Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Kelompok 3 (II.C)
1. Ani Heryani
2. Destriwinarni Prasetya
3. Eva Nurhasanah
4. Kenny Muhammad Rizky
5. Nabila Rubi Ernita
6. Neni Anjarwati
7. Novita Westi Cornelly
8. Putri Aryani
9. Yucha Eka Presilia
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat,rahmat dan hidayah-
Nyalah sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah dengan pembahasan tentang
Diabetes Mellitus ini tepat pada waktu yang telah ditentukan. Makalah ini diajukan guna
memenuhi tugas yang diberikan dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I.
Makalah ini dibuat berdasarkan dari berbagai sumber terkait judul makalah sehingga
dapat menghasilkan karya yang dapat dipertanggung jawabkan hasilnya. Pada kesempatan ini
juga kami berterima kasih atas bimbingan dan masukan dari semua pihak yang telah memberi
kami bantuan wawasan untuk dapat menyelesaikan makalah ini baik itu secara langsung maupun
tidak langsung.
Penulis menyadari isi makalah ini masih jauh dari kategori sempurna, baik dari segi
kalimat, isi, maupun dalam penyusunan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari
dosen mata kuliah yang bersangkutan dan rekan-rekan semuanya, sangat kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini dan makalah-makalah selanjutnya.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar 2
Daftar Isi 3
BAB I PENDAHULUAN 4
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan Penulisan 5
BAB II TINJAUAN TEORI 6
A. Anatomi Fisiologi Sistem Endokrin 6
B. Gangguan Kebutuhan Nutrisi 7
C. Definisi Diabetes Mellitus 9
D. Etiologi Diabetes Mellitus 11
E. Patofisiologi/Pathway 12
F. Manifestasi Klinis 18
G. Pemeriksaan Diagnostik 19
H. Penatalaksanaan 20
I. Komplikasi 25
J. Konsep Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus 41
BAB III PEMBAHASAN KASUS 49
BAB IV PENUTUP 73
4.1.Kesimpulan 73
4.2.Saran 74
DAFTAR PUSTAKA 75
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang menyerang kurang lebih 12 juta
orang. Tujuh juta dari 12 juta penderita diabetes tersebut sudah tediagnosis. Di Amerika
Serikat, kurang lebih 650.000 kasus diabetes baru didiagnosis setiap tahunnya (healthy
people 2000,1990). Diabetes terutama prevalen diantara kaum lanjut usia. Diantara
individu yang berusia lebih dari 56 tahun, 8,6% mendrita diabetes II. Angka ini
mencakup 15 % populasi pada panti lansia.
Di Amerika Serikat, orang hispanik, Negro dan sebagian penduduk asli Amerika
memiliki angka insidens diabetes yang lebih tinggi daripada kulit putih. Sebagian
penduduk asli Amerika, sseperti suku prima, mempunyai angka diabetes dewasa sebesar
20% hingga 50%. Di Amerika Serikat, diabetes merupakan penyebab utama kebutaan
yang baru di antara penduduk berusia 25 hingga 74 tahun dan juga menajdi penyebab
utama amputasi di luar trauma kecelakaan. Tiga puluh persen pasien yang mulai
mendapatkan terapi dialysis setiap tahun mendrita penyakit diabetes. Diabetes berada
dalam urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian akibat penyakit dan hal ini
sebagian besar disebabkan oleh angka penyakit arteri koroner yang tinggal pada penderita
diabetes. Beban ekonomi untuk diabetes terus meningkat akibat besarnya biaya medis
dan bertambahnya populasi lansia. Beban biaya yang berhubungan langsung dengan
penyakt diabetes di perkirakan paling sedikit 20 juta US$ per tahun yang mencakup
pengeluaran biaya medis langsung dan biaya tidak langsung yang berhubungn dengan
ketidakmampuan serta kematian dini.
Angka rawat inap bagi penderita diabetes adalah 2,4 kali lebih besar pada orang
dewasa dan 5.3 kali lebih besar pada anak-anak bila di bandingkan dengan populasi
umum. Separuh dari keseluruhan penderita diabetes yang berusia lebih dari 65 tahun di
rawat di rumah sakit setiap taunnya. Komplikasi yang serius dapat membawa
kematiansering turut menyebabkan peningkatan angka rawat inap bagi para penderita
diabetes.
4
B. Rumusan Masalah
1 Apa definisi dari Diabetes Melitus?
2 Apa etiologi dari Diabetes Melitus?
3 Bagaimana patofsiologi Diabetes Melitus?
4 Apa saja manifestasi klinis Diabetes Melitus?
5 Apa saja pemeriksaan Diagnostic dari Diabetes Melitus?
6 Bagaimana penatalaksanaan dari Diabetes Melitus?
7 Apa saja komplikasi Diabetes Melitus?
C. Tujuan Penulisan
1 Mahasiswa dapat menjelaskan definisi dari Diabetes Melitus.
2 Mahasiswa dapat menjelaskan etiologi dari Diabetes Melitus.
3 Mahasiswa dapat menjelaskan patofsiologi Diabetes Melitus.
4 Mahasiswa dapat menyebutkan manifestasi klinis Diabetes Melitus.
5 Mahasiswa dapat menjelaskan pemeriksaan Diagnosticdari Diabetes Melitus.
6 Mahasiswa dapat menjelaskan penatalaksanaan dari Diabetes Melitus.
7 Mahasiswa dapat menyebutkan komplikasi Diabetes Melitus.
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
Anatomi
Hati terletak di belkang tulang-tulang iga (kosta) dalam rongga abdomen daeran kanan atas.
Hati memiliki berat sekitar 1500 g., dan di bagi menjadi empat lobus. Setiap lobus hati
terbungkus oleh lapisan tipis jaringan ikat yang membentang ke dalam lobus itu sendiri dan
membagi masa hati menjadi unit-unit yang lebih kecil, yang di sebut lobulus.
Sirkulasi darah kedalam dan keluar hati sangat penting dalam penyelenggaraan fungsi
hati. Darah yang mengalir ke dalam hati berasal dari dua sumber. Kurang lebih 75% suplai
darah datang dari vena porta yang mengalirkan darah yang kaya akan nutrient dan dari
traktus gastrointestinal. Bagian lain suplai darah tersebut masuk ke dalam hati lewat arteri
hepatica dan banyak mengandung oksigen. Cabang-cabang terminalis kedua pembuluh darah
ini bersatu untuk membentuk capillary beds bersama yang merupakan sinusoid hepatic.
Dengan demikian sel-sel hati (hepatosit) akan terendam oleh campuran darah vena dan
arterial. Sinusoid mengosongkan isinya ke dalam venule yang berada pada bagian tengah
masing-masing lobulus hepatic dan dnamakan vena sentralis. Vena sentralis bersatu
membentuk vena hepatica yang merupakan drainase vena dari hati dan akan mengalirkan
6
isinya ke dalam vena kava inferior di deket diafragma. Jadi, terdapat dua sumber yang
mengalirkan darah masuk kedalam hati dan hanya terdapat satu lintasan keluarnya.
Disamping hepatosit, sel-sel fagositik yang termasuk dsalam sistem retikuloendotelial
juga terdapat dalam hati. Organ lain yang mengandung sel-sel retikuloendotelial adalah
limpa, sum-sum tulang, nodus limfatikus (kelenjar limfe) dan paru-paru. Dalam hati, sel-sel
ini dinamakan sel Kuffer. Fungsi utama sel kuffer adalah memakan benda partikel (seperti
bakteri) yang masuk kedalam hati lewat darah portal.
Saluran empedu terkecil yang disebut kanalikulus terletak diantara lobulus hati.
Kanalikulus menerima hasil sekresi dari hepatosit dan membawanya ke saluran empedu yang
lebih besar yang akhirnya akan membentuk duktus hepatikus. Duktus hepatikus dari hati
dan duktus sistikus dari kandung empedu bergabung untuk membentuk duktus koledokus
(common bile duct) yang akan mengosongkan isinya kedalam intetinum. Aliran empedu ke
dalam intestinum dikendalikan oleh spinter oddi yang terletak pada tempat sambungan
(junction) dimana duktus koledokus memasuki dua denum.
Kandung empedu (vesika felea) yang merupakan organ membentuk seperti buah feer,
berongga menyerupai kantong dengan panjang 7,5-10 cm terletak disuatu cekungan yang
dangkal pada permukaan inferior hati dimana organ tersebut terikat pada hati oleh jaringan
ikat yang longgar. Kapasitas kandung empedu adalah 30-50 ml empedu. Dindingnya
terutama tersusun dari otot polos. Kandung empedu dihubungkan dengan duktus koledokus
lewat duktus sistikus.
7
a. Ingesti. Adalah proses masuknya makanan dan cairan dari lingkungan kedalam tubuh
melalui proses menelan baik melalui koordinasi gerakan volunteer dan involunter.
Tahap pertama pada proses ingesti ini adalah koordinasi otot lengan dan tangan
membawa makanan ke mulut, gusi dan lidah. Proses mengunyah ini dlakukan secara
sadardan diatur oleh sarah pusat.
b. Digesti. Merupakan rangkaian kegiatan fisik dan kimia pada makanan yang dibawa
kedalam lambung dan usus halus, dan kolon.
c. Absorbsi. Merupakan proses nutrient diserap usus melalui saluran darah dan getah
bening menuju hepar.
2. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan nutrisi
Kebutuhan nutrisi tidak berada dalam kondisi yang menetap. Ada kalanya kebutuhan
nutrisi seorang meningkat. Begitu pula kebalikannya, kebutuhan nutrisi seseorang
menurun. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan seseorang terhadap nutrisi.
Pada bagian ini dikemukakan dua kategori faktor, yaitu faktor yang meningkatkan
kebutuhan nutrisi dan faktor yang menurunkan kebutuhan nutrisi. Faktor yang
meningkatkan kebutuhan nutrisi antara lain:
a. Pertumbuhan yang cepat, seperti bayi, anak-anak, remaja dan ibu hamil. Selama
perbaikan jaringan/pemulihan kesehatan karena proses suatu penyakit
b. Peningkatan suhu tubuh.
c. Aktivitas yang meningkat
d. Stress
e. Terjadinya infeksi
3. Faktor yang menurunkan kebutuhan nutrisi antara lain sebagai berikut:
a. Penurunan laju pertumbuhan, misalnya pada lansia
b. Penuruan basal metabolisme rate (BMR)
c. Hipotermi
d. Jenis kelamin. Umumnya kebutuhan nutrisi pada wanita lebih rendah dibandingkan
laki-laki. Hal ini karena pada wanita BMR-nya lebih rendah dibanding BMR laki-laki
e. Gaya hidup pasif
f. Bedrest
4. Diagnosis keperawatan terhadap gangguan kebutuhan nutrisi
a. Perubahan nutrisi bisa kurang atau lebih dari kebutuhan tubuh. Penyebab keberadaan
nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh antara lain berhubungan dengan
peningkatan laju metabolisme, asupan nutrient yang tidak adekuat, peningkatan
kehilangan nutrisi, peningkatan kehilangan nutrisi akibat penurunan nafsu makan, dan
sebagainya. Penyebab perubahan keberadaan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh
antara lain berhubungan dengan asupan nutrient yang berlebihan
8
b. Intoleran terhadap aktifitas yang berhubungan dengan kelemahan.
c. Gangguan konsep diri yang berhubungan dengan perubahan postur tubuh
9
diabetes II, obat oral tidak mengendalikan keadaan hiperglikemia sehingga diperlukan
penyuntikan insulin. Disamping itu sebagian penyandang diabetes tipe II yang dapat
mengendalikanpenyakit diabetesnya dengsan diet, latihan dan obat hiperglikemi oral mungkin
memerlukan penyuntikan insulin dalam stress fisiologik akut (seperti sakit atau pembedahan).
Diabetes tipe II paling sering ditemukan pada individu berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas.
Komplikasi diabetes dapat terjadi pada setiap individu dengan diabetes tipe I atau tipe II
dan ukan hanya pada pasien pasien yang memerlukan insulin. Sebagian penyandang diabetes
tipe II yang mendapat terapi obat oral mempunyai kesan bahwa mereka tidak sungguh-sungguh
menderita diabetes atau hanya memiliki diabetes borderline penyandang diabetes ini mungkin
beranggapan bahwa penyakit diabetes yang mereka derita bukanlan seatu masalah serius jika
di bandingkan dengan pasien diabetes yang memerlukan penyuntikan insulin. Disini perawat
mempunyai tugas penting untuk menekanakan untuk oang-orang tersebut bahwa mereka
sesungguhnya menderita diabetes dan bukan sekedar diabetes borderline yang berhubungan
dengan masalah toleransi gula (TGT=toleransi glukosa terganggu), dan merupakan keadaan di
mana kadar glukosa darah berada. Di antara kadar normal dan kadar yang dianggap sebagai
tanda diagnostic untuk penyakit diabetes.
10
2. Faktor-faktor Imunologi. Pada diabetes tipe l terdapat bukti adanya suatu respons
autoimun. Respons ini merupakan respons abnormal di mana antibodi terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing. Otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan
insulin endogen (internal) terdeteksi pada saat diagnosis dibuat dan bahkan beberapa
tahun sebelum tanda-tanda klinis diabetes tipe I. Riset dilakukan untuk mengevaluasi
efek preparat imunosupresif terhadap perkembangan penyakit pada pasien diabetes tipe I
yang baru terdiagnosis atau pada pasien pradiabetes (pasien dengan antibodi yang
terdeteksi tetapi tidak memperlihatkan gejala klinis diabetes). Riset lainnya menyelidiki
efek protektif yang ditimbulkan insulin dengan dosis kecil terhadap fungsi sel beta.
3. Faktor-faktor Lingkungan. Penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap kemungkinan
faktor-faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta. Sebagai contoh, hasil
penyelidikan yang menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.
Interaksi antara faktor genetik, imunologi dan lingkungan dalam etiologi diabetes
tipe I merupakan pokok perhatian riset yang terus berlanjut. Meskipun kejadian yang
menimbulkan destruksi sel beta tidak dimengerti sepenuhnya, namun pernyataan bahwa
kerentanan genetik merupakan faktor dasar yang melandasi proses terjadinya diabetes
tipe I merupakan hal yang secara umum dapat diterima.
Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin
pada diabetes tipe II diperkirakan masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat pula
faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II.
Faktor faktor ini adalah :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik (di Amerika Serikat, golongan Hispanik serta penduduk asli
Amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya
diabetes tipe II dibandingkan dengan gololongan Afro-Amerika)
11
E. Patofisiologi dan Pathway
Diabetes Tipe I
Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta
pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia-puasa terjadi akibat
produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu, glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia postprandial(sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali
semua glukosa yang ring keluar: akibatnya, glukosa tersebut muncul dalam urin
(glukosuria). Ketik glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis
osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia)
akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang
disimpan) glukoneoge (pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino serta substansi
lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan
lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Di samping akan itu akan terjadi pemecahan
lemak yang mengakibatkan yang peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk
samping pemecahan lemak.
Badan Keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam - basa tubuh
apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat
menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi,
napas berbau aseton, dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran,
koma, bahkan kematian. Pemberian insulin bersama dengan cairan dan elektrolit sesuai
kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala
hiperglikemia serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar glukosa darah
yang sering merupakan melalui komponen terapi yang penting.
Diabetes Tipe II
12
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin,
yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normal nya insulin akan terikat dengan
reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi
insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel tidak ini. Dengan
demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah,
harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin,
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe II,
namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak
dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi
pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler
nonketotik (HHNK) . Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang
berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat
(selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat
mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang lama tidak
sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika kadar glukosa sangat
tinggi).
Untuk sebagian besar pasien (kurang-lebih 75%) penyakit diabetes tipe II yang
dideritanya ditemukan secara tidak sengaja (misalnya, pada saat pasien menjalani terjad
pemeriksaan laboratorium yang rutin). Salah satu plase konsekuensi tidak terdeteksinya
penyakit diabetes selama pada bertahun-tahun adalah bahwa komplikasi diabetes jangka
panjang (misalnya, kelainan mata, neuropati perifer, kelainan vaskuler perifer) mungkin
sudah terjadi sebelum diagnosis ditegakkan.
13
Penanganan primer diabetes tipe II adalah dengan menurunkan berat badan, karena
resistensi insulin berkaitan dengan obesitas. Latihan merupakan unsur yang penting pula
untuk meningkatkan efektivitas insulin. Obat makan hipoglikemia oral dapat ditambahkan
jika diet dan latihan tidak berhasil mengendalikan kadar glukosa darah. Jika penggunaan obat
oral dengan dosis maksimal tidak berhasil menurunkan kadar glukosa hingga tingkat yang
memuaskan, maka insulin dapat digunakan. Sebagian pasien memerlukan insulin untuk
sementara waktu selama pe riode stres fisiologik yang akut, seperti selama sakit atau
pembedahan
14
Diabetes gestasional
Terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum kehamilannya.
Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormon-hormon plasenta. Semua wanita
hamil harus menjalani skrining pada usia kehamilan 24 hingga 27 minggu untuk mendeteksi
kemungkinan diabetes. Penatalaksanaan pendahuluan mencakup modifikasi diet dan
pemantauan kadar glukosa. Jika hiperglikemia tetap terjadi, preparat insulin belum harus
diresepkan. Obat hipoglikemi oral tidak boleh digunakan selama kehamilan. Tujuan yang akan
dicapai adalah kadar glukosa selama kehamilan yang berkisar dari 70 hingga 100 mg/dl sebelum
makan (kadar gula nuchter) dan kurang dari 165 mg/dl pada 2 jam sesudah makan (kadar gula
2 jam postprandial).
Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada wanita yang menderita diabetes
gestasional akan kembali normal. Walaupun begitu, banyak wanita yang mengalami diabetes
gestasional ternyata di kemudian hari menderita diabetes tipe II. Oleh karena itu, semua wanita
yang menderita diabetes gestasional harus mendapatkan kounseling guna mempertahankan berat
badan idealnya dan melakukan latihan secara teratur sebagai upaya untuk menghindari awitan
diabetes tipe II.
15
F. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis DM dikaitkan dengan konsekuensi metabolic defisiensi insulin
1 Kadar glukosa puasa tidak normal
2 Hiperglikemia berat berakibat glukosaria yang aka enjadi dieresis osmotic yang
meningkatkan pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia)
3 Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) , BB berkurang
4 Lelah dan mengantuk
5 Gejala lain yang dikeluhkan adalah kesemutan, gatal, mata kabur, impotensi, paruritas
vulva.
Kriteria diagnosis DM
1 Glukosa klasik DM + glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
2 Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memperhatikan waktu
3 Gejala klasik DM + glukosa plasma > 126 mg/dL (7,0 mmol/L) puasa diartikan pasien
tidak mendapatkan kalori tambahan sedikitnya 8 jam
4 Glukosa plasma 2 jam pada TTGO > 200 mg/dL (11,1 mmol/L) TTGO dilakukan dengan
standar WHO menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gr glukosa anhidrus
dilarutkan dalam air
G. Pemeriksaan Diagnostik
1 Kadar glukosa darah
tabel : kadar glukosa darah sewaktu puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan
penyaring
Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dl)
Kadar Glukosa Darah DM Belum Pasti DM
16
Sewaktu
Plasma vena >200
Darah kapiler >200
Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dl)
Kadar Glukosa Darah DM Belum Pasti DM
Puasa
Plasma vena >120 110-120
Darah kapiler >110 90-110
17
2 Kriteria diagnostic WHO untuk diabetes militus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
a Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75
gr karbohidrat (2jam post pradinal (pp) >200 mg/dl)
3 Tes laboratorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tesdiagnostik, tes pemantauan terapi
dan tes untuk mendeteksi komplikasi.
4 Tes Saring
Tes-tes saring pada DM adalah :
a GDP,GDS
b Tes glukosa urin :
Tes konvensional (metode reduksi/benedict)
Tes carik celup (metode glucose oxidase/hexokinase)
5 Tes diagnostic
Tes-tes diagnostic pada DM adalah : GDP,GDS, GD2PP (glukosa darah 2 jam post
pradinal) , glukosa jam ke-2 TTGO
6 Tes monitoring terapi DM adalah :
a GDP : plasma vena, darah kapiler
b GD2 PP : plasma vena
c A1c : darah vena, darah kapiler
7 Tes untuk mendeteksi komplikasi
Tes-tes untuk meneteksi komplikasi adalah :
a Mikroalbuminuria : urin
b Ureum, kreatinin , asam urat
c Koleterol total : plasma vena (puasa)
d Kolesterol LDL ; plasma vena (puasa)
e Kolesterol HDL : plasma vena (puasa)
f Trigliserida : plasma vena (puasa)
H. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjasdinya komplikasi vaskuler serta
neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah
normal (euglikemia) tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas
pasien.
Ada lima komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan
18
Penanganan disepanjang perjalanan penyakit diabetes akan bervariasi karena terjadinya
perubahan pada gaya hidup, keadaan fisik dan mental penderitanya disamping karena
berbagai kemajuan dalam metode terapi yang dihasilkan dari riset. Karena itu,
penatalaksanaan diabetesmeliputi pengkajian yang konstan dan modifikasi rencana
penanganan oleh profesional kesehatan disamping penyesuaian oleh pasien sendiri setiap
hari.
1. Langkah-langkah Penatalaksanaan Umum:
a. Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama:
1) Riwayat Penyakit
a) Gejala yang dialami oleh pasien.
b) Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah.
c) Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, obesitas,
dan
d) Riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin lain).
e) Riwayat penyakit dan pengobatan.
f) Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi.
2) Pemeriksaan Fisik
a) Pengukuran tinggi dan berat badan.
b) Pengukuran tekanan darah, nadi, rongga mulut, kelenjar tiroid, paru dan
jantung
c) Pemeriksaan kaki secara komprehensif
b. Evaluasi Laboratorium
1) HbA1c diperiksa paling sedikit 2 kali dalam 1 tahun pada pasien yang mencapai
2) Sasaran terapi dan yang memiliki kendali glikemik stabil. dan 4 kali dalam 1
tahun
3) Pada pasien dengan perubahan terapi atau yang tidak mencapai sasaran terapi.
Glukosa darah puasa dan 2 jam setelah makan.
c. Penapisan Komplikasi
Penapisan komplikasi harus dilakukan pada setiap penderita yang baru terdiagnosis
DMT2 melalui pemeriksaan :
1) Profil lipid dan kreatinin serum.
2) Urinalisis dan albumin urin kuantitatif.
3) Elektrokardiogram.
4) Foto sinar-X dada
5) Funduskopi dilatasi dan pemeriksaan mata secara komprehensif oleh dokter
spesialis
6) mata atau optometris.
7) Pemeriksaan kaki secara komprehensif setiap tahun untuk mengenali faktor risiko
19
8) prediksi ulkus dan amputasi: inspeksi, denyut pembuluh darah kaki, tes
monofilament 10 g, dan Ankle Brachial Index (ABI).
20
b) Tiazolidindion (TZD) merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator
Activated Receptor Gamma (PPAR-), suatu reseptor inti termasuk di sel
otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi
insulin dengan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan
ambilan glukosa di perifer. Obat ini dikontraindikasikan pada pasien dengan
gagal jantung (NYHA FC IIIIV) karena dapat memperberat edema/retensi
cairan. Hati-hati pada gangguan faal hati, dan bila diberikan perlu
pemantauan faal hati secara berkala. Obat yang masuk dalam golongan ini
adalah Pioglitazone.
3) Penghambat Absorpsi Glukosa: Penghambat Glukosidase Alfa.
Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.
Penghambat glukosidase alfa tidak digunakan bila GFR 30ml/min/1,73 m2,
gangguan faal hati yang berat, irritable bowel syndrome.
4) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV) Obat golongan penghambat DPP-
IV menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1)
tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk
meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon bergantung kadar
glukosa darah (glucose dependent).
5) Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter 2) Obat golongan
penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral jenis baru yang
menghambat reabsorpsi glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara menghambat
transporter glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk golongan ini antara lain:
Canagliflozin, Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin.
21
2. 1 susu (skim) 2. 1 gelas susu skim 2. 1 gelas susu skim
3. 2 daging (lemak sandwich tuna salad 3. 1 cheese burger
sedang) 3. tuna, 2 pt roti mcdonald
4. 3 sdt mayones dan 4. 2 roti , 2 daging
selada
Makanan ringan sore Makanan ringan sore
1. 1 roti 1. 6 buah biskuit tipis 1. Pretzeis
2. 1 buah 2. 1 apel 2. anggur
Makan malam Makan malam
1. 1 buah 1. 1,25 C strawberi 1. 0,75 C nenes
2. 2 sayuran 2. 1 C kacang polong 2. Beberapa potong
3. 4 daging (tanpa 3. 4 oz steak bulat tomat
lemak) 4. 1 gelas susu skim 3. 4 oz ayam rebus
4. 1 susus (skim) 5. 1 kentang bakar kecil 4. 1 gelas susu krim
5. 2 roti 6. 1 roll 5. 2 kerat roti
6. 1 rol 7. 1 sdm krim asam 6. 1 sdt mayones / 2 sdt
7. 3 lemak 8. 2 sdm mentega mentega
Makanan ringan malam Makanan ringan malam
1. Roti 1. 3 buah wafer 1. 6 buskuit asin
2. 1 daging 2. 1 oz keju rendah lemak 2. 0,25 keju lembut
rendah lemak
Dikutip dari American Diabetes Associaton, Inc. U.S Public Healt. Service exchange list for
malplanning, chicago, 1976, the Association.
22
dapat terjadi setiap saar pada siang atau malam hari. Kejadian ini bisa dijumpai
sebelum makan khususnya jika waktu makan tertunda atau bila pasien lupa makan
camilan. Sebagai contoh hipoglikemia siang hari terjadi bila insulin reguler yang
disuntikkanpada pagi hari mencapai puncaknya, sementara hipoglikemia timbul
bersamaan dengan puncak kerja NPH atau insulin lente yang diberikan pada pagi
hari. Hipoglikemia pada tengah malam dapat terjadi akibat pencapaian puncak kerja
NPH atau insulin lente yang disuntikkan pada malam hari, khususnya bila pasien
tidak makan camilan sebelum tidur.Gejala hipoglikemia dapat dikelompokkan
menjadi dua kategori: gejala adrenergik dan gejala sistem saraf pusat. Pada
hipoglikemia ringan, ketika kadar glukosa darah menurun, sistem saraf simpatik
akan terangsang. Pelimpahan adrenalin ke dalam darah menyebabkan gejala seperti
perspirasi, tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar.Pada hipoglikemia
sedang, penurunan kadar glukosa darah menyebabkan sel-sel otak tidak memperoleh
cukup bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Tanda-tanda fungsi pada sistem saraf
pusat mencakup ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusi,
penurunan data ingat, patirasa didaerah bibir serta lidah, bicara pelo, gerakan tidak
terkoordinasi, perubahan emosional, perilaku tidak rasional, perilaku yang tidak
rasional, penglihatan ganda, dan perasaan ingin pingsan. Kombinasi semua gejala ini
(disamping gejala adrenergik) dapat terjadi pada hipoglikemia sedang.Pada
hipoglikemia berat, fungsi sistem saraf pusat mengalami gangguan yang sangat berat
sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi hipoglikemia
yang dideritanya. Gejalanya dapat berupa perilaku yang mengalami disorientasi,
serangan kejang, sulit dibangunkan dari tidur atau bahkan kehilangan
kesadaran.Gejala hipoglikemia dapat terjadi mendadak dan tanpa terduga
sebelumnya.Kombinasi semua gejalas tersebut dapat bervariasi antara pasien satu
dengan yang lainnya. Sampai derajat tertentu, gejala ini dapat berhubungan dengan
tingkat penurunan kadar glukosa darah yang sebenarnya atau dengan kecepatan
penurunan kadar tersebut. Sebagai contoh, pasien yang biasanya memiliki glukosa
darah dalam kisaran hiperglikemi (misalnya sekitar 200-an atau lebih) dapat
merasakan gejala hipoglikemia (adrenergik) kalau kadar glukosa darahnya secara
tibatiba turun hingga 120mg/dl (6,6 mmol/L) atau kurang. Sebaliknya pasien yang
23
biasanya memiliki kadar glukosa darah yang rendah namun masih dalam rentang
normal dapat tetap asimtomatik meskipun kadang kadar glukosa darah turun secara
perlahan-lahan sampai dibawah 50 mg/dl (2,7 mmol/L).
Faktor lain yang berperan dalam menimbulkan petubahan gejala hipoglikemia
adalah penurunan respons hormonal ( adrenergrik ) terhadap hipoglikemia. Keadaan
ini terjadi pada sebagian pasien yang telah menderita diabetes selama bertahun
tahun. Penurunan respons adrenergik tersebut dapat berhubungan dengan salah satu
komplikasi kronis diabetes - - yaitu, neuropati otonom ( lihat bagian mengenai
ketidaksadaran hipoglemik ). Dengan penurunan kadar glukosa darah, limpahan
adrenalin yang normal tidak terjadi. Pasien tidak merasakan gejala adrenergik yang
lazim seperti perspirasi dan perasaan lemah.Keadaan hipoglikemia ini mungkin baru
terdeteksi setelah timbul gangguan sistem saraf pusat yang sedang atau berat.Yang
mengesankan adalah bahwa pasien-pasien ini melakukan pemantauan mandiri
glukosa darahnya secara teratur dan sering, khususnya sebelum mengemudikan
kendaraan atau melakukan pekerjaan berbahaya lainnya.
Penanganan.Penanganan harus segera diberikan bila terjadi hipoglikemia.
Rekomendasi biasanya berupa pemberian 10 hingga 15 gram gula yang bekerja cepat
per oral :
2 4 tablet glukosa yang dapat dibeli di rumah sakit/apotik.
4 6 ons sari buah atau teh yang manis
6 10 butir permen khusus atau permen manis lainnya
2 3 sendok teh sirup atau madu
( Ke dalam sari buah tidak perlu ditambahkan gula meskipun pada label tertulis
bahwa sari buah tersebut tidak mengandung gula. Gula buah yang ada dalam sari
buah cukup mengandung karbohidrat sederhana yang dapat menaikkan kadar
glukosa darah. Penambahan gula pasir ke dalam sari buah dapat menyebabkan
kenaikan tajam kadar glukosa darah, dan pasien bisa mengalami hiperglikemia
selama beberapa jam sesudah penanganan dilakukan. )
Apabila gejala bertahan selama lebih dari 10 hingga 15 menit sesudah terapi
pendahuluan, ulangi terapi tersebut. Setelah gejalanya berkurang, berikan makanan
camilan yang mengandung protein dan pati ( seperti cracker dengan keju atau susu )
24
kecuali jika pasien berencana untuk makan atau makan camilan dalam waktu 30
hingga 60 menit menurut jadwal makannya.
Pasien pasien diabetes ( khususnya yang mendapatkan insulin ) harus selalu
membawa gula sederhana dalam bentuk tertentu. Ada beberapa jenis tablet glukosa
dan jeli yang tertulis di pasaran sehingga memudahkan pasien untuk membawanya.
Jika seorang pasien mengalami reaksi hipoglikemia sementara ia sama sekali tidak
mwmbawa makanan darurat seperti dianjurkan di atas, maka setiap makanan yang
tersedia ( khususnya yang mengandung karbohidrat sederhana ) harus dikonsumsi.
Pasien harus diberitrahukan agar tidak mengkonsumsi makanan penutup mulut
yang tinggi kalori dan tinggi lemak ( seperti kue-kue kering, tarcis, cakes, donat, es
krim ) untuk mengatasi hipoglikemia yang dialaminya. Kandungan lemak yang
tinggi dalam makanan ini dapat memperlambat penyerapan glukosa sehingga reaksi
hipoglikemia yang terjadi tidak dapat diatasi dengan segera sebagaimana pada
pemberian karbohidrat sederhana.Selanjutnya pasien dapat makan lebih banyak bila
gejalanya tidak segera berkurang. Cara ini akan menyebabkan glukosa darah
meningkat dengan cepat untuk beberapa jam dan berperan dalam meningkatkan
berat badan. Pasien yang merasa terikat dengan jadwal makan, akan memandang
hipoglikemia sebagai saat yang tepat untuk menyenangkan diri dengan makan
camilan. Oleh karena itu menyertakan camilan dalam rencana makan merupakan
tindakan yang sangat bijaksana. Hal ini akan memudahkan pasien untuk membatasi
penanganan hipoglikemia dengan bentuk karbohidrat sederhana ( rendah kalori )
seperti jus atau tablet glukosa.
Penanganan Hipoglikemia Berat. Bagi pasien yang tidak sadarkan diri, tidak
mampu menelan atau menolak terapi, preparat glukagon 1 mg dapat disuntikan
secara subkutan atau intramuskuler. Glukagon adalah hormon yang diproduksi oleh
sel-sel alfa pankreas yang menstimulasi hati untuk melepaskan glukosa ( melalui
pemecahan glikogen, yaitu simpanan glukosa ) . preparat glukagon dikemas sebagai
serbuk dalam botol suntik ( vial ) berukuran 1 mg dan harus dicampur dahulu dengan
pelarutnya sebelum disuntikkan. Setelah penyuntikan glukagon pasien kembali
sadar dalam waktu 20 menit. Gula sederhana yang diikuti oleh makanan camilan
harus diberikan kepada pasien yang sadar untuk mencegah timbulnya kembali
25
hipoglikemia, mengingat kerja 1 mg glukagon yang singkat ( awitannya 8 hingga 10
menit dengan kerja yang berlangsung selama 12 hingga 27 menit ) ; tindakan ini juga
akan menggantikan simpanan glukosa dalam hati. Sebagian pasien akan mengalami
mual setelah penyuntikan glukagon. Pasien harus diingatkan untuk memberitahukan
dokter setelah mengalami hipoglikemia berat.
Glukagon hanya dijual melalui resep dokter dan harus menjadi bagian dari
perlengkapan darurat yang mudah didapat oleh pasien diabetes yang memerlukan
insulin.Anggota keluarga, tetangga atau teman kerja juga harus mendapat informasi
tentang penggunaan glukagon ini.
Hal terutama berlaku bagi pasien yang tidak atau kurang mendapatkan peringatan
tentang episode hipoglikemia.Dirumah sakit atau ruang gawat darurat, pasien yang
tidak sadarkan diri atau tidak dapat menelan dapat ditandai dengan penyuntikan
intravena 25 hingga 50 ml dektrosa 50% dalam air (larutan D-50). Efek
penyuntikkan ini biasanya terlihat dalam waktu beberapa menit. Pasien dapat
mengeluh sakit kepala dan merasa nyeri pada tempat penyuntukan IV. Kepastian
terhadap patensi selang infus yang digunakan untuk menyuntikan dektrosa 50%
sangat penting; larutan hipertonis seperti dekstrosa 50% sangat iritatif bagi
pembuluh vena.
Sebagian pasien yang menderita neuropati otonom atau yang menggunakan
propranolol untuk mengobati hipertensi atau aritmia jantung mungkin tidak
merasakan gejala hipoglikemia yang khas. Pemeriksaan kadar glukosa darah yang
sering dan teratur sangat penting bagi pasien-pasien ini.
Penderita diabetes tipe II yang menggunakan obat hipoglikemia oral juga dapat
mengalami hipoglikemia (khususnya pasien yang menggunakan klorpropamid yang
merupakan obat hipoglikemia oral dengan kerja yang lama)
Pertimbangan Gerontologi. Pada lansia, hipoglikemia mendapat perhatian khusus
karena banyak hal:
1) Lansia biasanya hidup sendiri dan mungkin tidak mengenali gejala
hipoglikemia.
2) Dengan penurunan fungsi ginjal diperlukan waktu yang lebih lama
sebelum obat hipoglikemia oral dieksresikan oleh ginjal
26
3) Melewatkan waktu makan dapat terjadi karena penurunan selera makan
atau keterbatasan finansial dalam perencanaan menu
4) Penurunan ketajaman penglihatan dapat menimbulkan kesalahan pada
pemberian insulin
b. Diabetes Ketoasidosis
Patofiologi. Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak
cukupnya jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan gangguan pada
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran klinis yang penting
pada diabetes ketoasidosis:
1) dehidrasi
2) kehilangan elektrolit
3) asidosis
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan
berkurang pula. Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak
terkendali. Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemia. Dalam upaya
untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan
mengeksresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan
kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi berlebihan (poliuria) ini akan
menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik
yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 liter air dan sampai 400 hingga 500 mEq
natrium, kalium serta klorida selama periode waktu 24 jam.
Manifestasi klinik
Hiperglikemia pada ketoasidosis diabetik akan menimbulkan poliuria dan
polidipsia (peningkatan rasa haus). Disamping itu, pasien dapat mengalami
penglihatan yang kabur kelemahan dan sakit kepala. Pasien dengan penurunan
volume intravaskuler yang nyata mungkin akan menderita hipotensi ortostatik
(penurunan tekanan darah sistolik sebesar 20 mmHg atau lebih pada saat berdiri).
Penurunan volume dapat pula menimbulkan hipotensi yang nyata disertai denyut
nadi lemah dan cepat.
Nilai laboratorium
Kadar glukosa darah dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl (16,6 hingga
44,4 mmol/L). Sebagian pasien mungkin memperlihatkan kadar glukosa darah
yang lebih rendah dan sebagiain lainnya mungkin memiliki kadar sampai setinggi
27
1000 mg/dl (55,5 mmol/L) atau lebih (yang biasanya bergantung pada derajat
dehidrasi)
1) Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan
kadar glukosa darah
2) Sebagian pasien dapat mengalami asidosis berat disertai kadar glukosa darah
yang berkisar dari 100 hingga 200 mg/dl (5,5 hingga 11,1 mmol/L) sementara
sebagian lainnya mungkin tidak memperlihatkan ketoasidosis diabetik sekalipun
kadar glukosa darahnya mencapai 400 hingga 500 mg/dl (22,2 hingga 27,7
mmol/L)
Bukti adanya ketoasidosis dicerminkan oleh kadar bikarbonat serum yang rendah
(0 hingga 15 mEq/L) dan pH yang rendah (6,8 hingga 7,3). Tingkat pCO 2 yang rendah
(10 hingga 30 mmHg) mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan Kussmaul)
terhadap asidosis metabolik. Akumulasi badan keton (yang mencetuskan asidosis)
dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin.
Penyebab
Ada 3 penyebab utama diabetes ketoasidosis:
1) Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
2) Keadaan sakit atau infeksi
3) Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak
diobati
Penurunan kadar insulin dapat terjadi akibat dosis insulin yang diresepkan tidak
adekuat atau pasien tidak menyuntikkan insulin dengan dengan dosis yang cukup.
Kesalahan yang menyebabkan dosis insulin yang baru diberikan berkurang, terjadi
pasien-pasien yang sakit dan menganggap jika mereka kurang makan atau menderita
muntah-muntah, maka dosis insulinnya juga harus dikurangi. Penyebab potensial
lainnya yang menurunkan kadar insulin mencakup kesalahan pasien dalam
mengaspirasi atau menyuntikkan insulin (khususnya pada pasien dengan gangguan
penglihatan), sengaja melewatkan pemberian insulin (khususnya pasien remaja yang
menghadapi kesulitan dalam mengatasi diabetes atau aspek kehidupan yang lain);
masalah peralatan (misalnya penyumbatan selang pompa insulin)
28
Terapi
Terapi ketoasidosis diabetik dairahkan pada perbaikan tiga permasalahan utama:
dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.
Dehidrasi. Rehidrasi merupakan tindakan yang penting untuk mempertahankan perfusi
jaringan. Disamping itu, penggantian cairan akan menggalakkan ekskresi glukosa yang
berlebihan melalui ginjal. Pasien mungkin memerlukan 6 hingga 10 liter cairan infus
untuk menggantikan kehilangan cairan yang disebabkan oleh poliuria, hiperventilasi,
diare dan muntah.
Pada mulanya, larutan saline 0,9% diberikan dengan kecepatan yang sangat tinggi
biasanya 0,5 hingga 1 L/jam selama 2 hingga 3 jam. Larutan normal saline hipotonik
(0,45%) dapat digunakan pada pasien-pasien yang menderita hipertensi atau
hipertermia atau yang berisiko mengalami gagal jantung kongesif. Setelah beberapa
jam pertama , larutan normal saline 45% merupakan cairan infus pilihan untuk terapi
rehidrasi selama tekanan darah pasien tetap stabil dan kadar natriumnya tidak terlalu
rendah. Infus dengan kecepatan sedang hingga tinggi (200 hingga 500 ml/jam) dapat
dilanjutkan untuk beberapa jam berikutnya. Pemantauan status volume cairan
mencakup pemeriksaan tanda-tanda vital yang sering (termasuk memantau perubahan
ortostatik pada tekanan darah dan frekuensi jantung), pengkajian paru dan pemantauan
asupan serta haluan cairan. Haluaran cairan mula-mula akan tidak seimbang dengan
asupan cairan infus pada saat dehidrasi dikoreksi. Plasma ekspander diperlukan untuk
mengoreksi hipotensi berat yang tidak berespon terhadap terapi cairan intravena.
Kehilangan elektrolit. Masalah elektrolit utama selama terapi diabetes ketoasidosis
adalah kalium. Meskipun konsentrasi kalium plasma pada awalnya rendah, normal
atau tinggi, namun simpanan kalium tubuh dapat berkurang secara signifikan.
Selanjutnya, kadar kalium akan menurun selama proses penanganan diabetes
ketoasidosis sehingga perlu dilakukan pemantauan kalium yang sering. Beberapa
faktor yang berhubungan dengan terapi diabetes ketoasidosis yang menurunkan
konsentrasi kalium serum mencakup:
1) rehidrasi yang menyebabkan peningkatan volume plasma dan penurunan
konsentrasi kalium serum
2) rehidrasi yang menyebabkan peningkatan eksresi kalium ke dalam urine
29
3) pemberian insulin yang menyebabkan peningkatan perpindahan kalium dari cairan
ekstrasel ke dalam sel
30
simpanan glukosa, protein dan lemak (penguraian nutrien yang disebut terakhir ini akan
menghasilkan badan keton dan selanjutnya terjadi ketoasidosis). Pada sindrom HHNK,
kadar insulin tidak rendah, meskipun tidak cukup untuk mencegah hiperglikemia. Namun
sejumlah kecil insulin ini cukup untuk mencegah pemecahan lemak. Penderita sindrom
HHNK tidak akan mengalami gejala sistem gastrointestinal yang berhubungan dengan
ketosis seperti pada penderita DKA. Pasien yang mengalami sindrom HHNK biasanya
dapat mentoleransi poliuria dan polidpsia selama berminggu-minggu dan setelah penyakit
yang mendasarinya semakin berat, barulah pasien (atau yang telah sering lagi, anggota
keluarga atau petugas perawatan kesehatan primer) datang untuk meminta pertolongan
medis. Jadi keadaan hiperglikemia dan dehidrasi, yang lebih parah pada sindrom HHNK
terjadi akibat penanganan yang terlambat. Gambaran klinis sindrom HHNK terdiri atas
gejala hipotensi, dehidrasi berat (membran mukosa kering, turgor kulit jelek), takikardia
dan tanda-tanda neurologis yang bervariasi (perubahan sensori, kejang-kejang,
hemiparesis). Keadaan ini makin serius dengan angka mortalitas yang berkisar dari 5%
hingga 30% dan biasanya berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya.
Penyebab
Keadaan ini paling sering terjadi pada individu yang berusia 50 hingga 70 tahun dan tidak
memiliki riwayat diabetes atau hanya menderita diabetes tipe II yang ringan. Timbulnya
keadaan akut tersebut dapat diketahui dengan melacak beberapa kejadian pencetus seperti
sakit yang akut (pneumonia, infark, miokard, stroke), konsumsi obat-obatan yang
diketahui akan menimbulkan insufisiensi insulin (preparat diuretik diazida, propranolol)
atau prosedur terapeutik (dialisis peritoneal/hemodialisis, nutrisi parenteral total). Pada
sindrom HHNK akan terjadi gejala poliuria selama berhari-hari hingga berminggu-
minggu disertai asupan cairan yang tidak adekuat.
Penatalaksanaan
pendekatan penanganan sindrom HHNK serupa terapi DKA yaitu cairan, elektrolit dan
insulin. Karena peningkatan usia yang khas pada penderita sindrom HHNK maka
pemantauan ketat terhadap status volume dan elektrolit diperlukan untuk mencegah gagal
jantung kongesif serta disritmia jantung. Terapi cairan dimulai dengan pemberian larutan
31
normal saline 0,9% atau 0,45% sesuai dnegan natrium dan intensitas penurunan volume.
Pemantauan tekanan vena sentral atau tekanan arteri diperlukan untuk mengarahkan
penggantian cairan. Kalium ditambahkan ke dalam cairan infus kalau haluaran urin
memadai dan penambahan ini dipandu dengan pemantauan EKG yang kontinu serta
pengukuran kalium yang sering. Bentuk-bentuk terapi lain ditentukan oleh penyakit
pasien yang mendasari dan hasil-hasil pemeriksaan klinis serta laboratorium yang
kontinu. Terapi dilanjutkan sampai kelainan metabolik terkoreksi dan gejala neurologis
menghilang. Mungkin dibutuhkan 3 sampai 5 hari sebelum gejala neurologis berlanjut
sampai melebihi waktu setelah kelainan-kelainan metabolik teratasi. Setelah sindrom
HHNK pulih, banyak pasien dapat mengendalikan diabetesnya hanya dengan diet atau
diet disertai konsumsi obat hipoglikemia oral. Insulin mungkin tidak diperlukan lagi
setelah komplikasi hiperglikemia akut disembuhkan.
32
komplikasi (makrovaskuler) kardiovaskuler lebih sering dijumpai diantara pasien-pasien
diabetes tipe II yang lebih tua.
a. Komplikasi makrovaskuler
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar sering terjadi pada
diabetes. Perubahan aterosklerotik ini serupa dengan yang dilihat pada pasien-pasien
nondiabetik, kecuali dalam hal bahwa perubahan tersebut cenderung terjadi pada usia
yang lebih muda dengan frekuensi yang lebih besar pada pasien-pasien diabetes.
Berbagai tipe penyakit makrovaskuler dapat terjadi, tergantung pada lokasi lesi
aterosklerotik.
1) Penyakit Arteri Kroner. Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh arteri
kroner menyebabkan peningkatan insidens infark miokard pada penderita
diabetes (dua kali lebih sering pada laki-laki dan tiga kali lebih sering pada
wanita). Pada penyakit diabetes terdapat peningkatan kecenderungan untuk
mengalami komplikasi akibat infark miokard dan kecenderungan untu
mendapatkan serangan infark kedua. Sejumlah penelitian menunjukan bahwa
penyakit arteri kroner menyebabkan 50% hingga 60% dari semua kematian
pada pasien-pasien diabetes.
Salah satu cirri unik pada penyakit arteri kroner yang diderita oleh pasien-
pasien diabetes adalah tidak terdapatnya gejala iskemik yang khas.jadi,pasien
mungkin tidak memperlihatkan tanda-tanda awal penurunan aliran darah
kroner dan dapat mengalami infark miokard asimtoatik (silent) dimana
keluhan sakit dada atau gejala khas lainnya tidak dialaminya. Infark miokard
asimtomatik ini hanya dijumpai melalui pemeriksaan elektrokerdiogram.
Kurangnya gejala iskemik ini disebabkan oleh neuropati otonom.
2) Penyakit serbovaskuler. Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah
serebral atau pembentukan embolus di tempat lain dalam system pembuluh
darah yang kemudian terbawa aliran darah sehingga terjepit dalam pembuluh
darah serebral dapat menimbulkan serangan iskemia sepintas (TIA = transient
ischemic attack) dan stroke. Penyakit serebrovaskuler pada pasien diabetes
serupa dengan yang terjadi pada pasien nondiabetes, kecuali dalam hal bahwa
pasien diabetes beresiko dua kali lipat yang terken apenyakit serebrovaskuler.
Beberapa penelitian yang menunjukan bahwa kemungkinan terjadinya
33
kematian akibat penyakit serebrovaskuler lebih besar pada penderita diabetes.
Disamping itu, kesembuhan dari serangan stroke yang dapat terhalang pada
pasien-pasien yang kadar gluosa darahnya sudah tinggi ketika dan segera
sesudah diagnosis serebrovasculer accident dibuat.
Gejala penyakit serebrovaskuler ini dapat menyerupai gejala pada
komplikasi akut diabetes (sindrom HHNK atau hipoglikemia). Gejala tersebut
mencakup keluhan pusing atau vertigo, gangguan penglihatan, bicara pelo dan
kelemhan. Karena itu, pemeriksaan kadar glukosa darah sangat penting pada
pasien yang mengeluhkan semua gejala diatas (dan yang mendapatkan
pengobatan atas indikasi kelainan kadar glukosa darah) seelum dilakukan
pemeriksaan diagnostic yang luas untuk menenukan penyakit serebrovaskuler.
3) Penyakit Vaskuler Perifer. Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah
besar pada ekstremitas baawah merupakan penyebab meningkatnya insidens
(dua atua tiga kali lebih tinggi dibandingkan pada pasien-pasien nondiabetes)
penyakit oklusif arteri perifer pada pasien-pasien diabetes. Tanda-tanda dan
gejala penyakit vaskuler perifer dapat mencakup berkurangnya denyut nadi
perifer dan kaludikasi intermiten ( nyeri pada pantat atau betis ketika
berjalan). Bentuk penyakit oklusif arteri yang pada ekstremitas bawah ini
merupakan penyebab utama meningkatnya insidens gangren da amputasi pada
pasien-pasien diabetes. Neuropati dan gangguan kesembuhan luka juga
berperan dalam proses terjadinya penyakit kaki pada diabetes.
Peranan Diabetes pada Penyakit makrovaskuler. Para peneliti diabetes masih terus
menyelidiki hubungan antara diabetes dan penyakit makrovaskuler. Perubahan
arteoklerotik dalam pembuluh darah pasien-pasien diabetes tidak berbeda dengan yang
terjadi dalam populasi nondiabetik. Meskipun pasien diabetes cenderung untuk
mengalami penyakit makrovaskuler, belum ada penjelasan mengapa pasien diabetes lebih
cenderung untuk mengalami perubahan atreosklerotik dibandingkan dengan pasien
nondiabetes. Ciri utama yang penting pada diabetes adalah kenaikan kadar glukosa darah.
Namun, hubungannya langsung antara hiperglikemia dan atreosklerosis masih belum
ditemukan.
Ada faktor-faktor risiko tertentu yang berkaitan dengan percepatan atreosklerosis.
Faktor-faktor ini mencakup kenaikan kadar lemak darah, hipertensi, kebiasaan merokok,
34
obesitas, kurangnya latihan dan riwayat keluarga (genetic). Faktor-faktor risiko ini
tampaknya berperan penting dalam proses timbulnya penyakit makrovaskuler pada
populasi diabetic maupun nondiabetik. Meskipun faktor-faktor resiko tertentu lebih
sering dijumpai diantara pasien-pasien diabetes (misalnya, obesitas, peningkatan kadar
trigliserida, hipertensi), nmaun angka penyakit makrovaskuler tetap lebih tinggi pada
pasine-pasien diabetes dibandingkan pada pasien-pasien nondiabetes yang memiliki
faktor resiko yang sama. Jadi, penyakit diabetes sering dianggap sebagai faktor risiko
terhadap terjadinya atreosklerosis.
Faktor-faktor potensial lain yang berperan dalam proses terjadinya atreosklerosis
yang berhubungan dengan diabetes merupakan bahan perdebatan dantara para pakar
diabetes. Fakto-faktor ini mencakup pada kelainan trombosit dan faktor pembekuan,
penurunan fleksibilitas sel darah merah, penurunan pelepasan oksigen, perubahan dalam
dinding arteri yang berhubungan dengan hiperglikemia dan kemungkinan pula
hiperinsulinemia.
Terapi dan Pencegahan Penyakit Makrovaskuler. Pencehagan dan penanganan
faktor-faktor risiko yang secara umum sudah diakui sebagai pemicu arterokleosis perlu
dijelaskan. Diet merupakan terapi yang penting dalam menangani obesitas, hipertensi dan
hiperlipedemia. Disamping itu, penggunaan obat untuk mengendalikan hipertensi dan
hiperlipidemia mungkin diperlukan. Terdapat sejumlah bukti yang menunjukan bahwa
kadar trigliserida yang tinggi dapat diperbaiki dengan pengendalian kadar glukosa darah.
Latihan yang teratur merupakan terapi yang penting pula, namun demikian, ada
keterbatasan tertentu yang perlu diperhatikan. Adanya klaudiokasio intermiten dapat
membatasi kemampuan pasien untuk melakukan latihan. Bagi pasien-pasien harus ini
harus dianjurkan agar peningkatan intensitas latihan dilakukan secara perlahan-lahan
sehingga aliran darah ke ekstremitas bahwa dapat bertambah dan dengan demikian
toleransi terhadap latihan akan meningkat. Disamping itu, pentoksiffilin (Trenatal) dapat
diresepkan untuk memperbaiki aliran darah didaerah iskemia melalui efek kerjanya pada
fleksibilitas sel darah merah, daya rekat trombosit dan viskositas darah.
Seperti dibahas sebelumnya , adanya komplikasi diabetic yang lain (misalnya,
neuropati, retinopati) dapat membatasi tipe latihan yang dapat dilakukan. Waktu latihan
perlu diatur untuk mengurangi hiper glikemia postpradinal sementara hipoglikemia pada
saat kerja insulin mencapai puncak dapat dicegah.
35
Penatalaksanaan faktor resiko merupakan aspek penting dalam penanganan
diabetes. Bagi pasien yang menggunakan insulin, perhatian sering hanya ditunjukan pada
kadar glukosa darah dan penyesuaian dosis insulin. Namun, kepada pasien harus
diajarkan bahwa penatalaksanaan faktor risiko merupakan bagian yang sama pentingnya
dala penanganan diabetes dan tidak boleh dilupakan seklaipun oleh pasien yang berhasil
mempertahankan pengendalian kadar glukosa darah secara ketat.
Apabila komplikasi makrovaskuler terjadi, penanganannya sama dengan
penanganan ada pasien nondiabetes. Disamping itu, pengendalian kadar glukosa darah
juga harus diperhatikan stress fisiologik yang menyertai keadaan sakit seperti stroke dan
infark miokard, selain stress akibat tindakan pembedahan , dapat meningkatkan kadar
glukosa darah. Pengaturan pengobatan yang tepat merupakan masalah yang penting. Bagi
pasien diabetes tipe II mungkin diperlukan penggantian obat hipoglikemia oral dengan
insulin.
Pengaruh yang merugikan kemampuan untuk melaksanakan keterampilan
perawatan-mandiri diabetes, dapat terjadi pada pasien yang pernah mengalami stroke dan
terganggu fungsi ekstremitas atasnya. Penggunaan perlengkapan khusus untuk membantu
pasien memantau kadar glukosa darah dan pemberian insulin mungkin diperlukan.
b. Komplikasi Mikrovaskuler
Meskipun perubahan aterosklerosis makrovaskuler dapat ditemukan pada pasien
diabetes maupun nondiabetes, namun perubahan mikrovaskuler merupakan komplikasi
unik yang hanya terjadi pada diabetes. Penyakit mikrovaskuler diabetic (atau
mikroangiopati) ditandai oleh penebalan membrane basalis pembuluh kapiler. Para periset
mengemukakan hipotesis bahwa peningkatan kadar glukosa darah menimbulkna suatu
respons melalui serangkaian reaksi biokimia yang membuat membrane basalis beberapa
kali lebih tebal daripada keadaan normalnya.
Ada dua tempat dimana gangguan fungsi kapiler dapat berakibat serius, kedua
tempat tersebut adalah mikrosirkulasi retina mata dan ginjal. Retinopatik diabetic yang
diakibatkan oleh mikrongiopati menyebabkan kebutaan yang utama pada individu yang
berusia antara 20 dan 74 tahun di Amerika Serikatt. Demikian pula, sekitar satu dari 4
pasien yang menjalani dialisis ternyata merupakan penderita nefropati diabetic.
1. Retinopati diabetic
36
Kelainan patologis mata yang disebut retinopatu diabetic disebabkan oleh perubahan
dalam pembuluh-pembuluh darah kecil pada retina. Retina merupakan bagian mata
yang menerima bayangan tersebut ke otak. Bagian ini mengandung banyak sekali
pembuluh darah dari berbagai jenis pembuluh darah arteri serta vena yang kecil,
arteriol, venula dan kapiler.
Ada 3 stadium utama retinopati : retinopati nonproliferatif (background
retinopathy) , retinopati praproliferatif dan retinopati proliferative. Sebagian besar
pasien diabetes mengalami retinopati nonproliferatif dengan derajat tertentu dalam
waktu 5 hingga 15 tahun setelah diagnosis diabetes ditegakkan. Sebagian pasien ini
dengan persentase yang sangat kecil akan mengalami stadium atau keadaan proleferatif
yang lebih serius yang disebut edema macula disertai dengan terjadinya gangguan
penglihatan.
Hasil-hasil penelitian DCCT (1993) memperlihatkan bahwa pemeliharaan kadar
glukosa darah dalam tingkat yang normal atau mendekati normal mellui terapi insulin
yang intensif telah ,menurunkan risiko terjadinya retino sebesar 76% jika dibandingkan
dengan terapi tradisional pada pasien-pasien tanpa retinopati mengalami penurunan
sebesar 54% pada pasien-pasien retinopati nonproliferatif derajat ringan hingga sedang
pada saat terap dimulai.
3. Retinopati Praproliferatif.
Keadaan yang merupakan bentuk lanjutan dari retinopati nonproliferatif ini dianggap
sebagai pencetus terjadinya retinopati proliferatif yang lebih serius. Buti epideminologi
menunjukan bahwa 10% hingga 50% pasien dengan retinopati praproliferative akan
menderita retinopati proliferative dalam waktu yang singkat (mungkin hanya dalam satu
37
tahun). Seperti retinopati nonproliferatif, jika perubahan visual terjadi selama stadium
preproliferatif, maka keadaan ini basanya disebabkan oleh edema makula.
4. Retinopati Proliferatif.
Bahaya terbesar yang mengancam penglihatan terjadi pada retinopati stadium lanjut ini.
Gangguan penglihatan yang berhubungan dengan retinopati proliferative ini disebabkan
oleh perdarahan viterus atau ablasio retina. Korpus vireus yang normal tampak jernih
sehingga memungkinkan transmisi cahaya ke retina. Apabila terjadi perdarahan, korpus
viterus akan menjadi keruh dan tidak dapat mentransmisikan cahaya sebagai akibatnya
akan terjadi kehilangan penglihatan. Konsekuensi lain dari prdarahan viterus adalah
terbentuknya jaringan parut fibrosa yang disebabkan oleh resorpsi darah kedalam
korpus viterus. Jaringan parut ini dapat menarik retina sehingga terjadi ablasio
(pelepasan) retina dan akhirnya terjadi kebutaan.
Pasien dapat menderita retinopati proliferative dengan derajat yang cukup
signifikan dan bahkan dapat mengalami perdarahan tanpa perubahan penglihatan.
Namun demikian, jika pasien melaporkan gejala yang menunjukan perdarahan , seperti
benda tampak mengambang (floaters) atau seperti sarang laba-laba (cobweb) dalam
lapang penglihatan, atau jika pasien melaporkan perubahan penglihatan yang mendadak,
maka pasien tersebut harus dirujuk kebagian mata untuk menjalani evaluasi
oftalmologik dan mungkin pula terapi sinar laser.
DKA adalah masalah yang mengancam hisup (kasus darurat) yang disebabkan oleh
defisiensi insulin relative atau absolut. DKA terjadi pada pasien dengan IDDM (juga disebut DM
tipe 1). Kondisi atau situasi yang diketahui mempercepat kekurangan insulin meliputi : (1)
diabetes tipe satu yang tidak terdiagnosa (2) ketidakseimbangan antara makanan dan insulin (3)
adolesen dan pubertas (4) latihan pada diabetes yang tidak terkontrol dan (5) stress yang
berhubungan dengan penyakit, infeksi, trauma, atau tekanan emosional.
1. Pengkajian
38
a. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada kulit yang disertai
bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa berat, mata kabur, kelemahan tubuh.
Disamping itu klien juga mengeluh poli urea, polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB
menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut, kramotot, gangguan tidur/istirahat,
haus-haus, pusing-pusing/sakit kepala, kesulitan orgasme pada wanita dan masalah
impoten pada pria.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Neuro sensori
2) Kardiovaskuler
Takikardia / nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural, hipertensi
dysritmia, krekel, DVJ (GJK)
e. Pernafasan
39
gejala : Takipnoe pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, batuk dengan tanpa sputum
purulent dan tergantung ada/tidaknya infeksi
f. Aktivitas/istirahat
Gejala : lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun, gangguan
tidur/istirahat.
Tanda : takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas,
letargi/disorientasi, koma, penurunan kekuatan otot.
g. Integritas ego
Gejala : stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan
dengan kondisi
h. Makanan/cairan
i. Neurosensori
40
Tanda : disorientasi, mengantuk, letargi, stupor/koma (tahap kampus), gangguan
memori (baru, masa lalu), kacau mental, reflex tendon dalam (RTD) menurun (koma),
aktivitas kejang (tahap lanjut dari DKA)
j. Nyeri/kenyamanan
k. Keamanan
l. Gastro intestinal
m. Eliminasi
n. Reproduksi/sexualitas
41
Gejala :Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan, impotensi pada pria, dan sulit
orgasme pada wanita
o. Muskulo skeletal
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki, reflek tendon menurun
kesemuatan/rasa berat pada tungkai.
p. Integumen
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek, pembesaran tiroid,
demam, diaforesis (keringat banyak), kulit rusak, lesi/ulserasi/ulkus.
q. Aspek psikososial
2) Peka rangsangan
r. Pemeriksaan Diagnostik
42
8) Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik)
9) Alkalosis respiratorik
13) Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal sampai
meningkat pada tipe II yang mengindikasikan insufisiensi insulin.
15) Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin meningkat.
16) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi
pada luka
2. Diagnosa keperawatan
b. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan
insulin penurunan masukan oral, status hipermetabolisme.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi
leukosit, perubahan sirkulasi.
43
d. Resiko tinggi perubahan sensori perseptual berhubungan dengan perubahan kimia
endogen (ketidak seimbangan glukosa/insulin dan elektrolit.
3. Intervensi
Peningkatan haluaran urin, urine encer, haus, lemah, BB, kulit kering, turgor buruk.
Tanda vital stabil, turgor kulit baik, haluaran urin normal, kadar elektrolit dalam batas
normal.
Intervensi :
Mandiri
44
3) Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urin
Rasional : Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dan status cairan yang sedang
berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
5) Pertahankan cairan 2500 cc/hari jika pemasukan secara oral sudah dapat diberikan.
7) Catat hal-hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah, distensi
lambung.
Kolaborasi
Rasional : Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan
respons pasien secara individual.
45
Rasional : Mendekompresi lambung dan dapat menghilangkan muntah.
b. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan
insulin, penurunan masukan oral, hipermetabolisme
Data : Masukan makanan tidak adekuat, anorexia, BB, kelemahan, kelelahan, tonus
otot buruk, diare.
Kriteria Hasil : Mencerna jumlah nutrien yang tepat, menunjukkan tingkat energi
biasanya, BB stabil/.
Intervensi
Mandiri
2) Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan
yang dihabiskan pasien.
Rasional : Jika makanan yang disukai dapat dimasukkan dalam pencernaan makanan,
kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang.
46
Rasional : Memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi
pasien.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi
lekosit/perubahan sirkulasi.
Data :
Intervensi
Mandiri
Rasional : Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan
keadaan ketuasidosis atau infeksi nasokomial.
2) Tingkatkan upaya pencegahan dengan mencuci tangan bagi semua orang yang
berhubungan dengan pasien, meskipun pasien itu sendiri.
Rasional : Kadar glukosa tinggi akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan
kuman.
4) Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sugguh, massage daerah yang
tertekan. Jaga kulit tetap kering, linen tetap kering dan kencang.
47
Rasional : Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada
peningkatan resiko terjadinya iritasi kulit dan infeksi.
48
BAB III
TINJAUAN KASUS
Seorang pria usia 61 tahun, suku Jawa, petani, pendidikan terakhir SMP, sejak 1
bulan yang lalu timbul plentingan/papul pada kelingking kaki kiri yang berisi cairan/nanah.
Bengkak dan terasa "panas kemranyas", tidak diperiksakan ke dokter. Oleh pasien dan keluarga,
kaki direndam dalam air es dengan tujuan panas dan bengkak hilang, papul yang timbul juga
dipecah sendiri, timbul luka dibiarkan, lama kelamaan luka semakin melebar dan dalam. Oleh
pasien tidak juga diperiksakan ke dokter dan dalam beberapa hari timbul belatung yang cukup
banyak serta berbau, kemudian oleh keluarga dibawa ke Rumah Sakit dilakukan bersih luka
(Debridement).
Pasien mengatakan menderita Diabetes Mellitus sejak 10 tahun yang lalu tetapi tidak
pernah kontrol. Pasien mengatakan banyak kencing, setiap harinya pasien kencing sampai
10x/hari, terutama meningkat bila malam hari dengan jumlah yang cukup banyak 200 cc
dengan karakteristik urine, warna kuning jernih, bau khas (Aseton). Pasien minum 1,5 liter/hari
menggunakan air putih dan masih selalu mengeluh haus, berat badan menurun dalam 2 bulan
terakhir 6 kg, berat badan dahulu 53 kg menjadi 47 kg, TB : 167 cm. Tingkat kesadaran :
composmentis, TD : 150/100 mmHg, N : 80x/menit, S : 38C, RR : 21 x/menit.
Terdapat luka pada kaki sebelah kiri, ulkus, Diabetes Mellitus Grade IV (ganggren jari
kaki atau bagian distal kaki dengan/tanpa selulitis), dengan diameter 5 cm kedalaman 3 cm,
luka kotor, terdapat pus, berbau, kulit sekitar luka berwarna kehitaman, kering, CRT 4 detik,
tidak ada respon nyeri, bengkak.
Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Hb 10.6 gr%, Ht 31.2%, Leukosit 11.100 rb/mm, trombosit 418 ribu/mmk, GDS 295
mg/dl, Ureum 16 mg/dl, Kreatinin 0,74 gr/dl, Protein total 7,1 gr/dl, albumin 2,9 gr/dl
b. Pemeriksaan oftalmologis
Kesan : gambaran fundus saat ini didapatkan
OD : retinopati diabetika non proliferatif
ODS : KSI(katarak sen immature) + makulopati
Therapi
49
Infus RL 20 tpm, Ceftriaxon 1 x 2 gr (IV), Metronidazol 3 x 500 mg, Humulin 8 8 8, Diit
DM 1700 kkal
50
A. Pengkajian
1. Identitas
Nama : Tn K
Umur : 61 tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki laki
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Petani
Suku Bangsa : Jawa
Diagnosa Medis : Diabetes Mellitus
2. Status Kesehatan
a. Status Kesehatan Saat Ini
1) Keluhan Utama (Saat MRS dan saat ini)
Saat MRS : sejak 1 bulan yang lalu timbul plentingan/papul pada kelingking kaki
kiri yang berisi cairan/nanah. Bengkak dan terasa "panas kemranyas", tidak
diperiksakan ke dokter. Pasien mengatakan menderita Diabetes Mellitus sejak 10
tahun yang lalu tetapi tidak pernah control
Saat ini : Pasien mengatakan banyak kencing, setiap harinya pasien kencing sampai
10x/hari, terutama meningkat bila malam hari dengan jumlah yang cukup banyak
200 cc dengan karakteristik urine, warna kuning jernih, bau khas (Aseton). Pasien
minum 1,5 liter/hari menggunakan air putih dan masih selalu mengeluh haus, berat
badan menurun dalam 2 bulan terakhir 6 kg, berat badan dahulu 53 kg menjadi 47
kg
2) Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
Oleh pasien dan keluarga, kaki direndam dalam air es dengan tujuan panas dan
bengkak hilang, papul yang timbul juga dipecah sendiri, timbul luka dibiarkan,
lama kelamaan luka semakin melebar dan dalam. Oleh pasien tidak juga
diperiksakan ke dokter dan dalam beberapa hari timbul belatung yang cukup banyak
serta berbau, kemudian oleh keluarga dibawa ke Rumah Sakit dilakukan bersih luka
(Debridement). Pasien minum 1,5 liter/hari menggunakan air putih
51
Tidak ada kebiasaan merokok/kopi/alkohol
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit keluarga tidak ada
4) Diagnosa Medis dan therapy
Diagnosa medis : diabetes mellitus
Therapy : Infus RL 20 tpm, Ceftriaxon 1 x 2 gr (IV), Metronidazol
3 x 500 mg, Humulin 8 8 8, Diit DM 1700 kkal
52
kedalaman 3 cm, luka kotor, terdapat pus, berbau, kulit sekitar luka berwarna
kehitaman, kering, dan bengkak.
e. Pola istirahat dan tidur
Sebelum sakit : pasien tidur siang selama 1 jam dan tidur di malam hari selama 8
jam
Saat sakit : pasien tidur siang selama 1 jam dan tidur malam 2 atau 3 jam
karena terganggu dengan BAK pada malam hari
f. Pola Berpakaian
Sebelum sakit : pasien menggunakan pakaian yang bersih
Saat sakit : pasien menggunakan pakaian yang bersih
g. Pola rasa nyaman
Sebelum sakit : pasien memiliki papul yang bengkak dan terasa "panas
kemranyas"
Saat sakit : pasien mengalami luka pada kaki sebelah kiri, ulkus, Diabetes
Mellitus Grade IV (ganggren jari kaki atau bagian distal kaki dengan/tanpa selulitis),
dengan diameter 5 cm kedalaman 3 cm, luka kotor, terdapat pus, berbau, kulit
sekitar luka berwarna kehitaman, kering, tidak ada respon nyeri, bengkak.
h. Pola Aman
Sebelum sakit : pasien mengalami luka yang tidak pernah diperiksakan ke dokter
Saat sakit : pasien mengalami ganggren di bagian kaki
i. Pola Kebersihan Diri
Sebelum sakit : pasien menjaga kebersihan diri dengan mandi 2x sehari
Saat sakit : pasien kurang menjaga kebersihan diri
j. Pola Komunikasi
Sebelum sakit : pola komunikasi pasien terhadap keluarga dan orang lain baik
Saat sakit : pola komunikasi pasien terhadap keluarga dan orang lain baik
k. Pola Beribadah
Sebelum sakit : pasien melaksanakan sholat dan mengaji
Saat sakit : pasien melaksanakan sholat dan mengaji
l. Pola Produktifitas
Sebelum sakit : pola produktivitas pasien baik
Saat sakit : pola produktivitas pasien sedikit terganggu
m. Pola Rekreasi
Sebelum sakit : pola rekreasi pasien baik
Saat sakit : pola rekreasi pasien baik
n. Pola Kebutuhan Belajar
Sebelum sakit : tidak ada
Saat sakit : tidak ada
4) Pengkajian Fisik
a. Keadaan umum :
Tingkat kesadaran : komposmetis
GCS : verbal: 5 Psikomotor: 6 Mata : 4 isokor
Tanda-tanda Vital : TD : 150/100 mmHg, N : 80x/menit, S : 38C, RR : 21 x/menit.
53
b. Keadaan fisik
1) Kepala dan leher :
a. Mata
Kelengkapan dan kesimetrisan mata (-), kelopak mata/ palpebra oedem (-)
ptosis/dalam kondisi tidak sadar mata terbuka (-), peradangan (-), luka (-),
benjolan (-), bulu mata rontok ( Ya/Tidak), konjungtiva dan sklera
perubahan warna (anemis/ananemis), warna iris (hitam), reaksi pupil
terhadap cahaya (miosis/midrasi), pupil (isokor /anisokor), warna kornea
coklat. Pemeriksaan oftalmologis =
Kesan : gambaran fundus saat ini didapatkan
OD : retinopati diabetika non proliferative
ODS : KSI (katarak sen immature) + makulopati
b. Hidung
Inspeksi dan palpasi : amati bentuk tulang hidung dan posisi septum nasal
(normal). Meatus : perdarahan (-), kotoran (-), pembengkakan (-),
pembesaran/polip (-)
c. Mulut
Bibir : tidak ada kelaianan kongenital, warna bibir pucat, lesi (-), bibir pecah
(-). Gigi, gusi, dan lidah : caries (-), kotoran (-), gigi palsu (-), gingivitis (-),
warna lidah putih, perdarahan (-), dan abses (-). Orofaring atau rongga
mulut : bau mulut (ya / tidak), benda asing (ada / tidak)
d. Telinga
Bagian telinga luar : bentuk simeteris, ukuran normal, lesi (-), nyeri tekan(-),
peradangan (-), penumpukan serumen (-), dengan otoskop periksa membran
tympany amati, warna putih transparan. perdarahan (-), perforasi (-)
e. Kepala
Inspeksi : bentuk kepala (dolicephalus/lonjong, brakhiocephalus/ bulat),
kesimetrisan (+), hidrocepalus (-), luka (-), darah (-),Palpasi : nyeri tekan (-)
rambut (bersih/kotor), kulit kepala (benjolan/perdarahan/luka/bersih)
f. Leher
Inspeksi : bentuk leher (simetris/asimetris), peradangan (-), jaringan parut
(-), perubahan warna (-), massa (-)
Palpasi: pembesaran kelenjar limfe (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), posisi
trakea (simetris / tidak simetris), pembesaran vena jugularis (-)
54
2) Dada :
Dada pasien simetris tidak ada kelainan
a) Paru :
Paru pasien simetris dan normal pada saat menghirup dan menghembuskan
nafas. Tidak ada kelainan pernafasan. RR : 21 x/menit
b) Jantung :
Inspeksi: Ictus cordis ( - ), pelebaran .... cm
Palpasi pulsasi pada dinding torak teraba : ( lemah / kuat /tidak teraba)
Perkusi
Batas-batas jantung normal adalah:
Batas atas : N = ICS II
Batas bawah : N = ICS V
Batas kiri : N = ICS V Mid Clavikula Sinistra
Batas kanan : N = ICS IV Mid Sternalis Dextra
Auskultasi
BJ I terdengar ( tunggal / ganda ), ( keras / lemah ), ( reguler / irreguler ). BJ
II terdengar ( tunggal / ganda ), ( keras / lemah ), ( reguler / irreguler ). Bunyi
jantung tambahan : BJ III ( - ), Gallop Rhythm ( - ), Murmur ( - ).
Keluhan lain terkait dengan jantung : Tidak ada
3) Payudara dan ketiak :
Payudara pasien simetris, pada bagian ketiak tidak terdapat tanda tanda
pembesaran kelenjar
4) Genetalia :
Bagian genitalia pasien normal dan bersih
5) Integumen :
Sejak 1 bulan yang lalu pasien memiliki plentingan/papul pada kelingking
kaki kiri yang berisi cairan/nanah. Bengkak dan terasa "panas kemranyas"
hingga menjadi luka yang dalam beberapa hari timbul belatung yang cukup
banyak serta berbau. Pasien mengalami diabetes mellitus grade IV (ganggren jari
kaki atau bagian distal kaki dengan/tanpa selulitis), dengan diameter 5 cm
kedalaman 3 cm, luka kotor, terdapat pus, berbau, kulit sekitar luka berwarna
kehitaman, kering, bengkak.
6) Ekstremitas :
Atas : baik dan normal
Bawah : kelingking kaki kiri pasien mengalami luka, edema, dan terdapat
pus
Inspeksi : otot antar sisi kanan dan kiri (simetris/asimetris), deformitas (-) fraktur
(-)
7) Neurologis :
55
Nervus I : Olfaktorius (pembau) (normal / abnormal), Nervus II Opticus
(penglihatan) (normal / abnormal), Nervus III Ocumulatorius (normal /
abnormal), Nervus VII : Facialis (normal / abnormal), Nervus VIII Auditorius
(normal / abnormal), Nervus IX : Glosopharingeal (normal / abnormal), Nervus
X : Vagus (normal / abnormal), Nervus XI : Accessorius (normal / abnormal),
Nervus XII : Hypoglosal (normal / abnormal)
Pasien tidak mengalami pusing, orientasi baik, tidak ada perubahan pupil,
kesadaran pasien komposmentis dengan skala GCS= 15, reflek motorik penilaian
6, reflek pada mata penilaian 4, reflek verbal pada penilaian 5
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
Hb 10.6 gr%, Ht 31.2%, Leukosit 11.100 rb/mm, trombosit 418 ribu/mmk, GDS
295 mg/dl, Ureum 16 mg/dl, Kreatinin 0,74 gr/dl, Protein total 7,1 gr/dl, albumin
2,9 gr/dl
2) Pemeriksaan oftalmologis
Kesan : gambaran fundus saat ini didapatkan
OD : retinopati diabetika non proliferative
ODS : KSI(katarak sen immature) + makulopati
3) Therapi
Infus RL 20 tpm, Ceftriaxon 1 x 2 gr (IV), Metronidazol 3 x 500 mg, Humulin 8 8
8, Diit DM 1700 kkal
B. Data Fokus
Data Fokus
Data Subjektif Data Objektif
1. Pasien mengatakan sejak 1 bulan yang 1. Urine output : 200 cc / 1x = 2000 cc atau
lalu timbul plentingan/papul pada 2 liter/hari
2. Karakteristik urine, warna kuning jernih,
kelingking kaki kiri yang berisi
bau khas (aseton)
cairan/nanah
3. Pasien minum 1,5 liter/hari menggunakan
2. Pasien mengatakan kelingking kaki
air putih
kirinya bengkak dan terasa "panas
4. Tingkat kesadaran : composmentis
kemranyas" 5. TB : 167 cm
3. Pasien mengatakan tidak diperiksakan ke 6. BB : 47 kg
7. TD : 150/100 mmHg,
dokter
N : 80x/menit,
4. Pasien mengatakan oleh keluarga, kaki
S : 38C
direndam dalam air es dengan tujuan RR : 21 x/menit.
8. Terdapat luka pada kaki sebelah kiri
panas dan bengkak hilang
56
5. Pasien mengatakan papul yang timbul juga 9. Terdapat ulkus
10. Diabetes Mellitus Grade IV (ganggren jari
dipecah sendiri
6. Pasien mengatakan timbul luka dibiarkan, kaki atau bagian distal kaki dengan/tanpa
lama kelamaan luka semakin melebar dan selulitis), dengan diameter 5 cm kedalaman
dalam 3 cm
7. Pasien mengatakan oleh pasien tidak juga 11. luka kotor, terdapat pus, dan berbau
12. kulit sekitar luka berwarna kehitaman,
diperiksakan ke dokter
8. Pasien mengatakan dalam beberapa hari kering
13. CRT 4 detik
timbul belatung yang cukup banyak serta
14. Tidak ada respon nyeri, bengkak.
berbau 15. Pemeriksaan Laboratorium
9. Pasien mengatakan oleh keluarga dibawa Hb = 10.6 gr% (N : 13,5 sd 17,5)
Ht = 31.2% (N : 41,0 sd 53,0)
ke Rumah Sakit dilakukan bersih luka
Leukosit = 11.100 rb/mm (N : 5000 sd
(Debridement).
11000)
10. Pasien mengatakan menderita Diabetes
Trombosit = 418 ribu/mmk, (N :150 sd 440
Mellitus sejak 10 tahun yang lalu tetapi
rb)
tidak pernah kontrol GDS = 295 mg/dl (N : 70 sd 130)
11. Pasien mengatakan banyak kencing Ureum = 16 mg/dl (N : 15 sd 40 mg/dl)
Kreatinin = 0,74 gr/dl (N : 0,5 sd 1,5
sampai 10x/hari
12. Pasien mengatakan kencing meningkat mg/dl)
Protein total = 7,1 gr/dl (N : 6,1 sd 8,2 g%)
bila malam hari
Albumin = 2,9 gr/dl (N : 3,8 sd 5,0 g/%)
13. Pasien mengatakan masih selalu mengeluh
16. Pemeriksaan oftalmologis
haus Kesan : gambaran fundus saat ini
14. Pasien mengatakan berat badan menurun
didapatkan
dalam 2 bulan terakhir 6 kg OD : retinopati diabetika non proliferative
15. Pasien mengatakan berat badan dahulu 53 ODS : KSI (katarak sen immature) +
kg menjadi 47 kg makulopati
17. Therapi
Infus RL 20 tpm
Ceftriaxon 1 x 2 gr (IV)
Metronidazol 3 x 500 mg
Humulin 8 8 8
Diit DM 1700 kkal
C. Analisa Data
Data Fokus Masalah Keperawatan Etiologi
Ds : Ketidakseimbangan Ketidakmampuan
1. Pasien mengatakan berat badan menurun
nutrisi kurang dari mengabsorbsi
dalam 2 bulan terakhir 6 kg
57
2. Pasien mengatakan berat badan dahulu kebutuhan tubuh nutrien
53 kg menjadi 47 kg
Do :
1. TB : 167 cm
2. BB : 47 kg
3. Infus RL 20 tpm
4. Diit DM 1700 kkal
Ds : Kekurangan volume Kegagalan
1. Pasien mengatakan banyak kencing cairan mekanisme
sampai 10x/hari regulasi
2. Pasien mengatakan kencing meningkat
bila malam hari
Do :
1 Urine output : 200 cc
2 Karakteristik urine, warna kuning jernih,
bau khas (aseton)
3 Pasien minum 1,5 liter/hari
menggunakan air putih
4 S : 38C
5 CRT 4 detik
6 Infus RL 20 tpm
DS : Kerusakan integritas Gangguan
1. Pasien mengatakan sejak 1 bulan yang jaringan metabolisme
lalu timbul plentingan/papul pada
kelingking kaki kiri yang berisi
cairan/nanah
2. Pasien mengatakan kelingking kaki kirinya
bengkak dan terasa "panas kemranyas"
3. Pasien mengatakan tidak diperiksakan ke
dokter
4. Pasien mengatakan oleh keluarga, kaki
direndam dalam air es dengan tujuan panas
dan bengkak hilang
5. Pasien mengatakan papul yang timbul juga
dipecah sendiri
6. Pasien mengatakan timbul luka dibiarkan,
58
lama kelamaan luka semakin melebar dan
dalam
7. Pasien mengatakan oleh pasien tidak juga
diperiksakan ke dokter
8. Pasien mengatakan dalam beberapa hari
timbul belatung yang cukup banyak serta
berbau
9. Pasien mengatakan oleh keluarga dibawa ke
Rumah Sakit dilakukan bersih luka
(Debridement).
DO :
1 Terdapat luka pada kaki sebelah kiri
2 Terdapat ulkus
3 Diabetes Mellitus Grade IV (ganggren jari
kaki atau bagian distal kaki dengan/tanpa
selulitis), dengan diameter 5 cm kedalaman
3 cm
4 luka kotor, terdapat pus, dan berbau
5 kulit sekitar luka berwarna kehitaman,
kering
DS : Penyakit kronis
Resiko infeksi
1 Pasien mengatakan sejak 1 bulan yang (mis, diabetes
lalu timbul plentingan/papul pada melitus)
kelingking kaki kiri yang berisi
cairan/nanah
2 Pasien mengatakan kelingking kaki kirinya
bengkak dan terasa "panas kemranyas"
3 Pasien mengatakan tidak diperiksakan ke
dokter
4 Pasien mengatakan oleh keluarga, kaki
direndam dalam air es dengan tujuan panas
dan bengkak hilang
5 Pasien mengatakan papul yang timbul juga
dipecah sendiri
6 Pasien mengatakan timbul luka dibiarkan,
59
lama kelamaan luka semakin melebar dan
dalam
7 Pasien mengatakan oleh pasien tidak juga
diperiksakan ke dokter
8 Pasien mengatakan dalam beberapa hari
timbul belatung yang cukup banyak serta
berbau
9 Pasien mengatakan oleh keluarga dibawa ke
Rumah Sakit dilakukan bersih luka
(Debridement).
DO :
1 Terdapat luka pada kaki sebelah kiri
2 Terdapat ulkus
3 Diabetes Mellitus Grade IV (ganggren jari
kaki atau bagian distal kaki dengan/tanpa
selulitis), dengan diameter 5 cm kedalaman
3 cm
4 luka kotor, terdapat pus, dan berbau
5 kulit sekitar luka berwarna kehitaman,
kering
60
3 Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan gangguan metabolisme ditandai dengan
pasien mengatakan sejak 1 bulan yang lalu timbul plentingan/papul pada kelingking
kaki kiri yang berisi cairan/nanah, kelingking kaki kirinya bengkak dan terasa "panas
kemranyas", tidak diperiksakan ke dokter, oleh keluarga, kaki direndam dalam air es dengan
tujuan panas dan bengkak hilang, papul yang timbul juga dipecah sendiri, timbul luka
dibiarkan, lama kelamaan luka semakin melebar dan dalam, oleh pasien tidak juga
diperiksakan ke dokter, dalam beberapa hari timbul belatung yang cukup banyak serta
berbau, oleh keluarga dibawa ke Rumah Sakit dilakukan bersih luka (Debridement), terdapat
luka pada kaki sebelah kiri, terdapat ulkus, Diabetes Mellitus Grade IV (ganggren jari kaki
atau bagian distal kaki dengan/tanpa selulitis), dengan diameter 5 cm kedalaman 3 cm, luka
kotor, terdapat pus, dan berbau, kulit sekitar luka berwarna kehitaman, kering
4 Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis (mis, diabetes melitus) ditandai dengan
pasien mengatakan sejak 1 bulan yang lalu timbul plentingan/papul pada kelingking
kaki kiri yang berisi cairan/nanah, kelingking kaki kirinya bengkak dan terasa "panas
kemranyas", tidak diperiksakan ke dokter, oleh keluarga, kaki direndam dalam air es dengan
tujuan panas dan bengkak hilang, papul yang timbul juga dipecah sendiri, timbul luka
dibiarkan, lama kelamaan luka semakin melebar dan dalam, oleh pasien tidak juga
diperiksakan ke dokter, dalam beberapa hari timbul belatung yang cukup banyak serta
berbau, oleh keluarga dibawa ke Rumah Sakit dilakukan bersih luka (Debridement), terdapat
luka pada kaki sebelah kiri, terdapat ulkus, Diabetes Mellitus Grade IV (ganggren jari kaki
atau bagian distal kaki dengan/tanpa selulitis), dengan diameter 5 cm kedalaman 3 cm, luka
kotor, terdapat pus, dan berbau, kulit sekitar luka berwarna kehitaman, kering
E. Rencana Tindakan
Tanggal
Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Rencana tindakan
& waktu
01/03/17 Kekurangan volume cairan Noc : Nic :
1. Keseimbangan cairan
berhubungan dengan kegagalan Keseimbangan cairan
(keseimbangan cairan di
mekanisme regulasi ditandai 1. Menejemen cairan
dalam ruang intraselular a. Berikan cairan
dengan :
7 Haus dan ekstraselular tubuh) dengan tepat
8 Kulit kering b. Tingkatkan
dapat teratasi dibuktikan
9 Peningkatan suhu tubuh
asupan oral
10 Penurunan berat badan tiba dengan kriteria hasil:
61
tiba a. Tekanan darah c. Monitor status
11 Penurunan haluaran urine
normal hidrasi
b. Keseimbangan 2. Monitor cairan
a. Periksa turgor
intake dan
kulit dengan
output selama 24
memegang
jam normal
c. Berat badan jaringan sekitar
normal tulang seperti
d. Hemtokrit
tangan atau
normal
tulang kering ,
e. Berat jenis urne
mencubit kulit
normal
f. Tidak terasa dengan lembut,
kehausan pegang dengan
2. Hidrasi (air yang
kedua tangan
cukup dalam
dan lepaskan
kompartemen
(dimana kulit
intraseluler dan
akan turun
ekstraseluler tubuh)
kembali
dapat teratasi
dengan cepat
dibuktikan dengan
jika pasien
kriteria hasil:
a. Turgor kulit terhidrasi
elastic dengan baik)
b. Intake cairan 3. Pengaturan suhu
a. Monitor suhu
normal
c. Output urine paling tidak
normal setiap 2 jam
d. Warna urine
sesuai
tidak keruh
kebutuhan
e. Suhu tubuh
b. Monitor
normal
tekanan darah,
3. Integritas jaringan: kulit
nadi dan
& membrane mukosa
respirasi sesuai
(keutuhan struktur dan
kebutuhan
62
fungsi kulit dan selaput c. Tingkatkan
lendir secara normal) intake cairan
dapat teratasi dibuktikan dan nutrisi
dengan kriteria hasil: adekuat
a. Suhu kulit normal
b. Keringat tidak
berlebih
c. Tekstur nya baik
d. integritas kulit
normal
e. pigmentasi normal
f. tidak ada lesi pada
kulit
g. tidak ada lesi pada
mukosa membrane
4. status nutrisi: asupan
makanan & cairan
(jumlah maknaan dan
cairan yang masuk ke
dalam tubuh lebih dari
suatu periode 24 jam)
dapat teratasi dibuktikan
dengan kriteria hasil:
5. Asupan cairan secara oral
02/03/173. Ketidakseimbangan nutrisi Noc : Nic :
1. Status nutrisi : sejauh 1. Manajemen nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
a. Tentukan status
mana nutrisi dicerna
berhubungan dengan
gizi pasien dan
dan diserap untuk
Ketidakmampuan
kemampuan pasien
memenuhi kebutuhan
mengabsorbsi nutrien yang
untuk memenuhi
metbolik
ditandai dengan penurunan
kebutuhan gizi
Tujuan : masalah
berat badan b. Berikan pilihan
Ketidakseimbangan nutrisi
makanan sambil
kurang dari kebutuhan
menawarkan
tubuh dapat teratasi
bimbingan
Kriteria hasil :
63
a. Asupan gizi baik terhadap pilihan
b. Asupan makanan
makanan yang
baik
lebih sehat
c. Asupan cairan baik
c. Atur diet yang
d. Tidak kekuraqngan
diperlukan
energi
2. Terapi nutrisi
e. Status hidrasi baik
a. Dorong pasien
2. Berat badan : masa
untuk memilih
tubuh : tingkatan
makanan setengah
dimana berat badan,
lunak
otot, dan lemak
b. Motivasi pasien
kongruen dengan
untuk
tinggi, tulang, jenis
mengkonsumsi
kelamin dan usia
makanan dan
Kriteria hasil :
minuman yang
a. Berat badan ideal
tinggi kalium
b. Presentasi lemak
sesuai kebutuhan
tubuh normal
c. Pastikan dalam diet
3. Pengetahuan :
mengandung
manajemen berat
makanan yang
badan : tingkat
tinggi serat untuk
pemahaman yang
mencegah
disampaikan tentang
konstipasi
peningkatan dan
3. Bantuan peningkatan
pemeliharaan berat
berat badan
badan yang optimal a. Timbang pasien
serta presentase lemak pada jam yang
yang kongruen dengan sama setiap hari
b. Diskusikan
tinggi, rangka, jenis
kemungkinan berat
kelamin dan usia
badan berkurang
c. Dukung
peningkatan asupan
kalori
64
F. Catatan Keperawatan
65
RS : -
RO : Tekanan darah pasien sudah sedikit
turun dengan hasil :
Td : 130/80 mmHg
RR : 21 x/menit
Nadi : 80 x/menit
S : 37C
e. Meningkatkan intake cairan dan nutrisi
adekuat
RS : pasien mengatakan hanya minum 1
gelas
RO : pasien telah diberikan intake cairan dan
nutrisi yang adekuat dengan RL 600 ml , 20
tetes/menit
2 02/03/ 2 1. Memaanajemen nutrisi Zr. novi
a. menentukan status gizi pasien dan kemampuan
2017
pasien untuk memenuhi kebutuhan gizi
12.00
Rs : -
Ro : IMT : 47/(1,67X1,67) : 16,8 (malnutrisi)
b. memberikan pilihan makanan sambil
menawarkan bimbingan terhadap pilihan
makanan yang lebih sehat
Rs : pasien mengatakan hanya makan makanan
yang di diit kandari rumah sakit
Ro :
c. mengatur diet yang diperlukan
Rs : pasien mengatakan sudah mendapatkan diit
makanan dari rumah sakit
Ro : pasien sudah mendapatkan diit makanan
dari rumah sakit
2. Terapi nutrisi
a. mendorong pasien untuk memilih makanan
setengah lunak
Rs : pasien mengatakan sudah makan makanan
yang lunak
Ro : pasien sudah dianjurkan untuk makan
makanan yang lunak
b. memotivasi pasien untuk mengkonsumsi
makanan dan minuman yang tinggi kalium sesuai
66
kebutuhan
Rs : pasien mengatakan jarang mengkonsumsi
makanan dan minuman yang tinggi kalium
Ro : pasien sudah dianjurkan untuk banyak
makanan dan minuman yang tinggi kalium
c. memastikan dalam diet mengandung makanan
yang tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Rs : pasien mengatakan jarang makanan yang
tinggi serat
Ro : pasien sudah di anjurkan untuk banyak
makanan yang tinggi serat
3. membantu peningkatan berat badan
a. menimbang pasien pada jam yang sama setiap
hari
Rs : pasien mengatakan selama di rumah jarang
menimbang berat badan
Ro : pasien lakukan penimbangangan BB : 47kg
b. mendiskusikan kemungkinan berat badan
berkurang
Rs : pasien mengatakan tidak tahu berat badan
nya berkurang atau tidak
Ro : berat badan pasien masih sama saat awal
masuk ke rumah sakit
G. Evaluasi
No. Dx. S O AP Tanda
Tgl/Ja Kep. ( Subjektif, Objektif, Analisa, Planning tangan
m
02-03- 1 S: Zr. Putri
2017 pasien mengatakan sering merasa haus
pasien mengatakan panasnya sudah turun
Pasien mengatakan hanya minum 1 gelas
O:
pasien terlihat terpasang infuse RL 600 ml 20
tetes/menit
pasien terlihat sudah banyak minum
pasien terlihat hausnya berkurang dan frekuensi
67
berkemihnya berkurang
turgor kulit pasien terlihat elastis
pasien telah diukur dengan hasil suhu 37C
Tekanan darah pasien sudah sedikit turun dengan
hasil :
Td : 130/80 mmHg
RR : 21 x/menit
N : 80 x/menit
S : 37C
pasien telah diberikan intake cairan dan nutrisi yang
adekuat dengan RL 600 ml , 20 tetes/menit
68
69
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebutuhan nutrisi tidak berada dalam kondisi yang menetap. Ada kalanya kebutuhan nutrisi
seorang meningkat. Begitu pula kebalikannya, kebutuhan nutrisi seseorang menurun. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan seseorang terhadap nutrisi. Pada diabetes,
kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun. Atau pancreas dapat
menghentikan sama sekali produksi insulin. Keadaan ini menimbulkan hiperglikemia yang dapat
mengakibatkan komplikasi metabolic akut seperti diabetes ketoasidosis dan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketotik (HHNK). Hiperglikemik jangka panjang dapat ikut
menyebabkan komplikasi mikrovaskuler yang kronis (penyakit ginjal dan mata)dan komplikasi
neuropati (penyakit pada saraf). Diabetes juga di sertai dengan peningkatan insidens penyakit
makrovaskuler yang mencakup infark miokard, stroke dan penyakit vaskuler perifer.
Disini perawat mempunyai tugas penting untuk menekanakan untuk oang-orang tersebut
bahwa mereka sesungguhnya menderita diabetes dan bukan sekedar diabetes borderline yang
berhubungan dengan masalah toleransi gula (TGT=toleransi glukosa terganggu), dan merupakan
keadaan di mana kadar glukosa darah berada. Di antara kadar normal dan kadar yang dianggap
sebagai tanda diagnostic untuk penyakit diabetes.
Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta
pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia-puasa terjadi akibat produksi
glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak
dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
postprandial(sesudah makan). Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normal nya
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya
insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di
dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel tidak
ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa
oleh jaringan.
B. Saran
70
Penulisan makalah ini memuat saran-saran yang ditujukan ke berbagai pihak, antara
lain:
a. Bagi pembaca, terutama mahasiswa keperawatan diharapkan dapat menggunakan
makalah ini sebagai referensi untuk menambah pengetahuan tentang asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan kebutuhan nutrisi akibat kondisi patologis
diabetes mellitus
b. Bagi pembaca agar memperbaiki segala kekurangan yang terdapat pada makalah ini,
sehingga makalah ini dapat dicetak dengan kondisi yang lebih baik.
71
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C., Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth, Vol. 2 Edisi 8. Jakarta : EGC
Long, Barbara C. 2000. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan.
Bandung : UNIT VII
Nurarif, Amin Huda., dan Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC Jilid 2. Yogyakarta : Medi Action
International, NANDA. 2015. NANDA International Inc. Nursing Diagnoses : Definitions &
Classifications 2015/2017, 10th Edition. Jakarta : EGC
Moorehead, Sue., Johnson, Marion., Maas, Meridean L., dan Swanson, Elizabeth. 2013. Nursing
Outcomes Classification 5th Edition. Philadelphia : ELSEVIER
Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, Joanne M., dan Wagner, Cheryl M.
2013. Nursing Interventions Classification 6th Edition. Philadelphia : ELSEVIER
Doenges, Marilynn E., Moorhouse, Mary Frances., dan Geissler, Alice C. Rencana Asuhan
Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.
Jakarta : EGC
72