Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Skenario
Nn. A, 20 tahun, pasien rawat inap di bangsal penyakit dalam RSMH tiba-tiba
mengeluh pusing, keringat dingin, sesak napas lalu tidak sadar setelah beberapa menit
sebelumnya dilakukan tes kulit terhadap ceftriaxone, dimana obat tadi direncanakan
akan disuntikkan ke pasien tersebut. Riwayat pernah makan kaplet amoxicillin 7 bulan
yang lalu yang diresepkan dokter karena infeksi tenggorokan yang dialaminya namun
tidak ada keluhan selama makan obat tersebut.Menurut penuturan kakaknya, adiknya
tersebut bila makan ikan laut atau udang keluar bentol-bentol merah dan gatal.Kakak
perempuannya mempunyai riwayat asma.Ibunya sering berobat ke dokter karena
penyakit ekzema yang diterimanya.
Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum: kesadaran spoor; suhu 36,8 C; tekanan darah 60 mmHg, palpasi;
frekuensi napas 36x/menit; frekuensi nadi 120x/menit, regular. Saturasi Oksigen 60%.
Keadaan spesifik: auskultasi paru terdengar wheezing, frekuensi denyut jantung
120x/menit, regular.
Pemeriksaan Laboratorium:
Hb 12,5 gr%, leukosit 11.000/mm3, diff. count: 0/4/7/70/18/1, LED: 10 mm/jam.
II.
Klarifikasi Istilah
1. Ceftriaxon :Sefalosporin generasi ketiga semisintetik yang resisten terhadaplaktamase dan efektif terhadap sebagian besar bakteri gram positif dan gram negatif
yang biasa dipakai dalam garam natrium.
2. Amoxicilin :Turunan semisintetik ampisilin yang efektif terhadap spektrum luas
bakteri gram positif dan gram negative.
3. Kaplet (Kapsul tablet) : Bentuk tablet yang dibungkus dalam lapisan gula dan
biasanya diberi zat warna yang menarik.
4. Asma : Serangan dispneu paroksismal berulangdisertai mengi akibat kontraksi
spasmodic bronchi.
5. Ekzema : Dermatitis papulo vesikular yang terasa gatal pada awalnya, ditandai
edema yang disebabkan eksudat serosa di epidermis dan infiltrate radang di dermis
basalis dan disertai vaskulasi dan krusta dengan sisik dan kemudian mengalami
likenifikasi menebal, ditandai dengan psoriasis serta gangguan pigmentasi.
6. Infeksi : Invasi dan multiplikasi mikroorganisme jaringan tubuh, terutama yang
menyebabkan cedera seluler local akibat metabolism yang kompetitif, toksin,
replikasi intraseluler, respon antigen-antibodi.
7. Sopor : Tidur yang terlalu dalam atau abnormal.
8. Saturasi Oksigen : Ukuran seberapa banyak persentase Oksigen yang mampu
dibawa oleh Hb.
9. Wheezing : Suara bersuit yang dibuat saat bernapas (fase akhir ekspirasi).
1
10. LED : Kecepatan sedimentasi eritrosit dalam darah yang belum membeku dengan
satuan mm/jam.
III.
Identifikasi Masalah
1. Nn. A, 20 tahun, mengeluh pusing, berkeringat dingin, sesak napas lalu tidak sadar
setelah beberapa menit sebelumnya dilakukan tes kulit terhadap obat ceftriaxon,
yang rencananya akan disuntikkan pada pasien tersebut.
2. Riwayat obat-obatan : Nn. A pernah makan kaplet amoxicillin 7 bulan yang lalu
karena infeksi tenggorokan, namun tidak ada keluhan sealama makan obat tersebut.
3. Riwayat atopi : Nn. A mengalami bentol-bentol merah dan gatal bila makan ikan
laut atau udang.
4. Riwayat atopi keluarga : Kakak perempuan Nn. A mempunyai riwayat asma dan ibu
Nn. A memiliki riwayat ekzema
5. Pemeriksaan fisik
6. Pemeriksaan laboratorium
IV.
Analisis Masalah
1. Nn. A, 20 tahun, mengeluh pusing, berkeringat dingin, sesak napas lalu tidak sadar
setelah beberapa menit sebelumnya dilakukan tes kulit terhadap obat ceftriaxon,
yang rencananya akan disuntikkan pada pasien tersebut.
a. Apa hubungan obat ceftriaxon dengan gejala-gejala yang dialami Nn. A?
Pada kasus Nn.A ini, telah terjadi reaksi hipersensitifitas tubuh terhadap obat
ceftriaxon. Sehingga Nn.A mengalami syok anafilaktik. Syok anafilaktik
merupakan salah satu kasus emergensi yang diakibatkan reaksi hipersensitivitas
antara antigen dan antibodi tubuh. Antigen yang bersangkutan terikat pada
antibodi dipermukaan sel mast sehingga terjadi degranulasi, pengeluaran
histamin dan zat vasoaktif lain. Keadaan ini menyebabkan peningkatan
permeabilitas dan dilatasi kapiler menyeluruh.Terjadi hipovolemia relatif karena
vasodilatasi yang mengakibatkan syok, sedangkan peningkatan permeabilitas
kapiler menyebabkan udem.
Pusing
Pusing disebabkan oleh gangguan pada otak karena memburuknya aliran
darah pada arteri yang bertugas untuk mengirim zat gizi dan oksigen, dalam
hal ini karena terjadinya hipotensi. Gangguan terutama pada otak kecil, yang
bertugas mengontrol segala macam perintah atau impuls yang berasal dari
mata, dan bagian tubuh lain. Selain itu gangguan juga terjadi pada alat
kontrol organ keseimbangan yang terdapat di dalam telinga dengan
Dosis
Dewasa: 1 - 2 gram satu kali sehari. Pada infeksi berat yang disebabkan
organisme yang moderat sensitif, dosis dapat dinaikkan sampai 4 gram satu
kali sehari.
Efek Samping
Cara Kerja
Menghasilkan efek bakterisidal dengan menghambat sintesis dinding kuman.
2. Riwayat obat-obatan : Nn. A pernah makan kaplet amoxicillin 7 bulan yang lalu
karena infeksi tenggorokan, namun tidak ada keluhan sealama makan obat tersebut.
a. Jelaskan aspek farmakologi dari obat amoxicillin! (indikasi, kontra indikasi,
dosis, efek samping, cara kerja)
Indikasi
Untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang peka
pielonefritis.
Infeksi lain: septikemia, endokarditis.
Kontra Indikasi
Penderita hipersensitif atau mempunyai riwayat hipersensitif terhadap
antibiotik beta laktam (penicilin dan cephalosporin).
Dosis
Efek Samping
Pada pasien yang hipersensitifdapatterjadireaksialergisepertiurtikaria, ruamkulit,
pruritus,
angioedemadangangguansalurancernasepertidiare,
mual,
muntah,
glositisdan stomatitis
Cara Kerja
Amoksisilinmerupakansenyawapenisilinsemisintetikdenganaktivitas
anti
N.
gonorrhoeae,
H.
influenzae,
E.
coli
dan
P.
mirabilis.AmoksisilinkurangefektifterhadapspesiesShigelladanbakteripenghasil
beta-laktamase.
b. Adakah hubungan antara ceftriaxone dan amoxicillin? Jelaskan!
Untuk hubungan interaksi obat antara keduanya tidak ada.Ceftriaxone dan
Amoxicilin merupakan antibiotik spektrum luas.Amoxicillin merupakan
antibiotik spektrum luas turunan dari penicillin yang sering digunakan untuk
pemakaian oral sedangkan ceftriaxone merupakan antibiotik spektrum luas,
salah satu cephalosporin generasi ke-3 yang digunakan untuk pemakaian
parenteral.Ceftriaxone dan amoxicilin sama-sama memiliki cincin -lactam
yang penting untuk aktivitas antimikroba.
c. Mengapa Nn. A tidak mengalami keluhan seperti pada penggunaan obat
ceftriaxone selama mengonsumsi amoxicillin?
3. Riwayat atopi : Nn. A mengalami bentol-bentol merah dan gatal bila makan ikan
laut atau udang.
a. Bagaimana mekanisme bentol-bentol merah dan gatal pada Nn. A bila dia
makan ikan laut atau udang? (berdasarkan pada kandungannya)
Bentol-bentol merah dan gatal bila makan ikan laut seperti yang dialami oleh
Nn.A adalah karena reaksi alergi terhadap makanan tersebut.Alergi makanan
adalah respon abnormal tubuh terhadap suatu makanan yang dicetuskan oleh
reaksi spesifik pada sistem imun dengan gejala yang spesifik pula (reaksi
hiprsensitifitas tipe 1).
Alergen yang terdapat pada makanan adalah komponen utama terjadinya
alergi makanan. Alergen ini berupa protein yang tidak rusak pada saat proses
memasak, dan tidak rusak pada saat berada di keasaman lambung. Protein yang
paling sering menyebabkan reaksi alergi tersebut adalah parvalbumin.Akibatnya
alergen dapat melenggang mulus di dalam tubuh masuk ke peredaran darah
mencapai
organ
yang
menjadi
targetnya
guna
menimbulkan
reaksi
5. Pemeriksaan fisik
a. Apa interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan fisik?
Keadaan umum : kesadaran sopor; suhu 36,8 C; tekanan darah 60 mmHg,
palpasi; frekuensi napas 36x/menit; frekuensi nadi 120x/menit, regular.
Saturasi Oksigen 60%.
Kesadaran
Data pada
Nilai normal
Interpretas
Keterangan
kasus
Sopor
Compos mentis
i
Abnormal
Penrunan
kesadaran
Suhu
Tekanan darah
RR
PR
SaO2
36,8 C
60 mmHg
36x/menit
120x/menit
60%
36,5-37,5 C
120/80 mmHg
16-24 x/menit
60-100x/menit
95-100%
Normal
Abnormal
Abnormal
Abnormal
Abnormal
Hipotensi
Takipneu
Meningkat
Menurun
Mekanisme Abnormal
Sopor
Allergen (ceftriaxon) berikatan dengan IgE spesifik di sel mast/basofil
terlepasnya mediator (histamine) vasodilatasi tahanan pembuluh darah
perifer menurun hipovolemia relative cardiac output menurun
perfusi oksigen ke otak menurun penurunan kesadaran (sopor)
Saturasi Oksigenmenurun
Pada kasus ini, hanya sedikit oksigen yang mampu dibawa Hb karena
dampak
dari
adanya
bronkospasme
sehingga
pernapasan
menjadi
Auskultasi paru
HR
kasus
Wheezing
120 x/menit
Nilai normal
Interpretas
Keterangan
Tidak ada
60-100 x/menit
i
Abnormal
Abnormal
Mengi
Takikardi
Mekanisme abnormal
Auskultasi paru : wheezing
Allergen (ceftriaxon) berikatan dengan IgE spesifik di sel mast/basofil
terlepasnya mediator (histamine) kontraksi dari otot polos pada bronkus
spasme bronkus terdengar wheezing pada pemeriksaan
9
HR : takikardi
Allergen (ceftriaxon) berikatan dengan IgE spesifik di sel mast/basofil
terlepasnya mediator (histamine) vasodilatasi tahanan pembuluh darah
perifer menurun Hipovolemia relative terjadi mekanisme kompensasi
untuk meningkatkan cardiac output dan memperbaiki perfusi ke jaringan
serta organ-organ vital frekuensi jantung meningkat
6. Pemeriksaan laboratorium
Hb 12,5 gr%, leukosit 11.000/mm3, diff. count: 0/4/7/70/18/1, LED: 10 mm/jam.
a. Apa interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan laboratorium?
Data pada
Nilai normal
Interpretasi
Keterangan
kasus
12,5 gr%
11.000/mm3
12 16 gr%
5.000-10.000/mm3
Normal
Abnormal
Leukositosis
- Basofil
0-1
Normal
- Eosinofil
0-5
Normal
Hb
Leukosit
Diff. Count
10
- Neutrofil batang
0-3
Meningkat
- Neutrofil segmen
70
40-60
Meningkat
- Monosit
18
20-45
Menurun
- Limfosit
LED
1
10 mm/jam
2-6
0-15 mm/jam
Menurun
Normal
Neutrofilia
Mekanisme Abnormal
Leukositosis dan Neutrofilia
Sel mast diaktifkan apabila terjadi cross linking atau bridging
dari molekul FceRI oleh ikatan antigen dengan Ig E yang menempati
molekul tersebut. Pengaktifan sel mast menghasilkan reaksi biologik
sebagai berikut : (i) terjadi sekresi sel mast, zat zat yang telah
terbentuk dan disimpan dalam granula akan dilepaskan keluar secara
eksositosis/degranulasi. (ii) sel mast mensintesa lipid mediator
secara enzimatik dari precursor yang tersimpan di dalam membran
sel. (iii) sel mast membentuk dan mensekresi sitokin. Pada proses
degranulasi sel mast terjadi pelepasan mediator kimia yang berkaitan
dengan manifestasi klinik alergi. Mediator ini dilepaskan segera
setelah sel mast teraktivasi (1 30 menit), dan menimbulkan respon
segera.Histamin sebagai mediator utama yang dihasilkan oleh sel
mast bersifat kemoaktran terhadap neutrofil. (ii) mediator yang baru
disintesa pada waktu aktivasi (newly synthesized), termasuk lipid
mediator dan sitokin. Mediator ini dilepaskan 24 jam setelah sel mast
teraktivasi. Beberapa di antaranya yang bersifat kemoaktran terhadap
neutrofil adalah LTB4 dan PAF (Platelet Activating Factor).
7. Diagnosis
a. Bagaimana cara penegakan diagnosis pada kasus ini dan pemeriksaan penunjang
lain apa saja yang diperlukan?
Diagnosis anafilaksis ditegakkan berdasarkan adanya gejala klinis sistemik
yang muncul beberapa detik atau menit setelah pasien terpajan oleh allergen
atau faktor pencetusnya.Gejala yang timbul dapat ringan seperti pruritus atau
urtikaria
sampai
kepada
gagal
napas
atau
syok
anafilaktik
yang
pernapasan,
sirkulasi,
dan
kecukupan
pemikiran
(misalnya,
diagnosis anafilaksis)
24 jam kadar asam 5-hidroksiindolasetat urin (jika sindrom karsinoid adalah
pertimbangan)
Uji kulit, in vitro imunoglobulin E (IgE) tes, atau keduanya dapat digunakan
untuk menentukan stimulus yang menyebabkan reaksi anafilaksis. Studi
tersebut dapat meliputi:
sadar.Tekanan darah kadang-kadang menurun tetapi tidak dijumpai tandatanda obstruksi saluran napas.Sedangkan pada reaksi anafilaktik ditemui
obstruksi saluran napas.
c. Apa saja etiologi pada kasus ini?
Etiologi syok anafilaktik pada kasus Nn.A ini adalah obat-obatan, yaitu
ceftriaxone.
d. Apa epidemiologi pada kasus ini?
Di Indonesia, khususnya di Bali, angka kematian dari kasus anafilaksis
dilaporkan 2 kasus/10.000 total pasien anafilaksis pada tahun 2005, dan
mengalami peningkatan menjadi 4 kasus/10.000 total pasien anafilaksis di tahun
2006. Sedangkan di US, angka kejadian anafilaksis berat antara 1-3 kasus/
10.000 penduduk, paling banyak akibat penggunaan golongan penisilin dengan
kematian terbanyak setelah 60 menit penggunaan obat.Insiden anafilaksis
diperkirakan 1-2/ 10.000 penduduk dengan mortalitas sebesar 1-3/ 1 juta
penduduk.
e. Apa saja faktor risiko pada kasus ini?
Seseorang dengan penyakit atopi seperti asma, eksim, atau rinitis alergi
mempunyai risiko tinggi anafilaksis yang disebabkan oleh makanan, lateks, dan
agen radiokontras.Mereka ini tidak mempunyai risiko yang lebih besar terhadap
obat injeksi ataupun sengatan.Suatu studi pada anak dengan anafilaksis
menemukan bahwa 60% memiliki riwayat penyakit atopi sebelumnya. Lebih
dari 90% dari anak yang meninggal karena anafilaksis menderita asma.Orang
dengan kelainan yang disebabkan oleh jumlah sel mast yang terlalu banyak pada
jaringannya (mastositosis) atau orang dengan status sosioekonomiyang lebih
tinggi, memiliki risiko yang lebih besar.Semakin lama waktu sejak terakhir kali
terpapar pada agen penyebab anafilaksis, maka semakin rendah risiko terjadi
reaksi yang baru (Hygiene hypothesis).
f. Apa manifestasi klinis pada kasus ini?
Gejala permulaan : Pusing
Sistem Respirasi : Bronkospasme, dispneu, wheezing, takipneu
Sistem Kardiovaskular : Hipotensi, diaphoresis, sincope penurunan
kesadaran, hipoksia, takikardi, palpitasi
g. Bagaimana patofisiologi pada kasus ini?
Patofisiologi Syok Anafilaktik yang dialami Nn. A melibatkan 3 fase, yaitu:
13
sensitisasi penisilin.
Fase Aktivasi, yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan
antigen yang sama. Mastosit dan basofil melepaskan isinya yang berupa
granula yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang . Pada kesempatan
lain masuk alergenyang sama ke dalam tubuh. Sel mast diaktifkan apabila
terjadi cross linking atau bridging dari molekul FceRI oleh ikatan antigen
dengan Ig E dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator
vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan
vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan istilah Preformed mediators.
Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari
membran sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan Prostaglandin
(PG) yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut Newly
formed mediators.
Pada kasus, dilakukan uji kulit terhadap
eutrophil .Ceftriaxon
edema,
sekresi
meningkatkan
permeabilitas
mucus
vaskuler
dan
dan
vasodilatasi.
Bradikinin
Serotonin
menyebabkan
15
resiko
lebih
tinggiterhadap
kemungkinan
terjadinya
syok
anafilaktik.Melakukan skin test bila perlu juga penting, namun perlu diperhatian
bahwa tes kulitnegatif pada umumnya penderita dapat mentoleransi pemberian
obat-obat tersebut,tetapi tidak berarti pasti penderita tidak akan mengalami
reaksi anafilaksis. Orangdengan tes kulit negatif dan mempunyai riwayat alergi
16
yang
cepat,
tepat,
dan
sesuai
dengan
kaedah
17
Lulusan
dokter
mampu
membuat
diagnosis
klinik
dan
melakukan
Hipotesis
Nn.A, 20 tahun, syok anafilatik akibat alergi obat ceftriaxone.
VI.
Sintesis
1. Hipersensitivitas
Pada dasarnya tubuh kita memiliki imunitas alamiah yang bersifat nonspesifik dan imunitas spesifik. Imunitas spesifik ialah sistem imunitas humoral yang
secara aktif diperankan oleh sel limfosit B, yang memproduksi 5 macam
imunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD dan IgE) dan sistem imunitas seluler yang
dihantarkan oleh sel limfosit T, yang bila mana ketemu dengan antigen lalu
mengadakan differensiasi dan menghasilkan zat limfokin, yang mengatur sel-sel lain
untuk menghancurkan antigen tersebut.
Bilamana suatu alergen masuk ke tubuh, maka tubuh akan mengadakan
respon. Bilamana alergen tersebut hancur, maka ini merupakan hal yang
menguntungkan, sehingga yang terjadi ialah keadaan imun.Tetapi, bilamana
merugikan, jaringan tubuh menjadi rusak, maka terjadilah reaksi hipersensitivitas
atau alergi.
Reaksi hipersentsitivitas memiliki 4 tipe reaksi seperti berikut:
a.
Reaksi Tipe I
b.
Reaksi Tipe II
c.
d.
Reaksi Tipe IV
Tipe
I
Tipe Anafilaksis
Mekanisme Imun
Gangguan Prototipe
Anafilaksis, beberapa
lain dari basofil dan sel mast rekrutmen bentuk asma bronkial
sel radang lain
II
III
Antibodi
Anemia
hemolitik
autoimun,
Jaringan
Tertentu
nyakit
pemfigus vulgaris
Penyakit
Kompleks Imun
eritro-
Goodpasture,
lonefritis akut
IV
Hipersensitivitas
Tuberkulosis,
Selular (Lambat)
dermatitis
penolakan transplan
kontak,
Reaksi fase lambat, yang muncul 2-8 jam kemudian dan berlangsung selama
beberapa hari.Reaksi fase
lambat ini ditandai dengan
infiltrasi eosinofil serta sel
peradangan akut dan kronis
lainnya yang lebih hebat
pada
jaringan
ditandai
penghancuran
dan
juga
dengan
jaringan
yang
mediator
20
primer
terpenting,
menyebabkan
meningkatnya
permeabilitas
vaskular,
sekunder lain,
Mediator
Infiltrasi sel
Vasoaktif (vasodilatasi,
meningkatkan per-
meabilitas vaskular)
Histamin
Prostaglandin
Faktor pengaktivasi trombosit
Karena inflamasi merupakan komponen utama reaksi lambat dalam
hipersensitivitas
tipe
I,
biasanya
pengendaliannya
memerlukan
obat
22
dan
antigen
sel
darah
merahnya sendiri.
Anemia hemolitik autoimun,
agranulositosis, atau trombositopenia yang disebabkan oleh antibodi yang
dihasilkan oleh seorang individu yang menghasilkan antibodi terhadap sel
darah merahnya sendiri.
23
yang
diselubungi
oleh
24
rangka
mengganggu
otot.Sebaliknya,
penyakit
Graves,
tiroid
merangsang
epitel
(TSH)
tiroid
dan
menyebabkan hipertiroidisme.
c. Tipe III : reaksi imun kompleks
Hipersensitivitas
tipe
III
diperantarai
oleh
pengendapan
dengan
aktivitas
dan
akumulasi
komplemen
leukosit
polimorfonuklear.Kompleks imun
dapat melibatkan antigen eksogen
seperti bakteri dan virus, atau
antigen
endogen
DNA.Kompleks
imun
terbentuk
dalam
kemudian
mengendap
seperti
patogen
sirkulasi
dan
dalam
jaringan
ataupun
terbentuk
di
daerah
Jejas akibat kompleks imun dapat bersifat sistemik jika kompleks tersebut
terbentuk dalam sirkulasi mengendap dalam berbagai organ , atau terlokalisasi
pada organ tertentu (misalnya, ginjal, sendi, atau kulit) jika kompleks tersebut
terbentuk dan mengendap pada tempat khusus. Tanpa memperhatikan pola
distribusi, mekanisme terjadinya jejas jarungan adalah sama; namun, urutan
kejadian dan kondisi yang menyebabkan terbentuknya kompleks imun berbeda.
Penyakit Komplek Imun Sistemik
Patogenesis penyakit kompleks imun sistemik dapat dibagi menjadi tiga
tahapan: (1) pembentukan kompleks antigen-antibodi dalam sirkulasi dan (2)
pengendapan kompleks imun di berbagai jaringan, sehingga mengawali (3)
reaksi radang di berbagai tempat di seluruh tubuh.
Patofisiologi
Kira-kira 5 menit setelah protein asing (misalnya, serum antitetanus kuda)
diinjeksikan, antibodi spesifik akan dihasilkan; antibodi ini bereaksi dengan
antigen yang masih ada dalam sirkulasi untuk membentuk kompleks antigenantibodi (tahap pertama). Pada tahap kedua, kompleks antigen-antibodi yang
terbentuk dalam sirkulasi mengendap dalam berbagai jaringan. Dua faktor
penting yang menentukan apakah pembentukan kompleks imun menyebabkan
penyakit dan pengendapan jaringan:
Ukuran kompleks imun. Kompleks yang sangat besar yang terbentuk pada
keadaan jumlah antibodi yang berlebihan segera disingkirkan dari sirkulasi
oleh sel fagosit mononuklear sehingga relatif tidak membahayakan.
Kompleks paling patogen yang terbentuk selama antigen berlebih dan
berukuran kecil atau sedang, disingkirkan secara lebih lambat oleh sel
fagosit sehingga lebih lama berada dalam sirkulasi.
kompleks
imun
dalam
sisrkulasi
dan
meningkatkan
27
Jelasnya hanya antibodi pengikat komplemen (yaitu IgG dan IgM) yang
dapat menginduksi lesi semacam itu.Karena IgA dapat pula mengaktivasi
komplemen melalui jalur alternatif, kompleks yang mengandung IgA dapat pula
menginduksi jejas jaringan. Peran penting komplemen dalam patogenesis jejas
jaringan didukung oleh adanya pengamatan bahwa pengurangan kadar
komplemen serum secara eksperimental akan sangat menurunkan keparahan
lesi, demikian pula yang terjadi pada neutrofil. Selama fase aktif penyakit,
konsumsi komplemen menurunkan kadar serum.
sebagai
respon
terhadap
antigen
sendiri
(pada
penyakit
manset) dan makrofag dalam jumlah yang lebih sedikit. Sekresi lokal sitokin
oleh sel radang mononuklear ini disertai dengan peningkatan permeabilitas
mikrovaskular, sehingga menimbulkan edema dermis dan pengendapan fibrin;
penyebab utama indurasi jaringan dalam respon ini adalah deposisi
fibrin.Respon tuberkulin digunakan untuk menyaring individu dalam populasi
yang pernah terpejan tuberkulosis sehingga mempunyai sel T memori dalam
sirkulasi.Lebih khusus lagi, imunosupresi atau menghilangnya sel T CD4+
(misalnya, akibat HIV) dapat menimbulkan respon tuberkulin yang negatif,
bahkan bila terdapat suatu infeksi yang berat.
Patofisiologi
Limfosit CD4+ mengenali antigen peptida dari basil tuberkel dan juga
antigen kelas II pada permukaan monosit atau sel dendrit yang telah memproses
antigen mikobakterium tersebut. Proses ini membentuk sel CD4+ tipe T H1
tersensitisasi yang tetap berada di dalam sirkulasi selama bertahun-tahun. Masih
belum jelas mengapa antigen tersebut mempunyai kecendurungan untuk
menginduksi respon TH1, meskipun lingkungan sitokin yang mengaktivasi sel T
naf tersebut tampaknya sesuai. Saat dilakukan injeksi kutan tuberkulin
berikutnya pada orang tersebut, sel memori memberikan respon kepada antigen
yang telah diproses pada APC dan akan diaktivasi (mengalami transformasi dan
proliferasi yang luar biasa), disertai dengan sekresi sitokin TH1. Sitokin TH1
inilah yang akhirnya bertanggungjawab untuk mengendalikan perkembangan
respon DHT. Secara keseluruhan, sitokin yang paling bersesuaian dalam proses
tersebut adalah sebagai berikut:
IFN- mempunyai berbagai macam efek dan merupakan mediator DTH yang
paling penting. IFN- merupakan aktivator makrofag yang sangat poten,
yang meningkatkan produksi makrofag IL-12. Makrofag teraktivasi
mengeluarkan lebih banyak molekul kelas II pada permukaannya sehingga
29
2. Syok anafilaktik
Syok anafilaktik merupakan salah satu manifestasi klinik dari anafilaksis yang
ditandai dengan adanya hipotensi yang nyata dan kolaps sirkulasi darah. Istilah
syok anafilaktik menunjukkan derajat kegawatan, tetapi terlalu sempit untuk
menggambarkan anafilaksis secara keseluruhan, karena anfilaksis yang berat dapat
terjadi tanpa adanya hipotensi, dimana obstruksi saluran napas merupakan gejala
utamanya.
Justru gejala yang terakhir ini sering terjadi dan bahkan ada laporan yang
menyatakan kematikan karena anafilaksi dua pertiga disebabkan oleh obstruksi
saluran napas (terutama pada usia muda), dan sisanya oleh kolaps kardiovaskular
(terutama usia lanjut).
Ciri khas yang pertama dari anafilaksis adalah gejala yang timbul beberapa
detik sampai beberapa menit setelah pasien terpajan oleh alergen atau faktor
pencetus non alergen seperti zat kimia, obat atau kegiatan jasmani. Ciri kedua yaitu
30
Diagnosis
Diagnosis anafilaksis ditegakkan berdasarkan adanya gejala klinik sistematik
yang muncul beberapa detik atau menit setelah pasien terpajan oleh alergen atau
faktor pencetusnya. Gejala yang timbul dapat ringan seperti pruritus atau urtikaria
sampai kepada gagal napas atau syok anafilaktik yang mematikan. Karena itu
mengenal tanda-tanda dini sangat diperlukan agar pengobatan dapat segera
dilakukan. Tetapi kadang-kadang gejala anafilaksisw yang berat seperti syok
anafilaktik atau gagal napas dapat langsung muncul tanpa tanda-tanda awal.
Sistem
Umum
Prodormal
Pernapasan
Hidung
Laring
Lidah
Edema.
Bronkus
Kardiovaskular
takikardia,
Kulit
usus meninggi
Urtika, angiodema, di bibir, muka atau
32
Mata
Sususnan Saraf Pusat
ekstremitas
Gatal, lakrimasi
Gelisah, kejang
Gejala-gejala di atas dapat timbul pada satu orga saja, tetapi pula muncuk
gejala pada beberapa organ secara serentak atau hampir serentak. Kombinasi gejala
yang sering dijumpai adalah urtikaria atau angioedema yang disertai ganggaun
pernapasan baik karena edema laring atau spasme bronkus. Kadang-kadang
didapatkan kombinasi urtikaria dengan gangguan kardiovaskular seperti syok yang
berat sampai tejadi penurunan kesadaran. Setiap manifestasi sistem kardiovaskular,
pernapasan atau kulit juga bisa disertai gejala mual, muntah, kolik usus, diare yang
berdarahm kejang uterus atau perdarahan vagina.
Terapi
Tanpa memandang beratnya gejala anafikasis, sekali diagnosis sudah
ditegakkan pemberian epinefrin tidak boleh ditunda-tunda. Hal ini karena cepatnya
mula penyakit dan lamanya gejala anafilaksis berhubungan erat dnegan kematian.
Dengan demikian sangat masuk akal bila epinefrin 1:1000 yang diberikan adalah
0,01 ml/kgBB sampai mencapai maksimal 0,3 ml subkutan (SK) dan dapat
diberikan setiap 15-20 menit sampai 3-4 kali seandainya gejala penyakit bertambah
buruk atau dari awalnya kondisi penyakitnya sudah berat, suntikan dapat diberikan
secara intramuskular (IM) dan bahkan kadangkadang dosis epinefrin dapat
dinaikan sampai 0,5 ml sepanjang pasien tidak mengidap kelainan jantung.
Bila pencetusnya adalah alergen seperti pada suntikan imunoterapi, penisilin,
atau sengatan serangga, segera diberikan suntikan infiltrasi epinefrin 1:1000 0,1-0,3
ml di bekas tempat suntikan untuk mengurangi absorpsi alergan tadi. Bila mungkin
dipasang torniket proksimal dari tempat suntikan dan kendurkan setiap 10 menit.
Torniket tersebut dapat dilepas bila keadaan sudah terkendali. Selanjutnya dua hal
penting yang harus segera diperhatikan dalam memberikan terapi pada pasien
anafilaksis yaitu mengusahakan: 1). Sistem pernapasan yang lancar, sehingga
oksigenasi berjalan baik; 2). Sistem kardiovaskular yang juga harus berfungsi baik
sehingga perfusi jaringan memadai.
Meskipun prioritas pengobatan ditujukan kepada sistem pernapasa dan
kardiovaskular, tidak berarti pada organ lain tidak perlu diperhatikan tau diobati.
33
Sistem Pernapasan
1
maupun kardiovaskular.
Bronkodilator diperlukan bila terjadi obstruksi saluran napas bagian bawah
seperti pada gejala asma atau status asmatikus. Dalam hal ini dapat diberikan
larutan salbutamol atau agonis beta-2 lainnya 0,25 cc - 0,5 cc dalam 2-4 ml
NaCl 0,9% diberikan melalui nebulisasi atau aminofilin 5-6 mg/kgBB yang
diencerkan dalam 20 cc dekstrosa 5% atau NaCl 0,9% dan diberikan perlahanlahan sekitar 15 menit.
Sistem Kardiovaskular
1
Gejala hipotensi atau syok yang tidak berhasil dengan pemberian epinefrin
menandakan bahwa telah terjadi kekurangan cairan intravaskular.Pasien ini
membutuhkan cairan intravena secara cepat baik dengan cairan kristaloid
(NaCl 0,9%) atau koloid (plasma, dextran). Dianjurkan untuk memberikan
cairan koloid 0,5 1 L dan sisanya dalam bentuk cairan kristaloid.Cairan
koloid ini tidak saja mengganti cairan intracaskular yang merembes ke luar
pembuluh darah atau yang terkumpul di jaringan splangnikus, tetapi juga
dapat menarik cairan ekstravaskular untuk kembali ke intravaskular.
34
untuk
memberikan
vasop[resor
melalui
cairan
infus
dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Deteksi sistem ini sulit
karena adaptasi patogen dan memiliki cara baru agar dapat menginfeksi
organisme.Organismeuniselularseperti bakteridimusnahkan oleh system enzim
b
Monosit
Selama hematopoiesis
granulosit/monosit
dalam
sumsum
berdiferensiasi
tulang,
menjadi
sel
progenitor
premonosit
yang
partikel tidak larut dan bahan endogen seperti sel penjamu yang cedera
atau mati.
Makrofag sel utama fagositosis. Terdiri dari 2 macam : makrofag bebas
dan makrofag fiksasi (tinggal di organ). Sel makrofag sebagai sel APC
(Antigen Presenting Cell) yang mempunyai molekul MHC. MHC kelas
I aken mengaktivasi sel Tc, Kelas II mengaktivasi sel Th, MHC kelas III
menstimulasi sistem komplemen.
Fagosit polimorfonuklear
Neutrofil
Merupakan sebagian besar dari leukosit dalam sirkulasi.Biasanya hanya
berada dalam sirkulasi kurang dari 7-10 jam sebelum bermigrasi ke
jaringan, dan hidup selama beberapa hari dalam jaringan. Neutrofil
Sel lain :
- Sel dendritik: menyajikan antigen yang terikat protein MHC kelas II
- Sel Langerhans: menyajikan antigen yang terikat protein MHC kelas II
itu juga mengaktifkan sel B untuk menjadi sel plasma penghasil antibodi.
Sel T
Setelah sel B berikatan dengan sel T helper, sel T helper tidak bisa
langsung teraktivasi tanpa adanya stimulasi dari Co-stimulatory sitokin. Di
antara yang termasuk sitokin adalah : IL (Interleukin I,II,..dst); interferon
38
Yaitu : NK cell dan LAK cell; ADCC (K) cell; Activated macrophage;
Eosinophils (diaktivasi oleh IgE karena IgE mentriger/memicu eosinofil
untuk mengeliminasi cacing).
berfungsi
untuk
pertahanan
host
karena
menjadikan
beberapa jenis sitokin lain, termasuk produk golongan gen IL-8/IL-9, berperan
dalam proses kemotaksis dan aktifitas sel-sel inflamasi di daerah terjadinya
alergi.
Apabila IgE yang melekat pada mastosit atau basofil, mengalami
pemaparan ulang pada alergen spesifik yang dikenalnya, maka alergen akan
diikat oleh IgE demikian rupa sehingga alergen tersebut membentuk jembatan
antara 2 molekul IgE pada permukaan sel (crosslinking). Crosslinking hanya
terjadi dengan antigen yang bivalen atau multivalen tetapi tidak terjadi dengan
antigen univalen. Crosslinking yang sama hanya dapat terjadi bila fragmen FcIgE bereaksi dengan anti IgE, atau bila reseptor Fc dihubungkan satu dengan
lain oleh anti reseptor Fc. Crosslinking merupakan mekanisme awal atau
sinyal untuk degranulasi sel mast atau basofil.
Segera setelah ada sinyal pada membran sel, terjadi serangkaian reaksi
biokimia intraseluler secara berurutan menyerupai kaskade, dimulai dengan
aktivitas enzim metiltransferase dan serine esterase, diikuti dengan
perombakan fosfatidilinositol menjadi inositol trifosfat (IP3), pembentukan
diasilgliserol dan peningkatan ion Ca2+ intrasitoplasmatik. Reaksi-reaksi
biokimia ini menyebabkan terbentuknya zat-zat yang memudahkan fusi
membran granula sehingga terjadi degranulasi. Degranulasi mengakibatkan
pelepasan mediator-mediator yang sebelumnya telah ada di dalam sel misalnya
histamin, heparin, faktor kemotaktik neutrofil (neutrophil chemotactic factor =
NCF), platelet activating factor (PAF), maupun pembentukan berbagai
mediator baru. Diantara mediator baru yang dibentuk adalah slow reacting
substances anapltylaxis yang terdiri atas substansi-substansi dengan potensi
spasmogenik dan vasodilatasi yang kuat yaitu leukotrien LTB4, LTC4, dan
LTD4, disamping beberapa jenis prostaglandin dan tromboksan. Mediatormediator tersebut mempunyai dampak langsung pada jaringan, misalnya
histamin menyebabkan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskular,
penyempitan bronkus, edema pada mukosa, dan hipersekresi.
Iritan yang mengenai tubuh akan memicu sel mast untuk melepaskan
neuropeptida substansi P yang akan merangsang serabut saraf C (n.trigeminus)
sehingga timbul nyeri. Substansi P terletak dalam sel saraf yang terpencar di
seluruh tubuh sel dan dalam sel endokrin khusus di usus.Neuropeptida ini
dapat
menyebabkan
vasodilatasi
pembuluh
darah
dan
merupakan
VII.
Kerangka Konsep
Skin Test Ceftriaxon
Konsumsi
(FaseKotrimoksazol
aktivasi)
(Fase aktivasi)
Riwayat konsumsi
Riwayat konsumsi
Kotrimoksazol
Amoxicilin
(Fase
(Fasesensitisasi)
sensitisasi)
Mediator Inflamasi
keluar
Pelepasan mediator inflamasi
Gejala
- Pusing
- Keringat dingin
- Sesak napas
- Tidak sadar
Gejala
- Keringat dingin
- Sesak napas
- Akral dingin
-Urtikaria
-Edema
Tanda
- Sopor
- Takikardi
- Takipneu
- Hipotensi
Tanda
- SaO2 menurun
- Wheezing
- Takikardi
- Takipneu
- Hipotensi
- Wheezing
DAFTAR PUSTAKA
Bartawidjaja, Karnen Garna. 2012. Imunologi Dasar edisi ke-10.Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Syok Anafilaktik
42
Ho, Marry T., dan Samsudin, Sonny. 1990. Resusitasi Kardiopulmoner dan Syok.Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Price, Sylvia Anderson dan Willson, Lorraine McCarty. 2003. Patofisiologi:Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit, Ed 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Rab, Prof.Dr. H tabrani. 2000. Pengatasan Shock. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sudoyo A, et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam FKUI.
Wahab, A. Samik dan Julia, Madarina. 2002.Sistem Imun, Imunisasi, dan Penyakit Imun.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.
43