Vous êtes sur la page 1sur 12

ABSES PARU

Mulyati Amir
GA Indirawati

PENDAHULUAN
Abses paru adalah infeksi paru supurasi pada parenkim paru yang membentuk
satu atau lebih kavitas besar yang berisi cairanudara5. Dengan kata lain, abses paru
dapat didefinisikan sebagai lesi nekrotik jaringan paru yang mengandung nanah pada
parenkim paru berupa akumulasi sel-sel inflamasi terutama polimorfonuklear, lekosit
yang membentuk satu atau lebih suatu kavitas dengan gambaran air-fluid level
didalamnya akibat infeksi bakteri2,6,10.
Frekuensi abses paru di USA pada seluruh populasi masih belum diketahui
dengan pasti12. Kasus kematian akibat abses paru di negara tersebut sekitar 15-20% dan
ini menurun dari 30-40% sebelum era antibiotik. Data rekam medik selama tahun 2002
di SMF Penyakit Paru RSUD Dr. Soetomo didapatkan 20 kasus abses paru, dengan
mortaliti sebesar 10%. Tingginya rata-rata mortaliti dan morbiditi pasien dengan abses
paru tergantung pada penggunaan antibiotik dan perawatan suportif. Faktor predisposisi
seperti ukuran besarnya abses dan lokasi lobus bawah paru kanan ini memberikan
prognosis yang jelek. Selain itu, faktor yang berhubungan dengan etiologi kuman
penyebab seperti S. aureus, K. pneumonia, dan P. aeruginosa, sehingga jika penggunaan
antibiotik tidak memberikan hasil yang baik maka pendekatan secara agresif yaitu
pembedahan perlu dipertimbangkan pada pasien-pasien dengan prognosis yang jelek
tersebut7.
Abses paru dapat diklasifikasikan berdasarkan lama dan etiologinya. Abses akut
lamanya lebih kurang 4-6 minggu sedangkan abses kronik waktunya lebih lama. Abses
primer adalah infeksi awal yang disebabkan oleh aspirasi atau pneumonia. Sedangkan
abses sekunder didasarkan dari kondisi yang sebelumnya (seperti obstruksi), penyebaran
dari ekstrapulmonar, bronkiektasis, dan atau status imunokompromise. Selanjutnya
karakteristik kuman patogen penyebab abses paru, yaitu Staphylococcus, kuman
anaerobic, atau Aspergillus12.

PRESDIPOSISI.
Faktor predisposisi terpenting abses paru adalah aspirasi, baik aspirasi yang
terjadi pada saat kesadaran kesadaran menurun, karena disfungsi gastrointestinal,
penggunaan alat alat mekanik, inokolum bakteri pada periodontal disease, sinergistik
kolonisasi bakteri daerah orofaring, esophagus, dan gaster ( misalnya kuman enteric

-----------------------------------------------------------------------------------------------------
1
Tinjauan Pustaka
Lab-SMF Radiolgi FK Unair-RSUD dr Soetomo
Surabaya, 2004
negatif, staphylococcus aureus ), atau karena adanya obstruksi ( misalnya pada kanker
bronkogenik atau adanya benda asing )15 . Umumnya yang mengakibatkan terjadinya
ganguan kesadaran adalah, penderita alkoholis, cerebral vascular accident (CVA),
general anestesi, adiksi atau overdosis obat, kejang, koma diabetik, syok dan penyakit
berat lainnya. Faktor lainnya yang mengakibatkan aspirasi adalah dispagia oleh karena
penyakit esofagus atau penyakit neurologis, obstruksi intestinal, tonsilektomi atau pasca
pencabutan gigi, tindakan intervensi mekanik pada sphingter cardiac yang disebabkan
oleh pipa nasogastrik, dan pipa endotrakeal. Selain itu aspirasi yang berasal dari penyakit
periodontal atau gingivitis, hygiene mulut yang jelek juga merupakan penyebab
terpenting terjadinya abses paru. Abses paru jarang pada penderita dengan karsinoma
bronkogenik atau yang berkaitan dengan penyakit ini. Pasien yang mendapatkan terapi
dengan obat-obatan imunosupresan dapat terjadi abses paru yang multipel akibat infeksi
oleh Nocardia atau organisme lainnya5, 13.

ETIOLOGI
Abses paru dapat disebabkan oleh bermacam-macam, antara lain1,5,8 :
Infeksi yang berasal dari aspirasi jalan napas bagian atas pada penderita yang
tidak sadar, pengaruh alkohol, penyakit serebrovaskuler, general anestesi, koma
atau pengaruh dari obat-obatan hipnotif-sedatif.
Organisme penyebab tersering adalah anaerb yang mana biasanya berhubungan
dengan penyakit periodontal. Kultur kuman dari abses paru biasanya meliputi
flora nasopharing, partikel anaerob, dan bakteri aerob atau jamur.
Penyulit dari pneumonia tertentu seperti Klebsiella pneumonia (Friedlanders
bacillus), Staphylococcus aureus, Actynomyces israella, Streptococcus
hemoliticus, dan aerob yang lainnya.
Infeksi sekunder dari infark paru.
Perluasan abses subdiaphragma dari hepar ke lobus bawah pada paru, biasanya
amuba atau abses bakterial.
Abses paru tunggal atau multipel dapat disebabkan dari endokarditis sisi sebelah
kanan dan biasanya berat jika kuman penyebabnya adalah bakteriemia dari
Staphylococcus atau infeksi endovaskuler yang berasal dari pembuluh darah vena
besar leher.
Pada 85% kasus abses paru, penyebabnya adalah bakteri anaerob. Paling sering
adalah peptosterptococcus, bacteriodes, fusobacterium dan microaerophilik
streptococcus. Tiga kelompok besar bakteri atau kuman yang terlibat dalam penyebaran
secara hematogen di paru yaitu coccus gram positive (Staphylococcus; Bacilli enteric

-----------------------------------------------------------------------------------------------------
2
Tinjauan Pustaka
Lab-SMF Radiolgi FK Unair-RSUD dr Soetomo
Surabaya, 2004
gram negatif; dan Bacteria anaerobic). Multipel abses biasanya dikarenakan penyebaran
kuman secara hematogen (bakteriemia) atau emboli sepsis. Karakteristik kuman
hematogen abses paru adalah Staphylococcus. Infeksi paru hematogen karena kuman
gram negatif seperti E. coli, Legionella pneumopilla, Proteus spp, yang terjadi karena
infeksi dari traktus urinaria, manipulasi setelah operasi bedah perut, sepsis akibat aborsi,
infeksi nosokomial ( biasanya ada kaitannya dengan vaskuler dan kateterisasi traktus
urinaria ). Mycobacterium, parasit dan infeksi jamur ( Histoplasmosis, Coccodiomycosis
dan Aspergillosis ) juga dapat menyebabkan abses paru 5,11. Abses paru akibat bakteriemia
terjadi karena emboli sepsis dari endokarditis bakteria pada sisi kanan jantung (kuman
patogen tersering Staphylococcus aureus) atau dari pelvis dan tromboflebitis vena dalam
5
.
PATOGENESIS
Ada dua mekanisme utama yang menjelaskan terbentuknya abses paru.
Mekanisme pertama adalah masuknya kuman patogen dari saluran napas atas ke paru
yang menghasilkan abses. Ini dikarenakan teraspirasinya kuman tersebut menimbulkan
reaksi neutrofilik disertai dengan reaksi nekrosis14 . Lokasi abses paru primer tersering di
segmen posterior lobus atas paru kanan, segmen superior lobus bawah paru kanan, dan
bisa juga pada sisi kiri dengan segmen yang sama namun frekuensinya lebih jarang. Hal
ini dikarenakan di sebelah kanan sudut cabang bronkus utama kurang tajam sehingga
mempermudah aspirasi kedalam sisi tersebut3,5. Lokasi timbulnya abses paru tergantung
pada posisi penderita saat terjadi aspirasi. Normalnya material yang teraspirasi, secara
efektif akan teratasi oleh mekanisme pertahanan silier, batuk, dan makrofag alveolar. Jika
mekanisme protektif tersebut tidak efektif maka material yang teraspirasi tidak bisa
dibersihkan dan terjadilah infeksi, misalnya keadaan terintubasi dengan pipa
endobronkial yang akan merusak mekanisme batuk, dan memudahkan menempelnya
sekret orofaringeal di percabangan trakeobronkial5. Selain itu beberapa keadaan seperti
gangguan kesadaran (penyakit serebrovaskuler, alkoholism, kejang, koma atau gawat
anestesi) bisa memudahkan terjadinya aspirasi dengan terbentuknya sekret orofaringeal
dalam jumlah volume besar yang tidak bisa dibersihkan oleh sistem mukosilier
bronkopulmonar sehingga berpotensi timbul pneumonia aspirasi. Presdiposisi kondisi lain
seperti hygiene jelek, penyakit gigi dan ISPA kronik dapat meningkatkan jumlah sekret
kuman anaerob13.
Mekanisme abses paru yang kedua adalah penyebaran secara hematogen.
Penyebaran secara hamatogen pada paru, dimulai dari pneumonia, nekrosis lalu
berkembang menjadi abses yang selanjutnya terjadi organisasi dengan kavitasi. Jika
terjadi fistel bronko-pleura dapat menjadi empiema. Pneumonia primer jarang progresif
menimbulkan nekrosis dan abses pada era modern ini, namun hal tersebut tergantung
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
3
Tinjauan Pustaka
Lab-SMF Radiolgi FK Unair-RSUD dr Soetomo
Surabaya, 2004
pada akurasi pemberian antibiotik yang tepat 14. Mekanisme lain untuk terbentuknya abses
antara lain bakteriemia atau endokarditis katub tricuspidalis yang disebabkan oleh karena
karena septik emboli ke paru15. Abses paru akibat emboli sering kali multipel dan hanya
merupakan sebagian kecil dari penderita abses paru3. Emboli biasanya berasal dari
sirkulasi vena (septik tromboflebitis), sisi kanan pada jantung (endokarditis), dan infeksi
daerah kepala-leher14.

GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis bisa akut atau kronis. Gejala awalnya mirip dengan pneumonia
seperti malaise, anorexia, batuk berdahak dengan sputum yang berbau busuk, purulen,
berwarna kuning kehijauan sampai kecoklatan sebab bercampur darah atau kadang
kadang batuk darah dengan jumlah yang banyak. Berkeringat dan demam, biasanya
timbul satu atau tiga hari setelah aspirasi1. Pada keadaan dengan daya tahan yang buruk
bisa timbul demam tinggi dengan temperatur 39,40 C. Pada penderita dengan hygiene
mulut yang buruk disertai foetor ex ore. Nyeri dada mencerminkan abses telah mengenai
pleura3,9,16.
Pada pemeriksaan fisik seringkali pasien tampak sakit berat. Tanda konsolidasi
didapatkan di daerah paru yang terkena yaitu redup pada perkusi, suara bronkial disertai
ronki basah (crakcles) pada auskultasi. Kalau absesnya luas dan terletak dekat dinding
dada mungkin terdengar suara amforik, kalau absesnya terisi penuh dengan cairan akibat
drainase yang jelek suara napas melemah. Kalau abses paru pecah ke dalam rongga
pleura, terjadi nyeri pleura yang hebat disertai dengan sesak napas dan tanda tanda
empiema dan pneumotoraks. Jari tabuh (clubbing finger) jarang ditemukan sejak
penggunaan antibiotik, kendatipun ini bisa terjadi tiga sampai empat minggu bila drainase
tidak baik3,4,16.

Gambaran Radiologi

1.
Foto Toraks9,12,14

Pada pemeriksaan foto dada sebaiknya dibuat foto dada PA dan lateral untuk dapat
melihat lokasi lesi secara lebih tepat.
Jika foto diambil cukup dini dari perjalanan penyakit, maka hanya terlihat
gambaran infiltrat seperti pneumonia.
Kurang lebih pada hari ke sepuluh dari perjalanan penyakit akan terbentuk kavitasi
yang berisi cairan-udara dengan dinding tebal tepi tidak rata atau tidak teratur

-----------------------------------------------------------------------------------------------------
4
Tinjauan Pustaka
Lab-SMF Radiolgi FK Unair-RSUD dr Soetomo
Surabaya, 2004
(irreguler) yang pada pemeriksaan radiologis dada menunjukan gambaran sebagai
abses paru.
Abses paru akibat dari aspirasi paling sering ditemukan pada segmen posterior dari
lobus atas atau segmen superior lobus bawah.
Ketebalan dinding dari suatu abses bervariasi dari tebal sampai tipis dan dari batas
tidak jelas sampai dengan berbatas jelas. Dinding kavitas dapat halus atau kasar
tetapi biasanya tidak noduler.
Jika terdapat suatu batas udara cairan ( air fluid level ), menunjukkan bahwa abses
berhubungan dengan bronkus. batas air fluid level dalam sebuah abses paru
umumnya sama pada posisi posteroanterior atau lateral.
Abses bisa meluas hingga ke permukaan pleura, yang membentuk sudut tajam
dengan permukaan pleura.
Infeksi anaerob mungkin terkesan suatu kavitas dalam konsolidasi segmental padat
pada zone paru dependent.
Infeksi paru oleh suatu organisme virulen mengakibatkan jaringan nekrosis lebih
tersebar luas, yang memudahkan terjadinya gangren paru yang didasari infeksi.
Lebih dari 1/3 abses paru disertai dengan empyema.

2.CT scan 12,14


Mengidentifikasi abses yang lebih kecil atau multiple.
Mengidentifikasi proses kistik yang menyerupai abses.
Mengidentifikasi suatu abses yang mana pada foto polos gambaran air fluid level
sulit di bedakan dengan pneumonia terorganisasi.
CT Scan pada paru dapat membantu visualisasi anatomi dengan baik dari pada foto
toraks. Ini sangat bermanfaat pada identifikasi empyema yang menyertai atau infark
paru.
Pada CT Scan, suatu abses biasanya adalah sebuah lesi bulat radiolusen dengan
dinding tebal, dan garis tepi irreguler tidak jelas.
Pembuluh darah dan bronkus tidak dapat terdorong oleh abses, seperti pada empiema.
Abses paru terletak dalam parenkim dapat menyerupai empiema loculated, yang
mungkin sulit dibedakan pada gambaran foto dada.
Lesi membentuk sudut tajam dengan permukaan pleura dinding dada.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------
5
Tinjauan Pustaka
Lab-SMF Radiolgi FK Unair-RSUD dr Soetomo
Surabaya, 2004
Stark dkk. Meneliti mengenai penggunaan CT scan dalam mendeteksi kelainan berupa
abses dan empiema. Dikatakan bahwa akurasi pemeriksaan CT scan adalah 100% untuk
diagnostik terutama dalam menentukan diferensial diagnostik, perluasan penyakit,
karakteristik dinding abses, pemisahan pleura, kompresi paru. Hal tersebut diatas perlu
diketahui karena dalam penatalaksanaannya abses adalah treated medically sedangkan
empiema adalah surgically and medically16.

DIAGNOSIS
Seperti penyakit pada umumnya, untuk menegakkan diagnosis abses paru secara
umum meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, gambaran radiologis dan
pemeriksaan penunjang. Meskipun tanda dan gejala yang ditemukan pemeriksaan-
pemeriksaan di atas mengarah ke abses paru, akan tetapi diagnosis utamanya ditegakkan
dari gambaran foto toraks.
Selain tersebut diatas, diagnosis spesifik untuk membedakan abses dengan lesi
lainnya adalah dengan kultur bakteriologi. Tetapi oleh karena kuman anaerob dan kuman
lain yang berpotensi patogenik menimbulkan abses paru seperti S. aureus dan K.
pneumonia berasal dari normal flora mulut, maka untuk mendapatkan hasil yang benar-
benar representatif adalah sulit. Sehingga diperlukan tehnik khusus untuk mendapatkan
spesimen dari dahak agar diagnosis bakteriologis yang akurat dapat ditegakkan5,8.
Aspirasi langsung melalui bronkoskopi pada abses paru mungkin sulit dilakukan
atau tidak berhasil jika absesnya kecil atau terletak di perifer, dan mudah terjadi
komplikasi berupa laserasi paru. Meskipun demikian, bronkoskopi dapat menilai dan
mendeteksi partikel jika dicurigai adanya benda asing atau tumor5,14.
Aspirasi transtrakeal juga bisa dilakukan untuk menegakkan penyebab yang
spesifik pada abses paru dan pneumonia nekrotikan khususnya pada pasien yang
kooperatif, akan tetapi jangan dilakukan pada penderita yang mempunyai tendensi
terjadinya hemoptisis karena bisa menyebabkan asfiksia. Jika masih belum mendapatkan
spesimen maka tindakan aspirasi transtorakal bisa dilakukan dengan tuntunan CT scan
tetapi harus diperhatikan risikonya4,14.

Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari lesi menyerupai abses paru primer adalah sebagai berikut3,5,9 :
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
6
Tinjauan Pustaka
Lab-SMF Radiolgi FK Unair-RSUD dr Soetomo
Surabaya, 2004
Karsinoma Bronkogenik
Karsinoma paru dengan kavitas terutama pada karsinoma sel skuamus
Kavitas berdinding tebal, irreguler dan noduler
Lokasi paling sering lobus superior

Tuberkulosis
Kavitas berdinding tipis atau tebalnya sedang dengan garis permukaan
dalam yang halus.
Air fluid level jarang
Di kelilingi oleh konsolidasi atau jaringan fibrotik.
Lokasi: segmen apical dan posterior dari lobus superior, dan segmen
posterior lobus inferior.
Infeksi jamur
Massa bulat, solid pada kavitas berdinding tipis
Biasanya pada lobus superior
Bergerak dengan perubahan posisi
Rongga udara berbentuk Crescent memisahkan fungus ball dari dinding
kavitas.
Tunggal atau multipel
Pneumonia nekrotikan
Kavitas kecil diameter < 2 cm
Pada satu atau beberapa segmen atau lobus

Kista atau bula


Dinding kavitas sangat tipis
Biasanya multiple
Predominan pada lobus superior
wageners granulomatosis
Biasanya multiple
Kavitas berdinding tebal dengan garis permukaan dalam irreguler ( mungkin
akhirnya menjadi cystic spaces berdinding tipis.
Lesi kavitas dapat menghilang atau sembuh dengan bentuk scar.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------
7
Tinjauan Pustaka
Lab-SMF Radiolgi FK Unair-RSUD dr Soetomo
Surabaya, 2004
Cavitas pada nodul rematoid
Kavitas berdinding tebal dengan garis permukaan dalam halus
Ukuran nodul berkisar 5 mm 5 cm.
Sering multiple dan umumnya lokasinya pada sub pleura perifer. Paling
sering pada lobus bawah.
Akan menghilang dengan remisi dari arthritis

TERAPI
Abses paru dapat diterapi secara empiris dengan obat anti mikroba atau antibiotik
baik secara parenteral atau oral. Kombinasi terapi antara penisilin dengan metronidasol
lebih baik hasilnya untuk terapi infeksi paru anaerobik. Metronidasol sebenarnya
merupakan obat yang paling baik untuk mengcover semua kuman anaerobik tapi
aktivitasnya rendah untuk menghancurkan Microaerophilic dan Streptococci aerobic,
juga Actinomyces species, oleh karena itu sebaiknya tidak dipakai sebagai obat tunggal
pada pengobatan abses paru4. Beberapa obat lain mempunyai aktivitas invitro terhadap
mikroorganisme anaerob, termasuk yang menghasilkan beta laktamase dan mungkin
dapat dipakai sebagai terapi efektif pada abses paru. Obat tersebut adalah golongan
sefalosporin generasi ke-dua, karbapenem, penisilin anti pseudomonas, dan kombinasi
obat betalaktamase inhibitor. Kloramfenikol juga efektif secara invitro untuk membunuh
hampir semua kuman anaerob akan tetapi mudah berpotensi toksis terhadap sistim
hematologik jika penggunaanya tidak hati-hati. Obat yang tidak mempunyai keefektifan
untuk membunuh kuman anaerob sebaiknya jangan digunakan sebagai pengobatan pada
penderita dengan abses paru, seperti golongan aminoglikosida, fluoroquinolon generasi
yang lama, dan aztreonam. Lamanya pengobatan abses paru sekitar 2-4 bulan, tergantung
resolusi abses pada masing-masing individu4.

TERAPI SUPORTIF
Seperti halnya semua abses, penderita dengan abses paru tidak akan membaik jika
drainase abses tidak tercapai. Idealnya drainase efektif melalui jalan percabangan
endobronkial. Untuk itu, postural drainage harus dilakukan pada penderita dengan abses
paru3,4,5. Apabila dengan dranaige seperti di atas tidak berhasil maka tindakan
bronkoskopi perlu dilakukan6. Dahulu bronkoskopi dilakukan pada semua pasien abses
paru untuk keperluan diagnosis saja yaitu menyingkirkan diagnosis kanker paru primer.
Bronkoskopi seharusnya dilakukan pada penderita dengan abses paru yang tidak
berubah gambaran kavitasnya, setelah pemberian antibiotik selama 3-4 hari dan postural
dranaige tidak adekwat4,6. Bronkoskopi jarang menghasilkan efek drainase segera pada

-----------------------------------------------------------------------------------------------------
8
Tinjauan Pustaka
Lab-SMF Radiolgi FK Unair-RSUD dr Soetomo
Surabaya, 2004
kavitas abses, akan tetapi efek tersebut baru terjadi beberapa jam atau hari setelah
penghisapan sekret dan manipulasi pada segmen bronkopulmonar4.
PROGNOSIS
Prognosis abses paru bervariasi tergantung dari penyakit yang mendasari dan
presdiposisi faktor penyebab. Kecepatan dan ketepatan pemberian terapi pada abses paru
akan mempengaruhi prognosis. Mortaliti yang diakibatkan abses paru karena kuman
anaerob sekitar kurang dari 15%. Pada abses paru multipel karena penyebaran hematogen
kematian cukup tinggi terutama karena disebabkan S. aureus, K. pneumoniae dan kuman
fakultatif lainnya atau kuman aerob gram negatif 3,5.

RINGKASAN
Abses paru merupakan suatu infeksi pada parenkim paru dengan membentuk
kavitas yang berisi cairan udara (air fluid level). Penyebab tersering adalah karena
aspirasi, yaitu terutama pada penderita dengan gangguan kesadaran, alkoholisme, dll.
Lokasi tersering abses adalah pada paru kanan, yaitu segmen posterior lobus superior dan
segmen superior lobus inferior.
Kumam penyebab terbanyak abses paru adalah golongan anaerob. Untuk
mendapatkan spesimen murni sangatlah sulit karena sering terkontaminasi dengan normal
flora dari saluran napas atas.
Terapi abses paru adalah dengan pemberian antibiotik cepat dan tepat disertai
dengan postural drainage. Penisilin masih mempunyai tempat meskipun banyak kuman
yang resisten terhadap penisilin. Klindamisin dan Metronidasol merupakan obat pilihan
yang efektif terhadap kuman anaerob. Selain pemberian antibiotik, terapi khusus lainnya
seperti bronkoskopi dan pembedahan juga harus dipertimbangkan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Alsagaff H, Mukty HA. Dasar dasar Ilmu Penyakit Paru, Cetakan kedua 2002,
Airlangga University Press, hal: 136 - 140

-----------------------------------------------------------------------------------------------------
9
Tinjauan Pustaka
Lab-SMF Radiolgi FK Unair-RSUD dr Soetomo
Surabaya, 2004
2. Barnes NC. Lung Abscess in Complication of Pneumonia. Comprehensive
Respiratory Medicine, 1st ed, Albert 1999 Mosby, Inc. hal:301-3
3. Byrd RB. Lung Abscess in Current Therapy of Respiratory Disease, 3 th ed , Cherniack
1997, hal:116-8
4. Dever LL, Johanson Jr WG, Lung Abscess in Current Therapy of Infectious Disease,
2nd ed, Schlossberg 2001, Mosby. Inc, hal: 116-7
5. Finegold SM, Lung Abscess in Principles and Practice of Infektious Disease, 5 th ed,
Mandell 2002, Churchill Livingstone, Inc
6. Goetz MR, Finegold SM. Pyogenic Bacterial Pneumonia, Lung Abscess, and
Empyema in Text Book of Respiratory Medicine, 3 rd ed,Murray & Nadel 2000, W.B
Saunders Company, hal: 1030-1031.
7. Hirshberg B, Levi MS, Paz RN, et all, Factor Predicting Mortality of Patiens With
Lung Abscess, Chest 1999;115;746-750.
8. Intosh KM, Harper M, Necrotizing Pneumonia and Lung Abscess in Principles and
Practice of Pediatric Infectious Disease, 2nd ed, Long 2003, Elsevier.
9. Koziel H, Zibrak ZD ,Pulmonary Infections in Diagnosis of Disease of The Chest, 4th
ed, Fraser and Pares 1999, W.B Saunders Compani, hal: 778-84
10. Miller MA, Ami TB, Baum RS, et all, Lung Abscess in Pediatric Respiratory
Medicine, 1st ed, Taussig 1999 ,Mosby, Inc. hal: 643-8
11. Mansharamani N, Balachandran D, Delaney D, et all, Lung Abscess in Adult ,
Respiratory Medicine, 2002, W.B Saunders Company.
12. Sharma S, Lung Abscess , Emedicine, January 21, 2003.
13. Verma P. Laboratory Diagnosis of Anaerobic Pleuropulmonary Infectious, Seminar
in Respiratory Infections, June 2000, Vol 15:2, W.B Saunders Company.
14. Wheleer JG, Jacobs RF, Lung Abscess in Text Book of Pediatric Infectious Disease,
4th ed, Feigin 1998, Chapter 30, 1998 W.B Saunders, hal: 301-8
15. Winariani K. Necrotizing Pneumonia. in: Pulmonary update I. Surabaya; Februari
2004, hal: 162-8.
16. Yusuf I. Abses Paru. in: Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 ed III. Editor: Suparman, Balai
Penerbit FKUI, Jakarta 1996, hal: 712-3.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------
10
Tinjauan Pustaka
Lab-SMF Radiolgi FK Unair-RSUD dr Soetomo
Surabaya, 2004
Lampiran 1

-----------------------------------------------------------------------------------------------------
11
Tinjauan Pustaka
Lab-SMF Radiolgi FK Unair-RSUD dr Soetomo
Surabaya, 2004
Lampiran II

-----------------------------------------------------------------------------------------------------
12
Tinjauan Pustaka
Lab-SMF Radiolgi FK Unair-RSUD dr Soetomo
Surabaya, 2004

Vous aimerez peut-être aussi