Vous êtes sur la page 1sur 22

BAB IV

GEOLOGI

4.1 Umum

Kegiatan investigasi geologi yang dilaksanakan ialah berupa :

1) Penyelidikan geologi secara administratif terletak pada Kabupaten Wajo,


Kabupaten Soppeng dan Kabupaten Sienreng Rappang.

Lokasi Titik Penyelidikan Geologi antar lain:

Kabupaten Wajo, pulau W10 dan W9

Kabupaten Soppeng, pulau S5 dan S6

Kabupaten Sidrap, pulau D1 dan D3.

2) Penyelidikan laboratorium meliputi:

Undisturbed Test :

o Sifat fisik tanah (w,,Sr,e,Gs,n), untuk analisis daya dukung tanah


dan menentukan klasifikasi tanah, 5 sampel tanah sedimen danau

Disturbed Test :

o Gradasi/Analisis Butiran (D,Cu,Cc), untuk menentukan klasifikasi


tanah, 5 sampel tanah sedimen danau

o Plastisitas (LL,PL,PI,SL), untuk menentukan klasifikasi tanah, 5


sampel tanah sedimen danau

o Kepadatan (maks,OMC,CBR), untuk menentukan klasifikasi tanah, 5


sampel tanah sedimen danau

Standard dan pedoman yang digunakan dalam pekerjaan investigasi geologi ini
adalah sebagai berikut:

Pd T-03.1-2005-A Penyelidikan Geoteknik untuk Pondasi Bangunan Air Vol.


1

Pd T-03.2-2005-A Penyelidikan Geoteknik untuk Pondasi Bangunan Air Vol.


2

Pd T-03.3-2005-A Penyelidikan Geoteknik untuk Pondasi Bangunan Air.


Vol.3

Pd T-03-2005-A Pedoman Penyelidikan Geoteknik untuk Pondasi Bangunan


Air Vol. 1

American Standard for Testing and Material

IV - 1
4.2 Geologi Regional

4.2.1 Fisiografi

Pulau Sulawesi, secara fisiografi terdiri dari empat buah lengan yaitu : Lengan
Utara, Lengan Selatan, Lengan Timur dan Lengan Tenggara yang secara
keseluruhan mempunyai bentuk seperti huruf K. Keempat buah lengan
tersebut dipisahkan oleh teluk-teluk yang dalam seperti teluk Tomini dengan
kedalaman maksimum 4180 m, teluk Bone dengan kedalaman sekitar 2000 m,
serta dikelilingi oleh beberapa cekungan dan palung yang dalam. Sehingga Pulau
Sulawesi terpisah dari pulau-pulau yang berada di sekitarnya (Sukamto, 1982).
Lihat Gambar 5.1 Peta Geologi Regional.

Selain dari itu Pulau Sulawesi adalah juga merupakan wilayah paling banyak
mempunyai pegunungan diantara pulau-pulau sekitarnya, yaitu dengan adanya
rangkaian pegunungan yang mempunyai ketinggian lebih dari 3000 m di atas
permukaan laut.

Daerah study secara administratif termasuk dalam wilayah Sulawesi Selatan dan
secara fisiografis terletak pada zona Lengan Selatan bagian selatan (Van
Bemmelen, 1949), Zona ini rata-rata mempunyai elevasi yang lebih kecil bila
dibandingkan dengan bagian Utara Lengan Selatan.

Di bagian Utara peta geologi lembar Ujungpandang, Benteng dan Sinjai terdapat
dua daerah yang dicirikan oleh topografi kras yang dibentuk oleh batugamping
Formasi Tonasa, kedua daerah kras ini dipisahkan oleh batuan vulkanik yang
berumur Miosen Pliosen.

Bentuk morfologi yang paling menonjol pada lembar peta ini adalah kerucut
gunung api Lompobattang (2876 m). Kerucut gunung api Lompobattang
tersusun oleh batuan vulkanik berumur Plistosen.

Dua buah kerucut tererosi yang lebih sempit sebarannya terdapat di sebelah
barat dan utara G. Lompobattang. Di sebelah barat terdapat G. Baturape (1124
m) dan di sebelah utara terdapat G. Cindako (1500 m), keduanya tersusun oleh
batuan vulkanik berumur Pliosen. Sebelah barat G. Cindako dan sebelah utara G.
Baturape merupakan daerah berbukit, kasar di bagian timur dan halus di bagian
barat, bagian timur dengan ketinggian sekitar 500 m serta di sebelah barat
dengan ketinggian kurang dari 50 m dan hampir merupakan dataran. Bentuk ini
disusun oleh batuan klastika gunung api berumur Miosen. Bukit-bukit
memanjang yang tersebar di daerah ini mengarah ke G. Cindako dan G.
Baturape yang umumnya berupa retas-retas basal.

Daerah ini pada umumnya tersusun oleh beberapa batuan sedimen laut dan
batuan vulkanik serta beberapa intrusi menengah hingga ultra basa, dan

IV - 2
mempunyai pola aliran sungai dendritik dan radial terhadap pusat erupsi gunung
api.

Aktivitas vulkanisme G. Lompobattang-Bawakaraeng telah lama padam, terlihat


dari batuan hasil erupsi yang terjadi pada kala Pleistosen dan kegiatannya tidak
pernah tercatat lagi pada buku dasar gunung berapi di Indonesia yang
diterbitkan oleh Direktorat Vulkanologi.

4.2.2 Stratigrafi

Penelitian geologi secara umum daerah sekitar Sulawesi pernah dilakukan oleh
Sarasin (1901), Van Bemmelen (1949), Sukamto (1975 & 1982), lihat Gambar
4.1. Oleh penulis tersebut diatas disebutkan adanya 3 mendala geologi yang
berbeda dikenal di Sulawesi ini. Masing-masing ialah mendala Sulawesi Barat,
dan mendala Sulawesi Timur yang dipisahkan oleh jalur sesar yang berarah
Utara Selatan dan yang ketiga ialah mendala Banggai kepulauan Sula dan Buton.

Mendala Sulawesi Barat dicirikan oleh kompleks alas batuan metamorfis yang
tertindih oleh berbagai batuan sedimen dan gunung api. Mendala ini secara garis
besar dicirikan oleh endapan kapur hingga paleogen yang kemudian berubah
menjadi endapan gunung api bawah laut dan kemudian gunung api darat pada
akhir tersier. Batuan dasar mendala ini berupa sekis dan batuan ultra basa yang
ditutupi oleh filit dan kwarsit, serpih kelabu, batu pasir dan rijang radiolaria.
Semua batuan tersebut ditutupi oleh batuan karbonat berumur Eosen - Miosen
Awal. Batu pasir dan serpih mengandung detritus berasal dari batuan yang
berumur kapur, batuan metamorfis dan batuan ultra basa.

Dalam urutan endapan batu pasir dan serpih ini ditemui batuan vulkanik dan
andesitik yang berumur Eosen (Obradovich, 1974). Disamping itu ditemukan
pula batuan karbonat dari formasi Tonasa, yang berumur Eosen-Miosen Awal
oleh Gulf Oil Company (1974). Batuan klastik volkanik yang ditemukan sebagai
sisipan didalam batuan karbonat termasuk dalam Formasi Camba. Batuan
vulkanik bawah laut yang berumur tersier Awal tersebar dibeberapa tempat,
dimana batuan ini umumnya berhubungan dengan batuan klastik marin dan
karbonatan.

Endapan vulkanik Miosen Atas Pliosen merupakan endapan darat yang


tersebar secara merata didaerah Pare-pare. Sedimen kuarter berupa endapan
teras-teras sungai merupakan endapan berumur Pleistosen.

Mandala Sulawesi Timur sebagian besar terdiri dari batuan ultra basalt dan
batuan basalt serta sekis. Mendala ini dicirikan oleh adanya batuan ofiolit dan
batuan metamorfis. Batuan ofiolit ini tersebar luas di bagian timur mendala ini,
sedangkan batuan metamorfis pada bagian baratnya yang makin ke barat
memperlihatkan kandungan glaukofan yang meningkat jumlahnya hingga
sampai dengan mendala Sulawesi Barat. Batuan yang berumur Mesozoikum di

IV - 3
mendala ini mengalami metamorfis yang lemah dengan struktur yang sangat
rumit.

Mendala Banggai Sula mempunyai suatu alas dari batuan metamorfis


Paleozoikum yang tertindih oleh batuan sedimen Mesozoikum. Mendala ini oleh
Klompe (1956), disebut juga sebagai Sula Sepur yang dicirikan oleh orogen
Varisca, mendala ini mengalami metamorfis. Pada zaman awal Mesozoikum,
kemungkinan besar pada awal Trias terjadi intrusi granit dan kegiatan gunung
api selama zaman Perm hingga Trias. Batuan berumur Jura dan Kapur terlipat
lemah dan tak termetamorfosis-kan.

Lembah Tempe, terletak dibagian tengah Provinsi Sulawesi Selatan dan


merupakan daratan datar yang berteras-teras dan tanah lumpur bantaran banjir.
Teras yang ada disekitarnya hanya beberapa meter dari tanah lumpur dataran
banjir, namun batas antara dataran banjir dan teras tidak jelas. Tanah lumpur
dataran banjir di sekitar danau pada umumnya berbentuk tanggul alam dan
rawa-rawa.

Bagian selatan lembah Tempe terdiri dari dataran tinggi yang sangat rendah,
kecuali bantaran banjir sepanjang Sungai Cenranae yang tersusun dari batuan
sedimen dari Formasi Walanae.

Daerah penyelidikan termasuk dalam kelompok mandala Sulawesi Timur bagian


selatan, dan tepatnya di lembah Tempe.

IV - 4
DANAU
TEMPE

Gambar 4.1

IV - 5
4.2.3 Struktur Regional

Dari hasil analisis penafsiran foto udara oleh Sartono dkk (1984) dan hasil
penelitian geologi oleh Sukamto (1982), maka struktur regional daerah Sulawesi
Selatan berupa struktur lipatan dan sesar. Lihat Gambar 4.1 & 4.2.

Gambar 4.2 : Pola Tektonik Sulawesi

1) Struktur lipatan

Struktur ini terdapat di dua tempat yakni bagian barat dan timur, dimana
keduanya dipisahkan oleh suatu depresi lembah Walanae dengan arah sumbu
hampir utara ke selatan. (Sartono, 1984).

Disebelah barat lipatan tak menerus dan muncul kembali dibagian utara dan
selatan dimana kedua bagian tersebut dipisahkan oleh zona sesar yang cukup
kompleks. Daerah lipatan ini ditempati oleh batuan yang berumur Mesozoikum
Tersier yang terdiri dari intrusi batuan beku, kompleks melange dan batuan
sedimen (Sukamto, 1982).

Di sebelah timur lipatannya memanjang dengan arah sumbunya utara


selatan dan dibagian utara sumbu lipatannya menunjam. Lipatan di daerah ini
menurut Sukamto (1982) terdiri atas batuan sedimen yang berumur Tersier
Bawah-Atas (Eosen-Holosen), sedangkan menurut Sartono (1984), terdiri dari
batuan berumur Miosen Atas-Plistosen.

IV - 6
2) Struktur Sesar

Analisis struktur sesar yang dibuat oleh Sartono dkk (1984) dari hasil foto
satelit bumi, memberikan pola pengarahan sebagai berikut : arah utara
Selatan; arah barat laut tenggara; arah timur laut barat daya; arah barat
timur.

Dari hasil analisis diagram frekuensi oleh Sartono dkk (1984), arah-arah
tersebut diatas mempunyai arah utama utara selatan dan barat laut
tenggara. Sesar pertama yang terbentuk mempunyai arah barat timur, yang
kemudian diikuti sesar bongkah utara selatan yang membentuk suatu
terban, termasuk didalamnya lembah Walanae, dengan arah gaya berasal
dari hampir timur barat, Lembah Walanae tersebut kemudian diisi oleh
berbagai endapat yang berumur Miosen atas Pliosen yang kemudian
terlipat.

Fasa tektonik berikutnya adalah pembentukan struktur sesar geser arah barat
laut tenggara dan sebagian lagi mengarah timur laut barat daya, yang
terutama disebabkan oleh adanya gaya yang berasal dari timur laut barat
daya. Kegiatan tektonik rupa-rupanya masih berlangsung terus hingga kini
yang dibuktikan oleh terbentuknya undak-undak sungai serta danau dan
pantai.

4.3 Peralatan Yang Digunakan

Penyelidikan tanah dengan menggunakan bor putar atau bor mesin, lihat Gambar
4.3, dapat dilakukan pada semua jenis tanah. Alat bor putar yang digerakan
dengan mesin dapat menembus lapisan tanah keras atau bat sampai kedalaman
lebih dari 50m, alat ini dapat digunakan pada lapisan tanah keras, batu, tanah
lempung dan bahkan tanah pasir.

Gambar 4.3 Perangkat Bor Putar Gambar 4.4 Core Barrel

IV - 7
Pemboran inti dilakukan jika pengeboran menembus lapisan batu. Dan bila pada
penyelidikan diinginkan untuk memperoleh contoh inti kontinu (continous core
sample). Putaran batang bor menekan ujung mata bor. Tabung inti luar berputar
bersama-sama batang bor dan manekan ke lapisan keras atau batu di bawahnya
mata bor dipasang pada ujung alat bornya. Putaran mata bor membentuk
gerusan yang berbentuk cincin. Contoh inti batu masuk kebagian mata bor dan
sekaligus masuk kedalam tabung inti dalam , yang dibuat tidak ikut berputar.
Selama pengeboran, air disirkulasikan lewat batang bor yang berlubang. Contoh
bentuk mata bor dari type double-tube core barrel, ditunjukan dalam. Gambar
4.4.

Pengeboran dapat dilakukan dengan tanpa mengunakan pipa selubung (casing).


Jika lubang cenderung akan longsor, dilakukan pengeboran dengan memasukan
kedalam lubang bor suatu cairan kental dari bahan lempung vulkanik tiksotropik
dan air. Cairan ini berfungsi menahan sisi lubang bor dan menutup pori-pori tanah
yang lolos air sekeliling lubang bor.

Peralatan untuk pelaksanaan pekerjaan investigasi geologi dengan bor putar


seperti pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Daftar Peralatan Pemboran Inti


Tabel 4.1 Daftar Peralatan Pemboran Inti
No. Nama alat Merk Type Kondisi Kapasitas/ Jumlah

1 Mesin bor TONE UD5 Rotary Spindle baik 150 & 100m; NQ (2 Unit)

2 Pompa air Sanchin 45 Triple piston baik 45lt/mnt, 4 bh

3 Mesin penggerak Modern baik 16 pk / 4 bh


Cangda baik 10 pk / 3 bh
Koyo baik 12 PK / 2 bh
4 Core Barrel Single Lokal singgle baik 150 cm / 2, 50 cm / 6 bh
5 Core Barrel Double Lokal double tube baik 180 cm / 4 bh
6 Core Bit Singgle (Metal) singgle (d 73 mm) baik 20 bh
Double (Metal) Double (d 73 mm) baik 10 bh
Double (Diamond) Double (d 73 mm) baik 4 bh
7 Casing Lokal Tone (d-89mm) baik 3 m / 6 btg, 1.5 - 2 m / 25 btg
8 Stang bor Lokal Tone baik 3 m / 30 btg, 1,5 m / 4 btg
9 Pipa air Lokal Galvanis baik
10 Pipa Tripot Lokal Galvanis baik 4 set
11 Hammer lokal Manual baik 4 bh
12 Kunci-kunci (kotak kayu) - baik 4 kotak
13 Hose (selang hitam) - baik 60 m
14 Water swiple lokal baik 4 bh
15 Stang hope lokal baik 4 bh
16 Helm kerja lokal baik
17 Sepatu boath lokal baik

IV - 8
4.4 Lokasi Titik Penyelidikan Geologi

Sesuai hasil diskusi dengan Direksi Pekerjaan, titik penyelidikan geologi ialah di
lokasi rencana pulau hasil buangan galian sedimen danau, yaitu 2 titik di masing-
masing kabupaten dengan kedalam untuk masing-masing titik ialah 50 m atau
sampai dengan tanah keras. Secara rinci disajikan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Lokasi Titik Penyelidikan Geologi


No Lokasi Pemboran Kedalaman (m) Koordinat UTM Ket.
Titik Pulau Kab. Rencana Realisasi X Y
BH-01 W10 Wajo 50 50 1200052 040616
BH-02 W9 Wajo 35 1200044 040703
BH-03 D1 Sidrap 50 30 1195404 040417
BH-04 D3 Sidrap 30 1195305 040404
BH-05 S5 Soppeng 50 30 1195522 040122
BH-06 S6 Soppeng 50 25 1195512 040955
Sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja, kedalaman total penyelidikan geologi ialah
200 m dan yang dilaksanakan juga 200 m.

4.5 Hasil penyelidikan Geologi

a. Geologi Daerah Penyelidikan

Aksebilitas ke lokasi penyelidikan ditempuh dengan menggunakan perahu, berada


pada wilayah bermorfologi pendataran cekungan Danau Tempe.

Material tanah hasil pengeboran adalah: Berlapis dan berselang seling antara
lempung kepasiran, lanau kelempungan dan pasir kelanauan kelempungan
dengan berbagai macam komposisi.

b. Geologi Teknik Dan Mekanika Tanah

Kondisi Material Hasil Pemboran Inti


Batuan dasar atau tanah dasar daerah penyelidikan adalah material hasil
endapan danau yang terdiri dari percampuan pasir halus (lempung) sampai
pasir sedang. Material endapan ini sangat lunak sampai padat / keras dengan
perincian sebagai berikut:

Lokasi Daerah Wajo


Pada pemboran inti di lokasi Wajo material hasil pemboran didominasi
material lempung dan lanau dengan berbagai percampuran keduanya dan
perbedaan perlapisan disebabkan oleh perbedaan warna komposisi.

Lokasi Daerah Soppeng


Pada pemboran inti di lokasi Soppeng material hasil pemboran didominasi
material lempung dan lanau dengan berbagai percampuran keduanya, khusus
pada titik bor S-5 pada bagian bawah kedalaman lebih dari 13 meter terdiri

IV - 9
dari material pasir kelempungan dengan kerikilan / kerakalan, dan perbedaan
perlapisan disebabkan oleh perbedaan warna komposisi.

Lokasi Daerah Sidrap


Pada pemboran inti di lokasi Sidrap material hasil pemboran didominasi
material lempung dan lanau dengan berbagai percampuran keduanya dan
perbedaan perlapisan disebabkan oleh perbedaan warna komposisi.

Tabel 4.3. Korelasi antara (N) SPT dengan kepekatan relative dan kepadatan
relative tanah serta daya dukung tanah yang diperkenankan
Daya
Titik Kerdalama Nilai N Kepadatan
Jenis Tanah Dukung Ijin
Bor n Bor (m) SPT Relatif
(ton / m2)
WAJO
0.0 4.0 Lempung lanau 2-4 Lunak 2 ~ 4.5
4.0 15.0 Lempung lanau 6-8 Sedang 4.5 ~ 9
W-09 Lemp. lanau kepasiran
15.0 - 22 9 - 30 Sangat Kuat 18 ~ 36
22.0 35.0 Lemp. lanau kepasiran 40 - 60 Keras > 36
0.0 8.0 Lempung lanau 2-4 Lunak 2 ~ 4.5
8.0 16.0 Lempung 4-8 Sedang 4.5 ~ 9
W-10 16.0 20.0 Lempung 8 - 10 Kuat 9 ~ 18
20.0 22.0 Lempung 20 - 30 Sangat Kuat 18 ~ 36
22.0 50.0 Lempung Pasir lanau 40 - 60 Keras > 36
SOPPENG
0.0 6.0 Lempung kepasiran 2-4 Lunak 2 ~ 4.5
S-5 6.0 14.0 Lempung kepasiran 6 - 11 Kuat 9 ~ 18
14.0 30.0 Pasir lempung kerakalan > 60 Keras > 36
0.0 10.0 Lemp. lanau kepasiran 5-8 Sedang 4.5 ~ 9
S-6 10.0 14.0 Lemp. lanau kepasiran 8 - 12 Kuat 9 ~ 18
14.0 25.0 Lemp. lanau kepasiran 34 - 60 Keras > 36
SIDRAP
0.0 5.0 Lemp. lanau kepasiran 6 -7 Sedang 4.5 ~ 9
5.0 10.0 Lemp. lanau kepasiran 12 - 14 Kuat 9 ~ 18
D-1 Lemp. lanau kepasiran
10.0 14.0 14 - 25 Sangat Kuat 18 ~ 36
14.0 30.0 Lemp. lanau kepasiran 42 - 60 Keras > 36
0.0 4.0 Lemp. lanau kepasiran 5 Sedang 4.5 ~ 9
4.0 6.0 Lemp. lanau kepasiran 12 - 15 Kuat 9 ~ 18
D-3 Lemp. lanau kepasiran
6.0 10.0 27 - 30 Sangat Kuat 18 ~ 36
10.0 30.0 Lemp. lanau kepasiran 41 - 60 Keras > 36
Penyelidikan geologi berupa pemboran pada titik-titik sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 4.2 telah selesai dilakukan yaitu Titik W10, W9, D1,
D3, S6 dan S5. Foto-foto kegiatan dan hasil penyelidikan disajikan pada
Gambar 4.5 s/d Gambar 4.16 dan bor log disajikan pada Gambar 4.17 s/d
Gambar 4.22 sebagai berikut.

IV - 10
Gambar 4.5 Core Box BH-01, Lokasi W10 Kab. Wajo

IV - 11
Gambar 4.6 Core Box BH-02, Lokasi W9 Kab. Wajo

Gambar 4.7 Core Box BH-03, Lokasi D1 Kab. Sidrap

IV - 12
Gambar 4.8 Core Box BH-04, Lokasi D3 Kab. Sidrap

Gambar 4.9 Core Box BH-05, Lokasi S5 Kab. Soppeng

IV - 13
Gambar 4.10 Core Box BH-06, Lokasi S6 Kab. Soppeng

IV - 14
Gambar 4.11 Bor Log BH-01, Lokasi W10 Kab. Wajo

IV - 15
Gambar 4.12 Bor Log BH-02, Lokasi W9 Kab. Wajo

IV - 16
Gambar 4.13 Bor Log BH-03, Lokasi D1 Kab. Sidrap

IV - 17
Gambar 4.14 Bor Log BH-04, Lokasi D3 Kab. Sidrap

IV - 18
Gambar 4.15 Bor Log BH-05 Lokasi S5 Kab. Soppeng

IV - 19
Gambar 4.16 Bor Log BH-06 Lokasi S6 Kab. Soppeng

IV - 20
4.6 Analisis Laboratorium

Analisis di laboratorium dilakukan menggunakan undisturbed sample dari hasil


penyelidikan geologi untuk masing-masing titik pemboran. Metode yang
digunakan adalah metode-metode ASTM, dengan uraian sebagai berikut:

a. Analisis ukuran butir : ASTM D.422-63, SNI 03-3423-1994

b. Percobaan Berat Jenis : ASTM D.854-58, SNI 03-1964-1990

c. Uji Batas-batas Attenberg : ASTM D.4318, SNI 03-1966-1990, SNI 03-1967-


1990

d. Uji Kompaksi : ASTM D.698, SNI 03-1743-1989

e. Uji Kekuatan Triaksial : ASTM D.2850, ASTM D.4767, SNI 03-4813, SNI
03-2455

f. Uji Konsolidasi : ASTM D.2435, SNI 03-2812

Pengujian mekanika tanah dilakukan terhadap contoh tanah untuk mengetahui


sifat fisis dan mekanis dari material tersebut sebagai data untuk perencanaan.

Pengujian laboratorium mekanika tanah dari sample Tanah diambil dari Lobang
Pemboran Inti (6 tabung UDS) dan dari pengambilan langsung pada kedalaman
tertentu dilokasi yang sudah ditentukan (6 Karung TP).

Dari hasil pengujiaan laboratorium pada Sample UDS dan TP dapat dilihat pada
Tabel 4.3.

IV - 21
Tabel 4.4 Ringkasan Hasil Analisis Laboratorium Mekanika Tanah
SUMMARY OF LABORATORY TEST DATA FOR PROJECT Soil Investigation Danau Tempe Soppeng

Determination Unit weight of dyr density & Atterberg limits Particle Size Distribution Analisis Consolidation Triaxial UU Unconfined Triaxial CU BP Test
DEPTH USCS GS
moisture content ( ASTM D 422 ) Test Total Stress compression test Total Stress Total Stress
wL wP lP
HOLE WN gm g d void ratio Porosity sr GRAVEL SAND SILT CLAY Cv Cc C f qu qu' sensitivity C f C f
(m) % Mg / m3 Mg / m3 e n % % % % % % % % cm2/sec kg/cm2 deg kg/cm2 kg/cm2 kg/cm2 kg/cm2 deg kg/cm2 deg
BH - D.1 3.00 - 3.50 CH 2.5749 61.54 1.529 0.947 1.720 0.63 92.11 105.56 31.81 73.75 0.00 0.96 23.83 75.21 0.00131 0.577 0.388 6.567 0.799 0.400 1.998 0.106 13.47 0.093 19.51
BH - D.1 8.00 - 8.50 CH 2.5857 47.18 1.601 1.088 1.380 0.58 88.62 99.48 29.78 69.70 0.16 3.10 23.52 73.22 0.00163 0.433 0.327 7.233 0.867 0.433 2.002 - - - -
BH - D.3 3.00 - 3.50 CH 2.5940 26.92 1.752 1.381 0.880 0.47 79.47 95.58 28.70 66.88 0.00 5.21 22.75 72.04 0.00378 0.244 0.997 12.734 1.461 0.731 1.999 0.528 19.91 0.472 26.77
BH - D.3 8.00 - 8.50 CH 2.5918 45.02 1.563 1.078 1.400 0.58 83.09 92.41 27.96 64.45 0.00 7.67 27.09 65.24 0.00163 0.411 0.419 8.659 0.895 0.448 1.998 - - - -
BH - S.5 3.00 - 3.50 CL 2.6884 34.39 1.706 1.269 1.120 0.53 82.69 47.89 24.09 23.80 0.00 19.78 36.57 43.65 0.00471 0.304 0.249 5.847 0.645 0.322 2.003 0.449 22.26 0.384 29.16
BH - S.5 8.00 - 8.50 CL 2.7043 23.06 1.578 1.282 1.110 0.53 56.21 41.20 23.28 17.92 0.00 44.37 13.81 41.82 0.00202 0.204 0.165 3.339 0.497 0.249 1.996 - - - -
BH - S.6 3.00 - 3.50 CH 2.5762 36.75 1.599 1.169 1.200 0.55 78.67 114.37 32.83 81.54 0.00 1.03 13.13 85.84 0.00158 0.338 1.032 14.280 2.331 1.166 1.999 0.134 15.73 0.113 20.83
BH - S.6 8.00 - 8.50 CH 2.5696 60.23 1.541 0.961 1.670 0.63 92.54 109.50 31.31 78.19 0.00 0.40 19.48 80.12 0.00105 0.561 0.121 11.661 0.575 0.287 2.003 - - - -
BH - W.9 3.00 - 3.50 CH 2.5826 46.31 1.547 1.058 1.440 0.59 82.94 103.64 30.08 73.56 0.00 0.56 24.84 74.60 0.00125 0.435 0.188 4.841 0.597 0.299 1.997 0.108 15.24 0.089 19.50
BH - W.9 8.00 - 8.50 CH 2.6231 33.59 1.732 1.297 1.020 0.51 86.12 84.90 27.82 57.08 0.00 15.88 25.71 58.41 0.00327 0.323 0.971 12.433 1.939 0.969 2.001 - - - -
BH.1 - W10 3.00 - 3.50 CH 2.5683 68.11 1.517 0.903 1.850 0.65 94.80 106.58 31.78 74.80 0.15 0.65 23.99 75.21 0.00098 0.633 0.098 2.948 0.269 0.135 1.993 0.055 12.68 0.041 17.78
BH.1 - W10 8.00 - 8.50 CH 2.5726 47.57 1.630 1.104 1.330 0.57 92.03 86.92 26.82 60.10 0.00 0.93 40.90 58.17 0.00129 0.442 0.119 3.843 0.415 0.208 1.995 - - - -

SUMMARY OF LABORATORY TEST DATA FOR PROJECT Soil Investigation Danau Tempe Soppeng

BORE Determination Unit weight of dyr density & Atterberg limits Particle Size Distribution Analisis Compaction CBR Unsoaked
DEPTH USCS GS
moisture content ( ASTM D 422 ) Test Test
wL wP lP
HOLE WN gm g d void ratio Porosity sr GRAVEL SAND SILT CLAY Omc Mdd Design Cbr

(m) % Mg / m3 Mg / m3 e n % % % % % % % % % t/m3 %
TP - 01 0.00 - 2.00 CH 2.6175 38.94 - - - - - 90.16 28.90 61.26 0.00 14.14 25.50 60.36 25.732 1.436 11.25
TP - 02 0.00 - 2.00 CH 2.6229 28.38 - - - - - 87.93 27.20 60.73 0.00 18.81 20.22 60.97 24.291 1.462 12.23
TP - 03 0.00 - 2.00 CH 2.6377 19.22 - - - - - 75.28 25.43 49.85 0.47 24.86 22.96 51.71 19.363 1.549 13.53
TP - 04 0.00 - 2.00 CH 2.6297 34.68 - - - - - 77.05 26.18 50.87 0.00 21.52 27.49 50.99 20.522 1.521 12.32
TP - 05 0.00 - 2.00 CH 2.6206 31.27 - - - - - 83.03 27.22 55.81 0.00 18.30 22.32 59.38 22.914 1.486 11.57
TP - 06 0.00 - 2.00 CH 2.6196 38.77 - - - - - 86.32 28.29 58.03 0.00 18.39 20.87 60.74 26.621 1.427 9.63

IV - 22

Vous aimerez peut-être aussi