156
EDEMA PARU AKUT
Zainal Safri
PENDAHULUAN
Edema paru akut (EPA) merupakan suatu keadaan
‘emergensi yang mengancam jiwa (life threatening) dan
memerlukan penanganan dengan segera dan tepat
Gejala dan tanda-tanda Klinis dari suatu EPA umumnya
sesak napas (dyspnea), napas cepat (takipnea) atau,
gelisah, berkeringat berlebinan, batuk darah, dan perasaan
seolah-olah “tenggelam” karena tidak bisa mendapatken
cukup udara, Penatalaksanaan edema paru harus segera
ddimulai setelah diagnosis ditegakkan dengan tyjuan utama
‘memastikan oksigenasi yang cukup, mengurangi venous
return dari paru, mengurangi tahanan sistemik pembulun
darah, dan pemberian inotropik pada beberapa kasus.
Namun meskipun dengan penangan yang baik, prognosis
‘edema paru akut diprediks! buruk
DEFINISI
Edema paru akut adalah akumulasi cairan pada jaringan
interstisal paru yang disebabkan oleh ketidakseimbangan
antara tekanan hidrostatik dan onkotik didalam pembuluh
darah kapiler paru dengan jaringan sekitarnya. Edema paru
akut dapat terjadi sebagai akibat kelainan pada jantung
serta gangguan organ lain diluar jantung
EPIDEMIOLOGI
Edema paru merupakan kondisiklinis yang sering dijumpai
pada pasien gagal jantung akut maupun kronis namun
tidak banyak data mengenaiinsiden edema paru ini. Suatu
penelitian yang berbasis survey-observasional berskala
internasional, Acute Heart Failure Global of Standard
Treatement (ALARM-HF) tahun 2010, terhadap 4953 pasien
yang dirawat dengan gagal jantung akut di 666 rumah
1154.
sakit yang tesebar di Eropa, Amerika Latin dan Australia
‘mendapatkan edema paru akut merupakan salah satu
kondisi klinisterbanyak yang dijumpai dengan persentase
37% dari keseluruhan pasien, Penelitian sebelumnya,
EuroHeart Failure Survey I! didapatkan hasil 16% pasien
yang dirawat akibat gagal jantung akut mengalami EPA.
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi edema paru berhubungan dengan mekanisme
pertukeran cairan fluid exchange) yang normal yang terjadi
pada pembuluh darah kapiler (mikrovascular). Sejumlah
volume cairan bebas protein tersaring ke luar kapiler,
melintasi dinding kapiler pembuluh darah, bercampur
dengan cairan interstisium di sekitarnya, dan kemudian
diabsorbsi kembali ke dalam pembuluh darah, proses
seperti ini disebut sebagai bulk flow karena berbagai
konstituen cairan berpindah bersama-sama sebagai suatu
kesatuan.
Bulk flow terjadi Karena perbedaan tekanan hidrostatik
dan tekanan osmotik koloid antara plasma dengan
cairan interstisium. Secara umum ada empat gaya yang
‘mempengaruhi perpindahan cairn menembus dinding
kapiler yaitu 1) Tekanan darah kapiler merupakan tekanan
hidrostatik darah yang cenderung mendorong cairan ke
Jar kapiler menuju cairan interstisium; 2) Tekanan osmotik
koloid plasma disebut juga sebagai tekanan onkotik,
merupakan suatu gaya yang disebabkan dispersi koloid
protein-protein plasma dan mendorong pergerakan cairan
ke dalam kapiler. dalam keadaan normal, protein plasma
tetap dipertahankan berada didalam plasma dan tidak
masuk ke cairan interstisium sehingga adanya perbedaan
konsentrasi antara plasma dan interstisium; 3) Tekanan
hidrostatik cairan interstisium, merupakan tekanan cairan,
yang bekerja di bagian luar dinding kapiler oleh cairan
interstisium. Tekanan ini cenderung mendorong cairanEDEMA PARU AKUT
masuk ke dalam kapiler;4) Tekanan osmotik koloid cairan
interstisium, merupakan gaya Iain yang dalam keadaan
normal tidak banyak berperan dalam perpindahan cairan
melalui kapiler. Perpindahan cairan dari intravaskular
dapat dinyatakan sebagai suatu perpindahan cairan
melalui suatu membran semipermeable dan dapat
dinitung dengan menggunakan persamaan Starling @
= K{(Pmy-Ppmy) = (rmv-mpmv)], dimana Q adalah
net transvascular flow dari cairan, K adalah permeabiltas
membrén, Pmy adalah tekanan hidrostatik di dalam
kapiler (hydrostatic pressure in the rnicrovessels), Ppmy
adalah tekanan hidrostatik di interstisial sekitar kapiler
(hydrostatic pressure in the perimicrovascular interstitium),
my adalah tekanan osmotik plasma sirkulasi, dan mpmv
tekanan osmotik di interstsial perikapiler.
Pada jeringan peru yang normal (Gambar 1), cairan
ddan protein merembes melalui celah sempit (gop) diantara
sel-sel endotel kapiler paru, dan dengan adanya anyaman
epitel yang sangat rapat pada kapiler tersebut, maka
perpindahan protein berukuran besar dapat dibatasi, serta
dipertahankan tetap berada didalam plasma. Pada keadaan
ini cairan beserta zat terlarut lainnya yang difitrasi dari
sirkulasi menuju jaringan interstisial alveolar, tidak akan
memasuki alveoli karena epitel alveolar juga memiliki
tautan antar sel yang sangat repat. Selanjutnye, filtrat
yang memasuki celah interstsial alveolar akan mengalr ke
‘rah proksimal menuju celah peribronchovasacular. Pada
Jaringan paru yang normal, seluruhfitrat tersebut akan
dlialickan kembali menuju sirkulas sistemik melalui sistem
lime, Tekanan hidrostatik untuk fitrasicairan sepanjang
mikcosirkulasi par, diperkirakan berbanding lurus dengan
selisih antara tekanan hidrostatik kapiler paru dengan
1155
25 mmHg),
cairan akan menembus lapisan epitel paru dan mengisi
seluruh alveoli dengan cairan-rendah protein,
Hal yang berbeda didapati pada keadzan edema
paru nonkerdiogenik, adanya peningkatan permeabiltas
‘pembuluh darah di paru menyebabkan caran intravaskular
keluar menuju interstisial paru serta air space (gambar 2.
Pada edema paru nonkardiogenik akan dijumpai cairan
edema yang tinggi protein karena membran pembuluh
darah yang lebih permeabel dapat melewatkan protein-
protein plasma, Total jumlah netto akumulasi cairan
edema paru ditentukan oleh Keseimbangan antara laju
filtres cairan ke dalam paru dengan laju pengeluaran dan
penyerapan cairan edema dari interstisal serta airspace,
Epitel jalan 4 —__daringan intertisium
rnapas distal, ——__ * penibronkovaskular
i ™ ingan interstisium
anand te pe Feige carat
bic. §
iraslue
sel epitel tipe 1
Fitrasicairan
Tekanan hidrostatik normal (Pmv)
Gambar 1. Fisiologi pertukaran cairan di mikrovaskular paru?1156
KARDIOLOG!
Poinlatan dies ai
ee y
Caran edema porronkovashuar—
Edema pulmonaris Kardiogenik Edema pulmonaris non kardiogenikc
_—pPeningkatan eine iat
Caran edema potronkovashl|
Lapin endotlruptor
Gambar 2. Patofisiolagi edema paru akut: kardiogenik dan non-kardiogenik?
Pembagian Edema Pulmonal Akut
A. Edema Non-kardiogenike
Pada edema non kardiogenik, jarang sekali dijumpai
ppeningkatan tekanan pembuluh kapiler di paru kecuali
pada keadaan overload cairan akibat gagal ginjal akut.
Edema non kardiogenik memperlihatkan adanya
perubahan permeabilitas alveolar-kapiler membran
seperti yang terjadi pada Acute Respiratory Distress
‘Syndrome (ARDS), serta kelainan sister limfe seperti
limphangitic carcinomatosis. Edema non kardiogenik
juga dapat terjadi sebagai akibat berkurangnya
tekanan onkotik plasma akibat hipoalbuminemia,
seperti yang terjadi pada penyakit hati kronis,
sindroma nefrotik, dan protein-losing enteropathy.
Mekanisme terjadinya edema non kardiogenik pada
beberapa keadaan masih belum dapat diketahui
secara pasti, seperti terjadinya edema paru overdosis
narkotika atau edema paru neurogenik.
B, Edema Kardiogenik
Edema paru akibat kardiogenik dapat terjadi akibat
peningkatan tekenan vena pulmonalis. Gambaran
klinis sangat bergantung kepada lama dan besarnya
peningkatan tekanan intravaskular. Mild tachypnoe
dapat terjadi oleh karena engorgement pembuluh
kapiler paru yang menyebabkan menurunnya
compliance paru sehingga menyebabkan peningkatan
beban kerja sistem pernapasan. Edema pada alveolus
dan saluran napas dapat dijumpai dengan Klinis
edema paru yang berat jika peningkatan tekanan
intavaskular terjadi terus-menerus.
ETIOLOG! EDEMA PULMONAL AKUT
Edema paru akut dapat timbul sebagai manifestasi klinis
dari suatu gagal jantung akut (de novo) ataupun dljumpai
pada pasien gagal jantung kongestif yang mengalami
c’eksaserbasi dengan fakdor pencetus seperti infark miokard,
‘anemia, obat-obatan, diet yang banyak mengandung air
‘maupun garam, hipertensi aritmia, tirotoksikosis, infeksi,
endokarditis atau emboli paru, gagal ginjal maupun
kehamilan, Suatu EPA dengan etiologi kardiak dan non-
kardiak dapat di bedakan dengan beberapa tanda kiinis
seperti terlihat pada tabel 1
DIAGNOSIS
Diagnosis EPA didasarkan pada simtom dan gejala klinis
yaitu distress pernapasan yang hebat, ronki seluruh
lapangan paru dan orthopnoe. Beberapa pemeriksaan
penunjang yang mendukung adalah foto toraks, EKG,
Ekokardiografi dan laboratorium. Foto toraks harus segera
di lakukan dan sangat membantu dalam menegakkan
suatu EPA.
Gejala Klinis
Gejala Klinis edema paru akut kardiak berkembang secara
sangat cepat sebagai akibat terjadinya peningkatan
tekanan pada pembuluh darah paru secara ekstrim
sehingga berbeda dari ortopnoe dan paroksismal
nokturnal dyspnoe. Pasien-pasien dengan edema paru
kardiogenik akan menunjukkan gejala klinis gagal jantungEDEMA PARU AKUT
1157
‘abel 1. Tanda Klinis untuk Membedakan Edema Paru Kardiak dan Non-kardiak. #03
Edema paru kardiak
Riwayat Penyakit Penyakitjantung akut
Orthopnoe
Pemeriksaan Klinis Aral dingin
$3 gallop,
Distensi vena jugularis
Ronkhi basah
Pemeriksaan EKG: biasanya abnormal
Penunjang, Ro: distribusi edema perihiler Ro:
PCWP: >20 mmHg
Echo: umumnya abnormal
Edema paru non-kardiak
Penyakit dasar di luar jantung
Akral hangat
Pulsasi nadi meningkat
Tidak terdengar gallop
Tidak ada distensi vena jugularis
Ronkhi kering
EKG: biasanya normal
istribusi edema perifer
PCWP: <20 mmHg
Echo: umumnya normal
Keterangan: EKG: eletarokardlografi Ro: foto ronigen thorax, PCWP: Pulmonary Capillary Wedge Pressure
kiri dengan simtom sesak napas secara mendadak, cemas
dan perasaan seperti tenggelam. Hal ini merupakan
ppengalaman yang menakutkan bagi pasien. Gejala lain
yang dapat muncul pada pasien dengan edema paru akut
adalah dispnoe dan takipnoe karena edema interstisal,
hipoksemia sebagal akibat penumpukan cairan di alveolus,
mungkin disertai sianosis, batuk dengan frothy sputum,
berkeringat dingin dan biasanya pasien dalam posisi
duduk agar dapat mempergunakan otot-otot bantu
pernapasan dengan lebih baik pada saat respirasi atau
sedikit membungkuk kedepan untuk mengurangi gejala
sesak napas.
Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan Klinis pasien dengan edema paru ,
sering didapati
+ Dispnee, Takipnoe, Takikardi
+ Hipertensi/Hipotensi; Hipertensi sebagai akibat
hiperadrenergik; Hipotensi menunjukkan disfungsi
ventrkel kr yang berat dan kemungkinan munculnya
syok kardiogerik.
+ Akral dingin sebagai indikasirendahnya cardiac output
serta perfusi yang kurang,
+ Pada auskuitasi paru dapat dijumpai krepitasi
tumumnya terdengar dibasal, namun bisa juga muncul
di apeks bila kondisi sudah semakin memburuk.
+ Pada pemeriksaan suara jantung dapat dijumpai
$3 serta peningkatan vena jugularis. Murmur
dapat membantu menegakkan diagnosa gengguan
valvular yang dapat menyebabkan terjadinya edema
pavu.
+ Pasien dengan gagal jantung kanan dapat ditemukan
hepatomegali, refluks hepatojugular serta edema
perifer.
+ Perubahan status mental sebagai akibat deri hipoksia
atau hiperkapnia ; cemas serta keringat dingin.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
‘Sejumlah pemeriksaan laboratorium harus dilakukan
pada EPA, yaitu pemeriksaan darah rutin, troponin dan
analisis ges darah arteri (AGDA). AGDA terutama dilakukan
Untuk menilai oksigenasi (p02), pCO,), Asam-basa (pH),
dan defisit basa yang harus dilakukan pada semua
pasien dengan sangkaan suatu EPA. Pemeriksaan non-
invasif dengan oximetry dapat dilakukan menggantikan
pemeriksaan analisis gas darah arteri kecuali pada
keadaan kardiak output yang sangat jelek atau dengan
shok vasokontriksi.
Plasma B-type natriuretic peptide (BNP) dihasilkan
dari ventrikeljantung sebagai respon dati meningkatnya
wall stretch dan volume overload. Pemeriksaan terhadap
BNP telah digunakan untuk mengidentifikasi EPA akibat
kardiak dan menyingkirkan penyebab lainnya seperti dari
kelainan paru pada pasien sesak napas hebat yang baru
datang ke instalasi gawat darurat, Disepakatinilai cut-point
Untuk NT-proBNP adalah 300 pa/mL dan BNP 100 pq/ml.
Nila cut off dari BNP ini memilki ketepatan 80 - 85 %,
sensitivitas 90% dan spesifitas 75% bersamaan dengan
diternukannya gejala klinik dan nilai laboratorium.
Elektrokardiografi (EKG )
Pemeriksaan EKG pada suatu EPA terutama untuk menilai
irama jantung, aritmia,serta adanya tanda-tanda iskemia.
Pasien dengan edema paru kardiogenik tetapi yang non-
iskemik biasanya menunjukkan gambaran gelombang
T yang negatif yang lebar dengan CT yang memanjang
yang akan membsik dalam 24 jam setelah Klinis stabil
dan menghilang dalam satu minggu. Penyebab dari
keadaan non-iskemia ini belum diketahui tetapi ada
beberapa penyebab, antara lain iskemia sub-endokardial
yang berhubungan dengan peningkatan tekanan pada1158
KARDIOLOGI
dinding, peningkatan akut dari tonus simpatis kardiak
atau peningkatan elektrikal akibat perubahan metabolik
atau katekolamin
Radiologi
Foto toraks harus dilakukan segers pada semua pasien
dengan sangkaan suatu EPA untuk mengevaluasi tanda~
tanda edema paru serta menilai kondisi jantung baik
tkuran, bentuk serta tande-tanda kongesti. Foto toraks
dapat menyingkirkan differential diagnosis EPA. Foto
toraks selain untuk menegakkan diagnosis juga dilakukan
‘untuk evaluasi perkembangan respon pengobatan. Foto
totaks di bawah ini memberikan gambaran karakteristik
suatu edema paru kardiak ataupun non kardiak
(Gambar 3)
Ekokardiografi
kokardiogrfi merupakan pemeriksaan yang penting dalam
menegakkan suatu EPA terutama yang disebabkan oleh
kardiak dengan menilal fungsi, stuktur serta disfungsi dari
masing-masing katup dari jantung yang dapat menjadi
etiologi dari EPA.
Pulmonary Artery Catheter
Pulmonary artery Catheter (PAC) merupakan pemerksaan
"Gold Standart® untuk meng-estimasinilai dari Pulmonary
Capillary Wedge Pressure (PCWP) yang merupakan
refleksi dari Left Ventricle End Diastolic Pressure (LVEDP)
dan menjelaskan penyebab EPA apakah kardiogenik
atau lainnya. Welaupun tidak menjadi keharusan dalam
menegakkan suatu EPA, PAC dikatakan meningket bila
nilainya > 18 mmHg dan biasanyajika terjac peningkatan
> 25 mmHg akan terjadi edema par
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan EPA harus segera dimulai setelah
diagnosis ditegakkan meskipun pemeriksaan untuk
melengkapi anamnesis dan pemeriksaan fisik masih
berlangsung. Penatalaksaan dari EPA dengan penyebab
kardiogenik mempunyai 3 tujuan utama,yaitu
4. Mengurangi venous return dari paru (mengurangi
preload) yang bertujuan untuk menurunkan tekanan
hidrostatik dari kapiler paru dan mengurangi cairan
transudat dar interstitium paru dan alveoli
2. Mengurangi tahanan sistemik pembuluh darah
(mengurangi afterload) yang bertujuan untuk
meningkatkan cardiac output dan perfusi ginjal dalam
diuresis pada pasien dengan kelebihan cairan.
3. Pemberian inotropik pada beberapa kasus misalnya
pasien dengan disfungsi ventrikel kiri ataupun
gangguan katup yang dapat menyebabkan hipotensi
ksigen: Oksigen dapat diberikan mencapai
@ L/menit untuk mempertahankan PaO2, bile perl
dapat diberikan dengan masker. Saturasi oksigen harus
dipertahankan dalam batas normal (95-96%), hal ini
penting untuk memaksimalkan penghantaran oksigen
ke jaringan sehingga tidak terjadi disfungsi end-organ
Gambar 3. Karakteristik edema paru kardiak dan non-kardiak pada foto toraks.
(A). menunjukken foto toraks pasien dengan acute anterior miokardialinfark dan edema paru kardiogenik. Tampak
pembesaran di ruang peribronkovaskvlar dan garis septal yang menonjol( Kerley’ B Lines). Bagian periferrlatif
{ersebar, merupakan tanda umum yang ditemukan pada edema kardiogerik
{e)_menunjukvan foto toraks pasien dengan hasil Kultur darah dijumpai Streptococcus pneumonia, ang menyebabkan
Dreumonia dengan komplikasi sepsis syok, Infitrat alveolar tecihat menyebar bilateral dengan gambaran
Bronehogram udara, merupakan karakterstik untuk non-kardiogerike edema, **""EDEMA PARU AKUT 1159
Kemungkinan Komungkinan,
Edema Peru neh-kardiok edema Por Karak
Frande-anda infeks!pan ata organ on iwayat nar mikardotau congestive heart
‘to raya spree! ‘aire
status Hperamk “Anamnesis, Low ouput sat, $3 gallop, edema pert,
Ecko jumps tant dan geile emriksaan fk esberatorum rutin Prghstan kana vor aul
‘paneroat stu pron peningatan ens aug
tar Brain Nature Popie< 1p azar Brain Nwnuraie Posie > S00p
aan
San 1 ar,
(Star vasclapedie Or . {ebar Vascuorgadite Tom
tat per Foto tories intra pertor
Tia jumps Kesey B ines “Tidak juga Kerley B Lines
Diognosis
bat os ?
‘Ukuran reang jan neat Ethocardogram ‘Uaren tang jntung mertbacar
Fangs! vent ketnotmat (etau rensesophogost Funge vores ern
‘ehocaraiogrom)
Diagnosis
mi a
‘umanar ator sechision ‘aietersas ‘uimonary acery occlaion
pressure 18 me rer pmonalis pressive Term
Gambar 4. Algoritme penegakan diagnosis edema paru akut?
atau multiple end-organ. Jika kondisi pasien makin
‘memburuk, akan muncul sianosis, pasien semakin sesak
rnapas, takipnoe, ronki bertambah, dan PaQ2 tidak bisa
dipertahankan > 60 mmHg dengan terapi 02 konsentrasi
dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak
‘mampu mengurangi cairan edema secara adekuat, maka
pperlu dilakukan intubasi endotrakeal, CPAP, NIPPV ataupun
dengan penggunaan ventilator mekanik
Vasodilator: Pada EPA dengan etiologi kardiak peningkatan
LVEDP dengan edema paru disertai peningkatan tahanan
pembuluh darah sistemik. Vasodilator disini menjadi terapi
utama dengan tujuan untuk membuka sirkulasi perifer
dan selanjutnya akan menurunkan preload, afterload dan
akhiraya menurunkan tekanan PCWP,
Sodium nitroprussid : Dapat diberikan dengan dosis 0,3
ig/ka/menit dan dapat di tingkatkan sampai 5 u9/kg/
mnt. Penggunaan jangka lame ditakutkan terjaditoxisitas
dari hasil metabolik obat tersebut yaitu thiocyanida
dan cyanida, dan di kontraindikasikan pada gangguan
hati dan ginjal yang berat. Pengguanan obat ini juga
harus mempertimbangkan timbulnya efek rebound pada
penghentian yang tiba-tiba,
Nitrat: Pemberian nitrat akan segera menurunkan preload,
‘menurunkan kongesti tanpa menggangu stoke volume dan
cardiac oksigen demand. Nitrat sebagai vasodilator vena
dan sitkulasiarteri akan menurunkan preload dan afterload.
Pemberian nitrat intra vena yang dikombinasikan dengan
furosemid telah di rekomendasikan dalam penanganan
EPA, Dosis nitrat intra vena dapat dimulai dengan 20 j1a/
mnt dan dapat dinaikkan sampai 200 yg/mnt atau jika
menggunakan isosorbid dinitrat dosisnya 1 sampai 10
img/jar, Pemberian vasodilator ini harus dilakukan dengan
‘monitor tekanan dara. Dosis nitrat harus di turunkan jika
tekanan darah sistolik turun ke 90 ~ 100 mmHg dan di
berhentikan jika tekanan darah bertambah turun, Untuk
pemberian secara oral dapat diberikan Nitrogliserin 0,3,
0,6 mg sub lingual atau isosorbide dinitrate 2,5-10 mg
sublingual, Pemberian secara intravena lebih dianjurkan
pada pasien dengan EPA.
Nesititede : Obat ini merupakan vasodilator yang baru,
yang merupakan recombinant human brain atau BNP.
Nesiride mempunyai efek vasodilator pada vena, arterial
dan koroner sehingga akan menurunkan pre-load, after-
load sehingga akan meningkatkan cardiac output tanpa
cefek initropik langsung,: Penggunaan diuretik di indikasikan pada pasien
dengan EPA dengan tujuan meningkatkan volume urine
sehingga meningkatkan pengeluaran ar, natrium dan ion-
jon lain hal ini akan menurunkan volume cairan di plasma,
cektraselular, tekanan pengisian ventrikel ki dan kanan dan
‘akhirnya akan menurunkan kongesti pulmonal dan edema
KARDIOLOG
paru. Furosemid dapat di bolus 40-60 mg intravena atau di
berikan secara kontinu. Efek pemberian furosemid diuresis,
akan terjadi dalam 5 menit, dan mencapai puncak dalam
30 menit serta berakhir setelah 2 jam. Tetapi biasanya
‘ediema paru sudah berkurang sebelum efek diuresis terjadi,
sehingga diduga efek awal pemberian furosemid dapat
PERHATIKAN GAMBARAN KLINIS
Dysine, sianosis takkarca,takipnes
hipotens(hipertens, perusi pecifer dingin,
LMP meningkat, apex bergeser,$3/
pitas di basal edema tunghal
Diagnosis banding
POX. bronkospasme, emboli paru
TERAPISEGERA
'
‘Oksigen maksimal- 8-10 L melalui sunglup atau FO2 100%
Saturast Oksigen Wile hipoksia
Nitrat gla TD Sitolik >» 90 mmHg berkan 0-08 mg
Analisis Gas Darah
Dapatian EKG 12 sadapan
AAkses IV FE /UBLE / Troponin, Enzim
Sublingual 0.4-0.8mg atau topikal
EVALUASI6 MENIT
TIDAK STABIL
Hipolaia TDS < SommHg Systolic
Hemodinamik Tidak stabil
KG 12 sadapan kontinu
Frias atrial atau ait oi: ats! aitmia,
Ingat AF dapat disebabkan sepsis, kehilangan darah,
atau gagal organ yang tidak dtangani
‘TIM GAWAT DARURAT MEDIS / RUJUK ICU
¥
sTasn.
Diuress bila tidak ada deples intravaskular
Beran (ntravena furosemide desis havin biasa atau hingga 1-L5 ma/ka|
Doss lebih tinggi mungkin diperiukan bila ada gangguan fungsi ginal
rmorfin itravena dosisrendah, kenalkan dosis 1-2 mg, titrasi& nila,
presi nafas da nhipotensi
Tangeni penyebab
Nitratintravena 102-0 meg/min, aj dsesuaikan respons dan tekanan
darah sstolie> 100
Aritmia
Untuk flrs ati ~
tokikaraventriular
Pertimbangkan: bt, sepals, kei otot jantung, gagal gril
at panduan
¥
MANAGEMEN JANTUNG
= Pengawasan kontinu EKG 12 sadapan
- Pemberian inotropik pada syok
keardiogenil
»
«
(MANAGEMENT PERNAPASAN
(CPAP 10 cm H20
[BIPAP (masih kurang bukti pendskung)
Perksa AGD setelah 15 menit
‘Tangank: brokospasme
‘Waspadia:hiperkapnea/asidoss/kelelahan
pertimbangkan: intubasidan IPP"
‘Gambar 4. Pecoman penanganan edema pulmonalakut "6‘menyebabkan dilatasi vena dan juga mengurangi afterload
sehingga memperbaiki pengosongan ventrikel kir.
Morfin sulfat: Morfin di indikasikan pada stage awal terapi
EPA. Morfin berfungsi sebagai venodilator, arterodilator
serta menurunkan heart rate, Berdasarkan beberapa
penelitian pemberian segera morphin 2-3 mg bolus
setelah diagnosa ditegakkan sangat memperbaiki keadaan,
kins pasien dan dosis ini dapat di ulang jika diperlukan
setiap 15 menit sampai total dosis 15 mg.
Inotropi: Inotropik di incikasikan jka terjadi hipoperfusi
perifer dengan hipotensi dan penurunan fungsi ginjal
Dosis dopamin dapat dimulai dengan 2-5 pa/kg 88/
rmenit sampai maksimal 20 g/kg 88/menit. Dobutamin
dosis 2 ~ 20 pg/kg BB/menit. Dosis kedua inotropik ini
dapat ditingkatkan sesuai respon klinis.
Intubasi dan ventilator: Dapat dipertimbangkan bila
pasien dengan hipoksia berat, gangguan perfusi ke
Jaringan serta ancaman gagal napas.
PROGNOSIS
Prognosis suatu EPA tergantung dari penyakit yang
mendasarinya, apakah kardiak ataupun non-kardiak
Pasien dengan etiologi infark miokard akut serta keadaan,
komorbiditas yang menyertai seperti diabetes melitus,
gagal ginjal kronik akan memiliki prognosis yang jelek
Secara umum pasien dengan EPA akibat kelainan jantung
‘memiliki prognosis yang jelek dengan angka kematian di
rumah sakit sekitar 12% dan setelah follow-up selama satu
‘tahun mencapai 40%.
REFERENSI
Baird A. Acute pulmonary oedema: Management in general
practice, Australian Family Physician. 2010, 39(12) 910-914
Gheorghiade M, Filippatos G, Felker G M, Diagnosis and
Management of Acute Heart Failure Syndromes. In:
Braundvwauld’s heart disease, a text book of cardiovascular
‘medicine. 9ed, Philadelphia: WB Saunders Company, 2012;
p.S17-539
Davies CH. Acute pulmonary edema, In: Davies C, Bashit Y,
editors, Cardiovascular emergencies. London: BM] books,
2001; p101-26
Hochman JS, Ingbar DH. Cardiogenic shock and pulmonary
‘edema. In: Faucw AS, Kasper DL, Longo DL. etal, editors.
Harrison's Principles of Internal Medicine. 17% ed, New York.
MeGrave-Hill eampanies, 208; p.1702-1707
Miller A, Chiong Jt Hypertension in acute decompensated heart
failure. In: O'connor CM, Stough WG, Gheorghiade M, Aams,
Je, editors. Managing acute decompensated heat failure,
London: Taylor and Francis , 2005; p.241-51
Nguyen TT, Wai B, Hutchinson A, Brand C. Evidence based
{uidelines: Management of acute pulmonary Oedema,
Melboure: The Royal Melbourne Hospital, 2005; 1-26
1161.
Parisss JT, Nikolaou M, Mebazaa A , Ikonomidis 1, Delgado J.
“Acate pulmonary oedema: clinical characteristics, prognostic
factors, and in-hospital management. Furopean Journal of
Hear Faifure, 2010; 12: 1198-1202
‘Sherwood L. Pembuluh dasah dan tekanan darah Ir: Santoso Bl,
‘editor. Fisiologi manusia: dari sel ke system. Edisi 2 Jakarta
BGC, 2001; p. 297-344
Wore LB, Matthay MA. Acute pulmonary edema, New England
Journal Medicine 2005; 353: 2788-96