Vous êtes sur la page 1sur 25

Clinical Exposure V

Laporan Kasus
Puskesmas Suradita

Nyoman Aditya Sindunata


07120110072

Fakultas Kedokteran
Universitas Pelita Harapan

Tahun 2014
Kasus Pediatri
Asma

Pendahuluan
Asma adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas yang melibatkan
berbagai sel inflamasi dan elemennya yang berhubungan dengan hipereaktivitas
bronkus, sehingga menyebabkan episodik berulang berupa mengi, sesak napas,
rasa berat di dada, dan batuk terutama malam atau dini hari; episodik perburukan
tersebut berkaitan dengan luasnya peradangan, variabilitas, beratnya obstruksi
jalan napas yang bersifat reversible baik spontan ataupun dengan pengobatan.
Faktor risiko dalam hal ini dapat dibagi menjadi faktor yang mempengaruhi
berkembangnya asma yaitu faktor yang mempengaruhi berkembangnya asma
yaitu faktor pejamu (host factor) yang utamanya genetik, dan faktor lingkungan;
selain itu faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala asma yang dikenal dengan
faktor pencetus (1). Penyakit asma berasal dari keturunan sebesar 30% dan 70%
disebabkan oleh berbagai faktor lainnya (2). Eratnya hubungan penyakit asma
dengan faktor keturunan menekankan bahwa penyakit ini sulit untuk dicegah
karena berhubungan dengan genetik. Maka penting untuk mengetahui cara
menanggulangi dan memantau agar gejala asma tidak sering timbul. Angka
kejadian asma pada anak dan bayi sekitar 10-85% dan lebih tinggi dibandingkan
oleh orang dewasa (10-45%) (3). Pada anak, penyakit asma dapat mempengaruhi
masa pertumbuhan, karena anak yang menderita asma sering mengalami kambuh
sehingga dapat menurunkan prestasi belajar di sekolah (2). Kambuh yang dialami
anak tentunya akan mengganggu keseharian dan konsentrasi anak terutama saat
proses belajar, sehingga dapat mempengaruhi perkembangan anak. Data
Riskesdas 2007 menunjukkan prevalensi penyakit asma di Indonesia sebesar
3,32%. Prevalensi tertinggi penyakit asma adalah Provinsi Gorontalo (7,23%) dan
terendah adalah NAD (Aceh) sebesar 0,09%. Sedangkan prevalensi asma di DKI
Jakarta sebesar 2,94%. Jumlah responden asma yang lengkap sebanyak 972.649
anggota rumah tangga dengan kasus sebesar 32.262 (4). Pada asma persisten berat
dapat terjadi kekambuhan setiap hari, mengganggu aktivitas dan tidur, serta

Nyoman Aditya Sindunata 07120110072


membatasi aktivitas fisik (5). Maka pada penyakit asma sangatlah penting bagi
penderita untuk mendapat edukasi dan penanganan yang sesuai sehingga
penyakitnya dapat terkontrol dan gejala yang timbul minimal.

Presentasi Kasus
An. H dengan usia 6 bulan datang ke Puskesmas Suradita pada tanggal 23
Januari 2014 dengan bersama dengan ibunya. Ibu pasien datang dengan keluhan
bahwa pasien sesak napas sejak 2 hari yang lalu. Pasien mengalami kesulitan
untuk bernapas dan terlihat terengah-engah. Ibu pasien mengaku bahwa gejala
pasien tidak timbul secara tiba-tiba melainkan seakan dipicu oleh udara dingin
atau kucing. Kedua hal ini telah menjadi kecurigaan ibu pasien sebaga pemicu
timbulnya gehala pasien. Tidak lama setelah pasien bangun di pagi hari, pasien
mulai terlihat menarik napas dengan berat. Gejala ini biasa diawali dengan batuk-
batuk. Begitu pula halnya jika pasien berada dekat dengan kucing. Ibu pasien
mengaku tidak mendengar suara napas yang tinggi saat pasien membuang nafas.
Gejala ini dapat berlangsung selama kurang lebih 5-10 menit hingga akhirnya
perlahan membaik dan hilang. Sesak nafas ini timbul setidaknya 1 kali dalam
sebulan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan bahwa pasien masih sadar.
Pemeriksaan fisik thoraks didapatkan adanya mengik saat dilakukan auskultasi.
Sebelumnya pasien pernah mengalami gejala yang serupa dengan yang
dialami saat ini tetapi tidak separah gejala yang dialami saat ini. Sejak 2 bulan
yang lalu terkadang pasien mengalami batuk dan pilek yang berulang. Batuk dan
pilek dialami secara bersamaan dan biasa terjadi 1-2 kali dalam 1 bulan. Dahak
dan ingus yang dihasilkan pasien selama batuk dan pilek berwarna bening. Selain
itu ibu pasien juga memperhatikan bahwa badan pasien sering kali terasa hangat
di malam hari, tetapi tidak sampai suhu yang cukup tinggi. Ibu pasien mengatakan
bahwa dalam 2 bulan terakhir ini pasien 1-2 kali mengalami gejala di malam hari
dan 1 kali terbangun karena kesulitan bernapas. Pasien memiliki riwayat alergi
terhadap udara dingin dan dicurigai oleh ibunya memiliki alergi terhadap kucing.
Ibu pasien mengaku memiliki riwayat asma saat masih kecil tetapi telah sembuh
saat kelas 6 SD dan tidak pernah kambuh lagi. Sebelum datang ke Puskesmas ibu

Nyoman Aditya Sindunata 07120110072


pasien tidak membawa pasien ke bidan ataupun klinik lain. Pasien belum diberi
obat oleh ibunya untuk mengatasi sesak napas yang timbul.
Pasien telah mendapatkan imunisasi dengan lengkap, berikut adalah
riwayat imunisasi pasien :
Jenis Umur Pemberian (bulan)
0 (lahir) 1 2 3 4 5 6 9
Vaksin
BCG - - - - - - -
Hep. B - - - - -
Polio - - - -
DPT - - - - -
Campa - - - - - - - -
k
Pertumbuhan pasien tidak pernah berada di bawah persentil (tidak pernah
lewat di bawah garis kurva berwarna merah). Berikut adalah riwayat tumbuh
kembang pasien :
Aktivitas Umur Normal
Tersenyum 2 bulan 1,5 bulan
Tengkurap dan mengangkat kepala 2,5 bulan 2,5 bulan
Duduk tanpa bantuan 6 bulan 6 bulan
Merangkak 8 bulan -
Berjalan sendiri 12 bulan -
Mengucapkan kata sederhana 17 bulan -
Menyebutkan nama sendiri 20 bulan -
Bermain dengan anak lain 29 bulan -
Berpakaian tanpa dibantu 35 bulan -
Menggambar lingkaran 42 bulan -
Bercerita 52 bulan -

Pihak Puskesmas memberikan ambroxol dan paracetamol untuk


meringankan gejala yang dialami pasien. Ibu pasien juga disarankan untuk
menjaga pasien tetap jauh dari benda atau kondisi yang dapat menjadi alergen,
seperti udara dingin, debu, ataupun bulu kucing. Selain itu direkomendasikan juga
agar pasien tetap datang berkonsultasi agar penyakitnya dapat dikontrol.
Dilihat dari gejala yang dialami pasien dapat diperkirakan bahwa pasien
mengalami asma intermiten yang tergolong ringan. Prognosis untuk kondisi
pasien ini adalah dubia ad bonam jika tetap dikontrol, karena penyakit dapat
memburuk jika tidak ditangani dengan baik. Pasien diharapkan dapat
berkonsultasi rutin ke Puskesmas dan selalu berusaha menjauhi alergen agar tidak

Nyoman Aditya Sindunata 07120110072


mudah kambuh. Kekambuhan dapat dicegah dengan bantuan obat pengontrol, dan
dapat diredakan dengan obat pelega.

Pembahasan
Asma adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas yang melibatkan
berbagai sel dan mediator inflamasi sehingga menghasilkan perubahan
patofisiologis (1). Pada pasien ini terdapat beberapa gejala yang menunjukkan
kecurigaan adanya obstruksi pada saluran pernapasan. Gejala yang umum timbul
adalah adanya sesak napas dan batuk. Gejala utama untuk diagnosis asma pada
anak adalah batuk dan/atau mengi denga karakteristik yang khas yaitu : timbul
berulang (episodik), timbul bila terpajan faktor pencetus, gejala memburuk pada
malam / atau dini hari (nokturnal) atau pagi hari (morning dip), reversibel dengan
obat asma, riwayat alergi pada pasien, dan riwayat alergi dalam keluarga. Karena
diagnosis banding mengi pada anak sangatlah banyak, yang menjadi fokus dalam
mediagnosis anak dengan asma adalah batuk kronik. Sesak napas dapat terjadi
karena adanya inflamasi pada saluran nafas yang menyebabkan terjadinya
bronkokonstriksi dan juga hipersekresi mukus. Kedua hal ini berperan dalam
menghasilkan obstruksi jalan napas dalam hal penyempitan jalan napas dan juga
penyumbatan oleh lendir yang dihasilkan terlalu banyak. Dilihat dari episode
gejala yang dialami pasien, pasien sering mengalami gejala saat udara dingin dan
dekat dengan kucing. Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa pasien menderita
asma alergik, karena memiliki faktor pemicu yang cukup jelas. Pada pasien ini
sesak napas selalu diawali dengan batuk, yang dapat dianggap sebagai episode
batuk berulang. Umumnya gejala pasien memburuk di pagi hari.
Sejak 2 bulan yang lalu pasien mengalami batuk berulang yang disertai
dengan pilek. Batuk dan pilek ini disertai dengan sekret bening yang dapat
dianggap sebagai gejala rinitis alergi. Hal ini ditunjang dengan adanya faktor
pemicu berupa udara dingin dan kucing. Selain itu ibu pasien memiliki riwayat
asma saat berusia muda tetapi telah terkontrol dan tidak pernah timbul hingga
kini. Hal ini menegaskan bahwa pasien memiliki kemungkinan yang besar
memiliki alergi.

Nyoman Aditya Sindunata 07120110072


Dilihat dari presentasi kasus pada pasien dapat disimpulkan bahwa
diagnosis kerja dari kasus ini adalah asma. Adapun diagnosis bandingnya antara
lain :
- Bronkiolitis : pada pasien bronkiolitis biasa ditemukan gejala berupa
tachypnea, mengik, dan demam. Demam pada bronkiolitis pada umumnya
mencapai suhu 38-39oC. Pada pasien ini tidak didapatkan demam hingga
suhu tersebut dan juga pasien tidak mengalami tachypnea yang bermakna.
Bronkiolitis biasa disebabkan oleh infeksi RSV (respiratory syncytial
virus) pada saluran nafas bawah.
- Tuberkulosis : tuberkulosis biasa ditandai dengan adanya gejala respiratori
dan gejala sistemik. Gejala respiratori yang timbul berupa batuk kronis (2
minggu), batuk darah, sesak nafas, dan nyeri dada. Gejala sistemik yang
timbul berupa demam, malaise, keringat malam, anoreksia, dan penurunan
berat badan. Dilihat dari gejala pasien tidak banyak gejala tuberkulosis
yang sesuai dengan presentasi gejala pasien. Selain itu diagnosis
tuberkulosis dapat diperkuat dengan pemeriksaan penunjang berupa foto
toraks, dimana akan didapatkan pembesaran KGB (kelenjar getah bening)
(6).

Nyoman Aditya Sindunata 07120110072


*APE = arus puncak ekspirasi; VEP1 = volume ekspirasi paksa detik pertama (5)

Dari tabel klasifikasi derajat berat asma di atas, dapat dilihat bahwa pasien
tergolong dalam asma intermiten karena sesuai dengan kriteria gejala yaitu gejala
timbul tidak kurang dari 1 kali dalam seminggu, tanpa gejala di luar serangan,
serangan yang dialami singkat, dan gejala malam kurang dari 3 kali dalam
sebulan.
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan untuk memastikan diagnosis
antara lain adalah :
- Spirometri (pemeriksaan faal paru) : tidak dilakukan pada pasien ini
karena tidak memungkinkan dari segi usia, spirometri dilakukan pada
penderita usia di atas 5 tahun (5).
APE : diharapkan 80% nilai terbaik.
VEP1 : diharapkan 80% nilai prediksi.

Nyoman Aditya Sindunata 07120110072


- Uji bronkodilator : diharapkan hasilnya positif yang menandakan bahwa
penyempitan bronkus yang terjadi adalah reversibel dan merespons
terhadap bronkodilator. Tidak dapat dilakukan pada pasien ini karena tidak
memungkinkan dari segi usia.
- Foto toraks (x-ray) : untuk dapat menyingkirkan diagnosis banding
tuberkulosis. Apabila pasien menderita tuberkulosis maka akan didapatkan
pembesaran KGB pada foto toraks pasien.
Karena beberapa pemeriksaan penunjang tidak memungkinkan untuk dilakukan
pada pasien, maka diagnosis hanya bisa ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang
dialami pasien.

Nyoman Aditya Sindunata 07120110072


(5)

Puskesmas memberikan farmakoterapi berupa ambroxol dan paracetamol


untuk meringankan gejala yang diderita pasien. Ambroxol adalah jenis obat
sekretolitik yang bekerja sebagai pengencer sputum. Ambroxol diberikan dengan
maksud untuk meringankan gejala kesulitan bernapas. Paracetamol diberikan
kepada pasien untuk meringankan gejala yang dialami terutama demam. Terapi
yang diberikan oleh Puskesmas lebih berupa terapi simptomatis, dimana
seharusnya lebih ditekankan pada edukasi bahwa pasien menderita asma dan
harus menghindari faktor pemicunya. Selain itu pasien juga harus tetap dipantau
perkembangan penyakitnya dan melakukan kontrol rutin.
Pasien ini menderita asma intermiten, yang sesuai dengan pedoman
penatalaksanaan asma tidak memerlukan penanganan yang serius. Obat kontrol
tidak perlu diberikan untuk pasien asma intermiten karena serangan jarang timbul
(5). Begitu pula halnya dengan obat pelega, namun ada baiknya jika pasien
dibekali dengan obat pelega berupa bronkodilator (agonis beta-2 kerja singkat
inhalasi). Sehingga apabila terjadi serangan pasien dapat meredakannya dengan
bantuan bronkodilator. Hal yang paling penting dilakukan untuk menghindari
serangan adalah menghindari kontak dengan alergen yang mungkin menjadi
pemicu timbulnya asma, contohnya udara dingin, bulu kucing, debu, serbuk
bunga, dan lain-lain.

Referensi
1. Sutoyo DK, Setyanto DB, Sundaru H, Yunus F, Sundaru H. Pedoman
Tatalaksana Asma Jakarta: Mahkota Dirfan; 2011.
2. Judarwanto W. Asma pada Anak, Gangguan yang Menyertai Fakta yang Belum
Terungkap. In Seminar cara efektif di RS Bunda; 2006; Jakarta.
3. Sheth K, Busse W. Respiratory tract infection and asthma. In Bronchial
Asthma. 3rd ed. New Jersey: Humana Press Inc; 1994. p. 481-512.
4. Oemiati R, Sihombing M, Q. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Penyakit Asma di Indonesia. Media Litbangkes. 2010; XX: p. 10.
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan

Nyoman Aditya Sindunata 07120110072


Asma di Indonesia: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2003.
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
Tuberkulosis di Indonesia Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2011.

Nyoman Aditya Sindunata 07120110072


Kasus Geriatri
Osteoartritis

Pendahuluan
Osteoartritis adalah kelainan pada sendi di mana terjadi penipisan kartilago
artikular secara perlahan. Proses ini berlangsung dengan lambat dan dalam waktu
yang lama sampai akhirnya tulang subkondral terekspose pada gesekan. Penipisan
ini biasanya terjadi pada daerah yang menerima banyak tekanan sehingga lama
kelamaan aus (wear and tear). Gejala pada osteoartritis tidak langsung timbul
namun timbul setelah terjadi kerusakan struktural yang cukup parah. Gejala yang
timbul berupa nyeri sendi, kaku sendi di pagi hari (morning stiffness), krepitus,
dan berkurangnya rentang gerak (Range of Motion / ROM). Gejala ini nantinya
akan berprogresi dan bertambah parah hingga mempengaruhi aktivitas fisik yang
nantinya juga berpengaruh pada kualitas hidup pasien. Terapi yang dapat
dilakukan adalah terapi simtomatik ataupun artroplasti untuk menggantikan sendi
yang aus. Osteoartritis penting untuk dicegah karena terapinya tidaklah mudah
dan penyakitnya akan terus berkembang jika tidak dilakukan intervensi. Maka
dirasa perlu untuk mengetahui faktor predisposisi penyakit ini, yaitu riwayat
cedera pada sendi, deformitas developmental sendi yang kongenital atau penyakit
sistemik (diabetes, ochronosis, hemochromatosis, atau obesitas). Faktor yang
dapat diubah seperti obesitas dapat sesegera mungkin berusaha ditanggulangi
sehingga osteoartritis dapat dicegah atau dikurangi keparahannya.

Presentasi Kasus
Ibu S dengan usia 60 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan nyeri
lutut saat berjalan selama lebih dari 3 tahun sehingga pasien mengalami kesulitan
dalam berjalan. Nyeri dirasakan setelah pasien berjalan dalam waktu yang lama.
Pasien merasakan nyeri pada lutut kanan atau kiri secara bergiliran tetapi dapat
juga terjadi bersamaan. Nyeri yang dirasakan terkadang merambat ke betis pasien.
Gejala yang dirasakan lebih parah pada lutut kanan dibandingkan dengan lutu kiri
pasien. Rasa nyeri tersebut dapat reda dan akhirnya menghilang jika pasien

Nyoman Aditya Sindunata 07120110072


beristirahat atau meminum obat yang telah diberikan oleh Puskesmas. Pasien
mengaku gejala yang dialaminya memburuk seiring dengan berjalannya waktu
dan menyebabkan pasien mengalami kesulitan ketika berjalan jauh. Selain itu
pasien juga mengeluhkan adanya kaku sendi lutut pada pagi hari sesaat setelah
bangun tidur dan berlangsung selama kurang lebih 15 menit. Setelah 15 menit
sendi lutut pasien tidak lagi kaku sehingga pasien dapat menggerakkan kakinya
dengan leluasa. Selain gejala yang disebutkan pasien mengaku tidak mengalami
gejala lain.
Pasien mengaku dahulu pernah menderita sakit maag saat lulus SMA.
Pasien mengaku memiliki kadar kolesterol yang tinggi saat dilakukan
pemeriksaan beberapa bulan yang lalu. Pasien tidak memiliki riwayat trauma pada
lutut atau daerah sekitarnya. Keluarga pasien tidak ada yang pernah menderita
penyakit serupa ataupun penyakit lainnya. Sebelumnya pasien telah menerima
obat dari Puskesmas untuk mengatasi nyeri pada lututnya dan efektif dalam
meredakan nyeri lutut. Tetapi lama-kelamaan efektivitas obat yang diminum
berkurang dan gejala yang dialami semakin terasa. Selain riwayat yang telah
disebutkan pasien mengaku tidak memiliki riwayat penyakit lain sebelumnya.
Pasien tidak memiliki riwayat alergi, alergi obat ataupun operasi. Pasien tidak
memiliki kebiasaan merokok, tidak minum alkohol, ataupun menggunakan obat-
obatan terlarang.
Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan bahwa pasien sadar dan tidak
terdapat gangguan kesadaran. Berat badan pasien 70 kg dengan 162 cm sehingga
didapat indeks massa tubuh (BMI) 26,67. Tanda-tanda vital pasien masih dalam
batas yang normal. Pasien dapat berjalan dengan baik, namun terkadang
mengalami sedikit kesulitan saat bangkit dari duduk atau menaiki tangga. Pada
pemeriksaan fisik kedua lutut pasien ditemukan adanya krepitus dan pengurangan
rentang gerak (Range of Motion / ROM), lebih buruk pada lutut kanan. Tidak
ditemukan adanya kemerahan ataupun kehangatan pada kedua lutut. Tidak
ditemukan kelainan lain pada pemeriksaan sendi lainnya. Pada pemeriksaan fisik
lainnya tidak ditemukan kelainan.
Berdasarkan gejala yang dialami oleh pasien diduga bahwa pasien
menderita osteoartritis yang didukung oleh gejala-gejala berupa nyeri lutut saat

Nyoman Aditya Sindunata 07120110072


berjalan dan kaku sendi di pagi hari. Puskesmas Suradita memberikan terapi
NSAID berupa ibuprofen. Pasien juga disarankan untuk tidak memaksakan diri
saat berjalan dan tetap melakukan pemeriksaan berkala ke Puskesmas agar
penyakitnya dapat terkontrol dan terpantau dengan baik.

Pembahasan
Osteoartitis (degenerative joint disease) / OA adalah suatu bentuk kelainan
sendi yang ditandai dengan gejala nyeri sendi bersamaan dengan berbagai
tingkatan limitasi fungsional dan penurunan kualitas hidup. Osteoartritis adalah
bentuk artritis yang paling sering terjadi dan salah satu penyebab utama nyeri dan
kecacatan di dunia. Sendi perifer yang paling sering terganggu adalah lutut,
panggul dan sendi kecil pada tangan. Kondisi ini ditandai dengan erosi progresif
dari kartilago articular. Osteoartritis dibagi menjadi 2, yaitu osteoartritis primer
(idiopatik) dan osteoartritis sekunder (dengan faktor predisposisi). Adapun faktor
predisposisi pada osteoartritis sekunder adalah riwayat cedera pada sendi,
deformitas developmental sendi yang kongenital atau penyakit sistemik (diabetes,
ochronosis, hemochromatosis, atau obesitas). Gejala klinis pada osteoartitis biasa
ditandai dengan adanya rasa nyeri dan pegal yang dalam pada sendi,
berkurangnya ROM (Range of Motion) disertai adanya krepitus dan kaku sendi di
pagi hari (morning joint stiffness) yang tidak lebih dari 30 menit. Kelainan sendi
dan gejala klinis pada umumnya adalah unilateral dan tidak simetris karena
osteoartritis bukanlah penyakit sistemik melainkan kelainan struktural sendi.
Pada mulanya terjadi pembengkakan kartilago sendi karena peningkatan
sintesis proteogilkan, yang mencerminkan adanya usaha kondrosit untuk
memperbaiki kerusakan kartilago. Tahan ini dapat berlangsung selama bertahun-
tahun. Seiring progresinya, tingkat proteoglikan pada akhirnya turun sangat
rendah, menyebabkan kartilago menjadi lunak dan kehilangan elastisitas sehingga
lebih mengganggu integritas permukaan sendi. Secara mikroskopis terdapat
perkembangan flaking dan fibrillations (vertical clefts) pada permukaan sendi
osteoartitits. Seiring berjalannya waktu, kehilangan kartilago menyebabkan
kehilangan ruang sendi. Erosi pada kartilago yang rusak berkembang hingga
tulang di bawahnya terekspose. Tulang yang kehilangan kartilago ini terus

Nyoman Aditya Sindunata 07120110072


berartikulasi dengan permukaan seberangnya. Akhirnya, peningkatan tekanan
melebihi ketahanan biomekanik tulang. Tulang subkondral merespon dengan
invasi vaskular dan peningkatan seluleritas, menjadi tebal dan padat (eburnation)
pada area yang tertekan. Tulang subkondral yang telah mengalami trauma ini
dapat mengalami cystic degeneration, yang dapat disebabkan oleh osseous
necrosis sekunder dari impaksi kronik atau intrusi cairan sinovial. Pada daerah
sepanjang batas articular, vakularisasi sumsum subkondral, metaplasia oseosa dari
jaringan ikat sinovial dan protrusi kartilago yang terosifikasi berujung pada
pertumbuhan ireguler tulang baru (osteophytes). Fragmentasi dari osteofit atau
kartilago artikular dapat menghasilkan adanya intra-articular loose bodies (joint
mice). Seiring dengan kerusakan sendi, osteoartritis dapat mengarah pada
perubahan patofisiologi berhubungan dengan ligamen dan aparat neruomuskular.
Rasa sakit yang dirasakan pada osteoartritis diduga berasal dari kombinasi
mekanisme yang terjadi, yaitu :
Elevasi osteofitik periosteal
Peningkatan tekanan intraoseus oleh kongesi vaskular pada tulang
subkondral
Sinovitis dengan aktivasi nosiseptor membran sinovial
Kelelahan pada otot yang melintasi sendi
Kontraktur sendi menyeluruh
Efusi sendi dan peregangan kapsul sendi
Meniskus yang robek
Peradangan bursa periartikular
Spasme otot periartikular
Faktor psikologis
Krepitus
Sensitisasi nyeri pusat.
Diagnosis banding dari osteoartritis adalah rematoid artritis (Rheumatoid
Arthritis / RA) yang merupakan penyakit autoimun yang sistemik dan kronik. RA
dapat mempengaruhi berbagai jaringan dan organ kulit, pembuluh darah,
jantung, paru-paru, dan otot namun utamanya menyerang sendi, menghasilkan
proliferasi nonsupuratif dan sinovitis inflamatorik yang sering berkembang
menjadi penghancuran kartilago articular dan ankilosis sendi. Walaupun penyebab
dari RA belum diketahui, predisposisi genetik, lingkungan dan autoimunitas
memiliki peran dalam perkembangan, progresi dan kronisitas penyakit. RA biasa

Nyoman Aditya Sindunata 07120110072


mengenai pergelangan tangan, serta sendi metacarpophalangeal dan proximal
interphalangeal. RA jarang mengenai sendi distal interphalangeal atau
lumbosacral spine. Gejala RA biasa ditandai dengan adanya sendi bengkak yang
hangat dan juga kaku sendi di pagi hari (morning stiffness) lebih dari 1 jam. Pada
pemeriksaan radiologis dapat ditemukan erosi tulang (seperti periarticular
osteopenia atau erosi marginal dari tulang) melainkan formasi. Pemeriksaan
laboratorium dapat membantu membedakan rematoid artritis dengan osteoartritis,
yaitu sebagai berikut :
Inflamasi sistemik : peningkatan ESR (erythrocyte sedimentation rate)
atau kadar CRP (C-reactive protein)
Serologi positif : RF (rheumatoid factor) atau anti-CCP (anti-cyclic
citrullinated peptide) antibodies
Inflamasi pada cairan sendi : dominan leukosit polimorfonuklear (PMN)
Peningkatan leukosit.
Pada pasien ini terdapat keluhan berupa nyeri sendi terutama setelah
digunakan untuk berjalan dan membaik ketika diistirahatkan. Gejala ini timbul
secara perlahan dan mengalami progresi menjadi buruk dalam waktu beberapa
tahun hingga akhirnya pasien terkadang mengalami kesulitan berjalan. Hal ini
menimbulkan kecurigaan adanya kelainan sendi yang terjadi secara perlahan dan
memburuk, salah satu diagnosis bandingnya adalah osteoartritis. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan adanya krepitus dan berkurangna ROM. Gejala-
gejala ini merupakan hasil dari kerusakan pada sendi lutut yang pada akhirnya
menurunkan fungsi pergerakan sendi hingga membatasi pergerakan. Selain itu
pasien memiliki faktor predisposisi berupa berat badan berlebih (BMI = 26,67
overweight). Hal ini memberi beban dan tekanan yang lebih pada sendi lutut
pasien dan memperburuk kondisinya. Selain itu tidak terdapat kondisi lain yang
dapat menjadi faktor predisposisi yang signifikan, kecuali umur yang tergolong
lanjut. Progresi penyakit pasien semakin lama semakin memburuk, ditandai
dengan obat yang dahulunya dapat meringankan gejala, tetapi saat ini dirasa
berkurang efektivitasnya.
Penegakan diagnosis osteoartritis didasari oleh bukti klinis (gejala klinis)
dan bukti radiologis. Adapun pemeriksaan penunjang berupa pencitraan yang
dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

Nyoman Aditya Sindunata 07120110072


X-ray (sendi yang mengalami kelainan) : Pencitraan yang menjadi pilihan
karena hemat biaya dan dapat didapatkan segera dan cepat. Pada daerah
yang menerima beban, radiografi dapat menggambarkan kehilangan ruang
sendi (joint-space loss), begitu pula subchondral bony sclerosis dan
formasi kista. Diharapkan pada pasien ini terdapat penyempitan ruang
sendi dan adanya subchondral bony sclerosis untuk menunjang diagnosis
osteoartritis, yang juga didasari gejala klinis.
CT(Computed Tomography)-scan : Jarang digunakan untuk diagnosis pada
osteoartritis primer, tetapi dapat digunakan unutk mendiagnosis
ketidaksejajaran sendi patellofemoral atau sendi pergelangan kaki dan
kaki. Tidak disarankan dilakukan pada pasien ini.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) : Tidak harus dilakukan pada
kebanyakan pasien kecuali terdapat kecurigaan adanya tambahan patologis
yang memerlukan perbaikan bedah. MRI dapat menggambarkan kartilago
artikular dan jaringan sendi lainnya (tendon, meniskus, otot, atau efusi).
Tidak disarankan dilakukan pada pasien ini.
Ultrasonography (USG) : Tidak berperan dalam pemeriksaan pasien
osteoartritis, tetapi dapat menjadi alat untuk memonitor degenerasi
kartilago dan untuk injeksi terarah pada sendi yang sulit dilakukan tanpa
bantuan pencitraan. Tidak disarankan dilakukan pada pasien ini.
Bone scanning : Dapat membantu dalam diagnosis dini osteoartritis pada
tangan, dan juga dalam membedakan osteoartritis dengan osteomyelitis
dan metastasis tulang. Tidak disarankan dilakukan pada pasien ini.
Selain pencitraan dapat juga dilakukan aterosentesis (atherocentesis) pada sendi
yang bermasalah. Aspirasi sendi diagnostik untuk analisis cairan sinovial
membantu menyingkirkan artritis inflamatorik, infeksi atau crystal arthropathy.
Cairan sendi non-inflamatorik membantu membedakan osteoartritis dengan
kelainan sendi lain. Selain itu cairan sendi sinovial pada osteoartritis akan negatif
terhadap pewarnaan Gram dan kultur, begitu pula tidak adanya kristal saat dilihat
dengan mikroskop terpolarisasi. Aterosentesis dapat dilakukan pada pasien ini
untuk lebih menunjang diagnosis osteoartritis dan menyingkirkan diagnosis
banding lainnya. Tidak terdapat kelainan laboratorium yang spesifik pada
osteoartritis.

Nyoman Aditya Sindunata 07120110072


Penatalaksaan osteoartritis dibagi menjadi 3, antara lain :
1. Nonfarmakoterapi : berprinsip pada pengurangan/pembagian beban pada sendi
yang bermasalah dan meningkatkan fungsi pelindung-pelindung sendi, dengan
cara :
Menghindari aktivitas yang memberi beban lebih pada sendi (yang
menyebabkan nyeri sendi)
Meningkatkan kekuatan dan mengkondisikan otot yang
menghubungkan sendi, juga meningkatkan fungsinya
Tidak membebani sendi dengan cara meredistribusikan beban pada
sendi dengan brace atau bidai atau saat menahan beban dengan tongkat
atau alat bantu jalan lainnya.
Selain itu terapi juga dapat berupa olahraga untuk meningkatkan fungsi gerak
dan juga menahan beban. Koreksi ketidaksejajaran seperti pada lutut berupa
varus / valgus dapat mengurangi progresi penyakit. Koreksi dapat berupa
pembedahan atau dengan penahan (bracing).
2. Farmakoterapi : sebagai terapi simtomatik untuk nyeri yang dirasakan.
a. Acetaminophen (paracetamol) : analgesik lini pertama untuk
osteoartritis.
b. Nonsteroidal Anti-inflammatory Drugs (NSAIDs) : analgesik lini
kedua saat acetaminophen tidak lagi dapat mengurangi gejala, lebih
efektif dalam mengurangi gejala dibandingkan dengan acetaminophen.
i. Oral : terbagi menjadi NSAID nonselektif dan selektif
1. NSAID nonselektif : COX-1 and COX-2 inhibitors.
Efek samping yang sering terjadi berupa ulkus
peptikum. E.g. ibuprofen, diclofenac, naproxen, dll.
2. NSAID sekektif : specific COX-2 inhibitors. E.g.
celecoxib, meloxicam, dll.
ii. Topikal : Sodium diclofenac.
c. Injeksi intraartikular :
i. Glukokortikoid : anti-inflamatorik. Sangat efektif dalam
mengatasi gejala nyeri, sehingga menjadi terapi untuk pasien
dengan nyeri akut parah.
ii. Hyaluronic acid.
3. Pembedahan
a. Arthroplasty : pembedahan dengan prosedur pengangkatan permukaan
sendi dan penempatan prostetik metal dan plastik sebagai permukaan

Nyoman Aditya Sindunata 07120110072


sendi. Prostetik dapat diposisikan dan ditahan oleh semen atau
penumbuhan tulang ke dalam lapisan prostetik.
Pada pasien ini disarankan untuk memberi edukasi tentang osteoartritis
agar bisa menjalankan terapi nonfarmakoterapi. Selain itu pasien tetap diberikan
terapi farmakoterapi berupa NSAID dengan dosis yang disesuaikan sebagai terapi
simtomatik. Disarankan agar pasien melakukan artroplasti jika memungkinkan
sebagai koreksi jangka panjang. Prognosis pasien dengan osteoartritis bergantung
pada sendi yang bermasalah dan tingkat keparahan kondisinya. Kualitas hidup dan
aktivitas fisik pasien dapat menurun seiring dengan berkembangnya penyakit.
Belum ada obat yang mampu memodifikasi penyakit atau struktural dari
osteoartritis. Pasien yang telah mendapat terapi penggantian sendi memiliki
prognosis yang baik, dengan tingkat kesuksesan untuk artroplasti panggul dan
lutut sebesar 90%. Tetapi sendi prostetik tetap harus diperbaiki dalam waktu 10-15
tahun setelah pemasangan bergantung pada tingkat aktivitas pasien.

Referensi
Felson D. Osteoarthritis. In: Longo D, Fauci A, Kasper D, Hauser S, Jameson J,
Loscalzo J, editor. Harrison's Principles of Internal Medicine. 18th ed.
United States of America: McGraw-Hill Companies, Inc; 2012. p. 2828-
2836.
Lozada C. Medscape: Medscape Access [Internet]. Emedicine.medscape.com.
2014 [25 April 2014]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/330487-overview#aw2aab6b2b5
National Clinical Guideline Centre. Osteoarthritis Care and management in adults.
National Clinical Guideline Centre; 2014.
Rosenberg A. Bones, Joints, and Soft-Tissue Tumors. In: Kumar V, Abbas A,
Fausto N, Aster J, editor. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease.
8th ed. Saunders; 2014. p. 1235-1240.

Nyoman Aditya Sindunata 07120110072


Kasus Malnutrisi
Kurang Asupan Gizi

Bab I

Malnutrisi merupakan kondisi kekurangan nutrisi yang sangat berpengaruh


terhadap anak karena dapat berakibat fatal dan berdampak besar pada
pertumbuhan dan perkembangan anak. Malnutrisi bertanggung jawab langsung
atas 300.000 kematian per tahun pada anak berusia di bawah 5 tahun di negara
berkembang dan secara tidak langsung pada setengah kematian anak di dunia.
Lebih dari setengah anak di Asia Selatan mengalami malnutrisi, yaitu 6,5 kali
prevalensi di belahan bumi barat. Walupun terdapat perbaikan dalam hal
malnutrisi di dunia, tingkat anak dengan nutrisi kurang dan pertumbuhan lambat
terus meningkat di Afrika, dimana persentasi keduanya meningkat dari 24%
menjadi 26,8% dan 47,3% menjadi 48%. Begitu pula banyak negara berkembang
lainnya, di mana kesehatan anak belum dapat terpantau secara optimal. Malnutrisi
erat hubungannya dengan infeksi berulang pada anak karena penurunan sistem
imun. ISPA merupakan infeksi yang sering muncul pada anak dengan malnutrisi
karena anak mudah terpapar oleh infeksi dengan transmisi udara. Hal ini
disebabkan oleh rendahnya imunitas pada anak malnutrisi. Maka sangatlah
penting untuk memperbaiki dan menjaga asupan gizi anak agar tidak terjadi
malnutrisi yang memiliki dampak besar pada kesehatan anak.

Bab II

An. A dengan usia 10 bulan datang ke Puskesmas dengan keluhan demam


sedang sejak malam hari kemarin. Gejala penyerta yang dilihat oleh ibu pasien
adalah pasien menjadi rewel, sering menangis dan susah makan. Demam yang
dialami pasien tidak terlalu tinggi dan tidak memburuk sampai hari ini. Ibu pasien
mengatakan bahwa pasien tidak menggigil namun menjadi rewel dan sering

Nyoman Aditya Sindunata 07120110072


menangis. Selain itu nafsu makan pasien berkurang sehingga ibu pasien sedikit
kesulitan memberi minum ataupun makan kepada pasien. Ibu pasien
menambahkan bahwa pasien batuk dan juga pilek sesaat sebelum mulai demam
dan tidak ada perubahan sampai saat datang ke Puskesmas. Pasien mengeluarkan
ingus dan sedikit dahak yang berwarna putih kental sehingga pasien mengalami
sedikit gangguan dalam bernafas. Selain itu ibu pasien tidak melihat gejala lain
dari sakit yang diderita pasien. Ibu pasien menyatakan bahwa pasien terkadang
demam disertai batuk pilek yang tidak terlalu parah. Selama ini pasien dapat
sembuh dengan baik dengan istirahat yang cukup, namun ibu pasien khawatir ada
hal yang memicu timbulnya demam disertai batuk dan pilek ini maka pasien
dibawa ke Puskesmas. Sejak mulai sakit pasien belum mengonsumsi obat untuk
meringankan sakit yang diderita.
Ibu pasien mengatakan bahwa sebelumnya pasien pernah mengalami sakit
batuk yang mengharuskan pasien dirawat saat berusia 40 hari, setelah dirawat
pasien sembuh dengan baik. Pasien juga pernah mengalami muntaber saat berusia
2 bulan tetapi dapat sembuh dengan baik setelah beberapa hari. Selain itu pasien
tidak mengalami sakit lain selain batuk dan pilek yang tidak parah. Ibu pasien
menyatakan bahwa pasien tidak mendapat imunisasi yang lengkap, baru
mendapatkan imunisasi DPT saat berumur 7 bulan.
An. A merupakan anak pertama dari Ibu S yang berusia 21 tahun yang
lahir normal cukup bulan dengan berat badan lahir 3,3 kg dan panjang badan 50
cm. An. Y diberi ASI selama 1 bulan pertama namun dilanjutkan dengan susu
formula karena ibu pasien mengaku pasien tidak mau diberi ASI. Ibu pasien
mengaku bahwa pasien diberi makanan yang cukup bergizi, yaitu bubur nasi
dengan wortel, telur dan kentang, biskuit, roti, buah pepaya dan pisang, dan juga
susu formula sebanyak 5-6 botol kecil sehari. Namun ibu pasien merasa bahwa
sejak lahir anaknya tidak terlalu banyak makan ataupun minum sehingga ibu
pasien khawatir akan pertumbuhan dan perkembangan anaknya, melihat anak-
anak tetangganya memiliki nafsu makan yang tinggi.
Pasien tidak mendapatkan imunisasi dengan lengkap sesuai dengan umurnya,
berikut rinciannya :
Jenis Umur Pemberian (bulan)
0 (lahir) 1 2 3 4 5 6 9

Nyoman Aditya Sindunata 07120110072


Vaksin
BCG - - - - - - - -
Hep. B - - - - - - -
Polio - - - - - - -
DPT - - - - - - -
Campa - - - - - - - -
k

Berikut tabel riwayat tumbuh kembang :


Aktivitas Umur Normal
Tersenyum 1,5 bulan 2 bulan
Tengkurap dan mengangkat kepala 3 bulan 3 bulan
Duduk tanpa bantuan 6 bulan 6 bulan
Merangkak 9 bulan 8 bulan
Berjalan sendiri - 12 bulan
Mengucapkan kata sederhana - 18 bulan
Menyebutkan nama sendiri - 22 bulan
Bermain dengan anak lain - 30 bulan
Berpakaian tanpa dibantu - 36 bulan
Menggambar lingkaran - 42 bulan
Bercerita - 52 bulan

Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sedikit lemas dan sadar. Pasien
memiliki rambut tipis, hidung mengeluarkan sekret, belum memiliki gigi, tonsil
pada posisi T1, pada mulut terdapat stomatitis angularis, pada auskultasi paru
terdengar ronchi basah halus menyaring, dan terdapat atrofi otot ekstrimitas
bawah.
Berikut adalah grafik pertumbuhan pasien :

Nyoman Aditya Sindunata 07120110072


Dapat dilihat bahwa pasien memliki pertumbuhan tinggi yang cukup baik,
tetapi tidak dibarengi dengan peningkatan berat badan yang cukup. Berat badan
pasien sangatlah kurang dan jauh di bawah grafik peningkatan berat badan
normal. Hal ini menandakan bahwa postur pasien kurus dan kekurangan gizi.
Namun pada pemeriksaan fisik pasien tidak tergolong marasmus, kwashiorkor,
ataupun marasmus-kwashiorkor.

Nyoman Aditya Sindunata 07120110072


Dari data yang telah diperoleh mengenai pasien, dapat dikatakan bahwa
pasien sedang mengalami infeksi saluran pernafasan atas berulang akibat
kurangnya sistem imun pasien. Hal ini disebabkan oleh pasien mengalami
kekurangan gizi dan tergolong ke dalam gizi buruk karena peningkatan berat
badan yang jauh di bawah batas normal. Karena pasien tidak memiliki masalah
kesehatan lain yang signifikan, maka dapat diperkirakan gizi buruk yang terjadi
merupakan akibat kurangnya asupan makanan dan gizi.
Ibu pasien sangat disarankan untuk menjaga asupan gizi pasien dengan
memberikan makanan yang banyak dan bergizi tinggi. Pola makan pasien pun
harus dijaga dan teratur sehingga pasien dapat bertumbuh dengan baik.
Seharusnya ibu pasien memberikan imunisasi rutin kepada pasien agar pasien
dapat membentuk sistem imun yang baik dan tidak mudah terjangkit penyakit.
Selain itu sangatlah penting untuk menjaga kehigienisan makanan dan peralatan
pasien sehingga pasien tidak terpapar dengan sumber infeksi.

Bab III

Malnutrisi adalah suatu kondisi dimana tubuh tidak mendapatkan nutrisi


yang cukup. Pada orang dewasa malnutrisi dapat mengakibatkan lemas dan
masalah metabolisme tubuh. Sedangkan malnutrisi pada anak akan menimbulkan
dampak yang sangat besar karena akan menentukan kondisi tubuh saat dewasa.
Malnutrisi pada anak akan sangat berpengaruh pada pertumbuhan dan
perkembangan anak. Malnutrisi biasa ditandai oleh lambatnya pertambahan tinggi
badan ataupun peningkatan berat badan, hal ini menandakan bahwa tubuh tidak
mendapatkan nutrisi yang cukup sehingga tidak dapat bertumbuh dengan baik.
Selain itu anak juga akan menjadi rewel, tidak peduli, berkurangnya respon, dan
kurangnya perhatian. Hal ini tentunya akan mempengaruihi perkembangan anak
yang seharusnya aktif mempelajari hal baru yang menarik baginya. Kurangnya
nutrisi juga akan sangat mempengaruhi perkembangan fungsi tubuh anak,
sehingga anak memiliki sistem imun yang rendah, perkembangan kognitif yang
kurang, dan perkembangan fungsi tubuh lainnya akan melambat sehingga tidak

Nyoman Aditya Sindunata 07120110072


dapat berkembang secara optimal. Malnutrisi pada anak biasa disebabkan oleh
kurangnya asupan nutrisi, malabsorpsi nutrisi, atau kondisi medis lain.
Malabsorpsi nutrisi erat hubungannya dengan gangguan fungsi usus halus pada
anak, maka jika terjadi suatu kelainan pada usus halus penyerapan nutrisi akan
berkurang dan mengurangi nutrisi yang dapat masuk ke dalam tubuh. Pasien tidak
memiliki keluhan yang berhubungan dengan gangguan saluran cerna sehingga
diagnosis malnutrisi akibat malabsorpsi dapat disingkirkan. Sedangkan hal yang
umum terjadi di negara berkembang dan dapat diubah adalah kurangnya asupan
nutrisi, hal ini dapat terjadi jika anak tidak banyak makan atau makan makanan
yang tidak bergizi sehingga malnutrisi. Pada kasus ini diperkirakan pasien
mengalami malnutrisi akibat kurang makan karena ibu pasien mengatakan bahwa
pasien susah dan jarang makan padahal telah diberi makanan yang cukup bergizi.
Konsumsi ASI yang kurang sangatlah berpengaruh pada pertumbuhan dan
perkembangan pasien, pada pasien ini ASI hanya diberikan selama 1 bulan
pertama. Dari riwayat kesehatan pasien, dapat diperkirakan bahwa ibu pasien
kurang memperhatikan pola makan pasien. Ketika pasien makan sedikit ibu pasien
tidak berusaha merayu pasien untuk makan. Hal yang paling tepat dan mungkin
dilakukan adalah memperbaiki pola makan pasien dengan memberikan makanan
yang lebih menarik dan enak, selain itu perhatian pasien juga dapat dialihkan
sehingga pasien tidak sadar ketika disuapi makanan.
Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) yang dialami oleh pasien
diperkirakan akibat virus karena anak biasa mudah terinfeksi virus dan pasien
dalam kondisi malnutrisi akan mengalami penurunan sistem imun. Gejala ISPA
yang dialami pasien tidaklah parah sehingga tidak terlalu memerlukan pengobatan
selain pengobatan suportif atau simptomatik. Pasien sebaiknya diberikan
paracetamol untuk menurunkan panas dan menyamankan pasien. Terapi lainnya
dapat dilakukan oleh ibu pasien yaitu memberi makanan yang cukup dan bergizi
dan juga mengistirahatkan pasien dengan nyaman agar dapat cepat sembuh.
Episode ISPA yang berulang terjadi pada pasien merupakan suatu dampak akibat
adanya kondisi malnutrisi yang pada akhirnya menurunkan fungsi tubuh pasien
terutama sistem imun yang menyebabkan pasien mudah terinfeksi.

Nyoman Aditya Sindunata 07120110072


Referensi

Centers for Disease Control and Prevention. WHO Growth Charts.


http://www.cdc.gov (accessed 27 April 2014).
Meneghetti A. Upper Respiratory Tract Infection. http://emedicine.medscape.com
(accessed 27 April 2014).
Shashidhar HR. Malnutrition. http://emedicine.medscape.com (accessed 27 April
2014).

Nyoman Aditya Sindunata 07120110072

Vous aimerez peut-être aussi