Vous êtes sur la page 1sur 23

LAPORAN KASUS

MORBILLI

Disusun Oleh:

Ayu Nabila Kusuma Pradana

030.10.046

Pembimbing :

dr. Yosianna Liska, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG

PERIODE 1 FEBRUARI 8 APRIL 2016


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

MARET 2016
BAB I

PENDAHULUAN

Morbilli (rubeola, measles, campak) adalah infeksi virus akut, ditandai oleh demam
tinggi dan ruam makulopapel yang timbul secara berurutan mulai dari leher, wajah, badan,
anggota gerak atas dan bawah. Penyebab campak adalah virus RNA dari jenis Morbilivirus
dalam famili Paramyxoviridae. Virus ini terdapat di sekret nasofaring, darah dan urin.
Campak sangat mudah menular. Penyebaran virus terjadi secara percikan ludah (droplet) pada
saat stadium prodromal.1

Di Indonesia, menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) campak menduduki


tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada bayi (0,7%) dan tempat ke-5 dalam
urutan 10 macam penyakit utama pada anak usia 1-4 tahun (0,77%). Campak bersifat
endemik, terutama di negara sedang berkembang, dengan kejadian meningkat setiap 2-4
tahun sekali. Di Indonesia, pada masa lampau campak dianggap sebagai sesuatu yang harus
dialami setiap anak, sehingga anak yang terkena campak tidak perlu diobati dan dapat
sembuh sendiri bila ruam sudah keluar. Ada anggapan bahwa semakin banyak ruam yang
keluar semakin baik. Ada kepercayaan bahwa bila ruam tidak keluar pada kulit maka ruam
akan muncul dalam rongga tubuh yang lain seperti tenggorokan, paru-paru, perut, atau usus.1

Kejadian luar biasa campak lebih sering terjadi di daerah pedesaan terutama daerah
yang sulit dijangkau oleh pelayanan kesehatan, khususnya dalam program imunisasi. Di
daerah transmigrasi sering terjadi wabah dengan angka kematian yang cukup tinggi. Di
daerah perkotaan, kasus campak tidak terlihat kecuali dari laporan rumah sakit. Hal ini tidak
berarti bahwa daerah urban terlepas dari campak. Daerah urban yang padat dan kumuh
merupakan daerah rawan terhadap penyakit yang sangat menular seperti campak.1

Sifat biologik campak seperti adanya ruam yang jelas, tidak ada hewan perantara,
tidak ada penularan melalui serangga (vektor), adanya siklus musiman dengan periode bebas
penyakit, tidak ada penularan virus secara tetap, hanya memiliki satu serotipe virus dan
adanya vaksin yang efektif menimbulkan optimism kemungkinan campak dapat dieradikasi.
Cakupan imunisasi campak yang lebih dari 90% akan menghasilkan daerah bebas campak
seperti di Amerik Serikat.1

BAB II
LAPORAN KASUS
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RSUD KARAWANG

STATUS PASIEN

Nama Mahasiswa: Ayu Nabila K. Pradana Pembimbing: dr. Yosianna, Sp.A

NIM: 030.10.046 Tanda Tangan:

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. EPW


Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Dusun Pajaten II RT 02/03, Karawang
Agama : Islam
Pendidikan : SD kelas 5
Orang Tua/Wali

Ayah Ibu
Nama R K
Umur 47 tahun 46 tahun
Alamat Dusun Pajaten II RT 02/03, Karawang Dusun Pajaten II RT 02/03,
Karawang
Pekerjaan Supir Angkot Ibu Rumah Tangga
Pendidikan SMP SD
Suku Sunda Sunda
Agama Islam Islam
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan ibu pasien di Bangsal
Rawamerta tanggal 19 Februari 2016, pukul 23.00 WIB.
A. Keluhan Utama

Demam sejak 3 hari yang lalu.

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Karawang dibawa orangtuanya dengan keluhan demam
sejak 3 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, demam dirasakan cukup tinggi dengan
perabaan tangan. Demam dirasakan terus menerus, demam turun bila diberi obat penurun
panas, namun setelah itu akan demam lagi. Pasien juga mengalami batuk kering sejak 2
hari sebelum masuk rumah sakit, batuk awalnya kering namun sekarang seperti berdahak
namun sulit keluar, selain itu pilek dengan cairan ingus yang berwarna bening. Pasien
juga mengatakan merasa nyeri saat menelan. Satu hari sebelum masuk rumah sakit
muncul bercak-bercak kemerahan pada wajah yang kemudian menyebar ke leher dan
badan lalu ke tangan dan kaki. Bercak semakin lama semakin banyak dan terasa gatal.
Sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien merasa mual dan muntah sebanyak 2 kali,
muntahan berupa sisa makanan dan air. Keluhan mata merah dan pandangan silau ketika
melihat cahaya disangkal. Keluhan sakit kepala dan BAB cair disangkal. BAK tidak ada
keluhan. Tidak terdapat kejang dan sesak nafas. Pasien sebelumnya dibawa berobat ke
Puskemas dan diberi obat penurun panas, namun tidak terdapat perubahan. Pasien baru
pertama kali mengalami hal seperti ini dan tidak ada anggota keluarga pasien yang
mengalami hal serupa, namun banyak teman-teman pasien di sekolah yang mengalami
sakit seperti pasien. Sebelum sakit, pasien sempat menjenguk salah satu temannya yang
sakit.

C. Riwayat Kehamilan/Kelahiran

KEHAMILAN Morbiditas Anemia (-), hipertensi (-), diabetes mellitus (-),


kehamilan penyakit jantung (-), penyakit paru (-), merokok
(-), infeksi (-), minum alkohol (-)
Perawatan Rutin kontrol ke bidan 1 kali setiap bulan pada
antenatal trimester pertama dan setiap 2 minggu
menjelang masa persalinan. Riwayat imunisasi
dan konsumsi suplementasi selama kehamilan
(+)
Tempat persalinan Rumah
Penolong Bidan
persalinan
Spontan per vaginam
Cara persalinan
Penyulit: (-)
Masa gestasi Cukup Bulan (40 minggu)
KELAHIRAN Berat lahir: 2700 gram
Keadaan bayi
Panjang lahir: 51 cm
Lingkar kepala: (ibu tidak ingat)
Langsung menangis: (+)
Kemerahan: (+)
Nilai APGAR: (ibu tidak tahu)
Kelainan bawaan: (-)
Kesimpulan riwayat kehamilan dan kelahiran: Pasien lahir spontan pervaginam, tanpa
penyulit selama kehamilan maupun persalinan, cukup bulan, berat badan lahir cukup.

D. Riwayat Perkembangan

Pertumbuhan gigi pertama : 5 bulan (Normal: 5-9 bulan)


Gangguan perkembangan mental : Tidak ada
Psikomotor:

- Tengkurap : tidak tahu (Normal: 3-4 bulan)


- Duduk : tidak tahu (Normal: 6-9 bulan)
- Berdiri : umur 12 bulan (Normal: 9-12 bulan)
- Berjalan : umur 12 bulan (Normal: 12-18 bulan)
- Pengucapan kata-kata : umur 12 bulan (Normal: 9-12 bulan)
- Makan sendiri : umur 24 bulan (Normal: 18-24 bulan)
- Menyusun kalimat dan pengertian kata-kata : umur 3 tahun (Normal: 2-3 tahun)
- Memakai baju sendiri : umur 4 tahun (Normal: 2-4 tahun)
- Berhitung, menyebut hari-hari dalam seminggu : umur 5 tahun (Normal 4-5 tahun)
- Mengikuti pelajaran di sekolah : umur 5 tahun (Normal: 5-6 tahun)
- Bersosialisasi dengan baik : umur 6 tahun (Normal 6-7 tahun)
- Beribadah : umur 8 tahun (Normal 6-8 tahun)
- Membantu orang tua membersihkan rumah: umur 8 tahun (Normal 8-10 tahun)

Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan: perkembangan pasien baik,


sesuai usia, tidak ada keterlambatan.
E. Riwayat Makanan

Umur ASI/PASI Buah / Bubur Susu Nasi Tim


(bulan) Biskuit
02 ASI - - -
24 ASI - - -
46 ASI - - -
68 ASI + susu formula + + -
8 10 ASI + susu formula + + +
10 -12 ASI + susu formula + + +
12-24 Susu formula + + +

Jenis Makanan Frekuensi dan Jumlah


Nasi / Pengganti Nasi 3x/hari
Sayur 4x/minggu
Daging 2-3x/minggu
Telur 2-3x/minggu
Ikan 1-2x/minggu
Tahu 1x/ hari
Tempe 2x/ hari
Susu (merk / takaran) Susu 1-2 kali/minggu
Lain lain Biskuit/roti/buah 1x/ hari.
Kesimpulan riwayat makanan: pasien mendapatkan ASI eksklusif selama kurang lebih 6
bulan. Setelah itu, pasien diberikan susu formula dan nasi tim. Makanan sehari-hari pasien
memiliki kuantitas yang cukup dan kualitas yang kurang.

F. Riwayat Imunisasi

Vaksin Dasar ( umur ) Ulangan ( umur )


Hepatitis B 0 bulan 1 bulan 6 bulan
Polio 0 bulan 2 bulan 4 bulan
BCG 2 bulan - -
DPT / PT 2 bulan 4 bulan 6 bulan
Campak - - -
Rotavirus - - -
Kesimpulan riwayat imunisasi : Riwayat imunisasi dasar pasien tidak lengkap.

G. Riwayat Keluarga
Riwayat Pernikahan
Ayah / Wali Ibu / Wali
Nama Tn. R Ny.K
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 22 tahun 21 tahun
Pendidikan terakhir Tamat SMP Tamat SD
Agama Islam Islam
Suku bangsa Sunda Sunda
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas - -
Penyakit, bila ada - -

Riwayat Penyakit Keluarga :


Pada anggota keluarga pasien tidak ada yang menderita gejala atau penyakit yang sama
seperti yang dialami oleh pasien.

Kesimpulan Riwayat Keluarga: Tidak ada anggota keluarga yang mengalami gejala dan
penyakit yang serupa dengan pasien.

H. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur


Alergi (-) Difteria (-) Penyakit jantung (-)
Cacingan (-) Diare (-) Penyakit ginjal (-)
DBD (-) Kejang (-) Radang paru (-)
Otitis (-) Morbili (-) TBC (-)
Parotitis (-) Operasi (-) Lain-lain: - -
Kesimpulan Riwayat Penyakit yang pernah diderita : Pasien belum pernah mengalami
penyakit yang sama sebelumnya

I. Riwayat Keadaan Lingkungan


Pasien tinggal bersama ibu dan ayah pasien serta tiga orang kakak pasien. Menurut
ibu pasien keadaan lingkungan sekitar rumah tidak begitu padat penduduk.
Kesimpulan Keadaan Lingkungan: Lingkungan rumah tidak begitu padat
penduduk.

J. Riwayat Sosial Ekonomi


Ayah pasien bekerja sebagai supir dengan penghasilan tidak tetap sekitar Rp1.500.000
- Rp. 2.000.000/bulan. Sedangkan ibu pasien merupakan ibu rumah tangga. Menurut
ibu pasien penghasilan tersebut pas-pasan untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-
hari.
Kesimpulan sosial ekonomi: Penghasilan ayah pasien pas-pasan untuk memenuhi
kebutuhan pokok sehari-hari.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Dilakukan di Bangsal Rawamerta pada tanggal 19 Februari 2016, pukul 23.00 WIB
A. Keadaan Umum
Kesan sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : E4 V5 M6
Kesan gizi : Gizi cukup
Keadaan lain : Pucat (-), Ikterik (-), Oedem (-), sesak (-)
B. Data Antropometri
Berat Badan : 25 kg
Tinggi Badan : 135 cm
C. Status Gizi (CDC)
BB / U = 25/33 x 100 % = 75,7 % (gizi kurang)
TB / U = 135/143 x 100 % = 94,4 % (normal)
BB / TB = 25/32 x 100 % = 78,1 % (gizi kurang)
Berdasarkan kurva CDC, status gizi pasien masuk dalam kategori gizi kurang dengan
perhitungan BB/TB 78,1 %.
D. Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit, reguler, kuat, isi cukup, ekual kanan kiri
Nafas : 24x/menit, tipe torakoabdominal
Suhu : 39,2 C, aksila (diukur dengan termometer digital)
E. Status Generalis
Kepala : Normosefali
Rambut : Rambut hitam, lurus, lebat, distribusi merata, dan
tidak mudah dicabut
Wajah : Wajah simetris, edema (-), luka atau jaringan parut (-), bercak-
bercak kemerahan (+)
Mata
Visus : tidak dilakukan Ptosis : -/-
Edema palpebral : -/- Sklera ikterik : -/-
Lagofthalmus : -/- Konjungtiva anemis : -/-
Mata Cekung : -/- Exophthalmus : -/-
Kornea jernih : +/+ Endophtalmus : -/-
Strabismus : -/- Nistagmus : -/-
Lensa : jernih +/+ Pupil : bulat, isokor
Refleks cahaya : langsung +/+, tidak langsung +/+

Telinga
Bentuk : normotia Tuli : -/-
Liang telinga : lapang Membran timpani : sulit dinilai
Serumen : -/- Cairan : -/-
Nyeri tarik aurikula : tidak dilakukan pemeriksaan
Nyeri tekan tragus : tidak dilakukan pemeriksaan
Refleks cahaya : tidak dilakukan pemeriksaan

Hidung
Bentuk : simetris Napas cuping hidung : -/-
Sekret : +/+ Deviasi septum : -
Mukosa hiperemis : +/+

Bibir : mukosa berwarna merah muda, kering (-), sianosis (-),


pucat (-)
Mulut : trismus (-), oral hygiene cukup baik, halitosis (-), mukosa gusi
berwarna merah muda, mukosa pipi berwarna merah muda,
arkus palatum berwarna merah muda, koplik spot (-) .
Lidah : normoglosia, mukosa berwarna merah muda, hiperemis (-),
atrofi papil (-), tremor (-), lidah kotor (-)
Tenggorokan : Dinding posterior faring tampak hiperemis, uvula terletak di tengah,
ukuran tonsil T1/T1 tidak hiperemis, kripta tidak melebar, tidak ada
detritus
Leher : bentuk tidak tampak kelainan, edema (-), massa (-), tidak
tampak dan tidak teraba pembesaran tiroid maupun KGB,
trakea tampak dan teraba di tengah, bercak-bercak kemerahan
(+)
Thoraks :
Jantung
- Inspeksi : ictus cordis terlihat pada ICS V linea
midklavikularis sinistra
- Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS V linea
midklavikularis sinistra
- Perkusi :
batas kiri jantung : ICS V linea midklavikularis sinistra
batas kanan jantung : ICS III-V linea sternalis dextra
batas atas jantung : ICS III linea parasternalis sinistra
- Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-) , gallop (-)

Paru
- Inspeksi : bentuk toraks simetris pada saat statis dan dinamis,
tidak ada pernafasan yang tertinggal, pernafasan torako abdominal,
pada sela iga tidak terlihat adanya retraksi, pembesaran KGB aksila -/-,
bercak-bercak kemerahan (+)
- Palpasi : nyeri tekan (-), benjolan (-), gerak napas simetris
kanan dan kiri, vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri.
- Perkusi : Sonor dikedua lapang paru.
Batas paru-lambung : ICS VII linea aksilaris anterior
Batas paru-hepar : ICS VI linea midklavikularis dextra
- Auskultasi : suara napas vesikuler +/+, regular, ronki -/-, wheezing
-/-

Abdomen
- Inspeksi : Abdomen datar, warna kulit sawo matang, ruam merah
(+), kulit keriput (-), gerak dinding perut saat pernapasan simetris,
shagging of the flank (-), venektasi (-), smiling umbilicus (-)
- Auskultasi : bising usus (+), frekuensi 3x / menit
- Perkusi : timpani pada seluruh lapang perut, shifting dullnes (-)
- Palpasi : supel, nyeri tekan (-) pada epigastrium, hepar dan lien tidak
teraba membesar

Genitalia
Jenis kelamin perempuan

Kelenjar getah bening:


Preaurikuler : tidak teraba membesar
Postaurikuler : tidak teraba membesar
Submandibula : tidak teraba membesar
Supraklavicula : tidak teraba membesar
Aksila : tidak teraba membesar
Inguinal : tidak teraba membesar

Ekstremitas : Simetris, tidak terdapat kelainan pada bentuk tulang, posisi tangan
dan kaki, serta sikap badan, tidak terdapat keterbatasan gerak sendi, akral hangat pada
keempat ekstremitas, sianosis (-), edema (-), capillary refill time <2 detik. Bercak-
bercak kemerahan (+)
Kulit : warna sawo matang merata, tidak ikterik, tidak sianosis,
lembab, capillary refill time < 2 detik

F. Status Dermatologis

Distribusi : Generalisata
Ad Regio : Wajah, leher, badan, ekstremitas
Lesi : Multiple, sebagian konfluens, bentuk irreguler, miliar-lentikuler,
berbatas tegas
Efloresensi : makula, eritema

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Parameter Hasil Satuan Normal


Hemoglobin 11,5 g/dL 11,5-13,5
Eritrosit 4,44 x106/uL 3,9-5,3
Leukosit 2,82 x103/uL 5,00-14,50
Trombosit 170 x103/uL 150-440
Hematokrit 33,7 % 34-40
Basofil 0 % 0-1
Eusinofil 0 % 1-3
Netrofil 82 % 40-70
Limfosit 16 % 20-40
Monosit 3 % 2-8
MCV 76 fL 75-95
MCH 26 pg 25-33
MCHC 34 g/dL 31-37
RDW-CV 13,2 %
Pada pemeriksaan hematologi, didapatkan leukopeni, jumlah leukosit 2,82 x 103/uL.
Neutrofilia, jumlah neutrofil 82%, dan limfositopeni, jumlah limfosit 16%.

V. RESUME
Seorang anak perempuan, berusia 10 tahun dibawa oleh kedua orang tuanya ke IGD
RSUD Karawang dengan keluhan demam sejak 3 hari yang lalu sebelum masuk rumah
sakit, demam dirasakan cukup tinggi dengan perabaan tangan. Demam dirasakan terus
menerus, demam turun bila diberi obat penurun panas, namun setelah itu akan demam
lagi. Pasien juga mengalami batuk kering sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, batuk
awalnya kering namun sekarang seperti berdahak namun sulit keluar, selain itu pilek
dengan cairan ingus yang berwarna bening. Pasien juga mengatakan merasa nyeri saat
menelan. Satu hari sebelum masuk rumah sakit muncul bercak-bercak kemerahan pada
wajah yang kemudian menyebar ke leher dan badan lalu ke tangan dan kaki. Bercak
semakin lama semakin banyak dan terasa gatal. Sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
pasien merasa mual dan muntah sebanyak 2 kali, muntahan berupa sisa makanan dan air.
Pasien sebelumnya dibawa berobat ke Puskemas dan diberi obat penurun panas, namun
tidak terdapat perubahan. Pasien baru pertama kali mengalami hal seperti ini dan banyak
teman-teman pasien di sekolah yang mengalami sakit seperti pasien. Sebelum sakit,
pasien sempat menjenguk salah satu temannya yang sakit.. Riwayat imunisasi tidak
lengkap.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis dengan keadaan umum
tampak sakit sedang, gizi yang cukup dan pada tanda vital terdapat peningkatan suhu
pasien 39,2 C. Pada inspeksi tampak bercak-bercak kemerahan pada kulit wajah, tubuh,
dan ekstremitas pasien, hidung sekret +/+ berwarna bening dan dinding posterior faring
tampak hiperemis. Pada status dermatologis didapatkan distribusi generalisata, ad regio
wajah, tubuh dan ekstremitas, lesi multiple, sebagian konfluens, bentuk irregular, ukuran
miliar-lentikuler dan berbatas tegas dengan efloresensi macula eritema.
Pada pemeriksaan hematologi, didapatkan leukopeni, jumlah leukosit 2,82 x 10 3/uL.
Neutrofilia, jumlah neutrofil 82%, dan limfositopeni, jumlah limfosit 16%.

VI. DIAGNOSIS KERJA


Kejang Demam Kompleks

VII. DIAGNOSIS BANDING

VIII. TERAPI
Pasien diisolasi, tirah baring
Infus RL : 1500 + 20 x (25-20) = 1600cc
: 1600 x 20 = 22 tpm
24 x 60
Medikamentosa
Paracetamol 10-15 mg/KgBB I.V
Vit A 100.000 IU per oral, satu kali
Ambroxol syrup 1,2-1,6 mg/KgBB/hari, per oral, 3x1 Cth

IX. PROGNOSIS
Ad Vitam: Ad Bonam
Ad Functionam : Ad Bonam
Ad Sanationam : Ad Bonam

X. FOLLOW UP
20 Februari 2016 21 Februari 2016 22 Februari 2016 23 Februari 2016
Keluhan Batuk (+), demam (+), Batuk (+), demam (+), Batuk (+), demam (-), Batuk (+), demam (-),
mual (+), gatal (+) mual (-), gatal (+) mual (-), gatal (+) mual (+), gatal (+)
Tanda vital S : 38oC S : 37,7oC S : 37,2oC S : 37oC
R : 20 x/m R : 20 x/m R : 24 x/m R : 20 x/m
N : 84 x/m N : 80 x/m N : 78 x/m N : 98 x/m
Status Tampak sakit sedang Tampak sakit ringan Tampak sakit ringan Tampak sakit ringan
generalis Thorax : suara nafas Thorax : suara nafas Thorax : suara nafas Thorax : suara nafas
vesikuler +/+, ronkhi -/- vesikuler +/+, ronkhi -/- vesikuler +/+, ronkhi vesikuler +/+, ronkhi
Abdomen : Datar, Abdomen : Datar, supel, -/- -/-
supel, Bising usus (+) Bising usus (+) 2x menit Abdomen : Datar, Abdomen : Datar,
2x menit, Tampak bercak-bercak supel, Bising usus (+) supel, Bising usus (+)
Tampak bercak-bercak macula eritema pada 2x menit 2x menit
macula eritema pada wajah, badan, Tampak bercak-bercak Tampak bercak-bercak
wajah, badan, ekstremitas macula eritema pada macula eritema pada
ekstremitas wajah, badan, wajah, badan,
ekstremitas, sebagian ekstremitas, sebagian
hiperpigmentasi hiperpigmentasi
Diagnosis Morbili Morbili Morbili Morbili
Tatalaksana IVFD RL 22 tpm IVFD RL 22 tpm IVFD RL 22 tpm Pasien pulang
Inj. Cefotaxime 3 x 750 Inj. Cefotaxime 3 x 750 Inj. Cefotaxime 3 x
mg I.V mg I.V 750 mg I.V
Inj, Antrain 3 x 250 mg Inj, Antrain 3 x 250 mg Inj, Antrain 3 x 250
I.V I.V mg I.V
Inj. Ranitidin 2 x 25 mg Ambroxol syrup, per Ambroxol syrup, per
I.V oral, 3x1 Cth oral, 3x1 Cth
Ambroxol syrup, per CTM 3 x tab CTM 3 x tab
oral, 3x1 Cth Vit A 1x 200.000 IU
CTM 3 x tab

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Campak adalah penyakit akut yang sangat menular, disebabkan oleh infeksi virus
yang umumnya menyerang anak. Campak memiliki gejala klinis khas yang terdiri dari 3
stadium yaitu (1) Stadium inkubasi yang berkisar antara 10 sampai 12 hari setelah pajanan
pertama terhadap virus dan dapat disertai gejala minimal maupun tidak bergejala, (2) Stadium
prodromal yang menunjukkan gejala demam, konjungtivitis, pilek, dan batuk yang meningkat
serta ditemukannya enantem pada mukosa (bercak Koplik), dan (3) Stadium erupsi yang
ditandai dengan keluarnya ruam makulopapular yang didahului dengan meningkatnya suhu
badan.1,2

B. Etiologi

Virus campak merupakan virus RNA famili paramyxoviridae dengan genus Morbili
virus. Sampai saat ini hanya diketahui 1 tipe antigenik yang mirip dengan virus Parainfluenza
dan Mumps. Virus bisa ditemukan pada sekret nasofaring, darah dan urin paling tidak selama
masa prodromal hingga beberapa saat setelah ruam muncul. Virus campak adalah organisme
yang tidak memiliki daya tahan tinggi apabila berada di luar tubuh manusia. Pada temperatur
kamar selama 3-5 hari virus kehilangan 60% sifat infektifitasnya. Virus tetap aktif minimal
34 jam pada temperatur kamar, 15 minggu di dalam pengawetan beku, minimal 4 minggu
dalam temperatur 35C, beberapa hari pada suhu 0C, dan tidak aktif pada pH rendah.1

C. Patologi

Lesi pada campak terutama terdapat pada kulit, membran mukosa nasofaring,
bronkus, saluran pencernaan, dan konjungtiva. Di sekitar kapiler terdapat eksudat serosa dan
proliferasi dari sel mononuklear dan beberapa sel polimorfonuklear. Karakteristik patologi
dari Campak ialah terdapatnya distribusi yang luas dari sel raksasa berinti banyak yang
merupakan hasil dari penggabungan sel. Dua tipe utama dari sel raksasa yang muncul adalah
(1) sel Warthin-Findkeley yang ditemukan pada sistem retikuloendotel (adenoid, tonsil,
appendiks, limpa dan timus) dan (2) sel epitel raksasa yang muncul terutama pada epitel
saluran nafas. Lesi di daerah kulit terutama terdapat di sekitar kelenjar sebasea dan folikel
rambut. Terdapat reaksi radang umum pada daerah bukal dan mukosa faring yang meluas
hingga ke jaringan limfoid dan membran mukosa trakeibronkial. Pneumonitis intersisial
karena virus campak menyebabkan terbentuknya sel raksasa dari Hecht. Bronkopneumonia
yang terjadi mungkin disebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.3

Pada kasus encefalomyelitis terdapat demyelinisasi vaskuler dari area di otak dan
medula spinalis. Terdapat degenerasi dari korteks dan subsdtansia alba dengan inclusion body
intranuklear dan intrasitoplasmik pada subacute sclerosing panencephalitis.3

D. Patogenesis

Campak merupakan infeksi virus yang sangat menular, dengan sedikit virus yang
infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Lokasi utama infeksi virus
campak adalah epitel saluran nafas nasofaring. Infeksi virus pertama pada saluran nafas
sangat minimal. Kejadian yang lebih penting adalah penyebaran pertama virus campak ke
jaringan limfatik regional yang menyebabkan terjadinya viremia primer. Setelah viremia
primer, terjadi multiplikasi ekstensif dari virus campak yang terjadi pada jaringan limfatik
regional maupun jaringan limfatik yang lebih jauh. Multiplikasi virus campak juga terjadi di
lokasi pertama infeksi.3,4

Selama lima hingga tujuh hari infeksi terjadi viremia sekunder yang ekstensif dan
menyebabkan terjadinya infeksi campak secara umum. Kulit, konjungtiva, dan saluran nafas
adalah tempat yang jelas terkena infeksi, tetapi organ lainnya dapat terinfeksi pula. Dari hari
ke-11 hingga 14 infeksi, kandungan virus dalam darah, saluran nafas, dan organ lain
mencapai puncaknya dan kemudian jumlahnya menurun secara cepat dalam waktu 2 hingga 3
hari. Selama infeksi virus campak akan bereplikasi di dalam sel endotel, sel epitel, monosit,
dan makrofag.

Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan memberikan


kesempatan serangan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media, dan
lainnya..

Tabel 1. Patogenesis infeksi campak tanpa penyulit

Hari Manifestasi

0 Virus campak dalam droplet kontak dengan permukaan epitel nasofaring


atau kemungkinan konjungtiva

Infeksi pada sel epitel dan multiplikasi virus

1-2 Penyebaran infeksi ke jaringan limfatik regional

2-3 Viremia primer

3-5 Multiplikasi virus campak pada epitel saluran nafas di tempat infeksi
pertama, dan pada RES regional maupun daerah yang jauh

5-7 Viremia sekunder

7-11 Manifestasi pada kulit dan tempat lain yang bervirus, termasuk saluran
nafas

11-14 Virus pada darah, saluran nafas dan organ lain

15-17 Viremia berkurang lalu hilang, virus pada organ menghilang3,4

E. Manifestasi klinis
Stadium inkubasi
Masa inkubasi campak berlangsung kira-kira 10 hari (8 hingga 12 hari). Walaupun
pada masa ini terjadi viremia dan reaksi imunologi yang ekstensif, penderita tidak
menampakkan gejala sakit.
Stadium prodromal
Manifestasi klinis campak biasanya baru mulai tampak pada stadium prodromal yang
berlangsung selama 2 hingga 4 hari. Biasanya terdiri dari gejala klinik khas berupa
batuk, pilek dan konjungtivitis, juga demam. Inflamasi konjungtiva dan fotofobia
dapat menjadi petunjuk sebelum munculnya bercak Koplik. Garis melintang
kemerahan yang terdapat pada konjungtuva dapat menjadi penunjang diagnosis pada
stadium prodromal. Garis tersebut akan menghilang bila seluruh bagian konjungtiva
telah terkena radang.
Koplik spot yang merupakan tanda patognomonik untuk campak muncul pada hari
ke-101 infeksi. Koplik spot adalah suatu bintik putih keabuan sebesar butiran pasir
dengan areola tipis berwarna kemerahan dan biasanya bersifat hemoragik. Tersering
ditemukan pada mukosa bukal di depan gigi geraham bawah tetapi dapat juga
ditemukan pada bagian lain dari rongga mulut seperti palatum, juga di bagian tengah
bibir bawah dan karunkula lakrimalis. Muncul 1 2 hari sebelum timbulnya ruam dan
menghilang dengan cepat yaitu sekitar 12-18 jam kemudian. Pada akhir masa
prodromal, dinding posterior faring biasanya menjadi hiperemis dan penderita akan
mengeluhkan nyeri tenggorokkan.
Stadium erupsi
Pada campak yang tipikal, ruam akan muncul sekitar hari ke-14 infeksi yaitu pada
saat stadium erupsi. Ruam muncul pada saat puncak gejala gangguan pernafasan dan
saat suhu berkisar 39,5C. Ruam pertama kali muncul sebagai makula yang tidak
terlalu tampak jelas di lateral atas leher, belakang telinga, dan garis batas rambut.
Kemudian ruam menjadi makulopapular dan menyebar ke seluruh wajah, leher,
lengan atas dan dada bagian atas pada 24 jam pertama. Kemudian ruam akan menjalar
ke punggung, abdomen, seluruh tangan, paha dan terakhir kaki, yaitu sekitar hari ke-2
atau 3 munculnya ruam. Saat ruam muncul di kaki, ruam pada wajah akan
menghilang diikuti oleh bagian tubuh lainnya sesuai dengan urutan munculnya.
Saat awal ruam muncul akan tampak berwarna kemerahan yang akan tampak
memutih dengan penekanan. Saat ruam mulai menghilang akan tampak berwarna
kecokelatan yang tidak memudar bila ditekan. Seiring dengan masa penyembuhan
maka muncullah deskuamasi kecokelatan pada area konfluensi. Beratnya penyakit
berbanding lurus dengan gambaran ruam yang muncul. Pada infeksi campak yang
berat, ruam dapat muncul hingga menutupi seluruh bagian kulit, termasuk telapak
tangan dan kaki. Wajah penderita juga menjadi bengkak sehingga sulit dikenali.4,5

F. Diagnosis

Diagnosis campak biasanya cukup ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Pemeriksaan


laboratorium jarang dilakukan. Pada stadium prodromal dapat ditemukan sel raksasa berinti
banyak dari apusan mukosa hidung. Serum antibodi dari virus campak dapat dilihat dengan
pemeriksaan Hemagglutination-inhibition (HI), complement fixation (CF), neutralization,
immune precipitation, hemolysin inhibition, ELISA, serologi IgM-IgG, dan fluorescent
antibody (FA).

Pemeriksaan HI dilakukan dengan menggunakan dua sampel yaitu serum akut pada
masa prodromal dan serum sekunder pada 7 10 hari setelah pengambilan sampel serum
akut. Hasil dikatakan positif bila terdapat peningkatan titer sebanyak 4x atau lebih. Serum
IgM merupakan tes yang berguna pada saat munculnya ruam. Serum IgM akan menurun
dalam waktu sekitar 9 minggu, sedangkan serum IgG akan menetap kadarnya seumur hidup.
Pada pemeriksaan darah tepi, jumlah sel darah putih cenderung menurun. Pungsi lumbal
dilakukan bila terdapat penyulit encephalitis dan didapatkan peningkatan protein,
peningkatan ringan jumlah limfosit sedangkan kadar glukosa normal.

G. Diagnosis Banding

Diagnosis banding morbili diantaranya :

1. Roseola infantum. Pada Roseola infantum, ruam muncul saat demam telah menghilang.
2. Rubella. Ruam berwarna merah muda dan timbul lebih cepat dari campak. Gejala yang
timbul tidak seberat campak.

3. Alergi obat. Didapatkan riwayat penggunaan obat tidak lama sebelum ruam muncul dan
biasanya tidak disertai gejala prodromal.

4. Demam skarlatina. Ruam bersifat papular, difus terutama di abdomen. Tanda


patognomonik berupa lidah berwarna merah stroberi serta tonsilitis eksudativa atau
membranosa.

H. Penyulit
Campak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak berumur lebih kecil.
Kebanyakan penyulit campak terjadi bila ada infeksi sekunder oleh bakteri. Beberapa
penyulit campak adalah :

a) Bronkopneumonia

Merupakan salah satu penyulit tersering pada infeksi campak. Dapat


disebabkan oleh invasi langsung virus campak maupun infeksi sekunder oleh bakteri
(Pneumococcus, Streptococcus, Staphylococcus, dan Haemophyllus influenza).
Ditandai dengan adanya ronki basah halus, batuk, dan meningkatnya frekuensi nafas.
Pada saat suhu menurun, gejala pneumonia karena virus campak akan menghilang
kecuali batuk yang masih akan bertahan selama beberapa lama. Bila gejala tidak
berkurang, perlu dicurigai adanya infeksi sekunder oleh bakteri yang menginvasi
mukosa saluran nafas yang telah dirusak oleh virus campak. Penanganan dengan
antibiotik diperlukan agar tidak muncul akibat yang fatal.

b) Encephalitis

Komplikasi neurologis tidak jarang terjadi pada infeksi campak. Gejala


encephalitis biasanya timbul pada stadium erupsi dan dalam 8 hari setelah onset
penyakit. Biasanya gejala komplikasi neurologis dari infeksi campak akan timbul
pada stadium prodromal. Tanda dari encephalitis yang dapat muncul adalah : kejang,
letargi, koma, nyeri kepala, kelainan frekuensi nafas, twitching dan disorientasi.
Dugaan penyebab timbulnya komplikasi ini antara lain adalah adanya proses
autoimun maupun akibat virus campak tersebut.
c) Subacute Slcerosing Panencephalitis (SSPE)

Merupakan suatu proses degenerasi susunan syaraf pusat dengan karakteristik


gejala terjadinya deteriorisasi tingkah laku dan intelektual yang diikuti kejang.
Merupakan penyulit campak onset lambat yang rata-rata baru muncul 7 tahun setelah
infeksi campak pertama kali. Insidensi pada anak laki-laki 3x lebih sering
dibandingkan dengan anak perempuan. Terjadi pada 1/25.000 kasus dan menyebabkan
kerusakan otak progresif dan fatal. Anak yang belum mendapat vaksinansi memiliki
risiko 10x lebih tinggi untuk terkena SSPE dibandingkan dengan anak yang telah
mendapat vaksinasi.

d) Konjungtivitis

Konjungtivitis terjadi pada hampir semua kasus campak. Dapat terjadi infeksi
sekunder oleh bakteri yang dapat menimbulkan hipopion, pan oftalmitis dan pada
akhirnya dapat menyebabkan kebutaan.

e) Otitis Media

Gendang telinga biasanya hiperemi pada fase prodromal dan stadium erupsi.
Jika terjadi invasi bakteri pada lapisan sel mukosa yang rusak karena invasi virus
maka akan terjadi otitis media purulenta.

f) Diare

Diare dapat terjadi akibat invasi virus campak ke mukosa saluran cerna
sehingga mengganggu fungsi normalnya maupun sebagai akibat menurunnya daya
tahan penderita campak

g) Laringotrakheitis

Penyulit ini sering muncul dan kadang dapat sangat berat sehingga dibutuhkan
tindakan trakeotomi.

h) Jantung
Miokarditis dan perikarditis dapat menjadi penyulit campak. Walaupun
jantung seringkali terpengaruh efek dari infeksi campak, jarang terlihat gejala
kliniknya.

i) Black measles

Merupakan bentuk berat dan sering berakibat fatal dari infeksi campak yang
ditandai dengan ruam kulit konfluen yang bersifat hemoragik. Penderita menunjukkan
gejala encephalitis atau encephalopati dan pneumonia. Terjadi perdarahan ekstensif
dari mulut, hidung dan usus. Dapat pula terjadi koagulasi intravaskuler diseminata.

I. Imunitas

Struktur antigenik

Imunoglobulin kelas IgM dan IgG distimulasi oleh infeksi campak. Kemudian IgM
menghilang dengan cepat (kurang dari 9 minggu setelah infeksi) sedangkan IgG tinggal tak
terbatas dan jumlahnya dapat diukur. IgM menunjukkan baru terkena infeksi atau baru
mendapat vaksinasi. IgG menandakan pernah terkena infeksi. IgA sekretori dapat dideteksi
dari sekret nasal dan hanya dapat dihasilkan oleh vaksinasi campak hidup yang dilemahkan,
sedangkan vaksinasi campak dari virus yang dimatikan tidak akan menghasilkan IgA
sekretori.

Imunitas transplasental

Bayi menerima kekebalan transplasental dari ibu yang pernah terkena campak.
Antibodi akan terbentuk lengkap saat bayi berusia 4 6 bulan dan kadarnya akan menurun
dalam jangka waktu yang bervariasi. Level antibodi maternal tidak dapat terdeteksi pada bayi
usia 9 bulan, namun antibodi tersebut masih tetap ada. Janin dalam kandungan ibu yang
sedang menderita campak tidak akan mendapat kekebalan maternal dan justru akan tertular
baik selama kehamilan maupun sesudah kelahiran.

Imunisasi

Imunisasi campak terdiri dari Imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif dapat berasal
dari virus hidup yang dilemahkan maupun virus yang dimatikan. Vaksin dari virus yang
dilemahkan akan memberi proteksi dalam jangka waktu yang lama dan protektif meskipun
antibodi yang terbentuk hanya 20% dari antibodi yang terbentuk karena infeksi alamiah.
Pemberian secara sub kutan dengan dosis 0,5ml. Vaksin tersebut sensitif terhadap cahaya dan
panas, juga harus disimpan pada suhu 4C, sehingga harus digunakan secepatnya bila telah
dikeluarkan dari lemari pendingin.

Vaksin dari virus yang dimatikan tidak dianjurkan dan saat ini tidak digunakan lagi.
Respon antibodi yang terbentuk buruk, tidak tahan lama dan tidak dapat merangsang
pengeluaran IgA sekretori.

Indikasi kontra pemberian imunisasi campak berlaku bagi mereka yang sedang
menderita demam tinggi, sedang mendapat terapi imunosupresi, hamil, memiliki riwayat
alergi, sedang memperoleh pengobatan imunoglobulin atau bahan-bahan berasal dari darah.

Imunisasi pasif digunakan untuk pencegahan dan meringankan morbili. Dosis serum
dewasa 0,25 ml/kgBB yang diberikan maksimal 5 hari setelah terinfeksi, tetapi semakin cepat
semakin baik. Bila diberikan pada hari ke 9 atau 10 hanya akan sedikit mengurangi gejala dan
demam dapat muncul meskipun tidak terlalu berat.

J. Penatalaksanaan

Pengobatan bersifat suportif dan simptomatis, terdiri dari istirahat, pemberian cairan
yang cukup, suplemen nutrisi, antibiotik diberikan bila terjadi infeksi sekunder, anti konvulsi
apabila terjadi kejang, antipiretik bila demam, dan vitamin A 100.000 Unit untuk anak usia 6
bulan hingga 1 tahun dan 200.000 Unit untuk anak usia >1 tahun. Vitamin A diberikan untuk
membantu pertumbuhan epitel saluran nafas yang rusak, menurunkan morbiditas campak
juga berguna untuk meningkatkan titer IgG dan jumlah limfosit total.

Indikasi rawat inap bila hiperpireksia (suhu >39,5C), dehidrasi, kejang, asupan oral
sulit atau adanya penyulit. Pengobatan dengan penyulit disesuaikan dengan penyulit yang
timbul.

K. Pencegahan

Pencegahan terutama dengan melakukan imunisasi campak. Imunisasi Campak di


Indonesia termasuk Imunisasi dasar yang wajib diberikan terhadap anak usia 9 bulan dengan
ulangan saat anak berusia 24 bulan dan 6 tahun dan termasuk ke dalam program
pengembangan imunisasi (PPI). Imunisasi campak dapat pula diberikan bersama Mumps dan
Rubela (MMR) pada usia 15 bulan. Anak yang telah mendapat MMR tidak perlu mendapat
imunisasi campak ulang. Pencegahan dengan cara isolasi penderita kurang bermakna karena
transmisi telah terjadi sebelum penyakit disadari dan didiagnosis sebagai campak.

DAFTAR PUSTAKA

1. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SHS, Satari HI. Campak. Dalam: Soedarmo
SSP, Garna H, Hadinegoro SHS, Satari HI, editor. Buku Ajar Infeksi & Pediatri
Tropis. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit IDAI;2015.p.109-18
2. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SHS, Satari HI. Pendekatan Diagnostik
Penyakit Eksantema Akut. Dalam: Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SHS, Satari
HI, editor. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit
IDAI;2015.p.100-8
3. Cherry JD. Measles Virus. In: Feigin, Cherry, Demmler, Kaplan, editors. Textbook of
Pediatrics Infectious Disease. 5th edition. Vol 3. Philadelphia: Saunders;2004.p.2283-
98
4. Mason WH. Measles. In: Kliegman RM, et al, editors. Nelson Textbook of Pediatrics.
20th edition. Philadelphia: Elesevier;2016.p.1542-48.
5. Widagdo. Morbili. Dalam: Widagdo, editor. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi
pada Anak. Jakarta: Sagung Seto;2011.p.25-29
6. Marcdante KJ. Campak. Dalam: Marcdante KJ et al, editor. Nelson Ilmu Kesehatan
Anak Esensial. Edisi 6. Singapore: Saunders Elsevier; 2014.p.402-5
7. Soedarmo SSP. Campak. Dalam: Pudjiadi AH, et al, editor. Pedoman Pelayanan
Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. IDAI;2009.p.33-35

Vous aimerez peut-être aussi