Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Askep Hidrosefalus
BAB I
PENDAHULUAN
Hidrosefalus berasal dari kata hidro yangberarti air dan chepalon yang berarti kepala.
Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan serebrospinal secara aktif yang menyebabkan
dilatasi system ventrikel otak dimana terjadi akumulasi cairan yang berlebihan pada satru
atau lebih ventrikel atau ruang subarachnoid.
Kita mengenal Hydrocephalus sebagai suatu kelainan yang biasanya terjadi pada
bayi, dan ditandai dengan membesarnya kepala melebihi ukuran normal. Namun apa
sebenarnya hydrocephalus dan bagaimana penanganannya ?
Dalam keadaan normal, tubuh memproduksi cairan otak (Cairan Serebro Spinal =
CSS) dalam jumlah tertentu, untuk kemudian didistribusikan dalam ruang-ruang ventrikel
otak, sampai akhirnya diserap kembali. Dalam keadaan dimana terdapat ketidakseimbangan
antara produksi dan penyerapan kembali, terjadi penumpukan cairan otak di ventrikel.
Kondisi inilah yang dalam istilah medis dikenal sebagai hydrocephalus.
Meskipun banyak ditemukan pada bayi dan anak, sebenarnya hydrocephalus juga bisa
terjadi pada dewasa. Hanya saja, pada bayi gejala klinisnya tampak lebih jelas, sehingga lebih
mudah dideteksi dan didiagnosis. Hal ini dikarenakan pada bayi ubun-ubunnya masih
terbuka, sehingga adanya penumpukan cairan otak dapat dikompensasi dengan melebarnya
tulang-tulang tengkorak. Terlihat pembesaran diameter kepala yang makin lama makin
membesar seiring bertambahnya tumpukan CSS. Sedangkan pada orang dewasa, tulang
tengkorak tidak lagi mampu melebar. Akibatnya berapapun banyaknya CSS yang tertumpuk,
takkan mampu menambah besar diameter kepala.
BAB II
HIDROSEFALUS
A. Definisi
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya
cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi,
sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono, 2005:209). Pelebaran ventrikuler ini akibat
ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal.
Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak.
Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran
sutura-sutura dan ubun-ubun (DeVito EE et al, 2007:328).
Bayi prematur rawan terkena hidrosefalus atau mengalami timbunan cairan di dalam
rongga otak. Pasalnya otak bayi prematur belum berkembang secara memadai. Selain pada
bayi, hidrosefalus juga dapat terjadi pada usia anak.
"Dalam hal ini, pembuluh darah yang ada di dinding rongga otak masih lemah dan
rapuh, sehingga mudah pecah yang menyebabkan perdarahan masuk ke rongga otak dan
dapat menyumbat lintasan cairan otak yang bersifat sementara atau permanen.
Menurut , Kepala Unit Pelayanan Fungsional/Staf Medik Fungsional (SMF) Bedah
Saraf Rumah Sakit Dr Sardjito Yogyakarta, Dr P Sudiharto mengemukakan hal itu belum
lama ini. hidrosefalus dapat terjadi jika produksi cairan otak lebih besar daripada absorpsinya
atau jika lintasan drenase tersumbat. Jika terjadi sumbatan, cairan tertimbun dalam rongga
otak sehingga menekan jaringan otak di sekitarnya.
B. Etiologi
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS) pada
salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat
absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS
diatasnya (Allan H. Ropper, 2005).
Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang
abnormal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang
terjadi. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak ialah:
1. Kelainan Bawaan (Kongenital)
a. Stenosis akuaduktus Sylvii
b. Spina bifida dan kranium bifida
c. Sindrom Dandy-Walker
d. Kista araknoid dan anomali pembuluh darah
2. Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. Secara patologis terlihat penebalan jaringan
piamater dan araknoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Penyebab lain infeksi adalah
toxoplasmosis.
3. Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS. Pada
anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii bagian
terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian depan
ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
4. Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis
leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat
organisasi dari darah itu sendiri (Allan H. Ropper, 2005:360).
C. Patofisiologi
CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali ke dalam
peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh susunan
saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat dalam suatu sistem, yakni sistem
internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur
8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml.
Cairan yang tertimbun dalam ventrikel 500-1500 ml (Darsono, 2005). Aliran CSS normal
ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen monroe ke ventrikel III, dari tempat ini melalui
saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen Luschka dan
Magendie ke dalam ruang subarakhnoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis
menyebabkan gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh sistem kapiler. (DeVito EE et al,
2007:32)
Hidrosefalus secara teoritis terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu
:
1. Produksi likuor yang berlebihan
2. Peningkatan resistensi aliran likuor
3. Peningkatan tekanan sinus venosa
Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan intrakranial sebagai
upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi
ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama perkembangan
hidrosefalus.
Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari :
1. Kompresi sistem serebrovaskuler.
2. Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler
3. Perubahan mekanis dari otak.
4. Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis
5. Hilangnya jaringan otak.
6. Pembesaran volume tengkorak karena regangan abnormal sutura kranial.
Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid. Gangguan aliran
likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang
disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam
upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang.
Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan
vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah dan
peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan
aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari
hipertensi vena ini tergantung dari komplians tengkorak. (Darsono, 2005:212)
D. Klasifikasi
Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya,
berdasarkan :
1. Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan hidrosefalus
tersembunyi (occult hydrocephalus).
2. Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita.
3. Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.
4. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non komunikans.
Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus eksternal
menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks.
Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada aliran likuor.
Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan asimptomatik. Hidrosefalus
arrested menunjukan keadaan dimana faktor-faktor yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada
saat tersebut sudah tidak aktif lagi. Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus
ventrikulomegali yang diakibatkan atrofi otak primer, yang biasanya terdapat pada orang tua.
(Darsono, 2005)
E. Manifestasi Klinik
Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada awitan dan derajat
ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Darsono, 2005). Gejala-gejala yang
menonjol merupakan refleksi adanya hipertensi intrakranial. Manifestasi klinis dari
hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu :
1. Awitan hidrosefalus terjadi pada masa neonatus
Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital dan pada
masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan ukuran
lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan. Kranium terdistensi dalam
semua arah, tetapi terutama pada daerah frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa.
Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi
sangat tipis. Vena-vena di sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok. (Peter Paul
Rickham, 2003)
2. Awitan hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak
Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi hipertensi
intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan penglihatan ganda
(diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum gejala yang paling umum terjadi
pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal yang
progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran
lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal. Makrokrania
biasanya disertai empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu:
a. Fontanel anterior yang sangat tegang.
b. Sutura kranium tampak atau teraba melebar.
c. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol.
Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar
dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah, gangguan kesadaran,
gangguan okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut ada gejala gangguan batang otak
akibat herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia respirasi). (Darsono, 2005:213).
F. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan fisik:
a. Pengukuran lingkaran kepala secara berkala. Pengukuran ini penting untuk melihat
pembesaran kepala yang progresif atau lebih dari normal
b. Transiluminasi
2. Pemeriksaan darah:
Tidak ada pemeriksaan darah khusus untuk hidrosefalus
3. Pemeriksaan cairan serebrospinal:
Analisa cairan serebrospinal pada hidrosefalus akibat perdarahan atau meningitis untuk
mengetahui kadar protein dan menyingkirkan kemungkinan ada infeksi sisa
4. Pemeriksaan radiologi:
a. X-foto kepala: tampak kranium yang membesar atau sutura yang melebar.
b. USG kepala: dilakukan bila ubun-ubun besar belum menutup.
c. CT Scan kepala: untuk mengetahui adanya pelebaran ventrikel dan sekaligus
mengevaluasi struktur-struktur intraserebral lainnya
G. Diagnosis
Disamping dari pemeriksaan fisik, gambaran klinik yang samar-samar maupun yang
khas, kepastian diagnosis hidrosefalus dapat ditegakkan dengan menggunakan alat-alat
radiologik yang canggih.
Pada neonatus, USG cukup bermanfaat untuk anak yang lebih besar, umumnya
diperlukan CT scanning.
CT scan dan MRI dapat memastikan diagnosis hidrosefalus dalam waktu yang relatif
singkat. CT scan merupakan cara yang aman dan dapat diandalkan untuk membedakan
hidrosefalus dari penyakit lain yang juga menyebabkan pembesaran kepala abnormal, serta
untuk identifikasi tempat obstruksi aliran CSS. (Darsono, 2005:214)
H. Diagnosis Banding
Pembesaran kepala dapat terjadi pada hidrosefalus, makrosefali, tumor otak, abses otak,
granuloma intrakranial, dan hematoma subdural perinatal, hidranensefali. Hal-hal tersebut
dijumpai terutama pada bayi dan anak-anak berumur kurang dari 6 tahun. (Darsono,
2005:215)
I. Terapi
Pada dasarnya ada tiga prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :
1. Mengurangi produksi CSS.
2. Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi.
3. Pengeluaran likuor (CSS) kedalam organ ekstrakranial. (Darsono, 2005)
Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi :
1. Penanganan Sementara
Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui
upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorbsinya.
2. Penanganan Alternatif (Selain Shunting)
Misalnya : pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi radikal lesi
massa yang mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu malformasi. Saat ini cara terbaik
untuk melakukan perforasi dasar ventrikel III adalah dengan teknik bedah endoskopik. (Peter
Paul Rickham, 2003)
3. Operasi Pemasangan Pintas (Shunting)
Operasi pintas bertujuan membuat saluran baru antara aliran likuor dengan kavitas drainase.
Pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga peritoneum. Biasanya cairan
serebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun kadang pada hidrosefalus komunikans ada
yang didrain ke rongga subarakhnoid lumbar. Ada dua hal yang perlu diperhatikan pada
periode pasca operasi, yaitu: pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan
pemantauan kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang. Infeksi pada shunt meningatkan
resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan kematian. (Allan H. Ropper,
2005:360)
J. Penatalaksanaan
1. Farmakologis:
Mengurangi volume cairan serebrospinalis:
a. Acetazolamide 25 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 3 dosis. Dosis dapat dinaikkan 25
mg/KgBB/hari (Maksimal 100 mg/KgBB/hari)
b. Furosemide 1 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 3-4 dosis
Catatan: Lakukan pemeriksaan serum elektrolit secara berkala untuk mencegah terjadinya
efek samping.
Bila ada tanda-tanda infeksi, beri antibiotika sesuai kuman penyebab.
2. Penatalaksanaan Medis
Pada sebagian pasien pembesaran kepala berhenti sendiri (arrested hyrdosefalus),
mungkin oleh rekanalisasi ruang subaraknoid atau kompensasi pembentukan CSS yang
berkurang ( Laurence, 1965). Tindakan bedah belum ada yang memuaskan 100 %, kecuali
bila penyebabnya ialah tumor yang masih dapat diangkat.
3. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Perawatan Prabedah :
1) Pantau, cegah, dan halangi bila ada peningkatan TIK
2) Letakkan anak dalam posisi nyaman dengan cara menaikkan kepala tempat tidur setinggi
30 derajat ( untuk mengurangi kongesti dan meningkatkan drainase).
3) Pantau adanya tanda tanda peningktan TIK.
a) Peningkatan frekwensi pernapasan, penurunan denyut apeks, peningkatan
tekanan darah dan peningkatan suhu badan.
b) Penurunan tingkat kesadaran.
c) Aktivitas kejang.
d) Muntah.
e) Perubahan ukuran, kesimetrisan, dan reaktivitas pupil.
f) Fontanel penuh, cenderung menonjol.
g) Turunkan stimulus luar.
h) Siapkan oksigen dan alat penghisap di sisi tempat tidur.
4) Siapkan anak dan orang tua untuk menghadapi prosedur pembedahan.
a) Berikan penjelasan yang sesuai dengan usia.
b) Berikan dan kuatkan keterangan yang diberikan pada orang tua tentang kondisi dan
pengobatan anak.
b. Perawatan Pascabedah :
1) Pantau tanda tanda vital dan status neurologik anak ; Laporkan adanya peningkatan TIK
( ukuran, penuhnya, ketegangan fontanel anterior ), penurunan tingkat kesadaran, anoreksia,
muntah, konvulasi, kejang, atau kelembaman.
2) Pantau dan laporkan adanya gejala gejala infeksi ( demam, nyeri tekan, inflamasi, mual,
dan muntah ).
3) Pantau dan pertahankan fungsi pirau.
a) Laporkan gejala malformasi pirau (iritabilitas, penurunan kesadaran, muntah).
b) Periksa pirau untuk kepenuhan.
c) Naikkan bagian kepala tempat tidur setinggi 30 dertajat (untuk meningkatkan drainase dan
menurunkan kongeti vena).
d) Posisikan anak miring kekiri (sisi non - bedah).
e) Pertahankan tirah baring selama 24 sampai 72 jam.
f) Pantau adanya aktivitas serangan.
4) Bantu anak dan orang tua dalam mengatasi stress emosional karena hospitalisais dan
pembedahan.
a) Berikan informasi yang sesuai dengan usia sebelum prosedur dilakukan.
b) Dorong partisipasi dalam kegiatan rekreasi dan hiburan.
c) Masukan rutinitas anak dirumah ke dalam aktivitas sehari hari.
K. Komplikasi
1. Hernia serebri
2. Kejang
3. Renjatan
KONSEP KEPERAWATAN
ANAK DENGAN HIDROSEFALUS
I. PENGKAJIAN
a.
ran denga hidrosefalus terjadi pada 5,8 bayi dai 10.000 kelahiran hidup
a.1. Hidrosefalus dengan spinabifida terdapat kira-kira 3-4 bayi dari 1000 kelahiran hidup
a.2. Type hidrosefalus obstruksi terdapat 99 % kasus pada anak-anak.
. Riwayat kesehatan masa lalu:
b.1Terutama adanya riwayat luka / trauma dikepala atau infeksi di sebral
c. Riwayat kahamilan dan persalinan :
c.1.Kelahiran yang premature
c.2.Neonatal meningitis
c.3. Perdarahan subaracnoid
c.4. Infeksi intra uterin
c.5. Perdarahan perinatal,trauma/cidera persalinan.
aan Fisik
ya myelomeningocele, penguran lingkar kepala (Occipitifrontal)
us didapatkan :
awal :
ling
pala
marah
gungan
kali inkoheren
aaan
C. Pemeriksaan Penunjang.
Skan temograsfi komputer ( CT-Scan) mempertegas adanya dilatasi ventrikel dan
membantui dalam memgidentifikasi kemungkinan penyebabnya( Neoplasma,
kista,malformasi konginetal atau perdarahan intra kranial )
Fungsi ventrikel kadang digunakan untiuk menukur tekanan intra kranial menghilangkan
cairan serebrospinal untuk kultur (aturan ditentukan untuk pengulangan pengaliran).
EEG : untuk mengetahui kelainan genetik atau metabolic
Transluminasi : Untuk mengetahui apakah adanya kelainan dalam kepala
MRI : ( Magnetik resonance imaging ) : memberi informasi mengenai stuktur otak tanpa
kena radiasi
II.DIAGNOSA KEPERAWATAN
A. Pre Operatif
1. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan peningkatan tekanan intra kranial
o Data obyektif : Tidak sadar, panas( 38 C), muntah tanpa proyektil, strabismus. serta
gelisah,paralisa.
o Data Subyektif : Orangnya mengatakan anaknya tidak sadar ,muntah tubuhnya panas..
Tujuan :
- Tidak terjadi peningkatan tekanan intra kranial dengan kriteria :
- Tidak menunjukkan adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial ( mual, muntah,
kejang, gelisah ).
Tindakan keperawatan :
tat tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial.
ntuk mengetahui secara dini peningkatan TIK
ala tingkat kesadaran
Rasional :Menurunnya kesadaran menunjukkan adanya tanda-tanda adanya peningkatan TIK.
Ajari keluarga mengenai tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial
eluarga dapat berpartisipasi dalam perawatan anaknya.