Vous êtes sur la page 1sur 16

LAPORAN PENDAHULUAN

SEROSIS HEPATIS
A. KONSEP MEDIK
1) Defenisi
Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitktur
hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul
regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal. Nodul-
nodul regenerasiini dapat berukuran kecil (mikronodular) atau besar
(makronodular). Sirosis dapat mengganggu sirkulasi darah intrahepatik dan
pada kasus yang sangat lanjut, menyebabkan kegagalan fungsi hati secara
bertahap.
Serosis hepatis adalah suatu penyakit hati dimana sirkulasi mikro, anatomi
pembuluh darah besar dan seluruh sistem arsitektur hati mengalami
perubahan, menjadi tidak teratur dan terjadinya pertambahan jaringan ikat
( fibrosis ) disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi.
2) Etiologi
Meskipun etiologi berbagai bentuk sirosis masih kurang dimengerti ,
terdapat tiga pola khas yang ditemukan pada kebanyakan kasus. Sirosis
Laenec, sirosis pascanekrotik, dan sirosis biliaris.
Penyebab sirosis hati beragam diantaranya :
1. Virus hepatitis (B,C,dan D)
2. Alkohol
3. Kelainan metabolic :
1. Hemakhomatosis (kelebihan beban besi)
2. Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga)
3. Defisiensi Alphal-antitripsin
4. Glikonosis type-IV
5. Galaktosemia
6. Tirosinemia
4. Kolestasis
Saluran empedu membawa empedu yang dihasilkan oleh hati ke usus,
dimana empedu membantu mencerna lemak. Pada bayi penyebab sirosis
terbanyak adalah akibat tersumbatnya saluran empedu yang disebut Biliary
atresia. Pada penyakit ini empedumemenuhi hati karena saluran
empedu tidak berfungsi atau rusak. Bayi yang menderita Biliary berwarna
kuning (kulit kuning) setelah berusia satu bulan. Kadang bisa diatasi dengan
pembedahan untuk membentuk saluran baru agar empedu meninggalkan
hati, tetapi transplantasi diindikasikan untuk anak-anak yang menderita
penyakit hati stadium akhir. Pada orang dewasa, saluran empedu dapat
mengalami peradangan, tersumbat, dan terluka akibat Primary Biliary
Sirosis atau Primary Sclerosing Cholangitis. Secondary Biliary Cirrosis dapat
terjadi sebagai komplikasi dari pembedahan saluran empedu.
5. Sumbatan saluran vena hepatica
- Sindroma Budd-Chiari
- Payah jantung
6. Gangguan Imunitas (Hepatitis Lupoid)
7. Toksin dan obat-obatan (misalnya : metotetrexat, amiodaron,INH, dan
lainlain)
8. Operasi pintas usus pada obesitas
9. Kriptogenik
10. Malnutrisi
11. Indian Childhood Cirrhosis
3) MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi utama dan lanjut dari sirosis terjadi akibat dua tipe gangguan
fisiologis: gagal sel hati dan hipertensi portal. Manifestasi gagal hepatoselular
adalah ikterus, edema perifer, kecenderungan perdarahan, eritrema palmaris
(telapak tangan merah), angioma laba-laba, fetor hepatikum, dan
ensefalopati hepatik. Gambaran klinis yang terutama berkaitan dengan
hipertensi portal adalah splenomegali, varises esophagus dan lambung, serta
manifestasi sirkulasi kolateral lain. Asites (cairan dalam rongga peritoneum)
dapat dianggap sebagai manifestasi kegagalan hepatoselular dan hipertensi
portal.
A. Pembesaran Hati
Pada awal perjalanan sirosis,hati cenderung membesar dan sel-selnya
dipenuhi oleh lemak, hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam
dan yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi
sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi
sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula
Glissoni).
B. Obstruksi Portal dan ansietas
Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati
yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah
dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena porta dan di
bawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan pelintasan darah
yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limfa dan
traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi
tempat kongesti pasif yang kronis.

C. Varises Gastrointestinal
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan
fibrotik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam
system gastrointestinal dan pemintasan (Shunting) darah dari pembuluh
portal ke dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah.
D. Edema
Merupakan gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh
gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga
menjadi predisposisi untuk terjadi edema.
E. Defisiensi Vitamin dan Anemia
Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpangan vitamin
tertentu yang tidak memadai (terutama vitamin A,C dan K), maka tanda-
tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai khususnya sebagai
fenomena hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K.
F. Kemunduran Mental
Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan
encephalopati dan koma hepatic yang membakat.
4) KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit sirosis hepatic adalah
sebagai berikut :
Perdarahan Saluran Cerna
Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan paling berbahaya
pada sirosis adalah perdarahan dari varises esophagus yang merupakan
penyebab dari sepertiga ke kematian. Penyebab lain perdarahan adalah
tukak lambung dan duodenum (pada sirosis, insidensi gangguan ini
meningkat), erosis lambung akut, dan kecenderungan perdarahan (akibat
protrombin yang memanjang dan trombositopenia).
Penderita datang dengan melena atau hematemesis. Tanda perdarahan
kadang-kadang adalah ensefalopati hepatik. Hipovolemia dan hipotensi dapat
terjadi bergantung pada jumlah dan kecepatan kehilangan darah.
Berbagai tindakan telah digunakan untuk segera mengatasi perdarahan.
Tamponade dengan alat seperti pipa Sengstaken-Blakemore (triple-lumen)
dan Minnesota (quadruple-lumen) dapat menghentikan perdarahan untuk
sementara waktu. Vena-vena dapat dilihat dengan memakai peralatan serat
optik dan disuntik dengan suatu larutan yang akan membentuk bekuan di
dalam vena, sehingga akan mengehentikan perdarahan. Sebagian besar
klinisis beranggapan bahwa cara ini hanya berefek sementara dan tidak
efektif untuk pengobatan jangka panjang. Vasopressin telah digunakan untuk
mengatasi perdarahan. Obat ini menurunkan tekanan portal dengan
mengurangi aliran darah splangnik, walaupun efeknya hanya bersifat
sementara. Kendati telah dilakukan tindakan darurat, sekitar 35% penderita
akan meninggal akibat gagal hati dan komplikasi.
Perdarahan saluran cerna merupakan salah satu faktor penting yang
mempercepat terjadinya ensefalopati yang mempercepat terjadinya
ensepalopati hepatik. Ensepalopati terjadi bila ammonia dan zat-zat toksisk
lain masuk dalam sirkulasi sistemik. Sumber amonia adalah pemecahan
protein oleh bakteri pada saluran cerna. Ensefalopati hepatik akan terjadi bila
darah tidak dikeluarkan melalui aspirasi lambung, pemberian pencahar dan
enema, dan bila pemecahan protein darah oleh bakteri tidak dicegah dengan
pemberian neonamasin atau antibiotik sejenis. Tindakan ini dibicarakan lebih
lanjut pada bagian selanjutnya.
Asites
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya , asites adalah penimbunan cairan
serosa dalam rongga peritoneum. Asites adalah manifestasi Kardinal sirosis
dan bentuk berat lain dari penyakit hati. Beberapa faktor yang turut terlibat
dalam patogenesis asites pada sirosis hati:
1. Hipertensi Porta,
2. Hipoalbuminemia,
3. Meningkatnya Pembentukan dan aliran limfe hati,
4. Retensi natrium,
5. Gangguan ekspresi air mata.
Mekanisme primer penginduksi hipertensi porta , seperti yang telah
dijelaskan, adalah resistensi terhadap aliran darah melalui hati. Hal ini
menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dalam jaringan pembuluh
darah intestinal. Hipoalbuminemia terjadi karena menurunnya sistesis yang
dihasilkan oleh sel-sel hati yang terganggu. Hipoalbuminemia menyebabkan
menurunnya tekanan osmotik koloid. Kombinasi antara tekanan hidrostatik
yang meningkat dengan tekanan osmotik yang menurun dalam jaringan
pembuluh darah intestinal menyebabkan terjadinya transudasi cairan dari
ruang intravaskular ke ruang intestinal sesuai dengan hukum gaya starling
(ruang peritoneum dalam kasus asites).
Suatu tanda asites adalah meningkatnya lingkaran abdomen. Penimbunan
cairan yang sangat nyata dapat menyebabkan napas pendek karena
diafragma meningkat. Dengan semakin banyaknya penimbunan cairan
peritoneum, dapat dijumpai cairan yang lebih dari 500 ml pada saat
pemeriksaan fisik dengan pekak alih, gelombang cairan, dan perut yang
membengkak. Jumlah yang lebih sedikit dapat dijumpai dari pemeriksaan
USG atau parasentesis.
Pembatasan garam adalah metode utama pengobatan asites. Obat diuretik
juga dapat digunakan digabungkan dengan diet rendah garam. Kini telah
tersedia berbagai obat dan program diuretik, namun yang penting adalah
memberikan diuretik secara bertahap untuk menghindari diuresis berlebihan.
Kehilangan cairan dianjurkan tidak lebih dari 1,0 kg/hari bila terjadi edema
perifer dan asites. Ketidakseimbangan elektrolit harus dihindari, sebab obat
diuretik dapat mencetuskan ensefalopati hepatikum.
Ensefalopati Hepatik
Ensefalopati hepatik (koma Hepatikum) merupakan sindrom neuropsikiatri
pada penderita penyakit hati berat. Sindrom ini ditandai dengan kekacauan
mental, tremor otot, dan flapping tremor yang disebut sebagai asteriksis.
Perubahan mental diawali dengan perubahan kepribadian, hilang ingatan,
dan iritabilitas yang dapat berlanjut hingga kematian akibat koma dalam.
Ensefalopati hepatik yang berakhir dengan koma adalah mekanisme
kematian yang terjadi pada sepertiga kasus sirosis yang fatal.
Gejala dan tanda klinis ensefalopati hepatik dapat timbul sangat cepat dan
berkembang menjadi koma bila terjadi gagal hati pada penderita hepatitis
fulminan. Pada penderita sirosis perkembangannya berlangsung lebih lambat
dan bila ditemukan pada stadium dini masih bersifat reversible.
Perkembangan ensefalopati hepatic menjadi koma biasanya dibagi dalam
empat stadium.
Tanda pada stadium I tidak begitu jelas dan mungkin sukar diketahui. Tanda
yang berbahaya adalah sedikir perubahan kepribadian dan tingkah laku,
termasuk penampilan yang tidak terawatt baik, pandangan mata kosong,
bicara tidak jelas, tertawa sembarangan, pelupa, dan tidak mampu
memusatkan pikiran. Penderita mungkin cukup rasional, hanya terkadang
tidak kooperatif atau sedikit kurang ajar.
Tanda pada stadium II lebih menonjol daripad stadium I dan mudah diketahui.
Terjadi perubahan perilaku yang tidak semestinya, dan pengendalian sfingter
tidak dapat terus dipertahankan. Kedutan otot generalisata dan asteriksis
merupakan temuan khas. Asteriksis (flapping tremor) dapat dicetuskan bila
penderita disuruh mengangkat kedua lengannya dengan lengan atas
difiksasi, pergelangan tangan hiperekstensi, dan jari jari terpisah. Asteriksis
merupakan suatu manifestasi perifer gangguan metabolisme otak. Keadaan
semacam ini dapat juga timbul pada sindrom uremia. Pada tahap ini, letargi
serta perubahansifat dan kepribadian menjadi lebih jelas terlihat.
Tanda pada stadium III penderita dapat mengalami kebingungan yang nyata
dengan perubahan perilaku. Bila pada saat ini penderita hanya diberi sedatif
dan bukan pengobatan untuk mengatasi proses toksiknya, maka ensefalopati
mungkin akan berkembang menjadi koma, dan prognosisnya fatal. Selama
stadium ini, penderita dapat tidur sepanjang waktu. Elektroensefalogram
mulai berubah pada stsdium II dan menjadi abnormal pada stadium III dan IV.
Pada stadium IV penderita masuk dalam keadaan koma yang tidak dapat
dibangunkan, sehingga timbul refleks hiperaktif dan tanda Babinsky. Pada
saat ini bau apek yang manis (fetor hepatikum) dapat tercium pada napas
penderita atau bahkan waktu masuk ke dalam kamarnya. Fetor hepatikum
merupakan tanda prognosis yang buruk, dan intensitas baunya sangat
berhubungan derajat somnolensia dan kekacauan. Hasil pemeriksaan
laboratorium tambahan adalah kadar ammonia darah yang meningkat, dan
hal ini dapat membantu mendeteksi ensefalopati.
5) PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien sirosis biasanya didasarkan pada gejala yang
ada. Sebagai contoh, antasid diberikan untuk mengurangi distress lambung
dan meminimalkan kemungkinan perdarahan gastrointestinal. Vitamin dan
suplemen nutrisi akan meningkatkan proses kesembuhan pada sel-sel hati
yang rusak dan memperbaiki status gizi pasien. Pemberian preparat diuretik
yang mempertahankan kalium ( spironolaktin) mungkin diperlukan untuk
mengurangi asietas jika gejala ini terdapat dan meminimalkan perubahan
cairan serta elektrolit yang umum terjadi pada penggunaan jenis diuretik
lainnya. Asupan protein dan kalori yang adekuat merupakan bagian esensial
dalam penanganan sirosis bersama-sama upaya untuk menghindari
penggunaan alkohol selanjutnya. Meskipun proses fibrosis pada hati yang
sirotiktidak dapat diputar balik, perkembangan keadaan ini masih dapat
dihentikan atau diperlambat dengan tindakan tersebut.

6) SIROSIS HEPATIS
1. Sirosis Portal Laennec
(alkoholik,nutrisional, dimana jaringan parut secara
Khas mengelilingi daerah portal. Sirosis ini paling sering
Disebabkan oleh alkoholisme kronis dan merupakan tipe
Sirosis yang paling sering ditemukan di negara barat.
2. Sirosis Poscanekrotik
Dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat
Lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Sirosis Biller
Dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran
empedu. Tipe ini biasanya terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan
infeksi (kolangitis).
7) PENCEGAHAN
Pencegahan pada sirosis hepatis adalah:
a. Kurangi efek estrogen.
b. Berhenti merokok.
c. Ketahui status kesehatan tentang mitra seksual .
d. Gunakan suatu jarum bersih jika kamu menyuntik obat.
e. Berhati-hati sekitar produk darah di negara-negara tertentu.
f. Hindari atau membatasi alkohol.
g. Hindari pengobatan yang boleh menyebabkan kerusakan hati.
h. Hindari ekspose ke toksin lingkungan
8) PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboraturium pada sirosis hati meliputi hal-hal
berikut :
1. Kadar Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih menurun
(leukopenia), dan trombositopenia.
2. Kenaikan SGOT, SGPT dan gamma GT akibat kebocoran dari sel-sel yang
rusak. Namun, tidak meningkat pada sirosis inaktif.
3. Kadar albumin rendah. Terjadi bila kemampuan sel hati menurun.
4. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel hati.
5. Masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati.
6. Pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan
ketidakmampuan sel hati membentuk glikogen.
7. Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk menentukan penyebab
sirosis hati seperti HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan sebagainya.
8. Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila ininya terus meninggi atau
>500-1.000 berarti telah terjadi transformasi ke arah keganasan yaitu
terjadinya kanker hati primer (hepatoma).
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain
ultrasonografi (USG), pemeriksaan radiologi dengan menelan bubur barium
untuk melihat varises esofagus, pemeriksaan esofagoskopi untuk melihat
besar dan panjang varises serta sumber pendarahan, pemeriksaan sidikan
hati dengan penyuntikan zat kontras, CT scan, angografi, dan endoscopic
retrograde chlangiopancreatography (ERCP).
9) PATOFISIOLOGI
Meskipun ada bebrapa factor yang terlibat dalam etiologi sirisis, konsumsi
minuman beralkohol dianggap sebagai factor penyebab yang utama. Sirosis
terjadi dengan frekuensi paling pada peminum minuman keras. Meskipun
defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan
kerusakan hati pada sirosis, namun asupan alcohol yang berlebihan
merupakan factor penyebab yang utama pada perlemakan hati dan
konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga pernah
terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasaan meminum minuman
keras dan pada individu yang dietnya normal tetapi denan konsumsi alcohol
yang tinggi.
Sebagian individu tampaknya lebih rentan terhadap penyakit ini dibanding
individu lain tanpa ditemukan apakah individu tersebut memiliki kebiasaan
meminum minuman keras ataukah menderita malnutrisi. Factor lainya dapat
memainkan peranan, termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu ( karbon
tetraklorida, naftalen terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi
skistosomiasis yang menular. Jumlah laki-laki menderita sirosis adalah dua
kali lebih banyak dari pada wanita, dan mayoritas pasien sirosis berusia 40
hingga 60 tahun.
Sirosis laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh episode nekrosis
yang melibatkan sel-sel hati mati dan kadang-kadang berulang disepanjang
perjalanan penyakit tersebut. Sel-sel hati yang dihancurkan itu secara
berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut, akhirnya jumlah jaringan
parut melampaui jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau
jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regenerasi dapat
menonjol dari bagian-bagian yang berkontraksi sehingga hati yang sirotik
memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkepala besar yang khas.
Sirosis hepatic biasanya memiliki awitan yang insidius dan perjalanan
penyakit yang sangat penjang sehingga kadang-kadang melewati rentang
waktu 30 tahun atau lebih.

BAB IIi
Asuhan keperawatan

Proses Keperawatan
Untuk melaksanakan asuahan keperawatan digunakan suatu pendekatan
proses keperawatan yang terdiri dari langkah - langkah ilmiah yaitu :
Pengkajian, Dampak kebutuhan dasar manusia (KDM), Diagnosa
keperawatan, Intervensi, Implementasi dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan berfokuskan pada awitan gejala dan riwayat
faktor-faktor pencetus, khususnya penyalahgunaan alkohol dalam jangka
waktu yang lama disamping asupan makanan dan perubahan dalam status
jasmani serta rohani penderita. Pola penggunaan alkohol yang sekarang dan
pada masa lampau(durasi dan jumlahnya) dikaji serta dicatat. Riwayat kontak
dengan zat-zat toksik di tempat kerja atau selama melakukan aktivitas.
Pajanan dengan obat-obat yang potensial bersifat hepatotoksin atau dengan
obat-obat anastesi umum. Status mental dikaji melalui anamnesis dan
interaksi lain dengan pasien; orientasi terhadap orang, tempat dan waktu
harus diperhatikan. Kemampuan pasien untuk melaksanakan pekerjaan atau
kegiatan rumah tangga memberikan informasi tentang status jasmani dan
rohani.
Data pengkajian menurut Doenges ME. dkk (2000) pada pasien yang
mengalami Sirosis Hepatis adalah sebagai berikut :
a. Aktivitas / Istirahat
Gejala : Kelemahan,kelelahan,terlalu lelah
Tanda : Penurunan massa otot
b. Eliminasi
Gejala : Flatus
Tanda : Distensi abdomen, penurunan atau tidak adanya bising usus, fase
warna tanah liat, melena, dan urine gelap.
c. Makanan/cairan
Gejala : Anoreksia; mual /muntah
Tanda : Penurunan berat badan atau peningkatan , penggunaan jaringan,
edema umum pada jaringan,kulit kering, Ikterik.
d. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen dengan nyeri kram pada kuadram kanan atas;
Pruritus; Neuritis perifer.
Tanda : Perilaku berhati-hati; focus pada diri sendiri.
e. Keamanan
Gejala : Pruritus
Tanda : Demam; Ikterik; Ekimosis; Angioma Spider.
f. Pernapasan
Gejala : Dispnea
Tanda : Pernapasan dangkal; Ekspansi paru terbatas; Hipoksia.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, kemunduran
keadaan umum, pelisutan otot dan gangguan rasa nyaman.
2. Perubahan status nutrisi berhubungan dengan gastritis kronis,
penurunan motilitas gastrointestinal dan anoreksi.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status
imunologi, edema dan nutrisi yang buruk.
4. Nyeri dan gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hati yang
membesar serta nyeri tekan dan asites

3. Rencana Asuhan Keperawatan


1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan
badan
Tujuan :
Peningkatan energi dan partisipasi dalam aktivitas

Intrvensi

Rasional
1. Tawarkan diet tinggi kalori, tinggi protein(TKTP)

2. Berikan suplemen vitamin (A,B kompleks, C dan K)

3. Beri motivasi pasien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat

4. Motivasi dan Bantu pasien untuk melakukan latihan dengan periode


waktu yang ditingkatkan secara bertahap.

1. Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses penyembuhan.

2. Memberikan nutrient tambahan.


3. Menghemat tenaga pasien sambil mendorong pasien untuk melakukan
latihandalam batas toleransi pasien.

4. Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri.

2. Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan anoreksia dan gangguan gastrointestinal.
Tujuan : Perbaikan status nutrisi.
Intrvensi

Rasional
1. Beri motivasi pasien untuk makan makanan dan suplemen makanan
2. Tawarkan makan makanan dengan porsi sedikit tetapi sering
3. Pantang alcohol

LAPORAN PENDAHULUAN
SEROSIS HEPATIS
A. KONSEP MEDIK
1) Defenisi
Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitktur
hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul
regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal. Nodul-
nodul regenerasiini dapat berukuran kecil (mikronodular) atau besar
(makronodular). Sirosis dapat mengganggu sirkulasi darah intrahepatik dan
pada kasus yang sangat lanjut, menyebabkan kegagalan fungsi hati secara
bertahap.
Serosis hepatis adalah suatu penyakit hati dimana sirkulasi mikro, anatomi
pembuluh darah besar dan seluruh sistem arsitektur hati mengalami
perubahan, menjadi tidak teratur dan terjadinya pertambahan jaringan ikat
( fibrosis ) disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi.
2) Etiologi
Meskipun etiologi berbagai bentuk sirosis masih kurang dimengerti ,
terdapat tiga pola khas yang ditemukan pada kebanyakan kasus. Sirosis
Laenec, sirosis pascanekrotik, dan sirosis biliaris.
Penyebab sirosis hati beragam diantaranya :
1. Virus hepatitis (B,C,dan D)
2. Alkohol
3. Kelainan metabolic :
1. Hemakhomatosis (kelebihan beban besi)
2. Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga)
3. Defisiensi Alphal-antitripsin
4. Glikonosis type-IV
5. Galaktosemia
6. Tirosinemia
4. Kolestasis
Saluran empedu membawa empedu yang dihasilkan oleh hati ke usus,
dimana empedu membantu mencerna lemak. Pada bayi penyebab sirosis
terbanyak adalah akibat tersumbatnya saluran empedu yang disebut Biliary
atresia. Pada penyakit ini empedumemenuhi hati karena saluran
empedu tidak berfungsi atau rusak. Bayi yang menderita Biliary berwarna
kuning (kulit kuning) setelah berusia satu bulan. Kadang bisa diatasi dengan
pembedahan untuk membentuk saluran baru agar empedu meninggalkan
hati, tetapi transplantasi diindikasikan untuk anak-anak yang menderita
penyakit hati stadium akhir. Pada orang dewasa, saluran empedu dapat
mengalami peradangan, tersumbat, dan terluka akibat Primary Biliary
Sirosis atau Primary Sclerosing Cholangitis. Secondary Biliary Cirrosis dapat
terjadi sebagai komplikasi dari pembedahan saluran empedu.
5. Sumbatan saluran vena hepatica
- Sindroma Budd-Chiari
- Payah jantung
6. Gangguan Imunitas (Hepatitis Lupoid)
7. Toksin dan obat-obatan (misalnya : metotetrexat, amiodaron,INH, dan
lainlain)
8. Operasi pintas usus pada obesitas
9. Kriptogenik
10. Malnutrisi
11. Indian Childhood Cirrhosis
3) MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi utama dan lanjut dari sirosis terjadi akibat dua tipe gangguan
fisiologis: gagal sel hati dan hipertensi portal. Manifestasi gagal hepatoselular
adalah ikterus, edema perifer, kecenderungan perdarahan, eritrema palmaris
(telapak tangan merah), angioma laba-laba, fetor hepatikum, dan
ensefalopati hepatik. Gambaran klinis yang terutama berkaitan dengan
hipertensi portal adalah splenomegali, varises esophagus dan lambung, serta
manifestasi sirkulasi kolateral lain. Asites (cairan dalam rongga peritoneum)
dapat dianggap sebagai manifestasi kegagalan hepatoselular dan hipertensi
portal.
A. Pembesaran Hati
Pada awal perjalanan sirosis,hati cenderung membesar dan sel-selnya
dipenuhi oleh lemak, hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam
dan yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi
sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi
sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula
Glissoni).
B. Obstruksi Portal dan ansietas
Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati
yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah
dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena porta dan di
bawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan pelintasan darah
yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limfa dan
traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi
tempat kongesti pasif yang kronis.

C. Varises Gastrointestinal
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan
fibrotik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam
system gastrointestinal dan pemintasan (Shunting) darah dari pembuluh
portal ke dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah.
D. Edema
Merupakan gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh
gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga
menjadi predisposisi untuk terjadi edema.
E. Defisiensi Vitamin dan Anemia
Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpangan vitamin
tertentu yang tidak memadai (terutama vitamin A,C dan K), maka tanda-
tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai khususnya sebagai
fenomena hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K.
F. Kemunduran Mental
Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan
encephalopati dan koma hepatic yang membakat.
4) KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit sirosis hepatic adalah
sebagai berikut :
Perdarahan Saluran Cerna
Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan paling berbahaya
pada sirosis adalah perdarahan dari varises esophagus yang merupakan
penyebab dari sepertiga ke kematian. Penyebab lain perdarahan adalah
tukak lambung dan duodenum (pada sirosis, insidensi gangguan ini
meningkat), erosis lambung akut, dan kecenderungan perdarahan (akibat
protrombin yang memanjang dan trombositopenia).
Penderita datang dengan melena atau hematemesis. Tanda perdarahan
kadang-kadang adalah ensefalopati hepatik. Hipovolemia dan hipotensi dapat
terjadi bergantung pada jumlah dan kecepatan kehilangan darah.
Berbagai tindakan telah digunakan untuk segera mengatasi perdarahan.
Tamponade dengan alat seperti pipa Sengstaken-Blakemore (triple-lumen)
dan Minnesota (quadruple-lumen) dapat menghentikan perdarahan untuk
sementara waktu. Vena-vena dapat dilihat dengan memakai peralatan serat
optik dan disuntik dengan suatu larutan yang akan membentuk bekuan di
dalam vena, sehingga akan mengehentikan perdarahan. Sebagian besar
klinisis beranggapan bahwa cara ini hanya berefek sementara dan tidak
efektif untuk pengobatan jangka panjang. Vasopressin telah digunakan untuk
mengatasi perdarahan. Obat ini menurunkan tekanan portal dengan
mengurangi aliran darah splangnik, walaupun efeknya hanya bersifat
sementara. Kendati telah dilakukan tindakan darurat, sekitar 35% penderita
akan meninggal akibat gagal hati dan komplikasi.
Perdarahan saluran cerna merupakan salah satu faktor penting yang
mempercepat terjadinya ensefalopati yang mempercepat terjadinya
ensepalopati hepatik. Ensepalopati terjadi bila ammonia dan zat-zat toksisk
lain masuk dalam sirkulasi sistemik. Sumber amonia adalah pemecahan
protein oleh bakteri pada saluran cerna. Ensefalopati hepatik akan terjadi bila
darah tidak dikeluarkan melalui aspirasi lambung, pemberian pencahar dan
enema, dan bila pemecahan protein darah oleh bakteri tidak dicegah dengan
pemberian neonamasin atau antibiotik sejenis. Tindakan ini dibicarakan lebih
lanjut pada bagian selanjutnya.
Asites
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya , asites adalah penimbunan cairan
serosa dalam rongga peritoneum. Asites adalah manifestasi Kardinal sirosis
dan bentuk berat lain dari penyakit hati. Beberapa faktor yang turut terlibat
dalam patogenesis asites pada sirosis hati:
1. Hipertensi Porta,
2. Hipoalbuminemia,
3. Meningkatnya Pembentukan dan aliran limfe hati,
4. Retensi natrium,
5. Gangguan ekspresi air mata.
Mekanisme primer penginduksi hipertensi porta , seperti yang telah
dijelaskan, adalah resistensi terhadap aliran darah melalui hati. Hal ini
menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dalam jaringan pembuluh
darah intestinal. Hipoalbuminemia terjadi karena menurunnya sistesis yang
dihasilkan oleh sel-sel hati yang terganggu. Hipoalbuminemia menyebabkan
menurunnya tekanan osmotik koloid. Kombinasi antara tekanan hidrostatik
yang meningkat dengan tekanan osmotik yang menurun dalam jaringan
pembuluh darah intestinal menyebabkan terjadinya transudasi cairan dari
ruang intravaskular ke ruang intestinal sesuai dengan hukum gaya starling
(ruang peritoneum dalam kasus asites).
Suatu tanda asites adalah meningkatnya lingkaran abdomen. Penimbunan
cairan yang sangat nyata dapat menyebabkan napas pendek karena
diafragma meningkat. Dengan semakin banyaknya penimbunan cairan
peritoneum, dapat dijumpai cairan yang lebih dari 500 ml pada saat
pemeriksaan fisik dengan pekak alih, gelombang cairan, dan perut yang
membengkak. Jumlah yang lebih sedikit dapat dijumpai dari pemeriksaan
USG atau parasentesis.
Pembatasan garam adalah metode utama pengobatan asites. Obat diuretik
juga dapat digunakan digabungkan dengan diet rendah garam. Kini telah
tersedia berbagai obat dan program diuretik, namun yang penting adalah
memberikan diuretik secara bertahap untuk menghindari diuresis berlebihan.
Kehilangan cairan dianjurkan tidak lebih dari 1,0 kg/hari bila terjadi edema
perifer dan asites. Ketidakseimbangan elektrolit harus dihindari, sebab obat
diuretik dapat mencetuskan ensefalopati hepatikum.
Ensefalopati Hepatik
Ensefalopati hepatik (koma Hepatikum) merupakan sindrom neuropsikiatri
pada penderita penyakit hati berat. Sindrom ini ditandai dengan kekacauan
mental, tremor otot, dan flapping tremor yang disebut sebagai asteriksis.
Perubahan mental diawali dengan perubahan kepribadian, hilang ingatan,
dan iritabilitas yang dapat berlanjut hingga kematian akibat koma dalam.
Ensefalopati hepatik yang berakhir dengan koma adalah mekanisme
kematian yang terjadi pada sepertiga kasus sirosis yang fatal.
Gejala dan tanda klinis ensefalopati hepatik dapat timbul sangat cepat dan
berkembang menjadi koma bila terjadi gagal hati pada penderita hepatitis
fulminan. Pada penderita sirosis perkembangannya berlangsung lebih lambat
dan bila ditemukan pada stadium dini masih bersifat reversible.
Perkembangan ensefalopati hepatic menjadi koma biasanya dibagi dalam
empat stadium.
Tanda pada stadium I tidak begitu jelas dan mungkin sukar diketahui. Tanda
yang berbahaya adalah sedikir perubahan kepribadian dan tingkah laku,
termasuk penampilan yang tidak terawatt baik, pandangan mata kosong,
bicara tidak jelas, tertawa sembarangan, pelupa, dan tidak mampu
memusatkan pikiran. Penderita mungkin cukup rasional, hanya terkadang
tidak kooperatif atau sedikit kurang ajar.
Tanda pada stadium II lebih menonjol daripad stadium I dan mudah diketahui.
Terjadi perubahan perilaku yang tidak semestinya, dan pengendalian sfingter
tidak dapat terus dipertahankan. Kedutan otot generalisata dan asteriksis
merupakan temuan khas. Asteriksis (flapping tremor) dapat dicetuskan bila
penderita disuruh mengangkat kedua lengannya dengan lengan atas
difiksasi, pergelangan tangan hiperekstensi, dan jari jari terpisah. Asteriksis
merupakan suatu manifestasi perifer gangguan metabolisme otak. Keadaan
semacam ini dapat juga timbul pada sindrom uremia. Pada tahap ini, letargi
serta perubahansifat dan kepribadian menjadi lebih jelas terlihat.
Tanda pada stadium III penderita dapat mengalami kebingungan yang nyata
dengan perubahan perilaku. Bila pada saat ini penderita hanya diberi sedatif
dan bukan pengobatan untuk mengatasi proses toksiknya, maka ensefalopati
mungkin akan berkembang menjadi koma, dan prognosisnya fatal. Selama
stadium ini, penderita dapat tidur sepanjang waktu. Elektroensefalogram
mulai berubah pada stsdium II dan menjadi abnormal pada stadium III dan IV.
Pada stadium IV penderita masuk dalam keadaan koma yang tidak dapat
dibangunkan, sehingga timbul refleks hiperaktif dan tanda Babinsky. Pada
saat ini bau apek yang manis (fetor hepatikum) dapat tercium pada napas
penderita atau bahkan waktu masuk ke dalam kamarnya. Fetor hepatikum
merupakan tanda prognosis yang buruk, dan intensitas baunya sangat
berhubungan derajat somnolensia dan kekacauan. Hasil pemeriksaan
laboratorium tambahan adalah kadar ammonia darah yang meningkat, dan
hal ini dapat membantu mendeteksi ensefalopati.
5) PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien sirosis biasanya didasarkan pada gejala yang
ada. Sebagai contoh, antasid diberikan untuk mengurangi distress lambung
dan meminimalkan kemungkinan perdarahan gastrointestinal. Vitamin dan
suplemen nutrisi akan meningkatkan proses kesembuhan pada sel-sel hati
yang rusak dan memperbaiki status gizi pasien. Pemberian preparat diuretik
yang mempertahankan kalium ( spironolaktin) mungkin diperlukan untuk
mengurangi asietas jika gejala ini terdapat dan meminimalkan perubahan
cairan serta elektrolit yang umum terjadi pada penggunaan jenis diuretik
lainnya. Asupan protein dan kalori yang adekuat merupakan bagian esensial
dalam penanganan sirosis bersama-sama upaya untuk menghindari
penggunaan alkohol selanjutnya. Meskipun proses fibrosis pada hati yang
sirotiktidak dapat diputar balik, perkembangan keadaan ini masih dapat
dihentikan atau diperlambat dengan tindakan tersebut.
6
1. Sirosis Portal Laennec
(alkoholik,nutrisional, dimana jaringan parut secara
Khas mengelilingi daerah portal. Sirosis ini paling sering
Disebabkan oleh alkoholisme kronis dan merupakan tipe
Sirosis yang paling sering ditemukan di negara barat.
2. Sirosis Poscanekrotik
Dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat
Lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Sirosis Biller
Dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran
empedu. Tipe ini biasanya terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan
infeksi (kolangitis).
7) PENCEGAHAN
Pencegahan pada sirosis hepatis adalah:
a. Kurangi efek estrogen.
b. Berhenti merokok.
c. Ketahui status kesehatan tentang mitra seksual .
d. Gunakan suatu jarum bersih jika kamu menyuntik obat.
e. Berhati-hati sekitar produk darah di negara-negara tertentu.
f. Hindari atau membatasi alkohol.
g. Hindari pengobatan yang boleh menyebabkan kerusakan hati.
h. Hindari ekspose ke toksin lingkungan
8) PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboraturium pada sirosis hati meliputi hal-hal
berikut :
1. Kadar Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih menurun
(leukopenia), dan trombositopenia.
2. Kenaikan SGOT, SGPT dan gamma GT akibat kebocoran dari sel-sel yang
rusak. Namun, tidak meningkat pada sirosis inaktif.
3. Kadar albumin rendah. Terjadi bila kemampuan sel hati menurun.
4. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel hati.
5. Masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati.
6. Pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan
ketidakmampuan sel hati membentuk glikogen.
7. Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk menentukan penyebab
sirosis hati seperti HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan sebagainya.
8. Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila ininya terus meninggi atau
>500-1.000 berarti telah terjadi transformasi ke arah keganasan yaitu
terjadinya kanker hati primer (hepatoma).
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain
ultrasonografi (USG), pemeriksaan radiologi dengan menelan bubur barium
untuk melihat varises esofagus, pemeriksaan esofagoskopi untuk melihat
besar dan panjang varises serta sumber pendarahan, pemeriksaan sidikan
hati dengan penyuntikan zat kontras, CT scan, angografi, dan endoscopic
retrograde chlangiopancreatography (ERCP).
9) PATOFISIOLOGI
Meskipun ada bebrapa factor yang terlibat dalam etiologi sirisis, konsumsi
minuman beralkohol dianggap sebagai factor penyebab yang utama. Sirosis
terjadi dengan frekuensi paling pada peminum minuman keras. Meskipun
defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan
kerusakan hati pada sirosis, namun asupan alcohol yang berlebihan
merupakan factor penyebab yang utama pada perlemakan hati dan
konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga pernah
terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasaan meminum minuman
keras dan pada individu yang dietnya normal tetapi denan konsumsi alcohol
yang tinggi.
Sebagian individu tampaknya lebih rentan terhadap penyakit ini dibanding
individu lain tanpa ditemukan apakah individu tersebut memiliki kebiasaan
meminum minuman keras ataukah menderita malnutrisi. Factor lainya dapat
memainkan peranan, termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu ( karbon
tetraklorida, naftalen terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi
skistosomiasis yang menular. Jumlah laki-laki menderita sirosis adalah dua
kali lebih banyak dari pada wanita, dan mayoritas pasien sirosis berusia 40
hingga 60 tahun.
Sirosis laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh episode nekrosis
yang melibatkan sel-sel hati mati dan kadang-kadang berulang disepanjang
perjalanan penyakit tersebut. Sel-sel hati yang dihancurkan itu secara
berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut, akhirnya jumlah jaringan
parut melampaui jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau
jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regenerasi dapat
menonjol dari bagian-bagian yang berkontraksi sehingga hati yang sirotik
memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkepala besar yang khas.
Sirosis hepatic biasanya memiliki awitan yang insidius dan perjalanan
penyakit yang sangat penjang sehingga kadang-kadang melewati rentang
waktu 30 tahun atau lebih.

BAB IIi
Asuhan keperawatan

Proses Keperawatan
Untuk melaksanakan asuahan keperawatan digunakan suatu pendekatan
proses keperawatan yang terdiri dari langkah - langkah ilmiah yaitu :
Pengkajian, Dampak kebutuhan dasar manusia (KDM), Diagnosa
keperawatan, Intervensi, Implementasi dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan berfokuskan pada awitan gejala dan riwayat
faktor-faktor pencetus, khususnya penyalahgunaan alkohol dalam jangka
waktu yang lama disamping asupan makanan dan perubahan dalam status
jasmani serta rohani penderita. Pola penggunaan alkohol yang sekarang dan
pada masa lampau(durasi dan jumlahnya) dikaji serta dicatat. Riwayat kontak
dengan zat-zat toksik di tempat kerja atau selama melakukan aktivitas.
Pajanan dengan obat-obat yang potensial bersifat hepatotoksin atau dengan
obat-obat anastesi umum. Status mental dikaji melalui anamnesis dan
interaksi lain dengan pasien; orientasi terhadap orang, tempat dan waktu
harus diperhatikan. Kemampuan pasien untuk melaksanakan pekerjaan atau
kegiatan rumah tangga memberikan informasi tentang status jasmani dan
rohani.
Data pengkajian menurut Doenges ME. dkk (2000) pada pasien yang
mengalami Sirosis Hepatis adalah sebagai berikut :
a. Aktivitas / Istirahat
Gejala : Kelemahan,kelelahan,terlalu lelah
Tanda : Penurunan massa otot
b. Eliminasi
Gejala : Flatus
Tanda : Distensi abdomen, penurunan atau tidak adanya bising usus, fase
warna tanah liat, melena, dan urine gelap.
c. Makanan/cairan
Gejala : Anoreksia; mual /muntah
Tanda : Penurunan berat badan atau peningkatan , penggunaan jaringan,
edema umum pada jaringan,kulit kering, Ikterik.
d. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen dengan nyeri kram pada kuadram kanan atas;
Pruritus; Neuritis perifer.
Tanda : Perilaku berhati-hati; focus pada diri sendiri.
e. Keamanan
Gejala : Pruritus
Tanda : Demam; Ikterik; Ekimosis; Angioma Spider.
f. Pernapasan
Gejala : Dispnea
Tanda : Pernapasan dangkal; Ekspansi paru terbatas; Hipoksia.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, kemunduran
keadaan umum, pelisutan otot dan gangguan rasa nyaman.
2. Perubahan status nutrisi berhubungan dengan gastritis kronis,
penurunan motilitas gastrointestinal dan anoreksi.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status
imunologi, edema dan nutrisi yang buruk.
4. Nyeri dan gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hati yang
membesar serta nyeri tekan dan asites

3. Rencana Asuhan Keperawatan


1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan
badan
Tujuan :
Peningkatan energi dan partisipasi dalam aktivitas
Intrvensi

Rasional
1. Tawarkan diet tinggi kalori, tinggi protein(TKTP)

2. Berikan suplemen vitamin (A,B kompleks, C dan K)

3. Beri motivasi pasien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat

4. Motivasi dan Bantu pasien untuk melakukan latihan dengan periode


waktu yang ditingkatkan secara bertahap.

1. Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses penyembuhan.

2. Memberikan nutrient tambahan.

3. Menghemat tenaga pasien sambil mendorong pasien untuk melakukan


latihandalam batas toleransi pasien.

4. Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri.

2. Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan anoreksia dan gangguan gastrointestinal.
Tujuan : Perbaikan status nutrisi.
Intrvensi

Rasional
1. Beri motivasi pasien untuk makan makanan dan suplemen makanan
2. Tawarkan makan makanan dengan porsi sedikit tetapi sering
3. Pantang alcohol
4. Pelihara hygiene oral sebelum makan

1. Motivasi sangat penting bagi penderita anoreksia dan gangguan


gastrointestinal.

2. Makanan dengan porsi kecil dan sering lebih ditolerir oleh penderita
anoreksia
3. Menghilangkan makanan dengan kalori kosong dan menghindari iritasi
lambungoleh alkohol
4. Mengurangi citarasa yang tidak enak dan merangsang selera makan.
Diposkan oleh Ners Asfi di 19.33

4. Pelihara hygiene oral sebelum makan

1. Motivasi sangat penting bagi penderita anoreksia dan gangguan


gastrointestinal.

2. Makanan dengan porsi kecil dan sering lebih ditolerir oleh penderita
anoreksia
3. Menghilangkan makanan dengan kalori kosong dan menghindari iritasi
lambungoleh alkohol
4. Mengurangi citarasa yang tidak enak dan merangsang selera makan.
Diposkan oleh Ners Asfi di 19.33

Vous aimerez peut-être aussi