Vous êtes sur la page 1sur 10
118 TUBERKULOSIS PARU Zulkifli Amin, Asril Bahar PENDAHULUAN Tuberkulosis paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama dikenal pada manusia, misalnya dia dihubungkan dengan tempat tinggal di daerah urban, lingkungan yang padat, dibuktikan dengan adanya penemuan kerusakan tulang vertebra toraks yang khas TB dari kerangka yang digali di Heidelberg dari kuburan zaman neolitikum, begitu juga penemuan yang berasal dari mumi dan ukiran dinding piramid di Mesir kuno pada tahun 2000-4000 SM. Hipokrates telah memperkenalkan terminologi phthisis yang diangkat dari bahasa Yunani yang menggambarkan tampilan TB paru i Bukti yang Iain dari Mesir, pada mummi-mummi yang berasal dari tahun 3500 SM, Jordania (300 SM), ‘Scandinavia (200 SM), Nesperehan (1000 SM), Peru (700), United Kingdom (200-400 SM) masing-masing dengan fosil tulang manusia yang melukiskan adanya Pott’s disease atau abses paru yang berasal dari tuberkulosis, atau terdapatnya lukisan orang-orang dengan bongkok tulang belakang karena sakit spondiltis TB. Literatur Arab: Al Razi (850-953 M) dan Ibnu Sina (980-1037M) menyatakan adanya kavitas pada paru-paru dan hubungannya dengan lesi di kulit. Pencegahannya dengan makan-makanan yang bergizi, menghirup udara xyang bersih dan kemungkinan (prognosis) dapat sembuh dari penyakit ini. Disebutkan juga bahwa TB sering didapat pada usia muda (18-30 th) dengan tanda-tanda badan kurus dan dada yang Kec Baru dalam tahun 1882 Robert Koch menemukan kuman penyebabnya semacam bakteri berbentuk batang dan dari sinilah diagnosis secara mikrobiologis dimulai ddan penatalaksanaannya lebih terarah, Apalagi pada tahun 1896 Rontgen menemukan sinar X sebagai alat bantu menegakkan diagnosis yang lebih tepat 863 Penyakit ini kemudian dinamakan Tuberkulosis, dan hampir seluru tubuh manusia dapat terserang olehnya tetapi yang paling banyak adalah organ paru Pada permulaan abad 19, insidensi penyakit tuber- kulosis di Eropa dan Amerika Serikat sangat besar. ‘Angka kematian cukup tinggi yakni 400 per 100.000 penduduk, dan angka kematian berkisar 15-30% dari semua kematian, Di antara yang meninggal tercotat crang-orang terkenal seperti: Voltaire, Sir Walter-Scott, Edgar Allan Poe, Frederick Chopin, Laenec, Anton- Chekoy, dan lain-lain, Usaha-usaha untuk mengurangi angka kematian dilakukan seperti menghirup udara segar di alam terbuka, makan/minum makanan bergizi, memberikan obat-obat seperti tuber-kulin (sebagai uupaya terapi), digitalis, minyak ikan dan lain-lain, tetapi hasil-nya masih kurang memuaskan. Tahun 1840, George Bodingto dari Sutton Inggris mengemukakan konsep sanatorium untuk pengobatan TB tetapi ia tidak mendapat tanggapan pada waktu itu. Baru pada tahun 1859 Brehmen di Silesia Jerman, mendirikan sanatorium ddan berhasil menyembuhken sebagian pasiennya Sejak itu banyak sanatorium didirikan seperti di Denmark, Amerika Serikat dan kemudian terbanyak di Ingaris yakni cl Wales, England, Skotlancio, Setelah sukses dengan sanatorium, barulah dipikrkan usaha pencegahan seperti memusnahkan sapi yang tercemarT8, memberikan pendidikan kesehatan dan perbaikan lingkungan pada penduduk seperti makan/minum yang baik, tidak menghirup udara buruk, menghindari lingkungan hidup yang terlalu padat, mengurangi pekerjaan yang rmeletihkan, Sejak awal abad 19, angka kesakitan dan kematian pertahun dapat diturunkan karena program perbaikan gizi dan Kesehatan lingkungan yang baik serta adanya Pengobatan lain/tindakan bedah seperti collapse therapy. 864 Robert Koch mengidentifikasi basil tahan asam M.tuberculosis untuk pertama kali sebagai bakteri penyebab TB ini, la mendemontrasikan bahwa basil ini bisa dipindahkan kepada binatang yang rentan, yang ‘akan memenuhi kriteria postulat Koch yang merupakan prinsip utama dari patogenesis mikrobial. Selanjutnya ia ‘menggambarkan suatu percobaan yang memakai guinea pig, untuk memastikan observasinya yang pertama yang menggambarkan bahwa imunitas didapat mengikuti infeksi primer sebagai suatu fenomena Koch. Konsep dari pada imunitas yang didapat (acquired immunity) diperlihatkan dengan pengembangan vaksin T8, satu vaksin yang sangat sukses, yaitu vaksin Bacillus Calmette Guerin (8CG) dibuat deri suatu strain Mikobakterium Bovis, vvaksin ini ditemukan oleh Albert Calmette dan Camille Guerin di Institut Pasteur Perancis dan diberikan pertama kali kemanusia pada tahun 1921 Sejarah eradikasi TB dengan kemoterapi dimulai pada tahun 1944 Ketika seorang perempuan umur 21 tahun dengan penyakit TB paru lanjut menerima injeks pertama Streptomisin yang sebelumnya diisolasi oleh Selman Waksman. Segera disusul dengan penemuan asam para amino salisilik (PAS) Kemudian dilanjutkan dengan penemuan Isoniazid yang signifikan yang dilaporkan oleh Robitzek dan Selikoff 1952. Kemudian diikuti penemuan berturut-turut pirazinamid tahun 1954 dan Etambutol 1952, Rifampisin 1963 yang menjadi obat utama TB sampal saat ini EPIDEMIOLOGI GLOBAL Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini TB masih tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Pada bulan Maret 1993 WHO rmendeklarasikan TB sebagai global health emergency. 78 ddianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang penting kearena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh mikobakterium TB, Pada tahun 1998 ada 3.617.047 kasus TB yang tercatat diseluruh dunia. Sebagian besar dari kasus TB ini (95%) dan kematian- nya (98%) terjadi dinegara-negara yang sedang berkembang, Di antara mereka 75 % berada pada usia produktif yaitu 20-49 tahun. Karena penduduk yang padat dan tingginya prevalensi maka lebih dari 65% dari kasus-kasus T8 yang baru dan kematian yang muncul terjadi di Asia Alasan utama munculnya atau meningkatnya beban 8 global ini antara lain disebabkan : 1), Kemiskinan pada berbagai penduduk, tidak hanya pada negara yang sedang berkembang tetapi juga pada penduduk perkotaan tertentu dinegara maju. 2). Adanya perubahan demografik dengan meningkatnya penduduk dunia dan ‘TUBERKULOSIS. perubahan dari struktur usia manusia yang hidup. 3). Perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi pada penduduk di kelompok yang rentan terutama dinegeri~ negeri miskin. 4), Tidak memadainya pendidikan mengenai TB di antara para dokter. 5).Terlantar dan kurangnya biaya untuk obat, sarana diagnostik, dan pengawasan kasus TB dimana terjadi deteksi dan tatalaksana kasus yang tidak adekuat. 6). Adanya epidemi HIV terutama di ‘Afrika dan Asia. EPIDEMIOLOGI TE DI INDONESIA Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah China dan India. Pada tahun 1998 diperkirakan TB di China, India dan Indonesia berturut turut 1.828.000, 1.414.000, dan 591,000 kasus. Perkiraan kejadian BTA di sputum yang positif di Indonesia adalah 266,000 tahun 1998. Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga 1985 dan survai kesehatan nasional 2001, TB menempati ranking nomor 3 sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24 %. Sampai sekarang angka kejadian TB di Indonesia relatif terlepas dari angka pandemi infeksi HIV karena masih relatif rendahnya infeksi HIV, tapi hal ini mungkin akan berubah dimasa datang melihat semakin meningkatnya laporan infeksi HIV dari tahun ketshun. Suatu survei mengenai prevalensi T8 yang dilaksanakan di 15, propinsi Indonesia tahun 1979-1982 diperlihatkan pada tabel 1 CARA PENULARAN Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas peningkatan jjumiah kasus TB. Proses terjadinyainfeksioleh M, tuberculosis biasanya secara inhalasi, sehingga T® paru merupakan ‘manifestasi klinis yang paling sering dibanding organ lainnya, Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuctet, khususnya yang didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung basil tahan asar (BTA). Pada TB kulit atau jaringan lunak penularan bisa melalui inokulasi langsung. Infeksi ang disebabkan oleh M, bovis dapat disebabkan oleh susu yang kurang disterilkan dengan baik atau terkontaminasi Sudah dibuktikan bahwa lingkungan sosial ekonomi yang baik, pengobatan teratur dan pengawasan minum obat ketat berhasil mengurangi angka morbiditas dan mortalitas di Amerika selama tahun 11950-1960. TUBERKULOSIS PARU 865 Tabel 1. Prevalensi TB diantara Tahun 1979-1982 di 15 Propinsi di Indonesia Tahun Jumlah Penduduk Survei_ Provins! ‘th 1982 (juta) 4979 Jawa Tengah 262 1980 Bali 25 3980 DXi Jaya 70 1980 DI Yogyakarta 28 1980 Jawa Timur 300 3980 Sumatra Utara 88 1980 Sulawesi Selatan 62 1980 Sumatra Selatan 4a 1980 Jawa Barat 289 1980 Kalimantan Barat 26 1980 Sumatra Barat 35 1981 Aceh a7 1981 Kalimantan Timur 13 1981 Sulawesi Utara 22 1982 Nusa Tenggara Timur 28 Prevalensi Positif Hapusan BTA Sputum (%) ona 0.08 016 031 034 osa as. ae ot 014 038 015 082 030 074 Modifikasi dari Aditama : Rata ~ rata prevalensi TB pada 15 propinsi : 0.29%, prevalensi tertinggi ada di NTT 0,74 % yang terendah di Bali 0,08 %. Pada tahun 1990 prevalensi di Jakarta 0,16 %, Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Yang tergolong dalam kuman Mycobacterium tuberculosae complex adalah : 1). M. tuberculosae, 2). Varian Asian, 3). Varian African |, 4. Varian African Il, 5. M. bovis. Pembagian tersebut adalah berdasarkan perbedaan secara epidemiologi Kelompok kuman Mycobacteria Other Than 78 (MOTT, atypical adalah: 1. M. kansasi, 2. M. avium, 3. M. intra cellulare, 4. Mscrofulaceum, 5. M. malmacerse, 6. M.xenopi. Sebagian besar dinding kuman terdiriatas asam lernak (lipid), kemudian peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkoho)) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fs. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis ‘menjadi aktif lagi i dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid Sifat iain kuman ini adalah aerob. Sift ini menunjuk- kan bahwa kuman lebih menyenangijaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pda bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis. PATOGENESIS Tuberkulosis Primer Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman ibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet ‘nuclei dalam udara sekitar kita. Parikel infeksi ini dapat rmenetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikelinfeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru, Partikel dapat masuk Ke alveolar bila ukuran partikel < 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partkel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya Bila kuman menetap di jringan paru, berkembang biak dalam sito-plasma makrofag 0 sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan ber-bentuk sarang tuberkulosis pheumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian aringan par. Gila menjalarsampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat Juga masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan Kuli, trjadilimfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak,ginjal, tulang, Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi T8 miler 866 TUBERKULOSIS Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal), dan juga dilkuti pembesaran kelenjaf getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal + limfadenitis regional = kompleks primer (Ranke). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu.Kompleks primer ini selanjut-nya dapat menjadi + Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak terjadi + Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa gatis-garis fibrotik, Kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya > 5 mm dan + 10% di antaranya dapat terjadi reaktivasi agi karena kuman yang dormant. + Berkomplikesi dan menyebar secara::a). per kontinui~ tatum, yakni menyebar ke sekitarnya, b). secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya, Kuman dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke sus, ¢)secara limfogen, ke organ tubuh lain-lainnya, <), secara hematogen, ke organ tubuh lainnya. Semua kejadian di atas tergolong dalam perjalanan tuberkulosis primer. Tuberkulosis Pasca Primer (Tuberkulosis Sekunder) Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi ‘endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post primer = TB pasca primer = TB sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti mainutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberkulosis ppasca-primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian apikal-posterior lobus superior atau inferior) Invasinya adalah ke daerah parenkim paru- paru dan tidak ke nodus hiler paru, Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel Histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan kat. TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi ceksogen dari usia muda menjadi TB usia tua (elderly tuber- culosis). Tergantung dari jumlah kuman, virulensi-nya dan imunitas pasien, sarang dini ini dapat menjadi + Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggal- kan cacat + Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera ‘menyembuh dengan serbukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras, menimbulkan per-kapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami rnekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama~ lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam rnukleat oleh ensim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin dengan TNF-nya, Bentuk perkijuan lain yang jarang adalah cryptic disseminate TB yang terjadi pada imunodefisiensi dan usia lanjut. Di sini lesi sangat kecil,tetapi berisi bakteri sangat banyak, Kavitas dapat: a).Meluas kembali dan menimbul- kan sarang pneumonia baru. Bila isi kavtas ini masuk dalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi TB mmler. Dapat juga masuk ke paru sebelahrya atau tertelan masuk lambung dan selanjutnya ke usus jadi TB usus. Sarang ini selanjutnya mengikuti perjalanan seperti yang disebutkan terdahulu. Bisa juga terjadi TB endobronkial dan TB endotrakeal atau empiema bila ruptur ke pleura by, memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma, Tuberkuloma ini dapat mengapur dan rmenyembub atau dapat aktifkembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi. Komplikasi kronik kavitas adalah kolonisasi ‘leh fungus seperti Aspergilus dan kemudian menjadi mycetoma ,bersih dan menyembuh, disebut open healed cavity. Dapat juga menyembuh dengan membungkus di menjadi kecil. Kadang-Kadang berakhir sebagai Kavitas yang terbungkus, menciut dan berbentuk seperti bntang disebut stellate shaped. Secara keseluruhan akan terdapat 3 macam sarang yakni: 1), Sarang yang sudah sembuh. Sarang bentuk ini tidak perlu pengobatan lagi 2). Sarang aktif eksudatit Sarang bentuk ini perlu pengobatan yang lengkap dan sempurna; 3). Sarang yang berada antara aktif dan sembuh, Sarang bentuk ini dapat sembuh spontan, tetapi ‘mengingat kemiungkinan terjadinya eksaserbasi kembali, sebaiknya diberi pengobatan yang sempurna juga, KLASIFIKASI TUBERKULOSIS ‘Sampai sekarang belum ada kesepakatan di antara para klinikus, ali radiologi, ali patologi, mikrobiologi dan ahli kesehatan masyarakat tentang keseragaman klasifikasi ‘tuberkulosis, Dari sistem lama diketahui beberapa Klasitikasi seperti: + Pembagian secara patologis = Tuberkulosis primer (childhood tuberculosis) TUBERKULOSIS PARU = Tuberkulosis post-primer (adult tuberculosis) + Pembagian secara aktvitas radiologis Tuberkulosis pparu (Koch Pulmonum) aktf, non aktf dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembu). + Pembagian secara radiologis (Iuaslesi) = Tuberkulosis minimal. Terdapat sebagian kecil infiltrat nonka-vitas pada satu paru maupun edu paru,tetapi umlahnya tidak melebihi satu lobus paru. = Moderately advanced tuberculosis. Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm, Jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari sepertiga bagian satu par + Far advanced tuberculosis Terdapat infitrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada moderately advanced tuberculosis. Pada tahun 1974 American Thoracic Society memberikan klasifikasi baru yang diambil berdasarkan aspek kesehatan masyarakat. + Kategori 0: Tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negatif, tes tuberkulin negatif, + Kategori | : Terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Di sin iwayat kontak positf tes tuberkulin negatif. + Kategori Il : Terinfeksi tuberkulosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberkulin positif, radiologis dan sputum negatif. + Kategori Il: Terinfeksi tuberkulosis dan sakit Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah bberdasarkan kelainan klinis,radiologis, dan mikro biologis: + Tuberkulosis paru + Bekas tuberkulosis paru + Tuberkulosis paru tersangka, yang terbagi dalam: a) Tuberkulosis paru tersangka yang diobati. Di sini sputum BTA negatif, tetepi tanda-tanda lain positif, b). Tuberkulosis paru tersangka yang tidak diobati Di sini sputum BTA negatif dan tanda-tanda lain juga meragukan. Dalam 2-3 bulan, TB tersangka ini sudah harus di- pastikan apakah termasuk TB paru (aktif) atau bekas TB aru. Dalam klasifikasi ini perlu dicantumkan : 7. Status bakteriologi, 2. Mikroskopik sputum BTA (langsung), 3. Biakan sputum BTA, 4. Status radiologis, kelainan yang relevan untuk tuberkulosis parv, 5. Status kemoterapi riwayat pengobatan dengan obat anti tuberkulosis, WHO 1991 berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori yakni Kategor' |, ditujukan terhadap = + Kasus baru dengan sputum positif, + Kasus baru dengan bentuk TB berat Kategori I, dtyjukan terhadap 867 asus kambuh asus gagal dengan sputum BTA positit Kategor’ Il, ditujukan terhadap + Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak las, + Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori | Kategor IV, ditujukan terhadap :T8 kronik. GEJALA-GEJALA KLINIS Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bemacam-macam atau malah banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemerikszan Kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah Demam. Biasanya subfebril menyerupal demam influenza, Tetapi kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40- ‘AIC. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterus- ‘ya hilang timbuinya demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya ‘tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk. Batuk/batuk darah. Gejala ini banyak ditemukan, Batu terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non- produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus ‘Sesak napas. Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) bbelum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah ‘meliputi setengah bagian paru-paru, Nyeri dada. Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Teyjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya. Malaise. Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa ‘anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus beret bbadan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otet, keringat 868 ‘TUBERKULOSIS ‘malar dll, Gejala malaise ini makin lama makin berat dan tetjadi hilang timbul secara tidak teratur. PEMERIKSAAN FISIS Pemeriksaan pertama tethadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang ppucat karena anemia, suhu demam (subfebris), badan kurus atau berat badan menurun. ada pemeriksaan isis pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan pun terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfltrasi secara asimtomatik. Demikian juga bila sarang penyakit terletak di dalam, akan sulit ‘menemukan kelainan pada pemeriksaan fisis, karena hhantaran getaran/suara yang lebih dari4 cm ke dalam paru sulit dinilai secara palpasi, perkusi dan auskultasi, Secara ‘anamnesis dan pemeriksaan fisis, TB paru sulit dibedakan dengan pneumonia biasa, ‘Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks (puncak) paru. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara napas bronkial. Akan didapatkan juga suara napas tambahan berupa ronki basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napasnya menjadi vesikular melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amforik Pada tuberkulosis par yang lanjut dengan fibrosis, yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot inter-kostal, Bagian paru yang sakit jadi menciut dan ‘menarik isi mediastinum atau paru lainnya. Paru yang sehat menjadi lebih hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik amat luas yakni lebih dari setengah jumiah jaringan paru-paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran darah paru dan selanjutnya meningkatkan tekanan arteri pulmonalis (hipertensi pulmonal) diikuti terjadinya kor ppulmonal dan gagal jantung kanan. Disini akan didapatkan ‘tanda-tanda kor pulmonal dengan gagel jantung kanan seperti takipnea, takikardia, sianosis, right ventricular lift, right atrial gallop, murmur Graham-Steel, bunyi P2 yang mengeras, tekanan vena jugularis yang meningkat hepatomegall asites, dan edema. Bila tuberkulosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura, Paru yang sakit terlihat agak tertinggal dalam pernapasan. Perkusi memberikan suara pekak. ‘Auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekal Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimtomatik dan penyakit baru dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau yji tuberkulin yang posit. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan ‘cara yang praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan biaya lebih dibandingkan pemeriksaan sputum, tetapi dalam beberapa hal ia memberikan keuntungan seperti pada tuberkulosis anak-anak dan tuberkulosis miler Pada kedua hal di atas diagnosis dapat diperoleh melalui pemeriksaan radiologis dada, sedangkan pemeriksaan sputum hampir selalu negatit Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas atau segmen apikel lobus baweh), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagien inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberkulosis endobrontkial) Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang: sarang pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak- bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak ‘tegas. Bila lesi sudah diliputijaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai tuberkuloma Pada kavitas bayangannye berupa cincin yang mula mula berdinding tipis, Lama-lama dinding jedi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat bayangan yang bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-bercak padat dengan densitas tinggi Pada atelektasis terihat sepert fibrosis yang luas disertai ppenciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru. Gambaran tuberkulosis miler terlihat berupa bercak- bercak halus yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberkulosis paru adalah penebalan pleura (pleuritis), massa cairan di bagian bawah paru (efusi pleura/ empiema), bayangan hitam radiolusen di pinggir paru/ pleura (pneumotoraks) Pada satu foto dada sering didapatkan bermacam- ‘macam bayangan sekaligus (pada tuberkulosis yang sudah lanjut) seperti infltrat, garis-garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas (non sklerotik/sklerotik) maupun atelektasis dan ‘emfisema, ‘Tuberkulosis sering memberikan gambaran yang aneh~ neh, terutama gambaran radiologis, sehingge dikatakan tuberculosis is the greatest imitator. Gambaran infiltrasi dan tuberkuloma sering diartikan sebagai pneumonia, mikosis, pparu, karsinoma bronkus atau karsinoma metastasis. Gambaran kavitas sering diartikan sebagai abses paru i samping itu perlu diingat juga faktor kesalahan dalam membaca foto. Faktor kesalahan ini dapat mencapei 25%. Oleh sebab itu untuk diagnostik radiologi sering dilakuken juga foto lateral, top lordotik, oblik, tomografi dan foto ‘dengan proyeksi densitas keras. ‘TUBERKULOSIS PARU Adanya bayangan (lesi) pada foto dada, bukanlah menunjukkan adanya aktivitas penyakit, kecuali suatu inftrat yang betul-betul nyata. Lesi penyakit yang sudah non-aktif, sering menetsp selama hidup pasien. Lesi yang berupa fibrotik, kalsifikasi, kavitas, schwarte, sering ‘dijumpai pada orang-orang yang sudah tua Pemeriksaan khusus yang kadang-kadang juga diperlukan adalah bronkografi, yakni untuk melihat kerusakan bronkus atau paru yang disebabkan oleh tuberkulosis. Pemeriksaan ini umumnye dilakukan bila ppasien akan menjalani pembedahan paru, Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih dan saat ini sudah banyak dipakai di rumah sakit ryjukan adalah Computed Tomography Scanning (CT Scan). Pemeriksaan ini lebih superior dibancing radiologis biasa, Perbedaan densitas jaringan terlihat lebih jelas dan sayatan dapat dibuat transversal. Pemeriksaan lain yang lebih canggih lagi adalah Magnetic Resonance imaging (MRI). Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT Scan, tetapi dapat mengevaluasi proses- proses dekat apeks paru, tulang belakang, perbatasan dada-perut. Sayatan bisa dibuat transversal, sagital dan koronal. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Darah Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitit ddan juge tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kit Jumlzh limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai ‘meningkat, Bila penyakit mulai sembuh, juniah leukosit Kembali normal dan jumlah limfosit masin tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi Hasil pemerikszan darah lain didapatkan juga: 1) Anemia ringan dengan gambaran normokrom dan normositer; 2). Gama globulin meningkat; 3). Kadar atrium darah menurun. Pemeriksaan tersebut di atas nya juga tidak spesifix, Pemeriksaan serologis yang pemah dipakai adalah reaksi Takahashi, Pemeriksaan ini dapat menunjukkan proses tuberkulosis masih aktif atau tidak. Kriteria positif yang dipakai di Indonesia adalah titer 1/128, Pemeriksaan inj juga kurang mendapat perhatian karena angka-angka Positif patsu dan negatif palsunya masih besar Belakangan ini terdapat pemeriksaan serologis yang banyak juga dipakai yakni Peroksidase Anti Peroksida (PAP-1B) yang oleh beberapa peneliti mendapatkan nial sensitivitas dan spesifisitasnya cukup tinggi (85-95%), tetapi beberapa peneliti lain meragukennya karena 869 ‘mendapatkan angka-angka yang lebih rendah, Sungguh- pun begitu PAP-TB ini masih dapat dipakai, tetapi kurang bermanfaat bila digunakan sebagai sarana tunggal untuk diagnosis TB. Prinsip dasar uji PAP-TB ini adalah ‘menentukan adanya antibodi IgG yang spesifik terhadap antigen M.tuberculasae. Sebagai antigen dipakai polimer sitoplasma M.tuberculin var bovis BCG yang dihancurkan secara ultrasonik dan dipisahkan secera ultrasentrifus. Hasil uji PAP-T8 dinyatakan patologis bila pada titer 1:10,000 didapatkan hasil uji PAP-TB positif. Hasil positit palsu kadang-kadang masih didapatkan pada pasien reumatik, kehamilan dan masa 3 bulan revaksinasi BCG. Uji serologis lain teritadap TB yang hampir sama cara dan nilainya dengan uji PAP-TB adalah uji Mycodot. Di sini SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat-> fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering terjadi pade TB milier dan kavitas TB. REFERENSI Aditama TY. Prevalence of tuberculosis in Indonesia, Singapore, ‘Brunet Darussalam and the Philippines. Tuberle 1991;72256 60 Bares PF, Barrow SA. Tuberculesisin the 1996, Ann Intern Med 19; 11940010 ‘Batovah HD, Beberapa pedoman pemberantasan tuberkuloss di Indonesia, Majalah Kedokteran Indonesia 1969:5:158.67 Bothamley GH, Grange JM. The Koch phenomenan and delayed Ihypetsensitivity- Tubercle 191 ;72:7-11 872 TUBERKULOSIS. Collins FM, Pathogenecity of M.tuberculosis in experimental animal, In Rom GN Garay $ Tuberculosis. Little, and Brown ‘Company. Boston 1996:259-268. Dannenberg AM Jt, Rook GAW, Pathogesesis of pulmonary tuberculesis:aninterplay oftssue-damagingand macrophage activating immune tesponses-dual mechanisms that control hhacillory multiplication. In: BR Bloom, ed. Tuberculosis: pathogenesis, protection and control. Washington DC: ASM, Press 184, Depkes Republik Indonesia. Proposed national health research ‘Priorities: the view of National Institute of Health Research land Development (NIHRD). Jakarta: Dephes R, 1999. DDepkes Republik Indonesia. Survai Kesehatan Rumalt Tange Jakarta: Depkes Republik Indonesia, 1995, Depkes Republik Indonesia. Survai Kesehatan nasional, Jakarta ‘Deplces Republik Indonesia. Indonesia, 20 Ditjen PAM Depkes RI. Press Conference. Jakarta, 2000 Daniel TM, Bates JH, Downes KA. History of tuberculosis, n ‘bloom BR, ed. Tuberculosis = Pathogenesis, Protection and Control. 1Sted. Washington DC: ASM Press, 1994: 17 Fishman AP. Pulmonary Disease and Disorder. 1° ed. New Yorks ‘MeGran Hill; 19801229323. Good RG, Mastto TD. The madem mycobacteriology aboratory. How itcan help the clinician, Clinics in Chest Medicine, 189; 10@): 315.22, Handoyo I, Uji peroksidase anti peroksidase pada penyakit tuberkulosis para. Disertasi doktor FK Un-Air Surabaya, 188.147. Hinshaw HC, Musray JP. Disease of the chest Kjaku. Shoin/ Saunders International Flition: 4» ed, 1980.298-35. Home N, Tuberculosis, respiratory disorders. Medicine International, 1986; 2(12): 14905. seman, MD. How is Tuberculosis transmitted? In: A Clinicians Guide to Tuberculosis. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA, 2000 51-62 Iseman, M.D, Extrapulmonary tuberculosis in adults. In: A. ‘Clinician’s Guide to Tuberculosis, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA, 2000125197 seman, M,-D..Clinial presentation pulmonary tuberculosis in tidal. In; A Cliniian’s Guide to Tuberculosis. Lippincott ‘Williams & Wilkins, Philadelphia, USA, 200 129-148 75, seman MD. treatment of multidnsg-fesstant tuberculosis. NEngl 1] Mec 1983; 329: 784-91. Iseman MD. Immunity and Pathogenesis. In: Iseman MD, ed. "A Clinician guide to tuberculosis. Philadelphia: Lippincott Williams de Wilkins 2000; 63-96. Kanai K Introduction to tuberculosis and mycobacteria. SEAMIC Publication No.60,1990, Tokyo, 105-59. -Manaf A. Kebjaksanaan baru pemerintah dalam penanggulangan Tuberkulosis para, Simposiam Tuberkulosis Para Kemb Jakarta 23-10-1993, Mitchison DA. Basie Conceptsin the Chemotherapy of Tuberculosis, Tn (Gangadharam PR) and Jenkns PA, eds) Mycobacteria I ‘Chemotherapy, Chapman & Hall, 1998, 15-50, [New Jersey Medical School National Tuberculosis Center. Brief History of Tuberculosis, Newark: Tuberculosis Centre, 199%61-4, ‘Omerod LP. Respiratory tuberculosis. In: Davies PDO, Fs. Clinical Tuberculosis. London: Chapman and Hall; 1994 7382. PrihatiniS . D.O.TS, Directly Observed Treatment Shorteourse, Proceeding of the Integrated Tuberculosis Symposium Faculy of Meslicine, Universiy Of Indonesia Jakarta, 1996. Robitzek EH, Selikoff -Hydrazine derivatives of isonicotinic ‘acid (Rnnfon.Marsilid) in the treatment of active progressive enseouspneuimonic tuberculosis. Am Rev Tuberc 1952:65402~ 8 Sakela A, BCG: Who were Calmette and Guerin ? Thorax 1983; 38:80612 Snider DE, Tuberculosis: The world situation. History of the ‘diseases and efforts to combat it, In: Porter JDEH, McAdam PW}, Tuberculosis back to the future. Chichester England: John Wiley & Sons; 1994.1331 \Waksinan SA" The conquest of tuberculosis. Berkeley, University ‘of California 1868, ‘World Health Organization. Guidelines for tuberculosis treatment ‘inadult and children in National Tuberculosis Programmes 1991123, ‘World Health Organization . Global Tuberculosis control. WHO report Geneva: WHO, 2000 ‘World Health Organization. Tuberculosis control and medical ‘schools, Report of WHO Workshop. Rome, Italy : WHO, 1997 World Health Organization Tuberculosis control and research strategies forthe 1990s: Memorandum froma WHO meeting, WHO Ball, 1992701721. ‘World Health Organization. Global tuberculosis control. WHO Report 1999, Geneva: WHO, 1999, ‘World Health Organization. Framework of effective mberculosis, control, WHO tuberculosis program. Geneva: WHO, 1994 Yusul A, Tjokronegore A. Tuberkulosis Paru. Pedoman ‘penatalaksanaan dingnostik dan tapi, FKUT, Jakarta, 1985.

Vous aimerez peut-être aussi