Vous êtes sur la page 1sur 11

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Medis Fraktur

2.1.1 Pengertaian

1. Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Mansjoer, 2000)

2. Fraktur femur adalah diskontinuitas (fraktur) pada tulang femur yang mengenai bagian shaft atau
diafase tulang femur (Grenshaw, 2002)

3. Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang terbesar dan terkuat pada tubuh
(Brooker, 2001)

Gambar 2.1.1 Fraktur Femur

4. Fraktur antebrachii adalah terputusnya kontiniutas tulang radius ulna, gambaran klinis fraktur
antebrachii pada orang dewasa biasanya tampak jelas karena fraktur radius ulna sering berupa
fraktur yang disertai dislokasi fragmen tulang (Manjoer Arif et all, 2000)

Gambar 2.1.2 Fraktur Antebrachii

2.1.2 Etiologi

2.2.2.1 Trauma (Sains,2012 :60)

1. Trauma langsung

Trauma langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian
demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.

2. Trauma tidak langsung

Trauma tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya
kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor
kekerasan.

3. Fraktur Patologis: terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis didalam
tulang (Muttaqin,2008 : 70).

2.1.3 Klasifikasi Fraktur Femur

2.1.3.1 Fraktur intrakapsular, fraktur ini terjadi di kapsul sendi pinggul

a. Fraktur kapital : fraktur pada kaput femur

b. Fraktur subkapital : fraktur yang terletak di bawah kaput femur

c. Fraktur transervikal : fraktur pada kolum femur

2.1.3.2Fraktur ekstrakapsular, fraktur yang terjadi di luar kapsul sendi pinggul

a. Fraktur sepanjang trokanter mayor dan minor

b. Fraktur intertrokanter

c. Fraktur subtrokanter

2.1.3.3 Fraktur Kolum Femur


Fraktur kolum femur termasuk fraktur intrakapsular yang terjadi pada bagian proksimal femur, yang
termasuk kolum femur adalah mulai dari bagian distal permukaankaput femoris sampai dengan
bagian proksimal dari intertrokanter. Pada pemeriksaan fisik, fraktur kolum femur dengan pergeseran
akan menyebabkan deformitas yaitu terjadi pemendekan serta rotasi eksternal sedangkan pada
fraktur tanpa pergeseran deformitas tidak jelas terlihat. Tanpa memperhatikan jumlah pergeseran
fraktur yang terjadi, kebanyakan pasien akan mengeluhkan nyeri bila mendapat pembebanan, nyeri
tekan di inguinal dan nyeri bila pinggul digerakkan. Standar pemeriksaan radiologi untuk fraktur kolum
femur adalah rontgen pinggul dan pelvis anteroposterior dan cross-table lateral.

Klasifikasi fraktur kolum femur menurut Gardens adalah sebagai berikut :

a. Grade I : Fraktur inkomplit ( abduksi dan terimpaksi)

b. Grade II : Fraktur lengkap tanpa pergeseran

c. Grade III : Fraktur lengkap dengan pergeseran sebagian (varus malaligment)

d. Grade IV : Fraktur dengan pergeseran seluruh fragmen tanpa ada bagian

segmen yang bersinggungan

Gambar 2.1.3.1 Klasifikasi Gardens untuk fraktur column femur

Klasifikasi Pauwels untuk fraktur kolum femur juga sering digunakan. Klasifikasi ini berdasarkan atas
sudut yang dibentuk oleh garis fraktur dan bidang horizontal pada posisi tegak, yaitu:

a. Tipe I : garis fraktur membentuk sudut 30 dengan bidang horizontal

pada posisi tegak

b. Tipe II : garis fraktur membentuk sudut 30-50 dengan bidang horizontal pada

posisi tegak

c. Tipe III: garis fraktur membentuk sudut >50 dengan bidang horizontal pada posisi tegak.

Gambar 2.1.3.2 Klasifikasi untuk fraktur Kolum Femur

2.1.3.4 Fraktur Intertrokanter Femur

Fraktur intertrokanter bersifat ekstrakapsular. Bagian dari panggul yang termasuk

intertrokanter adalah distal dari leher femur sampai trokanter minor

2.1.4 Klasifikasi Fraktur Antebarachii

Pembagian fraktur antebrachii menurut Mansjoer (2000)

1) Fraktur CollesDeformitas pada fraktur ini berbentuk seperti sendok makan (dinner fork deformity).
Pasien terjatuh dalam keadaan tangan terbuka dan pronasi,tubuh beserta lengan berputar ke dalam
(endorotasi). Tangan terbukaterfiksasi di tanah berputar keluar (eksorotasi supinasi).

2) Fraktur Smith.Fraktur dislokasi ke arah anterior (volar), karena itu sering disebut reversecolles
fracture. Fraktur ini biasa terjadi pada orang muda. Pasien jatuhdengan tangan menahan badan
sedang posisi tangan dalam keadaan volarfleksi pada pergelangan tangan dan pronasi.

3) Fraktur Galeazzi.Fraktur radius distal disertai dislokasi sendi radius radius ulna distal. Saatpasien
jatuh dengan tangan terbuka yang menahan badan, terjadi pularotasi lengan bawah dalam posisi
pronasi waktu menahan berat badanyang memberi gaya supinasi.
4) Fraktur Montegia.Fraktur sepertiga proksimal ulna disertai dislokasi sendi radius ulnaproksimal

2.1.5 Tanda Dan Gejala

Adapun tanda dan gejala dari fraktur menurut Smeltzer & Bare (2001) antara lain:

1) Deformitas

2) Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan
keseimbangan dan kontur terjadi seperti :

a. Rotasi pemendekan tulang

b. Penekanan tulang

3) Bengkak

4) Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan
dengan fraktur

5) Ekimosis dari perdarahan subculaneous

6) Spasme otot, spasme involunters dekat fraktur

7) Tenderness

8) Nyeri mungkin disebabkan oleh spame otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan
struktur di daerah yang berdekatan.

9) Kehilangan sensani (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/ perdarahan).

10) Pergerakan abnormal

11) Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah

12) Krepitasi
2.1.7 Penatalaksanaan Fraktur Femur

Adapun prinsip penanganan fraktur femur menurut Smeltzer & Bare (2001) meliputi :

a. Reduksi fraktur

1) Reduksi Fraktur Femur

Penyambungan kembali tulang penting dilakukan agar posisi dan rentang gerak normal pulih.
Sebagian besar reduksi dapat dilakukan tanpa intervensi bedah (reduksi tertutup). Pada kebanyakan
kasus reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya
saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Dan apabila diperlukan tindakan bedah
(reduksi terbuka) dengan pendekatan bedah fragmen tulang di reduksi. Alat fiksasi interna dalam
bentuk pin, kawat, skrup, plat, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang sulit terjadi. Alat ini dapat
diletakkan di sisi tulang atau dipasang melalui fragmen tulang atau langsung kerongga sum sum
tulang. Alat tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.

2) Imobilisasi Fraktur

Setelah fraktur di reduksi, fraktur tulang harus di imobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi dan
kesejajarannya yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin,
atau fiksator eksterna. Implant logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai
bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.

3) Fisioterapi dan mobilisasi

Fisioterapi dilakukan untuk mempertahankan supaya otot tidak mengecil dan setelah fraktur mulai
sembuh mobilisasi sendi dapat dimulai sampai ekstremitas betul betul telah kembali normal.

2.1.8 Penatalaksanaan Fraktur Antebrachii (Mansjoer, 2000)

1) Dilakukan reposisi tertutup dengan anestesi umum, kemudian imobilisasi dengan gips (long
arm cast). Posisi antebrachii tergantung letak fraktur, pada fraktur antebrachii 1/3 proksimal diletakkan
dalam posisi supinasi 1/3 tengah dalam posisi netral, dan 1/3 distal dalam posisi pronasi. Gips
supinasi gips dipertahankan 4-6 minggu.

2) Bila reposisi tertutup tidak berhasil (angulasi lebih dari 100 pada semua arah) maka dilakukan
internal fiksasi.

3) Pada fraktur terbuka terlebih dahulu dilakukan debridement kemudian dilakukan tindakan
seperti diatas. Sedangkan pada fraktur terbuka derajat III dilakukan eksternal fiksasi.
2.1.9 Komplikasi

Adapun komplikasi dari fraktur (Smeltzer & Bare, 2001) yaitu :

Komplikasi segera (immediate), komplikasi yang terjadi segera setelah fraktur antara lain syok
neurogenik, kerusakan organ, kerusakan syaraf, injuri atau perlukaan kulit.

1) Early Complication

Dapat terjadi seperti : osteomelitis, emboli, nekrosis, dan syndrome compartemen.

2) Late Complication

Sedangkan komplikasi lanjut yang dapat terjadi antara lain stiffnes (kaku sendi), degenerasi sendi,
penyembuhan tulang terganggu (malunion).

2.1.10 Pemeriksaan Diagnostik

1. Radiografi pada dua bidang (untuk mencari lusensi dan diskuntinuitas pada korteks tulang)

2. Tomografi, CT scan, MRI ( jarang dilakukan)

3. Ultrasonografi dan scan tulang dengan radioisotop ( scan tulang terutama berguna ketika
radiografi/ Ct scan memberikan hasil negatif pada kecurigaan fraktur secara klinis)

Pemeriksaan Laboratorium (Sains,2012 :95)

a. Hitung darah lengkap : HB mungkin meningkat/menurun.

b. Kreatinin : traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal.

c. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple, atau cederah
hati.

2.1.11 Asuhan Keperwatan

1. Pengkajian

Identitas

Meliputi usia ( kebanyakan terjadi pada usia muda), jenis kelamin ( kebanyakan terjadi pada laki-laki
biasanya sering mengebut saat mengendarai motor tanpa menggunakan helm).

Keluhan utama,

Nyeri akibat dari post operasi fraktur femur dan fraktur antebrachii

Riwayat penyakit sekarang.

Biasanya klien datang dengan keluhan jatuh atau trauma lain

Riwayat penyakit dahulu.

Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit Paget menyebabkan fraktur patologis
sehingga tulang sulit menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka dikaki sangat beresiko
mengalami osteomilitis akut dan kronis dan penyakit diabetes menghambat proses penyembuhan
tulang.

Riwayat penyakit keluarga.

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang adalah faktor predisposisi terjadinya
fraktur, seperti osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang
diturunkan secara genetic

Riwayat psikososial spiritual


Takut, cemas, terbatasnya aktivitas.

Pemeriksaan Fisik

Pre Operasi

B1 (breathing), Pada pemeriksaan sistem pernapasan tidak mengalami gangguan

B2 (blood)Pada pemeriksaan sistem kardiovaskuler, dapat terjadi peningkatan tekanan darah,


peningkatan nadi dan respirasi oleh karena nyeri , peningkatan suhu tubuh karena terjadi infeksi
terutama pada fraktur terbuka

B3 (brain)Tingkat kesadaran biasanya komposmentis

B4 (bladder), Biasanya klien fraktur tidak mengalami kelainan pada sistem ini.

B5 (bowel), Pemenuhan nutrisi dan bising usus biasanya normal, pola defekasi tidak ada kelainan

B6 (bone), Adanya deformitas, adanya nyeri tekan pada daerah trauma,

Post Operasi

B1 (breathing), biasanya terjadi reflek batuk tidak efektif sehingga terjadi penurunan akumulasi
secret, bisa terjadi apneu, lidah kebelakang akibat general anastesi, RR meningkat karena nyeri

B2 (blood) Pada pemeriksaan sistem kardiovaskuler, dapat terjadi peningkatan tekanan darah,
peningkatan nadi dan respirasi oleh karena nyeri , peningkatan suhu tubuh karena terjadi infeksi
terutama pada proses pembedahan.

B3 (brain) Dapat terjadi penurunan kesadaran akibat tindakan anastesi, nyeri akibat pembedahan

B4 (bladder) Biasanya karena general anastesi terjadi retensi urin

B5 (bowel) Akibat dari general anastesi terjadi penurunan peristaltik

B6 (bone) Akibat pembedahan klien mengalami gangguan mobilitas fisik.

2. Diagnosa

1. Gangguan rasa nyaman nyeri

Definisi :

Keadaan ketika individu mengalami sensasi yang tidak menyenangkan dalam berespons terhadap
ransangan yang berbahaya

Batasan Karakteristik

Mayor :

individu memperlihatkan atau melaporkan ketidaknyamanan ( mis., nyeri, mual, muntah, pruritus )

Minor :

Respons autonom pada nyeri akut

- Tekanan darah meningkat

- Nadi meningkat

- Pernapasan meningkat

- Diaforesis

- Pupil dilatasi

Posisi berhati hati


Raut wajah kesakitan

Menangis , merintih

Faktor yang berhubungan

Tindakan yang berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder akibat
operasi/pembedahan, pemasangan plat

2. Hambatan Mobilitas Fisik

Definisi :

Keadaan ketika seorang individu mengalami atau berisiko mengalami keterbatasan fisik, tetapi bukan
immobile

Batasan Karakteristik

Mayor :

Penurunan kemampuan untuk bergerak dengan sengaja dalam lingkungan ( mis., mobilitas di tempat
tidur, berpindah, ambulasi )

Minor :

- Pembatasan pergerakan yang dipaksakan

- Enggan untuk bergerak

Faktor yang berhubungan

Tindakan yang berhubungan dengan pemasangan ORIF

3. Ansietas

Definisi :

Keadaan ketika individu / kelompok mengalami perasaan gelisah ( penilaian atau opini ) dan aktivasi
sistem saraf autonom dalam berespons terhadap ancaman tidak jelas, non spesifik

Batasan Karakteristik

Mayor :

Dimanifestasikan oleh gejala gejala dari tiga kategori : fisiologis, emosional, dan kognitif. Gejala
bervariasi sesuai dengan tingkat ansietas

Minor :

- Fisiologis

Peningkatan frekuensi jantung

Peningkatan tekanan darah

Peningkatan frekuensi pernapasan

Diaforesis

Dilatasi pupil

Gelisah

- Emosional

Individu menyatakan bahwa ia merasakan :


Ketakutan, ketidakberdayaan, tidak dapat rileks

Individu memperlihatkan :

Peka ransang / tidak sabar, menari diri

- Kognitif

Tidak dapat berkonsentrasi, mudah lupa, terlalu perhatian

Faktor yang berhubungan

Ancaman integritas biologis aktual atau dirasa sekunder akibat pemasangan ORIF, perubahan status
sosioekonomi

4. Resiko tinggi infeksi

Definisi :

Keadaan ketika seorang individu berisiko terserang agens patogenik atau oportunistik
( virus,jamur,protozoa, atau parasit lain ) dari sumber sumber eksternal, sumber sumber endogen
atau eksogen

Batasan Karakteristik

Adanya faktor faktor risiko

Faktor yang Berhubungan

Tempat masuknya organisme sekunder atau port de entry kuman akibat pembedahan

5. Resiko tinggi cedera

Definisi :

Keadaan ketika seorang individu berisiko mendapat bahaya karena defisit perseptual atau fisiologis,
kurangnya kesadaran tentang bahaya, atau usia lanjut

Batasan Karakteristik

Adanya faktor faktor risiko

Faktor yang berhubungan

Efek dari anestesi pada mobilitas

3.Intervensi

Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional


Nyeri berhubungan Kebutuhan rasa nyaman 1.Beri penjelasan tentang 1. Akibat
dengan tindakan invasif terpenuhi setelah dilakukan penyebab nyeri trauma ja
pembedahan , tindakan pemasangan plat pelepasan
2.Ajarkan tehnik relaksasi dan
pemasanganplat prostagla
Kriteria hasil: distraksi
histamin
- Klien melaporkan nyeri 3. Berikan posisi yang nyaman berikatan
berkurang atau dapat diatasi sehingga
4.Kolaborasi dengan dokter nyeri.
- Ekspresi wajah tidak dalam pemberian analgesik
menyeringai karena nyeri 5.Observasi keluhan nyeri, tensi, 2.- Relak
nadi, respirasi, skala nyeri sekresi en
- Skala nyeri 0-1
pada sel i
- TTV dalam batas normal medulla s
mengham
TD 110/70-130/90mmHg
- Distrak
Nadi 60-100x/menit aktifitas d
pada tulan
RR 12-20x/mnt
transmisi
nyeri ke o
3.Merelak
jaringan s
nyeri
4. Analge
syaraf pu
korteks ce
5. Nyeri m
subyektif
dengan m
nyeri, tan
meningka
Gangguan keterbatasan Klien mampu melaksanakan 1.Beri penjelasan penyebab 1.Kekuata
aktivitas fisik aktifitas sehari hari gangguan keterbatasan aktivitas sempurna
berhubungan dengan fisik tindakanp
Dengan kriteria:
pemasanganplat platsehing
yang men
2. Bantu dan motivasi klien dapat dig
- Klien dapat ikut serta dalam maksimal
dalam pemenuhan kebutuha
program latihan ROM
ADL (hygiene perseorangan dan
2.Memba
- Kekuatan otot bertambah nutrisi)
kebutuha
ketergant
meningka
hygiene p
kenyaman
nutrisi un
3. Mening
3. Berikan umpan balik yang makna di
positif untuk setiap usaha yang mendoron
dilakukan atau keberhasilannya secara be

4. Memba
4. Observasi kemampuan dan menganti
tingkat kekurangan untuk merencan
melakukan kegiatan sehari-hari kebutuha

Ansietas yang Klien dapat memahami dan 1.Jelaskan alasan tindakan 1. Pemah
berhubungan menerima kondisinya setelah pembedahan dan manfaat tentang tu
dengan status ekonomi dilakukan tindakan perawatan pembedahan pembedah
klien lebi
Kriteria hasil: 2. Libatkan keluarga dan tenaga
menguran
medis dalam memberikan
- Klien dapat mengidentifikasi
dukungan emosional 2. Dukun
penyebab atau faktor yang
memberik
mempengaruhinya 3.pantau respon kecemasan baik
nyaman b
melalui
Klien menyatakan ansietas
3. Memba
berkurang atau hilang ungkapan maupun tanda-
derajat ce
tanda fisik seperti palpitasi,
takikardia
Resiko tinggi infeksi Infeksi tidak terjadi selama 1. Jelaskan kepada pasien 1. Infeksi
berhubungan dengan perawatan masalah yang dapat terjadi bila masuknya
adanya port de entry luka tidak terawat dengan baik sekunder
Kriteria Hasil
kuman akibat luka yaitu infeksi lukaterbu
operasi -Luka operasi bersih
2. Pertahankan hidrasi dan 2. Memba
- Tidak ada tanda-tanda infeksi nutrisi yang adekuat daya taha
penyakit
- Suhu tubuh dalam batas 3.Lakukan perawatan luka
infeksi ak
normal 36C-37,4C secara steril
3. Tehnik
Pemeriksaan laboratorium: 4.Kolaborasi dengan dokter
steril dap
Leukosit dalam batas normal untuk pemberian antibiotik
kontamin
4500-10000 sesuai indikasi
4. Mengh
5. Pantau luka operasi setiap
dan pertu
hari
5. Mende
6. Observasi tanda dan gejala
gejala inf
infeksi, keluhan dan TTV
timbul se
(suhu, nadi)
luka beka
6. Membe
terjadinya
infeksi, p
nadi pem
indicator
Resiko tinggi cedera Klien tidak mengalami cedera 1.jelaskan kepada klien dan 1.anestesi
berhubungan dengan keluarga tentang efek anestesi kesadaran
Kriteria hasil :
penurunan kesadaran
2.pagar samping tempat tidur 2.menjag
akibat efek anestesi -klien tidak jatuh
klien terkunci
3. memba
-pagar samping tempat tidur
3.anjurkan keluarga untuk menganti
klien terpasang
mendampingi klien 1x24 jam
setelah tindakan pembedahan

DAFTAR PUSTAKA

Doenges. M.E; Moorhouse. M.F; Geissler. A.C. (1999) alih bahasa Monica Ester.. Rencana
Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien edisi 3. Jakarta: EGC.

Hidayat, A. A. (2002). Pengantar Dokumentasi Proses Keperawatan. Jakarta : EGC.

Mansjoer, Arif (et. al). (2000). Kapita Selekta Kedokteran. (edisi 3). Jakarta : Media Aesculapius.

Muttaqim, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien gangguan


Sistem Muskuloskeletal. Jakarta.EGC

Potter & Perry. (2005). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik Edisi 4 vol
1. Jakarta: EGC

Sjamsuhidajat, R, dkk. (2004). Buku Ajar: Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C. (2002). Buku Ajar Keperawataan Medikal Bedah Brunner &Suddarth. Ed
8. Vol 3.alih bahasa Monica Ester. Jakarta: EGC.

www.scribd.com School Work Essays & Theses , diakses tanggal 24 November 2012jam 22.0

Vous aimerez peut-être aussi