Vous êtes sur la page 1sur 27

REFERAT

Atrofi Papil

Oleh:
Senna Handoyo Tanujaya

11.2015.166

Pembimbing :

Fakultas Kedokteran UKRIDA

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata

Periode 4 April s/d 7 Mei 2016

RS Family Medical Center (FMC), Sentul

1
TINJAUAN PUSTAKA

Pendahuluan

Atrofi papil nervus optikus adalah degenerasi nervus optik yang tampak sebagai papil

berwarna pucat akibat hilangnya pembuluh darah kapiler serta akson dan selubung myelin nervus

optikus dan digantikan oleh jaringan glia. Atrofi papil bukan merupakan penyakit akan tetapi

merupakan tanda akan kondisi yang berpotensi serius, keadaan ini merupakan proses akhir dari

suatu proses yang terjadi di retina, kerusakan yang sangat luas dari nervus optikus akan

menimbulkan atrofi papil dan dapat menimbulkan mata menjadi buta, untuk itu diperlukan

penegakan diagnosis yang cermat dan tepat sehingga dapat segera tertangani. Gejala awal berupa

keluhan mata kabur disertai pandangan gelap yang disertai dengan sakit kepala, lemas dan mual.

Penegakan diagnosis atrofi papil memerlukan pemeriksaan mata yang lengkap seperti;

pemeriksaan visus, tes lapang pandang, penglihatan warna, reflex pupil, pemeriksaan retina dan

diskus optikus dengan menggunakan oftalmoskop. Pemeriksaan penunjang lainnya berdasarkan

penyakit yang menyebabkannya.

Anatomi dan Fisiologi Nervus Optikus

Retina merupakan reseptor permukaan untuk informasi visual. Sebagaimana halnya

nervus optikus, retina merupakan bagian dari otak meskipun secara fisik terletak di perifer dari

sistem saraf pusat (SSP). Komponen yang paling utama dari retina adalah sel-sel reseptor

sensoris atau fotoreseptor dan beberapa jenis neuron dari jaras penglihatan. Lapisan terdalam

(neuron pertama) retina mengandung fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut) dan dua lapisan

yang lebih superfisial mengandung neuron bipolar (lapisan neuron kedua) serta sel-sel ganglion

2
(lapisan neuron ketiga). Sekitar satu juta akson dari sel-sel ganglion ini berjalan pada lapisan

serat retina ke papila atau kaput nervus optikus. Pada bagian tengah kaput nervus optikus

tersebut keluar cabang-cabang dari arteri centralis retina yang merupakan cabang dari a.

oftalmika.1

Gambar 1. Lapisan Neuron pada Retina

Nervus optikus memasuki ruang intrakranial melalui foramen optikum. Di depan tuber

sinerium (tangkai hipofisis) nervus optikus kiri dan kanan bergabung menjadi satu berkas

membentuk kiasma optikum. Di depan tuber sinerium nervus optikus kanan dan kiri bergabung

menjadi satu berkas membentuk kiasma optikum, dimana serabut bagian nasal dari masing

masing mata akan bersilangan dan kemudian menyatu dengan serabut temporal mata yang lain

membentuk traktus optikus dan melanjutkan perjalanan untuk ke korpus genikulatum lateral dan

kolikulus superior. Kiasma optikum terletak di tengah anterior dari sirkulus Willisi. Serabut

saraf yang bersinaps di korpus genikulatum lateral merupakan jaras visual sedangkan serabut

saraf yang berakhir di kolikulus superior menghantarkan impuls visual yang membangkitkan

refleks opsomatik seperti refleks pupil.1

3
Gambar 2. Perjalanan Serabut Saraf Nervus Optikus (tampak basal)

Setelah sampai di korpus genikulatum lateral, serabut saraf yang membawa impuls

penglihatan akan berlanjut melalui radiatio optika (optic radiation) atau traktus

genikulokalkarina ke korteks penglihatan primer di girus kalkarina. Korteks penglihatan primer

tersebut mendapat vaskularisasi dari a. kalkarina yang merupakan cabang dari a. serebri

posterior. Serabut yang berasal dari bagian medial korpus genikulatum lateral membawa impuls

lapang pandang bawah sedangkan serabut yang berasal dari lateral membawa impuls dari lapang

pandang atas.1

Gambar 3. Radiatio Optika

Pada refleks pupil, setelah serabut saraf berlanjut ke arah kolikulus superior, saraf akan

4
berakhir pada nukleus area pretektal. Neuron interkalasi yang berhubungan dengan nukleus

Eidinger-Westphal (parasimpatik) dari kedua sisi menyebabkan refleks cahaya menjadi bersifat

konsensual. Saraf eferen motorik berasal dari nukleus Eidinger-Westphal dan menyertai nervus

okulomotorius (N.III) ke dalam rongga orbita untuk mengkonstriksikan otot sfingter pupil.

Secara umum saraf optikus dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu:

1. Bagian intraokular yang terbagi menjadi kepala saraf optikus ( papil saraf

optikus / opticdisc), bagian pre-laminar yang berada di depan lamina kribrosa, bagian

laminar yang berada di dalam lamina kribrosa, dan bagian post-laminar yang berada di

belakang lamina kribrosa.


2. Bagian intraorbital yang memiliki panjang sekitar 3 cm, berbentuk huruf S, dan menjulur

dari bola mata sampai ke apeks orbita.


3. Bagian kanalis optikus dengan panjang sekitar 5-7 mm.
4. Bagian intrakranial yang menjulur dari kanalis optikus ke bagian anterior kiasma optikum

dan traktus optikus (10 mm).

Cahaya datang yang berasal dari optalmoskop mengalami refleksi internal total melalui

serat aksonal dan dipantulkan kembali oleh kapiler pada permukaan disk, sehingga menimbulkan

warna kuning-merah muda sebagai karakteristik disk optik sehat. Akson yang tidak memiliki

optik yang baik, menyebabkan penampilan pucat pada disk. Menurut teori lain, hilangnya kapiler

dalam menyebabkan atrofi optik disk pucat muncul.1

5
Gambar 4. Optik disc normal

Permulaan saraf optikus di retina inilah yang disebut sebagai papil saraf optikus (optic

disc). Karena ketiadaan fotoreseptor di papil saraf optikus, maka bagian retina ini tidak dapat

berespon terhadap stimulus cahaya. Karenanya bagian ini disebut juga sebagai blind spot, dan

memiliki diameter sekitar 1,5 mm.1

Papil saraf optikus merupakan tanda oftalmoskopik penting pada pemeriksaan

funduskopi. Yang perlu diperhatikan dari papil saraf optikus adalah warna, batas, cup-discratio

dan lingkaran neuroretinal. Papil yang normal akan berwarna merah musa kekuningan,dengan

batas yang jelas, non-elevated, dan memilki cup-disc ratio kurang dari 0,3.1

1.2. Definisi Atrofi Papil

Atrofi papil saraf optikus didefinisikan sebagai kerusakan saraf optikus yang

menyebabkan degenerasi atau destruksi saraf optikus. Secara klinis keadaan ini dikenal sebagai

pucatnya papil akibat menghilangnya pembuluh darah kapiler serta akson danselubung myelin

saraf seperti yang terlihat pada pemeriksaan funduskopi. Atrofi optik bisa sangat ringan

dengan gangguan visus dan lapang pandang yang sangat ringan ( hidden visual loss ) sampai hilangnya visus

dan lapang pandangan secara total. 2,3

1.3. Epidemiologi Atrofi Papil

Prevalensi kebutaan disebabkan atrofi nervus optikus diAmerika Serikat adalah 0,8%.

Manakala, prevalensi gangguan penglihatan dan kebutaan yang timbul akibat atrofi nervus

optikus masing-masing adalah 0,04% dan 0,12%. Atrofi nervus optikus bukanlah suatu penyakit

melainkan tanda dari berbagai proses penyakit. Dengan demikian, morbiditas dan mortalitas

pada atrofi optik tergantung pada etiologi. Berdasarkan ras, atrofi nervus optikus lebih menonjol

6
pada orang kulit hitam (0,3%) dibandingkan dengan kulit putih (0,05%). Tidak ada

kecenderungan jenis kelamin tertentu terhadap angka kejadian atrofi nervus optikus. Sedangkan

dari segi umur, atrofi optik terlihat dalam setiap kelompok usia.4

1.4. Etiologi Atrofi Papil

Berdasarkan etiologinya, atrofi papil dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Vaskular

Oklusi Arteri Retina


Penyebab paling sering oklusi arteri retina pada orang tua adalah embolisasi trombus atau
ateroma dari arteri karotis ke arteri retina sentralis. Penyebab lainnya antara lain arteritis
temporalis, neuritis optikus, hiperkoagulabilitas darah, dan peningkatan tekanan intraokular.
Dalam waktu satu jam setelah terjadinya oklusi, spasme arterial yang reaktif akan menghilang
sehingga aliran darah ke retina kembali normal. Meskipun demikian, beberapa jam sesudahnya
retina akan mengalami edema dan berwarna abu-abu karena iskemia yang terus berlanjut serta
matinya sel-sel ganglion retina. Karena retina pada daerah fovea tidak mengandung sel ganglion,
maka warna kemerahan di bawah koroid tetap terlihat, dan memberikan gambaran yang khas
berupa cherry-red spot yang dikelilingi retina berwarna abu-abu. Dalam waktu 2 sampai 3
minggu, cherry-red spot akan menghilang, dan seiring dengan matinya sel-sel ganglion beserta
aksonnya, saraf optikus akan memucat, yang merupakan gambaran khas atrofi papil.4

Cabang arteri retina sentralis juga dapat mengalami oklusi jika ada ateroma yang terlepas.
Oklusi cabang arteri retina sentralis dikenal sebagai plak Hollenhorst dan terlihat sebagai objek
refraktil. Temuan ini mengindikasikan adanya aktivitas embolik yang berasal dari sistem karotid.
Bagian retina yang diperdarahi oleh pembuluh darah yang mengalami oklusi akan berhenti
berfungsi dan menyebabkan gangguan penglihatan yang tidak mempengaruhi penglihatan
sentral. 4

Intervensi segera diperlukan dalam waktu 90 menit pertama setelah terjadinya oklusi
untuk mencegah kematian sel retina. Menurunkan tekanan intraokular secara cepat dengan
parasentesis dan vasodilator akan mendorong pergerakan embolus kembali ke perifer.

7
Penetalaksanaan lain seperti dengan pemijatan bola mata untuk memperbaiki pasokan O 2 ke
jaringan, terapi CO2 untuk menghasilkan vasodilatasi, pemberian antikoagulan oral, maupun
pemberian trombolitik, dapat diusahakan meskipun tidak ada yang terbukti efektif. 4

Sekunder karena penyakit degeneratif pada retina


Papiledema
Papiledema adalah kongesti noninflamatorik papil saraf optikus yang berkaitan dengan
peningkatan tekanan intrakranial. Papiledema akan terjadi pada setiap keadaan yang
menimbulkan peningkatan tekanan intrakranial persisten, seperti tumor serebrum, abses
atau hematom subdura, hidrosefalus, dan hipertensi maligna. 5

Papiledema dapat berkaitan dengan penurunan penglihatan akut setelah dekompresi


intrakranium mendadak atau penurunan tekanan perfusi sistolik. Pada papiledema kronik,
papil yang hiperemik dan meninggi menjadi berwarna putih abu-abu akibat gliosis
astrositik dan atrofi saraf disertai konstriksi sekunder pembuluh-pembuluh darah retina.
Selain itu dapat muncul juga pembuluh kolateral optikosiliaris, dan eksudat halus atau
drusen. Pada papiledema kronik juga terjadi penurunan lapang pandang perifer dan
timbul kekaburan penglihatan yang sementara. Atrofi papil dan hilangnya penglihatan
permanen dapat terjadi sekunder jika penyebab utama papiledema tidak ditangani.5

Pengobatan papiledema harus ditujukan kepada penyebabnya. Pada hipertensi


intrakranium jinak, terapi mungkin berupa pungsi lumbal, diuretik, kortikosteroid, pirau
lumboperitoneum, dan fenestrasi selaput saraf optikus.5

Gambar 5. Gambaran funduskopik pada papiledema

8
Neuritis optikus
Neuritis optikus adalah peradangan saraf optikus yang dapat menyebabkan hilangnya
penglihatan sebagian atau keseluruhan. Peradangan saraf optikus tersebut biasanya
disebabkan oleh pembengkakan atau kerusakan pada selaput myelin yang melapisi saraf
optikus. Pada banyak kasus kerusakan aksonal langsung juga dapat menyebabkan
kerusakan saraf. Selain itu, peradangan juga disebabkan oleh infeksi bakteri-virus dan
karena peradangan pembuluh darah (vaskulitis) yang memperdarahi saraf optikus.4

Hilangnya penglihatan pada neuritis optikus terjadi dalam beberapa jam pertama setelah
awitan dan mencapai maksimum dalam beberapa hari. Tanpa pengobatan ketajaman
penglihatan akan membaik 2-3 minggu setelah awitan dan kadang-kadang kembali ke
normal dalam beberapa hari. Perbaikan dapat terus berlanjut secara perlahan selama enam
minggu. Apabila proses penyakitnya cukup destruktif maka timbul atrofi papil retrograd,
dan di lapisan serat saraf retina muncul kelainan berkas serat saraf. Papil kehilangan
warnanya yang merah muda dan menjadi pucat.5

Untuk setiap serangan, neuritis optikus memiliki prognosis yang baik bahkan tanpa
pengobatan, tetapi biasanya terjadi penurunan penglihatan yang bermakna setelah
beberapa tahun karena serangan berulang akan menimbulkan kerusakan permanen.5

Neuritis optikus diobati dengan pemberian kortikosteroid yang akan mempercepat


penyembuhan saraf optikus dan mencegah hilangnya penglihatan secara keseluruhan.4

Gambar 6. Gambaran funduskopik pada neuritis optikus

9
Kompresi

Saraf optikus menjulur ke belakang mata, dan melintasi orbita serta kanalis optikus
menuju kiasma optikus. Panjang saraf optikus intraokular sekitar 1 mm, pada segmen
intraorbital sekitar 25 mm, pada segmen intrakanalikular sekitar 9 mm, dan pada komponen
intrakranial sekitar 16 mm. Saraf optikus paling rentan terhadap penekanan pada tempat-
tempat yang dikelilingi oleh tulang.5,6 Atrofi papil sendiri merupakan akibat dari neuropati
optikus yang disebabkan karena penekanan oleh keganasan intrakranial, keganasan intraorbital
(meningioma, hemangioma, schwannoma), keganasan pada saraf optikus (glioma atau
meningioma saraf optikus), aneurisma sirkulus anterior Willisi, oftalmopati tiroid, serta proses
inflamasi pada saraf optikus. 6

Ciri khas dari neuropati optikus akibat penekanan adalah hilangnya penglihatan yang
perlahan namun progresif, disertai oleh kelainan pupiler aferen dan skotoma sekosentral.
Terlambatnya diagnosis pada neuropati optikus akibat penekanan bukan hal yang jarang
dijumpai karena biasanya pasien tidak mengenali gejala awal, atau karena gejala hilangnya
penglihatan disalahartikan sebagai akibat dari neuritis optikus. Penatalaksanaannya sendiri
masih sulit, bahkan banyak dari penyebabnya yang resisten terhadap pengobatan.6

Gambar 8. Gambaran funduskopi pada neuropati optikus akibat penekanan

Metabolik

10
Penyakit metabolik yang dapat menyebabkan atrofi papil antara lain diabetes, penyakit
gangliosida, dan lain sebagainya. Pada diabetes, saat neuropati berubah menjadi stadium
proliferatif, maka pada papil saraf optikus dapat dilihat sejumlah pembuluh darah baru yang
rapuh. Adanya gambaran yang demikian mengindikasikan perlunya intervensi seperti PRP
(panretinal photocoagulation) yang digunakan untuk menurunkan neovaskularisasi di papil
saraf optikus. 4

Gambar 9. Gambaran funduskopik pada retinopati diabetik

Glaukomatosa

Glaukoma ditandai oleh meningkatnya tekanan intraokular yang disebabkan oleh


gangguan aliran keluar humor akueus akibat kelainan sistem drainase sudut kamera anterior
(glaukoma sudut terbuka) atau gangguan akses humor akueus ke sistem drainase (glaukoma
sudut tertutup). 7

Angka kejadian glaukoma sebanding dengan penuaan, dan frekuensinya meningkat pada
usia 60an, serta diperkirakan mengenai enam puluh juta orang di seluruh dunia. Glaukoma
merupakan penyebab utama kebutaan pada orang kulit hitam dan penyebab terbanyak kedua
kebutaan pada orang kulit putih. 7

Glaukoma sudut terbuka primer yang merupakan bentuk tersering, dapat menyebabkan
penyempitan lapang pandang bilateral progresif asimtomatik yang timbul perlahan dan sering

11
tidak terdeteksi sampai terjadi penyempitam lapang pandang yang ekstensif. Bentuk-bentuk
glaukoma lain merupakan penyebab morbiditas visual yang berat pada semua usia. 7

Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi sel ganglion difus,
yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam retina dan berkurangnya
akson di saraf optikus. Papil saraf optikus menjadi atrofik, disertai pembesaran cekungan
optikus. Iris dan korpus siliaris juga menjadi atrofik, dan prosesus siliaris memperlihatkan
degenerasi hialin. Pada glaukoma sudut tertutup akut tekanan intraokular mencapai 60-80
mmHg sehingga terjadi kerusakan iskemik pada iris yang disertai edema kornea. 7

Untuk mendiagnosis glaukoma dapat dilakukan beberapa pemeriksaan antara lain:

Tonometri, digunakan untuk mengukur tekanan intraokular (normal 10-24 mmHg)


Gonioskopi, digunakan untuk memperkirakan kedalaman sudut kamera anterior dan
memungkinkan visualisasi langsung struktur-struktur sudut
Penilaian papil saraf optikus. Penilaian klinis papil saraf optikus dapat dilakukan
dengan oftalmoskopi langsung atau dengan pemeriksaan menggunakan lensa 70 dioptri,
lensa Hruby, atau lensa kontak kornea khusus yang memberi gambaran tiga dimensi.
Atrofi papil saraf optikus akibat glaukoma menimbulkan kelaianan-kelainan khas yang
terutama ditandai oleh berkurangnya substansi papil, yang terdeteksi sebagai
pembesaran cekungan papil disertai pemucatan papil di daerah cekungan. Rasio
cekungan-diskus adalah cara yang berguna untuk mencatat ukuran papil saraf optikus
pada pasien glaukoma. Besaran tersebut adalah perbandingan antara ukuran cekungan
terhadap garis tengah papil. Apabila terdapat peningkatan tekanan intraokular yang
signifikan, rasio cekungan-diskus yang lebih besar dari 0,5 atau adanya asimetri
bermakna antara kedua mata mengisyaratkan adanya atrofi glaukomatosa.
Pemeriksaan lapang pandang. Lapang pandang pada glaukoma dapat dilakukan dengan
layar singgung, perimeter Goldman, Friedmann field analyser, dan perimeter otomatis.
Gangguan lapang pandang akibat glaukoma terutama mengenai 30 derajat lapang
pandang bagian tengah. Perubahan paling dini adalah semakin nyatanya bintik buta.
Perluasan kontinyu ke daerah Bjerrum lapang pandang, 15 derajat dari fiksasi,
menimbulkan skotoma Bjerrum kemudian skotoma arkuata.

12
Penurunan pembentukan humor akueus adalah suatu metode untuk menurunkan tekanan
intraokular pada semua bentuk glaukoma. Beberapa obat dapat menurunkan pembentukan
humor akueus, antara lain beta-blocker, agonis adrenergik -2, dan inhibitor karbonat
anhidrase sistemik. Terdapat juga tindakan-tindakan bedah, antara lain iridektomi dan
trabekulektomi, tapi biasanya digunakan hanya setelah terapi medis gagal.7

Gambar 10. Gambaran funduskopik papil yang normal (kiri) dan papil yang atrofik
(kanan) pada glaukoma

1.5. Patofisiologi Atrofi Papil8

Pada nervus optikus terdapat sebanyak 1.2 juta axon yang berasal dari lapisan retina.

Akson- akson pada nervus optikus ini terdiri atas serabut bermielin oligodendrit dan bila

terjadinya kerusakan pada akson ia tidak akan regenerasi kembali. Pada akson yang

berdegenerasi, ia kehilangan kemampuan optik dimana pada diskus optikus yang normal terdapat

karakteristik warna kekuningan sedangkan pada diskus yang atrofi bewarna pudar.

Atrofi optic merupakan tanda utama kerusakan pada sel- sel ganglion retina. Kerusakan

dapat terjadi pada mana- mana bagian dari sel neuron, yaitu dari badan sel sehingga ke bagian

13
sinapsnya pada badan genikulatum lateral. Atrofi optic tidak terjadi secara mendadak dimana

diperlukan 4- 6 minggu dari waktu terjadinya kerusakan akson.

Perubahan histopatologi pada atrofi papil

Peyusutan atau kehilangan myelin dan silinder aksis


Gliosis
Lebih dalamnya cup fisiologis dengan barring lamina cribrosa
Pelebaran ruang subarachnoid
Pelebaran septa pial
Pembengkakan bulbus aksonal ( Cajal end Bulb)

Terdapat 3 teori patogenesis:

1. Degenerasi serabut saraf yang berhubungan dengan gliosis berlebihan.Perubahan ini

merupakan tanda patologis dari consecutive optic atrophy dan postneuritic optic

atrophy.
2. Degenerasi serabut saraf dan gliosis dalam keadaan normal,di mana astrosit

berproliferasi dengan sendirinya dan tersusun pada kolum longitudinal mengganti

serabut saraf (columnar gliosis).Keadaan ini terjadi pada atropi papil primer.
3. Degenerasi serabut saraf yang berhubungan dengan gliosis yang tidak berfungsi.Hal

ini terjadi akibat berkurangnya aliran darah. Perubahan patologi ini disebut sebagai

cavernous optic atrophy dan merupakan ciri dari glaukoma dan ischaemic optic

atrophy.

1.6. Gejala dan tanda9

Gejala dan tanda atropi papil tentunya juga tergantung dari penyakit yang mendasari.

Gejala dan tanda umum adalah sebagai berikut:

Penurunan visus

Gangguan persepsi warna

14
Gangguan lapangan pandang yang beraneka ragam tergantung penyebabnya.

Bentuk kelainan pada lapangan pandang dapat berupa membesarnya bintik buta fisiologik

bisa terjadi;

Skotoma Busur (arkuata) : dapat terlihat pada glaucoma, iskemia papil saraf optic, dan

oklusi arteri retina sentral

Skotoma Sentral : pada retinitis sentral

Hemianopsia bitemporal : hilangnya setengah lapang pandang temporal kedua mata, khas

pada kelainan kiasma optic, meningitis basal, kelainan sphenoid dan trauma kiasma.

Hemianopsia binasal : defek lapang pandang setengah nasal akibat tekanan bagian

temporal kiasma optic kedua mata atau atrofi papil saraf optic sekunder akibat TIK meninggi.

Hemianopsia heteronym : bersilang, dapat binasal atau bitemporal

Hemianopsia homonym : hilang lapang pandang pada sisi yang sama pada kedua mata,

pada lesi temporal

Hemianopsia altitudinal : hilang lapang pandang sebagian atas atau bawah, dapat terjadi

pada iskemik optic neuropati, kerusakan saraf optic, kiasma dan kelainan korteks .

1.7. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis berupa keluhan subjektif pasien dan

kemungkinan faktor risiko yang diderita pasien. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan

fisik yang menginterpretasikan adanya gangguan pada nervus optikus, yaitu:

1. Gangguan lapangan pandang

15
Lesi di sepanjang lintasan nervus optikus (N.II) hingga korteks sensorik, akan

menunjukkan gejala gangguan penglihatan yaitu pada lapang pandang. Lesi pada nervus optikus

akan mengakibatkan kebutaan atau anopsia pada mata yang disarafinya. Hal ini disebabkan

karena penyumbatan arteri centralis retina yang memperdarahi retina tanpa kolateral, ataupun

arteri karotis interna yang akan bercabang menjadi arteri oftalmika yang kemudian menjadi arteri

centralis retina. Kebutaan tersebut terjadi tiba-tiba dan disebut amaurosis fugax. 8,9

Lesi pada bagian medial kiasma akan menghilangkan medan penglihatan temporal yang

disebut hemianopsia bitemporal, sedangkan lesi pada kedua bagian lateralnya akan menimbulkan

hemianopsia binasal. Lesi pada traktus optikus akan menyebabkan hemianopsia homonim

kontralateral. Lesi pada radiasio optika bagian temporal akan menyebabkan quadroanopsia

superior homonim kontralateral, sedangkan lesi pada serabut parietal akan menyebabkan

quadroanopsia inferior homonim kontralateral.8,9

Gambar 5. Kelainan lapangan pandang

16
2. Kelainan pada pemeriksaan refleks pupil

Reaksi pupil terhadap cahaya dapat menghilang atau berkurang jika terdapat lesi yang

mengenai jaras penglihatan pada lintasan saraf yang berperan pada refleks pupil atau refleks

cahaya tersebut. Kelainan tersebut termasuk diantaranya :

Kegagalan cahaya untuk mencapai retina, misalnya akibat katarak dan kekeruhan cairan

vitreus pada pasien diabetes melitus.


Penyakit pada retina, seperti retinitis pigmentosa, perdarahan makula, atau scar.
Penyakit atau kelainan pada nervus optikus seperti neuritis optik, neuritis retrobulbar, dan

atrofi nervus optikus.


Kelainan yang mengenai traktus optikus dan hubungannya dengan batang otak
Penyakit atau kelainan pada batang otak
Penyakit atau kelainan pada nervus okulomotorius atau gangion siliare

Gangguan pada N.optikus (nervus II) dapat mengakibatkan gangguan relatif jaras aferen

pupil/RAPD (pupil Marcus Gunn). Tes yang digunakan dinamakan tes penyinaran secara

alternatif (swinging test), dimana bila mata yang sehat disinari cahaya kedua pupil akan

berkontraksi, kemudian re-dilatasi perlahan. Bila cahaya dipindahkan ke mata yang sakit,

konstraksi kedua pupil berkurang atau tidak ada re-dilatasi yang lebih lama dapat terjadi.8,9

3. Pengujian dengan perimeter Goldmann


Dengan memakai bidang parabola yang terletak 30 cm di depan pasien
Pasien diminta untuk terus menatap titik pusat alat dan kemudian benda digerakkan dari

perifer ke sentral.
Bila ia melihat benda atau sumber cahaya tersebut, maka dapat ditentukan setiap batas

luar lapang pandangannya


Dapat pula ditentukan letak bintik buta pada lapang pandang pasien8,9

4. Kelainan pada pemeriksaan funduskopi

17
Dalam bidang neurologi, kelainan papil nervus optikus yang perlu diperhatikan adalah papil

yang mengalami atrofi dan sembab atau papiledema.

Terdapat dua macam atrofi optik (atrofi papil) yaitu atrofi optik primer dan atrofi optik

sekunder.

1. Atrofi papil primer

Atrofi optik primer, disebut juga atrofi simpleks yaitu hilangnya serabut saraf optik

dengan gliosis yang minimal karena tidak didahului peradangan diskus optikus atau papil edema.

Pada atrofi primer, warna papil menjadi pucat, batasnya tegas dan pembuluh darah berkurang.

Atrofi primer dijumpai pada kasus lesi nervus optikus atau khiasma optikum (misalnya pada

tumor hipofisis). Secara mikroskopik ditemukan degenerasi akson-akson saraf dan selubung

myelin. Selalu ditemukan sedikit proliferas isel-sel glia astrosit dan bertambahnya jaringan

kolagen.10,11

18
Gambar 6. Atrofi Primer

2. Atrofi papil Sekunder

Atrofi sekunder merupakan akibat lanjut dari papilitis dan papiledema. Atrofi

sekunder juga terjadi akibat lanjut dari papiledema misalnya pada pasien yang menderita tekanan

tinggi intracranial yang lama. Pada atrofi sekunder, warna papil juga pucat tetapi batasnya tidak

tegas. Terjadi akibat peradangan akut atau lesi vaskuler saraf optic yang terletak dekat dengan

bola mata serta menimbulkan reaksi aktif sel glia dan mesenkim dekat papil. Degenerasi yang

terjadi terisi oleh proliferasi astrosit, jaringan ikat atrofi dan ditemukan pembuluh darah yang

menghilang.10,11

Gambar 7. Atrofi Sekunder

1.8. Tatalaksana Atrofi papil

Tidak ada pengobatan yang terbukti untuk atrofi optik. Namun, pengobatan yang dimulai

sebelum atrofi optik berkembang dapat membantu menyelamatkan visus. Peran steroid intravena

terbukti dalam kasus neuritis optik atau neuropati optik iskemik anterior arteritic. Diagnosis dini

dan pengobatan yang tepat dapat membantu pasien dengan neuropati toksik dan bersifat

kompresif.4

19
Idebenone, analog kuinon, telah digunakan baru-baru ini dalam beberapa kasus Leber

neuropati optik untuk memperbaiki jaring sintesis ATP dengan menyediakan jalur alternatif.

Atrofi papil saraf optikus dapat dicegah dengan melakukan pemeriksaan mata teratur,

terutama bagi mereka yang mengalami penurunan penglihatan. Deteksi awal adanya inflamasi

atau masalah lain akan memperkecil kemungkinan terjadinya atrofi. Pasien yang secara genetic

berisiko menderita lebers hereditary optic neuropathy, disarankan untuk mengkonsumsi vitamin

c, vitamin atau anti oksidan lainnya serta menghindari paparan terhadap zat beracun dan

mencegah malnutrisi untuk menjauhkan kemungkinan terjadinya neuritis optikus toksik atau

nutritional.4

1.9. Prognosis Atrofi papil

Pengobatan dini dan intensif pada neuropati optik akibat nutrisi dapat memberikan pasien

dengan visus mendekati normal. Tapi setelah cadangan nutrisi habis terjadi perubahan kecil

akibat hilangnya serat saraf dimana menyebabkan penurunan yang signifikan dalam penglihatan.

Deteksi dini adalah kunci karena kita tidak dapat menggantikan akson mati. Degenerasi

dan atrofi papil saraf optic merupakan keadaan yang bersifat irreversible dan perlu tindakan

pencegahan terhadap progresivitas kerusakan nervus optikus dan kemungkinan perbaikan fungsi

penglihatan tergantung dari penyebab.1,2,4

2.1. Tumor Hipofisis

Secara umum, lesi pada kiasma menyebabkan defek lapang pandang hemianopia

bitemporal. Pada awalnya, defek ini biasanya tidak lengkap dan sering asimetrik. Namun, seiring

dengan berjalannya penyakit, hemianopia temporal menjadi komplet, lapang pandang nasal

20
inferior dan superior kemudian terkena, dan ketajaman penglihatan sentral akan berkurang.

Sebagian besar penyakit yang mengenai kiasma bersifat neoplastik; proses vaskular atau

peradangan hanya sesekali menyebabkan disfungsi kiasma

Lobus anterior kelenjar hipofisis adalah lokasi awal tumor hipofisis yang bermanifestasi

dalam bentuk penglihatan, kelumpuhan nervus kranialis termasuk kelumpuhan otot ekstraokular,

dan sebuah massa lesi pada CT-scan atau MRI, yang berasal dari sella hipofisis dan meluas ke

regio suprasela dan atau parasella.

Pemeriksaan penglihatan, khususnya dokumentasi lapang pandang, serta pemeriksaan

endokrin, penting dalam penentuan tatalaksana tumor ini. Prolaktinoma umumnya diterapi

dengan agonis dopamin, seperti cabergoline, bromocriptine, atau pergolide. Makroadenoma

hipofisis lain umumnya menjalani hipofisektomi transfenoid. Radioterapi dapat diberikan

sebagai adjuvan pembedahan. Ketajaman penglihatan dan lapang pandang dapat pulih secara

dramatis setelah tekanan pada kiasma dihilangkan. Akan tetapi apabila terjadi atrofi optik, itu

merupakan tanda prognostik yang buruk.5

21
LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama : Tn. J
Umur : 26 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Alamat : Kp. Pondok Manggis RT/RW 003/001, Bojong Gede
Tanggal Pemeriksaan : 25 Agustus 2015

II. ANAMNESIS
Alloanamnesis, ditemani Ayah pasien pada tanggal 5 April 2016 pukul 17:00 WIB

Keluhan Utama:
Penglihatan kabur pada mata kanan dan mata kiri tidak dapat melihat cahaya sejak 2
bulan yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang:


Lima bulan SMRS os mengeluh penglihatan kedua mata semakin kabur, dan
terasa tidak enak terutama saat memainkan handphone, membaca atau menonton tv.
Keluhan tersebut tidak disertai dengan rasa silau jika melihat cahaya, tidak ada nyeri pada
kedua mata, tidak berair, tidak gatal, tidak merah, dan tidak ada keluhan melihat pelangi.
Pasien tidak pernah melihat kilatan cahaya tiba-tiba dan pasien masih dapat membedakan
warna dengan baik. Pasien tidak pergi berobat. Pasien juga mengeluh sering sakit pada
bagian belakang kepala, dan semakin berat bila pasien melakukan perubahan posisi.
Pasien terdapat mual, dan muntah seperti gejala vertigo.,

22
Dua bulan SMRS penglihatan kedua mata pasien semakin memburuk. Pada
bagian mata kanan, hanya dapat melihat sinar, dan pada bagian mata kirinya sudah tidak
dapat melihat apapun. Pasien tidak ada riwayat penggunaan kaca mata. Sebelum itu,
pasien tidak tahu jika mempunyai riwayat hipertensi, kencing manis atau kadar lemak
darah tinggi karena belum pernah periksa ke dokter. Pasien tidak pernah mengkonsumsi
obat secara rutin.
Riwayat Penyakit Dahulu
a. Umum
- Asthma : tidak ada
- Hipertensi : tidak ada
- Diabetes Melitus : tidak ada
- Stroke : tidak ada
b. Mata
- Riwayat sakit mata sebelumnya : konjungtivitis
- Riwayat penggunaan kaca mata : tidak ada
- Riwayat operasi mata : tidak ada
- Riwayat trauma mata sebelumnya : tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga:
Penyakit mata serupa : tidak ada
Penyakit mata lainnya : tidak ada
Asthma : tidak ada
Diabetes : tidak ada
Glaukoma : tidak ada
Alergi : tidak ada
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital : Tekanan Darah : 120/80mmHg
Nadi : 86 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36.7oC

23
OD OS
1/300 Visus No Light Projection
Tidak dilakukan Bulbus oculi Tidak dilakukan
Tenang Palpebra superior dan Tenang
inferior
Secret (-), injeksi Konjungtiva Secret (-). Injeksi
konjungtiva (-) konjungtiva (-)
Normal, warna putih, Sclera Normal, warna putih, tidak
tidak ikterik ikterik
Jernih Kornea Jernih
Dalam COA Dalam
Bulat, reflex cahaya Pupil Bulat, refleks cahaya
(direk/konsensual) direk(-), konsensual (-)
positif
Normal Iris Normal
Jernih , shadow test (-) Lensa Jernih , shadow test (-)
Reflex fundus (+) Funduskopi Reflex fundus (+)
Papil bulat, warna Papil bulat, warna pucat,
orange, batas tegas batas tegas.
A/V ratio 2/5 A/V ratio 2/5
C/D ratio 0,3 C/D ratio tidak bisa dinilai

B. STATUS OPTHALMOLOGIS

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


-
V. RESUME
Anamnesis
Seorang laki-laki 26 tahun datang ke poliklinik mata FMC dengan keluhan mata
sebelah kanan dan kiri terasa buram sejak 5 bulan SMRS. Kemudian 2 bulan SMRS mata
kiri menjadi tidak bisa melihat. Penglihatan seperti berkabut (-) silau (-), nyeri (-), perih
(-), berair (-), gatal (-), mata merah (-), seperti pelangi (-). Pasien juga mengeluh sering
sakit kepala bagian belakang hingga membuat pasien menjadi muntah-muntah. Tidak ada
riwayat pemakaian kacamata. Tidak adanya riwayat diabetes mellitus dan hipertensi.

24
Pada pemeriksaan didapatkan visus mata kanan 1/300, dan visus mata kiri No
Light Projection. Pada funduskopi mata kanan didapatkan hasil reflex fundus (+), papil
bulat, warna orange, batas tegas, A/V ratio 2/5, C/D ratio 0,5. Sedangkan pada mata kiri
reflex fundus (+), papil pucat, batas tegas, A/V ratio 2/5, C/D ratio tidak bisa dinilai.

VI. DIAGNOSIS KERJA


- Atrofi papil suspect ec adenoma hipofisis
VII. DIAGNOSIS BANDING
-
VIII. ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan kadar prolactin, GH, TSH, FSH, LH, ACTH
IX. PENATALAKSANAAN
Medika Mentosa :
Methylprednisolon tab 4 mg, 2x1 hari
Vit B12 tab 500 mcg, 1x1 hari
Vit B1 tab 100 mg , 1x1 hari

Non-medikamentosa :
Melakukan rujukan ke spesialis mata
Melakukan rujukan ke spesialis saraf
Edukasi:
Memberitahu pasien mengenai penyakit pasien
Memakai obat sesuai dengan anjuran yang diberikan dokter
Tidak mengucek-kucek matanya.
Segera datang ke dokter jika penglihatan mata kanan juga menurun, bila tidak ada
minta pasien untuk kontrol kembali 1 minggu.

X. PROGNOSIS
OCCULI DEXTRA (OD) OCCULI SINISTRA (OS)
Ad Vitam : ad Malam ad Malam
Ad Fungsionam : ad Malam ad Malam
Ad Sanationam : ad Malam ad Malam

25
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Prof. Dr. H. Sidarta. 2006. Ilmu penyakit mata . Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta.
2. Rashmin Gandhi, MBBS, FRCS(Edin), FRCS(Glasg). Optic atropy. Diunduh pada
tanggal 17 April 2016 http://emedicine.medscape.com/article/1217760-
followup#showall.
3. Khurana A.K. Neuro-ophthalmology, chapter 12, in comprehensive ophthalmology,
fourth edition. New Delhi: New Age International Limited Publisher; 2007, p. 301-303.
4. Optic atrophy. Diunduh pada tanggal 17 April 2016 http://eyewiki.aao.org/Optic_Atrophy
5. Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan & asbury oftalmologi umum. Edisi ke 17. Jakarta:
EGC; 2010. h. 263-283

26
6. Cooper T. Compressive optic neuropathy. Diunduh pada tanggal 20 April 2016
www.emedicine.com/oph/topic167.htm
7. Haddad W. Intraocular anatomy. Diunduh pada tanggal 20 April 2016
www.eyeweb.org/anatomy.htm
8. Montgomery TM. Anatomy, and pathology of the human eye. Diunduh pada tanggal 20
April 2015 http://www.tedmontgomery.com/the_eye/optcnrve.html
9. Lanning B. Kline, MD ; Neuro opthalmology ; American Acedemy of Opthalmology
section 5.2008- 2009; p87
10. Cribaillet CD. Optic atrophy type 1.Diunduh pada tanggal 22 April 2016
.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK1248/?report=printable
11. Optic atrophy. Di unduh pada tanggal 22 April 2016
http://www.healthatoz.com/healthatoz/Atoz/common/standard/tranorm.jsp/requestURL=/
healthatoz/Atoz/ency/optic_atrophy.jsp.

27

Vous aimerez peut-être aussi