Vous êtes sur la page 1sur 47

REFERAT

TERAPI CAIRAN

Disusun oleh :

DIAN SUCIATY ANNISA 1102012064

SITI MUTIA LATIFAH 1102012281

Pembimbing :

dr. Hayati Usman, Sp.An

dr. Dhadi Ginanjar Daradjat, Sp.An

dr. Ferra Mayasari, Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ANESTESI

RUMAH SAKIT UMUM DR. SLAMET GARUT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

FEBRUARI 2017

1
BAB I

PENDAHULUAN

Terapi cairan adalah tindakan untuk memelihara, mengganti milieu interior dalam batas-
batas fisiologis dengan cairan kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander) secara
intravena.

Tujuan utama terapi cairan perioperatif adalah untuk mengganti defisit pra bedah, selama
pembedahan dan pasca bedah diamana saluran pencernaan belum berfungsi secara optimal
disamping untuk pemenuhan kebutuhan normal harian. Terapi dinilai berhasil apabila pada
penderita tidak ditemukan tanda-tanda hipovolemik dan hipoperfusi atau tanda-tanda kelebihan
cairan berupa edema paru dan gagal nafas.

Defisit cairan perioperatif timbul sebagai akibat puasa pra-bedah yang kadang-kadang
dapat memanjang, kehilangan cairan yang sering menyertai penyakit primernya, perdarahan,
manipulasi bedah, dan lamanya pembedahan yang mengakibatkan terjadinya sequestrasi atau
translokasi cairan. Pada periode pasca bedah kadang-kadang perdarahan dan atau
kehilangan cairan (dehidrasi) masih berlangsung, yang tentu saja memerlukan perhatian khusus.
Puasa pra- bedah selama 12 jam atau lebih dapat menimbulkan defisit cairan (air dan elektrolit)
sebanyak 1 liter pada pasien orang dewasa.

Gejala dari defisit cairan ini belum dapat dideskripsikan, tetapi termasuk di dalamnya
adalah rasa haus, perasaan mengantuk, dan pusing kepala. Gejala dehidrasi ringan ini
dapatmemberikan kontribusi terhadap memanjangnya waktu perawatan di rumah sakityang
terlihat dari penelitian 17638 pasien dengan hasil bahwa rasa kantuk
dan pusing kepala pasca bedah merupakan faktor prediktor yang berdiri sendiri terhadap
bertambah lamanya waktu perawatan pasca bedah.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Cairan Tubuh

Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya dapat berubah
tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada bayi Usia < 1 tahun
cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan dan pada bayiusia > 1 tahun mengandung air
sebanyak 70-75 %. Seiring dengan pertumbuhan. Seseorang persentase jumlah cairan terhadap
berat badan berangsur-angsur turun yaitu pada laki-laki dewasa 50-60% berat badan, sedangkan
pada wanita dewasa 50 % berat badan.

Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi


pada perdarahan, luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun perioperatif
, dapat menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan tersebut tidak dikoreksi
secara adekuat sebelum tindakan anestesi dan bedah,maka resiko penderita menjadi lebih besar.

Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan


kompartemen ekstraselular. Lebih jauh kompartemen ekstraselular dibagi menjadi cairan
intravaskular dan intersisial.

- Cairan intraselular

Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang dewasa, sekitar dua
pertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular (sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa
laki-laki dengan berat badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari
berat badannya merupakan cairan intraselular.

- Cairan ekstraselular

Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif cairan ekstraselular
berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat di
cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun, jumlah cairan ekstraselular menurun sampai

2
sekitar sepertiga dari volume total.Ini sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda
dengan berat rata-rata 70 kg.

Cairan ekstraselular dibagi menjadi:

1. Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11- 12 liter pada
orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial.Relatif terhadap ukuran
tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada bayi baru lahir dibandingkan
orang dewasa.
2. Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya
volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6L dimana 3 liternya
merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan platelet.
3. Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti serebrospinal,
perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran pencernaan. Pada
keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalahsekitar 1 liter, tetapi cairan dalam
jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler.

Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan nonelektrolit.

1. Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik.Elektrolit
dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion).Jumlah kation dan anion
dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam mili ekuivalen).

Kation
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan kation
utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem pompa terdapat di
dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium ini.

Anion
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat(HCO3 -),
sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat (PO4 3-). Karena
kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial pada intinya sama maka nilai

3
elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari cairan ekstraseluler tetapi tidak
mencerminkan komposisi cairan intraseluler.

1. Natrium

Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling berperan di
dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-145mEq/liter. Kadar
natrium dalam plasma diatur lewat beberapamekanisme:

- Left atrial stretch reseptor

- Central baroreseptor

- Renal afferent baroreseptor

- Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)

- Atrial natriuretic factor

- Sistem renin angiotensin

- Sekresi ADH

- Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body Water)

Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau40,5mEq/kgBB


dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-180mEq/liter, faeces 35mEq/liter
dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari = 100mEq (6-15 gram NaCl).

Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial maupun
ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak mengeluarkan natrium (muntah,diare)
sedangkan pemasukkan terbatas maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan
natrium. Kekuranganair dan natrium dalam plasma akan diganti dengan air dan natrium
dari cairan interstitial. Apabila kehilangan cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari
dalam sel dan apabila volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah
kegagalan sirkulasi.

2. Kalium

4
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler berperan
penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium dalam
tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah- ubah sedangkan yang tidak dapat
berpindah adalah kalium yang terikat dengan protein didalam sel.

Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3mEq/kgBB.


Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+ekstraseluler. Ekskresi
kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/literdan keringat 10 mEq/liter.

3. Kalsium

Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90% dikeluarkan lewat
faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini tergantung pada intake, besarnya
tulang, keadaan endokrin. Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar
paratiroid, tiroid, testis,ovarium, da hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi
dan + 1%dalam cairan ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.

4. Magnesium

Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan untuk pertumbuhan + 10


mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces.

5. KarbonatAsam

Karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satuhasil akhir daripada
metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali bikarbonat yang akan
dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru dan sangat penting peranannya
dalam keseimbangan asam basa.

2. Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat lainya
termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.

Proses Pergerakan Cairan Tubuh

5
Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkanmekanisme transpor
pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidakmembutuhkan energi sedangkan mekanisme
transpor aktif membutuhkan energi.Difusi dan osmosis adalah mekanisme transpor pasif.
Sedangkan mekanismetranspor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang memerlukan ATP.

Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara:

1. Osmosis
Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membrane semi
permeabel (permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju larutan
berkadar lebih tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan kapiler
permeabel terhadap air, sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh
kompartemen sama. Membran semi permeabel ialah membran yang dapat dilalui
air (pelarut), namun tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya protein.

Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan dengan tekanan
osmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer
laktat). Larutan dengan tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik(akuades),
sedangkan lebih tinggi disebut hipertonik.

2. Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan bergerak
dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan hidrostatik
pembuluh darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori- pori
tersebut. Jadi difusi tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan
hidrostatik.
3. Pompa Natrium Kalium
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa
ionnatrium keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa
ionkalium dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah
untukmencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel.

Asupan dan kehilangan cairan dan elektrolit pada keadaan normal

6
Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah oleh stres
akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya cedera pada paru-paru, kulit
atau traktus gastrointestinal.

Pada keadaan normal,seseorang mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 2000-2500 ml per


hari, dalam bentuk cairan maupun makanan padat dengan kehilangan cairan rata-rata 250 ml dari
feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir 600 ml kehilangan cairan yang tidak disadari
(insensible water loss) dari kulit dan paru-paru.

Kepustakaan lain menyebutkan asupan cairan didapat dari metabolisme oksidatif dari
karbohidrat, protein dan lemak yaitu sekitar 250-300 ml per hari,cairan yang diminum setiap hari
sekitar 1100-1400 ml tiap hari, cairan dari makanan padat sekitar 800-100 ml tiap hari,
sedangkan kehilangan cairan terjadi dari ekskresi urin (rata-rata 1500 ml tiap hari, 40-80 ml per
jam untuk orangdewasa dan 0,5 ml/kg untuk pediatrik), kulit (insensible loss) sebanyak rata-rata
6ml/kg/24 jam pada rata-rata orang dewasa yang mana volume
kehilangan bertambah pada keadaan demam yaitu 100-150 ml tiap kenaikan suhu tubuh 1derajat
celcius pada suhu tubuh di atas 37 derajat celcius dan sensible loss yang
banyaknya tergantung dari tingkatan dan jenis aktivitas yang dilakukan), paru- paru (sekitar 400
ml tiap hari dari insensible loss), traktus gastointestinal (100-200ml tiap hari yang dapat
meningkat sampai 3-6 L tiap hari jika terdapat penyakit ditraktus gastrointestinal), third-space
loses.

Dasar-Dasar Terapi Cairan Elektrolit Perioperatif

Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dan menjadi pegangan pemberian cairan
perioperatif, yaitu :

1. Kebutuhan Normal Cairan Dan Elektrolit Harian


Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit utama
Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari.Kebutuhan tersebut merupakan
pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat
(lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water losses. Caira

7
nyang hilang ini pada umumnya bersifat hipotonus (air lebih banyak dibandingkan
elektrolit).

2. Defisit Cairan Dan Elektrolit Pra Bedah


Hal ini dapat timbul akibat dipuasakannya penderita terutama pada
penderita bedah elektif (sektar 6-12 jam), kehilangan cairan abnormal yang seringkali
menyertai penyakit bedahnya (perdarahan, muntah, diare, diuresis berlebihan,translokasi
cairan pada penderita dengan trauma), kemungkinan meningkatnya insensible water loss
akibat hiperventilasi, demam dan berkeringat banyak. Sebaiknya kehilangan cairan
pra bedah ini harus segeradiganti sebelum dilakukan pembedahan.

3. Kehilangan Cairan Saat Pembedahan.


a) Perdarahan
Secara teoritis perdarahan dapat diukur dari :
Botol penampung darah yang disambung dengan pipa penghisap darah(suction
pump).
Dengan cara menimbang kasa yang digunakan sebelum dan setelah pembedahan.
Kasa yang penuh darah (ukuran 4x4 cm) mengandung 10ml darah, sedangkan tampon
besar (laparatomy pads) dapat menyerapdarah100-10 ml.

Dalam praktek jumlah perdarahan selama pembedahan hanya bisa ditentukan


berdasarkan kepada taksiran (perlu pengalaman banyak) dan keadaan klinis penderita
yang kadang-kadang dibantu dengan pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit
berulang-ulang (serial). Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit lebih
menunjukkan rasio plasma terhadap eritrosit daripada jumlah perdarahan. Kesulitan
penaksiran akan bertambah bila pada luka operasi digunakan cairan pembilas (irigasi)
dan banyaknya darah yang mengenai kain penutup, meja operasi dan lantai kamar bedah.

b) Kehilangan Cairan Lainnya

Pada setiap pembedahan selalu terjadi kehilangan cairan yang lebih menonjol
dibandingkan perdarahan sebagai akibat adanya evaporasi dan translokasi cairan
internal. Kehilangan cairan akibat penguapan (evaporasi) akan
lebih banyak pada pembedahan dengan luka pembedahan yang luas dan lama.
Sedangkan perpindahan cairan atau lebih dikenal istilah perpindahan ke ruang ketiga
atau sequestrasi secara masif dapat berakibat terjadi defisit cairan intravaskuler.
8
Jaringan yang mengalami trauma, inflamasi atau infeksi dapat mengakibatkan
sequestrasi sejumlah cairan interstitial dan perpindahan cairan ke ruangan serosa
(ascites) atau ke lumen usus. Akibatnya jumlah cairan ion fungsional dalam ruang
ekstraseluler meningkat. Pergeseran cairan yang terjadi tidak dapat dicegah dengan cara
membatasi cairan dan dapat merugikan secara fungsional cairan dalam kompartemen
ekstraseluler dan juga dapat merugikan fungsional cairan dalam ruang ekstraseluler.

4. Gangguan Fungsi Ginjal


Trauma, pembedahan dan anestesia dapat mengakibatkan:
Laju Filtrasi Glomerular (GFR = Glomerular Filtration Rate) menurun.
Reabsorbsi Na+ di tubulus meningkat yang sebagian disebabkan oleh
meningkatnya kadar aldosteron.
Meningkatnya kadar hormon anti diuretik (ADH) menyebabkan terjadinya
retensi air dan reabsorpsi Na+ di duktus koligentes (collecting tubules)
meningkat.
Ginjal tidak mampu mengekskresikan free water atau untuk menghasilkan
urin Hipotonis

Penatalaksanaan Terapi

1. Cairan Pra Bedah


Status cairan harus dinilai dan dikoreksi sebelum dilakukannya induksi anestesi
untuk mengurangi perubahan kardiovaskuler dekompensasi akut.Penilaian status
cairan ini didapat dari :
Anamnesa : Apakah ada perdarahan, muntah, diare, rasa haus. Kencing
terakhir, jumlah dan warnya.
Pemeriksaan fisik. Dari pemeriksaan fisik ini didapat tanda-tanda obyektif
dari status cairan, seperti tekanan darah, nadi, berat badan, kulit,abdomen,
mata dan mukosa.
Laboratorium meliputi pemeriksaan elektrolit, BUN, hematokrit,hemoglobin
dan protein. Defisit cairan dapat diperkirakan dari berat-ringannya dehidrasi
yang terjadi.
Pada fase awal pasien yang sadar akan mengeluh haus, nadi biasanya
meningkat sedikit, belum ada gangguan cairan dan komposisinya secara

9
serius. Dehidrasi pada fase ini terjadi jika kehilangan kira-kira 2% BB(1500
ml air).
Fase moderat, ditandai rasa haus. Mukosa kering otot lemah, nadi cepat dan
lemah. Terjadi pada kehilangan cairan 6% BB.
Fase lanjut/dehidrasi berat, ditandai adanya tanda shock cardiosirkulasi,
terjadi pada kehilangan cairan 7-15 % BB. Kegagalan penggantian cairan dan
elektrolit biasanya menyebabkan kematian jika kehilangan cairan 15 % BB
atau lebih.

Cairan preoperatif diberikan dalam bentuk cairan pemeliharaan, pada dewasa 2


ml/kgBB/jam. Atau 60 ml ditambah 1 ml/kgBB untuk berat badan lebih dari 20
kg. Pada anak-anak 4 ml/kg pada 10 kg BB I, ditambah 2 ml/kg untuk 10 kgBB
II, dan ditambah 1 ml/kg untuk berat badan sisanya. Kecuali penilaian terhadap
keadaan umum dan kardiovaskuler, tanda rehidrasi tercapai ialah dengan adanya
produksi urine 0,5-1 ml/kgBB.

2. Cairan Selama Pembedahan


Terapi cairan selama operasi meliputi kebutuhan dasar cairan
dan penggantian sisa defisit pra operasi ditambah cairan yang hilang selama operasi.
Berdasarkan beratnya trauma pembedahan dikenal pemberian
cairan pada trauma ringan, sedang dan berat. Pada pembedahan dengan trauma ringan
diberikan cairan 2 ml/kg BB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4ml/kg BB/jam
sebagai pengganti akibat trauma pembedahan. Cairan pengganti akibat trauma
pembedahan sedang 6 ml/kg BB/jam dan pada trauma pembedahan berat 8 ml/kg
BB/jam.
Cairan pengganti akibat trauma pembedahan pada anak, untuk
trauma pembedahan ringan 2 ml/kg BB/jam, sedang 4 ml/kgBB/jam dan berat 6ml/kg
BB/jam.
Pemilihan jenis cairan intravena tergantung pada prosedur pembedahan dan
perkiraan jumlah perdarahan. Perkiraan jumlah perdarahan yang terjadi selama
pembedahan sering mengalami kesulitan., dikarenakan adanya perdarahan yang sulit
diukur/tersembunyi yang terdapat di dalam luka operasi,kain kasa, kain operasi dan
lain-lain. Dalam hal ini cara yang biasa digunakan untuk memperkirakan jumlah
perdarahan dengan mengukur jumlah darah didalam botol suction ditambah perkiraan

10
jumlah darah di kain kasa dan kain operasi. Satu lembar duk dapat menampung
100 150 ml darah, sedangkan untuk kain kasa sebaiknya ditimbang sebelum dan
setelah dipakai, dimana selisih 1 gram dianggap sama dengan 1 ml darah. Perkiraan
jumlah perdarahan dapat juga diukur dengan pemeriksaan hematokrit dan hemoglobin
secara serial. Pada perdarahan untuk mempertahankan volume intravena dapat
diberikan kristaloid atau koloid sampai tahap timbulnya bahaya karena anemia. Pada
keadaan ini perdarahan selanjutnya diganti dengan transfusi sel darah merah untuk
mempertahankan konsentrasi hemoglobin ataupun hematokrit pada level aman, yaitu
Hb 7 10 g/dl atau Hct 2130%. 20 25% pada individu sehat atau anemia kronis.
Kebutuhan transfusi dapat ditetapkan pada saat prabedah berdasarkan nilai hematokrit
dan EBV. EBV pada neonatus prematur 95 ml/kgBB, fullterm 85ml/kgBB, bayi 80
ml/kgBB dan pada dewasa laki-laki 75 ml/kgBB, perempuan 85 ml/kgBB.Untuk
menentukan jumlah perdarahan yang diperlukan agar Hct menjadi30% dapat dihitung
sebagai berikut :
EBV
Estimasi volume sel darah merah pada Hct prabedah (RBCV preop)
Estimasi volume sel darah merah pada Hct 30% prabedah (RBCV%)
Volume sel darah merah yang hilang, RBCV lost = RBCV preop RBVC
30%)
Jumlah darah yang boleh hilang = RBCV lost x 3 Transfusi dilakukan jika
perdarahan melebihi nilai RBCV lost x 3.

Selain cara tersebut di atas, beberapa pendapat mengenai penggantian


cairan akibat perdarahan adalah sebagai berikut :

Berdasar berat-ringannya perdarahan :

Perdarahan ringan, perdarahan sampai 10% EBV, 10 15%, cukup diganti


dengan cairan elektrolit.
Perdarahan sedang, perdarahan 10 20% EBV, 15 30%, dapat diganti
dengan cairan kristaloid dan koloid.
Perdarahan berat, perdarahan 20 50% EBV, > 30%, harus diganti
dengan transfusi darah.

11
Cairan Paska Bedah

Terapi cairan paska bedah ditujukan untuk :

Memenuhi kebutuhan air, elektrolit dan nutrisi.


Mengganti kehilangan cairan pada masa paska bedah (cairan lambung,febris).
Melanjutkan penggantian defisit prabedah dan selama pembedahan.
Koreksi gangguan keseimbangan karena terapi cairan.
Nutrisi parenteral bertujuan menyediakan nutrisi lengkap, yaitu kalori, protein dan lemak
termasuk unsur penunjang nutrisi elektrolit, vitamin dantrace element. Pemberian kalori
sampai 40 50 Kcal/kg dengan protein0,2 0,24 N/kg. Nutrisi parenteral ini penting,
karena pada penderita paska bedah yang tidak mendapat nutrisi sama sekali akan
kehilangan protein 75 125 gr/hari. Hipoalbuminemia menyebabkan edema

12
jaringan,infeksi dan dehisensi luka operasi, terjadi penurunan enzym pencernaan yang
menyulitkan proses realimentasi.

Macam-macam Cairan yang Dapat Digunakan dalam Terapi Cairan

1. Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF).Keuntungan
dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan mudah disetiap pusat kesehatan,
tidak perlu dilakukan cross match, tidak menimbulkan alergi atau syok anafilaktik,
penyimpanan sederhana dan dapat disimpan lama.Cairan kristaloid bila diberikan dalam
jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan
koloid untuk mengatasi deficit volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di
ruang intravaskuler sekitar20-30 menit. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa
walaupun dalam jumlahsedikit larutan kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga
timbul edema perifer dan paru serta berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan
edema jaringan luka, apabila seseorang mendapat infus 1 liter NaCl 0,9%. Penelitian
lain menunjukkan pemberian sejumlah cairan kristaloid dapat mengakibatkan timbulnya
edema paru berat. Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan juga dapat
menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial.Karena perbedaan
sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih banyak menyebar ke ruang
interstitiel dibandingkan dengan koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih untuk
resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.Larutan Ringer Laktat merupakan cairan
kristaloid yang paling banyak digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis
dengan susunan yang hamper menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung
dalam cairan tersebutakan mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan
kristaloid lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan
berlebih dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic
acidosis) dan menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.

2. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma substitute
atau plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai
berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung
bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu
13
koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok
hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan
kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar). Kerugian dari plasma expander yaitu
mahal dan dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan
gangguan pada cross match.Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:
1. Koloid Alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan2,5%).
Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60C selama 10 jam untuk
membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain
mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan betaglobulin.
Prekallikrein activators (Hagemans factor fragments) sering kali terdapat dalam
fraksi protein plasma dibandingkan dalam albumin. Olehsebab itu pemberian infuse
dengan fraksi protein plasma seringkali menimbulkan hipotensi dan kolaps
kardiovaskuler.
2. Koloid Sintesis yaitu:
Dextran
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70
(Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri
Leuconostocmesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun
Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik dibandingkan dengan
Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi
mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain itu
Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi platelet
adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis dan
melancarkan aliran darah. Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat
mengganggu cro match, waktu perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal
ginjal. Dextran dapat menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu
dengan memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.
Hydroxylethyl Starch (Heta starch)
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 1.000.000, rata-rata
71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30 mmHg. Pemberian
500 ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat urin dalam
waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga dapat
menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar serum amilase

14
( walau jarang).Low molecullar weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch)
mirip Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali
volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya
sebagai plasma volume expander yang besar dengan toksisitas yang rendah dan
tidak mengganggu koagulasi maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk
resusitasi cairan pada penderita gawat.
3. Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul rata-rata
35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3 macam gelatin, yaitu:
Modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
Urea linked gelatin
Oxypoly gelatin ,merupakan plasma expanders dan banyak digunakan pada
penderita gawat. Walaupun dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (jarang)
terutama dari golonganurea linked gelatin.

15
Transfusi Darah

Definisi
Tranfusi darah pada hakekatnya adalah pemberian darah atau komponen darah
dari satu individu (donor) ke individu lainnya (resipien), dimana dapat menjadi
penyelamat nyawa, tetapi dapat pula berbahaya dengan berbagai komplikasi yang akan
terjadi sehingga tranfusi darah hendaklah dilakukan dengan indikasi yang jelas dan tepat
sehingga diperoleh manfaat yang jauh lebih besar dari pada risiko yang mungkin terjadi.

Komponen Darah

16
Komponen darah ialah bagian darah yang dipisahkan dengan cara fisik/mekanik
misalnya dengan cara sentrifugasi. Meliputi :
Selular
Darah utuh (whole blood)
Sel darah merah pekat (packed red blood cell)
Sel darah merah pekat dengan sedikit leukosit (packed red blood cell
leukocytes reduced)
Sel darah merah pekat cuci (packed red blood cell washed)
Sel darah merah pekat beku (packed red blood cell washed)
Trombosit konsentrat (concentrate platelets)
Granulosit feresis (granulocytes pheresis)
Non selular
Plasma sangat beku (fresh frozen plasma)
Plasma donor tunggal (single donor plasma)
Kriopresipitat faktor anti hemophilia (cryoprecipitale AHF)
Indikasi transfusi darah
Oleh karena transfusi mempunyai risiko yang cukup besar, maka pertimbangan
risiko dan manfaat benar-benar harus dilakukan dengan cermat sebelum memutuskan
pemberian tranfusi. Secara umum dari beberapa panduan yang telah dipublikasikan, tidak
direkomendasikan untuk melakukan tranfusi profilaksis, dan ambang batas untuk
melakukan tranfusi adalah kadar hemoglobin dibawah 7,0 atau 8,0 g/dl, kecuali untuk
pasien dengan penyakit kritis.
Walaupun sebuah studi dengan 383 pasien dengan penyakit kritis melaporkan
bahwa tidak ada perbedaan mortalitas pada kelompok yang di tranfusi dengan batasan
kadar hemoglobin dibawah 10,0 g/dl dan 7,0 g/dl, namun penelitian dengan jumlah
pasien yang lebih besar masih perlu dilakukan.
Kadar hemoglobin 8,0 g/dl adalah ambang batas tranfusi untuk yang dioperasi
yang tidak memiliki faktor risiko iskemia, sementara untuk pasien dengan risiko iskemia,
ambang batasnya dapat dinaikkan sampao 10,0 g/dl, namun tranfusi profilaksis tetap
tidak dianjukan.
Pada bayi dan anak dengan kadar hemoglobin normal, kehilangan darah sebanyak
10-15% volume darah, karena tidak memberatkan kompensasi tubuh maka cukup diberi
cairan koloid atau kristaloid, sedangkan diatas 15% perlu tranfusi darah karena adanya
gangguan pegangkutan oksigen. Sedangkan untuk orang dewasa dengan kadar Hb normal
angka patokannya ialah 20%. Kehilangan darah sampai 20% dengan gangguan faktor

17
pembekuan maka diberi cairan kristaloid sebanyak 3 kali lipat jumlah darah yang hilang,
sedangkan koloid diberikan dengan jumlah sama.
Tranfusi darah >50% diberikan pada saat perioperasi dengan tujuan untuk
menaikkan kapasitas pengangkut oksigen dan volume intravascular. Kalau hanya
kenaikan volume intravascular saja cukup dengan koloid dan kristaloid.

Jenis tranfusi darah


a. Darah lengkap (whole blood)
Darah lengkap ini berisi sel darah merah, leukosit, trombosit, dan plasma. Satu
unit kantong darah lengkap berisi 450 mL darah dan 63 mL antikoagulan. Di
Indonesia, satu kantong darah lengkap berisi 250 mL darah dengan 37 mL
antikoagulan, ada juga yang satu kantong darah lengkap berisi 350 mL darah dengan
49 mL antikoagulan. Suhu simpan antara 1-6o Celcius.
Lama simpan dari darah lengkap ini tergantung dari antikoagulan yang dipakai
pada kantong darah, pada pemakaian sitrat fosfat dekstrose (CPD) lama simpan
adalah 21 hari, sedangkan dengan CPD adenine (CPDA) adalah 35 hari. Menurut
masa simpan invitro ada 2 macam darah lengkap, yaitu darah segar dan darah baru.
Darah segar yaitu darah yang disimpan sampai 48 jam, sedangkan darah baru yaitu
darah yang disimpan sampai dengan 5 hari.
Indikasi. Kehilangan darah lebih dari 25-30% volume darah total.
Kontraindikasi. Sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan anemia kronik yang
normovolemik atau yang bertujuan meningkatkan sel darah merah.
Dosis dan cara pemberian
Dewasa : 1 unit darah lengkap akan meningkatkan Hb 1 gr/dl atau hematokrit 3-4%.
Anak : 8 mL/kg darah lengkap akan meningkatkan Hb sekitar 1 g/dl.
Unit kantong darah yang dipakai yaitu antara lain 250 ml, 350 ml, 450 ml. Setiap unit
darah lengkap diberikan dalam 4 jam dengan tetesan sesuai keadaan klinis.
Rumus kebutuhan whole blood

Ket :

Hb normal : Hb yang diharapkan atau Hb normal

Hb pasien : Hb pasien saat ini

18
b. Sel darah merah pekat (packed red blood cell)
Sel darah merah pekat terdiri eritrosit, trombosit, leukosit dan sedikit plasma. Sel
darah merah ini didapat dengan memisahkan sebagian besar plasma dari darah
lengkap, sehingga diperoleh sel darah merah dengan nilai hematokrit 60-70%.
Volume nya diperkirakan 150-300 mL tergantung besarnya kantung darah yang
dipakai, dengan massa sel darah merah 100-200 mL.
Sel darah merah disimpan dalam suhu 1-6o Celcius. Bila menggunakan
antikoagulan CPDA maka masa simpanan dari sel darah merah ini 35 hari dengan
nilai hematokrit 70-80 %, sedangkan bila menggunakan antikoagulan CPD masa
simpan dari sel darah merah ini 21 hari. Komponen sel darah merah yang disimpan
dalam larutan tambahan (buffer, dekstrosa, adenine, manitol) memiliki nilai
hematokrit 52-60% dan masa simpan 42 hari. Sediaan ini bukan merupakan sumber
trombosit dan granulosit, namun memiliki kemampuan oksigenasi seperti darah
langkap.
Indikasi. Meningkatkan jumlah sel darah merah pada pasien yang menunjukkan
gejala anemia, yang hanya memerlukan massa sel darh merah pembawa oksigen saja
misalnya pada pasien dengan gagal ginjal atau anemia karena keganasan.
Kontraindikasi. Dapat menyebabkan hipervolemi jika diberikan dalm jumlah
banyak dalam waktu singkat.
Dosis dan cara pemberian
Untuk menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr/dl diperlukan 4 ml/kgBB atau 1 unit
dapat menaikkan kadar hematokrit 3-5 %. Diberikan selama 2 sampai 4 jam dengan
kecepatan 1-2 mL/menit, dengan golongan darah ABO dan Rh yang diketahui.
Kebutuhan darah (ml) :

Ket :

Hb normal : Hb yang diharapkan atau Hb normal

Hb pasien : Hb pasien saat ini

c. Trombosit pekat ( concentrate platelets)

19
Berisi trombosit, beberapa leukosit dan sel darah merah serta plasma. Trombosit
pekat ini dapat diperoleh dengan cara pemutaran (centrifugasi) darah lengkap segar
atau dengan cara tromboferesis. 1 kantong trombosit pekat yang berasal dari 450 mL
darah lengkap seorang donor berisi kira-kira 5,5x1010 trombosit dengan volume
sekitar 50 mL. 1 kantong trombosit pekat yang diperoleh dengan cara trpmoferesis
seorang donor dapat berisi sekitar 3x1011 trombosit, setara dengan 6 kantong
trombosit yang berasal dari donor darah biasa.
Trombosit pekat ini dapat disimpan dalam suhu 20-24o celcius dengan kantong
darah biasa yang diletakkan pada rotator atau agitator yang selalu berputar atau
bergoyang, trombosit dapat disimpan selama 3 hari, sedangkan dengan kantong darah
khusus dengan cara penyimpanan yang sama trombosit dapat disimpan selama 5 hari.
Produk ini daya hemostatik nya kurang sedangkan viability pasca tranfusi nya lebih
baik. Pada suhu 1-6o celcius, trombosit ini dapat disimpan selama 3 hari. Produk ini
daya hemostatik nya lebih baik sedangkan viability pasca tranfusi nya kurang.
Indikasi. Setiap perdarahan spontan atau suatu operasi besar dengan jumlah
trombositnya kurang dari 50.000/mm3. Misalnya perdarahan pada trombocytopenic
purpura, leukemia, anemia aplastik, demam berdarah, DIC dan aplasia sumsum tulang
karena pemberian sitostatika terhadap tumor ganas. Splenektomi pada hipersplenisme
penderita talasemia maupun hipertensi portal juga memerlukan pemberian suspensi
trombosit prabedah.
Rumus Transfusi Trombosit

Komplikasi yang dapat timbul

Reaksi Transfusi Hemolitik. Reaksi transfusi hemolitik merupakan reaksi yang


jarang terjadi tetapi serius dan terdapat pada satu diantara dua puluh ribu penderita
yang mendapat transfusi. Lisis sel darah donor oleh antibodi resipien. Hal ini bisa
terjadi dengan cara reaksi transfusi hemolitik segera dan reaksi transfusi hemolitik
lambat. Reaksi ini sering terjadi akibat kesalahan manusia sebagai pelaksana,
misalnya salah memasang label atau membaca label pada botol darah.

20
Tanda-tanda reaksi hemolitik lain ialah menggigil, panas, kemerahan pada muka,
bendungan vena leher , nyeri kepala, nyeri dada, mual, muntah, nafas cepat dan
dangkal, takhikardi, hipotensi, hemoglobinuri, oliguri, perdarahan yang tidak bisa
diterangkan asalnya, dan ikterus. Pada penderita yang teranestesi hal ini sukar untuk
dideteksi dan memerlukan perhatian khusus dari ahli anestesi, ahli bedah dan lain-
lain. Tanda-tanda yang dapat dikenal ialah takhikardi, hemoglobinuri, hipotensi,
perdarahan yang tiba-tiba meningkat, selanjutnya terjadi ikterus dan oliguri.

Terapi reaksi transfusi hemolitik : pemberian cairan intravena dan diuretika.


Cairan digunakan untuk mempertahankan jumlah urine yang keluar. Diuretika yang
digunakan ialah :

1. Manitol 25 %, sebanyak 25 gr diberikan secara intravena kemudian diikuti


pemberian 40 mEq Natrium bikarbonat.
2. Furosemid
3. Bila terjadi hipotensi penderita dapat diberi larutan Ringer laktat, albumin
dan darah yang cocok. Bila volume darah sudah mencapai normal penderita
dapat diberi vasopressor. Selain itu penderita perlu diberi oksigen. Bila terjadi
anuria yang menetap perlu tindakan dialysis.

Reaksi Transfusi Non Hemilitik. Reaksi transfusi febrile. Tanda-tandanya


adalah sebagai berikut : Menggigil, panas, nyeri kepala, nyeri otot, mual. Reaksi
alergi. Anafilaksis : Keadaan ini terjadi bila terdapat protein asing pada darah
transfusi. Urtikaria, paling sering terjadi dan penderita merasa gatal-gatal. Biasanya
muka penderita sembab. Terapi yang perlu diberikan ialah antihistamin, dan transfusi
harus disetop.

Reaksi Non Imunologi

a) Reaksi yang disebabkan oleh volume yang berlebihan


b) Reaksi karena darah transfusi terkontaminasi
c) Virus hepatitis, Malaria, sifilis, virus CMG dan virus Epstein-Barr parasit
serta bakteri
d) AIDS

21
Untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya reaksi selama transfusi, dilakukan beberapa
tindakan pencegahan. Setelah diperiksa ulang bahwa darah yang akan diberikan memang
ditujukan untuk resipien yang akan menerima darah tersebut, petugas secara perlahan
memberikan darah kepada resipien, biasanya selama 2 jam atau lebih untuk setiap unit darah.

Karena sebagian besar reaksi ketidakcocokan terjadi dalam 15 menit pertama, maka pada
awal prosedur, resipien harus diawasi secaraketat.Setelah itu, petugas dapat memeriksa setiap 30-
45 menit dan jika terjadi reaksi ketidakcocokan, maka transfusi harus dihentikan.

Dehidrasi

A. Definisi
Dehidrasi adalah suatu keadaan penurunan total air di dalam tubuh karena
hilangnya cairan secara patologis, asupan air tidak adekuat, atau kombinasi keduanya.
Dehidrasi terjadi karena pengeluaran air lebih banyak daripada jumlah yang masuk, dan
kehilangan cairan ini juga disertai dengan hilangnya elektrolit.
Pada dehidrasi terjadi keseimbangan negatif cairan tubuh akibat penurunan
asupan cairan dan meningkatnya jumlah air yang keluar (lewat ginjal, saluran cerna atau
insensible water loss/IWL), atau karena adanya perpindahan cairan dalam tubuh.
Berkurangnya volume total cairan tubuh menyebabkan penurunan volume cairan intrasel
dan ekstrasel. Manifestasi klinis dehidrasi erat kaitannya dengan deplesi volume cairan
intravaskuler. Proses dehidrasi yang berkelanjutan dapat menimbulkan syok hipovolemia
yang akan menyebabkan gagal organ dan kematian.

22
B. Etiologi
Mencari penyebab dehidrasi merupakan hal penting. Asupan cairan yang buruk,
cairan keluar berlebihan, peningkatan insensible water loss (IWL), atau kombinasi hal
tersebut dapat menjadi penyebab deplesi volume intravaskuler. Keberhasilan terapi
membutuhkan identifi kasi penyakit yang mendasari kondisi dehidrasi. Beberapa faktor
patologis penyebab dehidrasi yang sering:
1. Gastroenteritis
Diare adalah etiologi paling sering. Pada diare yang disertai muntah, dehidrasi
akan semakin progresif. Dehidrasi karena diare menjadi penyebab utama
kematian bayi dan anak di dunia.
2. Stomatitis dan faringitis
3. Rasa nyeri mulut dan tenggorokan dapat membatasi asupan makanan dan
minuman lewat mulut.
4. Ketoasidosis diabetes (KAD)
KAD disebabkan karena adanya diuresis osmotik. Berat badan turun akibat
kehilangan cairan dan katabolisme jaringan.
5. Demam
Demam dapat meningkatkan IWL dan menurunkan nafsu makan. Selain hal di
atas, dehidrasi juga dapat dicetuskan oleh kondisi heat stroke, tirotoksikosis,
obstruksi saluran cerna, fi brosis sistik, diabetes insipidus, dan luka bakar.

C. Klasifikasi Dehidrasi
Kehilangan cairan tubuh biasanya disertai gangguan keseimbangan elektrolit.
Dehidrasi dapat dikategorikan berdasarkan osmolaritas dan derajat keparahannya. Kadar
natrium serum merupakan penanda osmolaritas yang baik selama kadar gula darah
normal. Berdasarkan perbandingan jumlah natrium dengan jumlah air yang hilang,
dehidrasi dibedakan menjadi tiga tipe yaitu dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik, dan
dehidrasi hipotonik.
Variasi kadar natrium mencerminkan jumlah cairan yang hilang dan memiliki efek
patofisiologi berbeda.
1. Dehidrasi isotonik (isonatremik).
Tipe ini merupakan yang paling sering (80%). Pada dehidrasi isotonik
kehilangan air sebanding dengan jumlah natrium yang hilang, dan biasanya tidak
mengakibatkan cairan ekstrasel berpindah ke dalam ruang intraseluler. Kadar.

23
natrium dalam darah pada dehidrasi tipe ini 135-145 mmol/L dan osmolaritas
efektif serum 275-295 mOsm/L.
2. Dehidrasi hipotonik (hiponatremik).
Natrium hilang yang lebih banyak daripada air. Penderita dehidrasi
hipotonik ditandai dengan rendahnya kadar natrium serum (kurang dari 135
mmol/L) dan osmolalitas efektif serum (kurang dari 270 mOsml/L). Karena kadar
natrium rendah, cairan intravaskuler berpindah ke ruang ekstravaskuler, sehingga
terjadi deplesi cairan intravaskuler. Hiponatremia berat dapat memicu kejang
hebat; sedangkan koreksi cepat hiponatremia kronik (2 mEq/L/jam) terkait
dengan kejadian mielinolisis pontin sentral.
3. Dehidrasi hipertonik (hipernatremik).
Hilangnya air lebih banyak daripada natrium. Dehidrasi hipertonik
ditandai dengan tingginya kadar natrium serum (lebih dari 145 mmol/L) dan
peningkatan osmolalitas efektif serum (lebih dari 295 mOsm/L). Karena kadar
natrium serum tinggi, terjadi pergeseran air dari ruang ekstravaskuler ke ruang
intravaskuler. Untuk mengkompensasi, sel akan merangsang partikel aktif
(idiogenik osmol) yang akan menarik air kembali ke sel dan mempertahankan
volume cairan dalam sel. Saat terjadi rehidrasi cepat untuk mengoreksi kondisi
hipernatremia, peningkatan aktivitas osmotik sel tersebut akan menyebabkan infl
uks cairan berlebihan yang dapat menyebabkan pembengkakan dan ruptur sel;
edema serebral adalah konsekuensi yang paling fatal. Rehidrasi secara perlahan
dalam lebih dari 48 jam dapat meminimalkan risiko ini.

D. Tanda Klinis
Berdasarkan persentase kehilangan air dari total berat badan, derajat/skala
dehidrasi dapat ringan, sedang, hingga derajat berat.
Derajat dehidrasi berbeda antara usia bayi dan anak jika dibandingkan usia
dewasa. Bayi dan anak (terutama balita) lebih rentan mengalami dehidrasi karena
komposisi air tubuh lebih banyak, fungsi ginjal belum sempurna dan masih bergantung
pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuhnya, selain itu penurunan berat
badan juga relatif lebih besar. Pada anak yang lebih tua, tanda dehidrasi lebih cepat
terlihat dibandingkan bayi karena kadar cairan ekstrasel lebih rendah. Menentukan
derajat dehidrasi pada anak juga dapat menggunakan skor WHO, dengan penilaian
keadaan umum, kondisi mata, mulut dan turgor.

24
Derajat dehidrasi berdampak pada tanda klinis. Makin berat dehidrasi, gangguan
hemodinamik makin nyata. Produksi urin dan kesadaran dapat menjadi tolok ukur
penilaian klinis dehidrasi.

E. Penatalaksanaan
Secara sederhana prinsip penatalaksanaan dehidrasi adalah mengganti cairan yang
hilang dan mengembalikan keseimbangan elektrolit, sehingga keseimbangan
hemodinamik kembali tercapai. Selain pertimbangan derajat dehidrasi, penanganan juga
ditujukan untuk mengoreksi status osmolaritas pasien. Terapi farmakologis dengan
loperamide, antikolinergik, bismuth subsalicylate, dan adsorben, tidak direkomendasikan
terutama pada anak, karena selain dipertanyakan efektivitasnya, juga berpotensi
menimbulkan berbagai efek samping. Pada dehidrasi karena muntah hebat, ondansetron
efektif membantu asupan cairan melalui oral dan mengatasi kedaruratan.
Pemberian makan segera saat asupan oral memungkinkan pada anak-anak yang
dehidrasi karena diare, dapat mempersingkat durasi diare. Susu tidak perlu diencerkan,

25
pemberian ASI jangan dihentikan. Disarankan memberikan makanan tergolong
karbohidrat kompleks, buah, sayur dan daging rendah lemak. Makanan berlemak dan
jenis karbohidrat simpel sebaiknya dihindari. WHO sejak tahun 2004 juga telah
menambahkan zinc dalam panduan terapi diare pada anak.

Dehidrasi Derajat Ringan-Sedang

Dehidrasi derajat ringan-sedang dapat diatasi dengan efektif melalui pemberian


cairan ORS (oral rehydration solution) untuk mengembalikan volume intravaskuler dan
mengoreksi asidosis.

Selama terjadi gastroenteritis, mukosa usus tetap mempertahankan kemampuan


absorbsinya. Kandungan natrium dan sodium dalam proporsi tepat dapat secara pasif
dihantarkan melalui cairan dari lumen usus ke dalam sirkulasi. Jenis ORS yang diterima
sebagai cairan rehidrasi adalah dengan kandungan glukosa 2-3 g/dL, natrium 45-90
mEq/L, basa 30 mEq/L, kalium 20-25 mEq/L, dan osmolalitas 200-310 mOsm/L. Banyak
cairan tidak cocok digunakan sebagai cairan pengganti, misalnya jus apel, susu, air jahe,
dan air kaldu ayam karena mengandung glukosa terlalu tinggi dan atau rendah natrium.
Cairan pengganti yang tidak tepat akan menciptakan diare osmotik, sehingga akan makin
memperburuk kondisi dehidrasinya. Adanya muntah bukan merupakan kontraindikasi
pemberian ORS, kecuali jika ada obstruksi usus, ileus, atau kondisi abdomen akut, maka
rehidrasi secara intravena menjadi alternatif pilihan. Defisit cairan harus segera dikoreksi
dalam 4 jam dan ORS harus diberikan dalam jumlah sedikit tetapi sering, untuk
meminimalkan distensi lambung dan refleks muntah. Secara umum, pemberian ORS
sejumlah 5 mL setiap menit dapat ditoleransi dengan baik. Jika muntah tetap terjadi, ORS
dengan NGT (nasogastric tube) atau NaCl 0,9% 20-30 mL/kgBB selama 1-2 jam dapat
diberikan untuk mencapai kondisi rehidrasi. Saat pasien telah dapat minum atau makan,
asupan oral dapat segera diberikan.

Dehidrasi Derajat Berat

26
Pada dehidrasi berat dibutuhkan evaluasi laboratorium dan terapi rehidrasi
intravena, Penyebab dehidrasi harus digali dan ditangani dengan baik. Penanganan
kondisi ini dibagi menjadi 2 tahap:

- Tahap Pertama
Berfokus untuk mengatasi kedaruratan dehidrasi, yaitu syok hipovolemia
yang membutuhkan penanganan cepat. Pada tahap ini dapat diberikan cairan
kristaloid isotonik, seperti ringer lactate (RL) atau NaCl 0,9% sebesar 20
mL/kgBB. Perbaikan cairan intravaskuler dapat dilihat dari perbaikan takikardi,
denyut nadi, produksi urin, dan status mental pasien. Apabila perbaikan belum
terjadi setelah cairan diberikan dengan kecepatan hingga 60 mL/kgBB, maka
etiologi lain syok harus dipikirkan (misalnya anafi laksis, sepsis, syok
kardiogenik). Pengawasan hemodinamik dan golongan inotropik dapat
diindikasikan.
- Tahap Kedua
Berfokus pada mengatasi defisit, pemberian cairan pemeliharaan dan
penggantian kehilangan yang masih berlangsung. Kebutuhan cairan pemeliharaan
diukur dari jumlah kehilangan cairan (urin, tinja) ditambah IWL. Jumlah IWL
adalah antara 400-500 mL/m2 luas permukaan tubuh dan dapat meningkat pada
kondisi demam dan takipnea. Secara kasar kebutuhan cairan berdasarkan berat
badan adalah:
1. Berat badan < 10 kg = 100 mL/kgBB
2. Berat badan 10-20 kg = 1000 + 50 mL/ kgBB untuk setiap kilogram berat badan
di atas 10 kg
3. Berat badan > 20 kg = 1500 + 20 mL/ kgBB untuk setiap kilogram berat badan di
atas 20 kg

Dehidrasi Isotonik

Pada kondisi isonatremia, defisit natrium secara umum dapat dikoreksi dengan
mengganti defisit cairan ditambah dengan cairan pemeliharaan dextrose 5% dalam NaCl
0,45-0,9%. Kalium (20 mEq/L kalium klorida) dapat ditambahkan ke dalam cairan
pemeliharaan saat produksi urin membaik dan kadar kalium serum berada dalam rentang
aman.

27
Dehidrasi Hipotonik

Pada tahap awal diberikan cairan pengganti intravaskuler NaCl 0,9% atau RL 20
mL/ kgBB sampai perfusi jaringan tercapai. Pada hiponatremia derajat berat (<130
mEq/L) harus dipertimbangkan penambahan natrium dalam cairan rehidrasi.

Koreksi defisit natrium melalui perhitungan = (Target natrium - jumlah natrium


saat tersebut) x volume distribusi x berat badan (kg).

Cara yang cukup mudah adalah memberikan dextrose 5% dalam NaCl 0,9%
sebagai cairan pengganti. Kadar natrium harus dipantau dan jumlahnya dalam cairan
disesuaikan untuk mempertahankan proses koreksi perlahan (<0.5 mEq/L/jam). Koreksi
kondisi hiponatremia secara cepat sebaiknya dihindari untuk mencegah mielinolisispontin
(kerusakan selubung mielin), sebaliknya koreksi cepat secara parsial menggunakan
larutan NaCl hipertonik (3%; 0.5 mEq/L direkomendasikan untuk menghindari risiko ini.

Dehidrasi Hipertonik

Pada tahap awal diberikan cairan pengganti intravaskuler NaCl 0,9% 20 mL/
kgBB atau RL sampai perfusi jaringan tercapai. Pada tahap kedua, tujuan utama adalah
memulihkan volume intravaskuler dan mengembalikan kadar natrium serum sesuai
rekomendasi, akan tetapi jangan melebihi 10 mEg/L/24 jam. Koreksi dehidrasi
hipernatremia terlalu cepat dapat memiliki konsekuensi neurologis, termasuk edema
serebral dan kematian. Pemberian cairan harus secara perlahan dalam lebih dari 48 jam
menggunakan dextrose 5% dalam NaCl 0,9%. Apabila pemberian telah diturunkan
hingga kurang dari 0,5 mEq/L/jam, jumlah natrium dalam cairan rehidrasi juga dikurangi,
sehingga koreksi hipernatremia dapat berlangsung secara perlahan.

28
SYOK

A. Definisi
Syok adalah suatu keadaan serius yang terjadi jika sistem kardiovaskuler (jantung
dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah
yang memadai; syok biasanya berhubungan dengan tekanan darah rendah dan kematian
sel maupun jaringan.

B. Klasifikasi Syok
Syok digolongkan ke dalam beberapa kelompok : (Tjokronegoro, A., dkk, 2003).
1 Syok kardiogenik (berhubungan dengan kelainan jantung)

2 Syok hipovolemik ( akibat penurunan volume darah)

3 Syok anafilaktik (akibat reaksi alergi)

4 Syok septik (berhubungan dengan infeksi)

5 Syok neurogenik (akibat kerusakan pada sistem saraf).

Gangguan Hemodinamika

SYOK Pe Perfusi Tubuh melakukan


ke jaringan
kompensasi

AUTOREGULASI Pe Discharge

Symphato-
adrenal
Kemampuan organ-organ vital

29
Vasokonstriksi Arteriole
(Otak, Jantung, Ginjal)
Pe Tekanan Darah
Tujuan : Agar aliran darah tetap baik
( meskipun terjadi pe Tekanan Darah )

Terjadi Arteriosklerosis
(Pada kulit, otot skelet, dll)

* Proses tersebut berlanjut :


- Terjadi Hemokonsentrasi Viskositas darah Agregasi Eritrosit + Trombosit

Anoxia

Infark Jaringan
- Terdapat fibrin intravaskuler Aktivasi fibrinolisis Bleeding Diathesis
* Proses koagulasi intravaskuler ini bisa terjadi di semua jaringan tetapi yang mudah terkena
adalah organ : Paru-paru, Liver dan Ginjal

Pelepasan Zat-zat Vasoaktif


A. Syok Melepaskan zat-zat vasoaktif antara lain :
- Katekolamin
- Histamin
- Plasmakinin
- Prostaglandin
- Angiotensin I
B. Syok + Cardiac output yang normal/tinggi (Syok Septik) Melepaskan zat-zat
vasoaktif, antara lain :
- Plasmakinin
- Histamin Peningkatan permeabilitas kapiler
- Prostaglandin E
Vasodilatasi

30
+
Transudasi IVF
C. Syok Perdarahan Peningkatan tekanan perifer Zat-zat vasoaktif a.l :
- Katekolamin
- Angiotensin

Syok Anafilaktik

Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase :

a. Fase Sensitisasi Yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai


diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Alergen yang
masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di tangkap oleh Makrofag.
Makrofag segera mempresen-tasikan antigen tersebut kepada Limfosit T, dimana ia akan
mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi
sel Plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi Immunoglobulin E (Ig E) spesifik untuk
antigen tersebut. Ig E ini kemudian terikat pada receptor permukaan sel Mast (Mastosit)
dan basofil.

b. Fase Aktivasi Yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang
sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan
reaksi pada paparan ulang . Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam
tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya
reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin,
bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan istilah
Preformed mediators. Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari
membran sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan Prostaglandin (PG) yang
terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut Newly formed mediators.

c. Fase Efektor Adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai
efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada
organ organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan

31
permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mukus dan
vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan Bradikinin
menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek
bronchospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi
trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin
yang dihasilkan menyebabkan bronchokonstriksi, demikian juga dengan Leukotrien.

KLASIFIKASI, TANDA DAN GEJALA SYOK


Menurut Weil dan Shubin, ada beberapa macam syok yang cukup sederhana dan mudah
dipahami. Ada empat (4) kategori syok, tujuan dari pembagian ini adalah untuk mempermudah
diagnosa hemodinamiknya sehingga terapi yang tepat dapat dilakukan sebelum diagnosa klinis
dapat ditegakkan.
Klasifikasi syok tersebut antara lain sebagai berikut :
a Syok hipovolemik kehilangan cairan/plasma (karena luka bakar, gagal ginjal, diare,
muntah), kehilangan darah (sebelum atau sesudah operasi).
b Syok kardiogenik syok yang disebabkan kegagalan jantung, metabolisme miokard.
Apabila lebih dari 40% miokard ventrikel mengalami gangguan, maka akan tampak
gangguan fungsi vital dan kolaps kardiovaskular.
c Syok distributif terjadinya gangguan distribusi aliran darah (pada seseorang yang sehat
mendadak timbul demam tinggi dan keadaan umum memburuk setelah dilakukan tindakan
instrumentasi atau prosedur invasif).
d Syok obstruktif terjadinya gangguan anatomis dari aliran darah berupa hambatan aliran
darah.
e Syok lainnya syok yang terjadi karena faktor lainnya, seperti : Reaksi anafilaksis,
hipoglikemia, kelebihan dosis obat, emboli paru, tamponade jantung, dll.
Berdasarkan tanda-tanda klinis dari beberapa jenis syok tersebut dapat dibuat suatu
tabel untuk memudahkan penentuan jenis syok.

Tanda-tanda syok sesuai jenis syok


Syok Hipovolemik Syok Kardiogenik Syok Distributif
Tekanan darah
Nadi /

32
CVP
Cardiac Indeks / /
Urine
Respons thd Cairan
PaO2
Arterio-venous O2-diff
Laktat

a Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik adalah syok yang terjadi akibat berkurangnya atau penurunan
volume cairan dalam tubuh. Jenis syok ini adalah yang paling sering ditemui pada penderita.
Penyebab primernya adalah defisit volume IVF sehingga perfusi jaringan menurun. Cairan
yang hilang bisa bermacam-macam, seperti :
- Darah, misalnya pada perdarahan, hematoma
- Plasma, misalnya pada kasus luka bakar, keradangan
- Elektrolit ( air), seperti pada gastroentritis, ileus.
Kehilangan cairan intravaskuler bisa berupa eksogen atau endogen. Pada
kehilangan cairan yang eksogen cairan betul-betul keluar dari jaringan tubuh seperti pada
perdarahan atau kasus luka bakar. Sedangkan pada kehilangan cairan endogen maka cairan
betul-betul telah keluar dari intravaskuler tetapi masih dalam jaringan atau rongga tubuh
namun belum keluar dari tubuh sendiri.
Penyebab syok hipovolemik yang paling umum adalah perdarahan mukosa
saluran cerna dan trauma berat. Penyebab perdarahan yang terselubung adalah trauma
abdomen dengan ruptur aneurisma aorta, ruptur limpa atau ileus obstruksi dan peritonitis.
Syok hipovolemik ditandai oleh :
- Penurunan volume cairan intra vaskuler
- Penurunan tekanan vena sentral
- Hipotensi arterial
- Peningkatan tahanan vaskular sistemik
- Respon jantung berupa : takikardia
Gejala-gejala syok sesuai jumlah darah yang hilang
Kehilangan
(% blood volume) Syok Gejala

33
15% --- ---
15-25 % Ringan Nadi naik sedikit
Tensi turun sedikit
25-30 % Sedang N = 100 - 120
T = 90 100
Vasokonstriksi-Pucat-Oliguria
>30% Berat N > 120
T < 60 / lebih rendah
Vasokonstriksi hebat-Anuria

Terapi Syok Hipovolemik :


a. Letakkan pasien pada posisi terlentang
b. Berikan oksigen sebanyak 5-10 L/menit dengan kanula nasal atau sungkup muka
c. Lakukan kanulasi vena tepi dengan kateter no. 16 atau 14 perkutanius atau vena seksi. Kalau
perlu jumlah kanulasi vena 2-3 tergantung pada tingkat kegawatan syok.
d. Beri infus dengan cairan kristaloid atau koloid. Tujuan utama terapi adalah memulihkan
curah jantung dan perfusi jaringan secepat mungkin.

b Syok Kardiogenik
Pada syok kardiogenik secara primer yang terganggu adalah fungsi jantung
sebagai pemompa darah (Pump failure). Menurut Maclean syok kardiogenik merupakan
suatu aliran darah ke organ vital yang tidak mencukupi disebabkan karena cardiac output
yang kurang meskipun cardiac filling pressure normal.
Penyebab terjadinya syok kardiogenik dapat dikelompokkan sebagai berikut :
- Disfungsi miokardium (gagal pompa), terutama karena komplikasi infark myokard akut
(IMA).
- Pengisian diastolik ventrikel yang tidak adekuat, antara lain takiaritmia, tamponade
jantung, pneumotoraks akibat tekanan, emboli paru, dan infark ventrikel kanan.
- Curah jantung yang tidak adekuat antara lain bradiaritmia, regurgitasi mitral atau ruptur
septum interventrikularis.
Tanda yang terdapat pada syok kardiogenik adalah :
- Penurunan tekanan darah
- Nadi yang lambat atau cepat atau tidak beraturan

34
- Peningkatan CVP
- Penurunan produksi urine
- Penurunan cardiac indeks
- PaO2 Menurun
- Produksi laktat meningkat

Terapi Syok Kardiogenik :


a. Secepat mungkin pasien dikirim ke unit terapi intensif karena pasien membutuhkan berbagai
penatalaksanaan yang invasif, antara lain ; kateterisasi arteri pulmonalis, arteri perifer dan
pemasangan pompa balon intra aorta.
b. Ururan tindakan pertolongan di UGD :
* Letakkan pasien pada posisi terlentang, kecuali bila terdapat oedem paru berat.
* Berikan oksigen sebanyak 5-10 L/menit dengan kanula nasal atau sungkup muka dan
ambil darah arteri untuk AGD. Intubasi trakea perlu dipertimbangkan bila terdapat
asidosis pernafasan dan hipoksia berat.
* Lakukan kanulasi tepi vena dengan kateter No. 20 dan berikan infus dekstrosa 5%
perlahan-lahan.
* Keluarkan darah vena untuk pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, ureum, kreatinin, dan
enzim-enzim jantung seperti CPK, LDH, SGOT.
* Buat rekama EKG dan monitor irama jantung.
* Berikan Natrium bikarbonat 1-2 ampul (44 mEq/ampul) I.V perlahan-lahan untuk
mengoreksi asidosis metabolik (lebih 5 menit) dan mempertahankan pH darah diatas 7,2.
periksa kembali AGD.
* Bila klinis maupun radiologis tidak menunjukkan oedem paru, berikan cairan garam
fisiologis 100ml perlahan-lahan untuk mengoreksi hipovolemia (> 5menit).

c Syok Distributif
Merupakan gangguan distribusi aliran darah. Ada beberapa tahapan :
- Pada stadium dini dari bakteriemia, cardiac output meningkat namun terdapat tanda-tanda
penurunan ekstraksi oksigen. Pada tahap ini terdapat Low Resistance Defect (tahap

35
hiperdinamik/warm shock). Pada keadaan ini kecepatan aliran darah meningkat sehingga
waktu sirkulasi menurun.
- Pada tahap lanjut, setelah pelepasan endotoksin terjadi tahap High Resistance Defect
(tahap hipodinamik/cold shock). Pada keadaan ini cardiac output menurun, tahanan
arterial perifer meningkat, sehingga kecepatan aliran darah menurun dan waktu sirkulasi
menjadi meningkat. Pemberian cairan dalam jumlah banyak biasanya gagal, karena
pengembangan dari system kapasitansi dan sekuestrasi cairan.
d Syok Obstruktif
Pada syok obstruktif ini didapatkan adanya gangguan anatomis dari aliran darah
berupa hambatan aliran darah.
Biasanya penyebab dari syok jenis ini adalah :
- Kompresi vena cava
- Tamponade
- Ball valve trombus
- Emboli paru

e Syok lainnya
Yang termasuk pada jenis syok ini :
1 Syok Anafilaktik
2 Syok Septik
3 Syok Neurogenik

1 Syok Anafilaktik

Syok anafilaktik adalah reaksi anafilaksis yang disertai hipotensi dengan atau
tanpa penurunan kesadaran. Anafilaksis adalah reaksi alergi umum dengan efek pada
beberapa sistem organ terutama kardiovaskular, respirasi, kutan dan gastro intestinal yang
merupakan reaksi imunologis yang didahului dengan terpaparnya alergen yang sebelumnya
sudah tersensitisasi.

Reaksi Anafilaktoid adalah suatu reaksi anafilaksis yang terjadi tanpa melibatkan
antigen-antibodi kompleks. Karena kemiripan gejala dan tanda biasanya diterapi sebagai

36
anafilaksis. Anafilaksis dikelompokkan dalam hipersensitivitas tipe 1 atau reaksi tipe segera
(Immediate type reaction).

Penatalaksanaan dan Management syok anafilaktik

Hentikan obat/identifikasi obat yang diduga menyebabkan reaksi anafilaksis

Torniquet, pasang torniquet di bagian proksimal daerah masuknya obat atau sengatan
hewan longgarkan 1-2 menit tiap 10 menit.

Posisi, tidurkan dengan posisi Trandelenberg, kaki lebih tinggi dari kepala (posisi shock)
dengan alas keras.

Bebaskan airway, bila obstruksi intubasi-cricotyrotomi-tracheostomi

Berikan oksigen, melalui hidung atau mulut 5-10 liter /menit bila tidak bia persiapkandari
mulut kemulut

Pasang cathether intra vena (infus) dengan cairan elektrolit seimbang atau Nacl fisiologis,
0,5-1liter dalam 30 menit (dosis dewasa) monitoring dengan Tensi dan produksi urine
Pertahankan tekanan darah sistole >100mmHg diberikan 2-3L/m2 luas tubuh /24 jam
Bila< 100mmHg beri Vasopressor (Dopamin) Tensi tak terukur 20 cc/kg ,Apabila sistole
< 100 mmHg 500 cc/1/2 jam dan apabila sistole > 100 mmHg 500 cc/ 1 Jam

Bila perlu pasang CVP

Medikamentosa

a Adrenalin 1:1000, 0,3 0,5 ml SC/IM lengan atas , paha, sekitar lesi pada venom .Dapat
diulang 2-3 x dengan selang waktu 15-30 menit, Pemberian IV pada stadium terminal /
pemberian dengan dosis1 ml gagal , 1:1000 dilarutkan dalam 9 ml garam faali diberikan 1-2
ml selama 5-20 menit (anak 0,1 cc/kg BB).

37
b Diphenhidramin IV pelan (+ 20 detik ) ,IM atau PO (1-2 mg/kg BB) sampai 50 mg dosis
tunggal, PO dapat dilanjutkan tiap 6 jam selama 48 jam bila tetap sesak + hipotensi segera
rujuk, (anak :1-2 mg /kgBB/ IV) maximal 200mg IV.

c Aminophilin, bila ada spasme bronchus beri 4-6 mg/ kg BB dilarutkan dalam 10 ml garam
faali atau D5, IV selama 20 menit dilanjutkan 0,2 1,2 mg/kg/jam.

d Corticosteroid 5-20 mg/kg BB dilanjutkan 2-5 mg/kg selama 4-6 jam, pemberian selama 72
jam .Hidrocortison IV, beri cimetidin 300mg setelah 3-5 menit.

2 Syok Septik
Pada umumnya penyebab syok septik adalah infeksi kuman gram negatif yang
berada dalam darah (endotoksin). Jamur dan jenis bakteri lain juga dapat menjadi penyebab
septisemia.
Ada beberapa faktor predisposisi terjadinya syok septik antara lain : trauma,
diabetes, leukemia, granulositopenia berat, penyakit saluran kemih, terapi kortikosteroid,
immunosupresan, atau radiasi. Faktor pencetus yang umum meliputi tindakan bedah,
manipulasi saluran kemih, saluran empedu atau ginekologi.
Syok septik dapat menimbulkan adanya penimbunan cairan di sirkulasi mikro,
pembentukan pintasan arterio-venous dan penurunan tahapan vaskular sistemik, kebocoran
kapiler secara menyeluruh, depresi fungsi miokard, semua hal tersebut diatas menyebabkan
terjadinya syok septik yang ditandai dengan :
- Hipovolemia
- Hipotensi

Penatalaksanaan Syok septik :


a. Tindakan Medis
- Terapi Cairan
Cairan parenteral yang sering digunakan pada awal terapi syok septik adalah larutan
garam berimbang. Terapi cairan bergantung pada hasil pengukuran hemodinamik
(tensi, nadi, dan diuresis) dan keadaan umum.
- Obat-obat inotropik

38
Dopamin harus segera diberikan apabila resusitasi cairan tidak memperoleh
perbaikan.
- Terapi antibiotika
Sebaiknya terapi antibiotik disesuaikan dengan hasil kultur dan resistensi. Hal ini
mungkin tidak dapat dilakukan pada keadaan darurat karena pemeriksaan tersebut
membutuhkan waktu yang cukup lama. Sebagai patokan terapi antibiotik empiris
dapat dilihat pada tabel.

b. Tindakan Bedah
Jaringan nekotik, abses harus segera dieksisi, dievakuasi dan dipasang drainase. Terapi
cairan dan antibiotik tidak banyak menolong bila sumber infeksi belum disingkirkan.
Hal ini sangat penting pada abses intra abdomen sumbatan empedu dengan kolangitis
yang segera membutuhkan pembedahan akut.
c. Tindakan Lain
- Terapi kortikosteroid masih kontroversi, hanya merupakan ajuvan terhadap
terapi suportif dan antibiotik
- Terapi heparin untuk syok septik dengan komplikasi koagulasi intravaskular
tersebar (DIC) dan perdarahan yang bermakna
- Terapi naloxon dapat memulihkan hipotensi pada syok septik

3 Syok Neurogenik
Syok jenis ini terjadi karena kegagalan pusat vasomotor sehingga terjadi hipotensi
dan penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance vessels). Syok neurogenik ini
sangat jarang terjadi. Penyebab utamanya adalah trauma medulla spinalis dengan
quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).
Syok neurogenik menyebabkan terjadinya kegagalan pusat pengaturan vasomotor,
sehingga terjadi iskemia jaringan menyeluruh kemudian terjadi hipotensi dan menimbulkan
gejala syok.

Derajat Syok

39
Menentukan derajat syok :

1.Syok Ringan
Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti kulit, lemak, otot rangka, dan
tulang. Jaringan ini relatif dapat hidup lebih lama dengan perfusi rendah, tanpa adanya
perubahan jaringan yang menetap (irreversible). Kesadaran tidak terganggu, produksi urin
normal atau hanya sedikit menurun, asidosis metabolik tidak ada atau ringan.

2.Syok Sedang
Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus, ginjal). Organ-organ ini tidak
dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti pada lemak, kulit dan otot. Pada keadaan ini
terdapat oliguri (urin kurang dari 0,5 mg/kg/jam) dan asidosis metabolik. Akan tetapi kesadaran
relatif masih baik.

3.Syok Berat
Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi syok beraksi untuk
menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada syok lanjut terjadi vasokontriksi di semua
pembuluh darah lain. Terjadi oliguri dan asidosis berat, gangguan kesadaran dan tanda-tanda
hipoksia jantung (EKG abnormal, curah jantung menurun).

PENANGANAN, PENYULIT DAN PROGNOSA SYOK

PENANGANAN SYOK
Pada dasarnya penanganan syok ditujukan untuk hal-hal di bawah ini antara lain
sebagai berikut :
- Stabilisasi fungsi-fungsi vital
- Identifikasi dan koreksi gangguan hemodinsmik dan metabolik
- Identifikasi dan koreksi penyakit penyebab dan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
syok.
Meskipun penyebab primer dari syok tersebut berlainan, tetapi dalam perjalanannya
tanda-tanda jenis syok yang lain dapat timbul. Untuk itulah, terapi syok pada umumnya sama

40
namun porsinya yang mungkin berbeda. Misalnya pada Syok Kardiogenik, maka disini yang
dipentingkan adalah obat-obat vasoaktif disamping pemberian cairan dan obat-obat yang lainnya.
Pada tabel di bawah ini dapat dilihat cara penanganan Syok sesuai dengan jenis dan
macamnya.
Penanganan syok sesuai dengan jenisnya.
Tindakan Hipovolemik Kardiogenik Septik
Jalan nafas dan ventilasi ++ ++ ++
Kontrol perdarahan ++ 0 0
Kontrol nyeri dan cemas ++ ++ ++
++ ++ ++
Oksigen
++ ++ ++
Jaga suhu tuhuh normal ++ ++ ++
Pengembalian & jaga BV
Koreksi Asidosis dan cegah Alkalosis ++ ++ ++
Kristaloid ++ +- +
Plasma ekspander +- +- +-
Darah (whole blood) + + 0 +-
Obat inotropik +- ++ +
+- +- +-
Vasodilator
+- +- ++
Antibiotika +- +- ++
Steroid
Keterangan :
+ + : Utama
+ : Umumnya diperlukan
0 : Tidak ada indikasi dan tidak diperlukan
Urutan penanganan syok akan diuraikan di bawah ini :
1. Mengatasi gangguan pernafasan
* Pastikan bahwa jalan nafas terbuka, kalau masih ada hambatan jalan nafas, pasang
intubasi atau beri nafas buatan dengan respirator
* Berikan oksigen dengan aliran 10-15 L/menit

2. Pemberian cairan
* Hipovolemik adalah penyebab tersering syok, dan dapat juga merupakan penyulit dari
syok lainnya perlu pemberian cairan
* Pada syok hipovolemik krn perdarahan lakukan pemasangan saluran intra vena
dengan jarum besar (no. 14 atau 16) bila vena kolaps, sulit terpasang pasang pada

41
V. Jugularis externa (posisi trendelenberg) atau venaseksi segera bolus RL 20-40
mL/kgBB grojok
* Pada anak-anak berikan bolus RL 20 mL/kgBB dalam 30 menit (kalau belum baik,
berikan bolus kedua dalam jumlah dan waktu yang sama) belum membaik, harus
transfusi darah dengan golongan yang sesuai.
* Bila keadaan membaik (TD me, Nadi me, Denyut nadi menguat, Perfusi perifer
membaik, Urine me) bila Hb > 8 gr% observasi vital sign
bila Hb < 8 gr% berikan transfusi perlahan-lahan
* Sementara itu berikan cairan maintenance 50 mL/kgBB (sambil menegakkan diagnosa
penyebab).
* Pada syok jenis lain (bila kita ragu volume cairan intravaskuler) pasang CVP dan
dilakukan Fluid Challenge Test.
* Bila dengan semua yang disebutkan diatas, kegagalan perfusi tetap tidak membaik
berikan obat-obatan vasoaktif (inotropik dan vasodilator).

3. Pemberian obat golongan vasoaktif


Obat-obatan yang dimaksudkan disini adalah :
a Obat golongan inotropik diberikan untuk menaikkan kontraktilitas miokard sehingga
diharapkan CO dapat me, obat yang termasuk golongan ini adalah :
- Digitalis efektif dalam mengatasi syok pada penderita dengan penyakit valvuler
dan kardiomiopati
- Dopamin (dosis 3-10 mikrogram/kgBB/menit)
- Dobutamin (dosis 5-10 mikrogram/kgBB/menit)
* Dopamin dan Dobutamin banyak
dipakai karena efeknya cepat dan
mudah dikontrol karena dapat
diberikan dengan drip / pompa infus
* Dopamin dosis rendah (3-5
mikrogram/kgBB/menit) me RBF
prod. urine

42
b Obat golongan vasodilator bekerja langsung menghilangkan vasokonstriksi pre dan
post kapiler dan memperbaiki kemampuan miokard dengan cara menurunkan tahanan
perifer (afterload dan preload), sehingga memperbaiki supply O2 dan menurunkan
kebutuhan O2 miokard, yang termasuk obat golongan ini :
- Nitrogliserin
- Sodium nitroprusid (dosis 0,5-1,0 mikrogram/kgBB/menit)
Pemberiannya harus dengan drip atau pompa infus dan diberikan
dengan sangat hati-hati, dengan monitor tensi arteriol.
Bila diberikan terlalu cepat justru menyebabkan syok berat (karena
vasodilatasi ysang hebat).

4. Pemberian antibiotika
- Antibiotika ini diberikan terutama pada syok yang disebabkan karena invasi bakteri (pada
syok septik).
- Secara idealnya, pemberian antibiotika hendaknya diberikan sesuai dengan hasil
pembiakan kuman dan kepekaannya, namun perlu waktu yang cukup lama.

5. Pemberian Steroid
- Pemberian Steroid ini masih dianggap kontroversial
- Dapat diberikan metilprednisolon 30 mg/kg BB, dan dapat diulangi setelah 4-6 jam. Bila
tidak ada perbaikan maka tidak perlu dilanjutkan, karena tidak berguna.

6. Tindakan operatif
- Tindakan operatif untuk mengatasi syok harus dilakukan secepatnya setelah
hemodinamika penderita dapat dikuasai, hal ini sangat penting karena anestesi yang akan
diperlukan untuk pembedahan dapat menyebabkan gangguan hemodinamika pada
penderita.

7. Nutrisi parenteral
- Diberikan sejumlah kalori yang cukup biasanya > 50 kcal/kg BB per 24 jam untuk
mencegah katabolisme yang akan memperjelek keadaan penderita

43
- Cairan diberikan melalui kateter vena sentral.

PENYULIT SYOK
Pada stadium lanjut syok menyebabkan kegagalan fungsi pada beberapa organ
multiple organ failure. Dapat terjadi keadaan yang disebut shock lung, shock kidney, shock
liver dan sebagainya, bila demikian keadaannya atau kondisinya maka kemungkinan hidup
penderita adalah minimal.

PROGNOSA SYOK
- Syok perlu didiagnosa dan diterapi secara dini, makin dini diketahui dan diberikan terapinya
maka makin baik prognosanya.
- Kemungkinan untuk selamat dari penderita syok dapat diketahui dengan mengukur kadar
laktat darah (konsentrasi laktat dalam darah meningkat > 2 mMol/L), jika konsentrasi laktat
naik sampai 3 mMol/L maka kemungkinan untuk selamat turun dari 90% menjadi 10%.

DAFTAR PUSTAKA

Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. Handbook of clinical anesthesia. 5th ed. Philadelphia:
Lippincot williams and wilkins; 2006: 74-97.
Diktat Kuliah Ilmu Pengantar Anestesiologi, Penerbit : Sie Bursa Senat Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Edisi ke-I, 1994.

Diktat Kuliah Ilmu Pengantar Anestesiologi, Penerbit : Sie Bursa Senat Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Edisi ke-II, 1994.

Dr. Husein Alatas. Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak, 1985, Jakarta, Bagian Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, halaman: 473-480

E. Shannon cooper,1992, Clinic in Laboratory Medicine, Volume 12, Number 4, Philadelphia:


WB Saunders Company, halaman: 655-665

44
Gary, R Strange, William R, Steven L, 2002, Pediatric Emergency Medicine, 2 nd edition. Boston:
Mc Graw Hill, halaman: 527-529

Guyton AC, Hall JE.Textbook of medical physiology. 9th ed. Pennsylvania: W.B.saunders
company; 1997: 375-393
Heitz U, Horne MM. Fluid, electrolyte and acid base balance. 5th ed. Missouri:Elsevier-mosby;
2005.p3-227
Hoffbrand, A.V. Kapita selekta Hematologi; oleh A.V Hoffbrand dan J.E. Pettit; alih bahasa, Iyan
Darmawan. Ed.2.-Jakarta:EGC 1996.

Holte K, Kehlet H. Compensatory fluid administration for preoperative dehydrationdoesit


improve outcome. Acta Anaesthesiol Scand. 2002; 46: 1089-93
Kaswiyan U. Terapi cairan perioperatif. Bagian Anestesiologi dan Reanimasi. Fakultas
Kedokteran Unpad/ RS. Hasan Sadikin. 2000.
Keane PW, Murray PF. Intravenous fluids in minor surgery. Their effect on recovery from
anaesthesia. 1986; 41: 635-7.
Latief AS, dkk. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada pembedahan. Ed.Kedua.
Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI. 2002
Leksana E. Terapi cairan dan elektrolit. Smf/bagian anestesi dan terapi intensif FK Undip:
Semarang; 2004: 1-60.
Lyon Lee. Fluid and Electrolyte Therapy. Oklahoma State University - Center for Veterinary
Health. 2006.
Mayer H, Follin SA. Fluid and electrolyte made incredibly easy. 2nd ed. Pennsylvania:
Springhouse; 2002:3-189.
Muhiman, Muhardi, dkk, Anestesiologi, Staf Pengajar Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif,
Penerbit : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Cetakan Pertama, 1989.

Omoigui, Sota, Buku Saku Obat-obatan Anestesia, Edisi ke-II, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Cetakan Pertama, Tahun 1997.

Palang Merah Indonesia. Pelayanan Transfusi Darah, 2002.


http://www.palangmerah.org/pelayanan transfusi.asp.

45
Pandey CK, Singh RB. Fluid and electrolyte disorders. Indian J.Anaesh.2003;47(5):380-387.
Ramelan S, Gatot D, Transfusi Darah Pada Bayi dan Anak dalam Pendidikan Kedokteran
berkelanjutan (Continuing Medical Education) Pediatrics Updates, 2005, Jakarta, IDAI cabang
Jakarta, halaman: 21-30

Schwartz SI, ed. Principles of surgery companion handbook. 7th ed. New york:McGraw-Hill;
1999:53-70.
Silbernagl F, Lang F. Color atlas of pathophysiology. Stuttgart: Thieme; 2000: 122-3.
Strauss RG, Transfusi Darah dan Komponen Darah, dalam Nelson Ilmu Kesehatan Anak (Nelson
Textbook of Pediatrics), 1996, Jakarta, EGC, volume 2, Edisi 15, halaman: 1727-1732

Sudarmanto B, Mudrik T, AG Sumantri, Transfusi Darah dan Transplantasi dalam Buku Ajar
Hematologi- Onkologi Anak, 2005, Jakarta, Balai Penerbit IDAI, halaman: 217-225

Sudoyo AW, Setiohadi B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Keempat. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006

Sunatrio S. Resusitasi cairan. Jakarta: Media aesculapius;2000:1-58.

46

Vous aimerez peut-être aussi