Vous êtes sur la page 1sur 9

ATRESIA BILIER

dr.T.Yusriadi

Pendahuluan
Atresia bilier (AB) : kelainan akibat obliterasi fibrotik sebagian atau seluruh lumen duktus biliaris yang
disebabkan oleh infeksi virus pada periode paska natal. Obliterasi saluran bilier dapat terjadi ekstrahepatik
maupun intrahepatik sehingga mengganggu drainase cairan empedu.
Secara umum faktor yang mempengaruhi pertumbuhan duktus bilier : virus, genetik, kelainan autoimun,
defek vaskuler dan defek morfogenesis.
Dari berbagai penelitian kemungkinan virus sebagai penyebab AB yaitu hanya reovirus dan rotavirus.
Dikenal 2 bentuk AB : tipe embrional/fetal dan tipe perinatal (acquired).
Tipe embrional dijumpai pada 20% kasus. Sering muncul bersama anomali kongenital lain seperti
polisplenia, vena porta duodenum, situs inversus dan malrotasi usus. Ikterus dan feses akolik sudah timbul
pada 3 minggu pertama kehidupan. Saat operasi sering tidak dijumpai bile duct remnants.
Sedangkan pada tipe perinatal (80%) ikterus dan feses akolik baru muncul pada minggu ke 2 s/d minggu ke
4 kehidupan. Umumnya saat operasi ditemukan bile duct remnants.
Pada atresia biliaris secara perlahan-lahan hepar akan mengalami sirrhosis yang pada akhirnya mengalami
splenomegali. Malabsorpsi lemak dan vitamin yang terikat lemak dapat menyebabkan anemia, malnutrisi
serta gangguan perkembangan dan pertumbuhan.
Pemeriksaan penunjang rutin : darah tepi lengkap dan gambaran darah tepi, feses rutin, aspirasi cairan
duodenum, USG hepatobilier gambaran triangular cord sign, skintigrafi hepatobilier, ERCP/MRCP, dan
biopsi hati.
Pada tahun 1959, Kasai dan Suzuki melaporkan sebuah operasi portoenterostomi hepatik. Prosedur kasai
ini diperjuangkan di Amerika utara oleh Lily dan Altman dan berkembang ke seluruh dunia.
Angka harapan hidup s/d 10 tahun adalah usia saat pasien dioperasi:
Usia < 60 hari (68%)
Usia 61-69 hari (39%)
Usia 71-90 hari (33%)
Dan > 90 hari (15%).
Insidensi 1 dalam 10-15 ribu kelahiran.
Proses hiperbilirubin pada neonatus bersifat fisiologis, terutama yang tidak terkonyugasi dan dapat
sembuh sendiri. Hanya 2-15% yang melampaui usia 2 minggu.
Terdapat 3 jenis atresia bilier, tipe I atresia terletak pada CBD, tipe II atresia pada duktus hepatikus dan tipe
III terbanyak pada porta hepatis.
Kelainan lain yang menyertai : polysplenia syndrome (preduodenal portal vein, malrotasi dan situs inversus
abdominal).
Kholestasis terjadi akibat sumbatan bilier tract.
Biasanya terjadi pada ibu dengan riwayat diabetes dan prognosisnya buruk.
Penatalaksanaan atresia bilier adalah dengan pembedahan (Kasai dan transplantasi hepar).

Klasifikasi

Teuku Yusriadi/Pediatric Surgery Department - Faculty of Medicine GMU/RSUP Dr. Sardjito YK.
Secara Makroskopik dapat dijabarkan temuan saat Cholangiografi (Aschraft, 2014):
Tipe 1 : Atresia CBD distal
Tipe 2a : Atresia duktus hepatikus komunis
Tipe 2b : Atresia CBD dan duktus hepatikus komunis
Tipe 3 : Atresia seluruh duktus ekstrahepatik s/d porta hepatis.

Anatomi dan Fisiologi


Empedu dihasilkan oleh sel hepatosit hepar dan disekresi oleh hepar ke dalam canaliculi biliaris. Canaliculi
ini akan bermuara pada duktus biliaris interlobularis. Duktus ini akan membentuk duktus hepatikus
dekstra dan sinistra. Kedua duktus ini selanjutnya membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus ini
akan bersatu dengan duktus cystikus (vesica felea) membentuk duktus choledocus.
Duktus choledocus nantinya akan bersama duktus pankreatikus mayor (wirsungi) bermuara ke dalam
papilla duodeni mayor (papila vater) di duodenum pars II (descendent). Pada muara ini juga didapatkan
spincter oddi.
Duktus hepatikus kommunis dengan duktus choledocus disebut common bile duct (CBD).
Empedu mengandung garam empedu, pigmen empedu (bilirubin), lechitin, kolesterol dan eletrolit.
Vesica felea merupakan suatu kantong yang memekatkan dan menyimpan empedu. Dibagi atas 4 bagian :
fundus, corpus, infundibulum dan collum. Dari collum berlanjut menjadi duktus cystikus. Infundibulum
yang menonjol seperti kantong disebut kantong Hartmann.
Vesica felea diperdarahi oleh a.cystica cabang dari a.hepatica dekstra.
Ada satu derah yang dibentuk oleh duktus cystikus, CBD dan a.cystikus : Trigonum Callot. Pada operasi
dewasa daerah ini penting diidentifikasi untuk tindakan cholesistektomi.

Sekilas Jaundice Pada Bayi


Ikterus : Istilah umum untuk warna kuning pada kulit, membran mukosa atau sklera oleh berbagai macam
gangguan. Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum mengarah terjadinya
kernikterus (ensefalopati bilirubin).
Akibat sumbatan saluran bilier akan terjadi kholestasis.
Manifestasi klinis ikterus merupakan akibat peningkatan bilirubin pada plasma.

Teuku Yusriadi/Pediatric Surgery Department - Faculty of Medicine GMU/RSUP Dr. Sardjito YK.
Kadar normal bilirubin pada plasma darah 0,2-1 mg/dl. Warna kuning (ikterik) pada sklera akan terlihat
bila kadar bilirubin mencapai >2,5 mg.dl. Sedangkan kuning pada mukosa/kulit akan terlihat bila kadar
bilirubin > 5 mg/dl/.
Ikterus prehepatik (bilirubin indirek tinggi), hepatik (bil.indirek dan direct tinggi). Sedangkan post
hepatik(hanya bilirubin direk yang tinggi).

Ikterus dibagi atas prehepatal(hemolitik), hepatal(parenkimatous) dan post hepatal(obstruksi). Ada juga
yang membagi atas ikterus hemolitikus, hepatoseluler dan ikterus obstruktif. Selain itu ada beberapa
klasifikasi atas dasar medical jaundice dan surgical jaundice.
Yang termasuk dalam surgical jaundice : stasis bilier karena kerusakan parenkim hepar atau obstruksi
mekanik bilier intra atau ekstra hepatal. Dalam perspektif bedah, sistem pembagian ini bermanfaat untuk
pedoman terapi dalam membedakan apakah kelainannya di hati (baik karena peningkatan produksi
bilirubin atau penurunan kemampuan eksresi) atau obstruksi pada saluran bilier ekstra hepatal.
Pada prinsipnya ikterus obstruktif disebabkan adanya gangguan aliran empedu di dalam duktus hepatikus
atau duktus choledokus.
Pada ikterus obstruktif ini dapat timbul komplikasi berupa kholangitis asenderen Charcots triad yaitu :
nyeri kanan atas, ikterus dan demam. (ada juga versi yang menyatakan demam, ikterik dan menggigil).
Sklerosing kolangitis : peradangan seluruh dinding saluran bilier dimana saluran menjadi keras dan
menyempit.
Sering juga terjadi gangguan pembekuan darah yang disebabkan adanya gangguan ekresi empedu di usus,
tidak adanya vitamin K yang diserap, sehingga terjadi gangguan gamma-karboksilasi faktor II, VII, IX dan XI
yang membutuhkan vitamin K.

Metabolisme Bilirubin
Bilirubin adalah pigmen kuning kemerahan dengan struktur C33H36O6N4. jumlah total produksi bilirubin
perhari adalah 300 mg. Sebagian besar bilirubin ini merupakan hasil pemecahan eritrosit tua yang berumur
100 120 hari pada sistem retikuloendotelial. Sebagian kecil lainnya merupakan hasil dari sumber
noneritropoietik hasil metabolisme dari enzim-enzim dan protein-protein yang mengandung heme, dan
juga dari eritropoietik yang tidak efektif pada sumsum tulang.
Teuku Yusriadi/Pediatric Surgery Department - Faculty of Medicine GMU/RSUP Dr. Sardjito YK.
Bilirubin non konjugasi (disebut juga Bilirubin I atau Bilirubin indirek) mempunyai afinitas yang tinggi
terhadap albumin, yang akan mengikatnya secara reversibel. Metabolisme bilirubin mempunyai tahapan
tahapan, yaitu di hati, usus halus, dan ginjal. Metabolisme bilirubin di hati melalui 3 fase : pengambilan,
konjungasi, dan ekskresi. Bilirubin I akan dilepaskan oleh albumin dari ikatannya pada membran plasma sel
sel hati (hepatosit).
Kemudian di dalam hepatosit bilirubin akan diikat oleh ligandin dan dibawa ke retikulum endoplasma yang
akan mengubahnya menjadi larut dalam air. Enzim glukoronil transferase akan mengkatalisis konjungasi
antara bilirubin dengan asam glukoronat (uridine diphosphate glucoronic acis, suatu derivat glukosa)
untuk membentuk bilirubin monoglukoronid (BMG) dan bilirubin diglukoronid (BDG) dengan enzim yang
sama. Baik BMG maupun BDG akan disekresikan kedalan kanalikuli biliaris dan dieksresikan ke empedu,
dengan 85 % BDG dan 15 % BMG. Dengan begitu bilirubin pada keadaan terkonjugasi dan larut dalam air
memasuki saluran bilier dan mengalir ke duodenum.
Bakteri yang ada pada usus halus bagian distal / anal mengubah bilirubin terkonjugasi menjadi
urobilinogen dan stercobilinogen, yang kemudian akan diubah menjadi urobilin dan stercobilin yang
memberi warna coklat pada tinja. Pada persentase kecil urobilinogen akan direabsorbsi di ileum terminal
dan kolon dan diekskresikan lewat ginjal. Ketiadaan urobilinogen pada urine menunjukkan adanya
obstruksi bilier komplit, sedangkan peningkatan kadarnya di dalam urine dapat berasal daari peningkatan
produksi bilirubin, seperti pada hemolisis. Tinja akolik terjadi bila bilirubin tidak terdapat pada usus untuk
diubah menjadi urobilinogen dan stercobilin. Karena bilirubin nonkonjugasi terikat pada albumin, maka
tidak diekresikan lewat urine. Sebaliknya bilirubin terkonjugasi larut dalam air dan tidak terikat protein,
oleh karena itu difiltrasi glomerulus dan diekskresikan melalui urine.

Teuku Yusriadi/Pediatric Surgery Department - Faculty of Medicine GMU/RSUP Dr. Sardjito YK.
Embriologi dan Etiologi
Sistem bilier berasal dari divertikulum hepatikum yang terbentuk pada usia 4 minggu, kemudian
divertikulum bercabang menjadi bagian kranial dan caudal. Bagian kranial akan membentuk sebagian besar
duktus intra hepatik dan ekstra hepatik bagian proksimal. Sedangkan bagian kaudal akan membentuk
kandung empedu, duktus cystikus dan CBD.
Beberapa teori menjelaskan adanya gangguan rekanalisasi saat embriogenesis, namun bukti adanya oklusi
dan vakuolisasi duktus biliaris perlu penjelasan lebih lanjut. Teori lain adalah gangguan pertemuan duktus
intrahepatik dan ekstra hepatik saat pembentukan saluran empedu mencoba menjelaskan atresia bilier,
dimana masih ada bagian yang paten dari sistem duktus ini.
Etiologi :
Kegagalan rekanalisasi
Faktor genetik
Iskemia
Virus
Toksin

Patologi
Patogenesis atresia bilier tetap tidak jelas meskipun didapatkan beberapa teori dan investigasi.
Temuan patologis pada atresia bilier ditandai dengan sklerotik inflamasi yang kehilangan semua atau
sebagian percabangan bilier ekstrahepatik juga sistem bilier intrahepatik. Tidak seperti atresia GIT lainnya
yang memiliki batasan tempat obstruksi yang jelas dengan dilatasi proksimal, dalam varian atresia bilier
yang paling umum duktus biliaris diwakili oleh jalinan fibrosa tanpa dilatasi apapun diproksimalnya.
Kandung empedu mungkin kecil namun masih memiliki lumen berkerut yang berisi cairan jernih empedu
putih. Secara mikroskopik sisa bilier diwakili oleh jaringan fibrosa padat distal. Pada bagian proksimal
duktus biliaris dikelilingi oleh fibrosis konsentris dan infiltrat peradangan sekitar duktus yang kecil sekali.
Oklusi sclerosing duktus bilier menjadi lebih luas seiring pertambahan usia. Kasai dkk memperlihatkan
bahwa duktus intrahepatik berhubungan dengan hepatis porta melalui kanal yang kecil sekali, setidaknya
di awal masa bayi. Rekontruksi bedah berdasarkan pada pedoman ini.
Dalam 2 bulan pertama lahir,perubahan histologis hati memperlihatkan pemeliharaan arsitektur hepatik
dasar dengan proliferasi duktus empedu, sumbatan empedu dan fibrosis periportal ringan pada bayi
dengan atresia bilier. Nantinya fibrosis membentang ke dalam lobus hepatikus sehingga menghasilkan
gambaran sirosis.

Diagnosis
Menegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.
Anamnesis : ikterik (Bilirubin direct > 1 dan bilirubin direct 20% dari bilirubin total), feses akolik,
urin pekat
Pemeriksaan fisik : hepatomegali
Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan darah tepi dan gambaran darah tepi, feses rutin, aspirasi
cairan duodenum, USG hepatobilier, skintigrafi hepatobilier, ERCP, MRCP dan biopsi hepar.

Ikterik patologik harus dipikirkan pada bayi dengan bilirubin direk melebihi 20% dari total bilirubin, atau
ikterus yang menetap > 2 minggu. Sehingga perlu dipikirkan evaluasi khusus.
Penyebab ikterik ini bervariasi. Pemeriksaan serologi diperlukan untuk membedakan atresia bilier dengan
kelainan hematologi, penyakit metabolik dan penyakit genetik. Tampakan klinis hepatitis neonatus dan
hipoplasia bilier sering mirip dengan atresia bilier.
Tes biokimia AB memperlihatkan hiperbilirubinemia, biasanya 6-12 mg/dl dengan 50% terkonyugasi.
Transluminase dan alkali fosfatase meningkat 2-3 x normal. -glutamil transpeptidase (GGT) biasanya
Teuku Yusriadi/Pediatric Surgery Department - Faculty of Medicine GMU/RSUP Dr. Sardjito YK.
tinggi dan nyata sekali. Biasanya fungsi sintetik hepar mendekati normal dengan level serum albumin
normal. Adanya peningkatan ringan PT biasanya sebagai respon terhadap asupan vitamin K parenteral.
Pemeriksaan serologi, USG, skintigrafi hepatobilier dan biopsi liver memberikan 90 % prediksi pre operatif.
Tetapi diagnosa pasti atresia bilier memerlukan bedah eksplorasi.
Pemeriksaan USG sebaiknya dilakukan pada semua bayi dengan ikterus. USG hepar dapat menyingkirkan
kelainan bedah lain seperti kista CBD, inspissated bile syndrome. Pada atresia bilier duktus intra hepatik
tidak melebar karena proses peradangan. Kandung empedu mengecil, non kontraktil dan ekogenitas
parenkim hepar meningkat. Bila ditemukan asplenia atau polisplenia adalah cocok untuk atresia bilier. Pada
kasus tertentu dapat ditemukan sisa remnant cord yang mengalami fibrosis dan dikenal sebagai triangular
cord sign.
Pada USG, ukuran kandung empedu normal >1,5 cm (puasa 4 jam sebelum pemeriksaan). Bila kandung
empedu berkontraksi setelah diberi makanan maka atresia bilier dapat disingkirkan. Kecurigaan atresia
pada kandung empedu yang kecil dengan USG canggih akan didapatkan sisa jaringan fibrosa di portal
(triangular cord sign). Gambaran lain yang menunjang atresia bilier adalah : polisplenia/asplenia,
preduodenal portal vein.

Pemeriksaan serologi mencakup : bilirubin, fungsi hepar (jarang terganggu pada kondisi dini), PT/APTT,
albumin dan total protein.
Infeksi intra uterin pada kecurigaan hepatitis neonatus memerlukan pemeriksaan TORCH (toxoplasma,
other virus, rubella, citomegalovirus/CMV dan herpes simplex).
Pemeriksaan defisiensi alfa antitripsin dapat menyerupai atresia bilier dan diasingkan dengan menentukan
level AAT dan fenotipe..
Serum lipoprotein-X (Lp-X) akan positif pada semua atresia bilier. Namun pada hepatitis neonatus juga bisa
positif s/d 40%. Sehingga spesifitasnya terbatas.
Biopsi hati menurut beberapa ahli merupakan diagnosa akurat dalam mendiagnosa atresia bilier. Untuk
mendapat hasil akurat, harus diambil beberapa sampel di daerah porta. Gambaran khas dari pemeriksaan
ini : proliferasi duktulus yang mana tidak didapatkan pada kelainan non obstruksi. Gambaran lainnya adalah
gumpalan empedu dalam segitiga porta, stasis empedu pada kanalikuli dan seluler, edema porta, fibrosis,
vakuolisasi, epitel duktus biliaris yang menyumbat, infiltrasi radang dan transformasi hepatosit menjadi sel
raksasa.
Skintigrafi hepatobilier : Menggunakan isotop technetium 99m yang dilabelkan ke diisopropiliminodiacetic
acid (DISIDA). Untuk menilai patensi duktus dan membedakan AB dengan kolestasis penyakit lain.
ERCP (endoskopic retrogade cholangiopancreticography) ada yang menganjurkan, tetapi tidak dilakukan
rutin karena relatif sulit pada bayi. Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP) masih
memerlukan evaluasi penggunaanya pada kasus AB.
Kholangiografi adalah manuver diagnostik akhir. Biasanya dilakukan sebagai langkah pendahuluan
sebelum portoenterostomi.
Sebelum operasi pasien mendapat vitamin K 1-2 mg/kg (IM) untuk beberapa hari. Persiapan usus tidak
diperlukan (Namun di RS Sardjito dilakukan persiapan usus), dan pemberian antibiotik profilaksis.

Teuku Yusriadi/Pediatric Surgery Department - Faculty of Medicine GMU/RSUP Dr. Sardjito YK.
Diferensial Diagnosis

Teknik Operasi Kasai (Hepatic Portoenterostomy)


Pasien dalam narkose umum dan dilakukan intubasi endotrakeal
Pasien posisi supine dan dilakukan pemasangan NGT
Dilakukan insisi subcostal dekstra, dibuat hingga batas medial dari otot rektus kiri. Irisan diperdalam
hingga peritoneum.
Dilakukan pengambilan jaringan hepar untuk biopsi.
Identifikasi sistem biliaris yang tampak fibrotik, kemudian perhatikan liver warna kehijauan dengan
konsistensi keras karena fibrosis. (Bila gall blader hanya berupa tali fibrosis maka diagnosa AB adalah
jelas).
Bila gall blader meragukan pasang jahitan purse string pada fundus dan dilakukan aspirasi. Bila keluar
white bile maka lebih menjurus ke arah AB. Dilakukan saja diseksi porta tanpa kholangiografi. Namun bila
keluar cairan kehijauan dan ukuran gall blader agak kecil maka kholangiografi akan menjadi sangat penting.
Masukkan kontras untuk menentukan patensi traktus biliaris antara liver dan duodenum. Kontras yang
masuk ke duodenum dan tampak pada liver menunjukkan bahwa saluran empedu ekstra hepatik paten.
Ukuran duktus dinilai untuk mengetahui adanya hipoplasia atau sumbatan aliran empedu pada inspissated
bile syndrome,
Bila patensi duktus tidak dapat dipastikan lakukan kasai prosedure.
Eksplorasi portal dimulai dengan mobilisasi sisa kandung empedu untuk memudahkan diseksi. Peritoneum
pada ligamentum hepatoduodenale diinsisi.
Fibrous CBD diligasi distalnya dan traksi lembut dapat memudahkan diseksi ke arah porta, dimana jaringan
fibrosa yang berbentuk kerucut (fibrous cone) terdapat di anterior percabangan vena porta. Arteri hepatika
cabang kanan ditraksi dengan loop vaskular untuk memudahkan diseksi. Batas transeksi fibrous cone
adalah cabang vena porta kanan dan kiri. Sangat jarang tidak ditemukannya fibrous cone(FC), bila terjadi
maka diseksi dan eksplorasi porta harus lebih hati-hati.
Setelah eksisi FC selesai, letakkan jahitan pada batas lateral FC. FC dieksisi secara tajam, maka pembuangan
struktur ekstra bilier tuntas. (Tidak dianjurkan untuk memotong parenkim liver karena jaringan parut yang
terbentuk pada kapsul Glissoni akan menganggu drainase empedu. Keberhasilan operasi ditentukan oleh
patensi saluran bilier yang didapat secara mikroskopik pada fibrous cone ini).
Kaki Roux en Y dipersiapkan dengan memotong jejunum 10 cm dari treitz, bagian distal jejunum ditutup
dengan jahitan inversi. Kontinuitas usus dibuat dengan anastomosis jejunojejenal end to side 40 cm dari
jejunum yang ditutup tadi.(Di Jepang kaki dibuat lebih panjang s/d 50 cm). Kaki Roux en Y di bawa ke arah
porta melalui mesokolon transversum (retrokolik).
Konduit jejunum dibuat beberapa centimeter dari puntung, pada sisi antemesenterial. Anastomosis dibuat
satu lapis.(penggunaan katup intususepsi untuk mencegah refluk, manfaatnya diragukan dan saat ini di
jepang sudah tidak dilakukan lagi).
Dipasang drain dekat portoenterostomi dan dikeluarkan melaui perut kanan bawah.
Defek mesenterium ditutup untuk mencegah hernia interna.

Teuku Yusriadi/Pediatric Surgery Department - Faculty of Medicine GMU/RSUP Dr. Sardjito YK.
1 2 3

4 5 6

7 8 9

10 11 12

Teuku Yusriadi/Pediatric Surgery Department - Faculty of Medicine GMU/RSUP Dr. Sardjito YK.
Modifikasi Portoenterostomi cara Sugura dan Sawaguchi untuk menekan insidens kholangitis.

Pasca Bedah
NGT tetap dipertahankan s/d GIT kembali normal. Biasanya 48 jam pasca operasi.
Pemberian antibiotik
Diberikan steroid (metylprednisolon) 2mg/kg/hari 2x selama 1 minggu. (masih kontroversi).
Komplikasi awal (3 bulan) adanya ascending cholangitis oleh karena infeksi di vena porta, rusaknya
drainase limfe pada porta hepatis ataupun karena infeksi langsung fistulasi bilier. Cholangitis dapat
disebabkan oleh hal apapun yang membuat aliran empedu terhambat.
Komplikasi lanjut : hipertensi portal, varises esofagus, hipersplenisme, asites dan gagal hati. Pada pasien
dengan kompikasi lanjut ini diperlukan transplantasi hepar.

Komplikasi
Gizi : Siklus enterohepatik akan terganggu dalam beberapa bulan diikuti gangguan metabolisme protein
dan lemak. Defisiensi asam lemak esensial dan absorpsi mineral mungkin terjadi s/d 32%. Bila aliran
empedu tidak ada atau minimal, dianjurkan diet MCT (medium chain tryglyseride)
Kolangitis : insidensinya 40-60%. Terjadi terutama pada tahun pertama operasi yang dapat menganggu
fungsi hepar dan berperan dalam terjadinya sirosis hati. Penyebabnya ada beberapa kemungkinan seperti
refluk kuman dari kaki jejunum, infeksi vena porta dan gangguan drainase limfatik pada porta hepatis.
Faktor predisposisi adalah obstruksi parsial bilier dan overgrowth bakteri pada conduit usus. Kolangitis
memberikan gejala demam, kuning, lethargi disertai aliran empedu yang berkurang. Pada evaluasi
pemeriksaan laboratorium akan didapatkan elevasi bilirubin, lekositosis dan CRP, alkali fosfatase,
transminase dan gamma GT. Penatalaksanaannya yaitu terapi cairan, antibiotik spektrum luas dan ada
beberapa yang memberikan steroid (walaupun masih sering diperdebatkan).
Bila kolangitis tidak membaik ataupun terdapat pengurangan aliran empedu setelah operasi kasai yang
sukses, maka operasi revisi portoenterostomi dapat dianjurkan. Namun operasi kedua akan memberikan
penyulit pada transplantasi hepar di kemudian hari.

Teuku Yusriadi/Pediatric Surgery Department - Faculty of Medicine GMU/RSUP Dr. Sardjito YK.

Vous aimerez peut-être aussi