Vous êtes sur la page 1sur 15

SYOK SEPSIS

A. DEFINISI
Demam atau hipotermi, leukositosis atau leukopeni, takipneu, dan takikardi
adalah tanda utama atau respon sistemik, yang kemudian dinamakan sebagai
systemic inflammatory response syndrome (SIRS). Penyebab SIRS mungkin infeksi
ataupun tidak terdapat infeksi. Jika penyebabnya adalah infeksi atau ditemukan
adanya suatu infeksi bakteri, maka pasien menderita penyakit yang dinamakan
sepsis. Ketika sepsis berhubungan dengan kerusakan organ yang jauh dari tempat
infeksi, maka dinamakan severe sepsis.
Sepsis adalah, respon sistemik tubuh terhadap infeksi yang menyebabkan
sepsis berat (disfungsi organ akut sekunder untuk dicurigai adanya infeksi) dan
syok septik (sepsis berat ditambah hipotensi tidak terbalik dengan resusitasi cairan).
Sepsis berat dan syok septik masalah kesehatan utama, yang mempengaruhi
jutaan orang di seluruh dunia setiap tahun, membunuh satu dari empat (dan sering
kali lebih), dan kejadiannya masih meningkat. Mirip dengan politrauma, infark
miokard akut, atau stroke, kecepatan dan ketepatan terapi diberikan dalam jam
awal setelah sepsis berat berkembang cenderung mempengaruhi hasil.
Kriteria diagnosis dari Sepsis itu sendiri masih terus di perbaharui, berikut
kriteria terbaru tentang diagnosis sepsis:
Gejala Umum:
- Demam (>38,3C)
- Hipotermia (suhu pusat tubuh < 36C)
- Heart rate > 90/menit atau lebih dari dua standar deviasi diatas nilai normal
usia
- Takipneu
- Perubahan status mental
- Edema signifikan ataukeseimbangan cairan positif (> 20 mL/Kg lebih dari 24
jam)
- Hiperglikemia (glukosa plasma > 140mg/dL atau 7,7 mmol/L) dan tidak
diabetes
Inflamasi:
- Leukositosis (Hitung sel darah putih > 12.000 L1)
- Leukopeni (Hitung sel darah putih < 4000 L1)
- Hitung sel darah putih normal dengan lebih dari 10% ditemukan bentuk
imatur
- C-reactive protein plasma lebih dari dua standar deviasi diatas nilai normal
- Prokalsitonin plasma lebih dari dua standar deviasi diatas nilai normal
Hemodinamik:
Hipotensi arteri (tekanan darah sistolik < 90mmHg, MAP < 70 mmHg, atau
tekanan darah sistolik turun > 40mmHg pada dewasa atau lebih rendah dua
standar deviasi dibawah nilai normal umur)
Disfungsi Organ:
- Hipoksemia arterial (PaO2/FiO2 < 300)
- Oliguria akut (jumlah urin < 0,5 mL/Kg/jam selama minimal 2 jam meskipun
resusitasi cairan adekuat
- Peningkatan kreatinin > 0,5 mg/dL atau 44,2 mol/L
- Koagulasi abnormal (INR > 1,5 atau aPTT > 60 s)
- Ileus (tidak terdengar suara usus)
- Trombositopeni (hitung trombosit < 100.000 L1)
- Hiperbilirubinemia (bilirubin plasma total > 4mg/dL atau 70 mol/L)
Perfusi Jaringan:
- Hiperlaktatemia (> 1 mmol/L)
- Penurunan kapiler refil
- Kemudian mengenai kriteria Sepsis berat adalah sebagai berikut:
- Sepsis-induced hipotensi
- Laktat diatas batas atas nilai normal laboratorium
- Jumlah urin < 0,5 mL/kg/jam selama lebih dari 2 jam walaupun resusitasi
cairan adekuat
- Acute Lung Injury dengan PaO2/FiO2 < 250 dengan tidak adanya
pneumonia sebagai sumber infeksi
- Acute Lung Injury dengan PaO2/FiO2 < 200 dengan adanya pneumonia
sebagai sumber infeksi
- Kreatinin > 2,0 mg/dL (176,8 mol/L)
- Bilirubin > 2 mg/dL (34,2 mol/L)
- Hitung platelet < 100.000 L
- Koagulopati (international normalized ratio > 1,5)
Gb 1. Hubungan antara sepsis dengan SIRS

B. ETIOLOGI
Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis dapat
disebabkan oleh virus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur).
Mikroorganisme kausal yang paling sering ditemukan pada orang dewasa adalah
Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pneumonia. Spesies
Enterococcus, Klebsiella, dan Pseudomonas juga sering ditemukan. Umumnya,
sepsis merupakan suatu interaksi yang kompleks antara efek toksik langsung dari
mikroorganisme penyebab infeksi dan gangguan respons inflamasi normal dari host
terhadap infeksi.
Kultur darah positif pada 20-40% kasus sepsis dan pada 40-70% kasus syok
septik. Dari kasus-kasus dengan kultur darah yang positif, terdapat hingga 70%
isolat yang ditumbuhi oleh satu spesies bakteri gram positif atau gram negatif saja;
sisanya ditumbuhi fungus atau mikroorganisme campuran lainnya. Kultur lain
seperti sputum, urin, cairan serebrospinal, atau cairan pleura dapat
mengungkapkan etiologi spesifik, tetapi daerah infeksi lokal yang memicu proses
tersebut mungkin tidak dapat diakses oleh kultur.13,14
Insidensi sepsis yang lebih tinggi disebabkan oleh bertambah tuanya populasi
dunia, pasien-pasien yang menderita penyakit kronis dapat bertahan hidup lebih
lama, terdapat frekuensi sepsis yang relatif tinggi di antara pasien-pasien AIDS,
terapi medis (misalnya dengan glukokortikoid atau antibiotika), prosedur invasif
(misalnya pemasangan kateter), dan ventilasi mekanis.
Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh. Daerah infeksi
yang paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran kemih, perut,
dan panggul. Jenis infeksi yang sering dihubungkan dengan sepsis yaitu:
1. Infeksi paru-paru (pneumonia)
2. Flu (influenza)
3. Appendiksitis
4. Infeksi lapisan saluran pencernaan (peritonitis)
5. Infeksi kandung kemih, uretra, atau ginjal (infeksi traktus urinarius)
6. Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus atau kateter telah
dimasukkan ke dalam tubuh melalui kulit
7. Infeksi pasca operasi
8. Infeksi sistem saraf, seperti meningitis atau encephalitis.
9. Sekitar pada satu dari lima kasus, infeksi dan sumber sepsis tidak dapat terdeteksi

Tabel 1. Penyebab sepsis pada orag sehat


Sumber lokasi Mikroorganisme
Kulit Staphylococcus aureus dan gram positif bentuk cocci
lainnya
Saluran kemih Eschericia coli dan gram negatif bentuk batang
lainnya
Saluran pernafasan Streptococcus pneumonia
Usus dan kantung empedu Enterococcus faecalis, E.coli dan gram negative
bentuk batang lainnya, Bacteroides fragilis
Organ pelvis Neissseria gonorrhea,anaerob

Tabel 2. Penyebab umum sepsis pada orang yang dirawat


Masalah klinis Mikroorganisme
Pemasanagan kateter Escherichia coli, Klebsiella spp., Proteus spp.,
Serratia spp., Pseudomonas spp.
Penggunaan iv kateter Staphylococcus aureus, Staph.epidermidis,
Klebsiella spp., Pseudomonas spp., Candida
albicans
Setelah Operasi
Wound infection Staph. aureus, E. coli, anaerobes(tergantung
Deep infection lokasinya)
Tergantung lokasi anatominya
Luka bakar coccus gram-positif, Pseudomonas spp., Candida
albicans
Pasien Semua mikroorganisme diatas
immunocompromised
Wound infection Staph. aureus, E. coli, anaerobes(tergantung
Deep infection lokasinya)
Tergantung lokasi anatominya

C. TAHAPAN PERKEMBANGAN SEPSIS


Sepsis berkembang dalam tiga tahap:
1. Uncomplicated sepsis, disebabkan oleh infeksi, seperti flu atau abses gigi. Hal
ini sangat umum dan biasanya tidak memerlukan perawatan rumah sakit.
2. Sepsis berat, terjadi ketika respons tubuh terhadap infeksi sudah mulai
mengganggu fungsi organ-organ vital, seperti jantung, ginjal, paru-paru atau
hati.
3. Syok septik, terjadi pada kasus sepsis yang parah, ketika tekanan darah turun
ke tingkat yang sangat rendah dan menyebabkan organ vital tidak
mendapatkan oksigen yang cukup.
Jika tidak diobati, sepsis dapat berkembang dari uncomplicated sepsis ke syok
septik dan akhirnya dapat menyebabkan kegagalan organ multiple dan kematian.

D. FAKTOR RISIKO
1. Usia
Pada usia muda dapat memberikan respon inflamasi yang lebih baik
dibandingkan usia tua. Orang kulit hitam memiliki kemungkinan peningkatan
kematian terkait sepsis di segala usia, tetapi risiko relatif mereka terbesar dalam
kelompok umur 35 sampai 44 tahun dan 45 sampai 54 tahun. Pola yang sama
muncul di antara orang Indian Amerika / Alaska Pribumi. Sehubungan dengan kulit
putih, orang Asia lebih cenderung mengalami kematian yang berhubungan dengan
sepsis di masa kecil dan remaja, dan kurang mungkin selama masa dewasa dan
tua usia. Ras Hispanik sekitar 20% lebih mungkin dibandingkan kulit putih untuk
meninggal karena penyebab yang berhubungan dengan sepsis di semua kelompok
umur.
2. Jenis Kelamin
Perempuan kurang mungkin untuk mengalami kematian yang berhubungan
dengan sepsis dibandingkan laki-laki di semua kelompok ras / etnis. Laki-laki 27%
lebih mungkin untuk mengalami kematian terkait sepsis. Namun, risiko untuk pria
Asia itu dua kali lebih besar, sedangkan untuk laki-laki Amerika Indian / Alaska
Pribumi kemungkinan mengalami kematian berhubungan dengan sepsis hanya 7%.
3. Ras
Tingkat mortalitas terkait sepsis tertinggi di antara orang kulit hitam dan
terendah di antara orang Asia.
4. Penyakit Komorbid
Kondisi komorbiditas kronis yang mengubah fungsi kekebalan tubuh (gagal
ginjal kronis, diabetes mellitus, HIV, penyalahgunaan alkohol) lebih umum pada
pasien sepsis non kulit putih, dan komorbiditas kumulatif dikaitkan dengan disfungsi
organ akut yang lebih berat.
5. Genetik
Pada penelitian Hubacek JA, et al menunjukkan bahwa polimorfisme umum
dalam gen untuk lipopolysaccharide binding protein (LBP) dalam kombinasi dengan
jenis kelamin laki-laki berhubungan dengan peningkatan risiko untuk
pengembangan sepsis dan, lebih jauh lagi, mungkin berhubungan dengan hasil
yang tidak menguntungkan. Penelitian ini mendukung peran imunomodulator
penting dari LBP di sepsis Gram-negatif dan menunjukkan bahwa tes genetik dapat
membantu untuk identifikasi pasien dengan respon yang tidak menguntungkan
untuk infeksi Gram-negatif.
6. Terapi Kortikosteroid
Pasien yang menerima steroid kronis memiliki peningkatan kerentanan
terhadap berbagai jenis infeksi. Risiko infeksi berhubungan dengan dosis steroid
dan durasi terapi. Meskipun bakteri piogenik merupakan patogen yang paling
umum, penggunaan steroid kronis meningkatkan risiko infeksi dengan patogen
intraseluler seperti Listeria, jamur, virus herpes, dan parasit tertentu. Gejala klinis
yang dihasilkan dari sebuah respon host sistemik terhadap infeksi mengakibatkan
sepsis
7. Kemoterapi
Obat-obatan yang digunakan dalam kemoterapi tidak dapat membedakan
antara sel-sel kanker dan jenis sel lain yang tumbuh cepat, seperti sel-sel darah,
sel-sel kulit. Orang yang menerima kemoterapi beresiko untuk terkena infeksi ketika
jumlah sel darah putih mereka rendah. Sel darah putih adalah pertahanan utama
tubuh terhadap infeksi. Kondisi ini, yang disebut neutropenia, adalah umum setelah
menerima kemoterapi. Untuk pasien dengan kondisi ini, setiap infeksi dapat menjadi
serius dengan cepat. Menurut Penack O, et al., sepsis merupakan penyebab utama
kematian pada pasien kanker neutropenia.
8. Obesitas
Obesitas dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas pada pasien
dengan sepsis akut. Menurut penelitian Henry Wang, Russell Griffin, et al.
didapatkan hasil bahwa obesitas pada tahap stabil kesehatan secara independen
terkait dengan kejadian sepsis di masa depan. Lingkar pinggang adalah prediktor
risiko sepsis di masa depan yang lebih baik daripada BMI. Namun pada penelitian
Kuperman EF, et al diketahui bahwa obesitas bersifat protektif pada mortalitas
sepsis rawat inap dalam studi kohort, tapi sifat protektif ini berhubungan dengan
adanya komorbiditas resistensi insulin dan diabetes.

E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi dari respon sepsis biasanya ditekankan pada gejala dan tanda-
tanda penyakit yang mendasarinya dan infeksi primer. Tingkat di mana tanda dan
gejala berkembang mungkin berbeda dari pasien dan pasien lainnya, dan gejala
pada setiap pasien sangat bervariasi. Sebagai contoh, beberapa pasien dengan
sepsis adalah normo-atau hipotermia, tidak ada demam paling sering terjadi pada
neonatus, pada pasien lansia, dan pada orang dengan uremia atau alkoholisme
(Munford, 2008).
Pasien dalam fase awal sepsis sering mengalami cemas, demam, takikardi,
dan takipnea (Dasenbrook & Merlo, 2008). Tanda-tanda dari sepsis sangat
bervariasi. Berdasarkan studi, demam (70%), syok (40%), hipotermia (4%), ruam
makulopapular, petekie, nodular, vesikular dengan nekrosis sentral (70% dengan
meningococcemia), dan artritis (8%). Demam terjadi pada <60% dari bayi dibawah
3 bulan dan pada orang dewasa diatas 65 tahun (Gossman & Plantz, 2008). Infeksi
menjadi keluhan utama pada pasien (Hinds et.al,2012). Perubahan status mental
yang tidak dapat dijelaskan (LaRosa, 2010) juga merupakan tanda dan gejala pada
sepsis. Adanya tanda dan gejala disseminated intravascular coagulation (DIC)
meningkatkankan angka mortalitas (Saadat, 2008).
Pada sepsis berat muncul dampak dari penurunan perfusi mempengaruhi
setidaknya satu organ dengan gangguan kesadaran, hipoksemia (PO2 <75 mmHg),
peningkatan laktat plasma, atau oliguria (30 ml / jam meskipun sudah diberikan
cairan). Sekitar satu perempat dari pasien mengalami sindrom gangguan
pernapasan akut (ARDS) dengan infiltrat paru bilateral, hipoksemia (PO2 <70
mmHg, FiO2 >0,4), dan kapiler paru tekanan <18 mmHg .Pada syok septik terjadi
hipoperfusi organ (Weber & Fontana, 2007).
Diagnosis sepsis sering terlewat, khususnya pada pasien usia lanjut yang
tanda-tanda klasik sering tidak muncul. Gejala ringan, takikardia dan takipnea
menjadi satu-satunya petunjuk, Sehingga masih diperlukan pemeriksaan lebih lanjut
yang dapat dikaitkan dengan hipotensi, penurunan output urin, peningkatan
kreatinin plasma, intoleransi glukosa dan lainnya (Hinds et.al,2012).

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Tindakan tes diagnostik pada pasien dengan sindrom sepsis atau dicurigai
sindrom sepsis memiliki dua tujuan. Tes diagnostik digunakan untuk
mengidentifikasi jenis dan lokasi infeksi dan juga menentukan tingkat keparahan
infeksi untuk membantu dalam memfokuskan terapi (Shapiro et.al,2010).
Bila pasien mengalami penurunan kesadaran, sebelum evaluasi diagnostik
dimulai lakukan penilaian awal dari pasien yang sakit perhatikan jalan nafas (perlu
untuk intubasi), pernapasan (laju pernafasan, gangguan pernapasan, denyut nadi),
sirkulasi (denyut jantung, tekanan darah, tekanan vena jugularis, perfusi kulit), dan
inisiasi cepat resusitasi (Russell, 2012). Kemudian dilakukan anamnesis riwayat
penyakit dan juga beberapa pemeriksaan fisik untuk mencari etiologi sepsis.
Sistem pernapasan adalah sumber yang paling umum infeksi pada pasien
sepsis. Riwayat batuk produktif, demam, menggigil, gejala pernapasan atas,
masalah tenggorokan dan nyeri telinga harus dicari. Kedua, adanya pneumonia dan
temuan takipnea atau hipoksia telah terbukti merupakan alat prediksi kematian
pada pasien dengan sepsis. Pemeriksaan fisik juga harus mencakup evaluasi rinci
untuk infeksi fokal, misalnya tonsilitis eksudatif, nyeri pada sinus, injeksi membran
timpani, dan ronki atau dullness pada auskultasi paru.
Sistem pencernaan adalah yang kedua paling umum sumber sepsis. Sebuah
riwayat nyeri perut, termasuk deskripsi, lokasi, waktu, dan faktor pemberat harus
dicari. Riwayat lebih lanjut, termasuk adanya mual, muntah, dan diare harus dicatat.
Pemeriksaan fisik yang cermat, mencari tanda-tanda iritasi peritoneal, nyeri perut,
dan bising usus , sangat penting dalam mengidentifikasi sumber sepsis perut.
Perhatian khusus harus diberikan temuan fisik memberi kolesistitis, nyeri pada titik
McBurney menunjukkan usus buntu, nyeri kuadran kiri bawah menunjukkan
divertikulitis, dan pemeriksaan rektal mengungkapkan abses rektum atau prostatitis.
Sistem neurologis diperiksa dengan mencari tanda-tanda meningitis, termasuk
kaku kuduk, demam, dan perubahan kesadaran. Pemeriksaan neurologis terperinci
adalah penting. Letargi atau perubahan mental mungkin menunjukkan penyakit
neurologis primer atau hasil dari penurunan perfusi otak dari keadaan shock.
Riwayat urogenital termasuk pertanyaan mengenai adanya nyeri pinggang,
disuria, poliuria, discharge, pemasangan kateter, dan instrumentasi urogenital.
Riwayat seksual untuk menilai resiko penyakit menular seksual. Alat kelamin juga
harus diperiksa untuk melihat apakah ada bisul, discharge, dan lesi penis atau
vulva. Pemeriksaan dubur harus dilakukan, menentukan ada nyeri, pembesaran
prostat, konsisten dengan prostatitis. Nyeri adneksa pada wanita berpotensi abses
tuba-ovarium.
Riwayat muskuloskeletal adanya gejala ke sendi tertentu. Kemerahan,
pembengkakan, dan sendi terasa hangat, terutama jika ada berbagai penurunan
kemampuan gerak sendi, mungkin tanda-tanda sepsis arthritis dan mungkin
arthrocentesis. Pasien harus benar-benar terbuka dan kulit diperiksa untuk melihat
selulitis, abses, infeksi luka, atau trauma. Luka yang mendalam, benda asing sulit
untuk mengidentifikasi secara klinis. Petechiae dan purpura merupakan infeksi
Neisseria meningitidis atau DIC. Ruam seluruh tubuh merupakan eksotoksin dari
pathogen seperti Staphylococcus aureus atau Streptococcus pyogenes (Shapiro
et.al,2010).
Pada pasien sepsis juga dilakukan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
penunjang dalam menegakkan diagnosis. Hasil laboratorium sering ditemukan
asidosis metabolik, trombositopenia, pemanjangan waktu prothrombin dan
tromboplastin parsial, penurunan kadar fibrinogen serum dan peningkatan produk
fibrin split, anemia, penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2, serta perubahan
morfologi dan jumlah neutrofil. Peningkatan neutrofil serta peningkatan leukosit
imatur, vakuolasi neutrofil, granular toksik, dan badan Dohle cenderung
menandakan infeksi bakteri. Neutropenia merupakan tanda kurang baik yang
menandakan perburukan sepsis. Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat
menunjukkan neutrofil dan bakteri. Pada stadium awal meningitis, bakteri dapat
dideteksi dalam cairan serebrospinal sebelum terjadi suatu respons inflamasi
Pada tabel dibawah dijelaskan hal-hal yang menjadi indikator laboratorium pada
penderita sepsis.

Tabel 3. Indikator Laboratorium Penderita Sepsis


Pemeriksaan
Temuan Uraian
Laboratorium
Hitung leukosit Leukositosis atau Endotoxemia
leukopenia menyebabkan leukopenia
Hitung trombosit Trombositosis atau Peningkatan jumlahnya
trombositopenia diawal menunjukkan
respon fase akut;
penurunan jumlah
trombosit menunjukkan
DIC
Kaskade koagulasi Defisiensi protein C; Abnormalitas dapat
defisiensi antitrombin; diamati sebelum
peningkatan D-dimer; kegagalan organ dan
pemanjangan PT dan PTT tanpa pendarahan
Kreatinin Peningkatan kreatinin Indikasi gagal ginjal akut
Asam laktat As.laktat>4mmol/L(36mg/dl Hipoksia jaringan
)
Enzim hati Peningkatan alkaline Gagal hepatoselular akut
phosphatase, AST, ALT, disebabkan hipoperfusi
bilirubin
Serum fosfat Hipofosfatemia Berhubungan dengan
level cytokin
proinflammatory
C-reaktif protein (CRP) Meningkat Respon fase akut
Procalcitonin Meningkat Membedakan SIRS
dengan atau tanpa
infeksi
Sumber: LaRosa, 2010

G. PENATALAKSANAAN
Menurut Opal (2012), penatalaksanaan pada pasien sepsis dapat dibagi menjadi:
1. Nonfarmakologi
Mempertahankan oksigenasi ke jaringan dengan saturasi >70% dengan melakukan
ventilasi mekanik dan drainase infeksi fokal.
2. Sepsis Akut
Menjaga tekanan darah dengan memberikan resusitasi cairan IV dan vasopressor
yang bertujuan pencapaian kembali tekanan darah >65 mmHg, menurunkan serum
laktat dan mengobati sumber infeksi.
a. Hidrasi IV, kristaloid sama efektifnya dengan koloid sebagai resusitasi
cairan.
b. Terapi dengan vasopresor (mis., dopamin, norepinefrin, vasopressin) bila
rata-rata tekanan darah 70 sampai 75 mm Hg tidak dapat dipertahankan
oleh hidrasi saja. Penelitian baru-baru ini membandingkan vasopresin
dosis rendah dengan norepinefrin menunjukkan bahwa vasopresin dosis
rendah tidak mengurangi angka kematian dibandingkan dengan
norepinefrin antara pasien dengan syok sepsis.
c. Memperbaiki keadaan asidosis dengan memperbaiki perfusi jaringan
dilakukan ventilasi mekanik ,bukan dengan memberikan bikarbonat.
d. Antibiotik diberikan menurut sumber infeksi yang paling sering sebagai
rekomendasi antibotik awal pasien sepsis. Sebaiknya diberikan antibiotik
spektrum luas dari bakteri gram positif dan gram negative.cakupan yang
luas bakteri gram positif dan gram negative (atau jamur jika terindikasi
secara klinis).
e. Pengobatan biologi Drotrecogin alfa (Xigris), suatu bentuk rekayasa
genetika aktifasi protein C, telah disetujui untuk digunakan di pasien
dengan sepsis berat dengan multiorgan disfungsi (atau APACHE II skor
>24); bila dikombinasikan dengan terapi konvensional, dapat menurunkan
angka mortalitas.
3. Sepsis kronis
Terapi antibiotik berdasarkan hasil kultur dan umumnya terapi dilanjutkan
minimal selama 2 minggu.

H. KOMPLIKASI
Komplikasi bervariasi berdasarkan etiologi yang mendasari. Potensi komplikasi
yang mungkin terjadi meliputi:
1. Cedera paru akut (acute lung injury) dan sindrom gangguan fungsi
respirasi akut (acute respiratory distress syndrome)
Milieu inflamasi dari sepsis menyebabkan kerusakan terutama pada paru.
Terbentuknya cairan inflamasi dalam alveoli mengganggu pertukaran gas,
mempermudah timbulnya kolaps paru, dan menurunkan komplian, dengan hasil
akhir gangguan fungsi respirasi dan hipoksemia. Komplikasi ALI/ ARDS timbul pada
banyak kasus sepsis atau sebagian besar kasus sepsis yang berat dan biasanya
mudah terlihat pada foto toraks, dalam bentuk opasitas paru bilateral yang
konsisten dengan edema paru. Pasien yang septik yang pada mulanya tidak
memerlukan ventilasi mekanik selanjutnya mungkin memerlukannya jika pasien
mengalami ALI/ ARDS setelah resusitasi cairan.
2. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
Pada DIC yang disebabkan oleh sepsis, kaskade koagulasi diaktivasi secara
difus sebagai bagian respons inflamasi. Pada saat yang sama, sistem fibrinolitik,
yang normalnya bertindak untuk mempertahankan kaskade pembekuan, diaktifkan.
Sehingga memulai spiral umpan balik dimana kedua sistem diaktifkan secara
konstan dan difusbekuan yang baru terbentuk, lalu diuraikan. Sejumlah besar
faktor pembekuan badan dan trombosit dikonsumsi dalam bekuan seperti ini.
Dengan demikian, pasien berisiko mengalami komplikasi akibat thrombosis dan
perdarahan. Timbulnya koagulopati pada sepsis berhubungan dengan hasil yang
lebih buruk.
3. Gagal jantung
Depresi miokardium merupakan komplikasi dini syok septik, dengan
mekanisme yang diperkirakan kemungkinannya adalah kerja langsung molekul
inflamasi ketimbang penurunan perfusi arteri koronaria. Sepsis memberikan beban
kerja jantung yang berlebihan, yang dapat memicu sindroma koronaria akut (ACS)
atau infark miokardium (MCI), terutama pada pasien usia lanjut. Dengan demikian
obat inotropic dan vasopressor (yang paling sering menyebabkan takikardia) harus
digunakan dengna berhati-hati bilamana perlu, tetapi jangan diberikan bila tidak
dianjurkan.
4. Gangguan fungsi hati
Gangguan fungsi hati biasanya manifest sebagai ikterus kolestatik, dengan
peningkatan bilirubin, aminotransferase, dan alkali fosfatase. Fungsi sintetik
biasanya tidak berpengaruh kecuali pasien mempunyai status hemodinamik yang
tidak stabil dalam waktu yang lama.
5. Gagal ginjal
Hipoperfusi tampaknya merupakan mekanisme yang utama terjadinya gagal
ginjal pada keadaan sepsis, yang dimanifestasikan sebagai oliguria, azotemia, dan
sel-sel peradangan pada urinalisis. Jika gagal ginjal berlangsung berat atau ginjal
tidak mendapatkan perfusi yang memadai, maka selanjutnya terapi penggantian
fungsi ginjal (misalnya hemodialisis) diindikasikan.
6. Sindroma disfungsi multiorgan
Disfungsi dua sistem organ atau lebih sehingga intervensi diperlukan untuk
mempertahankan homeostasis.
a. Primer, dimana gangguan fungsi organ disebabkan langsung oleh infeksi
atau trauma pada organ-organ tersebut. Misal, gangguan fungsi
jantung/paru pada keadaan pneumonia yang berat.
b. Sekunder, dimana gangguan fungsi organ disebabkan oleh respons
peradangan yang menyeluruh terhadap serangan. Misal, ALI atau ARDS
pada keadaan urosepsis.

DAFTAR PUSTAKA

Bukhori dan Prihatini. 2006. Diagnosis Sepsis Menggunakan Procalcitonin.


http://journal.unair.ac.id/filerPDF/IJCPML-12-3-06.pdf. Diakses tanggal 26
oktober 2015.
Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi. Edisi 2. Jakarta :
EGC.
Guntur H. 2007. Sepsis. In : Sudoyo, Aru (et all). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid III. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Ilmu
Penyakit Dalam FKUI.
Japardi, Iskandar. 2002. Manifestasi Neurologik Shock Sepsis. library.usu.ac.id/
download/fk/bedah-iskandar%20japardi20.pdf. Diakses tanggal 26 oktober
2015.
Rasional. 2002. Sepsis. http://piolk.ubaya.ac.id/datanb/piolk/rasional /2007032212
3634.pdf. Diakses tanggal 26 oktober 2015.
Shulman, Stanford (ed).1994. Dasar Biologis dan Klinis Penyakit Infeksi. Ed : 4.
Yogyakarta: UGM Press.
Staf Pengajar FKUI. 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta :
Binarupa Aksara

Vous aimerez peut-être aussi