Vous êtes sur la page 1sur 30

HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN ANGKA

KEJADIAN DIARE AKUT PADA BAYI UMUR 0 - 6 BULAN DI PUSKESMAS


NGAGLIK I YOGYAKARTA

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat


Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran

Disusun oleh:
THOMAS ADI KAMARA HUDA
09711132

FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2014

1
HALAMAN PENGESAHAN
HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN ANGKA
KEJADIAN DIARE AKUT PADA BAYI UMUR 0 - 6 BULAN DI PUSKESMAS
NGAGLIK I YOGYAKARTA

Oleh :
THOMAS ADI KAMARA HUDA
09711132

Diseminarkan pada tanggal :


Dan disetujui oleh :
Pembimbing Utama

(Dr. MTS. Darmawan, Sp.A)


Penguji

(Dr. Tien Budi Febriani, Sp.A)


Dekan

(Dr.Linda Rosita Sp.PK M.Kes)

2
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 5
1.2. Rumusan Masalah 7
1.3. Tujuan Penelitian 7
1.4. Keaslian Penelitian 7
1.5. Manfaat Penelitian 9
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Telaah Pustaka
2.1.1. ASI Esklusif 9
2.1.2. Diare 10
2.1.3. Hubungan Diare dengan ASI Esklusif 15
2.2. Kerangka Teori 20
2.3. Kerangka Konsep Penelitian 21
2.4. Hipotesis. 21
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian 28
3.1.1 Populasi
3.1.2 Sampel
3.1.3 Teknik Sampling
3.2. Variabel Penelitian 30
3.2.1 Variabel Bebas
3.2.2 Variabel Terikat
3.3. Definisi Operasional 30
3.4. Instrumen Penelitian 31

3
3.5. Metode Analisis Data 31
3.6. Tahap Penelitian 31
3.7. Etika Penelitian 32
3.8. Jadwal Penelitian 35
DAFTAR PUSTAKA 38
LAMPIRAN 40

4
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Di Indonesia angka kematian bayi yang disebabkan oleh penyakit infeksi
masih tinggi. Hal ini dibuktikan oleh data RISKESDAS tahun 2007 bahwa penyebab
kematian pada bayi yang terbanyak adalah diare jumlahnya mencakup 31,4% dari
total bayi di Indonesia. Dari seluruh kematian anak akibat diare, sebanyak 78%
terjadi di kawasan Afrika da Asia Tenggara (World Gastroenterology Organization,
2012).Menurut WHO tahun 2013 memberikan bukti bahwa pemberian Asi sampai
usia 2 tahun dapat menurunkan angka kematian anak akibat penyakit diare dan
infeksi saluran napas akut.Di negara berkembang, bayi yang tidak diberikan ASI
eksklusif pada usia 0- 5 bulan dan tidak mendapatkan ASI pada usia 6-23 bulan dapat
meningkatkan resiko morbiditas dan mortalitar dikarenakan diare.
ASI merupakan keperluan dan kebutuhan yang sangat primer selama masa
pertumbuhan bayi dan bayi yang mendapatkan ASI 1 jam setelah di lahirkan akan
mendapatkan kekebalan dari berbagai penyakit infeksi yang bersumber dari bakteri,
virus, jamur dan parasit (Suraatmaja, 2007). Menyusui eksklusif adalah tidak
memberikan bayi makanan atau minuman lain, termasuk air putih, buah, air tajin ( air
nasi setengah matang ), selain menyusui. Kecuali obat- obatan vitamin dan obat tetes,
sampai usia 6 bulan. Di seluruh negara diperkirakan hanya sekitar 38% bayi usia 0- 6
bulan yang diberikan ASI eksklusif, hampir setiap riset mengenai ASI selalu mencatat
hal baru ( WHO, 2013). ASI memiliki nilai gizi lebih tinggi, karena adanya antibodi
pada ASI yang di perlukan bayi pada saat post partum ( pasca melahirkan ) dan
sampai usia yang ditetapkan. Sel - sel leukosit, enzim dan hormon akan melundungi
bayi terhadap pajanan patogen yang bersifat merugikan ( Soetjiningsih, 2007).
Di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, pajanan
mikroorganisme patogen maupun zat alergen lainnya masih merupakan masalah
Infeksi gastrointestinal maupun non gastrointestinal lebih sering ditemukan pada bayi
yang mendapatkan pengganti air susu ibu (PASI) dibanding dengan yang mendapat
air susu ibu (ASI). Hal ini menandakan bahwa ASI merupakan komponen penting

5
pada sistem kekebalan mukosa gastrointestinal maupun mukosa lain, karena sebagian
besar mikroorganisme masuk ke dalam tubuh melalui mukosa
(Matondang,dkk,2008).
Penelitian- penelitian yang sudah dilakukan para ahli di India dengan
menggunakan ASI donor dari manusia, didapatkan kejadian infeksi lebih sedikit
secara bermakna dan tidak terdapat infeksi berat pada kelompok yang diberi ASI
manusia, sedangkan bayi pada kelompok yang tidak mendapatkan ASI (kontrol)
banyak mengalami diare, pneumonia, sepsis, dan meningitis (Tumbelaka,dkk,2008).
Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini dilakukan memberikan informasi
lebih lanjut mengenai hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan angka
kejadian diare akut pada bayi umur 0-6 bulan.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan uraian pada latar belakang terdapat permasalahan, yaitu adakah
hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian diare akut pada
bayi umur 0 - 6 bulan di Puskesmas Ngaglik I Yogyakarta?

1.3Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui adakah hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan
angka kejadian diare akut pada bayi umur 0 - 6 bulan di Puskesmas Ngaglik I
Yogyakarta.
1.4 Keaslian Penelitian
Banyak penelitian yang melakukan studi mengenai hubungan antara
pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare, baik di luar negeri maupun di dalam
negeri. Menurut pengetahuan penulis, masih belum pernah dilakukan penelitian
mengenai hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare di
Puskesmas Ngaglik I Yogyakarta. Penelitian lain yang serupa membahas variabel lain
yang berbeda. Penelitian yang berkaitan dengan pemberian ASI eksklusif dan diare
yang sudah pernah dilakukan antara lain adalah:

6
1. Penelitian dari Fatmaningrum yang berjudul Hubungan Pemberian
ASI Eksklusif dan Diare pada Bayi 6-11 Bulan di Desa Ardimulyo,
Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang tahun 2012 dengan metode Cross
SectionalAnalytic. Hasilnya menunjukkan bahwa diare pada bayi yang
menerima ASI eksklusif lebih rendah bila dibandingkan dengan bayi yang
tidak mendapatkan ASI eksklusif.
2. Penelitian dari Lamberti, dkk. yang berjudul Breastfeeding and the
Risk for Diarrhea Morbidity and Mortality, tahun 2011 dengan metode meta
analisis. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak menyusui mengakibatkan risiko
kematian akibat diare yang lebih besar dibandingkan dengan ASI eksklusif
pada bayi usia 0-5 bulan (RR: 10,52) dan dengan menyusui pada anak usia
6-23 bulan (RR: 2,18).
3. Penelitian Wijayanti (2010) yang berjudul Hubungan antara
Pemberian ASI Eksklusif dengan Angka Kejadian Diare pada Bayi
Umur 0-6 Bulan di Puskesmas Gilingan Kecamatan Banjarsari
Surakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
antara pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian diare pada
bayi umur 0-6 bulan. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian
diare pada bayi usia 0-6 bulan. Hal ini dapat dilihat dari hasil yang
menunjukkan bahwa dari 60 bayi sebagai subjek penelitian, terdiri atas
30 bayi mendapatkan ASI eksklusif, enam bayi diantaranya menderita
diare dan 24 bayi lainnya tidak menderita diare. Sedangkan pada bayi
yang tidak mendapatkan ASI eksklusif, terdapat 20 anak yang
menderita diare, dan sepuluh anak yang tidak menderita diare. Hasil
signifikansi menghasilkan p<0,05 dengan nilai signifikan 0,000 yang
berarti signifikan atau bermakna. Persamaan dengan penelitian yang
dilakukan adalah kesamaan variabel dan kesamaan tujuan untuk
melihat signifikansi hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan

7
kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan. Perbedaannya terletak pada
tempat dan waktu penelitian, subjek penelitian, metode dan teknik
pengambilan sampel yang digunakan dalam mengambil data. Metode
yang digunakan pada penelitian ini adalah metode cross sectional,oleh
karena itu, dilakukan penelitian dengan metode kohort prospektif
agar hasil yang didapatkan lebih valid.
4. Penelitian Mihrshahi, et al (2008) yang berjudul Association between
Infant Feeding Patterns and Diarrhoeal And Respiratory Illness: A
Cohort Study in Chittagong, Bangladesh. Tujuan penelitian adalah
untuk membandingkan prevalensi diare dan ISPA pada bayi
berdasarkan status menyusui. Penelitian ini menggunakan metode
kohort prospektif. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi tingkat morbiditas yang
signifikan di wilayah pedesaan Bangladesh. Hal ini dapat dilihat dari
hasil yang menunjukkan bahwa bayi yang mendapatkan ASI eksklusif
memiliki prevalensi tujuh hari diare yang signifikan lebih rendah (p =
0,03;CI 1,10-5,69) dan prevalensi tujuh hari ISPA yang juga signifikan
lebih rendah (p < 0,01;CI 1,33-4,00) dibandingkan kelompok yang tidak
mendapatkan ASI eksklusif. Persamaan dengan penelitian yang
dilakukan adalah kesamaan dengan metode yang digunakan dan
kesamaan pada tujuan yaitu untuk mengukur hubungan antara ASI
eksklusif dan penyakit infeksi (diare dan ISPA). Perbedaan dengan
penelitian yang dilakukan terletak pada variabel bebas yang
digunakan, variabel bebas dari penelitian Mihrshahi adalah status
menyusui, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan
menggunakan IMD dan durasi pemberian ASI sebagai variabel bebas
yang kedua. Oleh karena itu, penelitian yang akan dilakukan dapat
memaparkan lebih luas mengenai salah satu hal yang mempengaruhi
pemberian ASI eksklusif

8
Persamaan penelitian yang dilakukan ini dengan penelitian-penelitian diatas
adalah variabel penelitian. Perbedaannya adalah variabel penelitian lainnya, metode,
lokasi, subjek, waktu penelitian dan sosial budaya. Penelitian ini lebih berfokus pada
aspek pemberian ASI eksklusif dalam upaya meningkatkan imunitas terhadap
kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan.

1.5 Manfaat Penelitian


1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
perkembangan ilmu kedokteran khususnya kemasyarakat guna menigkatkan
pengetahuan mengenai pentingnya ASI dan penelitian ini untuk memberikan
informasi hubungan antara pemberi ASI eksklusif dengan angka kejadian
diare pada bayi umur 0- 6 bulan.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini untuk menjadi satu pertimbangan dalam penatalaksanaan
hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian diare pada
bayi umur 0-6 bulan.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Telaah Pustaka

9
2.1.1. ASI Eksklusif
a. Definisi ASI Eksklusif
ASI eksklusif didefinisikan sebagai pemberian ASI tanpa
suplementasi makanan maupun minuman lain, baik berupa air putih, jus,
ataupun susu selain ASI. Pemberian vitamin, mineral, dan obat-obatan
diperbolehkan selama pemberian ASI eksklusif (IDAI, 2010). ASI
merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang seimbang
dan sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan bayi, karena ASI adalah
makanan bayi yang paling sempurna kualitas dan kuantitas (Roesli, 2005).
Durasi pemberian ASI eksklusif yang dianjurkan adalah selama enam bulan
pertama kehidupan untuk mencapat tumbuh kembang optimal. Setelah enam
bulan, bayi mendapat makanan pendamping yang adekuat sedangkan ASI
dilanjutkan sampai usia 24 bulan (IDAI,2010).
Air susu ibu selain sebagai sumber nutrisi dapat memberikan
perlindungan kepada bayi melalui berbagai zat kekebalan yang di
kandungnya. walaupun ibu dalam kondisi kekurangan gizi sekalipun, ASI
tetap mengandung nutrisi esensial yang cukup untuk bayi dan mampu
mengatasi infeksi melalui komponen sel fagosit dan imunoglobulin
(Munasir dan Kurniati, 2008). Sedangkan menurut Roesli (2005) ASI akan
merangsang pembentukan daya tahan tubuh bagi bayi sehingga ASI
berfungsi pula sebagai imunisasi aktif.

b. Jenis ASI

10
Menurut waktu diproduksi, ASI dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu
(Roesli, 2005) :
1. ASI kolostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar
mammae, yang berupa cairan bening dan kental yang berwarna agak
kekuningan dan agak lengket yang keluar dari ibu pada 1-5 hari pertama
setelah melahirkan.
2. ASI transisi merupakan ASI peralihan dari kolostrum menjadi ASI matur.
ASI disekresi dari hari ke 5 sampai hari ke 10 dari masa laktasi. Jumlah
volume ASI semakin meningkat tetapi komposisi protein semakin rendah,
sedangkan lemak dan karbohidrat semakin tinggi, hal ini untuk memenuhi
kebutuhan bayi karena aktifitas bayi yang mulai aktif dan bayi sudah mulai
beradaptasi dengan lingkungan. Pada masa ini pengeluaran ASI mulai
stabil. ASI yang disekresi pada hari ke-10 sampai seterusnya, yang
dikatakan komposisinya relatif konstan.
3. ASI matur adalah ASI yang dihasilkan 21 hari setelah melahirkan dengan
volume bervariasi yaitu 300- 850 ml/hari tergantung pada besarnya
stimulasi saat laktasi. Volume ASI pada tahun pertama adalah 400- 700
ml/24 jam, tahun ke dua 200- 400ml/24jam, dan sesudahnya 200ml/24 jam.
c. Kandungan Nutrisi ASI Eksklusif
a. Kolostrum
Merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar payudara,
mengandung tissue debris dan residual material yang terdapat pada alveoli
dan duktus dari kelenjar payudara sebelum dan sesudah masa nifas berupa
cairan viscous (kental) dengan warna kekuning-kuningan, lebih kuning
dibanding dengan susu matur lainya. Pada ASI terdapat protein yang cukup
tinggi, lemak dan karbohidrat yang cukup, mineral terutama natrium, kalium,
klorida dan antibodi dengan jumlah lebih tinggi, vitamin yang larut dalam
lemak lebih tinggi, volume berkisar 150 300ml/24 jam (Roesli, 2005).
b. Protein

11
ASI mengandung protein lebih rendah dari air susu sapi (ASS), tetapi
protein ASI ini mempunyai nilai nutrisi yang tinggi (lebih mudah dicerna).
ASI mengandung asam amino esensial taurin yang tinggi dan sangat penting
untuk pertumbuhan retina serta mempengaruhi pertumbuhan otak bayi
(BKKBN, 2004).
c. Karbohidrat
ASI mengandung karbohidrat relatif tinggi jika dibandingkan dengan
ASS (6,5 gram %). Karbohidrat yang utama terdapat dalam ASI yaitu laktosa.
Kadar laktosa ini oleh fermentasi akan diubah menjadi asam laktat. Adanya
asam laktat memberikan suasana asam didalam usus bayi. Dengan suasana
asam didalam usus bayi akan memberikan beberapa keuntungan diantaranya
menghambat pertumbuhan bakteri yang patologis atau patogen, memacu
pertumbuhan mikroorganisme yang memproduksi asam organik, mensintesa
vitamin dan memudahkan absorpsi dari mineral misalnya kalsium, fosfor dan
magnesium (BKKBN, 2004).
d. Lemak
Lemak dalam ASI merupakan sumber kalori utama bagi bayi, sumber
vitamin yang larut dalam lemak (A,D,E,K) dan sumber lemak esensial
(BKKBN, 2004) .
e. Mineral
ASI mengandung mineral yang cukup lengkap walaupun kadar relatif
rendah tetapi cukup untuk bayi sampai umur 6 bulan, Fe dan Ca stabil, garam
organik yang terdapat dalam ASI terutama adalah kalsium, kalium dan natrium
dari asam klorida dan fosfat (BKKBN, 2004).

f. Vitamin

12
Vitamin dalam ASI dapat dikatakan lengkap yaitu terdapat vitamin A, D
dan C yang cukup. tidak mengandung vitamin B-12 dan asam folat yang bebas,
karena pada ASI terdapat nutrien- karier protein yang mengikat B-12 dan asam
folat sehingga kedua unsur tersebut tidak tersedia untuk pertumbuhan E.coli
dan bakterioidis (BKKBN, 2004)

g. Energi
Energi pada ASI relatif rendah yaitu 77 kalori/100 ml ASI. 90% berasal
dari karbohidrat dan lemak, 10% berasal dari protein. (BKKBN, 2004).
Tabel 2.1Perbandingan antimikroba ASI dan susu sapi ( Matondang, dkk,
2008)

No Kandungan A S I Susu Sapi


.
1 Laktoferin + + + + +
.2 L i s o z i m + + + + +
.
3 s I g A + + + + +
.
4 I g G + + + + +
.
5 Komplemen + + + + +
.
6 Laktoperoksidase + + + + +
Imunoglobulin
.
ASI tidak diabsorbsi bayi tetapi berperan memperkuat sistem imun lokal usus.
ASI juga meningkatkan IgA pada mukosa traktus respiratorius dan kelenjar
saliva bayi. Ini disebabkan faktor pertumbuhan dan hormon sehingga dapat
merangsang perkembangan sistem imun lokal bayi. Hal ini terlihat dari lebih
rendahnya penyakit otitis media, pneumonia, bakteriemia, meningitis dan
infeksi traktus urinarius pada bayi yang mendapatkan ASI dibandingkan bayi
yang mendapatkan PASI ( Matondang, dkk, 2008 ).

13
Kandungan protein ASI yang cukup tinggi dan komposisinya berbeda
dengan protein yang terdapat dalam susu sapi. Protein dalam ASI dan susu
sapi terdiri dari protein whey dan casein. Protein dalam ASI lebih banyak
terdiri dari protein whey yang lebih mudah diserap oleh usus bayi, sedangkan
susu sapi lebih banyak mengandung protein casein yang lebih sulit dicerna
oleh usus bayi ( Hendarto dan Pringga dini,2008).
Adapun hasil eksperimen pada hewan uji membuktikan bahwa limfosit
yang terdapat didalam ASI dapat melintasi dinding usus bayi dan masuk
kedalam sirkulasi darah, sehingga dapat mengaktifkan sistem imun bayi
(Chantry, dkk, 2006).
Pemberian ASI yang dianjurkan adalah ASI eksklusif selama 6 bulan
yang diartikan bahwa bayi hanya mendapatkan ASI saja tanpa makanan atau
minuman lain termasuk air putih ( Matondang, dkk, 2008). Pemberian ASI
secara eksklusif dianjurkan untuk jangkawaktu setidaknya selama 4 bulan,
tetapi bila mungkin sampai 6 bulan ( Roesli, 2005).
Idealnya bayi yang diberi ASI eksklusif tidak terkena diare karena ASI
merupakan makanan alamiah yang ideal bagi bayi dan sesuai dengan kondisi
sistem pencernaan bayi yang belum matur ( pada bayi 0-6 bulan ) sehingga
tidak menyebabkan alergi pada bayi. Namun ada juga bayi yang diberi ASI
eksklusif terkena diare baik jarang maupun sering. Hal ini bisa terjadi karena
beberapa faktor baik dari bayi maupun prilaku ibu. Penyebab diare dari faktor
bayi adalah adanya infeksi baik didalam ataupun diluar saluran pencernaan
baik itu infeksi bakteri, virus, maupun infeksi parasit. Perilaku ibu juga
menyebabkan meningkatnya risiko terjadinya diare seperti tidak mencuci
tangan serelah buang air bersar dan sesudah membungan tinja anak atau
sebelum makan menyuapi anak (Purwati, 2004).
ASI mengandung sebagian besar air sebanyak 87,5% oleh karena itu
bayi mendapat cukup ASI tidak perlu mendapatkan air walau berada di tempat
yang mempunyai suhu udara panas ( Hendarto dan Pringga dini, 2008).

14
a. Kolostrum
Kolostrum merupakan ASI yang keluar pada saat kelahiran sampai
hari ke- 4 atau ke- 7 (Roesli, 2005). Kolostrum kaya akan zat antibody
terutama IgA. Selain itu, di dalam kolostrum terdapat lebih dari 50 proses
pendukung perkembangan imunitas termasuk faktor pertumbuhan dan
perbaikan jaringan (Munasir dan Kurniati, 2008).
Kolostrum mengandung sel darah putih dan protein imunoglobulin
pembunuh kuman dalam jumlah tinggi. Kolostrum yang dihasilkan pada saat
sistem pertahanan tubuh bayi paling rendah. Jadi dapat dianggap bahwa
kolostrum adalah imunisasi pertama yang diterima oleh bayi ( Roesli, 2005).
Disamping banyaknya zat antibodi yang terkandung, kolostrum juga
mengandung banyak faktor imunosupresif yang mencegah terjadinya
stimulasi berlebih akibat masuknya antigen dalam jumlah yang besar
( Sumadiono, 2008).
b. Komposisi ASI yang terkait dengan sistem imunitas
Sistem imun adalah mekanisme yang digunakan tubuh untuk
mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang
di timbulkan oleh berbagai bahan dalam lingkungannya ( Matondang, dkk,
2008).
ASI mengandung dalam jumlah tinggi tidak hanya vitamin A saja tapi
juga bahan bakunya yaitu beta karoten. Vitamin A selain berfungsi untuk
kesehatan mata, juga berfungsi untuk mendukung pembelahan sel, kekebalan
tubuh dan pertumbuhan ( Hendarto dan Pringgadini, 2008 ).

ASI mengandung berbagai zat yang berfungsi sebagai pertahanan


nonspesifik maupun spesifik. pertahanan nonspesifik diperankan oleh sel
seperti makrofag dan neutrofil serta produknya dan faktor protektif larut,

15
sedangkan sel spesifik oleh sel limfosit dan produknya ( Matondang, dkk,
2008 ).
Sel limfosit T merupakan 80% dari sel limfosit yang terdapat dalam
ASI. Sel limfosit T dapat menghancurkan kapsul bakteri E. coli dan
mentransfer kekebalan seluler dari ibu ke bayi yang di susuinya ( Munasir dan
Kurniati, 2008 ).

c. Penggunaan ASI Eksklusif Secara Tepat


ASI betapa baik mutunya sebagai makanan bayi, tapi belumlah
merupakan jaminan bahwa gizi selalu baik, kecuali apabila ASI tersebut
diberikan secara tepat dan benar ibu tidak dapat melihat berapa banyak ASI
yang telah masuk ke perut bayi (Matondang, 2008 ).
Untuk mengetahui banyaknya produksi ASI, beberapa kriteria yang
dapat dipakai sebagai patokan untuk mengetahui jumlah ASI cukup atau tidak
menurut Matondang (2008) yaitu : Air Susu Ibu yang banyak dapat merembes
keluar melalui puting, sebelum disusukan payudara merasa tegang, dan berat
badan naik dengan memuaskan sesuai dengan umur.
ASI eksklusif didefinisikan sebagai pemberian ASI tanpa suplementasi
makanan maupun minuman lain, baik berupa air putih, jus, ataupun susu
selain ASI. Pemberian vitamin, mineral, dan obat-obatan diperbolehkan
selama pemberian ASI eksklusif (IDAI, 2010).

Tabel 2.2 Komposisi komponen ASI yang berfungsi sebagai sistem imunitas.

16
Z a t S e l u l a r
AntibodiT spesifik
e r l(sIgA,
a r 7Su IgA
t , Sel imun spesifik (limfosit T (Dikutip

IgG, IgE, IgD, komponen sekretorik) d a n B ) dengan


P r o d u k s e l Sel asesori (neutrofil, makrofag modifikasi
T s e l e p i t e l ) dari
Antigen
F
h ai skttookr -ofm
a kptao tri b l i nt ao ns - s p e s i f i k
(komplemen, faktor kemotaktik,
interferon, faktor antistafilokokus, epidermalgrowth factor, folate
uptake
enhancer, substansi antiadherens)
Protein karier (laktoferin, transferin)
Enzim (lisosim, lipoprotein lipase, enzim leukosit)

Matondang, dkk, 2008)

2.1.2 Diare Akut


Diare dalam penelitian ini adalah suatu gejala dengan tanda- tanda
adanya perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang cair dan frekuensi buang
air besar lebih dari biasanya (3 kali dalam sehari ) buang air hingga 5 kali
sehari dan konsistensi fesesnya lunak. Diare akut, yaitu diare yang
berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari tujuh hari).Apabila
anak dinyatakan diare yaitu frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali,
sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak , bila frekuensi
lebih dari 3 kali ( Masri, 2004).

a. Etilogi

17
Menurut Depkes RI (2007), penyebab diare akut disebabkan oleh
adanya beberapa faktor. Faktor infeksi pada saluran pencernaan merupakan
penyebab utama diare pada anak usia 0 18 bulan. Jenis infeksi yang
umumnya menyerang dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan makanan yang
merupakan penyebab utama diare pada anak, meliputi infeksi
bakteri, infeksi virus dan infeksi parasit.
b. Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan,
meliputi Otitis Media Akut (OMA), Tonsillitis/Tonsilofaringitis,
Bronkopneumonia, Ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini
terutama terjadi pada anak dibawah umur 2 tahun.

b. Gejala Klinis
Mula- mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh
biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul
diare. Tinja cair dan mungkin disertai lendir atau darah. Warna tinja makin
lama berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu.
Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin
lama makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat, yang berasal
dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare (Masri, 2004).
Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat
disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan
keseimbangan asam-basa dan elektrolit. berat badan turun, turgor kulit
berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir
dan mulut serta kulit tampak. Bila penderita telah kehilangan banyak cairan
dan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak. Dehidrasi lebih cepat
terjadi pada bayi dan anak kecil. Pada iklim yang panas,kering dan pada
mereka yang mengalami demam (Masri, 2004).
Tabel 2.3 Penentuan Derajat Dehidrasi Menurut WHO

18
Tanda dan Dehidrasi Ringan Dehidrasi Sedang Dehidrasi Berat
gejala
Keadaan Haus , sadar, dan Haus, gelisah Ngantuk, lemas, berkeringat, ekstremitas dingin, sianotik.
umum gelisah
N a d Normal (<120/menit) Sepat dan Cepat, halus, kadang tidak teraba(>140/menit)
i lemah
(120- 140/menit)
Pernapasa N o r m a l Dalam agak Dalam dan
n cepat cepat

c. Komplikasi
Kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi
berbagai macam komplikasi seperti dehidrasi (ringan, sedang, berat),
intoleransi laktosa sekunder sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena
kerusakan vili mukosa usus halus, kejang (terutama pada dehidrasi
hipertonik), dan malnutrisi energi protein (karena selain diare dan muntah,
penderita juga mengalami kelaparan).

2.1.3 Hubungan antara Pemberian ASI Ekslusif dengan Kejadian Diare


Pada waktu bayi baru lahir secara alamiah mendapatkan zat kekebalan
tubuh dari ibunya melalui plasenta, tetapi kadar zat tersebut akan cepat turun
setelah kelahiran bayi, padahal dari waktu bayi lahir sampai bayi berusia
beberapa bulan, bayi belum dapat membentuk kekebalan sendiri secara
sempurna. Sehingga kemampuan bayi membantu daya tahan tubuhnya sendiri
menjadi lambat selanjutnya akan terjadi kesenjangan daya tahan tubuh.
Kesenjangan daya tahan tersebut dapat diatasi apabila bayi di beri ASI
(Roesli, 2005). Kejadian diare pada anak dapat di sebabkan oleh intoleransi
laktosa, malabsorbsi makanan dan di pengaruhi oleh status gizi anak, tingkat
pendidikan ibu, tingkat ekonomi orangtua dan lain- lain.

19
Hasil penelitian di Filipina yang menegaskan tentang manfaat
pemberian ASI eksklusif serta dampak negatif pemberian cairan tambahan
tanpa nilai gizi terhadap timbulnya penyakit diare. Seorang bayi yang diberi
putih minuman herbal, lainya beresiko terkena diare 2- 3 kali lebih banyak
dibandingkan bayi yang di beri ASI Eksklusif (BKKBN, 2004 ).

20
2.2. Kerangka Teori

PemberianASI
Ekslusif

Faktor NON DIARE


yang
mempengaruhi :

1. Peningkatan imunitas.
Kebersihan Intoleransi laktosa
DIARE
2. Kolostrum pada ASI.
3. Kandungan ASI
Gambaryang
Tingkat pendidikan ibu
1. Skema Kerangka Teori
Sosial Ekonomi Orang Tua
kaya akan nutrisi.
Keterangan

: Ada hubungan dan diteliti

: Ada Hubungan namun tidak diteliti

2.3. Kerangka Konsep Penelitian

Pemberian ASI Diare Pada


Eksklusif Anak Usia 0- 6
Bulan
Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian
2.4. Hipotesis
Ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian diare
pada bayi umur 0-6 bulan di Puskesmas Ngaglik I Yogyakarta.

21
BAB III. METODE PENELITIAN
1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptip analitik. Metode yang
digunakan oleh peneliti adalah metode survei dengan pendekatan cross
sectional.
1 Populasi
Populasi ini adalah keseluruhan obyek penelitian atau objek yang
diteliti. Populasi yang digunakan adalah semua bayi yang berusia 0-6 bulan
yang tercatat di Puskesmas Ngaglik I Yogyakarta.
2 Sampel

22
Sampel adalah sebagian subjek penelitian yang diambil dari populasi.
Besar sampel yang digunakan disesuaikan dengan jumlah bayi yang datang
(total sampling) ke Puskesmas Ngaglik I Yogyakartadengan memenuhi
kriteria inklusi sebagai berikut :
1 Bersedia menjadi responden penelitian.
2 Bayi 0-6 bulan yang datang ke Puskesmas Ngaglik I Yogyakartayang
terdiagnosis diare.
3 Bayi berumur 0- 6 bulan, menderita diare, lahir dengan berat badan lahir
cukup (> 2500 gr) tanpa kelainan organ gastrointestinal, penyakit berat,
atau pertolongan khusus saat persalinan serta mempunyai kelengkapan
informasi terkait penelitian yang akan dilakukan.
Kriteria eksklusi adalah bayi berumur 0- 6 bulan, menderita diare,
namun lahir dengan berat badan lahir rendah (< 2500 gr), kelainan organ
gastrointestinal, penyakit berat, atau dengan pertolongan khusus saat
persalinan, serta tidak mempunyai kelengkapan informasi terkait penelitian
yang akan di lakukan termasuk tidak bersedia menjadi responden untuk
penelitian.

3 Teknik Sampling
Sampel adalah sebagian populasi yang diambil dari keseluruhan objek
yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Dahlan, 2008). Besar
sample dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan rumus besar
sampel penelitian analitis kategorik tidak berpasangan rumusannya sebagai
berikut:
( Z 2 PQ + Z P1 Q1 + P2 Q 2)
N 1=N 2=
( P1P2 )

Keterangan :

N = Jumlah populasi

23
Z = derivat baku alfa (5% = 1,64)

Z = derivat baku beta (20% = 0,84)

P1 = proporsi pada kelompok yang merupakan judgement peneliti (0,2)

P2 = proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya (0,1)

Q2 = 1 P2

Q1 = 1 P1

P1 P2 = selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna

P = Proporsi total = (P1+P2)/2

Q =1P

Adapun besar sample dalam penelitian ini berdasarkan rumus tersebut


diatas adalah;

Kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5%, hipotesis satu arah, sehingga

Z =1,64

Z =0,84
Kesalahn tipe II ditetapkan sebesar 20%, maka

P2 = Proporsi pada kelompok sebesar 0,1 (kepustakaan)

Q2 = 1 0,1 = 0,9

P1 P2 = selisih yang dianggap bermakna, ditetapkan sebesar 0,1

24
P1 = P2 + 0,1 = 0,1 + 0,1 = 0,2

Q1 = 1 P1 = 1 0,2 = 0,8

P = (P1 P2)/2 = (0,2 + 0,1)/2 = 0,15

Q = 1 P = 1 0,15 = 0,85

Maka diperoleh:

( Z 2 PQ + Z P1 Q1 + P2 Q 2)
N 1=N 2=
( P1P2 )

( 1,64 2 x 0,15 x 0,85+0,84 x 0,2 x 0,8 x 0,1 x 0,9 )


N 1=N 2=
( 0,20,1 )
156 orang

Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 156 orang.

2 Variabel Penelitian
3.2.1 Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variable yang mempengaruhi variable lain atau disebut
independent variable.Variable bebas dalam penelitian ini pemberian ASI Eksklusif
yang diberikan oleh Ibu.
3.2.2 Variabel Terikat

25
Variabel terikat adalah variable terikat yang sering disebut sebagai variabel
dependent. Variable terikat dalam penelitian ini adalah kejadian diare.

3 Definisi operasional
a Usia adalah satuan waktu yang mengukur keberadaan seseorang.
Cara ukur : kuisioner pada ibu balita
Skala : numerik
b Jenis kelamin
Cara ukur : kuisioner pada ibu balita
Skala : nominal
Kategori :
1 Laki-laki
2 Perempuan
c Status Gizi adalah ekspresi dari keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi
makanan dan penggunaan zat-zat gizi dan merupakan gambaran apa yang
dikonsumsi oleh seseorang dalam jangka waktu yang cukup lama.
Cara ukur : pengamatan KMS
Skala : nominal
Kategori :
1 Gizi buruk/kurang, bila status gizi balita dalam KMS berada dibawah
garis merah
2 Gizi baik/cukup, bila status gizi balita dalam KMS berada di atas atau
tepat di garis merah
d Pemberian ASI eksklusif adalah pemberian air susu ibu tanpa tambahan
cairan lain dan tanpa tambahan makanan padat, jangka waktu pemberian
ASI eksklusif 0-6 bulan.
Cara ukur : kuisioner dan wawancara pada ibu balita
Skala : nominal
Kategori :
1 Tidak
2 Ya

e Diare merupakan suatu gejala dengan tanda-tanda adanya perubahan


bentuk dan konsistensi tinja yang cair dan frekuensi buang air besar lebih
dari 3 kali dalam sehari (konsistensi cair: diare, konsistensi seperti pasta:
bukan diare), namun tak selamanya mencret dikatakan diare misalnya
pada bayi yang berusia kurang dari sebulan, buang air hingga lima kali

26
sehari dan fesesnya lunak Cara ukur : rekam medis pasien atau observasi
data.
Skala : nominal
Kategori :
1 Ya
2 Tidak
4 Instrumen Penelitian
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :
1 Dokumentasi yaitu alat pengumpulan data dengan dokumen untuk mencatat
data yang dibutuhkan dalam penelitian. Data yang dapat diperoleh dengan
alat dokumentasi dalamp penelitian ini berupa daftar bayi yang berusia 0-6
bulan.
2 Kuesioner yaitu untuk mengetahui karakteristik responden meliputi usia dan
jenis kelamin bayi, frekuensi diare bayi dalam 6 bulan yang di kategorikan
menjadi 2 yaitu diare dan tidak diare.
5 Tahap Penelitian
a Tahap Persiapan
Pada tahap ini diidentifikasi variabel-variabel penelitian, faktor risiko dan
faktor efek kemudian menetapkan subyek penelitian Pada tahap persiapan
dilakukan studi literatur tentang diare dan asi esklusif serta pembuatan proposal
penelitian.
b Tahap Penelitian
Pada tahap penelitian dilakukan pengambilan data. Data yang diambil
yaitu dengan penyebaran kuesioner sebagai data primer kepada seluruh orang tua
semua bayi yang berusia 0-6 bulan yang tercatat di Puskesmas Ngaglik I
Yogyakarta.
c Tahap Penyelesaian
Setelah data terkumpul, kemudai data yang sudah diedit, dilakukan
analisis data dan penyusunan laporan penelitian.

6 Metode Analisis Data

27
Untuk menguji hubungan antar pemberian ASI eksklusif dengan angka
kejadian diare pada bayi umur 0-6 bulan adalah dengan menggunakan uji
statistic Chi Square dan akan diolah dengan Statistic Product and Service
Solution ( SPSS) for windows.

7 Etika Penelitian
Penelitian ini mengedepankan beberapa etika penelitian : (1) meminta
izin terlebih dahulu dan berkoordinasi dengan pihak puskesmas Ngaglik I
Yogyakarta. (2) mencantumkan informasi mengenai tujuan dan mekanisme
penelitian agar responden memahami dan mau berpartisipasi, (3) memberikan
jaminan kerahasiaan terhadap data yang di berikan responden.

8 Jadwal Penelitian
J u n i J u l i Agustus September Oktober November
Pengajuan
Judul
Penyusunan Proposal

PengajuanSemina
r
RevisidanPengambilan Data

PenyusunanHasilPeneli
tian
PenyusunanHasilPeneli
tian
PengajuanSeminarHasil

SeminarHasi
l
R e v i s
i

28
DAFTAR PUSTAKA
BKKBN.2004.ASIEksklusifTurunkanKematianBayi.http://www.pikas.bkkbn.go.id/pri
nt.php?tid+2&rid=136-6k-sp (3 September 2009)
Chantry C.J., Howard C .R., Auinger P. 2006. Full breast feeding duration adn
assiciated decrease in respiratory tract infection in US children. Pediatrics117
(2) : 425 - 431.
Dahlan, M. Sopiyudin 2006. Statistika untuk kedokteran dan kesehatan : uji hipotesis
dengan menggunakan SPSS ( seri evidence based medicine 1) . Jakarta :
Arkans, p: 4.
Depkes. 2001. Strategi Nasional Peningkatan Pemberian ASI tahun 2001 2005.
Makalah disampaikanpada Workshop Peningkatan Pemberian ASI. Jakarta.
Hasan, R.Dan Altas,H.(ed) .1998.Buku Kuliah Ilmu Kesehaan Anak I.cet.ke:8. Bagian
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta .
Hendarto A. dan Pringgadini K. 2008. Nilai Nutrisi Air Susu Ibu. In : IDAI. Bedah
ASI : Kajian dari Berbagai Sudut Pandang Ilmiah. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI, p: 46.

29
Krisnatuti D. dan Yenrina R. 2000. Menyiapkan Makanan Pendamping ASI.
http://hidayat2.wordpr2010/01/10/jurnal-01/ ( 2 september 2009)
Markum, A.H., 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid1. Jakarta : FKUI, p:
24.
Masri, S.H. 2004. Diare Penyebab Kematian 4 Juta Balita Per Tahun.
http://www.waspada.co.id/serba-serbi/kesehatan/artikel.,php?artikel-
id=6117535k (2September2009)
Matondang C.S., Munatsir Z., Sumadiono. 2008. Aspek Imunologi Air Susu Ibu. In :
Akib A.A.P., Munasir Z., Kurniati N (eds). Buku Ajar Alergi- Imunologi Anak,
Edisi II. Jakarta : Badan Penerbitan IDAI,pp: 189-192.

30

Vous aimerez peut-être aussi