Vous êtes sur la page 1sur 18

PORTOFOLIO

GUILLAIN BARRE SYNDROME TIPE MILLER FISCHER

disusun untuk menyelesaikan tugas sebagai Dokter Internsip


di RSU Kaliwates Jember

Oleh
dr. Olivia Listiowati Prawoto

Pembimbing:
dr. Martha Nurani Putri
dr. Rakhman Tyas P.
dr. Nyoman, Sp.S

2016
BAB 1
LATAR BELAKANG

Sindroma Guillain-Barre (SGB) merupakan penyebab kelumpuhan yang cukup sering


dijumpai pada usia dewasa muda. Beberapa nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit ini,
yaitu Idiopathic polyneuritis, Acute Febrile Polyneuritis, Infective Polyneuritis, Post Infectious
Polyneuritis, Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy, Guillain Barre Strohl
Syndrome, Landry Ascending paralysis, dan Landry Guillain Barre Syndrome.1,2
Insiden rata-rata per tahun 0,4-1,7 per 100.000 populasi. Insidensi lebih tinggi pada
perempuan dibanding pria dan lebih banyak terjadi pada usia muda. Sindrom ini dicirikan oleh
kelumpuhan otot ekstremitas yang akut dan progresif.2,3 sekitar 60% dari kasus SGB didahului
oleh infeksi saluran respirasi maupun gastrointestinal. Berdasarkan penelitian, diketahui infeksi
bakteri Camphylobacter jejuni paling sering mendahului kejadian Guillain Barre. Selain itu
infeksi virus seperti Epstein Barr, Citomegalovirus, HIV juga berhubungan dengan kejadian
SGB.3
Guillain Barre merupakan salah satu penyebab kelumpuhan otot yang dapat mengenai
semua usia. Insidensi lebih tinggi pada perempuan dibanding pria dan lebih banyak terjadi pada
usia muda.2,3 Kelumpuhan otot yang disebabkan oleh Guillain Barre bersifat asending, yang
artinya didahului oleh kelumpuhan anggota gerak bawah, kemudian akan terus mengenai
anggota gerak atas. Salah satu komplikasi Gullain Barre yang dapat mengancam jiwa yaitu
kelumpuhan otot-otot pernafasan yang akan mengakibatkan gagal nafas pada pasien.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
SGB merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flaksid yang
terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer,
radiks, dan nervus kranialis.1 Guillain Barre sering juga disebut sebagai acute idiopathic
demyelinating polyradiculoneuritis (AIDP) yang artinya proses demielinasi pada Guillain Barre
bersifat akut.

2.2 Epidemiologi
Insidensi sindroma Guillain-Barre bervariasi antara 0,4 - 1,7 kasus per 100.000 orang
pertahun. Insidensi lebih tinggi pada perempuan dibanding pria dan lebih banyak terjadi pada
usia muda.2,3 Terjadi puncak insidensi antara usia 15-35 tahun dan antara 50-74 tahun. Jarang
mengenai usia dibawah 2 tahun. Usia termuda yang pernah dilaporkan adalah 3 bulan dan paling
tua usia 95 tahun. Laki-laki dan wanita sama jumlahnya. Dari pengelompokan ras didapatkan
bahwa 83% penderita adalah kulit putih, 7% kulit hitam, 5% Hispanic, 1% Asia dan 4% pada
kelompok ras yang tidak spesifik.1
SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus SGB
yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum
gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal.1,3

2.3 Etiologi
Etiologi SGB masih belum diketahui secara pasti. Teori yang dianut sekarang adalah
suatu kelainan imunologik, baik secara primary imune response maupun immune mediated
response. Beberapa keadaan / penyakit yang mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan
terjadinya SGB antara lain1:
1. Infeksi.
SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Infeksi akut yang
sering berhubungan dengan SGB adalah infeksi dari virus (CMV, EBV, HIV, varisela) dan
bakteri (Campilobakter jejuni, Mycoplasma pneumonia). Dua pertiga penderita berhubungan
dengan penyakit infeksi. Interval antara penyakit yang mendahului dengan awitan biasanya 2-3
minggu. Pada umumnya sindrom ini sering didahului oleh influenza, infeksi saluran nafas bagian
atas atau saluran pencernaan.2
2. Vaksinasi
3. Pembedahan
4. Penyakit sistemik seperti: keganasan, SLE, tiroiditis, penyakit addison
5. Kehamilan/ dalam masa nifas
2.4 Patogenesis
Delapan puluh persen pasien dengan SGB memiliki riwayat pendahulu seperti infeksi,
pembedahan dan trauma.5 Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain
yang mencetuskan terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui dengan pasti.
Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah
melalui mekanisme imunlogi. Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang
menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah1:
1. didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell mediated
immunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi.
2. adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi.
3. didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada
pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi.
Proses demyelinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan
imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya, yang paling sering adalah
infeksi virus. Terjadi reaksi inflamasi pada saraf yang terganggu. Infiltrat terdiri atas sel-sel
mononuklear terutama sel limfosit. Terdapat juga sel makrofag, sel polimorfonuklear. Serabut
saraf mengalami degenerasi segmental dan aksonal. 1
Organisme yang menyebabkan infeksi terdahulu mengaktivasi sel T, setelah masa laten
beberapa hari sampai minggu, sel B dan T spesifik antigen teraktivasi. IgG yang diproduksi sel B
dapat dideteksi pada serum pada berbagai konsentrasi. Antibodi ini memblok konduksi impuls
sehingga terjadi akut paralisis atau mengaktivasi komplemen dan makrofag yang menyebabkan
lesi pada mielin.4 Penelitian terbaru menyatakan bahwa terjadinya destruksi mielin dicetuskan
oleh aktivasi komplement. Aktivasi cascadekomplemen dimediasi oleh ikatan antara antibodi
dengan sel Schwann dan mengakibatkan degenerasi mielin. Akson biasanya menjadi target,
terutama setelah infeksi Campylobacter jejuni.5.

2.5 Klasifikasi
Beberapa varian dari sindroma Guillan-Barre dapat diklasifikasikan,
1,3,6
yaitu :

1. Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy


Mediasi oleh antibodi, dipicu oleh infeksi virus atau bakteri sebelumnya, gambaran
elektrofisiologi berupa demielinisasi, remielinisasi muncul setelah reaksi imun
berakhir, merupakan tipe SGB yang sering dijumpai di Eropa dan Amerika.6
2. Acute Motor Axonal Neuropathy (AMAN)
Merupakan bentuk murni dari neuropathy axonal, dimana acute motor axonal
neurophaty (AMAN), terjadi degenerasi dari axon motorik, tanpa adanya
demielinisasi. Gejala ditandai dengan adanya kelemahan otot bagian distal,
terkadang dapat disertai paralisis otot pernafasan. Sensorik tidak mengalami
gangguan. Dari pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan protein pada
cairan serebrospinal sementara dari pemeriksaan elektrofisiologi menunjukkan
absen/turunnya saraf motorik dan saraf sensorik. Penyembuhan lebih cepat, sering
terjadi pada anak, dan merupakan tipe SGB yang sering di Cina dan Jepang. 6,7
3. Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)
Degenerasi terjadi pada akson sensorik dan motorik, sehingga manifestasi klinisnya
berupa kelemahan motorik dan sensorik, terkadang dengan paralisis otot pernafasan.
Kebanyakan pasien menjadi tetraplegi dan kesulitan bernafas hanya dalam waktu
yang singkat.7
4. Miller Fishers Syndrome
Merupakan kelainan yang jarang dijumpai, berupa trias ataxia, areflexia dan
oftalmoplegia, dapat terjadi gangguan proprioseptif, resolusi dalam waktu 1-3
bulan.6
5. Acute Pandysautonomia
Varian yang paling jarang dari SGB, mempengaruhi sistim simpatis dan
parasimpatis, gangguan kardiovaskular (hipotensi, takikardi, hipertensi, disaritmia),
gangguan penglihatan berupa pandangan kabur, kekeringan pada mata dan
anhidrosis, penyembuhan bertahap dan tidak sempurna, sering dijumpai juga
gangguan sensorik.6

2.6 Gejala Klinis dan Kriteria Diagnosa


SBG ditandai dengan timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-
refleks tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami demam disertai
disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan motorik perifer.2 Parestesi dan
hilang rasa pada jari-jari kaki dan tangan merupakan gejala yang paling awal terjadi. Manifestasi
klinik mayor berupa kelemahan pada anggota gerak dalam 1 sampai 2 minggu atau bisa lebih
lama. Biasanya mengenai ekstremitas bawah terlebih dahulu dibanding ekstremitas atas.
Manifestasi klasik dari GBS ditandai dengan adanya kelemahan yang terjadi secara akut
progresif, simetris, dan dimulai dari bawah ke atas, arefleksia, dan abnormalitas
sensorik. 4,7 Dapat mengenai nervus kranialis terjadi pada 45 % sampai 70 % kasus. Defisit
nervus kranial yang sering terkena adalah nervus III, IV, VI, VII, IX, X. Paresis nervus VII
biasanya bilateral, terjadi hampir pada sebagian pasien. 8 kegagalan otot pernafasan dapat terjadi
rata-rata dalam 1 minggu setelah onset parestesi.5
Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah criteria dari National Institute of
Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS), yaitu1,2:
a. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis:
Terjadinya kelemahan yang progresif
Hiporefleksi
b. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB:
Ciri-ciri klinis:
- Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat, maksimal dalam 4
minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80% dalam 3 minggu, dan 90%
dalam 4 minggu.1,2
- Relatif simetris
- Gejala gangguan sensibilitas ringan, hipotoni dan hiporefleksi selalu ditemukan.
- Gejala saraf kranial 50% terjadi parese N VII dan sering bilateral. Saraf otak
lain dapat terkena khususnya yang mempersarafi lidah dan otot-otot menelan,
kadang < 5% kasus neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak
lain
- Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti, dapat memanjang
sampai beberapa bulan.
- Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural, hipertensi dangejala
vasomotor.
- Tidak ada demam saat onset gejala neurologis
Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:
- Protein CSS. Meningkat setekah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan pada
LP serial
- Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3
c. Varian:
- Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala
- Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3
Pada gangguan neurogenik dengan demielinisasi sering terjadi kehilangan refleks
fisiologi pada tahap awal penyakit, seperti yang terjadi pada Guiilain Barre Syndrome. Hal ini
terjadi karena adanya blok dan ketidaksesuaian serabut saraf aferen dan eferen. 8Fase progresif
dari SGB berlangsung dalam beberapa hari hingga empat minggu dan diikuti dengan fase
plateau, saat gejala berada dalam keadaan persisten sebelum diakhiri dengan masa resolusi dari
gejala yang lamanya bervariasi.6
Sementara kriteria diagnostik Sindrom Guillain Barre menurut Daroff (2012) yang
diadaptasi dari Assessment of current diagnostic criteria for Guillain Barre Syndrometahun 1990
dibagi menjadi tiga kriteria yaitu8:
1) manifestasi klinis yang diperlukan untuk diagnosis yaitu kelemahan progresif
pada kedua ektremitas dan arefleksia;
2) manifestasi klinis yang mendukung diagnosis yaitu:
- progresivitas dalam beberapa hari sampai 4 minggu,
- relatif simetris, dapat mengenai sistem sensorik,
- kelumpuhan kedua otot wajah (bifacial palsies),
- disfungsi otonom,
- periode recovery 2-4 minggu setelah periode progresif.
3) pemeriksaan laboratorium yang mendukung diagnosis:
- peningkatan protein dalam cairan serebrospinal dengan sel < 10 sel/l
- gambaran elektrodiagnostik pada konduksi nervus lambat atau terhambat

Derajat penyakit SGB didasarkan pada skala disabilitas dari Hughes (Tabel 1). Pada
SGB berat, pasien memiliki skala 4.6

Tabel 1. Skala Disabilitas Sindrom Guillain Barre menurut Hughes.6

0 Sehat
1 Gejala minor dari neuropati, namun dapat melakukan pekerjaan manual
2 Dapat berjalan tanpa bantuan tongkat, namun tidak dapat melakukan
pekerjaan manual
3 Dapat berjalan dengan bantuan tongkat atau alat penunjang
4 Kegiatan terbatas di tempat tidur/kursi (bed / chair bound)
5 Membutuhkan bantuan ventilasi
6 Kematian

2.7 Diagnosis Banding


Gejala klinis SGB biasanya jelas dan mudah dikenal sesuai dengan kriteria diagnostik
dari NINCDS, tetapi pada stadium awal kadang-kadang harus dibedakan dengan jenis
polineuropati lain seperti: Mielitis akuta, Poliomyelitis anterior akuta, Porphyria intermitten
akuta, Polineuropati post difteri, hypocalemia, meningeal carsimatosis, neuromuscular
transmission disorders, uremic polyneuropathy, diabetic
,1,8
polyradiculoneuropathy, dan hypophosphatemia

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang biasa digunakan untuk mendukung diagnosis Guilllain
Barre Sindrom antara lain:9
Pemeriksaan darah rutin: titer EBV, Campylobacter, HIV, CMV, RF, ANA,
hepatitis.
EMG: akan terlihat adanya blok konduksi dengan kecepatan rendah, penurunan
konduksi gelombang-F
BiopsiL: akan terlihat demielinasi fokal.
LP: peningkatan jumlah protein setelah beberapa hari. Jumlah sel biasanya
normal, namun terkadang diikuti peningkatan monosit

2.9 Terapi
Untuk Sindrom Guillain Barre dapat dikatakan tidak ada drug of choice. Terapi
diberikan untuk mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat penyembuhan melalui sistem
imunitas (imunoterapi).1 Pada pasien dengan SGB ringan, diberikan terapi suportif dengan
pemantauan ketat dan persiapan bila pasien secara klinis mengalami perburukan.6

a. Kortikosteroid
Manfaat kortikosteroid untuk terapi SGB masih kontroversial. Kebanyakan penelitian
mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk
terapi SGB. Namun, apabila terjadi keadaan gawat akibat terjadinya paralisis otot-otot
pernafasan maka kortikosteroid dosis tinggi dapat dilakukan.1

b. Plasmaparesis
Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor autoantibodi
yang beredar. Plasmaferesis diindikasikan pada kasus yang nonambulatory, atau yang
penyakitnya berlangsung secara agresif.6 Pemakain plasmaparesis pada SGB memperlihatkan
hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang
lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Pengobatan dilakukan dengan mengganti
200-250 ml plasma/kg BB dalam 7-14 hari. Plasmaparesis lebih bermanfaat bila diberikan saat
awal onset gejala (minggu pertama).1 Plasmaferesis atau plasma exchange merupakan terapi
yang pertama kali terbukti efektif pada kasus SGB berat. Perbaikan klinis pasien nampak nyata
dalam kemampuan berjalan tanpa dibantu, waktu penggunaan ventilasi mekanik lebih singkat,
dan gejala sisa lebih ringan.6
Pada anak yang menderita SGB, plasmaferesis jarang dilakukan karena prosedur ini
membutuhkan persiapan yang lebih kompleks seperti unit perawatan intensif (ICU), akses vena
sentral dan mesin plasmaferesis. Selain plasmaferesis, hanya intravenous immunoglobulin (IVIg)
yang terbukti efektif dalam mengurangi kegawatan dan memperpendek perjalanan penyakit.6

c. Imunoglobulin IV
Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkan dibandingkan
plasmaparesis karena efek samping / komplikasi lebih ringan. Dosis 0.4 gr/kg BB/hari selama 5
hari.8 Pemberian IVIg diduga dapat menetralisasi antibodi mielin yang beredar dengan berperan
sebagai antibodi antiidiotipik, menurunkan sitokin proinflammatorydan menghadang kaskade
komplemen.6

d. Obat sitotoksik
Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah1:
- 6 merkaptopurin (6-MP)
- Azathioprine
- cyclophosphamid
Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual dan sakit kepala.
Pengobatan suportif untuk Gullain Barre antara lain10:
- Monitor kapasitas vitas pernafasan dan kekuatan inspirasi negatif (negative
inspiratory force; NIF). Jika kapasitas vita < 20 mL/kg atau NIF kurang dari
30cm H2O, bawa pasien ke ICU dan lakukan intubasi. Jangan tunggu sampai
saturasi oksigen drop.
- Swallowing assessment
- Monitoring fungsi jantung
- Berikan obat anti nyeri seperti gabapentin, pregabalin atau tramadol
- Profilak DVT
- Regimen untuk kostipasi
- Fisioterapi untuk mencegah kontraktur dan mempercepat proses
penyembuhan

2.11 Prognosa
Pada umumnya prognosa relatif baik. 90-95% terjadi penyembuhan tanpa gejala sisa
dalam waktu 3 bulan bila dengan keadaan antara lain1,2:
- pada pemeriksaan NCV-EMG relatif normal
- mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset
- progresifitas penyakit lambat dan pendek
- pada penderita berusia 30-60 tahun
- tidak terjadi kelumpuhan total
Angka kematian pada GBS 5 %. Kebanyakan pasien membaik pada beberapa bulan.
Jika tanpa pengobatan, sekitar 35 % dari pasien memiliki kelemahan residual, atrofi,
hiporefleksia dan kelemahan otot wajah. Prognosis buruk pada pasien dengan usia tua, didahului
penyakit GI track.10
BAB 3
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien

Nama : Tn. YU
Umur : 48 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Karyawan swasta

II. Anamnesis

KU : penglihatan ganda

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang ke IGD RSU Kaliwates dengan keluhan utama penglihatan ganda
mendadak setelah bangun tidur 3 hari SMRS. Pasien merupakan rujukan dari RS Yasmin
Banyuwangi. Riwayat perjalanan penyakit:
- 2 minggu SMRS pasien sempat demam + batuk + pilek, sembuh setelah minum
obat flu biasa
- 3 hari SMRS saat bangun tidur pasien merasa pandangan mata mulai dobel
- 2 hari SMRS penglihatan ganda memberat disertai rasa sempoyongan saat
berjalan seperti kehilangan keseimbangan, nyeri kepala, dan terasa berat saat
membuka mata. Keluhan lain berupa rasa kebas di bibir dan ujung jari menjalar
sampai ke kedua telapak tangan dan kaki pasien. Tidak ada rasa lemah pada
anggota gerak.
- 1 hari SMRS pasien dibawa ke RS Yasmin Banyuwangi
- Pasien dirujuk ke RSU Kaliwates Jember

Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya.
Riwayat trauma, stroke, hipertensi, DM, asma, alergi, operasi disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama.
Riwayat Sosial, Ekonomi, dan Kebiasaan
Pasien seorang karyawan swasta, kepala keluarga, aktivitas harian sedang.

III. Pemeriksaan Fisik


a. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis, GCS 15 (E4M6V5)
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Frekuensi Nadi : 84 kali/menit, teratur
Frekuensi Nafas : 20 kali/menit
Suhu : 36,5o C
Tinggi Badan : 170 cm
Berat Badan : 80 kg

b. Status Internus
Kulit : Turgor kulit normal
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran pada KGB leher, aksila, dan inguinal

Thoraks : normothoraks

Pulmo
Inspeksi : Simetris kiri = kanan dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus normal, kiri = kanan
Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS ICS V
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Irama reguler, bising (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : fatty
Palpasi : Soeppel, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas
Akral : Hangat kering merah
Edema : tidak didapatkan

Corpus Vertebrae
Inspeksi : Deformitas (-)
Palpasi : Massa (-), deformitas (-)

c. Status Neurologikus
Kesadaran : GCS 15 (E4M6V5)
Tanda Rangsangan Meningeal :
Kaku kuduk :-
Brudzinski I :-
Brudzinski II : -
Kernig : -

Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial :


Pupil : isokor, 4mm/4mm, refleks cahaya langsung -/-, refleks cahaya tidak
langsung -/-, papil edema +/+

Pemeriksaan Nn. Cranialis :


N. I : kemampuan menghidu kanan dan kiri kesan normal
N. II : tajam penglihatan, lapangan pandang dan melihat warna dalam
batas normal.
N. III, IV, VI : bola mata posisi ortho, ptosis +/+, pupil bulat, isokor,
diameter 4mm/4mm, refleks cahaya langsung (-/-), refleks cahaya
tidak langsung (-/-), diplopia (+), strabismus (-),
nistagmus (-/-). fixed eye (-/-)
N. V : membuka mulut (+), menggerakkan rahang (+), menggigit (+),
mengunyah (+), sensorik menurun (hipestesi), refleks kornea (+/+)
N. VII : Raut muka simetris, plika nasolabialis simetris, mengerutkan dahi
(+), menutup mata (+), bersiul (+), memperlihatkan gigi (+), sekresi
air mata (+), sensasi lidah 2/3 depan (+).
N. VIII : suara berbisik (+), detik arloji (+), test rinne, weber, scwabach tidak
dilakukan.
N. IX : refleks muntah (+), sensasi lidah 1/3 belakang (+)
N. X : arkus faring simetris kiri dan kanan, uvula di tengah, menelan (+),
disfagia (-), disfonia (-)
N. XI : menoleh ke kanan dan kiri (+), mengangkat bahu (+)
N. XII : kedudukan lidah di dalam dan saat dijulurkan simetris, tremor (-),
fasikulasi (-), atropi (-).

Pemeriksaan Koordinasi :

Cara berjalan ataxic gait Disartria -


Romberg tes - Disgrafia -
Ataksia + Supinasi-pronasi -
Rebound - Tes jari hidung +
phenomen
Test tumit lutut - Tes hidung jari +

Pemeriksaan Motorik : 444 444 , eutonus, eutrofi.


444 444
Pemeriksaan Sensorik :
- Raba : menurun
- Nyeri : menurun
- Suhu : menurun
- Propioseptif : terganggu
Pemeriksaan Otonom :
- Miksi : normal
- Defekasi : normal
- Sekresi keringat : normal
Refleks Fisiologis
- Biceps : +1/+1
- Triceps : +1/+1
- APR : +1/+1
- KPR : +1/+1
Refleks Patologis
- Babinski : -/-
- Chaddok : -/-
- Oppenheim : -/-
- Gordon : -/-
- Schaeffer : -/-
- Hoffman Tromner : -/-
Refleks Regresi
- Refleks Glabella :-
- Refleks Snout :-
- Refleks Mengisap :-
- Refleks Memegang :-
- Refleks Palmomental :-

Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium
-

- MRI
- Lumbal Pungsi
Temuan Klinis
- Diplopia
- Ataxia
- Glove stocking parestesi
- Headache
- Arefleksia
- Ptosis
- Total ophthalmoplegi
- Papil edema
- Disosiasi sitoalbumin (LP)

Diagnosis
Diagnosis klinis : Guillain Barre Syndrome tipe Miller Fischer
Diagnosis topik : Radiks N. Spinalis
Diagnosis etiologi : Autoimun
Diagnosis sekunder : -

Diagnosis Banding
- Multipel Sclerosis

Tatalaksana
Umum:
- IVFD PZ 14 tpm
Khusus :
- Inj Metilprednisolon 4x1000 mg tapering down
- Inj Lansoprazole 2 x 1 amp
- Lapibol drip dalam PZ 2x/hari
- IVIG Dosis 0.3 gr/kg BB/hari selama 5 hari.

Prognosis
- Ad vitam : ad bonam
- Ad fungsionam : ad bonam
- Ad sanationam : ad bonam
DAFTAR PUSTAKA

1. Japardi, Iskandar. 2002. Sindroma Guillain Barre. USU.


2. Perdossi. 2008. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gajah Mada University Press:
Jakarta. Hal 307-310.
3. Ropper, Allan H, Martin A. Sammuels. 2009. Adams and Victors Principles of
Neurology 9th edition. Mc Graw Hill Medical E-book. p1261-1270.
4. Rohkamm, Reinhard. 2004. Color Atlas of Neurology 2nd Edition. Medical E-
book. Georg Thieme Verlag: Stuttgard. p 326-327.
5. Wijdicks, Eelco. 2003. The Clinical Practice of Critical Care Neurology 2nd
Edition. Oxford University Press: New York. p 405-410.
6. Lukito, Vimaladewi, Irawan Mangunatmadja, Antonius H. Pudjiadji, Tatang M.
Puspandjono. 2010. Plasmaferesis Sebagai Terapi Sindrom Guillain-Barre Berat
pada Anak. Sari Pediatri, Vol. 11, No. 6, April 2010.
7. Feldman, Eva L, Woflgang Grisold, James W Russell, Udo A. Zifko. 2005. Atlas
of Neuromuscular desease. E-book. Springer-Verlag: Austria. p 288-291.
8. Daroff, Robert B., Gerald M. Fenichel, Joseph Jancovic, John C. Mazziotta.
2012. Bradleys Neurology in Clinical Practice 6th Edition Volume 1. Medical E-
book. Elsevier: Philadelphia. p 299, 1956-1964
9. Flaherty, Alice W & Natalia Rost. 2007. The Massachusetts General Hospital
Handbook of Neurology 2nd Edition. Lippincott Williams & Wilkins:
Massachusetts. p 37.
10. Gilman, Sid, William J. Herdman, Hadi Manji, Sean Connolly, Neil Dorward,
Neil Kitchen, et al. 2010. Oxford American Handbook of Neurology. Medical E-
book. Oxford University Press: New York. p 96-98.

Vous aimerez peut-être aussi