Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Dokter Penguji :
Dr. Rinanto Prabowo, Sp M, M.Sc
Disusun oleh:
Kumaran a/l Krishnan 11-2013-323
1
I. IDENTITAS
Nama : Ny S
Umur : 56 Tahun
Agama : Islam
Alamat : Slamen
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 3 November 2015.
Riwayat Penyakit Sekarang : Os datang ke Rumah Sakit Mata DR Yap atas rujukan
RS Cendong dengan keluhan penglihatan mata kiri buram sejak 3 minggu SMRS.
Penglihatan tiba-tiba menjadi buram sejak 3 minggu dan pandangan menjadi seperti
melihat kabut. OS juga silau melihat cahaya dan melihat benda bergerak-gerak. Mata
OS juga sering berasa tidak selesa dan berair. Tidak ada penglihatan ganda, mata
merah, gatal, sakit kepala, mual dan muntah. Sebelum kejadian ini os melihat normal
dan tidak pernah mengalami keluhan pada matanya. Os tidak mengalami keluhan
pada mata kanannya. Riwayat sakit mata sebelumnya (-), riwayat dirawat di rumah
sakit sebelumnya (-), riwayat pengobatan pada mata sebelumnya (-)
2
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Status Oftalmologicus
1. VISUS
Axis 6/6 1/300
3
Enoftalmus Tidak ada Tidak ada
3. SUPERSILIA
Warna Hitam Hitam
4
Kalazion Tidak ada Tidak ada
6. KONJUNGTIVA BULBI
Sekret Tidak ada Tidak ada
7. SKLERA
Warna Putih Putih
8. KORNEA
Kejernihan Jernih Jernih
Ukuran 12 mm 12 mm
5
Arkus Senilis Tidak ada Tidak Ada
10. IRIS
Warna Cokelat tua Cokelat tua
11. PUPIL
Letak Ditengah Ditengah
Ukuran 3 mm 3 mm
6
12. LENSA
Kejernihan Jernih Jernih
15. PALPASI
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
7
Tes konfrontasi Normal Sulit dinilai
V. RESUME
Seorang perempun berusia 56 tahun, datang ke Rumah Sakit Mata DR Yap dengan
keluhan penglihatan mata kiri buram sejak 3 minggu SMRS. Penglihatan tiba-tiba menjadi
buram sejak 3 minggu dan pandangan menjadi seperti melihat kabut. OS juga silau melihat
cahaya dan melihat benda bergerak-gerak. Mata OS juga sering berasa tidak selesa dan
berair. Tidak ada penglihatan ganda, mata merah, gatal, sakit kepala, mual dan muntah.
Sebelum kejadian ini os melihat normal dan tidak pernah mengalami keluhan pada
matanya. Os tidak mengalami keluhan pada mata kanannya. Riwayat sakit mata
sebelumnya (-), riwayat dirawat di rumah sakit sebelumnya (-), riwayat pengobatan pada
mata sebelumnya (-),
OD OS
Visus 6/6 1/300
Funduskopi Batas tegas, warna pucat, Warna pucat, A:V ratio 2:3,
A:V ratio 2:3, CD ratio 0,3, CD ratio 0,3, Ablasio (+)
Dasar diagnosis:
8
Berdasarkan anamnesis, pasien mengaku mata kiri tiba-tiba buram sejak 3 minggu,
pandangan seperti melihat kabut, silau melihat cahaya dan melihat benda bergerak-
gerak. Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan penurunan visus. Dari hasil
pemeriksaan funduskopi ditemukan tanda-tanda ablasio yaitu bercak hitam pada
permukaan jingga.
VIII. PENATALAKSANAAN
Medika mentosa:
Topikal :
Vitrolenta ed 5 mg/ml, 4 dd gtt 1 OS
Konsul dr. Spesialis mata
Non medikamentosa
Diberikan penjelasan kepada pasien, dianjurkan untuk operasi, diharapkan
dapat menutup robekan pada retina untuk dapat memperbaiki tajam
penglihatan dan lapang penglihatan.
IX. PROGNOSIS
OKULO DEXTRA (OD) OKULO SINISTRA (OS)
9
10
Tinjauan Pustaka
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang
menerima rangsang cahaya. Retina berbatas dengan koroid dengan sel epitel pigmen retina
dan terdiri atas lapisan (lihat juga gambar 1):1
1. Lapisan fotoreseptor merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang
mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.
3. Lapisan nucleus luar, merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan batang.
Ketiga lapis di atas avaskular dan mendapat metabolism dari kapiler koroid.
4. Lapisan pleksiform luar merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis
sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
5. Lapis nucleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller.
Lapis ini mendapat metabolism dari arteri retina sentral.
6. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat sinaps sel
bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
7. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua,
8. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah saraf optic.
Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.
9. Membran limitan interna, merupakan membrane hialin antara retina dan badan
kaca.
Warna retina biasanya jingga dan kadang-kadang pucat pada anemia dan iskemia
dan merah pada hipermia. Pembuluh darah di dalam retina sentral masuk retina melalui
papil saraf optic yang memberikan nutrisi pada retina dalam. Lapisan luar retina atau sel
kerucut dan batang mendapat nutrisi dari koroid.
11
Gambar 1. Anatomi Retina
Macula terletak di retina bagian polus posterior di antara arteri retina temporal
superior dan inferior dengan diameter + 5,5 mm. Macula adalah suatu daerah cekungan di
sentral berukuran 1,5 mm; kira-kira sama dengan diameter diskus; secara anatomis disebut
juga dengan fovea.
Secara histologi, macula terdiri atas 5 lapisan yaitu membrane limitan interna,
lapisan fleksiformis luar (lapisan ini lebih tebal dan padat di daerah macula karena akson
sel batang dan sel kerucut menjadi lebih oblik saat meninggalkan fovea dan dikenal
sebagai lapisan serabut Henle), lapisan nucleus luar, membrane limitan eksterna, dan sel-
sel fotoreseptor (lihat juga gambar 2).
Sel batang dan kerucut merupakan sel fotoreseptor yang sensitive terhadap cahaya.
Sel-sel ini memiliki 2 segmen yaitu segmen luar dan segmen dalam. Segmen luar (terdiri
dari membrane cakram yang berisi pigmen penglihatan) berhubungan dengan epitel
12
pigmen retina. Sel epitel pigmen retina akan memfagositosis secara terus menerus
membrane cakram, sisa metabolism segmen luar yang telah difagositosis oleh epitel
pigmen retina disebut lipofusin. Sel epitel pigmen retina memiliki aktivitas metabolisme
yang tinggi; dengan bertambahnya usia, pigmen lipofusin makin bertambah, akibatnya
akan mengganggu pergerakan nutrient dari pembuluh darah koroid ke epitel pigmen retina
dan sel fotoreseptor.
Retina adalah jaringan mata yang paling kompleks. Mata berfungsi sebagai suatu
alat optic, sebagai suatu reseptor kompleks, dan suatu transducer yang efektif. Sel-sel
batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi
suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh jaras-jaras penglihatan ke korteks penglihatan
oksipital.
13
pencahayaan ruang yang terang (penglihatan fotopik) dan paling baik di foveola;
sementara retina sisanya terutama digunakan untuk penglihatan gerak, kontras, dan
penglihatan malam (skotopik).
Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar retina sensorik yang
avaskuler dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mencetuskan proses
penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung rhodopsin, suatu pigmen
penglihatan yang fotosensitif dan terbenam di dalam diskus bermembran ganda pada
fotoreseptor segmen luar. Pigmen ini tersusun atas dua komponen, sebuah protein opsin
dan sebuah kromofor. Opsin dalam rhodopsin adalah scotopsin, yang terbentuk dari tujuh
heliks transmembran. Opsin tersebut mengelilingi kromofornya, retinal, yang merupakan
turunan dari vitamin A. Saat foton cahaya diserap oleh rhodopsin, 11-cis-retinal mengalami
isomerisasi menjadi bentuk all-trans-retinal dan akhirnya menjadi all-trans-retinol.
Perubahan bentuk itu akan mencetuskan terjadinya kaskade penghantar kedua (secondary
messenger cascade). Puncak absorbsi cahaya oleh rhodopsin terjadi pada panjang
gelombang sekitar 500 nm, yang merupakan daerah biru-hijau pada spektrum cahaya.
Penelitian-penelitian sensitivitas spektrum fotopigmen kerucut memperlihatkan puncak
penyerapan panjang gelombang pada 430, 540, dan 575 nm masing-masing untuk sel
kerucut sensitive - biru, -hijau, dan merah. Fotopigmen sel kerucut terdiri dari 11-sis-
retinal yang terikat pada protein opsin selain scotopsin.
Fotoreseptor dipelihara oleh epitel pigmen retina, yang berperan penting dalam
proses penglihatan. Epitel ini bertanggung jawab untuk fagositosis segmen luar
fotoreseptor, transportasi vitamin, mengurangi hamburan sinar, serta membentuk
sawar selektif antara koroid dan retina. Membrane basalis sel-sel epitel pigmen retina
membentuk lapisan dalam membrane Bruch, yang juga tersusun atas matriks
14
ekstraseluler khusus dan membrane basalis koriokapilaris sebagai lapisan luarnya. Sel-
sel epitel retina mempunyai kemampuan terbatas dalam melakukan regenerasi.2
1.4 Definisi
1.5 Etiologi
Retina merupakan selaput transparan di bagian belakang mata yang mengolah bayangan
yang difokuskan di retina oleh kornea dan lensa. Ablasio retina seringkali dihubungkan
dengan adanya robekan atau lubang pada retina, sehingga cairan di dalam mata merembes
melalui robekan atau lubang tersebut dan menyebabkan terlepasnya retina dari jaringan di
bawahnya.
Hal tersebut bisa terjadi akibat:
Trauma
Proses penuaan
Diabetes berat
Penyakit peradangan, tetapi ablasio retina sering kali terjadi secara spontan.
Pada bayi prematur, ablasio retina bisa terjadi akibat retinopati akibat prematuritas.
Selama proses terlepasnya retina, perdarahan dari pembuluh darah retina yang kecil bisa
menyebabkan kekeruhan pada bagian dalam mata yang dalam keadaan normal terisi oleh
humor vitreus. Jika terjadi pelepasan makula, akan terjadi gangguan penglihatan pusat
lapangpandang.
15
1.6 Faktor Risiko
Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa menyebabkan gambaran bentuk-bentuk
ireguler yang melayang-layang atau kilatan cahaya, serta menyebabkan penglihatan
menjadi kabur. Hilangnya fungsi penglihatan awalnya hanya terjadi pada salah satu bagian
dari lapang pandang, tetapi kemudian menyebar sejalan dengan perkembangan ablasio.
Jika makula terlepas, akan segera terjadi gangguan penglihatan dan penglihatan menjadi
kabur.
1.8 Diagnosis
16
Ketajaman penglihatan
Respon refleks pupil
Gangguan pengenalan warna
Pemeriksaan slit lamp
Tekanan intraokuler
17
terhadap penyakit retina yang tersebar luas dan umum, misalnya retinitis
pigmentosa. Ketika pasien datang dengan perdarahan vitreus atau katarak yang
menghalangi visualisasi langsung ke retina, maka pemeriksaan ultrasonografi kutub
posterior diindikasikan. Kadang membedakan ablasio retina regmatogenosa dan
penebalan membran hialoid posterior yang terpisah parsial dengan menggunakan
ultrasonografi merupakan hal yang sulit. Pada kasus ini, ERG merupakan
pemeriksaan yang berguna bagi evaluasi ablasio retina regmatogenosa. Bila respon
elektrik dari retina lemah, retina mungkin mengalami ablasio.
Tipe ini biasanya terjadi akibat adanya robekan pada struktur retina sehingga kopus
vitreous tertarik dan cairannya merembes mengisi ruang subretinal, memisahkan lapisan
neurosensotik dengan epitel pigmen.
18
- Snail track degeneration
Tanda dari degenarasi ini adalah retina berbentuk snowflakes atau white frost like
appearance. Terdapat gambaran pulau-pulau yang biasanya lebih panjang
dibandingkan pada lattice degeneration yang berhubungan dengan likuifaksi vitreous.
Sering ditemukan pada mata miopi dan dapat berkaitan dengan atropic holes.
- Retinoschisis degeneration
Tipe ini terjadi pada sekitar 5% populasi diatas usia
20 tahun, biasanya mengenai dua mata. Pada jenis ini, lapisan sensori retina terpisah
menjadi 2 lapisan, yaitu lapisan luar (koroidal) dan lapisan dalam (vitreus). Fungsi
penglihatan menghilang total pada bagian yang terkena. 1,2,5
Patofisiologi
Ablasio retina regmatogenosa terjadi ketika gaya yang mencetuskan lepasnya
perlekatan retina-epitel pigmen melebihi gaya yang mempertahankan perlekatan antara
keduanya. Faktor yang mempertahankan perlekatan retina antara lain: tekanan hidrostatik,
tekanan onkotik, dan transpor aktif. Tekanan hidrostatik di intraokular lebih tinggi pada
vitreus dibandingkan koroid. Namun tekanan onkotik koroid lebih tinggi dibanding
vitreous. Adanya pompa pada sel epitel pigmen retina secara aktif mentranspor larutan dari
ruang subretina ke koroid. Hasil dari aktivitas ketiga komponen tersebut yang
mempertahankan perlekatan retina.6
19
Robekan retina terjadi sebagai akibat interaksi traksi dinamik vitreoretina dan
kelemahan retina perifer dengan predisposisi degenerasi. Seiring dengan pertambahan usia,
akan terjadi suatu proses likuifaksi (pencairan) vitreus akibat perubahan struktur
molekulernya (dikenal sebagai sineresis). Pada usia lanjut konsentrasi asam hyaluronat di
dalam korpus vitreous menurun, begitu pula dengan serabut-serabut kolagen di dalamnya.
Jaring-jaring kolagen akan kolaps dan memisahkan vitreous posterior dari membrans
limitan interna sehingga menyebabkan posterior vitreous detachment (PVD). Pada
beberapa mata dengan sineresis akan terbentuk lubang pada korteks vitreous posterior yang
tipis. Cairan tersebut akan merembes melalui lubang ini kedalam ruang retrohyaloid.
Proses ini juga akan memisahkan permukaan vitreous posterior dari membran limitans
interna sampai tepi posterior vitreous base (dikenal sebagai PVD). Setelah terjadi PVD,
retina tidak dilindungi oleh korteks vitreous yang stabil. Tarikan vitreus pada perlekatan
vitreoretina dapat menyebabkan robekan pada retina. Setelah terjadi robekan, cairan
synchytic pada ruang retrohyaloid dapat mencapai celah subretina. Akumulasi cairan di
rongga subretina menyebabkan terpisahnya lapisan neurosensorik dari lapisan epitel
pigmen retina.2,5
Manifestasi Klinis
Gejala prodromal yang sering keluhkan pasien adalah adanya bintik hitam di depan
mata (floaters) dan fotopsia. Fotopsia merupakan sensasi subjektif yang dirasakan sebagai
20
kilatan cahaya. Pada mata dengan acute PVD, hal ini mungkin terjadi akibat traksi pada
tempat perlekatan vitreoretina. Biasanya diinduksi oleh gerakan bola mata dan lebih jelas
pada keadaan gelap. Ketika terjadi robekan pada retina, darah dan sel epitel pigmen dapat
masuk ke korpus vitreus dan terlihat sebagai floaters, yaitu bayangan gelap pada vitreus.
Jenis floaters pada ablasio retina antara lain2,4,5:
- Weiss Ring Floater : berbentuk cincin
Pada tahap lanjutan, pasien mulai mengeluhkan adanya defek lapang pandang yang
terlokalisasi pada kuadran tertentu hingga menjadi total. Hal tersebut digambarkan pasien
sebagai black curtain. Kuadran pertama yang mengalami defek lapang pandang merupakan
petunjuk untuk menentukan lokasi robekan retina primer (yaitu pada kuadran yang
berlawanan). Hilangnya penglihatan sentral mungkin dikarenakan keterlibatan area makula
(fovea). Jika detachment terjadi secara luas dan sentral, maka pasien dapat kehilangan
penglihatannya secara mendadak tanpa rasa nyeri. Pada sebagian pasien, defek penglihatan
mungkin tidak muncul saat bangun tidur di pagi hari, hal ini disebabkan oleh absorpsi
spontan SRF saat berbaring di malam hari. 2,5
Pada pemeriksaan oftalmologis dapat ditemukan adanya defek relatif pupil aferen
(Marcus Gunn pupil), tekanan intraokular yang menurun (sekitar 5 mmHg dari normal),
adanya gambaran tobacco dust (sel-sel pigmen yang terlihat pada vitreous anterior),
robekan retina pada funduskopi. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang
terangkat berwarna pucat dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan
retina berwarna merah. Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang terlepas
bergoyang.2,4,5
21
Tatalaksana
Tujuan dari tatalaksana ablasio retina adalah melepaskan traksi vitreoretina, dan
menutup robekan retina. Pembedahan adalah tatalaksana terpilih untuk tujuan tersebut.
Pemilihan teknik pembedahan ditentukan oleh ukuran, jumlah dan lokasi dari robekan.
Dua teknik yang sering dilakukan antara lain :
a. Scleral buckling
Indentasi sklera yang diakibatkan oleh buckle akan mendekatkan retina sensorik
dengan lapisan epitel retina dan mengendorkan tarikan vitreous pada robekan. Apabila
robekan retina telah menutup, makan cairan subretina akan diabsorsi. Tetapi kadang
kala diperlukan drainase apabila jumlah cairan di subretina sangat banyak. Penutupan
robekan retina dilakukan dengan melekatkan kembali lapisan neurosensoris pada epitel
pigmen retina dengan menimbulkan trauma termal (baik panas ataupun dingin) dengan
menggunakan kriopeksi, diatermi atau fotokoagulasi. Indentasi sklera dapat dilakukan
dengan pemasangan eksoplant, implant atau pemasangan circumferential buckle yang
terbuat dari silikon yang mengelilingi bola mata. Pemasangan eksoplant
memungkinkan terjadinya indentasi sklera tanpa harus dilakukan diseksi sklera
sehingga cara ini merupakan yang banyak dipakai. Eksoplant dieratkan pada sklera
dengan jahitan pada sklera.1,2,5
22
b. Pneumatic retinopexy
Digunakan untuk ablasi retina yang disebabkan robekan kecil dan terletak dibagian
superior 2/3 fundus dengan cara menyuntikkan gelembung gas kedalam vitreous untuk
menekan robekan retina sampai retina melekat kembali. Robekan retina diterapi
dengan sejumlah krioterapi atau laser fotokoagulasi setelah retina menempel kembali.
Injeksi gas dilakukan melalui pars plana (4mm dari limbus) setelah sebelumnya mata
dianestesi. Gas yang digunakan adalah perfluorocarbon atau sulfurhexafluoride.
Setelah operasi posisi pasien diatur sedemikian rupa sehingga robekan terletak paling
atas, paling sedikit 16 jam dalam sehari selama 5 hari. Gas yang akan disuntikkan akan
mendorong cairan subretina keluar dari robekan, sehingga cairan yang tersisa dapat
diserap kembali. 1,2,5
Ablasio retina jenis ini terjadi karena retina terdorong oleh neoplasma atau
akumulasi cairan di belakang retina setelah terjadi lesi inflamatori atau vaskular.2
Etiologi dari ablasio retina eksudatif adalah sebagai berikut:2
1. Penyakit sistemik, seperti preeklamsia, hipertensi renal, penyakit hematologi, dan
polyarteritis nodosa.
2. Penyakit mata. Penyebabnya meliputi:
a. Inflamasi: Haradas disease, sympathetic ophthalmia, posterior scleritis,
dan selulitis orbital.
b. Vaskular: retinopati sentral serosa dan exudative retinopathy of Coats.
c. Neoplasma: melanoma malignum koroid dan retinoblastoma
d. Hipotoni mendadak akibat perforasi bola mata dan operasi intra okular.
23
Patogenesis
Dalam keadaan normal, cairan mengalir dari ruang vitreus ke koroid. Arah aliran
dipengaruhi oleh hiperosmolaritas relatif koroid terhadap vitreus dan epitel pigmen retina
yang secara aktif memompa ion dan air dari vitreus menuju koroid. Jika terdapat
peningkatan aliran cairan yang masuk atau penurunan aliran cairan yang keluar dari ruang
vitreus yang tidak dapat diatasi kompensasi normal, cairan akan berakumulasi di ruang
subretinal yang menyebabkan ablasio retina eksudatif.7
Ablasio retina eksudatif dicirikan dengan akumulasi cairan subretinal tanpa adanya
kerusakan retina atau traksi retina. Setiap proses patologis yang memengaruhi
permeabilitas pembuluh darah koroid atau merusak epitel pigmen retina dapat
menyebabkan akumulasi cairan subretina.7 Hal ini dapat terjadi pada gangguan vaskular,
inflamasi, dan neoplasma yang melibatkan retina bagian neurosensori, epitel pigmen
retina, dan koroid dimana cairan keluar dari pembuluh darah dan berakumulasi di bawah
retina.5
Pada keadaan preeklamsia, terdapat vasokonstriksi yang kuat terhadap arteriol
koroid, yang menyebabkan iskemia koroid dan infark epitel pigmen retina. Akibatnya,
terjadi peningkatan permeabilitas vaskular.7
24
Gambar ablasio retina dengan perpindahan cairan (A) perpindahan ke arah inferior saat
pasien duduk; (B) perpindahan ke arah superior saat pasien supinasi.5
Dapat ditemukan adanya leopard spots, yang merupakan area subretinal clumping
yang terpisah-pisah, setelah detachment telah memipih.5
25
Gambar Leopard spots yang terjadi setelah resolusi dari ablasio retina eksudatif5
Tatalaksana
Tatalaksana tergantung penyebabnya. Pada beberapa kasus dapat sembuh secara
spontan, sementara pada kasus lain dapat ditatalaksana dengan kortikosteroid sistemik
(pada Harada disease dan skleritis posterior).5 Jika disebabkan oleh tumor, harus
ditatalaksana berdasarkan jenis tumornya. Ablasi retina akibat infeksi bakteri dapat
berespon dengan antibiotik.7
Prognosis
Mortalitas dan morbiditas bergantung pada penyebab dasarnya. Sebagai contoh,
pasien dengan ablasio retina eksudatif akibat skleritis sekunder dari rheumatoid arthritis
memiliki kondisi yang parah. Ablasio retina sekunder akibat preeklampsia biasanya hilang
tanpa komplikasi jangka panjang. Setelah partus, cairan subretinal diabsorpsi oleh pompa
epitel pigmen retina dan ketajaman penglihatan pasien kembali pada kondisi sebelum
pasien mengalami ablasio retina dalam beberapa minggu. Namun, pasien dengan
eklampsia dapat mengalami kehilangan penglihatan permanen akibat nekrosis epitel
pigmen retina meski ablasio retina telah tidak ada.7
1.11 Komplikasi
Bila retina tidak dapat direkatkan kembali, maka mata akan terus menurun penglihatannya
dan akhirnya menjadi buta. Bila ablasinya sudah berlangsung lama, maka pada retina
timbul gangguan metabolisme. Zat-zat toksik yang ditimbulkan menyebabkan degenerasi
dan atrofi dari retina karena batang dan kerucut mendapat makanan dari kapiler koroid
26
sehingga menjadi rusak sebab makanannya terputus, juga dapat menimbulkan uveitis
dengan glaukoma dan katarak sebagai penyulit.8
1.12 Prognosis
Ablasio ini dapat hilang atau menetap bertahun-tahun setelah penyebabnya berkurang atau
hilang. Bila retina berhasildirekatkan kembali mata akan mendapatkan kembali sebagian
fungsi penglihatan dan kebutaan total dapat dicegah. Tetapi seberapa jauh penglihatan
dapat dipulihkan dalam jangka enam bulan sesudah tindakan operasi tergantung pada
sejumlah faktor. Pada umumnya fungsi penglihatan akan lebih sedikit pulih bila ablasio
retina telah terjadi cukup lama atau muncul pertumbuhan jaringan di permukaan retina.
2. Bila operasi pertama tidak berhasil, diulang lagi dua kali, prognosis 15 %
4. Pada myopia tinggi, karena ada proses degenerasi retina, prognosis buruk.8
Kesimpulan
Ablasi retina merupakan kelainan retina dimana lapisan sel kerucut dan batang terpisah
dari lapisan sel epitel pigmen. Berdasarkan mekanisme kejadiannya, ablasio retina ada 3
tipe, yaitu:
1. Eksudatif.
2. Traksional
3. Rhegmatogen
Terjadi akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel
epitel pigmen dengan retina. Ablasi retina rhegmatogen merupakan tipe yang paling sering
ditemukan. Robekan retina adalah defek dari seluruh ketebalan neurosensori retina. Cairan
subretinal yang berasal dari pencairan vitreus dapat masuk ke dalam celah potensial dan
melepas retina dari dalam.
27
Daftar Pustaka
1. Ilyas HS, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-4. Jakarta : Badan Penerbit
FKUI, 2012.h.10-1.
2. Asbury T, Augsburger J, Biswell R, et al. Vaughan & Asburys General
Ophtalmology: 16th edition. In: Riordan-Eva P, Whitcher JP, editors. McGraw-
Hill : 2004.
3. Kanski JJ, Bowling B, editors. Clinical Ophthalmology: a systemic approach. 7th
ed. Elsevier, 2011
4. Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology : 4th edition. Chapter 11: Disease of
Retina New Age International (P) Ltd, Publisher : 2007.
5. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology : 12 th edition.
USA : John Wiley & Sons, Inc; 2009. p. 605-12
6. Schwartz SG, Mieler WF. Management of Primary Rhegmatogenous Retinal
Detachment. Comprehensive Ophtalmology Update. [series online] 2004; 5(6):
285-294. Available from URL: http://www.medscape.com/viewarticle/496835_6.
7. Wu L. Tractional Retinal Detachment [internet]. 2012 [updated 2013 Apr 30, cited
2013 Mar 19]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1224891-
overview.
8. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury : oftalmologi umum. Edisi ke-17.
Jakarta : EGC, 2009.h.185-90.
28