Vous êtes sur la page 1sur 15

LAPORAN KASUS

No. ID Peserta :
Nama Peserta : dr. Dionissa Shabira
No. ID Wahana :
Nama Wahana : RSUD Malingping
Topik : Gigitan Ular (Snake Bite)
Tanggal Kasus : 24 Februari 2017 pukul 03.45 WIB
Nama Pasien : An. M No. Rekam Medis : 07.88.61
Tanggal Presentasi : 9 April 2016 Nama Pendamping : dr. Ferry Fadillah
Tempat Presentasi : RSUD Malingping
Obyek Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : An. M, 13 th, digigit ular pada kaki sebelah kiri sejak 2 hari SMRS.
Tujuan : Penegakkan diagnosa dan tata laksana kegawatdaruratan yang tepat dan tuntas
serta pencegahan serangan berulang.
Bahan Bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara Membahas : Diskusi Presentasi dan Diskusi Email Pos

DATA PASIEN

Nama : An.M No. RM : 07.88.61


Nama Klinik : RSUD Malingping Telepon : Terdaftar Sejak :
Data Utama untuk Bahan Diskusi:
1. Diagnosis/gambaran klinis:
Pasien datang ke RSUD Malingping dengan keluhan digigit ular pada kaki sebelah kiri
sejak 2 hari SMRS. Awalnya pasien sedang bermain di kebun dan kaki kiri di gigit ular,

1
pasien mengatakan bahwa ular yang menggigitnya berukuran cukup besar, berwarna
kecoklatan dan bentuk kepala bulat. Saat ini pasien mengeluhkan nyeri pada kaki sebelah
kiri, nyeri dirasakan berdenyut, tidak menjalar dan dirasakan terus menerus. Skala nyeri
7. Pasien juga merasakan kakinya semakin bengkak dan berwarna kemerahan di sekitar
tempa gigitan, pasien juga mengeluhkan demam sejak 1 hari SMRS disertai nyeri kepala
dan mual, badan terasa lemas. Pasien menyangkal adanya sesak (-), penglihatan ganda
(-), telinga berdenging (-), baal seputar mulut (-), kejang (-) .BAB dan BAK dalam batas
normal. Pasien masih bisa makan dan minum.
2. Riwayat pengobatan : Sudah berobat ke mantra dan di beri obat suntik (tidak tau
nama obatnya)
3. Riwayat penyakit :.Penyakit kelainan darah (-), asma (-), alergi (-)
4. Riwayat keluarga : Penyakit jantung (-), hipertensi (-), DM (-), asma (-), alergi (-)
5. Riwayat pekerjaan : Pasien merupakan seorang pelajar
6. Lain-lain : Pasien berobat menggunakan biaya pribadi
Daftar Pustaka:
1. CSl Bioplasma Immunohaematology. CSL Principles of First Aid for Snakebite.
2005. Victoria
2. Das, Indraneil. A Field Guide to The Reptiles of Southeast Asia. New Holland
Publisher. 2010. London
3. Menzies School of Health Research. Australian Snakebite Project Procedures.2008.
Darwin
4. Sudoyo AW, et.al. (ed.) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. 2006. FK UI.
Jakarta. Hlm. 210212.
5. Warrel, David A. Guidelines for The Clinical Management of Snake bites in the Sout
East Asia Region. 1999. WHO. Thailand
6. WHO Regional Office for SouthEast Asia. Report and Working Paper : Management
of Snake bite and Research in Yangon Myanmar 2001.2002. New Delhi, India.

Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis gigitan ular
2. Penatalaksanaan gigitan ular
3. Edukasi dan pencegahan gigitan ular

2
RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO

Subjective
Anamnesis (autoanamnesis dan alloanamnesis orang tua pasien)
Keluhan Utama :
Digigit ular pada kaki sebelah kiri sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien digigit ular pada kaki sebelah kiri sejak 2 hari SMRS. Awalnya pasien sedang bermain
di kebun dan kaki kiri di gigit ular, pasien mengatakan bahwa ular yang menggigitnya
berukuran cukup besar dan panjang, berwarna kecoklatan dan bentuk kepala bulat. Saat ini
pasien mengeluhkan nyeri pada kaki sebelah kiri, nyeri dirasakan berdenyut, tidak menjalar
dan dirasakan terus menerus. Saat diperiksa visual analogue scale (VAS) 7. Pasien juga
merasakan kakinya bengkak, berwarna kemerahan dan panas di sekitar tempat gigitan dan

3
semakin memberat dalam 2 hari ini.
Pasien juga mengeluhkan demam sejak 1 hari SMRS disertai nyeri kepala dan mual namun
tidak muntah, badan terasa lemas. Demam yang dirasakan tidak terlalu tinggi, demam tidak
disertai dengan nyeri di belakang bola mata, bercak kemerahan dikulit, mimisan dan nyeri
pada sendi. Pasien tidak ada keluhan berkemih. Nafsu makan baik pasien masih bisa makan
dan minum.. Tidak ada sesak, telinga berdenging baal seputar mulut,kejang, pandangan
ganda, muntah menyemprot, mulut mencong, bicara pelo, rasa kebas, gusi berdarah ataupun
kelemahan sesisi. Pasien menyangkal adanya BAB berwana hitam. Pasien sudah
mendapatkan pengobatan di mantri dn diberikan obat suntik namun keluarga tidak tahu nama
obat yang diberikan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit terdahulu. Alergi (-) asma (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada riwayat penyakit jantung, hipertensi, diabetes mellitus, asma, ataupun alergi. Tidak
ada anggota keluarga lain yang memiliki keluhan yang serupa.
Riwayat Sosial :
Pasien merupakan seorang pelajar. Pasien merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Pasien
berobat menggunakan biaya pribadi (biaya orangtua).
Objective
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Primary survey :
Airway : Clear
Breathing : Clear , RR 20x/menit,reguler
Circulation : Nadi 97x/menit, Tekanan darah 100/60mmHg
Disability : compos mentis, GCS 15 (E4M6V5)
Exposure : Suhu 370C, jejas + lihat status lokalis
Status Generalis :
Mata : konjungtiva anemis, sklera anikterik

4
Pupil : bulat, isokor, 3 mm/3 mm, refleks langsung dan tak langsung +/+
Mulut : coated tongue (-), mukosa lembab
THT : faring tidak hiperemis, nyeri tekan sinus (-)
Jantung :
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di sela iga ke-5 midklavikula sinistra
Perkusi : pekak, batas jantung normal
Auskultasi : bunyi jantung I dan II normal, tidak ada murmur ataupun gallop
Paru :
Inspeksi : simetris, tidak ada retraksi
Palpasi : fremitus kedua paru sama, tidak ada deformitas, ekspansi simetris
Perkusi : kedua lapang paru sonor, batas paru-hati dan paru-lambung normal
Auskultasi : vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen :
Inspeksi : datar
Auskultasi : bising usus (+) meningkat, 7x/menit
Palpasi : lemas, tidak terdapat nyeri tekan, turgor baik
Perkusi : timpani, shifting dullness tidak diperiksa
Ekstremitas : akral hangat, edema pada tungkai bawah kaki kiri, CRT <2, petekie
(-)
Status Lokalis
a/r crurallis (tungkai bawah) sinistra: tampak hiperemis , fang marks (+), tumor (+), calor (+),
dolor (+), nyeri tekan (+)
Saturasi :
Digiti I : 97% digiti II :99% digiti III : 99% digiti IV : 98% Digiti V : 99%

Status Neurologis
Tanda rangsang meningeal : kaku kuduk (-), Brudzinski I dan II (-), Lasegue >700,
Kernig >1350

5
Nervus kranialis : dalam batas normal, tidak ada paresis
Sensorik batang tubuh : dalam batas normal
Motorik ekstremitas atas : eutrofi, eutoni, kekuatan 5555|5555
Motorik ekstremitas bawah : eutrofi, eutoni, kekuatan 5555|terbatas karena nyeri
Otonom : kesan dalam batas normal
Refleks fisiologis : biseps 2+|2+ triseps 2+|2+ patella 2+|2+ achilles 2+|2+
Refleks patologis : Babinsky (-), klonus patela (-), klonus achilles (-)

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (Darah Rutin)
Hemoglobin 10,3 PT/aPTT : 2/ 1.30
Hematokrit 29,9
Leukosit 18.700
Trombosit 9.000
Eritrosit 3,87 juta
Assessment
Diagnosis Kerja
Gigitan Ular (Vulnus morsum)
Gigitan ular menurut WHO termasuk salah 1 dari penyakit tropis yang perlu mendapat
perhatian khusus. Gigitan ular ini menyebabkan 10.000 kematian setiap tahunnya dan telah
menyebabkan berbagai kecacatan. Dari penelitian didapatkan bahwa presentasi laki-laki 2,5
kali lebih sering terkena gigitan ular dibandingkan wanita.2,4,5,6
Terdapat 3 famili ular berbisa yang ada di Asia Tenggara.1,3,6
1. Elapidae
Famili ular ini mempunyai taring depan yang relatif pendek (proteroglif).
2. Hydrophilidae (ular laut)
Mempunyai ukuran taring yang sangat pendek, ukuran kepala kecil dan ekor gepeng
3. Viperidae
Viperidae memiliki taring panjang yang secara normal dapat dilipat ke bagian
rahang atas, tetapi dapat ditegakkan bila sedang menyerang mangsanya.

6
Tidak ada cara sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa. Beberapa spesies ular tidak
berbisa dapat tampak menyerupai ular berbisa.

Ular Berbisa Ular tak berbisa


kepala berbentuk segitiga, Kepala oval/membulat
pupil berbentuk elips Pupil bulat
memiliki sepasang cekungan untuk Tidak memiliki pit
mendeteksi panas pada setiap sisi dari
kepala (pit ) Memiliki deretan gigi tanpa taring
Memiliki taring yang keluar dari Warna tidak khas
maksila
Warnanya belang dengan
komponen cincin merah, kuning,
hitam, dengan cincin merah
bersebelahan dengan cincin kuning
ular coral

7
Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit menginjeksikan bisa pada korbannya. Orang
yang digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang diinjeksikan ke tubuhnya dapat menjadi
panik, nafas menjadi cepat, tangan dan kaki menjadi kaku, dan kepala menjadi pening. Gejala
dan tanda-tanda gigitan ular akan bervariasi sesuai spesies ular yang menggigit dan
banyaknya bisa yang diinjeksikan pada korban. Gejala dan tanda-tanda tersebut antara lain
adalah tanda gigitan taring (fang marks), nyeri lokal, pendarahan lokal, memar,
pembengkakan kelenjar getah bening, radang, melepuh, infeksi lokal, dan nekrosis jaringan
(terutama akibat gigitan ular dari famili Viperidae).
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari gigitan ular yaitu:1,3

1. Kardiovaskular
Bisa ular ini merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot jantung
Peningkatan CPK menunjukkan efek kardiotoksik. Peningkatan kalium akibat kerusakan
otot skelet dapat menimbulkan kematian akibat hiperkalemia yang menyebabkan henti
jantung. Komplikasi kardiovaskuler berupa hipotensi, aritmia jantung, ekstremitas dingin,
nadi kecil. Gambaran ini biasanya ditemukan akibat bisa ular viperidae.

8
2. Hematotoksik
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang dan
merusak /menghancurkan sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma
lecethine ( dinding sel darah merah), sehingga sel darah menjadi hancur dan larut
(hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya
perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan, dan lain-lain.
3. Neurotoksik
Komplikasi neurotoksik merupakan gambaran klinik akibat bisa ular golongan elapidae,
ular Australia dan ular laut, serta beberapa sepsies viper. Gejala awal berupa muntah-
muntah, penglihatan kabur, parestesi terutama sekitar mulut, nyeri kepala, hiperakusis, dan
gejala perangsangan saraf otonom (hipersalivasi, kongesti konjungtiva).
Paralisis yang pertama dapat terdeteksi adalah ptosis dan ophtalmoplegi eksterna karena
otot levator superior dan ekstraokuler paling sensitif terhadap blokade neuromuskular, dan
pada beberapa pasien gambaran klinis hanya berupa ptosis dan oftalmoplegi. Selanjutnya
adalah paralisis palataum, rahang, lidah, pita suara, otot leher, dan otot menelan, sehingga
pasien tidak bisa bicara, batuk, menelan, mengeluarkan lidah, dan menggerakkan rahang
bawah. Pada stadium ini henti nafas mungkin ditimbulkan oleh obstruksi saluran nafas
bagian atas akibat paralisis lidah atau aspirasi muntahan.
Otot interkostal terkena sebelum diafragma, tungkai dan otot superfisial. Paralisis otot
interkostal terlihat dari dangkalnya pergerakan tulang rusuk dan tidak adanya peningkatan
tegangan interkostal yang pada keadaan normal dapat diraba selama inspirasi.
Berbagai derajat kelemahan pada tungkai biasanya mengenai otot-otot proksimal lebih dari
bagian distal, sehingga pada pasien dengan kelemahan flaksid yang menyeluruh,
pergerakan ringan pada jari masih mungkin. Kelemahan pada leher menimbulkan gejala
broken neck syndrome.
Koma dan kejang dapat timbul akibat hipoksemia yang disebabkan oleh paralisis
pernafasan dan kegagalan sirkulasi. Neurotoksisitas bersifat reversibel secara lengkap,
yaitu terjadi secara cepat sebagai respon terhadap anti bisa ular spesifik atau
antikolinesterase atau menghilang spontan secara lambat. Tanpa anti bisa ular spesifik,
pada pasien yang dibantu dengan ventilasi mekanik, pergerakan diafragma kembali
membaik dalam 1-4 hari, otot okuler membaik dalam 2-4 hari dan perbaikan penuh dalam
3-7 hari.
4. Komplikasi lain berupa myotoksin dimana dapat mengakibatkan rhabdomiolisis yang
sering berhubungan dengan haemotoksin. Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan
ginjal dan hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel otot. Komplikasi lain gagal ginjal, kolik

9
abdomen, diare. Jika ular menyemburkan bisa ke mata maka timbul nyeri lokal hebat,
leukorea, blefarospasme, dan edema palpebra.

Grading vulnus morsum serpentis ditentukan berdasarkan tabel berikut :3


Grade Tanda dan Gejala
Grade 0 Tidak ada venerasi, tanda gigitan (+), nyeri minimal,
Tidak ada bisa edema dan eritema < 1 inci dalam 12 jam, tidak terdapat
gejala sistemik
Grade I Venerasi minimal, tanda gigitan (+), nyeri hebat, edema
Bisa yang masuk minimal dan eritema 1-5 inci dalam 12 jam, tidak terdapat gejala
sistemik
Grade II Venerasi sedang, tanda gigitan (+), nyeri hebat, edema
Bisa yang masuk moderate dan eritema 6-12 inci dalam 12 jam, kadang terdapat
gejala sistemik seperti neurotoksisitas, nausea, syok
Grade III Venerasi berat, tanda gigitan (+), nyeri hebat, edema dan
Bisa yang masuk banyak sehingga efeknya berat eritema > 12 inci dalam 12 jam pertama, terdapat gejala
sistemik
Grade IV Efek sistemik (+): gagal ginjal, koma, kematian, edema
Efek bisa sangat berat meluas sampai keseluruhan ekstremitas ipsilateral

Pemeriksaan penunjang untuk screening komplikasi terhadap gigitan ular


Pemeriksaan darah: Hb, Leukosit, trombosit, kreatinin, elektrolit, waktu perdarahan,
waktu pembekuan, waktu protobin, fibrinogen, APTT, D-dimer, uji faal hepar,
golongan darah dan uji cocok silang
Pemeriksaan urin: hematuria, glikosuria, proteinuria (mioglobulinuria)
EKG
Foto dada
Terapi suportif lainnya pada keadaan :
Gangguan koagulopati berat: beri plasma fresh-frozen (dan
antivenin)
Perdarahan: beri tranfusi darah segar atau komponen darah,
fibrinogen, vitamin K, tranfusi trombosit
Hipotensi: beri infus cairan kristaloid
Rabdomiolisis: beri cairan dan natrium bikarbonat
Monitor pembengkakan local dengan lilitan lengan atau
anggota badan
Sindrom kompartemen: lakukan fasiotomi

10
Gangguan neurologik: beri Neostigmin (asetilkolinesterase),
diawali dengan sulfas atropin
Beri tetanus profilaksis bila dibutuhkan
Untuk mengurangi rasa nyeri berikan aspirin atau kodein,
hindari penggunaan obat obatan narkotik depresan
Terapi profilaksis

Pemberian antibiotika spektrum luas. Kaman terbanyak yang
dijumpai adalah P.aerugenosa, Proteus,sp, Clostridium sp,
B.fragilis

Beri toksoid tetanus

Pemberian serum anti tetanus: sesuai indikasi 15
Penatalaksanaan Keracunan Akibat Gigitan Ular
Langkah-langkah yang harus diikuti pada penatalaksanaan gigitan ular adalah:3,9,10,11,14
1. Pertolongan pertama, harus dilaksanakan secepatnya setelah terjadi gigitan ular sebelum
korban dibawa ke rumah sakit. Hal ini dapat dilakukan oleh korban sendiri atau orang lain
yang ada di tempat kejadian. Tujuan pertolongan pertama adalah untuk menghambat
penyerapan bisa, mempertahankan hidup korban dan menghindari komplikasi sebelum
mendapatkan perawatan medis di rumah sakit serta mengawasi gejala dini yang
membahayakan. Kemudian segera bawa korban ke tempat perawatan medis.
Metode pertolongan yang dilakukan adalah menenangkan korban yang cemas; imobilisasi
(membuat tidak bergerak) bagian tubuh yang tergigit dengan cara mengikat atau menyangga
dengan kayu agar tidak terjadi kontraksi otot, karena pergerakan atau kontraksi otot dapat
meningkatkan penyerapan bisa ke dalam aliran darah dan getah bening; pertimbangkan
pressure-immobilisation pada gigitan Elapidae; hindari gangguan terhadap luka gigitan
karena dapat meningkatkan penyerapan bisa dan menimbulkan pendarahan lokal.
2. Korban harus segera dibawa ke rumah sakit secepatnya, dengan cara yang aman dan
senyaman mungkin. Hindari pergerakan atau kontraksi otot untuk mencegah peningkatan
penyerapan bisa.
3. Pengobatan gigitan ular Pada umumnya terjadi salah pengertian mengenai pengelolaan
gigitan ular. Metode penggunaan torniket (diikat dengan keras sehingga menghambat
peredaran darah), insisi (pengirisan dengan alat tajam), pengisapan tempat gigitan,
pendinginan daerah yang digigit, pemberian antihistamin dan kortikosteroid harus dihindari
karena tidak terbukti manfaatnya.

11
4. Terapi yang dianjurkan meliputi:
a. Bersihkan bagian yang terluka dengan cairan faal atau air steril.

Gambar 2. Imobilisasi bagian tubuh menggunakan perban.


b. Untuk efek lokal dianjurkan imobilisasi menggunakan perban katun elastis dengan lebar +
10 cm, panjang 45 m, yang dibalutkan kuat di sekeliling bagian tubuh yang tergigit, mulai
dari ujung jari kaki sampai bagian yang terdekat dengan gigitan. Bungkus rapat dengan
perban seperti membungkus kaki yang terkilir, tetapi ikatan jangan terlalu kencang agar aliran
darah tidak terganggu. Penggunaan torniket tidak dianjurkan karena dapat mengganggu aliran
darah dan pelepasan torniket dapat menyebabkan efek sistemik yang lebih berat.
c. Pemberian tindakan pendukung berupa stabilisasi yang meliputi penatalaksanaan jalan
nafas; penatalaksanaan fungsi pernafasan; penatalaksanaan sirkulasi; penatalaksanaan
resusitasi perlu dilaksanakan bila kondisi klinis korban berupa hipotensi berat dan shock,
shock perdarahan, kelumpuhan saraf pernafasan, kondisi yang tiba-tiba memburuk akibat
terlepasnya penekanan perban, hiperkalaemia akibat rusaknya otot rangka, serta kerusakan
ginjal dan komplikasi nekrosis lokal.
d. Pemberian suntikan antitetanus, atau bila korban pernah mendapatkan toksoid maka
diberikan satu dosis toksoid tetanus.
e. Pemberian sedasi atau analgesik untuk menghilangkan rasa takut cepat mati/panik.
f. Pemberian serum antibisa. Karena bisa ular sebagian besar terdiri atas protein, maka
sifatnya adalah antigenik sehingga dapat dibuat dari serum kuda. Di Indonesia, antibisa
bersifat polivalen, yang mengandung antibodi terhadap beberapa bisa ular. Pedoman
pemberian SABU menurut Schwartz dan Way (Depkes, 2001):
1. Derajat 0 dan 1 tidak perlu SABU, dilakukan evaluasi dalam 12 jam. Jika derajat
meningkat maka diberikan SABU.
2. Derajat II : 3-4 vial SABU
3. Derajat III : 5-15 vial SABU

12
4. Derajat IV : diberikan penambahan 6-8 vial SABU
Cara pemberian : 2-4 vial SABU (@ 5 ml sebagai larutan 2%) dilarutkan dalam 500 cc NaCl
0,9% atau Dextrose 5%, diberikan sebagai infus dengan kecepatan 40-80 tetes per menit,
kemudian diulang setelah 6 jam. Injeksi lokal pada luka gigitan tidak dianjurkan. Sebelum
pemberian SABU harus dilakukan skin tes terlebih dahulu. Dosis maksimal 100 ml.11

Planning
Tata Laksana
1. Gigitan Ular
IVFD RL 24 tpm
Inj.SABU 1 amp dalam Nacl 0,9 % habis dalam 2-4 jam selama 4 hari
Inj. Ceftriaxone 1 amp/ 24 jam
Inj. ATS 1amp
Inj. Dexamethason 1 amp/8 jam
Inj. Ranitidin 50mg/12 jam
Inj. Ketorolac 30mg/8 jam
Transfusi Trombosit (TC) 2 kolf hingga trombosit >100.000
Awasi tanda tanda perdarahan dan sesak nafas
Tindak Lanjut
25 Februari 2016 pukul 21.00: VAS 5, tanda vital dalam batas normal, muntah (+), diberikan
transfusi Trombosit (TC) 2 kolf
26 Februari 2016 pukul 08.30: VAS 4, tanda vital dalam batas normal, muntah (-), pucat (+) ,
cek DR ulang hasil Hb 7,7gr/dL, Ht 22,6g/dL, Leukosit 10.600, trombosit 276.000
26 Maret 2016 pukul 12.20 : transfusi PRC 2 kolf hingga Hb >10gr/dL
pasien dipulangkan dengan edukasi sebagai berikut:
1. Pemberian obat asam mefenamat 3x1 untuk penghilang nyeri, ranitidin 2x1,
cefadroxil 2x1 tab sebagai antibiotik , dexamethason 3x1 tab sebagai anti inflamasi
2. Edukasi kepada orang tua jika mengalami perburukan seperti sesak nafas, tanda tanda
perdarahan, dan kelemahan tungkai dan gangguan saraf segera bawa anak kembali ke
RS
3. Gunakan alas kaki dan celana panjang juga dapat menurunkan keparahan dari gigitan
ular. Pada negara dengan populasi ular yang tinggi diusahakan jangan berjalan dengan
telanjang kaki pada saat berada di hutan ataupun semak-semak.
4. Jangan mencoba menangani, menangkap, atau menggoda ular berbisa atau ular
identitas tidak diketahui
5. Jika berjalan di kebun atau semak-semak pukul-pukul dengan cabang atau ranting
pohon sekitar 3 5 langkah ke depan, dan tetap berdiri beberapa saat sebelum

13
mengambil langkah berikutnya
Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

Kesimpulan
Pasien An. M, 13 tahun, dengan gigitan ular (vulnus morsum) dilakukan observasi di IGD
setelah diberikan tata laksana awal. Pada tindak lanjut, kondisi pasien mengalami perbaikan,
sehingga pasien dipulangkan dan dianjurkan untuk rawat jalan.
BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Pada hari Sabtu, 9 April 2016, telah dipresentasikan portofolio oleh:


Nama Peserta : dr. Muhamad Reza Prabowo
DenganJudul/Topik : Migren Tanpa Aura dan Gastroenteritis Akut Tanpa Dehidrasi
Nama Pendamping : dr. Ferry Fadillah
Nama Wahana : RSUD Malingping Banten

No. Nama Peserta Presentasi No Tanda Tangan

1 dr. Adhitama Alam Soeroto 1

2 dr. Adinda Meidisa Akhmad 2

3 dr. Agustina Lestari 3

4 dr. Dewi Iswandari 4

5 dr. Julia Mutiarani 5

6 dr. Muhamad Reza Prabowo 6

7 dr. Risya Mawahdah 7

8 dr. Rossy Apriani 8

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

14
Pendamping Presentan

dr. Ferry Fadillah dr. Muhamad Reza


Prabowo

15

Vous aimerez peut-être aussi