Vous êtes sur la page 1sur 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angina pectoris adalah suatu sindroma klinis yang ditandai dengan
episode atau paroksisma nyeri atau perasaan tertekan di dada depan, penyebab
diperkirakan berkurangnya aliran darah koroner, menyebabkan suplai oksigen
ke jantung tidak adekuat atau dengan kata lain, suplai kebutuhan jantung
meningkat. Angina biasanya diakibatkan oleh penyakit aterosklerotik dan
hampir selalu berhubungan dengan sumbatan arteri koroner utama (Barbara C
Long, 2006).
Di Indonesia penyakit jantung adalah pembunuh nomor tiga. Jantung
adalah organ tubuh yang bekerja paling kuat. Setiap harinya organ tubuh ini
memompa 16.000 liter darah keseluruh tubuh melalui pembuluh darah
sekitar 90.000 km. Walaupun relative kecil, namun organ ini bekerja dua kali
lebih keras dari pada betis pelari sprint atau otot petinju kelas berat. Tidak ada
otot kecuali otot rahim wanita yang bekerja siang dan malam selama 70 tahun
atau lebih seperti jantung. Berikut ini terdapat beberapa anjuran yang akan
berguna bagi pemeliharaan kesehatan jantung. Namun, yang perlu ditekankan
bahwa dengan mengikuti anjuran-anjuran bukan berati kita akan kebal
terhadap penyakit jantung, sebab sampai sekarang belum ada sesuatupun yang
dapat memberi kekebalan seperti itu (Barbara C. Long, 2006).
Berdasarakan hal tersebut, melalui makalah ini kami akan membahas
hal-hal yang terkait dengan penyakit angina pectoris, untuk menambah
pengetahuan masyarakat terkai dengan penyakit tersebut, baik dari gejala
pencegahan seta pengobatannya.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi jantung?
2. Bagaimana fase kerja dari jantung?
3. Apakah yang dimaksud dengan angina pectoris?
4. Apa saja jenis-jenis angina pectoris?
5. Apakah penanda dari angina pectoris?
6. Bagaimana terapi farmakologi dari angina pectoris?
7. Bagaimana terapi non farmakologi dari angina pectoris?
8. Apakah tujuan terapi dari angina pectoris?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui anatomi dan fisiologi jantung.
2. Megetahui fase kerja dari jantung.
3. Mengetahui yang dimaksud dengan angina pectoris.
4. Menegtahui jenis-jenis angina pectoris.
5. Mengetahui penanda dari angina pectoris.
6. Mengetahui terapi farmakologi dari angina pectoris.
7. Mengetahui terapi non farmakologi dari angina pectoris.
8. Mengetahui tujuan terapi dari angina pectoris.

BAB 2
ISI

2.1 Anatomi dan Fisiologi Jantung


a. Anatomi Jantung

2
Jantung terletak di rongga toraks di antara paru paru. Lokasi ini
dinamakan mediastinum (Scanlon, 2007). Jantung memiliki panjang kira-
kira 12 cm (5 in.), lebar 9 cm (3,5 in.), dan tebal 6 cm (2,5 in.), dengan
massa rata rata 250 g pada wanita dewasa dan 300 g pada pria dewasa.
Dua pertiga massa jantung berada di sebelah kiri dari garis tengah tubuh
(Tortora, 2012). Pangkal jantung berada di bagian paling atas, di belakang
sternum, dan semua pembuluh darah besar masuk dan keluar dari daerah
ini. Apeks jantung yang dibentuk oleh ujung ventrikel kiri menunjuk ke
arah anterior, inferior, dan kiri, serta berada di atas diafragma.
Membran yang membungkus dan melindungi jantung disebut
perikardium. Perikardium menahan posisi jantung agar tetap berada di
dalam mediastinum, namum tetap memberikan cukup kebebasan untuk
kontraksi jantung yang cepat dan kuat. Perikardium terdiri dari dua bagian,
yaitu perikardium fibrosa dan perikardium serosa. Perikardium fibrosa
terdiri dari jaringan ikat yang kuat, padat, dan tidak elastis. Sedangkan
perikardium serosa lebih tipis dan lebih lembut dan membentuk dua lapisan
mengelilingi jantung. Lapisan parietal dari perikardium serosa bergabung
dengan perikardium fibrosa. Lapisan viseral dari perikardium serosa,
disebut juga epikardium, melekat kuat pada permukaan jantung. Di antara
perikardium parietal dan viseral terdapat cairan serosa yang diproduksi oleh
sel perikardial. Cairan perikardial ini berfungsi untuk mengurangi gesekan
antara lapisan lapisan perikardium serosa saar jantung berdenyut. Rongga
yang berisi cairan perikardial disebut sebagai kavitas perikardial.
Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan, yaitu epikardium (lapisan
paling luar), miokardium (lapisan bagian tengah), dan endokardium
(lapisan paling dalam). Seperti yang telah disebutkan di atas, lapisan
epikardium merupakan lapisan viseral perikardium serosa yang disusun
oleh mesotelium dan jaringan ikata lunak, sehingga tekstur permukaan luar
jantung terlihat lunak, dan licin. Miokardium merupakan jaringan otot
jantung yang menyusun hampir 95% dinding jantung. Miokardium
bertanggung jawab untuk pemompaan jantung. Meskipun menyerupai otot

3
rangka, otot jantung ini bekerja involunter seperti otot polos dan seratnya
tersusun melingkari jantung. Lapisan terdalam dinding jantung,
endokardium, merupakan lapisan tipis endotelium yang menutupi lapisan
tipis jaringan ikat dan membungkus katup jantung.
Jantung mempunyai empat ruangan. Dua ruangan penerima di bagian
superior adalah atrium, sedangkan dua ruangan pemompa di bagian inferior
adalah ventrikel. Atrium kanan membentuk batas kanan dari jantung
(Tortora, 2012) dan menerima darah dari vena kava superior di bagian
posterior atas, vena kava inferior, dan sinus koroner di bagian lebih bawah.
Atrium kanan ini memiliki ketebalan sekitar 2 3 mm (0,08 0,12 in.).
Dinding posterior dan anteriornya sangat berbeda, dinding posteriornya
halus, sedangkan dinding anteriornya kasar karena adanya bubungan otot
yang disebut pectinate muscles. Antara atrium kanan dan kiri ada sekat tipis
yang dinamakan septum interatrial. Darah mengalir dari atrium kanan ke
ventrikel kanan melewati suatu katup yang dinamakan katup trikuspid atau
katup atrioventrikular (AV) kanan.
Ventrikel kanan membentuk pemukaan anterior jantung dengan
ketebalan sekitar 4 5 mm (0,16 0,2 in.) dan bagian dalamnya dijumpai
bubungan - bubungan yang dibentuk oleh peninggian serat otot jantung
yang disebut trabeculae carneae. Ventrikel kanan dan ventrikel kiri
dipisahkan oleh septum interventrikular. Darah mengalir dari ventrikel
kanan melewati katup pulmonal ke arteri besar yang dinamakan trunkus
pulmonal. Darah dari trunkus pulmonal kemudian dibawa ke paru paru.
Atrium kiri memiliki ketebalan yang hampir sama dengan atrium kanan dan
membentuk hampir keseluruhan pangkal dari jantung. Darah dari atrium
kiri mengalir ke ventrikel kiri melewati katup bikuspid (mitral) atau katup
AV kiri. Ventrikel kiri merupakan bagian tertebal dari jantung, ketebalan
sekitar 10 15 mm (0,4 0,6 in.) dan membentuk apeks dari jantung. Sama
dengan ventrikel kanan, ventrikel kiri mempunyai trabeculae carneae dan
chordae tendineae yang menempel pada muskulus papilaris. Darah dari
ventrikel kiri ini akan melewati katup aorta ke ascending aorta. Sebagian

4
darah akan mengalir ke arteri koroner dan membawa darah ke dinding
jantung (Tortora, 2012).

Gamabar 1. Jantung potongan melintang/bagian dalam.

Gambar 2. Ruang dan katup jantung.

b. Fisiologi Jantung
Siklus Jantung

5
Siklus jantung terdiri dari periode sistol (kontraksi dan
pengosongan isi) dan diastol (relaksasi dan pengisian jantung). Atrium
dan ventrikel mengalami siklus sistol dan diastol yang terpisah.
Kontraksi terjadi akibat penyebaran eksitasi ke seluruh jantung,
sedangkan relaksasi timbul setelah repolarisasi jantung.
Selama diastol ventrikel dini, atrium juga masih berada dalam
keadaan diastol. Karena aliran masuk darah yang kontinu dari sistem
vena ke dalam atrium, tekanan atrium sedikit melebihi tekanan
ventrikel walaupun kedua bilik tersebut melemas. Karena perbedaan
tekanan ini, katup AV terbuka, dan darah mengalir langsung dari
atrium ke dalam ventrikel selama diastol ventrikel. Akhirnya, volume
ventrikel perlahan lahan meningkat bahkan sebelum atrium
berkontraksi. Pada akhir diastol ventrikel, nodus sinoatrium (SA)
mencapai ambang dan membentuk potensial aksi. Impuls menyebar ke
seluruh atrium dan menimbulkan kontraksi atrium. Setelah eksitasi
atrium, impuls berjalan melalui nodus AV dan sistem penghantar
khusus untuk merangsang ventrikel. Ketika kontraksi ventrikel
dimulai, tekanan ventrikel segera melebihi tekanan atrium. Perbedaan
tekanan yang terbalik inilah yang mendorong katup AV tertutup.
Setelah tekanan ventrikel melebihi tekanan atrium dan katup
AV sudah menutup, tekanan ventrikel harus terus meningkat
(Sherwood, 2001) sampai tekanan tersebut cukup untuk membuka
katup semilunar (aorta dan pulmonal) (Guyton, 2006). Dengan
demikian, terdapat periode waktu singkat antara penutupan katup AV
dan pembukaan katup aorta. Karena semua katup tertutup, tidak ada
darah yang masuk atau keluar dari ventrikel selama waktu ini. Interval
ini disebut sebagai periode kontraksi ventrikel isometrik (Sherwood,
2001). Pada saat tekanan ventrikel kiri melebihi 80 mmHg dan tekanan
ventrikel kanan melebihi 8 mmHg, katup semilunar akan terdorong dan
membuka. Darah segera terpompa keluar dan terjadilah fase ejeksi
ventrikel. Pada akhir sistolik, terjadi relaksasi ventrikel dan penurunan

6
tekanan intraventrikular secara cepat. Peningkatan tekanan di arteri
besar menyebabkan pendorongan darah kembali ke ventrikel sehingga
terjadi penutupan katup semilunar (Guyton, 2006). Tidak ada lagi
darah yang keluar dari ventrikel selama siklus ini, namun katup AV
belum terbuka karena tekanan ventrikel masih lebih tinggi dari tekanan
atrium. Dengan demikian, semua katup sekali lagi tertutup dalam
waktu singkat yang dikenal sebagai relaksasi ventrikel isovolumetrik.

Curah Jantung dan Kontrolnya


Curah jantung (cardiac output) adalah volume darah yang
dipompa oleh tiap tiap ventrikel per menit (bukan jumlah total darah
yang dipompa oleh jantung). Selama satu periode waktu tertentu,
volume darah yang mengalir melalui sirkulasi paru ekivalen dengan
volume darah yang mengalir melalui sirkulasi sistemik. Dengan
demikian, curah jantung dari kedua ventrikel dalam keadaan normal
identik, walaupun apabila diperbandingkan denyut demi denyut, dapat
terjadi variasi minor. Dua faktor penentu curah jantung adalah
kecepatan denyut jantung (denyut per menit) dan volume sekuncup
(volume darah yang dipompa per denyut). Kecepatan denyut jantung
rata rata adalah 70 kali per menit, yang ditentukam oleh irama sinus
SA, sedangkan volume sekuncup rata rata adalah 70 ml per denyut,
sehingga curah jantung rata rata adalah 4.900 ml/menit atau
mendekati 5 liter/menit.
Kecepatan denyut jantung terutama ditentukan oleh pengaruh
otonom pada nodus SA. Nodus SA dalam keadaan normal adalah
pemacu jantung karena memiliki kecepatan depolarisasi spontan
tertinggi. Ketika nodus SA mencapai ambang, terbentuk potensial aksi
yang menyebar ke seluruh jantung dan menginduksi jantung
berkontraksi. Hal ini berlangsung sekitar 70 kali per menit, sehingga
kecepatan denyut rata rata adalah 70 kali per menit. Jantung
dipersarafi oleh kedua divisi sistem saraf otonom, yang dapat

7
memodifikasi kecepatan serta kekuatan kontraksi. Saraf parasimpatis
ke jantung yaitu saraf vagus mempersarafi atrium, terutama nodus SA
dan nodus atrioventrikel (AV). Pengaruh sistem saraf parasimpatis
pada nodus SA adalah menurunkan kecepatan denyut jantung,
sedangkan pengaruhnya ke nodus AV adalah menurunkan eksitabilitas
nodus tersebut dan memperpanjang transmisi impuls ke ventrikel.
Dengan demikian, di bawah pengaruh parasimpatis jantung akan
berdenyut lebih lambat, waktu antara kontraksi atrium dan ventrikel
memanjang, dan kontraksi atrium melemah.
Sebaliknya, sistem saraf simpatis, yamg mengontrol kerja
jantung pada situasi situasi darurat atau sewaktu berolahraga,
mempercepat denyut jantung melalui efeknya pada jaringan pemacu.
Efek utama stimulasi simpatis pada nodus SA adalah meningkatkan
keceptan depolarisasi, sehingga ambang lebih cepat dicapai. Stimulasi
simpatis pada nodus AV mengurangi perlambatan nodus AV dengan
meningkatkan kecepatan penghantaran. Selain itu, stimulasi simpatis
mempercepat penyebaran potensial aksi di seluruh jalur penghantar
khusus. Komponen lain yang menentukan curah jantung adalah
volume sekuncup. Terdapat dua jenis kontrol yang mempengaruhi
volume sekuncup, yaitu kontrol intrinsik yang berkaitan dengan
seberapa banyak aliran balik vena dan kontrol ekstrinsik yang
berkaitan dengan tingkat stimulasi simpatis pada jantung Kedua factor
ini meningkatkan volume sekincu dengan meningkatkan kontraksi otot
jantung. Hubungan langsung antara volume diastolik akhir dan volume
sekuncup membentuk kontrol intrinsik atas volume sekuncup, yang
mengacu pada kemampuan inheren jantung untuk mengubah volume
sekuncup. Semakin besar pengisian saat diastol, semakin besar volume
diastolik akhir dan jantung semakin teregang. Semakin teregang
jantung, semakin meningkat panjang serat otot awal sebelum kontraksi.
Peningkatan panjang menghasilkan gaya yang lebih kuat, sehingga
volume sekuncup menjadi lebih besar. Hubungan antara volume

8
diastolik akhir dan volume sekuncup ini dikenal sebagai hukum Frank-
Starling pada jantung.
Secara sederhana, hukum Frank-Starling menyatakan bahwa
jantung dalam keadaan normal memompa semua darah yang
dikembalikan kepadanya, peningkatan aliran balik vena menyebabkan
peningkatan volume sekuncup. Tingkat pengisian diastolik disebut
sebagai preload, karena merupakan beban kerja yang diberikan ke
jantung sebelum kontraksi mulai. Sedangkan tekanan darah di arteri
yang harus diatasi ventrikel saat berkontraksi disebut sebagai afterload
karena merupakan beban kerja yang ditimpakan ke jantung setelah
kontraksi di mulai. Selain kontrol intrinsik, volume sekuncup juga
menjadi subjek bagi kontrol ekstrinsik oleh faktor faktor yang berasal
dari luar jantung, diantaranya adalah efek saraf simpatis jantung dan
epinefrin (Sherwood, 2001)

2.2 Pengertian Angina Pectoris


Angina pectoris adalah suatu syndrome yang ditandai dengan rasa tidak
enak yang berulang di dada dan daerah lain sekitarnya yang berkaitan yang
disebabkan oleh ischemia miokard tetapi tidak sampai terjadi nekrosis. Rasa
tidak enak tersebut sering kali digambarkan sebagai rasa tertekan, rasa
terjerat, rasa kemeng, rasa terbakar, rasa bengkak dan rasa seperti sakit gigi.
Rasa tidak enak tersebut biasanya berkisar 1 15 menit di daerah retrosternal,
tetapi dapat juga menjalar ke rahang, leher, bahu, punggung dan lengan kiri.
Walaupun jarang, kadang-kadang juga menjalar ke lengan kanan. Kadang-
kadang keluhannya dapat berupa cepat capai, sesak nafas pada saat aktivitas
yang disebabkan oleh gangguan fungsi akibat ischemia miokard (Sjaifoelah
Noor, 2010).
Angina pectoris adalah suatu sindroma klinis yang ditandai dengan
episode atau paroksisma nyeri atau perasaan tertekan didada depan, penyebab
diperkirakan berkurangnya aliran darah koroner, menyebabkan suplai oksigen
kejantung tidak adekuat atau dengan kata lain suplai kebutuhan jantung

9
meningkat. Angina biasanya diakibatkan oleh penyakit aterosklerotik dan
hampir selalu berhubungan dengan sumbatan arteri koroner utama (Smaltzer,
2006).
Tejadinya serangan angina menunjukan adanya iskemia. Iskemia yang
terjadi pada angina terbatas pada durasi serangan tidak menyebabkan
kerusakan permanen jaringan meokardium. Namun angina merupakan hal
yang mengancam kehidupan dan dapat menyebabkan disritmia atau
bekembang menjadi infark meokardium (Udjianti, 2010).

2.3 Jenis Angina Pectoris


Menurut Kumar (2007) klasifikasi angina pectoris adalah :
1. Angina pektoris stabil kronis / tipikal : Mengacu pada nyeri dada episodik
saat pasien berolahraga atau mengalami bentuk stress lainnya. Angina
pektoris stabil biasanya disebabkan oleh penyempitan ateroskelrotik tetap
(biasanya 75% atau lebih) satu atau lebih arteri koronaria.
2. Angina varian (Prinzmeta l): Rasa tidak enak pada dada, terjadi pada saat
istirahat atau membangunkan pasien tidur. Angina varian disebabkan oleh
spasme fokal dari koronaria epikardial yang proksimal. Terdapat obstruksi
arteri koronaria arterosklerotik dalam kasus vasospasme terjadi dekat lesi
stenotik.
3. Angina pektoris tidak stabil : Angina pektoris tidak stabil dapat dicetuskan
oleh suatu keadaan ekstrinsik terhadap lapisan vaskular koroner yang
memperhebat iskemia miokardial, seperti anemi, demam, infeksi
takiaritmia, stres emosional atau hipoksemi, dan dapat juga setelah infark
miokardial spasme segmental disekitar bercak (plaque arterosklerotik)
juga dapat memainkan suatu peranan dalam perkembangan angina yang
tidak stabil. Pasien dapat dikatakan Angina pektoris tidak stabil :
a. Pasien dengan angina yang baru mulai (< 2 bulan) yang hebat atau
sering (> atau = 3 episoda tiap hari).
b. Pasien dengan angina dipercepat : angina stabil kronis yang
mengembangkan angina secara nyata lebih sering, hebat, dan
berkepanjangan.

10
2.4 Penanda Angina Pectoris
Dokter biasanya dapat mendiagnosis angina pektoris berdasarkan gejala
pasien dan faktor-faktor pencetus . Namun , pengujian diagnosti lainnya
sering diperlukan untuk mengkonfirmasi atau menyingkirkan angina , atau
untuk menentukan tingkat keparahan penyakit jantung yang mendasari.
a. Elektrokardiogram ( EKG )
Adalah test yang mencatat impuls listrik dari jantung . Grafik yang
dihasilkan dari aktivitas listrik dapat menunjukan jika otot jantung tidak
berfungsi dengan baik sebagai akibat dari kekurangan oksigen .
Elektrocardiogram juga berguna dalam menyelidiki kemungkinan
abnormalitas jantung.
b. Stress test
Bagi banyak orang dengan angina , hasi elektrocardiogram saat istirahat
tidak akan menunjukan adanya kelainan . Karena gejala angina terjadi
selama stress ( latihan fisik ) , fungsi jantung mungkin perlu di evaluasi
dibawah tekanan fisik dari latihan . Tes stress dilakukan bersamaan
dengan EKG sebelum, selama , setelah latihan untuk mencari kelainan
terkait stress (latihan fisik) . Tekanan darah juga diukur selama uji stress .
c. Angiogram
Angiogram yang pada dasarnya sinar x dari arteri koroner , telh
menjadi test diagnostik yang paling akurat untu menunjukan keberadaan
dan luasnya penyakit koroner . Dalam prosedur ini digunakan tabung
fleksible ( kateter ) yang panjang dan tipis untuk melakukan manuver
kedalam arteri yang terletak di lengan atau pangkal paha , kateter ini akan
dilewatkan lebih lanjut melalui arteri ke salah satu dari dua arteri koroner
utama. Sebuah pewarna disuntikan pada waktu itu untuk membantu sinar
x melihat jantung dan arteri lebih jelas . Banyak sinar x singkat dibuat
untuk menciptakan sebuah film yang mungkin dapat menyebabkan
penurunan alirah darah ke otot jantung dan gejala terkait angina .

2.5 Terapi Angina Pectoris Secara Farmakologi


a. Macam-Macam Anti Angina

11
Nitrat
Nitrat meningkatkan pemberian D2 miokard dengan dialatasi arteri
epikardial tanpa mempengaruhi, resistensi arteriol arteri intramiokard.
Dilatasi terjadi pada arteri yang normal maupun yang abnormal juga
pada pembuluh darah kolateral sehingga memperbaiki aliran darah
pada daerah isomik. Toleransi sering timbul pada pemberian oral atau
bentuk lain dari nitrat long-acting termasuk pemberian topikal atau
transdermal. Toleransi adalah suatu keadaan yang memerlukan
peningkatan dosis nitrat untuk merangsang efek hemodinamik atau
anti-angina. Nitrat yang short-acting seperti gliseril trinitrat
kemampuannya terbatas dan harus dipergunakan lebih sering.
Sublingual dan jenis semprot oral reaksinya lebih cepat sedangkan
jenis buccal mencegah angina lebih dari 5 jam tanpa timbul toleransi.
Contoh nitat yang sering dipakai adalah nitroglycerin.
Beta- Bloker
Beta Bloker tetap merupakan pengobatan utama karena pada
sebagian besar penderita akan mengurangi keluhan angina. Kerjanya
mengurangi denyut jantung, kontasi miokard, tekanan arterial dan
pemakaian O2. Beta Bloker lebih jarang dipilih diantara jenis obat lain
walaupun dosis pemberian hanya sekali sehari. Efek samping jarang
ditemukan akan tetapi tidak boleh diberikan pada penderita dengan
riwayat bronkospasme, bradikardi dan gagal jantung. Obat-obatan ini
menrunkan beban kerja jantung. Bisa juga digunakan untuk
mengurangi nyeri dada atau ketidaknyamanan dan juga mencegah
serangan jantung tambahan. Beta bloker juga bisa digunakan untuk
memperbaiki aritmia. Terdapat dua jenis yaitu cardioselective
(metoprolol, atenolol, dan acebutol) dan noncardioselective
(propanolol, pindolol, dan nadolol)
Ca-antagonis
Kerjanya mengurangi beban jantung dan menghilangkan spasma
koroner, Nifedipin dapat mengurangi frekuensi serangan anti-angina,

12
memperkuat efek nitrat oral dan memperbaiki toleransi exercise.
Merupakan pilihan obat tambahan yang bermanfaat terutama bila
dikombinasi dengan beta-bloker sangat efektif karena dapat
mengurangi efek samping beta bloker. Efek anti angina lebih baik pada
pemberian nifedipin ditambah dengan separuh dosis beta-bloker
daripada pemberian beta-bloker saja. Jadi pada permulaan pengobatan
angina dapat diberikan beta-bloker di samping sublingual gliseril
trinitrat dan baru pada tingkat lanjut dapat ditambahkan nifedipin. Atau
kemungkinan lain sebagai pengganti beta-bloker dapat diberi dilti
azem suatu jenis caantagonis yang tidak merangsang tahikardi. Bila
dengan pengobatan ini masih ada keluhan angina maka penderita harus
direncanakan untuk terapi bedah koroner. Pengobatan pada angina
tidak stabil prinsipnya sama tetapi penderita harus dirawat di rumah
sakit. Biasanya keluhan akan berkurang bila ca-antagonis ditambah
pada beta-bloker akan tetapi dosis harus disesuaikan untuk mencegah
hipertensi. Sebagian penderita sengan pengobatan ini akan stabil tetapi
bila keluhan menetap perlu dilakukan test exercise dan arteriografi
koroner. Sebagian penderita lainnya dengan risiko tinggi harus diberi
nitrat i.v dan nifedipin harus dihentikan bila tekanan darah turun.
Biasanya kelompok ini harus segera dilakukan arteriografi koroner
untuk kemudian dilakukan bedah pintas koroner atau angioplasti.
Antipletelet, trombolitik dan antikoagulan
Segi lain dari pengobatan angina adalah pemberian antipletelet dan
antikoagulan. Cairns dkk 1985 melakukan penelitian terhadap
penderita angina tak stabil selama lebih dari 2 tahun, ternyata aspirin
dapat menurunkan mortalitas dan insidens infark miokard yang tidak
fatal pada penderita angina tidak stabil. Pemberian heparin i.v juga
efeknya sama dan sering diberikan daripada aspirin untuk jangka
pendek dengan tujuan menstabilkan keadaan penderita sebelum
arteriografi. Obat-obatan trombolitik ini ditujukan untuk memperbaiki
kembali airan darah pembuluh darah koroner, sehingga referfusi dapat

13
mencegah kerusakan miokard lebih lanjut. Obat-obatan ini digunakan
untuk melarutkan bekuan darah yang menyumbat arteri koroner. Waktu
paling efektive pemberiannya adalah 1 jam stelah timbul gejal pertama
dan tidak boleh lebih dari 12 am pasca serangan. Selain itu tidak boleh
diberikan pada pasien diatas 75 tahun Contoh obatnya adalah
streptokinase

2.6 Terapi Angina Pektoris Secara Non-Farmakologis


Ada berbagai cara lain yang diperlukan untuk menurunkan kebutuhan
oksigen jantung antara lain : pasien harus berhenti merokok, karena
merokok mengakibatkan takikardia dan naiknya tekanan darah, sehingga
memaksa jantung bekerja keras. Orang obesitas dianjurkan menurunkan
berat badan untuk mengurangi kerja jantung. Mengurangi stress untuk
menurunkan kadar adrenalin yang dapat menimbulkan vasokontriksi
pembulu darah. Pengontrolan gula darah. Penggunaan kontra sepsi dan
kepribadian seperti sangat kompetitif, agresif atau ambisius.

2.7 Tujuan Terapi


Tujuan terapi pada angina pektoris stabil adalah memperbaiki prognosis
dan mencegah infark miokardium dan kematian serta mengurangi atau
menghilangkan gejala. Manajemen umumnya berupa pengendalian faktor
risiko (merokok, hipertensi, diabetes, hiperkolesterolemia, riwayat keluarga),
pengendalian aktivitas fisik, batasi penggunaan alkohol terutama pada pasien
hipertensi dan gagal jantung, serta mengontrol dampak psikologis pasien
terhadap penyakitnya.

14
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Angina pectoris adalah suatu sindroma klinis yang ditandai dengan
episode atau paroksisma nyeri atau perasaan tertekan didada depan,
penyebab diperkirakan berkurangnya aliran darah koroner, menyebabkan
suplai oksigen kejantung tidak adekuat atau dengan kata lain suplai
kebutuhan jantung meningkat.
2. Jenis Angina Pectoris
a. Angina pektoris stabil kronis / tipikal
b. Angina varian (Prinzmeta l)
c. Angina pektoris tidak stabil
3. Angina dapat didiagnostik dengan beberapa pemeriksaan penunjang
seperti Elektrokardiogram(EKG),stresstest,danangiogram.
4. Terapi angina pectoris secara farmakologi dilakukan dengan menggunakan
obat-obat anti angina yaitu:
Nitrat
Beta- Bloker
Ca-antagonis
Antipletelet, trombolitik dan antikoagulan
5. Terapi angina pektoris secara non-farmakologis :
Berhenti merokok

15
Menurunkan berat badan bagi penderita obesitas
Mengurangi stress
Penggunaan kontra sepsi dan kepribadian seperti sangat kompetitif,
agresif atau ambisius.
Pengontrolan gula darah.
6. Tujuan terapi pada angina pektoris stabil adalah memperbaiki prognosis
dan mencegah infark miokardium dan kematian serta mengurangi atau
menghilangkan gejala.

3.2 Saran
Dengan selesainya makalah ini diharapkan agar pembaca dapat
mengambil manfaat dan pengetahuan dari makalah ini serta dapat menjaga
kesehatan, sebaik mungkin .

16
DAFTAR PUSTAKA

Barbara C Long, 2006. Perawatan Medikal Bedah,Edisi II, Yayasan ikatan alumni
pendidikan keperawatan padjajaran, Bandung.
Kumar,dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta: EGC
Sjaifoelah Noor, 2001. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Pustaka.
Smaltzer, Susanna . 2001 . Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah . E&. 8
Jakarta : EGC.
Udjianti, Juni Wajan . 2010 . Keperawatan Kardiovaskular . Jakarta : Salemba
Medika.

17

Vous aimerez peut-être aussi