Vous êtes sur la page 1sur 63

STRAIN ( KERAM )

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit yang berkaitan dengan otot adalah cedera otot. Cedera otot banyak dialami mereka
yang beraktivitas di dunia olahraga seperti atlet. Tetapi, tidak menutup kemungkinan orang biasa
juga mengalami cedera otot saat berolahraga. Cedera ini umumnya disebabkan karena kesalahan
dalam berolahraga atau karena kecelakaan akibat benturan dengan lawan seperti pemain
sepakbola. Bisa juga disebabkan terjatuh dalam posisi yang tidak baik, sehingga kaki atau tangan
terkilir. Bila seseorang mengalami cedera otot, otot akan mengalami peregangan.
Strain adalah tarikan otot akibat penggunaan berlebihan, peregangan berlebihan atau stress
yang berlebihan. Strain aadalah robekan mikroskopis tidak komplek dengan perdarahan ke dalam
jaringan. Pasien-pasien mengalami rasa sakit atau nyeri mendadak dengan nyeri tekan local pada
pemakaian otot dan kontraksi isometric.
Oleh karena alasan tersebut diatas maka penulis tertarik membahas masalat tersebut untuk
dijadikan suatu makalah.

B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi syarat akademik. Selain itu demi
menambah wawasan tentang sistem muskuloskeletal khususnya strain. Inilah yang menjadi dasar
tujuan kami dalam pembuatan makalah ini.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tentang pengertian strain
b. Untuk mengetahui tentang klasifikasi strain
c. Untuk mengetahui tentang etiologi strain
d. Untuk mengetahui tentang patofisiologi strain
e. Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan medis strain
f. Untuk mengetahui tentang pemeriksaan diagnostik strain
g. Untuk mengetahui tentang pencegahan strain
h. Untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan pada pasien strain

C. PEMBATASAN MASALAH
Mengingat terbatasnya waktu yang disediakan, maka pada makalah ini penulis hanya
membicarakan tentang pengertian, etiologi (penyebab), patofisiologi, manifestasi klinis (tanda
dan gejala), komplikasi, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan medis maupun
penatalaksanaan keperawatan, serta asuhan keperawatan pada penderita strain.

D. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan batasan tersebut masalah yang dapat kita rumuskan adalah :
Apa yang dimaksud dengan strain?
Apa saja klasifikasi strain?
Apa etiologi dari strain?
Apa saja patofisiologi strain?
Bagaimana penatalaksanaan medis strain ?
Apa saja pemeriksaan penunjang strain?
Apa saja pencegahan strain?
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien strain?

E. METODE PENULISAN
Dalam penyusunan makalah ini, kami memperoleh bahan atau sumber-sumber pembahasan dari
berbagai media yang ada, antara lain seperti internet dan beberapa literatur yang ada. Kemudian
kami saling menghubungkan satu sama lain dalam pembahasan sehingga menjadi karangan
lengkap, objektif dan akurat.

F. SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam pembuatan makalah ini terdiri dari:
BAB I: PENDAHULUAN
Yang terdiri dari : latar belakang, tujuan penulisan, pembatasan makalah, rumusan masalah,
metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II: PEMBAHASAN
Yang terdiri dari : definisi, klasifikasi, etiologi, patofisiologi, penatalaksanaan, pemeriksaan
penunjang, pencegahan, serta asuhan keperawatan pada strain.
BAB III: PENUTUP
Yang terdiri dari : kesimpulan dan saran.

BAB II
PEMBAHASAN

A. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM MUSKULUS

1. DEFINISI MUSKULUS
Otot (muscle) jaringan tubuh yang berfungsi mengubah energi kimia menjadi kerja mekanik
sebagai respons tubuh terhadap perubahan lingkungan. Otot membentuk 43% berat badan. Lebih
dari sepertiganya merupakan protein tubuh dan setengahnya tempat terjadinya aktivitas
metabolik saat tubuh istirahat.
Proses vital di dalam tubuh (seperti kontraksi jantung, kontriksi pembuluh darah, bernapas,
peristaltik usus) terjadi karena adanya aktivitas otot.

2. FUNGSI OTOT
a) Menghasilkan gerakan rangka
b) Mempertahankan sikap dan posisi tubuh
c) Menyokong jaringan lunak
d) Menunjukkan pintu masuk dan keluar saluran dalam sistem tubuh
e) Mempertahankan suhu tubuh; kontraksi otot: energi panas

3. JENIS-JENIS OTOT
Berdasarkan bentuk morfologi, sistem kerja dan lokasinya dalam tubuh, otot dibedakan menjadi
tiga, yaitu otot lurik, otot polos, dan otot jantung.
a) Otot Lurik (Otot Rangka)
Otot lurik disebut juga otot rangka / otot serat lintang / otot sadar. Otot ini bekerja di bawah
kesadaran. Pada otot lurik, fibril-fibrilnya mempunvai jalur-jalur melintang gelap (anisotrop) dan
terang (isotrop) yang tersusun berselang-selang. Sel-selnya berbentuk silindris dan mempunvai
banvak inti. Otot rangka dapat berkontraksi dengan cepat dan mempunyai periode istirahat
berkali - kali. Otot rangka ini memiliki kumpulan serabut yang dibungkus oleh fasia super
fasialis.
Gabungan otot berbentuk kumparan dan terdiri dari bagian:
o Ventrikel (empal), merupakan bagian tengah yang menggembung
o Urat otot (tendon), merupakan kedua ujung yang mengecil.
Urat otot (tendon) tersusun dari jaringan ikat dan bersifat keras serta liat. Berdasarkan cara
melekatnya pada tulang, tendon dibedakan sebagai berikut ini:
1) Origo merupakan tendon yang melekat pada tulang yang tidak berubah kedudukannya ketika
otot berkontraksi.
2) Insersio merupakan tendon yang melekat pada tulang yang bergerak ketika otot berkontraksi.

Otot yang dilatih terus menerus akan membesar atau mengalami hipertrofi, Sebaliknya jika otot
tidak digunakan (tidak ada aktivitas) akan menjadi
kisut atau mengalami atrofi.

Ciri-ciri otot lurik


Bentuknya silindris, memanjang
Tampak adanya garis-garis melintang yang tersusun seperti daerah gelap dan terang secara
berselang-seling (lurik).
Mempunyai banyak inti sel.
Bekerja dibawah kesadaran, artinya menurut perintah otak, oleh karena itu otot lurik disebut
sebagai otot sadar.
Terdapat pada otot paha, otot betis, otot dada, otot
BENTUK: terdiri dari banyak serabut, intinya terletak di tepi (pinggir), terdapat garis gelap dan
terang (sangat jelas), panjang otot rangka bervariasi antara 1-40 mm, sedangkan tebalnya antara
10-100 mikron; setiap serabut otot rangka dilapisi oleh sarkolema (di dalam sarkolema terdapat
miofibril = elemen yang dapat berkontraksi), serabut otot yang masing-masing dilapisi sarkolema
berkelopok membentuk 15-30 serabut otot dan dilapisi fasiculus. Masing-masing fasikulus
dilapisi oleh jaringan ikat perimisium. Jaringan ikat yang meliputi serabut otot rangka disebut
endomisium. Masing-masing endomisium dilapisi lagi oleh epimisium. Dalam otot rangka
terdapat mioglobin pigmen yang disebut mioglobin
LOKASI : semua otot yang melekat pada tulang, otot lidah, langit-langi (palatinum), pharing,
ujung esophagus
INNERVASI : sistem syaraf kraniospinal bekerja menurut kehendak individu
AKSI: kontraksi cepat, berlangsung sebentar

b) Otot Polos
Otot polos disebut juga otot tak sadar atau otot alat dalam (otot viseral). Otot yang ditemukan
dalam intestinum dan pembuluh darah bekerja dengan pengaturan dari sistem saraf tak sadar,
yaitu saraf otonom. Otot polos dibangun oleh sel-sel otot yang terbentuk gelondong atau
kumparan halus dengan kedua ujung meruncing,serta mempunyai satu inti yang letaknya
ditengah. Kontraksi otot polos tidak menurut kehendak, tetapi dipersarafi oleh saraf otonom.
Otot polos terdapat pada alat-alat dalam tubuh, misalnya pada:
o Dinding saluran pencernaan
o Saluran-saluran pernapasan
o Pembuluh darah
o Saluran kencing dan kelamin

Ciri-ciri otot polos


Bentuknya gelondong, panjang, pipih, kedua ujungnya meruncing dan dibagian tengahnya
menggelembung.
Mempunyai satu inti sel ditengah.
Tidak memiliki garis-garis melintang (polos).
Bekerja diluar kesadaran, artinya tidak dibawah pe tah otak, oleh karena itu otot polos disebut
sebagai otot tak sadar.
Terletak pada otot usus, otot saluran peredaran darah otot saluran kemih dan lain lain
Sitoplasmanya terdiri dari sarkoplasma yang mengandung miofibril (elemen yang mampu
berkontraksi sehingga dpt bergerak)
Panjang otot polos bervariasi antara 15-500 mikron, tergantung lokasi : paling pendek pembuluh
darah, paling panjang uterus (rahim wanita/betina)
LOKASI: terdapat pada alat atau daerah organ yang berongga saluran pencernaan makanan
(batang kerongkongan, esophagus, lambung, usus halus, usus kasar), batang tenggorokan,
bronkus, pulmo, uterus (rahim), kantung urine, kantung empedu, pembuluh darah
INNERVASI (PERSYARAFAN): sangat dipengaruhi oleh sistem syaraf otonom (bisa simpatis,
bisa parasimpatis)
Peningkatan kerja otot polos seperti gerak peristaltik dilakukan oleh syaraf parasimpatis,
sedangkan penghambatan kerja otot polos dilakukan oleh syaraf simpatis
AKSI: kontraksi lambat, berlangsung lama, kadang-kadang ritmis
c) Otot Jantung
Otot jantung mempunyai struktur yang sama dengan otot lurik hanya saja serabutserabutnya
bercabang-cabang dan saling beranyaman serta dipersarafi oleh saraf otonom.
Letak inti sel di tengah. Dengan demikian, otot jantung disebut juga otot lurik yang bekerja tidak
menurut kehendak. Otot yang ditemukan dalam jantung bekerja secara terus-menerus tanpa
henti. Pergerakannya tidak dipengaruhi sinyal saraf pusat.

Ciri-ciri otot jantung


Otot jantung ini hanya terdapat pada jantung.
Strukturnya sama seperti otot lurik, gelap terang secara berselang seling dan terdapat
percabangan sel.
BENTUK: terdiri dari beberapa serabut otot yang bercabang dan bersatu dengan serabut di
sebelahnya anastomosoma atau sinsitium; mempunyai garis gelap dan terang (tidak sejelas
pada otot rangka); intinya di tengah (center); pd interval tertentu terdapat keping-keping
interkalar (intercalar disc), pd intercalar disc terdapat jaringan Purkinye yang berfungsi
mempercepat penghantaran impuls (kecepatan 4 m/detik)
LOKASI: hanya ada di jantung
INNERVASI: sistem syaraf otonom
AKSI: kontraksi otomatis & ritmis
Kerja otot jantung tidak bisa dikendalikan oleh kemauan kita, tetapi bekerja sesuai dengan gerak
jantung. Jadi otot jantung menurut bentuknya seperti otot lurik dan dari proses kerjanya seperti
otot polos, oleh karena itu disebut juga otot special
Peningkatan denyut jatung sangat dipengaruhi oleh syaraf simpatis, sedangkan pengurangan
denyut jantung sangat dipengaruhi oleh syaraf parasimpatis

4. CIRI-CIRI SISTEM MUSKULUS


a) Kontrakstilitas.serabut otot berkontraksi dan menegang,yang dapat atau tidak melibatkan
pemendekkan otot.
b) Eksitbilitas. Serabut otot akan merespons dengan kuat jika distimulasi oleh impuls saraf.
c) Ekstensibilitas. Serabut otot memiliki kemampuan untuk menegang melebihi panjang otot saat
rileks.
d) Elastisitas.serabut otot dapat kembali ke ukuran semula setelah berkontraksi atau meregang.
5. KOMPOSISI OTOT RANGKA
Komposisi Otot Rangka
a) Otot merah banyak mengandung pigmen pernapasan yaitu mioglobin, yg berfungsi membawa
oksigen dari kapiler darah (ekstrasel) ke mitokondria (intrasel) kapasitas metabolisme
oksidatif yang lebih tinggi dengan aktivitas siklus Krebs dan enzim transport elektron yang kuat
b) Otot putih karena kurang mioglobin kapasitas glikolisis anaerobik yang tinggi dgn
aktivitas enzim glikolisis dan fosforilase yang kuat.
c) Ekstraktif
Yaitu zat non-protein yang larut dlm air meliputi kreatinin, kreatinin fosfat, ADP, asam amino,
asam laktat, dll. Zat yang memiliki struktur grup fosfat mrpkn zat yang kaya energy.
d) Protein
Komponen enzim otot yang mengkatalisis berbagai tahapan pd proses glikolisis mrpkn protein
sarkoplasmik. Protein lain yang membentuk struktur otot ialah miosin, aktin, troponin, dan
tropomiosin.

6. STRUKTUR OTOT RANGKA


a) Sarkolema
Sarkolema adalah membran yang melapisi suatu sel otot yang fungsinya sebagai pelindung otot.
Terdiri dari membran sel yang disebut membran plasma & sebuah lapisan luar yang terdiri dari
satu lapisan tipis mengandung kolagen.
b) Sarkoplasma
Sarkoplasma adalah cairan sel otot yang fungsinya untuk tempat dimana miofibril dan
miofilamen berada.
c) Miofibril
Miofibril merupakan serat-serat pada otot. Merupakan bulatan-bulatan kecil pada potongan
melintang mengandung 1500 FM,3000 FA yang merupakan molekul protein polimer besar untuk
kontraksi otot.
Memiliki 2 filamen:
Filamen Tebal yang dibentuk oleh miosin
Filamen Tipis yang dibentuK oleh aktin, tropomiosin & troponin
d) Miofilamen
Miofilamen adalah benang-benang/filamen halus yang berasal dari miofibril.Miofibril terbagi
atas 2 macam, yakni :
1) miofilamen homogen (terdapat pada otot polos)
2) miofilamen heterogen (terdapat pada otot jantung/otot cardiak dan pada otot rangka/otot lurik).
Di dalam miofilamen terdapat protein kontaraktil yang disebut aktomiosin (aktin dan miosin),
tropopin dan tropomiosin. Ketika otot kita berkontraksi (memendek) maka protein aktin yang
sedang bekerja dan jika otot kita melakukan relaksasi (memanjang) maka miosin yang sedang
bekerja.

Protoplasma mempunyai garis-garis melintang / myofibril heterogen


Myofibril berupa serabut ada yang kasar ada yang halus sehingga terkesan terlihat gelap dan
terang (lurik)
Pada umumnya otot ini melekat pada kerangka sehingga disebut juga otot kerangka
Otot ini dapat bergerak menurut kemauan kita (otot sadar)
Pergerakannya cepat tetapi lekas lelah
Rangsangan dialirkan melalui saraf motoris
Inti sel jumlahnya banyak dan berada di tepi

7. KOMPONEN OTOT TUBUH


Adalah komponen tubuh yang memiliki fungsi seperti untuk alat gerak, menyimpan
glikogen dan menentukan postur tubuh. Terdiri atas otot polos, otot jantung dan otot rangka.
Jaringan adalah sekumpulan sel yang memiliki bentuk, struktur dan fungsi yang sama.
Jadi jaringan otot adalah sekumpulan sel-sel otot. Untuk menggerakkan anggota tubuh kita,
diperlukan sistem otot. Sistem otot terdiri dari beberapa bagian yang saling terpisah yang disebut
otot-otot. Sebagian besar otot kita melekat pada kerangka tubuh. Otot dapat mengerut dan dapat
juga menegang. Oleh karena itu, susunan otot adalah suatu sistem alat untuk menguasai gerak
aktif dan posisi tubuh kita. Pada setiap otot terlihat beberapa empal yang merupakan bagian yang
aktif mengerut.
Sistem otot bercirikan
Di susun oleh sel-sel otot (sel yang memiliki kemampuan khusus yaitu : berkontraksi)
Kemampuan kontraksi ini terjadi karena sel itu memiliki komponen protein aktin dan myosin
Aktin dan myosin adalah suatu bahan yang dimiliki oleh semua sel yang dapat bergerak
a) Aktin
1. Terletak pada korteks sel (di dalam sitoplasma tepat di bawah membrane sel)
2. Membentuk konstruksi alur pembelahan
3. Mikrovilli (juluran-juluran halus sitoplasma memendek, memanjang dan bergerak)
4. BM 42.000 Dalton
5. Terdiri dari G-aktin ( molekul bulat ) dan F-aktin ( filamen halus, hasil polomerisasi)
6. Membentuk filamen halus/tipis pada otot bergaris melintang yang terdiri dari F-aktin yang
bersosiasi dengan protein regulator troponin dan tromiosin

b) Miosin
1. Tersebar luas dan tidak terbatas pada sel otot
2. BM 470.000 Dalton
3. Di bangun oleh dua subfragmen : meromiosin ringan dan meromiosin berat
4. Mengalami polimerisasi
5. Membentuk filamen tebal otot bergaris melintang dan agregat multimolekuler

B. DEFINISI STRAIN
Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung (impact) atau tidak
langsung (overloading). Pada cidera strain rasa sakit adalah nyeri yang menusuk pada saat terjadi
cedera, terlebih jika otot berkontraksi (www.promosikesehatan.com).
Strain adalah hasil dari penggunaan otot atau struktur sambungan lain yang melebihi
kemampuan fungsional. Strain dapat terjadi pada suatu cedera (akut) atau dapat terjadi karena
efek komulatif dari penggunaan berlebihan yang berangsur-angsur sampai dengan serangan
mendadak. ( gerlach pless burrell,1996)
Strain adaalah tarikan otot akibat penggunaan berlebihan, peregangan berlebihan, atau stress
yang berlebihan. Strain adalah robekan mikroskopis tidak komplet dengan perdarahan ke dalam
jaringan. Pasien mengalami rasa sakit dan nyeri mendadak dengan nyeri tekan local pada
pemakaian otot dan kontraksi isometric. (Brunner & suddarth, 2001)
Strain akut pada struktur muskulotendious terjadi pada persambungan antara otot dan tendon.
Tipe cedera ini sering terlihat pada pelari yang mengalami strain pada hamstringnya. Beberapa
kali cedera terjadi secara mendadak ketika pelari dalam melangkahi penuh.
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa strain adalah
kerusakan pada jaringan otot yang terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung akibat
dari peregangangan atau penggunaan otot yang berlebihan.

C. KLASIFIKASI
1. Derajat I/Mild Strain (Ringan)
Yaitu adanya cidera akibat penggunaan yang berlebihan pada penguluran unit muskulotendinous
yang ringan berupa stretching/kerobekan ringan pada otot/ligament. Peregangan ringan dari
otot/tendon menghasilkan ketegangan pada saat dipalpitasi, memungkinkan ketegangan otot,
tetapi tidak mengalami kehilangan rentang gerak sendi ( ROM), edema, atau ekimosis.
Gejala yang timbul :
Nyeri local
Meningkat apabila bergerak/bila ada beban pada otot
Tanda-tandanya :
Adanya spasme otot ringan
Bengkak
Gangguan kekuatan otot
Fungsi yang sangat ringan.
Komplikasi
Strain dapat berulang
Tendonitis
Perioritis
Perubahan patologi
Adanya inflasi ringan dan mengganggu jaringan otot dan tendon namun tanda perdarahan yang
besar.
Penanganan
Biasanya sembuh dengan cepat dan pemberian istirahat, kompresi dingin secara intermitten pada
24 jam pertama kemudian pengompresan hangat, dan elevasi, terapi latihan yang dapat
membantu mengembalikan kekuatan otot.
Analgesic ringan dan obat anti inflamasi.

2. Derajat II/Moderate Strain (sedang)


Yaitu adanya cidera pada unit muskulotendinous akibat kontraksi/pengukur yang berlebihan.
Peregangan sedang atau sobekan pada otot atau tendon yang mengasilkan spasme otot yang
berat, nyeri pada gerakan yang pasif, dan edema segera setelah luka, diikuti dengan ekimosis.
Gejala yang timbul
Nyeri local
Meningkat apabila bergerak/apabila ada tekanan otot
Spasme otot sedang
Bengkak
Tenderness
Gangguan kekuatan otot dan fungsi sedang.
Komplikasi sama seperti pada derajat I :
Strain dapat berulang
Tendonitis
Perioritis
Terapi
Penangannannya sama dengan strain derajat pertama, kecuali pada penggunaan es digunakan
secara intermediet selama lebih dari 48 jam, setelah kompres hangat dilakukan. Mobilitas
dibatasi selama 4-6 minggu, kemudian diikuti latihan yang bertahap. Tindakan pembedahan
diperlukan pada kasus berat.
Perubahan patologi : Adanya robekan serabut otot

3. Derajat III/Strain Severe (Berat)


Yaitu adanya tekanan/penguluran mendadak yang cukup berat. Berupa robekan penuh pada otot
dan ligament yang menghasilkan ketidakstabilan sendi. Peregangan berat dan penggerusan
komplit dari tendon/ otot yang menyebabkan spasme otot, ketegangan, edema, dan kehilangan
pergerakan.
Gejala :
Nyeri yang berat
Adanya stabilitas
Spasme
Kuat
Bengkak
Tendernes
Gangguan fungsi otot.
Komplikasi :
Distabilitas yang sama.
Perubahan patologi :
Adanya robekan/tendon dengan terpisahnya otot dengan tendon.
Terapi :
Imobilisasi dengan kemungkinan pembedahan untuk mengembalikan fungsinya. Penanganannya
sama dengan derajat kedua.
Strain ringan ditandai dengan kontraksi otot terhambat karena nyeri dan teraba pada bagian
otot yang mengaku. Strain total didiagnosa sebagai otot tidak bisa berkontraksi dan terbentuk
benjolan. Cidera strain membuat daerah sekitar cedera memar dan membengkak. Setelah 24 jam,
pada bagian memar terjadi perubahan warna, ada tanda-tanda perdarahan pada otot yang sobek,
dan otot mengalami kekejangan.

D. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


Sebagai penyebabnya adalah persendian tulang dipaksa melakukan suatu gerak yang
melebihi jelajah sendi atau range of movement normalnya. Trauma langsung ke persendian
tulang, yang menyebabkan persendian bergeser ke posisi persendian yang tidak dapat
bergerak.
Ketika otot keluar dan berkontraksi secara mendadak Pada strain kronis : Terjadi secara
berkala oleh karena penggunaaan yang berlebihan/tekanan berulang-ulang,menghasilkan
tendonitis (peradangan pada tendon).

E. PATOFISIOLOGI
Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung (impact) atau tidak
langsung (overloading). Cedera ini terjadi akibat otot tertarik pada arah yang salah, kontraksi
otot yang berlebihan atau ketika terjadi kontraksi ,otot belum siap,terjadi pada bagian groin
muscles (otot pada kunci paha), hamstring (otot paha bagian bawah), dan otot guadriceps.
Fleksibilitas otot yang baik bisa menghindarkan daerah sekitar cedera memar dan
membengkak.

F. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN PASIEN


Penanganan strain meliputi istirahat, meninggikan bagian yang sakit, pemberian kompres
dingin, dan pemasangan balut tekan. Istirahat akan mencegah cedera tambahan dan
mempercepat penyembuhan. Peninggian akan mengontrol pembengkakan. Kompres dingin
basah atau kering diberikan secara intermitten 20 sampai 30 menit selama 24 jam sampai 48
jam pertama setelah cedera dapat menyebabkan vasokontriksi, yang akan mengurangi
perdarahan, edema, dan ketidaknyamanan. Harus diperhatikan jangan sampai terjadi
kerusakan kulit dan jaringan akibat suhu dingin yang berlebihan. Balut tekan elastis dapat
mengontrol perdarahan, mengurangi edema, dan menyokong jaringan yang cedera. Status
neurovaskuler ekstermitas yang cedea dipantau sesering mungkin.
Selama fase penyembuhan, otot, ligamen, atau tendon yang cedera harus diistirahatkan
dan memperbaiki diri. Setelah stadium inflamasi akut (mis setelah 24 sampai 48 setelah
cedera) dapat diberikan kompres panas secara intermiten (selama 15 sampai 30 menit, 4 kali
sehari) untuk mengurangi spasme otot dan memperbaiki vasodilatasi, absorpsi dan perbaikan.
Tergantung beratnya cedera, latihan aktif dan pasif progresif boleh dimulai dalam 3 sampai 5
hari. Latihan awal yang berlebihan dalam perjalanan terapi dapat memperlama
pernyembuhan. Strain memerlukan berbulan-bulan sampai berminggu-minggu untuk sembuh.
Pembidaian mungkin diperlukan untuk mencegah cedera tulang.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan meliputi:

1. CT scan

2. MRI
Dapat digunakan untuk menentukan derajat dari cedera tersebut.

3. Artroskopi
Tindakan melihat bagian dalam sendi menggunakan kamera dengan lensa fiber optik melalui
sayatan kulit yang sangat kecil.

4. Elektromiografi
Electromyography pada otot berfungsi untuk mendeteksi adanya potensial listrik yang
dihasilkan otot saat kontraksi dan relaksasi sehingga dapat digunakan untuk mengendalikan
suatu sistem.

5. Pemeriksaan dengan bantuan komputer lainnya untuk menilai fungsi otot dan sendi.

H. PENCEGAHAN
Sebagai upaya pencegahan, saat melakukan aktivitas olahraga memakai sepatu yang
sesuai, misalnya sepatu yang bisa melindungi pergelangan kaki selama aktivitas. Selalu
melakukan pemanasan atau stretching sebelum melakukan aktivitas atletik, serta latihan yang
tidak berlebihan. Cedera dapat terjadi pada setiap orang yang melakukan olahraga dengan
jenis yang paling sering adalah strain dan sprain dengan derajat dari yang ringan sampai
berat. Cedera olahraga terutama dapat dicegah dengan pemanasan dan pemakaian
perlengkapan olahraga yang sesuai.

I. TEORI ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STRAIN


1. PENGKAJIAN
a) Aktivitas/istirahat
Tanda: keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena.
b) Sirkulasi
Tanda:
Takikardi (respon stres, hipovolemia).
Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera.
c) Neurosensori
Gejala: hilang gerakan/sensori, kebas/kesemutan (parstesis)
Tanda: spasme otot.
d) Nyeri/ketidak nyamanan
Gejala: nyeri berat tiba-tiba saat cedera.
Tanda: spasme otot.
e) Keamanan
Tanda: laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna, pembengkakan lokal.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Ganguan rasa nyaman nyeri b.d bengkak pada daerah ekstremitas.
b) Keterbatasan mobilitas fisik b.d daerah yang nyeri.
c) Resti terhadap disfungsi nerovaskular perifer b.d bengkak.
d) Risiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d bengkak

3. INTERVENSI DAN RASIONAL


Dx: 1
1. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembebat, traksi (rujuk
ke dokter; trauma).
Rasional: menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang/tegangan jaringan
yang cedera.
2. Evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyamanan. Perhatikan karakteristik, termasuk intensitas (skala
0-10). Perhatikan petunjuk nyeri nonverbal (perubahan pada tanda vital dan perilaku/emosi).
Rasional: mempengaruhi pilihan/pengawasan keefektifan intervensi. Tingkat ansietas dapat
mempengaruhi persepsi/reaksi terhadap nyeri.
3. Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena.
Rasional: meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema dan nyeri.
4. Dorong klien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan cedera. Rasional: membantu
untuk menghilangkan ansietas. Pasien dapat merasakan kebutuhan untuk mneghilangkan
pengalaman kecelakaan.
5. Jelaskan prosedur sebelum memulai.
Rasional: memungkinkan pasien untuk siap secara mental untuk aktifitas juga berpartisipasi
dalam mengontrol ketidak nyamanan.
6. Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif/aktif.
Rasional: memperhatikan kekuatan/mobilitas otot yang sakit dan memudahkan resolusi
inflamasi pada jaringan.
7. Berikan alternative tindakan kenyamanan. Contoh: pijatan punggung, perubahan posisi).
8. Selidiki adanya keluhan nyeri tiba-tiba/tidak biasa, lokasi progresif/buruk tidak hilang
dengan analgesik.
Rasional: dapat menandakan komplikasi. Contoh: infeksi, iskemia jaringan, sindrom
kompartemen.
9. Kolaborasi berikan obat anti nyeri
a. Asetilsalisilat (Aspirin)
Rasional : ASA bekerja sebagai anti inflamasi dan efek analgesic ringan dalam mengurangi
kekakuan dan meningkatkan mobilistas. ASA harus dipakai secara regular untuk mendukung
kadar dalam darah teraupetik. Riset mengindikasikan ASA memiliki indeks toksisitas yang
paling rendah dari NSAID lain yang diresepkan.
b. NSAID lainnya mis: Ibuprofen (motrin); naproksen (naprosin); sulindak (clinoril);
piroksikam (feldene); Fenoprofen (nalfon).
Rasional : dapat digunakan bila pasien tidak memberikan respon dari aspirin, atau untuk
meningkatkan efek dari aspirin.

Dx: 2
1. Kaji derajat mobilitas yang dihasilkan oleh cedera/pengobatan dan perhatikan persepsi
terhadap imobilitas.
Rasional: pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri/persepsi diri tentang keterbatasan
fisik aktual, memerlukan informasi/intervensi untuk meningkatkan kemajuan kesehatan.
2. Dorong partisipasi pada aktifitas terapeutik/rekreasi, pertahankan rangsangan lingkungan.
Contoh: radio, tv, koran, barang milik pribadi/lukisan, jam, kalender.
Rasional: memberi kesempatan untuk mengeluarkam energi, memfokuskan kembali
perhatian, meningkatkan rasa kontrol diri.

Dx : 3
a) Kaji aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan distal pada strain.
Rasional: kembalinya warna harus cepat (3-5 detik), warna kulit putih menunjukan gangguan
arterial, sianosal diduga ada gangguan vena.
b) Pantau TTV, perhatikan tanda-tanda pucat/sianosis umum/kulit dingin/perubahan mental.
Rasional: ketidak adekuatan volume sirkulasi akan mempengaruhi sistem perfusi jaringan.
c) Dorong klien untuk secara rutin latihan jari/sendi distal cedera. Ambulasi segera mungkin.
Rasional: meningkatkan sirkulasi dan menurunkan pengumpulan darah khususnya pada
ekstremitas bawah.
d) Kaji keseluruhan panjang ekstremitas yang cedera untuk pembengkakan dan pembentukan
edema. Ukur ekstremitas yang cedera dan dibandingkan dengan yang tidak cedera.
Perhatikan penampilan/luasnya.
Rasional: peningkatan lingkar ekstremitas yang cedera dapat diduga ada pembengkakan
jaringan/edema umum tetapi dapat menunjukan perdarahan. Catatan: peningkatan 1 inchi
pada paha orang dewasa dapat sama dengan akumulasi 1 unit darah.
e) Berikan kompres es sekitar strain sesuai indikasi.
Rasional: menurunkan edema/pembentukan hematoma, yang dapat mengganggu sirkulasi.

Dx: 4
1. Mandiri
a. Lihat kulit, adanya edema, area sirkulasinya terganggu / pigmentasi atau kegemukan / kurus
Rasional : kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilitas fisik dan gangguan
status nutrisi
b. Pijat area kemerahan atau yang memutih
Rasional : meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan
c. Ubah posisi sering ditempat tidur atau kursi, bantu latihan rentang gerak pasif atau aktif
Rasional : memperbaiki sirkulasi / menurunkan waktu satu area yang mengganggu aliran
darah
d. Berikan perawatan kulit sering, meminimalkan dengan kelembaban / ekskresi
Rasional : terlalu kering atau lembab merusak kulit dan mempercepat kerusakan
e. Periksa sepatu atau sandal kesempitan dan ubah sesuai kebutuhan
Rasional : edema dependen dapat menyebabkan sepatu terlalu sempit, meningkatkan resiko
tertekan dan kerusakan kulit pada kali
f. Hindari obat intramuskuler
Rasional : edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorpsi obat dan
predisposisi untuk kerusakan kulit/ terjadinya infeksi.
2. Kolaborasi
Berikan tekanan alternative atau kasur, kulit domba, perlindungan siku atau tumit.
Rasional : menurunkan tekanan pada kulit dapat memperbaiki sirkulasi kulit.

J. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS STRAIN


Kasus:
Rocky, 18 tahun, seorang mahasiswa yang menyukai olahraga panjat tebing. Tapi malang
baginya pada saat melakukan panjat tebing Rocky jatuh dari ketinggian 30 meter. Rocky
tidak bisa berdiri dan mengalami luka-luka. Teman-taman sesama pemanjat tebing langsung
menolong Rocky dengan memasang bidai pada tungkai kiri Rocky dan memasang mitela
pada bahu kiri, kemudian membawanya ke rumah sakit.
Rocky tidak kehilangan kesadaran, tetapi nyeri dan bengkak pada sendi bahu kiri dan
tungkai bawah terkulai. Pada saat pemeriksaan terlihat pembengkakan, nyeri tekan dan nyeri
sumbu pada cruris sinistra 1/3 tengah. Pada artikulasio humeri sinistra tidak bisa digerakan
dan terlihat bengkak di bagian depan dan daerah deltoid kosong. Pemeriksaan bagian akral
pada kedua ekstremitas tersebut baik. Kemudian dilakukan pemeriksaan radiologis.
Dokter bedah Orthopaedi memutuskan untuk melakukan reposisi pada sendi bahu kiri
dan operasi ORIF Open Reduksi dan Internal Fiksasi pada cruris sinistra. Sebelum
melakukan tindakan, dokter meminta persetujuan Rocky dan keluarganya. Selain itu Rocky
diberi ATS dan antibiotika.
Bagaimana Anda menjelaskan keadaan Rocky?
1) Data Fokus
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF
1. Klien mengatakan nyeri pada daerah 1. Kesadaran: compos mentis
2. TTV:
kaki kiri.
TD : 120 / 90 mmhg
P = saat bergerak, Q = menusuk-nusuk,
RR : 22 x/menit
R = kaki kiri S = 4-6 (sedang) T =
N : 82 x / menit
dimulai setelah terjatuh, nyeri
S : 36,5o C
dirasakan selam 3 jam.
2. Klien mengatakan sering terbangun 3. Terlihat bengkak pada bahu sebelah
pada malam hari di karenaakan nyeri kiri.
4. Terlihat tungkai belakang klien terkulai.
pada kaki.
5. Klien terlihat meringis kesakitakitan
3. Klien mengatakan aktifitas di bantu
pada saat di lakukan penekanan di
oleh keluaraga dan perawat .
4. Klien mengatakan sulit berdiri sendiri. bagian cruris di bagian sinistra sepertiga
5. Klien mengatakan sulit menggerakan
tengah.
tungkainya. 6. Klien tampak di bantu untuk melakukan
6. Klien mengatakan sakit kaki kirinya
aktifitas.
saat bergerak. 7. Klien tampak berbaring lemah di
7. Klien mengatakan sedikit stress
tempat tidur.
menghadapi tindakan operasi. 8. Klien terlihat ketakutan pada saat
8. Klien mengatakan kurang tidur baik
pemeriksaan.
pada waktu siang maupun malam hari.9. Klien terlihat stress pada saat di mintai
9. Klien tampak terganggu tegang dan
persetujuan untuk dilakukan operasi.
gelisah dengan kondisi ruang 10. Muka klien tampak pucat.
perawatan yang ramai.

2) Analisa Data
NO
DATA MASALAH PENYEBAB
DX
1 DS: Gangguan rasa Terputusnya
1. Klien mengatakan nyeri pada daerah kaki kiri
nyaman nyeri jaringan tulang
P = saat bergerak, Q = menusuk-nusuk, R =
kaki kiri S = 4-6 (sedang) T = dimulai setelah
terjatuh, nyeri dirasakan selam 3 jam.
2. Klien mengatakan sering terbangun pada
malam hari di karenaakan nyeri pada kaki.
3. Klien mengatakan sakit kaki kirinya saat
bergerak.
DO:
1. Kesadaran: composmentis
2. TTV :
TD : 120 / 90 mmhg
RR : 22 x/menit
N : 82 x / menit
S : 36,5 o C
3. Terlihat bengkak pada bahu sebelah kiri.
4. Klien terlihat meringis kesakitakitan pada
saat di lakukan penekanan di bagian cruris di
bagian sinistra sepertiga tengah.
2 DS: Gangguan Kerusakan
1. Klien mengatakan aktifitas di bantu oleh Imobilitas fisik muskuloskele-tal
keluaraga dan perawat.
2. Klien mengatakan sulit berdiri sendiri.
3. Klien mengatakan sulit menggerakan
tungkainya.
DO:
1. Kesadaran: composmentis
2. TTV :
TD : 120 / 90 mmhg
RR : 22 x/menit
N : 82 x / menit
S : 36,5 o C
3. Terlihat tungkai belakang klien terkulai.
4. Klien tampak di bantu untuk melakukan
aktifitas.
5. Klien tampak berbaring lemah di tempat
tidur.
3 DS: Kecemasan Rencana
1. Klien mengatakan sedikit stress menghadapi pembedahan dan
tindakan operasi. kehilangan
2. Klien mengatakan kurang tidur baik pada status kesehatan.
waktu siang maupun malam hari.
3. Klien tampak terganggu tegang dan gelisah
dengan kondisi ruang perawatan yang ramai.

DO:
1. Kesadaran composmentis
2. TTV :
TD : 120 / 90 mmhg
RR : 22 x/menit
N : 82 x / menit
S : 36,5 o C
3. Klien terlihat ketakutan pada saat
pemeriksaan
4. Klien terlihat stress pada saat di mintai
persetujuan untuk dilakukan operasi
Muka klien tampak pucat

3) Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang.
b. Gangguan imobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal.
c. Kecemasan berhubungan dengan rencana pembedahan dan kehilangan status kesehatan.

4) Intervensi

TUJUAN DAN
NO.
KRITERIA INTERVENSI RASIONAL
DX
HASIL
1 Setelah dilakukan 1. Kaji nyeri secara komprehensif Untuk mengetahui
Asuhan termasuk lokasi, karakteristik, kesesuaian intervensi
keperawatan 3 x 24 durasi, frekuensi, kualitas dan yang telah diberikan dan
jam nyeri faktor presipitasi. yang akan di lanjutkan
2. Observasi reaksi nonverbal dari
berkurang sampai Untuk mengetahui
ketidak nyamanan.
dengan hilang adanya gangguan
3. Gunakan teknik komunikasi
dengan KH: nonverbal.
terapeutik untuk mengetahui
1. Klien melaporkan Agar klien tidak stres
pengalaman nyeri klien
nyeri berkurang dg pada saat dilakukan
sebelumnya.
scala 2-3 4. Kontrol faktor lingkungan yang pengkajian tengtang
2. Ekspresi wajah
mempengaruhi nyeri seperti suhu riwayat kesehatanya.
tenang klien dapat
ruangan, pencahayaan,
istirahat dan tidur
kebisingan. Untuk mengurangi
tingkat insitas nyeri.
5. Kurangi faktor presipitasi
Untuk meredakan dan
nyeri.Pilih dan lakukan
meringakan Nyeri klien.
penanganan nyeri
Sebagai cara untuk
(farmakologis/non
meredakan nyeri dengan
farmakologis).
6. Ajarkan teknik non farmakologis tindakan keperawatan
(relaksasi, distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri.. Mencegah cidera
selanjutnya,
7. Membidai dan menyangga
meminimalkan gerakan
daerah cidera.
fragmen fraktur.
Untuk memblokade
sistem saraf agar tidak
8. Melakukan perubahan posisi
merasakan atau
dengan perlahan.
mengurangi rasa nyeri.
Mengontrol edema
9. Meninggikan ekstremitas yang
dengan memperbaiki
cedera setinggi jantung
10. Memantau pembengkakan dan drainase.
status neorovaskuler Edema dan perdarahan
kedalam jaringan yang
mengalami trauma
Edema dan perdarahan
kedalam jaringan yang
mengalami trauma
mengakibatkan
ketidaknyamanan nyeri
yang tidak tertahankan
11. Berikan analgetik untuk menunjukan sindrom
mengurangi nyeri. kompratemen.
Agar tidak terjadi
komplikasi lanjut akibat
analgetik yang tidak
sesuai.

2 Setelah dilakukan 1. Kaji kemampuan pasien dalam untuk mengetahui


asuhan keperawatan melakukan ambulasi tingkat kemampuan
2. Latih pasien ROM pasif-aktif
3x 24 jam terjadi pasien
sesuai kemampuan
peningkatan untuk melatih tingkat
Ambulasi: Tingkat aktifitas muskuloskletel
mobilisasi, klien agar bisa pulih
Perawtan kembali
3. ajarkan pasien berpindah tempat
diri dengan KH : untuk mengajarkan klien
secara bertahap
1. Peningkatan melakukan aktifitas
aktivitas fisik secara mandiri
untuk mengetahui
4. Evaluasi pasien dalam
tingkat keberhasilan dan
kemampuan ambulasi
proses ambulansi
sebelumnya

Pendidikan kesehatan Memberikan informasi


1. Edukasi pada pasien dan yang tepat kepada
keluarga pentingnya ambulasi keluarga pentingnya
dini. ambulansi pasien
Agar keluarga dapat
mempraktekan langsung
2. Edukasi pada pasien dan kepada klien cara
keluarga tahap ambulasi ambulansi yang tepat.
Agar klien dapat
menigkatkan rasa
percaya diri.
3. Berikan reinforcement positip
atas usaha yang dilakukan Agar klien dapat
pasien. mencapai proses
penyembuhan yang
Kolaborasi dg fisioterapi untuk cepat.
perencanaan ambulasi
3 Setelah dilakukan 1. Berikan dorongan terhadap tiap- Untuk mengurangi rasa
tindakan tiap proses kehilangan status cemas
keperawatan 3x24 kesehatan yang timbul.
2. Berikan privacy dan lingkungan
jam Rasa cemas Privacy dan lingkungan
yang nyaman.
dapat diatasi/ yang nyaman dapat
berkurang. mengurangi rasa cemas.
Dengan Kriteria Untuk dapat lebih
3. Batasi staf perawat/ petugas
hasil : memberikan ketenangan.
kesehatan yang menangani
1. Klien dapat Untuk mendeteksi dini
pasien.
menyatakan terhadap masalah
4. Observasi bahasa non verbal dan
kecemasan yang
bahasa verbal dari gejala-gejala
dirasakan.
kecemasan.
2. Klien dapat 5. Temani klien bila gejala-gejala Untuk mengurangi rasa
beristirahat dengan kecemasan timbul. cemas.
6. Berikan .kesempatan bagi klien
tenang. Kemampuan pemecahan
3. Ekspresi wajah untuk mengekspresikan masalah pasien
ceria/rileks. perasaannya . meningkat bila
lingkungan nyaman dan
mendukung diberikan.
7. Berikan informasi tentang Untuk mengurangi
program pengobatan dan hal-hal ketegangan klien
lain yang mencemaskan klien.
8. Lakukan intervensi keperawatan
dengan hati-hati dan lakukan
Informasi yang diberikan
komunikasi terapeutik.
dapat membantu
9. Anjurkan klien istirahat sesuai mengurangi
dengan yang diprogramkan. kecemasan/ansietas.
10. Hargai setiap pendapat dan
Untuk menghindari
keputusan klien.
kemungkinan yang tidak
diinginkan.
Post op
Untuk meningkatkan
1. dorong pasien berpartisipasi
harga diri klien.
dalam pengembangan program
terapi

pasien mampu
memperoleh kembali
kemandirian dengan
2. Gunakan pendekatan dan
partisipasi aktif dalam
sentuhan.
pengembalian keputusan
rencana terapi
3
Meyakinkan klien agar
3. ajarkan penggunaan modalitas
dapat mudah dalam
terapi dan bantuan mobilisasi
melkukan tindakan-
secara aman ,lakukan superfisial
tindakan
pemakalannya agar keamananya
cedera akibat
terjamin
penggunaan modalitas
atau alat bantu dapat
4. Temani pasien untuk
dicegah melaui
mendukung keamanan dan
pendidikan dan untuk
menurunkan rasa takut. mengurangi rasa cemas
klien
5. Sediakan aktivitas untuk
Mencegah terjadinya
menurunkan ketegangan.
hal-hal yang merusak
diri serta menigkatkan
semangat hidup
Membantu melepaskan
beban sehingga klien
dapat merasakan tidak
terbebani.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung (impact) atau tidak
langsung (overloading). Cedera ini terjadi akibat otot tertarik pada arah yang salah,kontraksi
otot yang berlebihan atau ketika terjadi kontraksi ,otot belum siap,terjadi pada bagian groin
muscles (otot pada kunci paha),hamstring (otot paha bagian bawah),dan otot guadriceps.
Fleksibilitas otot yang baik bisa menghindarkan daerah sekitar cedera memar dan
membengkak.

4.2 Saran
Dengan adanya tugas ini penulis dapat lebih memahami tentang bagaimana penyakit strain
dan dapat melakukan perawatan yang baik serta menegakkan asuhan keperawatan yang baik.
Dengan adanya hasil tugas ini diharapkan dapat dijadikan sebagai literatur untuk menambah
wawasan dari ilmu yang telah di dapatkan dan lebih baik lagi dari sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Smelzer,Suzanne.C,2001.buku ajar keperawatan medikal bedah brunner dan suddarth.Ed


8.Jakarta;EGC
Doenges,Marlyn.E.1999.rencana asuhan keperawatan.Ed3.Jakarta;EGC
Brunner, Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. EGC. Jakarta
Burrell, gerlach pless,1996. Adult nursing. USA. library of congress
Corwin, elizabeth J, 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.
Doengoes E. Marilyn, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk Perencanaan
Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. EGC. Jakarta
FK.UI. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi ke-3. Media Aesculaplus.

ASKEP STRAIN DAN SPRAIN


Label: Askep medikal bedah, Perkuliahan
STRAIN ( KRAM )
A. PENGERTIAN.
Adalah tarikan pada otot, ligament atau tendon yang disebabkan oleh regangan (streech) yang
berlebihan.

B. PATOFISIOLOGI.
Adalah daya yang tidak semestinya yang diterapkan pada otot, ligament atau tendon. Daya
(force) tersebut akan meregangkan serabut-serabut tersebut dan menyebabkan kelemahan dan
mati rasa temporer serta perdarahan jika pembuluh darah dan kapiler dalam jaringan yang
sakit tersebut mengalami regangan yang berlebihan.

C. TANDA DAN GEJALA.


Kelemahan
Mati rasa
Perdarahan yang ditandai dengan :
Perubahan warna
Bukaan pada kulit
Perubahan mobilitas, stabilitas dan kelonggaran sendi.
Nyeri
Odema

D. PENANGANAN.
Kelemahan biasanya berakhir sekitar 24 72 jam sedangkan mati rasa biasanya menghilang
dalam 1 jam. Perdarahan biasanya berlangsung selama 30 menit atau lebih kecuali jika
diterapkan tekanan atau dingin untuk menghentikannya. Otot, ligament atau tendon yang
kram akan memperoleh kembali fungsinya secara penuh setelah diberikan perawatan
konservatif.

E. RENCANA PERAWATAN.
1. Kemotherapi.
Dengan analgetik seperti Aspirin (300 600 mg/hari) atau Acetaminofen (300 600
mg/hari).
2. Elektromekanis.
Penerapan dingin.
Dengan kantong es 24 0C
Pembalutan atau wrapping eksternal.
Dengan pembalutan atau pengendongan bagian yang sakit.
Posisi ditinggikan atau diangkat.
Dengan ditinggikan jika yang sakit adalah ekstremitas.
Latihan ROM.
Latihan pelan-pelan dan penggunaan semampunya sesudah 48 jam.
Penyangga beban.
Semampunya dilakukan penggunaan secara penuh.

SPRAIN (KESELEO )

A. PENGERTIAN.
Adalah kekoyakan pada otot, ligament atau tendon yang dapat bersifat sedang atau parah.

B. PATOFISIOLOGI.
Adalah kekoyakan ( avulsion ) seluruh atau sebagian dari dan disekeliling sendi, yang
disebabkan oleh daya yang tidak semestinya, pemelintiran atau mendorong / mendesak pada
saat berolah raga atau aktivitas kerja.
Kebanyakan keseleo terjadi pada pergelangan tangan dan kaki, jari-jari tangan dan kaki. Pada
trauma olah raga (sepak bola) sering terjadi robekan ligament pada sendi lutut. Sendi-sendi
lain juga dapat terkilir jika diterapkan daya tekanan atau tarikan yang tidak semestinya tanpa
diselingi peredaan.

C. TANDA DAN GEJALA.


o Sama dengan strain (kram) tetapi lebih parah.
o Edema, perdarahan dan perubahan warna yang lebih nyata.
o Ketidakmampuan untuk menggunakan sendi, otot dan tendon.
o Tidak dapat menyangga beban, nyeri lebih hebat dan konstan.

D. RENCANA PERAWATAN.
1. Pembedahan.
Mungkin diperlukan agar sendi dapat berfungsi sepenuhnya; pengurangan-pengurangan
perbaikan terbuka terhadap jaringan yang terkoyak.
2. Kemotherapi.
Dengan analgetik Aspirin (100-300 mg setiap 4 jam) untuk meredakan nyeri dan peradangan.
Kadang diperlukan Narkotik (codeine 30-60 mg peroral setiap 4 jam) untuk nyeri hebat.
3. Elektromekanis.
dengan kantong es 24 0C Penerapan dingin
Pembalutan / wrapping eksternal.
Dengan pembalutan, cast atau pengendongan (sung).
Posisi ditinggikan.
Jika yang sakit adalah bagian ekstremitas.
Latihan ROM.
Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat dan perdarahan. Latihan pelan-pelan
dimulai setelah 7-10 hari tergantung jaringan yang sakit.
Penyangga beban.
Menghentikan penyangga beban dengan penggunaan kruk selama 7 hari atau lebih tergantung
jaringan yang sakit.

STUDI DIAGNOSTIK.
a. Riwayat :
o Tekanan
o Tarikan tanpa peredaan
o Daya yang tidak semestinya
b. Pemeriksaan Fisik :
Tanda-tanda pada kulit, sistem sirkulasi dan muskuloskeletal .

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN


STRAIN DAN SPRAIN

I. PENGKAJIAN.
1. Identitas pasien.
2. Keluhan Utama.
Nyeri, kelemahan, mati rasa, edema, perdarahan, perubahan mobilitas / ketidakmampuan
untuk menggunakan sendi, otot dan tendon.
3. Riwayat Kesehatan.
a. Riwayat Penyakit Sekarang.
o Kapan keluhan dirasakan, apakah sesudah beraktivitas kerja atau setelah berolah raga.
o Daerah mana yang mengalami trauma.
o Bagaimana karakteristik nyeri yang dirasakan.
b. Riwayat Penyakit Dahulu.
Apakah klien sebelumnya pernah mengalami sakit seperti ini atau mengalami trauma pada
sistem muskuloskeletal lainnya.
c. Riwayat Penyakit Keluarga.
Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.
4. Pemeriksaan Fisik.
a. Inspeksi :
o Kelemahan
o Edema
o Perdarahan perubahan warna kulit
o Ketidakmampuan menggunakan sendi
b. Palpasi :
o Mati rasa
c. Auskultasi
d. Perkusi.
5. Pemeriksaan Penunjang.
Pada sprain untuk diagnosis perlu dilaksanakan rontgen untuk membedakan dengan patah
tulang.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL.


1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidakmampuan, ditandai dengan
ketidakmampuan untuk mempergunakan sendi, otot dan tendon.
Tujuan :
o Meningkatkan / mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin.
o Menunjukkan teknik memampukan melaksanakan aktivitas ( ROM aktif dan pasif ).
Intervensi :
Kaji derajat mobilitas yang dihasilkan oleh cedera / pengobatan dan perhatikan persepsi
pasien terhadap mobilisasi.
Ajarkan untuk melaksanakan latihan rentang gerak pasien / aktif pada ekstremitas yang
sehat dan latihan rentang gerak pasif pada ekstremitas yang sakit.
Berikan pembalutan, pembebatan yang sesuai.
2. Nyeri akut berhubungan dengan peregangan atau kekoyakan pada otot, ligament atau
tendon ditandai dengan kelemahan, mati rasa, perdarahan, edema, nyeri.
Tujuan :
o Menyatakan nyeri hilang.
Intervensi :
Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips dan pembalutan.
Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena.
Pemberian kompres dingin dengan kantong es 24 0C.
Ajarkan metode distraksi dan relaksasi selama nyeri akut.
Berikan individu pereda rasa sakit yang optimal dengan analgesik.

3. Gangguan konsep diri berhubungan dengan kehilangan fungsi tubuh.


Tujuan :
o Mendemonstrasikan adaptasi kesehatan, penanganan keterampilan.
Intervensi :
Dorong individu untuk mengekspresikan perasaan khususnya mengenai pandangan
pemikiran perasaan seseorang.
Dorong individu untuk bertanya mengenai masalah, penanganan, perkembangan, dan
prognosa kesehatan.
Berikan informasi yang dapat dipercaya dan perkuat informasi yang sudah diberikan.
Hindari kritik negatif.
Beri privasi dan suatu keamanan lingkungan.

Daftar Pustaka

Rachmadi, Agus. 1993. Perawatan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Penerbit : AKPER


Depkes, Banjarbaru.

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Penerbit : EGC, Jakarta.

Nurachman, Elly. 1989. Buku Saku Prosedur Keperawatan Medical Bedah. Penerbit : EGC,
Jakarta.

Carpenito, Lynda Juall. 1999. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8 . Penerbit : EGC,
Jakarta.

MAKALAH SPRAIN
Mar7

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Semakin banyak orang yang melakukan olahraga rekreasional dapat mendorong


dirinya sendiri diluar batas kondisi fisiknya dan terjadi lah cedera olahraga.
Cedera terhadap sistem mukoluskletal dapat bersifat akut (sprain, strain,
dislokasi, fraktur) atau sebagai akibat penggunaan berlebihan secara bertahap
(kondromalasia, tendinitis, fraktur sterss). Atlet profesional juga rentan terhadap
cedera, meskipun latihan mereka disupervisi ketat untuk meminimalkan
terjadinya cedera. Namun sering kali atlet tersebut juga dapat mengalami
cedera muskoluskletal, salah satunya adalah sprain.

Sprain atau keseleo merupakan cedera umum yang dapat menyerang siapa saja,
tetapi lebih mungkin terjadi pada individu yang terlibat dengan olahraga,
aktivitas berulang, dan kegiatan dengan resiko tinggi untuk kecelakaan. Ketika
terluka ligamen, otot atau tendon mungkin rusak, atau terkilir yang mengacu
pada ligamen yang cedera, ligamen adalah pita sedikit elastis jaringan yang
menghubungkan tulang pada sendi, menjaga tulang ditempat sementara
memungkinkan gerakan. Dalam kondisi ini, satu atau lebih ligamen yang
diregangkan atau robek. Gejalanya meliputi nyeri, bengkak, memar, dan tidak
mampu bergerak.

Sprain biasanya terjadi pada jari-jari, pergelangan kaki, dan lutut. Bila
kekurangan ligamen mayor, sendi menjadi tidak stabil dan mungkin diperlukan
perbaikan bedah.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana anatomi dan fisiologi sprain?

2. Apa yang disebut dengan sprain?

3. Apa penyebab terjadinya sprain?

4. Apa tanda dan gejala sprain?

5. Menjelaskan klasifikasi sprain?

6. Menjelaskan patofisiologi sprain?

7. Menjelaskan manifestasi klinis sprain?

8. Menjelaskan pemeriksaan penunjang sprain?

9. Menjelaskan penatalaksanaan sprain?

10. Menjelaskan komplikasi sprain?

11. Menjelaskan pencegahan sprain?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan Umum :
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan trauma musculoskeletal
khususnya sprain

Tujuan Khusus :

Untuk mengidentifikasi pengertian, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi,


klasifikasi, komplikasi, penatalaksanaan, pencegahan, dan pemeriksaan
penunjang tentang sprain.

1.4 Manfaat Penulisan

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan sprain

2. Mengerti apa yang menyebabkan sprain

3. Mengetahui proses dari sprain

4. Mengetahui pemeriksaan yang harus dilakukan pada penyakit sprain

5. Mengerti tentang cara pengobatan sprain

6. Mengetahui patofisologi sprain

7. Mengetahui manifestasi klinis sprain

8. Mengetahui pemeriksaan penunjang sprain

9. Mengetahui penatalaksanaan sprain

10. Mengetahui komplikasi sprain

11. Mengetahui pencegahan sprain

BAB II

KONSEP TEORITIS PENYAKIT

2.1 Anatomi Fisiologi

Ligamen adalah jaringan ikat yang berbentuk pita mempertemukan kedua ujung
tulang pada sendi. Ligamen membungkus tulang dengan tulang yang diikat oleh
sendi. Beberapa tipe ligamen :

a. Ligamen Tipis Ligamen pembungkus tulang dan kartilago. Merupakan


ligament kolateral yang ada di siku dan lutut. Ligamen ini memungkinkan
terjadinya pergerakan.

b. Ligamen jaringan elastik kuning.Merupakan ligamen yang dipererat oleh


jaringan yang membungkus danmemperkuat sendi, seperti pada tulang bahu
dengan tulang lengan atas.

Ligamen berfungsi untuk menyangga dan menguatkan sendi.


Sendi adalah tempat dua tulang atau lebih yang saling berhubungan, dapat
terjadi pergerakan atau tidak (Drs.H.Syaifuddin,AMK dalam anatomi fisiologi edisi
4 hal 112).

Sendi adalah semua persambungan tulang, baik yang memungkinkan tulang-


tulang tersebut dapat bergerak satu sama lain (Noer S.,1996).

Sendi adalah hubungan antara dua tulang yang memungkinkan pergerakan


(Smeltzer,2002).

Sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang (Price,1995).

Sendi adalah hubungan atau pertemuan dua buah tulang atau lebih yang
memungkinkan pergerakan satu sama lain maupun yang tidak dapat bergerak
satu sama lain (Lukman Nurna Ningsih dalam askep musculoskeletal hal 5).

a. Klasifikasi

1. Menurut permukaannya

a) Sendi pelana. Sendi ini permukaannya hamper datar yang memungkinkan


tulang saling bergeser

b) Sendi engsel. Mirip engsel pintu sehingga memungkinkan gerakan fleksi


dan ekstensi

c) Sendi kondiloid. Permukaan sendi berbentuk konveks yang nyata dan


bersendi dengan permukaan yang konkaf, seperti sendi engsel tapi bergerak
dengan 2 bidang dan 4 arah

d) Sendi ellipsoid. Permukaan sendi berbentuk konveks elips

e) Sendi peluru. Kepala sendi berbentuk bola, pada salah satu tulang cocok
dengan lekuk sendi yang berbentuk seperti soket.

f) Sendi pasak. Pada sendi ini terdapat pasak dikelilingi cincin ligamentum
bertulang.

g) Sendi pelanan. Berbentuk pelanan kuda, dapat melakukan gerakan yang


dapat memberikan banyak kebebasan untuk bergerak.

2. Menurut pergerakannya

a) Sendi fibrus (sinartrosis) adalah sendi yang tidak bergerak sama sekali.

b) Sendi amfiartrosis adalah suatu sendi pergerakannya sedikit sekali karena


komponen sendi tidak cukup dan permukaan dilapisi oleh bahan yang
memungkinkan pergerakan sendi sedikit.

c) Sendi diartrosis (sendi synovial) adalah sendi dengan pergerakan bebas.

3. Menurut tempatnya
Persendian tungkai bawah. Persendian antara tibia dan fibula :

a) Artikulasio tibia-fibula proksimal yaitu sendi yang terdapat antara fascies


artikularis kapitulum fibula ossis pada kondilus dengan fascies artikularis fibularis
ossis pada kondilus tibia, ikat sendi ligamentum tibia fibularis proksimal.

b) Sindesmosis tibia fibularis yaitu persendian fascies artikularis tibia ossis


fibulae dan insisura fibularis ossis tibialis.

c) Hubungan antara Krista interosea fibula dan trista interosea tibia,


terbentang melalui membrane interrosa kruris yang terbentang dari proksimalis
dibawah kolum fibulae ke distal sampai batas 1/3 distal os tibia dan fibula. Arah
serabut membrane unterosa kruris dari medial atas ostibia kerateral bawah
menuju os fibula.

2.2 Konsep Penyakit

2.2.1 Pengertian

Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi, akibat gerakan menjepit
atau memutar.

(Brunner & Suddarth. 2001. KMB. Edisi 8. Vol3.hal 2355. Jakarta:EGC)

Sprain adalah trauma pada ligamentum, struktur fibrosa yang memberikan


stabilitas sendi, akibat tenaga yang diberikan ke sendi dalam bidang abnormal
atau tenaga berlebihan dalam bidang gerakan sendi.

(Sabiston.1994.Buku Ajar Bedah. Bagian 2. Hal 370. Jakarta:EGC)

Sprain merupakan keadaan ruptura total atau parsial pada ligamen penyangga
yang mengelilingi sebuah sendi.

(Kowalak, Jenifer P. 2011. Patofisiologi. Hal 438. Jakarta:EGC)

Dari ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sprain adalah cedera
struktural ligamen akibat tenaga yang di berikan ke sendi abnormal, yang juga
merupakan keadaan ruptura total atau parsial pada ligamen.
2.2.2 Klasifikasi

( Marilynn. J & Lee. J. 2011. Seri Panduan Praktis Keperawatan Klinis. Hal 124.
Jakarta : Erlangga)

a. Sprain derajat I (kerusakan minimal)

Nyeri tanpa pembengkakan, tidak ada memar, kisaran pembengkakan aktif dan
pasif, menimbulkan nyeri, prognosis baik tanpa adanya kemungkinan instabilitas
atau gangguan fungsi.

b. Sprain derajat II (kerusakan sedang)

Pembengkakan sedang dan memar, sangat nyeri, dengan nyeri tekan yang lebih
menyebar dibandingkan derajat I. Kisaran pergerakan sangat nyeri dan tertahan,
sendi mungkin tidak stabil, dan mungkin menimbulkan gangguan fungsi.

c. Sprain derajat III (kerusakan kompit pada ligamen)

Pembengkakan hebat dan memar, instabilitas stuktural dengan peningkatan


kirasan gerak yang abnormal (akibat putusnya ligamen), nyeri pada kisaran
pergerakan pasif mungkin kurang dibandingkan derajat yang lebihh rendah
(serabut saraf sudah benar-benar rusak). Hilangnya fungsi yang signifikan yang
mungkin membutuhkan pembedahan untuk mengembalikan fungsinya.

2.2.3 Etiologi

(Kowalak, Jenifer P. 2011. Patofisiologi. Hal 438. Jakarta:EGC)

Penyebab sprain meliputi :

Tekanan ekternal berlebih : pemuntiran mendadak dengan tenaga yang lebih


kuat daripada kekuatan ligamen dengan menimbulkan gerakan sendi di luar
kisaran gerak (RPS) normal seperti terglincir saat berlari atau melompat
sehingga terjadi sprain.

2.2.4 Patofisiologi

Adanya tekanan eksternal yang berlebih menyebabkan suatu masalah yang


disebut dengan sprain yang terutama terjadi pada ligamen. Ligamen akan
mengalami kerusakan serabut dari rusaknya serabut yang ringan maupun total
ligamen akan mengalami robek dan ligamen yang robek akan kehilangan
kemampuan stabilitasnya. Hal tersebut akan membuat pembuluh darah akan
terputus dan terjadilah edema ; sendi mengalami nyeri dan gerakan sendi terasa
sangat nyeri. Derajat disabilitas dan nyeri terus meningkat selama 2 sampai 3
jam setelah cedera akibat membengkaan dan pendarahan yang terjadi maka
menimbulkan masalah yang disebut dengan sprain.

2.2.5 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala mungkin timbul karena sprain meliputi :


a. Nyeri lokal (khususnya pada saat menggerakkan sendi)

b. Pembengkakan dan rasa hangat akibat inflamasi

c. Gangguan mobilitas akibat rasa nyeri (yang baru terjadi beberapa jam
setelah cedera)

d. Perubahan warna kulit akibat ekstravasasi darah ke dalam jaringan


sekitarnya.

2.2.6 Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi pada kondisi ini meliputi:

a. Dislokasi berulang akibat ligamen yang ruptur tersebut tidak sembuh


dengan sempurna sehingga diperlukan pembedahan untuk memperbaikinya
(kadang-kadang).

b. Gangguan fungsi ligamen (jika terjadi tarikan otot yang kuat sebelum
sembuh dan tarikan tersebut menyebabkan regangan pada ligamen yang ruptur,
maka ligamen ini dapat sembuh dengan bentuk memanjang, yang disertai
pembentukan jaringan parut secara berlebihan).

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Foto rontgen/ radiologi.

yaitu pemeriksaan diagnostik noninvasif untuk membantu menegakkan


diagnosa.

Hasil pemeriksaan di temukan kerusakan pada ligamen dan sendi.

2. MRI ( Magnetic Resonance Imaging)

Yaitu pemeriksaan dengan menggunakan gelombang magnet dan gelombang


frekuensi radio, tanpa menggunakan sinar x atau bahan radio aktif, sehingga
dapat diperoleh gambaran tubuh yang lebih detail.

Hasil yang diperoleh gambaran ligamen yang luka.

2.2.8 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis

1) Imobilisasi

1. Penggunaan gips

2. Elastis

2) Farmakologi

1. Analgetik

Analgetik biasanya digunakan untuk klien yang mengalami nyeri. Berikut contoh
obat analgetik :

Aspirin:

Kandungan : Asetosal 500mg ; Indikasi : nyeri otot ; Dosis dewasa 1tablet atau
3tablet perhari,anak > 5tahun setengah sampai 1tablet,maksimum 1 sampai
3tablet perhari.

Bimastan :

Kandungan : Asam Mefenamat 250mg perkapsul, 500mg perkaplet ; Indikasi :


nyeri persendian, nyeri otot ; Kontra indikasi : hipersensitif, tungkak lambung,
asma, dan ginjal ; efeksamping : mual muntah, agranulositosis, aeukopenia ;
Dosis: dewasa awal 500mg lalu 250mg tiap 6jam.

Analsik :

Kandungan : Metampiron 500mg, Diazepam 2mg ; Indikasi : nyeri otot dan


sendi ; Kontra indikasi : hipersensitif ; Efek samping : agranulositosis ; Dosis :
sesudah makan (dewasa 3xsehari 1 kaplet, anak 3xsehari 1/2kaplet).

3) Pemberian kodein atau obat analgetik lain (jika cedera berat)

4) Pemasangan pembalut elastis atau gips, atau jika keseleo berat,


pemasangan gips lunak atau bidai untuk imobilisasi sendi

5) Pembedahan yang segera dilakukan untuk mempercepat kesembuhan,


termasuk penjahitan kedua ujung potongan ligamen agar keduanya saling
merapat (pada sebagia altet).

b. Penatalaksanaan keperawatan

1) Imobilisasi sendi yang cedera untuk mempercepat penyembuhan

2) Elevasi sendi di atas ketinggian jantung selama 48 hingga 72 jam (yang


segera dilakukan sesudah cedera)

3) Penggunaan kruk dan pelatihan cara berjalan (pada keseleo pergelangan


kaki)
4) Kompres es secara intermiten selama 12 hingga 48 jam untuk
mengendalikan pembengkakan (letakkan handuk kecil diantara kantung es dan
kulit untuk mencegah cedera karena hawa dingin).

2.2.9 Pencegahan

1. saat melakukan aktivitas olahraga memakai peralatan yang sesuai seperti


sepatu yang sesuai, misalnya sepatu yang bisa melindungi pergelangan kaki
selama aktivitas.

2. Selalu melakukan pemanasan atau stretching sebelum melakukan aktivitas


atletik, serta latihan yang tidak berlebihan.

3. Cedera olahraga terutama dapat dicegah dengan pemanasan dan


pemakaian perlengkapan olahraga yang sesuai.

2.2 Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

1. Keluhan utama

Keluhan utama adalah nyeri.

2. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat Penyakit Sekarang

Dikarenakan nyeri merupakan pengalaman interpersonal, perawat harus


menanyakannya secara langsung kepada pasien dengan teknik P, Q, R, S, T.

Provoking (penyebab) :apa yang menimbulkan nyeri (aktivitas, spontan, stress


setelah makan dll)?

Quality (kualitas) :apakah tumpul, tajam, tertekan, dalam, permukaan dll?

Apakah pernah merasakan nyeri seperti itu sebelumnya?

Region (daerah) :dimana letak nyeri?

Severity (intensitas) :jelaskan skala nyeri dan frekuensi, apakah di sertai


dengan gejala seperti (mual, muntah, pusing, diaphoresis, pucat, nafas pendek,
sesak, tanda vital yang abnormal dll)?

Timing (waktu) : kapan mulai nyeri? Bagaimana lamanya? Tiba-tiba atau


bertahap? Apakah mulai setelah anda makan? Frekuensi?

b. Riwayat Penyakit Dahulu

1) Apakah klien sebelumnya pernah mengalami sakit seperti ini atau


mengalami trauma pada muskuloskeletal lainnya?

c. Riwayat Penyakit Keluarga


1) Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini?

3. Data Bio-Psiko-Sosial-Spiritual

a. Data Biologis

1) Gerak dan Aktivitas

Kaji kemampuan aktifitas dan mobilitas kehidupan klien sehari-hari.

2) Kebersihan Diri

Kaji apakah ada kesulitan dalam memelihara dirinya.

b. Data Psikologis

1) Rasa Aman

Kaji kemampuan pasien dalam melakukan keamanan dan pencegahan pada saat
melaksanakan akitivitas hidup sehari-hari, termasuk faktor lingkungan, faktor
sensori, serta faktor psikososial.

2) Rasa Nyaman

Kaji apakah pasien mengalami mual dan nyeri (PQRST).

c. Data Sosial

1) Sosial

Melalui komunikasi antar perawat, pasien, dan keluarga dapat dikaji mengenai
pola komunikasi dan interaksi sosial pasien dengan cara mengidentifikasi
kemampuan pasien dalam berkomunikasi.

2) Prestasi

Kaji tentang latar belakang pendidikan pasien.

3) Bermain dan Rekreasi

Kaji kemampuan aktifitas rekreasi dan relaksasi (jenis kegiatan dan frekuensinya)

4) Belajar

Kaji apakah pasien sudah mengerti tentang penyakitnya dan tindakan


pengobatan yang akan dilakukan. Kaji bagaimana cara klien mempelajari
sesuatu yang baru.

d. Data Spiritual

1) Ibadah

Kaji bagaimana klien memenuhi kebutuhan spiritualnya sebelum dan ketika


sakit.
4. Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi :

1) Kelemahan

2) Edema

3) Ketidakstabilan fungsi ligamen

b. Palpasi :

Mati rasa

2.3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, ligamen atau tendon

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidakmampuan

3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan dalam


melaksanakan akitivitas

4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, salah


interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.

2.3.3 Intervensi Keperawatan

Nursing Care Plan Pasien Sprain

Dx. 1 Nyeri Akut (Nanda NIC NOC hal.530)

Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan Rasional
Keperawatan

Nyeri akut Setelah diberikan 1. Lakukan 1. Membantu


berhubungan asuhan keperawatan pengkajian nyeri dalam
dengan spasme selamax24 jam, yang komperhensif mengidentifikasi
otot, ligamen diharapkan nyeri pasien meliputi P,Q,R,S,T derajat
atau tendon. berkurang dengan ketidaknyamanan
kiteria hasil : 2. Tinggikan bagian dan kebutuhan untuk
DS : yang sakit keefektifan analgesic
1. Klien mengatakan
pasien nyeri berkurang 3. Lakukan 2. Menurunkan
mengeluh nyeri, perubahan posisi aliran balik vena,
pasien 2. Memperlihatkan
mengatakan pengendalian nyeri 4. Lakukan kompres menurunkan edema
nyerinya seperti dingin/es selama 24- dan rasa nyeri
di tusuk-tusuk, 3. Mempertahankan 48 jam pertama dan 3. Untuk
pasien tingkat nyeri pada skala sesuai indikasi memperlancar
mengatakan 2 dari 1-10 dari skala sirkulasi darah
5. Bantu pasien
nyeri bertambah khususnya pada area
apabila kakinya nyeri yang diberikan mengidentifikasi yang tertekan dan
digerakkan. tindakan untuk menghindari
4. Pasien tidak tampak kenyamanan yang terjadinya dekubitus
DO : kesakitan dan meringis efektif di masa lalu
lagi seperti distraksi dan 4. Menurunkan
pasien udema /
tampak 5. TD = 110/70 relaksasi
pembentukan
kesakitan, pasien 120/80 mmHg 6. Kolaborasi hematoma,
tampak merintih, dengan dokter menurunkan sensasi
skala nyeri 4 dari 6. Memperlihatkan
10 skala nyeri teknik relaksasi secara dalam pemberian nyeri
analgetik
yang diberikan, individual yang efektif 5. Dengan teknik
TD= 90/60 untuk mencapai relaksasi dan teknik
mmHg. kenyamanan. distraksi dapat
mengalihkan
perhatian pasien
agar tidak terfokus
pada nyeri sehingga
nyeri bisa dirasakan
berkurang

6. Dalam
pemberian analgetik
impuls nyeri pasien
berkurang

Dx 2 Gangguan Mobilitas Fisik (Nanda NIC NOC hal. 472)

Diagnosa Tujuan dan Kriteria


Rencana Tindakan Rasional
Keperawatan Hasil

Gangguan Setelah diberikan 1. Kaji derajat 1. Mengetahui


mobilitas fisik asuhan keperawatan imobilisasi yang persepsi diri pasien
berhubungan selama x24 ajm, dihasilkan oleh cedera mengenai
dengan nyeri / diharapkan pasien / pengobatan dan keterbatasan fisk
ketidakmampuan. dapat memperlihatkan perhatikan persepsi aktual, mendapatkan
mobilitas pergerakan pasien terhadap informasi dan
DS : sendi dan otot denganimmobilisasi menentukan
pasien kriteria hasil : informasi dalam
2. Instruksikan meningkatkan
mengatakan 1. Pasien mampu pasien / bantu dalam kemajuan kesehatan
kakinya sulit melakukan ROM aktif rentang gerak klien / pasien
digerakan dan ambulasi dengan aktif pada ekstremitas
DO : perlahan yang sakit dan yang 2. Meningkatkan
tidak sakit aliran darah ke
pasien 2. Berjalan dengan ligamen dan ke
tampak menggunakan langkah- 3. Berikan tulang untuk
mengalami langkah yang benar lingkungan yang mempertahankan
perubahan cara sejauh 2 m. aman, misalnya ingin gerak sendi
berjalan, pasien ke kamar mandi
tampak kesulitan ataupun ingin duduk 3. Menghindari
dalam membolak- di bantu terjadinya cedera
balik posisi menggunakan berulang.
tubuhnya, pasien pegangan tangan, 4. Agar pasien
tampak berbaring penggunaan alat terhindar dari
di tempat tidur. bantu moblilitas atau kerusakan kembali
kursi roda penyelamat pada ekstremitas

4. Ajarkan cara-cara yang luka.


yang benar dalam 5. Penanganan
melakukan macam- yang tepat dapat
macam mobilisasi mempercepat waktu
seperti body penyembuhan.
mechanic ROM aktif
dan ambulasi

5. Kolaborasi
dengan fisioterapi
dalam penanganan
traksi yang boleh
digerakkan dan yang
belum boleh
digerakkan.

Dx 3 Defisit Perawatan Diri (Nanda NIC NOC hal. 642)

Diagnosa Tujuan dan Kriteria


Rencana Tindakan Rasional
Keperawatan Hasil

Defisit perawatan Setelah diberikan 1. Kaji kebersihan 1. Untuk


diri berhubungan asuhan keperawatan tubuh dan mulut mengetahui tingkat
dengan selama x 24 jam pasien. kebersihan pasien.
ketidakmampuan diharapkan pasien
dalam mampu melakukan 2. Bantu pasien 2. Menjaga
melaksanakan perawatan diri secara dalam melakukan kebersihan pasien
aktivitas. mandiri dengan kriteria mandi dan hygiene agar terhindar dari
hasil : oral sampai pasien bakteri dan
DS : pasien benar-benar mampu mikroorganisme dan
mengatakan 1. Pasien tampak melakukan menciptakan
belum mandi sejak bersih dan rapi. perawatan diri. kemandirian pasien.
kemarin, pasien
mengatakan 2. Pasien 3. Ajarkan 3. Agar pasien dan
badannya terasa mengatakan badannya pasien/keluarga keluarga mengerti
lengket dan kulit tidak lengket dan kulit penggunaan metode tentang metode
kusam. Pasien tidak kusam lagi. alternatif untuk alternatif untuk
mengatakan tidak mandi dan hygiene mandi dan hygiene
bisa kekamar 3. Pasien tampak oral. oral dan melatih
mandi. dapat melakukan pasien dalam
perawatan gigi dan 4. Kolaborasi menjaga kebersihan
DO : pasien mulut. dengan dokter dalam diri.
tampak kusam dan pemberian sabun
kotor, pasien kesehatan yang baik 4. Pemberian
tampak tidak sebelum mandi, sabun yang baik
mampu pergi ke anjurkan mandi untuk kesehata
kamar mandi. menggunakan air mencegah kuman
hangat pada kulit pasien, air
hangat dapat
mendilatasi
pembuluh darah.

Dx 4 Kurang Pengetahuan (Nanda NIC NOC hal.440)

Diagnosa Tujuan dan Kriteria


Rencana Tindakan Rasional
Keperawatan Hasil

Kurang pengetahuan Setelah diberikan 1. Kaji gaya 1. Untuk


berhubungan asuhan keperawatan belajar pasien mempermudah cara
dengan kurang selama x 24 jam, penyampaian materi
informasi, salah diharapkan pasien 2. Lakukan
interpretasi akan mendapatkan penilaian terhadap 2. Mengetahui
informasi, tidak pengetahuan tingkat sebatas mana
mengenal sumber mengenai penyakitnya pengetahuan pengetahuan yang
informasi. dan mengetahui pasien saat ini dan tidak diketahui
tentang program pemahaman pasien sehingga
DS : pasien pengobatan dengan terhadap materi memudahkan untuk
mengatakan tidak kriteria hasil: pemberian informasi
mengetahui tentang 3. Berinteraksi
penyakitnya dan 1. Pasien dengan pasien 3. Agar pasien lebih
program pengobatan mengatakan mengerti dengan cara tidak mengerti dan untuk
yang akan di dan memahami menghakimi unutk mempermudah
lakukan. tentang penyakitnya memfasilitasi penyerapan informasi
dan program pembelajaran
DO : pasien tampak pengobatan yang akan 4. Meningkatkan
menunjukkan 4. Beri pemahaman dan
di lakukan. penyuluhan sesuai meningkatkan kerja
perilaku yang tidak
sesuai atau terlalu 2. Pasien tampak tingkat sama dalam
berlebihan seperti tidak menunjukkan pemahaman penyembuhan atau
agitasi, pasien perilaku yang tidak pasien, ulangi dan mengurangi
tampak tidak sesuai atau berlebihan informasi bila resiko komplikasi
mengikuti seperti agitasi lagi, diperlukan.
5. Pasien dapat
instruksiyang di pasien tampak 5. Kolaborasi mengikuti program
berikan secara mengikuti instruksi dengan dokter terapi sesuai dengan
akurat. yang diberikan secara untuk kemampuannya.
akurat.
memfasilitasi
kemampuan
pasien mengikuti
program terapi.

2.3.4 Implementasi

Sesuai dengan intervensi.

2.3.5 Evaluasi

1. Dx 1

a. Pasien mengatakan nyeri berkurang

b. Memperlihatkan pengendalian nyeri

c. Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 2 dari 1-10 skala nyeri yang
diberikan

d. Pasien tidak tampak kesakitan dan meringis lagi

e. TD = 110/70 120/80 mmHg

f. Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk


mencapai kenyamanan.

2. Dx 2

a. Pasien mampu melakukan ROM aktif dan ambulasi dengan perlahan

b. Berjalan dengan menggunakan langkah-langkah yang benar sejauh 2 m.

3. Dx 3

a. Pasien tampak bersih dan rapi

b. Pasien mengatakan badannya tidak lengket dan kulit tidak kusam lagi

c. Pasien tampak dapat melakukan perawatan gigi dan mulut.

4. Dx 4

a. Pasien mengatakan mengerti dan memahami tentang penyakitnya dan


program pengobatan yang akan dilakukan

b. Pasien tampak tidak menunjukan perilaku yang tidak sesuai atau


berlebihan seperti agitasi lagi, pasien tampak mengukti instruksi yang diberikan
secara akurat.

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi, akibat gerakan menjepit
atau memutar (keseleo). Sprain terjadi karena adanya benturan dari benda
tumpul atau benda tajam yang terjadi pada ligamen. Ligamen akan mengalami
robek dan ligamen yang robek akan kehilangan kemampuan stabilitasnya.
Penyebab terjadinya sprain adalah pemuntiran mendadak dengan tenaga yang
lebih kuat daripada kekuatan ligamen dengan menimbulkan gerakan sendi di
luar kisaran gerak normal.

3.2 Saran

Dengan diberikannya tugas ini penulis dapat lebih memahami dan mengerti
tentang bagaimana penyakit sprain dan dapat melakukan perawatan yang baik
dan tepat serta menegakkan asuhan keperawatan yang baik. Dengan adanya
hasil tugas ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bacaan untuk menambah
wawasan dari ilmu yang telah didapatkan dan lebih baik lagi dari sebelumnya.

DATAR PUSTAKA

Smeler, Suzanne. C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikat Bedah Brunner Dan
Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC.

Carpenito, Lynda Juall. 1999. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta :
EGC.

Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawtan : diagnosis NANDA,


intrervensi NIC, kiteria hasil NOC. Jakarta : EGC

Kowalak, Jennifer P. 2011. Buka Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC


TUGAS SISTEM MUSKULOSKELETAL
ASKEP STRAIN,SPRAIN DAN DISLOKASI

Oleh :
Nama : Sugiarti
Nim : 01001006
Prodi : S1 Keperawatan

STIKES AMANAH MAKASSAR


2012/2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam asuhan
keperawatan Strain,Sprain dan Dislokasi.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki
sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Sekian dan terima kasih.

Makassar,09 November 2012

penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
BAB II KONSEP MEDIS
1. STRAIN
A. Pengertian
B. Etiologi
C. Tanda dan Gejala
D. Patofiologi
E. Klasifikasi Strain
F. Manifestasi klinis
G. Komplikasi
H. Penatalaksanaan
I. Rencana Perawatan
2. SPRAIN
A. Pengertian
B. Tingkatan Sprain
C. Patofisiologi
D. Tanda Dan Gejala
E. Pemeriksaan Diagnostik
F. Penatalaksanaan
3. DISLOKASI
A. Pengertian
B. Etiologi
C. Patofiologi
D. Klasifikasi
E. Manifestasi klinis
F. Pemeriksaan Fisik
G. Pemeriksaan Diagnostik
H. Diagnosis/Kriteria Diagnosis
I. Penatalaksanaan
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
1. STRAIN DAN SPRAIN
A. Pengkajian
B. Diagnosa, Intervensi, Rasional
2. DISLOKASI
A. Pengkajian
C. Diagnosa, Intervensi, Rasional
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trauma pada jaringan muskuloskeletal dapat melibatkan satu jaringan yang spesifik
seperti ligament, tendon atau satu otot tunggal, walaupun injury pada satu jaringan tunggal
jarang terjadi. Kejadian yang lebih umum adalah beberapa jaringan mengalami injury dalam
suatu insiden traumatik seperti fraktura yang berhubungan dengan trauma kulit, saraf dan
pembuluh darah.
Injury yang kurang alamiah sifatnya melibatkan lebam atau kontusio pada kulit ; kram
(regangan) atau strain pada serabut tendon atau ligament, keseleo (koyak) atau sprain yang
pada beberapa banyak atau semua tendon, ligament bahkan juga tulang dan sekeliling sendi.
Karena keadaan di atas yaitu kram dan keseleo mempunyai tanda inisial yang mirip (dengan
beberapa perbedaan).
Di antara kelainan yang timbul pada banyak organ tubuh manusia akibat penuaan
adalah atrofi, yang berarti organ tersebut menjadi lebih kecil. Atrofi dapat terjadi pada otot,
kerangka tulang, kulit, otak, hati, ginjal sertajantung. Atrofi disebabkan karena kurang aktif
dari organ tersebut, tidak cukup nutrisi, dan kurang stimulasi hormonal (osteoporosis wanita
menopause), dan kehilangan sel. Atrofi pada otot menimbulkan tungkai mengecil (menjadi
lebih kurus), tenag berkurang/menurun. Atrofi pada hati menurunnya kemampuan untuk
mengeliminasi obat-obatan dan minuman keras (alkohol). Atrofi pada saraf menyebabkan
saraf kehilangan serabut myelin, sehingga kecepatan hantaran saraf berkurang serta refleks
menjadi lebih lambat.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan trauma muskuloskeletal : strain,
sprain dan dislokasi.
2. Tujuan Khusus
Untuk mengidentifikasi pengertian, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala,
manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan tentang trauma
muskuloskeletal : strain,sprain dan dislokasi.
BAB II
KONSEP MEDIS
1. STRAIN
A. Pengertian
1. Strain adalah tarikan otot akibat penggunaan berlebihan,peregangan berlebihan,atau stress
yang berlebihan.
2. Strain adalah robekan mikroskopis tidak komplit dengan perdarahan ke dalam jaringan.
(Smeltzer Suzame, KMB Brunner dan Suddarth)
3. Strain adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada struktur
muskulotendinous (otot atau tendon).
Strain akut pada struktur muskulotendious terjadi pada persambungan antara otot dan
tendon. Tipe cedera ini sering terlihat pada pelari yang mengalami strain pada hamstringnya.
Beberapa kali cedera terjadi secara mendadak ketika pelari dalam melangkahi penuh.

B. Etiologi
Pada strain akut :
Ketika otot keluar dan berkontraksi secara mendadak
Pada strain kronis :
Terjadi secara berkala oleh karena penggunaaan yang berlebihan/tekanan berulang-
ulang,menghasilkan tendonitis (peradangan pada tendon).

C. Tanda dan Gejala


1. Kelemahan
2. Mati rasa
3. Perdarahan yang ditandai dengan :
4. Perubahan warna
5. Bukaan pada kulit
6. Perubahan mobilitas, stabilitas dan kelonggaran sendi.
7. Nyeri
8. Odema

D. Patofiologi
Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung (impact) atau tidak
langsung (overloading). Cedera ini terjadi akibat otot tertarik pada arah yang salah,kontraksi
otot yang berlebihan atau ketika terjadi kontraksi ,otot belum siap,terjadi pada bagian groin
muscles (otot pada kunci paha),hamstring (otot paha bagian bawah),dan otot guadriceps.
Fleksibilitas otot yang baik bisa menghindarkan daerah sekitar cedera memar dan
membengkak.

E. Klasifikasi Strain
1. Derajat I/Mild Strain (Ringan)
Derajat i/mild strain (ringan) yaitu adanya cidera akibat penggunaan yang berlebihan
pada penguluran unit muskulotendinous yang ringan berupa stretching/kerobekan ringan pada
otot/ligament.
a. Gejala yang timbul :
Nyeri local
Meningkat apabila bergerak/bila ada beban pada otot
b. Tanda-tandanya :
Adanya spasme otot ringn
Bengkak
Gangguan kekuatan otot
Fungsi yang sangat ringan
c. Komplikasi
Strain dapat berulang
Tendonitis
Perioritis
d. Perubahan patologi
Adanya inflasi ringan dan mengganggu jaringan otot dan tendon namun tanda perdarahan
yang besar.
e. Terapi
Biasanya sembuh dengan cepat dan pemberian istirahat,kompresi dan elevasi,terapi latihan
yang dapat membantu mengembalikan kekuatan otot.

2. Derajat II/Medorate Strain (Ringan)


Derajat ii/medorate strain (ringan) yaitu adanya cidera pada unit muskulotendinous
akibat kontraksi/pengukur yang berlebihan.
a. Gejala yang timbul
Nyeri local
Meningkat apabila bergerak/apabila ada tekanan otot
Spasme otot sedang
Bengkak
Tenderness
Gangguan kekuatan otot dan fungsi sedang
b. Komplikasi sama seperti pada derajat I :
Strain dapat berulang
Tendonitis
Perioritis
c. Terapi :
Impobilisasi pada daerah cidera
Istirahat
Kompresi
Elevasi
d. Perubahan patologi :
Adanya robekan serabut otot

3. Derajat III/Strain Severe (Berat)


Derajat III/Strain Severe (Berat) yaitu adanya tekanan/penguluran mendadak
yangcukup berat. Berupa robekan penuh pada otot dan ligament yang menghasilkan
ketidakstabilan sendi.
a. Gejala :
Nyeri yang berat
Adanya stabilitas
Spasme
Kuat
Bengkak
Tenderness
Gangguan fungsi otot
b. Komplikasi ;
Distabilitas yang sama
c. Perubahan patologi :
Adanya robekan/tendon dengan terpisahnya otot dengan tendon.
d. Terapi :
Imobilisasi dengan kemungkinan pembedahan untuk mengembalikan fungsinya.

F. Manifestasi klinis
1. Biasanya perdarahan dalam otot, bengkak, nyeri ketika kontraksi otot
2. Nyeri mendadak
3. Edema
4. Spasme otot
5. Haematoma

G. Komplikasi
1. Strain yang berulang
2. Tendonitis

H. Penatalaksanaan
Istirahat akan mencegah cidera tambah dan mempercepat penyembuhan
Meninggikan bagian yang sakit,tujuannya peninggian akan mengontrol pembengkakan.
Pemberian kompres dingin. Kompres dingin basah atau kering diberikan secara intermioten
20-48 jam pertama yang akan mengurangi perdarahan edema dan ketidaknyamanan.
Kelemahan biasanya berakhir sekitar 24 72 jam sedangkan mati rasa biasanya
menghilang dalam 1 jam. Perdarahan biasanya berlangsung selama 30 menit atau lebih
kecuali jika diterapkan tekanan atau dingin untuk menghentikannya. Otot, ligament atau
tendon yang kram akan memperoleh kembali fungsinya secara penuh setelah diberikan
perawatan konservatif.

I. Rencana Perawatan
1. Kemotherapi.
Dengan analgetik seperti Aspirin (300 600 mg/hari) atau Acetaminofen (300 600
mg/hari).
2. Elektromekanis.
Penerapan dingin.
Dengan kantong es 24 0C
Pembalutan atau wrapping eksternal.
Dengan pembalutan atau pengendongan bagian yang sakit.
Posisi ditinggikan atau diangkat.
Dengan ditinggikan jika yang sakit adalah ekstremitas.
Latihan ROM.
Latihan pelan-pelan dan penggunaan semampunya sesudah 48 jam.
Penyangga beban.
Semampunya dilakukan penggunaan secara penuh.

2. SPRAIN (KESELEO)
A. Pengertian
Sprain Adalah kekoyakan pada otot, ligament atau tendon yang dapat bersifat sedang
atau parah.
B. Tingkatan Sprain
1. Sprain ringan / tingkat 1 :
Merupakan robekan dari beberapa ligament akan tetapi tidak menghilangkan dan
menurunkan fungsi sendi tersebut.
Pasien bisa merawat sendiri selama proses rehabilitasi, atau setelah mendapatkan
diagnosa dari dokter. Masa penyembuhan antara 2-6 minggu. Terjadi rasa sakit,
pembengkakan kecil, sedikit perdarahan tetapi tidak terjadi leksitas abnormal.
2. Sprain sedang / tingkat 2 :
Dimana terjadi kerusakan ligamen yang cukup lebih besar tetapi tidak sampai terjadi
putus total. Terjadi rupture pada ligament sehingga menimbulkan penurunan fungsi sendi.
Untuk pemulihannya membutuhkan bantuan fisioterapi dengan rentang waktu 2-6
minggu.Rasa sakit/nyeri,bengkak terjadi perdarahan yang lebih banyak.

3. Sprain tingkat 3 :
Terjadi rupture komplit dari ligament sehingga terjadi pemisahan komplit ligament
dari tulang. Untuk bisa pulih kembali maka diperlukan tindakan operasi dan fisioterapi dan
rata-rata memakan waktu 8-10 minggu. pada tingkatan ini ligamen pada lutut mengalami
putus secara total dan lutut tidak dapat digerakkan.
C. Patofisiologi.
Kekoyakan (avulsion) seluruh atau sebagian dari dan disekeliling sendi, yang
disebabkan oleh daya yang tidak semestinya, pemelintiran atau mendorong / mendesak pada
saat berolah raga atau aktivitas kerja. Kebanyakan keseleo terjadi pada pergelangan tangan
dan kaki, jari-jari tangan dan kaki. Pada trauma olah raga (sepak bola) sering terjadi robekan
ligament pada sendi lutut. Sendi-sendi lain juga dapat terkilir jika diterapkan daya tekanan
atau tarikan yang tidak semestinya tanpa diselingi peredaan.

D. Tanda Dan Gejala.


1. Sama dengan strain (kram) tetapi lebih parah.
2. Edema, perdarahan dan perubahan warna yang lebih nyata.
3. Ketidakmampuan untuk menggunakan sendi, otot dan tendon.
4. Tidak dapat menyangga beban, nyeri lebih hebat dan konstan

E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Riwayat :
a. Tekanan
b. Tarikan tanpa peredaan
c. Daya yang tidak semestinya
2. Pemeriksaan Fisik :
Tanda-tanda pada kulit, sistem sirkulasi dan muskuloskeletal.

F. Penatalaksanaan
1. Pembedahan.
Mungkin diperlukan agar sendi dapat berfungsi sepenuhnya; pengurangan-pengurangan
perbaikan terbuka terhadap jaringan yang terkoyak.
2. Kemotherapi
Dengan analgetik Aspirin (100-300 mg setiap 4 jam) untuk meredakan nyeri dan
peradangan. Kadang diperlukan Narkotik (codeine 30-60 mg peroral setiap 4 jam) untuk
nyeri hebat.
3. Elektromekanis.
Penerapan dingin dengan kantong es 24 0C
Pembalutan / wrapping eksternal. Dengan pembalutan, cast atau pengendongan (sung)
Posisi ditinggikan. Jika yang sakit adalah bagian ekstremitas.
Latihan ROM. Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat dan perdarahan. Latihan
pelan-pelan dimulai setelah 7-10 hari tergantung jaringan yang sakit.
Penyangga beban. Menghentikan penyangga beban dengan penggunaan kruk selama 7 hari
atau lebih tergantung jaringan yang sakit.
3. DISLOKASI
A. Pengertian
Dislokasi adalah keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi
berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (Brunner&Suddarth).
Dislokasi adalah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi
merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif Mansyur, dkk.
2000).

B. Etiologi
Etiologi tidak diketahui dengan jelas tetapi ada beberapa faktor predisposisi,
diantaranya :
1. Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir
2. Trauma akibat kecelakaan
3. Trauma akibat pembedahan ortopedi
4. Terjadi infeksi di sekitar sendi

C. Patofisiologi
Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan congenital yang
mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi penurunan stabilitas sendi. Dari
adanya traumatic akibat dari gerakan yang berlebih pada sendi dan dari patologik karena
adanya penyakit yang akhirnya terjadi perubahan struktur sendi. Dari 3 hal tersebut,
menyebabkan dislokasi sendi. Dislokasi mengakibatkan timbulnya trauma jaringan dan
tulang, penyempitan pembuluh darah, perubahan panjang ekstremitas sehingga terjadi
perubahan struktur. Dan yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi. Dari dislokasi sendi, perlu
dilakukan adanya reposisi dengan cara dibidai.

D. Klasifikasi
a. Dislokasi congenital terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
b. Dislokasi patologik akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi.
c. Dislokasi traumatic kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan
mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami
pengerasan).

E. Manifestasi Klinis
1. Nyeri
2. Perubahan kontur sendi
3. Perubahan panjang ekstremitas
4. Kehilangan mobilitas normal
5. Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
6. Deformitas
7. Kekakuan

F. Pemeriksaan Fisik
1. Tampak adanya perubahan kontur sendi pada ekstremitas yang mengalami dislokasi.
2. Tampak perubahan panjang ekstremitas pada daerah yang mengalami dislokasi.
3. Adanya nyeri tekan pada daerah dislokasi.
4. Tampak adanya lebam pad dislokasi sendi.

G. Pemeriksaan diagnostic
1. Foto X-ray untuk menentukan arah dislokasi dan apakah disertai fraktur
2. Foto rontgen menentukan luasnya degenerasi dan mengesampingkan malignasi
3. Pemeriksaan radiologi tampak tulang lepas dari sendi
4. Pemeriksaan laboratorium darah lengkap dapat dilihat adanya tanda-tanda infeksi seperti
peningkatan leukosit

H. Diagnosis/Kriteria Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa :
Ada trauma
Mekanisme trauma yang sesuai, misalnya trauma ekstensi dan eksorotasi pada dislokasi
anterior sendi bahu
Ada rasa sendi keluar

I. Penatalaksanaan
1. Dislokasi reduksi: dikembalikan ke tempat semula dengan menggunakan anastesi jika
dislokasi berat
2. Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga sendi
3. Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar tetap
dalam posisi stabil
4. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4X sehari yang
berguna untuk mengembalikan kisaran sendi
5. Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

B. STRAIN DAN SPRAIN


A. Pengkajian
1. Identitas pasien.
2. Keluhan Utama.
Nyeri, kelemahan, mati rasa, edema, perdarahan, perubahan mobilitas/ ketidakmampuan
untuk menggunakan sendi, otot dan tendon.
3. Riwayat Kesehatan.
a. Riwayat Penyakit Sekarang.
Kapan keluhan dirasakan, apakah sesudah beraktivitas kerja atau setelah berolah raga.
Daerah mana yang mengalami trauma.
Bagaimana karakteristik nyeri yang dirasakan.
b. Riwayat Penyakit Dahulu.
Apakah klien sebelumnya pernah mengalami sakit seperti ini atau mengalami trauma
pada sistem muskuloskeletal lainnya.
c. Riwayat Penyakit Keluarga.
Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.
4. Pemeriksaan Fisik.
a. Inspeksi :
Kelemahan
Edema
Perdarahanperubahan warna kulit
Ketidakmampuan menggunakan sendi
b. Palpasi :
Mati rasa
c. Auskultasi.
d. Perkusi.
5. Pemeriksaan Penunjang.
Pada sprain untuk diagnosis perlu dilaksanakan rontgen untuk membedakan dengan
patah tulang.

B. Diagnosa, Intervensi, Rasional


1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidakmampuan, ditandai dengan
ketidakmampuan untuk mempergunakan sendi, otot dan tendon.
Tujuan :
Meningkatkan / mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin.
Menunjukkan teknik memampukan melaksanakan aktivitas ( ROM aktif dan pasif ).
Intervensi :
Kaji derajat mobilitas yang dihasilkan oleh cedera / pengobatan dan perhatikan persepsi
pasien terhadap mobilisasi.
Ajarkan untuk melaksanakan latihan rentang gerak pasien / aktif pada ekstremitas yang sehat
dan latihan rentang gerak pasif pada ekstremitas yang sakit.
Berikan pembalutan, pembebatan yang sesuai.
2. Nyeri akut berhubungan dengan peregangan atau kekoyakan pada otot, ligament atau tendon
ditandai dengan kelemahan, mati rasa, perdarahan, edema, nyeri.
Tujuan :
Menyatakan nyeri hilang.
Intervensi :
Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips dan pembalutan.
Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena.
Pemberian kompres dingin dengan kantong es 24 0C.
Ajarkan metode distraksi dan relaksasi selama nyeri akut.
Berikan individu pereda rasa sakit yang optimal dengan analgesik.
3. Gangguan konsep diri berhubungan dengan kehilangan fungsi tubuh.
Tujuan :
Mendemonstrasikan adaptasi kesehatan, penanganan keterampilan.
Intervensi :
Dorong individu untuk mengekspresikan perasaan khususnya mengenai pandangan pemikiran
perasaan seseorang.
Dorong individu untuk bertanya mengenai masalah, penanganan, perkembangan, dan
prognosa kesehatan.
Berikan informasi yang dapat dipercaya dan perkuat informasi yang sudah diberikan.
Hindari kritik negatif.
Beri privasi dan suatu keamanan lingkungan.
C. DISLOKASI
A. Pengkajian
Identitas dan keluhan utama
Riwayat penyakit lalu
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat masa pertumbuhan
Pemeriksaan fisik terutama masalah persendian : nyeri, deformitas, fungsiolesa misalnya:
bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi anterior bahu.

B. Diagnosa, Intervensi, Rasional


1. Nyeri B. D spasme otot dan kerusakan sekunder terhadap fraktur / dislokasi.
Intervensi:
Pertahankan tirah baring sampai dislokasi berkurang.
Pertahankan traksi yang diprogramkan dan alat-alat penyokong sebagai contoh; belat, alat
fiksasi eksternal atau gips.
Rasional:
Nyeri dan spasme otot dikontrol oleh immobilisasi.
Untuk mengimmobilisasi fraktu ekstrimitas dan menurunkan nyeri.

2. Gangguan mobilitas fisik B. D traksi atau gips.


Intervensi:
Pada saat aktivitas diperbolehkan, tempatkan pasien pada Falls Protocol sesuai dengan
fasilitas protokol.
Rasional:
Salah satu fungsi utama dari sistem skeletal ada mobilitas. Resiko jatuh meningkat apabila
terdapat gangguan sistem skeletal.

3. Defisit perawatan diri B. D traksi / gips pada ekstrimitas.


Intervensi:
Berikan bantuan pada AKS sesuai kebutuhan, ijinkan pasien untuk merawat diri sesuai dengan
kemampuan.
Setelah reduksi, tempatkan kantung plastik diatas ekstrimitas yang sakit untuk
mempertahankan gips / belat / fiksasi eksternal tetap kering pada saat mandi.

Rasional.
AKS adalah fungsi dimana orang normal melakukannya tiap hari untuk memenuhi kebutuhan
dasar, merawat masuk kebutuhan dasar orang lain membantu mempertahankan harga diri.
Kantong plastik, melindungi alat-alat dari kelembaban yang berlebihan yang dapat
menimbulkan infeksi dan menyebabkan melunaknya gips.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Strain adalah tarikan otot akibat penggunaan berlebihan,peregangan berlebihan,atau stress
yang berlebihan.
Strain akut pada struktur muskulotendious terjadi pada persambungan antara otot dan tendon.
Tipe cedera ini sering terlihat pada pelari yang mengalami strain pada hamstringnya.
Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung (impact) atau tidak
langsung (overloading).
Sprain Adalah kekoyakan pada otot, ligament atau tendon yang dapat bersifat sedang atau
parah.
Kebanyakan keseleo terjadi pada pergelangan tangan dan kaki, jari-jari tangan dan kaki.
Dislokasi adalah keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi
berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (Brunner&Suddarth).
B. Saran
Pembuatan makalah ini tidak hanya untuk memenuhi tugas system musculoskeletal
tapi juga sebagai sumber ilmu yang dapat kita pahami tentang asuhan keperawatan
Strain,Sprain dan Dislokasi.Semoga dengan adanya makalah ini dapat memberi sumbangan
pengetahuan kepada kita semua, dan saya harapkan kritik dan sarannya kepada pembaca
apabila terdapat kesalahan maupun kekeliruan dari isi makalah ini.Semoga selanjutnya kritik
dan saran itu yang memberikan saya dorongan untuk lebih menyempurnakan hasil karya saya
selanjutnya.Amin.
DAFTAR PUSTAKA

Rachmadi, Agus. 1993. Perawatan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Penerbit : AKPER Depkes,
Banjarbaru.
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Penerbit : EGC, Jakarta.
Nurachman, Elly. 1989. Buku Saku Prosedur Keperawatan Medical Bedah. Penerbit : EGC, Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall. 1999. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8 . Penerbit : EGC, Jakarta.
Smelzer, Suzanne. C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Dan Suddarth. Ed 8.
Jakarta : EGC.
Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2. Jakarta. EGC.
Mansoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II. FKUI. Media Aesculapius
http://jatiarsoeko.blogspot.com/2012/04/makalah-askep-strain.html

Vous aimerez peut-être aussi