Vous êtes sur la page 1sur 31

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN FRAKTUR

A. Tinjauan Teori Fraktur


1. Konsep Dasar Fraktur
a. Anatomi Dan Fisiologi Tulang
Susunan kerangka terdiri dari susunan berbagai macam tulang-

tulang yang banyaknya kira-kira 206 buah tulang yang satu sama

lainnya saling berhubungan yang terdiri dari tulang kepala yang

berbentuk tengkorak (8 buah); tulang wajah (14 buah); tulang telinga

dalam (6 buah); tulang lidah (1 buah); tulang yang membentuk

kerangka dada (25 buah); tulang yang membentuk tulang belakang

dan gelang pinggul (26 buah); tulang anggota yang membentuk

lengan (anggota gerak atas) (64 buah); tulang yang membentuk kaki

(anggota gerak bawah) (62 buah). (Syarifuddin, 2006)

Gambar 1 Rangka Manusia


Bagian-bagian yang sering terdapat pada tulang (Syarifuddin, 2006) :

1
1) Foramen, suatu lubang tempat pembuluh darah, saraf, dan ligamentum

(misalnya pada tulang kepala belakang yang disebut foramen

oksipital).
2) Fosa, suatu lekukan didalam atau pada permukaan tulang (misalnya

pada skapula yang disebut fosa supraskapula).


3) Prosesus, suatu tonjolan atau taju (misalnya terdapat pada ruas tulang

belakang yang disebut prosesus spinosus).


4) Kondilus taju yang bentuknya bundar merupakan benjolan.
5) Tuberkulum : tonjolan kecil.
6) Tuberositas : tonjolan besar.
7) Trokanter : tonjolan besar, pada umumnya tonjolan ini pada tulang

paha (femur).
8) Krista pinggir atau tepi tulang (misalnya pada tulang ilium yang

disebut krista iliaka.


9) Spina tonjolan tulang yang bentuknya agak runcing (misalnya pada

tulang ilium yang disebut spina iliaka).


10) Kaput (kepala tulang) bagian ujung yang bentuknya bundar (misalnya

pada tulang paha yang disebut kaput femoris).

b. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan

sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer & Bare).


Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas

jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh

rudapaksa (Sjamsuhidajat & Wim de Jong, 2005).

Tanda klinis pada fraktur tulang panjang:

1) Look (lihat), terlihat deformitas atau penonjolan tulang yang

abnormal, pemendekan & fungsio laesa.


2) Feel (rasakan), terdapat nyeri tekan.
3) Move, terdapat krepitasi atau derik tulang oleh karena pergesekan

antara fragmen tulang.

2
Fraktur dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, yaitu :

(Mansjoer, 2000; Price, 2006) :


1) Fraktur menurut hubungan antara ujung tulang yang mengalami

fraktur dengan jaringan sekitar, yaitu :


a) Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih

(karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.


b) Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan

antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar

karena adanya perlukaan kulit.


2) Fraktur berdasarkan bentuk patahan tulang, diantaranya :

a) Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang

tulang atau melalui kedua korteks tulang.

b) Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh

penampang tulang seperti:

(1) Hair Line Fraktur (patah retak rambut)

(2) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu

korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya

biasanya pada distal radius anak anak.

(3) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan

angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang

anak anak.

3) Klasifikasi fraktur berdasarkan bentuk garis patah dan

hubungannya dengan mekanisme trauma, yaitu :

a) Garis patah melintang adalah fraktur yang arahnya melintang

pada tulang akibat trauma angulasi atau langsung.

3
b) Garis patah oblik adalah fraktur yang arah garis patahnya

membentuk sudut terhadap sumbu tulang akibat trauma

angulasi.

c) Fraktur spiral adalah fraktur yang arah garis patahnya

berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi.

d) Fraktur kompresi adalah fraktur yang terjadi ketika dua tulang

menumbuk tulang ketiga yang berada diantaranya atau terjadi

trauma aksial fleksi pada tulang spongiosa.

e) Fraktur avulsi: trauma tarikan/traksi otot pada insersinya di

tulang, misalnya fraktur patela.

4) Fraktur berdasarkan jumlah garis patahan, dapat dibagi menjadi :

a) Fraktur komunitif adalah fraktur dimana garis patah lebih dari

satu dan saling berhubungan.

b) Fraktur segmental adalah fraktur dimana garis patah lebih dari

satu tapi tidak berhubungan.

c) Fraktur multiple adalah fraktur dimana garis patah lebih dari

satu tapi tidak pada tulang yang sama.

5) Fraktur berdasarkan pergeseran fragmen tulang.

a) Fraktur undisplaced (tidak bergeser) adalah garis patah

lengkap tetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum

masih utuh.

b) Fraktur displaced (bergeser) adalah terjadi pergeseran

fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas

(1) Dislokasi ad latitudinem (dislokasi ke arah lintang).

4
(2) Dislokasi ad longitudinem (dislokasi tulang saling

menjauhi contoh karena tarikan traksi terlalu besar).

(3) Dislokasi cum kontraktione (dislokasi tulang menjadi

pendek).

(4) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum

(pergeseran searah sumbu dan overlapping).

(5) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).

(6) Dislokasi ad peripheriam (dislokasi karena rotasi).

6) Fraktur beban (kelelahan) : Fraktur beban atau fraktur kelelahan

terjadi pada orang orang yang baru saja menambah tingkat

aktivitas mereka, seperti baru diterima untuk berlatih dalam

angkatan bersenjata atau orang orang yang baru memulai latihan

lari.
7) Fraktur patologis: fraktur yang terjadi pada daerah daerah tulang

yang telah menjadi lemah oleh karena tumor atau proses patologik

lainnya.

c. Patofisiologi
Penyebab fraktur dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : fraktur

fisiologis dan fraktur patologis. Faktor trauma dapat dibedakan

menjadi dua, yaitu : trauma langsung (direct) yaitu tulang patah pada

tempat benturan, misalnya benturan pada lengan bawah menyebabkan

patah tulang radius ulna. Kemudian trauma tak langsung (indirect)

yaitu patah tulang tidak pada tempat benturan, melainkan oleh karena

kekuatan trauma diteruskan oleh sumbu tulang dan terjadi fraktur di

tempat lain. Fraktur patologi adalah fraktur yang disebabkan oleh

5
karena tumor atau proses patologi lainnya. Tulang sering kali

menunjukkan penurunan densitas. Penyebab yang paling sering dari

fraktur semacam ini adalah tumor baik tumor primer maupun

metastasis. Trauma yang menyebabkan fraktur biasanya merupakan

trauma langsung. (Sjamsuhidajat & Wim De Jong, 2005). Manifestasi

klinis yang muncul pada pasien pre operasi dengan fraktur adalah

pasien mengeluh nyeri pada daerah fraktur, pasien nampak meringis,

terdapat nyeri tekan pada area yang patah, perubahan bentuk

(deformitas), krepitasi, peningkatan nadi, keterbatasan dalam

bergerak, ketidakmampuan menggerakkan tangan yang fraktur,

penurunan kekuatan otot, serta wajah pasien yang nampak cemas dan

selalu bertanya tentang keadaan dirinya. Sedangkan manifestasi klinis

pada pasien post operasi dengan fraktur adalah terdapat nyeri tekan

pada area luka post operasi, pasien mengeluh nyeri, pasien meringis,

nyeri dirasakan saat menggerakkan ekstremitas yang luka, terdapat

luka post operasi, pasien tidak bisa menggunakan ekstremitas yang

sakit, pasien bertanya tanya dengan perawatan pasca operasi,

kebutuhan pasien dibantu, pasien terpasang drain.


Komplikasi awal yang dapat ditimbulkan dari frakur adalah

syok, yang bisa berakibat fatal dalam beberapa jam setelah cedera,

emboli lemak yang dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih dan sindrom

kompartemen yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanen

jika tidak ditangani secara segera. Komplikasi awal lainnya yang

berhubungan dengan fraktur adalah infeksi, tromboemboli, emboli

paru yang dapat menyebabkan kematian beberapa minggu setelah

6
cedera, serta syok hipovolemik atau traumatik akibat perdarahan dan

kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak. Selain komplikasi

awal juga terdapat komplikasi lambat seperti penyatuan terlambat atau

tidak ada penyatuan, nekrosis avaskuler tulang yang terjadi bila tulang

kehilangan asupan darah kemudian mati dan reaksi terhadap alat

fiksasi interna. Oleh karena itu, fraktur harus mendapat penanganan

yang cepat dan tepat. Jika penanganan yang dilakukan baik, maka

tulang akan menyatu dengan baik, hal tersebut dapat dilihat melalui

tahap tahap proses penyembuhan tulang antara lain :

1) Fase hematoma
Pada mulanya terjadi hematoma dan disertai pembengkakan

jaringan lunak, kemudian terjadi organisasi (proliferasi jaringan

penyambung muda dalam daerah radang) dan hematoma akan

mengempis. Tiap fraktur biasanya disertai putusnya pembuluh

darah, sehingga terdapat penimbunan darah di sekitar fraktur.

Pada ujung tulang yang patah terjadi iskemia sampai beberapa

milimeter dari garis patahan yang mengakibatkan matinya

osteosit pada daerah fraktur tersebut.


2) Fase proliferatif
Proliferasi sel-sel periosteal dan endoosteal, yang menonjol

adalah proliferasi sel-sel lapisan dalam periosteal dekat daerah

fraktur. Hematoma terdesak oleh proliferasi ini dan diabsorbsi

oleh tubuh. Bersamaan dengan aktivitas sel-sel sub periosteal

maka terjadi aktifitas sel-sel dari kanalis medularis dari lapisan

endosteum dan dari bone marrow masing-masing fragmen. Proses

dari periosteum dan kanalis medularis dari masing-masing

7
fragmen bertemu dalam satu proses yang sama, proses terus

berlangsung ke dalam dan keluar dari tulang tersebut, sehingga

menjembatani permukaan fraktur satu sama lain. Pada saat ini

mungkin tampak di beberapa tempat pulau-pulau kartilago, yang

mungkin banyak sekali, walaupun adanya kartilago ini tidak

mutlak dalam penyembuhan tulang. Pada fase ini sudah terjadi

pengendapan kalsium.

3) Fase pembentukan callus


Pada fase ini terbentuk fibrous callus dan di sini tulang

menjadi osteoporotik akibat reabsobsi kalsium untuk

penyembuhan. Sel-sel osteoblas mengeluarkan matriks intra

selluler yang terdiri dari kolagen dan polisakarida, yang segera

bersatu dengan garam-garam kalsium, membentuk tulang

immature atau young callus, karena proses pembauran tersebut,

maka pada akhir stadium terdapat dua macam callus yaitu di

dalam disebut internal callus dan di luar disebut external callus.


4) Fase konsolidasi
Pada fase ini callus yang terbentuk mengalami maturisasi

lebih lanjut oleh aktivitas osteoblas, callus menjadi tulang yang

lebih dewasa (mature) dengan pembentukan lamela-lamela. Pada

stadium ini sebenarnya proses penyembuhan sudah lengkap. Pada

fase ini terjadi pergantian fibrous callus menjadi primary callus.

Pada saat ini sudah mulai diletakkan, sehingga sudah tampak

jaringan yang radioopaque. Fase ini terjadi sesudah empat

minggu, namun pada umur-umur lebih mudah lebih cepat. Secara

berangsur-angsur primary bone callus diresorbsi dan diganti

8
dengan second bone callus yang sudah mirip dengan jaringan

tulang yang normal.

5) Fase remodeling
Pada fase ini secondary bone callus sudah ditimbuni

dengan kalsium yang banyak dan tulang sudah terbentuk dengan

baik, serta terjadi pembentukan kembali dari medula tulang.

Apabila union sudah lengkap, tulang baru yang terbentuk pada

umumnya berlebihan, mengelilingi daerah fraktur di luar maupun

di dalam kanal, sehingga dapat membentuk kanal medularis.

Dengan mengikuti stres/tekanan dan tarik mekanis, misalnya

gerakan, kontraksi otot dan sebagainya, maka callus yang sudah

mature secara pelan-pelan terhisap kembali dengan kecepatan

yang konstan sehingga terbentuk tulang yang sesuai dengan

aslinya (Sjamsuhidajat & Wim de Jong, 2005).

d. Pemeriksaan Diagnostik
Adapun pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan pada

pasien fraktur meliputi:


1) Foto rontgen (X-Ray)
Foto rontgen dilakukan untuk melihat kepadatan tulang, lokasi,

tekstur dan erosi pada tulang.


2) Hitung darah lengkap (complete blood count)
Untuk mengetahui peningkatan atau penurunan hematokrit,

peningkatan jumlah sel darah putih adalah respon stres normal

setelah trauma.

3) CR (creatinin)
Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
4) CT-Scan

9
Untuk melihat rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan

dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak cedera ligament

tendon.
5) MRI (Magneting Resonanace Imaging)
Dilakukan untuk melihat abnormalitas seperti : tumor,

penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang.


6) Angiografi
Dilakukan untuk melihat struktur vaskuler akibat adanya desakan

aneurysme.

e. Penatalaksanaan Medis
Adapun penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada

pasien fraktur antara lain : (Mansjoer, 2000; Smeltzer & Bare, 2002)
1) Terapi konservatif
a) Proteksi saja
Dengan menggunakan mitella agar kedudukan tetap baik.
b) Immobilisasi saja tanpa reposisi
Adalah mempertahankan reposisi selama masa penyembuhan

tulang, misalnya pemasangan gips atau bidai pada fraktur

inkomplit dan fraktur dengan kedudukan baik.

c) Rehabilitasi
Adalah proses pemulihan kembali fungsi tulang yang dapat

dilakukan dengan fisioterapi aktif dan pasif.


d) Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Gips adalah alat imobilisasi eksternal yang kaku yang dicetak

sesuai kontur tubuh dimana gips ini dipasang. Tujuan

pemasangan gips adalah untuk mengimobilisasi bagian tubuh

dalam posisi tertentu dan memberikan tekanan yang merata

pada jaringan lunak yang terletak didalamnya.


e) Traksi

Traksi adalah alat pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh.

Traksi digunakan untuk menimbulkan spasme otot, untuk

10
mereduksi, mensejajarkan dan mengimobilisasi fraktur. Traksi

harus diberikan dengan arah dan besaran yang diinginkan

untuk mendapatkan efek terapeutik. Secara umum traksi

dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada

ekstremitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian

rupa, sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang

tulang patah.

Reeves, Roux, Lockhar menyatakan bahwa terdapat dua tipe

traksi yaitu kulit dan tulang :

(1) Traksi kulit


Traksi Buck merupakan tipe traksi kulit yang sering

digunakan sebelum pembedahan pada fraktur tulang

pinggul untuk mengurangi spasmus, reduksi dislokasi,

menghindari kontraktur fleksi tulang pinggul dan

mengurangi rasa sakit pinggang bagian bawah ( low back

pain).
Traksi halter leher-kepala digunakan untuk rasa

sakit, strain dan salah urat pada leher. Beban

disambungkan melalui spread bar ke halter dengan sabuk

pengikat di bawah dagu dan mengelilingi kepala pada

dasar tengkorak.
Traksi russel sama dengan traksi buck, ditambah

dengan suspensi yang mengangkat ke atas yaitu berupa

sling (bidai) dibawah lutut atau paha bagian bawah. Traksi

ini digunakan untuk fraktur tulang panggul, luka di paha

11
dan beberapa luka di lutut. Traksi russel memungkinkan

dilakukannya gerakan.
Terdapat dua tipe traksi pelvis. Traksi ini

menggunakan pengikat untuk rasa sakit pada punggung

bagian bawah dan yang lain menggunakan sling untuk

fraktur panggul.
(2) Traksi tulang
Penjepit steinmann atau tali kirschner merupakan

perangkat yang dimasukkan ke dalam batang tulang

kemudian diikat dengan perangkat traksi.


Traksi kepala atau tengkorak menggunakan jepitan

crutchfield atau vinckle yang dimasukkan ke dalam

tengkorak dan diikat pada beban. Perangkat ini merupakan

traksi tulang sederhana. Perangkat halo (lingkaran) diikat

pada tulang tengkorak dan rompi dipasang pada torso.

Traksi tulang ini digunakan untuk fraktur tulang belakang.

2) Terapi operatif
Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup
a) Reposisi tertutup (fiksasi eksterna)
Setelah reposisi baik berdasarkan kontrol radiologis intra

operatif maka dipasang alat fiksasi eksterna.


b) Reposisi tertutup dengan radiologis diikuti fiksasi interna
Contoh : reposisi tertutup fraktur supra condylair humerus

pada anak diikuti dengan pemasangan pararel pins. Reposisi

fraktur collum pada anak diikuti dengan pinning dan

immobilisasi gips. Cara ini terus dikembangkan menjadi

close nailing pada fraktur femur dan tibia yaitu pemasangan

fiksasi interna meduler (pen) tanpa membuka frakturnya.


Terapi operatif dengan membuka frakturnya

12
a) ORIF (Open Reduction with Internal Fixation)

Merupakan tindakan insisi pada tempat yang mengalami

cedera dan ditentukan sepanjang bidang anatomic menuju

tempat yang mengalami fraktur. Keuntungannya yaitu reposisi

anatomis dan mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.

Indikasi dari ORIF :

(1) Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair

nekrosis tinggi. Misalnya : Fraktur talus, fraktur collom

femur.

(2) Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya :

fraktur avulasi, fraktur dislokasi

(3) Fraktur yang dapat direposisi sulit dipertahankan.

Misalkan : fraktur pergelangan kaki

(4) Fraktur intra-articuler. Misalnya : fraktur patela

b) OREF (Open Reduction with eksternal Fixation)

Reduksi terbuka dengan alat fiksasi eksternal dengan

mempergunakan kanselosa screw dengan metil metaklirat

(akrilik gigi) atau fiksasi eksternal dengan jenis-jenis lain

misalnya dengan mempergunakan screw schanz.

Indikasi dari OREF : fraktur terbuka disertai hilangnya

jaringan atau tulang yang hebat, fraktur dengan infeksi,

fraktur yang miskin jaringan ikat.

13
2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Fraktur

a. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan

merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data

dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi

status kesehatan klien. Tahap Pengkajian merupakan dasar utama

dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan

individu (Nursalam, 2001).

Adapun data data yang didapatkan pada pasien dengan

fraktur, yaitu (Doengoes, 2000) :

1) Data pre operasi

Pada pengkajian fraktur akan didapatkan data subyektif dan data

obyektif.

Data subyektif : pasien mengeluh rasa nyeri pada daerah

fraktur, pasien mengeluh mengalami

keterbatasan gerak, pasien mengeluh lemah,

pasien mengatakan tidak mampu melakukan

aktifitas, pasien mengeluh pusing, pasien

mengatakan cemas dengan keadaannya.

Data obyektif : pasien tampak meringis, ada perdarahan,

tampak bengkak pada luka atau area fraktur,

14
kehilangan fungsi pada bagian yang terkena,

hipertensi (respon terhadap nyeri/cemas),

hipotensi (kehilangan darah), lemah,

pemendekan tulang, perubahan warna pada

daerah fraktur (memar).

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut

Carpenito, L.J (2000) pada pasien pre operasi fraktur adalah :

a) Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan sekunder

terhadap fraktur.

b) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan penurunan kekuatan

dan ketahanan sekunder terhadap fraktur.

c) Ansietas berhubungan dengan kurang informasinya tentang

tindakan pembedahan.

d) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan.

e) Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan sisi masuknya

organisme sekunder fraktur terhadap pembedahan dan adanya

jalur invasif.

2) Data post operasi

Data subyektif : pasien mengeluh nyeri pada daerah

pembedahan, pasien mengatakan tidak

mampu melakukan aktivitas sehari hari,

pasien mengatakan dalam memenuhi

kebutuhannya dibantu oleh keluarga dan

perawat, pasien mengatakan badannya terasa

15
lemah, pasien bertanya-tanya tentang

keadaanya, pasien mengatakan kurang tahu

tentang perawatan yang harus dilakukan di

rumah sakit atau dirumah.

Data obyektif : adanya luka post operasi, terpasang drain,

demam yang terus menerus, pasien tampak

meringis pada saat bergerak, pasien tampak

lemas, adanya pendarahan, intake dan output

tidak seimbang (intake < output), adanya

tanda-tanda syok seperti hipotensi,

takikardia, akral dingin, pasien tampak

bertanya-tanya tentang keadaaannya.

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut

Carpenito, L.J (2000) pada penderita post operasi adalah :

a) Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks

jaringan otot sekunder terhadap pembedahan.

b) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan

kekuatan dan ketahanan sekunder terhadap pembedahan.

c) Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan sisi masuknya

organisme sekunder terhadap pembedahan dan adanya jalur

invasif.

d) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan

post pembedahan.

16
e) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya

informasi tentang perawatan pasca operasi.

b. Intervensi

Pada perencanaan diawali dengan prioritas diagnosa.

Adapun prioritas masalah pada pasien pre operasi berdasarkan atas

ancaman kehidupan dan kesehatan menurut Griffth Kenney

Christensen, yaitu (Tarwoto & Wartonah, 2006) :

1) Defisit volume cairan

2) Nyeri akut

3) Hambatan mobilitas fisik

4) Risiko terhadap infeksi

5) Kecemasan

Tahap selanjutnya yaitu menyusun rencana keperawatan

sesuai dengan diagnosa keperawatan yang muncul. Rencana

keperawatan berdasarkan prioritas diagnosa keperawatan yaitu :

Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Defisit Volume Cairan NOC: NIC :
Berhubungan dengan: Fluid balance Pertahankan catatan intake
Kehilangan volume cairan Hydration dan output yang akurat
secara aktif, Kegagalan Nutritional Status : Food Monitor status hidrasi
mekanisme pengaturan (kelembaban membrane
and
DS : mukosa, nadi adekuat,
Fluid Intake
Haus tekanan darah ortostatik),
DO: jika diperlukan
Setelah dilakukan tindakan
Penurunan turgor keperawatan selama. Monitor hasil lab yang
kulit/lidah Deficit volume cairan teratasi sesuai dengan retensi cairan
Membran mukosa/kulit dengan criteria hasil: (BUN , Hmt , osmolalitas
kering Mempertahankan urine urin, albumin, total protein )

17
Peningkatan denyut output sesuai dengan usia Monitor vital sign setiap
nadi, penurunan tekanan dan BB, BJ urine normal, 15menit 1 jam
darah, penurunan Tekanan darah, nadi, Kolaborasi pemberian cairan
volume/tekanan nadi suhu tubuh dalam batas IV
Pengisian vena menurun normal Monitor status nutrisi
Perubahan status mental Tidak ada tanda tanda Berikan cairan oral
Konsentrasi urine dehidrasi, Berikan penggantian
meningkat Elastisitas turgor kulit nasogatrik sesuai output (50
Temperatur tubuh baik, membran mukosa 100cc/jam)
meningkat lembab, tidak ada rasa Dorong keluarga untuk
Kehilangan berat badan haus yang berlebihan
membantu pasien makan
Orientasi terhadap waktu
secara tibatiba Kolaborasi dokter jika tanda
Penurunan urine output dan tempat baik cairan berlebih muncul
Jumlah dan irama
HMT meningkat meburuk
pernapasan dalam batas Atur kemungkinan tranfusi
Kelemahan
normal
Persiapan untuk tranfusi
Elektrolit, Hb, Hmt
Pasang kateter jika perlu
dalam batas normal pH
Monitor intake dan urin
urin dalam batas normal
output setiap 8 jam
Intake oral dan intravena
adekuat
Nyeri Akut NOC: NIC :
Berhubungan dengan: Agen Pain Level Lakukan pengkajian nyeri
injuri (biologi, kimia, fisik, Pain control secara komprehensif
psikologis), kerusakan Comfort level termasuk lokasi,
jaringan karakteristik, durasi,
DS: frekuensi, kualitas dan faktor
Setelah dilakukan tindakan
Laporan secara verbal keperawatan selama . presipitasi
DO: Pasien tidak mengalami Observasi reaksi nonverbal
Posisi untuk menahan nyeri, dengan kriteria hasil: dari ketidaknyamanan
nyeri Mampu mengontrol nyeri Bantu pasien dan keluarga
Tingkah laku berhati-hati (tahu penyebab nyeri, untuk mencari dan
Gangguan tidur (mata mampu menggunakan menemukan dukungan
sayu, tampak capek, sulit tehnik nonfarmakologi Kontrol lingkungan yang
atau gerakan kacau, untuk mengurangi nyeri, dapat mempengaruhi nyeri
menyeringai) mencari bantuan) seperti suhu ruangan,
Terfokus pada diri sendiri Melaporkan bahwa nyeri pencahayaan dan kebisingan
Fokus menyempit berkurang dengan Kurangi faktor presipitasi
(penurunan persepsi menggunakan nyeri
waktu, kerusakan proses manajemen nyeri Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi

18
berpikir, penurunan Mampu mengenali nyeri Ajarkan tentang teknik non
interaksi dengan orang (skala, intensitas, farmakologi: napas dalam,
dan lingkungan) frekuensi dan tanda relaksasi, distraksi, kompres
Tingkah laku distraksi, nyeri) hangat/ dingin
contoh : jalan-jalan, Menyatakan rasa nyaman Berikan analgetik untuk
menemui orang lain setelah nyeri berkurang mengurangi nyeri: ...
dan/atau aktivitas, Tanda vital dalam rentang Tingkatkan istirahat
aktivitas berulang-ulang) normal Berikan informasi tentang
Respon autonom (seperti Tidak mengalami nyeri seperti penyebab nyeri,
diaphoresis, perubahan gangguan tidur berapa lama nyeri akan
tekanan darah, perubahan berkurang dan antisipasi
nafas, nadi dan dilatasi ketidaknyamanan dari
pupil) prosedur
Perubahan autonomic Monitor vital sign sebelum
dalam tonus otot dan sesudah pemberian
(mungkin dalam rentang analgesik pertama kali
dari lemah ke kaku)
Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah,
merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
Perubahan dalam nafsu
makan dan minum

Hambatan Mobilitas Fisik NOC : NIC :


Berhubungan dengan : Joint Movement : Active Exercise therapy : ambulation
Gangguan metabolisme Mobility Level Monitoring vital sign
sel Self care : ADLs sebelm/sesudah latihan dan
Keterlembatan Transfer performance lihatb respon pasien saat
Perkembangan latihan
Pengobatan Setelah dilakukan tindakan Konsultasikan dengan terapi
Kurang support keperawatan selama. fisik tentang rencana
hambatan mobilitas fisik ambulasi sesuai dengan
lingkungan
teratasi dengan kriteria hasil: kebutuhan
Keterbatasan ketahan
Klien meningkat dalam Bantu klien untuk
kardiovaskuler
aktivitas fisik menggunakan tongkat saat
Kehilangan integritas
Mengerti tujuan dari berjalan dan cegah terhadap
struktur tulang
cedera
Terapi pembatasan gerak peningkatan mobilitas
Ajarkan pasien atau tenaga
Kurang pengetahuan Memverbalisasikan
kesehatan lain tentang teknik
perasaan dalam

19
tentang kegunaan meningkatkan kekuatan ambulasi
pergerakan fisik dan kemampuan Kaji kemampuan pasien
Indeks massa tubuh berpindah dalam mobilisasi
diatas 75 tahun percentil Memperagakan Latih pasien dalam
sesuai dengan usia penggunaan pemenuhan kebutuhan ADLs
Kerusakan persepsi alat Bantu untuk secara mandiri sesuai
sensori mobilisasi (walker) kemampuan
Tidak nyaman, nyeri Dampingi dan Bantu pasien
Kerusakan saat mobilisasi dan bantu
muskuloskeletal dan penuhi kebutuhan ADLs ps.
neuromuskuler Berikan alat Bantu jika klien
Intoleransi memerlukan.
aktivitas/penurunan Ajarkan pasien bagaimana
kekuatan dan stamina merubah posisi dan berikan
Depresi mood atau bantuan jika diperlukan
cemas
Kerusakan kognitif
Penurunan kekuatan
otot, kontrol dan atau
masa
Keengganan untuk
memulai gerak
Gaya hidup yang
menetap, tidak
digunakan,
deconditioning
Malnutrisi selektif atau
umum
DO:
Penurunan waktu reaksi
Kesulitan merubah
posisi
Perubahan gerakan
(penurunan untuk
berjalan, kecepatan,
kesulitan memulai
langkah pendek)
Keterbatasan motorik
kasar dan halus
Keterbatasan

20
ROM
Gerakan disertai nafas
pendek atau tremor
Ketidak stabilan posisi
selama melakukan ADL
Gerakan sangat lambat
dan tidak terkontrol
Risiko Infeksi NOC : NIC :
Faktor-faktor risiko : Immune Status Pertahankan teknik aseptif
Prosedur Infasif Knowledge : Infection Batasi pengunjung bila perlu
Kerusakan jaringan dan control Cuci tangan setiap sebelum
peningkatan paparan Risk control dan sesudah tindakan
lingkungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan
Malnutrisi keperawatan selama Gunakan baju, sarung tangan
Peningkatan paparan pasien tidak mengalami sebagai alat pelindung
lingkungan patogen infeksi dengan kriteria hasil: Ganti letak IV perifer dan
Imonusupresi Klien bebas dari tanda dressing sesuai dengan
Tidak adekuat dan gejala infeksi petunjuk umum
pertahanan sekunder Menunjukkan Gunakan kateter intermiten
(penurunan Hb, kemampuan untuk untuk menurunkan infeksi
Leukopenia, penekanan mencegah timbulnya kandung kencing
respon inflamasi) infeksi Tingkatkan intake nutrisi
Penyakit kronik Jumlah leukosit dalam Berikan terapi
Pertahan primer tidak batas normal antibiotik:........
adekuat (kerusakan Menunjukkan perilaku Monitor tanda dan gejala
kulit, trauma jaringan, hidup sehat infeksi sistemik dan lokal
gangguan peristaltik) Status imun, Pertahankan teknik isolasi
gastrointestinal, k/p
genitourinaria dalam Inspeksi kulit dan membran
batas normal mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
Monitor adanya luka
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
Kaji suhu badan pada pasien
neutropenia setiap 4 jam
Kecemasan NOC : NIC :
Berhubungan dengan Faktor Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (penurunan

21
keturunan, Krisis situasional, Koping kecemasan)
Stress, perubahan status Setelah dilakukan asuhan Gunakan pendekatan yang
kesehatan, ancaman selama klien kecemasan menenangkan
kematian, perubahan konsep teratasi dgn kriteria hasil: Nyatakan dengan jelas
diri, kurang pengetahuan dan Klien mampu harapan terhadap pelaku
hospitalisasi mengidentifikasi dan pasien
DO/DS: mengungkapkan gejala Jelaskan semua prosedur dan
Insomnia cemas apa yang dirasakan selama
Kontak mata kurang Mengidentifikasi, prosedur
Kurang istirahat mengungkapkan dan Temani pasien untuk
Berfokus pada diri sendiri menunjukkan tehnik memberikan keamanan dan
Iritabilitas untuk mengontol cemas mengurangi takut
Takut Vital sign dalam batas Berikan informasi faktual
normal mengenai diagnosis, tindakan
Nyeri perut
Postur tubuh, ekspresi prognosis
Penurunan TD dan
wajah, bahasa tubuh dan Libatkan keluarga untuk
denyut nadi
tingkat aktivitas mendampingi klien
Diare, mual, kelelahan menunjukkan Instruksikan pada pasien
Gangguan tidur berkurangnya kecemasan untuk menggunakan tehnik
Gemetar
relaksasi
Anoreksia, mulut kering Dengarkan dengan penuh
Peningkatan TD, denyut perhatian
nadi, RR Identifikasi tingkat
Kesulitan bernafas kecemasan
Bingung Bantu pasien mengenal
Bloking dalam situasi yang menimbulkan
pembicaraan kecemasan
Sulit berkonsentrasi Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
Kelola pemberian obat anti
cemas:........

Pada perencanaan diawali dengan prioritas diagnosa.

Adapun prioritas masalah pada pasien post operasi berdasarkan atas

ancaman kehidupan dan kesehatan menurut Griffth Kenney

Christensen, yaitu (Tarwoto & Wartonah, 2006) :

22
1) Defisit volume cairan

2) Nyeri akut

3) Hambatan mobilitas fisik

4) Risiko infeksi

5) Defisit pengetahuan

Rencana keperawatan pada pasien post operasi berdasarkan prioritas

diagnosa keperawatan yaitu :

Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Defisit Volume Cairan NOC: NIC :
Berhubungan dengan: Fluid balance Pertahankan catatan intake
Kehilangan volume cairan Hydration dan output yang akurat
secara aktif, Kegagalan Nutritional Status : Food Monitor status hidrasi
mekanisme pengaturan (kelembaban membrane
and
DS : mukosa, nadi adekuat,
Fluid Intake
Haus tekanan darah ortostatik),
Setelah dilakukan tindakan
DO: jika diperlukan
keperawatan selama.
Penurunan turgor Deficit volume cairan teratasi Monitor hasil lab yang
kulit/lidah dengan criteria hasil: sesuai dengan retensi cairan
Membran mukosa/kulit Mempertahankan urine (BUN , Hmt , osmolalitas
kering output sesuai dengan usia urin, albumin, total protein )
Peningkatan denyut dan BB, BJ urine normal, Monitor vital sign setiap
nadi, penurunan tekanan Tekanan darah, nadi, 15menit 1 jam
darah, penurunan suhu tubuh dalam batas Kolaborasi pemberian cairan
volume/tekanan nadi normal IV
Pengisian vena menurun Tidak ada tanda tanda Monitor status nutrisi
Perubahan status mental dehidrasi, Berikan cairan oral
Konsentrasi urine Elastisitas turgor kulit Berikan penggantian
meningkat baik, membran mukosa nasogatrik sesuai output (50
Temperatur tubuh lembab, tidak ada rasa 100cc/jam)
meningkat haus yang berlebihan Dorong keluarga untuk
Kehilangan berat badan Orientasi terhadap waktu membantu pasien makan
secara tibatiba dan tempat baik Kolaborasi dokter jika tanda
Penurunan urine output Jumlah dan irama cairan berlebih muncul
HMT meningkat pernapasan dalam batas meburuk
normal Atur kemungkinan tranfusi

23
Kelemahan Elektrolit, Hb, Hmt Persiapan untuk tranfusi
dalam batas normal pH Pasang kateter jika perlu
urin dalam batas normal Monitor intake dan urin
Intake oral dan intravena output setiap 8 jam
adekuat
Nyeri Akut NOC: NIC :
Berhubungan dengan: Agen Pain Level Lakukan pengkajian nyeri
injuri (biologi, kimia, fisik, Pain control secara komprehensif
psikologis), kerusakan Comfort level termasuk lokasi,
jaringan karakteristik, durasi,
DS: frekuensi, kualitas dan faktor
Setelah dilakukan tindakan
Laporan secara verbal keperawatan selama . presipitasi
DO: Pasien tidak mengalami Observasi reaksi nonverbal
Posisi untuk menahan nyeri, dengan kriteria hasil: dari ketidaknyamanan
nyeri Mampu mengontrol nyeri Bantu pasien dan keluarga
Tingkah laku berhati-hati (tahu penyebab nyeri, untuk mencari dan
Gangguan tidur (mata mampu menggunakan menemukan dukungan
sayu, tampak capek, sulit tehnik nonfarmakologi Kontrol lingkungan yang
atau gerakan kacau, untuk mengurangi nyeri, dapat mempengaruhi nyeri
menyeringai) mencari bantuan) seperti suhu ruangan,
Terfokus pada diri sendiri Melaporkan bahwa nyeri pencahayaan dan kebisingan
Fokus menyempit berkurang dengan Kurangi faktor presipitasi
(penurunan persepsi menggunakan nyeri
waktu, kerusakan proses manajemen nyeri Kaji tipe dan sumber nyeri
berpikir, penurunan Mampu mengenali nyeri untuk menentukan intervensi
interaksi dengan orang (skala, intensitas, Ajarkan tentang teknik non
dan lingkungan) frekuensi dan tanda farmakologi: napas dalam,
Tingkah laku distraksi, nyeri) relaksasi, distraksi, kompres
contoh : jalan-jalan, Menyatakan rasa nyaman hangat/ dingin
menemui orang lain setelah nyeri berkurang Berikan analgetik untuk
dan/atau aktivitas, Tanda vital dalam rentang mengurangi nyeri: ...
aktivitas berulang-ulang) normal Tingkatkan istirahat
Respon autonom (seperti Tidak mengalami Berikan informasi tentang
diaphoresis, perubahan gangguan tidur nyeri seperti penyebab nyeri,
tekanan darah, perubahan berapa lama nyeri akan
nafas, nadi dan dilatasi berkurang dan antisipasi
pupil) ketidaknyamanan dari
Perubahan autonomic prosedur
dalam tonus otot Monitor vital sign sebelum
(mungkin dalam rentang dan sesudah pemberian
dari lemah ke kaku) analgesik pertama kali
24
Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah,
merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
Perubahan dalam nafsu
makan dan minum

Hambatan Mobilitas Fisik NOC : NIC :


Berhubungan dengan : Joint Movement : Active Exercise therapy : ambulation
Gangguan metabolisme Mobility Level Monitoring vital sign
sel Self care : ADLs sebelm/sesudah latihan dan
Keterlembatan Transfer performance lihatb respon pasien saat
Perkembangan latihan
Pengobatan Setelah dilakukan tindakan Konsultasikan dengan terapi
Kurang support keperawatan selama. fisik tentang rencana
hambatan mobilitas fisik ambulasi sesuai dengan
lingkungan
teratasi dengan kriteria hasil: kebutuhan
Keterbatasan ketahan
Klien meningkat dalam Bantu klien untuk
kardiovaskuler
aktivitas fisik menggunakan tongkat saat
Kehilangan integritas
Mengerti tujuan dari berjalan dan cegah terhadap
struktur tulang
cedera
Terapi pembatasan gerak peningkatan mobilitas
Ajarkan pasien atau tenaga
Kurang pengetahuan Memverbalisasikan
kesehatan lain tentang teknik
tentang kegunaan perasaan dalam
ambulasi
pergerakan fisik meningkatkan kekuatan
dan kemampuan Kaji kemampuan pasien
Indeks massa tubuh
berpindah dalam mobilisasi
diatas 75 tahun percentil
Memperagakan Latih pasien dalam
sesuai dengan usia
penggunaan pemenuhan kebutuhan ADLs
Kerusakan persepsi
alat Bantu untuk secara mandiri sesuai
sensori kemampuan
Tidak nyaman, nyeri mobilisasi (walker)
Dampingi dan Bantu pasien
Kerusakan saat mobilisasi dan bantu
muskuloskeletal dan penuhi kebutuhan ADLs ps.
neuromuskuler Berikan alat Bantu jika klien
Intoleransi memerlukan.
aktivitas/penurunan Ajarkan pasien bagaimana
kekuatan dan stamina merubah posisi dan berikan
Depresi mood atau bantuan jika diperlukan
cemas

25
Kerusakan kognitif
Penurunan kekuatan
otot, kontrol dan atau
masa
Keengganan untuk
memulai gerak
Gaya hidup yang
menetap, tidak
digunakan,
deconditioning
Malnutrisi selektif atau
umum
DO:
Penurunan waktu reaksi
Kesulitan merubah
posisi
Perubahan gerakan
(penurunan untuk
berjalan, kecepatan,
kesulitan memulai
langkah pendek)
Keterbatasan motorik
kasar dan halus
Keterbatasan
ROM
Gerakan disertai nafas
pendek atau tremor
Ketidak stabilan posisi
selama melakukan ADL
Gerakan sangat lambat
dan tidak terkontrol
Risiko Infeksi NOC : NIC :
Faktor-faktor risiko : Immune Status Pertahankan teknik aseptif
Prosedur Infasif Knowledge : Infection Batasi pengunjung bila perlu
Kerusakan jaringan dan control Cuci tangan setiap sebelum
peningkatan paparan Risk control dan sesudah tindakan
lingkungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan
Malnutrisi keperawatan selama Gunakan baju, sarung tangan
Peningkatan paparan pasien tidak mengalami sebagai alat pelindung
lingkungan patogen infeksi dengan kriteria hasil: Ganti letak IV perifer dan

26
Imonusupresi Klien bebas dari tanda dressing sesuai dengan
Tidak adekuat dan gejala infeksi petunjuk umum
pertahanan sekunder Menunjukkan Gunakan kateter intermiten
(penurunan Hb, kemampuan untuk untuk menurunkan infeksi
Leukopenia, penekanan mencegah timbulnya kandung kencing
respon inflamasi) infeksi Tingkatkan intake nutrisi
Penyakit kronik Jumlah leukosit dalam Berikan terapi
Pertahan primer tidak batas normal antibiotik:........
adekuat (kerusakan Menunjukkan perilaku Monitor tanda dan gejala
kulit, trauma jaringan, hidup sehat infeksi sistemik dan lokal
gangguan peristaltik) Status imun, Pertahankan teknik isolasi
gastrointestinal, k/p
genitourinaria dalam Inspeksi kulit dan membran
batas normal mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
Monitor adanya luka
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
Kaji suhu badan pada pasien
neutropenia setiap 4 jam
Defisit Pengetahuan NOC: NIC :
Berhubungan dengan : Kowlwdge : disease Kaji tingkat pengetahuan
keterbatasan kognitif, process pasien dan keluarga
interpretasi terhadap Kowledge : health Jelaskan patofisiologi dari
informasi yang salah, Behavior penyakit dan bagaimana hal
kurangnya keinginan untuk ini berhubungan dengan
mencari informasi, tidak Setelah dilakukan tindakan anatomi dan fisiologi, dengan
mengetahui sumber-sumber keperawatan selama . cara yang tepat.
informasi. pasien menunjukkan Gambarkan tanda dan gejala
DS: pengetahuan tentang proses yang biasa muncul pada
Menyatakan secara penyakit dengan kriteria penyakit, dengan cara yang
verbal adanya masalah hasil: tepat
DO: Pasien dan keluarga Gambarkan proses penyakit,
Ketidakakuratan menyatakan pemahaman dengan cara yang tepat
mengikuti instruksi, tentang penyakit, kondisi, Identifikasi kemungkinan
perilaku tidak sesuai prognosis dan program penyebab, dengan cara yang
pengobatan tepat
Pasien dan keluarga Sediakan informasi pada

27
mampu melaksanakan pasien tentang kondisi,
prosedur yang dijelaskan dengan cara yang tepat
secara benar. Sediakan bagi keluarga
Pasien dan keluarga informasi tentang kemajuan
mampu menjelaskan pasien dengan cara yang
kembali apa yang tepat
dijelaskan Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat

c. Implementasi

Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk

mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah

rencana tindakan disusun dan ditujukkan pada nursing order untuk

membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu

rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi

faktor fakror yang mempengaruhi masalah kesehatan pasien.

Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam

mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup

peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan

dan memfasilitasi koping. Perencanaan tindakan keperawatan akan

dapat dilaksanakan dengan baik, jika klien mempunyai keinginan

28
untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan

(Nursalam, 2001).

d. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan,

meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan,

evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap proses

keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan

apakah informasi yang telah dikumpulkan sudah mencukupi dan

apakah prilaku yang diobservasi sudah sesuai. Diagnosa juga perlu

dievaluasi dalam hal keakuratan dan kelengkapannya. Tujuan dan

intervensi dievaluasi adalah untuk menentukan apakah tujuan

tersebut dapat dicapai secara efektif (Nursalam, 2001).

Setelah dilaksanakan tindakan keperawatan maka hasil

yang diharapkan pada pasien pre operasi fraktur adalah sesuai

dengan rencana tujuan yaitu volume cairan adekuat, nyeri

berkurang atau hilang, pasien dapat melakukan mobilitas fisik

sesuai dengan kemampuannya, infeksi tidak terjadi, kerusakan

integritas kulit tidak terjadi, pasien tampak serta ansietas pasien

berkurang atau teratasi. Dan evaluasi yang diharapkan dari pasien

post operasi fraktur adalah sesuai dengan rencana tujuan yaitu syok

hipovolemik tidak terjadi, volume cairan adekuat, nyeri berkurang

atau hilang, pasien dapat melakukan mobilitas fisik sesuai dengan

29
kemampuannya, infeksi tidak terjadi, serta pasien mengerti dan

memahami tentang perawatan dan pengobatan penyakitnya.

30
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. (2007). Patah tulang. Diperoleh tanggal 17 Februari 2017,


dari http://etd.eprints.ums.ac.id/.

Astawa, G.S. (2008). Keperawatan Anak Diktat Kuliah. Denpasar: STIKES Bali.

Baradero, Mary., Dayrit, M.W., & Siswadi, Y. (2009). Prinsip & praktik
keperawatan perioperatif. Jakarta: EGC.

Bulechek, G. M, dkk. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi 6.


Jakarta: Mocomedia

Moorhead, Sue, dkk. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi 5..
Jakarta: Mocomedia

Nanda (2015). Diagnosa keperawatan: Definisi & Klasifikasi. Jakarta : EGC.

Potter, Patricia A., & Perry Anne. G. (2006). Fundamental keperawatan : konsep,
proses dan praktik (Edisi 4, volume 1). Jakarta: EGC.

Potter, Patricia A., & Perry Anne. G. (2006). Fundamental keperawatan : konsep,
proses dan praktik (Edisi 4, volume 2). Jakarta: EGC.

Price, Sylvia Anderson & Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi: konsep klinis
proses proses penyakit (Edisi 6). Jakarta : EGC.

Sjamsuhidajat, R. & Wim de Jong. (2005). Buku ajar ilmu bedah (Edisi 2). Jakarta
: EGC.

Syarifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 3.


Jakarta: EGC

Tarwoto & Wartonah. (2006). Kebutuhan dasar manusia dan proses keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika.

31

Vous aimerez peut-être aussi