Vous êtes sur la page 1sur 28

Ablasio Retina

Dokter Penguji :
Dr. Rinanto Prabowo, Sp M, M.Sc

Disusun oleh:
Kumaran a/l Krishnan 11-2013-323

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


PERIODE 12 OKTOBER 2015 14 NOVEMBER 2015
RUMAH SAKIT MATA DR YAP, YOGYAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
JAKARTA

1
I. IDENTITAS
Nama : Ny S

Umur : 56 Tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Tidak bekerja

Alamat : Slamen

Tanggal Pemeriksaan : 3 November 2015

Tanggal masuk RS : 2 November 2015

II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 3 November 2015.

Keluhan utama : Mata kiri buram sejak 3 minggu

Riwayat Penyakit Sekarang : Os datang ke Rumah Sakit Mata DR Yap atas rujukan
RS Cendong dengan keluhan penglihatan mata kiri buram sejak 3 minggu SMRS.
Penglihatan tiba-tiba menjadi buram sejak 3 minggu dan pandangan menjadi seperti
melihat kabut. OS juga silau melihat cahaya dan melihat benda bergerak-gerak. Mata
OS juga sering berasa tidak selesa dan berair. Tidak ada penglihatan ganda, mata
merah, gatal, sakit kepala, mual dan muntah. Sebelum kejadian ini os melihat normal
dan tidak pernah mengalami keluhan pada matanya. Os tidak mengalami keluhan
pada mata kanannya. Riwayat sakit mata sebelumnya (-), riwayat dirawat di rumah
sakit sebelumnya (-), riwayat pengobatan pada mata sebelumnya (-)

Riwayat Penyakit Terdahulu :

Umum : DM (-), Asma(-), Alergi (-)


Mata : Katarak (-), Trauma (-) Glaukoma (-), Riwayat kaca mata (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :

Umum : Hipertensi (-), DM (-), Asma (-), alergi (-)


Mata : Pemakaian kacamata (-), operasi mata (-), miopia tinggi (-),
katarak (-), keluarga keluhan sama (-)

2
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis

Keadaan Umum : Pasien tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital : TD 120/80 mmHg, Nadi: 86x/mnt, RR: 20x/mnt

Kepala : Normochepali, wajah simetris

Mulut : Gigi simetris, kebersihan mulut baik

THT : Normotia, septum deviasi (-), sekret (+) minimal

Jantung : BJ I-II reguler, murmur(-/-), gallop (-/-)

Paru : Suara nafas vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen : Supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)

Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada sianosis atau edema

Status Oftalmologicus

KETERANGAN OKULO DEXTRA (OD) OKULO SINISTRA (OS)

1. VISUS
Axis 6/6 1/300

Koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Addisi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Distansia pupil 65mm 65mm

Kacamata Lama Tidak ada Tidak ada

2. KEDUDUKAN BOLA MATA


Eksoftalmus Tidak ada Tidak ada

3
Enoftalmus Tidak ada Tidak ada

Deviasi Tidak ada Tidak ada

Gerakan bola mata Baik kesemua arah Baik kesemua arah

3. SUPERSILIA
Warna Hitam Hitam

Simetris Simetris Simetris

4. PALPEBRA SUPERIOR DA INFERIOR


Edema Tidak ada Tidak ada

Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada

Ektropion Tidak ada Tidak ada

Entropion Tidak ada Tidak ada

Blefarospasm Tidak ada Tidak ada

Trikiasis Tidak ada Tidak ada

Sikatriks Tidak ada Tidak ada

Punctum Lakrimal Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Fissura palpebra Tidak ada Tidak ada

Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan

5. KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR


Hiperemis Tidak ada Tidak ada

Folikel Tidak ada Tidak ada

Papil Tidak ada Tidak ada

Sikatriks Tidak ada Tidak ada

Hordeolum Tidak ada Tidak ada

4
Kalazion Tidak ada Tidak ada

6. KONJUNGTIVA BULBI
Sekret Tidak ada Tidak ada

Injeksi Konjungtiva Tidak ada Tidak ada

Injeksi Siliar Tidak ada Tidak ada

Perdarahan Tidak ada Tidak ada


Subkonjungtiva

Pterigium Tidak ada Tidak ada

Pinguekulum Tidak ada Tidak ada

Nevus Pigmentosa Tidak ada Tidak ada

Kista Dermoid Tidak ada Tidak ada

7. SKLERA
Warna Putih Putih

Ikterik Tidak ada Tidak ada

Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada

8. KORNEA
Kejernihan Jernih Jernih

Permukaaan Licin Licin

Ukuran 12 mm 12 mm

Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Infiltrat Tidak ada Tidak ada

Keratik presipitat Tidak ada Tidak ada

Sikatrik Tidak ada Tidak ada

Ulkus Tidak ada Tidak ada

Perforasi Tidak ada Tidak ada

5
Arkus Senilis Tidak ada Tidak Ada

Edema Tidak ada Tidak ada

Tes Placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan

9. BILIK MATA DEPAN


Kedalaman Dalam Dalam

Kejernihan Jernih Jernih

Hifema Tidak ada Tidak ada

Hipopion Tidak ada Tidak ada

Efek tyndall Tidak dilakukan Tidak dilakukan

10. IRIS
Warna Cokelat tua Cokelat tua

Kripte Tidak ada Tidak ada

Sinekia Tidak ada Tidak ada

11. PUPIL
Letak Ditengah Ditengah

Bentuk Bulat Bulat

Ukuran 3 mm 3 mm

Refleks cahaya Positif Positif


langsung

Refleks cahaya tidak Positif Positif


langsung

6
12. LENSA
Kejernihan Jernih Jernih

Letak Sentral Sentral

Tes shadow Negatif Negatif

13. BADAN KACA


Kejernihan Jernih Jernih

14. FUNDUS OKULI


Batas Tegas Tegas

Warna Jingga Jingga

Ekstravasio Sulit dinilai Sulit dinilai

Rasio Arteri: Vena 2:3 2:3

C/D Ratio 0,3 0,3

Makula Lutea Positif Positif

Retina Sulit dinilai Sulit dinilai

Eksudat Tiada Tiada

Perdarahan Tiada Tiada

Sikatrik Tiada Tiada

Ablasio Negatif Positif

15. PALPASI
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada

Massa tumor Tidak ada Tidak ada

Tensi okuli Normotensi Normotensi

Tonometri Schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan

16. KAMPUS VISI

7
Tes konfrontasi Normal Sulit dinilai

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1) Ultrasonografi : Scan A, Scan B
2) Angiografi Fluorescein
3) ERG (Elektroretinografi)

V. RESUME
Seorang perempun berusia 56 tahun, datang ke Rumah Sakit Mata DR Yap dengan
keluhan penglihatan mata kiri buram sejak 3 minggu SMRS. Penglihatan tiba-tiba menjadi
buram sejak 3 minggu dan pandangan menjadi seperti melihat kabut. OS juga silau melihat
cahaya dan melihat benda bergerak-gerak. Mata OS juga sering berasa tidak selesa dan
berair. Tidak ada penglihatan ganda, mata merah, gatal, sakit kepala, mual dan muntah.
Sebelum kejadian ini os melihat normal dan tidak pernah mengalami keluhan pada
matanya. Os tidak mengalami keluhan pada mata kanannya. Riwayat sakit mata
sebelumnya (-), riwayat dirawat di rumah sakit sebelumnya (-), riwayat pengobatan pada
mata sebelumnya (-),

OD OS
Visus 6/6 1/300
Funduskopi Batas tegas, warna pucat, Warna pucat, A:V ratio 2:3,
A:V ratio 2:3, CD ratio 0,3, CD ratio 0,3, Ablasio (+)

VI. DIAGNOSIS KERJA


OS Ablatio retina

Dasar diagnosis:

8
Berdasarkan anamnesis, pasien mengaku mata kiri tiba-tiba buram sejak 3 minggu,
pandangan seperti melihat kabut, silau melihat cahaya dan melihat benda bergerak-
gerak. Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan penurunan visus. Dari hasil
pemeriksaan funduskopi ditemukan tanda-tanda ablasio yaitu bercak hitam pada
permukaan jingga.

VII. DIAGNOSIS BANDING


OS Ablatio retina regmatogenosa

OS Ablatio retina eksudatif

OS oklusi arteri retina

VIII. PENATALAKSANAAN
Medika mentosa:
Topikal :
Vitrolenta ed 5 mg/ml, 4 dd gtt 1 OS
Konsul dr. Spesialis mata
Non medikamentosa
Diberikan penjelasan kepada pasien, dianjurkan untuk operasi, diharapkan
dapat menutup robekan pada retina untuk dapat memperbaiki tajam
penglihatan dan lapang penglihatan.

IX. PROGNOSIS
OKULO DEXTRA (OD) OKULO SINISTRA (OS)

Ad Vitam : bonam dubia

Ad Fungsionam : bonam dubia ad malam

Ad Sanationam : bonam dubia

9
10
Tinjauan Pustaka

1.1 Anatomi Retina

Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang
menerima rangsang cahaya. Retina berbatas dengan koroid dengan sel epitel pigmen retina
dan terdiri atas lapisan (lihat juga gambar 1):1

1. Lapisan fotoreseptor merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang
mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.

2. Membran limitan eksterna yang merupakan membrane ilusi.

3. Lapisan nucleus luar, merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan batang.
Ketiga lapis di atas avaskular dan mendapat metabolism dari kapiler koroid.

4. Lapisan pleksiform luar merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis
sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.

5. Lapis nucleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller.
Lapis ini mendapat metabolism dari arteri retina sentral.

6. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat sinaps sel
bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.

7. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua,

8. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah saraf optic.
Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.

9. Membran limitan interna, merupakan membrane hialin antara retina dan badan
kaca.

Warna retina biasanya jingga dan kadang-kadang pucat pada anemia dan iskemia
dan merah pada hipermia. Pembuluh darah di dalam retina sentral masuk retina melalui
papil saraf optic yang memberikan nutrisi pada retina dalam. Lapisan luar retina atau sel
kerucut dan batang mendapat nutrisi dari koroid.

11
Gambar 1. Anatomi Retina

1.2 Anatomi Makula

Macula terletak di retina bagian polus posterior di antara arteri retina temporal
superior dan inferior dengan diameter + 5,5 mm. Macula adalah suatu daerah cekungan di
sentral berukuran 1,5 mm; kira-kira sama dengan diameter diskus; secara anatomis disebut
juga dengan fovea.

Secara histologi, macula terdiri atas 5 lapisan yaitu membrane limitan interna,
lapisan fleksiformis luar (lapisan ini lebih tebal dan padat di daerah macula karena akson
sel batang dan sel kerucut menjadi lebih oblik saat meninggalkan fovea dan dikenal
sebagai lapisan serabut Henle), lapisan nucleus luar, membrane limitan eksterna, dan sel-
sel fotoreseptor (lihat juga gambar 2).

Sel batang dan kerucut merupakan sel fotoreseptor yang sensitive terhadap cahaya.
Sel-sel ini memiliki 2 segmen yaitu segmen luar dan segmen dalam. Segmen luar (terdiri
dari membrane cakram yang berisi pigmen penglihatan) berhubungan dengan epitel

12
pigmen retina. Sel epitel pigmen retina akan memfagositosis secara terus menerus
membrane cakram, sisa metabolism segmen luar yang telah difagositosis oleh epitel
pigmen retina disebut lipofusin. Sel epitel pigmen retina memiliki aktivitas metabolisme
yang tinggi; dengan bertambahnya usia, pigmen lipofusin makin bertambah, akibatnya
akan mengganggu pergerakan nutrient dari pembuluh darah koroid ke epitel pigmen retina
dan sel fotoreseptor.

1.3 Fisiologi Retina

Retina adalah jaringan mata yang paling kompleks. Mata berfungsi sebagai suatu
alat optic, sebagai suatu reseptor kompleks, dan suatu transducer yang efektif. Sel-sel
batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi
suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh jaras-jaras penglihatan ke korteks penglihatan
oksipital.

Fotoreseptor tersusun sedemikian rupa sehingga kerapatan sel kerucut meningkat di


pusat macula (fovea), semakin berkurang ke perifer, dan kerapatan sel batang lebih tinggi
di perifer. Di foveola, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel
ganglionnya, dan serat-serat saraf yang keluar, sedangkan di retina perifer, sejumlah
fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama. Fovea berperan pada resolusi spasial
(ketajaman penglihatan) dan penglihatan warna yang baik, keduanya memerlukan

13
pencahayaan ruang yang terang (penglihatan fotopik) dan paling baik di foveola;
sementara retina sisanya terutama digunakan untuk penglihatan gerak, kontras, dan
penglihatan malam (skotopik).

Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar retina sensorik yang
avaskuler dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mencetuskan proses
penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung rhodopsin, suatu pigmen
penglihatan yang fotosensitif dan terbenam di dalam diskus bermembran ganda pada
fotoreseptor segmen luar. Pigmen ini tersusun atas dua komponen, sebuah protein opsin
dan sebuah kromofor. Opsin dalam rhodopsin adalah scotopsin, yang terbentuk dari tujuh
heliks transmembran. Opsin tersebut mengelilingi kromofornya, retinal, yang merupakan
turunan dari vitamin A. Saat foton cahaya diserap oleh rhodopsin, 11-cis-retinal mengalami
isomerisasi menjadi bentuk all-trans-retinal dan akhirnya menjadi all-trans-retinol.
Perubahan bentuk itu akan mencetuskan terjadinya kaskade penghantar kedua (secondary
messenger cascade). Puncak absorbsi cahaya oleh rhodopsin terjadi pada panjang
gelombang sekitar 500 nm, yang merupakan daerah biru-hijau pada spektrum cahaya.
Penelitian-penelitian sensitivitas spektrum fotopigmen kerucut memperlihatkan puncak
penyerapan panjang gelombang pada 430, 540, dan 575 nm masing-masing untuk sel
kerucut sensitive - biru, -hijau, dan merah. Fotopigmen sel kerucut terdiri dari 11-sis-
retinal yang terikat pada protein opsin selain scotopsin.

Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor sel batang. Pada


bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat beragam corak abu-abu, tetapi warna-
warnanya tidak dapat dibedakan. Sewaktu retina telah beradaptasi penuh terhadap cahaya,
sensitivitas spektrum retina bergeser dari puncak dominasi rhodopsin 500 nm ke sekitar
560 nm, dan muncul sensasi warna. Suatu benda akan berwarna apabila benda tersebut
secara selektif memantulkan atau menyalurkan sinar dengan panjang gelombang tertentu di
dalam spektrum sinar tampak (400-700 nm). Penglihatan siang hari (fotopik) terutama
diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, senjakala (mesopik) oleh kombinasi sel kerucut dan
batang, dan penglihatan malam (skotopik) oleh fotoreseptor batang.

Fotoreseptor dipelihara oleh epitel pigmen retina, yang berperan penting dalam
proses penglihatan. Epitel ini bertanggung jawab untuk fagositosis segmen luar
fotoreseptor, transportasi vitamin, mengurangi hamburan sinar, serta membentuk
sawar selektif antara koroid dan retina. Membrane basalis sel-sel epitel pigmen retina
membentuk lapisan dalam membrane Bruch, yang juga tersusun atas matriks

14
ekstraseluler khusus dan membrane basalis koriokapilaris sebagai lapisan luarnya. Sel-
sel epitel retina mempunyai kemampuan terbatas dalam melakukan regenerasi.2
1.4 Definisi

Ablasio retina (retinal detachment) merupakan suatu keadaan dimana bagian


neurosensori retina terpisah dari epitel pigmen retina. Pada dasarnya antara lapisan
neurosensori retina dengan lapisan epitel pigmen tidak terdapat suatu perlekatan
Gpithelium (kecuali di ora serrata dan epith disk) sehingga merupakan titik lemah yang
potensial untuk lepas. Hal tersebut menyebabkan terjadinya akumulasi cairan subretinal di
ruang potensial antara neurosensory retinal dengan retinal pigmen epithelium. Ablasio
retina merupakan salah satu gangguan retina yang dapat menimbulkan kebutaan apabila
tidak ditangani segera. Berdasarkan etiologinya, ablasio retina dapat diklasifikasikan
menjadi rhegmatogenous retinal detachment, tractional retinal detachment, dan exudative
retinal detachment.1,2,4

1.5 Etiologi

Retina merupakan selaput transparan di bagian belakang mata yang mengolah bayangan
yang difokuskan di retina oleh kornea dan lensa. Ablasio retina seringkali dihubungkan
dengan adanya robekan atau lubang pada retina, sehingga cairan di dalam mata merembes
melalui robekan atau lubang tersebut dan menyebabkan terlepasnya retina dari jaringan di
bawahnya.
Hal tersebut bisa terjadi akibat:
Trauma
Proses penuaan
Diabetes berat
Penyakit peradangan, tetapi ablasio retina sering kali terjadi secara spontan.
Pada bayi prematur, ablasio retina bisa terjadi akibat retinopati akibat prematuritas.
Selama proses terlepasnya retina, perdarahan dari pembuluh darah retina yang kecil bisa
menyebabkan kekeruhan pada bagian dalam mata yang dalam keadaan normal terisi oleh
humor vitreus. Jika terjadi pelepasan makula, akan terjadi gangguan penglihatan pusat
lapangpandang.

15
1.6 Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya ablasio retina adalah:


- Myopia
- Hypermetropia
- Riwayat keluarga dengan ablasio retina
- Diabetes yang tidak terkontrol
- Trauma.

1.7 Gejala Klinis

Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa menyebabkan gambaran bentuk-bentuk
ireguler yang melayang-layang atau kilatan cahaya, serta menyebabkan penglihatan
menjadi kabur. Hilangnya fungsi penglihatan awalnya hanya terjadi pada salah satu bagian
dari lapang pandang, tetapi kemudian menyebar sejalan dengan perkembangan ablasio.
Jika makula terlepas, akan segera terjadi gangguan penglihatan dan penglihatan menjadi
kabur.

1.8 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata. Beberapa


pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui keutuhan retina:
Oftalmoskopi indirek dengan penekanan sclera dilakukan untuk mendeteksi
robekan perifer dan ablasio retina.

16
Ketajaman penglihatan
Respon refleks pupil
Gangguan pengenalan warna
Pemeriksaan slit lamp
Tekanan intraokuler

1.9 Pemeriksaan penunjang


USG mata
Ultrasonografi memakai prinsip sonar untuk meneliti struktur yang tidak terlihat
langsung. Gelombang suara berfrekeunsi tinggi dari sebuah transmitter khusus
jaringan sasaran. Sewaktu terpantul kembali dari berbagai komponen jaringan,
gelombang suara ditangkap kembali oleh penerima yang melipat gandakan dan
menayangkan pada layar osiloskop.
Angiografi fluoresensi
Kemampuan fotografi bayangan fundus dapat sangat diperbesar dengan
fluorescein, sebuah pewarna yang molekul-molekulnya memancarkan cahaya hijau
bila dirangsang dengan cahaya biru. Bila difoto, pewarna ini menonjolkan rincian
vaskularisasi dan antomi fundus. Angiografi fluorescein sudah menjadi keharusan
untuk mendiagnosis dan evaluasi pada banyak keadaan retina, karena dapat
memetakan dengan teliti daerah dengan kelainan. Penggulungan film bermotor
dengan kecepatan tinggi memungkinkan dibuat fotografi cepat secara berurutan
selama pewarna mengalir melalui sirkulasi retina dan koroid. Foto-foto fase awal
merekam perfusi awal pewarna yang cepat ke koroid, arteri retina dan vena retina.
Foto fase lanjut, misalnya, memperlihatkan kebocoran pewarna belakangan secara
berangsur dari pembuluh darah yang abnormal. Cairan edema ekstravaskular yang
terpulas pewarna itu menetap sampai lama setelah fluorescein intravaskular keluar
dari mata.
Elektroretinogram
Mengukur respon listrik retina terhadap kilatan cahaya. Dengan mengubah-ubah
intensitas, panjang gelombang dan frekuensi stimulus cahaya dan merekam di
bawah kondisi adaptasi terang atau gelap, akan mengubah gelombang flash ERG
dan memungkinkan pemeriksaan fungsi fotoreseptor batang dan kerucut. Flash
ERG adalah suatu respon difus dari seluruh retina, karenanya hanya sensitive

17
terhadap penyakit retina yang tersebar luas dan umum, misalnya retinitis
pigmentosa. Ketika pasien datang dengan perdarahan vitreus atau katarak yang
menghalangi visualisasi langsung ke retina, maka pemeriksaan ultrasonografi kutub
posterior diindikasikan. Kadang membedakan ablasio retina regmatogenosa dan
penebalan membran hialoid posterior yang terpisah parsial dengan menggunakan
ultrasonografi merupakan hal yang sulit. Pada kasus ini, ERG merupakan
pemeriksaan yang berguna bagi evaluasi ablasio retina regmatogenosa. Bila respon
elektrik dari retina lemah, retina mungkin mengalami ablasio.

1.10 Diagnosis Banding

Ablatio retina regmatogenosa

Tipe ini biasanya terjadi akibat adanya robekan pada struktur retina sehingga kopus
vitreous tertarik dan cairannya merembes mengisi ruang subretinal, memisahkan lapisan
neurosensotik dengan epitel pigmen.

Etiologi dan Faktor Predisposisi


Sampai saat ini penyebab pasti terjadinya ablasio retina masih belum dijelaskan
dengan rinci, namun ada beberapa faktor predisposisi yang mempengaruhinya. Pada
umunya ablasio retina lebih sering terjadi pada usia lanjut (40-60 tahun). Hal ini
berhubungan dengan adanya proses degenerasi di retina perifer yang memudahkan
terjadinya robekan. Miopi tinggi pada orang tua juga seringkali memudahkan terjadinya
ablasio retina akibat terjadinya degenerasi kistoid yang mudah pecah di sekitar ora
serrata.1,2,5
Bentuk-bentuk degenerasi perifer yang menjadi faktor predisposisi ablasio retina
antara lain:
- Lattice degeneration
Merupakan jenis degenerasi yang berhubungan secara langsung dengan retinal
detachment. Degenerasi ini terjadi pada 8 % populasi. Biasanya terjadi bilateral dan
lebih sering di daerah temporal dan superior. Pada degenerasi jenis ini, terdapat
diskontinuitas membran limitans interna dengan lapisan neurosensorik retina yang
mendasarinya.

18
- Snail track degeneration
Tanda dari degenarasi ini adalah retina berbentuk snowflakes atau white frost like
appearance. Terdapat gambaran pulau-pulau yang biasanya lebih panjang
dibandingkan pada lattice degeneration yang berhubungan dengan likuifaksi vitreous.
Sering ditemukan pada mata miopi dan dapat berkaitan dengan atropic holes.

- Retinoschisis degeneration
Tipe ini terjadi pada sekitar 5% populasi diatas usia
20 tahun, biasanya mengenai dua mata. Pada jenis ini, lapisan sensori retina terpisah
menjadi 2 lapisan, yaitu lapisan luar (koroidal) dan lapisan dalam (vitreus). Fungsi
penglihatan menghilang total pada bagian yang terkena. 1,2,5

Patofisiologi
Ablasio retina regmatogenosa terjadi ketika gaya yang mencetuskan lepasnya
perlekatan retina-epitel pigmen melebihi gaya yang mempertahankan perlekatan antara
keduanya. Faktor yang mempertahankan perlekatan retina antara lain: tekanan hidrostatik,
tekanan onkotik, dan transpor aktif. Tekanan hidrostatik di intraokular lebih tinggi pada
vitreus dibandingkan koroid. Namun tekanan onkotik koroid lebih tinggi dibanding
vitreous. Adanya pompa pada sel epitel pigmen retina secara aktif mentranspor larutan dari
ruang subretina ke koroid. Hasil dari aktivitas ketiga komponen tersebut yang
mempertahankan perlekatan retina.6

19
Robekan retina terjadi sebagai akibat interaksi traksi dinamik vitreoretina dan
kelemahan retina perifer dengan predisposisi degenerasi. Seiring dengan pertambahan usia,
akan terjadi suatu proses likuifaksi (pencairan) vitreus akibat perubahan struktur
molekulernya (dikenal sebagai sineresis). Pada usia lanjut konsentrasi asam hyaluronat di
dalam korpus vitreous menurun, begitu pula dengan serabut-serabut kolagen di dalamnya.
Jaring-jaring kolagen akan kolaps dan memisahkan vitreous posterior dari membrans
limitan interna sehingga menyebabkan posterior vitreous detachment (PVD). Pada
beberapa mata dengan sineresis akan terbentuk lubang pada korteks vitreous posterior yang
tipis. Cairan tersebut akan merembes melalui lubang ini kedalam ruang retrohyaloid.
Proses ini juga akan memisahkan permukaan vitreous posterior dari membran limitans
interna sampai tepi posterior vitreous base (dikenal sebagai PVD). Setelah terjadi PVD,
retina tidak dilindungi oleh korteks vitreous yang stabil. Tarikan vitreus pada perlekatan
vitreoretina dapat menyebabkan robekan pada retina. Setelah terjadi robekan, cairan
synchytic pada ruang retrohyaloid dapat mencapai celah subretina. Akumulasi cairan di
rongga subretina menyebabkan terpisahnya lapisan neurosensorik dari lapisan epitel
pigmen retina.2,5

Manifestasi Klinis
Gejala prodromal yang sering keluhkan pasien adalah adanya bintik hitam di depan
mata (floaters) dan fotopsia. Fotopsia merupakan sensasi subjektif yang dirasakan sebagai

20
kilatan cahaya. Pada mata dengan acute PVD, hal ini mungkin terjadi akibat traksi pada
tempat perlekatan vitreoretina. Biasanya diinduksi oleh gerakan bola mata dan lebih jelas
pada keadaan gelap. Ketika terjadi robekan pada retina, darah dan sel epitel pigmen dapat
masuk ke korpus vitreus dan terlihat sebagai floaters, yaitu bayangan gelap pada vitreus.
Jenis floaters pada ablasio retina antara lain2,4,5:
- Weiss Ring Floater : berbentuk cincin

- Cobwebs : disebabkan oleh kondensasi serat


kolagen pada korteks vitreous yang telah colaps.

Pada tahap lanjutan, pasien mulai mengeluhkan adanya defek lapang pandang yang
terlokalisasi pada kuadran tertentu hingga menjadi total. Hal tersebut digambarkan pasien
sebagai black curtain. Kuadran pertama yang mengalami defek lapang pandang merupakan
petunjuk untuk menentukan lokasi robekan retina primer (yaitu pada kuadran yang
berlawanan). Hilangnya penglihatan sentral mungkin dikarenakan keterlibatan area makula
(fovea). Jika detachment terjadi secara luas dan sentral, maka pasien dapat kehilangan
penglihatannya secara mendadak tanpa rasa nyeri. Pada sebagian pasien, defek penglihatan
mungkin tidak muncul saat bangun tidur di pagi hari, hal ini disebabkan oleh absorpsi
spontan SRF saat berbaring di malam hari. 2,5
Pada pemeriksaan oftalmologis dapat ditemukan adanya defek relatif pupil aferen
(Marcus Gunn pupil), tekanan intraokular yang menurun (sekitar 5 mmHg dari normal),
adanya gambaran tobacco dust (sel-sel pigmen yang terlihat pada vitreous anterior),
robekan retina pada funduskopi. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang
terangkat berwarna pucat dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan
retina berwarna merah. Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang terlepas
bergoyang.2,4,5

21
Tatalaksana
Tujuan dari tatalaksana ablasio retina adalah melepaskan traksi vitreoretina, dan
menutup robekan retina. Pembedahan adalah tatalaksana terpilih untuk tujuan tersebut.
Pemilihan teknik pembedahan ditentukan oleh ukuran, jumlah dan lokasi dari robekan.
Dua teknik yang sering dilakukan antara lain :
a. Scleral buckling
Indentasi sklera yang diakibatkan oleh buckle akan mendekatkan retina sensorik
dengan lapisan epitel retina dan mengendorkan tarikan vitreous pada robekan. Apabila
robekan retina telah menutup, makan cairan subretina akan diabsorsi. Tetapi kadang
kala diperlukan drainase apabila jumlah cairan di subretina sangat banyak. Penutupan
robekan retina dilakukan dengan melekatkan kembali lapisan neurosensoris pada epitel
pigmen retina dengan menimbulkan trauma termal (baik panas ataupun dingin) dengan
menggunakan kriopeksi, diatermi atau fotokoagulasi. Indentasi sklera dapat dilakukan
dengan pemasangan eksoplant, implant atau pemasangan circumferential buckle yang
terbuat dari silikon yang mengelilingi bola mata. Pemasangan eksoplant
memungkinkan terjadinya indentasi sklera tanpa harus dilakukan diseksi sklera
sehingga cara ini merupakan yang banyak dipakai. Eksoplant dieratkan pada sklera
dengan jahitan pada sklera.1,2,5

22
b. Pneumatic retinopexy
Digunakan untuk ablasi retina yang disebabkan robekan kecil dan terletak dibagian
superior 2/3 fundus dengan cara menyuntikkan gelembung gas kedalam vitreous untuk
menekan robekan retina sampai retina melekat kembali. Robekan retina diterapi
dengan sejumlah krioterapi atau laser fotokoagulasi setelah retina menempel kembali.
Injeksi gas dilakukan melalui pars plana (4mm dari limbus) setelah sebelumnya mata
dianestesi. Gas yang digunakan adalah perfluorocarbon atau sulfurhexafluoride.
Setelah operasi posisi pasien diatur sedemikian rupa sehingga robekan terletak paling
atas, paling sedikit 16 jam dalam sehari selama 5 hari. Gas yang akan disuntikkan akan
mendorong cairan subretina keluar dari robekan, sehingga cairan yang tersisa dapat
diserap kembali. 1,2,5

Ablatio retina eksudatif

Ablasio retina jenis ini terjadi karena retina terdorong oleh neoplasma atau
akumulasi cairan di belakang retina setelah terjadi lesi inflamatori atau vaskular.2
Etiologi dari ablasio retina eksudatif adalah sebagai berikut:2
1. Penyakit sistemik, seperti preeklamsia, hipertensi renal, penyakit hematologi, dan
polyarteritis nodosa.
2. Penyakit mata. Penyebabnya meliputi:
a. Inflamasi: Haradas disease, sympathetic ophthalmia, posterior scleritis,
dan selulitis orbital.
b. Vaskular: retinopati sentral serosa dan exudative retinopathy of Coats.
c. Neoplasma: melanoma malignum koroid dan retinoblastoma
d. Hipotoni mendadak akibat perforasi bola mata dan operasi intra okular.

23
Patogenesis
Dalam keadaan normal, cairan mengalir dari ruang vitreus ke koroid. Arah aliran
dipengaruhi oleh hiperosmolaritas relatif koroid terhadap vitreus dan epitel pigmen retina
yang secara aktif memompa ion dan air dari vitreus menuju koroid. Jika terdapat
peningkatan aliran cairan yang masuk atau penurunan aliran cairan yang keluar dari ruang
vitreus yang tidak dapat diatasi kompensasi normal, cairan akan berakumulasi di ruang
subretinal yang menyebabkan ablasio retina eksudatif.7
Ablasio retina eksudatif dicirikan dengan akumulasi cairan subretinal tanpa adanya
kerusakan retina atau traksi retina. Setiap proses patologis yang memengaruhi
permeabilitas pembuluh darah koroid atau merusak epitel pigmen retina dapat
menyebabkan akumulasi cairan subretina.7 Hal ini dapat terjadi pada gangguan vaskular,
inflamasi, dan neoplasma yang melibatkan retina bagian neurosensori, epitel pigmen
retina, dan koroid dimana cairan keluar dari pembuluh darah dan berakumulasi di bawah
retina.5
Pada keadaan preeklamsia, terdapat vasokonstriksi yang kuat terhadap arteriol
koroid, yang menyebabkan iskemia koroid dan infark epitel pigmen retina. Akibatnya,
terjadi peningkatan permeabilitas vaskular.7

Tanda dan Gejala


Gejala
Tidak terdapat photopsia karena tidak terdapat traksi vitreoretinal, tetapi dapat
ditemukan floater jika terdapat vitritis. Defek lapang pandang dapat muncul tiba-tiba dan
berkembang dengan cepat. Kelainan ini dapat terjadi pada kedua mata, tergantung pada
penyebabnya (misalnya Harada disease).5
Tanda
Ablasio retina yang terjadi berbentuk konveks seperti ablasio rhegmatogenous,
tetapi permukaannya halus dan tidak berlekuk.5 Retina yang terablasi bersifat mobile
karena cairan subretinal dipengaruhi gravitasi dan memisahkan area retina dimana cairan
tersebut terakumulasi. Pada saat pasien tegak cairan subretina terakumulasi di bagian
inferior retina, sementara pada saat pasien supinasi, bagian inferior retina memipih dan
cairan subretinal bergeser ke arah posterior, memisahkan retina bagian superior. Hal
tersebut merupakan ciri khas dari ablasi retina eksudatif.2,5

24
Gambar ablasio retina dengan perpindahan cairan (A) perpindahan ke arah inferior saat
pasien duduk; (B) perpindahan ke arah superior saat pasien supinasi.5
Dapat ditemukan adanya leopard spots, yang merupakan area subretinal clumping
yang terpisah-pisah, setelah detachment telah memipih.5

25
Gambar Leopard spots yang terjadi setelah resolusi dari ablasio retina eksudatif5

Tatalaksana
Tatalaksana tergantung penyebabnya. Pada beberapa kasus dapat sembuh secara
spontan, sementara pada kasus lain dapat ditatalaksana dengan kortikosteroid sistemik
(pada Harada disease dan skleritis posterior).5 Jika disebabkan oleh tumor, harus
ditatalaksana berdasarkan jenis tumornya. Ablasi retina akibat infeksi bakteri dapat
berespon dengan antibiotik.7

Prognosis
Mortalitas dan morbiditas bergantung pada penyebab dasarnya. Sebagai contoh,
pasien dengan ablasio retina eksudatif akibat skleritis sekunder dari rheumatoid arthritis
memiliki kondisi yang parah. Ablasio retina sekunder akibat preeklampsia biasanya hilang
tanpa komplikasi jangka panjang. Setelah partus, cairan subretinal diabsorpsi oleh pompa
epitel pigmen retina dan ketajaman penglihatan pasien kembali pada kondisi sebelum
pasien mengalami ablasio retina dalam beberapa minggu. Namun, pasien dengan
eklampsia dapat mengalami kehilangan penglihatan permanen akibat nekrosis epitel
pigmen retina meski ablasio retina telah tidak ada.7

1.11 Komplikasi

Bila retina tidak dapat direkatkan kembali, maka mata akan terus menurun penglihatannya
dan akhirnya menjadi buta. Bila ablasinya sudah berlangsung lama, maka pada retina
timbul gangguan metabolisme. Zat-zat toksik yang ditimbulkan menyebabkan degenerasi
dan atrofi dari retina karena batang dan kerucut mendapat makanan dari kapiler koroid

26
sehingga menjadi rusak sebab makanannya terputus, juga dapat menimbulkan uveitis
dengan glaukoma dan katarak sebagai penyulit.8

1.12 Prognosis

Ablasio ini dapat hilang atau menetap bertahun-tahun setelah penyebabnya berkurang atau
hilang. Bila retina berhasildirekatkan kembali mata akan mendapatkan kembali sebagian
fungsi penglihatan dan kebutaan total dapat dicegah. Tetapi seberapa jauh penglihatan
dapat dipulihkan dalam jangka enam bulan sesudah tindakan operasi tergantung pada
sejumlah faktor. Pada umumnya fungsi penglihatan akan lebih sedikit pulih bila ablasio
retina telah terjadi cukup lama atau muncul pertumbuhan jaringan di permukaan retina.

Prognosis ablasio retina:

1. Baik sekali, bila pertama kali orerasi berhasil 50-60%

2. Bila operasi pertama tidak berhasil, diulang lagi dua kali, prognosis 15 %

3. Operasi yang berulang kali atau ablasio retina

4. Pada myopia tinggi, karena ada proses degenerasi retina, prognosis buruk.8

Kesimpulan

Ablasi retina merupakan kelainan retina dimana lapisan sel kerucut dan batang terpisah
dari lapisan sel epitel pigmen. Berdasarkan mekanisme kejadiannya, ablasio retina ada 3
tipe, yaitu:
1. Eksudatif.
2. Traksional
3. Rhegmatogen
Terjadi akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel
epitel pigmen dengan retina. Ablasi retina rhegmatogen merupakan tipe yang paling sering
ditemukan. Robekan retina adalah defek dari seluruh ketebalan neurosensori retina. Cairan
subretinal yang berasal dari pencairan vitreus dapat masuk ke dalam celah potensial dan
melepas retina dari dalam.

27
Daftar Pustaka

1. Ilyas HS, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-4. Jakarta : Badan Penerbit
FKUI, 2012.h.10-1.
2. Asbury T, Augsburger J, Biswell R, et al. Vaughan & Asburys General
Ophtalmology: 16th edition. In: Riordan-Eva P, Whitcher JP, editors. McGraw-
Hill : 2004.
3. Kanski JJ, Bowling B, editors. Clinical Ophthalmology: a systemic approach. 7th
ed. Elsevier, 2011
4. Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology : 4th edition. Chapter 11: Disease of
Retina New Age International (P) Ltd, Publisher : 2007.
5. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology : 12 th edition.
USA : John Wiley & Sons, Inc; 2009. p. 605-12
6. Schwartz SG, Mieler WF. Management of Primary Rhegmatogenous Retinal
Detachment. Comprehensive Ophtalmology Update. [series online] 2004; 5(6):
285-294. Available from URL: http://www.medscape.com/viewarticle/496835_6.
7. Wu L. Tractional Retinal Detachment [internet]. 2012 [updated 2013 Apr 30, cited
2013 Mar 19]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1224891-
overview.
8. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury : oftalmologi umum. Edisi ke-17.
Jakarta : EGC, 2009.h.185-90.

28

Vous aimerez peut-être aussi