / menit
T : 36,6 oC
Urin output 100 mL dalam 150 menit

pekat seperti teh


Abdomen:
Inspeksi: Tampak sedikit membuncit,
simetris, darm contour (+)

Terapi lanjut

Pemeriksaan lanjutan:
Ro Abdomen serial

darm-

steifung (+)
Auskultasi : bising usus meningkat ,
metallic sound (+) dan menyerupai suara
tetes air yang jatuh ke dalam

HARI KE-3
1 Desember
2016

penampungan yang besar.


Palpasi: Supel, defens muscular (-),

nyeri lepas (-)


Perkusi

S : muntah (-), flatus (+)


O : distensi abdomen (-)
A : Ileus Obstruktif

: Hipertimpani

Cefadroxyl 2x1
Asam mefenamat 3 x 1
Ranitidine 2 x 1
Kontrol ke poliklinik 5
Desember 2016

PEMBAHASAN

Diagnosa pada pasien ini adalah ileus obstruktif parsial et causa adhesi pasca operasi
hernia skrotalis inkarserata sinistra. Diagnosis tersebut didukung dari anamnesis, pemeriksaan
fisik dan penunjang. Dari anamensis didapatkan pasien mengeluhkan nyeri perut terasa seperti
melilit sejak 1 minggu memberat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan
hilang timbul, durasi sekitar 2 menit dapat muncul sekitar 6 kali dalam 10 menit . Nyeri disertai
mual dan muntah. Pasien tidak bisa buang air besar sejak 1 minggu. Hal ini sesuai dengan gejala
ileus obstruksi pada usus halus. Buang angin masih ada, normal seperti biasa menunjukkan
bahwa obstruksi yang terjadi parsial. Nyeri dirasakan pada bagian perut kiri bawah sesuai dengan
daerah ditemukannya skar luka operasi pasien 2 tahun yang lalu.
Pasien pasca operasi hernia 2 tahun yang lalu, saat itu pasien mengeluhkan nyeri
mendadak pada buah zakar, buah zakar membengkak dan merah disertai muntah namun tidak
ada demam. Pasien langsung berobat ke rumah sakit Ibnu Sina di Pekanbaru dan langsung
dilakukan operasi. Hal ini sesuai dengan gejala hernia inkarserata yakni adanya pembengkakan
yang nyeri pada defek hernia sebelumnya yang tidak dapat kembali dengan manual maupun
spontan disertai mual dan muntah. 11
Sejak usia 10 tahun pasien mengaku buah zakar dapat membesar dan mengecil sendiri
kadang mengecil kembali dengan bantuan diurut. Hal ini menandakan bahwa hernia telah
muncul saat anak-anak dan masih bersifat reponible.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan suhu afebris dan pada pemeriksaan abdomen tampak
sedikit membuncit, simetris, darm contour (+) darm steifung(+) serta skar di regio ingunal
sinistra. Pada auskultasi

ditemukan bising usus meningkat, metallic sound (+) dan

menyerupai suara tetes air yang jatuh ke dalam penampungan yang besar. Palpasi teraba supel,
defens muscular (-), nyeri lepas (-) serta perkusi dijumpai hipertimpani. Hal tersebut mendukung

diagnosis ileus obstruktif. Pada pemeriksaan colok dubur didapatkan ampula recti tidak kolaps
dan tidak nyeri menandakan obstruksi parsial tanpa disertai keterlibatan peritoneum.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan peningatan leukosit (17.500/mm3) tanpa adanya
demam. Berdasarkan teori, bakteri dalam usus berkembang biak pada bagian proksimal
obstruksi. Perubahan mikrovaskuler di dinding usus memungkinkan translokasi ke kelenjar
getah bening mesenterika. Hal ini terkait dengan peningkatan kejadian bakteremia akibat
Escherichia coli.8
Pada pemeriksaan urin didapatkan keton (+2), protein (+1) dan eritrosit 0-1. Sedangkan
pada pemeriksaan urem creatinin didapatkan hasil dalam batas normal. Hal ini menunjukkan
ileus obstruktif yang terjadi mulai mempengaruhi eksekresi ginjal namun tidak sampai
menyebabkan gangguan fungsi. Hal ini sesuai teori bahwa ileus obstruksi mempengaruhi fungsi
ekskresi ginjal dengan derajat yang berbeda seuai dengan toksisitas dari ileus obstruktif. 12 Dari
pemeriksaan rontgen abdomen 3 posisi didapatkan dilatasi lumen usus disertai air fluid level.
Step ledder appearance (+). Hal ini khas ditemukan pada ileus obstruktif.2
Pada pasien ini diberikan terapi suportif dan non operatif. Hal ini sesuai dengan tingginya
angka keberhasilan terapi nonoperatif pada kasus-kasus ileus obstruktif akibat adhesi luka
operasi dan adanya pengurangan gejala yang dirasakan pasien. Selanjutnya pada pasien ini
dianjurkan dilakukan pemeriksaan rontgen abdomen serial.10

DAFTAR PUSTAKA
1. Helton WS, Fisichella PM. Intestinal Obstruction.Dalam : ACS Surgery : Principles and
Practices. 2004. WebMD Inc. Chapter 4 : 5-10
2. Zinner & Ashley. Bowel Obstruction. Dalam : Maingots Abdominal Operations. 11th
edition. The Mc Graw-Hill Companies.New York. Chapter 17 : 1301-1351
3. Ray NF, Denton WG, Thamer M, Henderson SC, Perry S. Abdominal adhesiolysis : inpatient
care and expenditures in the United States in 1994. Journal of American College of Surgery.
1998; 186:1-9
4. Ellis H. Studies on the Etiology and Consequences of Intra-abdominal Adhesion. Dalam :
Peritoneal Adhesions. 1st edition. Springer-Verlag. Berlin. Chapter 3.1:99-100
5. Brunicardi. Bowel Obstruction. Dalam : Principles of Surgery. 8th edition. The McGraw-Hill
Companies. New York. Chapter 8 : 675-678
6. Menzies D&Ellis H.Intestinal obstruction from Adhesions-How Big is the Problem? Annual
Research College of Surgery Endland.1990: 72: 60-63
7. Lorenz E, Zuhlke H, Lange R, Savvas V. Pathophysiology and Classification of Adhesion.
Dalam : Peritoneal Adhesions. 1st edition. Springer-Verlag. Berlin.
Chapter 1.4: 29-33
8. Nobie BA. 2015. Small Bowel Obstruction. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/774140 [29 November 2016]
9. Diaz JJ, et al. Guidelines for Management of Small Bowel Obstruction. Journal of Trauma.
2008 : 1659 : 4-5
10. Halim FS. 2008. Tingkat Keberhasilan Terapi Non Operatif pada Ileus Obstruktif karena
Adhesi Pascaoperasi di Sub-bagian Bedah Digestif RSHS Bandung Tahun 2003-2008. .
Tesis pada Universitas Padjadjaran Bandung.
11. Rather AA. Abdominal Hernias. Available from: http://medscape.com [30 November 2016]
12. Mc Quarrie I, Whipple GH. Renal Function Influanced by Intestinal Obstruction. Available
from: http://ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2126340 [30 November 2016]

BERITA ACARA PRSENTASI LAPORAN KASUS

Pada hari ini tanggal 2 Desember 2016 telah dipresentasikan laporan kasus oleh :

Nama Peserta

: dr.WINDA REFLUSIA

Dengan judul/topik

: Ileus Obstruktif et causa Adhesi Pascaoperasi Hernia Skrotalis


Inkarserata Sinistra

Nama Pendamping

: dr. Nuraisyah, M.Kes

Nama Wahana

: RSUD Bangkinang Kabupaten Kampar

No.

Nama Peserta Presentasi

No.

dr. WINDA REFLUSIA

dr. FEBRI RINANDA H

dr. TARA RIZVIRA MONICA R

dr. MEGA ALMIRA

dr. ILA MAHIRA

dr. NANDA LADITA

dr. ASTRI REVINESIA

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan sesungguhnya.

Tanda Tangan

Pendamping

dr. Nuraisyah, M.Kes

Vous aimerez peut-être aussi