Vous êtes sur la page 1sur 42

BAB II.

Aspek Kebijakan Pemerintah 201


6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

2.1. RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH PROVINSI


SULAWESI BARAT
I. Bagian Kesatu (Umum)
Pasal 5
1. Rencana struktur ruang wilayah provinsi terdiri atas:

a. Rencana pengembangan sistem perkotaan;


b. Sistem jaringan prasarana utama; dan
c. Sistem jaringan prasarana lainnya.

2. Rencana struktur ruang wilayah Provinsi sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) digambarkan dalam Peta dengan tingkat ketelitian skala 1 :
250.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini.
II. Bagian Kedua (Rencana Pengembangan Sistem Perkotaan
Wilayah Provinsi)
1. Rencana sistem perkotaan di wilayah provinsi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a meliputi:
a. PKNp MATABE yang meliputi Mamuju sebagai Ibukota Provinsi
Bandar Udara Tampapadang Pelabuhan BelangBelang adalah
kawasan terpadu dalam fungsi kawasan industri, perdagangan,
pariwisata dan simpul utama transportasi skala nasional yang
melayani beberapa provinsi, serta simpul utama kegiatan ekspor-
impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional;
b. PKW di Majene ibukota Kabupaten Majene sebagai kota pendidikan,
dan Pasangkayu ibukota Kabupaten Mamuju Utara sebagai kota
agropolitan;
c. PKWp di Polewali, ibukota Kabupaten Polewali Mandar yang berfungsi
atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri, perdagangan dan
jasa yang melayani beberapa kabupaten, serta berpotensi sebagai
simpul transportasi yang melayani beberapa kabupaten dan Mamasa
(ibukota Kabupaten Mamasa) sebagai pusat pariwisata budaya dan
alam;
d. PKL meliputi Tobadak (ibukota Kabupaten Mamuju Tengah) sebagai
pusat pengembangan Kota Terpadu Mandiri, dan Wonomulyo sebagai
sentra lumbung beras.

2-1
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

2. Rincian rencana pengembangan sistem perkotaan wilayah provinsi


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan pada Gambar 1
rencana struktur ruang wilayah provinsi dan dicantumkan pada
lampiran II sistem perkotaan nasional dan lampiran III sistem perkotaan
provinsi, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan
daerah ini.
III. Bagian Ketiga (Rencana Pengembangan Sistem Jaringan
Prasarana Utama)
Pasal 7
Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana utama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b meliputi:
a. Rencana pengembangan sistem transportasi darat;
b. Rencana pengembangan sistem kereta api;
c. Rencana pengembangan sistem transportasi laut; dan
d. Rencana pengembangan sistem transportasi udara.
Pasal 8
Rencana pengembangan sistem transportasi darat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 huruf a terdiri atas:
a. Rencana jaringan lalu lintas angkutan jalan; dan
b. rencana jaringan angkutan sungai dan penyeberangan.
Pasal 9
1. Rencana jaringan lalu lintas angkutan jalan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 huruf a terdiri atas:
a. Jaringan jalan;
b. Jaringan prasarana; dan
c. Jaringan pelayanan.
2. Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri
atas:
a. Jaringan jalan arteri primer meliputi: Mamuju Bandara
Tampapadang Pelabuhan Belang-Belang; Tapalang Barat
Sumare Rangas Mamuju; Batas Provinsi Sulawesi Selatan
Polewali Majene Mamuju.
b. Jaringan jalan kolektor primer meliputi: Belang-Belang
Pasangkayu Batas Provinsi Sulawesi Tengah; Kaluku Salubatu
Arale Mambi Mamasa Batas Kabupaten Tana Toraja.
c. Rencana pengembangan jalan penghubung antar ibukota
Kabupaten/Kota meliputi: Salubatu Bonehau Kalumpang -
Batas Kabupaten Luwu Utara; Kalumpang Batuisi batas
Kabupaten Tana Toraja ; Polewali Tabone Malabo; Tikke Batas
Provinsi Sulawesi Tengah; Lampa (Mapilli) Matangnga Keppe;
Salutambung Urekang Mambi.

2-2
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

d. Rencana pengembangan jalan penghubung antar ibukota ibukota


Kecamatan meliputi: Lombongan I (Majene) Piriang Mapilli
(Luyo); Pallang pallang (Majene) Tibung Alu Tinambung
(Polewali Mandar); Pamboang Sumarrang (Majene); dan Saleppa
Puawang (Majene) Katitting (Polewali Mandar).
3. Jaringan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b
terdiri atas:
a. Pengembangan terminal Tipe A di PKNp Matabe, PKW
Pasangkayu,dan PKWp Polewali Mandar yang berakses tinggi ke
jalan arteri;
b. Pembangunan dan/atau pengembangan terminal Tipe B di
Ibukota Kabupaten Majene, Kabupaten Mamasa, Kabupaten
Mamuju Tengah. Penentuan lokasi terminal dipertimbangkan yang
berakses tinggi ke jalan arteri atau kolektor; dan
c. Pembangunan terminal barang, berupa terminal truk yang
lokasinya pada kawasan terpadu industri, pergudangan,
perdagangan dan pelabuhan Belang-Belang, dan mempunyai
akses tinggi ke Stasiun kereta api dan Bandar Udara
Tampapadang.
4. Jaringan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c
terdiri atas: jaringan pelayanan angkutan antara seluruh ibukota
kabupaten dalam provinsi.
5. Rincian sistem jaringan lalu lintas angkutan jalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran IV yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini.
Pasal 10
Rencana jaringan angkutan sungai dan penyeberangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 huruf b adalah :
a. Pengembangan jaringan transportasi sungai lintas
kabupaten/kecamatan meliputi Sungai Babana di Mamuju Tengah,
Sungai Tarailu dan Sungai Karama masing-masing di Kabupaten
Mamuju, Sungai Mapilli dan Sungai Mandar di Kabupaten Polewali
Mandar, Sungai Benggaulu dan Sungai Tanamoni di Kabupaten
Mamuju Utara.
b. Pengembangan pelabuhan lintas provinsi yaitu pelabuhan
penyeberangan Mamuju dan pelabuhan penyeberangan
Pasangkayu serta pelabuhan penyeberangan dalam kabupaten,

2-3
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

yaitu: pelabuhan penyeberangan Balabalakang di Kabupaten


Mamuju.
Pasal 11
1. Sistem jaringan jalur kereta api sebagaimana dimaksud dalam pasal
7 huruf b adalah jaringan jalur kereta api lintas utama.
2. Jaringan jalur kereta api lintas utama sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi perbatasan Kabupaten Pinrang Provinsi Sulawesi
Selatan Polewali Wonomulyo Campalagian - Majene Mamuju
Belangbelang Topoyo Pasangkayu Donggala perbatasan Provinsi
Sulawesi Tengah.
Pasal 12
1. Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam
pasal 7 huruf c meliputi tatanan kepelabuhanan dan alur pelayaran.
2. Pelabuhan utama yaitu pelabuhan Belang Belang Kabupaten
Mamuju.
3. Pelabuhan pengumpul masing masing Pelabuhan Mamuju di
Kabupaten Mamuju, Pelabuhan Tanjung Silopo di Kabupaten Polewali
Mandar, dan Pelabuhan Pasangkayu di Kabupaten Mamuju Utara.
4. Pelabuhan pengumpan regional, meliputi Pelabuhan Majene di
Kabupaten Majene, Pelabuhan Palipi di Kabupaten Majene, Pelabuhan
Budong Budong di Kabupaten Mamuju Tengah dan Pelabuhan Pulau
Ambo.
5. Pelabuhan pengumpan lokal, meliputi Pelabuhan Campalagian di
Kabupaten Polewali Mandar, Pelabuhan Tinambung di Kabupaten
Polewali Mandar, Pelabuhan Pamboang di Kabupaten Majene,
Pelabuhan Sendana, Pelabuhan Bambaloka di Kabupaten Mamuju
Utara, Pelabuhan Sampaga, Pelabuhan Pulau Poongpoongan dan
Pelabuhan Salissangan di Kabupaten Mamuju.
6. Pelabuhan Perikanan Nusantara Palipi dan Pelabuhan perikanan,
meliputi pelabuhan PPI Banggae (Kabupaten Majene); Kasiwa,
Salotambung (Kabupaten Mamuju) dan Lamba, Lantora (Polewali
Mandar).
7. Rincian jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam
pasal 10, pasal 11 dan pasal 12 tercantum dalam Lampiran V yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 13
1. Rencana pengembangan sistem transportasi udara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 huruf d meliputi Tatanan Kebandarudaraan,
rute penerbangan dan ruang udara untuk penerbangan;

2-4
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

2. Tatanan kebandarudaraan meliputi bandar udara di wilayah Provinsi


Sulawesi Barat meliputi bandar udara pengumpul skala sekunder
yaitu Bandar Udara Tampapadang di Mamuju, dan bandar udara
pengumpan yaitu Bandar Udara Sumarorong di Mamasa, Bandar
Udara Pasangkayu di Mamuju Utara dan Bandar Udara di Desa
Tandung, Kecamatan Tinambung Kabupaten Polewali Mandar.
3. Ruang udara untuk penerbangan diakomodir dalam Kawasan
Keselamatan Operasional Penerbangan (KKOP).
4. Rincian kebandarudaraan, rute penerbangan dan ruang keamanan
penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
tercantum dalam lampiran V merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari peraturan daerah ini.
IV. Bagian Keempat (Rencana Pengembangan Sistem Jaringan
Prasarana Lainnya)
Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c, terdiri atas:
a. Rencana pengembangan sistem jaringan energi;
b. Rencana pengembangan sistem jaringan telekomunikasi;
c. Rencana pengembangan sistem jaringan pengelolaan
sumberdaya air;
d. Rencana pengembangan sistem persampahan;
e. Rencana pengembangan sistem sanitasi; dan
f. Rencana pengembangan jalur dan ruang evakuasi bencana.

Paragraf 1
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Energi
Pasal 15
1. Rencana pengembangan sistem jaringan energi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 huruf a, terdiri atas:
a. Pembangkit listrik;
b. Jaringan transmisi tenaga listrik;
c. Depo Bahan Bakar Minyak (BBM); dan d. Jaringan pipa gas.
2. Pembangkit listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Mambi, PLTD
Babana, PLTD Topoyo, PLTD Karossa, PLTD Baras, PLTD Pasangkayu,
PLTD Sarjo, Pembangkit Listrik Tenaga Hidrogen (PLTH) Mamuju,
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Karama, Pembangkit Listrik
Tenaga Geotermal (PLTG) Mamasa dan Pembangkit Listrik Tenaga
Uap (PLTU) Bonehau, PLTU Mamuju, Pembangkit Listrik Tenaga
Mini/Mikro Hidro (PLTMH) menyebar di wilayah Sulawesi Barat.

2-5
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

3. Jaringan transmisi tenaga listrik tegangan tinggi meliputi; wilayah


Pinrang Polewali Mandar, Polewali Mandar Majene, Majene Kota
Mamuju, Kota Mamuju Topoyo, Topoyo Pasangkayu, Pasangkayu
Palu; tegangan menengah meliputi: Polewali Mandar Mamasa
4. Depo BBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi
Depo BBM Kabupaten Mamuju, Depo BBM Kabupaten Majene.
5. Depo Bahan Bakar Gas (BBG) dan Jaringan pipa gas pada kawasan
potensi ekonomi Mamuju, Majene, Polewali Mandar dan Mamuju
Utara
6. Rincian rencana pengembangan sistem jaringan energi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5)
tercantum dalam lampiran VI yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari peraturan daerah ini.

Paragraf 2
Rencana Sistem Jaringan Telekomunikasi dan Informasi
Pasal 16
1. Rencana pengembangan sistem jaringan telekomunikasi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 huruf b meliputi:
a. Jaringan mikro digital meliputi batas Provinsi Sulawesi Selatan -
Polewali, Ibukota Kabupaten Polewali Mandar Wonomulyo
Majene, ibukota Kabupaten Majene Mamuju, ibukota Kabupaten
Mamuju - Belang-Belang, Ibukota Kabupaten Mamuju Tengah
Topoyo-Pasangkayu, Ibukota Kabupaten Mamuju Utara
perbatasan Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah.
b. Sistem Stasiun Telepon Otomat (STO) meliputi: STO Mamuju, STO
Polewali,STO Wonomulyo, STO Majene, STO Mamasa, STO
Tobadak dan STO Pasangkayu.
c. Interkoneksi antar pusat-pusat kegiatan baik di dalam wilayah
internal provinsi maupun dengan wilayah luar direncanakan
menggunakan sistem jaringan komunikasi dan informasi baik
menggunakan sistem konvensional dengan kabel maupun sistem
nir-kabel.
d. Untuk mendukung sistem interkoneksitas tersebut diarahkan
rencana pengembangan jaringan kabel telepon mengikuti pola
jalan, sedangkan sistem telekomunikasi nir-kabel didukung
dengan menara-menara penerima dan pemancar yang

2-6
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

ditempatkan pada bukit-bukit di dekat ibukota provinsi dan di


dekat ibukota kabupaten/kecamatan yang diarahkan penggunaan
menara secara bersama.
2. Rincian rencana pengembangan sistem jaringan telekomunikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VII
dan Lampiran VIII, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari peraturan daerah ini.

Paragraf 3
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Pengelolaan
Sumberdaya Air
Pasal 17
1. Rencana pengembangan sistem jaringan pengelolaan sumberdaya
air (SDA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c meliputi :
a. Wilayah Sungai (WS);
b. Bendung;
c. Daerah irigasi (DI);
d. Pantai; dan
e. Instalasi pengolahan air bersih penyediaan dan pengelolaan air
baku, baik air permukaan maupun air tanah;
2. Wilayah sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri
atas:
a. WS Kaluku Karama sebagai WS lintas Provinsi Sulawesi Barat -
Sulawesi Selatan meliputi: DAS Saddang, DAS Karama, DAS
Malunda, DAS Mandar, DAS Babalalang, dan DAS Mapilli;
b. WS Saddang meliputi DAS Saddang, DAS Mamasa, DAS
Galanggang,dan DAS Bone-Bone;
c. WS Karama meliputi DAS Karama, DAS Budong Budong, DAS
Karossa, dan DAS Mamuju.
d. WS Palu melintasi 3 provinsi, yaitu Sulawesi Tengah Sulawesi
Selatan Sulawesi Barat. WS Palu Lariang meliputi : DAS Palu,
DAS Lariang, DAS Minti, DAS Rio, DAS Letawa, DAS Bambaira, dan
DAS Surumana.

2-7
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

3. Bendung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:


Sekka-Sekka di Kabupaten Polewali Mandar dan Tommo di Kabupaten
Mamuju.
4. Pengembangan dan Pengelolaan Daerah Irigasi (DI) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. DI kewenangan pusat meliputi: DI Maloso Sekkasekka
(Kabupaten Polewali Mandar), DI Maloso Sekkasekka Kanan
(Kabupaten Polewali Mandar) dan DI Maloso Sekkasekka Kiri II
(Kabupaten Polewali Mandar);
b. DI kewenangan provinsi meliputi: DI Papalang (Kabupaten
Mamuju), DI Sampaga (Kabupaten Mamuju), DI Tommo
(Kabupaten Mamuju) DI Tobadak (Kabupaten Mamuju Tengah), DI
Tandung (Kabupaten Polewali Mandar) dan DI Lakejo (Kabupaten
Polewali Mandar).
5. Pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, terdiri atas:
Pantai di Kabupaten Polewali Mandar, Pantai di Kabupaten Majene,
Pantai di Kabupaten Mamuju, Pantai di Kabupaten Mamuju Tengah,
dan Pantai di Kabupaten Mamuju Utara.
6. Instalasi Pengolahan Air Bersih (IPA) penyediaan dan pengelolaan air
baku, baik air permukaan maupun air tanah yang tersebar pada
beberapa cekungan air tanah yang potensial di wilayah Provinsi
Sulawesi Barat sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf e
meliputi Cekungan Air Tanah (CAT) Pasangkayu, CAT Dapurang, CAT
Sampaga dan CAT Polewali terdiri atas: IPA Polewali, IPA Wonomulyo
dan IPA Campalagian di Kabupaten Polewali Mandar; IPA Mamasa di
Kabupaten Mamasa; IPA Majene di Kabupaten Majene; IPA Mamuju,
IPA Belang-Belang; IPA Tobadak, IPA Topoyo di Kabupaten Mamuju
Tengah, dan IPA Pasangkayu di Kabupaten Mamuju Utara.
7. Rincian rencana pengembangan sistem jaringan pengelolaan
sumberdaya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum
dalam lampiran IX, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari peraturan daerah ini.

Paragraf 4

2-8
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

Rencana Pengembangan Sistem Persampahan


Pasal 18
Rencana pengembangan sistem persampahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 huruf d meliputi:
a. Lokasi Tempat Pemprosesan Akhir (TPA) regional Adi-Adi Botteng
Kecamatan Simboro diarahkan untuk melayani lebih dari satu
kawasan perkotaan kabupaten/kota, di perkotaan MATABE.
b. Fungsi TPA regional sebagai tempat pengolahan sampah dan
industri daur ulang.

Paragraf 5
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Sanitasi
Pasal 19
Rencana pengembangan sistem jaringan sanitasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 huruf e meliputi:
a. Rencana sistem perpipaan air limbah kawasan perkotaan terpadu
industri, perdagangan, pergudangan, peti kemas, pelabuhan,
bandara, stasiun kereta api dan terminal barang dan terminal
penumpang MATABE diarahkan ke sistem pengolahan limbah di
MATABE.
b. Rencana Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL) terpadu
diarahkan pembangunannya di kawasan perkotaan terpadu
MATABE, terutama pengelolaan limbah Industri, baik untuk limbah
padat, cair maupun B3.
c. Lokasi IPAL terpadu tidak jauh dari kawasan industri agar dapat
meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem pengelolaan
limbah.
d. Rencana instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT) kawasan
perkotaan terpadu MATABE dan sekitarnya diarahkan ke IPLT di
MATABE.

Paragraf 6
Rencana Pengembangan Jalur Evakuasi Bencana
Pasal 20

2-9
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

Rencana pengembangan jalur dan ruang evakuasi bencana sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 14 huruf f meliputi:
1. Fungsi pengadaan ruang evakuasi bencana alam, meliputi:
a. Ruang evakuasi bencana alam yang diadakan untuk kegiatan
prabencana, saat tanggap darurat dan pascabencana, serta
untuk fungsi lain pada saat tidak terjadi bencana;
b. Prabencana yang dimaksud pada huruf a adalah ruang dan jalur
evakuasi yang dapat difungsikan untuk sosialisasi dan latihan
simulasi evakuasi bencana alam secara periodik, melalui sekolah
maupun organisasi masyarakat bersama SKPD terkait;
c. Saat tanggap darurat yang dimaksud pada huruf a, ruang
tanggap darurat difungsikan sebagai tempat evakuasi para
pengungsi saat terjadi bencana alam;
d. Pascabencana yang dimaksud pada huruf a adalah dapat
dijadikan tempat Posko untuk rekonstruksi dan rehabilitasi sarana
dan prasarana yang rusak akibat bencana alam.
2. Wujud ruang dan jalur evakuasi bencana, meliputi:
a. Ruang evakuasi bencana dapat berwujud: (i) ruang terbuka publik
seperti lapangan olahraga, lapangan upacara, dan taman rumput
luas 0,5 Ha; (ii) gedung dengan kapasitas ruang 100 orang
seperti aula, masjid, gereja; (iii) mudah mendapatkan air bersih
dan MCK;
b. Jalur evakuasi dapat berwujud jalan yang memenuhi kriteria: (i)
jarak terdekat dari daerah rawan bencana ke ruang evakuasi; (ii)
jalan lebar dan lurus
3. Ruang evakuasi bencana banjir, meliputi ruang evakuasi bencana
banjir dipilih yang memenuhi kriteria: (i) arah ruang evakuasi
menjauhi sungai; (ii) ketinggian permukaan tanahnya di atas
ketinggian air banjir.
4. Ruang evakuasi bencana longsor dipilih yang memenuhi kriteria: (i)
arah ruang evakuasi menjauhi tebing maupun jurang yang mudah
longsor.

2-10
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

5. Ruang evakuasi bencana gempa dipilih yang mengarah ruang


evakuasi menjauhi tebing maupun jurang yang mudah longsor akibat
gempa.
6. Ruang dan jalur evakuasi bencana tsunami, meliputi:
a. Jalur evakuasi bencana tsunami merupakan jalur jalan yang tegak
lurus dengan garis pantai menuju keruang evakuasi bencana dan
berada di dataran tinggi; dan
b. Ruang evakuasi bencana tsunami dipilih yang arahnya kedataran
tinggi yang menjauhi pantai, atau memilih gedung berlantai
tinggi yang kokoh dan daya tampungnya 100 orang seperti
sekolah, fasilitas pemerintahan, dan lapangan terbuka;

2.2. LANDASAN HUKUM KEPELABUHANAN


Terdapat beberapa landasan hokum mengenai kepelabuhanan, diantaranya
adalah :

1) Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan.


2) Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 53 Tahun 2002 tentang
Tatanan Kepelabuhan Nasional.
3) Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 54 Tahun 2002 tentang
Penyelenggaraan Pelabuhan Laut.
4) Undang-Undang No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Dari beberapa landasan hukum mengenai kepelabuhan di atas, akan dikutip
beberapa catatan penting sebagai dasar pengembangan Pelabuhan Khusus
PLTU 3 Banten (PLTU Lontar) di Kabupaten Tangerang seperti dijelaskan dalam
subbab berikut.

2.2.1.Peraturan Pemerintah No.69 Tahun 2001 Tentang


Kepelabuhanan
Pelabuhan menurut kegiatannya terdiri dari (Pasal 4 ayat 1):
1) Pelabuhan laut yaitu pelabuhan yang melayani kegiatan angkutan laut.
2) Pelabuhan sungai dan danau yaitu pelabuhan yang melayani kegiatan
angkutan sungai dan danau.
3) Pelabuhan penyeberangan yaitu pelabuhan yang melayani kegiatan
angkutan penyeberangan.

2-11
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

Pelabuhan menurut jenisnya terdiri dari (Pasal 4 ayat 5):


1) Pelabuhan umum yang digunakan untuk melayani kepentingan umum.
2) Pelabuhan khusus yang digunakan untuk kepentingan sendiri guna
menunjang kegiatan tertentu.
Hierarki peran dan fungsi pelabuhan laut terdiri dari (Pasal 5 ayat 1):
1) Pelabuhan internasional hub merupakan pelabuhan utama primer.
2) Pelabuhan internasional merupakan pelabuhan utama sekunder.
3) Pelabuhan nasional merupakan pelabuhan utama primer.
4) Pelabuhan regional merupakan pelabuhan pengumpan primer.
5) Pelabuhan lokal merupakan pelabuhan pengumpan sekunder.

Hierarki peran dan fungsi pelabuhan penyeberangan terdiri dari (Pasal 5


ayat 2):
1) Pelabuhan penyeberangan lintas Propinsi dan antara Negara.
2) Pelabuhan penyeberangan lintas Kabupaten/Kota.
3) Pelabuhan penyeberangan lintas dalam Kabupaten/Kota.
Hierarki peran dan fungsi pelabuhan khusus terdiri dari (Pasal 5 ayat 3):
1) Pelabuhan khusus nasional/internasional.
2) Pelabuhan khusus regional.
3) Pelabuhan khusus lokal.
Pelabuhan internasional hub yang merupakan pelabuhan utama primer
ditetapkan dengan memperhatikan (Pasal 6 ayat 1):
1) Kedekatan dengan pasar internasional.
2) Kedekatan dengan jalur pelayaran internasional.
3) Kedekatan dengan jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia.
4) Berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang
internasional.
5) Memiliki jarak tertentu dengan pelabuhan internasional hub lainnya.
6) Memiliki kondisi teknis pelabuhan yang terlindung dari gelombang
dengan luas daratan dan perairan tertentu.
7) Volume kegiatan bongkar muat.
Pelabuhan internasional yang merupakan pelabuhan utama sekunder
ditetapkan dengan memperhatikan (Pasal 6 ayat 2):

1) Kedekatan dengan jalur pelayaran nasional dan internasional.

2-12
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

2) Sebagai tempat alih muat penumpang dan barang nasional.


3) Mempunyai jarak tertentu dengan pelabuhan internasional lainnya.
4) Memiliki kondisi teknis pelabuhan yang terlindung dari gelombang
dengan luas daratan dan perairan tertentu.
5) Volume kegiatan bongkar muat.
Pelabuhan nasional yang merupakan pelabuhan laut primer ditetapkan
dengan memperhatikan (Pasal 6 ayat 3):
1) Kebijakan Pemerintah yang meliputi pemerataan pembangunan
nasional dan meningkat pertumbuhan wilayah.
2) Sebagai tempat alih muat penumpang dan barang nasional dan bisa
menangani semikontainer.
3) Mempunyai jarak tertentu terhadap jalur/rute lintas pelayaran nasional.
4) Memiliki kondisi teknis pelabuhan yang terlindung dari gelombang
dengan luas daratan dan perairan tertentu.
5) Kedekatan dengan jalur/lalu lintas pelayaran antarpulau.
6) Berada (dekat) dengan pusat pertumbuhan wilayah ibu kota
Kabupaten/Kota dan kawasan pertumbuhan nasional.
7) Volume kegiatan bongkar muat.
Pelabuhan regional yang merupakan pelabuhan pengumpan primer
ditetapkan dengan memperhatikan (Pasal 6 ayat 4):
1) Kebijakan Pemerintah yang menunjang pusat pertumbuhan ekonomi.
2) Propinsi dan pemerataan pembangunan antar propinsi.
3) Berfungsi sebagai tempat pelayanan penumpang dan barang inter
Kabupaten/Kota.
4) Memiliki jarak tertentu dengan pelabuhan regional lainnya.
5) Memiliki kondisi teknis pelabuhan yang terlindung dari gelombang
dengan luas daratan dan perairan tertentu.
6) Volume kegiatan bongkar muat.
Pelabuhan lokal yang merupakan pelabuhan pengumpan sekunder
ditetapkan dengan memperhatikan (Pasal 6 ayat 5):
1) Kebijakan Pemerintah yang menunjang pusat pertumbuhan ekonomi.
2) Kabupaten/Kota dan pemerataan serta meningkatkan pembangunan
Kabupaten/Kota.

2-13
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

3) Berfungsi untuk melayani penumpang dan barang antar Kecamatan


dalam Kabupaten/Kota terhadap kebutuhan moda transportasi laut
dan/atau perairan.
4) Memiliki kondisi teknis pelabuhan yang terlindung dari gelombang
dengan luas daratan dan perairan tertentu.
5) Volume kegiatan bongkar muat.
Dalam Pasal 7 disebutkan bahwa:
1) Pelabuhan penyeberangan lintas Propinsi dan antar Negara
ditetapkan dengan memperhatikan fungsi jalan yang dihubungkannya
yaitu jalan nasional dan jalan antar Negara.
2) Pelabuhan penyeberangan lintas Kabupaten/Kota ditetapkan
dengan memperhatikan fungsi jalan yang dihubungkannya yaitu jalan
Propinsi.
3) Pelabuhan penyeberangan lintas dalam Kabupaten/Kota
ditetapkan dengan memperhatikan fungsi jalan yang dihubungkannya
yaitu jalan Kabupaten/Kota.
Pelabuhan khusus nasional/internasional ditetapkan dengan kriteria
(Pasal 8 ayat 1):
1) Bobot kapal 3000 DWT atau lebih.
2) Panjang dermaga 70 m atau lebih.
3) Kedalaman di depan dermaga 5 m LLWL atau lebih.
4) Menangani pelayanan barang-barang berbahaya dan beracun (B3).
5) Melayani kegiatan pelayanan lintas Propinsi dan Internasional.
Pelabuhan khusus regional ditetapkan dengan kriteria (Pasal 8 ayat 2):
1) Bobot kapal lebih dari 1000 DWT dan kurang dari 3000 DWT.
2) Panjang dermaga kurang dari 70 m, konstruksi beton/baja.
3) Kedalaman di depan dermaga kurang dari 5 m LLWL.
4) Tidak menangani pelayanan barang-barang berbahaya dan beracun
(B3).
5) Melayani kegiatan pelayanan lintas dalam satu Propinsi.
Pelabuhan khusus lokal ditetapkan dengan kriteria (Pasal 8 ayat 3):
1) Bobot kapal kurang dari 1000 DWT.
2) Panjang dermaga kurang dari 50 m dengan konstruksi kayu.
3) Kedalaman di depan dermaga kurang dari 4 m LLWL.

2-14
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

4) Tidak menangani pelayanan barang-barang berbahaya dan beracun


(B3).
5) Melayani kegiatan pelayanan lintas dalam satu Kabupaten/Kota.
Dalam Pasal 9 disebutkan bahwa:
1) Pelabuhan umum diselenggarakan oleh:
(1) Pemerintah yang pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada Badan
Usaha Milik Negara.
(2) Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/Kota yang pelaksanaannya
dapat dilimpahkan kepada Badan Usaha Milik Daerah.
2) Pelabuhan khusus diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah
Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan Badan Hukum Indonesia.
3) Pelabuhan khusus merupakan pelabuhan yang dikelola untuk
menunjang kegiatan tertentu yang ditetapkan dengan memperhatikan:
(1) Kebijakan pemerintah untuk menunjang perekonomian.
(2) Berfungsi untuk melayani angkutan bahan baku, hasil produksi, dan
peralatan penunjang produksi sendiri.
(3) Memiliki jarak tertentu dengan pelabuhan umum.
(4) Memiliki kondisi teknis pelabuhan yang terlindung dari gelombang
dengan luas daratan dan perairan tertentu.
Pelabuhan umum dan pelabuhan khusus menurut penggunaannya
dibedakan atas:
1) Pelabuhan yang terbuka untuk perdagangan luar negeri.
2) Pelabuhan yang tidak terbuka untuk perdagangan luar negeri.
Dalam Pasal 13, 14 dan 15 menyajikan tentang rencana induk (masterplan)
pelabuhan.
Pasal 13, berisi:
1) Untuk kepentingan penyelenggaraan pelabuhan umum, Penyelenggara
Pelabuhan wajib menyusun rencana induk pelabuhan pada lokasi yang
telah ditetapkan.
2) Rencana induk pelabuhan disusun dengan memperhatikan:
(1) Tatanan Kepelabuhan Nasional.
(2) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota dan Rencana Tata
Ruang Wilayah Propinsi.
(3) Keamanan dan keselamatan pelayaran.

2-15
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

(4) Keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan lain terkait di lokasi


pelabuhan.
(5) Kelayakan teknis, ekonomis dan lingkungan.
(6) Perijinan terkait yang telah diperoleh.
3) Rencana induk pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
meliputi:
(1) Rencana peruntukan lahan.
(2) Rencana peruntukan perairan.
4) Rencana peruntukan lahan dan perairan pelabuhan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) untuk menentukan kebutuhan penempatan
fasilitas dan kegiatan operasional pelabuhan meliputi:
(1) Kegiatan jasa kepelabuhanan.
(2) Kegiatan pemerintahan.
(3) Kegiatan jasa kawasan.
(4) Kegiatan penunjang kepelabuhanan.
5) Rencana peruntukan lahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf
a, untuk penyediaan kegiatan:
(1) Fasilitas pokok, antara lain:
- Dermaga.
- Gudang lini 1.
- Lapangan penumpukan lini 1.
- Terminal penumpang.
- Terminal peti kemas.
- Terminal ro-ro.
- Fasilitas penampungan dan pengolahan limbah.
- Fasilitas bunker.
- Fasilitas pemadam kebakaran.
- Fasilitas gudang untuk bahan/barang berbahaya dan beracun
(B3).
- Fasilitas pemeliharaan dan perbaikan peralatan dan Sarana Bantu
Navigasi Pelayaran (SBNP).
(2) Fasilitas penunjang, antara lain:
- Kawasan perkantoran.
- Fasilitas pos dan telekomunikasi.

2-16
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

- Fasilitas pariwisata dan perhotelan.


- Instalasi air bersih, listrik dan telekomunikasi.
- Jaringan jalan dan rel kereta api.
- Jaringan air limbah, drainase dan sampah.
- Areal pengembangan pelebuhan.
- Tempat tunggu kendaraan bermotor.
- Kawasan perdagangan.
- Kawasan industri.
- Fasilitas umum lainnya (peribadatan, taman, tempat rekreasi,
olahraga, jalur hijau dan kesehatan).
6) Rencana peruntukan peraian sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
huruf b, untuk penyediaan kegiatan:
(1) Fasilitas pokok, antara lain:
- Alur pelayaran.
- Perairan tempat labuh.
- Kolam pelabuhan untuk kebutuhan standar dan olah gerak kapal.
- Perairan temapt alih muat kapal.
- Perairan untuk kapal yang mengangkut bahan/barang berbahaya.
- Perairan untuk kegiatan karantina.
- Perairan alur penghubung intra pelabuhan.
- Perairan pandu.
- Perairan untuk kapal pemerintah.
(2) Fasilitas penunjang, antara lain:
- Perairan untuk pengembangan pelabuhan jangka panjang.
- Perairan untuk fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal.
- Perairan tempat uji coba kapal (percobaan berlayar).
- Perairan tempat kapal mati.
- Perairan untuk keperluan darurat.
- Perairan untuk kegiatan rekreasi (wisata air).
Pasal 14 menyatakan:

1) Penyelenggara pelabuhan mengusulkan penetapan rencana induk


pelabuhan kepada Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan
kewenangannya.

2-17
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

2) Rencana induk pelabuhan untuk pelabuhan laut ditetapkan sebagai


berikut:
(1) Pelabuhan internasional hub, internasional, nasional ditetapkan oleh
Menteri setelah mendapat rekomendasi dari Gubernur dan
Bupati/Walikota.
(2) Pelabuhan regional ditetapkan oleh Gubernur setelah mendapat
rekomendasi dari Bupati/Walikota.
(3) Pelabuhan lokal ditetapkan oleh Bupati/Walikota.
3) Rencana induk pelabuhan untuk pelabuhan penyeberangan ditetapkan
sebagai berikut:
(1) Pelabuhan penyeberangan lintas propinsi dan antar negara
ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat rekomendasi dari
Gubernur dan Bupati/Walikota.
(2) Pelabuhan penyeberangan lintas Kabupaten/Kota ditetapkan oleh
Gubernur setelah mendapat rekomendasi dari Bupati/Walikota.
(3) Pelabuhan penyeberangan lintas dalam Kabupaten/Kota ditetapkan
oleh Bupati/Walikota.
4) Rencana induk pelabuhan menjadi dasar yang mengikat dalam
menetapkan kebijakan untuk melaksanakan kegiatan pembangunan,
operasional dan pengembangan pelabuhan sesuai dengan peran dan
fungsinya.
Dan pasal terakhir mengenai rencana induk pelabuhan yaitu Pasal 15 berisi:
1) Dalam melakukan penetapan rencana induk pelabuhan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14, Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota
melakukan penetlian terhadap aspek:
a) Tatanan Kepelabuhan Nasional.
b) Keamanan dan keselamatan pelayaran.
c) Rencana tata guna tanah dan perairan.
d) Rencana kegiatan operasional pelabuhan jangka pendek, menengah
dan panjang.
e) Kelayakan teknis, ekonomis dan lingkungan.
2) Jangka waktu perencanaan di dalam rencana induk pelabuhan meliputi:
a) Jangka panjang yaitu di atas 15 (lima belas) tahun sampai dengan 25
(dua puluh lima) tahun.

2-18
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

b) Jangka menengah yaitu di atas 10 (sepuluh) tahun sampai dengan


15 (lima belas) tahun.
c) Jangka pendek yaitu 5 (lima) tahun sampai dengan 10 (sepuluh)
tahun.
3) Penyelenggara pelabuhan wajib melakukan kaji ulang selambat-
lambatnya setiap 5 tahun sekali terhadap rencana induk pelabuhan
jangka menengah dan jangka panjang, dan apabila ada perubahan akan
ditetapkan kembali oleh Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota sesuai
kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) dan
ayat (3).
Sedangkan mengenai daerah lingkungan kerja (DLKR) dan daerah lingkungan
kepentingan pelabuhan (DLPK) disajikan dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal
22 dari Keputusan Menteri Perhubungan ini.
Pasal 16 berisi:
1) Untuk kepentingan penyelenggaraan pelabuhan umum, ditetapkan
batas-batas daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan
kepentingan pelabuhan berdasarkan rencana induk pelabuhan yang
telah ditetapkan.

2) Batas-batas daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan


kepentingan pelabuhan umum ditetapkan dengan koordinat geografis
untuk menjamin kegiatan kepelabuhanan.
3) Daerah Lingkungan Kerja pelabuhan umum, terdiri dari:
a) Daerah lingkungan kerja daratan yang digunakan untuk kegiatan
fasilitas pokok dan fasilitas penunjang.
b) Daerah lingkungan kerja perairan yang digunakan untuk kegiatan
alur pelayaran, perairan tempat labuh, perairan untuk tempat aliah
muat antar kapal, kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan
olah gerak kapal, kegiatan pemanduan, tempat perbaikan kapal dan
lain-lain.
4) Daerah lingkungan kepentingan pelabuhan umum merupakan perairan
pelabuhan di luar daerah lingkungan kerja perairan yang digunakan
untuk alur pelayaran dari dan ke pelabuhan, keperluan keadaan darurat,
pengembangan pelabuhan jangka panjang, penempatan kapal mati,

2-19
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

percobaan berlayar, kegiatan pemanduan, fasilitas pembangunan dan


pemeliharaan kapal.
Pasal 17 berisi:
1) Penyelenggara Pelabuhan mengusulkan penetapan daerah lingkungan
kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 kepada Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota
sesuai kewenangannya.
2) Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota melakukan penelitian atas usulan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terhadap:
a) Peta usulan rencana darah lingkungan kerja dan daerah lingkungan
kepentingan pelabuhan yang dilengkapi dengan titik-titik koordinat
di atas peta topografi dan peta laut.
b) Kajian mengenai aspek keamanan dan keselamatan pelayaran.
c) Kajian mengenai aspek lingkungan.
Pasal 18 berisi:
1) Penetapan daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan
pelabuhan laut adalah sebagai berikut:
a) Menteri menetapkan daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan
kepentingan pelabuhan internasional hub, internasional, nasional
setelah mendapat rekomendasi dari Gubernur dan Bupati/Walikota.
b) Gubernur menetapkan daerah lingkungan kerja dan daerah
lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan
regional setelah mendapat rekomendasi dari Bupati/Walikota.
c) Bupati/Walikota menetapkan daerah lingkungan kerja dan daerah
lingkungan kepentingan pelabuhan lokal.
2) Penetapan daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan
pelabuhan penyeberangan adalah sebagai berikut:
a) Menteri menetapkan daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan
kepentingan pelabuhan penyeberangan lintas propinsi dan antar
Negara setelah mendapat rekomendasi dari Gubernur dan
Bupati/Walikota.
b) Gubernur menetapkan daerah lingkungan kerja dan daerah
lingkungan kepentingan pelabuhan penyebarangan lintas
Kabupaten/Kota setelah mendapat rekomendasi dari Bupati/Walikota.

2-20
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

c) Bupati/Walikota menetapkan daerah lingkungan kerja dan daerah


lingkungan kepentingan pelabuhan penyeberangan lintas dalam
Kabupaten/Kota.
3) Daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan
umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) yang telah
ditetapkan, menjadi dasar dalam melaksanakan kegiatan
kepelabuhanan.
Pasal 19 berisi:
Penyelenggara pelabuhan umum diberikan hak atas tanah dan perairan untuk
kegiatan kepelabuhanan sesuai peraturan perundangan-perundangan yang
berlaku.
Pasal 20 berisi:
1) Di dalam daerah lingkungan kerja pelabuhan umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3), penyelenggara pelabuhan
mempunyai kewajiban:
a) Di daerah lingkungan kerja daratan pelabuhan:
2) Memasang tanda batas sesuai dengan batas-batas daerah lingkungan
kerja daratan yang telah ditetapkan.
3) Memasang papan pengumuman yang memuat informasi mengenai
batas-batas daerah lingkungan kerja daratan pelabuhan.
4) Melaksanakan pengamanan terhadap asset yang dimiliki.
5) Menyelesaikan sertifikat hak atas tanah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
6) Menjaga kelestarian lingkungan.
a) Di daerah lingkungan kerja perairan pelabuhan:
7) Memasang tanda batas sesuai dengan batas-batas daerah lingkungan
kerja perairan yang telah ditetapkan.
8) Menginformasikan mengenai batas-batas daerah lingkungan kerja
perairan pelabuhan kepada pelaku kegiatan kepelabuhanan.
9) Menyediakan sarana bantu navigasi pelayaran.
10) Menyediakan dan memelihara kolam pelabuhan dan alur
pelayaran.
11) Memelihara kelestarian lingkungan.

2-21
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

12) Melaksanakan pengamanan terhadap asset yang dimiliki berupa


fasilitas pelabuhan di perairan.
13) Di dalam daerah lingkungan kepentingan pelabuhan umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4), Pemerintah,
Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan
kewenangannya berkewajiban:
a) Menyediakan sarana bantu navigasi pelayaran.
b) Menjamin keamanan dan ketertiban.
c) Menyediakan dan memelihara alur pelayaran.
d) Memelihara kelestarian lingkungan.
e) Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap penggunaan
daerah pantai.
Pasal 21 berisi:
1) Kegiatan membuat bangunan fasilitas di sisi air di daerah lingkungan
kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan hanya dapat
dilakukan setelah mendapat ijin dari Menteri.
2) Kegiatan pengerukan dan reklamasi di dalam daerah lingkungan kerja
pelabuhan dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan hanya dapat
dilakukan setelah mendapat ijin dari Menteri, Gubernur, dan
Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannnya.
3) Ijin reklamasi di dalam daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan
kepentingan pelabuhan internasional hub, internasional dan nasional
ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat rekomendasi dari
Bupati/Walikota setempat mengenai kesesuaian dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.
4) Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) harus
memperhatikan:
a) Keselamatan pelayaran.
b) Tatanan Kepelabuhan Nasional.
c) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.
d) Rencana Induk Pelabuhan.
e) Kelestarian lingkungan.
5) Ijin mendirikan bangunan fasilitas lain selain fasilitas di sisi air
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) di daerah lingkungan kerja

2-22
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

pelabuhan diberikan oleh Bupati/Walikota sesuai dengan ketentuan


yang berlaku dan setelah memperhatikan pertimbangan teknis dari
penyelenggara pelabuhan.
6) Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan pengerukan dan reklamasi di
daerah lingkungan kerja pelabuhan dan di daerah lingkungan
kepentingan pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur
dengan Keputusan Menteri.
Dan yang terakhir mengenai DLKR dan DLKP adalah Pasal 22 yang berisi:
Daratan hasil reklamasi, urukan dan tanah timbul di daerah lingkungan kerja
pelabuhan dimohonkan hak atas tanahnya oleh penyelenggara pelabuhan
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.2.2.Keputusan Menteri Perhubungan KM.53 Tahun 2002 Tentang


Tatanan Kepelabuhan Nasional
Perhubungan ini dijelaskan dalam Pasal 3 bahwa:
Tatanan Kepelabuhanan Nasional merupakan dasar dalam perencanaan
pembangunan, pendayagunaan, pengembangan dan pengoperasian
pelabuhan di seluruh Indonesia, baik pelabuhan laut, pelabuhan
penyeberangan, pelabuhan sungai dan danau, pelabuhan daratan dan
pelabuhan khusus yang bertujuan:
1) Terjalinnya suatu jaringan infrastruktur pelabuhan secara terpadu,
selaras dan harmonis agar bersaing dan tidak saling mengganggu yang
bersifat dinamis.
2) Terjadinya efisiensi transportasi laut secara nasional.
3) Terwujudnya penyediaan jasa kepelabuhanan sesuai dengan tingkat
kebutuhan.
4) Terwujudnya penyelenggaraan pelabuhan yang handal dan
berkemampuan tinggi dalam rangka menunjang pembangunan nasional
dan daerah.
Penetapan Tatanan Kepelabuhanan Nasional sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 dilakukan dengan memperhatikan:
1) Tata ruang wilayah.
2) Sistem transportasi nasional.
3) Pertumbuhan ekonomi.

2-23
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

4) Pola jalur pelayanan angkutan laut nasional dan internasional.


5) Kelestarian lingkungan.
6) Keselamatan pelayaran.
7) Standarisasi nasional, kriteria dan norma.
Dalam Pasal 9 ayat 3) disebutkan bahwa Pelabuhan nasional yang merupakan
pelabuhan utama tersier ditetapkan dengan memperhatikan:
1) Berperan sebagai pengumpan angkutan peti kemas nasional.
2) Berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang umum
nasional.
3) Berperan melayani angkutan peti kemas nasional di seluruh Indonesia.
4) Berada dekat dengan jalur pelayaran nasional 50 mil.
5) Kedalaman minimal pelabuhan 7 m LWS.
6) Memiliki dermaga multipurpose minimal panjang 150m, mobile crane
atau skipgear kapasitas 50 ton.
7) Jarak dengan pelabuhan nasional lainnya 50 100 mil.

2.2.3.Keputusan Menteri Perhubungan KM 54 Tahun 2002 Tentang


Penyelenggaraan Pelabuhan Laut
Dalam Keputusan Menteri Perhubungan ini dijelaskan dalam Pasal 1
bahwa:
1. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan
sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan
pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai
tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan/atau
bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan
pelayar dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat
perpindahan intra dan antar moda transportasi.
2. Kepelabuhan meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan
penyelenggaraan pelabuhan dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan
fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan dan
ketertiban lalu lintas kapal, penumpang dan/atau barang, keselamatan
berlayar, serta tempat perpindahan intra dan/atau antar moda serta
mendorong perekonomian nasional dan daerah.

2-24
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

3. Tatanan Kepelabuhanan Nasional adalah suatu sistem kepelabuhanan


Nasional yang memuat tentang hierarki, peran, fungsi, klasifikasi, jenis,
penyelenggaraan, kegiatan, keterpaduan intra dan antar moda
transportasi serta keterpaduan dengan sektor lainnya.
4. Pelabuhan laut adalah pelabuhan yang diselenggarakan untuk
kepentingan pelayanan masyarakat umum.
5. Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan Laut adalah wilayah perairan dan
daratan pada pelabuhan umum yang dipergunakan secara langsung
untuk kegiatan kepelabuhanan, selanjutnya disebut DLKR.
6. Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan Umum adalah wilayah
perairan di sekeliling Daerah Lingkungan Kerja perairan pelabuhan
umum yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan pelayaran,
selanjutnya disebut DLKP.
7. Dermaga Untuk Kepentingan Sendiri adalah dermaga dan fasilitas
pendukungnya yang berada di dalam Daerah Lingkungan Kerja dan
Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan umum yang dibangun,
dioperasikan dan digunakan untuk kepentingan sendiri guna menunjang
kegiatan tertentu.
8. Bahan baku adalah bahan yang langsung digunakan sebagai bahan
dasar untuk menghasilkan suatu produksi sesuai dengan jenis usaha
pokoknya.
9. Hasil produksi adalah barang yang merupakan hasil langsung dari
proses produksi sesuai dengan jenis usaha pokoknya.
10.Peralatan penunjang produksi adalah perangkat peralatan yang
digunakan secara langsung dalam proses produksi sesuai dengan jenis
usaha pokoknya.
11.Keselamatan pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan
keselamatan yang menyangkut angkutan di perairan dan
kepelabuhanan.
12.Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
13.Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang pelayaran.
14.Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perhubungan Laut.
15.Gubernur adalah Kepala Daerah Propinsi sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan mengenai otonomi daerah.

2-25
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

16.Bupati adalah Kepala Daerah Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam


peraturan perundang-udangan mengenai otonomi daerah.
17.Walikota adalah Kepala Daerah Kota sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-udangan mengenai otonomi daerah.
18.Unit Pelaksana Teknis adalah organisasi Pemerintah, Pemerintah Propinsi
dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
19.Penyelenggara pelabuhan laut adalah Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan
atau Badan Usaha Pelabuhan Laut.
20.Badan Usaha Pelabuhan adalah Badan Usaha Milik Negara atau Badan
Usaha Milik Daerah yang khusus didirikan untuk mengusahakan jasa
kepelabuhan di Pelabuhan Umum.
21.Badan Hukum Indonesia adalah badan usaha yang dimiliki oleh negara
dan/atau daerah dan/atau swasta dan/atau koperasi.
Dalam Pasal 5 sampai Pasal 8 dalam Keputusan Menteri Perhubungan ini
dijelaskan mengenai rencana induk pelabuhan. Dalam Pasal 5 disebutkan:
1. Untuk kepentingan penyelenggaraan pelabuhan laut, penyelenggara
wajib menyusun Rencana Induk Pelabuhan pada lokasi pelabuhan laut
yang telah ditetapkan.
2. Jangka waktu perencanaan di dalam Rencana Induk Pelabuhan
sebagaimana dimaksud di dalam ayat 1) meliputi :
a) Jangka panjang yaitu di atas 15 (lima belas) tahun sampai dengan 25
(dua puluh lima) tahun.
b) Jangka menengah yaitu di atas 10 (sepuluh) tahun sampai dengan
15 (lima belas) tahun.
c) Jangka pendek yaitu 5 (lima) tahun sampai dengan 10 (sepuluh)
tahun.
3. Penyusunan Rencana induk pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam
ayat 1) dilakukan dengan memperhatikan :
a) Tatanan kepelabuhanan nasional.
b) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota dan Rencana Tata
Ruang Wilayah Propinsi.
c) Keamanan dan keselamatan pelayaran.
d) Keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan lain terkait di lokasi
pelabuhan.

2-26
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

e) Kelayakan teknis, ekonomis dan lingkungan.


f) Perizinan dari instansi terkait.
4. Rencana induk pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1),
meliputi :
a) Rencana peruntukan lahan daratan.
b) Rencana peruntukan perairan.
5. Rencana peruntukan lahan daratan dan perairan sebagaimana
dimaksud dalam ayat 4) untuk menentukan kebutuhan penempatan
fasilitas dan kegiatan operasional pelabuhan meliputi :
a) Kegiatan jasa kepelabuhanan.
b) Kegiatan pemerintahan.
c) Kegiatan jasa kawasan.
d) Kegiatan penunjang kepelabuhanan.
6. Rencana peruntukan lahan daratan sebagaimana dimaksud dalam ayat
3) huruf a), untuk penyediaan kegiatan :
a) Fasilitas pokok, antara lain :
1) Dermaga.
2) Pergudangan.
3) Lapangan penumpukan.
4) Terminal penumpang.
5) Terminal peti kemas.
6) Terminal curah cair dan/atau curah kering.
7) Terminal Ro-Ro.
8) Fasilitas penampungan dan pengolahan limbah.
9) Fasilitas bunker.
10) Fasilitas pemadam kebakaran.
11) Fasilitas gudang untuk bahan/barang berbahaya dan
beracun (B3).
12) Fasilitas pemeliharaan dan perbaikan peralatan dan Sarana
Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP).
b) Fasilitas penunjang, antara lain :
1) Kawasan perkantoran.
2) Fasilitas pos dan telekomunikasi.
3) Fasilitas pariwisata dan perhotelan.

2-27
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

4) Instalasi air bersih, listrik dan telekomunikasi.


5) Jaringan jalan dan rel kereta api.
6) Jaringan air limbah, drainase dan sampah.
7) Areal pengembangan pelabuhan.
8) Tempat tunggu kendaraan bermotor.
9) Kawasan perdagangan.
10) Kawasan industri.
11) Fasilitas umum lainnya (peribadatan, taman, tempat
rekreasi, olahraga, jalur hijau dan kesehatan).
7. Rencana peruntukan perairan sebagaimana dimaksud dalam ayat 3)
huruf b), untuk penyediaan kegiatan :
a) Fasilitas pokok, antara lain :
1) Alur pelayaran.
2) Perairan tempat labuh.
3) Kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal.
4) Perairan tempat alih muat kapal.
5) Perairan untuk kapal yang mengangkut bahan/barang berbahaya.
6) Perairan untuk kegiatan karantina.
7) Perairan alur penghubung intra pelabuhan.
8) Perairan pandu
9) Perairan untuk kapal pemerintah.
b) Fasilitas penunjang, antara lain :
1) Perairan untuk pengembangan pelabuhan jangka panjang.
2) Perairan untuk fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal.
3) Perairan tempat uji coba kapal.
4) Perairan tempat kapal mati.
5) Perairan untuk keperluan darurat.
6) Perairan untuk kegiatan rekreasi (wisata air).
Dalam Pasal 6 disebutkan bahwa:
Rencana Induk Pelabuhan umum sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat
(1), penetapannya dilakukan oleh :
1) Untuk pelabuhan internasional hub, internasional, nasional ditetapkan
oleh Menteri setelah mendapat rekomendasi dari Gubernur dan
Bupati/Walikota mengenai keterpaduannya dengan rencana umum tata

2-28
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

ruang wilayah Propinsi dan rencana umum tata ruang wilayah


Kabupaten/Kota.
2) Untuk pelabuhan regional ditetapkan oleh Gubernur setelah mendapat
rekomendasi dari Bupati/Walikota mengenai keterpaduannya dengan
rencana umum tata ruang wilayah Kabupaten/Kota.
3) Bupati/Walikota untuk pelabuhan lokal.
Dalam Pasal 7 disebutkan bahwa:
1) Penyelenggara pelabuhan umum mengusulkan penetapan Rencana
Induk Pelabuhan internasional hub, internasional dan nasional kepada
Menteri melalui Direktur Jenderal, dengan melampirkan rekomendasi
dari Gubernur dan Bupati/Walikota.
2) Penentapan rencana induk pelabuhan regional diusulkan oleh
penyelenggara pelabuhan laut kepada Gubernur dengan melampirkan
rekomendasi-rekomendasi dari Bupati/Walikota dan kepada
Bupati/Walikota untuk rencana induk pelabuhan lokal.
3) Direktur Jenderal melakukan penilaian terhadap usulan penetapan
Rencana Induk Pelabuhan umum yang disampaikan oleh penyelenggara
pelabuhan umum sebagaimana dimaksud dalam ayat 1), dengan
memperhatikan aspek:
a) Tatanan Kepelabuhanan Nasional.
b) Keamanan dan keselamatan pelayaran.
c) Rencana tata guna tanah dan perairan.
d) Rencana kegiatan operasional pelabuhan jangka pendek, menengah
dan panjang.
e) Kelayakan teknis, ekonomis dan lingkungan.
4) Direktur Jenderal menyampaikan hasil penilaian sebagai dimaksud
dalam ayat 3) kepada Menteri dalam waktu selambat-lambatnya 30
(tigapuluh) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap.
5) Menteri menetapkan rencana induk pelabuhan internasional hub,
internasional dan nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat 1)
berdasarkan hasiol penilaian Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud
dalam ayat 3), selambat-lambatnya dalam waktu 37 (tiga puluh tujuh)
hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap.

2-29
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

6) Rencana induk pelabuhan regional ditetapkan oleh Gubernur dan


pelabuhan lokal ditetapkan oleh Bupati/Walikota dalam waktu selambat-
lambatnya dalam waktu 37 (tiga puluh tujuh) hari kerja setelah
permohonan diterima secara lengkap.
Dalam Pasal 8 disebutkan bahwa:
1) Penyelenggara Pelabuhan Laut wajib melakukan kaji ulang rencana
induk pelabuhan selambat-lambatnya setiap 5 (lima) tahun sekali atau
sesuai kebutuhan.
2) Dalam hal adanya perubahan terhadap rencana induk sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1), rencana induk tersebut ditetapkan kembali
oleh Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota sesuai dengan
kewenanganannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
Mengenai daerah lingkungan kerja pelabuhan laut dan daerah lingkungan
kepentingan pelabuhan laut dijelaskan dalam Pasal 9 sampai Pasal 14 sebagai
berikut:
Pasal 9
1) Untuk kepentingan penyelenggaraan pelabuhan umum, ditetapkan
batas-batas Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Kepentingan
Pelabuhan berdasarkan rencana induk pelabuhan yang telah ditetapkan.
2) Batas-batas daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan
kepentingan pelabuhan ditetapkan dengan titik koordinat geografis,
untuk menjamin kegiatan kepelabuhanan.
3) Daerah lingkungan kerja pelabuhan umum terdiri dari :
a) daerah lingkungan kerja daratan yang digunakan untuk :
- Kegiatan fasilitas pokok.
- Kegiatan fasilitas penunjang.
b) daerah lingkungan kerja perairan yang digunakan untuk :
- Alur pelayaran.
- Perairan tempat labuh.
- Perairan untuk tempat alih muat kapal (ship to ship transfer).
- Kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal.
- Kegiatan pemanduan.
- Tempat perbaikan kapal.
- Kapal yang mengangkut barang berbahaya.

2-30
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

- Perairan untuk kegiatan karantina.


- Perairan alur penghubung intra pelabuhan (fair way).
- Perairan pandu.
- Perairan untuk kapal pemerintah.
- Perairan untuk pengembangan pelabuhan jangka panjang.
4) Daerah lingkungan kepentingan pelabuhan umum merupakan perairan
pelabuhan di luar daerah lingkungan kerja periran yang digunakan
untuk:
a) Alur pelayaran dari dan kepelabuhan.
b) Keperluan keadaan darurat.
c) Pengembangan pelabuhan jangka panjang.
d) Penempatan kapal mati.
e) Percobaan berlayar.
f) Kegiatan pemanduan.
g) Fasilitas pembangunan.
h) Pemeliharaan kapal.

Pasal 11
Daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, ditetapkan sebagai berikut:
1) Menteri menetapkan daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan
kepentingan pelabuhan internasional hub, internasional, nasional
setelah mendapat rekomendasi dari Gubernur dan Bupati/Walikota
mengenai keterpaduannya dengan rencana umum tata ruang wilayah
Propinsi dan rencana umum tata ruang wilayah Kabupaten/Kota.
2) Gubernur menetapkan batas-batas daerah lingkungan kerja dan daerah
lingkungan kepentingan pelabuhan regional setelah mendapat
rekomendasi dari Bupati/Walikota mengenai keterpaduannya dengan
rencana umum tata ruang wilayah Kabupaten/Kota.
3) Bupati/Walikota menetapkan batas-batas daerah lingkungan kerja dan
daerah lingkungan kepentingan pelabuhan lokal.
Pasal 12
1) Penyelenggara pelabuhan laut mengusulkan penetapan daerah
lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan umum

2-31
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

internasional hub, pelabuhan internasional dan pelabuhan nasional


kapada Menteri melalui Direktur Jenderal dengan melampirkan :
a) Rencana induk pelabuhan yang bersangkutan.
b) Rekomendasi Gubernur Propinsi dan Bupati/Walikota setempat
sebagai hasil koordinasi di tingkat daerah.
c) Rekomendasi Pejabat pemegang fungsi keselamatan pelayaran.
d) Hasil kajian terhadap batas-batas daerah lingkungan kerja dan
daerah lingkungan kepentingan pelabuhan yang diusulkan oleh
penyelenggara pelabuhan.
e) Peta yang dilengkapi dengan batas-batas daerah lingkungan kerja
dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan.
2) Penyelenggaraan pelabuhan laut mengusulkan penetapan daerah
lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan
regional kepada Gubernur dengan melampirkan:
a) Rencana induk pelabuhan yang bersangkutan.
b) Rekomendasi Bupati/Walikota setempat sebagai hasil koordinasi di
tingkat daerah.
c) Rekomendasi Pejabat pemegang fungsi keselamatan pelayaran.
d) Hasil kajian terhadap batas-batas daerah lingkungan kerja dan
daerah lingkungan kepentingan pelabuhan yang diusulkan oleh
penyelenggara pelabuhan.
e) Peta yang dilengkapi dengan batas-batas daerah lingkungan kerja
dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan.
3) Penyelenggaraan pelabuhan laut mengusulkan penetapan daerah
lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan lokal
kepada Bupati/Walikota dengan melampirkan:
a) Rencana induk pelabuhan yang bersangkutan.
b) Rekomendasi Pejabat pemegang fungsi keselamatan pelayaran.
c) Hasil kajian terhadap batas-batas daerah lingkungan kerja dan
daerah lingkungan kepentingan pelabuhan yang diusulkan oleh
penyelenggara pelabuhan.
d) Peta yang dilengkapi dengan batas-batas daerah lingkungan kerja
dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan.

2-32
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

4) Direktur Jenderal melakukan penelitian terhadap usulan penetapan


Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan
Pelabuhan yang disampaikan oleh penyelenggara pelabuhan laut
sebagaimana dimaksud dalam ayat 1), terhadap aspek :
a) Tatanan kepelabuhanan nasional.
b) Fungsi dan kegunaan dari daerah lingkungan kerja dan daerah
lingkungan kepentingan pelabuhan untuk menjamin keselamatan
pelayaran dan kelancaran serta ketertiban dalam penyelenggaraan
pelabuhan.
c) Luas daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan
pelabuhan dengan menggunakan pedoman teknis.
5) Direktur Jenderal menyampaikan hasil penelitian sebagaimana
dimaksud dalam ayat 2) kepada Menteri dengan melampirkan :
a) Rekomendasi Gubernur Propinsi dan Bupati/Walikota.
b) Rancangan Keputusan Menteri yang dilengkapi dengan peta dan
batas daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan
pelabuhan umum.

Pasal 13
Penyelenggara pelabuhan umum diberikan hak atas tanah dan perairan di
dalam daerah lingkungan kerja pelabuhan laut untuk kegiatan kepelabuhanan
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 14
1) Di dalam daerah lingkungan kerja pelabuhan umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10, penyelenggara pelabuhan mempunyai
kewajiban :
a) Di daerah lingkungan kerja pelabuhan :
(1) Memasang tanda batas sesuai dengan batas-batas daerah
lingkungan kerja daratan yang telah ditetapkan bersama dengan
Kantor Badan Pertanahan Nasional dan Pemerintah Daerah
setempat.
(2) Memasang papan pengumuman yang memuat informasi
mengenai batas-batas daerah lingkungan kerja daratan
pelabuhan umum.

2-33
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

(3) Melaksanakan pengamanan terhadap aset yang dimiliki serta


untuk menjamin ketertiban dan kelancaran operasional
pelabuhan.
(4) Menyelesaikan sertifikat hak atas tanah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(5) Menjaga kelesatarian lingkungan.
b) Di daerah lingkungan kerja perairan pelabuhan :
(1) Memasang tanda batas sesuai dengan batas-batas daerah
lingkungan kerja perairan yang telah ditetapkan.
(2) Menginformasikan mengenai batas-batas daerah lingkungan kerja
perairan pelabuhan kepada pelaku kegiatan kepelabuhanan.
(3) Menyediakan sarana bantu navigasi pelayaran.
(4) Menyediakan dan memelihara kolam pelabuhan dan alur
pelayaran.
(5) Memelihara kelestarian lingkungan.
(6) Melaksanakan pengamanan terhadap asset yang dimiliki berupa
fasilitas pelabuhan di perairan.
2) Di dalam daerah lingkungan kepentingan pelabuhan umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pemerintah, Pemerintah
Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai kewenangannya
berkewajiban :
a) Menyediakan sarana bantu navigasi pelayaran.
b) Menjamin keamanan dan ketertiban.
c) Menyediakan dan memelihara alur pelayaran.
d) Memelihara kelestarian lingkungan.
e) Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap penggunaan
daerah pantai.

2.2.4.Undang-Undang No.17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran


Undang-undang No.17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran yang dirujuk dalam
menyusun Master Plan adalah BAB VII Kepelabuhan.
Bagian Kesatu ; Tatanan Kepelabuhanan Nasional
Pasal 67

2-34
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

1) Tatanan Kepelabuhanan Nasional diwujudkan dalam rangka


penyelenggaraan pelabuhan yang andal dan berkemampuan tinggi,
menjamin efisiensi, dan mempunyai daya saing global untuk menunjang
pembangunan nasional dan daerah yang ber-Wawasan Nusantara.
2) Tatanan Kepelabuhanan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan sistem kepelabuhanan secara nasional yang
menggambarkan perencanaan kepelabuhanan berdasarkan kawasan
ekonomi, geografi, dan keunggulan komparatif wilayah, serta kondisi
alam.
3) Tatanan Kepelabuhanan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memuat:
a) peran, fungsi, jenis, dan hierarki pelabuhan;
b) Rencana Induk Pelabuhan Nasional; dan
c) lokasi pelabuhan.
Pasal 68
Pelabuhan memiliki peran sebagai:
1) simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan hierarkinya;
2) pintu gerbang kegiatan perekonomian;
3) tempat kegiatan alih moda transportasi;
4) penunjang kegiatan industri dan/atau perdagangan;
5) tempat distribusi, produksi, dan konsolidasi muatan atau barang; dan
6) mewujudkan Wawasan Nusantara dan kedaulatan negara.
Pasal 69
Pelabuhan berfungsi sebagai tempat kegiatan:
1) pemerintahan; dan
2) pengusahaan
Pasal 70
1) Jenis pelabuhan terdiri atas:
a) pelabuhan laut; dan
b) pelabuhan sungai dan danau.
2) Pelabuhan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
mempunyai hierarki terdiri atas:
a) pelabuhan utama;
b) pelabuhan pengumpul; dan

2-35
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

c) pelabuhan pengumpan.
Pasal 71
1) Rencana Induk Pelabuhan Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal
67 ayat (3) huruf b merupakan pedoman dalam penetapan lokasi,
pembangunan, pengoperasian, pengembangan pelabuhan, dan
penyusunan Rencana Induk Pelabuhan.
2) Rencana Induk Pelabuhan Nasional disusun dengan memperhatikan:
a) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota;
b) potensi dan perkembangan sosial ekonomi wilayah;
c) potensi sumber daya alam; dan
d) perkembangan lingkungan strategis, baik nasional maupun
internasional.
3) Rencana Induk Pelabuhan Nasional memuat:
a) kebijakan pelabuhan nasional; dan
b) rencana lokasi dan hierarki pelabuhan.
4) Menteri menetapkan Rencana Induk Pelabuhan Nasional untuk jangka
waktu 20 (dua puluh) tahun.
5) Rencana Induk Pelabuhan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
6) Dalam hal terjadi perubahan kondisi lingkungan strategis akibat
bencana yang ditetapkan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan Rencana Induk Pelabuhan Nasional dapat ditinjau kembali
lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
Pasal 72
1) Penggunaan wilayah daratan dan perairan tertentu sebagai lokasi
pelabuhan ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan Rencana Induk
Pelabuhan Nasional.
2) Lokasi pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan
Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan
Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan.
Pasal 73
1) Setiap pelabuhan wajib memiliki Rencana Induk Pelabuhan.

2-36
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

2) Rencana Induk Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun


dengan memperhatikan:
a) Rencana Induk Pelabuhan Nasional;
b) Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi;
c) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota;
d) keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan lain terkait di lokasi
pelabuhan;
e) kelayakan teknis, ekonomis, dan lingkungan; dan
f) keamanan dan keselamatan lalu lintas kapal.
Pasal 74
1) Rencana Induk Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat
(1) meliputi rencana peruntukan wilayah daratan dan rencana
peruntukan wilayah perairan.
2) Rencana peruntukan wilayah daratan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berdasar pada kriteria kebutuhan:
a) fasilitas pokok; dan
b) fasilitas penunjang.
3) Rencana peruntukan wilayah perairan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) berdasar pada kriteria kebutuhan:
a) fasilitas pokok; dan
b) fasilitas penunjang.
Pasal 75
1) Rencana Induk Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat
(1) dilengkapi dengan Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan
Kepentingan pelabuhan.
2) Batas Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan
pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
koordinat geografis untuk menjamin kegiatan kepelabuhanan.
3) Daerah Lingkungan Kerja pelabuhan, terdiri atas:
a) wilayah daratan yang digunakan untuk kegiatan fasilitas pokok dan
fasilitas penunjang; dan
b) wilayah perairan yang digunakan untuk kegiatan alur-pelayaran,
tempat labuh, tempat alih muat antarkapal, kolam pelabuhan untuk

2-37
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

kebutuhan sandar dan olah gerak kapal, kegiatan pemanduan,


tempat perbaikan kapal, dan kegiatan lain sesuai dengan kebutuhan.
4) Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan merupakan perairan
pelabuhan di luar Daerah Lingkungan Kerja perairan yang digunakan
untuk alur-pelayaran dari dan ke pelabuhan, keperluan keadaan darurat,
pengembangan pelabuhan jangka panjang, penempatan kapal mati,
percobaan berlayar, kegiatan pemanduan, fasilitas pembangunan, dan
pemeliharaan kapal.
5) Daratan dan/atau perairan yang ditetapkan sebagai Daerah Lingkungan
Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikuasai oleh negara dan diatur oleh
penyelenggara pelabuhan.
6) Pada Daerah Lingkungan Kerja pelabuhan yang telah ditetapkan,
diberikan hak pengelolaan atas tanah dan/atau pemanfaatan perairan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 76
1) Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah
Lingkungan Kepentingan pelabuhan untuk pelabuhan laut ditetapkan
oleh:
a) Menteri untuk pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul setelah
mendapat rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota akan
kesesuaian dengan tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota;
dan
b) gubernur atau bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan.
2) Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah
Lingkungan Kepentingan pelabuhan untuk pelabuhan sungai dan danau
ditetapkan oleh bupati/walikota.

Pasal 77
Suatu wilayah tertentu di daratan atau di perairan dapat ditetapkan oleh
Menteri menjadi lokasi yang berfungsi sebagai pelabuhan, sesuai dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah

2-38
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

Kabupaten/Kota serta memenuhi persyaratan kelayakan teknis dan


lingkungan.
Pasal 79
Kegiatan pemerintahan dan pengusahaan di pelabuhan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69 diselenggarakan secara terpadu dan terkoordinasi.
Pasal 80
1) Kegiatan pemerintahan di pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 79 meliputi:
a) pengaturan dan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan
kegiatan kepelabuhanan;
b) keselamatan dan keamanan pelayaran; dan/atau
c) kepabeanan;
d) keimigrasian;
e) kekarantinaan.
2) Selain kegiatan pemerintahan di pelabuhan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdapat kegiatan pemerintahan lainnya yang
keberadaannya bersifat tidak tetap.
3) Pengaturan dan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan
kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dilaksanakan oleh penyelenggara pelabuhan.
4) Fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh Syahbandar.
5) Fungsi kepabeanan, keimigrasian, dan kekarantinaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 81 tentang Penyelenggara Pelabuhan
1) Penyelenggara pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat
(3) yaitu terdiri atas:
a) Otoritas Pelabuhan; atau
b) Unit Penyelenggara Pelabuhan.
2) Otoritas Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dibentuk pada pelabuhan yang diusahakan secara komersial.
3) Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b
dibentuk pada pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial.

2-39
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

4) Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)


dapat merupakan Unit Penyelenggara Pelabuhan Pemerintah dan unit
penyelenggara pelabuhan pemerintah daerah.
Pasal 83
1) Untuk melaksanakan fungsi pengaturan dan pembinaan, pengendalian,
dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 80 ayat (1) huruf a Otoritas Pelabuhan mempunyai tugas
dan tanggung jawab:
a) menyediakan lahan daratan dan perairan pelabuhan;
b) menyediakan dan memelihara penahan gelombang, kolam
pelabuhan, alur-pelayaran, dan jaringan jalan;
c) menyediakan dan memelihara Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran;
d) menjamin keamanan dan ketertiban di pelabuhan;
e) menjamin dan memelihara kelestarian lingkungan di pelabuhan;
f) menyusun Rencana Induk Pelabuhan, serta Daerah Lingkungan Kerja
dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan;
g) mengusulkan tarif untuk ditetapkan Menteri, atas penggunaan
perairan dan/atau daratan, dan fasilitas pelabuhan yang disediakan
oleh Pemerintah serta jasa kepelabuhanan yang diselenggarakan
oleh Otoritas Pelabuhan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
h) menjamin kelancaran arus barang.
2) Selain tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Otoritas Pelabuhan melaksanakan kegiatan penyediaan dan/atau
pelayanan jasa kepelabuhanan yang diperlukan oleh pengguna jasa
yang belum disediakan oleh Badan Usaha Pelabuhan.
Pasal 87
Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1)
huruf b mempunyai tugas dan tanggung jawab:
1) menyediakan dan memelihara penahan gelombang, kolam pelabuhan,
dan alur-pelayaran;
2) menyediakan dan memelihara Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran;
3) menjamin keamanan dan ketertiban di pelabuhan;
4) memelihara kelestarian lingkungan di pelabuhan;

2-40
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

5) menyusun Rencana Induk Pelabuhan, serta Daerah Lingkungan Kerja


dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan;
6) menjamin kelancaran arus barang; dan
7) menyediakan fasilitas pelabuhan.
Pasal 88
1) Dalam mendukung kawasan perdagangan bebas dapat diselenggarakan
pelabuhan tersendiri.
2) Penyelenggaraan pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang kawasan perdagangan bebas.
3) Pelaksanaan fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran pada
pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang ini.
Pasal 90 Kegiatan Pengusahaan di Pelabuhan
1) Kegiatan pengusahaan di pelabuhan terdiri atas penyediaan dan/atau
pelayanan jasa kepelabuhanan dan jasa terkait dengan kepelabuhanan.
2) Penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi penyediaan dan/atau pelayanan jasa
kapal, penumpang, dan barang.
3) Penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang, dan barang
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
a) penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk bertambat;
b) penyediaan dan/atau pelayanan pengisian bahan bakar dan
pelayanan air bersih;
c) penyediaan dan/atau pelayanan fasilitas naik turun penumpang
dan/atau kendaraan;
d) penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk pelaksanaan
kegiatan bongkar muat barang dan peti kemas;
e) penyediaan dan/atau pelayanan jasa gudang dan tempat
penimbunan barang, alat bongkar muat, serta peralatan pelabuhan;
f) penyediaan dan/atau pelayanan jasa terminal peti kemas, curah cair,
curah kering, dan Ro-Ro;
g) penyediaan dan/atau pelayanan jasa bongkar muat barang;

2-41
BAB II. Aspek Kebijakan Pemerintah 201
6
BUKU 1 KOMPILASI DATA Rencana Induk Terminal Khusus PLTU Mamuju (2x25 MW)

h) penyediaan dan/atau pelayanan pusat distribusi dan konsolidasi


barang; dan/atau
i) penyediaan dan/atau pelayanan jasa penundaan kapal.
4) Kegiatan jasa terkait dengan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi kegiatan yang menunjang kelancaran operasional
dan memberikan nilai tambah bagi pelabuhan.

2-42

Vous aimerez peut-être aussi