Vous êtes sur la page 1sur 22

CASE REPORT & HOME VISIT

SKIZOAFEKTIF TIPE DEPRESIF

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan

Oleh:
Lalu Galih Pratama 09700178
Khalid 09700186
M. Hayyu Rizqi 07700112
Eny Susanti 09700205
Shelivia Destiana 09700023
Nuru Rohma 09700173
Rima Titahning 09700271

Pembimbing:
dr. Ika Nurfarida, M.Sc.,Sp.KJ.

KEPANITERAAN KLINIK MADYA


SMF JIWA RSJ Dr. RADJIMAN WIDIODININGRAT LAWANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WJAYA KUSUMA SURABAYA
2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah,
serta inayah-Nya kepada penyusun sehingga Laporan Kasus dan Home Visit yang
berjudul Skizoafektif tipe Depresif ini dapat terselesaikan sesuai rencana yang
diharapkan.
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Kepaniteraan
Klinik Madya serta guna menambah ilmu pengetahuan mengenai permasalahan
penyakit pada bidang ilmu jiwa khususnya Skizofrenia. Penyusun menyampaikan
terima kasih kepada pembimbing kami, dr. Ika Nurfarida, M.Sc.,Sp.KJ. atas
segenap waktu, tenaga dan pikiran yang telah diberikan kepada kami selama
proses pembuatan case report dan home visit ini.

Penyusun menyadari bahwa laporan case report dan home visit ini belumlah
sempurna. Untuk itu, saran dan kritik dari para dosen dan pembaca sangat
diharapkan demi perbaikan laporan ini. Atas saran dan kritik dosen dan pembaca,
penyusun ucapkan terima kasih.

Semoga makalah case report dan home visit ini bermanfaat bagi dosen,
penyusun, pembaca serta rekan-rekan lain yang membutuhkan demi kemajuan
ilmu pengetahuan di bidang kedokteran.

Lawang , 4 Desember 2014

Team Penyusun
CASE REPORT & HOME VISIT

BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. U
Umur : 20 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir : Pasuruan , 16 April 1994
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Status Marital : Belum Menikah
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan Terakhir : Buruh pabrik
Alamat :-
Nama Ayah :U
Nama Ibu :Y
Tanggal MRS : 12-11-2014
Tanggal Pemeriksaan : 12-11-2014
Tanggal Home Visit : 27-11-2014
Nomor RM :-

II. ANAMNESA

A. Keluhan Utama
Marah marah tanpa sebab ( heteroanamnesis)
B. Auto Anamnesa
Pasien mengingat nama lengkapnya, nama keluarganya (orang tua dan
adik), usia dan tanggal lahir pasien. Pasien mengetahui bahwa dirinya
saat ini ada di RSJ Lawang. Pasien memiliki orientasi waktu yang baik
dan bisa menceritakan atau mengingat perjalanan sekolahnya. Pasien
menyadari alasan dibawa ke RSJ Lawang karena mengalami gangguan
jiwa. Pasien juga menjelaskan bahwa dia sedih karena merasa bersalah
pada ayahnya karena pasien melempar barang sampai pecah dan
mengenai kaki ayahnya hingga berdarah. Pasien juga merasa masa
depannya suram. Sempat punya pikiran untuk bunuh diri. Pasien sering
di bicarakan oleh saudara saudaranya kalau keluarga pasien tidak
berguna. Ayahnya bekerja tapi tidak menghasilkan sesuatu. Pasien juga
mengatakan jika ibu pasien juga mengalami gangguan jiwa. Saat ini ayah
dan ibu pasien tinggal terpisah. Pasien bekerja keras dan ingin
membelikan rumah untuk orang tuanya. Pasien tidak nafsu makan karena
memikirkan masalahnya.
Pasien menjelaskan bahwa pasien sering mendengar bisikan-bisikan yang
mengatakan bahwa pasien harus menjaga anak dari majikannya saat
pasien bekerja di pabrik. Pasien juga merasa seperti ada cahaya yang
ingin masuk ke dalam tubuhnya. Pasien merasa seperti itu saat maghrib.
perintahnya.
C. Hetero Anamnesa (sumber informasi: ayah dan ibu kandung pasien)
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Dua tahun yang lalu pasien lulus dari sekolah menengah atas dan
ingin membantu keluarganya dengan bekerja keras dan ingin
membuatkan kedua orang tuanya rumah sehingga tidak di remehkan
lagi oleh keluarga dekatnya.
Satu tahun yang lalu pasien bekerja di pabrik sebagai buruh
dengan bayaran UMR. Dan ternyata gaji pasien tidak cukup untuk
membahagiakan kedua orang tuanya dan mulai mengalami putus asa
karena keinginan pasien untuk membahagiakan kedua orang tuanya
serta agar tidak kembali di remehkan oleh keluarganya tidak tercapai.
Sehingga pasien mulai merasa stress dan tidak kuat dengan perlakuan
keluarga pasien yang selalu meremehkan dan menghina pasien dan
kedua orang tuanya.
6 bulan yang lalu gejala yang di alami pasien mulai memburuk,
pasien mulai menyendiri. Tidak mau merawat diri, mulai sulit untuk
makan, pernah punya pikiran untuk bunuh diri tapi tidak menyakiti
orang lain. Pasien mulai marah marah dan membanting barang.
Pasien juga sulit tidur. Terkadang pasien tidak mau keluar dari kamar
dan hanya menyendiri di kamar dan tidak mau makan.
Tiga hari yang lalu pasien marah marah dan melempar barang
di rumah sehingga pecah. Kemudian saat ayahnya ingin menenangkan
pasien. Kaki ayahnya terkena pecahan dari barang hingga berdarah.
Pasien langsung lemas dan menangis karena merasa bersalah dan
khawatir terhadap kondisi ayahnya. Pasien mulai sering menangis dan
sering memperthankan posisi tubuh yang aneh dan sulit di rubah.
Pasien juga sulit berbicara. Pasien juga merasa sesak nafas.

b. Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat Psikiatrik:
Pasien belum pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya
- Riwayat Penggunaan Napza Psikoaktif :
Pasien tidak pernah menggunakan atau memakai zat zat psikotik
seperti narkoba. Alkohol dan sejenisnya
- Riwayat Penyakit Dahulu (Medis)
Tidak didapatkan riwayat diabetes mellitus, tekanan darah tinggi,
kejang atau penyakit infeksi lainnya, dan riwayat trauma kepala.
- Riwayat kepribadian sebelumnya :
Sejak kecil pasien memiliki karakter pendiam, tertutup, dan penurut
kepada orang tuanya. Pasien sangat penyayang terhadap keluarga.

c. Riwayat Kehidupan Pribadi


- Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan anak
Tidak diketahui karena informasi didapatkan dari saudara ibu pasien
- Riwayat sosial dan riwayat pekerjaan
. Pasien merupakan anak tunggal. Sampai saat ini pasien belum
menikah. Keluarga mengatakan pasien adalah anak yang penurut,
patuh terhadap orang tua, sejak kecil pasien suka mengaji dan banyak
prestasi yang diraih dari segi keagamaan. Saat SMA pasien di
ceritakan keluarga , kegiatannya selain sekolah dia juga membantu
ayahnya bekerja sebagai petani. Pasien merupaka anak yang pekerja
keras
d. Faktor keturunan
Ibu kandung pasien mengalami gangguan jiwa
e. Faktor organik
Riwayat trauma atau kecelakaan dan cidera kepala disangkal, riwayat
kejang disangkal, pemakaian zat atau obat disangkal.

III. PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Generalis:
Vital Sign
Tensi : 120/80 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,2oC
Keadaan Umum : Tampak baik, compos mentis
Kepala/Leher : anemis (-/-), ikterik (-/-), sianosis (-), dispneu (-), JVP
tidak meningkat
Thorax : normochest
Cor : I: ictus cordis tidak tampak
P: ictus cordis tidak teraba
P: tidak ada pembesaran jantung
A: S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Pulmo : I: Simetris, retraksi (-)
P: simetris, tumor (-)
P: sonor
A: vesikuler Rh -/-, Wh -/-
Abdomen : I: flat, spider nevi (-)
A: BU (+) normal
P: suple, tumor (-), defans muscular (-), nyeri palpasi (-)
P: timpani, meteorismus (-)
Ekstremitas : Akral hangat, edema - / -
-/-
Pemeriksaan Saraf
GCS : E4 V5 M6
Meningeal Sign : kaku kuduk (-)
Refleks Fisiologik : BPR +2/+2 APR +2/+2
TPR +2/+2 KPR +2/+2
Refleks Patologik : Babinski (-) / (-)
Tromer (-) / (-)
Chaddock (-) / (-)
Pemeriksaan Psikiatri:

Kesan Umum : Perempuan, tampak rapi memakai baju busana muslim dan
berkerudung.. wajah sesuai usia, cukup rapi dan bersih,
tidak bau, cukup kooperatif saat di wawancara, jika ditanya
jawabnya lancar. Postur tubuh tegap, psikomotor menurun.
Pasien sering memperthankan posisi tubuh seperti tangan di
angkat sebelah dan bertahan cukup lama. Pasien berbicara
sambil menangis
Kontak : Verbal (+), non verbal (+), relevan, pelan
Kesadaran : berubah kualitatif, kuantitatif composmentis
Orientasi : W/T/O +/+/+ baik
Daya ingat : Tidak ditemukan kelainan daya ingat
Persepsi : Halusinasi auditorik +
Proses berpikir : Bentuk : non realistik
Arus : Asosisi longgar
Isi : Putus asa. Merasa bersalah. Pikiran tidak memadai
Afek/emosi : depresi
Kemauan : ADL (menurun), sosial (menurun), pekerjaan (menurun)
Psikomotor : menurun
IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

Telah diperiksa seorang perempuan berusia 20 tahun, suku jawaa, bangsa


Indonesia, agama Islam, belum menikah, pendidikan tamat SMA, tidak bekerja,
tinggal bersama ayahnya di pasuruan, bersama kedua orang tuanya. Merupakan
pasien baru di Poliklinik Jiwa RSJ Radjiman widyodiningrat tanggal 12
November 2014.

Dari anamnesis didapatkan keluhan utama keluarga pasien di bawa kesini


adalah karena pasien marah marah . Pasien marah marah dan melempar
barang di rumah sehingga pecah. Kemudian saat ayahnya ingin menenangkan
pasien. Kaki ayahnya terkena pecahan dari barang hingga berdarah. Pasien
langsung lemas dan menangis karena merasa bersalah dan khawatir terhadap
kondisi ayahnya. Pasien mulai sering menangis dan sering memperthankan posisi
tubuh yang aneh dan sulit di rubah. Pasien juga sulit berbicara. Pasien juga merasa
sesak nafas.

faktor premorbidnya dikatakan oleh keluarga,memang pasien adalah orang


yang pendiam, tertutup, dan sangat patuh dengan kedua orang tuanya.

Pada pemeriksaan psikiatri pada tanggal 12 november 2014 didapatkan:


Perempuan, tampak rapi memakai baju busana muslim dan berkerudung.. wajah
sesuai usia, cukup rapi dan bersih, tidak bau, cukup kooperatif saat di wawancara,
jika ditanya jawabnya lancar. Postur tubuh tegap, psikomotor menurun. Pasien
sering memperthankan posisi tubuh seperti tangan di angkat sebelah dan bertahan
cukup lama. Pasien berbicara sambil menangis. Di dapatkan halusinasi auditorik
dan gangguan proses berpikir.
V. DIAGNOSIS BANDING
Skizofrenia hebefrenik
Skizofrenia katatonik
Episode depresif berat dengan gejala psikotik

VI. FORMULASI DIAGNOSTIK (Menurut PPDGJ-III)


Pada pasien ini ditemukan gejala perilaku dan psikologis yang secara
klinis cukup bermakna dan menimbulkan penderitaan (distress) serta hendaya
(dissability) dalam kehidupan sehari-hari, fungsi pekerjaan dan psikososial
sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien ini mengalami suatu gangguan jiwa.
Berdasarkan riwayat perjalanan penyakit, anamnesis dan berbagai
pemeriksaan fisik dan piskiatris yang dilakukan, tidak didapatkan gangguan medis
umum yang secara fisiologis dapat menimbulkan disfungsi otak serta
mengakibatkan gangguan jiwa yang diderita saat ini, sehingga Gangguan Mental
Organik dapat disingkirkan.
Pada pemeriksaan terhadap pasien ini didapatkan adanya gejala-gejala
yang mememnuhi keriteria skizofrenia seperti gangguan asosiasi pikiran. Isi
pikiran yang tidak wajar, gangguan persepsi, menarik diri dari sosial. Psikomotor
menurun. Dan Sering menyendiri. serta di temukan gejala yang memenuhi
kriteria depresif seperti afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan.
Pandangan masa depan yang suram, sulit tidur, dan nafsu makan menurun.
sehingga di diagnosis Skizoafektif tipe depresif.

VI. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL

Axis I : F 25.1 Gangguan skizoafektif tipe depresif


Axis II : Ciri kepribadian pasien adalah pendiam dan tertutup
Axis III : tidak ditemukan
Axis IV : masalah berkaitan dengan primary support group dan
psikososial
Axis V : GAF saat ini 30 - 11
VII. TATA LAKSANA
- Pasien Rawat Inap
- Farmakoterapi:
Halloperidol 5mg 1-0-1
Fluxetin 20mg 1-0-1
- Psikoterapi
Memotivasi pasien agar dapat menjalani pengobatan sesuai yang
dianjurkan
Memotivasi pasien untuk dapat berkomunikasi dan terbuka dengan
permasalahan yang dihadapi
- Sosioterapi
Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai keadaan pasien,
faktor pencetus, perjalan penyakit, pengobatan, komplikasi, dan
kemungkinan-kemungkinan atau prognosis kondisi pasien
Menjelaskan dan memberi pengarahan tentang sikap dan peran
keluarga terhadap kondisi pasien
- Spiritual
Memotivasi untuk terus berdoa dan mendekatkan diri kepada
Tuhan, meminta ridho atas kesembuhan pasien
Menstimulasi dan mengajak pasien untuk turut beribadah sebisa
mungkin dan selalu berdoa.
- Monitoring
Selalu mengawasi pasien
Menjauhkan dari barang-barang yang beresiko sebagai alat untuk
bunuh diri
Mengevaluasi perkembangan keluhan pasien
Observasi vital sign dan keadaan umum
Efek samping obat
- Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium : darah rutin, urine lengkap, faal hepar,
faal ginjal, dan gula darah.
VIII. PROGNOSIS
Dubia ad bonam
CASE REPORT & HOME VISIT

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

SKIZOAFEKTIF

Gangguan skizoafektif adalah kelainan mental yang rancu yang ditandai


dengan adanya gejala kombinasi antara gejala skizofrenia dan gejala gangguan
afektif. Penyebab gangguan skizoafektif tidak diketahui, tetapi empat model
konseptual telah dikembangkan. Gangguan dapat berupa tipe skizofrenia atau tipe
gangguan mood. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan tipe psikosis ketiga
yang berbeda, yang bukan merupakan gangguan skizofrenia maupun gangguan
mood. Keempat dan yang paling mungkin, bahwa gangguan skizoafektif adalah
kelompok heterogen gangguan yang menetap ketiga kemungkinan pertama.1

Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala


gangguan mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode penyakit
yang sama, baik secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari. Bila
gejala skizofrenik dan manik menonjol pada episode penyakit yang sama,
gangguan disebut gangguan skizoafektif tipe manik. Dan pada gangguan
skizoafektif tipe depresif, gejala depresif yang menonjol.2

Gejala yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi,


perubahan dalam berpikir, perubahan dalam persepsi disertai dengan gejala
gangguan suasana perasaan baik itu manik maupun depresif.2,3

Kriteria diagnostik gangguan skizoafektif berdasarkan DSM-IV-TR,


merupakan suatu produk beberapa revisi yang mencoba mengklarifikasi beberapa
diagnosis, dan untuk memastikan bahwa diagnosis memenuhi kriteria baik
episode manik maupun depresif dan menentukan lama setiap episode secara
tepat.1

Pada setiap diagnosis banding gangguan psikotik, pemeriksaan medis


lengkap harus dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik. Semua kondisi
yang dituliskan di dalam diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood perlu
dipertimbangkan. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif
mempunyai prognosis di pertengahan antara prognosis pasien dengan skizofrenia
dan prognosis pasien dengan gangguan mood. Sebagai suatu kelompok, pasien
dengan gangguan skizoafektif memiliki prognosis yang lebih buruk daripada
pasien dengan gangguan depresif maupun gangguan bipolar, tetapi memiliki
prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan skizofrenia.

Definisi

Gangguan Skizoafektif mempunyai gambaran baik skizofrenia maupun


gangguan afektif. Gangguan skizoafektif memiliki gejala khas skizofrenia yang
jelas dan pada saat bersamaan juga memiliki gejala gangguan afektif yang
menonjol. Gangguan skizoafektif terbagi dua yaitu, tipe manik dan tipe depresif.1,3

Sejarah

Di tahun 1913 George H. Kirby dan pada tahun 1921 August Hoch
keduanya menggambarkan pasien dengan ciri campuran skizofrenia dan gangguan
afektif (mood). Karena pasiennya tidak mengalami perjalanan demensia prekoks
yang memburuk, Kirby dan Hoch mengklasifikasikan mereka di dalam kelompok
psikosis manic-depresif Emil Kraepelin. Di tahun 1933 Jacob Kasanin
memperkenalkan istilah gangguan skizoafektif untuk suatu gangguan dengan
gejala skizofrenik dan gejala gangguan mood yang bermakna. Pasien dengan
gangguan ini juga ditandai oleh onset gejala yang tiba-tiba, seringkali pada masa
remajanya. Pasien cenderung memiliki tingkat fungsi premorbid yang baik, dan
seringkali suatu stressor yang spesifik mendahului onset gejala. Riwayat keluarga
pasien sering kali terdapat suatu gangguan mood. Kasanin percaya bahwa pasien
memiliki suatu jenis skizofrenia. Dari 1933 sampai kira-kira tahun 1970, pasien
yang gejalanya mirip dengan gejala pasien-pasien Kasanin secara bervariasi
diklarifikasi menderita gangguan skizoafektif, skizofrenia atipikal, skizofrenia
dalam remisi, dan psikosis sikloid.4

Epidemiologi

Prevalensi seumur hidup dari gangguan skizoafektif adalah kurang dari 1


persen, kemungkinan dalam rentang 0,5 sampai 0,8 persen. Namun, angka
tersebut adalah angka perkiraan, karena di dalam praktik klinis diagnosis
gangguan skizoafektif sering kali digunakan jika klinisi tidak yakin akan
diagnosis. Prevalensi gangguan telah dilaporkan lebih rendah pada laki-laki
dibandingkan para wanita; khususnya wanita yang menikah; usia onset untuk
wanita adalah lebih lanjut daripada usia untuk laki-laki seperti juga pada
skizofrenia. Laki-laki dengan gangguan skizoafektif kemungkinan menunjukkan
perilaku antisosial dan memiliki pendataran atau ketidaksesuaian afek yang nyata.

Etiologi

Sulit untuk menentukan penyebab penyakit yang telah berubah begitu


banyak dari waktu ke waktu. Dugaan saat ini bahwa penyebab gangguan
skizoafektif mungkin mirip dengan etiologi skizofrenia. Oleh karena itu teori
etiologi mengenai gangguan skizoafektif juga mencakup kausa genetik dan
lingkungan.
Penyebab gangguan skizoafektif adalah tidak diketahui, tetapi empat
model konseptual telah diajukan.

1. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe skizofrenia atau


suatu tipe gangguan mood.
2. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi bersama-sama dari
skizofrenia dan gangguan mood.
3. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe psikosis ketiga yang
berbeda, tipe yang tidak berhubungan dengan skizofrenia maupun suatu
gangguan mood.
4. Kemungkinan terbesar adalah bahwa gangguan skizoafektif adalah
kelompok gangguan yang heterogen yang meliputi semua tiga
kemungkinan pertama. Sebagian besar penelitian telah menganggap pasien
dengan gangguan skizoafektif sebagai suatu kelompok heterogen.

Tanda dan Gejala

Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala


gangguan mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode penyakit
yang sama, baik secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari. Bila
gejala skizofrenik dan manik menonjol pada episode penyakit yang sama,
gangguan disebut gangguan skizoafektif tipe manik. Dan pada gangguan
skizoafektif tipe depresif, gejala depresif yang menonjol.2
Gejala yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi,
perubahan dalam berpikir, perubahan dalam persepsi disertai dengan gejala
gangguan suasana perasaan baik itu manik maupun depresif.2,3
Gejala klinis berdasarkan pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan
jiwa (PPDGJ-III):3 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas
(dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang
jelas):
a) thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan,
walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda ; atau thought
insertion or withdrawal = isi yang asing dan luar masuk ke dalam
pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu
dari luar dirinya (withdrawal); dan thought broadcasting= isi
pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum
mengetahuinya;
b) delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau delusion of passivitiy = waham
tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari
luar; (tentang dirinya = secara jelas merujuk kepergerakan tubuh /
anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus).
delusional perception = pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat.
c) Halusinasi Auditorik: Suara halusinasi yang berkomentar secara terus
menerus terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien
pasein di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang
berbicara), atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu
bagian tubuh.
d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan
di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain).
e) Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai
baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk
tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide
berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi
setiap hari selama berminggu minggu atau berbulan-bulan terus
menerus.
f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme.
g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme,
mutisme, dan stupor.
h) Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,
dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya
yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan
menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut
tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
(prodromal). Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam
mutu keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude) dan
penarikan diri secara sosial.

Diagnosis
Konsep gangguan skizoafektif melibatkan konsep diagnostik baik
skizofrenia maupun gangguan mood, beberapa evolusi dalam kriteria diagnostik
untuk gangguan skizoafektif mencerminkan perubahan yang telah terjadi di dalam
kriteria diagnostik untuk kedua kondisi lain.

Kriteria diagnostik utama untuk gangguan skizoafektif (Tabel 1) adalah


bahwa pasien telah memenuhi kriteria diagnostik untuk episode depresif berat
atau episode manik yang bersama-sama dengan ditemukannya kriteria diagnostik
untuk fase aktif dari skizofrenia. Disamping itu, pasien harus memiliki waham
atau halusinasi selama sekurangnya dua minggu tanpa adanya gejala gangguan
mood yang menonjol. Gejala gangguan mood juga harus ditemukan untuk
sebagian besar periode psikotik aktif dan residual. Pada intinya, kriteria dituliskan
untuk membantu klinisi menghindari mendiagnosis suatu gangguan mood dengan
ciri psikotik sebagai suatu gangguan skizoafektif.
Tabel 1. Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Skizoafektif (DSM-IV)

Kriteria Diagnostik Untuk Gangguan Skizoafektif

A. Suatu periode penyakit yang tidak terputus selama mana, pada suatu waktu.

Terdapat baik episode depresif berat, episode manik, atau suatu episode
campuran dengan

gejala yang memenuhi kriteria A untuk skizofrenia.

Catatan: Episode depresif berat harus termasuk kriteria A1: mood terdepresi.

B. Selama periode penyakit yang sama, terdapat waham atau halusinasi selama

sekurangnya 2 minggu tanpa adanya gejala mood yang menonjol.

C. Gejala yang memenuhi kriteria untuk episode mood ditemukan untuk sebagian

bermakna dari lama total periode aktif dan residual dari penyakit.

D. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat

yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum.

Sebutkan tipe:

Tipe bipolar: jika gangguan termasuk suatu episode manik atau campuran (atau
suatu manik

suatu episode campuran dan episode depresif berat)

Tipe depresif: jika gangguan hanya termasuk episode depresif berat.

Tabel dari DSM-IV, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Ed. 4.

DSM-IV juga membantu klinisi untuk menentukan apakah pasien


menderita gangguan skizoafektif, tipe bipolar, atau gangguan skizoafektif, tipe
depresif. Seorang pasien diklasifikasikan menderita tipe bipolar jika episode yang
ada adalah dari tipe manik atau suatu episode campuran dan episode depresif
berat. Selain itu, pasien diklasifikasikan menderita tipe depresif.5

Pada PPDGJ-III, gangguan skizoafektif diberikan kategori yang terpisah


karena cukup sering dijumpai sehingga tidak dapat diabaikan begitu saja. Kondisi-
kondisi lain dengan gejala-gejala afektif saling bertumpang tindih dengan atau
membentuk sebagian penyakit skizofrenik yang sudah ada, atau di mana gejala-
gejala itu berada bersama-sama atau secara bergantian dengan gangguan-
gangguan waham menetap jenis lain, diklasifikasikan dalam kategori yang sesuai
dalam F20-F29. Waham atau halusinasi yang tak serasi dengan suasana perasaan
(mood) pada gangguan afektif tidak dengan sendirinya menyokong diagnosis
gangguan skizoafektif.

Tabel 2. Pedoman Diagnostik Gangguan Skizoafektif berdasarkan PPDGJ-


III

Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala


definitif adanya skizofrenia dan gangguan skizofrenia dan gangguan
afektif sama-sama menonjol pada saat yang bersamaan (simultaneously),
atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu episode
penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode
penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik
atau depresif.
Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia
dan gangguan afektif tetapi dalam episode penyaki yang berbeda.
Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah
mengalami suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi
Pasca-skizofrenia). Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif
berulang, baik berjenis manik (F25.0) maupun depresif (F25.1) atau
campuran dari keduanya (F25.2). Pasien lain mengalami satu atau dua
episode manik atau depresif (F30-F33)

Diagnosis Banding

Semua kondisi yang dituliskan di dalam diagnosis banding skizofrenia dan


gangguan mood perlu dipertimbangkan di dalam diagnosis banding gangguan
skizoafektif. Pasien yang diobati dengan steroid, penyalahgunaan amfetamin dan
phencyclidine (PCP), dan beberapa pasien dengan epilepsi lobus temporalis secara
khusus kemungkinan datang dengan gejala skizofrenik dan gangguan mood yang
bersama-sama. Diagnosis banding psikiatrik juga termasuk semua kemungkinan
yang biasanya dipertimbangkan untuk skizofrenia dan gangguan mood. Di dalam
praktik klinis, psikosis pada saat datang mungkin mengganggu deteksi gejala
gangguan mood pada masa tersebut atau masa lalu. Dengan demikian, klinisi
boleh menunda diagnosis psikiatrik akhir sampai gejala psikosis yang paling akut
telah terkendali.1,3

Perjalanan Penyakit dan Prognosis

Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai


prognosis di pertengahan antara prognosis pasien dengan skizofrenia dan
prognosis pasien dengan gangguan mood. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan
gangguan skizoafektif memiliki prognosis yang jauh lebih buruk daripada pasien
dengan gangguan depresif, memiliki prognosis yang lebih buruk daripada pasien
dengan gangguan bipolar, dan memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien
dengan skizofrenia. Generalitas tersebut telah didukung oleh beberapa penelitian
yang mengikuti pasien selama dua sampai lima tahun setelah episode yang
ditunjuk dan yang menilai fungsi sosial dan pekerjaan, dan juga perjalanan
gangguan itu sendiri.

Data menyatakan bahwa pasien dengan gangguan skizoafketif, tipe


bipolar, mempunyai prognosis yang mirip dengan prognosis pasien dengan
gangguan bipolar I dan bahwa pasien dengan premorbid yang buruk; onset yang
perlahan-lahan; tidak ada faktor pencetus; menonjolnya gejala pskotik, khususnya
gejala defisit atau gejala negatif; onset yang awal; perjalanan yang tidak
mengalami remisi; dan riwayat keluarga adanya skizofrenia. Lawan dari masing-
masing karakeristik tersebut mengarah pada hasil akhir yang baik. Adanya atau
tidak adanya gejala urutan pertama dari Schneider tampaknya tidak meramalkan
perjalanan penyakit.

Walaupun tampaknya tidak terdapat perbedaan yang berhubungan dengan


jenis kelamin pada hasil akhir gangguan skizoafektif, beberapa data menyatakan
bahwa perilaku bunuh diri mungkin lebih sering pada wanita dengan gangguan
skizoafektif daripada laki-laki dengan gangguan tersebut. Insidensi bunuh diri di
antara pasien dengan gangguan skizoafektif diperkirakan sekurangnya 10 persen.

Terapi

Modalitas terapi yang utama untuk gangguan skizoafektif adalah


perawatan di rumah sakit, medikasi, dan intervensi psikososial. Prinsip dasar yang
mendasari farmakoterapi untuk gangguan skizoafektif adalah bahwa protokol
antidepresan dan antimanik diikuti jika semuanya diindikasikan dan bahwa
antipsikotik digunakan hanya jika diperlukan untuk pengendalian jangka pendek.
Jika protokol thymoleptic tidak efektif di dalam mengendalikan gejala atas dasar
berkelanjutan, medikasi antipsikotik dapat diindikasikan. Pasien dengan gangguan
skizoafektif, tipe bipolar, harus mendapatkan percobaan lithium, carbamazepine
(Tegretol), valproate (Depakene), atau suatu kombinasi obat-obat tersebut jika
satu obat saja tidak efektif. Pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe depresif,
harus diberikan percobaan antidepresan dan terapi elektrokonvulsif (ECT)
sebelum mereka diputuskan tidak responsif terhadap terapi antidepresan.5
BAB III
KESIMPULAN

Gangguan skizoafektif merupakan suatu gangguan jiwa yang gejala


skizofrenia dan gejala afektif terjadi bersamaan dan sama-sama menonjol.
Prevalensi gangguan telah dilaporkan lebih rendah pada laki-laki dibandingkan
para wanita; khususnya wanita yang menikah; usia onset untuk wanita adalah
lebih lanjut daripada usia untuk laki-laki seperti juga pada skizofrenia. Teori
etiologi mengenai gangguan skizoafektif mencakup kausa genetik dan lingkungan.
Tanda dan gejala klinis gangguan skizoafektif adalah termasuk semua tanda dan
gejala skizofrenia, episode manik, dan gangguan depresif. Diagnosis gangguan
skizoafektif hanya dibuat apabila gejala2 definitif adanya skizofrenia dan
gangguan afektif bersama-sama menonjol pada saat yang bersamaan, atau dalam
beberapa hari sesudah yang lain, dalam episode yang sama. Sebagian diantara
pasien gangguan skizoafektif mengalami episode skizoafektif berulang, baik yang
tipe manik, depresif atau campuran keduanya. Terapi dilakukan dengan
melibatkan keluarga, pengembangan skill sosial dan berfokus pada rehabilitasi
kognitif. Pada farmakoterapi, digunakan kombinasi anti psikotik dengan anti
depresan bila memenuhi kriteria diagnostik gangguan skizoafektif tipe depresif.
Sedangkan apabila gangguan skizoafektif tipe manik terapi kombinasi yang
diberikan adalah antara anti psokotik dengan mood stabilizer. Prognosis bisa
diperkirakan dengan melihat seberapa jauh menonjolnya gejala skizofrenianya,
atau gejala gangguan afektifnya. Semakin menonjol dan persisten gejala
skizofrenianya maka pronosisnya buruk, dan sebaliknya semakin persisten gejala-
gejala gangguan afektifnya, prognosis diperkirakan akan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Maramis, W.S. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Presss :


Surabaya. 1994.
2. Kaplan, I. H. and Sadock, J. B. Sinopsis Psikiatri Ilmu Perilaku Psikiatri
Klinis, Edisi Ketujuh. Binarupa Aksara Publisher: Jakarta.
3. Stuart, G. W. dan Sundeen, S. J. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1998.
4. Olfson, Mark. Treatment Patterns for Schizoaffective Disorder and
Schizophrenia Among Medicaid Patients. Diakses melalui:
www.psychiatryonline.org/data/Journals/
5. American Psychiatric Association. Diagnosis dan Statistical Manual of
Mental disorders (DSM IV TM). American Psychological Association (APA):
Washington DC. 1996.

Vous aimerez peut-être aussi