Vous êtes sur la page 1sur 651

PEDOMAN 08/BM/05

Pedoman Umum
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Bidang Jalan

Buku 1

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA WILAYAH
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

PRAKATA

Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan ini disusun oleh
Departemen Pekerjaan Umum melalui Proyek Pembinaan Manajemen Lingkungan
Prasarana Wilayah, yang dilaksanakan dengan bantuan konsultan.

Adapun tujuannya adalah untuk melengkapi pedoman-pedoman yang telah ada,


sehingga terwujud seperangkat pedoman pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan
yang utuh dan menyeluruh, yang terdiri dari:.

Buku 1 : Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan;


Buku 2 : Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan;
Buku 3 : Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan; dan
Buku 4 : Pedoman Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan.

Penyusunan pedoman umum ini mengacu pada peraturan dan perundang-undangan


bidang lingkungan hidup serta peraturan-peraturan lain yang terkait. Substansi
pedoman mengacu dan merupakan pemutakhiran dan pemantapan dari dokumen-
dokumen yang telah ada, antara lain:

a) Pedoman Teknis Penyusunan AMDAL Proyek Bidang Pekerjaan Umum (Peraturan


Menteri Pekerjaan Umum No. 69/PRT/1995)
b) Sistem Manajemen Lingkungan Proyek Jalan, produk Ditjen Bina Marga melalui
Proyek ISEM (Institutional Strengthening of Environmental Management);
c) Manual Manajemen Lingkungan Jalan Perkotaan, produk Ditjen Tata Perkotaan
dan Tata Perdesaan melalui Proyek SESIM (Strengthening of Environmental and
Social Impact Management);

Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan konsep
pedoman umum pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini diucapkan banyak
terima kasih.

Jakarta, Oktober 2006


Direktorat Jenderal Bina Marga

i
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

PENDAHULUAN

Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan ini merupakan bagian dari
seperangkat Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan yang terdiri dari empat
buku, yaitu:

a) Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan;


b) Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan;
c) Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan; dan
d) Pedoman Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan.

Pedoman Umum memberikan penjelasan tentang apa, mengapa, kapan dan oleh siapa
berbagai kegiatan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan harus dilaksanakan pada
seluruh tahapan siklus pengembangan proyek jalan, sedangkan ketiga pedoman lainnya
terutama memberikan petunjuk tentang apa dan bagaimana cara pelaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup yang harus dilaksanakan pada tiap tahapan siklus pengembangan proyek
jalan (lihat Gambar).

Secara garis besar, Pedoman Umum Pengelolan Lingkungan Hidup Bidang Jalan ini
memberikan penjelasan dan petunjuk umum tentang pelaksanaan pengelolaan lingkungan
hidup yang wajib dilaksanakan pada seluruh tahapan siklus pengembangan proyek jalan,
sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan, yang meliputi:

a) Peraturan dan persyaratan lingkungan hidup terkait dengan bidang jalan;


b) Dampak kegiatan pembangunan jalan terhadap lingkungan hidup;
c) Perencanaan jaringan jalan yang berwawasan lingkungan;
d) Perencanaan pembangunan ruas jalan yang layak lingkungan;
e) Desain dan Spesifikasi Teknis Pengelolaan Lingkungan Hidup
f) Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan;
g) Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan

ii
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Gambar 1
Struktur Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup
Bidang Jalan

Petunjuk tentang apa, mengapa, kapan dan oleh siapa


berbagai kegiatan pengelolaan lingkungan hidup
bidang jalan harus dilaksanakan

Pedoman Umum
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Bidang Jalan
Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pengelolaan Lingkungan Hidup


Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pedoman Perencanaan

Pedoman Pemantauan
Pedoman Pelaksanaan
Bidang Jalan

Bidang Jalan
Bidang Jalan

Petunjuk tentang apa dan bagaimana cara


pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang
harus dilaksanakan pada tiap tahapan siklus
pengembangan proyek jalan

Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan memberikan petunjuk rinci
tentang pengelolaan lingkungan hidup yang wajib dilaksanakan pada tahap perencanaan,

iii
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

meliputi tahap perencanaan umum, pra studi kelayakan,.studi kelayakan dan perencanaan
teknis.

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan memberikan petunjuk rinci
tentang pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan yang wajib dilaksanakan pada tahap-tahap
pra konstruksi (pengadaan tanah), konstruksi, dan pasca konstruksi (pengoperasian jalan).

Pedoman Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan memberikan petunjuk rinci
tentang pemantauan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan yang wajib
dilaksanakan pada tahap-tahap perencanaan, pra konstruksi, konstruksi, dan pasca konstruksi,
serta evaluasi kualitas lingkungan pada tahap evaluasi pasca proyek.

Substansi Pedoman

Ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam pedoman-pedoman tersebut di atas merupakan


penjabaran dari peraturan perundang-undangan bidang lingkungan hidup yang bersifat
nasional, yang harus dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia. Namun, di beberapa daerah
(baik di tingkat propinsi maupun kabupaten / kota) terdapat ketentuan ketentuan yang lebih
ketat yang telah dikukuhkan dalam bentuk peraturan daerah, yang juga wajib ditaati di daerah
yang bersangkutan.

Maksud dan Tujuan

Pedoman-pedoman tersebut di atas disusun dengan maksud agar semua pihak yang
bertanggungjawab atau terkait dalam tiap tahapan kegiatan pembangunan jalan dan jembatan
semakin mudah melaksanakan penanganan dampak lingkungan yang mungkin terjadi akibat
kegiatan pembangunan tersebut, sehingga terwujud proses pembangunan jalan dan jembatan
yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Cara Penggunaan Pedoman

Bagi mereka yang hanya ingin mengetahui ketentuan-ketentuan umum tentang pengelolaan
lingkungan hidup bidang jalan yang wajib dilaksanakan pada seluruh tahapan siklus
pengembangan proyek jalan, cukup membaca pedoman umum ini. Namun untuk memahami
bagaimana cara pengelolaan lingkungan hidup yang wajib dilaksanakan pada tiap tahapan
siklus proyek jalan secara rinci, perlu membaca pedoman lainnya, sesuai dengan tahapan
proyek yang diperlukan.

iv
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Daftar Isi
Halaman

P rakata . i
P en d ah u lu an ii
D aftar Isi vi
D aftar G am b ar .. viii
D aftar T ab el .. viii
1 R u an g Lin g ku p .. 1
2 A cu an N orm atif . 2
3 Istilah d an D efin isi . 2
4 K eb ijakan P en g elo laan Lin g ku n g an H id u p . 4
4.1 P eratu ran d an P ersyaratan Lin g ku n g an H id u p B id an g Jalan 4

4.1.1 K eb ijakan N asion al P en g elo laan Lin g ku n g an H id u p . . 4


4.1.2 Kebijakan Sektor yan g T erkait 7

4.1.3 Persyaratan Lingkungan untuk Proyek Jalan Berbantuan


Lu ar N eg eri .. 10
4.2 S iklu s P em b an g u n an Jalan yan g B erw aw asan Lin g ku n g an .. 18
4.3 K on su ltasi M asyarakat . 23
5. Aspek Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
5.1 D am p ak K eg iatan P em b an g u n an Jalan terh ad ap Lin g ku n g an H id u p .. 24

5.1.1 D am p ak p ad a T ah ap P eren can aan . 24


5.1.2 D am p ak p ad a T ah ap P ra K on stru ksi . 24

5.1.3 D am p ak p ad a T ah ap K o n stru ksi 25


5.1.4 D am p ak p ad a T ah ap P asca K on stru ksi . 25

5.2 P eren can aan P en g elo laan Lin g ku n g an H id u p B id an g Jalan 26


5.2.1 P eren can aan Jarin g an Jalan yan g B erw aw asan Lin g ku n g an 26
5.2.1 Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan yang Layak Lingkungan 33

5.2.3 D esain d an S p esifikasi T ekn is P en g elolaan Lin g ku n g an H id u p 35


5.2.4 Penyusunan Rencana Pengadaan Tanah dan Pemukiman
K em b ali 36
5.3 P elaksan aan P en g elolaan Lin g ku n g an H id u p .. 38
5.3.1 Lingkup Pekerjaan 38
5.3.2 Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Tahap Pra-kon stru ksi 38
5.3.3 P en g elolaan Lin g ku n g an H id u p p ad a T ah ap K o n stru ksi .. 39
5.3.4 Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Tahap Pasca Konstruksi .. 39
5.4 Pemantauan dan Evalu asi P elaksan aan P n g elolaan Lin g ku n g an H id u p 40
5.4.1 T u ju an P em an tau an P en g elolaan Lin g ku n g an H id u p .. 40
5.4.2 Lin g ku p K eg iatan P en g elo laan Lin g ku n g an H id u p .. 40
5.4.3 E valu asi K u alitas Lin g ku n g an p ad a T ah ap P asca P ro yek .. 41
5.4.4 Monitoring dan Evaluasi Sosial-E kon om i 46

v
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

6 In stan si P elaksan a P en g elolaan Lin g ku n g an H id u p B id an g Jalan .. 47

6.1 P em rakarsa K eg iatan P royek Jalan 47


6.2 In stan si T erkait .. . 48
5.2.1 Badan P eren can aan P em b an g u n an D aerah (B ap p ed a) 48
5.2.2 Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda).. 49
5.2.3 In stan si T erkait Lain n ya 49

7 P em b iayaan 50

7.1 Biaya Pengelolaan Lingkungan Hidup pada T ah ap P eren can aan 50


7.2 B iaya P en g elolaan Lin g ku n g an H id u p p ad a T ah ap P ra K on stru ksi .. .. 51
7.3 B iaya P en g elolaan Lin g ku n g an H id u p p ad a T ah ap K o n stru ksi .. 51

7.4 Biaya Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Tahap Pasca Konstruksi... 51


7.5 Biaya Pemantau an P elaksan aan P en g elolaan Lin g ku n g an H id u p . 51

8 P en u tu p 52

Lampiran 1 : Daftar Peraturan dan Perundang-Undangan Tentang Lingkungan Hidup


Terkait Dengan Bidang Jalan.
Lampiran 2 : Bagan Koordinasi / Konsultasi Antar Stakeholder di Daerah Dalam Pelaksanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan.

vi
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Daftar Gambar

Gambar 1 Struktur Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup B id an g Jalan . iii


Gambar 4.1 Bagan Integrasi Pertimbangan Lingkungan dalam Siklus
P en g em b an g an P royek Jalan . 20
Gambar 7.1 Bagan Pengelolaan Lingkungan Proyek Jalan yang
B erkesin am b u n g an .. 54

Daftar Tabel

Tabel 5.1 Potensi Dampak Kegiatan Pembangunan Jalan terhadap Lingkungan


Hidup dan Alternatif Pengelolaannya ................................................... 27
Tabel 5.2 Kriteria Jenis Rencana Kegiatan Proyek Jalan yang Wajib Dilengkapi
AMDAL atau UKL dan UPL ................................................................. 32
Tabel 5.3 Matrik Arahan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang
Jalan ................................................................................................... 42

vii
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN


LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

1. Ruang lingkup
Pedoman umum ini memberikan petunjuk dan penjelasan umum berupa ketentuan-
ketentuan tentang pengelolalaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan dalam
penyelenggaraan kegiatan pembangunan jalan dan jembatan. Pengelolaan lingkungan
hidup tersebut mencakup penerapan pertimbangan lingkungan dalam seluruh tahapan
siklus pengembangan proyek, mulai dari tahap perencanaan umum, pra studi dan studi
kelayakan, perencanaan teknis, pra-konstruksi, konstruksi, pasca konstruksi,sampai ke
tahap evaluasi pasca proyek, sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku.

Pedoman umum ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai rujukan dan pegangan bagi
para petugas yang bertanggungjawab atau terlibat dalam perencanaan pembangunan
jalan dan jembatan baik di tingkat pusat, propinsi, maupun kabupaten / kota, untuk
memudahkan pelaksanaan tugasnya dalam penanganan dampak lingkungan yang
mungkin terjadi.

Adapun tujuannya adalah agar proses pembangunan jalan dan jembatan dapat
dilaksanakan secara optimal tanpa mengakibatkan dampak negatif yang berarti,
sehingga terwujud jaringan jalan yang ramah lingkungan.

Ketentuan-ketentuan dalam pedoman ini secara garis besar meliputi:

Peraturan dan Persyaratan Lingkungan Hidup Terkait dengan Bidang Jalan


Dampak Kegiatan Pembangunan Jalan terhadap Lingkungan Hidup
Konsultasi Masyarakat
Perencanaan Jalan yang Berwawasan Lingkungan
Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi Jalan yang Ramah Lingkungan
Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

1
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

2. Acuan normatif

Pedoman umum ini menggunakan acuan peraturan dan perundang-undangan tentang


lingkungan hidup, khususnya tentang AMDAL dan peraturan-peraturan lain yang terkait,
antara lain:

1. Undang Undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;


2. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup;
3. Keputusan Presiden No.32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;
4. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.2 Tahun 2000 tentang Panduan
Penilaian Dokumen AMDAL
5. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.17 Tahun 2001 tentang Jenis
Rencana Usaha dan / atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi dengan AMDAL.
6. Keputusan Kepala Bapedal No. 8 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan
Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL
7. Keputusan Kepala Bapedal No. 9 Tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;
8. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 17/KPTS/M/2003 tentang
Penetapan Jenis Usaha dan / atau Kegiatan Bidang Permukiman dan Prasarana
Wilayah yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya
Pemantauan Lingkungan.

Daftar acuan peraturan perundang-undangan selengkapnya tercantum pada Lampiran 1.

3. Istilah dan definisi


3.1 Jalan
Suatu prasarana transportasi jalan dalam bentuk apapun, meliputi segala bagian jalan
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas;

3.2 Jembatan
Prasarana transportasi darat yang menghubungkan antar badan jalan karena terbelah
oleh sungai atau lalu lintas lainnya;

3.3 Rambu-rambu lalu lintas


Tanda / simbul pemberitahuan, peringatan, anjuran dan larangan bagi pemakai jalan;

2
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

3.4 Marka jalan


Batas pemisah lajur lalu lintas;

3.5 Jaringan jalan


Satu kesatuan sistem transportasi lalu lintas jalan raya, terdiri dari sistem jaringan primer
dan sistem jaringan sekunder yang terjalin dalam hubungan hirarki;

3.6 Lalu lintas


Pengguna lajur jalan;

3.7 Moda angkutan


Semua alat angkutan barang dan atau penumpang dari berbagai jenis dan tipe;

3.8 Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL)


Kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan / atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan / atau kegiatan;

3.9 Dampak besar dan penting


Perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha
dan / atau kegiatan;

3.10 Kerangka acuan ANDAL


Ruang lingkup kajian analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang merupakan hasil
pelingkupan;

3.11 Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)


Telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu
rencana usaha dan / atau kegiatan;

3.12 Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)


Upaya penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang
ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan / atau kegiatan;

3.13 Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)


Upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan
penting akibat dari rencana usaha dan / atau kegiatan;

3
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

3.14 Pemrakarsa
Orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu rencana usaha dan / atau
kegiatan yang akan dilaksanakan;

3.15 Komisi penilai


Komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL dengan pengertian di tingkat pusat
adalah komisi penilai pusat, dan di tingkat daerah adalah komisi penilai daerah;

3.16 Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan


Lingkungan Hidup (UPL)
Berbagai tindakan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang wajib
dilaksanakan oleh pemrakarsa dalam rangka pengendalian dampak lingkungan sesuai
dengan standar-standar pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup;

3.17 Masyarakat terkena dampak


Masyarakat yang akan merasakan dampak dari adanya rencana usaha dan/atau
kegiatan, terdiri dari masyarakat yang akan mendapatkan manfaat dan masyarakat yang
akan mengalami kerugian.

3.18 Masyarakat pemerhati


Masyarakat yang tidak terkena dampak dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan,
tetapi mempunyai perhatian terhadap rencana usaha/kegiatan tersebut, maupun
dampak-dampak lingkungan yang akan ditimbulkannya.

4. Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Peraturan dan Persyaratan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Kebijakan Nasional Pengelolaan Lingkungan Hidup

a. Penataan Ruang

Salah satu kebijakan nasional pengelolaan lingkungan hidup diatur dalam Undang-
Undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Penataan ruang mencakup proses

4
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang,


yang bertujuan untuk:

1) Terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan yang


berlandaskan pada wawasan nusantara dan ketahanan nasional;
2) Terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan
budidaya;
3) Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas, antara lain untuk:
Mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber
daya buatan, dengan memperhatikan sumber daya manusia;
Mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta
menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan hidup

b. Pengelolaan Lingkungan Hidup

Kebijakan nasional tentang pengelolaan lingkungan hidup telah ditetapkan dalam


Undang-Undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan
sasaran sebagai berikut:

1) Tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan


lingkungan hidup
2) Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap
dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup;
3) Terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi mendatang;
4) Tercapainya fungsi kelestarian lingkungan hidup;
5) Terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana;
6) Terlindunginya negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha dan
atau kegiatan dari luar wilayah negara, yang menyebabkan pencemaran dan atau
perusakan lingkungan hidup.

Untuk mewujudkan keterpaduan dan keserasian pelaksanaan kebijakan nasional tentang


pengelolaan lingkungan hidup, pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk:

Melimpahkan wewenang terutama kepada perangkat pemerintah daerah dalam hal


pengelolaan lingkungan hidup;

5
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Mengikutsertakan pemerintah daerah untuk membantu pemerintah pusat dalam


pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup di daerah.

Dalam hal pelestarian lingkungan hidup, setiap orang mempunyai hak yang sama atas
lingkungan hidup yang bersih dan sehat, serta memiliki kewajiban untuk memelihara
kelestarian fungsi ligkungan hidup, serta mencegah dan menanggulangi terjadinya
pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.

c. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL)

Dalam rangka mengupayakan tujuan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan


lingkungan seperti disebutkan pada butir b di atas, Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang
No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, menetapkan bahwa setiap
usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap
lingkungan hidup wajib memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) untuk
memperoleh izin melakukan usaha dan/atau kegiatan. Aturan pelaksanaan AMDAL ini
tercantum dalam Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 1999 tentang AMDAL.

Tujuan dan sasaran AMDAL adalah untuk menjamin suatu usaha dan/atau kegiatan
pembangunan dapat berjalan secara berkesinambungan tanpa merusak lingkungan
hidup. Melalui studi AMDAL, diharapkan usaha dan/atau kegiatan pembangunan dapat
memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam secara efisien, meminimalkan dampak
negatif dan memaksimalkan dampak positif terhadap lingkungan hidup.

AMDAL adalah bagian dari studi kelayakan, berupa proses pengkajian terpadu yang
mempertimbangkan aspek-aspek ekologi, sosio-ekonomi dan sosial-budaya sebagai
pelengkap kelayakan teknis dan ekonomi suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.

Studi AMDAL hanya diperlukan bagi proyek-proyek yang menimbulkan dampak besar
dan penting terhadap lingkungan hidup, yang pada umumnya berupa kegiatan proyek
berskala besar, kompleks, dan / atau berlokasi di daerah yang memiliki komponen
lingkungan sensitif.

Jenis - jenis rencana usaha dan / atau kegiatan yang wajib dilengkapi AMDAL dapat
dilihat pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.17 Tahun 2001 tentang
Jenis Usaha dan / atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan AMDAL.

6
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

d. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan


Lingkungan Hidup (UPL)

Pada Pasal 3 Ayat (4) PP No. 27 Tahun 1999 tentang AMDAL, disebutkan bahwa usaha
dan / atau kegiatan yang tidak menimbulkan dampak besar dan penting tidak wajib
dilengkapi AMDAL, tapi wajib melakukan upaya pengelolaan lingkungan hidup (UKL) dan
Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL), yang pembinaannya berada pada instansi
yang membidangi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan.

Upaya Pngelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup adalah
berbagai tindakan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang wajib
dilaksanakan oleh pemrakarsa dalam rangka pengendalian dampak lingkungan sesuai
dengan standar-standar pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.

Kriteria proyek jalan dan jembatan yang wajib melaksanakan UKL dan UPL tercantum
dalam Keputusan Menteri Kimpraswil No.17/KPTS/M/2003.

Kebijakan Sektor yang Terkait

a. Kehutanan

Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,


kawasan hutan dikelompokkan atas hutan konservasi (yang terdiri dari hutan suaka
alam, hutan pelestarian alam dan hutan buru), hutan lindung serta hutan produksi.

Pembangunan jalan tidak diperbolehkan di dalam kawasan hutan konservasi, namun


boleh dilaksanakan dalam kawasan hutan lindung dan hutan produksi dengan
persyaratan khusus.

Salah satu persyaratan tersebut adalah bahwa semua kegiatan lain (selain kegiatan
bidang kehutanan) termasuk kegiatan proyek jalan, yang memerlukan / menggunakan
lahan di kawasan hutan, harus mengganti kawasan hutan yang dipakai tersebut dengan
kawasan di tempat lain dan kemudian dihutankan kembali, minimal seluas lahan yang
terpakai untuk kegiatan tersebut. Hal ini diatur dalam Keputusan Menteri kehutanan No.
419/KPTS/II/1994 tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan No.
164/KPTS/II/1994 tentang Pedoman Tukar Menukar Kawasan Hutan. Untuk hal ini,
diperlukan izin dari Menteri Kehutanan, serta ada persyaratan menyusun AMDAL.

Keputusan Menteri Kehutanan No.41/KPTS/II/1996 tentang Perubahan Keputusan


Menteri Kehutanan Mo.55/KPTS/II/1994 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan,
menyatakan bahwa untuk kegiatan lain selain kegiatan kehutanan, tetapi menyangkut

7
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

kepentingan masyarakat umum, seperrti pembangunan jalan, penggantian lahan yang


berada di kawasan hutan dapat dilakukan dengan cara pinjam pakai selama lima tahun,
dan dapat diperpanjang kembali, tanpa kompensasi. Namun bila luas kawasan hutan
yang masih ada < 30 % dari luas propinsi, maka cara pinjam pakai tersebut harus
dengan kompensasi (sesuai Kepmen Kehutanan No.419/KPTS/II/1994 tersebut di atas).

b. Kebudayaan

Salah satu aspek kebudayaan yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup bidang jalan adalah kawasan cagar budaya, yaitu kawasan yang
merupakan lokasi hasil budaya manusia berupa bangunan yang bernilai tinggi dan situs
purbakala.

Berdasarkan ketentuan tercantum dalam Undang-Undang No.24 Tahun 1992 tentang


Penataan Ruang dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan
Lindung, kawasan cagar budaya itu termasuk kategori kawasan lindung.

Kebijakan nasional tentang benda cagar budaya juga diatur dalam Undang-Undang No. 5
tahun 1992, tentang Benda Cagar Budaya dan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1993
tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 5 Tahun 1993.

Pada Pasal 44 Peratuan Pemerintah tersebut di atas, disebutkan bahwa setiap rencana
kegiatan (termasuk kegiatan proyek jalan) yang dapat mengakibatkan dampak terhadap
benda cagar budaya, wajib dilaporkan terlebih dahulu, kepada menteri yang
bertanggungjawab di bidang kebudayaan, secara tertulis dan dilengkapi dengan hasil
studi AMDAL.

c. Pertanahan

Kebijakan pemerintah tentang pertanahan yang terkait dengan kegiatan pembangunan


jalan, khususnya kegiatan pengadaan tanah, diatur dalam Keputusan Presiden No. 55
Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk
Kepentingan Umum. Beberapa ketentuan yang tercantum dalam Keppres tersebut yang
perlu diperhatikan dalam proses pengadaan tanah antara lain:

1) Pengadaan tanah hanya dapat dilakukan bila rencana pembangunan tersebut sesuai
dengan:
Rencana umum tata ruang yang telah ditetapkan;
Perencanaan ruang wilayah kota.

2) Pengadaan tanah harus dilakukan secara musyawarah langsung dengan pemegang


hak atas tanah atau wakil yang ditunjuk

8
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

3) Pemberian ganti rugi dalam rangka pengadaan tanah, diberikan untuk hak atas
tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang terikat dengan tanah
tersebut;

4) Bentuk ganti kerugian dapat berupa uang, tanah pengganti, pemukiman kembali,
serta bentuk lain yang disepakati oleh para pihak yang bersangkutan.

Petunjuk pelaksanaan Keppres tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Negara


Agraria / Kepala BPN No. 1 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Keppres No. 55 tahun
1993.

Pedoman tentang pemberian ganti kerugian untuk tanah ulayat tercantum dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 tahun 1994.

Dalam situasi dan kondisi tertentu, bila perlu, pemerintah dapat mencabut hak atas
tanah. Hal ini diatur dalam Undang-Undang No.20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak
Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya. Pada Pasal 2 Ayat (2) UU tersebut
disebutkan bahwa pencabutan hak atas tanah harus disertai dengan:

Rencana dan alasan peruntukannya;


Keterangan tentang letak, jenis hak atas tanah, dan nama pemilik tanah;
Rencana penampungan orang-orang yang haknya dicabut.

d. Perhubungan

Ketentuan tentang perlintasan antara jalur kereta api dengan jalan, diatur dalam
Undang-Undang No. 13 tahun 1992 tentang Perkeretaapian dan Peraturan Pemerintah
No. 69 tahun 1998 tentang Prasarana dan Sarana Kereta Api.

Pasal 15 Undang-Undang tersebut menyebutkan bahwa perlintasan antara jalur kereta


api dengan jalan dibuat dengan prinsip tidak sebidang. Pengecualian tehadap prinsip
tersebut hanya dimungkinkan dengan tetap mempertimbangkan keselamatan dan
kelancaran, baik perjalanan kereta api maupun lalu lintas di jalan.

Pada Pasal 16 peraturan pemerintah tersebut di atas, dijelaskan bahwa pengecualian


perlintasan tidak sebidang hanya dapat dilakukan dalam hal:

1) Letak geografis yang tidak memungkinkan membangun perlintasan tidak sebidang;


2) Tidak membahayakan dan mengganggu kelancaran operasi kereta api.

9
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Selanjutnya pada Pasal 17 peraturan pemerintah tersebut di atas ditegaskan pula bahwa
pembangunan jalan, jalur kereta api khusus terusan, saluran air, dan prasarana lain yang
menimbulkan atau memerlukan persambungan dengan perpotongan atau persinggungan
dengan jalur kereta api, dilakukan berdasarkan izin Menteri yang bertanggungjawab di
bidang perkeretaapian, dengan memperhatikan:

1) Rencana umum jaringan jalur kereta api;


2) Keamanan konstruksi jalan rel;
3) Keselamatan dan kelancaran operasi kereta api;
4) Persyaratan teknis bangunan dan keselamatan, serta keamanan perlintasan.

e. Sosial

Salah satu aspek sosial yang bersifat khas dan perlu dipertimbangkan dalam
pembangunan jalan adalah keberadaan komunitas adat terpencil yang memerlukan
pembinaan khusus, jika rute jalan tersebut melintasi atau berdekatan dengan
pemukiman komunitas adat.

Dalam Keputusan Presiden No. 111 tahun 1999 tentang Pembinaan Kesejahteraan Sosial
Komunitas Adat Terpencil antara lain dikemukakan bahwa:

1) Komunitas adat terpencil adalah kelompok sosial budaya yang bersifat lokal,
terpencar, serta kurang / belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan, yang
dicirikan antara lain oleh lokasinya yang terpencil dan sulit dijangkau;

2) Peran masyarakat dalam pemberdayaan komunitas adat terpencil, antara lain


penyediaan sarana dan prasarana, termasuk prasarana jalan.

Pertimbangan terhadap komunitas masyarakat adat ini juga merupakan persyaratan bagi
proyek pembamgunan jalan yang dibiayai bantuan luar negeri.

4.1.3 Persyaratan Lingkungan untuk Proyek Jalan Berbantuan Luar Negeri

a. Bank Dunia

Bank Dunia mempunyai kebijakan Perlindungan Lingkungan (Safeguard Policies)


yang mencakup petunjuk (directives), prosedur (procedures), dan perlengkapan

10
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

(tools), bagi rencana kegiatan proyek yang diusulkan untuk mendapatkan


pembiayaan dari Bank Dunia.

Berbagai kebijakan operasional (OP), prosedur Bank (BP), dan petunjuk operasional
(OD) yang dipakai sebagai acuan Bank Dunia dalam perlindungan lingkungan adalah
sebagai berikut.

1) Environmental Assessment (Analisis Lingkungan), tercantum dalam OP/BP 4.01;


2) Natural Habitats (Habitat Alam), tercantum dalam OP/BP 4.04;
3) Pest Management (Pengelolaan Hama), tercantum dalam OP/BP 4.09;
4) Cultural Property (Kekayaan Budaya), tercantum dalam OP/BP 4.11;
5) Involuntary Resettlement (Pengadaan tanah dan Pemukiman Kembali), tercantum
dalam OP/BP 4.12;
6) Indigenous People (Masyarakat Adat), tercantum dalam OD 20;
7) Forestry (Kehutanan), tercantum dalam OP 4.36;
8) Safety Dam (Keamanan Bendungan), tercantum dalam OP/BP 4.37;
9) Project in International Waterways (Proyek pada Perairan Internasional),
tercantum dalam BP 4.50;
10) Project in Disputed Areas (Proyek pada Daerah Perselisihan), tercantum dalam
OP/BP 7.60;
Plus Disclosure of Operational Information (Keterbukaan Informasi), tercantum
dalam BP 17.50.

Dari kesepuluh kebijakan / persyaratan tersebut di atas, hanya lima yang relevan
dengan proyek pembangunan jalan, yaitu:

1) Environmental Assessment

Instrumen analisis lingkungan yang dapat dipakai dan memenuhi persyaratan ini,
adalah:
Analisis Dampak Lingkungan (EIA : Environmental Impact Assessment);
Audit Lingkungan;
Resiko Lingkungan;
Rencana Pengelolaan Lingkungan.

Untuk tiap rencana proyek pembangunan jalan perlu dilakukan penyaringan


(screening) lingkungan, yang didasarkan atas tipe, lokasi, dan skala kegiatan,

11
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

serta sensitivitas lingkungan, guna mengetahui dampak lingkungan yang


mungkin terjadi akibat kegiatan pembangunan tersebut.

Hasil penyaringan dikelompokkan dalam kategori A, B dan C, yang hampir identik


dengan pengkategorian menurut PP No. 27 tahun 1999 tentang AMDAL, yaitu:
Kategori A, berpotensi menimbulkan dampak besar dan penting terhadap
lingkungan hidup, sehingga wajib dilengkapi dengan AMDAL;
Kategori B, dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup, tapi
tidak besar dan tidak penting, sehingga tidak wajib dilengkai AMDAL, tapi
harus dilengkapi dokumen UKL dan UPL;
Kategori C, menimbulkan dampak kecil (minimal) dan tidak merugikan
lingkungan, sehingga bebas AMDAL maupun UKL dan UPL, tapi harus
menerapkan SOP (prosedur operasi standar) atau standar pengelolaan
dan pemantauan lingkungan.

Pada waktu pelaksanaan studi AMDAL atau UKL dan UPL, harus dilakukan
konsultasi masyarakat minimal dua kali, terutama dengan masyarakat yang
terkena dampak dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM / NGO).

2) Natural Habitats (Habitat Alam)

Rencana kegiatan pembangunan jalan yang diperkirakan dapat merubah habitat


alam, seperti pada hutan lindung atau kawasan perlindungan flora dan fauna,
memerlukan kajian yang seksama mengenai lokasi habitat alam tersebut, untuk
menghindari dampak negatif lanjutan yang mungkin timbul.

Dalam melakukan penyaringan maupun pelingkupan lingkungan, isu tentang


habitat alam ini harus menjadi isu pokok dan isu penting, dan selanjutnya harus
masuk dalam kajian / studi analisis dampak lingkungan.

3) Cultural Property (Kekayaan Budaya)

Cultural Property atau kekayaan budaya dalam konteks persyaratan lingkungan


ini mencakup situs purbakala, benda cagar budaya, benda yang mempunyai nilai
arkeologi, palaentologi, bersejarah, atau mempunyai nila / keunikan alam, benda
yang dikeramatkan, mempunyai nilai agama yang kuat, dan sebagainya.

12
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Kekayaan budaya tersebut harus memdapat perhatian besar dalam perencanaan


pembangunan jalan, dan menjadi salah satu isu atau kriteria utama dan penting
dalam melakukan penyaringan lingkungan dan dalam pelaksanaan studi analisis
dampak lingkungan hidup yang mendalam.

4) Involuntary Resettlement (Pengadaan tanah dan Pemukiman Kembali)

Yang tercakup dalam persyaratan ini adalah kegiatan pengadaan tanah dan
pemukiman kembali penduduk yang tepindahkan (bila ada). Karena rencana rute
jalan bersifat memanjang, pada umumnya tidak terdapat kegiatan pemukiman
kembali penduduk, meskipun diperlukan pembebasan tanah yang relatif luas.

Dalam kaitannya dengan pembebasan tanah dan pemukiman kembali penduduk,


persyaratan yang harus dipenuhi adalah penyusunan dokumen LARAP (Land
Acquisition and Resettlement Action Plan), sebelum kegiatan pengadaan
tanah dan pemukiman kembali penduduk dilaksanakan. Dalam hal ini dibedakan
dua jenis LARAP, yaitu:

Full LARAP, bila jumlah penduduk yang harus dipindahkan lebih dari 200 jiwa;
Simplified LARAP, bila jumlah penduduk yang harus dipindahkan kurang dari
200 jiwa.

Apabila kegiatan pembebasan tanah dan pemukiman kembali penduduk telah


dilaksanakan lebih dari 2 (dua) tahun, harus dilaksanakan Tracer Study, baik
yang bersifat sederhana (simplified tracer study) maupun lengkap (full tracer
study), untuk mengetahui kondisi penduduk yang terkena pembebasan tanah dan
/ atau telah dipindahkan ke lokasi baru.

Ketentuan lain yang harus dipenuhi dalam penyusunan dokumen LARAP atau
Tracer Study, antara lain:

Pembiayaan studi tersebut ditanggung oleh pemerintah kabupaten / kota;


Bank Dunia akan melakukan supevisi teknis;
Pemerintah kabupaten / kota yang bersangkutan harus melaporkan kemajuan
pelaksanaan studi setiap 2 3 bulan pada Bank Dunia;
Dokumen LARAP dan Tracer Study harus mendapat persetujuan Bank Dunia,
dalam bentuk NOL (no objection letter), guna persetujuan atas pelaksanaan
pekerjaan konstruksi.

13
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

5) Indigenous People (Masyarakat Adat)

Indigenous people atau masyarakat adat dalam konteks persyaratan lingkungan


ini adalah penduduk asli, etnik minoritas asli atau kelompok suku, dengan
karakteristik:
Penduduk yang kehidupannya sudah sangat erat dengan wilayah nenek
moyangnya dan sumber alam di dalamnya;
Adanya lembaga sosial, ekonomi, dan budaya secara adat;
Sistem ekonomi yang berorientasi pada produksi untuk mencari nafkah;
Berbahasa pribumi;
Mempunyai identitas sebagai kelompok dari budaya yang khas.

Mengingat bahwa masyarakat adat tersebut sangat sensitive terhadap perubahan


lingkungan (dan sosial), maka apabila lokasi rencana kegiatan pembangunan
jalan terletak pada radius kurang dari 10 km dari lokasi permukiman masyarakat
adat, perlu disusun Analisis Dampak Sosial (ANDAS), dan rekomendasinya dalam
bentuk rencana tindak (action plan), antara lain memasukkan masalah
masyarakat adat dalam bagian desain rencana pembangunan jalan.

Dalam penyusunan dokumen tersebut, perlu dilakukan proses konsultasi dengan


kelompok masyarakat tersebut, dan bila diperlukan dapat memakai penterjemah.

Disclosure of Information (Keterbukaan Informasi) merupakan persyaratan dari


Bank untuk mempublikasikan dokumen lingkungan (EIA) dan sosial (LARAP dan /
atau Tracer Study) p ad a In fo S h op w eb site B an k D u n ia: www.worldbank.org.
Di samping itu juga harus dipublikasikan di lokasi-lokasi yang dapat diakses oleh
masyarakat, misalnya: di lokasi kegiatan.

b. Bank Pembangunan Asia (ADB)

Kebijakan lingkungan hidup Bank Pembangunan Asia secara umum telah dtuangkan
dalam tiga dokumen, yaitu:
A D B s E n viron m en tal Im p act A ssessm en ts, 1998;
A D B s E n viron m en tal G u id elin es for S ellected In frastru ctu re Project, 1993;
A D B s G u id elin es for In corp oration of S ocial D im en sion s in B an k O p eration, 1993 .

Beberapa ketentuan dan persyaratan lingkungan hidup yang harus dipenuhi meliputi
hal-hal sebagai berikut:

14
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

1) Klasifikasi Proyek yang Memerlukan Dokumen Lingkungan Hidup

Bank Pembangunan Asia mengelompokkan proyek-proyek ke dalam tiga


kelompok, dalam kaitannya dengan jenis dan besaran dampak lingkungan yang
mungkin timbul, berdasarkan atas jenis kegiatan, lokasi, skala dan besaran
kegiatan, sensitivitas lingkungan, serta ketersediaan teknologi penanganan
dampak yang cost-efective, yaitu:

a) Kategori A: Proyek-proyek yang diperkirakan mempunyai dampak yang


signifikan terhadap lingkungan hidup (dampak besar dan penting), sehingga
harus dilengkapi dengan EIA (Environmental Impact Assessment).

b) Kategori B: Proyek-proyek yang diperkirakan menimbulkan dampak


terhadap lingkungan hidup, tetapi tingkatannya lebih kecil dari kategori A
(dampak tidak besar dan tidak penting), sehingga perlu disusun Initial
Environmental Examination (IEE), untuk menentukan apakah dampak yang
timbul tersebut perlu dianalisis lebih lanjut dan mendalam melalui proses
EIA, atau cukup dengan IEE sebagai dokumen kajian lingkungan yang final.

c) Kategori C: Proyek-proyek yang diperkirakan tidak menimbulkan dampak


negatif terhadap lingkungan, sehingga tidak perlu dilengkapi dengan IEE
atau EIA.

2) Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup

Dokumen kajian lingkungan (EIA atau IEE), termasuk ringkasannya (SEIA


atau SIEE), hendaknya dapat disusun secara simultan dengan penyusunan
studi kelayakan;
Penyusunan EIA, IEE, SEIA atau SIEE merupakan kewajiban negara
peminjam;
Penyusunan dokumen kajian lingkungan tersebut di atas, agar
mempergunakan format laporan yang ditentukan oleh Bank, dan
penyusunnya harus memperhatikan masukan dari masyarakat setempat,
termasuk LSM;
Dokumen SIEE atau SEIA (dan sebaiknya dokumen IEE atau EIA) perlu
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, sebelum diserahkan kepada Bank;
Dokumen SIEE atau SEIA agar diserahkan kepada Board of Director, 120 hari
sebelum waktu persiapan proyek, yang merupakan salah satu komponen dari
usulan project selection untuk mendapatkan persetujuan Bank;

15
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Atas permintaan Bank, dokumen EIA atau IEE harus tersedia baik untuk
negara-negara anggota ADB, maupun untuk masyarakat yang terkena
dampak, dan LSM.
Apabila proyek yang diusulkan tersebut mencakup kegiatan pengadaan tanah
dan pemukiman kembali, maka perlu dilengkapi dengan dokumen LARAP,
dengan kriteria dan persyaratan yang sesuai dengan ketentuan dari Bank
Dunia.

3) Rencana Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (EMMP)

Rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan (EMMP: Environmental


Management and Monitoring Plan) perlu disusun untuk memberikan kajian yang
rinci dari rekomendasi IEE dan / atau UKL dan UPL, dalam mengelola dan
memantau dampak terhadap lingkungan hidup yang timbul. EMMP ini mencakup
pengaturan-pengaturan mengenai pelaksanaan, supervisi / pengawasan, dan
evaluasi kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan.

4) Monitoring dan Evaluasi Sosial Ekonomi (SEMEP)

Untuk mengetahui manfaat proyek, perlu disusun program monitoring dan


evaluasi sosial ekonomi (SEMEP: Socio Economic Monitoring and Evaluation
Program). Indikator yang dapat dipergunakan dalam melakukan monitoring ini
antara lain kondisi jalan, kekasaran permukaan jalan, volume lalu lintas, biaya
perjalanan, dan indikator sosial ekonomi lain yang relevan.

c. Japan Bank for International Cooperation (JBIC)

1) Kebijakan Lingkungan Hidup

Kebijakan JBIC mengenai lingkungan hidup dan sosial, antara lain:


Pemrakarsa proyek harus melakukan penanganan yang tepat terhadap
permasalahan lingkungan yang timbul, seperti mencegah atau meminimalkan
dampak yang timbul, sehingga dana bantuan JBIC tidak mengakibatkan efek-
efek yang tidak dapat diterima;

16
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

JBIC menganggap penting adanya dialog dengan penerima dana / peminjam


dan para pihak yang terkait dalam menangani masalah masalah lingkungan
hidup, dengan tetap menghormati kedaulatan tuan rumah;
Dalam membuat keputusan pendanaan, JBIC perlu melakukan screening dan
kaji ulang rencana penanganan terhadap dampak pada lingkungan hidup,
agar sesuai dengan persyaratan yang berlaku.

2) Persyaratan Lingkungan Hidup

a) Prinsip dasar konfirmasi pertimbangan lingkungan hidup

Pemrakarsa proyek merupakan pihak yang bertanggungjawab tehadap


penanganan dampak yang timbul terhadap lingkungan untuk proyek yang
dibiayai JBIC;
JBIC akan melakukan tindakan-tindakan untuk menegaskan penanganan
dampak terhadap lingkungan hidup, seperti:
- melakukan klasifikasi proyek (screening);
- melakukan kaji ulang atas penanganan dampak terhadap lingkungan;
- melakukan monitoring dan tindak lanjut.
Informasi diperlukan untuk konfirmasi penanganan dampak terhadap
lingkungan, baik dari stake holder, pemerintah dan organisasi finansial,
co-finansial, serta memanfaatkan informasi tersebut dalam screening dan
environmental revised;
Standar untuk konfirmasi kesesuaian penanganan dampak terhadap
lingkungan, dimana JBIC harus mengetahui dengan pasti apakah suatu
proyek telah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku di
tempat tersebut, atau telah sesuai dengan kebijakan terhadap lingkungan
hidup;
JBIC memperhatikan hasil environmental revised untuk memberikan
keputusan dalam pendanaan, dan bila dianggap kurang meyakinkan, JBIC
akan mendorong pemrakarsa melalui borrower untuk melakukan
penanganan dampak terhadap lingkungan yang tepat dan sesuai.

b) Prosedur konfirmasi penanganan dampak terhadap lingkungan hidup


(1) Screening

17
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

JBIC meminta borrower dan pihak terkait untuk menympaikan informasi


yang diperlukan, agar screening dapat dilakukan lebih awal.

(2) Klasifikasi
Kategori A: Usulan proyek diklasifikasikan kategori A, bila
mempunyai dampak signifikan terhadap lingkungan hidup, dampak
yang timbul complicated, atau dampak yang belum pernah terjadi
sebelumnya, dan sulit dianalisi.
Kategori B: Usulan proyek diklasifikasikan kategori B, bila dampak
yang timbul bersifat tipical dan merupakan site-spesific, dalam
beberapa hal langkah untuk menanganinya lebih mudah, dan
sifatnya lebih kecil dan sederhana dari pada kategori A.
Kategori C: Usulan proyek diklasifikasikan kategori C, bila tidak
mempunyai dampak yang merugikan lingkungan, atau mungkin
mempunyai dampak yang minimal.

(3) Revisi penanganan dampak terhadap lingkungan hidup

Setelah proses screening selesai dilakukan, JBIC dapat melakukan


environmental review, sesuai dengan prosedur berikut.
Environmenal review untuk proyek-proyek kategori A, dengan
mengkaji dampak tehadap lingkungan hidup yang timbul, baik yang
sifatnya negatif maupun positif, serta upaya penanganannya;
Environmenal review untuk proyek-proyek kategori B, dengan
lingkup kegiatan yang bisa bervariasi, tetapi lebih sempit dari pada
untuk proyek-proyek kategori A;
Environmenal review untuk proyek-proyek kategori C, tidak
dilakukan karena di luar kegiatan screening.

(4) Monitoring

Pada dasarnya JBIC menekankan pentingnya dilakukan monitoring pada


periode-periode tertentu, terutama untuk proyek-proyek dengan
kategori A dan B, dan hasil monitoring tersebut sangat diperlukan untuk
menyempurnakan penanganan dampak terhadap lingkungan hidup yang
telah dilakukan, serta untuk administrasi perbankan.

18
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Informasi yang diperlukan oleh JBIC perlu disiapkan oleh borrower,


pemrakarsa kegiatan dan para pihak terkait, dengan cara-cara yang
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Bila diperlukan, JBIC dapat
melakukan kegiatan monitoring sendiri.

4.2 Siklus Pembangunan Jalan yang Berwawasan Lingkungan

Kebijakan tentang pembangunan jalan yang berwawasan lingkungan telah ditetapkan


dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.49/PRT/1990, yang kemudian diganti
dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.69/PRT/1995 tentang Pedoman Teknis
AMDAL Proyek Bidang Pekerjaan Umum. Prinsip dasar kebijakan tersebut adalah
integrasi (penerapan) pertimbangan lingkungan dalam seluruh siklus
pengembangan proyek bidang pekerjaan umum (termasuk proyek jalan).

Siklus pengembangan proyek jalan terdiri dari rangkaian delapan tahap kegiatan yang
sudah baku, yaitu: (1) perencanaan umum, (2) pra-studi kelayakan, (3) studi kelayakan,
(4) perencanaan teknis, (5) pra-konstruksi, (6) konstruksi, (7) pasca konstruksi, dan (8)
evaluasi pasca proyek.

Namun, mungkin saja karena alasan tertentu, ada proyek jalan yang tidak melalui semua
tahapan tersebut secara lengkap, misalnya setelah perencanaan umum langsung studi
kelayakan, tanpa melakukan pra-studi kelayakan. Bahkan mungkin juga karena
pertimbangan khusus, ada proyek jalan yang tidak melakukan studi kelayakan.

Penerapan pertimbangan lingkungan pada tiap tahap kegiatan proyek tersebut di atas,
secara idealnya dapat dilukiskan seperti tercantum pada Gambar 4.1, dengan penjelasan
singkat sebagai berikut.

a. Tahap Perencanaan Umum

Siklus proyek jalan diawali dengan perencanaan umum berupa perumusan gagasan
usulan proyek baik berupa program pembangunan jalan baru atau peningkatan jalan
yang telah ada. Kegiatannya mencakup pemilihan rute / koridor jalan, penentuan skala
prioritas, perkiraan biaya, serta jadwal pelaksanaan dan pendanaannya.

19
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Walaupun pada tahap ini belum ada kegiatan fisik yang dapat menimbulkan perubahan
lingkungan, pemrakarsa kegiatan proyek sedini mungkin harus mengidentifikasi potensi
dampak besar dan penting terutama dampak negatif yang mungkin timbul, melalui
proses penyaringan lingkungan untuk tiap ruas jalan yang akan dibangun.

Berdasarkan hasil penyaringan tersebut, dapat dirumuskan persyaratan penanganan


masalah lingkungan untuk tiap ruas jalan, yang wajib dilaksanakan pada tahap kegiatan
proyek berikutnya. Persyaratan tersebut mungkin berupa studi AMDAL, studi UKL dan
UPL, atau cukup dengan penerapan SOP.

b. Tahap Pra-Studi Kelayakan

Kegiatan proyek pada tahap ini adalah perumusan garis besar rencana kegiatan serta
perumusan alternatif koridor alinyemen jalan, termasuk menganalisis kelayakan
(sementara) tiap alternatif koridor tersebut. Dalam menganalisis kelayakan tiap alternatif
koridor ruas jalan tersebut, selain didasarkan pada pertimbangan teknis dan ekonomi,
juga harus dipertimbangkan kelayakan lingkungan melalui proses kajian-awal
lingkungan.

Untuk ruas-ruas jalan yang termasuk kategori wajib dilengkapi dengan AMDAL, perlu
dilakukan pelingkupan Kerangka Acuan ANDAL yang dirumuskan berdasarkan hasil
kajian-awal lingkungan tersebut di atas.

20
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Gambar 4.1

Bagan Integrasi Pertimbangan Lingkungan dalam Siklus Pengembangan Proyek Jalan

Penyaringan AMDAL berdasarkan


faktor dampak penting dan lokasi/
Evaluasi kinerja pengelolaan koridor jalan (ref. Kep.Bapedal-
lingkungan dan masukan 056/1994)
kebijakan untuk peningkatan PERENCANAAN
kinerja masa datang UMUM

Pelingkupan isu isu


EVALUASI lingkungan yang perlu PRA STUDI
PASCA dikaji lebih detail dalam KELAYAKAN
PROYEK ANDAL atau kajian
lingkungan

Implementasi mitigasi Analisis besaran dan


dampak, monitoring dan pentingnya isu isu
evaluasi dampak lingkungan serta biaya
lingkungan selama masa lingkungan dalam studi STUDI
OPERASI DAN
O&P kelayakan KELAYAKAN
PEMELIHARAAN
(O&P)

Rumusan kriteria dan


spesifikasi serta
DETAIL
PELAKSANAAN rencana pengadaan
DISAIN
KONSTRUKSI lahan maupun
pelaksanaan
konstruksi

Aplikasi spesifikasi bahan, alat


konstruksi dan tata cara PENGADAAN TANAH Implementasi pengadaan
pelaksanaan konstruksi serta DAN PEMUKIMAN tanah, pemberian
pengawasan termasuk KEMBALI PENDUDUK kompensasi, pematangan
mitigasi dampak lingkungan lahan untuk konstruksi
selama masa konstruksi

21
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

c. Tahap Studi Kelayakan

Kegiatan utama studi kelayakan mencakup analisis kelayakan teknis, ekonomi, finansial
dan lingkungan yang lebih mendalam dari alternatif alinyemen jalan, yang didukung oleh
data hasil survai lapangan. Analisis kelayakan lingkungan dilaksanakan melalui studi
AMDAL atau UKL dan UPL, yang sebaiknya dilaksanakan secara terintegrasi dengan
pelaksanaan studi kelayakan teknis, ekonomi dan finansial, dalam satu paket pekerjaan.

Kesimpulan dan rekomendasi hasil studi kelayakan lingkungan disajikan dalam dokumen
RKL dan RPL atau UKL dan UPL, yang merupakan arahan untuk pelaksanaan
pengelolaan lingkungan hidup pada tahap-tahap perencanaan teknis (detail design), pra-
konstruksi, konstruksi dan pasca konstruksi.

d. Tahap Perencanaan Teknis

Lingkup pekerjaan pada tahap ini mencakup komponen-komponen kegiatan antara lain:
Penetapan trase jalan secara definitif berdasarkan hasil pengukuran lapangan yang
akurat;
Pembuatan gambar rencana teknis detail jalan, jembatan dan bangunan
pelengkapnya serta penetapan syarat-syarat dan spesifikasi teknis pekerjaan
konstruksinya.
Perhitungan perkiraan biaya pekerjaan konstruksi;
Penyusunan dokumen tender dan dokumen kontrak pekerjaan konstruksi.

Integrasi pertimbangan lingkungan yang diperlukan pada tahap ini adalah penjabaran
RKL atau UKL dalam bentuk gambar-gambar desain dan syarat-syarat serta spesifikasi
teknis kegiatan pengelolaan lingkungan. Untuk keperluan tersebut, konsultan
perencanaan teknis harus memahami isi dokumen RKL atau UKL yang telah ditetapkan
oleh instansi yang berwenang. Karena itu, tim konsultan perencanaan teknis sebaiknya
dilengkapi dengan tenaga Ahli Lingkungan.

Dalam penghitungan perkiraan biaya pekerjaan konstruksi jalan, seyogianya mencakup


juga biaya pengelolaan lingkungan yang diperlukan pada tahap konstruksi. Demikian
juga perkiraan biaya pemeliharaan jalan agar mencakup biaya pengelolaan lingkungan
tahap pasca konstruksi.

22
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Jika diperlukan pengadaan tanah, pada tahap ini perlu dilakukan studi pengadaan tanah
untuk penyusunan Rencana Kerja Pengadan Tanah dan Pemukiman Kembali termasuk
upaya penanganan dampaknya sesuai dengan ketentuan tercantum dalam dokumen RKL
atau UKL.

e. Tahap Pra-konstruksi

Kegiatan proyek pada tahap pra-konstruksi adalah pengadaan tanah dan pemukiman
kembali penduduk yang terkena proyek (bila perlu) yang dilaksanakan oleh pemrakarsa
kegiatan proyek dan instansi terkait. Pengelolaan lingkungan yang diperlukan pada tahap
ini adalah pelaksanaan dan pemantapan RKL dan RPL atau UKL dan UPL untuk
penanganan dampak sosial yang mungkin terjadi.

Pemantapan RKL atau UKL mungkin diperlukan sesuai dengan kondisi lapangan pada
saat itu, atau karena ada perubahan alinyemen jalan pada lokasi tertentu.

f. Tahap Konstruksi

Kegiatan pada tahap konstruksi terutama berupa pekerjaan teknik sipil meliputi
pekerjaan tanah, struktur bangunan jalan dan bangunan-bangunan pelengkapnya.
Penerapan pertimbangan lingkungan yang diperlukan pada tahap ini adalah
pelaksanaan dan pemantapan RKL dan RPL atau UKL dan UPL tahap konstruksi,
untuk menangani semua dampak yang timbul akibat kegiatan-kegiatan konstruksi seperti
erosi / longsor, pencemaran udara, kebisingan, gangguan pada prasarana umum dan
utilitas di areal tapak proyek, dan sebagainya.

Pemantapan RKL atau UKL mungkin diperlukan antara lain sehubungan dengan adanya
perubahan atau modifikasi desain atau sistem operasi pelaksanaan pekerjaan.

g. Tahap Pasca Konstruksi

Kegiatan proyek pada tahap pasca konstruksi adalah pengoperasian (pemanfaatan) jalan
dan sekaligus pemeliharaannya agar dapat dimanfaatkan secara optimal dan
berkelanjutan. Untuk menangani dampak akibat pengoperasian dan pemeliharaan jalan
tersebut, diperlukanan pelaksanaan dan pemantapan RKL dan RPL atau UKL dan

23
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

UPL tahap pasca konstruksi, antara lain meliputi pengaturan lalu lintas, pengendalian
pencemaran udara dan kebisingan, dan pengendalian penggunaan lahan di kiri-kanan
jalan.

Pemantapan RKL atau UKL mungkin diperlukan sesuai dengan perkembangan volume
lalu lintas, dan sehubungan dengan adanya perkembangan kegiatan sosial-ekonomi
masyarakat yang terangsang akibat adanya jalan tersebut, seperti pusat perbelanjaan /
pertokoan, serta munculnya para pedagang kaki lima yang sering terjadi terutama di
daerah perkotaan.

h. Tahap Evaluasi Pasca Proyek

Evaluasi pasca proyek bertujuan untuk menilai dan mengupayakan peningkatan daya
guna dan hasil guna ruas jalan yang telah dibanguan / ditingkatkan dan dioperasikan
sampai umur desainnya terlampaui. Penerapan pertimbangan lingkungan yang
diperlukan pada tahap ini adalah evaluasi kinerja pelaksanaan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan yang telah dilaksanakan pada tahap-tahap sebelumnya, agar
dapat dijadikan masukan / input dalam perencanaan pembangunan jalan.

4.3 Konsultasi Masyarakat

Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat,


terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan
jalan di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi mereka berupa
pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam proses
perencanaan suatu jaringan atau ruas jalan yang akan dibangun / ditingkatkan.

Konsultasi masyarakat ini merupakan forum keterlibatan masyarakat dalam proses


perencanaan pembangunan, dan diharapkan juga sebagai upaya pencegahan dampak
sosial sedini mungkin.

Ada beberapa jenis konsultasi masyarakat yang harus dilaksanakan sesuai dengan
keperluan dan tahapan proses perencanaan, yaitu:
a. Konsultasi pada saat persiapan suatu program jalan daerah dan pada perencanaan
desain setiap ruas jalan;

24
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

b. Konsultasi untuk persiapan AMDAL, bagi proyek yang termasuk kategori wajib
dilengkapi dokumen AMDAL (Lihat butir 5.2.2.b);
c. Konsultasi untuk pembebasan lahan dan kompensasi untuk tanah, bangunan,
tanaman dan aset tidak bergerak lainnya;
d. Konsultasi untuk pemukiman kembali (bila perlu).

Konsultasi masyarakat dilaksanakan dengan wakil-wakil semua golongan (kelompok)


masyarakat yang berkepentingan seperti pemerintah daerah setempat (termasuk instansi
yang menangani sektor terkait), para pemuka masyarakat baik formal maupun informal,
kelompok profesi, unsur Universitas / perguruan Tinggi, dan lembaga swadaya
masyarakat (LSM).

Petunjuk rinci tentang konsultasi dan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan
tercantum pada Lampiran B dari Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Bidang Jalan :.

5. Aspek Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

5.1 Dampak Kegiatan Pembangunan Jalan terhadap Lingkungan


Hidup

5.1.1 Dampak pada Tahap Perencanaan

Pada dasarnya, semua jenis kegiatan pembangunan fisik termasuk pembangunan jalan,
berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup, baik dampak negatif
maupun positif. Dampak kegiatan pembangunan jalan terhadap lingkungan hidup sangat
tergantung dari jenis dan besarnya kegiatan proyek serta kondisi (sensitifitas) lingkungan
di lokasi proyek dan sekitarnya yang mungkin terkena dampak.

Meskipun pada tahap ini belum ada kegiatan fisik yang mengakibatkan perubahan
kondisi lapangan, namun kegiatan survey dan pengukuran untuk penentuan koridor /
rute jalan mungkin menimbulkan dampak sosial berupa keresahan masyarakat, bila
mereka tidak mendapat informasi yang jelas tentang rencana proyek jalan yang
bersangkutan.

Jenis dampak lainnya yang kadang-kadang terjadi adalah munculnya spekulan tanah,
sehingga harga tanah meningkat.

25
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

5.1.2 Dampak pada Tahap Pra-konstruksi (pengadaan tanah)

Sumber dampak pada tahap pra-konstruksi adalah pengadaan tanah, khususnya untuk
pembangunan jalan baru atau pelebaran jalan di luar DAMIJA. Kegiatan ini dapat
menimbulkan dampak sosial yang sering kali sangat sensitif, terutama kalau tanah yang
terkena proyek berupa pemukiman padat atau lahan usaha produktif, dan diperlukan
pemindahan penduduk. Jenis dampak dapat berupa kehilangan tempat tinggal atau
lahan usaha.

5.1.3 Dampak pada Tahap Konstruksi

Sumber dampak lingkungan pada tahap konstruksi terutama adalah pengoperasian alat-
alat berat seperti buldozer, excavator, truk, stone crusher, AMP, road roller, dsb.
Pengoperasian alat-alat berat menimbulkan dampak kebisingan dan polusi udara akibat
sebaran debu dan gas buang sisa pembakaran bahan bakar.

Kegiatan pembersihan lahan dapat menimbulkan dampak negatif tehadap flora dan
fauna.
Pengangkutan bahan bangunan dapat mengakibatkan kerusakan jalan yang dilalui
kendaraan proyek.

Kegiatan konstruksi khususnya galian / timbunan tanah juga menimbulkan dampak


berupa perubahan bentang alam, sehingga terjadi erosi atau longsor, gangguan pada
aliran air permukaan dan pencemaran air.

Dampak terhadap aspek fisik seperti polusi udara dan kebisingan serta pencemaran air
dapat mengakibatkan dampak lanjutan berupa gangguan terhadap kesehatan dan
ketenteraman masyarakat.

Dampak negatif terhadap aspek sosial juga dapat terjadi sehubungan dengan mobilisasi
tenaga kerja dari luar lokasi proyek.

5.1.4 Dampak pada Tahap Pasca Konstruksi

Pengoperasian (pemanfaatan) dan pemeliharaan jalan merupakan sumber dampak pada


tahap pasca konstruksi. Dampak yang mungkin terjadi antara lain berupa pencemaran

26
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

udara, kebisingan, dan kecelakaan lalu lintas. Keberadaan jalan juga dapat merangsang
kegiatan sektor lain berupa penggunaan lahan sepanjang koridor jalan yang tidak
terkendali, yang pada akhirnya menimbulkan dampak terhadap kinerja jalan seperti
kemacetan lalu lintas.

Di samping itu, mungkin juga terjadi dampak lingkungan terhadap jalan seperti longsor
dan banjir yang mengakibatkan kerusakan jalan sehingga lalu lintas kendaraan
terganggu.

Kegiatan pemeliharaan jalan dapat menimbulkan dampak berupa gangguan lalu lintas,
namun dampak tersebut hanya bersifat sementara.

Berbagai jenis dampak terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan pembangunan jalan
yang mungkin terjadi pada tiap tahap kegiatan proyek, dan alternatif pengelolaan
lingkungannya, disajikan pada Tabel 5.1.

5.2 Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

5.2.1 Perencanaan Jaringan Jalan yang Berwawasan Lingkungan

a. Kesesuaian dengan rencana tata ruang

Perencanaan sistem jaringan jalan dimulai dengan tahap perencanaan umum, untuk
menentukan alternatif-alternatif rencana awal koridor jaringan jalan yang perlu dibangun
/ ditingkatkan.

Penentuan koridor / rute jaringan jalan harus sesuai dengan rencana tata ruang yang
telah ditetapkan oleh pemerintah, baik rencana tata ruang wilayah (RTRW) nasional,
propinsi, atau kabupaten / kota, maupun tata ruang kawasan.

b. Pencegahan dampak lingkungan sedini mungkin

Untuk menghindari dampak tehadap lingkungan hidup sedini mungkin, penentuan rute
jalan sedapat mungkin tidak melalui areal sensitif seperti kawasan lindung atau areal
sensitif lainnya.

27
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Jenis-jenis kawasan lindung tercantum pada Kotak 5.1., sedangkan areal sensitif lainnya
meliputi:
areal permukiman padat penduduk;
areal komersial;
areal dengan kemiringan lereng terjal;
areal yang kondisi tanahnya tidak stabil;
lahan pertanian produktif;
areal berpanorama indah;
pemukiman masyarakat terasing (masyarakat adat).

Tabel 5.1
Potensi Dampak Kegiatan Pembangunan Jalan terhadap Lingkungan Hidup
Dan Alternatif Pengelolaannya

Kegiatan yang
Prakiraan dampak yang timbul Alternatif pengelolaan lingkungan
menimbulkan dampak

A. Tahap
Perencanaan
1. Survey / 1. Keresahan masyarakat 1. Konsultasi masyarakat
pengukuran

2. Penetapan rute 2. Potensi dampak pada 2. Penerapan pertimbangan


jalan aspek-aspek biogeofisik lingkungan dalam proses
dan sosial perencanaan

B. Tahap Pra-
konstruksi
1. Pengadaan Tanah a. Keresahan masyarakat a. Sosialisasi
b. Ketidakpuasan atas nilai b. Penetapan harga berdasarkan
kompensasi hasil musyawarah
c. Gangguan terhadap c. Pembinaan sosial-ekonomi
pendapatan penduduk yang terkena proyek

C. Tahap Konstruksi
Persiapan Pekerjaan
Konstruksi
1. Mobilisasi tenaga a. Kecemburuan sosial a.1 Tenaga kerja lokal
kerja diprioritaskan
a.2 Sosialisasi pada penduduk lokal

b. Peningkatan kesempatan b.1 Pemberian informasi ttg tenaga


kerja (dampak positif) kerja yang diperlukan
b.2 Pelatihan tenaga kerja lokal

2. Mobilisasi a. Kerusakan prasarana jalan a.1 Perbaikan jalan yang rusak


peralatan berat a.2 Membatasi tonase peralatan
atau membatasi tekanan gandar

28
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

3. Pembuatan jalan a. Pencemaran udara a. Penyiraman jalan secara berkala


masuk

Pelaksanaan Pekerjaan
Konstruksi
a. Di lokasi proyek
1. Pembersihan dan a. Gangguan pada flora dan a. Penghijauan
penyiapan lahan fauna
b. Pencemaran udara b. Penyiraman secara berkala

c. Pencemaran air c. Pembuatan tanggul atau


permukaan. saluran drainase sementara utk
pengendalian air larian

d. Gangguan pada utilitas d. Pemindahan atau perbaikan


umum utilitas

2. Pekerjaan tanah a. Pencemaran udara a. Penyiraman secara berkala


(galian / (debu);
timbunan)
b. Pencemaran air b. Pembuatan tanggul atau
saluran drainase sementara utk
pengendalian air larian

c. Gangguan pd aliran air c. Pembuatan sistem drainase


tanah dan air permukaan
d. Gangguan stabilitas lereng d.1 Perkuatan tebing
d.2 Pengendalian aliran air tanah
e. Perubahan bentang alam e. Penataan lansekap
/lansekap;

3. Pekerjaan badan a. Pencemaran udara (debu) a. Penyiraman secara berkala


jalan / lapis
perkerasan b. Gangguan lalu lintas b.1 Pengaturan lalu lintas
b.2 Pemasangan rambu lalu lintas

4. Pembuatan sistem a. Gangguan lalu lintas a.1 Pengaturan lalu lintas


drainase a.2 Pemasangan rambu lalu lintas

5. Pemancangan a. Kebisingan a. Pemberitahuan kpd masyarakat


tiang pancang sekitar; dan pengaturan jadwal
kerja
b. Getaran (kerusakan b. Penggunaan bor
bangunan sekitar)
c. Gangguan lalu lintas c.1 Pengaturan lalu lintas
c.2 Pemasangan rambu lalu lintas

6. Pekerjaan a. Gangguan lalu lintas a.1 Pengaturan lalu lintas


bangunan bawah a.2 Pemasangan rambu lalu lintas
dan atas jembatan
atau jalan layang

7. Pembangunan a. Peningkatan estetika a. Penanaman tanaman


bangunan lingkungan (dampak pelindung dan tanaman hias
pelengkap jalan positif)

29
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

8. Penghijauan dan a. Pencemaran udara a. Penyiraman secara berkala


pertamanan b. Gangguan pada aliran air b. Pembuatan sistem drainase
permukaan
c. Gangguan stabilitas lereng c.1 Pengaturan kemiringan lereng
(erosi / longsor); sesuai dengan kondisi tanah
c.2 Pengendalian air larian
c.3 Tebing dibuat berteras
d. Perubahan fungsi lahan d. Reklamasi dan pemanfaatan
kembali lahan
e. Gangguan pada flora e. Penghijauan

b. Di lokasi Quarry
dan jalur
transportasi
material
1. Pengambilan tanah a. Degradasi dasar sungai a. Pemilihan lokasi quarry yang
dan material sehingga mengganggu tepat
bangunan di stabilitas bangunan sungai
quarry dan borrow b. Pencemaran air sungai; b. Pengendalian bahan buangan
area di darat c. Gangguan terhadap biota c. Pengendalian bahan buangan
air;
d. Longsor tebing sungai d.1 Perkuatan tebing
d.2 Penggalian secara bertahap

2. Pengambilan a. Pencemaran udara a. Penyiraman berkala; Bak truk


material di quarry (debu); ditutup terpal
sungai b. Kebisingan; b. Perawatan kendaraan
c. Kerusakan badan jalan; c. Pemeliharaan /Perbaikan jalan
d. Gangguan lalu lintas. d. Pengaturan lalu lintas;
Pemasangan rambu lalu lintas

3. Pengangkutan a. Pencemaran udara (debu); a. Penyiraman secara berkala


tanah dan bahan b. Kebisingan b. Perawatan kendaraan
bangunan c. Kerusakan badan jalan c. Pemel/perbaikan jalan
d. Gangguan lalu lintas d. Pengaturan lalu lintas

c. Di lokasi Base
camp dan AMP
1. Pengoperasian a. Kecemburuan sosial a. Penyuluhan masyarakat
base camp (barak b. Pencemaran udara; b. Perawatan peralatan
pekerja, kantor, c. Kebisingan; c. Perawatan peralatan
stone crusher dan d. Pencemaran air d. Pengendalian limbah cair
AMP) permukaan.
e. Kecelakaan lalu lintas e. Pengaturan lalu lintas

D. Tahap Pasca
Konstruksi
1. Pengoperasian a. Pencemaran udara (debu, a. Penghijauan di median dan
jalan gas polutan) pinggir jalan
b. Kebisingan b. Sda; pembuatan noise barrier

c. Kemacetan dan c.1 Pengaturan lalu lintas;


kecelakaan lalu lintas c.2 pemasangan rambu lalu lintas
c.3 Penertiban pedagang kaki lima

30
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

c.4 Penyuluhan tertib pemanfaatan


jalan
c.5 Pembuatan rest area,
khususnya pada jalan tol

d. Gangguan mobilitas d. Pembuatan jembatan


masyarakat setempat penyeberangan
e. Gangguan terhadap satwa e. Pembuatan under pass untuk
dilindungi jalan satwa dilindungi
f. Perubahan penggunaan f. Pengemdalian penggunan lahan
lahan yang tak terkendali

2. Pemeliharaan jalan a. Gangguan lalu lintas a.1 Pengaturan lalu lintas


a.2 Pemasangan rambu lalu lintas
sementara

Kotak 5.1
Daftar Kawasan Lindung

A. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya:


1. Kawasan Hutan Lindung;
2. Kawasan Bergambut dengan ketebalan 3 m atau lebih;
3. Kawasan Resapan Air;
B. Kawasan perlindungan setempat:
1. Sempadan Pantai;
2. Sempadan Sungai;
3. Kawasan Sekitar Danau / Waduk;
4. Kawasan Sekitar Mata Air
C. Kawasan suaka alam dan cagar budaya
1. Kawasan Suaka Alam (terdiri dari Cagar Alam, Suaka Marga Satwa, Hutan
Wisata, Daerah Perlindungan Plasma Nutfah, dan Daerah Pengungsian Satwa);
2. Kawasan Suaka Alam Laut dan perairan lainnya (termasuk perairan laut,
perairan darat, wilayah pesisir, muara sungai, gugusan karang atau terumbu
karang, dan atol yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan / atau
keunikan ekosistem);
3. Kawasan Pantai berhutan Bakau (mangrove);
4. Taman Nasional;
5. Taman Hutan Raya;
6. Taman Wisata Alam
7. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan (termasuk daerah karst berair,
daerah dengan budaya masyarakat istimewa, daerah lokasi situs purbakala
atau peninggalan sejarah yang bernilai tinggi);
D. Kawasan Rawan Bencana Alam.
1. Kawasan rawan letusan gunung berapi;
2. Kawasan rawan gempa bumi;
3. Kawasan rawan longsor.

Sumber: Keppres No.32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.

Catatan: Definisi dan kriteria mengenai jenis-jenis kawasan lindung dapat dilihat dalam Keppres
tersebut di atas.

31
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Areal sensitif dapat diidentifikasi dari peta topografi dan berbagai peta tematik seperti
peta geologi, penggunaan lahan, serta foto udara atau citra satelit,

Petunjuk rinci tentang pemilihan rute jalan tercantum pada Lampiran A dari Pedoman
Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan .

Penerapan pertimbangan lingkungan pada tahap perencanaan umum seharusnya


d ilaku kan ju g a secara m akro m elalu i p roses kajian lin g ku n g an strateg is (K LS ). Lin g ku p
KLS tidak difokuskan pada suatu ruas jalan tertentu, tapi bersifat regional, mencakup
suatu sistem jaringan jalan yang saling berinteraksi dengan sektor-sektor lain dalam
suatu wilayah / kawasan pembangunan.

Sasaran utama KLS antara lain evaluasi dampak kumulatif dan dampak tidak langsung
akibat penetapan sistem jaringan jalan tersebut, yang diperlukan untuk bahan
pertimbangan dalam penentuan koridor tiap ruas jalan terpilih. Dengan melalui KLS ini
diharapkan akan terwujud suatu sistem jaringan jalan yang berwawasan lingkungan.

c. Penyaringan lingkungan

Berdasarkan ketentuan tercantum dalam Pasal 15 UU No.23/1997 tentang Pengelolaan


Lingkungan Hidup, semua rencana kegiatan (termasuk kegiatan pembangunan jalan)
yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan
hidup, wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).

Ketentuan lebih rinci mengenai AMDAL tercantum dalam PP No. No.27 Tahun 1999
tentang AMDAL. Pasal 3 Ayat (4) PP tersebut menjelaskan bahwa rencana usaha
dan/atau kegiatan yang tidak termasuk kategori wajib AMDAL, wajib melakukan upaya
pengelolaan lingkungan hidup (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UPL)
yang pembinaannya berada pada instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan
tersebut.

Kriteria Proyek jalan yang wajib dilengkapi dokumen AMDAL atau UKL dan UPL dapat
dilihat pada Tabel 5.2, yang didasarkan atas panjang ruas jalan, luas lahan yang perlu
dibebaskan, dan lokasi jalan (di kota besar / metropolitan, kota sedang, dan antar kota /
p ed esaan ). N am u n , ap ab ila su atu ren can a keg iatan p em b an g u n an jalan d ip erkirakan
akan menimbulkan dampak negatif besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib
dilengkapi dokumen AMDAL, walaupun besaran kegiatannya tidak memenuhi kriteria
tercantum pada tabel tersebut.

32
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

5.2.2 Perencanaan pembangunan ruas jalan yang layak lingkungan

a. Kajian awal lingkungan pada tahap pra-studi kelayakan

Kegiatan utama perencanaan pembangunan / peningkatan jalan pada tahap pra studi
kelayakan adalah perumusan alternatif alinyemen jalan termasuk menganalisis kelayakan
(sementara) tiap alternatif tersebut.

Analisis kelayakan harus mencakup aspek teknis, ekonomis dan juga lingkungan melalui
kajian awal lingkungan yang mencakup berbagai jenis dampak potensial terhadap
komponen-komponen lingkungan hidup, meliputi aspek-aspek:

geofisik-kimia;
biologi (flora dan fauna);
prasarana dan utilitas;
kondisi lalu lintas
sosial-ekonomi dan sosial-budaya, termasuk kawasan adat;
estetika lingkungan.

33
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Tabel 5.2
Kriteria Jenis Rencana Kegiatan Proyek Jalan Yang Wajib dilengkapai
dengan AMDAL atau UKL dan UPL
(Berdasarkan skala / besaran rencana kegiatan)

Wajib Dilengkapi Wajib Dilengkapi UKL


No Jenis Proyek AMDAL dan UPL
(Skala / Besaran) *) (Skala/Besaran) **)

1. Jalan Tol dan Jalan Layang


a. Pembangunan jalan tol a. Semua besaran -
b. Pembangunan jalan layang b. Panjang > 2 km b. Panjang < 2 km
atau subway
c. Peningkatan jalan tol dg - c. Semua besaran
pembebasan lahan untuk
Damija
d. Peningkatan jalan tol tanpa - d. Panjang > 5 km
pembebasan lahan untuk
Damija

2. Jalan Raya
a. Pembangunan / peningkatan
jalan dengan pelebaran di luar
Damija

Di kota besar / metropolitan :


- Panjang, atau Panjang > 5 km 1 km < Panjang < 5 km
- Luas pembebasan tanah Luas > 5 ha 2 ha < Luas < 5 ha

Di kota sedang :
- Panjang, atau Panjang > 10 km 3 km < Panjang < 10 km
- Luas pembebasan tanah Luas > 10 ha 5 ha < Luas < 10 ha

Pedesaan / Antar Kota:


- Panjang Panjang > 30 km 5 km < Panjang < 30
km
b. Peningkatan jalan dengan
pelebaran pada Damija yang
ada
Di Kota Besar / Metropolitan - Panjang > 10 km
(Jalan arteri atau kolektor)

3. Jembatan
a. Pembangunan jembatan di - Panjang > 20 m
kota Besar / Metropolitan
b. Pembangunan jembatan di - Panjang > 60 m
kota sedang atau lebih kecil

*) : Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.17 Tahun 2001


**): Berdasarkan Kepmen Kimpraswil No.17/KPTS/2003

Catatan:
Kota Metropolitan : jumlah penduduk > 1.000.000 jiwa
Kota Besar : jumlah penduduk 500.000 1.000.000 jiwa
Kora Sedang : jumlah penduduk 200.000 500.000 jiwa
Kota Kecil : jumlah penduduk 20.000 200.000 jiwa
Kota di Pedesaan : jumlah penduduk 3.000 20.000 jiwa

34
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Laporan hasil kajian awal lingkungan ini merupakan bagian dari laporan pra studi
kelayakan yang akan digunakan sebagai bahan untuk penyusunan kerangka acuan studi
kelayakan dan juga bahan untuk penyusunan KA-ANDAL atau UKL dan UPL (bila
diperlukan).

Apabila tidak dilakukan pra studi kelayakan, kajian awal lingkungan dilaksanakan pada
tahap studi kelayakan sebelum penentuan alinyemen rencana jalan terpilih.

b. AMDAL sebagai bagian dari studi kelayakan

Studi kelayakan diperlukan untuk menentukan alternatif alinyemen jalan terpilih yang
dianggap paling layak baik dari segi teknis, ekonomis mapun lingkungan.

Kajian kelayakan lingkungan yang mendalam terhadap alternatif alinyemen jalan terpilih
harus dilaksanakan melalui studi AMDAL atau UKL dan UPL, sesuai dengan hasil
penyaringan lingkungan yang telah diuraikan pada Butir 5.2.1.c.

Untuk pelaksanaan studi AMDAL, terlebih dahulu harus disusun Kerangka Acuan ANDAL
(Analisis Dampak Lingkungan) untuk digunakan sebagai acuan dalam penyusunan
dokumen ANDAL, RKL dan RPL.

Pada waktu penyusunan KA-ANDAL, pemrakarsa wajib melaksanakan pengumuman


tentang rencana kegiatan proyek, dan konsultasi kepada warga masyarakat yang
berkepentingan, untuk memperoleh saran, pendapat atau tanggapan mengenai
proyek tersebut. Cara pelaksanaan konsultasi.masyarakat ini diatur dalam Keputusan
Kepala BAPEDAL No. 8 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan
Informasi dalam Proses AMDAL.

Masyarakat berkepentingan terdiri dari masyarakat terkena dampak dan masyarakat


pemerhati.

Masyarakat terkena dampak adalah masyarakat yang akan merasakan dampak dari
adanya rencana usaha dan/atau kegiatan, terdiri dari masyarakat yang akan
mendapatkan manfaat dan masyarakat yang akan mengalami kerugian.

Masyarakat pemerhati adalah masyarakat yang tidak terkena dampak dari suatu
rencana usaha dan/atau kegiatan, tetapi mempunyai perhatian terhadap rencana

35
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

usaha/kegiatan tersebut, maupun dampak-dampak lingkungan yang akan


ditimbulkannya.

Pedoman Teknis Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL Proyek Jalan dan Pedoman Teknis
Penyusunan ANDAL, RKL dan RPL Proyek Jalan, masing-masing tercantum pada
Lampiran E dan Lampiran F dari Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Bidang Jalan.

c. Penilaian dokumen AMDAL

Dokumen AMDAL (KA-ANDAL, ANDAL, RKL, RPL dan Ringkasan Eksekutif) harus dinilai
oleh komisi penilai AMDAL.

Dokumen AMDAL proyek jalan yang melintasi lebih dari satu propinsi, dinilai oleh Komisi
Penilai AMDAL Pusat (di Kementerian Lingkungan Hidup).

Dokumen AMDAL proyek jalan yang melintasi lebih dari satu kabupaten / kota, dinilai
oleh Komisi Penilai AMDAL Propinsi (di Bapedalda Propinsi).

Dokumen AMDAL proyek jalan yang berlokasi dalam wilayah satu kabupaten / kota,
dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL Kabupaten / Kota (di Bapedalda Kabupaten / Kota).

Berdasarkan dokumen AMDAL yang telah disetujui oleh Komisi Penilai AMDAL, instansi
yang bertanggungjawab menerbitkan Surat ketetapan kelayakan Lingkungan.

d. Penyusunan Dokumen UKL dan UPL

Apabila rencana kegiatan proyek termasuk kategori wajib dilengkapi UKL dan UPL,
diperlukan penyusunan Kerangka Acuan UKL / UPL untuk digunakan sebagai acuan
dalam penyusunan dokumen UKL dan UPL. Pedoman Teknis Penyusunan Dokumen UKL
dan UPL Proyek Jalan tercantum pada Lampiran I dari Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan.

Pelaksanaan studi AMDAL atau UKL dan UPL sebaiknya dilaksanakan sekaligus dengan
pelaksanaan studi kelayakan (oleh konsultan yang sama).

e. Keterbukaan Informasi tentang AMDAL

36
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Berdasarkan ketentuan pada Pasal 35 Ayat (1) PP No.27/1999, semua dokumen AMDAL,
saran, pendapat, dan tanggapan warga masyarakat yang berkepentingan, kesimpulan
komisi penilai, dan keputusan kelayakan lingkungan hidup setiap rencana kegiatan
proyek bersifat terbuka untuk umum.

f. Kadaluwarsa dan batalnya dokumen ANDAL, RKL dan RPL

Berdasarkan ketentuan dalam PP No.27 / 1999 tentang AMDAL (Pasal 24 Ayat 1),
keputusan kelayakan lingkungan hidup dinyatakan kadaluwarsa, apabila rencana
kegiatan proyek tidak dilaksanakan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak
diterbitkannya keputusan kelayakan tersebut.

Keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu rencana kegiatan proyek menjadi batal
apabila pemrakarsa memindahkan lokasi kegiatannya. Dalam hal ini, pemrakarsa wajib
membuat AMDAL baru sesuai peraturan (Pasal 25 Ayat (1) dan (2), PP N0.27/1999).

5.2.3 Desain dan spesifikasi teknis pengelolaan lingkungan

a. Pembuatan desain dan spesifikasi teknis yang memasukkan pertimbangan


lingkungan

Perencanaan pengelolaan lingkungan pada tahap perencanaan teknis dilakukan melalui


penjabaran rekomendasi yang tercantum dalam dokumen RKL dan RPL atau UKL dan
UPL yang diwujudkan dalam bentuk gambar-gambar rencana teknis detail serta syarat-
syarat dan spesifikasi teknis pelaksanaan pekerjaan konstruksi.

Petunjuk tentang penjabaran RKL atau UKL tercantum pada Lampiran J dari Pedoman
Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan.

b. Pencantuman persyaratan pengelolaan dan pemantauan lingkungan dalam


dokumen tender dan dokumen kontrak pekerjaan konstruksi

Untuk menjamin bahwa rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup pada
tahap konstruksi dilaksanakan oleh kontraktor, klosul-klosul persyaratan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan yang harus dilaksanakan oleh kontraktor seharusnya
dicantumkan baik dalam dokumen tender maupun kontrak pekerjaan konstruksi.
.

37
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Contoh klosul-klosul persyaratan pengelolaan lingkungan tercantum pada Lampiran J dari


Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan.

5.2.4 Penyusunan Rencana Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali

a. Dampak Sosial akibat Pengadaan Tanah

Seperti talah dikemukakan pada Sub-bab 5.1.2, kegiatan pengadaan tanah dan
pemindahan penduduk untuk keperluan proyek pembangunan / peningkatan jalan,
sering menimbulkan dampak negatif terhadap aspek sosial yang sangat sensitif / serius,
yang pada akhirnya menimbulkan hambatan terhadap kelancaran pelaksanaan proyek
tersebut.

Untuk memperoleh gambaran terperinci tentang penduduk terkena dampak kegiatan


pengadaan tanah, dan jenis serta besaran kerugian yang mungkin timbul, diperlukan
penyusunan rencana pengadaan tanah dan pemukiman kembali, dengan tujuan untuk
menyusun rumusan rencana tindak dalam penanganan dampaknya, khususnya dalam
upaya pemulihan dan peningkatan kehidupan sosial-ekonomi penduduk terkena dampak.

b. Langkah - Langkah Kegiatan

Penyusunan rencana pengadaan tanah dan pemukiman kembali dilaksanakan melalui


urutan langkah-langkah utama berikut:

Baseline study;
Survey sosial-ekonomi;
Inventarisasi tanah dan aset di atasnya;
Konsultasi masyarakat.

c. Baseline study

Baseline study dimaksudkan untuk memperoleh gambaran umum tentang penduduk


yang terdapat di sepanjang koridor rencana pembangunan jalan, yang mungkin terkena
dampak akibat kegiatan pengadaan tanah.

38
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

d. Survey sosial-ekonomi

Survey sosial-ekonomi dimaksudkan untuk memperoleh informasi detail tentang


penduduk yang terkena pembebasan tanah dan dampaknya yang mungkin terjadi.
Informasi yang dikumpulkan antara lain meliputi jumlah anggota keluarga, mata
pencaharian, tingkat pendapatan, status pemilikan tanah, jarak ke tempat kerja, jarak ke
sekolah anak-anak, dan sebagainya.

f. Inventarisasi tanah dan aset di atasnya

Inventarisasi tanah meliputi luas lahan, jenis penggunaan saat ini, kelas tanah, dan
status pemilikannya. Inventarisasi aset meliputi tanaman (jenis, jumlah dan umurnya)
serta bangunan (luas, jenis dan umurnya).

g. Konsultasi masyarakat

Proses pengadaan tanah harus dilakukan melalui konsultasi langsung antara instansi
pemerintah (pemrakarsa) dengan para pemilik tanah dan tokoh masyarakat / adat
setempat untuk mencapai kesepakatan tentang bentuk dan jumlah nilai kompensasi
serta lokasi kegiatan.

Konsultasi masyarakat tersebut di atas, dilaksanakan melalui penyuluhan dan


musyawarah untuk mencapai kesepakatan tentang bentuk dan jumlah nilai kompensasi
atas tanah dan aset yang ada di atasnya yang terkena proyek.

h. Rencana pemukiman kembali

Apabila diperlukan pemukiman kembali penduduk yang terkena dampak, harus disusun
suatu rencana pemukiman kembali, yang antara lain mencakup rencana lokasi
pemukiman baru, mekanisme dan prosedur pelaksanaannya, instansi pelaksananya,
program rehabilitasi sosial-ekonomi serta bantuan-bantuan lain yang diperlukan.

Salah satu prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam penyusunan rencana pemukiman
kembali, adalah agar kondisi pemukiman baru dan tingkat kesejahtaraan penduduk yang
dipindahkan, harus lebih baik atau minimal setara dengan kondisi pemukiman lama dan
tingkat penghidupan sebelumnya.

39
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Petunjuk pelaksanaan tentang penyusunan rencana pengadaan tanah dan pemukiman


kembali yang lebih rinci tercantum pada Lampiran L dari Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidp Bidang Jalan.

5.3 Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup

5.3.1 Lingkup Pekerjaan

Betapapun bagusnya rencana pengelolaan lingkungan hidup, tidak ada artinya kalau
tidak dilaksankan dengan baik. Karena itu, realisasi pelaksanaan pengelolaan ini sangat
menentukan dalam pencapaian sasaran rencana pengelolaan lingkungan hidup yang
telah dirumuskan pada tahap perencanaan.

Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup secara fisik di lapangan diperlukan mulai


tahap pra-konstruksi, dan terus berlanjut pada tahap konstruksi sampai dengan tahap
pasca konstruksi.

Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup untuk proyek jalan yang termasuk kategori
wajib dilengkapi AMDAL, harus mengacu pada dokumen RKL (Rencana Pengelolaan
Lingkungan Hidup) yang telah dirumuskan dan disyahkan pada tahap perencanaan.

Untuk proyek jalan yang termasuk kategori wajib dilengkapi UKL dan UPL, pelaksanaan
pengelolan lingkungannya harus mengacu pada dokumen UKL (Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup), yang telah dirumuskan dan disyahkan pada tahap perencanaan.

Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup untuk proyek jalan yang termasuk kategori
bebas AMDAL maupun UKL dan UPL, harus dilakukan dengan cara penerapan SOP yang
telah tersedia (dibakukan) bagi setiap jenis kegiatan yang berpotensi menimbulkan
dampak terhadap lingkungan.

Jenis-jenis kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan pada tahap -
tahap pra-konstruksi, konstruksi dan pasca konstruksi secara umum telah dikemukakan
pada Sub-bab 5.1 (lihat Tabel 5.1).

40
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

5.3.2 Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Tahap Pra-konstruksi

Sasaran pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pra-konstruksi adalah mencegah atau
mengurangi / menanggulangi dampak sosial akibat kegiatan pengadaan tanah. Jenis-
jenis kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan pada tahap ini,
secara rinci telah dirumuskan pada dokumen rencana pengadaan tanah dan pemukiman
kembali. Rencana pemukiman kembali ini hanya diperlukan kalau ada penduduk yang
perlu dimukimkan kembali di lokasi tertentu.

Karena dampak sosial akibat pengadaan tanah ini seringkali terjadi sangat sensitif,
penanganan dampaknya memerlukan berbagai pertimbangan yang arif serta pendekatan
sosial yang persuasif, serta koordinasi yang harmonis dengan berbagai instansi terkait.

Kegagalan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pra-konstruksi akan menghambat


kelancaran pekerjaan konstruksi selanjutnya. Hal ini banyak dialami oleh beberapa
proyek pembangunan jalan.

5.3.3 Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Tahap Konstruksi

Idealnya, kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan pada tahap
konstruksi telah dijabarkan pada desain dan spesifikasi pekerjaan konstruksi, dan
ketentuan tersebut juga tercantum dalam dokumen kontak, sesuai dengan arahan
tercantum dalam dokumen RKL atau UKL.

Sehubungaan dengan hal itu, penanggungjawab pekerjaan konstruksi harus mencek


apakah proyek jalan yang dilaksanakannya termasuk kategori wajib AMDAL, wajib UKL
dan UPL, atau bebas AMDAL maupun UKL dan UPL. Apabila proyek tersebut termasuk
kategori wajib AMDAL atau UKL dan UPL, Pemimpin proyek pekerjaan konstruksi
memperoleh dokumen AMDAL atau UKL dan UPL dari Unit Pelaksana Perencaan Teknis,
untuk digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan.

Walaupun jenis-jenis kegiatan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap konstruksi telah
dirumuskan dalam dokumen RKL atau UKL dan UPL, dan telah dijabarkan dalam bentuk
desain dan spesifikasi teknis pekerjaan konstruksi, namun mungkin saja pada saat
implementasinya diperlukan modifikasi sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan
setempat. Dalam hal ini, peran kontraktor dan konsultan supervisi sangat diperlukan.

41
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

5.3.4 Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Tahap Pasca Konstruksi

Seperti telah diuraikan pada Sub-bab 4.2, kegiatan pengelolaan lingkungan hidup pada
tahap pasca konstruksi dimaksudkan untuk penanganan dampak akibat kegiatan
pengoperasian dan pemeliharaan jalan. Dampak kegiatan pengoperasian / pemanfaatan
jalan terutma ditimbulkan akibat penggunaan jalan oleh masyarakat khususnya
pengguna kendaraan baik kendaraan bermotor maupun kendaraan tidak bermotor serta
para pejalan kaki.

Kegiatan pengelolaan lingkungan yang diperlukan sehubungan dengan hal itu meliputi
pencegahan / penanggulangan pencemaran udara, kebisingan, kemacetan lalu lintas,
dan kecelakaan lalu lintas.

Di samping itu, dampak lingkungan yang perlu ditangani berkaitan dengan kegiatan
masyarakat berupa penggunaan lahan yang tidak terkendali di kiri dan kanan jalur jalan,
termasuk pedagang kaki lima yang mengakibatkan gangguan terhadap kelancaran lalu
linstas. Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup sehubungan dengan masalah ini,
sangat memerlukan koodinasi dengan berbagai instansi terkait, baik di tingkat pusat
maupun darearah.

5.4 Pemantauan dan Evaluasi Pengelolaan Lingkungan Hidup

5.4.1 Tujuan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Tujuan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup adalah untuk:

a) Mencek apakah rencana kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang tercantum


dalam dokumen RKL atau UKL telah dilaksanakan atau belum, oleh pemrakarsa
kegiatan proyek atau instansi terkait;

b) Menilai tingkat efektifitas hasil pengelolaan lingkungan hidup yang telah


dilaksanakan oleh pemrakarsa kegiatan proyek atau instansi terkait.

42
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

5.4.2 Lingkup Kegiatan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pada tahap perencanaan, pemantauan pengelolaan lingkungan hidup diperlukan untuk


mencek apakah proses perencanaan telah menerapkan pertimbangan lingkungan atau
belum.

Pada tahap pra-konstruksi, pemantauan pengelolaan lingkungan hidup diperlukan untuk


mencek kinerja penanganan dampak akibat kegiatan pengadaan tanah dan pemindahan
penduduk.

Pemantauan pengelolaan lingungan hidup pada tahap konstruksi dimaksudkan untuk


mencek kinerja penanganan dampak terhadap lingkungan, akibat kegiatan konstruksi,
terutama akibat penggunaan alat-alat berat. Secara garis besar, kegiatan pemantauan ini
perlu dilakukan di:

Lokasi basecamp;
Lokasi tapak kegiatan pembangunan jalan dan jembatan;
Lokasi quarry; dan
Jalur transportasi bahan bangunan, khususnya dari lokasi quarry dan borrow area ke
lokasi proyek.

Pada tahap pasca konsruksi, pemantauan pengelolaan lingkungan hidup diperlukan


untuk mengetahui kinerja penanganan dampak terhadap lingkngan hidup akibat kegiatan
pengoperasian atau pemanfaatan dan pemeliharaan jalan yang telah selesai dibangun /
ditingkatkan.

Pada Tabel 5.3 disajikan arahan untuk pemantauan pengelolaan lingkungan hidup yang
perlu dlakukan, mulai dari tahap perencanaan sampai ke tahap pasca konstruksi. Pada
tabel tersebut tercantum jenis kegiatan yang potensial menimbulkan dampak, dampak
yang mungkin terjadi, alternatif pengelolaan lingkungan, dan komponen (parameter /
indikator) lingkungan yang perlu dipantau.

5.4.3 Evaluasi Kualitas Lingkungan pada Tahap Pasca Proyek

Evaluasi kualitas lingkungan diperlukan untuk menilai kualitas lingkungan sepanjang


koridor jalan, dan kinerja jalan yang bersangkutan setelah umur desainnya terlampaui.
Evaluasi mencakup:

43
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Dampak pengoperasian jalan;


Dampak ikutan (dampak kegiatan sektor lain) yang terangsang oleh adanya jalan,
baik terhadap lingkungan maupun terhadap kinerja jalan; dan
Dampak lingkungan alam terhadap kondisi / kinerja jalan.

Penilaian kualitas lingkungan dilakukan dengan mengacu pada baku mutu lingkungan
yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Hasil evaluasi kualitas lingkungan merupakan landasan untuk perumusan rencana
kegiatan proyek baru baik berupa peningkatan jalan yang bersangkutan maupun
pembangunan jaringan jalan baru, serta masukan untuk perbaikan pengelolaan
lingkungan sektor lainnya.

Tabel 5.3

Matrik Arahan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Kegiatan yang Prakiraan dampak Alternatif pengelolaan Komponen


menimbulkan dampak yang timbul lingkungan (parameter/indikator)
lingkungan yang
perlu dipantau

A. Tahap Perencanaan
1. Survey / pengukuran 1. Keresahan 1. Konsultasi 1. Persepsi
masyarakat masyarakat masyarakat
2. Penetapan rute jalan
2. Potensi dampak 2. Penerapan 2. Kelayakan
pada aspek-aspek pertimbangan lingkungan
biogeofisik dan lingkungan dalam rencana kegiatan
sosial proses proyek
perencanaan

B. Tahap Pra-konstruksi
1. Pengadaan Tanah a. Keresahan a. Sosialisasi a. Persepsi
masyarakat masyarakat
b. Ketidakpuasan b. Penetapan harga b. Keluhan
atas nilai berdasarkan hasil masyarakat
kompensasi musyawarah
c. Gangguan c. Pembinaan sosial- c. Kondisi sosial-
terhadap ekonomi penduduk ekonomi
pendapatan yang terkena penduduk
proyek terkena proyek

C. Tahap Konstruksi
Persiapan Pekerjaan
Konstruksi
1. Mobilisasi tenaga a. Kecemburuan a.1 Tenaga kerja lokal a. Tenaga kerja
kerja sosial diprioritaskan lokal terserap

a.2 Sosialisasi pada


penduduk lokal

44
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

b. Peningkatan b.1 Pemberian b. Jumlah seluruh


kesempatan kerja informasi ttg tenaga kerja
(dampak positif) tenaga kerja yang terserap.
diperlukan
b.2 Pelatihan tenaga
kerja lokal

2. Mobilisasi peralatan a. Kerusakan a.1 Perbaikan jalan a. Kondisi jalan


berat prasarana jalan yang rusak
a.2 Membatasi tonase
peralatan atau
membatasi tekanan
gandar

3. Pembuatan jalan a. Pencemaran a. Penyiraman jalan a. Kualitas udara


masuk udara secara berkala

Pelaksanaan Pekerjaan
Konstruksi
a. Di lokasi proyek
1. Pembersihan dan a. Gangguan pd a. Penghijauan a. Liputan vegetasi
penyiapan lahan flora dan fauna;
b. Pencemaran b. Penyiraman secara b. Kualitas udara
udara berkala (kandungan
debu)
c. Pencemaran air c. Pembuatan c. Kualitas air
permukaan. tanggul atau
saluran drainase
sementara utk
pengendalian air
larian
d. Gangguan pada d. Pemindahan atau d. Kondisi utilitas
utilitas umum perbaikan utilitas

2. Pekerjaan tanah a. Pencemaran a. Penyiraman a. Kualitas udara


(galian / timbunan) udara (debu); secara berkala

b. Pencemaran air b. Pembuatan b. Kualitas air


tanggul atau
saluran drainase
sementara utk
pengendalian air
larian

c. Gangguan pd c. Pembuatan sistem c. Kondisi aliran air


aliran air tanah drainase permukaan dan
dan air air tanah
permukaan
d. Gangguan d.1 Perkuatan tebing d. Erosi / longsor
stabilitas lereng d.2 Pengendalian
aliran air tanah

e. Perubahan e. Penataan e. Kondisi lansekap


bentang alam lansekap
/lansekap;

45
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

3. Pekerjaan badan a. Pencemaran a. Penyiraman a. Kualitas udara


jalan / lapis udara (debu) secara berkala
perkerasan
b. Gangguan lalu b.1 Pengaturan lalu b. Kondisi lalu lintas
lintas lintas
b.2 Pemasangan
rambu lalu lintas

4. Pembuatan sistem a. Gangguan lalu a.1 Pengaturan lalu a. Kondisi lalu lintas
drainase lintas lintas
a.2 Pemasangan
rambu lalu lintas

5. Pemancangan tiang a. Kebisingan a. Pemberitahuan a. Kebisingan


pancang kpd masyarakat
sekitar; dan
pengaturan jadwal
kerja
b. Getaran/kerusakan b. Penggunaan bor b. Getaran
bangunan sekitar

6. Pekerjaan bangunan a. Gangguan lalu a.1 Pengaturan lalu a. Kondisi lalu lintas
bawah dan atas lintas lintas
jembatan atau jalan a.2 Pemasangan
layang rambu lalu lintas

7. Pembangunan a. Gangguan lalu a.1 Pengaturan lalu a. Kondisi lalu lintas


bangunan pelengkap lintas lintas
jalan a.2 Pemasangan
rambu lalu lintas

8. Penghijauan dan a. Peningkatan a. Penanaman a. Liputan vegetasi


pertamanan estetika tanaman
lingkungan pelindung dan
(dampak positif) tanaman hias

b. Di lokasi Quarry dan


jalur transportasi
material
9. Pengambilan tanah a. Pencemaran udara a. Penyiraman a. Kualitas udara
dan material secara berkala
bangunan di quarry b. Gangguan pd b. Pembuatan sistem b. Aliran air
dan borrow area di aliran air drainase permukaan
darat permukaan
c. Gangguan c.1 Pengaturan c. Erosi / longsor
stabilitas lereng kemiringan lereng
(erosi / longsor); sesuai dengan
kondisi tanah
c.2 Pengendalian air
larian
c.3 Tebing dibuat
berteras
d. Perubahan fungsi d. Reklamasi dan d. Penggunaan
lahan pemanfaatan lahan
kembali lahan

46
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

e. Gangguan pada e. Penghijauan e. Liputan vegetasi


flora

10. Pengambilan a. Degradasi dasar a. Pemilihan lokasi a. Stabilitas


material di quarry sungai sehingga quarry yang tepat bangunan sungai
sungai mengganggu
stabilitas bangunan
sungai
b. Pencemaran air b. Pengendalian b. Kualitas air
sungai; bahan buangan

c. Gangguan c. Sda c. Sda


terhadap biota air;

d. Longsor tebing d.1 Perkuatan tebing d. Stabilitas tebing


sungai sungai
d.2 Penggalian secara
bertahap

11. Pengangkutan tanah a. Pencemaran udara a. Penyiraman a. Kualitas udara


dan bahan (debu); berkala; Bak truk (sebaran debu)
bangunan ditutup terpal

b. Kebisingan; b. Perawatan b. Tingkat


kendaraan kebisingan

c) Kerusakan badan c. Pemeliharaan c. Kondisi jalan


jalan; /Perbaikan jalan

d) Gangguan lalu d. Pengaturan lalu d. Kondisi lalu lintas


lintas. lintas;
Pemasangan
rambu lalu lintas

c. Di lokasi Base camp


dan AMP
1. Pengoperasian base a. Kecemburuan a. Penyuluhan a. Keluhan
camp (barak sosial masyarakat masyarakat
pekerja, kantor, b. Pencemaran b. Perawatan b. Kualitas udara
stone crusher dan udara; peralatan
AMP) c. Kebisingan; c. Sda c. Tingkat
kebisingan
d. Pencemaran air d. Pengendalian d. Kualitas air
permukaan. limbah cair

e. Kecelakaan lalu e. Pengaturan lalu e. Kondisi lalu lintas


lintas lintas

D. Tahap Pasca
Konstruksi
1. Pengoperasian jalan a. Pencemaran udara a. Penghijauan di a. Kualitas udara
(debu, gas median dan
polutan) pinggir jalan
b. Kebisingan b. Sda; pembuatan b. Tingkat
noise barrier kebisingan

47
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

c. Kemacetan dan c.1 Pengaturan lalu c. Kondisi lalu lintas


kecelakaan lalu lintas; dan kecelakaan
lintas c.2 pemasangan lalu lintas
rambu lalu lintas
c.3 Penertiban
pedagang kaki lima
c.4 Penyuluhan tertib
pemanfaatan jalan
c.5 Pembuatan rest
area, khususnya
pada jalan tol

d. Gangguan d. Pembuatan d. Keluhan


mobilitas jembatan masyarakat
masyarakat penyeberangan
setempat
e. Gangguan e. Pembuatan under e. Lintasan satwa
terhadap satwa pass untuk jalan dilindungi
dilindungi satwa dilindungi

2. Pemeliharaan jalan a. Gangguan lalu a.1 Pengaturan lalu a. Kondisi lalu lintas
lintas lintas
a.2 Pemasangan
rambu lalu lintas
sementara

b. Pencemaran b. Penghijauan di b. Kualitas udara


udara (debu, gas median dan
polutan) pinggir jalan

c. Kebisingan c. Sda; pembuatan c. Tingkat


noise barrier kebisingan

d. Kemacetan dan d.1 Pengaturan lalu d. Kondisi lalu lintas


kecelakaan lalu lintas; dan kecelakaan
lintas d.2 pemasangan lalu lintas
rambu lalu lintas
d.3 Penertiban
pedagang kaki
lima
d.4 Penyuluhan tertib
pemanfaatan jalan
d.5 Pembuatan rest
area, khususnya
pada jalan tol

e. Gangguan e. Pembuatan e. Keluhan


mobilitas jembatan masyarakat
masyarakat penyeberangan
setempat
f. Gangguan f. Pembuatan under f. Lintasan satwa
terhadap satwa pass untuk jalan dilindungi
dilindungi satwa dilindungi

48
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

5.4.4 Monitoring dan Evaluasi Sosial-Ekonomi

Pembangunan jalan dimaksudkan untuk memberikan manfaat bagi masyarakat untuk:

Membuka keterisolasian wilayah;


Meningkatkan aktivitas dan mendukung kelancaran roda ekonomi wilayah;
Mempermudah akses penggunaan teknologi dan pemanfaatan fasilitas sosial seperti
pendidikan, kesehatan, pemerintahan, dan lain lain;
Peningkatan mobilitas dan kontak sosial antar penduduk.

Dalam kaitannya dengan kebijakan pembangunan masyarakat pedesaan, pembangunan


jalan secara umum dapat menimbulkan manfaat bagi masyarakat pedesaan, termasuk
masyarakat miskin, antara lain:

a) peningkatan mobilitas penduduk;


b) penurunan biaya transportasi baik untuk barang maupun orang;
c) peningkatan akses para pedagang kecil produk pertanian ke pasar di desa-desa yang
lebih besar atau kota;
d) peningkatan pelayanan fasilitas kesehatan, pendidikan dan penyuluhan pertanian
yang ada di kota bagi penduduk pedesaan;
e) peningkatan pendapatan uang tunai dalam jangka panjang, terutama karena
perbaikan akses ke pasar dan para pemasok (supplier);
f) peningkatan pendapatan uang dalam jangka pendek (sementara) sehubungan
dengan kesempatan kerja dalam pelaksanaan proyek jalan yang bersangkutan;
g) pengaspalan jalan agregat / tanah dapat meningkatkan kesehatan dan pola hidup
masyarakat sebagai akibat penurunan sebaran debu dari jalan.

Untuk mengetahui sejauh mana masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan, telah


memperoleh manfaat dari pembangunan jalan tersebut, diperlukan monitoring dan
evaluasi sosial-ekonomi.

Pada saat ini kegiatan monitoring dan evaluasi sosial-ekonomi proyek-proyek jalan pada
umumnya belum dilaksanakan, kecuali untuk beberapa proyek yang dibiayai dengan
dana bantuan luar negeri, seperti program Road Rehabilitation (Sector) Project (RR(S)P)
bantuan ADB, yang mensyaratkan implementasi program monitoring dan evaluasi sosial-
ekonomi (SEMEP = Socio-economic Monitoring and Evaluation Program).

49
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Program tersebut harus dilaksanakan di beberapa sampel desa yang berdekatan dengan
jalan yang dibangun, sebelum kegiatan konstruksi dilaksanakan, kemudian pada tahun
pertama dan tahun keempat setelah konstruksi selesai. Idealnya, monitoring dan
evaluasi sosial-ekonomi ini dilaksanakan untuk semua proyek jalan, untuk menguji
(mengevaluasi) sejauh mana rencana manfaat proyek dapat tercapai.

Pedoman pengelolaan lingkungan bidang jalan ini tidak mencakup petunjuk untuk
pelaksanaan monitoring dan evaluasi sosial-ekonomi. Untuk keperluan tersebut
seyogianya diperlukan pedoman lain yang lebih spesifik.

6. Instansi Pelaksana Pengelolaan Lingkungan Hidup


Bidang Jalan

6.1 Pemrakarsa Kegiatan Proyek Jalan

Proyek pembangunan jalan pada umumnya diselenggarakan oleh berbagai instansi atau
unit kerja pemerintah, baik di tingkat pusat maupun propinsi dan kabupaten / kota, yang
bertindak selaku pemrakarsa atau pengelola kegiatan proyek Pelaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup proyek pembangunan jalan pada dasarnya merupakan tanggung jawab
pemrakarsa kegiatan proyek tersebut.

Sesuai dengan sistem pembagian tugas yang telah baku dalam penyelenggaraan proyek
pembangunan jalan, pemrakarsa kegiatan proyek pembangunan jalan ini dapat berupa:

a) Pemimpin Proyek Perencanaan dan Pengawasan Jalan dan Jembatan;


b) Pemimpin Project Management Unit (PMU);
c) Pemimpin Project Implementation Unit (PIU);
d) Pemimpin Proyek Pengadaan Tanah;
e) Pemimpin Proyek Pembangunan Jalan;
f) Pemimpin Proyek Pemeliharaan dan Rehabilitasi Jalan.

Tanggung jawab pemrakarsa dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup meliputi:


penyusunan rencana pengelolaan lingkungan, melalui proses kajian lingkungan, studi
AMDAL atau UKL dan UPL, serta LARAP (khusus untuk proyek yang dibiayai bantuan
luar negeri);

50
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

konsultasi, penyuluhan serta musyawarah dengan masyarakat yang akan terkena


dampak, mengenai rencana kegiatan proyek pembangunan jalan yang akan
dilaksanakan;
melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup untuk pencegahan atau
penanggulangan dampak negatif dan peningkatan dampk positif yang timbul akibat
kegiatan pembangunan jalan, baik pada tahap pra-konstruksi, konstruksi dan pasca
konstruksi.
Melakukan koordinasi dengan instansi terkait baik di tingkat pusat maupun daerah,
dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup tersebut di atas.

6.2 Instansi Terkait

Beberapa instansi terkait dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup proyek


pembangunan jalan, adalah sebagai berikut.

6.2.1 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)

Bappeda baik di tingkat propinsi maupun kabupaten / kota mempunyai tugas pembinaan
dan koordinasi penyelenggaraan pembangunan jalan, yang meliputi:
Melakukan koordinasi perencanaan pembangunan antar sektor;
Melakukan koordinasi penataan ruang wilayah propinsi dam kabupaten / kota;
Melakukan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah propinsi dan kabupaten / kota;
Menjabarkan norma, standar, pedoman dan manual (NSPM) yang terkait dengan
pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ke dalam peraturan perundangan daerah;
Menjabarkan NSPM secara lebih spesifik sesuai kebutuhan daerah;
Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan untuk penerapan NSPM tersebut di
atas;
Melakukan evaluasi terhadap kinerja NSPM yang dihasilkan.

6.2.2 Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda)

Bapedalda berperan dalam pembinaan dan koordinasi pengendalian pencemaran dan


kerusakan lingkungan, dan pengawasan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup di
daerah. Selain itu, Bapedalda mempunyai peran penting dalam Komisi Penilai AMDAL
Daerah, dan menjadi sekretariat komisi tersebut.

51
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Tugas pembinaan dan koordinasi pengendalian dan pengawasan pengelolaan lingkungan


hidup bidang jalan meliputi antara lain:
Memberi masukan tentang tata cara pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan serta
referensi yang diperlukan;
Memantau pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan yang
dilaksanakan oleh pemrakarsa;

6.2.3 Instansi Terkait Lainnya

Instansi terkait lainnya adalah instansi pemerintah atau swasta baik di tingkat pusat
maupun daerah, yang kadang-kadang terkait dengan masalah pengelolaan lingkungan
hidup bidang jalan, seperti:
Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau Dinas / Kantor Pertanahan Propinsi atau
Kabupaten / Kota, dalam kaitannya dengan kegiatan pengadaan tanah;
Departemen Kehutanan atau Dinas Kehutanan Propinsi atau Kabupaten / Kota, dalam
kaitannya dengan pembangunan jalan yang melewati atau berbatasan langsung
dengan kawasan hutan;
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat dan Dinas Perhubungan Propinsi atau
Kabupaten / Kota, dalam kaitannya dengan masalah transportasi termasuk masalah
perlintasan antara jalan dengan jalur kereta api;
Kementerian Negara Kebudayaan dan Pariwisata, serta Dinas Kebudayaan dan
pariwisata Propinsi dan Kabupaten / Kota, dalam kaitannya dengan pembangunan
jalan yang melewati lokasi cagar budaya;
Dinas Sosial Propinsi dan Kabupaten / Kota, dalam kaitannya dengan masalah
dampak sosial yang mungkin timbul terhadap masyarakat adat, serta dampak
kegiatan pengadaan tanah dan pemindahan penduduk.

7. Pembiayaan

7.1 Biaya Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Tahap Perencanaan

a. Tahap Perencanaan Umum

Anggaran biaya kajian awal lingkungan seharusnya termasuk dalam biaya perencanaan
umum. Biaya kajian lingkungan ini mencakup biaya personil tenaga ahli lingkungan, dan
biaya perjalanan ke lapangan, sebagai anggota tim studi perenanaan umum.

52
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

b. Tahap Pra Studi Kelayakan

Pada tahap pra studi kelayakan diperlukan biaya untuk penyaringan lingkungan sebagai
bagian dari biaya pra studi kelayakan atau studi kelayakan. Komponen biaya
penyaringan lingkungan mencakup biaya personil dan survey lapangan tenaga Ahli
Lingkungan, sebagai anggota Tim Studi pra studi atau studi kelayakan.

c. Tahap Studi Kelayakan

Pada tahap ini diperlukan biaya untuk pelaksanaan studi AMDAL atau UKL dan UPL, bila
proyek yang bersangkutan termasuk kategori wajib dilengkapi dokumen AMDAL atau
UKL dan UPL.

Jika studi AMDAL atau UKL dan UPL ini dilaksanakan sekaligus dengan Studi kelayakan
(oleh konsultan yang sama), anggaran biayanya tentu merupakan bagian dari studi
kelayakan. Namum, sering kali studi AMDAL atau UKL dan UPL dilaksanakan tersendiri
oleh konsultan bidang lingkungan hidup, sehingga anggaran biayanya dialokasikan
tersendiri.

Anggaran biaya studi AMDAL atau UKL dan UPL secara garis besar mencakup komponen-
komponen biaya personil, peralatan dan material, survey lapangan, analisa laboratorium,
serta penyusunan lapoan termasuk presentasi dan pembahasan oleh Komisi Penilai
AMDAL.

7.2 Biaya Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Tahap Pra Konstruksi

Anggaran biaya pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pra-konstruksi seharusnya


termasuk dalam biaya pekerjaan pengadaan tanah. Biaya pengadaan tanah untuk proyek
jalan biasanya ditanggung oleh pemerintah daerah (APBD).

7.3 Biaya Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Tahap Konstruksi

Anggaran biaya pengelolaan lingkungan hidup pada tahap konstruksi seharusnya


termasuk dalam biaya pekerjaan konstruksi. Hal ini harus ditegaskan baik dalam
dokumen tender maupun dokumen kontrak pekerjaan konstruksi.

53
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

7.4 Biaya Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Tahap Pasca


Konstruksi

Anggaran biaya pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pasca konstruksi seharusnya
termasuk dalam biaya pekerjaan pemeliharaan jalan dan manajemen lalu lintas.

7.5 Biaya Pemantauan Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup

a. Biaya pemantauan pada tahap perencanaan

Anggaran biaya pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap perencanaan


seharusnya termasuk dalam anggaran biaya pekerjaan perencanaan, atau dialokasikan
secara khusus dalam anggaran rutin instansi pelaksana pekerjaan perencanaan.

b. Biaya pemantauan pada tahap pra-konstruksi

Anggaran biaya pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pra-konstruksi


seharusnya termasuk dalam anggaran biaya pengadaan tanah, atau dialokasikan secara
khusus dalam anggaran rutin instansi pelaksana pengadaan tanah.

c. Biaya pemantauan pada tahap konstruksi

Anggaran biaya pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap konstruksi


seharusnya termasuk dalam anggaran biaya pekerjaan konstruksi atau biaya pekerjaan
konsultan supervisi pekerjaan konstruksi.

d. Biaya pemantauan pada tahap pasca konstruksi

Anggaran biaya pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pasca konstruksi
seharusnya termasuk dalam anggaran biaya pemeliharaan dan rehabilitasi jalan, atau
dialokasikan secara khusus dalam anggaran rutin instansi pelaksana pemeliharaan dan
rehabilitasi jalan.

e. Biaya evaluasi pada tahap evaluasi pasca proyek

Anggaran biaya evaluasi kualitas lingkungan pada tahap evaluasi pasca proyek perlu
dialokasikan secara khusus oleh instansi atau unit kerja yang membidangi kegiatan
perencanaan teknis atau pembinaan lingkungan.

54
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

f. Prioritas Pengelolaan Lingkungan Hidup

Sehubungan dengan keterbatasan dana yang tersedia, pelaksanaan pemantauan


pengelolaan lingkungan seyogianya difokuskan pada dampak kegiatan-kegiatan tertentu
dengan dasar pertimbangan:

1) Kegiatan diperkirakan akan menimbulkan dampak besar dan penting;


2) Kegiatan berada di lokasi yang sensitif, misalnya melintasi atau berbatasan langsung
atau berdekatan dengan kawasan lindung;
3) Berpotensi menjadi sumber isu sosial atau kasus lingkungan yang sensitif;
4) Permintaan atau laporan instansi tertentu, masyarakat sekitar lokasi proyek, atau
Lembaga Swadaya Masyarakat.

8. Penutup
Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini, harus terintegrasi dalam
pengelolaan (manajemen) proyek secara keseluruhan. Untuk keperluan itu, koordinasi
dan konsultasi antar instansi atau unit kerja terkait mutlak diperlukan, dan peranan
pemimpin proyek / bagian proyek selaku pemrakarsa / pengelola pekerjaan sehari-hari
sangat penting.

Yang dimaksud dengan pemimpin proyek / bagian proyek di sini adalah semua pemimpin
proyek / bagian proyek bidang-bidang perencanaan, pembangunan dan pemeliharaan,
selaku pemrakarsa kegiatan, seperti telah diuraikan pada Butir 5.1, yang masing-masing
secara berkesinambungan bertanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan
lingkungan hidup pada tiap tahap siklus proyek pembangunan jalan

Agar proses pengelolaan lingkungan hidup dapat terlaksana secara berkesinambungan,


semua dokumen mengenai lingkungan hidup (AMDAL, UKL dan UPL, LARAP, Laporan
Hasil Pemantauan Pengelolaan Lingkungan) yang dibuat oleh pemimpin proyek pada
tahap tertentu, harus diserahterimakan kepada pemimpin proyek tahap berikutnya,
sebagai satu kesatuan dengan dokumen teknis, untuk digunakan sebagai arahan
pengelolaan lingkungan hidup tahap berikutnya (lihat Gambar 7.1).

Ketentuan-ketentuan tentang koordinasi antara pemrakarsa kegiatan proyek jalan


dengan instansi-instansi terkait, dapat dilihat pada Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder di Daerah (Lihat Lampiran 2).

55
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Keberhasilan pengelolaan lingkungan hidup juga tergantung dari ketersediaan


sumberdaya manusia yang qualified serta dana dan sarana penunjang yang memadai
sesuai dengan kebutuhan pada tiap tahap kegiatan proyek. Di samping itu, keberadaan
unit kerja dalam struktur organisasi proyek, yang mempunyai tugas dan tanggungjawab
untuk melaksanakan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup akan sangat
berperan.

56
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Gambar 7.1
Bagan Pengelolaan Lingkungan Proyek Jalan yang Berkesinambungan

Pemimpin Proyek Pemimpin Proyek Pemimpin Proyek Pemimpin Proyek


Perencanaan Pengadaan Tanah Konstruksi Pemeliharaan dan
Rehabilitasi

Penyusunan
dokumen
AMDAL, UKL
dan UPL,
Desain,
Spesifikasi
Teknis, Pengadaan
LARAP Tanah
termasuk
Pengelolaan
Lingkungan
Hidup

Laporan Pelaksanaan
Pelaksanaan Pekerjaan
Pengadaan Konstruksi
Tanah, termasuk
termasuk Pengelolaan
Laporan Lingkungan
Pemantauan Hidup
Pengelolaan
Lingkungan
Hidup
Pemanfaatan,
Laporan
Pemeliharaan,
Pelaksanaan
Rehabilitasi
Pekerjaan
termasuk
Konstruksi
Pengelolaan
termasuk
Lingkungan
Laporan
Hidup
Pemantauan
Pengelolaan
Lingkungan
Hidup
Laporan
Pelaksanaan
Pemeliharaan
Evaluasi
dan
Kualitas
Rehabilitasi
Lingkungan
termasuk
Hidup
Laporan
Pasca Proyek
Pemantauan
Pengelolaan
Lingkungan
Hidup

57
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

58
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Bagan Koordinasi/Konsultasi Antar


Stakeholder di Daerah Dalam Pelaksanaan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Bidang Jalan
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Daftar Peraturan Perundang-Undangan Bidang Lingkungan Hidup yang


Terkait Bidang Jalan

1. Kebijakan Nasional Pengelolaan Lingkungan Hidup

a. Undang-Undang RI No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam


Hayati dan Ekosistemnya.
b. Undang Undang RI No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.
c. Undang-Undang RI No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
d. Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang AMDAL.
e. Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran
Udara.
f. Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air.
g. Keputusan Presiden No. 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
h. Peraturan Menteri Kesehatan No. 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-
Syarat dan Pengawasan Kualitas Air.
i. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-35/MENLH/10/1993
tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor.
j. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-43/MENLH/10/1996
tentang Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha atau Kegiatan
Penambangan Bahan Galian Golongan C Jenis Lepas di Dataran.
k. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-48/MENLH/11/1996
tentang Baku Tingkat Kebisingan.
l. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-49/MENLH/11/1996
tentang Baku Mutu Getaran.
m. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 tahun 2001 tentang
Jenis Usaha dan / atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi dengan AMDAL.
n. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 86 Tahun 2002 tentang
Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup.
o. Keputusan Kepala Bapedal No. 056 tahun 1994 tentang Pedoman Mengenai
Ukuran Dampak Penting.
p. Keputusan Kepala Bapedal No. 299/11/1996 tentang Pedoman Teknis Kajian
Aspek Sosial dalam Penyusunan AMDAL.

Halaman 1 - 1
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

q. Keputusan Kepala Bapedal No. Kep-105 Tahun 1997 tentang Panduan


Pemantauan Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana
Pemantauan Lingkungan (RPL).
r. Keputusan Kepala Bapedal No. 08 tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat
dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL.
s. Keputusan Kepala Bapedal No. 09 tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan
AMDAL.
t. Keputuan Menteri Kimpraswil No. 17/KPTS/M/2003 tentang Penetapan Jenis
Usaha dan/atau Kegiatan Bidang Permukiman dan Prasaana Wilayah yang
Wajib Dilengkapi dengan UKL dan UPL.

2. Kebijakan Sektor yang Terkait


2.1 Kehutanan
a. Undang-Undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
b. Keputusan Menteri Kehutanan No. 419/KPTS-11/1994 tentang Perubahan
Keputusan Menteri Kehutanan No.164/KPTS-11/1994 tentang Pedoman Tukar
Menukar Kawasan Hutan.

2.2 Kebudayaan
a. Undang-Undang RI No. 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.
b. Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1993 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang No.5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.

2.3 Pertanahan
a. Undang-Undang RI No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria.
b. Keputusan Presiden No. 55 tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi
Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
c. Keputrusan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN No. 1 Tahun 1994 tentang
Pelaksanaan Keppres No.55 Tahun 1993.

2.4 Perhubungan
a. Undang-Undang RI No. 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan.
b. Undang-Undang RI No.13 tahun1992 tentang Perkeretaapian.

Halaman 1 - 2
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

c. Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1998 tentang Prasarana dan Sarana


Kereta Api.

2.5 Sosial
a. Keputusan Presiden No. 111 Tahun 1999 tentang Pembinaan Kesejahteraan
Sosial Komunitas Adat Terpencil.

3. Kebijakan Pembangunan Jalan


a. Undang-Undang RI No. 13 tahun 1980 tentang Jalan.
b. Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1985 tentang Jalan.

Halaman 1 - 3
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4)

1. PENJELASAN UMUM
Pedoman ini mengatur pelaksanaan penanganan masyarakat terasing pada
seluruh tahapan siklus pengembangan proyek jalan dan jembatan yaitu:
a). Pertimbangan Penanganan masyarakat Terasing
b). Kegiatan Awal Penanganan Masyarakat Terasing
c). Indentifikasi Penanganan Sistem Sosial Budaya Masyarakat Terasing
d). Perencanaan Penanganan Masyarakat Terasing
e). Pelaksanaan Penanganan Masyarakat Terasing
f). Pelaksanaan Konservasi Budaya Masyarakat Terasing
g). Pelaksanaan Evaluasi Pasca Penanganan Masyarakat Terasing
Seperti halnya pada pelaksanaan AMDAL dan pelaksanaan Konsultasii
Masyarakat serta pelaksanaan pengadaan tanah, proses penanganan
Masyarakat Terasing melibatkan 5 (lima) kelompok atau pelaku utama berikut
ini:
a). PEMRAKARSA, dalam hal ini meliputi para pimpinan proyek, para kepala
Dinas di propinsi, kabuipaten dan kota
b). BAPEDALDA, dalam hal ini termasuk Bapedalda Propinsi, Badan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) atau Kantor Lingkungan
Hidup di Kabupaten maupun kota.
c). BAPPEDA, dalam hal ini terdiri dari Bappeda propinsi, Bappeda
Kabupaten dan Bapeda Kota.
d). MASYARAKAT, dalam hal ini terdiri dari Lembaga Swadaya Masyarakat,
Penduduk terkena dampak, tokoh tokoh masyarakat yang mewakili
penduduk terkena dampak dan masyarakat terasing.
e). STAKEHOLDER LAINNYA yang mempunyai peran pada penanganan
kasus-kasus khusus misalnya Departemen/Dinas Kehutanan, Badan
Pertanahan Nasional (BPN), Departemen/Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan dan lain sebagainya.

Pedoman pelaksanaan ini menjelaskan mekanisme kerja pelaksanaan


pengadaan tanah untuk proyek yang terintegrasi dengan siklus pengembangan
proyek, sedemikian sehingga masalah masalah lingkungan sudah mulaii
diidentifikasi dan ditangani dari proses pembangunan yang paling awal.

Mekanisme kerja menjelaskan pembagian peran dari ke lima kelompok pelaku


pembangunan tersebut.

2. PERTIMBANGAN PENANGANAN MASYARAKAT


TERASING
Pertimbangan penanganan masyarakat terasing untuk proyek sistim Jaringan
jalan, dilakukan pada tahap perencanaan dan bertujuan untuk menjelaskan
tujuan dan sasaran proyek serta menampung masukan dari masyarakat yang

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 1


RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4)

berkepentingan dengan proyek jalan. Sasarannya adalah terkumpulnya


masukan untuk landasan pemutakhiran koridor rencana system jaringan jalan.
Catatan-1:
Kegiatan ini dilakukan setelah pemrakarsa menyelesaikan konsep awal
perencanaan umum system jaringan jalan.
Langkah pelaksanaan pertimbangan penanganan masyarakat terasing untuk
proyek Sistim Jaringan Jalan dan pembagian peran masing-masing pelaku
pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-1)
1. Pemrakarsa mempelajari kembali konsep Rencana Sistim Jaringan Jalan
termasuk sasaran kawasan yang akan dilayani, misalnya sentra sentra
produksi, kapasitas produksi, kapasitas jalan yang dibutuhkan, peran dan
fungsi kota yang akan didukung sistim jaringan jalan dan mempelajari
pula peta tata guna lahan pada dan disekitar koridor-koridor yang telah
dipertimbangkan yang mencakup kondisi eksisting maupun rencana
peruntukannya dimasa datang.
2. Selanjutnya, Pemrakarsa membuat perencanaan umum jaringan jalan
yang telah meninjau beberapa kemungkinan koridor jalan. Perencanaan
umum tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip
menghindari lahan budi daya dan kawasan yang dilindungi sesuai criteria
yang tertera pada pasal-6 undang-undang nomor 24 tahun 1992 tentang
Penataan Ruang..
3. BAPPEDA, memberi tanggapan dan masukan tentang penerapan peta
padu serasi dan atau peta penataan ruang wilayah termasuk program
program pembangunan daerah yang telah direncanakan. Tanggapan dan
masukan ini diberikan sesuai permintaan pemrakarsa.
4. MASYARAKAT, memberikan gambarantentang kehidupan sosial budaya
masyarakat terasing, termasuk upacara ritual yang berhubungan dengan
tanah.
5. DINAS PENDIDIKAN & KEBUDAYAAN memberi masukan tentang lokasi
masyarakat terasing termasuk populasinya.
6. PEMRAKARSA, menetapkan rencana jaringan jalan beserta koridor
koridornya dengan mempertimbangkan seluruh masukan yang diperoleh
dari BAPPEDA.

3. KEGIATAN AWAL PENANGANAN MASYARAKAT


TERASING
KEGIATAN AWAL PENANGANAN MASYARAKAT TERASING, dilakukan pada
tahap pra kelayakan koridor rencana system jaringan Jalan dan bertujuan untuk
menganalisa kebutuhan lahan untuk proyek sedemikian sehingga selain luasan
tanah yang perlu dibebaskan, juga teridentifikasinya kawasan Perumahan dan
Permukiman masyarakat terasing yang akan terkena proyek jalan. .

Catatan-2:

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 2


RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4)

Kegiatan ini dilaksanakan setelah pemrakarsa menyelesaikan konsep rencana


umum system jaringan jalan termasuk koridor-koridor yang memungkinkan untuk
dikembangkan.
Langkah pelaksanaan Kegiatan awal penanganan masyaraka terasing dan
pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut:
(Bagan pada Gambar-2)
1. PEMRAKARSA, mempelajari penyebaran permukiman masyarakat
terasing pada koridor-koridor rencana system jaringan jalan dari peta
padu serasi yang diperoleh dari BAPPEDA dan atau peta lain yang
dikembangkan dan atau dipublikasikan oleh instansi terkait misalnya
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Sosial dll.
2. Selanjutnya, pemrakarsa melakukan konsultasi mengenai koridor-koridor
system jaringan jalan yang telah dikembangkan tersebut untuk menggali
masukan tambahan dari para stakeholdernya.
3. BAPEDALDA diharapkan dapat memberi masukan tentang perkiraan
dampak social terhadap masyarakat terasing yang harus dilestarikan
termasuk kebijaksanaan kebijaksanaan yang berhubungandengan
pelestarian lingkungan hidup termasuk lokasi lokasi kawasan yang
dilindungi..
4. BAPPEDA, memberi masukan tentang koordinasi penanganan
masyarakat terasing.
5. MASYARAKAT, memberi masukan tentang sistem pemilikan tanah
masyarakat terasing pada koridor atau disekitar koridor system jaringan
jalan yang direncanakan.
6. DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, memberi masukan tentang
pola kehidupan sosial, ekonomi, budaya masyarakat terasing.
7. PEMRAKARSA, merangkum semua masukan yang diperoleh untuk
acuan mempertimbangkan kembali koridor koridor system jaringan jalan
yang telah dikembangkan. Masukan tersebut, juga diperlukan untuk
pertimbangan penyusunan KA-ANDAL.
8. PEMRAKARSA, menetapkan koridor jalan terpilih

4. IDENTIFIKASI SISTEM SOS BUD MASYARAKAT


TERASING
IDENTIFIKASI SISTEM SOSIAL BUDAYA masyarakat terasing dilakukan
dilakukan pada tahap Studi Kelayakan proyek dan bertujuan untuk masukan
analisa kelayakan rute jalan pada koridor yang dipilih. Sasarannya adalah
teridentifikasikannya sistem sosial budaya yang akan terkena dampak proyek
jalan.
Catatan-3:
Kegiatan ini dilakukan setelah pemrakarsa menyelesaikan pemilihan koridor
jalan yang paling baik ditinjau dari aspek teknis dan lingkungan yang diperoleh
dari analisa pra kelayakan. Dalam hal pra kelayakan tidak dilakukan, maka
pilihan koridor rencana jalan didasarkan pada analisis isu isu lingkungan yang
dilakukan pada tahap penyaringan AMDAL, UKL, UPL.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 3
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4)

Langkah pelaksanaan identifikasi sistem sosial budaya masyarakat terasing dan


pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut:
(Bagan pada Gambar-3)
1. PEMRAKARSA, mempelajari pola penyebaran masyarakat terasing pada
setiap alternatip rute jalan yang terletak pada koridor terpilih.
2. Selanjutnya, pemrakarsa melakukan survey dasar social berdasarkan
pedoman survey yang ada.
3. Atas dasar permintaan pemrakarsa, BAPEDALDA memberi masukan
tentang situs penanganan dampak social masyarakat terasing dan benda
cagar budaya yang harus dilindungi serta daerah daerah yang dinilai
sensitip atau kawasan kawasan yang dinilai startegis, bersejarah dan
mempunyai nilai tradisional.
4. BAPPEDA, memberi masukan tentang koordinasi penanganan
masyarakat terasing.
5. MASYARAKAT, memberi masukan tentang sistem nilai dan budaya
masyarakat terasing.
6. DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, memberi masukan tentang
mobilitas masyarakat terasing.
7. PEMRAKARSA, Membuat konsep rencana penanganan masyarakat
terasing di rute yang akan dipilih.
8. PEMRAKARSA, menetapkan rute jalan terpilih.

5. PERENCANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING


PERENCANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING, dilakukan pada
tahap Perencanaan Teknis (detailed design) dan bertujuan untuk menjabarkan
RKL dan RPL kedalam perencanaan teknis jalan. Sasarannya adalah (i)
terkumpulnya data yang berhubungan dengan masyarakat terasing (ii)
terkumpulnya bahan bahan untuk perencanaan penanganan masyarakat
terasing termasuk rencana jadwal penanganan masyarakat terasing (iv)
tersusunnya rencana penanganan masyarakat terasing (BILA ADA)..
Catatan-4:
Kegiatan ini dilakukan setelah pemrakarsa menyelesaikan studi kelayakan dan
menerima ketetapan mengenai Studi ANDAL, RKL dan RPL dari komisi penilai
AMDAL. Kegiatan perencanaan pengadaan tanah dilakukan setelah pengukuran
detail untuk perencanaan detail teknis diselesaikan yang pelaksanaannya
didasarkan atas rekomendasi RKL dan RPL tersebut.
Langkah pelaksanaan perencanaan penanganan masyarakat terasing dan
pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut:
(Bagan pada Gambar-4)
1. PEMRAKARSA, mempelajari hasil pengukuran detail pada rute jalan
terpilih termasuk semua informasi yang diperoleh selama pengukuran
dilaksanakan.

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 4


RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4)

2. PEMRAKARSA, melakukan survey social ekonomi masyarakat sekitar


rute jalan pada koridor terpilih seraya melakukan konsultasi masyarakat
melalui pola wawancara.
3. Bilamana diminta oleh pemrakarsa, BAPEDALDA melakukan monitoring
pelaksanaan survey social ekonomi yang dilaksanakan oleh konsultan
pelaksana.
4. BAPPEDA, membantu dalam menggkoordinasikan pelaksanaan survey
social ekonomi tersebut yang biasanya memerlukan pula keterlibatan
instansi lain selain instansi social.
5. Selama proses wawancana, MASYARAKAT, memberi masukan detail
dilapangan tentang sistem kekerabatan, sistem kepemimpinan, sistem
nilai dan hak adat masyarakat terasing..
6. DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, memberi masukan tentang
pola penanganan masyarakat terasing..
7. PEMRAKARSA membuat konsep dan sosialisasi rencana tindakan
penanganan masyarakat terasing.
8. BAPPEDA, memberikan kesepakatan dan melakukan koordinasi
persiapan pelaksanaan
9. MASYARAKARAT, memberikan kesepakatan dan melakukan persiapan
10. STAKEHOLDER LAINNYA, memberikan kesepakatan dan membantu
persiapan pelaksanaan.
11. PEMRAKARSA, Menetapkan desain jalan.

6. PELAKSANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING


PAKSANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING yang dilakukan pada
tahap persiapan konstruksi bertujuan menyelesaikan masalah masalah yang
berhubungan dengan sistem sosial budaya. Sasarannya adalah
terlaksanakannya program penanganan masyarakat terasing sedemikian
sehingga proyek jalan dapat dilaksanaan dengan tanpa mendapat gangguan
dari masyarakat terasing.
Catatan-5:
Kegiatan ini dilakukan setelah perencanaan teknis detail diselesaikan. Demikian
pula dokumen Land Acquizition and Ressettlement Action Plan (LARAP) harus
sudah disetujui sebagai dokumen pelaksanaan pengadaan tanah dan
pemukiman kembali penduduk serta penanganan masyarakat tersaing (BILA
ADA).
Langkah pelaksanaan penanganan masyarakat terasing dan pembagian peran
masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada
Gambar-5)
1. PEMRAKARSA, membuat jadwal terinci tentang penanganan masyarakat
terasing yang dijhabarkan dari dokumen penanganan masyarakat
terasing yang telah disepakati.

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 5


RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4)

2. Selanjutnya, pemrakarsa melaksanakan program penanganan


masyarakat terasing.
3. BAPEDALDA, melakukan monitoring pelaksanannya dilapangan,
terutama kesesuaiannya dengan kesepakatan dan jadwal.
4. BAPPEDA, melakukan monitoring tentang pelaksanannya dilapangan,
terutama kesesuaiannya dengan kesepakatan dan jadwal
5. MASYARAKAT, menerima pemberitahuan tentang rincian program
memberi tanggapan dan persetujuannya, serta berpartisipasi dalam
pelaksanaan program..
6. DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN dan DINAS SOSIAL,
membantui dalam pelaksanaa program penanganan masyarakat terasing
dilapangan sesuai dengan yang disepakati bersama.
7. PEMRAKARSA, membuat laporan mengenai pelaksanaan penanganan
masyarakat terasing kepada atasan pemrakarsa dengan tembusan
kepada instansi terkait.

7. PELAKSANAAN KONSERVASI BUDAYA MASYARAKAT


TERASING
KONSERVASI BUDAYA MASYARAKAT TERASING, mulai dilakukan pada
tahap konstruksi Jalan dan jembatan bertujuan memelihara budaya masyarakat
terasing agar tidak terpengaruh dan atau terganggu oleh masyarakat pendatang.
Catatan-6:
Kegiatan ini dilakukan setelah setelah kontraktor pelaksana ditunjuk. Kontraktor
pelaksana yang ditunjuk bersama sama pemrakarsa telah pula menyiapkan
rencana detail pelaksanaan konstruksi.
Langkah Konsultasi Pelaksanaan konservasi budaya masyarakat terasing dan
pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut:
(Bagan pada Gambar-6)
1. PEMRAKARSA, melakukan identifikasi budaya dan hal hal tabu
masyarakat terasing yang mungkin terganggu oleh kegiatan proyek.
2. Selanjutnya, pemrakarsa membuat konsep konservasi budaya
masyarakat terasing dan mengkonsultasikannya kepada pihak pihak yang
berkepentingan agar pelaksabnaannya efektip.
3. BAPEDALDA, memberi masukan mengenai pola konservasi yang efektip.
4. BAPPEDA, memberi masukan program program sejenis dari instansi
lainnya yang dapat dikoordinasikan pelaksanaannya.
5. MASYARAKAT, memberi masukan mengenai kesulitan kesulitan pada
pasca penanganan masyarakat terasing.
6. DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, memberi masukan tentang
h a l h a l T A B U d a n ja d w a l u p a ca ra ritu a l m a sya ra ka t te ra sin g .
7. PEMRAKARSA, melaksanakan program konservasi budaya.

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 6


RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4)

8. BAPEDALDA, melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan


konservasi budaya masyarakat terasing
9. BAPPEDA, membantu dalam hal koordinasinya dengan instansi terkait
apabila ada program sejenis sehingga dapat disinergikan.
10. MASYARAKAT, menerima dan melaksanakan program konservasi
budaya masyarakat terasing.
11. PEMRAKARSA, membuat laporan pelaksanaan konservasi Budaya
Masyarakat terasing dan menggunakannya sebagai acuan untuk
melakukan pemantauan dan evaluasi manfaat proyek.

8. PELAKSANAAN EVALUASI PASCA PENANGANAN


MASYARAKAT TERASING
EVALUASI PASCA PENANGANAN MASYARAKAT TERASING yang dilakukan
pada tahap pasca konstruksi Jalan dan jembatan bertujuan untuk menilai kinerja
penanganan masyarakat terasing sedemikian sehingga dapat melengkapi bahan
penyusunan laporan monitoring dan evaluasi manfaat proyek.
Catatan-7:
Kegiatan ini dilakukan setelah kegiatan konstruksi selesai dan pemrakarsa
menyelesaikan laporan evaluasi pelaksanaan konstruksi termasuk evaluasi
terhadap pelaksanaan LARAP.
Langkah evaluasi pasca penanganan masyarakat terasing dan pembagian
peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan
pada Gambar-7)
1. PEMRAKARSA, mempelajari semua catatan lapangan yang diperoleh
selama pelaksanaan penanganan masyarakat terasing.
2. Selanjutnya, pemrakarsa melakukan analisa kesesuaian rencana dengan
pelaksanaannya.
3. PEMRAKARSA, meminta pendapat BAPEDALDA dan BAPPEDA tentang
pola evaluasi yang paling sesuai.
4. BAPEDALDA, memberi masukan dan tanggapan yang diperlukan,
khususnya penilaian kondisi masyarakat terasing.
5. BAPPEDA, memberi masukan dan tanggapan yang diperlukan,
khususnya penilaian terhadap perubahan kualitas lingkungan
permukiman disekitar proyek jalan, penataan ruang, pembangunan
ekonomi wilayah dan aspek asepk pembangunan daerah lainnya.
6. MASYARAKAT, memberi umpan balik tentang perubahan kondisi social
ekonomi serta lingkungan budaya masyarakat terasing sebelum dan
sesudah proyek.
7. DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, memberi tangapan dari aspek
kelestarian budaya masyarakat terasing.
8. PEMRAKARSA, menyusun laporan evaluasi penanganan masyarakat
terasing.

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 7


RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4)

9. EVALUASI PASCA PENANGANAN MASYARAKAT


TERASING

Evaluasi pasca penanganan masyarakat terasing pada tahap pasca proyek


bertujuan untuk menyusun kriteria Evaluasi Penanganan Masyarakat Terasing
yang akan digunakan sebagai ketentuan perencanaan dimasa datang.

Untuk itu, pemrakarsa melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut :


a. Mempelajari laporan pelaksanaan penanganan masyarakat terasing&
konsep kriteria evaluasi pasca penanganan masyarakat terasing
b. Melaksanakan idetifikasi kriteria-kriteria perencanaan yang perlu
disesuaikan
9. Menetapkan kriteria penanganan masyarakat terasing yang akan
digunakan sebagai ketentuan perencanaan dimasa datang.

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 8


Gambar-1 BAGAN PERTIMBANGAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan )

STAKEHOLDER
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT KETERANGAN
LAINNYA

Mempelajari Konsep 1). Mencakup Sasaran


Rencana Sistem Kawasan yang akan
Jaringan Jalan dan Peta dilayani misalnya sentra
Tata Guna Lahan sentra produksi, kapasitas
termasuk peta produksi, kapasitas jalan
keberadaan masyarakat yang dibutuhkan, peran dan
terasing disekitar fungsi kota dll, serta
Jaringan Jalan tersebut kondisi eksisting dan
.. .(1) rencana peruntukannya
dimasa datang, penetapan
status dan fungsi kawasan
lindung
Membuat Konsep dan
2). Didasarkan pada prinsip-
Sosialisasi Jaringan
prinsip menghindari lahan
Jalan beserta
budidaya dan yang
koridornya serta lokasi Memberi tanggapan dan Memberi masukan Memberi masukan sesuai dilindungi sesuai criteria
m asy. terasing ..(2) masukan tentang tentang kehidupan sosial keterkaitannya misal : pada pasal-6 undang-
Penerapan Peta Padu budaya masyarakat Dinas Pendidikan & undang nomor 24 tahun
Serasi (Penataan Ruang setempat . .. (4) Kebudayaan memberi 1992 tentang Penataan
W ilayah) .. (3) masukan tentang kondisi Ruang.
sosial ekonomi serta 3). Peta Koordinasi
peraturan perundangan pemanfaatan Ruang
masy terasing .. (5) wilayah yang memadukan
kawasan lindung dan
kawasan binaan
4). Termasuk upacara ritual
yang berhubungan dengan
tanah
5). Termasuk populasi dan adat
Menetapkan Rencana istiadatnya serta program
Jaringan Jalan .. ... (6) yang telah dan sedang
dijalankan
6) Disebarluaskan kepada
instansi terkait
Gambar-2 BAGAN KEGIATAN AWAL PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Pra Kelayakan)
STAKEHOLDER
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT KETERANGAN
LAINNYA

1) Dari peta Padu Serasi dan


Mempelajari penyebaran
peta lainnya yang
permukiman masy.
dipublikasikan oleh
terasing pada Rencana
Departemen/Dinas
Jaringan Jalan . (1)
Kehutanan,
Departemen/Dinas
Pendidikan dan
kebudayaan
2). Bersifat Orientasi lapangan
Melakukan konsultasi untuk melihat contoh
pemilihan alternatip (sample) kondisi
koridor jalan ..(2) sebenarnya

Memberi masukan Memberi masukan tentang Memberi masukan Memberi masukan sesuai 3), 4), 5), 6)
tentang perkiraan koordinasi penanganan tentang sistem keterkaitannya misal : Masing-masing masukan
dampak sosial terhadap masy. terasing........ .. (4) kepemilikan tanah Dinas Dik Bud memberi (input) diplot pada peta
m asy terasing. . (3) Masyarakat Terasing .. (5) masukan tentang pola Padu Serasi beserta
kehidupan sosial, keterangan spesifik yang
ekonomi, budaya ..... (6) harus diperhatikan

7), Masukan untuk pemilihan


alternatip koridor rute jalan
dan penyusunan KA-
ANDAL (Lihat bagan
pelaksanaan konsultasi
Merangkum data dan masyarakat dan
informasi penyebaran penyusunan KA-ANDAL)
masy terasing untuk
acuan penetapan 8) Telah mempertimbangkan
koridor .....................(7) aspek-aspek teknis,
ekonomik, sosial budaya
dan lingkungan
Menetapkan Koridor
Jalan Terpilih ....... (8)
Gambar-3 BAGAN IDENTIFIKASI PENANGANAN SISTEM SOS-BUD MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Studi Kelayakan)

STAKEHOLDER
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT KETERANGAN
LAINNYA
Mempelajari pola
1). Pada koridor hasil Pra
penyebaran dan
Kelayakan
kehidupan sosial
budaya masy terasing 2). Sesuai dengan pedoman
pada setiap alternatip yang berlaku
rute Jalan (1) 3),4),5) 6) Konsultasi dapat
dilakukan melalui media
rapat teknis yang
diselenggarakan oleh
Melakukan survey pemrakarsa
dasar sosial dan
7) Dikaji bersama-sama aspek
konsultasi (2)
teknis, ekonomik dan
Memberi masukan Memberi masukan Memberi masukan tentang Memberi masukan sesuai lingkungan
tentang penanganan tentang koordinasi sistem nilai budaya dan keterkaitannya misal : 8) Outputnya adalah Rute
dampak sosial masy. penanganan masy. pendekatan penanganan Dinas Dik-Bud memberi terpilih setelah dikaji
terasing.. (3) terasing.................(4) m asy. terasing .(5) masukan tentang mobilitas bersama sama aspek
masy terasing dan situs teknis, ekonomis dan
dan benda cagar budaya lingkungan termasuk
yang harus dilindungi. ..(6) kebutuhan Permukiman
Kembali Penduduk

Membuat prakiraan
dampak sosial budaya
dan rencana kasar
penanganan masy
terasing untuk alternatif
rute...... (7)

MENETAPKAN RUTE
TERPILIH (8)
Gambar-4 BAGAN PERENCANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Perencanaan Teknis)

PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN


LAINNYA

Mempelajari 1). Termasuk data permukiman


Pengukuran Detail yang terkena Proyek
Rute Jalan & rencana
kasar penanganan 2). Termasuk rencana kerja,
m asy. terasing (1) pembagian tugas.
3). Sesuai tupoksi institusi dan
dapat bersifat aktip (terjun
Melakukan survey kelapangan) maupun pasip
sosial ekonomi dan (menerima laporan saja)
konsultasi masyarakat Memberi masukan serta
Melakukan Monitoring Membantu Koordinasi Memberi Masukan Detail membantu survai sesuai 4). Terutama koordinasi
(2) Pelaksanaan Survey Pelaksanaan Survey dilapangan tentang sistem keterkaitannya antara lain dengan aparat pemerintah
(3) dengan instansi Terkait kekerabatan, tentang pola penanganan daerah dan dinas sosial
. . (4) kepemimpinan, sistem dan masy. terasing misal : Dik-
nilai hak adat ............ (5) Bud memberi masukan 5) Termasuk jenis upacara
tentang pola penanganan adat yang masih dilakukan
masyarakat terasing .. (6) 6). Termasuk program yang
telah dan akan dijalankan
untuk masy.terasing tsb.
7) 8) 9) 10) Dapat dilakukan
melalui media rapat
Membuat konsep dan
sosialisasi rencana 11) Desain jalan telah
tindak penanganan Memberikan kesepakat - mempertimbangkan aspek
Memberikan Memberikan
masyarakat terasing an dan melakukan lingkungan dan sosial-
kesepakatan dan kesepakatan dan
..(7) koordinasi persiapan ekonomi-budaya
melakukan persiapan membantu persiapan
pelaksanaan (8) (9) pelaksanaan (10)

Menetapkan desain
jalan serta melakukan
persiapan pelaks. Renc.
T indak . (11)
Gambar-5 BAGAN PELAKSANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Persiapan Konstruksi)

STAKEHOLDER
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT KETERANGAN
LAINNYA
Membuat Jadwal Detail
Rencana Tindak 1). Dijabarkan dari Dokumen
penanganan masy yang telah disetujui
terasing..... ..(1) 2). Mencakup kompensasi
lahan dan bangunan,
perbaikan permukiman
Melaksanakan program tradisional, rehabilitasi
penanganan konservasi situs dll.
masyarakat terasing 3), 4), Sesuai Tupoksi dan
................................(2) dapat dilakukan secara
Melakukan monitoring Melakukan monitoring Berpartisipasi dalam pasip (menerima laporan)
(3) dan koordinasi (4) pelaksanaan program Membantu sesuai atau aktip (kelapangan).
.(5) keterkaitannya misal :
Dinas Dik-Bud dan Dinas 5). Termasuk LSM, lembaga
Sosial membantu dalam adat , dll.
pelaksanaannya 6) Termasuk kegiatan
dilapangan ..... (6) pendampingan dalam
aspek sosial ekonomi
7) Untuk digunakan sebagai
acuan monotoring

Membuat Laporan
Pelaksanaan
Penanganan
Masyarakat Terasing
..........(7)
Gambar-6 BAGAN PELAKSANAAN REHABILITASI EKONOMI MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Konstruksi Jalan & Jembatan)

STAKEHOLDER
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT KETERANGAN
LAINNYA
Mempelajari rencana 1) Diambil dari laporan
rehab ekonomi bagi LARAP untuk masyarakat
m asy. terasing .. (1) terasing.
2) Dapat dilakukan pada
tahap sebelumnya
Melakukan konsultasi
dan persiapan 3), 4), 5), 6).
Rehabilitasi Ekonomi Melalui forum rapat atau
bagi masyarakat terasing Memberi masukan ttg. Memberi masukan Melaksanakan persiapan Membantu sesuai metode lainnya
(2) Monitoring dan indikator program dari sektor lain rehab & memberi masukan keterkaitannya, misal
keberhasilan program yg dapat dikoordinasikan tentang kesulitan pasca Dinas Sosial memberi 7) Yang telah disesuaikan
Rehabilitasi yg efektif (4) penanganan masyarakat masukan tentang alt pola terhadap masukan
..(3) terasing (5) rehabilitasi .. (6) konsultasi
8) Sesuai dengan pedoman
dan atau petunjuk teknis
yang telah ada
9) Sesuai tupoksi

Melaksanakan Program 10) Program yang telah


R ehabilitasi (7) disepakati
11) Sesuai dengan pedoman
Melakukan monitoring Melakukan Koordinasi Menerima dan Membantu pelaksanaan dan atau petunjuk teknis
.(8) dengan Instansi Terkait melaksanakan program sesuai keterkaitannya mis: yang telah ada
.(9) R ehabilitasi (10) Dinas Sosial sebagai
12) Sebagai bahan monitoring
Pengawas Lapangan. (11)

MEMBUAT Laporan
Pelaksanaan Program
Rehabilitasi Ekonomi
M asyarakat ..(12)
Gambar-7 BAGAN PELAKSANAAN MONITORING PASCA PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Pasca Konstruksi /Operasi dan Pemeliharaan)

STAKEHOLDER
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT KETERANGAN
LAINNYA
Mempelajari catatan
1). Termasuk penyesuaian
pelaksanaan
penyesuaian yang
penanganan masy
dilakukan dan masukan
terasing .(1)
masukan lainnya yang
diperoleh selama proses
penanganan masyarakat
Melakukan analisa terasing dari tahap
kesesuaian rencana perencanaan umum
penanganan masy. sampai dengan tahap
terasing (2) konstruksi.

2). Melibatkan berbagai disiplin


ilmu (teknis, sosial-
Konsultasi hasil ekonomi, budaya dan
sementara terhadap kelembagaan.
monitoring penanganan
masy. terasing Memberi tanggapan dan Memberi tanggapan dan Memberi tanggapan dan Memberi tanggapan dan
masukan kualitas kondisi masukan terhadap kualitas masukan dari aspek masukan dari aspek sektor 3), 4), 5), 6), 7)
termasuk rehabilitasi Melalui rapat teknis yang
sosekbud masyarakat koordinasi antar sektor. (5) perubahan sosek dan terkait ( 7)
.(3) diselenggarakan oleh
terasing ..(4) lingkungan budaya masy.
terasing ( 6) Pemrakarsa

8). Hasilnya menjadi bagian


laporan evaluasi manfaat
proyek (Project Benefit
Monitoring and Evaluatian
Menyusun laporan PBME).
monitoring pasca
penanganan masy
terasing .............(8)
Gambar-8 BAGAN EVALUASI PELAKSANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Evaluasi Pasca Proyek)

STAKEHOLDER
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT KETERANGAN
LAINNYA
Mempelajari laporan
monitoring pelaks.
penanganan masy. 1) Laporan monitoring yang
terasing ...(1) memasukkan masukan
dari berbagai institusi
terkait
Menganalisa dan 2) Melibatkan berbagai
mengidentifikasi kriteria disiplin ilmu
perencanaan . (2)
3) Termasuk pertimbangan
persyaratan dari lembaga
donor
Menyusun konsep
kriteria penanganan 4) 5) 6) 7) 8)
masy. terasing yang
Dilakukan melalui forum
lebih baik .. . (3)
rapat/ seminar/lainnya
9) Hasilnya diserahkan
kepada para perencana
Konsultasi konsep
umum pengembangan
perencanaan
Memberi masukan Memberi masukan Memberi masukan Memberi masukan sesuai jaringan jalan.
penanganan masy.
tentang sosekbud dan tentang koordinasi dan tentang kendala dan tata keterkaitannya mis: ttg.
terasing . (4)
masalah lingkungan kelem bagaan . (6) cara perencanaan dan tata ruang nilai kearifan
.. (5) pelaksanaan . (7) lokal, adat istiadat
pelatihan untuk alih
profesi . (8)

Menetapkan kriteria-
kriteria penanganan
masy. terasing yang
akan digunakan dalam
perencanaan dimasa
datang (9)
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)

1. PENJELASAN UMUM
Pedoman ini mengatur pelaksanaan pengadaan tanah, termasuk pemukiman
kembali penduduk (BILA ADA) pada seluruh tahapan siklus pengembangan
proyek jalan dan jembatan yaitu:
a). Pertimbangan Pengadaan Tanah
b). Kegiatan Awal Pengadaan Tanah
c). Indentifikasi Kebutuhan Lahan
d). Perencanaan Pengadaan Tanah
e). Pelaksanaan Pengadaan Tanah
f). Rehabilitasi Ekonomi Masyarakat Terkena Proyek
g). Evaluasi Pasca Pengadaan Tanah
Seperti halnya pada pelaksanaan AMDAL dan pelaksanaan Konsultasi
Masyarakat, proses pengadaan tanah melibatkan 5 (lIMA) kelompok atau pelaku
utama berikut ini:
a). PEMRAKARSA, dalam hal ini meliputi para pimpinan proyek, para kepala
Dinas di propinsi, kabuipaten dan kota
b). BAPEDALDA, dalam hal ini termasuk Bapedalda Propinsi, Badan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) atau Kantor Lingkungan
Hidup di Kabupaten maupun kota.
c). BAPPEDA, dalam hal ini terdiri dari Bappeda propinsi, Bappeda
Kabupaten dan Bapeda Kota.
d). MASYARAKAT, dalam hal ini terdiri dari Lembaga Swadaya Masyarakat,
Penduduk terkena dampak, tokoh tokoh masyarakat yang mewakili
penduduk terkena dampak dan masyarakat terasing.
e). STAKEHOLDER LAINNYA yang mempunyai peran pada penanganan
kasus-kasus khusus misalnya Departemen/Dinas Kehutanan, Badan
Pertanahan Nasional (BPN), Departemen/Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan dan lain sebagainya.

Pedoman pelaksanaan ini menjelaskan mekanisme kerja pelaksanaan


pengadaan tanah untuk proyek yang terintegrasi dengan siklus pengembangan
proyek, sedemikian sehingga masalah masalah lingkungan sudah mulai
diidentifikasi dan ditangani dari proses pembangunan yang paling awal.

Mekanisme kerja menjelaskan pembagian peran dari ke lima kelompok pelaku


pembangunan tersebut.

2. PERTIMBANGAN PENGADAAN TANAH


Pertimbangan pengadaan tanah untuk proyek sistim Jaringan jalan , dilakukan
pada tahap perencanaan dan bertujuan untuk menjelaskan tujuan dan sasaran
proyek serta menampung masukan dari masyarakat yang berkepentingan
dengan proyek jalan. Sasarannya adalah terkumpulnya masukan untuk
landasan pemutakhiran koridor rencana system jaringan jalan.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 1
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)

Catatan-1:
Kegiatan ini dilakukan setelah pemrakarsa menyelesaikan konsep awal
perencanaan umum system jaringan jalan.
Langkah pelaksanaan pertimbangan pengadaan tanah untuk proyek Sistim
Jaringan Jalan dan pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan
adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-1)
1. Pemrakarsa mempelajari kembali konsep Rencana Umum Sistim
Jaringan Jalan termasuk sasaran kawasan yang akan dilayani, misalnya
sentra sentra produksi, kapasitas produksi, kapasitas jalan yang
dibutuhkan, peran dan fungsi kota yang akan didukung sistim jaringan
jalan, mempelajari pula peta tata guna lahan pada dan disekitar koridor-
koridor yang telah dipertimbangkan yang mencakup kondisi eksisting
maupun rencana peruntukannya dimasa dating.
2. Selanjutnya, Pemrakarsa membuat perencanaan umum system jaringan
jalan yang telah meninjau beberapa kemungkinan koridor jalan.
Perencanaan umum tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan
prinsip-prinsip menghindari lahan budi daya dan kawasan yang dilindungi
sesuai criteria yang tertera pada pasal-6 undang-undang nomor 24 tahun
1992 tentang Penataan Ruang..
3. Pemrakarsa, Konsultasi konsep kebutuhan lahan rencana jaringan jalan.
4. BAPPEDA, memberi tanggapan dan masukan tentang penerapan peta
padu serasi dan atau peta penataan ruang wilayah termasuk program
program pembangunan daerah yang telah direncanakan. Tanggapan dan
masukan ini diberikan sesuai permintaan pemrakarsa.
5. STAKEHOLDER LAINNYA, memberi masukan tentang fungsi lahan dan
ketentuan / peraturannya.
6. PEMRAKARSA, melakukan pemutakhiran terhadap rencana umum sistim
jaringan jalan beserta koridor koridornya dengan mempertimbangkan
seluruh masukan yang diperoleh dari BAPPEDA.

3. KEGIATAN AWAL PENGADAAN TANAH


KEGIATAN AWAL PENGADAAN TANAH, dilakukan pada tahap pra kelayakan
koridor rencana system jaringan Jalan dan bertujuan untuk menganalisa
kebutuhan lahan untuk proyek sedemikian sehingga selain luasan tanah yang
perlu dibebaskan, juga teridentifikasinya lahan lahan masyarakat yang akan
terkena proyek jalan. .
Catatan-2:
Kegiatan ini dilaksanakan setelah pemrakarsa menyelesaikan konsep rencana
umum system jaringan jalan termasuk koridor-koridor yang memungkinkan untuk
dikembangkan.
Langkah pelaksanaan Kegiatan awal pengadaan tanah dan pembagian peran
masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada
Gambar-2)

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 2
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)

1. PEMRAKARSA, mempelajari jenis peruntukan lahan pada koridor-koridor


rencana system jaringan jalan dari peta padu serasi yang diperoleh dari
BAPPEDA dan atau peta lain yang dikembangkan oleh instansi terkait
misalnya peta budaya, peta banjir, peta quarry dll..
2. Selanjutnya, pemrakarsa melakukan konsultasi mengenai koridor-koridor
system jaringan jalan yang telah dikembangkan tersebut untuk menggali
masukan tambahan dari para stakeholdernya.
3. BAPEDALDA diharapkan dapat memberi masukan tentang kebijaksanaan
pelestarian lingkungan hidup termasuk lokasi lokasi kawasan yang
dilindungi..
4. BAPPEDA, memberi masukan tentang prasarana dan sarana strategis
yang terdapat pada dan disekitar koridor jalan, dan alternatip lokasi
pemukiman kembali penduduk apabila diperlukan.
5. MASYARAKAT, memberi masukan tentang adanya masyarakat terasing
pada koridor atau disekitar koridor system jaringan jalan yang
direncanakan.
6. STAKEHOLDER LAINNYA, Memberi masukan tentang pengendalian
fungsi lahan dan ketentuan memperoleh lahan.
7. PEMRAKARSA, merangkum semua masukan yang diperoleh untuk
acuan mempertimbangkan kembali koridor koridor system jaringan jalan
yang telah dikembangkan. Masukan tersebut, juga diperlukan untuk
pertimbangan penyusunan KA-ANDAL.
8. PEMRAKARSA, menetapkan koridor jalan terpilih

4. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN LAHAN


IDENTIFIKASI KEBUTUHAN LAHAN dilakukan dilakukan pada tahap Studi
Kelayakan proyek dan bertujuan untuk masukan analisa kelayakan rute jalan
pada koridor yang dipilih. Sasarannya adalah teridentifikasikannya dampak
pengadaan tanah, lokasi alternatip pemukiman kembali penduduk (BILA ADA)
dan prakiraan kebutuhan biaya pengadaan tanah berdasarkan variasi
kharakteristiknya dilapangan.
Catatan-3:
Kegiatan ini dilakukan setelah pemrakarsa menyelesaikan pemilihan koridor
jalan yang paling baik ditinjau dari aspek teknis dan lingkungan yang diperoleh
dari analisa pra kelayakan. Dalam hal pra kelayakan tidak dilakukan, maka
pilihan koridor rencana jalan didasarkan pada analisis isu isu lingkungan yang
dilakukan pada tahap penyaringan AMDAL, UKL, UPL.
Langkah pelaksanaan identifikasi kebutuhan lahan dan pembagian peran
masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada
Gambar-3)
1. PEMRAKARSA, mempelajari kebutuhan lahan dan jenis peruntukan
lahan ada setiap alternatip rute jalan yang terletak pada koridor terpilih.
2. Selanjutnya, pemrakarsa melakukan konsultasi dan survey dasar social
berdasarkan pedoman survey yang ada.

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 3
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)

3. Atas dasar permintaan pemrakarsa, BAPEDALDA memberi masukan


tentang daerah-daerah yang dinilai sensitip atau kawasan kawasan yang
dinilai startegis, bersejarah dan mempunyai nilai tradisional.
4. BAPPEDA, memberi masukan tentang pengendalian pemanfaatan ruang
wilayah, propinsi maupun kota termasuk dukungan proyek jalan terhadap
program program tersebut.
5. MASYARAKAT, memberi masukan tentang status kepemilikan lahan
termasuk lama waktu tinggal dll.
6. BPN memberikan masukan tentang tata ruang dan kehutanan memberi
masukan tentang fungsi hutan
7. PEMRAKARSA, membuat prakiraan kebutuhan lahan disetiap alternatip
rute jalan yang terletak pada koridor terpilih untuk masukan pada analisa
kelayakan proyek.
8. PEMRAKARSA mentepkan rute terpilih.
9. BAPPEDA, mengadakan koordinasi rencana pelaksanaan di lapangan
dengan instansi terkait.
10. Bersamaan dengan kegiatan tersebut, PEMRAKARSA menyiapkan
konsep permohonan kebutuhan lahan untuk proyek kepada Gubernur
atau Bupati atau walikota.
11. Gubernur/Bupati/Walikota menyetujui permohonan proyek tentang
permohonan lahan

5. PERENCANAAN PENGADAAN TANAH


PERENCANAAN PENGADAAN TANAH, dilakukan pada tahap Perencanaan
Teknis (detailed design) dan bertujuan untuk menjabarkan RKL dan RPL
kedalam perencanaan teknis jalan. Sasarannya adalah (i) terkumpulnya data
penduduk terkena dampak beserta kekayaannya (ii) terkumpulnya bahan bahan
untuk perencanaan pengadaan tanah termasuk rencana jadwal pembayaran
kompensasi, (iii) tersusunnya rencana pemindahan kembali penduduk termasuk
pilihan lokasinya (BILA ADA), (iv) tersusunnya rencana penanganan masyarakat
terasing (BILA ADA)..
Catatan-4:
Kegiatan ini dilakukan setelah pemrakarsa menyelesaikan studi kelayakan dan
menerima ketetapan mengenai Studi ANDAL, RKL dan RPL dari komisi penilai
AMDAL. Kegiatan perencanaan pengadaan tanah dilakukan setelah pengukuran
detail untuk perencanaan detail teknis diselesaikan yang pelaksanaannya
didasarkan atas rekomendasi RKL dan RPL tersebut.
Langkah pelaksanaan perencanaan pengadaan tanah dan pembagian peran
masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada
Gambar-4)
1. PEMRAKARSA, mempelajari hasil pengukuran detail pada rute jalan
terpilih termasuk semua informasi yang diperoleh selama pengukuran
dilaksanakan.

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 4
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)

2. PEMRAKARSA, melakukan survey social ekonomi masyarakat sekitar


rute jalan pada koridor terpilih seraya melakukan konsultasi masyarakat
melalui pola wawancara.
3. Bilamana diminta oleh pemrakarsa, BAPEDALDA melakukan monitoring
pelaksanaan survey social ekonomi yang dilaksanakan oleh konsultan
pelaksana.
4. BAPPEDA, membantu dalam menggkoordinasikan pelaksanaan survey
social ekonomi tersebut yang biasanya memerlukan pula keterlibatan
instansi lain selain instansi social.
5. Selama proses wawancana, MASYARAKAT, memberi masukan detail
mengenai hal hal yang berhubungan dengan kepemilikan tanah.
6. Panitia pengadaan tanah, memberi masukan tentang tata cara dan
kriteria kompensasi, sesuaiperaturan per Undang-undangan yang
berlaku.
7. PEMRAKARSA membuat LA
8. RAP dan melakukan konsultasi masyarakat sebagainmana dijelaskan
pada bagan konsultasi masyarakat pada tahap perencanaan teknis.
9. PEMRAKARSA, mensosialisasikan konsep larap, dan mengajukan
kepada Gubernur/Bupati/Walikota.
10. BAPPEDA, memberikan kesepakatan terhadap konsep LARAP.
11. MASYARAKAT, memberikan kesepakatan terhadap konsep LARAP
12. Gubernur/Bupati/Walikota menyetujui konsep LARAP.
13. PEMRAKARSA, mengadakan persiapan pelaksanaan

6. PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH


PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH yang dilakukan pada tahap persiapan
konstruksi bertujuan menyelesaikan masalah masalah yang berhubungan
dengan administrasi pengadaan tanah. Sasarannya adalah (i) tersedianya lahan
yang dibutuhkan proyek beserta surat surat kepemilikannya (ii) terselesaikannya
pembayaran kompensasi lahan dan bangunan serta tanaman milik penduduk
terkena proyek, (iii) termukimkannya penduduk terkena proyek pada lokasi lokai
yang layak huni, (iv) tertanganinya masyarakat terasing..
Catatan-5:
Kegiatan ini dilakukan setelah perencanaan teknis detail diselesaikan. Demikian
pula dokumen Land Acquizition and Ressettlement Action Plan (LARAP) harus
sudah disetujui sebagai dokumen pelaksanaan pengadaan tanah dan
pemukiman kembali penduduk serta penanganan masyarakat tersaing (BILA
ADA).
Langkah pelaksanaan pengadaan tanah dan pembagian peran masing-masing
pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-5)
1. PEMRAKARSA, mempelajari dokumen LARAP dan membuat rencana
detail pelaksanaannya yang disesuaikan dengan perkembangan terakhir

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 5
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)

dari proses pengadaan tanah.maupun kesiapan perencanaan serta


pendanaannya.
2. BAPPEDA, ikut berpartisipasi dalam musyawarah & mufakat
3. MASYARAKAT, ikut berpartisipasi dalam musyawarah dan menyepakati
dalam mufakat khususnya PTP.
4. STAKEHOLDER LAINNYA, Melaksanakan musyawarah dan mufakat
khususnya panitia pengadaan tanah.
5. Selanjutnya, pemrakarsa melakukan pembayaran kompensasi untuk
tanah beserta asset asset diatasnya, sesuai dengan jadwal terakhir yang
disepakati.
6. BAPEDALDA, melakukan monitoring tentang pelaksanannya dilapangan,
terutama kesesuaiannya dengan kesepakatan dan jadwal.
7. BAPPEDA, melakukan monitoring dan evaluasi
8. MASYARAKAT, menyerahkan surat surat bukti kepemilikan tanah kepada
pemrakarsa melalui panitia pengadaan tanah.
9. Panitia pengadaan tanah membantu dalam penyelesaian proses
administrasi
10. APABILA ADA kebutuhan pemukiman kembali penduduk, PEMRAKARSA
melaksanakan kegiatan ini sesuai dengan jadwal yang disepakati
bersama.
11. BAPEDALDA, melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan
kegiatan pemukiman kembali penduduk tersebut.
12. BAPPEDA, membantu dalam hal koordinasi dengan instansi terkait agar
pelaksanaan pemukiman kembali penduduk tersebut sesuai dengan
jadwal yang ditetapkan.
13. MASYARAKAT, menerima sertifikat dan atau surat surat yang diperlukan
sehubungan dengan pemukiman kembali tersebut misalnya sertifikat
kepemilikan kapling, kartu penduduk dll.
14. PEMRAKARSA, membuat laporan mengenai pelaksanaan pengadaan
tanah kepada atasan pemrakarsa dengan tembusan kepada instansi
terkait.

7. REHABILITASI EKONOMI MASYARAKAT TERKENA


DAMPAK
REHABILITAS EKONOMI mulai dilakukan pada tahap konstruksi Jalan dan
jembatan bertujuan memberbaiki kondisi social ekonomi masyarakat terkena
dampak yang kondisinya menurun bila dibandingkan dengan sebelum terkena
proyek.
Catatan-6:
Kegiatan ini dilakukan setelah lahan untuk proyek telah tersedia dan atau
diserahkan kepemilikannya kepada proyek dan setelah kontraktor pelaksana

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 6
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)

ditunjuk. Kontraktor pelaksana yang ditunjuk bersama sama pemrakarsa telah


pula menyiapkan rencana detail pelaksanaan konstruksi.
Langkah Konsultasi Pelaksanaan rehabilitasi ekonomi masyarakat terkena
dampak dan pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah
sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-6)
1. PEMRAKARSA, mempelajari rencana rehabilitasi ekonomi, melakukan
identifikasi masyarakat terkena dampak yang menurun kondisi social
ekonominya setelah menerima pembayaran kompensasi atau setelah
dimukimkan kembali (BILA ADA). Identifikasi dilakukan terhadap
masyarakat terkena dampak yang tercatat dalam dokumen LARAP.
2. Selanjutnya, pemrakarsa melakukan konsultasi dan persiapan rencana
rehabilitasi dan mengkonsultasikannya kepada pihak pihak yang
berkepentingan agar pelaksabnaannya efektip.
3. BAPEDALDA, memberi masukan mengenai pelaksanaan rehabilitasi
ekonomi masyarakat yang dinilai paling efektip sesuai dengan kondisi
lapangan.
4. BAPPEDA, memberi masukan program program sejenis dari instansi
lainnya .
5. MASYARAKAT, memberi masukan mengenai penyebab timbulnya
kesulitan ekonomi, mislanya karena kehilangan pelanggan, karena
maslahan lapangan kerja alternatip yang tidak diperoleh dilokasi baru
dsb.
6. DINAS SOSIAL memberi alternatip pola rehabilitasi.
7. PEMRAKARSA, melaksanakan program rehabilitasi ekonomi masyarakat
berdasarkan rencana yang telah mendapat berbagai masukan serta telah
disepakati.
8. BAPEDALDA, melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan
rehabilitasi ekonomi masyarakat tersebut..
9. BAPPEDA, membantu dalam hal koordinasinya dengan instansi terkait
apabila ada program sejenis sehingga dapat disinergikan.
10. MASYARAKAT, menerima dan melaksanakan program rehabilitasi
sesuaii kesepakatan.
11. DINAS SOSIAL, melakukan monitoring & evaluasi.
12. PEMRAKARSA, membuat laporan pelaksanaan rehabilitasi ekonomii
masyarakat dan menggunakannya sebagai acuan untuk melakukan
pemantauan dan evaluasi manfaat proyek.

8. PELAKSANAAN EVALUASI PASCA PENGADAAN TANAH


EVALUASI PASCA PENGADAAN TANAH yang dilakukan pada tahap pasca
konstruksi Jalan dan jembatan bertujuan untuk menilai kinerja pengadaan tanah
sedemikian sehingga dapat melengkapi bahan penyusunan laporan akuntabilitas
kinerja proyek jalan dapat tersusun.
Catatan-7:
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 7
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)

Kegiatan ini dilakukan setelah kegiatan konstruksi selesai dan pemrakarsa


menyelesaikan laporan evaluasi pelaksanaan konstruksi termasuk evaluasi
terhadap pelaksanaan LARAP.
Langkah evaluasi pasca pengadaan tanah dan pembagian peran masing-
masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-7)
1. PEMRAKARSA, mempelajari semua catatan lapangan yang diperoleh
selama pelaksanaan pengadaan tanah..
2. Selanjutnya, pemrakarsa melakukan analisa kesesuaian rencana dengan
pelaksanaannya.
3. PEMRAKARSA, meminta pendapat BAPEDALDA dan BAPPEDA tentang
pola evaluasi yang paling sesuai.
4. BAPEDALDA, memberi masukan dan tanggapan yang diperlukan,
khususnya penilaian kondisi masyarakat terkena dampak.
5. BAPPEDA, memberi masukan dan tanggapan yang diperlukan,
khususnya penilaian terhadap perubahan kualitas lingkungan
permukiman disekitar proyek jalan, penataan ruang, pembangunan
ekonomi wilayah dan aspek asepk pembangunan daerah lainnya.
6. MASYARAKAT, memberi umpan balik tentang perubahan kondisi social
ekonomi sebelum dan sesudah proyek.
7. BPN, memberi tanggapan dari aspek kesesuaian tata ruang.
8. PEMRAKARSA, menyusun laporan evaluasi pengadaan tanah.

9. EVALUASI PASCA PENGADAAN TANAH

Evaluasi pasca pengadaan tanah pada tahap pasca proyek bertujuan untuk
menyusun criteria Pengadaan Tanah yang akan digunakan sebagai ketentuan
perencanaan dimasa datang.

Untuk itu, pemrakarsa melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut :


a. Mempelajari laporan evaluasi pasca pelaksanaan pengadaan tanah
b. Mengidetifikasi kriteria-kriteria perencanaan yang perlu disesuaikan
c. Menetapkan criteria pengadaan tanah yang akan digunakan sebagai
ketentuan perencanaan dimasa datang.

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 8
Gambar-1 BAGAN PERTIMBANGAN PENGADAAN TANAH
(Pada Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan)

STAKEHOLDER
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT KETERANGAN
LAINNYA
1). Mencakup Sasaran
Mempelajari Konsep Kawasan yang akan
dilayani misalnya sentra
Rencana Umum Sistem
sentra produksi, kapasitas
Jaringan Jalan, Peta Tata produksi, kapasitas jalan
Guna Lahan Disekitar yang dibutuhkan, peran
Rencana Jaringan Jalan dan fungsi kota dll.
.. .(1)
2) Mencakup kondisi eksisting
dan rencana
peruntukannya dimasa
datang, penetapan status
dan fungsi kawasan
Membuat Konsep Awal
lindung
Kebutuhan lahan untuk
Rencana Jaringan 3). Didasarkan pada prinsip-
Jalan (termasuk prinsip menghindari lahan
perkiraan kasar luas, budidaya dan yang
jenis penggunaan dan dilindungi sesuai criteria
kepemilikan). (2) pada pasal-6 undang-
undang nomor 24 tahun
1992 tentang Penataan
Ruang.

Konsultasi konsep 4). Dapat dituangkan dalam


kebutuhan lahan peta
rencana jaringan jalan Memberi masukan Memberi tanggapan dan Memberi masukan Memberi masukan 5) Peta Koordinasi
(3) tentang daya dukung masukan tentang tentang lokasi lokasi hak sesuai keterkaitannya, pemanfaatan Ruang
lingkungan termasuk Penerapan Peta Padu adat / ulayat , dll ( 6 ) mis.: tentang fungsi wilayah yang memadukan
sosial (4) Serasi (Penataan Ruang lahan dan ketentuan / kawasan lindung dan
W ilayah) .. (5) peraturannya (7) kawasan binaan
6) 7) Termasuk cara-cara
pelepasannya
8) Rencana ini disebarluaskan
Menetapkan Rencana kepada institusi terkait
Jaringan Jalan beserta
perkiraan kasar
kebutuhan lahan (8)
Gambar-2 BAGAN KEGIATAN AWAL PENGADAAN TANAH
(Pada Tahap Pra Kelayakan )
STAKEHOLDER
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT KETERANGAN
LAINNYA

1) Dari peta Padu Serasi


Mempelajari Kebutuhan
dan peta lainnya yang
lahan dan Jenis
dipublikasikan oleh
Peruntukan Lahan pada
Departemen/Dinas
Rencana Jaringan Jalan
Kehutanan,
. (1)
Departemen/Dinas
Pendidikan dan
kebudayaan
Melakukan Konsultasi 2). Bersifat Orientasi
Pemilihan Alternatif lapangan untuk melihat
koridor Jalan contoh (sample) kondisi
berdasarkan kebutuhan sebenarnya
lahan (2)
Memberi masukan 3), 4), 5), 6)
Memberi masukan tentang Memberi masukan Lokasi Memberi masukan
tentang daya dukung Masing-masing
lokasi Prasarana & Sarana Masyarakat Terasing, tentang pengendalian
lingkungan .. (3) masukan (input) Diplot
dan untuk pemukiman status kepemilikan dan fungsi lahan dan
kembali penduduk serta kesediaan melepas. (5) ketentuan memperoleh pada peta Padu Serasi
ketersediaan dan lahan (6)
keterpaduan pengadaan 7), Masukan untuk
lahan .. (4) pemilihan alternatip rute
jalan dan penyusunan
KA-ANDAL (Lihat bagan
Pelaksanaan konsultasi
masyarakat dan
Merangkum data dan Penyusunan KA-
informasi untuk acuan ANDAL)
peenetapankoridor
penetapan koridorjalan
jalan .....................(6)
..........(7) 8) Mempertimbangkan
aspek-aspek teknis,
ekonomik, sosial budaya
dan lingkungan
Menetapkan koridor
jalan terpilih............(8)
Gambar-3 BAGAN IDENTIFIKASI KEBUTUHAN LAHAN
(Pada Tahap Studi Kelayakan)

STAKEHOLDER
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT KETERANGAN
LAINNYA

Mempelajari kebutuhan
1). Hasil Pra Kelayakan
lahan dan Jenis
Peruntukan Lahan 2). Sesuai dengan
pada setiap alternatif pedoman yang berlaku
R ute Jalan (1) 3),4),5), 6)
Melalui media rapat
teknis yang
Melakukan Konsultasi diselenggarakan oleh
dan Survey Dasar pemrakarsa
sosial (2)
Memberi masukan Memberi masukan tentang Memberi masukan tentang 7) Dikaji bersama sama
tentang daya dukung pengendalian Status Kepemilikan lahan Memberi masukan sesuai aspek teknis, ekonomis
sosial .. (3) Pemanfaatan Ruang termasuk asset lainnya keterkatiannya antara lain dan lingkungan.
Wilayah Propinsi, serta taksiran harga .(5) tentang hal-hal berkaitan termasuk kebutuhan
kabupaten/kota dan dengan pelepasan hak. Permukiman Kembali
koordinasi rencana (6) Penduduk
pengadaan lahan .. (4) 8) Dalam forum penilaian
apabila dokumen
AMDAL

Membuat Prakiraan 9) Koordinasi rencana awal


Kebutuhan Lahan pelaksanaan di
untuk Alt.Rute.. (7) lapangan dengan
Memperkirakan dampak Koordinasi Rencana Awal Memberi masukan Menyetujui permohonan instansi lain
sosial .(8) P engadaan T anah (9) kesediaan dan keberatan proyek tentang kebutuhan
masy. Terhadap lahan .(11) 10) 11) Dapat dilakukan
pengadaan tanah ..(10) dalam forum rapat, dll.
12) Setelah dokumen
AMDAL (bila ada)
ditetapkan oleh
Gubernur/Walikota/
Menetapkan Rute Bupati
Terpilih ..... (12)
Gambar-4 BAGAN PERENCANAAN PENGADAAN TANAH
(Pada Tahap Perencanaan Teknis)

STAKEHOLDER
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT KETERANGAN
LAINNYA

Mempelajari 1). Termasuk Data Jenis


Pengukuran Detail Peruntukan Lahan yang
R ute Jalan (1) terkena Proyek
2). Termasuk rencana
kerja, pembagian tugas
antara tim lapangan
Melakukan Survey dengan panitia
Sosial Ekonomi dan pengadaan tanah..
konsultasi Masyarakat Melakukan Monitoring Membantu Koordinasi Memberi Masukan Detail Memberi masukan sesuai 3). Sesuai Tupoksi Institusi
(2) Pelaksanaan Survey dilapangan tentang hal keterkaitannya antara lain dan dapat bersifat aktip
Pelaksanaan Survey proses & ketentuan
(3) dengan instansi Terkait kepemilikan lahan, (terjun kelapangan)
pelepasan hak, tatacara &
. . (4) pelepasan hak, rehabilitasi
criteria kompensasi serta tata
maupun pasip
pem uk.kem bali, dll. . (5) cara pem uk.kem bali .. (6 ) (menerima laporan saja)
4). Terutama koordinasi
dengan aparat
pemerintah daerah dan
dinas sosial
Membuat Konsep 5) Termasuk status
LA R A P ..(7) sertifikat, luasan, Lokasi
di Peta, prakiraan nilai
kekayaan, masa tinggal
Sosialisasi Konsep dll.
LARAP dan
Memberikan Memberikan Gubernur / Bupati/Wali 6). Sesuai peraturan per
mengajukan kepada
kesepakatan thd kesepakatan thd kota menyetujui konsep UU-an yang berlaku
Gub/Bupati/Walikota (8)
konsep tersebut .. (9) konsep . (10) LARAP-nya. .. (11) 7) Sesuai petunjuk yang
dikeluarkan
8) 9) 10) 11) Dpat dilakukan
dalam forum rapat
Menetapkan desain 12) Setelah disahkan oleh
jalan serta melakukan Gubernur/Walikota/
persiapan pelaksanaan Bupati
LA R A P (12)
Gambar-5 BAGAN PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI PENDUDUK
(Pada Tahap Persiapan Konstruksi)

STAKEHOLDER
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT KETERANGAN
LAINNYA
Membuat Jadwal Detail
& konsultasi Pelaksana- 1). Dijabarkan dari
Berpartisipasi dalam Berpartisipasi dalam Melaksanakan musyawarah Dokumen LARAP yang
an LA R A P ..(1) dan mufakat, khususnya
musyawarah & mufakat musy. & menyepakati telah ditetapkan
. (2) dlm mufakat khususnya panitia pengadaan tanah
.. (4) 2) 3) 4) Dapat dilakukan
P .T .P . (3)
berkali kali
5). Sesuai dg kesepakatan
nilai kompensasi dan
daftar penerimanya
Melaksanakan
Pembayaran 6),7) Sesuai Tupoksi dan
Kompensasi untuk Melakukan monitoring Melakukan monitoring dapat dilakukan secara
tanah dan asset Menyerahkan Surat-surat Panitia Pengadaan Tanah pasip (menerima
(6) .. (7)
diatasnya ..(5) kepemilikan lahan kepada membantu dalam laporan) atau aktip
pem rakarsa .(8) penyelesaian proses (kelapangan).
adm inistrasi .(9) 8) 9) Termasuk proses
pensertifikatan
10). Sesuai dengan yang
tertera pada LARAP
Melaksanakan Kegiatan 11) Sesuai yang tertera
Pemukiman Kembali pada dokumen LARAP
Penduduk (BILA ADA) dan daftar yang akan
....... ( 10) Membantu pelaksanaan Menerima Sertifikat Membantu pelaksanaan dimukimkan kembali
Melakukan Monitoring
Pelaksanaan LARAP Koordinasi dengan Kepemilikan Kapling dan sesuai keterkaitannya mis: 12) Baik instansi pusat dan
. .. (11) instansi terkait (12) K artu P enduduk ..(13 ) transmigrasi, perumahan daerah termasuk di
dll (14) lokasi pemukiman
kembali penduduk.
13). Sertifikat kepemilikan
lahan dan bangunan
14) Dapat dikaitkan dengan
program instansi terkait
Membuat Laporan
15) Untuk digunakan
Pelaksanaan LARAP
sebagai acuan
(15) monitoring
Gambar-6 BAGAN PELAKSANAAN REHABILITASI EKONOMI MASYARAKAT TERKENA DAMPAK
(Pada Tahap Konstruksi Jalan & Jembatan)
STAKEHOLDER
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT KETERANGAN
LAINNYA
Mempelajari rencana 1) Diambil dari laporan
rehab ekonom i ..(1) LARAP.

2) Dapat dilakukan pada


tahap sebelumnya
Melakukan konsultasi
dan persiapan
3), 4), 5), 6).
Rehabilitasi Ekonomi
Melalui forum rapat
bagi Masyarakat Terkena
Memberi masukan ttg. Memberi masukan Melaksanakan persiapan atau metode lainnya
Proyek (2) Membantu sesuai
Monitoring dan indikator program dari sektor lain rehab & memberi masukan
keterkaitannya, misal 7) Yang telah disesuaikan
keberhasilan program yg dapat dikoordinasikan tentang kesulitan pasca Dinas Sosial memberi
Rehabilitasi yg efektif (4) LA R A P .. (5) terhadap masukan
masukan tentang alt pola konsultansi
..(3)
rehabilitasi (6)
8) Sesuai dengan
pedoman dan atau
petunjuk teknis yang
telah ada
9) Sesuai tupoksi
Melaksanakan Program 10) Program yang telah
R ehabilitasi (7) disepakati

Melakukan monitoring 11) Sesuai dengan


Melakukan Koordinasi Menerima dan Membantu pelaksanaan
.(8) pedoman dan atau
dengan Instansi Terkait melaksanakan program sesuai keterkaitannya mis:
petunjuk teknis yang
.(9) R ehabilitasi (10) Dinas Sosial sebagai
telah ada
Pengawas Lapangan. (11)
12) Sebagai bahan
monitoring

MEMBUAT Laporan
Pelaksanaan Program
Rehabilitasi Ekonomi
m asyarakat ..(12)
Gambar-7 BAGAN PELAKSANAAN MONITORING PASCA PENGADAAN TANAH
(Pada Tahap Pasca Konstruksi /Operasi dan Pemeliharaan)
STAKEHOLDER
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT KETERANGAN
LAINNYA

Mempelajari Catatan 1). Termasuk penyesuaian


Pelaksanaan LARAP penyesuaian yang
(Pengadaan Tanah dilakukan dan masukan
dan Rehabilitasi masukan lainnya yang
E konom i) .(1) diperoleh selama
proses pengadaan
tanah dari tahap
Melakukan Analisa perencanaan umum
Kesesuaian Rencana sampai dengan tahap
. (2) konstruksi.

2). Melibatkan berbagai


disiplin ilmu (teknis,
Konsultasi Hasil sosial dan
Sementara terhadap kelembagaan)
monitoring Memberi tanggapan dan Memberi tanggapan dan Memberi tanggapan dan Memberi tanggapan dan
pelaksanaan LARAP masukan kualitas kondisi masukan terhadap kualitas masukan dari aspek masukan sesuai 3), 4), 5), 6), 7).
.(3) sosekbud m asy .. (4) koordinasi antar sekto perubahan sosek dan keterkaitannya mis: ttg. Melalui rapat teknis
... (5) lingkungan termasuk dari Keberhasilan/kegagalan yang diselenggarakan
aspek pelaksanaan ..( 6) program rehabilitasi, oleh Pemrakarsa
tingkat kesenjangan antar
kelom pok m asy. 7) 8). Hasilnya menjadi bagian
laporan Akuntabilitas
Proyek Jalan.

Menyusun Laporan
Monitoring Pasca
LA R A P . (8)
Gambar-8 BAGAN EVALUASI PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
(Pada Tahap Evaluasi Pasca Proyek)
STAKEHOLDER
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT KETERANGAN
LAINNYA
Mempelajari laporan 1) Laporan monitoring
monitoring pelaks. yang memasukkan
LA R A P ...(1) masukan dari berbagai
institusi terkait
2) Melibatkan berbagai
Menganalisa dan
disiplin ilmu
mengidentifikasi kriteria
perencanaan . (2) 3) Termasuk
pertimbangan
persyaratan dari
lembaga donor
Menyusun konsep
kriteria perencanaan 4) 5) 6) 7) 8)
LARAP yang lebih baik
Dilakukan melalui
.. . (3)
forum rapat/
seminar/lainnya
Konsultasi konsep 9) Hasilnya diserahkan
perencanaan LARAP kepada para
. (4) Memberi masukan Memberi masukan Memberi masukan Memberi masukan sesuai perencana umum
tentang sosekbud dan tentang koordinasi dan tentang kendala dan tata keterkaitannya mis: ttg. pengembangan
m asalah lingkungan . kelem bagaan . (6) cara perencanaan dan tata ruang, nilai kearifan jaringan jalan.
(5) pelaksanaan . (7) lokal, adat istiadat,
pelatihan untuk alih
profesi . (8)

Menetapkan kriteria-
kriteria pengadaan
tanah yang akan
digunakan sebagai
kebutuhan
perencanaan dimasa
datang (9)
Gambar-1 BAGAN KONSULTASI RENCANA UMUM SISTEM JARINGAN JALAN

5
(Pada Tahap Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA
Menyusun konsep 1). Konsep rencana sistem
rencana sistem jaringan jaringan bersifat lokal
jalan .(1) dan regional

2). Melalui pertemuan dan


Konsultasi konsep diskusi langsung
rencana sistem jaringan dengan stakeholder.
jalan (2) Memberi masukan Memberi masukan tentang Memberi masukan tentang Memberi masukan sesuai
persyaratan Lingkungan koordinasi program area sensitif (5) keterkaitannya misal : 3). Termasuk mekanisme
.......................... (3) program pembangunan Dedikbud tentang situs yang sesuai di lokasi
daerah dan penataan sejarah, tempat rencana system
Ruang sesuai Renstra keramat. jaringan jalan.
P em da .. (4) Kehutanan tentang
status hutan, areal 4). Yang dimaksud antara
koservasi lain adalah program
program
Perhub tentang
pengembangan
jaringan transportasi (6)
kawasan yang
memerlukan
peningkatan dan atau
pembangunan jalan
baru

5). Termasuk mekanisme


Melakukan Pemutakhiran penanganannya yang
Rencana Sisitem spesifik daerah.
Jaringan Jalan (7)
6). Termasuk pola
pelestarianaya

7). 8) Menggunakan
Melakukan Penyaringan Pedoman Pelaksanaan
Lingkungan.............(8) AMDAL, khusunya
penyaringan Lingkungan
Gambar-2 BAGAN KONSULTASI PEMILIHAN KORIDOR RUTE JALAN

6
(Pada Tahap Pra Kelayakan)
PEMRAKARSA BAPPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA

1),2), Pada koridor Jalan


Mempelajari Rencana yang akan dibangun
Sisten Jaringan Jalan
. (1)

Membuat Alternatip
koridor jalan (2)

Melakukan Konsultasi
Pemilihan Alternatip
koridor jalan ....(3) 3),4),5),6), 7) Melalui Rapat
Teknis yang
Memberi masukan daerah Memberi masukan antara Memberi masukan antara Memberi masukan sesuai diselenggarakan
sensitive dan daya dukung lain kondisi tingkat lain status kepemilikan keterkaitan misal : BPN & pemrakarsa dengan
llingkungan (4) pelayanan Prasarana & lahan masyarakat misal : Kehutanan memberi mengundang
Sarana berdasarkan hak ulayat / adat......... (6) masukan status dan instansi/institusi terkait,
kebutuhan Misal : tidak fungsi lahan/hutan....... (7)
perlu jalan hotmix, tapi
cukup macadam ...(5)

Menetapkan koridor 8). Yang memenuhi syarat


jalan terpilih . (8) teknis

Menyusun Konsep
KA studi lingkungan
misal : KA-ANDAL 9),10), Mengikuti bagan
Melaksanakan Penilaian Pelaksanaan
dan mengajukan ke KA-A N D A L . (10)
komisi penilai untuk Penyusunan KA-ANDAL
dinilai .. (9)
Gambar-3 BAGAN KONSULTASI KELAYAKAN RUTE JALAN

7
(Pada Tahap Studi Kelayakan)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA
1). Hasil Pra Kelayakan
Mempelajari Koridor
Jalan terpilih (1)

Membuat Studi
Kelayakan terhadap
2). Sesuai dengan
alternatif rute Jalan (2) pedoman yang berlaku

Melakukan konsultasi
kelayakan terhadap
alternatif rute jalan (3)
Memberikan masukan Memberi masukan Memberi masukan sesuai
tentang keserasian tentang areal sensitif, keterkaitannya misal :
program dan kepentingan nilai lahan dll. (5) BPN/KEHUTANAN/DLL 3),4), 5), 6) Melalui media
spesifik daerah . (4) memeriksa kesesuaian rapat teknis yang
Tata Guna Lahan........ (6) diselenggarakan oleh
pemrakarsa

Melakukan studi
lingkungan (apabila
diperlukan) misal : studi Menilai hasil studi
ANDAL dan mengajukan A N D A L, R K L, R P L .. (8)
ke komisi penilai untuk
Memberikan tanggapan Memberikan tanggapan Memberikan tanggapan 7), 8), 9), 10, 11)
dinilai (7)
dan masukan dalam dan masukan dalam dan masukan dalam Mengikuti Bagan
proses penilaian AMDAL proses penilaian AMDAL proses penilaian AMDAL Pelaksanaan
(9) ..(10) .(11) Penyusunan ANDAL

Menetapkan Rute
terpilih ..... (12)
Gambar-4 BAGAN KONSULTASI PERENCANAAN TEKNIS JALAN

8
(Pada Tahap Perencanaan Teknis)
PEMRAKARSA BAPPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA
Mempelajari Hasil Studi 1). Dokumen yang telah
Kelayakan, dok.lingk. ditetapkan Komisi
(apabila ada) mis : Penilai
ANDAL, RKL & 2). Mengacu pada
RPL dari rute terpilih (1) perencanaan jalan
yang ramah
lingkungan
Melaksanakan penjabaran
rekomendasi studi lingk. 3),4),5), 6) Melalui forum
mis : RKL, RPL dlm rapat yang dihadiri
Perencanaan Teknis Jalan para wakil instansi
. .(2) terkait, dan wakil
masyarakat terkena
Melakukan konsultasi dampak
KOnsep Perencanaan Memberikan masukan Memberikan informasi Memberi masukan
tentang pengendalian detail tentang area sensitif 7) Sesuai pedoman
T eknis Jalan (3) sesuai keterkaiannya
pemanfaatan ruang dll. m isal : m akam dll .(5) penyusunan LARAP
misal : pengadaan tanah
. (4) daerah pariw isata ..(6) 8),9),10), 11) Melalui forum
rapat yang dihadiri
para wakil instansi
terkait, dan wakil
Membuat Konsep masyarakat terkena
LARAP apabila dampak
Memberi masukan Memberi masukan
diperlukan. .(7) Memberi masukan Memberi masukan 12). Disertai konsep SK
tentang tata cara dan tentang cara pelepasan
tentang keterpaduan tentang data asset dan untuk ditanda tangani
evaluasi monitoring . (8) hak, apabila lahan yg
program implementasi kondisi social ekonomi oleh Bupati atau
diperlukan milik suatu
LA R A P .. (9) (10) walikota
instansi (11)
13). Dengan instansi terkait
14). Legalisasi dokumen
Finalisasi dokumen LARAP
LARAP proyek
Jalan .................(12) Bupati/ Walikota
Koordinasi Rencana
Pelaksanaaan (13) mengesahkan Dokumen
Menetapkan Desain LARAP (14)
Jalan .......... (15)
Gambar-5 BAGAN KONSULTASI PENGADAAN LAHAN

9
(Tahap persiapan Konstruksi)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA
1). Termasuk Detailed
Mempelajari Dokumen Disain dan Laporan
LA R A P .(1) Panitia Pembebasan
Tanah
2). Dilakukan forum
musyawarah yang
Melakukan Konsultasi dikoordinasikan oleh
Persiapan Implementasi Panitia Pengadaan
LARAP dalam forum Menyepakati jadwal Mensepakati jadwal dan Tanah dan dihadiri oleh
m usyaw arah .. (2) kompensasi dan cara rencana cara pelaksana - para wakil instansi
pengosongan lahan serta an pengosongan lahan terkait, aparat desa
alih kepemilikan dalam mis : tanah instansi lain, atau kelurahan, LSM
forum m usyaw arah .(3) Listrik, PDAM, telpon. (4) dan penduduk terkena
dampak
3),4) Menyetujui dan
mengesahkan rencana
P elaksanaan L A R A P implementasi LARAP
.(5) dll.
5). Pelajari detailnya pada
Melakukan Monitoring & pedoman pelaksanaan
Evaluasi Pelaksanaan Melakukan Monitoring & LARAP
LA R A P .. (6) Evaluasi Pelaksanaan 6),7) Lihat Pedoman
LA R A P (7) Menerima Kompensasi, Panitia pengadaan tanah Pelaksanaan Monitoring
mengosongkan lahan dan melakukan proses
hak/kewajiban lainnya 8) Mencakup kompensasi
implementasi . (9 )
sesuai LARAP . (8 ) untuk lahan dan
bangunan, bantuan
pindahan, bantuan
pelestarian rumah
rumah tradisional
9) Sesuai ketentuan
LARAP
Melakukan Evaluasi 10) Pelajari pedoman
Pelaksanaan LARAP Evaluasi Pelaksanaan
............... (10) LARAP
Gambar-6 BAGAN KONSULTASI PELAKSANAAN KEGIATAN KONSTRUKSI

10
(Pada Tahap Konstruksi Jalan & Jembatan)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA

1). Termasuk jadwal


Mempelajari Rencana pengadaan tenaga
dan jadwal Konstruksi kerja, peralatan dan
...................... ..(1) bahan bangunan

2). Terutama kegiatan


Menyiapkan Rencana kegiatan yang dapat
Detail Pelaksanaan menggangu kegiatan
Pekerjaan Konstruksi .. umum sehingga perlu
... (2) diumumkan kepada
masyarakat luas

Konsultasi Rencana 3)
Kegiatan konstruksi
termasuk pemberitahuan 4)
Menyepakati cara Menyepakati cara
hal-hal tabu dilokasi (3) pelaksanaan pekerjaan pelaksanaan pekerjaan 5)
termasuk kepada para (5)
pekerja / buruh (4) 6). Melaksanakan kegiatan
sesuai kesepakatan
dengan masy.
Termasuk penyuluhan
Melaksanakan thd pera pekerja
Kegiatan Konstruks
idan tindakan
Melakukan monitoring Melakukan monitoring Memberi masukan Memberi masukan apabila
.(7) ada penyimpangan dari 7), 8), 9) Dijabarkan dari
penanganan dampak .(8) apabila ada gangguan
rencana dan koordinasi dokumen RPL dan
..(6) (9) LARAP
pelaksanaan proyek (10)
10) Penyimpangan
terhadap hal-hal yang
telah disepakati
Evaluasi Pelaksanaan
Kegiatan Konstruksi 11). Sesuai dengan
..........................(11) pedoman pelaporan
konstruksi
Gambar-8 BAGAN KONSULTASI KEGIATAN EVALUASI PROYEK

11
(Pada Tahap Evaluasi Pasca Proyek)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA

Mempelajari segala 1). Termasuk komentar dan


laporan monitoring masukan dari
...(1) BAPEDALDA dan
BAPEDA yang ditulis
dalam laopran
pemantauan
Melakukan Analisa pelaksanaan RKL dan
Manfaat Proyek Jalan RPL
.......(2)
2). dan 3)
Mencakup lokasi dan
lama pemantauan serta
Konsultasi Konsep pelibatan masyarakat
Analisa Manfaat Proyek pada proses
Jalan & Jem batan (3) pemantauan
Memberi tanggapan dan
masukan dari aspek Memberi tanggapan dan 4), 5), dan 6)
masukan dari aspek Memberi tanggapan dan
Lingkungan ....... (4) Memberi tanggapan dan Mencakup lokasi
pembangunan daerah masukan dari aspek
manfaat proyek bagi masukan dari aspek sektor pengambilan data
................................. (5) primer melalui
m asyarakat ( 6) terkait ( 7)
wawancara, data
sekunder (laporan
harian kontraktor),
metoda analisa dan
evaluasi yang akan
dipakai.
Menyusun Laporan 8). PBME (Project Benefit
PBME ............... (8) Monitoring & Evaluation)

9) Masukan mencakup
faktor lingkungan sosial
Masukan untuk ekonomi budaya dan
perencanaan sistem teknis.
jaringan jalan . (9)
Gambar-7 BAGAN KONSULTASI KEGIATAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN

12
(Pada Tahap Pasca Konstruksi)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA

Mempelajari laporan
perencanaan dan
pelaksanaan pekerjaan
jalan .. (1)

Melakukan monitoring
terhadap tertib
pemanfaatan jalan dan
lahan sekitarnya ..(2)

Melakukan konsultasi
tentang pemanfaatan
jalan dan jembatan ..(3) Melakukan monitoring Melakukan koordinasi Berpartisipasi dalam Memberi masukan dan
lingkungan sesuai antar instansi agar jalan mencegah mengupayakan
R P L/U P L (4) dimanfaatkan sesuai penyimpangan pencegahan
fungsinya, penggunaan pemanfaatan jalan..(6) penyimpangan sesuai
lahan sekitar jalan sesuai keterkaitannya mis:
tata ruang dsb. ...(5) adanya penyerobotan
lahan damija,
berkembanya lahan
sekitar jalan yang tidak
sesuai tata ruang ..(7)
Bekerja sama dengan
instansi terkait agar
bagian-bagian jalan/jbt
dipergunakan sesuai
fungsinnya ...(8)

Tertib Pemanfaatan
Jalan (9)
Gambar-1 BAGAN KONSULTASI RENCANA UMUM SISTEM JARINGAN JALAN
(Pada Tahap Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan)
STAKEHOLDER
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT KETERANGAN
LAINNYA
Mempelajari Konsep 1). Termasuk tata ruang, tata
Rencana Sistem guna lahan, dan areal
Jaringan Jalan .. .(1) sensitive lainnya pada
jaringan jalan tsb. serta lokasi
masy. terasing
Menyusun konsep renc. 2). Areal sensitive mencakup
jaringan jalan yang daerah lindung, sesuai
dilengkapi dengan Keppres 32/1990, lokasi
perkiraan kasar masy. terasing, dll.
kebutuhan lahan, lokasi 3). Mengacu pada ketentuan2
areal sensitive ..(2) yang ada a.l.: Kepmen LH
17/2001 dan KepMen
Kimpraswil No.17/KPTS/
Melakukan penyaringan /M/2003
awal lingk. terhadap 4). Dapat dilakukan pada forum
renc. jaringan ..(3) rapat atau media lainnya
5). Termasuk masukan
mekanisme AMDAL
Konsultasi konsep renc.
jaringan yang telah 6) Termasuk kesesuaian
dilengkapi seperti pada Memberi masukan ttg. Memberi masukan ttg. Memberi masukan Memberi masukan sesuai terhadap Renstra Pemda.
persyaratan lingkungan penerapan tata ruang, tentang kawasan lindung keterkaitannya misal :
butir (2) serta konsep 7) Termasuk cara-cara
daya dukung lingk. dan koordinasi program pemb. dan sensitive, termasuk adanya program yang
hasil penyaringan awal pelepasan hak pada
sosial serta tanggapan dan kebijakan daerah kondisi sosekbud masy. terkait (masy.terasing)
lingkungan ..(4) pembebasan lahan
hasil penyaringan.. (5) tentang pengadaan tanah (termasuk masy.terasing), beserta peraturannya,
dan penanganan masy. hak adat/ulayat, kawasan fungsi lahan dan 8) Mencakup sektor terkait, mis:
terasing .. (6) budaya, dll. .. (7) peraturannya, program sektor2 perhubungan,
lainnya yang terkait. (8) pertanian, industri,
kehutanan, diknas, dll.
9) Catatan2 berupa indikasi
masalah yang mungkin
Menetapkan Rencana dihadapi pada saat pelaks.
Jaringan Jalan yang program mis: kebutuhan
dilengkapi catatan2 lahan, keberadaan
serta hasil penyaringan masy.terasing, kawasan
awal lingkungan .. (9) lindung, situs sejarah, dll.
Gambar-2 BAGAN KONSULTASI PEMILIHAN KORIDOR RUTE JALAN
(Pada Tahap Pra Kelayakan)
STAKEHOLDER
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT KETERANGAN
LAINNYA
Mempelajari Rencana 1) Berikut catatan2-nya sesuai hasil
Jaringan Jalan . (1) tahap sebelumnya
2) Yang dilengkapi data awal
kebutuhan lahan, lokasi
Membuat alternatif masy.terasing (bila ada), dll.
koridor jalan . (2) 3) Dapat dilakukan melalui forum
rapat atau media lainnya
4) Termasuk kriteria dampak
Konsultasi pemilihan penting
alternatif koridor rute 5) Termasuk masukan akan
Memberi masukan Memberi masukan tentang Memberi masukan Memberi masukan sesuai
jalan ..(3) kebutuhan kualitas jalan :
daerah sensitive, daya keterpaduan program, tentang sistem keterkaitannya misal : hotmix, macadam, jalan tanah
dukung lingkungan dan koordinasi awal kepemilikan lahan dan status lahan, hutan, pola 6) Termasuk hal/lokasi yang
sosial pada alternatif penanganan masyarakat kesediaan melepas, serta kehidupan sosekbud dianggap keramat/tabu
koridor . (4) terasing (bila ada), hal-hal yang dianggap masyarakat (terasing), dll. 7) Termasuk program yang sedang
keterpaduan pengadaan sensitive oleh masyarakat ..... (7) dan akan berjalan
lahan, dll. ... (5) setem pat . .. (6) 8) Setelah mempertimbangkan
masukan-masukan yang
diperoleh dari seluruh
stakeholder
Menetapkan koridor rute 9) Didahului dengan pengumuman
jalan terpilih . (8) rencana kegiatan dan partisipasi
masyarakat sesuai KepKa
Bapedal No.08/2000
Menyusun konsep KA- 10) Untuk mendapatkan masukan
Studi Lingk. (ANDAL dari stakeholder termasuk
atau UKL/UPL) dan Mengadakan rapat masyarakat yang akan terkena
mengajukan ke Komisi Komisi Penilai AMDAL dampak (lihat prosedur AMDAL)
Penilai untuk dinilai untuk menilai konsep 11) Dilakukan sampai dokumen
(apabila ANDAL)......(9) KA-ANDAL . (10) disetujui
12) Digunakan untuk acuan oleh
konsultan penyusun AMDAL

Memperbaiki dok. KA- CATATAN : Apabila hanya UKL/UPL


ANDAL sesuai hasil yang diperlukan, penyusunan KA
rapat komisi dan oleh pemrakarsa (langkah 9 s/d 12
Menetapkan dokumen tidak ada)
mengajukan lagi ke
KA-ANDAL . (12)
Komisi Penilai ..... (11)
Gambar-3 BAGAN KONSULTASI KELAYAKAN RUTE JALAN
(Pada Tahap Studi Kelayakan)
STAKEHOLDER
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT KETERANGAN
LAINNYA
1) Mengacu pada hasil pra-
Mempelajari koridor kelayakan
terpilih dan membuat 2) Survai dasar sosial unuk
studi kelayakan thd mengetahui secara kasar kondisi
alternatif rute jalan (1) dan dampak terhadap sosekbud
3) Spesifik pada alternatif rute jalan
4) Kepentingan spesifik daerah
Melakukan konsultasi perlu dituangkan dalam suatu
kelayakan alternatif rute keputusan atau Perda
jalan (setelah didahului 5) Dapat dilakukan pada saat
Memberi masukan Memberi masukan tentang Memberi masukan tentang Memberi masukan sesuai survai dasar sosial dan/atau
dengan survai dasar tentang dampak dan daya kesesuaian program sistem kepemilikan lahan, keterkaitannya misal : pada forum rapat
sosial (2) dukung lingkungan dan pemb., kepentingan taksiran harga, sistem nilai pengadaan tanah, 6) Termasuk segala peraturan dan
sosial .. (3) spesifik daerah serta budaya masy. (terasing) pelepasan hak, pengaturannya
koordinasi awal rencana dan pendekatan kesesuaian tata guna 7) Berdasarkan KA-ANDAL yang
pengadaan tanah dan penanganan, kesediaan lahan, mobilitas masy. telah disetujui serta hasil survai
dasar sosial
penanganan masy. dan keberatan pengadaan terasing, situs dan benda
8) Untuk mendapatkan masukan
terasing (bila ada).....(4) tanah dll. .. .(5) cagar budaya yang harus dari seluruh stakeholder
dilindungi, dll. ..(6) termasuk masy. yang akan
terkena dampak (lihat prosedur
AMDAL)
9) Dilakukan sampai dokumen
Menyusun konsep dok. disetujui
AMDAL (bila perlu) dan 10) RKL/RPL digunakan sebagai
mengajukan ke Komisi Mengadakan rapat Komisi acuan desain teknis
Penilai AMDAL untuk Penilai AMDAL untuk 11) Dilengkapai catatan2 cara
dinilai...... (7) memeriksa konsep dok. penanganan masy.terasing (bila
A M D A L. (8) ada) pengadaan tanah serta
rekomendasi AMDAL
Memperbaiki konsep
dok. AMDAL sesuai CATATAN: Apabila hanya UKL/UPL
hasil rapat komisi dan yang diperlukan, penyusunan dok.
mengajukan kembali ke oleh pemrakarsa dan persetujuan
Menetapkan dokumen. oleh KaDinas setelah mendapat
Komisi Penilai .. (9)
A M D A L. (10) masukan dari Bapedalda (langkah 7
s/d 10 tidak ada)

Menetapkan Rute
T erpilih . (11)
Gambar-4 BAGAN KONSULTASI PERENCANAAN TEKNIS JALAN
(Pada Tahap Perencanaan Teknis)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA
Mempelajari hasil studi
1) Termasuk hasil studi lingkungan
kelayakan beserta penyusunan konsep desain
catatannya, dan didahului dengan survai
membuat konsep lapangan/rincikan dan
desain teknis jalan (1) memperhatikan rekomendasi
RKL/UKL
2) Besarnya tim tergantung dari
Melakukan survey besar kecilnya pembebasan lahan,
sosial ekonomi dan Membantu dalam koordinasi Memberi masukan detail ttg Memberi masukan sesuai dan dilakukan secara sensus
Memberi masukan tentang
menyusun konsep indikator sosekbud (3) pelaksanaan survai dan kondisi sosekbud, data aset, keterkaitannya, misal : 3) Mengacu dokumen lingkungan
LA R A P (2) memberi masukan program kepemilikan lahan, tentang harga lahan, dan aset yang telah disetujui
daerah tentang pengadaan rehabilitasi ekonomi, sistem lainnya, cara pelepasan hak 4) Termasuk kepentingan spesifik
tanah dan masy. terasing ..(4) kekerabatan masy. terasing bila lahan milik instansi, daerah
dan cara pelepasan hak, koordinasi dalam rehabilitasi 5) Dilakukan untuk seluruh penduduk
termasuk konpensasi dan ekonomi masyarakat, yang terkena dampak kegiatan
pemukiman kembali ...... (5) koordinasi penanganan jalan dan penduduk di lokasi
masyarakat terasing .. (6) pemukiman kembali
6) Sesuai peraturan yang berlaku
7) Setelah memperhatikan masukan2
Konsultasi konsep dari instansi terkait
desain teknis dan Memberikan masukan hal- Memberi masukan tentang Memberikan tanggapan Memberikan tanggapan 8) Termasuk cara2 monitoring
konsep LA R A P ..(7) hal yang terkait dengan kepentingan daerah, mis: terhadap konsep-konsep sesuai keterkaitannya, mis: 9) Pengendalian pemanfaatan ruang
lansekap, median, dll. serta penanganan utilitas yang dimaksudkan menjaga
rekomendasi RKL/UKL tersebut dan memberikan
keterpaduan program terkena pengadaan tanah, penggunaan lahan sesuai tata
pelaksanaan (8) kesepakatan (10) ruang
implementasi LARAP, dan penanganan masyarakat
pengendalian pemanfaatan terasing, untuk kemudian 10) 11) Konsep LARAP perlu
ruang (9) memberikan kesepakatan disepakati oleh masy.(khususnya
(khusus LA R A P ) .. (11) yang terkena dampak) dan
instansi terkait sebelum disahkan
12) Menampung masukan dari seluruh
Finalisasi dokumen stakeholder
Desain Teknis dan 13) Sesuai kewenangannya
dokumen LARAP. (11) 14) Desain yang telah
Instansi terkait (Bupati/
mempertimbangkan aspek teknis,
Walikota/Gubernur) ekonomik, lingk. dan sosekbud
menetapkan LARAP ..(13)
Menetapkan Desain CATATAN : LARAP mencakup
Teknis Jalan. (14) rencana tindak penanganan
masyarakat terasing
Gambar-5 BAGAN KONSULTASI PENGADAAN LAHAN
(Pada Tahap Persiapan Konstruksi)
STAKEHOLDER
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT KETERANGAN
LAINNYA
Mempelajari dokumen 1) Mengacu pada dokumen2
LARAP termasuk yang telah disetujui
penanganan masy. 2) Dapat dilaksanakan berkali-
terasing ..(1) kali
3) Termasuk didalamnya
pembebasan lahan,
Melakukan Konsultasi penanganan masy. terasing,
Pelaksanaan LARAP rehabiltasi ekonomi
Melakukan koordinasi Memberi masukan dan Membantu sesuai
(termasuk penanganan masyarakat, dan pemukiman
pelaksanaan LARAP. (3) menyepakati jadwal, keterkaitannya misal :
masy. terasing) kembali
besaran konpensasi, cara Panitia pengadaan tanah
dan/atau musyawarah
pengosongan lahan, alih yg memimpin musyawarah 4) Termasuk dilakukan terhadap
serta mufakat....(2)
kepemilikan, rehabilitasi & mufakat, kesepakatan penduduk di lokasi
ekonomi, penanganan pelepasan hak dari pemukiman kembali (bila
masy. terasing dan instansi terkait, dan ada)
pemukiman kembali ..(4) terhadap utilitas yang
5) Termasuk keterlibatan sektor
terkena dampak ..... (5) transmigrasi bila ada
pemukiman kembali
6) Termasuk pembebasan
Melaksanakan LARAP lahan, penanganan masy.
..... (6) terasing dan pemukiman
Melakukan monitoring Membantu pelaksanaan Berpartisipasi dalam Membantu pelaksanaan kembali
..... (7) koordinasi dengan pelaksanaan LARAP sesuai keterkaitannya 7) Sesuai yang tercantum dalam
instansi terkait. .. (8) menerima konpensasi, misal : Panitia pengadaan dokumen lingkungan
melepaskan hak, dll. tanah menyaksikan 8) Baik instansi pusat maupun
seperti tercantum dalam pembayaran konpensasi, daerah (propinsi, kab dan
kesepakatan .... (9) instansi terkait membantu kota)
memindahkan utilitas dll.
..... (10) 9) Termasuk bantuan bagi
penduduk di lokasi
pemukiman kembali
10)Termasuk proses
Membuat laporan pensertifikatan tanah
pelaksanaan LARAP 11)Sebagai acuan untuk
. ( 11) evaluasi
Gambar-6 BAGAN KONSULTASI PELAKSANAAN KEGIATAN KONSTRUKSI
(Pada Tahap Konstruksi Jalan & Jembatan)
STAKEHOLDER
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT KETERANGAN
LAINNYA
Mempelajari rencana dan
jadwal konstruksi serta 1) Mengacu pada kontrak pekerjaan
jalan dan pada dokumen LARAP
rencana rehabiltasi ekonomi
2) Setelah menyiapkan rencana detail
masy. terkena dampak . (1)
kegiatan konstruksi serta jadwal
terutama kegiatan yang dapat
mengganggu publik
Melakukan konsultasi renc. 3) Termasuk briefing kepada para
kegiatan konstruksi .. (2) Menyepakati cara Memberi masukan lalu pekerja luar tentang adat istiadat
pelaksanaan pekerjaan, kesepakatan cara setempat
termasuk keberadaan para pelaksanaan pekerjaan sesuai 4) Misalnya: dengan DLLAJ & POLRI
pekerja .. (3) keterkaitannya .. (4) untuk mengurangi kemacetan,
dengan PLN, PDAM, Telkom untuk
mencegah kerusakan utilitas
5) Sesuai dok. desain & rekomendasi
Melaksanakan kegiatan pengelolaan lingkungan
konstruksi dan tindakan 6) 7) Sesuai tugas pokoknya
pencegahan dampak (5) Melakukan monitoring ..(6) Melakukan monitoring ...(7) Memberi masukan apabila Memberi masukan dan
8) Perlu ada mekanisme penyampaian
ada gan gguan ..(8) bekerja sama dalam kegiatan
komplain
konstruksi sesuai
9) Termasuk masukan akan adanya
keterkaitannya ..(6)
penyimpangan dari yang telah
disepakati
Menyusun laporan pelaks.
10) Sebagai acuan evaluasi
konstruksi (10) 11) Didahului dengan penjelasan ttg
kesepakatan dalam LARAP
12) Dijabarkan dari dokumen penge-
Melakukan konsultasi dan lolaan lingkungan dan LARAP
persiapan rehab. ekonomi 13) Termasuk pendanaan
Memberi masukan tentang Melakukan koordinasi Memahami dan Membantu/melaksanakan
m asy.(terasing) .(11) 14) Masukan juga meliputi kesulitan2
indikator m onito ring ..(12 ) keterpaduan program (13) mempersiapkan diri serta sesuai keterkaitannya mis:
alih profesi, kecemburuan penduduk
memberi masukan demi briefing untuk persiapan di lokasi pemukiman kembali
kelancaran p rog ram (14) training, tentang tujuan dan 15) Termasuk bantuan pendampingan
cara pemberdayaan .. (15) secara mental-spiritual
Melaksanakan program 16) Yang telah disesuaikan terhadap
rehabilitasi ..(1 6) konsultasi
Melakukan monitoring ..(17) M elakukan m onito ring .(18 ) Menerima dan melaksana- 17) 18) Sesuai tugas pokoknya
kan program rehabilitasi Membantu/melaksanaan 19) Sesuai kesepakatan
(19) sesuai keterkaitannya mis: 20) Termasuk bantuan pendampingan
Membuat laporan pelaksanaantraining,
pelaksanaan program secara teknis
pemberian fasilitas, dll. (20) 21) Sebagai acuan evaluasi.
rehabilitasi ..(2 1)
Gambar-7 BAGAN KONSULTASI KEGIATAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN
(Pada Tahap Pasca Konstruksi)

PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN


LAINNYA
1) Termasuk laporan pelaks. pena-
Mempelajari laporan2 nganan masy. terasing (bila ada)
pelaksanaan kegiatan 2) Penyusunan konsep monitoring
konstruksi, LARAP dan melibatkan berbagai disiplin ilmu
rehabilitasi ..(1) 3) Monitoring termasuk aspek
lingkungan selain sosekbud
Konsultasi rencana 4) Disamping memberi masukan juga
dapat melakukan monitoring
monitoring sosekbud
langsung
pelaksanaan LARAP Melakukan monitoring Memberi masukan Memberi masukan aspek Memberi masukan sesuai
dan rehabilitasi....(2) 5) Masukan dapat berupa informasi
sesuai RPL/UPL .. (3) terhadap kualitas sosekbud masy. (terasing) keterkaitannya misal:
mengenai kesesuaian antara
koordinasi antar sektor & khususnya yang terkena indikator keberhasilan program dan pelaksanaan
keterpaduan program (4) dampak, termasuk aspek program rehabilitasi
Melakukan monitoring 6) Disamping memberi masukan juga
warisan budaya ..(5) melakukan monitoring dapat melakukan monitoring
tertib pemanfaatan jalan
sesuai keterkaitannya (6) langsung
dan bangunan
pelengkapnya serta 7) Yang dimaksud adalah apakah
lahan sekitar jalan....(7) bagian2 jalan sudah dimanfaatkan
sesuai fungsinya dan apakah ada
perubahan penggunaan lahan
sekitar jalan yang tidak sesuai tata
ruang
Konsultasi hasil
monitoring..... (8) 8) Dapat dilakukan berkali-kali
Memberi masukan..... (9) Memberi masukan dan Memberi masukan kondisi Memberi masukan sesuai 9) Sesuai tugas pokoknya
mengambil tindakan yang sosekbud pasca kegiatan keterkaitannya misal: apakah 10) Penyimpangan a.l.: trotoir untuk PKL
diperlukan, mis: koordinasi LARAP dan rehabilitasi. program pendampingan (Pedagang Kaki Lima), badan jalan
tertib pemanfaatan jalan, Berpartisipasi dalam menjaga masih diperlukan, adanya untuk berdagang, dll.
pengembangan lahan tertib pemanfaatan jalan (11) penyerobotan lahan damija,
Menyusun laporan sesuai tata ruang.. (10) apakah ada konflik/ 11) Masukan dapat digunakan untuk
monitoring..... (13) kesenjangan antar kelompok merevisi program
m asyarakat .. (12) 12) Termasuk di lokasi pemukiman
kembali
Melakukan tindak lanjut, 13) Mencakup tertib pemanfaatan jalan,
bekerja sama dg instansi hasil LARAP dan rehabilitasi
terkait untuk memperbaiki 14) Baik aspek teknis (jalan) maupun
penyimpangan2 .. ( 14) lingkungan dan sosekbud.
Gambar-8 BAGAN KONSULTASI KEGIATAN EVALUASI PROYEK
(Pada Tahap Evaluasi Pasca Proyek)

PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN


LAINNYA
Mempelajari semua
1) Mencakup kegiatan pekerjaan
laporan2 monitroing..(1)
jalan, LARAP dan rehabilitasi
2) Berdasarkan hasil monitoring,
apakah tujuan proyek tercapai
Menganalisa manfaat
3) Dapat dilakukan bersamaan
proyek beserta
dengan proyek (jalan) lainnya
dampaknya ....(2)
dalam suatu daerah/kawasan
4) Aspek lingkungan mencakup
phisik, biologi (flora dan fauna),
Konsultasi konsep geologi /geographic, kimiawi
Evaluasi Manfaat serta sosial ekonomi dan sosial
Proyek .... (3) budaya
Memberi masukan aspek Memberi masukan tentang Memberi masukan kondisi Memberi masukan sesuai 5) Pembangunan daerah secara
lingkungan .. (4) koordinasi dan sosekbud masyarakat keterkaitannya misal : tata konprehensif yang menyangkut
kelembagaan dalam hal (terasing) setelah selesai ruang, penggunaan lahan, semua sektor
pembangunan daerah (5) proyek . (6) pelatihan alih profesi, nilai
lahan, dll .. (7) 6) Wakil masyarakat/LSM dapat
meyampaikan hasil pantauannya
tentang kondisi sosekbud
7) Sektor lain dapat memanfaatkan
forum ini untuk mengevaluasi
programnya
Menyusun laporan 8) PBME (Project Benefit
PBME ..... (8) Monitoring and Evaluation)
9) Untuk digunakan dimasa yang
akan datang, yaitu mencakup
faktor teknis, ekonomik/finansial,
Menyusun dan lingkungan dan sosekbud.
menetapkan kriteria
perencanaan .. ( 9)
Gambar-1 BAGAN PELAKSANAAN PENYARINGAN LINGKUNGAN

1
(Pada Tahap Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan )
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA
Mempelajari Rencana Memberi masukan 1). Mencakup Tata guna lahan
Umum Sistem Jaringan tentang Rencana diperoleh dari Departemen
Jalan dan Penataan Ruang Wilayah Kehutanan, BPN dan dari
mengidentifikasi Propinsi, Kabupaten dan sumber lainnya
penggunaan lahan pada Kota serta Penerapan
dan sekitar rencana P eta P adu S erasi (2) 2). Termasuk koordinasi
koridor jaringan jalan,
dengan instansi terkait
khususnya areal
sensitive .. .(1)
3). Perhatikan bagan alir
proses penyaringan
(diagram A-1) dan pelajari
Pedoman Penyaringan
Melakukan penyaringan yang ada.
AMDAL dan UKL/UPL
serta S O P ..(3) 4). 5) Catat hasilnya dalam
risalah rapat

6) Daftar proyek yang wajib


pengelolaan lingkungan
Melakukan diskusi / menggunakan formulir A-1
konsultasi hasil
penyaringan dengan
BAPEDALDA ... (4) Memberi tanggapan dan
saran dalam rangka
menampung unpan balik
. .. (5)

Menetapkan hasil
penyaringan berupa
Daftar Proyek Wajib
Pengelolaan
Lingkungan .. ... (6)
Gambar-2 BAGAN PELAKSANAAN PENYUSUNAN KA-ANDAL

2
(Pada Tahap Pra Kelayakan)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA

Memberitahukan 1) Sesuai PP AMDAL


rencana penyusunan
2). Mengacu pada Kep Ka
dokumen AMDAL . (1)
Bapedalda No.08/2000
Menyepakati jadwal
waktu dan isi 3) Sesuai saran apakah
pengumuman rencana melalui media cetak
kegiatan proyek . (2) maupun media elektronik
Mengumumkan rencana
4) Tanggapan disampaikan
kegiatan proyek ..(3) secara tertulis dalam jangka
Memberikan tanggapan waktu satu bulan, terhitung
terhadap rencana sejak tanggal pengumuman
kegiatan proyek . (4)
Melaksanakan 5) Mengacu pada Pedoman
konsultasi M asy. ..(5) Konsultasi Masyarakat dan
Kep.Ka Bapedal No.
08/2000

Menyusun konsep KA- 6) Gunakan pedoman


ANDAL dan penyusunan KA-ANDAL
mengajukan ke Komisi Mengadakan rapat Komisi
Penilai untuk dinilai.. (6) Penilai AMDAL untuk 7), 8), 9), 10) Risalah rapat
menilai konsep KA-ANDAL menggunakan formulir A-2
. (7) Menghadiri rapat Komisi Menghadiri rapat Komisi Menghadiri rapat Komisi Masukan peserta rapat
Penilai AMDAL dan Penilai AMDAL dan Penilai AMDAL dan menggunakan formulir A-3
memberikan masukan.. (8) memberi masukan .. (7) memberi masukan (dari
institusi terkait mis: 11) Dilakukan sampai dokumen
kehutanan, Dikbud, disetujui
Sosial) ..... (10)
Memperbaiki dokumen 12) Sebagai acuan penilaian
KA-ANDAL sesuai ANDAL
dengan tanggapan Menetapkan dokumen
komisi dan mengajukan KA-ANDAL ........ .. (12)
lagi ke Komisi Penilai
..(11)
Gambar-3 BAGAN PELAKSANAAN STUDI AMDAL

3
(Pada Tahap Studi Kelayakan)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA
Mempelajari KA
1). Lampiran SK Penetapan
ANDAL yang telah
KA-ANDAL termasuk
ditetapkan (1)
lampiran dokumennya.
2). Gunakan pedoman
penyusunan ANDAL, RKL
Melaksanakan Studi dan RPL
A N D A L (2) 3). Lengkapi dengan surat
pengantar dan tanda
terima dokumen.
Mengirimkan hasil studi
4) Risalah rapat
ANDAL ke Komisi
menggunakan formulir
Penilai untuk dinilai
Mengadakan rapat komisi A-2
. (3)
penilai AMDAL untuk 5) 6), 7) Masukan peserta
menilai & menetapkan rapat menggunakan
kelayakan lingkungan formulir A-3
. (4) Menghadiri rapat dan Menghadiri rapat komisi Menghadiri rapat komisi 8) Dilakukan sampai
memberikan masukan dan memberikan masukan dan memberikan masukan dokumen disetujui
untuk perbaikan tentang penanganan tentang penanganan 9) Sebagai acuan untuk
dokumen ...........(4) dam pak lingkungan .(6) dampak lingkungan sesuai desain dan pelaksanaan
keterkaitannya .(7)

Memperbaiki konsep
dokumen AMDAL
sesuai dengan
tanggapan komisi dan Menetapkan dokumen
mengajukan kembali ke A M D A L . (9)
K om isi P enilai (8)
Gambar-4 BAGAN PENJABARAN HASIL STUDI ANDAL, RKL DAN RPL

4
(Pada Tahap Perencanaan Teknis)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA
Mempelajari hasil studi
ANDAL, RKL dan RPL 1) Termasuk mengkaji ulang
.. (1) (mereview)
2) Dibantu ahli lingkungan
apabila diperlukan
Menginventarisasi
3) 4) 5) Dapat dilakukan
rekomendasi
dalam forum rapat atau
penanganan dampak
Memberi masukan tentang Memberi masukan tentang Memberi masukan tentang lainnya
pada dokumen RKL &
cara penanganan dampak cara penanganan dampak cara penanganan dampak
R P L (2) 6) Sebaiknya ada ahli
dan saran-saran sesuai dan saran-saran ....... (4) dan saran-saran sesuai
lingkungan dalam tim
kebijakan pembangunan keterkaitannya mis.:
perencana
daerah mis.: median, penanganan utilitas yang
lansekap . (3) terkena............ (5) 7) Sebanyak mungkin
dituangkan dalam desain,
sedangkan dampak sosial
yang tidak dapat
dituangkan dalam desain,
Memberi penjelasan merupakan lampiran
kepada tim perencana desain untuk diperhatikan
teknis tentang sasaran pada saat tender
penanganan dampak
pada RKL & RPL ....(6) 8) Output yang diharapkan

Melaksnakan
penjabaran hasil studi
ANDAL, RKL dan RPL
pada perenc.teknis.. (7)

Desain jalan yang telah


mempertimbangkan
faktor lingkungan.. (8)
PEDOMAN 011/PW/2004

Perencanaan Lingkungan Hidup


Bidang Jalan

Buku 2

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA WILAYAH
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

PRAKATA

Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan ini adalah hasil
pemutakhiran dan pemantapan pedoman-pedoman yang telah ada (ISEM, SESIM, dan
lain-lain) sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan bidang lingkungan hidup
serta peraturan-peraturan lain terkait yang berlaku.

Pedoman ini disusun dengan maksud agar semua pihak yang bertanggungjawab atau
terkait dalam pembangunan jalan dan jembatan semakin mudah melaksanakan
penanganan dampak lingkungan yang mungkin terjadi akibat kegiatan pembangunan
tersebut, sehingga terwujud proses pembangunan jalan dan jembatan yang
berwawasan lingkungan.

Pedoman ini hanya mencakup petunjuk perencanaan penanganan dampak lingkungan


yang harus diterapkan dalam proses perencanaan jalan dan jembatan. Walaupun
pada tahap perencanaan belum ada kegiatan fisik yang mengakibatkan terjadinya
dampak terhadap lingkungan di lapangan, namun seyogianya upaya pencegahan dan
rencana penanganannya telah dipertimbangkan sedini mungkin.

Pedoman ini dijabarkan dari peraturan perundangan yang bersifat nasional, namun
dapat dijumpai di beberapa daerah (baik di tingkat propinsi maupun kabupaten/kota)
ketentuan-ketentuan yang lebih ketat, khususnya bila sudah diperdakan.

Secara garis besar, isi pedoman ini memberikan petunjuk tentang penerapan
pertimbangan lingkungan pada proses perencanaan jaringan jalan, yang meliputi
ketentuan-ketentuan dan persyaratan-persyaratan tentang:

a) sistem jaringan jalan yang berwawasan lingkungan;


b) studi kelayakan lingkungan melalui proses AMDAL atau UKL dan UPL;
c) desain dan spesifikasi teknis pengelolaan lingkungan hidup.

i
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Ketentuan-ketentuan yang lebih rinci baik yang bersifat normatif maupun informatif
tentang cara pelaksanaan kegiatan-kegiatan tertentu yang berkaitan dengan ketiga
hal tersebut di atas, dapat dilihat pada lampiran.
Buku pedoman ini merupakan salah satu bagian dari kumpulan Pedoman Pengelolan
Lingkungan Hidup Bidang Jalan yang sedang disusun, yang terdiri dari empat buku,
yaitu:

Buku 1 : Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan;


Buku 2 : Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan;
Buku 3 : Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan; dan
Buku 4 : Pedoman Monitoring Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Buku pedoman ini dilengkapi dengan beberapa lampiran baik yang bersifat normatif
maupun informatif, yang memberikan tambahan penjelasan secara rinci tentang
prosedur atau cara pelaksanaan kegiatan-kegiatan tertentu.

Jakarta, November 2002

Direktorat Jenderal Prasarana Wilayah

ii
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

DAFTAR ISI

Prakata i
Daftar Isi iii
Daftar Gambar v
Daftar Tabel v
Daftar Lampiran vi
1 Ruang Lingkup 1
2 Acuan Normatif 1
3 Istilah dan Definisi 2
4 Aspek-aspek Perencanaan Pengelolaan Lingkungan 4

4.1 Perencanaan Sistem Jaringan Jalan Yang Berwawasan Lingkungan 4


4.1.1 Kesesuaian Dengan Rencana Tata Ruang 4
4.1.2 Pencegahan Dampak Lingkungan Sedini Mungkin 4
4.1.3 Dampak Sosial dan Konsultasi Masyarakat 8
4.1.4 Penyaringan Lingkungan 8

4.2 Perencanaan Pembangunan Jalan Yang Layak Lingkungan 16


4.2.1 Pra Studi Kelayakan 16
4.2.2 Pengadaan Tanah 17
4.2.3 AMDAL Sebagai Bagian Dari Studi Kelayakan 17
4.2.4 Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL 18
4.2.5 Penyusunan Kerangka Acuan UKL dan UPL 23
4.2.6 Pelaksanaan Studi ANDAL 23
4.2.7 Penilaian dokumen AMDAL 27
4.2.8 Penyusunan Dokumen UKL dan UPL 27

4.3 Desain dan Spesifikasi Teknis Pengelolaan Lingkungan 28


4.3.1 Rekomendasi RKL dan RPL atau UKL dan UPL 28
4.3.2 Pembuatan Desain dan Spesifikasi Teknis Yang Memasukkan
Pertimbangan Lingkungan 31
4.3.3 Pencantuman Persyaratan Pengelolaan dan Pemantauan
Lingkungan Dalam Dokumen Tender dan Dokumen Kontrak 33

4.4 Penyusunan Rencana Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali 33


4.4.1 Maksud dan Tujuan 33
4.4.2 Langkah-langkah Kegiatan 33
4.4.3 Survey Sosial-Ekonomi 33
4.4.4 Inventarisasi Tanah dan Aset di Atasnya 34
4.4.5 Konsultasi Masyarakat 34
4.4.6 Rencana Pemukiman Kembali 34
4.4.7 Jadwal Pelaksanaan 35
4.4.8 Pembiayaan 35
4.4.9 Koordinasi 35

iii
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

5 Dokumentasi 35

5.1 Jenis Dokumen 35

5.2 Hasil Penyaringan AMDAL 35

5.3 Dokumen Konsultasi Masyarakat 36

5.4 Dokumen AMDAL 37


5.4.1 Kerangka Acuan ANDAL 37
5.4.2 Dokumen ANDAL, RKL dan RPL 37
5.4.3 Kadaluwarsa dan Batalnya Dokumen ANDAL, RKL dan RPL 38
5.4.4 Keterbukaan Informasi Tentang AMDAL 39

5.5 Dokumen UKL dan UPL 39


5.6 Dokumen LARAP 39

6 Pembiayaan 40

6.1 Biaya Penyaringan Proyek Yang Wajib Dilengkapi AMDAL atau UKL
/ UPL 40
6.2 Biaya Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL 40
6.3 Biaya Studi ANDAL atau UKL dan UPL 42
6.4 Biaya Penjabaran RKL/RPL atau UKL/UPL pada tahap Perencanaan
Teknis 43
6.5 Biaya Penyusunan LARAP 44
6.6 Pengajuan Usulan Biaya 44

7 Koordinasi Antar Instansi Terkait 45

7.1 Pemrakarsa 45
7.2 Bapedalda 46
7.3 Bappeda 47
7.4 Masyarakat 47
7.5 Instansi (Stakeholder) Lainnya 48
7.6 Komisi Penilai AMDAL 48
7.7 Bagan Koordinasi Antar Instansi Terkait 49

8 Penutup 50

iv
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Daftar Gambar

Gambar 4.1 Peta atau foto udara sebagai media untuk identifikasi dan
an alisis ron a lin g ku n g an h id up . .. 7
G am b ar 4.2 P rosed u r P en yarin g an P royek Jalan Y an g W ajib A M D A L . 14
G am b ar 4.3 C on toh P enerap an S O P ............ 15
Gambar 4.4 Bagan Prosedur Keterlibatan Masyarakat Dalam Proses AMDAL 22
G am b ar 4.5 P rosed u r P en ilaian d an P ersetu ju an D oku m en A M D A L .... 29
Gambar 4.6 Prosedur Penetapan dokumen UKL dan U P L ....... 30
G am b ar 4.7 N oise B arrier d an T em p at P en yeb eran g an S atw a Liar . .. 32

Daftar Tabel

Tabel 4.1 Jenis Rencana Kegiatan Proyek Jalan Yang Wajib Dilengkapi
d en g an A M D A L ............... 11
Tabel 4.2 Kriteria Proyek Jalan yang Wajib Dilengkapi UKL dan UPL ......... 12

v
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Daftar Lampiran

Lampiran A: Pedoman Teknis Pemilihan Rute Jalan


Lampiran B: Pedoman Teknis Konsultasi Masyarakat
Lampiran C: Pedoman Teknis Penyaringan Rencana Kegiatan Pembangunan Jalan
yang Wajib Dilengkapi AMDAL atau UKL dan UPL
Lampiran D: Pedoman Teknis Pengadaan Tanah untuk Bidang Jalan
Lampiran E: Pedoman Teknis Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL Bidang Jalan
Lampiran F: Pedoman Teknis Penyusunan ANDAL, RKL dan RPL Bidang Jalan
Lampiran G: Pedoman Teknis Analisis Dampak Sosial Bidang Jalan
Lampiran H: Pedoman Teknis Penilaian Dokumen AMDAL Bidang Jalan
Lampiran I: Pedoman Teknis Penyusunan Dokumen UKL dan UPL Bidang Jalan
Lampiran J: Pedoman Teknis Penjabaran RKL dan RPL atau UKL dan UPL Bidang
Jalan
Lampiran K: Pedoman Teknis Perencanaan Lansekap Jalan
Lampiran L: Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pengadaan Tanah
dan Pemukiman Kembali untuk Bidang Jalan
Lampiran M: Bagan Koordinasi Antar Instansi Terkait dalam Pelaksanaan Kajian
Lingkungan Bidang Jalan
Lampiran N: Bagan Koordinasi Antar Instansi Terkait dalam Perencanaan
Pengadaan Tanah untuk Bidang Jalan
Lampiran O: Bagan Koordinasi antar Instansi Terkait dalam Perencanaan
Penanganan Masyarakat Terasing untuk Bidang Jalan
Lampiran P: Daftar Acuan Peraturan dan Perundang-undangan

vi
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

1. Ruang Lingkup

Pedoman ini memberikan petunjuk dan penjelasan berupa ketentuan-ketentuan tentang


perencanaan pengelolaan lingkungan hidup yang diperlukan dalam penyelenggaraan
kegiatan pembangunan jalan dan jembatan. Pengelolaan lingkungan tersebut mencakup
penerapan pertimbangan lingkungan mulai dari tahap perencanaan umum sampai ke
tahap perencanaan teknis, sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku.

Pedoman ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai rujukan dan pegangan bagi para
petugas yang bertanggungjawab atau terlibat dalam perencanaan pembangunan jalan
dan jembatan baik di tingkat pusat, propinsi, maupun kabupaten / kota, untuk
memudahkan pelaksanaan tugasnya dalam penanganan dampak lingkungan yang
mungkin terjadi.

Adapun tujuannya adalah agar proses pembangunan jalan dan jembatan dapat
dilaksanakan secara optimal tanpa mengakibatkan dampak negatif yang berarti, sehingga
terwujud jaringan jalan yang ramah lingkungan.

Ketentuan-ketentuan dalam pedoman ini secara garis besar meliputi:


Penyusunan sistem jaringan jalan yang berwawasan lingkungan;
Studi kelayakan kegiatan pembangunan jalan yang memasukkan pertimbangan
lingkungan melalui proses AMDAL atau UKL dan UPL;
Pembuatan desain dan/atau spesifikasi teknis pekerjaan konstruksi yang
memasukkan pertimbangan lingkungan.

2. Acuan Normatif

Pedoman ini menggunakan acuan peraturan dan perundang-undangan tentang


lingkungan hidup, khususnya tentang AMDAL dan peraturan-peraturan lain yang terkait,
antara lain:

Undang Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;

1
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak


Lingkungan Hidup;
Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 2 Tahun 2000 tentang Panduan
Penilaian Dokumen AMDAL
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2001 tentang Jenis
Rencana Usaha dan / atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi dengan AMDAL.
Keputusan Menteri Kimpraswil No.17/KPTS/M/2003 tentang Penetapan Jenis Kegiatan
Bidang Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi dengan UKL dan UPL;
Keputusan Kepala Bapedal No. 8 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan
Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL
Keputusan Kepala Bapedal No. 9 Tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

Daftar acuan peraturan perundang-undangan selengkapnya tercantum pada Lampiran P.

3. Istilah dan Definisi

3.1
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL)
kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan / atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan
tentang penyelenggaraan usaha dan / atau kegiatan;

3.2
Dampak besar dan penting
perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha
dan / atau kegiatan;

3.3
Kerangka Acuan ANDAL
ruang lingkup kajian analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang merupakan hasil
pelingkupan;

3.4
Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana
usaha dan / atau kegiatan;

2
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

3.5
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
upaya penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang
ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan / atau kegiatan;

3.6
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)
upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting
akibat dari rencana usaha dan / atau kegiatan;

3.7
Pemrakarsa
orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu rencana usaha dan / atau
kegiatan yang akan dilaksanakan;

3.8
Komisi penilai
komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL dengan pengertian di tingkat pusat adalah
komisi penilai pusat, dan di tingkat daerah adalah komisi penilai daerah;

3.9
Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup
berbagai tindakan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang wajib
dilaksanakan oleh pemrakarsa dalam rangka pengendalian dampak lingkungan sesuai
dengan standar-standar pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup;

3.10
Masyarakat terkena dampak
masyarakat yang akan merasakan dampak dari adanya rencana usaha dan/atau kegiatan,
terdiri dari masyarakat yang akan mendapatkan manfaat dan masyarakat yang akan
mengalami kerugian.

3.11
Masyarakat pemerhati
masyarakat yang tidak terkena dampak dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan,
tetapi mempunyai perhatian terhadap rencana usaha/kegiatan tersebut, maupun dampak-
dampak lingkungan yang akan ditimbulkannya.

3
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

4. Aspek - Aspek Perencanaan Pengelolaan Lingkungan

4.1 Perencanaan Sistem Jaringan Jalan Yang Berwawasan Lingkungan

4.1.1 Kesesuaian Dengan Rencana Tata Ruang

Perencanaan sistem jaringan jalan, yang dilaksanakan pada tahap perencanaan umum,
merupakan titik awal siklus proyek pembangunan jalan dan jembatan. Pada tahap ini,
alternatif-alternatif rencana awal koridor pembangunan jalan dipilih berdasarkan data
sekunder seperti berbagai data statistik dan peta-peta tematik, serta hasil survai lapangan
secara global, bila diperlukan.

Langkah pertama yang harus diperhatikan adalah pemilihan koridor jalan harus sesuai
dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan oleh pemerintah, baik rencana tata
ruang wilayah (RTRW) nasional, propinsi, atau kabupaten / kota, maupun tata ruang
kawasan. Hal ini diperlukan untuk mewujudkan tujuan penataan ruang yang berwawasan
lingkungan.

4.1.2 Pencegahan Dampak Lingkungan Sedini Mungkin

Walaupun pada tahap perencanaan umum ini belum ada kegiatan fisik yang dapat
menimbulkan perubahan lingkungan hidup, penerapan pertimbangan lingkungan dalam
pemilihaan rute jalan harus dilakukan untuk mencegah dampak negatif yang mungkin
terjadi sedini mungkin.

Pada tahap awal perencanaan perlu diidentifikasi berbagai faktor lingkungan yang dapat
menimbulkan kendala untuk pembangunan jalur jalan yang direncanakan, khususnya
komponen-komponen lingkungan di sekitar lokasi rencana koridor jalan, yang sangat
sensitif terhadap perubahan terutama kawasan lindung yang terdiri dari (lihat Kotak 4.1):

a) Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya;


b) Kawasan perlindungan setempat;
c) Kawasan suaka alam dan cagar budaya;
d) Kawasan rawan bencana alam.

Di samping kawasan lindung yang telah ditetapkan dengan peraturan dan perundang-
undangan, perlu diidentifikasi juga areal sensitif lainnya, antara lain:

areal permukiman padat penduduk;

4
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

areal dengan kemiringan lereng terjal;


areal yang kondisi tanahnya tidak stabil;
lahan pertanian produktif;
areal berpanorama indah;
permukiman masyarakat terasing (masyarakat adat).

Areal sensitif dapat diidentifikasi dari peta topografi dan berbagai peta tematik seperti
peta geologi, penggunaan lahan, serta foto udara atau citra satelit, (lihat Gambar 4.1).
Hasil identifikasi disajikan dalam bentuk peta ken d ala lin g ku n g an untuk bahan
pertimbangan dalam pemilihan rencana rute jalan, yang sedapat mungkin tidak melalui
areal sensitif.

Petunjuk rinci tentang pemilihan rute jalan tercantum pada Lampiran A, yang mencakup:

a) pengertian tentang nilai lingkungan hidup;


b) pengaruh pembangunan jalan terhadap lingkungan hidup;
c) jenis-jenis data yang diperlukan untuk pemilihan rute jalan;
d) metode pengumpulan data;
e) langkah-langkah proses pemilihan rute;
f) konsultasi masyarakat dalam proses pemilihan rute jalan.

5
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Kotak 4.1
Daftar Kawasan Lindung

A. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya:


1. Kawasan Hutan Lindung;
2. Kawasan Bergambut dengan ketebalan 3 m atau lebih;
3. Kawasan Resapan Air;
B. Kawasan perlindungan setempat:
1. Sempadan Pantai;
2. Sempadan Sungai;
3. Kawasan Sekitar Danau / Waduk;
4. Kawasan Sekitar Mata Air
C. Kawasan suaka alam dan cagar budaya
1. Kawasan Suaka Alam (terdiri dari Cagar Alam, Suaka Marga Satwa, Hutan
Wisata, Daerah Perlindungan Plasma Nutfah, dan Daerah Pengungsian Satwa);
2. Kawasan Suaka Alam Laut dan perairan lainnya (termasuk perairan laut,
perairan darat, wilayah pesisir, muara sungai, gugusan karang atau terumbu
karang, dan atol yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan / atau
keunikan ekosistem);
3. Kawasan Pantai berhutan Bakau (mangrove);
4. Taman Nasional;
5. Taman Hutan Raya;
6. Taman Wisata Alam
7. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan (termasuk daerah karst berair,
daerah dengan budaya masyarakat istimewa, daerah lokasi situs purbakala
atau peninggalan sejarah yang bernilai tinggi);
D. Kawasan Rawan Bencana Alam.
1. Kawasan rawan letusan gunung berapi;
2. Kawasan rawan gempa bumi;
3. Kawasan rawan longsor.
Sumber: Keppres No.32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
Catatan : Definisi dan kriteria mengenai jenis kawasan lindung dapat dilihat dalam Keppres tersebut di atas.

Penerapan pertimbangan lingkungan pada tahap perencanaan umum seharusnya


d ilaku kan ju g a secara m akro m elalu i p roses kajian lin g ku n g an strateg is (K LS ). Lin g ku p
KLS tidak difokuskan pada suatu ruas jalan tertentu, tapi bersifat regional, mencakup
suatu sistem jaringan jalan yang saling berinteraksi dengan sektor-sektor lain dalam suatu
wilayah / kawasan pembangunan.

KLS suatu kawasan merupakan proses untuk mengidentifikasi konsekuensi dari kebijakan
dan perencanaan pembangunan termasuk jaringan jalan terhadap lingkungan. Sasaran
utama KLS antara lain evaluasi dampak kumulatif dan dampak tidak langsung akibat
penetapan sistem jaringan jalan tersebut, yang diperlukan untuk bahan pertimbangan
dalam penentuan koridor tiap ruas jalan terpilih. Dengan melalui KLS ini diharapkan akan
terwujud suatu sistem jaringan jalan yang berwawasan lingkungan.

6
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Gambar 4.1
Peta atau Foto Udara sebagai media untuk identifikasi
dan analisis rona lingkungan hidup

Gambar 4.1a Peta Topografi

Keterangan:

Peta topografi dan peta-peta


tematik lainnya seperti peta
penggunaan lahan, dsb. Serta
foto udara atau citra satelit
memberikan berbagai
informasi rona lingkungan
hidup yang sangat diperlukan
untuk perencanaan sistem
jaringan jalan yang
berwawasan lingkungan

Gambar 4.1b Foto Udara

7
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

4.1.3 Dampak Sosial dan Konsultasi Masyarakat

Pada waktu pemilihan alternatif rute rencana pembangunan jalan, harus dilakukan
konsultasi masyarakat untuk menampung aspirasi mereka berupa pendapat, usulan serta
saran-saran untuk bahan pertimbangan.

Konsultasi masyarakat ini merupakan forum keterlibatan masyarakat dalam proses


perencanaan pembangunan, dan diharapkan juga sebagai upaya pencegahan dampak
sosial sedini mungkin. Dampak sosial yang sangat sensitif sering terjadi antara lain dalam
kaitannya dengan pengadaan tanah terutama kalau terjadi pemindahan penduduk.
Karena itu, masalah pengadaan tanah perlu dipertimbangkan sedini mungkin. Kendala
sosial juga sangat potensial terjadi pada pembangunan jalan yang melalui areal
masyarakat terasing (masyarakat adat) yang sangat peka terhadap perubahan.

Konsultasi masyarakat dilaksanakan dengan prinsip dasar sebagai berikut:

1) kesetaraan posisi di antara pihak-pihak yang terlibat;


2) transparansi dalam pengambilan keputusan;
3) penyelesaian masalah yang bersifat adil dan bijaksana; dan
4) koordinasi, komunikasi, dan kerjasama di kalangan pihak-pihak yang terkait.

Konsultasi masyarakat dilaksanakan dengan wakil-wakil semua golongan (kelompok)


masyarakat yang berkepentingan seperti pemerintah daerah setempat (termasuk instansi
yang menangani sektor terkait), para pemuka masyarakat baik formal maupun informal,
kelompok profesi, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Petunjuk rinci tentang konsultasi dan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan
tercantum pada Lampiran B.

4.1.4 Penyaringan Lingkungan

Berdasarkan ketentuan tercantum dalam Pasal 15 UU No.23/1997 tentang Pengelolaan


Lingkungan Hidup, semua rencana kegiatan (termasuk kegiatan pembangunan jalan)
yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan
hidup, wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).
Pentingnya dampak didasarkan atas:

a) Jumlah manusia yang akan terkena dampak;


b) Luas wilayah persebaran dampak;
c) Intensitas dan lamanya dampak berlangsung;

8
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

d) Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang akan terkena dampak;


e) Sifat kumulatif dampak;
f) Berbalik atau tidak berbaliknya dampak.

Ketentuan mengenai pelaksanaan AMDAL tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP)


No.27 Tahun 1999 tentang AMDAL. Dalam Pasal 3 Ayat (2) PP tersebut disebutkan bahwa
jenis-jenis rencana kegiatan yang wajib dilengkapi AMDAL ditetapkan oleh Menteri Negara
Lingkungan Hidup setelah mendengar dan memperhatikan saran dan pendapat Menteri
lain dan / atau Pimpinan Lembaga Pemerintah non Departemen yang terkait. Ketetapan
tersebut dapat ditinjau kembali sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun.
Selanjutnya pada Pasal 3 Ayat (4) dijelaskan bahwa rencana usaha dan/atau kegiatan
yang tidak termasuk kategori wajib AMDAL, wajib melakukan upaya pengelolaan
lingkungan hidup (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UPL) yang
pembinaannya berada pada instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan tersebut.

Apabila koridor (alinyemen sementara) rencana jaringan jalan telah ditetapkan, harus
dilakukan penyaringan lingkungan untuk mengetahui ruas-ruas jalan yang wajib
dilengkapi AMDAL atau UKL dan UPL pada tahap perencanaan selanjutnya.

Kriteria tentang rencana pembangunan jalan yang wajib dilengkapi AMDAL atau UKL dan
UPL serta petunjuk tata cara penyaringannya secara gais besar dijelaskan sebagai berikut.

a) Rencana kegiatan yang wajib dilengkapi AMDAL atau UKL dan UPL

Dalam kaitannya dengan ketentuan rencana kegiatan yang wajib dilengkapi AMDAL atau
UKL dan UPL, jenis-jenis proyek pembangunan jalan diklasifikasikan sebagai berikut:

(1) Pembangunan jalan tol;


(2) Pembangunan jalan layang dan subway;
(3) Pembangunan dan/atau peningkatan jalan dengan pelebaran di luar DAMIJA:
di kota besar / metropolitan;
di kota sedang;
di pedesaan.
(4) Peningkatan jalan dalam DAMIJA;
(5) Pembangunan jembatan.

b) Kriteria kegiatan pembangunan jalan yang wajib dilengkapi AMDAL

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 tahun 2001 tentang
Rencana Usaha / Kegiatan yang Wajib Dilengkapi AMDAL, rencana kegiatan
pembangunan jalan wajib dilengkapi AMDAL kalau:

9
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

(1) skala / besaran rencana kegiatannya memenuhi kriteria tercantum pada Tabel 4.1;
atau
(2) skala / besaran rencana kegiatan lebih kecil dari kriteria tersebut pada Tabel 4.1, tapi
lokasinya berbatasan langsung dengan kawasan lindung (lihat Kotak 4.1); atau
(3) skala / besaran rencana kegiatan lebih kecil dari kriteria tersebut pada Tebel 4.1, tapi
berdasarkan pertimbangan ilmiah mengenai daya tampung lingkungan serta tipologi
ekosistem setempat diperkirakan berdampak penting terhadap lingkungan hidup.

Karena kriteria tersebut di atas dapat ditinjau kembali sekurang-kurangnya dalam jangka
waktu lima tahun, maka pemrakarsa harus senantiasa memperhatikan ketentuan yang
terbaru.

10
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Tabel 4.1
Jenis Rencana Kegiatan Proyek Jalan Yang Wajib Dilengkapai dengan AMDAL
(Berdasarkan skala / besaran rencana kegiatan)

No. Jenis Proyek Skala/Besaran Alasan Ilmiah Khusus

1. a. Pembangunan jalan Semua Besaran Bangkitan lalu lintas, dampak


tol kebisingan, getaran, emisi
yang tinggi, gangguan visual
dan dampak sosial.

b. Pembangunan jalan > 2 km Bangkitan lalu lintas, dampak


layang dan subway kebisingan, getaran, emisi
yang tinggi, gangguan visual
dan dampak sosial.

2. Pembangunan jalan
dan / atau peningkatan
jalan dengan pelebaran
di luar DAMIJA:
a. Di kota besar / Bangkitan lalu lintas, dampak
metropolitan : kebisingan, getaran, emisi
- Panjang > 5 km yang tinggi, gangguan visual
- atau luas > 5 ha dan dampak sosial.
pengadaan tanah

b. Di kota sedang : Bangkitan lalu lintas, dampak


- Panjang > 10 km kebisingan, getaran, emisi
- atau luas > 10 ha yang tinggi, gangguan visual
pengadaan tanah dan dampak sosial.

c. Pedesaan :
- Panjang > 30 km Bangkitan lalu lintas, dampak
kebisingan, getaran, emisi
yang tinggi, gangguan visual
dan dampak sosial.
Sumber: Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.17 Tahun 2001, tanggal 22 Mei 2001

Catatan:
Kota Metropolitan: jumlah penduduk > 1.000.000 jiwa
Kota Besar : jumlah penduduk 500.000 1.000.000 jiwa
Kora Sedang : jumlah penduduk 200.000 500.000 jiwa
Kota Kecil : jumlah penduduk 20.000 200.000 jiwa
11
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

c) Kriteria kegiatan pembangunan jalan yang wajib dilengkapi UKL dan UPL

Rencana kegiatan proyek jalan yang tidak termasuk kategori wajib dilengkapi AMDAL,
wajib melakukan upaya pengelolaan lingkungan (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan
(UPL).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kimpraswil Nomor:17/KPTS/M/2003 tentang Penetapan
Jenis Usaha dan / atau Kegiatan Bidang Permukiman dan Prasarana Wilayah yang Wajib
Dilengkapi dengan UKL dan UPL, kriteria rencana kegiatan proyek jalan dan jembatan
yang wajib dilengkapi UKL dan UPL tercantum pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2
Kriteria Proyek Jalan yang Wajib Dilengkapi UKL dan UPL

No. Jenis Kegiatan Proyek Skala / Besaran Kegiatan

1 Jalan Tol/Layang (Fly Over)


a. Pembangunan jalan layang dan sub way < 2Km
b. Peningkatan jalan tol dengan pembebasan Semua Besaran
lahan
c. Peningkatan Jalan Tol tanpa pembebasan > 5 km
lahan

2. Jalan Raya
a.Pembangunan/peningkatan jalan di luar
DAMIJA
a) Di kota besar / metropolitan:
Panjang (P) 1 km < P < 5 km
Luas pengadaan tanah (L) 2 ha < L < 5 ha
b) Di kota sedang:
Panjang (P) 3 km < P < 10 km
Luas pengadaan tanah (L) 5 ha < L < 10 ha
c) Di pedesaan-inter urban
Panjang (P) 5 km < P < 30 km
b. Peningkatan dengan pelebaran didalam
DAMIJA
a) Kota Besar/Metropolitan-Arteri Kolektor >= 10 Km

3. Pembangunan jembatan
a) Di kota besar / metropolitan > 20 m
b) Di kota sedang > 60 m

12
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

d) Prosedur penyaringan rencana pembangunan jalan yang wajib dilengkapi


AMDAL atau UKL dan UPL

Proses penyaringan dilakukan terhadap semua alternatif rute jalan. Secara garis besar,
proses penyaringan ini dapat dlukiskan dalam bentuk bagan alir seperti tercantum pada
Gambar 4.2. Kesimpulan hasil penyaringan tersebut di atas, ada tiga kemungkinan sbb.:

1) rencana kegiatan wajib dilengkapi AMDAL;


2) rencana kegiatan wajib dilengkapi UKL dan UPL;
3) rencana kegiatan tidak perlu dilengkapi AMDAL maupun UKL dan UPL, tapi cukup
dengan penerapan SOP (standard operating procedure) atau standar-standar
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang telah baku dan terintegrasi
dalam proses pelaksanaan kegiatan. Lihat Gambar 4.3.

Petunjuk lebih rinci mengenai tata cara penyaringan tersebut termasuk contoh formulir
laporannya, tercantum pada Lampiran C

13
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Gambar 4.2 Bagan Prosedur Penyaringan Lingkungan

Rencana Kegiatan
Proyek Jalan

Memenuhi Kriteria Wajib ya


AMDAL ? *)

tidak

Daerah Sensitif
tidak (Termasuk Kawasan
Lindung dan Komunitas
adat terpencil)

ya

Berdampak penting ? ya
(7 kriteria) **)

tidak

Memenuhi Kriteria Wajib


tidak UKL dan UPL? ***)

ya

SOP Wajib UKL WAJIB


dan UPL AMDAL

Keterangan:
*) : Kepmen LH No. 17/2001 tentang Jenis Usaha dan/atau Kegiatan yang wjib dilengkapi AMDAL
**) : Dikonsultasikan dengan instansi terkait
***): Kepmen Kimpraswil No. 17/KPTS/M/2003 tentang Penetapan Jenis Usaha dan/atau Kegiatan
yang Wajib dilengkapi dengan Ukl dan UPL

14
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Gambar 4.3
Contoh Penerapan SOP

Keterangan : Ceceran minyak/pelumas dari alat-alat berat harus dicegah


dengan penerapan SOP

V = Total volume minyak/pelumas yang disimpan

Contoh SOP
Penyimpanan Minyak/Pelumas

15
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

4.2 Perencanaan Pembangunan Jalan Yang Layak Lingkungan

4.2.1 Pra Studi Kelayakan

Yang dimaksud dengan kegiatan pembangunan jalan di sini adalah kegiatan yang dapat
berupa pembangunan jalan baru, peningkatan atau pemeliharaan jalan yang telah ada,
pembangunan baru / penggantian jembatan atau pemeliharaan jembatan lama.

Hasil proses perencanaan umum biasanya ditindaklanjuti dengan pra studi kelayakan.
Namun mungkin juga tidak dilaksanakan pra studi kelayakan, tapi langsung ke studi
kelayakan.

Kegiatan utama perencanaan jalan pada tahap pra studi kelayakan adalah perumusan
alternatif alinyemen jalan termasuk menganalisis kelayakan (sementara) tiap alternatif
tersebut.

Analisis kelayakan tidak hanya mencakup aspek teknis dan ekonomis saja, tapi juga harus
mempertimbangkan kelayakan lingkungan melalui kajian awal lingkungan di dalam proses
pra studi kelayakan.

Kajian awal lingkungan pada tahap pra studi kelayakan sebagian besar didasarkan atas
data sekunder yang tersedia. Akan tetapi, data tersebut harus dilengkapi dengan hasil
survey lapangan (rapid reconnaissance survey) untuk keperluan:

Mencek keandalan (reliability) data sekunder yang tersedia;


Tambahan informasi tentang kondisi lingkungan tertentu yang tidak tercakup dalam
data sekunder yang tersedia;
Memperoleh gambaran umum tentang rona lingkungan secara keseluruhan, yang
mencakup seluruh wilayah studi.

Beberapa aspek lingkungan yang perlu dikaji untuk tiap alternatif alinyemen meliputi
antara lain:

Kemungkinan konflik kepentingan penggunaan lahan pada areal yang perlu


dibebaskan;
Gangguan terhadap kawasan lindung;
Gangguan terhadap stabilitas tanah (erosi, longsor, sedimentasi);
Gangguan pada aliran air permukaan dan air tanah;
Gangguan pada prasarana dan fasilitas umum;
Dampak pada kualitas air, kualitas udara dan kebisingan;
Dampak terhadap aspek sosial-ekonomi;

16
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Dampak terhadap aspek sosial-budaya, termasuk kawasan adat;


Gangguan terhadap estetika lingkungan.

Hasil kajian tersebut memberikan informasi awal tentang dampak lingkungan yang
mungkin terjadi akibat tiap alternatif alinyemen jalan, yang harus dipertimbangkan dalam
proses pemilihan alternatif rute jalan yang diinginkan. Di samping itu, hasil kajian ini
merupakan masukan untuk kajian lingkungan selanjutnya yang lebih mendalam (bila
diperlukan) pada tahap studi kelayakan.

Laporan hasil kajian awal lingkungan ini merupakan bagian dari laporan pra studi
kelayakan yang akan digunakan sebagai bahan untuk penyusunan kerangka acuan studi
kelayakan dan juga bahan untuk penyusunan KA-ANDAL atau UKL dan UPL (bila
diperlukan).

Apabila tidak dilakukan pra studi kelayakan, kajian awal lingkungan dilaksanakan pada
tahap studi kelayakan sebelum penentuan alinyemen rencana jalan terpilih.

4.2.2 Pengadaan Tanah

Pengadaan tanah merupakan salah satu komponen kegiatan proyek pembangunan jalan
yang sangat potensial menimbulkan dampak negatif terhadap kondisi sosial-ekonomi
penduduk yang tanahnya terkena proyek. Dampak yang terjadi sering kali sangat sensitif,
terutama kalau diperlukan pemindahan penduduk. Penanganan dampak sosial
sehubungan dengan pengadaaan tanah sering mengalami kesulitan sehingga pekerjaan
konstruksi terhambat atau tidak dapat dilaksanakan.

Untuk menghindari atau mengurangi dampak negatif yang mungkin terjadi, perencanaan
pengadaan tanah harus didasarkan atas hasil kajian sosial-ekonomi dan sosial-budaya
yang akurat. Pada tahap pra-studi kelayakan perlu dilakukan kajian awal pengadaan
tanah, dan selanjutnya pada tahap studi kelayakan dilakukan identifikasi kebutuhan tanah
yang lebih akurat. Pedoman teknis pengadaan tanah tercantum dalam Lampiran D

4.2.3 AMDAL Sebagai Bagian Dari Studi Kelayakan

Pada tahap studi kelayakan, alternatif-alternatif alinyemen jalan diseleksi lebih lanjut
sehingga dapat ditentukan alternatif terpilih yang dianggap paling layak. Seleksi ini
didasarkan atas pertimbangan aspek teknis, ekonomi dan juga lingkungan.

17
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Kajian kelayakan lingkungan terhadap alternatif alinyemen jalan terpilih harus


dilaksanakan melalui proses AMDAL atau UKL dan UPL, sesuai dengan hasil penyaringan
proyek yang telah diuraikan pada Butir 4.1.4.

Apabila rencana kegiatan proyek termasuk kategori wajib AMDAL, diperlukan penyusunan
Kerangka Acuan ANDAL, untuk digunakan sebagai arahan untuk penyusunan dokumen
AMDAL (ANDAL. RKL dan RPL).

Apabila rencana kegiatan proyek termasuk kategori wajib dilengkapi UKL dan UPL,
diperlukan penyusunan Kerangka Acuan UKL / UPL untuk digunakan sebagai arahan
untuk penyusunan dokumen UKL dan UPL.

Dokumen AMDAL harus dinilai oleh komisi penilai AMDAL (lihat Butir 4.2.4 sub d) dan
Butir 4.2.6). Dokumen AMDAL ini terdiri dari Kerangka Acuan ANDAL, ANDAL, RKL, dan
RPL.

4.2.4 Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL

a) Pelingkupan
Hal yang sangat penting dalam penyusunan kerangka acuan ANDAL adalah pelingkupan
untuk menentukan:

(1) isu pokok lingkungan (dampak besar dan penting) yang harus dikaji;
(2) lingkup wilayah studi berdasarkan pertimbangan:
batas proyek;
batas ekologi;
batas sosial; dan
batas administratif.
(3) Kedalaman studi ANDAL meliputi metode, jumlah sampel yang harus dianalisis, dan
jumlah serta kualifikasi tenaga ahli yang diperlukan.

Untuk memperoleh hasil pelingkupan yang akurat, diperlukan data dasar tentang kondisi
lingkungan saat ini (data sekunder) seperti peta-peta topografi, geologi, jenis tanah,
penggunaan lahan, dan peruntukan lahan dengan skala yang memadai. Foto udara atau
citra satelit (bila tersedia) juga akan sangat bermanfaat. Tambahan informasi lapangan
juga diperlukan untuk melengkapi dan pemutakhiran data sekunder. Hal ini meliputi:

kondisi topografi;
penggunaan lahan sepanjang rencana alinyemen jalan;
kondisi penggunaan lahan yang akan dibebaskan;
kondisi jalan yang akan dilalui kendaraan proyek;

18
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

kondisi sosial-ekonomi-budaya masyarakat secara umum di sekitar lokasi proyek;


lokasi quarry, borrow area, base camp dan spoil bank;
kawasan lindung dan daerah sensitif lainnya;
tempat-tempat sensitif seperti rumah sakit, sekolah, dan permukiman padat.

b) Keterlibatan masyarakat dan keterbukaan informasi dalam proses AMDAL

Sebelum menyusun KA - ANDAL, pemrakarsa wajib:

(1) memberitahukan rencananya kepada instansi yang bertanggung jawab (Bapedalda


tingkat Kabupatan/Kota untuk proyek jalan yang lokasinya dalam wilayah satu
kabupaten/kota, atau Bapedalda tingkat propinsi bagi proyek jalan yang lokasinya
meliputi wilayah lebih dari satu kabupaten/kota, atau Menteri Negara Lingkungan
Hidup di tingkat pusat untuk proyek jalan yang lokasinya meliputi wilayah lebih dari
satu propinsi dan yang bersifat strategis nasional);

(2) mengumumkan rencana kegiatan proyek yang wajib dilengkapi dengan AMDAL,
sesuai jadwal yang telah disepakati bersama instansi yang bertanggung jawab.

Pengumuman tersebut dimaksudkan agar masyarakat yang berkepentingan


mengetahui rencana kegiatan proyek, dan mereka memberikan saran, pendapat atau
tanggapan mengenai proyek tersebut.

Beberapa ketentuan tentang pengumuman tersebut adalah sebagai berikut:

(1) Masyarakat berkepentingan terdiri dari masyarakat terkena dampak dan


masyarakat pemerhati.

(a) Masyarakat terkena dampak adalah masyarakat yang akan merasakan dampak
dari adanya rencana usaha dan/atau kegiatan, terdiri dari masyarakat yang
akan mendapatkan manfaat dan masyarakat yang akan mengalami kerugian.

(b) Masyarakat pemerhati adalah masyarakat yang tidak terkena dampak dari
suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, tetapi mempunyai perhatian terhadap
rencana usaha/kegiatan tersebut, maupun dampak-dampak lingkungan yang
akan ditimbulkannya.

(2) Media pengumuman berupa:

(a) Papan pengumuman di lokasi rencana kegiatan proyek


(b) Papan pengumuman di lokasi strategis yang ditetapkan oleh instansi yang bertanggung
jawab di tingkat pusat atau daerah.
(c) Media lain yang sesuai dengan situasi setempat seperti brosur, surat, media cetak, dan/atau
media elektronik.

19
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

(3) Isi pengumuman meliputi:

(a) Nama dan alamat pemrakarsa.


(b) Jenis kegiatan (pembangunan/peningkatan jalan).
(c) Lokasi dan luas areal kegiatan proyek, dilengkapi peta dengan skala yang
memadai.
(d) Hasil pekerjaan.
(e) Dampak lingkungan hidup yang mungkin terjadi dan cara penanganannya.
(f) Tanggal pengumuman tersebut mulai dipasang dan batas waktu pemberian
saran, pendapat dan tanggapan dari warga masyarakat (30 hari kerja sejak
tanggal pengumuman);
(g) Nama dan alamat instansi yang bertanggungjawab dalam menerima saran,
pendapat dan tanggapan dari warga masyarakat.

Pada saat penyusunan Kerangka Acuan ANDAL, pemrakarsa wajib melakukan konsultasi
kepada warga masyarakat yang berkepentingan. Hasil dari konsultasi tersebut wajib
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan pelingkupan.

Penjelasan lebih rinci mengenai kedua hal-hal tersebut atas, tercantum dalam Keputusan
Kepala BAPEDAL No. 8 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan
Informasi dalam Proses AMDAL. Proses keterlibatan masyarakat tersebut secara garis
besar dan skematis dapat dilihat pada Gambar 4.4.

c) Sistematika dokumen Kerangka Acuan ANDAL

Dokumen Kerangka Acuan ANDAL terdiri dari 6 bab. Secara garis besar, sistematika
dokumen tersebut tercantum dalam Kotak 4.2.

Petunjuk lebih rinci mengenai cara penyusunan KA - ANDAL tercantum pada Lampiran E.

d) Penilaian dokumen Kerangka Acuan ANDAL

Konsep KA - ANDAL harus dipresentasikan oleh pemrakarsa (dengan bantuan konsultan)


dalam rapat Komisi Penilai AMDAL, untuk dinilai oleh komisi tersebut.

Komisi Penilai AMDAL melakukan penilaian untuk menyepakati ruang lingkup kajian
analisis dampak lingkungan hidup yang akan dilaksanakan.

20
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Keputusan atas penilaian KA-ANDAL wajib diberikan oleh instansi yang bertanggungjawab
dalam jangka waktu paling lambat 75 (tujuhpuluh lima) hari kerja terhitung sejak tanggal
diterimanya KA-ANDAL tersebut.

Kotak 4.2
Contoh Sistematika KA-ANDAL Poyek Pembangunan Jalan

BAB 1 : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Peraturan Perundang-undangan
1.3 Tujuan dan Kegunaan Studi

BAB 2 : RUANG LINGKUP STUDI


2.1 Rencana Kegiatan Yang Akan Ditelaah
2.2 Komponen Lingkungan Yang Akan Ditelaah
2.3 Isu-isu Pokok
2.4 Batas Wilayah Studi
2.5 Keterkaitan Proyek Dengan Kegiatan Lain

BAB 3 : METODE STUDI


3.1 Metode Pengumpulan Data
3.2 Metode Prakiraan Dampak Besar dan Penting
3.3 Metode Evaluasi Dampak Besar dan Penting

BAB 4 : PELAKSANAAN STUDI


4.1 Pemrakarsa
4.2 Tim Pelaksana Studi
4.3 Jadual Pelaksanaan Studi
4.4 Biaya Studi
4.5 Pelaporan

BAB 5 : DAFTAR PUSTAKA

BAB 6 : LAMPIRAN

21
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Gambar 4.4 Bagan Prosedur Keterlibatan Masyarakat dalam Proses AMDAL

Instansi Yang
Masyarakat
Bertanggungjawab Pemrakarsa
Berkepentingan
(Bapedalda/KLH)

Pengumuman
Rencana Kegiatan

Pengumuman
Persiapan Penyusunan
ANDAL

Saran, Pendapat dan


Tanggapan

Penyusunan
KONSULTASI KA-ANDAL

Penilaian KA- ANDAL


Saran, Pendapat dan
oleh Komisis
Tanggapan
(Maks 75 hari)

Penyusunan
ANDAL, RKL, RPL

Penilaian ANDAL, RKL,


RPL oleh Komisis
(Maks 75 hari)

Keputusan Kelayakan
Lingkungan Hidup
Oleh
Gubernur/Bupati/Wali
kota atas rekomendasi
Ka Bapedalda

= Tujuan akhir surat/pengumuman untuk kemudian ditanggapi, diproses dan atau ditembuskan

Sumber: Keputusan Kepala Bapedal No.08 Tahun 2000.

22
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Apabila instansi yang bertanggungjawab tidak menerbitkan keputusan dalam jangka


waktu tersebut di atas, maka instansi yang bertanggungjawab dianggap menerima
(menyepakati) KA-ANDAL dimaksud.

Instansi yang bertanggungjawab wajib menolak kerangka acuan yang diajukan oleh
pemrakarsa, apabila rencana lokasi kegiatannya tidak sesuai dengan rencana tata ruang
wilayah atau tata ruang kawasan.

4.2.5 Penyusunan Kerangka Acuan UKL dan UPL

Kerangka acuan UKL dan UPL dimaksudkan untuk memberikan arahan kepada tim
penyusun dokumen tersebut, agar dapat dilaksanakan secara efisien.

Pada dasarnya substansi Kerangka Acuan UKL dan UPL serupa dengan KA ANDAL, tapi
dalam pelaksanaan studi UKL dan UPL tidak diperlukan kajian mendalam. Data yang
digunakan sebagian besar berupa data sekunder.

Secara garis besar, isi serta sistematika KA UKL dan UPL tercantum pada Kotak 4.3.

Karena UKL dan UPL bukan bagian dari dokumrn AMDAL, maka Kerangka Acuan UKL dan
UPL tidak perlu dinilai oleh komisi penilai AMDAL.

4.2.6 Pelaksanaan Studi ANDAL

Analisis kelayakan lingkungan melalui studi ANDAL atau UKL / UPL seharusnya
dilaksanakan secara terpadu dengan studi kelayakan dalam satu paket pekerjaan. Kedua
macam studi tersebut menggunakan sejumlah data yang sama, karena itu
pelaksanaannya akan dapat dipercepat dan lebih efisien kalau keduanya dilaksanakan
oleh konsultan yang sama.

Hasil studi AMDAL terdiri dari:


Laporan studi ANDAL;
Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL);
Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL);
Ringkasan Eksekutif.
Petunjuk rinci mengenai penyusunan AMDAL proyek jalan tercantum pada Lampiran F,
yang mencakup penjelasan tentang isi (materi) serta cara penyusunan dokumen-
dokumen tersebut di atas.

23
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Studi ANDAL diselenggarakan oleh pemrakarsa (Pemimpin Proyek) dengan bantuan


konsultan, berdasarkan Kerangka Acuan ANDAL yang telah ditetapkan (disetujui) oleh
instansi yang bertanggung jawab.

Kotak 4.3
Sistematika Kerangka Acuan UKL dan UPL

BAB 1 : PENDAHULUAN
Menjelaskan latar belakang dan tujuan serta kegunaan studi

BAB 2 : RUANG LINGKUP STUDI


Penjelasan singkat mengenai:
Komponen rencana kegiatan yang akan ditelaah
Komponen Lingkungan yang akan ditelaah
Isu-isu pokok lingkungan yang harus ditelaah
Batas wilayah studi
Keterkaitan proyek dengan kegiatan lain

BAB 3 : METODE STUDI


Memberikan arahan tentang metode studi, meliputi:
Metode pengumpulan data
Metode prakiraan dan evakuasi dampak lingkungan

BAB 4 : PELAKSANAAN STUDI


Berisi penjelasan tentang:
Pemrakarsa
PersyaratanTim Pelaksana Studi
Jadual pelaksanaan studi
Biaya studi (komponen-komponen biaya dan sumber dana)
Pelaporan

BAB 5 : DAFTAR PUSTAKA

BAB 6 : LAMPIRAN

Apabila alinyemen jalan melalui daerah permukiman terutama yang berpenduduk padat,
analisis dampak lingkungan yang detail dan mendalam perlu difokuskan pada dampak
sosial yang berkaitan dengan kegiatan pengadaan tanah, terutama kalau terdapat banyak
penduduk yang harus dipindahkan. Petunjuk mengenai analisis dampak sosial tercantum
pada Lampiran G.

24
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Sistematika dokumen ANDAL secara garis besar tercantum pada Kotak 4.4.

Kesimpulan hasil studi ANDAL berupa arahan untuk penanganan dampak lingkungan
selanjutnya dijabarkan dalam dokumen rencana pengelolaan lingkungan (RKL) dan
rencana pemantauan lingkungan (RPL).

Kotak 4.4
Sistematika Dokumen ANDAL

Bab I. Pendahuluan

Bab II Ruang Lingkup Studi

Bab III. Metoda Studi

Bab IV. Rencana Kegiatan Proyek

Bab V. Rona Awal Lingkungan Hidup

Bab VI. Prakiraan Dampak Besar dan Penting

Bab VII. Evaluasi Dampak Besar dan Penting

Bab VIII. Daftar Pustaka

Bab IX. Lampiran

Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) adalah dokumen yang menyatakan upaya-upaya


yang akan dilaksanakan oleh pemrakarsa proyek untuk mencegah, mengendalikan atau
mengurangi dampak negatif, dan meningkatkan dampak positif terhadap lingkungan.
Dalam pengertian tersebut, RKL mencakup empat kelompok kegiatan untuk:

a) menghilangkan atau mencegah dampak-dampak negatif melalui pemilihan alternatif


lokasi tapak proyek dan desain;
b) mitigasi, meminimalkan atau mengendalikan dampak-dampak negatif;
c) meningkatkan dampak positif, sehingga proyek jalan yang dibangun akan
memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat;
d) memberikan kompensasi baik menyangkut aspek sosial-ekonomi maupun ekologi
sebagai pengganti dari sumberdaya yang rusak atau hilang.

Sistematika dokumen RKL secara garis besar seperti tercantum pada Kotak 4.5.

25
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Kotak 4.5
Sistematika Dokumen RKL

Bab I Pendahuluan
Bab II Pendekatan Pengelolaan Lingkungan
Bab III Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup
Bab IV Daftar Pustaka
Bab V Lampiran

Dokumen RKL harus dilengkapi dengan Pernyataan Pelaksanaan, berupa surat pernyataan
pemrakarsa untuk melaksanakan RKL dan RPL, yang ditandatangani di atas materai.
Contoh format surat pernyataan pelaksanaan tercantum pada Lampiran F.
Pemantauan lingkungan dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana efektivitas
pengelolaan lingkungan yang telah dilaksanakan.

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penyusunan RPL antara lain:

a) Aspek-aspek yang dipantau sesuai dengan aspek-aspek yang dinyatakan dalam


dokumen ANDAL dan RKL.;
b) Komponen / parameter lingkungan hidup yang dipantau hanyalah yang mengalami
perubahan mendasar (terkena dampak besar dan penting);
c) Pemantauan lingkungan hidup harus layak ekonomi.

Sistematika dokumen RPL secara garis besar seperti tercantum pada Kotak 4.6.

Kotak 4.6
Sistematika Dokumen RPL

Bab I Pendahuluan

Bab II Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup

Bab III Daftar Pustaka

Bab IV Lampiran

26
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

4.2.7 Penilaian Dokumen AMDAL

Dokumen AMDAL (KA-ANDAL, Laporan ANDAL, RKL, RPL dan Ringkasan Eksekutif) harus
dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL. Untuk keperluan penilaian tersebut, pemrakarsa
(dengan bantuan konsultan) harus mempresentasikan konsep dokumen tersebut dalam
rapat Komisi Penilai AMDAL.

Sebelum dokumen AMDAL tersebut diajukan ke komisi penilai, seharusnya konsep


dokumen (yang disusun oleh konsultan) tersebut dinilai oleh pemrakarsa. Petunjuk untuk
penilaian dokumen AMDAL tercantum pada Lampiran H.

Instansi yang bertanggungjawab, menerbitkan keputusan kelayakan lingkungan hidup


sesuai dengan hasil penilaian dokumen yang dilaksanakan oleh komisi penilai. Keputusan
kelayakan lingkungan hidup tersebut diterbitkan dalam jangka waktu selambat-lambatnya
75 (tujuh puluh lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya dokumen ANDAL
yang bersangkutan.

Apabila instansi yang bertanggungjawab, tidak menerbitkan keputusan dalam jangka


waktu tersebut di atas, maka rencana kegiatan yang bersangkutan dianggap layak
lingkungan.

Apabila hasil penilaian komisi penilai menyimpulkan bahwa:


a) dampak besar dan penting negatif yang akan ditimbulkan oleh kegiatan proyek tidak
dapat ditanggulangi oleh teknologi yang tersedia, atau
b) biaya penanggulangan dampak besar dan penting negatif lebih besar dari pada
manfaat dampak besar dan penting positif yang akan ditimbulkan oleh kegiatan
proyek yang bersangkutan,

maka instansi yang bertanggungjawab memberikan keputusan bahwa rencana kegiatan


proyek yang bersangkutan tidak layak lingkungan.
Bagan prosedur penilaian dan persetujuan dokumen AMDAL dapat dilihat pada Gambar
4.5

4.2.8 Penyusunan Dokumen UKL dan UPL

Rencana kegiatan proyek jalan yang diperkirakan tidak akan menimbulkan dampak besar
dan penting tidak perlu dilengkapi dengan AMDAL, tapi cukup dengan UKL dan UPL.
Dokumen UKL dan UPL disusun oleh pemrakarsa dengan bantuan konsultan (bila perlu)
sesuai dengan ketentuan tercantum dalam Kerangka Acuan Penyusunan UKL dan UPL.
Dokumen ini merupakan rencana kerja yang dibuat oleh pemrakarsa yang berisi program

27
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup berdasarkan hasil identifikasi dampak


sebagai syarat penerbitan izin melaksanakan kegiatan proyek.

Untuk penyusunan dokumen UKL dan UPL tidak diperlukan kajian (analisis) mendalam.
Data yang digunakan sebagian besar berupa data sekunder dilengkapi dengan data
primer hasil survey lapangan sesuai dengan kebutuhan.

UKL dan UPL bukan bagian dari proses AMDAL, karena itu dokumen UKL dan UPL tidak
perlu dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL, tapi dimintakan rekomendasi dari instansi yang
bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Prosedur penetapan
dokumen UKL dan UPL secara skematis dapat dilihat pada Gambar 4.6.

Pada dasarnya, AMDAL dan UKL / UPL mempunyai tujuan yang sama yaitu mencegah,
mengurangi atau menanggulangi dampak negatif dan meningkatkan dampak positif.
Petunjuk rinci tentang penyusunan (sistematika) dokumen UKL dan UPL tercantum pada
Lampiran I, yang merupakan penjabaran dari Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup No. 86 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan UKL dan UPL.

Pelaksanaan UKL dan UPL proyek jalan berada langsung di bawah pembinaan instansi
yang membidangi pembangunan jalan, yaitu Direktorat Jenderal Prasarana Wilayah atau
Direktorat Jenderal Tata Perkotaan dan Perdesaan, Departemen Permukiman dan
Prasarana Wilayah di tingkat pusat atau Dinas yang bersangkutan di tingkat daerah.

4.3 Desain Dan Spesifikasi Teknis Pengelolaan Lingkungan

4.3.1 Rekomendasi RKL dan RPL atau UKL dan UPL

Dokumen AMDAL (ANDAL, RKL dan RPL) atau UKL dan UPL merupakan bagian dari studi
kelayakan. Karena itu, dokumen RKL dan RPL atau UKL dan UPL hanya bersifat
memberikan rekomendasi berupa pokok-pokok arahan, prinsip-prinsip atau persyaratan
untuk pencegahan / pengendalian / penanggulangan dampak. Alasannya adalah:
a) pada tahap studi kelayakan, alinyemen jalan belum ditetapkan secara pasti di
lapangan;
b) spesifikasi teknis detail pekerjaan konstruksi dan metode pelaksanaannya masih
belum lengkap;
c) pokok-pokok arahan, prinsip-prinsip dasar serta petunjuk atau persyaratan untuk
pengelolaan lingkungan yang tercantu dalam RKL atau RPL merupakan rekomendasi
untuk selanjutnya dijabarkan dalam rencana teknis detail.
Rekomendasi RKL dan RPL atau UKL dan UPL tersebut harus dijabarkan dalam desain dan
spesifikasi teknis pekerjaan konstruksi.

28
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Gambar 4.5 Bagan Prosedur Penilaian dan Penetapan Dokumen AMDAL

Instansi Yang Komisi Penilai


Pemrakarsa Masyarakat
Bertanggungjawab AMDAL

Pengumuman
Rencana Kegiatan
Pengumuman
Persiapan
Penyusunan ANDAL

30 hari kerja Saran, Pendapat


dan Tanggapan

Penyusunan
KA-ANDAL Konsultasi
Masyarakat

Penilaian Saran, Pendapat


KA-ANDAL dan Tanggapan

75 hari kerja
REVISI

Kesepakatan
Keputusan
KA-ANDAL

Penyusunan
Dasar bagi Studi ANDAL, RKL dan
AMDAL RPL

Penilaian Saran, Pendapat


ANDAL, RKL & RPL dan Tanggapan
Kelayakan atas
hasil Keputusan REVISI
ANDAL,RKL,RPL 75 hari
kerja
Keputusan
tidak layak
lingkungan
atau
Keputusan Dasar Pemberian
kelayakan Izin Pelaksanaan
lingkungan Kegiatan Proyek

= Tujuan akhir surat/pengumuman untuk kemudian ditanggapi, diproses dan/atau ditembuskan


Sumber : Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 (pasal 14-23)

29
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Gambar 4.6 Bagan Prosedur Penilaian Dokumen UKL dan UPL

Instansi Yang
Instansi Yang
Membidangi Usaha atau Pemrakarsa ***)
Bertanggungjawab *)
Kegiatan **)

Pengisian Formulir Isian


UKL dan UPL
7 hari kerja

Pemeriksaan Formulir
KOORDINASI
Isian UKL dan UPL

Perlu ya 7 hari kerja


REVISI
Perbaikan?

tidak

14 hari kerja DASAR


Rekomendasi
PENERBITAN IZIN
UKL dan UPL
PELAKSANAAN
KEGIATAN

Keterangan
*) = Men LH/Bapedal Provinsi/Bapedal Kabupaten/Kota
**) = Ditjen Praswil/Dinas Bina Marga Provinsi/Dinas Bina Maega Kabupaten/Kota
***) = Proyek/Bagian Proyek

30
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

4.3.2 Pembuatan Desain Dan Spesifikasi Teknis Yang Memasukkan


Pertimbangan Lingkungan

Perencanaan teknis dilaksanakan untuk membuat gambar-gambar desain dan spesifikasi


serta syarat-syarat teknis pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Kegiatan pada tahap ini
meliputi :

Penentuan alinyemen horizontal dan vertikal jalan definitif berdasarkan data hasil
investigasi lapangan yang lebih rinci dan akurat;
Pembuatan gambar-gambar desain konstruksi jalan, jembatan dan bangunan-
bangunan pelengkapnya;
Perumusan spesifikasi dan syarat-syarat teknis untuk pelaksanaan pekerjaan
konstruksi;
Perhitungan perkiraan biaya pekerjaan konstruksi dan pemeliharaan
Penyiapan dokumen tender dan dokumen kontrak untuk pekerjaan konstruksi.

Perencanaan pengelolaan lingkungan pada tahap ini dilakukan melalui penjabaran


rekomendasi yang tercantum dalam dokumen RKL/RPL atau UKL/UPL yang diwujudkan
dalam bentuk gambar-gambar rencana teknis detail serta syarat-syarat dan spesifikasi
teknis pelaksanaan pekerjaan konstruksi.

Beberapa isu lingkungan dan sosial yang harus dipertimbangkan, antara lain:
Penentuan alinyemen jalan sedapat mungkin tidak mengakibatkan pemindahan
penduduk, atau setidak-tidaknya diusahakan seminimal mungkin;
Pencegahan gangguan terhadap stabilitas lahan (erosi dan longsor);
Pencegahan kebisingan pada lokasi tertentu;
Pencegahan gangguan terhadap fauna langka / dilindungi;
Keselamatan jalan bagi pengemudi / penumpang kendaraan dan pejalan kaki;
Estetika lingkungan (lansekap);
Penyusunan rencana pengadaan tanah dan pemukiman kembali (bila perlu).

Petunjuk tentang penjabaran RKL atau UKL tercantum pada Lampiran J. Lampiran ini
memberikan penjelasan rinci tentang cara penjabaran RKL atau UKL untuk diterapkan
dalam desain dan spesifikasi teknis, antara lain meliputi tentang:
a) pemeriksaan kelengkapan dokumen RKL atau UKL;
b) peninjauan lapangan yang mungkin diperlukan untuk melengkapi data yang telah ada;
c) penerapan pertimbangan lingkungan dalam desain dan spesifikasi teknis, yang
dilengkapi dengan contoh-contoh gambar dan rumusan persyaratan pengelolaan
lingkungan;
d) pencantuman persyaratan pengelolaan dan pemantauan lingkungan dalam dokumen
tender dan kontrak pekerjaan konstruksi, dilengkapi dengan contoh.

31
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Gambar 4.7 menunjukkan contoh konsep desain noise barrier untuk menanggulangi
dampak kebisingan, dan tempat penyeberangan satwa liar untuk menanggulangi
gangguan terhadap migrasi satwa liar yang langka atau dilindungi undang-undang.
Pedoman Teknis tentang perencanaan lansekap tercantum pada Lampiran K.

Gambar 4.7 Noise Barrier dan Tempat Penyeberangan Satwa Liar

Noise Barrier

Tempat Penyeberangan Satwa Liar Dilindungi

32
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

4.3.3 Pencantuman Persyaratan Pengelolaan Dan Pemantauan Lingkungan


Dalam Dokumen Tender Dan Dokumen Kontrak

Untuk menjamin agar rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan pada tahap
konstruksi dilaksanakan oleh kontraktor, seharusnya dicantumkan klosul-klosul
persyaratan pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang harus dilaksanakan oleh
kontraktor, baik dalam dokumen tender maupun kontrak.

Setiap klosul persyaratan pengelolaan dan pemantauan lingkungan harus menyatakan


perintah atau penjelasan apa yang harus dilaksanakan oleh kontraktor, dan rumusannya
harus jelas agar tidak terjadi kesalahan interpretasi.

Contoh klosul-klosul persyaratan pengelolaan lingkungan tercantum pada Lampiran J


tentang penjabaran RKL atau UKL.

4.4 Penyusunan Rencana Pengadaan Tanah Dan Pemukiman Kembali

4.4.1 Maksud Dan Tujuan

Penyusunan rencana pengadaan tanah dan pemukiman kembali dimaksudkan untuk


memperoleh gambaran terperinci tentang penduduk terkena dampak kegiatan pengadaan
tanah, dan jenis serta besaran kerugian yang mungkin timbul, dengan tujuan untuk
menyusun rumusan rencana tindak dalam penanganan dampaknya, khususnya dalam
upaya pemulihan dan peningkatan kehidupan sosial-ekonomi penduduk terkena dampak.

4.4.2 Langkah-Langkah Kegiatan

Penyusunan rencana pengadaan tanah dan pemukiman kembali dilaksanakan melalui


urutan langkah-langkah utama berikut:
Survey sosial-ekonomi;
Inventarisasi tanah dan aset di atasnya;
Konsultasi masyarakat.

4.4.3 Survey Sosial-Ekonomi

Survey sosial-ekonomi dimaksudkan untuk memperoleh informasi detail tentang


penduduk yang terkena pembebasan tanah dan dampaknya yang mungin terjadi.
Informasi yang dikumpulkan antara lain meliputi jumlah anggota keluarga, mata

33
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

pencaharian, tingkat pendapatan, status pemilikan tanah, jarak ke tempat kerja, jarak ke
sekolah anak-anak dan sebagainya.

Survey sosial-ekonomi dilakukan secara sensus terhadap seluruh penduduk yang terkena
kegiatan pengadaan tanah, baik pemilik/penyewa tanah, penggarap tanah, penyewa
bangunan, maupun penghuni tanpa izin (squatters).

4.4.4 Inventarisasi Tanah Dan Aset Di Atasnya

Inventarisasi tanah meliputi luas lahan, jenis penggunaan saat ini, kelas tanah, dan status
pemilikannya. Inventarisasi aset meliputi tanaman (jenis, jumlah dan umurnya) serta
bangunan (luas, jenis dan umurnya).

4.4.5 Konsultasi Masyarakat

Proses pengadaan tanah harus dilakukan melalui konsultasi langsung antara instansi
pemerintah (pemrakarsa) dengan para pemilik tanah dan tokoh masyarakat / adat
setempat untuk mencapai kesepakatan tentang bentuk dan jumlah nilai kompensasi serta
lokasi pemukiman kembali.

Konsultasi masyarakat tersebut di atas, dilaksanakan melalui penyuluhan dan


musyawarah untuk mencapai kesepakatan tentang bentuk dan jumlah nilai kompensasi
atas tanah dan aset yang ada di atasnya yang terkena proyek.

Apabila jumlah penduduk yang terkena pengadaan tanah terlalu banyak, konsultasi
secara langsung dapat dilakukan dalam beberapa tahap, atau dengan perwakilan yang
ditunjuk oleh penduduk yang terkena proyek.

4.4.6 Rencana Pemukiman Kembali

Apabila diperlukan pemukiman kembali penduduk yang terkena dampak, harus disusun
suatu rencana pemukiman kembali, yang antara lain mencakup rencana lokasi
pemukiman baru, mekanisme dan prosedur pelaksanaannya, instansi pelaksananya,
program rehabilitasi sosial-ekonomi serta bantuan-bantuan lain yang diperlukan.

Dalam proses perencanaan pemukiman kembali tersebut, penduduk yang terpindahkan


dan juga penduduk setempat di sekitar rencana lokasi pemukiman kembali harus
dilibatkan.

Perhatian khusus diperlukan terhadap kelompok rentan (bila ada), seperti penduduk
sangat miskin, orang lanjut usia, dan perempuan kepala keluarga

34
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Salah satu prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam penyusunan rencana pemukiman
kembali adalah agar kondisi pemukiman baru dan tingkat kesejahtaraan penduduk yang
dipindahkan harus lebih baik atau minimal setara dengan kondisi pemukiman lama dan
tingkat penghidupan sebelumnya.

4.4.7 Jadwal Pelaksanaan

Rencana pengadaan tanah dan pemukiman kembali harus mencakup jadwal


pelaksanaannya secara rinci.

Pelaksanaan pengadaan tanah harus selesai sebelum pekerjaan konstruksi dimulai.

4.4.8 Pembiayaan

Rencana pengadaan tanah dan pemukiman kembali juga harus mencakup aspek
pembiayaan meliputi perkiraaan besarnya dana yang diperlukan, sumber dananya, dan
jadwal penyediaannya.

4.4.9 Koordinasi

Seluruh kegiatan tersebut di atas harus dikoordinasikan dengan instansi-instansi


pemerintah daerah baik tingkat propinsi maupun kabupaten / kota, termasuk panitia
pengadaan tanah setempat.

Petunjuk pelaksanaan tentang penyusunan rencana pengadaan tanah dan pemukiman


kembali yang lebih rinci tercantum pada Lampiran L.

5 Dokumentasi

5.1 Jenis Dokumen

Tiap jenis kegiatan dalam proses AMDAL harus ditunjang (dilengkapi) dengan dokumen
berupa surat, berita acara atau laporan pelaksanaan pekerjaan. Pemrakarsa harus
membuat, menyimpan (memelihara) dan mendistribusikan dokumen tersebut kepada
isntansi / unit kerja yang berkepentingan atau terkait. Beberapa jenis dokumen penting
dijelaskan di bawah ini. Dokumen-dokumen tersebut harus disimpan dengan baik dan
sistemastis supaya tidak rusak atau hilang dan mudah dicari (retrievable).

5.2 Hasil Penyaringan AMDAL


35
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Dokumen hasil penyaringan AMDAL menyatakan ketetapan bahwa rencana kegiatan


proyek wajib dilengkapi dengan AMDAL atau UKL / UPL, yang dilengkapi dengan alasan
ketetapan tersebut dan jenis-jenis dampak potensial yang harus dipertimbangkan dalam
proses pekerjaan selanjutnya. Dokumen ini juga berisi tentang perkiraan biaya yang
diperlukan untuk pelaksanaan studi AMDAL atau UKL/UPL.

Contoh format laporan tercantum pada Lampiran C.

5.3 Dokumen Konsultasi Masyarakat

a. Surat Pemberitahuan Kepada Instansi Yang Bertanggungjawab

Dokumen ini berupa surat pemberitahuan dari pemrakarsa kepada instansi yang
bertanggungjawab, yang menjelaskan tentang rencana penyusunan dokumen AMDAL
kegiatan proyek serta alasan mengapa kegiatan tersebut wajib dilengkapi AMDAL. Surat
tersebut harus dikirimkan kepada instansi yang bertanggungjawab sebelum pembuatan
KA-ANDAL.

b. Pengumuman Tentang Rencana Kegiatan Proyek

Pada saat persiapan penyusunan KA ANDAL, pemrakarsa wajib mengumumkan rencana


kegiatan proyek kepada warga masyarakat yang berkepentingan. Isi dokumen
pengumuman seperti telah dijelaskan pada Butir 4.2.4 Sub b).

Contoh format pengumuman dapat dilihat pada Lampiran E tentang Penyusunan


Kerangka Acuan ANDAL.

c. Pemberitahuan Tentang Konsultasi Masyarakat

Untuk kelancaran pelaksanaan konsultasi masyarakat, pemrakarsa wajib membuat


pemberitahuan tentang hal tersebut kepada warga masyarakat yang berkepentngan.
Dokumen pemberitahuan ini berisi tentang waktu, tempat dan cara konsultasi yang akan
dilaksanakan misalnya pertemuan publik, lokakarya, seminar, diskusi terfokus.

Contoh format surat pemberitahuan tentang pelaksanaan konsultasi masyarakat


tercantum pada Lampiran E tentang Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL.

d. Rangkuman Hasil Konsultasi Masyarakat

36
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Dokumen ini merupakan laporan hasil pelaksanaan konsultasi masyarakat yang harus
diserahkan oleh pemrakarsa kepada komisi penilai AMDAL, sebagai lampiran KA ANDAL.

5.4 Dokumen AMDAL

5.4.1 Kerangka Acuan ANDAL

Kerangka acuan ANDAL disusun oleh pemrakarsa dengan memperhatikan saran,


pendapat dan tanggapan dari warga masyarakat yang berkepentingan. KA ANDAL ini
merupakan bagian dari dokumen AMDAL.

Penyusunan kerangka acuan ANDAL dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan yang
berlaku, dan harus didukung dengan beberapa dokumen tersebut di bawah ini.

a) Surat Pengajuan KA ANDAL kepada Instansi yang bertanggungjawab

KA ANDAL yang telah disusun oleh pemrakarsa harus dievaluasi oleh komisi penilai
AMDAL. Untuk keperluan itu, pemrakarsa harus membuat surat pengajuan KA
ANDAL kepada instansi yang bertanggungjawab melalui komisi penilai AMDAL.

b) Berita Acara Hasil Evaluasi KA ANDAL

KA ANDAL yang telah disusun oleh pemrakarsa dievaluasi oleh komisi penilai
bersama pemrakarsa. Hasil evaluasi didokumentasikan dalam bentuk berita acara
yang menyimpulkan bahwa KA ANDAL disetujui atau perlu perbaikan.

Apabila KA ANDAL tersebut perlu diperbaiki, maka pemrakarsa harus


memperbaikinya sesuai dengan tanggapan dari komisi penilai, kemudian
mengajukannya lagi ke komisi penilai untuk mendapatkan persetujuan.

c) Surat Ketetapan (persetujuan) KA ANDAL

Jika KA ANDAL telah disetujui komisi penilai, maka pemrakarsa akan menerima
Surat Ketetapan (persetujuan) atas KA ANDAL tersebut, dari komisi penilai.

5.4.2 Dokumen ANDAL, RKL dan RPL

Dokumen-dokumen ANDAL, RKL, dan RPL dibuat oleh pemrakarsa dengan bantuan
konsultan. Ketiga dokumen tersebut disusun berdasarkan KA ANDAL.

37
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Penyusunan dokumen ANDAL, RKL dan RPL dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
yang berlaku, dan harus didukung dengan beberapa dokumen tersebut di bawah ini.

a) Surat Pengajuan Dokumen ANDAL, RKL, dan RPL kepada Komisi Penilai

Dokumen ANDAL, RKL da RPL yang telah disusun oleh pemrakarsa harus dievaluasi
oleh komisi penilai AMDAL. Untuk keperluan itu, pemrakarsa harus membuat surat
pengajuan dokumen-dokumen tersebut kepada instansi yang bertanggungjawab
melalui komisi penilai AMDAL.

b) Berita Acara Hasil Evaluasi Dokumen ANDAL, RKL dan RPL

Dokumen ANDAL, RKL dan RPL yang telah disusun oleh pemrakarsa dievaluasi oleh
komisi penilai bersama pemrakarsa. Hasil evaluasi didokumentasikan dalam bentuk
berita acara yang menyimpulkan bahwa ketiga dokumen tersebut disetujui atau perlu
perbaikan.

Apabila dokumen-dokumen tersebut perlu diperbaiki, maka pemrakarsa harus


memperbaikinya sesuai dengan tanggapan dari komisi penilai, kemudian
mengajukannya lagi ke komisi penilai untuk mendapatkan surat ketetapan kelayakan
lingkungan hidup.

c) Surat Ketetapan Kelayakan Lingkungan Hidup

Apabila dokumen-dokumen ANDAL, RKL dan RPL telah disetujui komisi penilai, maka
pemrakarsa akan menerima Surat Ketetapan Kelayakan Lingkungan Hidup, dari
instansi yang bertanggungjawab.

5.4.3 Kadaluwarsa Dan Batalnya Dokumen ANDAL, RKL dan RPL

Berdasarkan ketentuan dalam PP No.27 / 1999 tentang AMDAL (Pasal 24 Ayat 1),
keputusan kelayakan lingkungan hidup dinyatakan kadaluwarsa atas kekuatan PP
tersebut, apabila rencana kegiatan proyek tidak dilaksanakan dalam jangka waktu 3 (tiga)
tahun sejak diterbitkannya keputusan kelayakan tersebut.
Apabila keputusan kelayakan lingkungan hidup dinyatakan kadaluwarsa, maka untuk
melaksanakan rencana kegiatan proyek, pemrakarsa wajib mengajukan kembali
permohonan persetujuan atas dokumen ANDAL, RKL dan RPL kepada instansi yang
bertanggungjawab.

Terhadap permohonan tersebut, instansi yang bertanggungjawab memutuskan:

38
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

(1) Dokumen ANDAL, RKL dan RPL yang pernah disetujui dapat sepenuhnya
dipergunakan kembali; atau
(2) Pemrakarsa wajib membuat dokumen AMDAL baru sesuai dengan peraturan.

Keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu rencana kegiatan proyek menjadi batal
apabila pemrakarsa memindahkan lokasi kegiatannya. Dalam hal ini, pemrakarsa wajib
membuat AMDAL baru sesuai peraturan (Pasal 25 Ayat (1) dan (2), PP N0.27/1999).

5.4.4 Keterbukaan Informasi Tentang AMDAL

Berdasarkan ketentuan pada Pasal 35 Ayat (1) PP No.27/1999, semua dokumen AMDAL,
saran, pendapat, dan tanggapan warga masyarakat yang berkepentingan, kesimpulan
komisi penilai, dan keputusan kelayakan lingkungan hidup setiap rencana kegiatan proyek
bersifat terbuka untuk umum.

5.5 Dokumen UKL DAN UPL

Dokumen UKL dan UPL disusun secara sepihak oleh pemrakarsa, dan terdiri dari:

a) Kerangka Acuan UKL dan UPL yang berfungsi sebagai arahan untuk penyusunan UKL
dan UPL tersebut;

b) Naskah (formulir isian) UKL dan UPL yang merupakan acuan untuk pelaksanaan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup. Naskah UKL dan UPL harus dilampiri
surat pernyataan pelaksanaan yang ditandatangani oleh pemrakarsa, sebagai
jaminan untuk pelaksanaan upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang
tercantum dalam dokumen tersebut.

c) Rekomendasi tentang UKL dan UPL dari instansi yang bertanggungjawab di bidang
pengelolaan lingkungan hidup.

Dokumen UKL dan UPL serta laporan hasil pelaksanaannya bersifat terbuka untuk umum.

5.6 Dokumen LARAP

Pada umumnya dokumen LARAP dibuat oleh pemrakarsa dengan bantuan konsultan.
Penyusunan dokumen ini dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan ketentuan
lain yang disepakati oleh pemrakarsa.

39
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Dokumen ini dapat digunakan sebagai dasar/acuan bagi panitia pengadaan tanah dalam
melaksanakan tugasnya dan institusi lainnya yang terkait.

6 Pembiayaan

Untuk menjamin terlaksananya proses AMDAL atau UKL dan UPL dalam seluruh siklus
proyek, perlu ditunjang dengan ketersediaan dana yang memadai dan tepat waktu sesuai
dengan jadwal tahapan kegiatan proyek.

6.1 Biaya Penyaringan Proyek Yang Wajib Dilengkapi AMDAL atau UKL/UPL

Biaya kegiatan penyaringan AMDAL pada dasarnya terdiri dari komponen - komponen
biaya personil (gaji upah), pengadaan (reproduksi) data sekunder, dan perjalanan dinas.

a) Biaya personil

Karena proses penyaringan AMDAL ini sangat mudah, maka untuk pelaksanaannya tidak
diperlukan tenaga ahli lingkungan. Sekalipun demikian, tentu akan lebih baik bila
dilaksanakan oleh petugas yang memahami pengetahuan dasar tentang AMDAL.

Apabila kegiatan ini dilaksanakan secara swakelola, biaya personil praktis sudah tercakup
dalam biaya rutin, sehingga tidak diperlukan alokasi dana secara khusus. Demikian juga
bila kegiatan ini dilaksanakan oleh konsultan perencanaan umum, kegiatan ini dapat
dilaksanakan oleh petugas perencanaan umum tersebut.

b) Pengumpulan data

Kegiatan yang mungkin memerlukan biaya adalah pengumpulan data rona lingkungan
khususnya data tentang keberadaan kawasan lindung yang mungkin dilalui atau
berbatasan langsung / berdekatan dengan trase jalan yang akan dibangun. Untuk
keperluan itu diperlukan biaya reproduksi peta serta biaya transport baik untuk konsultasi
dengan instansi terkait atau peninjauan lapangan. Besarnya biaya diperkirakan relatif kecil
sehingga tidak perlu dialokasikan secara khusus tapi cukup dicakup dalam anggaran rutin
atau bagian dari biaya pekerjaan perencanaan umum.

6.2 Biaya Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL

Biaya pelingkupan dan penyusunan Kerangka Acuan ANDAL terdiri dari komponen-
komponen biaya personil (gaji upah), pengadaan (reproduksi) data sekunder, perjalanan
dinas, dan reproduksi serta presentasi dokumen KA-ANDAL.

40
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

a) Biaya personil

Komponen biaya personil (gaji-upah) mencakup tenaga ahli dan tenaga penunjang (juru
gambar, operator computer, dsb). Perkiraan biaya gaji upah dihitung berdasarkan :

Jenis dan jumlah tenaga kerja dibutuhkan; dan


Harga satuan upah (sesuai dengan standar Bappenas / Ditjen Anggaran).

b) Pengadaan data sekunder

Biaya pengadaan data sekunder berupa biaya pembelian atau reproduksi data dari
berbagai sumber. Jenis data dapat berupa :
peta;
foto udara;
citra satelit;
data statistik; dan
laporan hasil survai / penelitian.

Perkiraan biaya pengadaan data sekunder dihitung berdasarkan :


Jenis dan jumlah data yang dibutuhkan; dan
Harga satuan tiap jenis data.

c) Biaya perjalanan dinas

Biaya perjalanan mencakup perjalanan untuk berkonsultasi dan koordinasi dengan


instansi terkait baik di tingkat pusat maupun daerah, dan perjalanan ke lokasi proyek dan
sekitarnya.

Perkiraan jumlah biaya perjalanan dihitung berdasarkan :


Tujuan dan frekuensi perjalanan;
Lamanya perjalanan ke tiap lokasi;
Jenis transportasi (pesawat terbang, kareta api, mobil);
Harga satuan tiap jenis transportasi.

d) Biaya pengumuman dan konsultasi masyarakat

Komponen biaya ini terdiri dari biaya pemasangan iklan pengumuman tentang rencana
pelaksanaan studi AMDAL yang harus dipasang pada surat kabar, dan biaya pelaksanaan
pertemuan konsultasi masyarakat di lokasi proyek, sesuai dengan ketentuan tercantum
dalam Keputusan Kepala Bapedal No, 8 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan
Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL.

41
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

e) Biaya reproduksi dan presentasi dokumen KA-ANDAL

Komponen biaya ini terdiri dari :


biaya reproduksi dan penjilidan konsep dokumen untuk dipresentasikan pada komisi
penilai AMDAL, dan dokumen akhir untuk didistribusikan kepada instansi-instansi
terkait
biaya presentasi di Komisi Penilai AMDAL

6.3 Biaya Studi ANDAL atau UKL / UPL

Perhitungan biaya pelaksanaan studi ANDAL atau UKL / UPL harus didasarkan atas
ketentuan-ketentuan tercantum dalam Kerangka Acuan pekerjaan studi tersebut.
Biaya studi ANDAL atau UKL / UPL secara garis besar terdiri dari komponen-komponen
biaya personil (gaji upah), fasilitas kantor, bahan (material) dan peralatan, perjalanan
dinas, analisis laboratorium, pembuatan laporan, dan presentasi.

a) Biaya personel

Komponen biaya personil (gaji upah) mencakup tenaga ahli, dan tenaga penunjang
(surveyor, operator computer, juru gambar, staf administrasi, dsb).

Jumlah tenaga ahli maupun penunjang tergantung dari besarnya proyek dan jenis-jenis
isu pokok yang harus dikaji. Jumlah person-month (pm) untuk studi ANDAL satu ruas
jalan diperkirakan berkisar antara 15 - 25 pm, sedangkan untuk penyusunan UKL / UPL
berkisar antara 4 - 8 pm. Dalam prakteknya, terutama untuk pekerjaan UKL / UPL, bisa
saja beberapa ruas jalan digabung dalam satu paket pekerjaan.

Perkiraan biaya gaji upah dihitung berdasarkan :


Jumlah dan jenis serta kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan serta lamanya
penugasan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Kerangka Acuan;
Harga satuan upah (billing rate) sesuai dengan standar BAPPENAS / Ditjen Anggaran.

b) Perjalanan dinas

Biaya perjalanan dinas mencakup :


Biaya transport; dan
Biaya penugasan luar kota (out-of- duty station).

c) Analisis laboratorium

Biaya analisis laboratorium yang mungkin diperlukan adalah :


analisis kualitas air;

42
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

analisis biologi (plankton dan benthos); dan


analisis kualitas udara.

d) Bahan dan peralatan

Biaya bahan dan peralatan meliputi :


Peralatan kantor (computer, mesin tik, alat gambar dan sebagainya);
Peralatan survai;
Office supply (kertas, disket, tinta printer dan sebagainya)

e) Pembuatan dan presentasi laporan

Biaya pembuatan laporan meliputi :


pencetakan (reproduksi); dan
penjilidan.

Presentasi / pembahasan laporan dilaksanakan dua tahap, yaitu di tingkat:


Pemrakarsa; dan
Komisi Penilai AMDAL.

Berdasarkan penjelasan pasal 37 PP no. 27/1999, biaya untuk mendatangkan wakil-wakil


masyarakat dan para ahli yang terlibat dalam penilaian dokumen AMDAL menjadi
tanggung jawab pemrakarsa.

f) Biaya Lainnya

Biaya lainnya meliputi :


Fasilitas kantor;
Sewa kendaraan kerja;
Biaya Komunikasi (telepon, fax).

6.4 Biaya Penjabaran RKL / RPL atau UKL/UPL padaTahap Perencanaan


Teknis

Biaya pengelolaan lingkungan pada tahap perencanaan teknis menyangkut biaya personil
tenaga ahli lingkungan yang bertugas untuk menjabarkan RKL dan RPL atau UKL dan UPL
dalam rencana teknis. Besarnya biaya tergantung dari jumlah person-month yang
diperlukan, yang di perkirakan berkisar antara 2 - 4 person-month. Namun, di samping
itu, mungkin juga diperlukan biaya survai lapangan untuk memperoleh tambahan data
tertentu yang lebih detail. Biaya tersebut seharusnya telah tercakup dalam biaya
pekerjaan perencanaan teknis.

43
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

6.5 Biaya Penyusunan LARAP

Pekerjaan penyusunan LARAP merupakan pekerjaan jasa konsultan. Komponen-


komponen biaya yang diperlukan untuk pekerjaan ini meliputi:
a) Biaya personil;
b) Biaya perjalanan dinas (survey lapangan) meliputi:
Survey sosial-ekonomi penduduk yang terkena kegiatan pengadaan tanah;
Inventarisasi tanah dan aset di atasnya.
c) Biaya bahan dan peralatan survey;
d) Biaya konsultasi masyarakat;
e) Biaya penyusunan laporan; dan
f) Biaya lainnya (untuk menunjang kelancaran pekerjaan seperti perlengkapan kantor,
telpon, dsb).

Besarnya biaya penyusunan LARAP tergantung dari luas areal pengadaan tanah dan
jumlah pemilik tanah tersebut.

6.6 Pengajuan Usulan Biaya

Pengajuan usulan biaya manajemen lingkungan harus mengikuti tata cara pengajuan
usulan biaya pembangunan yang telah ditetapkan oleh instansi yang berwenang yaitu
melalui proses penyusunan dokumen-dokumen :
Daftar Usulan Proyek (DUP);
Daftar Isian Proyek (DIP);
Petunjuk Operasional (PO); dan
Lembaran Kerja (LK).

Dalam pengajuan usulan biaya tersebut perlu diperhatikan juga apakah pelaksanaan
kegiatannya dilakukan dengan cara swakelola atau oleh pihak ketiga (konsultan).

a) Usulan Biaya Penyaringan AMDAL

Usulan biaya penyaringan AMDAL sebaiknya diintegrasikan dalam biaya rutin pemrakarsa
pekerjaan atau disisipkan sebagai bagian dari biaya pelaksanaan pekerjaan perencanaan
umum.

44
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

b) Usulan Biaya Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL

Usulan biaya penyusunan Kerangka Acuan ANDAL agar diintegrasikan dalam biaya
pelaksanaan pekerjaan studi kelayakan.

c) Usulan Biaya Sudi ANDAL atau UKL / UPL

Karena AMDAL merupakan bagian dari studi kelayakan, maka seharusnya usulan biaya
AMDAL terintegrasi dengan usulan biaya studi kelayakan. Namun, untuk proyek-proyek
yang telah di laksanakan studi kelayakannya tanpa AMDAL, maka usulan biaya AMDAL
tersebut dapat diajukan tersendiri.

d) Usulan Biaya Pada Tahap Perencanaan Teknis

Pada tahap ini tidak diperlukan usulan biaya khusus untuk kegiatan aspek lingkungan.
Pada tahap ini diperlukan penugasan tenaga ahli lingkungan untuk membantu tim
penyusun rencana teknis. Karena itu biaya untuk penugasan tenaga ahli tersebut otomatis
merupakan bagian dari biaya perencanaan teknis.

e) Usulan Biaya Penyusunan LARAP

Usulan biaya penyusunan LARAP diajukan bersama-sama dengan usulan biaya untuk
perencanaan teknis.

7. Koordinasi Antar Instansi Terkait

Proyek-proyek pembangunan jalan diselenggarakan oleh berbagai unit kerja (unit-unit


perencanaan umum, perencanaan teknis, konstruksi, dan operasi) pada beberapa tingkat
instansi pemerintah (pusat, propinsi dan kabupaten / kota). Karena itu, untuk kelancaran
proses pengelolaan lingkungan melalui proses AMDAL atau UKL/UPL pada tahap
perencanaan, diperlukan koordinasi dan arus informasi antar instansi terkait baik secara
vertikal maupun horizontal.

Pelaku atau pemeran utama kegiatan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan, secara
fungsional dapat dibagi dalam 5 (lima) kelompok yaitu (i) PEMRAKARSA, (ii) BAPEDALDA,
(iii) BAPPEDA, (iv) MASYARAKAT, dan (v) INSTANSI LAINNYA.

7.1 Pemrakarsa

P E M R A K A R S A ad alah in stan si p elaksan a p em b an g u n an jalan . O leh karen a itu ,


pemrakarsa bertanggungjawab pula sebagai pelaksana penanganan dampak yang

45
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

ditimbulkan oleh kegiatan tersebut. Pemrakarsa pembangunan jalan dan jembatan terdiri
dari:

a) Para pemimpin proyek perencanaan sistem jaringan jalan di lingkungan pemerintah


pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten / kota.

b) Para pemimpin Unit Manajemen Proyek (Project Management Unit - PMU) jalan dan
jembatan di lingkungan pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten / kota.

c) Para pemimpin Unit Pelaksana Proyek (Project Implementation Unit PIU) jalan dan
jembatan di lingkungan pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten / kota.

d) Dinas/Sub Dinas Prasarana Wilayah/Jalan

e) Dinas-dinas di lingkungan pemerintah propinsi dan kabupaten / kota.

Pelaksanaan tugas-tugas pengelolaan lingkungan hidup (PLH) oleh pemrakarsa kegiatan,


pada tahap perencanaan antara lain adalah:

a) Melakukan penyaringan AMDAL dan UKL & UPL;


b) Menyusun Kerangka Acuan Kajian Lingkungan dan atau Kerangka Acuan Analisis Dampak
Lingkungan (KA - ANDAL);
c) Melakukan Kajian Lingkungan dan menyusun Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)
dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL);
d) Melakukan studi ANDAL dan menyusun dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan
(RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL);
e) Menyusun dokumen Rencana Pengadaan Lahan dan Pemindahan Penduduk (RPL-
PP/LARAP).

7.2 Bapedalda

B A P E D A LD A ad alah In stan si yan g b erp eran m elaku kan p em b in aan d an p en g aw asan


terhadap pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang dilaksanakan oleh pemrakarsa.
Termasuk ke dalam kelompok BAPEDALDA adalah:

a) Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedalda) pemerintah propinsi;


b) Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedalda) pemerintah kabupaten;
c) Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedalda) pemerintah kota.

Tugas-tugas pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan lingkungan


hidup bidang jalan, antara lain dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

46
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

a) Memberi masukan terhadap hasil penyaringan AMDAL dan atau UKL dan UPL;
b) Menilai Kerangka Acuan ANDAL;
c) Menilai hasil studi ANDAL, RKL, dan RPL;
d) Memberi masukan terhadap hasil kajian lingkungan (UKL dan UPL);

7.3 Bappeda

B A P P E D A ad alah in stan si yan g b erp eran m elaku kan p em b in aan d an koord in asi terh ad ap
pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang dilaksanakan oleh pemrakarsa.
Termasuk ke dalam kelompok BAPPEDA ini adalah:

a) Bappeda pemerintah propinsi;


b) Bappeda pemerintah kabupaten;
c) Bappeda pemerintah kota.

Tugas-tugas pembinaan dan koordinasi pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan,


antara lain dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a) Menjabarkan norma, standar, pedoman dan manual (NSPM) Nasional yang terkait
dengan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan kedalam peraturan-peraturan
daerah;
b) Menjabarkan NSPM yang lebih spesifik dengan kebutuhan lokal;
c) Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan (Diklat) tentang penerapan NSPM
tersebut;
d) Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kemampuan terapan NSPM yang
dihasilkan;
e) Melakukan koordinasi penataan ruang wilayah propinsi, kabupaten dan kota;
f) Melakukan pengendalian terhadap pemanfaatan ruang wilayah propinsi, kabupaten
dan kota melalui peta padu serasi.

7.4 Masyarakat

M A S Y A R A K A T ad alah p eroran g an m au p u n kelom p ok yan g b erkep en tin g an terh ad ap


semua upaya yang berhubungan dengan kelestarian lingkungan hidup. Termasuk
kedalam kelompok MASYARAKAT ini adalah:

a) Penduduk terkena proyek (PTP);


b) Lembaga swadaya masyarakat (LSM);
c) Tokoh-tokoh masyarakat;
d) Masyarakat terasing.

47
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Peran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan, antara lain dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a) Memberi tanggapan terhadap rencana kegiatan proyek;


b) Memberi tanggapan dan saran tentang pengelolaan lingkungan;
c) Menghadiri rapat komisi penilai AMDAL dan memberi masukan tentang aspek-aspek
pengelolaan lingkungan, khususnya yang berhubungan dengan pengadaan tanah,
kompensasi untuk tanah dan bangunan, pemukiman kembali penduduk dan
penanganan masyarakat terasing.

7.5 Instansi (Stakeholder) Lainnya

IN S T A N S I LA IN N Y A , d alam h al in i ad alah in stan si a tau kelompok pelaku pembangunan


selain keempat kelompok tersebut di atas, yang mempunyai peran penting (menentukan)
mengenai hal (bidang) tertentu dalam kaitannya dengan proses perencanaan jalan.
Kelompok ini terdiri dari antara lain:

Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau Dinas Pertanahan Propinsi / Kabupaten /


Kota, dalam kaitannya dengan masalah pengadaan tanah;
Departemen atau Dinas Kehutanan, dalam kaitannya dengan perencanaan jalan yang
melewati atau berbatasan dengan kawasan hutan;
Departemen Kelautan dan Perikanan, dalam kaitannya dengan perencanaan jalan
yang melewati kawasan pesisir;
Kementerian Negara atau Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, dalam kaitannya dengan
perencanaan jalan yang melewati areal cagar budaya.

Peran instansi lainnya dalam pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan antara lain
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a) Memberi tanggapan terhadap rencana kegiatan proyek;


b) Memberi tanggapan dan saran tentang pengelolaan lingkungan;
c) Menghadiri rapat Komisi Penilai AMDAL dan masukan tentang aspek pengelolaan
lingkungan hidup yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing.

7.6 Komisi Penilai AMDAL

Dokumen AMDAL (Kerangka Acuan ANDAL, ANDAL, RKL dan RPL) yang disusun oleh
pemrakarsa harus dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL. Ada tiga tingkat komisi penilai
AMDAL, yaitu:

48
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Komisi Penilai Pusat, berkedudukan di Kementerian Lingkungan Hidup;


Komisi Penilai Daerah tingkat propinsi, berkedudukan di BAPEDALDA Propinsi;
Komisi Penilai Daerah tingkat kabupaten/kota, berkedudukan di BAPEDALDA
Kabupaten / Kota.

Komisi Penilai Pusat berwenang menilai dokumen AMDAL untuk jenis usaha/kegiatan
yang memenuhi kriteria:
usaha dan/atau kegiatan bersifat strategis dan/atau menyangkut ketahanan dan
keamanan negara;
usaha dan/atau kegiatan yang lokasinya meliputi lebih dari satu wilayah propinsi;
usaha dan/atau kegaiatan yang berlokasi di wilayah sengketa dengan negara lain;
usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di wilayah ruang kelautan
usaha dan/atau kegiatan berlokasi di lintas batas negara kesatuan Republik Indonesia
dengan negara lain.

Komisi Penilai Daerah tingkat propinsi berwenang menilai dokumen AMDAL untuk jenis
usaha/kegiatan yang diluar kriteria tersebut diatas, dan lokasi kegiatannya meliputi lebih
dari satu wilayah kabupaten / kota.

Komisi Penilai Daerah tingkat kabupaten / kota berwenang menilai dokumen AMDAL
untuk jenis usaha / kegiatan yang di luar kriteria tersebut di atas, dan lokasi kegiatannya
terletak di satu wilayah kabupaten / kota yang bersangkutan.

Untuk kelancaran proses penilaian dokumen AMDAL tersebut diperlukan koordinasi yang
baik antara pihak pemrakarsa dan komisi penilai.

7.7 Bagan Koordinasi Antar Instansi Terkait

Rumusan peran tiap instansi terkait dalam rangka koordinasi perencanaan pengelolaan
lingkungan hidup bidang jalan secara singkat digambarkan dalam bentuk bagan-bagan
seperti tercantum pada Lampiran M s/d O, yang meliputi koordinasi dalam pelaksanaan
kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

Lampiran M : Koordinasi antar instansi terkait dalam pelaksanaan Kajian Lingkungan;


meliputi:

Penyaringan Lingkungan;
Penyusunan KA ANDAL;
Pelaksanaan Studi AMDAL;
Penjabaran Hasil Studi ANDAL, RKL dan RPL.

49
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Lampiran N : Koordinasi antar instansi terkait dalam perencanaan Pengadaan Tanah,


meliputi:

Pertimbangan Pengadaan Tanah;


Kegiatan Awal Pengadaan Tanah;
Identifikasi Kebutuhan Tanah;
Perencanaan Pengadaan Tanah.

Lampiran O : Koordinasi antar instansi terkait dalam perencanaan Penanganan


Masyarakat Terasing, meliputi:

Pertimbangan Penanganan Masyarakat Terasing;


Kegiatan Awal Penanganan Masyarakat Terasing;
Identifikasi Penanganan Sistem Sosial Budaya Masyarakat Terasing;
Perencanaan Penanganan Masyarakat Terasing;

8. Penutup

Seperti telah dikemukakan dalam Prakata, pedoman perencanaan pengelolaan lingkungan


hidup ini merupakan salah satu bagian dari kumpulan pedoman pengelolaan lingkungan
hidup bidang jalan, yang memberikan petunjuk pelaksanaan secara garis besar untuk
memasukkan pertimbangan lingkungan dalam proses perencanaan jaringan jalan.
Pertimbangan lingkungan tersebut mencakup identifikasi, prakiraan dan analisis dampak
lingkungan yang mungkin terjadi akibat pembangunan jalan, dan merumuskan upaya
penanganannya sedini mungkin sebelum pekerjaan konstruksi dilaksanakan, melalui
mekanisme kajian lingkungan, dan AMDAL atau UKL dan UPL.

Karena itu, untuk pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup pembangunan jalan secara
keseluruhan, pedoman ini harus digunakan bersama-sama dengan pedoman-pedoman
lainnya, serta lampiran-lampirannya yang memberikan petunjuk lebih rinci.

Hal lain yang sangat penting dalam pedoman ini adalah perlunya penjabaran RKL atau
UKL dalam desain dan spesifikasi teknis, serta pencantuman klosul persyaratan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan dalam dokumen tender dan dokumen kontrak
pekerjaan konstruksi.

Untuk menjamin keberhasilan pengelolaan lingkungan ini, proses pelaksanaannya harus


terintegrasi dalam pengelolaan (manajemen) proyek. Untuk keperluan itu, koordinasi

50
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

antar instansi atau unit kerja terkait mutlak diperlukan, dan peranan pemimpin proyek
selaku pemrakarsa pekerjaan sangat penting.

Di samping itu, perlu diperhatikan juga bahwa keberhasilan pengelolaan lingkungan juga
tergantung dari ketersediaan sumberdaya manusia yang qualified serta dana dan sarana
penunjang yang memadai sesuai dengan kebutuhan pada tiap tahap kegiatan proyek.

51
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-1)
Gambar-1 BAGAN PELAKSANAAN PENYARINGAN LINGKUNGAN
(Pada Tahap Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan )

PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN


LAINNYA
Mempelajari Rencana Memberi masukan 1). Mencakup Tata guna lahan
Umum Sistem Jaringan tentang Rencana diperoleh dari Departemen
Jalan dan Penataan Ruang Wilayah Kehutanan, BPN dan dari
mengidentifikasi Propinsi, Kabupaten dan sumber lainnya
penggunaan lahan pada Kota serta Penerapan
dan sekitar rencana P eta P adu S erasi (2) 2). Termasuk koordinasi
koridor jaringan jalan,
dengan instansi terkait
khususnya areal
sensitive .. .(1)
3). Perhatikan bagan alir
proses penyaringan
(diagram A-1) dan pelajari
Pedoman Penyaringan
Melakukan penyaringan yang ada.
AMDAL dan UKL/UPL
serta S O P ..(3) 4). 5) Catat hasilnya dalam
risalah rapat

6) Daftar proyek yang wajib


pengelolaan lingkungan
Melakukan diskusi / menggunakan formulir A-1
konsultasi hasil
penyaringan dengan
BAPEDALDA ... (4) Memberi tanggapan dan
saran dalam rangka
menampung unpan balik
. .. (5)

Menetapkan hasil
penyaringan berupa
Daftar Proyek Wajib
Pengelolaan
Lingkungan .. ... (6)

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 9
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-1)
Gambar-2 BAGAN PELAKSANAAN PENYUSUNAN KA-ANDAL
(Pada Tahap Pra Kelayakan)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA

Memberitahukan 1) Sesuai PP AMDAL


rencana penyusunan
2). Mengacu pada Kep Ka
dokumen AMDAL . (1)
Bapedalda No.08/2000
Menyepakati jadwal
waktu dan isi 3) Sesuai saran apakah
pengumuman rencana melalui media cetak
kegiatan proyek . (2) maupun media elektronik
Mengumumkan rencana
4) Tanggapan disampaikan
kegiatan proyek ..(3) secara tertulis dalam jangka
Memberikan tanggapan waktu satu bulan, terhitung
terhadap rencana sejak tanggal pengumuman
kegiatan proyek . (4)
Melaksanakan 5) Mengacu pada Pedoman
konsultasi Masy. ..(5) Konsultasi Masyarakat dan
Kep.Ka Bapedal No.
08/2000

Menyusun konsep KA- 6) Gunakan pedoman


ANDAL dan penyusunan KA-ANDAL
mengajukan ke Komisi Mengadakan rapat Komisi
Penilai untuk dinilai.. (6) Penilai AMDAL untuk 7), 8), 9), 10) Risalah rapat
menilai konsep KA-ANDAL menggunakan formulir A-2
. (7) Menghadiri rapat Komisi Menghadiri rapat Komisi Menghadiri rapat Komisi Masukan peserta rapat
Penilai AMDAL dan Penilai AMDAL dan Penilai AMDAL dan menggunakan formulir A-3
memberikan masukan.. (8) memberi masukan .. (7) memberi masukan (dari
institusi terkait mis: 11) Dilakukan sampai dokumen
kehutanan, Dikbud, disetujui
Sosial) ..... (10)
Memperbaiki dokumen 12) Sebagai acuan penilaian
KA-ANDAL sesuai ANDAL
dengan tanggapan Menetapkan dokumen
komisi dan mengajukan KA-ANDAL ........ .. (12)
lagi ke Komisi Penilai
..(11)

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 10
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-1)
Gambar-3 BAGAN PELAKSANAAN STUDI AMDAL
(Pada Tahap Studi Kelayakan)

PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN


LAINNYA
Mempelajari KA
1). Lampiran SK Penetapan
ANDAL yang telah
KA-ANDAL termasuk
ditetapkan (1)
lampiran dokumennya.
2). Gunakan pedoman
penyusunan ANDAL, RKL
Melaksanakan Studi dan RPL
A N D A L (2) 3). Lengkapi dengan surat
pengantar dan tanda
terima dokumen.
Mengirimkan hasil studi
4) Risalah rapat
ANDAL ke Komisi
menggunakan formulir
Penilai untuk dinilai
Mengadakan rapat komisi A-2
. (3)
penilai AMDAL untuk 5) 6), 7) Masukan peserta
menilai & menetapkan rapat menggunakan
kelayakan lingkungan formulir A-3
. (4) Menghadiri rapat dan Menghadiri rapat komisi Menghadiri rapat komisi 8) Dilakukan sampai
memberikan masukan dan memberikan masukan dan memberikan masukan dokumen disetujui
untuk perbaikan tentang penanganan tentang penanganan 9) Sebagai acuan untuk
dokumen ...........(4) dam pak lingkungan .(6) dampak lingkungan sesuai desain dan pelaksanaan
keterkaitannya .(7)

Memperbaiki konsep
dokumen AMDAL
sesuai dengan
tanggapan komisi dan Menetapkan dokumen
mengajukan kembali ke A M D A L . (9)
K om isi P enilai (8)

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 11
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-1)
Gambar-4 BAGAN PENJABARAN HASIL STUDI ANDAL, RKL DAN RPL
(Pada Tahap Perencanaan Teknis)

PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN


LAINNYA
Mempelajari hasil studi
ANDAL, RKL dan RPL 1) Termasuk mengkaji ulang
.. (1) (mereview)
2) Dibantu ahli lingkungan
apabila diperlukan
Menginventarisasi
3) 4) 5) Dapat dilakukan
rekomendasi
dalam forum rapat atau
penanganan dampak
Memberi masukan tentang Memberi masukan tentang Memberi masukan tentang lainnya
pada dokumen RKL &
cara penanganan dampak cara penanganan dampak cara penanganan dampak
R P L (2) 6) Sebaiknya ada ahli
dan saran-saran sesuai dan saran-saran ....... (4) dan saran-saran sesuai
lingkungan dalam tim
kebijakan pembangunan keterkaitannya mis.:
perencana
daerah mis.: median, penanganan utilitas yang
lansekap . (3) terkena............ (5) 7) Sebanyak mungkin
dituangkan dalam desain,
sedangkan dampak sosial
yang tidak dapat
dituangkan dalam desain,
Memberi penjelasan merupakan lampiran
kepada tim perencana desain untuk diperhatikan
teknis tentang sasaran pada saat tender
penanganan dampak
pada RKL & RPL ....(6) 8) Output yang diharapkan

Melaksnakan
penjabaran hasil studi
ANDAL, RKL dan RPL
pada perenc.teknis.. (7)

Desain jalan yang telah


mempertimbangkan
faktor lingkungan.. (8)

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 12
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-1)

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 13
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-2)
Gambar-1 BAGAN KONSULTASI RENCANA UMUM SISTEM JARINGAN JALAN
(Pada Tahap Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA
Menyusun konsep 1). Konsep rencana sistem
rencana sistem jaringan jaringan bersifat lokal
jalan .(1) dan regional

2). Melalui pertemuan dan


Konsultasi konsep diskusi langsung
rencana sistem jaringan dengan stakeholder.
jalan (2) Memberi masukan Memberi masukan tentang Memberi masukan tentang Memberi masukan sesuai
persyaratan Lingkungan koordinasi program area sensitif (5) keterkaitannya misal : 3). Termasuk mekanisme
.......................... (3) program pembangunan Dedikbud tentang situs yang sesuai di lokasi
daerah dan penataan sejarah, tempat rencana system
Ruang sesuai Renstra keramat. jaringan jalan.
P em da .. (4) Kehutanan tentang
status hutan, areal 4). Yang dimaksud antara
koservasi lain adalah program
program
Perhub tentang
pengembangan
jaringan transportasi (6)
kawasan yang
memerlukan
peningkatan dan atau
pembangunan jalan
baru

5). Termasuk mekanisme


Melakukan Pemutakhiran penanganannya yang
Rencana Sisitem spesifik daerah.
Jaringan Jalan (7)
6). Termasuk pola
pelestarianaya

7). 8) Menggunakan
Melakukan Penyaringan Pedoman Pelaksanaan
Lingkungan.............(8) AMDAL, khusunya
penyaringan Lingkungan

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 9


RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-2)
Gambar-2 BAGAN KONSULTASI PEMILIHAN KORIDOR RUTE JALAN
(Pada Tahap Pra Kelayakan)
PEMRAKARSA BAPPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA

1),2), Pada koridor Jalan


Mempelajari Rencana yang akan dibangun
Sisten Jaringan Jalan
. (1)

Membuat Alternatip
koridor jalan (2)

Melakukan Konsultasi
Pemilihan Alternatip
koridor jalan ....(3) 3),4),5),6), 7) Melalui Rapat
Teknis yang
Memberi masukan daerah Memberi masukan antara Memberi masukan antara Memberi masukan sesuai diselenggarakan
sensitive dan daya dukung lain kondisi tingkat lain status kepemilikan keterkaitan misal : BPN & pemrakarsa dengan
llingkungan (4) pelayanan Prasarana & lahan masyarakat misal : Kehutanan memberi mengundang
Sarana berdasarkan hak ulayat / adat......... (6) masukan status dan instansi/institusi terkait,
kebutuhan Misal : tidak fungsi lahan/hutan....... (7)
perlu jalan hotmix, tapi
cukup macadam ...(5)

Menetapkan koridor 8). Yang memenuhi syarat


jalan terpilih . (8) teknis

Menyusun Konsep
KA studi lingkungan
misal : KA-ANDAL 9),10), Mengikuti bagan
Melaksanakan Penilaian Pelaksanaan
dan mengajukan ke KA-A N D A L . (10)
komisi penilai untuk Penyusunan KA-ANDAL
dinilai .. (9)

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 10


RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-2)
Gambar-3 BAGAN KONSULTASI KELAYAKAN RUTE JALAN
(Pada Tahap Sudi Kelayakan)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA
1). Hasil Pra Kelayakan
Mempelajari Koridor
Jalan terpilih (1)

Membuat Studi
Kelayakan terhadap
2). Sesuai dengan
alternatif rute Jalan (2) pedoman yang berlaku

Melakukan konsultasi
kelayakan terhadap
alternatif rute jalan (3)
Memberikan masukan Memberi masukan Memberi masukan sesuai
tentang keserasian tentang areal sensitif, keterkaitannya misal :
program dan kepentingan nilai lahan dll. (5) BPN/KEHUTANAN/DLL 3),4), 5), 6) Melalui media
spesifik daerah . (4) memeriksa kesesuaian rapat teknis yang
Tata Guna Lahan........ (6) diselenggarakan oleh
pemrakarsa

Melakukan studi
lingkungan (apabila
diperlukan) misal : studi Menilai hasil studi
ANDAL dan mengajukan A N D A L, R K L, R P L .. (8)
ke komisi penilai untuk
Memberikan tanggapan Memberikan tanggapan Memberikan tanggapan 7), 8), 9), 10, 11)
dinilai (7)
dan masukan dalam dan masukan dalam dan masukan dalam Mengikuti Bagan
proses penilaian AMDAL proses penilaian AMDAL proses penilaian AMDAL Pelaksanaan
(9) ..(10) .(11) Penyusunan ANDAL

Menetapkan Rute
terpilih ..... (12)

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 11


RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-2)
Gambar-4 BAGAN KONSULTASI PERENCANAAN TEKNIS JALAN
(Pada Tahap Perencanaan Teknis)
PEMRAKARSA BAPPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA
Mempelajari Hasil Studi 1). Dokumen yang telah
Kelayakan, dok.lingk. ditetapkan Komisi
(apabila ada) mis : Penilai
ANDAL, RKL & 2). Mengacu pada
RPL dari rute terpilih (1) perencanaan jalan
yang ramah
lingkungan
Melaksanakan penjabaran
rekomendasi studi lingk. 3),4),5), 6) Melalui forum
mis : RKL, RPL dlm rapat yang dihadiri
Perencanaan Teknis Jalan para wakil instansi
. .(2) terkait, dan wakil
masyarakat terkena
Melakukan konsultasi dampak
KOnsep Perencanaan Memberikan masukan Memberikan informasi Memberi masukan
tentang pengendalian detail tentang area sensitif 7) Sesuai pedoman
Teknis Jalan (3) sesuai keterkaiannya
pemanfaatan ruang dll. m isal : m akam dll .(5) penyusunan LARAP
misal : pengadaan tanah
. (4) daerah pariw isata ..(6) 8),9),10), 11) Melalui forum
rapat yang dihadiri
para wakil instansi
terkait, dan wakil
Membuat Konsep masyarakat terkena
LARAP apabila dampak
Memberi masukan Memberi masukan
diperlukan. .(7) Memberi masukan Memberi masukan 12). Disertai konsep SK
tentang tata cara dan tentang cara pelepasan
tentang keterpaduan tentang data asset dan untuk ditanda tangani
evaluasi monitoring . (8) hak, apabila lahan yg
program implementasi kondisi social ekonomi oleh Bupati atau
diperlukan milik suatu
LA R A P .. (9) (10) walikota
instansi (11)
13). Dengan instansi terkait
14). Legalisasi dokumen
Finalisasi dokumen LARAP
LARAP proyek
Jalan .................(12) Bupati/ Walikota
Koordinasi Rencana
Pelaksanaaan (13) mengesahkan Dokumen
Menetapkan Desain LARAP (14)
Jalan .......... (15)

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 12


RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-2)
Gambar-5 BAGAN KONSULTASI PENGADAAN LAHAN
(Tahap persiapan Konstruksi)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA
1). Termasuk Detailed
Mempelajari Dokumen Disain dan Laporan
LA R A P .(1) Panitia Pembebasan
Tanah
2). Dilakukan forum
musyawarah yang
Melakukan Konsultasi dikoordinasikan oleh
Persiapan Implementasi Panitia Pengadaan
LARAP dalam forum Menyepakati jadwal Mensepakati jadwal dan Tanah dan dihadiri oleh
m usyaw arah .. (2) kompensasi dan cara rencana cara pelaksana - para wakil instansi
pengosongan lahan serta an pengosongan lahan terkait, aparat desa
alih kepemilikan dalam mis : tanah instansi lain, atau kelurahan, LSM
forum m usyaw arah .(3) Listrik, PDAM, telpon. (4) dan penduduk terkena
dampak
3),4) Menyetujui dan
mengesahkan rencana
P elaksanaan L A R A P implementasi LARAP
.(5) dll.
5). Pelajari detailnya pada
Melakukan Monitoring & pedoman pelaksanaan
Evaluasi Pelaksanaan Melakukan Monitoring & LARAP
LA R A P .. (6) Evaluasi Pelaksanaan 6),7) Lihat Pedoman
LA R A P (7) Menerima Kompensasi, Panitia pengadaan tanah Pelaksanaan Monitoring
mengosongkan lahan dan melakukan proses
hak/kewajiban lainnya 8) Mencakup kompensasi
implementasi . (9 )
sesuai LARAP . (8 ) untuk lahan dan
bangunan, bantuan
pindahan, bantuan
pelestarian rumah
rumah tradisional
9) Sesuai ketentuan
LARAP
Melakukan Evaluasi
Pelaksanaan LARAP 10) Pelajari pedoman
............... (10) Evaluasi Pelaksanaan
LARAP

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 13


RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-2)
Gambar-6 BAGAN KONSULTASI PELAKSANAAN KEGIATAN KONSTRUKSI
(Pada Tahap Konstruksi Jalan & Jembatan)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA

1). Termasuk jadwal


Mempelajari Rencana pengadaan tenaga
dan jadwal Konstruksi kerja, peralatan dan
...................... ..(1) bahan bangunan

2). Terutama kegiatan


Menyiapkan Rencana kegiatan yang dapat
Detail Pelaksanaan menggangu kegiatan
Pekerjaan Konstruksi .. umum sehingga perlu
... (2) diumumkan kepada
masyarakat luas

Konsultasi Rencana 3)
Kegiatan konstruksi
termasuk pemberitahuan 4)
Menyepakati cara Menyepakati cara
hal-hal tabu dilokasi (3) pelaksanaan pekerjaan pelaksanaan pekerjaan 5)
termasuk kepada para (5)
pekerja / buruh (4) 6). Melaksanakan kegiatan
sesuai kesepakatan
dengan masy.
Termasuk penyuluhan
Melaksanakan thd pera pekerja
Kegiatan Konstruks
idan tindakan
Melakukan monitoring Melakukan monitoring Memberi masukan Memberi masukan apabila
.(7) ada penyimpangan dari 7), 8), 9) Dijabarkan dari
penanganan dampak .(8) apabila ada gangguan
rencana dan koordinasi dokumen RPL dan
..(6) (9) LARAP
pelaksanaan proyek (10)
10) Penyimpangan
terhadap hal-hal yang
telah disepakati
Evaluasi Pelaksanaan
Kegiatan Konstruksi 11). Sesuai dengan
..........................(11) pedoman pelaporan
konstruksi

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 14


RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-2)

Gambar-8 BAGAN KONSULTASI KEGIATAN EVALUASI PROYEK


(Pada Tahap Evaluasi Pasca Proyek)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA

Mempelajari segala 1). Termasuk komentar dan


laporan monitoring masukan dari
...(1) BAPEDALDA dan
BAPEDA yang ditulis
dalam laopran
pemantauan
Melakukan Analisa pelaksanaan RKL dan
Manfaat Proyek Jalan RPL
.......(2)
2). dan 3)
Mencakup lokasi dan
lama pemantauan serta
Konsultasi Konsep pelibatan masyarakat
Analisa Manfaat Proyek pada proses
Jalan & Jem batan (3) pemantauan
Memberi tanggapan dan
masukan dari aspek Memberi tanggapan dan 4), 5), dan 6)
masukan dari aspek Memberi tanggapan dan
Lingkungan ....... (4) Memberi tanggapan dan Mencakup lokasi
pembangunan daerah masukan dari aspek
manfaat proyek bagi masukan dari aspek sektor pengambilan data
................................. (5) primer melalui
m asyarakat ( 6) terkait ( 7)
wawancara, data
sekunder (laporan
harian kontraktor),
metoda analisa dan
evaluasi yang akan
dipakai.
Menyusun Laporan 8). PBME (Project Benefit
PBME ............... (8) Monitoring & Evaluation)

9) Masukan mencakup
faktor lingkungan sosial
Masukan untuk ekonomi budaya dan
perencanaan sistem teknis.
jaringan jalan . (9)

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 15


RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-2)

Gambar-7 BAGAN KONSULTASI KEGIATAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN


(Pada Tahap Pasca Konstruksi)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA

Mempelajari laporan
perencanaan dan
pelaksanaan pekerjaan
jalan .. (1)

Melakukan monitoring
terhadap tertib
pemanfaatan jalan dan
lahan sekitarnya ..(2)

Melakukan konsultasi
tentang pemanfaatan
jalan dan jembatan ..(3) Melakukan monitoring Melakukan koordinasi Berpartisipasi dalam Memberi masukan dan
lingkungan sesuai antar instansi agar jalan mencegah mengupayakan
R P L/U P L (4) dimanfaatkan sesuai penyimpangan pencegahan
fungsinya, penggunaan pemanfaatan jalan..(6) penyimpangan sesuai
lahan sekitar jalan sesuai keterkaitannya mis:
tata ruang dsb. ...(5) adanya penyerobotan
lahan damija,
berkembanya lahan
sekitar jalan yang tidak
sesuai tata ruang ..(7)
Bekerja sama dengan
instansi terkait agar
bagian-bagian jalan/jbt
dipergunakan sesuai
fungsinnya ...(8)

Tertib Pemanfaatan
Jalan (9)

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 16


RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)
Gambar-1 BAGAN PERTIMBANGAN PENGADAAN TANAH
(Pada Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan)

PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN


LAINNYA
1). Mencakup Sasaran
Mempelajari Konsep Kawasan yang akan
dilayani misalnya sentra
Rencana Umum Sistem
sentra produksi, kapasitas
Jaringan Jalan, Peta Tata produksi, kapasitas jalan
Guna Lahan Disekitar yang dibutuhkan, peran
Rencana Jaringan Jalan dan fungsi kota dll.
.. .(1)
2) Mencakup kondisi eksisting
dan rencana
peruntukannya dimasa
datang, penetapan status
dan fungsi kawasan
Membuat Konsep Awal
lindung
Kebutuhan lahan untuk
Rencana Jaringan 3). Didasarkan pada prinsip-
Jalan (termasuk prinsip menghindari lahan
perkiraan kasar luas, budidaya dan yang
jenis penggunaan dan dilindungi sesuai criteria
kepemilikan). (2) pada pasal-6 undang-
undang nomor 24 tahun
1992 tentang Penataan
Ruang.

Konsultasi konsep 4). Dapat dituangkan dalam


kebutuhan lahan peta
rencana jaringan jalan Memberi masukan Memberi tanggapan dan Memberi masukan Memberi masukan 5) Peta Koordinasi
(3) tentang daya dukung masukan tentang tentang lokasi lokasi hak sesuai keterkaitannya, pemanfaatan Ruang
lingkungan termasuk Penerapan Peta Padu adat / ulayat , dll ( 6 ) mis.: tentang fungsi wilayah yang memadukan
sosial (4) Serasi (Penataan Ruang lahan dan ketentuan / kawasan lindung dan
W ilayah) .. (5) peraturannya (7) kawasan binaan
6) 7) Termasuk cara-cara
pelepasannya
8) Rencana ini disebarluaskan
Menetapkan Rencana kepada institusi terkait
Jaringan Jalan beserta
perkiraan kasar
kebutuhan lahan (8)

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 8


RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)
Gambar-2 BAGAN KEGIATAN AWAL PENGADAAN TANAH
(Pada Tahap Pra Kelayakan )
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA

1) Dari peta Padu Serasi


Mempelajari Kebutuhan
dan peta lainnya yang
lahan dan Jenis
dipublikasikan oleh
Peruntukan Lahan pada
Departemen/Dinas
Rencana Jaringan Jalan
Kehutanan,
. (1) Departemen/Dinas
Pendidikan dan
kebudayaan
Melakukan Konsultasi 2). Bersifat Orientasi
Pemilihan Alternatif lapangan untuk melihat
koridor Jalan contoh (sample) kondisi
berdasarkan kebutuhan sebenarnya
lahan (2)
Memberi masukan 3), 4), 5), 6)
Memberi masukan tentang Memberi masukan Lokasi Memberi masukan
tentang daya dukung Masing-masing
lokasi Prasarana & Sarana Masyarakat Terasing, tentang pengendalian
lingkungan .. (3) masukan (input) Diplot
dan untuk pemukiman status kepemilikan dan fungsi lahan dan
kembali penduduk serta kesediaan melepas. (5) ketentuan memperoleh pada peta Padu Serasi
ketersediaan dan lahan (6)
keterpaduan pengadaan 7), Masukan untuk
lahan .. (4) pemilihan alternatip rute
jalan dan penyusunan
KA-ANDAL (Lihat bagan
Pelaksanaan konsultasi
masyarakat dan
Merangkum data dan Penyusunan KA-
informasi untuk acuan ANDAL)
peenetapankoridor
penetapan koridorjalan
jalan .....................(6)
..........(7) 8) Mempertimbangkan
aspek-aspek teknis,
ekonomik, sosial budaya
dan lingkungan
Menetapkan koridor
jalan terpilih............(8)

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 9


RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)
Gambar-3 BAGAN IDENTIFIKASI KEBUTUHAN LAHAN
(Pada Tahap Studi Kelayakan)

PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN


LAINNYA
Mempelajari kebutuhan
1). Hasil Pra Kelayakan
lahan dan Jenis
Peruntukan Lahan 2). Sesuai dengan
pada setiap alternatif pedoman yang berlaku
Rute Jalan (1) 3),4),5), 6)
Melalui media rapat
teknis yang
Melakukan Konsultasi diselenggarakan oleh
dan Survey Dasar pemrakarsa
sosial (2)
Memberi masukan Memberi masukan tentang Memberi masukan tentang 7) Dikaji bersama sama
tentang daya dukung pengendalian Status Kepemilikan lahan Memberi masukan sesuai aspek teknis, ekonomis
sosial .. (3) Pemanfaatan Ruang termasuk asset lainnya keterkatiannya antara lain dan lingkungan.
Wilayah Propinsi, serta taksiran harga .(5) tentang hal-hal berkaitan termasuk kebutuhan
kabupaten/kota dan dengan pelepasan hak. Permukiman Kembali
koordinasi rencana (6) Penduduk
pengadaan lahan .. (4) 8) Dalam forum penilaian
apabila dokumen
AMDAL

Membuat Prakiraan 9) Koordinasi rencana awal


Kebutuhan Lahan pelaksanaan di
untuk Alt.Rute.. (7) lapangan dengan
Memperkirakan dampak Koordinasi Rencana Awal Memberi masukan Menyetujui permohonan instansi lain
sosial .(8) P engadaan T anah (9) kesediaan dan keberatan proyek tentang kebutuhan
masy. Terhadap lahan .(11) 10) 11) Dapat dilakukan
pengadaan tanah ..(10) dalam forum rapat, dll.
12) Setelah dokumen
AMDAL (bila ada)
ditetapkan oleh
Gubernur/Walikota/
Menetapkan Rute Bupati
Terpilih ..... (12)

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 10


RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)
Gambar-4 BAGAN PERENCANAAN PENGADAAN TANAH
(Pada Tahap Perencanaan Teknis)

PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN


LAINNYA

Mempelajari 1). Termasuk Data Jenis


Pengukuran Detail Peruntukan Lahan yang
R ute Jalan (1) terkena Proyek
2). Termasuk rencana
kerja, pembagian tugas
antara tim lapangan
Melakukan Survey dengan panitia
Sosial Ekonomi dan pengadaan tanah..
konsultasi Masyarakat Melakukan Monitoring Membantu Koordinasi Memberi Masukan Detail Memberi masukan sesuai 3). Sesuai Tupoksi Institusi
(2) Pelaksanaan Survey dilapangan tentang hal keterkaitannya antara lain dan dapat bersifat aktip
Pelaksanaan Survey proses & ketentuan
(3) dengan instansi Terkait kepemilikan lahan, (terjun kelapangan)
pelepasan hak, tatacara &
. . (4) pelepasan hak, rehabilitasi
criteria kompensasi serta tata
maupun pasip
pem uk.kem bali, dll. . (5) cara pem uk.kem bali .. (6 ) (menerima laporan saja)
4). Terutama koordinasi
dengan aparat
pemerintah daerah dan
dinas sosial
Membuat Konsep 5) Termasuk status
LA R A P ..(7) sertifikat, luasan, Lokasi
di Peta, prakiraan nilai
kekayaan, masa tinggal
Sosialisasi Konsep dll.
LARAP dan
Memberikan Memberikan Gubernur / Bupati/Wali 6). Sesuai peraturan per
mengajukan kepada
kesepakatan thd kesepakatan thd kota menyetujui konsep UU-an yang berlaku
Gub/Bupati/Walikota (8)
konsep tersebut .. (9) konsep . (10) LARAP-nya. .. (11) 7) Sesuai petunjuk yang
dikeluarkan
8) 9) 10) 11) Dpat dilakukan
dalam forum rapat
Menetapkan desain 12) Setelah disahkan oleh
jalan serta melakukan Gubernur/Walikota/
persiapan pelaksanaan Bupati
LA R A P (12)

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 11


RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)
Gambar-5 BAGAN PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI PENDUDUK
(Pada Tahap Persiapan Konstruksi)

PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN


LAINNYA
Membuat Jadwal Detail
& konsultasi Pelaksana- 1). Dijabarkan dari
Berpartisipasi dalam Berpartisipasi dalam Melaksanakan musyawarah Dokumen LARAP yang
an LA R A P ..(1) dan mufakat, khususnya
musyawarah & mufakat musy. & menyepakati telah ditetapkan
. (2) dlm mufakat khususnya panitia pengadaan tanah
.. (4) 2) 3) 4) Dapat dilakukan
P .T .P . (3)
berkali kali
5). Sesuai dg kesepakatan
nilai kompensasi dan
daftar penerimanya
Melaksanakan
Pembayaran 6),7) Sesuai Tupoksi dan
Kompensasi untuk Melakukan monitoring Melakukan monitoring dapat dilakukan secara
tanah dan asset Menyerahkan Surat-surat Panitia Pengadaan Tanah pasip (menerima
(6) .. (7)
diatasnya ..(5) kepemilikan lahan kepada membantu dalam laporan) atau aktip
pem rakarsa .(8) penyelesaian proses (kelapangan).
adm inistrasi .(9) 8) 9) Termasuk proses
pensertifikatan
10). Sesuai dengan yang
tertera pada LARAP
Melaksanakan Kegiatan 11) Sesuai yang tertera
Pemukiman Kembali pada dokumen LARAP
Penduduk (BILA ADA) dan daftar yang akan
....... ( 10) Membantu pelaksanaan Menerima Sertifikat Membantu pelaksanaan dimukimkan kembali
Melakukan Monitoring
Pelaksanaan LARAP Koordinasi dengan Kepemilikan Kapling dan sesuai keterkaitannya mis: 12) Baik instansi pusat dan
. .. (11) instansi terkait (12) K artu P enduduk ..(13 ) transmigrasi, perumahan daerah termasuk di
dll (14 ) lokasi pemukiman
kembali penduduk.
13). Sertifikat kepemilikan
lahan dan bangunan
14) Dapat dikaitkan dengan
program instansi terkait
Membuat Laporan
15) Untuk digunakan
Pelaksanaan LARAP
sebagai acuan
(15) monitoring

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 12


RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)
Gambar-6 BAGAN PELAKSANAAN REHABILITASI EKONOMI MASYARAKAT TERKENA DAMPAK
(Pada Tahap Konstruksi Jalan & Jembatan)

PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN


LAINNYA
Mempelajari rencana 1) Diambil dari laporan
rehab ekonom i ..(1) LARAP.

2) Dapat dilakukan pada


tahap sebelumnya
Melakukan konsultasi
dan persiapan
3), 4), 5), 6).
Rehabilitasi Ekonomi
Melalui forum rapat
bagi Masyarakat Terkena
Memberi masukan ttg. Memberi masukan Melaksanakan persiapan atau metode lainnya
Proyek (2) Membantu sesuai
Monitoring dan indikator program dari sektor lain rehab & memberi masukan
keterkaitannya, misal 7) Yang telah disesuaikan
keberhasilan program yg dapat dikoordinasikan tentang kesulitan pasca
Dinas Sosial memberi terhadap masukan
Rehabilitasi yg efektif (4) LA R A P .. (5) masukan tentang alt pola
..(3) konsultansi
rehabilitasi (6)
8) Sesuai dengan
pedoman dan atau
petunjuk teknis yang
telah ada
9) Sesuai tupoksi
Melaksanakan Program 10) Program yang telah
R ehabilitasi (7) disepakati

Melakukan monitoring 11) Sesuai dengan


Melakukan Koordinasi Menerima dan Membantu pelaksanaan
.(8) pedoman dan atau
dengan Instansi Terkait melaksanakan program sesuai keterkaitannya mis:
petunjuk teknis yang
.(9) R ehabilitasi (10) Dinas Sosial sebagai
telah ada
Pengawas Lapangan. (11)
12) Sebagai bahan
monitoring

MEMBUAT Laporan
Pelaksanaan Program
Rehabilitasi Ekonomi
m asyarakat ..(12)

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 13


RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)
Gambar-7 BAGAN PELAKSANAAN MONITORING PASCA PENGADAAN TANAH
(Pada Tahap Pasca Konstruksi /Operasi dan Pemeliharaan)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA
Mempelajari Catatan 1). Termasuk penyesuaian
Pelaksanaan LARAP penyesuaian yang
(Pengadaan Tanah dilakukan dan masukan
dan Rehabilitasi masukan lainnya yang
E konom i) .(1) diperoleh selama
proses pengadaan
tanah dari tahap
Melakukan Analisa perencanaan umum
Kesesuaian Rencana sampai dengan tahap
. (2) konstruksi.

2). Melibatkan berbagai


disiplin ilmu (teknis,
Konsultasi Hasil sosial dan
Sementara terhadap kelembagaan)
monitoring Memberi tanggapan dan Memberi tanggapan dan Memberi tanggapan dan Memberi tanggapan dan
pelaksanaan LARAP masukan kualitas kondisi masukan terhadap kualitas masukan dari aspek masukan sesuai 3), 4), 5), 6), 7).
.(3) sosekbud m asy .. (4) koordinasi antar sekto perubahan sosek dan keterkaitannya mis: ttg. Melalui rapat teknis
... (5) lingkungan termasuk dari Keberhasilan/kegagalan yang diselenggarakan
aspek pelaksanaan ..( 6) program rehabilitasi, oleh Pemrakarsa
tingkat kesenjangan antar
kelom pok m asy. 7) 8). Hasilnya menjadi bagian
laporan Akuntabilitas
Proyek Jalan.

Menyusun Laporan
Monitoring Pasca
LA R A P . (8)

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 14


RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)
Gambar-8 BAGAN EVALUASI PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
(Pada Tahap Evaluasi Pasca Proyek)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA
Mempelajari laporan 1) Laporan monitoring
monitoring pelaks. yang memasukkan
LA R A P ...(1) masukan dari berbagai
institusi terkait
2) Melibatkan berbagai
Menganalisa dan
disiplin ilmu
mengidentifikasi kriteria
perencanaan . (2) 3) Termasuk
pertimbangan
persyaratan dari
lembaga donor
Menyusun konsep
kriteria perencanaan 4) 5) 6) 7) 8)
LARAP yang lebih baik
Dilakukan melalui
.. . (3)
forum rapat/
seminar/lainnya
Konsultasi konsep 9) Hasilnya diserahkan
perencanaan LARAP kepada para
. (4) Memberi masukan Memberi masukan Memberi masukan Memberi masukan sesuai perencana umum
tentang sosekbud dan tentang koordinasi dan tentang kendala dan tata keterkaitannya mis: ttg. pengembangan
m asalah lingkungan . kelem bagaan . (6) cara perencanaan dan tata ruang, nilai kearifan jaringan jalan.
(5) pelaksanaan . (7) lokal, adat istiadat,
pelatihan untuk alih
profesi . (8)

Menetapkan kriteria-
kriteria pengadaan
tanah yang akan
digunakan sebagai
kebutuhan
perencanaan dimasa
datang (9)

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 15


RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)

1. PENJELASAN UMUM
Pedoman ini mengatur pelaksanaan pengadaan tanah, termasuk pemukiman
kembali penduduk (BILA ADA) pada seluruh tahapan siklus pengembangan
proyek jalan dan jembatan yaitu:
a). Pertimbangan Pengadaan Tanah
b). Kegiatan Awal Pengadaan Tanah
c). Indentifikasi Kebutuhan Lahan
d). Perencanaan Pengadaan Tanah
e). Pelaksanaan Pengadaan Tanah
f). Rehabilitasi Ekonomi Masyarakat Terkena Proyek
g). Evaluasi Pasca Pengadaan Tanah
Seperti halnya pada pelaksanaan AMDAL dan pelaksanaan Konsultasi
Masyarakat, proses pengadaan tanah melibatkan 5 (lIMA) kelompok atau pelaku
utama berikut ini:
a). PEMRAKARSA, dalam hal ini meliputi para pimpinan proyek, para kepala
Dinas di propinsi, kabuipaten dan kota
b). BAPEDALDA, dalam hal ini termasuk Bapedalda Propinsi, Badan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) atau Kantor Lingkungan
Hidup di Kabupaten maupun kota.
c). BAPPEDA, dalam hal ini terdiri dari Bappeda propinsi, Bappeda
Kabupaten dan Bapeda Kota.
d). MASYARAKAT, dalam hal ini terdiri dari Lembaga Swadaya Masyarakat,
Penduduk terkena dampak, tokoh tokoh masyarakat yang mewakili
penduduk terkena dampak dan masyarakat terasing.
e). STAKEHOLDER LAINNYA yang mempunyai peran pada penanganan
kasus-kasus khusus misalnya Departemen/Dinas Kehutanan, Badan
Pertanahan Nasional (BPN), Departemen/Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan dan lain sebagainya.

Pedoman pelaksanaan ini menjelaskan mekanisme kerja pelaksanaan


pengadaan tanah untuk proyek yang terintegrasi dengan siklus pengembangan
proyek, sedemikian sehingga masalah masalah lingkungan sudah mulai
diidentifikasi dan ditangani dari proses pembangunan yang paling awal.

Mekanisme kerja menjelaskan pembagian peran dari ke lima kelompok pelaku


pembangunan tersebut.

2. PERTIMBANGAN PENGADAAN TANAH


Pertimbangan pengadaan tanah untuk proyek sistim Jaringan jalan , dilakukan
pada tahap perencanaan dan bertujuan untuk menjelaskan tujuan dan sasaran
proyek serta menampung masukan dari masyarakat yang berkepentingan
dengan proyek jalan. Sasarannya adalah terkumpulnya masukan untuk
landasan pemutakhiran koridor rencana system jaringan jalan.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 1
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)

Catatan-1:
Kegiatan ini dilakukan setelah pemrakarsa menyelesaikan konsep awal
perencanaan umum system jaringan jalan.
Langkah pelaksanaan pertimbangan pengadaan tanah untuk proyek Sistim
Jaringan Jalan dan pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan
adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-1)
1. Pemrakarsa mempelajari kembali konsep Rencana Umum Sistim
Jaringan Jalan termasuk sasaran kawasan yang akan dilayani, misalnya
sentra sentra produksi, kapasitas produksi, kapasitas jalan yang
dibutuhkan, peran dan fungsi kota yang akan didukung sistim jaringan
jalan, mempelajari pula peta tata guna lahan pada dan disekitar koridor-
koridor yang telah dipertimbangkan yang mencakup kondisi eksisting
maupun rencana peruntukannya dimasa dating.
2. Selanjutnya, Pemrakarsa membuat perencanaan umum system jaringan
jalan yang telah meninjau beberapa kemungkinan koridor jalan.
Perencanaan umum tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan
prinsip-prinsip menghindari lahan budi daya dan kawasan yang dilindungi
sesuai criteria yang tertera pada pasal-6 undang-undang nomor 24 tahun
1992 tentang Penataan Ruang..
3. Pemrakarsa, Konsultasi konsep kebutuhan lahan rencana jaringan jalan.
4. BAPPEDA, memberi tanggapan dan masukan tentang penerapan peta
padu serasi dan atau peta penataan ruang wilayah termasuk program
program pembangunan daerah yang telah direncanakan. Tanggapan dan
masukan ini diberikan sesuai permintaan pemrakarsa.
5. STAKEHOLDER LAINNYA, memberi masukan tentang fungsi lahan dan
ketentuan / peraturannya.
6. PEMRAKARSA, melakukan pemutakhiran terhadap rencana umum sistim
jaringan jalan beserta koridor koridornya dengan mempertimbangkan
seluruh masukan yang diperoleh dari BAPPEDA.

3. KEGIATAN AWAL PENGADAAN TANAH


KEGIATAN AWAL PENGADAAN TANAH, dilakukan pada tahap pra kelayakan
koridor rencana system jaringan Jalan dan bertujuan untuk menganalisa
kebutuhan lahan untuk proyek sedemikian sehingga selain luasan tanah yang
perlu dibebaskan, juga teridentifikasinya lahan lahan masyarakat yang akan
terkena proyek jalan. .
Catatan-2:
Kegiatan ini dilaksanakan setelah pemrakarsa menyelesaikan konsep rencana
umum system jaringan jalan termasuk koridor-koridor yang memungkinkan untuk
dikembangkan.
Langkah pelaksanaan Kegiatan awal pengadaan tanah dan pembagian peran
masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada
Gambar-2)

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 2
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)

1. PEMRAKARSA, mempelajari jenis peruntukan lahan pada koridor-koridor


rencana system jaringan jalan dari peta padu serasi yang diperoleh dari
BAPPEDA dan atau peta lain yang dikembangkan oleh instansi terkait
misalnya peta budaya, peta banjir, peta quarry dll..
2. Selanjutnya, pemrakarsa melakukan konsultasi mengenai koridor-koridor
system jaringan jalan yang telah dikembangkan tersebut untuk menggali
masukan tambahan dari para stakeholdernya.
3. BAPEDALDA diharapkan dapat memberi masukan tentang kebijaksanaan
pelestarian lingkungan hidup termasuk lokasi lokasi kawasan yang
dilindungi..
4. BAPPEDA, memberi masukan tentang prasarana dan sarana strategis
yang terdapat pada dan disekitar koridor jalan, dan alternatip lokasi
pemukiman kembali penduduk apabila diperlukan.
5. MASYARAKAT, memberi masukan tentang adanya masyarakat terasing
pada koridor atau disekitar koridor system jaringan jalan yang
direncanakan.
6. STAKEHOLDER LAINNYA, Memberi masukan tentang pengendalian
fungsi lahan dan ketentuan memperoleh lahan.
7. PEMRAKARSA, merangkum semua masukan yang diperoleh untuk
acuan mempertimbangkan kembali koridor koridor system jaringan jalan
yang telah dikembangkan. Masukan tersebut, juga diperlukan untuk
pertimbangan penyusunan KA-ANDAL.
8. PEMRAKARSA, menetapkan koridor jalan terpilih

4. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN LAHAN


IDENTIFIKASI KEBUTUHAN LAHAN dilakukan dilakukan pada tahap Studi
Kelayakan proyek dan bertujuan untuk masukan analisa kelayakan rute jalan
pada koridor yang dipilih. Sasarannya adalah teridentifikasikannya dampak
pengadaan tanah, lokasi alternatip pemukiman kembali penduduk (BILA ADA)
dan prakiraan kebutuhan biaya pengadaan tanah berdasarkan variasi
kharakteristiknya dilapangan.
Catatan-3:
Kegiatan ini dilakukan setelah pemrakarsa menyelesaikan pemilihan koridor
jalan yang paling baik ditinjau dari aspek teknis dan lingkungan yang diperoleh
dari analisa pra kelayakan. Dalam hal pra kelayakan tidak dilakukan, maka
pilihan koridor rencana jalan didasarkan pada analisis isu isu lingkungan yang
dilakukan pada tahap penyaringan AMDAL, UKL, UPL.
Langkah pelaksanaan identifikasi kebutuhan lahan dan pembagian peran
masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada
Gambar-3)
1. PEMRAKARSA, mempelajari kebutuhan lahan dan jenis peruntukan
lahan ada setiap alternatip rute jalan yang terletak pada koridor terpilih.
2. Selanjutnya, pemrakarsa melakukan konsultasi dan survey dasar social
berdasarkan pedoman survey yang ada.

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 3
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)

3. Atas dasar permintaan pemrakarsa, BAPEDALDA memberi masukan


tentang daerah-daerah yang dinilai sensitip atau kawasan kawasan yang
dinilai startegis, bersejarah dan mempunyai nilai tradisional.
4. BAPPEDA, memberi masukan tentang pengendalian pemanfaatan ruang
wilayah, propinsi maupun kota termasuk dukungan proyek jalan terhadap
program program tersebut.
5. MASYARAKAT, memberi masukan tentang status kepemilikan lahan
termasuk lama waktu tinggal dll.
6. BPN memberikan masukan tentang tata ruang dan kehutanan memberi
masukan tentang fungsi hutan
7. PEMRAKARSA, membuat prakiraan kebutuhan lahan disetiap alternatip
rute jalan yang terletak pada koridor terpilih untuk masukan pada analisa
kelayakan proyek.
8. PEMRAKARSA mentepkan rute terpilih.
9. BAPPEDA, mengadakan koordinasi rencana pelaksanaan di lapangan
dengan instansi terkait.
10. Bersamaan dengan kegiatan tersebut, PEMRAKARSA menyiapkan
konsep permohonan kebutuhan lahan untuk proyek kepada Gubernur
atau Bupati atau walikota.
11. Gubernur/Bupati/Walikota menyetujui permohonan proyek tentang
permohonan lahan

5. PERENCANAAN PENGADAAN TANAH


PERENCANAAN PENGADAAN TANAH, dilakukan pada tahap Perencanaan
Teknis (detailed design) dan bertujuan untuk menjabarkan RKL dan RPL
kedalam perencanaan teknis jalan. Sasarannya adalah (i) terkumpulnya data
penduduk terkena dampak beserta kekayaannya (ii) terkumpulnya bahan bahan
untuk perencanaan pengadaan tanah termasuk rencana jadwal pembayaran
kompensasi, (iii) tersusunnya rencana pemindahan kembali penduduk termasuk
pilihan lokasinya (BILA ADA), (iv) tersusunnya rencana penanganan masyarakat
terasing (BILA ADA)..
Catatan-4:
Kegiatan ini dilakukan setelah pemrakarsa menyelesaikan studi kelayakan dan
menerima ketetapan mengenai Studi ANDAL, RKL dan RPL dari komisi penilai
AMDAL. Kegiatan perencanaan pengadaan tanah dilakukan setelah pengukuran
detail untuk perencanaan detail teknis diselesaikan yang pelaksanaannya
didasarkan atas rekomendasi RKL dan RPL tersebut.
Langkah pelaksanaan perencanaan pengadaan tanah dan pembagian peran
masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada
Gambar-4)
1. PEMRAKARSA, mempelajari hasil pengukuran detail pada rute jalan
terpilih termasuk semua informasi yang diperoleh selama pengukuran
dilaksanakan.

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 4
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)

2. PEMRAKARSA, melakukan survey social ekonomi masyarakat sekitar


rute jalan pada koridor terpilih seraya melakukan konsultasi masyarakat
melalui pola wawancara.
3. Bilamana diminta oleh pemrakarsa, BAPEDALDA melakukan monitoring
pelaksanaan survey social ekonomi yang dilaksanakan oleh konsultan
pelaksana.
4. BAPPEDA, membantu dalam menggkoordinasikan pelaksanaan survey
social ekonomi tersebut yang biasanya memerlukan pula keterlibatan
instansi lain selain instansi social.
5. Selama proses wawancana, MASYARAKAT, memberi masukan detail
mengenai hal hal yang berhubungan dengan kepemilikan tanah.
6. Panitia pengadaan tanah, memberi masukan tentang tata cara dan
kriteria kompensasi, sesuaiperaturan per Undang-undangan yang
berlaku.
7. PEMRAKARSA membuat LA
8. RAP dan melakukan konsultasi masyarakat sebagainmana dijelaskan
pada bagan konsultasi masyarakat pada tahap perencanaan teknis.
9. PEMRAKARSA, mensosialisasikan konsep larap, dan mengajukan
kepada Gubernur/Bupati/Walikota.
10. BAPPEDA, memberikan kesepakatan terhadap konsep LARAP.
11. MASYARAKAT, memberikan kesepakatan terhadap konsep LARAP
12. Gubernur/Bupati/Walikota menyetujui konsep LARAP.
13. PEMRAKARSA, mengadakan persiapan pelaksanaan

6. PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH


PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH yang dilakukan pada tahap persiapan
konstruksi bertujuan menyelesaikan masalah masalah yang berhubungan
dengan administrasi pengadaan tanah. Sasarannya adalah (i) tersedianya lahan
yang dibutuhkan proyek beserta surat surat kepemilikannya (ii) terselesaikannya
pembayaran kompensasi lahan dan bangunan serta tanaman milik penduduk
terkena proyek, (iii) termukimkannya penduduk terkena proyek pada lokasi lokai
yang layak huni, (iv) tertanganinya masyarakat terasing..
Catatan-5:
Kegiatan ini dilakukan setelah perencanaan teknis detail diselesaikan. Demikian
pula dokumen Land Acquizition and Ressettlement Action Plan (LARAP) harus
sudah disetujui sebagai dokumen pelaksanaan pengadaan tanah dan
pemukiman kembali penduduk serta penanganan masyarakat tersaing (BILA
ADA).
Langkah pelaksanaan pengadaan tanah dan pembagian peran masing-masing
pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-5)
1. PEMRAKARSA, mempelajari dokumen LARAP dan membuat rencana
detail pelaksanaannya yang disesuaikan dengan perkembangan terakhir

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 5
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)

dari proses pengadaan tanah.maupun kesiapan perencanaan serta


pendanaannya.
2. BAPPEDA, ikut berpartisipasi dalam musyawarah & mufakat
3. MASYARAKAT, ikut berpartisipasi dalam musyawarah dan menyepakati
dalam mufakat khususnya PTP.
4. STAKEHOLDER LAINNYA, Melaksanakan musyawarah dan mufakat
khususnya panitia pengadaan tanah.
5. Selanjutnya, pemrakarsa melakukan pembayaran kompensasi untuk
tanah beserta asset asset diatasnya, sesuai dengan jadwal terakhir yang
disepakati.
6. BAPEDALDA, melakukan monitoring tentang pelaksanannya dilapangan,
terutama kesesuaiannya dengan kesepakatan dan jadwal.
7. BAPPEDA, melakukan monitoring dan evaluasi
8. MASYARAKAT, menyerahkan surat surat bukti kepemilikan tanah kepada
pemrakarsa melalui panitia pengadaan tanah.
9. Panitia pengadaan tanah membantu dalam penyelesaian proses
administrasi
10. APABILA ADA kebutuhan pemukiman kembali penduduk, PEMRAKARSA
melaksanakan kegiatan ini sesuai dengan jadwal yang disepakati
bersama.
11. BAPEDALDA, melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan
kegiatan pemukiman kembali penduduk tersebut.
12. BAPPEDA, membantu dalam hal koordinasi dengan instansi terkait agar
pelaksanaan pemukiman kembali penduduk tersebut sesuai dengan
jadwal yang ditetapkan.
13. MASYARAKAT, menerima sertifikat dan atau surat surat yang diperlukan
sehubungan dengan pemukiman kembali tersebut misalnya sertifikat
kepemilikan kapling, kartu penduduk dll.
14. PEMRAKARSA, membuat laporan mengenai pelaksanaan pengadaan
tanah kepada atasan pemrakarsa dengan tembusan kepada instansi
terkait.

7. REHABILITASI EKONOMI MASYARAKAT TERKENA


DAMPAK
REHABILITAS EKONOMI mulai dilakukan pada tahap konstruksi Jalan dan
jembatan bertujuan memberbaiki kondisi social ekonomi masyarakat terkena
dampak yang kondisinya menurun bila dibandingkan dengan sebelum terkena
proyek.
Catatan-6:
Kegiatan ini dilakukan setelah lahan untuk proyek telah tersedia dan atau
diserahkan kepemilikannya kepada proyek dan setelah kontraktor pelaksana

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 6
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)

ditunjuk. Kontraktor pelaksana yang ditunjuk bersama sama pemrakarsa telah


pula menyiapkan rencana detail pelaksanaan konstruksi.
Langkah Konsultasi Pelaksanaan rehabilitasi ekonomi masyarakat terkena
dampak dan pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah
sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-6)
1. PEMRAKARSA, mempelajari rencana rehabilitasi ekonomi, melakukan
identifikasi masyarakat terkena dampak yang menurun kondisi social
ekonominya setelah menerima pembayaran kompensasi atau setelah
dimukimkan kembali (BILA ADA). Identifikasi dilakukan terhadap
masyarakat terkena dampak yang tercatat dalam dokumen LARAP.
2. Selanjutnya, pemrakarsa melakukan konsultasi dan persiapan rencana
rehabilitasi dan mengkonsultasikannya kepada pihak pihak yang
berkepentingan agar pelaksabnaannya efektip.
3. BAPEDALDA, memberi masukan mengenai pelaksanaan rehabilitasi
ekonomi masyarakat yang dinilai paling efektip sesuai dengan kondisi
lapangan.
4. BAPPEDA, memberi masukan program program sejenis dari instansi
lainnya .
5. MASYARAKAT, memberi masukan mengenai penyebab timbulnya
kesulitan ekonomi, mislanya karena kehilangan pelanggan, karena
maslahan lapangan kerja alternatip yang tidak diperoleh dilokasi baru
dsb.
6. DINAS SOSIAL memberi alternatip pola rehabilitasi.
7. PEMRAKARSA, melaksanakan program rehabilitasi ekonomi masyarakat
berdasarkan rencana yang telah mendapat berbagai masukan serta telah
disepakati.
8. BAPEDALDA, melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan
rehabilitasi ekonomi masyarakat tersebut..
9. BAPPEDA, membantu dalam hal koordinasinya dengan instansi terkait
apabila ada program sejenis sehingga dapat disinergikan.
10. MASYARAKAT, menerima dan melaksanakan program rehabilitasi
sesuaii kesepakatan.
11. DINAS SOSIAL, melakukan monitoring & evaluasi.
12. PEMRAKARSA, membuat laporan pelaksanaan rehabilitasi ekonomii
masyarakat dan menggunakannya sebagai acuan untuk melakukan
pemantauan dan evaluasi manfaat proyek.

8. PELAKSANAAN EVALUASI PASCA PENGADAAN TANAH


EVALUASI PASCA PENGADAAN TANAH yang dilakukan pada tahap pasca
konstruksi Jalan dan jembatan bertujuan untuk menilai kinerja pengadaan tanah
sedemikian sehingga dapat melengkapi bahan penyusunan laporan akuntabilitas
kinerja proyek jalan dapat tersusun.
Catatan-7:
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 7
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)

Kegiatan ini dilakukan setelah kegiatan konstruksi selesai dan pemrakarsa


menyelesaikan laporan evaluasi pelaksanaan konstruksi termasuk evaluasi
terhadap pelaksanaan LARAP.
Langkah evaluasi pasca pengadaan tanah dan pembagian peran masing-
masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-7)
1. PEMRAKARSA, mempelajari semua catatan lapangan yang diperoleh
selama pelaksanaan pengadaan tanah..
2. Selanjutnya, pemrakarsa melakukan analisa kesesuaian rencana dengan
pelaksanaannya.
3. PEMRAKARSA, meminta pendapat BAPEDALDA dan BAPPEDA tentang
pola evaluasi yang paling sesuai.
4. BAPEDALDA, memberi masukan dan tanggapan yang diperlukan,
khususnya penilaian kondisi masyarakat terkena dampak.
5. BAPPEDA, memberi masukan dan tanggapan yang diperlukan,
khususnya penilaian terhadap perubahan kualitas lingkungan
permukiman disekitar proyek jalan, penataan ruang, pembangunan
ekonomi wilayah dan aspek asepk pembangunan daerah lainnya.
6. MASYARAKAT, memberi umpan balik tentang perubahan kondisi social
ekonomi sebelum dan sesudah proyek.
7. BPN, memberi tanggapan dari aspek kesesuaian tata ruang.
8. PEMRAKARSA, menyusun laporan evaluasi pengadaan tanah.

9. EVALUASI PASCA PENGADAAN TANAH

Evaluasi pasca pengadaan tanah pada tahap pasca proyek bertujuan untuk
menyusun criteria Pengadaan Tanah yang akan digunakan sebagai ketentuan
perencanaan dimasa datang.

Untuk itu, pemrakarsa melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut :


a. Mempelajari laporan evaluasi pasca pelaksanaan pengadaan tanah
b. Mengidetifikasi kriteria-kriteria perencanaan yang perlu disesuaikan
c. Menetapkan criteria pengadaan tanah yang akan digunakan sebagai
ketentuan perencanaan dimasa datang.

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 8
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4)

1. PENJELASAN UMUM
Pedoman ini mengatur pelaksanaan penanganan masyarakat terasing pada
seluruh tahapan siklus pengembangan proyek jalan dan jembatan yaitu:
a). Pertimbangan Penanganan masyarakat Terasing
b). Kegiatan Awal Penanganan Masyarakat Terasing
c). Indentifikasi Penanganan Sistem Sosial Budaya Masyarakat Terasing
d). Perencanaan Penanganan Masyarakat Terasing
e). Pelaksanaan Penanganan Masyarakat Terasing
f). Pelaksanaan Konservasi Budaya Masyarakat Terasing
g). Pelaksanaan Evaluasi Pasca Penanganan Masyarakat Terasing
Seperti halnya pada pelaksanaan AMDAL dan pelaksanaan Konsultasii
Masyarakat serta pelaksanaan pengadaan tanah, proses penanganan
Masyarakat Terasing melibatkan 5 (lima) kelompok atau pelaku utama berikut
ini:
a). PEMRAKARSA, dalam hal ini meliputi para pimpinan proyek, para kepala
Dinas di propinsi, kabuipaten dan kota
b). BAPEDALDA, dalam hal ini termasuk Bapedalda Propinsi, Badan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) atau Kantor Lingkungan
Hidup di Kabupaten maupun kota.
c). BAPPEDA, dalam hal ini terdiri dari Bappeda propinsi, Bappeda
Kabupaten dan Bapeda Kota.
d). MASYARAKAT, dalam hal ini terdiri dari Lembaga Swadaya Masyarakat,
Penduduk terkena dampak, tokoh tokoh masyarakat yang mewakili
penduduk terkena dampak dan masyarakat terasing.
e). STAKEHOLDER LAINNYA yang mempunyai peran pada penanganan
kasus-kasus khusus misalnya Departemen/Dinas Kehutanan, Badan
Pertanahan Nasional (BPN), Departemen/Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan dan lain sebagainya.

Pedoman pelaksanaan ini menjelaskan mekanisme kerja pelaksanaan


pengadaan tanah untuk proyek yang terintegrasi dengan siklus pengembangan
proyek, sedemikian sehingga masalah masalah lingkungan sudah mulaii
diidentifikasi dan ditangani dari proses pembangunan yang paling awal.

Mekanisme kerja menjelaskan pembagian peran dari ke lima kelompok pelaku


pembangunan tersebut.

2. PERTIMBANGAN PENANGANAN MASYARAKAT


TERASING
Pertimbangan penanganan masyarakat terasing untuk proyek sistim Jaringan
jalan, dilakukan pada tahap perencanaan dan bertujuan untuk menjelaskan
tujuan dan sasaran proyek serta menampung masukan dari masyarakat yang

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 1


RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4)

berkepentingan dengan proyek jalan. Sasarannya adalah terkumpulnya


masukan untuk landasan pemutakhiran koridor rencana system jaringan jalan.
Catatan-1:
Kegiatan ini dilakukan setelah pemrakarsa menyelesaikan konsep awal
perencanaan umum system jaringan jalan.
Langkah pelaksanaan pertimbangan penanganan masyarakat terasing untuk
proyek Sistim Jaringan Jalan dan pembagian peran masing-masing pelaku
pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-1)
1. Pemrakarsa mempelajari kembali konsep Rencana Sistim Jaringan Jalan
termasuk sasaran kawasan yang akan dilayani, misalnya sentra sentra
produksi, kapasitas produksi, kapasitas jalan yang dibutuhkan, peran dan
fungsi kota yang akan didukung sistim jaringan jalan dan mempelajari
pula peta tata guna lahan pada dan disekitar koridor-koridor yang telah
dipertimbangkan yang mencakup kondisi eksisting maupun rencana
peruntukannya dimasa datang.
2. Selanjutnya, Pemrakarsa membuat perencanaan umum jaringan jalan
yang telah meninjau beberapa kemungkinan koridor jalan. Perencanaan
umum tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip
menghindari lahan budi daya dan kawasan yang dilindungi sesuai criteria
yang tertera pada pasal-6 undang-undang nomor 24 tahun 1992 tentang
Penataan Ruang..
3. BAPPEDA, memberi tanggapan dan masukan tentang penerapan peta
padu serasi dan atau peta penataan ruang wilayah termasuk program
program pembangunan daerah yang telah direncanakan. Tanggapan dan
masukan ini diberikan sesuai permintaan pemrakarsa.
4. MASYARAKAT, memberikan gambarantentang kehidupan sosial budaya
masyarakat terasing, termasuk upacara ritual yang berhubungan dengan
tanah.
5. DINAS PENDIDIKAN & KEBUDAYAAN memberi masukan tentang lokasi
masyarakat terasing termasuk populasinya.
6. PEMRAKARSA, menetapkan rencana jaringan jalan beserta koridor
koridornya dengan mempertimbangkan seluruh masukan yang diperoleh
dari BAPPEDA.

3. KEGIATAN AWAL PENANGANAN MASYARAKAT


TERASING
KEGIATAN AWAL PENANGANAN MASYARAKAT TERASING, dilakukan pada
tahap pra kelayakan koridor rencana system jaringan Jalan dan bertujuan untuk
menganalisa kebutuhan lahan untuk proyek sedemikian sehingga selain luasan
tanah yang perlu dibebaskan, juga teridentifikasinya kawasan Perumahan dan
Permukiman masyarakat terasing yang akan terkena proyek jalan. .

Catatan-2:

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 2


RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4)

Kegiatan ini dilaksanakan setelah pemrakarsa menyelesaikan konsep rencana


umum system jaringan jalan termasuk koridor-koridor yang memungkinkan untuk
dikembangkan.
Langkah pelaksanaan Kegiatan awal penanganan masyaraka terasing dan
pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut:
(Bagan pada Gambar-2)
1. PEMRAKARSA, mempelajari penyebaran permukiman masyarakat
terasing pada koridor-koridor rencana system jaringan jalan dari peta
padu serasi yang diperoleh dari BAPPEDA dan atau peta lain yang
dikembangkan dan atau dipublikasikan oleh instansi terkait misalnya
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Sosial dll.
2. Selanjutnya, pemrakarsa melakukan konsultasi mengenai koridor-koridor
system jaringan jalan yang telah dikembangkan tersebut untuk menggali
masukan tambahan dari para stakeholdernya.
3. BAPEDALDA diharapkan dapat memberi masukan tentang perkiraan
dampak social terhadap masyarakat terasing yang harus dilestarikan
termasuk kebijaksanaan kebijaksanaan yang berhubungandengan
pelestarian lingkungan hidup termasuk lokasi lokasi kawasan yang
dilindungi..
4. BAPPEDA, memberi masukan tentang koordinasi penanganan
masyarakat terasing.
5. MASYARAKAT, memberi masukan tentang sistem pemilikan tanah
masyarakat terasing pada koridor atau disekitar koridor system jaringan
jalan yang direncanakan.
6. DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, memberi masukan tentang
pola kehidupan sosial, ekonomi, budaya masyarakat terasing.
7. PEMRAKARSA, merangkum semua masukan yang diperoleh untuk
acuan mempertimbangkan kembali koridor koridor system jaringan jalan
yang telah dikembangkan. Masukan tersebut, juga diperlukan untuk
pertimbangan penyusunan KA-ANDAL.
8. PEMRAKARSA, menetapkan koridor jalan terpilih

4. IDENTIFIKASI SISTEM SOS BUD MASYARAKAT


TERASING
IDENTIFIKASI SISTEM SOSIAL BUDAYA masyarakat terasing dilakukan
dilakukan pada tahap Studi Kelayakan proyek dan bertujuan untuk masukan
analisa kelayakan rute jalan pada koridor yang dipilih. Sasarannya adalah
teridentifikasikannya sistem sosial budaya yang akan terkena dampak proyek
jalan.
Catatan-3:
Kegiatan ini dilakukan setelah pemrakarsa menyelesaikan pemilihan koridor
jalan yang paling baik ditinjau dari aspek teknis dan lingkungan yang diperoleh
dari analisa pra kelayakan. Dalam hal pra kelayakan tidak dilakukan, maka
pilihan koridor rencana jalan didasarkan pada analisis isu isu lingkungan yang
dilakukan pada tahap penyaringan AMDAL, UKL, UPL.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 3
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4)

Langkah pelaksanaan identifikasi sistem sosial budaya masyarakat terasing dan


pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut:
(Bagan pada Gambar-3)
1. PEMRAKARSA, mempelajari pola penyebaran masyarakat terasing pada
setiap alternatip rute jalan yang terletak pada koridor terpilih.
2. Selanjutnya, pemrakarsa melakukan survey dasar social berdasarkan
pedoman survey yang ada.
3. Atas dasar permintaan pemrakarsa, BAPEDALDA memberi masukan
tentang situs penanganan dampak social masyarakat terasing dan benda
cagar budaya yang harus dilindungi serta daerah daerah yang dinilai
sensitip atau kawasan kawasan yang dinilai startegis, bersejarah dan
mempunyai nilai tradisional.
4. BAPPEDA, memberi masukan tentang koordinasi penanganan
masyarakat terasing.
5. MASYARAKAT, memberi masukan tentang sistem nilai dan budaya
masyarakat terasing.
6. DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, memberi masukan tentang
mobilitas masyarakat terasing.
7. PEMRAKARSA, Membuat konsep rencana penanganan masyarakat
terasing di rute yang akan dipilih.
8. PEMRAKARSA, menetapkan rute jalan terpilih.

5. PERENCANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING


PERENCANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING, dilakukan pada
tahap Perencanaan Teknis (detailed design) dan bertujuan untuk menjabarkan
RKL dan RPL kedalam perencanaan teknis jalan. Sasarannya adalah (i)
terkumpulnya data yang berhubungan dengan masyarakat terasing (ii)
terkumpulnya bahan bahan untuk perencanaan penanganan masyarakat
terasing termasuk rencana jadwal penanganan masyarakat terasing (iv)
tersusunnya rencana penanganan masyarakat terasing (BILA ADA)..
Catatan-4:
Kegiatan ini dilakukan setelah pemrakarsa menyelesaikan studi kelayakan dan
menerima ketetapan mengenai Studi ANDAL, RKL dan RPL dari komisi penilai
AMDAL. Kegiatan perencanaan pengadaan tanah dilakukan setelah pengukuran
detail untuk perencanaan detail teknis diselesaikan yang pelaksanaannya
didasarkan atas rekomendasi RKL dan RPL tersebut.
Langkah pelaksanaan perencanaan penanganan masyarakat terasing dan
pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut:
(Bagan pada Gambar-4)
1. PEMRAKARSA, mempelajari hasil pengukuran detail pada rute jalan
terpilih termasuk semua informasi yang diperoleh selama pengukuran
dilaksanakan.

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 4


RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4)

2. PEMRAKARSA, melakukan survey social ekonomi masyarakat sekitar


rute jalan pada koridor terpilih seraya melakukan konsultasi masyarakat
melalui pola wawancara.
3. Bilamana diminta oleh pemrakarsa, BAPEDALDA melakukan monitoring
pelaksanaan survey social ekonomi yang dilaksanakan oleh konsultan
pelaksana.
4. BAPPEDA, membantu dalam menggkoordinasikan pelaksanaan survey
social ekonomi tersebut yang biasanya memerlukan pula keterlibatan
instansi lain selain instansi social.
5. Selama proses wawancana, MASYARAKAT, memberi masukan detail
dilapangan tentang sistem kekerabatan, sistem kepemimpinan, sistem
nilai dan hak adat masyarakat terasing..
6. DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, memberi masukan tentang
pola penanganan masyarakat terasing..
7. PEMRAKARSA membuat konsep dan sosialisasi rencana tindakan
penanganan masyarakat terasing.
8. BAPPEDA, memberikan kesepakatan dan melakukan koordinasi
persiapan pelaksanaan
9. MASYARAKARAT, memberikan kesepakatan dan melakukan persiapan
10. STAKEHOLDER LAINNYA, memberikan kesepakatan dan membantu
persiapan pelaksanaan.
11. PEMRAKARSA, Menetapkan desain jalan.

6. PELAKSANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING


PAKSANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING yang dilakukan pada
tahap persiapan konstruksi bertujuan menyelesaikan masalah masalah yang
berhubungan dengan sistem sosial budaya. Sasarannya adalah
terlaksanakannya program penanganan masyarakat terasing sedemikian
sehingga proyek jalan dapat dilaksanaan dengan tanpa mendapat gangguan
dari masyarakat terasing.
Catatan-5:
Kegiatan ini dilakukan setelah perencanaan teknis detail diselesaikan. Demikian
pula dokumen Land Acquizition and Ressettlement Action Plan (LARAP) harus
sudah disetujui sebagai dokumen pelaksanaan pengadaan tanah dan
pemukiman kembali penduduk serta penanganan masyarakat tersaing (BILA
ADA).
Langkah pelaksanaan penanganan masyarakat terasing dan pembagian peran
masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada
Gambar-5)
1. PEMRAKARSA, membuat jadwal terinci tentang penanganan masyarakat
terasing yang dijhabarkan dari dokumen penanganan masyarakat
terasing yang telah disepakati.

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 5


RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4)

2. Selanjutnya, pemrakarsa melaksanakan program penanganan


masyarakat terasing.
3. BAPEDALDA, melakukan monitoring pelaksanannya dilapangan,
terutama kesesuaiannya dengan kesepakatan dan jadwal.
4. BAPPEDA, melakukan monitoring tentang pelaksanannya dilapangan,
terutama kesesuaiannya dengan kesepakatan dan jadwal
5. MASYARAKAT, menerima pemberitahuan tentang rincian program
memberi tanggapan dan persetujuannya, serta berpartisipasi dalam
pelaksanaan program..
6. DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN dan DINAS SOSIAL,
membantui dalam pelaksanaa program penanganan masyarakat terasing
dilapangan sesuai dengan yang disepakati bersama.
7. PEMRAKARSA, membuat laporan mengenai pelaksanaan penanganan
masyarakat terasing kepada atasan pemrakarsa dengan tembusan
kepada instansi terkait.

7. PELAKSANAAN KONSERVASI BUDAYA MASYARAKAT


TERASING
KONSERVASI BUDAYA MASYARAKAT TERASING, mulai dilakukan pada
tahap konstruksi Jalan dan jembatan bertujuan memelihara budaya masyarakat
terasing agar tidak terpengaruh dan atau terganggu oleh masyarakat pendatang.
Catatan-6:
Kegiatan ini dilakukan setelah setelah kontraktor pelaksana ditunjuk. Kontraktor
pelaksana yang ditunjuk bersama sama pemrakarsa telah pula menyiapkan
rencana detail pelaksanaan konstruksi.
Langkah Konsultasi Pelaksanaan konservasi budaya masyarakat terasing dan
pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut:
(Bagan pada Gambar-6)
1. PEMRAKARSA, melakukan identifikasi budaya dan hal hal tabu
masyarakat terasing yang mungkin terganggu oleh kegiatan proyek.
2. Selanjutnya, pemrakarsa membuat konsep konservasi budaya
masyarakat terasing dan mengkonsultasikannya kepada pihak pihak yang
berkepentingan agar pelaksabnaannya efektip.
3. BAPEDALDA, memberi masukan mengenai pola konservasi yang efektip.
4. BAPPEDA, memberi masukan program program sejenis dari instansi
lainnya yang dapat dikoordinasikan pelaksanaannya.
5. MASYARAKAT, memberi masukan mengenai kesulitan kesulitan pada
pasca penanganan masyarakat terasing.
6. DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, memberi masukan tentang
h a l h a l T A B U d a n ja d w a l u p a ca ra ritu a l m a sya ra ka t te ra sin g .
7. PEMRAKARSA, melaksanakan program konservasi budaya.

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 6


RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4)

8. BAPEDALDA, melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan


konservasi budaya masyarakat terasing
9. BAPPEDA, membantu dalam hal koordinasinya dengan instansi terkait
apabila ada program sejenis sehingga dapat disinergikan.
10. MASYARAKAT, menerima dan melaksanakan program konservasi
budaya masyarakat terasing.
11. PEMRAKARSA, membuat laporan pelaksanaan konservasi Budaya
Masyarakat terasing dan menggunakannya sebagai acuan untuk
melakukan pemantauan dan evaluasi manfaat proyek.

8. PELAKSANAAN EVALUASI PASCA PENANGANAN


MASYARAKAT TERASING
EVALUASI PASCA PENANGANAN MASYARAKAT TERASING yang dilakukan
pada tahap pasca konstruksi Jalan dan jembatan bertujuan untuk menilai kinerja
penanganan masyarakat terasing sedemikian sehingga dapat melengkapi bahan
penyusunan laporan monitoring dan evaluasi manfaat proyek.
Catatan-7:
Kegiatan ini dilakukan setelah kegiatan konstruksi selesai dan pemrakarsa
menyelesaikan laporan evaluasi pelaksanaan konstruksi termasuk evaluasi
terhadap pelaksanaan LARAP.
Langkah evaluasi pasca penanganan masyarakat terasing dan pembagian
peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan
pada Gambar-7)
1. PEMRAKARSA, mempelajari semua catatan lapangan yang diperoleh
selama pelaksanaan penanganan masyarakat terasing.
2. Selanjutnya, pemrakarsa melakukan analisa kesesuaian rencana dengan
pelaksanaannya.
3. PEMRAKARSA, meminta pendapat BAPEDALDA dan BAPPEDA tentang
pola evaluasi yang paling sesuai.
4. BAPEDALDA, memberi masukan dan tanggapan yang diperlukan,
khususnya penilaian kondisi masyarakat terasing.
5. BAPPEDA, memberi masukan dan tanggapan yang diperlukan,
khususnya penilaian terhadap perubahan kualitas lingkungan
permukiman disekitar proyek jalan, penataan ruang, pembangunan
ekonomi wilayah dan aspek asepk pembangunan daerah lainnya.
6. MASYARAKAT, memberi umpan balik tentang perubahan kondisi social
ekonomi serta lingkungan budaya masyarakat terasing sebelum dan
sesudah proyek.
7. DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, memberi tangapan dari aspek
kelestarian budaya masyarakat terasing.
8. PEMRAKARSA, menyusun laporan evaluasi penanganan masyarakat
terasing.

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 7


RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4)

9. EVALUASI PASCA PENANGANAN MASYARAKAT


TERASING

Evaluasi pasca penanganan masyarakat terasing pada tahap pasca proyek


bertujuan untuk menyusun kriteria Evaluasi Penanganan Masyarakat Terasing
yang akan digunakan sebagai ketentuan perencanaan dimasa datang.

Untuk itu, pemrakarsa melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut :


a. Mempelajari laporan pelaksanaan penanganan masyarakat terasing&
konsep kriteria evaluasi pasca penanganan masyarakat terasing
b. Melaksanakan idetifikasi kriteria-kriteria perencanaan yang perlu
disesuaikan
9. Menetapkan kriteria penanganan masyarakat terasing yang akan
digunakan sebagai ketentuan perencanaan dimasa datang.

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 8


RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-5)

Gambar-1 BAGAN KONSULTASI RENCANA UMUM SISTEM JARINGAN JALAN


(Pada Tahap Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan )
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA
Mempelajari Konsep 1). Termasuk tata ruang, tata
Rencana Sistem guna lahan, dan areal
Jaringan Jalan .. .(1) sensitive lainnya pada
jaringan jalan tsb. serta lokasi
masy. terasing
Menyusun konsep renc. 2). Areal sensitive mencakup
jaringan jalan yang daerah lindung, sesuai
dilengkapi dengan Keppres 32/1990, lokasi
perkiraan kasar masy. terasing, dll.
kebutuhan lahan, lokasi 3). Mengacu pada ketentuan2
areal sensitive ..(2) yang ada a.l.: Kepmen LH
17/2001 dan KepMen
Kimpraswil No.17/KPTS/
Melakukan penyaringan /M/2003
awal lingk. terhadap 4). Dapat dilakukan pada forum
renc. jaringan ..(3) rapat atau media lainnya
5). Termasuk masukan
mekanisme AMDAL
Konsultasi konsep renc.
jaringan yang telah 6) Termasuk kesesuaian
Memberi masukan ttg. Memberi masukan ttg. Memberi masukan Memberi masukan sesuai terhadap Renstra Pemda.
dilengkapi seperti pada
butir (2) serta konsep persyaratan lingkungan penerapan tata ruang, tentang kawasan lindung keterkaitannya misal :
7) Termasuk cara-cara
daya dukung lingk. dan koordinasi program pemb. dan sensitive, termasuk adanya program yang
hasil penyaringan awal pelepasan hak pada
sosial serta tanggapan dan kebijakan daerah kondisi sosekbud masy. terkait (masy.terasing)
lingkungan ..(4) pembebasan lahan
hasil penyaringan.. (5) tentang pengadaan tanah (termasuk masy.terasing), beserta peraturannya,
dan penanganan masy. hak adat/ulayat, kawasan fungsi lahan dan 8) Mencakup sektor terkait, mis:
terasing .. (6) budaya, dll. .. (7) peraturannya, program sektor2 perhubungan,
lainnya yang terkait. (8) pertanian, industri,
kehutanan, diknas, dll.
9) Catatan2 berupa indikasi
masalah yang mungkin
Menetapkan Rencana dihadapi pada saat pelaks.
Jaringan Jalan yang program mis: kebutuhan
dilengkapi catatan2 lahan, keberadaan
serta hasil penyaringan masy.terasing, kawasan
awal lingkungan .. (9) lindung, situs sejarah, dll.

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 1
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-5)

Gambar-2 BAGAN KONSULTASI PEMILIHAN KORIDOR RUTE JALAN


(Pada Tahap Pra Kelayakan)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA
Mempelajari Rencana 1) Berikut catatan2-nya sesuai hasil
Jaringan Jalan . (1) tahap sebelumnya
2) Yang dilengkapi data awal
kebutuhan lahan, lokasi
Membuat alternatif masy.terasing (bila ada), dll.
koridor jalan . (2) 3) Dapat dilakukan melalui forum
rapat atau media lainnya
4) Termasuk kriteria dampak
Konsultasi pemilihan penting
alternatif koridor rute 5) Termasuk masukan akan
Memberi masukan Memberi masukan tentang Memberi masukan Memberi masukan sesuai
jalan ..(3) kebutuhan kualitas jalan :
daerah sensitive, daya keterpaduan program, tentang sistem keterkaitannya misal : hotmix, macadam, jalan tanah
dukung lingkungan dan koordinasi awal kepemilikan lahan dan status lahan, hutan, pola 6) Termasuk hal/lokasi yang
sosial pada alternatif penanganan masyarakat kesediaan melepas, serta kehidupan sosekbud dianggap keramat/tabu
koridor . (4) terasing (bila ada), hal-hal yang dianggap masyarakat (terasing), dll. 7) Termasuk program yang sedang
keterpaduan pengadaan sensitive oleh masyarakat ..... (7) dan akan berjalan
lahan, dll. ... (5) setem pat . .. (6) 8) Setelah mempertimbangkan
masukan-masukan yang
diperoleh dari seluruh
stakeholder
Menetapkan koridor rute 9) Didahului dengan pengumuman
jalan terpilih . (8) rencana kegiatan dan partisipasi
masyarakat sesuai KepKa
Bapedal No.08/2000
Menyusun konsep KA- 10) Untuk mendapatkan masukan
Studi Lingk. (ANDAL dari stakeholder termasuk
atau UKL/UPL) dan Mengadakan rapat masyarakat yang akan terkena
mengajukan ke Komisi Komisi Penilai AMDAL dampak (lihat prosedur AMDAL)
Penilai untuk dinilai untuk menilai konsep 11) Dilakukan sampai dokumen
(apabila ANDAL)......(9) KA-ANDAL . (10) disetujui
12) Digunakan untuk acuan oleh
konsultan penyusun AMDAL

Memperbaiki dok. KA- CATATAN : Apabila hanya UKL/UPL


ANDAL sesuai hasil yang diperlukan, penyusunan KA
rapat komisi dan oleh pemrakarsa (langkah 9 s/d 12
Menetapkan dokumen tidak ada)
mengajukan lagi ke
KA-ANDAL . (12)
Komisi Penilai ..... (11)
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 2
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-5)

Gambar-3 BAGAN KONSULTASI KELAYAKAN RUTE JALAN


(Pada Tahap Studi Kelayakan)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA
1) Mengacu pada hasil pra-
Mempelajari koridor kelayakan
terpilih dan membuat 2) Survai dasar sosial unuk
studi kelayakan thd mengetahui secara kasar kondisi
alternatif rute jalan (1) dan dampak terhadap sosekbud
3) Spesifik pada alternatif rute jalan
4) Kepentingan spesifik daerah
Melakukan konsultasi perlu dituangkan dalam suatu
kelayakan alternatif rute keputusan atau Perda
jalan (setelah didahului 5) Dapat dilakukan pada saat
Memberi masukan Memberi masukan tentang Memberi masukan tentang Memberi masukan sesuai survai dasar sosial dan/atau
dengan survai dasar tentang dampak dan daya kesesuaian program sistem kepemilikan lahan, keterkaitannya misal : pada forum rapat
sosial (2) dukung lingkungan dan pemb., kepentingan taksiran harga, sistem nilai pengadaan tanah, 6) Termasuk segala peraturan dan
sosial .. (3) spesifik daerah serta budaya masy. (terasing) pelepasan hak, pengaturannya
koordinasi awal rencana dan pendekatan kesesuaian tata guna 7) Berdasarkan KA-ANDAL yang
pengadaan tanah dan penanganan, kesediaan lahan, mobilitas masy. telah disetujui serta hasil survai
dasar sosial
penanganan masy. dan keberatan pengadaan terasing, situs dan benda
8) Untuk mendapatkan masukan
terasing (bila ada).....(4) tanah dll. .. .(5) cagar budaya yang harus dari seluruh stakeholder
dilindungi, dll. ..(6) termasuk masy. yang akan
terkena dampak (lihat prosedur
AMDAL)
9) Dilakukan sampai dokumen
Menyusun konsep dok. disetujui
AMDAL (bila perlu) dan 10) RKL/RPL digunakan sebagai
mengajukan ke Komisi Mengadakan rapat Komisi acuan desain teknis
Penilai AMDAL untuk Penilai AMDAL untuk 11) Dilengkapai catatan2 cara
dinilai...... (7) memeriksa konsep dok. penanganan masy.terasing (bila
A M D A L. (8) ada) pengadaan tanah serta
rekomendasi AMDAL
Memperbaiki konsep
dok. AMDAL sesuai CATATAN: Apabila hanya UKL/UPL
hasil rapat komisi dan yang diperlukan, penyusunan dok.
mengajukan kembali ke oleh pemrakarsa dan persetujuan
Menetapkan dokumen. oleh KaDinas setelah mendapat
Komisi Penilai .. (9)
A M D A L. (10) masukan dari Bapedalda (langkah 7
s/d 10 tidak ada)

Menetapkan Rute
T erpilih . (11)

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 3
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-5)
Gambar-4 BAGAN KONSULTASI PERENCANAAN TEKNIS JALAN
(Pada Tahap Perencanaan Teknis)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA
Mempelajari hasil studi
1) Termasuk hasil studi lingkungan
kelayakan beserta penyusunan konsep desain
catatannya, dan didahului dengan survai
membuat konsep lapangan/rincikan dan
desain teknis jalan (1) memperhatikan rekomendasi
RKL/UKL
2) Besarnya tim tergantung dari
Melakukan survey besar kecilnya pembebasan lahan,
sosial ekonomi dan Membantu dalam koordinasi Memberi masukan detail ttg Memberi masukan sesuai dan dilakukan secara sensus
Memberi masukan tentang
menyusun konsep indikator sosekbud (3) pelaksanaan survai dan kondisi sosekbud, data aset, keterkaitannya, misal : 3) Mengacu dokumen lingkungan
LA R A P (2) memberi masukan program kepemilikan lahan, tentang harga lahan, dan aset yang telah disetujui
daerah tentang pengadaan rehabilitasi ekonomi, sistem lainnya, cara pelepasan hak 4) Termasuk kepentingan spesifik
tanah dan masy. terasing ..(4) kekerabatan masy. terasing bila lahan milik instansi, daerah
dan cara pelepasan hak, koordinasi dalam rehabilitasi 5) Dilakukan untuk seluruh penduduk
termasuk konpensasi dan ekonomi masyarakat, yang terkena dampak kegiatan
pemukiman kembali ...... (5) koordinasi penanganan jalan dan penduduk di lokasi
masyarakat terasing .. (6) pemukiman kembali
6) Sesuai peraturan yang berlaku
7) Setelah memperhatikan masukan2
Konsultasi konsep dari instansi terkait
desain teknis dan Memberikan masukan hal- Memberi masukan tentang Memberikan tanggapan Memberikan tanggapan 8) Termasuk cara2 monitoring
konsep LA R A P ..(7) hal yang terkait dengan kepentingan daerah, mis: terhadap konsep-konsep sesuai keterkaitannya, mis: 9) Pengendalian pemanfaatan ruang
lansekap, median, dll. serta penanganan utilitas yang dimaksudkan menjaga
rekomendasi RKL/UKL tersebut dan memberikan
keterpaduan program terkena pengadaan tanah, penggunaan lahan sesuai tata
pelaksanaan (8) kesepakatan (10) ruang
implementasi LARAP, dan penanganan masyarakat
pengendalian pemanfaatan terasing, untuk kemudian 10) 11) Konsep LARAP perlu
ruang (9 ) memberikan kesepakatan disepakati oleh masy.(khususnya
(khusus LA R A P ) .. (11 ) yang terkena dampak) dan
instansi terkait sebelum disahkan
12) Menampung masukan dari seluruh
Finalisasi dokumen stakeholder
Desain Teknis dan 13) Sesuai kewenangannya
dokumen LARAP. (11) 14) Desain yang telah
Instansi terkait (Bupati/
mempertimbangkan aspek teknis,
Walikota/Gubernur) ekonomik, lingk. dan sosekbud
menetapkan LARAP ..(13)
Menetapkan Desain CATATAN : LARAP mencakup
Teknis Jalan. (14) rencana tindak penanganan
masyarakat terasing

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 4
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-5)

Gambar-5 BAGAN KONSULTASI PENGADAAN LAHAN


(Pada Tahap Persiapan Konstruksi)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA
Mempelajari dokumen 1) Mengacu pada dokumen2
LARAP termasuk yang telah disetujui
penanganan masy. 2) Dapat dilaksanakan berkali-
terasing ..(1) kali
3) Termasuk didalamnya
pembebasan lahan,
Melakukan Konsultasi penanganan masy. terasing,
Pelaksanaan LARAP rehabiltasi ekonomi
Melakukan koordinasi Memberi masukan dan Membantu sesuai
(termasuk penanganan masyarakat, dan pemukiman
pelaksanaan LARAP. (3) menyepakati jadwal, keterkaitannya misal :
masy. terasing) kembali
besaran konpensasi, cara Panitia pengadaan tanah
dan/atau musyawarah
pengosongan lahan, alih yg memimpin musyawarah 4) Termasuk dilakukan terhadap
serta mufakat....(2)
kepemilikan, rehabilitasi & mufakat, kesepakatan penduduk di lokasi
ekonomi, penanganan pelepasan hak dari pemukiman kembali (bila
masy. terasing dan instansi terkait, dan ada)
pemukiman kembali ..(4) terhadap utilitas yang
5) Termasuk keterlibatan sektor
terkena dampak ..... (5) transmigrasi bila ada
pemukiman kembali
6) Termasuk pembebasan
Melaksanakan LARAP lahan, penanganan masy.
..... (6) terasing dan pemukiman
Melakukan monitoring Membantu pelaksanaan Berpartisipasi dalam Membantu pelaksanaan kembali
..... (7) koordinasi dengan pelaksanaan LARAP sesuai keterkaitannya 7) Sesuai yang tercantum dalam
instansi terkait. .. (8) menerima konpensasi, misal : Panitia pengadaan dokumen lingkungan
melepaskan hak, dll. tanah menyaksikan 8) Baik instansi pusat maupun
seperti tercantum dalam pembayaran konpensasi, daerah (propinsi, kab dan
kesepakatan .... (9) instansi terkait membantu kota)
memindahkan utilitas dll.
..... (10) 9) Termasuk bantuan bagi
penduduk di lokasi
pemukiman kembali
10)Termasuk proses
Membuat laporan pensertifikatan tanah
pelaksanaan LARAP 11)Sebagai acuan untuk
. ( 11) evaluasi

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 5
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-5)

Gambar-6 BAGAN KONSULTASI PELAKSANAAN KEGIATAN KONSTRUKSI


(Pada Tahap Konstruksi Jalan & Jembatan)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA
Mempelajari rencana dan
1) Mengacu pada kontrak pekerjaan
jadwal konstruksi serta
jalan dan pada dokumen LARAP
rencana rehabiltasi ekonomi
2) Setelah menyiapkan rencana detail
masy. terkena dampak . (1)
kegiatan konstruksi serta jadwal
terutama kegiatan yang dapat
mengganggu publik
Melakukan konsultasi renc. 3) Termasuk briefing kepada para
kegiatan konstruksi .. (2) Menyepakati cara Memberi masukan lalu pekerja luar tentang adat istiadat
pelaksanaan pekerjaan, kesepakatan cara setempat
termasuk keberadaan para pelaksanaan pekerjaan sesuai 4) Misalnya: dengan DLLAJ & POLRI
pekerja .. (3) keterkaitannya .. (4) untuk mengurangi kemacetan,
dengan PLN, PDAM, Telkom untuk
mencegah kerusakan utilitas
5) Sesuai dok. desain & rekomendasi
Melaksanakan kegiatan pengelolaan lingkungan
konstruksi dan tindakan 6) 7) Sesuai tugas pokoknya
pencegahan dampak (5) Melakukan monitoring ..(6) Melakukan monitoring ...(7) Memberi masukan apabila Memberi masukan dan
8) Perlu ada mekanisme penyampaian
ada gan gguan ..(8) bekerja sama dalam kegiatan
komplain
konstruksi sesuai
9) Termasuk masukan akan adanya
keterkaitannya ..(6)
penyimpangan dari yang telah
disepakati
Menyusun laporan pelaks.
10) Sebagai acuan evaluasi
konstruksi (10)
11) Didahului dengan penjelasan ttg
kesepakatan dalam LARAP
12) Dijabarkan dari dokumen penge-
Melakukan konsultasi dan lolaan lingkungan dan LARAP
persiapan rehab. ekonomi 13) Termasuk pendanaan
Memberi masukan tentang Melakukan koordinasi Memahami dan Membantu/melaksanakan 14) Masukan juga meliputi kesulitan2
m asy.(terasing) .(11) mempersiapkan diri serta sesuai keterkaitannya mis:
indikator m onito ring ..(12 ) keterpaduan program (13) alih profesi, kecemburuan penduduk
memberi masukan demi briefing untuk persiapan di lokasi pemukiman kembali
kelancaran p rog ram (14 ) training, tentang tujuan dan 15) Termasuk bantuan pendampingan
cara pemberdayaan .. (15) secara mental-spiritual
Melaksanakan program 16) Yang telah disesuaikan terhadap
rehabilitasi ..(1 6) konsultasi
Melakukan monitoring ..(17) Melakukan m onito ring .(18 ) Menerima dan melaksana- 17) 18) Sesuai tugas pokoknya
kan program rehabilitasi Membantu/melaksanaan 19) Sesuai kesepakatan
(19) sesuai keterkaitannya mis: 20) Termasuk bantuan pendampingan
Membuat laporan pelaksanaantraining,
pelaksanaan program secara teknis
pemberian fasilitas, dll. (20) 21) Sebagai acuan evaluasi.
rehabilitasi ..(2 1)

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 6
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-5)

Gambar-7 BAGAN KONSULTASI KEGIATAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN


(Pada Tahap Pasca Konstruksi)

PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN


LAINNYA
1) Termasuk laporan pelaks. pena-
Mempelajari laporan2 nganan masy. terasing (bila ada)
pelaksanaan kegiatan 2) Penyusunan konsep monitoring
konstruksi, LARAP dan melibatkan berbagai disiplin ilmu
rehabilitasi ..(1) 3) Monitoring termasuk aspek
lingkungan selain sosekbud
Konsultasi rencana 4) Disamping memberi masukan juga
dapat melakukan monitoring
monitoring sosekbud
langsung
pelaksanaan LARAP Melakukan monitoring Memberi masukan Memberi masukan aspek Memberi masukan sesuai
dan rehabilitasi....(2) 5) Masukan dapat berupa informasi
sesuai RPL/UPL .. (3) terhadap kualitas sosekbud masy. (terasing) keterkaitannya misal:
mengenai kesesuaian antara
koordinasi antar sektor & khususnya yang terkena indikator keberhasilan program dan pelaksanaan
keterpaduan program (4) dampak, termasuk aspek program rehabilitasi
Melakukan monitoring 6) Disamping memberi masukan juga
warisan budaya ..(5) melakukan monitoring dapat melakukan monitoring
tertib pemanfaatan jalan
sesuai keterkaitannya (6) langsung
dan bangunan
pelengkapnya serta 7) Yang dimaksud adalah apakah
lahan sekitar jalan....(7) bagian2 jalan sudah dimanfaatkan
sesuai fungsinya dan apakah ada
perubahan penggunaan lahan
sekitar jalan yang tidak sesuai tata
ruang
Konsultasi hasil
monitoring..... (8) 8) Dapat dilakukan berkali-kali
Memberi masukan..... (9) Memberi masukan dan Memberi masukan kondisi Memberi masukan sesuai 9) Sesuai tugas pokoknya
mengambil tindakan yang sosekbud pasca kegiatan keterkaitannya misal: apakah 10) Penyimpangan a.l.: trotoir untuk PKL
diperlukan, mis: koordinasi LARAP dan rehabilitasi. program pendampingan (Pedagang Kaki Lima), badan jalan
tertib pemanfaatan jalan, Berpartisipasi dalam menjaga masih diperlukan, adanya untuk berdagang, dll.
pengembangan lahan tertib pemanfaatan jalan (11) penyerobotan lahan damija,
Menyusun laporan sesuai tata ruang.. (10) apakah ada konflik/ 11) Masukan dapat digunakan untuk
monitoring..... (13) kesenjangan antar kelompok merevisi program
m asyarakat .. (12) 12) Termasuk di lokasi pemukiman
kembali
Melakukan tindak lanjut, 13) Mencakup tertib pemanfaatan jalan,
bekerja sama dg instansi hasil LARAP dan rehabilitasi
terkait untuk memperbaiki 14) Baik aspek teknis (jalan) maupun
penyimpangan2 .. ( 14) lingkungan dan sosekbud.

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 7
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-5)

Gambar-8 BAGAN KONSULTASI KEGIATAN EVALUASI PROYEK


(Pada Tahap Evaluasi Pasca Proyek)

PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN


LAINNYA
Mempelajari semua
1) Mencakup kegiatan pekerjaan
laporan2 monitroing..(1)
jalan, LARAP dan rehabilitasi
2) Berdasarkan hasil monitoring,
apakah tujuan proyek tercapai
Menganalisa manfaat
3) Dapat dilakukan bersamaan
proyek beserta
dengan proyek (jalan) lainnya
dampaknya ....(2)
dalam suatu daerah/kawasan
4) Aspek lingkungan mencakup
phisik, biologi (flora dan fauna),
Konsultasi konsep geologi /geographic, kimiawi
Evaluasi Manfaat serta sosial ekonomi dan sosial
Proyek .... (3) budaya
Memberi masukan aspek Memberi masukan tentang Memberi masukan kondisi Memberi masukan sesuai 5) Pembangunan daerah secara
lingkungan .. (4) koordinasi dan sosekbud masyarakat keterkaitannya misal : tata konprehensif yang menyangkut
kelembagaan dalam hal (terasing) setelah selesai ruang, penggunaan lahan, semua sektor
pembangunan daerah (5) proyek . (6) pelatihan alih profesi, nilai
lahan, dll .. (7) 6) Wakil masyarakat/LSM dapat
meyampaikan hasil pantauannya
tentang kondisi sosekbud
7) Sektor lain dapat memanfaatkan
forum ini untuk mengevaluasi
programnya
Menyusun laporan 8) PBME (Project Benefit
PBME ..... (8) Monitoring and Evaluation)
9) Untuk digunakan dimasa yang
akan datang, yaitu mencakup
faktor teknis, ekonomik/finansial,
Menyusun dan lingkungan dan sosekbud.
menetapkan kriteria
perencanaan .. ( 9)

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 8
Lampiran A Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Lampiran A
(Informatif)
Pedoman Teknis Pemilihan Rute Jalan

1 Pendahuluan
1.1 Penjelasan umum

Proses pemilihan rute merupakan bagian kegiatan perencanaan pada tahap-tahap perencanaan
umum, prastudi kelayakan dan studi kelayakan. Proses ini memerlukan banyak masukan
termasuk aspek lingkungan dan sosial.

Pemilihan rute bagi pengembangan jalan diperlukan ketika jalan yang ada tidak lagi dapat
memenuhi fungsi pelayanan lalu-lintas dengan baik. Hal ini mungkin disebabkan oleh
meningkatnya volume lalu-lintas, kebutuhan memperpendek waktu perjalanan atau oleh keinginan
untuk meningkatkan kualitas lingkungan suatu wilayah tertentu.

Pemilihan rute merupakan proses penentuan lokasi rute jalan baru secara tepat, dengan tujuan
agar jalan tersebut dapat memenuhi semua fungsi yang dibebankan padanya.

1.2 Proses pemilihan rute

Proses pemilihan rute didasarkan atas hasil evaluasi aspek-aspek teknis, sosial-ekonomi dan
lingkungan, untuk menetapkan lokasi terbaik jalan baru (Lihat Gambar 1). Biasanya, dalam proses
ini dipertimbangkan alternatif-alternatif opsi rute. Evaluasi opsi rute ini mungkin meliputi

a) peningkatan jalan yang ada sepanjang alinyemennya,


b) alinyemen yang sama sekali baru; atau
c) kombinasi dari keduanya.

Proses ini harus dilaksanakan dengan berkonsultasi erat dengan masyarakat setempat (lokal)
melalui instansi-instansi pemerintah terkait, lembaga-lembaga swadaya masyarakat dan
masyarakat yang secara potensial terkena dampak. Konsultasi masyarakat ini telah diatur dengan
peraturan perundangan yang bertujuan untuk mendapatkan masukan dan saran dari masyarakat
ke dalam proses pemilihan rute dan untuk melancarkan proses pemilihan rute, sehingga rute
terpilih akan mendapat dukungan masyarakat setempat.

Dukungan masyarakat terhadap hasil proses pemilihan rute ini juga diharapkan agar masyarakat
setempat akan mempunyai komitmen berkelanjutan untuk melindungi fungsi-fungsi jalan baru
melalui pengelolaan lahan secara tepat sepanjang lintasan jalan yang dikembangkan.

Proses Pemilihan Rute tergantung pada masukan dari berbagai bidang teknik. Pada umumnya
proses ini melibatkan sejumlah ahli, meliputi perencana kota, perencana lingkungan, ahli
geoteknik, perencana lalulintas, ahli ekonomi, dsb, yang membantu perencana jalan.

1.3 Dampak lingkungan akibat pemilihan rute

Pengembangan jalan sepanjang koridor rute yang terpilih akan menimbulkan dampak lingkungan
baik pada lingkungan biogeofisik maupun sosial. Mempertimbangkan dampak potensial

PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 1


Lampiran A Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

pengembangan jalan hendaknya dilakukan sedini mungkin dalam proses perencanaan mulai
tahap perencanaan umum, untuk memberikan masukan-masukan ke dalam proses pemilihan rute.

Gambar 1 Bagan Proses Pemilihan Rute

LINGKUNGAN

SOSIAL BIOGEOFISIK
Penggunaan Lahan Geologi/Tanah
Perbaikan Properti Air
Ekonomi Vegetasi
Budaya Lansekap
Visual Dll.

PERTIMBANGAN TEKNIS
DAN EKONOMI
Stabilitas
Manfaat Lalu lintas
Biaya
Dll.

PEMILIHAN RUTE
Koridor Perencanaan Koridor Rute Opsi Rute Rute Terpilih

Penerapan pertimbangan lingkungan dalam proses perencanaan bukan hanya merupakan bagian
dari AMDAL, karena proses AMDAL baru dimulai pada tahap akhir studi kelayakan, ketika
pemilihan rute telah selesai dilakukan.

Untuk memahami dampak lingkungan potensial akibat pengembangan jalan perlu pemahaman
tentang kondisi lingkungan, khususnya areal sensitif, di mana jalan yang dikembangkan akan
melintas. Juga diperlukan pemahaman tentang bagaimana kegiatan pengembangan jalan akan
merubah atau mempengaruhi komponen-komponen lingkungan dan bagaimana perubahan atau
pengaruh tersebut menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup (Ligat Gmbar 2).

2. Nilai lingkungan
Sebelum memulai proses pemilihan rute, perlu dipahami karakteristik lingkungan di mana jalan
akan dikembangkan. Pemahaman ini akan merupakan dasar proses perencanaan yang tajam
yang akan mengoptimasi integrasi jalan ke dalam berbagai kondisi lingkungan yang dilaluinya.

PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 2


Lampiran A Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Pemahaman mengenai nilai lingkungan memungkinkan penetapan koridor-koridor jalan


berdasarkan dampak terkecil yang mungkin terjadi. Juga dimungkinkan untuk melakukan
pertimbangan-pertimbangan komparatif mengenai rute-rute koridor dipandang dari sudut nilai
lingkungan.

2.1 Nilai lingkungan daerah perkotaan

Daerah perkotaan merupakan pemadatan permukiman manusia. Dari sudut pandang skala
pemadatan permukiman ini, pada umumnya dapat dikatakan bahwa di sisi skala kecil adalah
pemadatan permukiman manusia berupa desa, sedangkan di ujung skala besar adalah
pemadatan permukiman manusia berupa kota besar. Bagi keperluan perencanaan jalan,
ditetapkan empat tipe kota, yakni

(1) kota metropolitan,


(2) kota besar,
(3) kota sedang, dan
(4) kota kecil.

Kota merupakan permukiman perkotaan yang paling kompleks. Kota ditandai oleh adanya
campuran dari beberapa tipe penggunaan lahan yang merupakan perwujudan dari kebutuhan
masyarakat kota yang beragam. Dengan demikian tampak penggunaan lahan bagi lokasi tempat
tinggal, lokasi kegiatan komersial, lokasi kegiatan industri, dan lokasi kegiatan kelembagaan.
Lokasi-lokasi ini dihubungkan satu dengan lainnya oleh unsur-unsur prasarana seperti
transportasi, listrik, air, telekomunikasi, sistem drainase dan pembuangan limbah serta sampah.

Selain prasarana ciptaan manusia ini, terdapat pula berbagai unsur alami yang menjadi ciri suatu
kota, yaitu topografi, vegetasi dan perairan. Unsur unsur ciptaan manusia bersama dengan unsur-
unsur alami menghasilkan ciri suatu kota.

Daerah perkotaan memiliki nilai sosial yang kompleks, meliputi nilai-nilai:

interaksi m asyarakat;
tem pat tinggal;
kom ersial;
industri;
institusi;
prasarana;
budaya;
w arisan budaya;
visual.

Juga penting bagi suatu kota ialah nilai-nilai sosial masyarakatnya. Yang terpenting ialah
kesejahteraan ekonomi. Namun, setelah masyarakat kota berhasil mendapatkan kesejahteraan
ekonomi, akan muncul nilai-nilai sosial lainnya yang sangat kompleks yang perlu dicapai, karena
dirasakan akan makin meningkatkan kualitas hidup masyarakat kota.

Kebutuhan masyarakat kota dan adanya kemungkinan untuk berhubungan secara fisik dengan
berbagai lokasi dalam kota tersebut di atas merupakan nilai sosial yang sangat penting bagi

PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 3


Lampiran A Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

masyarakat kota. Kota perlu dipandang sebagai kumpulan desa yang kompleks, yang tidak
dipisahkan satu dengan lainnya oleh daerah pedesaan.

Lain dari pada itu, ada pula hal-hal yang penting artinya bagi masyarakat kota, seperti
keselamatan. Orang Indonesia adalah mahluk yang sangat sosial, yang banyak menggunakan
jalan sebagai tempat sosialisasi, membeli makanan dan kebutuhan lainnya. Penggunaan jalan
seperti ini menciptakan suasana dinamis, namun penggunaan tersebut mungkin bertentangan
dengan kebutuhan kelancaran arus lalu-lintas. Namun demikian, nilai-nilai sosial jalan ini perlu
dihormati, tanpa mengabaikan keselamatan para pengguna jalan. Isu keselamatan manusia selalu
perlu diperhatikan.

Nilai sosial lainnya yang penting ialah kualitas lingkungan hidup kota, termasuk kualitas visual dan
kualitas akustik. Kebutuhan akan kualitas visual dan kualitas akustik berbeda dari suatu lokasi ke
lokasi lain. Kiranya dapat dimengerti bahwa kualitas visual dan kualitas akustik yang diperlukan
bagi lokasi tempat pemukiman masyarakat akan sangat berbeda dari yang diperlukan di lokasi
kegiatan industri.

2.2 Nilai lingkungan daerah perdesaan

Pada umumnya daerah pedesaan berbatasan dengan daerah perkotaan dan sering memberi
kesempatan tersedianya lahan bagi pengembangan jalan bypass perkotaan. Dengan demikian,
penting artinya untuk mengenal karakteristik lingkungan pedesaan.

Pada umumnya daerah pedesaan didominasi oleh kawasan budidaya dan mungkin juga terdapat
bagian-bagian dalam keadaan bera atau dalam keadaan penggunaan budidaya yang tidak
intensif. Namun demikian, selalau terdapat tempat-tempat tinggal terpencar atau kumpulan tempat
tinggal sebagai kampung atau desa kecil.

Bentang alam daerah perdesaan juga terdiri dari daerah-daerah produksi beras di dataran-dataran
rendah yang berbatasan dengan daerah pesisir maupun di beberapa lembah sungai. Mungkin
juga terdapat teras-teras di daerah perbukitan yang ditanami padi. Kegiatan pertanian padi ini
merupakan kegiatan pengembangan pertanian yang paling intensif di daerah pedesaan. Kegiatan
pertanian lainnya di daerah pedesaan meliputi kegiatan budidaya sayuran dan biji-bijian, serta
perkebunan pohon buah-buahan, karet, kelapa dan kelapa sawit. Bagian-bagian daerah pedesaan
yang digunakan sebagai lokasi kegiatan tersebut di atas ini merupakan bagian penting dari
bentang alam daerah pedesaan, namun pada umumnya merupakan kendala yang sedang
besarnya bagi pengembangan jalan.

Juga terdapat kawasan-kawasan yang digunakan untuk usaha peternakan, walaupun biasanya
dalam skala yang jauh lebih kecil ketimbang penggunaan lahan untuk pertanian padi. Dapat
dikatakan bahwa bagian-bagian daerah pedesaan yang digunakan untuk usaha peternakan pada
umumnya kecil luasannya dan merupakan kendala terkecil bagi pengembangan jalan. Juga
merupakan bagian dari bentang alam daerah pedesaan ialah kota-kota kecil dan desa-desa yang
terletak sepanjang jalan-jalan antar perkotaan, yang bergantung pada jalan-jalan ini untuk
mendapatkan akses ke kendaraan. Kota-kota kecil dan desa-desa ini peka terhadap
pengembangan jalan disebabkan oleh:

a) pelebaran jalan akan menimbulkan dampak-dampak sosio-ekonomi pada properti (harta


benda tak bergerak) sepanjang jalan, dan

PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 4


Lampiran A Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

b) jika jalan melalui sebuah desa atau sebuah kota kecil, akan menimbulkan dampak-dampak
pada kegiatan ekonomi dan bisnis di sepanjang jalan yang dilebarkan.

Daerah perdesaan memiliki nilai-nilai khas, meliputi:

Lahan pertanian:
- sawah beririgasi;
- sawah tadah hujan;
- tanaman lain;
- perkebunan;
Lingkungan alam :
- sungai;
- lahan basah / rawa, bakau;
desa;
kam pung;
rum ah -rumah terpencil;
nilai visual.

3. Pengembangan jalan dan pengaruhnya terhadap lingkungan hidup


3.1 Dampak lingkungan

Alinyemen horisontal jalan yang berupa sabuk tak terputus-putus, merupakan unsur utama yang
akan memotong rona lingkungan yang utuh yang terdiri dari unsur-unsur biogeofisik dan sosial
yang saling kait-mengait. Sabuk tak terputus-putus ini akan membagi rona lingkungan yang
tadinya utuh menjadi bagian-bagian yang terpisah-pisah. Inilah yang akan menimbulkan dampak
lingkungan pada aspek biogeofisik dan sosial di sepanjang rute jalan yang akan dikembangkan
dan sekitarnya. Semua faktor lingkungan ini perlu dipertimbangkan pada pemilihan rute.
Pertimbangan tersebut dilakukan bersama-sama dengan pertimbangan teknis dan ekonomi untuk
menetapkan opsi-opsi rute dan memilih opsi rute yang terbaik.

Sasaran umum pemilihan rute yang baik ialah memaksimalkan pengaruh sosial yang baik,
misalnya meminimalkan kemacetan lalu-lintas, meningkatkan kualitas bising dan kualitas udara di
daerah perkotaan yang sebelumnya hiruk-pikuk oleh lalu-lintas dengan kualitas udara yang buruk
akibat tingginya kandungan asap dari kendaraan bermotor, meningkatkan aspek-aspek
keselamatan, dan secara umum meningkatkan kualitas hidup manusia dengan cara meningkatkan
dan menciptakan potensi peningkatan kemudahan-kemudahan (amenities) perkotaan di kemudian
hari.

Seperti telah dikemukakan di atas, segi negatif dari pengembangan jalan ialah terciptanya
pembelahan. Pengembangan jalan dapat membelah properti, bahkan dapat membelah
perbaikan-perbaikan pada suatu properti. Pengembangan jalan dapat pula membelah tata-guna
lahan dan berbagai koridor prasarana seperti jalan, jalan kereta api, dan berbagai prasarana
pelayanan seperti pasokan listrik dan air bersih. Koridor pergerakan masyarakat seperti jalan atau
jalan setapak yang dapat dilalui kendaraan lokal atau rakyat setempat dapat dipengaruhi oleh
pengembangan jalan baru. Jalan baru yang dikembangkan mungkin juga melintasi sungai,
vegetasi alam dan atau koridor satwa liar. Namun, dapat dipastikan bahwa dampak sosial paling
sensitif akibat pengembangan jalan ditimbulkan oleh kegiatan pengadaan tanah dan pemindahan

PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 5


Lampiran A Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

tempat tinggal (resettlement). Pengadaan lahan dan pemindahan tempat tinggal juga menjadi
faktor utama pertimbangan biaya pada berbagai opsi rute.

3.2 Kesesuaian lahan

Baik di daerah perkotaan maupun perdesaan semua jenis penggunaan lahan peka terhadap
pengembangan jalan. Daerah-daerah yang telah berkembang secara intensif akan terkena
dampak terbesar akibat pengembangan jalan, dan karenanya daerah seperti ini sangat tidak
cocok bagi pengembangan jalan. Termasuk dalam daerah seperti ini antara lain daerah yang
digunakan bagi permukiman dan bagi kegiatan komersial. Di daerah pedesaan lahan-lahan
pertanian padi beririgasi teknis paling peka terhadap pengembangan jalan. Tingkat kepekaan
lahan terhadap pengembangan jalan bergantung pada sejauh mana penggunaan lahan telah
ditingkatkan. Makin tinggi peningkatan penggunaan lahan pedesaan makin kurang cocok daerah
itu bagi pengembangan jalan.

Secara umum, pengembangan jalan sebaiknya menghindari daerah yang telah berkembang
pesat. Labih baik memilih daerah-daerah yang kurang berkembang. Namun perlu diperhatikan
bahwa daerah-daerah kurang berkembang yang berdekatan dengan daerah permukiman pada
akhirnya akan berkembang juga menjadi daerah permukiman. Daerah kurang berkembang ini
termasuk juga daerah real estat yang baru pada tingkat awal pengembangan, dan kampung atau
desa.

Lahan yang tingkat kecocokannya bagi pengembangan jalan termasuk kategori sedang adalah
sawah tadah hujan, serta lahan perkebunan karet, kelapa dan kelapa sawit. Lahan yang dianggap
tinggi tingkat kecocokannya bagi pengembangan jalan ialah lahan kosong yang sama sekali tidak
ditingkatkan penggunaannya dan padang rumput. Makin kurang intensif penggunaan lahan makin
besar pula tingkat kecocokannya untuk pengembangan jalan Namun, lahan-lahan yang sama
sekali belum dibuka dan masih sepenuhnya dalam keadaan alamiah mungkin merupakan lahan-
lahan bernilai konservasi tinggi, dan dengan demikian tidak cocok bagi pengembangan jalan.
Daerah yang sangat kurang cocok bagi pengembangan jalan adalah daerah permukiman dan
bisnis.

PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 6


Lampiran A Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Gambar 3
Kesesuaian Lahan untuk Pengembangan Jalan

KESESUAIAN LAHAN

Paling Sesuai
Lahan pertanian
landau tidak
beririgasi
Perkebunan
Pada umumnya Lahan pertanian
penggunaan lahan Sawah tadah hujan
paling cocok untuk Beberapa daerah
pengembangan jalan alami
Daerah industri
Beberapa daerah
alami
Beberapa daerah
industri
Daerah komersial
Perkantoran
Beberapa daerah
Pada umumnya komersial
penggunaan lahan Pemukiman
kurang cocok untuk Peninggalan sejarah
koridor rute, opsi rute / kawasan lindung
dan opsi rute terpilih

Kurang Sesuai

4. Pengumpulan data untuk pemilihan rute jalan


4.1 Sumber data

Keberhasilan pemilihan rute tergantung dari tersedianya basis data (database) informasi yang
komprehensif, meliputi kondisi topografi, enjiniring, sosial dan lingkungan dalam wilayah di mana
terdapat berbagai opsi. Data dikumpulkan dari sejumlah sumber dan perlu dipilih dan dipilah untuk
mendapatkan basis data yang sebaik mungkin. Basis data ini mencakup:

Peta
Foto Udara
Citra Satelit
Hasil Survai Lapangan
Laporan-laporan Tersedia
Sumber-sumber Pemerintah Lokal maupun Regional
Pengetahuan Lokal
Lain-lain (lihat Tabel 41.)

PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 7


Lampiran A Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

4.1.1 Peta

Peta dasar nasional dan beberapa jenis peta tematik dengan berbagai skala perlu diperoleh
antara lain dari Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survai dan Pemetaan Nasional), meliputi:

Peta Topografi;
Peta Tata Guna Tanah dan Peta Status Tanah;
Peta Kesesuaian Lahan dan Peta Bahaya Lingkungan;

Peta-peta tersebut di atas berskala 1 : 50.000 untuk seluruh Indonesia. Juga tersedia peta-peta
digital berskala 1 : 25.000, yang diproses dari foto udara. Pada peta-peta ini interval kontur adalah
sebesar 5 m, yang memadai bagi keperluan perencanaan pada Tahap Perencanaan Umum dan
Tahap Prastudi kelayakan suatu proyek pengembangan jalan. Belum lama berselang telah
tersedia pula hasil pemetaan dengan menggunakan citra satelit IKONOS.

Peta-peta ini akan membantu pada identifikasi keberadaan banyak kendala sosial dan lingkungan.
Peta-peta ini secara umum memperlihatkan kelas-kelas tataguna tanah, roman-roman alami
seperti gunung, bukit, sungai, dsb. Namun, informasi ini perlu dikombinasikan dengan sumber-
sumber informasi yang lebih rinci dan dengan data hasil survai-survai lapangan. Peta-peta
topografi skala 1 : 25.000 tersediia untuk sebagian besar wilayah Indonesia. Peta-peta ini
bersama dengan foto-foto udara akan memberikan informasi yang lebih rinci tentang kendala-
kendala tataguna tanah dan lingkungan untuk keperluan pemilihan rute jalan.

Pemilihan rute final harus didasarkan atas peta-peta yang lebih rinci dan peta-peta fotogrametris,
pada umumnya yang berskala 1 : 10.000, atau lebih detail dengan skala 1 : 5,000 (Foto udara
berskala 1 : 5.000 mahal harganya, namun pada skala ini lebih mudah untuk mengidentifikasi
sifat-sifat individual). Peta-peta seperti ini menyajikan kondisi tataguna tanah dan lingkungan
secara lebih rinci, selain menyajikan pula detail topografi.

Peta-peta membantu menetapkan sifat topografis koridor jalan. Peta-peta juga memberi informasi
tentang tataguna tanah dan rona-rona alami, seperti kondisi geologi, liputan vegetasi dan pola
hidrologi. Peta-peta skala 1:25,000 memberikan informasi detail tentang bentuk kahan, elevasi,
tutupan lahan, termasuk vegetasi dan hidrologu, serta informasi tentang prasarana yang ada
seperti jalan, rel kereta api, jaringan listrik, dsb.

4.1.2 Foto udara

Foto udara dapat memberikan data topografi maupun data penggunaan tanah, data lingkungan
dan data sosial/budaya, tetapi perlu dilengkapi dengan pemerikasaan lapangan (field check).

Untuk memperoleh foto udara mutakhir diperlukan izin sekuriti (security clearnce) dari Pussurta
(Pusat Survey dan Pemetaan)TNI. Izin tersebut meliputi:

PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 8


Lampiran A Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Tabel 4.1 Daftar Uji Data Lingkungan

Skala Lingkungan Data Relevan Sumber Data


Regional Tataguna tanah utama Survai lapangan
(Jalan penghubung) Kawasan perlindungan Lingkungan Rencana regional
Kecenderungan populasi/mata Studi perencanaan regional
pencaharian Peta topografi
Pola pemukiman Foto Sistem Informasi
Roman lanskap Geografi (SIG)

Kota Fungsi/Peran Survai lapangan


(Opsi-opsi Segmen Bentuk/Struktur Rencana kota
Jalan) Jaringan hierarki jalan Studi perencanaan kota
Jaringan rel Peta topografi
Sistem transpor umum Foto udara format besar
Jaringan pejalan kaki Konsultasi masyarakat
Roman topografis/alami
Kecenderungan populasi/mata
pencaharian
Usulan pengembangan
Pengembangan potensial
Ciri/pengembangan tanah yg menghadap
ke jalan

Jalan Utama yang ada Tataguna tanah yang menghadap ke jalan Survai lapangan
(Opsi-opsi seksi- Lokasi penghasil (generator) pejalan kaki Rencana buku besar
persilangan Lokasi penghasil (generator) kendaraan Kimpraswil
jalan) Tempat pemberhentian bis Foto udara format kecil
Tempat menaikkan penumpang Konsultasi masyarakat
Penyimpanan
Tempat parkir becak
Tempat parkir kendaraan
Lalu-lintas pejalan kaki
Lalu-lintas kendaraan tidak-bermotor
Perdagangan oleh pedagang keliling (Kaki
Lima)
Pasar jalanan
Perbaikan jalan
Pohon
Vegetasi lain
Jalan setapak
Median
Jalan layang/Terowongan
Monumen
Jasa
Fungsi jalan (Regional/Nasional/Lokal)
Kemacetan Lalu Lintas
Bahaya Kecelakaan lalu lintas
Pencemaran lokal

PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 9


Lampiran A Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Visual
Usulan pengembangan
Persepsi masyarakat

Lingkungan Tataguna tanah (Tipe, Ukuran) Survai lapangan


perumahan Pengembangan lahan (Tipe, Ukuran, Foto udara format kecil
(Opsi-opsi pengadaan Kualitas) Konsultasi masyarakat
lahan) Roman alami
Tataguna / Pengembangan tanah
berbatasan
Usulan pengembangan
Persepsi Masyarakat

Izin P em otrtan U dara (sebelum terbang); ini m em erlukan w aktu m inim al satu bulan;
Izin P encetakan F oto U dara; dan
Izin P enggunaan F oto U dara setalah dicetak.

Foto udara dapat dibuat menjadi mosaik baik berupa controlled maupun uncontrolled mosaic.
Pada mosaik yang mengambarkan tutupan lahan yang sangat realistis ini, dapat diplot opsi-opsi
rute jalan dan dapat dilihat letak opsi-opsi ini berkaitan dengan bentang topografis atau bentang
alam dan dengan roman-roman lingkungan.

Walaupun pengadaan foto udara merupakan kegiatan yang mahal, foto udara merupakan satu-
satunya media yang realistis untuk pemilihan rute secara cermat. Bila tidak tersedia foto udara,
kegiatan penetapan rute dapat dilakukan dengan menggunakan peta yang tersedia dan
peninjauan lapangan. Sayangnya, peninjauan lapangan ini tidak memungkinkan penaksiran
lokasi secara luas dan mendalam, karena terbatasnya jarak pandang yang mungkin hanya
mencapai beberapa ratus meter atau bahkan kurang dari pinggir jalan.

Untuk daerah-daerah berpenduduk padat atau daerah-daerah yang sedang berkembang, seperti
daerah Jabotabek, di mana sering terjadi perubahan, foto udara sangat diperlukan. Karena itu,
untuk keperluan pemilihan rute di daerah semacam ini hendaknya dipersiapkan foto-foto udara
mutakhir, karena ini satu-satunya cara untuk memperoleh informasi setempat (on-site) tentang
tataguna tanah di koridor jalan yang cukup lengkap dan akurat.

4.1.3 Citra satelit

Citra satelit skala 1 : 25.000, dapat digunakan untuk membantu proses pemilihan rute Proses ini
memungkinkan untuk secara umum mengidentifikasi penggunaan tanah, tutupan tanah, geologi,
hidrologi dan kemiringan lereng. Walaupun resolusi yang diinformasikan kurang tinggi, namun
dalam beberapa kasus memungkinkan penetapan koridor rute dan kesesuaiannya bagi pemetaan
beberapa pertimbangan teknis dan lingkungan. Juga dimungkinkan untuk mempertimbangkan
beberapa koridor rute satu dengan lainnya, bila diinginkan identifikasi rute yang paling disukai.
Pada umumnya, dengan cara ini diidentifikasi koridor-koridor selebar 500 hingga 4.000 m.Teknik
ini paling berguna, bila perlu dipertimbangkan lebih dari satu rute koridor. Namun, teknik ini tidak
cocok bagi pemilihan rute secara rinci, karena dewasa ini skala citra satelit terlalu kecil.

PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 10


Lampiran A Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

4.1.4 Laporan-laporan yang tersedia

Mungkin terdapat laporan-laporan tentang berbagai studi yang dilaksanakan di wilayah yang studi
pemilihan rute jalan. Studi-studi ini tidak perlu berkaitan langsung dengan jalan, dan mungkin
berkaitan dengan sejumlah parameter pengembangan, lingkungan dan sosial. Kemungkinan
besar bahwa studi-studi ini tidak meliput seluruh wilayah di mana dilakukan studi pemilihan rute
jalan. Namun demikian, studi-studi ini dapat memberikan informasi latar belakang mengenai suatu
wilayah secara regional atau lokal.

4.1.5 Survai lapangan

Sirvai lapangan diperlukan untuk mengecek kebenaran peta dan hasil interpretasi foto udara atau
citra satelit. Pemeriksaan lapangan (field-check) juga akan membuktikan apakah terjadi
perubahan pada kondisi koridor rute, sesudah dilakukan pemotretan udara atau pemotretan oleh
satelit. Misalnya, apa yang tiga tahun sebelumnya pada foto udara adalah bentangan sawah,
ternyata pada waktu pemeriksaan lapangan didapatkan bahwa bentangan sawah telah berubah
menjadi lokasi permukiman atau kawasan real estat. Survai lapangan diperlukan antara lain untuk
mengidentifikasi:

H utan prim er, kem ungkinan besar terdapat di lereng bukit yang curam;
H utan yang m engalam i degradasi, di dekat atau didalam kaw asan budidaya;
K aw asan lindung, seperti T am an N asional, daerah konservasi atau daerah tangkapan air;
K aw asan budidaya, seperti saw ah, kebun sayur-mayur dan tebu;
K aw asan perkebunan, seperti perkebunan kelapa, karet, dan pisang; dan
K aw asan pengem bangan, seperti perkam pungan dan real estat.

4.1.6 Intansi pemerintah propinsi dan lokal

Sejumlah instansi pemerintah berkepentingan dalam penentuan lokasi jalan baru. Hal ini akan
bergantung pada lokasi proyek dan apakah lokasi ini akan meliputi lebih dari satu wilayah
pemerintahan. Instansi-instansi ini dapat menyediakan informasi mengenai perencanaan lalu-
lintas dan perencanaan sosial, untuk keperluan proses pemilihan rute. Instansi seperti Bappeda
tentu mempunyai pandangannya sendiri tentang bagaimana membangun daerahnya.

Instansi lain yang berkepentingan antara lain meliputi PHPA dalam Departemen Kehutanan, yang
mungkin mempunyai kepentingan dalam kawasan di mana opsi-opsi jalan akan melintas. Di dekat
daerah perkotaan, instansi-instansi pemerintah tertentu dapat menyediakan informasi tentang
pengembangan baru yang telah terjadi atau direncanakan bagi rute koridor. Sudah barang tentu,
pengembangan yang direncanakan tidak akan tampak pada foto-foto udara yang terbarupun. Jadi,
suatu langkah yang penting dalam proses pemilihan rute ialah mendapatkan informasi tentang
pengembangan yang direncanakan.

4.1.7 Pengetahuan lokal

Dalam pelaksanaan survey lapangan, sebaiknya menghubungi sejumlah penduduk lokal guna
membicarakan berbagai kondiisi yang mungkin mempengaruhi lokasi sebuah jalan. Hal ini
diperlukan sebagai tambahan informasi yang diperoleh dari sumber pemerintah regional dan lokal.
Misalnya, informasi dari penduduk setempat berkaitan dengan parameter-parameter yang penting
dan informasi mengenai tingkat banjir. Informasi seperti ini mungkin dapat diperoleh dari LSM-

PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 11


Lampiran A Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

LSM setempat atau dari masyarakat setempat. Informasi yang diperoleh ini perlu dicermati
dengan hati-hati melalui strategi-strategi konsultasi masyarakat dan instansi terkait.

5. Data yang dikumpulkan


5.1. Data jalan dan jembatan

Sistem Manajemen Jalan Terpadu (Integrated Road Management System IRMS) yang ada di
Departemen Kimpraswil menyediakan data terbaru tentang jalan dan jembatan. Meskipun
demikian data ini perlu dikaji ulang dan diperiksa tingkat ketepatannya. Bila diperlukan, data
tambahan hendaknya dikumpulkan. Pengumpulan data tambahan ini meliputi:

Lokasi dan kondisi jembatan;


Lokasi dan kondisi gorong -gorong;
Lokasi dan kondisi bangunan lainnya;
T ipe trotoar;
K ondisi dan kekasaran perm ukaan;
B ahu dan tepi jalan;
F aktor lain.

Data di atas, terutama akan berguna untuk menetapkan opsi-opsi tidak berbuat apapun (do
nothing) dan pelebaran jalan pada alinyem en jalan yang telah ada.

5.2 Data lalu lintas kendaraan

Volume lalu-lintas kendaraan dalam koridor rute hendaknya ditaksir melalui analisis semua data
yang tersedia. Ini akan mengikuti kaji ulang (review) terhadap database IRMS dan studi-studi lalu-
lintas kendaraan lainnya, yang pernah dilakukan. Sesuai dengan keperluan, hendaknya dilakukan
survai-survai tambahan mengenai lalu-lintas kendaraan serta asal dan tujuan. Analisis data ini
akan mempertimbangkan variasi tingkat arus lalu-lintas kendaraan dalam satu jam, satu hari, dan
satu musim. Pengumpulan data meliputi:

a) Perhitungan Berklasifikasi Lalu-lintas Kendaraan

Perhitungan ini hendaknya menganut prosedur baku Kimpraswil dan perlu didiskusikan dengan
Kimpraswil sebelum dilakukan perhitungan lalulintas kendaraan.

b) Survai Waktu Perjalanan

Hendaknya dilakukan survai tentang waktu/kecepatan perjalanan, di mana survai seperti ini patut
dilakukan. Survai tersebut perlu dilakukan pada saat-saat yang berbeda, pada waktu periode
puncak dan periode bukan-puncak, selama beberapa hari yang berbeda, untuk menentukan ata-
rata waktu/kecepatan perjalanan.

c) Survai Asal dan Tujuan

Untuk membantu pengembangan prakiraan arus lalu-lintas kendaraan, termasuk lalu-lintas


kendaraan yang dialihkan dan yang dihasilkan (generated), mungkin diperlukan survai asal dan
tujuan lalu-lintas kendaraan atau modus transportasi lain. Survai seperti ini perlu dilakukan selama

PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 12


Lampiran A Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

paling tidak 12 jam (jam 06.00 jam 18.00) dan hendaknya disertai dengan survai perhitungan
yang berkaitan.

Penghasil lalu-lintas kendaraan utama (major trafffic generators) yang potensial maupun yang ada
perlu dikaji, diidentifikasi, dideskripsikan, dan dikuatifikasi. Dengan cara sama, daerah-daerah
yang secara potensial terkena pengaruh perbaikan sistem jalan, hendaknya dikaji. Kajian-kajian ini
perlu mempertimbangkan pengembangan ekonomi dan kebutuhan dibangunnya jalan raya di
wilayah yang bersangkutan di masa depan. Kajian-kajian ini hendaknya meliputi pertimbangan
tentang:

Pertumbuhan dan karakteristik populasi penduduk, misalnya, penyebaran populasi daerah


pedesaan dan perkotaan;
Pertumbuhan ekonomi nasional dan regional;
Pengembangan kegiatan industri/komersial, termasuk pertanian dan kepariwisataan, di
dalam daerah proyek;
Pengembangan layanan-layanan sosial di daerah yang bersangkutan, misalnya
pembangunan rumah sakit dan sekolah; dan
Proyeksi pertumbuhan jumlah kendaraan.

5.3 Data topografi

Untuk pelaksanaan pemilihan rute secara efektif, perlu tersedia data topografi pada beberapa
skala. Dalam tahap penentuan koridor, cukup digunakan data dari peta-peta berskala kecil,
misalnya berskala 1 : 250.000 atau 1 : 50.000, dengan interval kontur 25 100 m. Namun, bagi
pengembangan opsi-opsi rute, hendaknya digunakan peta-peta berskala 1 : 25.000 hingga 1 :
10.000, dan bahkan yang berskala 1 : 5.000, dengan interval kontur 1 5 m.

5.4 Data perencanaan

Dalam rangka pemilihan rute yang efektif, perlu mengidentifikasi strategi perencanaan tingkat
nasional, regional, propinsi, dan lokal, yang meliputi baik strategi maupun rencana tata-ruang,
seperti:

R encana P em bangunan S osial dan E konom i N asional;


R encana P em bangunan R egional;
R encana P em b angunan Propinsi;
R encana P em bangunan K abipaten/K ota.

Semua rencana ini hendaknya didiskusikan dengan unstansi-instansi terkait, sehingga maksud
rencana-rencana itu dan implikasinya yang berkaitan dengan pembangunan jalan dimengerti.
Implikasi rencana-rencana itu dapat meliputi penghasil lalu-lintas kendaraan (traffic generator) di
masa depan, dan juga berimplikasi pada rencana-rencana jaringan jalan lokal.

5.5 Data hidrologi dan drainase


Data curah hujan yang meliputi penyebaran dan intensitas bulanan serta data suhu dan variasi
suhu juga diperlukan. Data-data ini memberikan latar belakang kontekstual bagi pembangunan
jalan, dan memberikan masukan tentang kemungkinan terjadinya genangan berkala atau banjir.

PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 13


Lampiran A Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Peta-peta hidrologi atau peta-peta topografi yang bermutu, perlu dipelajari dalam hubungannya
dengan lokasi sungai, dataran banjir atau hal-hal lain yang berhubungan dengan air terhadap rute-
rute potensial, karena ini semuanya dapat mempengaruhi biaya enjiniring atau kinerja lingkungan
dari suatu opsi rute dibandingkan dengan opsi rute lainnya. Rincian mengenai kondisi hidrologi
wilayah perlu ditetapkan untuk memungkinkan penyusunan rancangan dan pembiayaan studi
kelayakan, terutama yang berkenaan dengan keperluan pembangunan jembatan dan gorong-
gorong.

5.6 Data geologi

Dari peta-peta geologi dan peta-peta patahan dan/atau citra satelit, ada kemungkinan untuk
mengidentifkasi jenis-jenis tanah dan patahan-patahan di dalam koridor perencanaan. Informasi
seperti ini sangat penting dalam proses pemilihan rute, karena pembangunan jalan di atas tanah
yang kondisi geologinya peka atau di atas tanah yang kurang baik mutunya bagi konstruksi jalan
akan sangat menaikkan biaya konstruksi.

5.7 Data lingkungan dan sosial

Data rona lingkungan awal baik aspek biogeofisik maupun aspel sosial perlu dikumpulkan
bersamaan dengan pengumpulan data dasar lainnya. Data biogeofisik meliputi:

Iklim , kualitas udara dan kebisingan;


T opografi, G eologi dan T anah;
H idrologi;
N ilai B entang A lam ;
F lora dan Fauna;

Data sosial meliputi antara lain:

T ataguna tanah;
P ola pem ukim an dan populasi;
P eluang/lokasi m ata pencaharian;
P rasarana yang ada;
F asilitas m asyarakat, m isalnya rum ah sakit, sekolah dan rum ah ibadah;
K aw asan atau bangunan peninggalan bersejarah.

5.8 Data perkiraan biaya

Perkiraan biaya pembangunan tiap opsi rute perlu dihitung. Untuk perhitungan biaya tersebut
diperlukan harga satuan berbagai jenis kegiatan konstruksi, karena biaya ini tergantung dari jenis-
jenis kegiatan konstruksi tiap opsi rute. Untuk keperluan itu dapat digunakan standar harga satuan
yang tersedia di Departemen Kimpraswil atau Dinas Bina Marga setempat.

PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 14


Lampiran A Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

6. Proses pemilihan rute


6.1 Penjelasan umum

Pemilihan suatu rute yang disenangi (prefered route) tergantung pada berbagai faktor, meliputi
pertimbangan teknis, ekonomi, sosial, dan lingkungan. Faktor-faktor ini perlu dipertimbangkan
dalam suatu urutan tahap perencanaan yang telah baku, mulai dari evaluasi secara makro pada
tahap perencanaan koridor, hingga pertimbangan-pertimbangan yang lebih rinci terhadap
berbagai faktor yang mempengaruhi pemilihan rute di tahap-tahap selanjutnya dalam keseluruhan
proses perencanaan.

Tahap-tahap perencanaan meliputi:

penem patan koridor p erencanaan;


penentuan K oridor rute;
penentuan dan analisis alternatif-alternatif rute;
pem ilihan opsi-opsi yang masuk dalam pertimbangan (Shortlisted);
pem ilihan opsi yang disenangi;
penentuan alinyem en -alinyemen vertikal dan horisontal yang disenangi.

Menetapkan suatu usulan jalan berlangsung dalam tahap perencanaan / prastudi kelayakan dan
tahap sudi kelayakan. Proses ini mungkin sangat kompleks tetapi seringkali relatif sederhana,
karena ketiadaan kendala. Metodologi yang dipilih bergantung baik pada tingkat kerumitan isu-isu
yang mempengaruhi pemilihan rute, maupun pada sumberdaya dan waktu yang tersedia bagi
penyelesaian proses pemilihan rute.

6.1.1 Koridor Perencanaan

Pada umumnya, Departemen Kimpraswil akan mengidentifkasi kebutuhan akan suatu proyek.
Lokasi Koridor Perencanaan ini diidentifikasi sebelum Tahap Perencanaan Umum Proyek. Sering
kali Koridor Perencanaan ini tidak secara formal dipetakan, terutama untuk jalan-jalan perkotaan,
karena pengembangan kota itu sendiri yang menjadi faktor penentu.

6.1.2 Koridor Rute

Koridor rute ditentukan setelah diadakan perkiraan awal lokasi koridor dalam koridor perencanaan
atau kawasan perencanaan. Untuk keperluan tersebut, dilakukan identifikasi kawasan di mana
semua opsi rute berada. Kegiatan ini dilakukan pada tahap perencanaan umum.

Kadang-kadang koridor rute tidak ditentukan secara formal. Namun, dalam kasus-kasus di mana
banyak terdapat kepentingan masyarakat, koridor rute ini harus ditetapkan secara formal, guna
menetapkan wilayah-wilayah yang perlu dievaluasi dan yang tidak perlu dievaluasi.

6.1.3 Opsi / alternatif rute

Setelah ditetapkannya koridor rute, tahap berikutnya dari proses pemilihan rute adalah
mempertimbangkan pengembangan sejumlah opsi alternatif guna mencapai kapasitas jalan yang
lebih baik dalam koridor rute. Diperlukan analisis lengkap mengenai semua alternatif dengan

PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 15


Lampiran A Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

menggunakan data hasil survai dan pemetaan. Kegiatan-kegiatan ini dilakukan dalam tahap
perencanaan umum, dengan menggunakan data hasil pemetaan dan informasi lainnya.

6.1.4 Opsi-opsi yang masuk dalam pertimbangan (short-listed)

Analisis teknis dan lingkungan terhadap alternatif-alternatif opsi menghasilkan terpilihnya 2 4


opsi yang masuk dalam pertimbangan (short-listed). Selanjutnya, dilakukan penilaian lingkungan,
sosio-ekonomi, dan teknis yang mendalam, termasuk perkiraan dampak terhadap lingkungan
hidup. Opsi-opsi yang masuk dalam pertimbangan dapat meliputi pelebaran jalan serta perbaikan
alinyemen dan / atau opsi-opsi konstruksi jalan baru.

6.1.5 Opsi rute yang dikehendaki

Setelah dilakukan perbandingan antara semua opsi berdasarkan pertimbangan-pertimbangan


teknis, lalu-lintas kendaraan, lingkungan, dan ekonomi, dipilih suatu rute yang dikehendaki.
Kemudian rute yang dikehendaki ini akan dievaluasi secara lebih rinci, untuk menentukan rute
final. Rute yang dikehendaki diidentifikasi pada tahap prastudi kelayakan.

6.1.6 Alinyemen rute final

Penentuan rute final dilakukan pada tahap studi kelayakan di mana rute yang dikehendaki
dipelajari secara sangat rinci dan disesuaikan berdasarkan kebutuhan sepanjang alinyemen yang
dikehendaki yang diidentifikasi pada tahap prastudi kelayakan. Kegiatan ini akan menetapkan
alinyemen vertikal dan horisontal final dari rute yang dikehendaki, sebagai respons terhadap
informasi topografi dan tataguna tanah yang rinci.

6.1.7 Hubungan dengan siklus proyek

Pemilihan rute dilakukan dalam tiga tahap awal siklus proyek, yakni tahap perencanaan umum,
tahap prastudi kelayakan, dan tahap studi kelayakan. Pada tahap perencanaan umum, hasil studi-
studi perencanaan dan peta-peta yang tersedia dikaji ulang dan diidentifikasi opsi-opsi rute.

Pada tahap prastudi kelayakan dipertimbangkan opsi-opsi rute secara rinci dan ditentukan serta
dinilai lebih cermat berdasarkan data yang tersedia maupun hasil survai lapangan. Setelah kaji
ulang ini diidentifikasi suatu rute yang dikehendaki.

Dalam tahap berikutnya, yakni tahap studi kelayakan, kelayakan teknis, ekonomi, dan lingkungan
dari opsi yang dikehendaki dievaluasi dan dibuatlah penyesuaian-penyesuaian akhir terhadap
lokasi alinyemen jalan. Dalam tahap ini, proses pemilihan rute hampir mendekati
penyelesaiannya. Namun, alinyemen vertikal dan horisontal dari rute yang dikehendaki masih
memerlukan penyempurnaan lebih lanjut dalam tahap perencanaan teknis (design).

6.2 Penetapan awal koridor perencanaan

Kebutuhan akan adanya jalan biasanya didasarkan atas alasan-alasan ekonomis, pembangunan
dan politik. Sering kali dibutuhkan jalan di sekitar kota di mana terjadi kemacetan akibat
bercampurnya lalu-lintas kendaraan setempat dengan kendaraan yang hendak melintas, termasuk
truk dan bis besar.

PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 16


Lampiran A Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Langkah pertama dalam proses menyeluruh ialah identifikasi proyek dan pencantumannya pada
Rencana Lima Tahun berikutnya. Langkah berikutnya ialah penetapan KORIDOR
PERENCANAAN dengan menggunakan peta-peta berskala antara 1 : 50.000 - 1 : 25.000 serta
pengetahuan umum mengenai kawasan. Pada skala ini, penetapan koridor perencanaan hanya
didasarkan atas lokasi saja. Tidak ada pertimbangan faktor-faktor teknis atau faktor-faktor sosial /
lingkungan. Namun, pada skala ini, ada peluang untuk mengidentifikasi kondisi topografi utama
dan pengaruhnya terhadap perencanaan jalan. Misalnya, baik bentuk lahan secara umum maupun
kondisi hidrologi dapat terlihat dan akan mempengaruhi lokasi Koridor Perencanaan. Lagi pula,
dalam tahap ini seharusnya dapat diidentifikasi dan dihindari daerah berlereng curam, daerah
berawa dan daerah konservasi.

Pada tahap proses pemilihan rute ini, hanya lokasi dari koridor perencanaan yang akan
diidentifikasi tetapi ini cukup untuk memungkinkan studi yang lebih rinci dalam tahap-tahap
berikutnya. Penetapan Koridor Perencanaan tidak selalu dilakukan, namun penetapan Koridor
Perencanaan ini merupakan konsep yang baik.

6.3 Penetapan koridor rute

Penetapan Koridor Rute merupakan kegiatan perencanaan fisik rinci pertama dan kegiatan kedua
dalam proses menyeluruh pemilihan rute. Hal ini dilakukan pada Tahap Perencanaan Umum.
Berdasarkan lokasi Koridor Perencanaan, dilakukan penyelidikan perencanaan jalan raya di
sekitar lokasi proyek, untuk mengidentifikasi Koridor Rute. Koridor Rute memberikan arahan
mengenai daerah-daerah yang akan diteliti lebih lanjut untuk mengidentifikasi rute jalan.

Tepi Koridor Rute perlu diidentifikasi berdasarkan daerah-daerah yang secara logis tidak perlu
dipertimbangkan atas dasar alasan-alasan teknis, biaya, tataguna tanah, sosial / budaya, dan
lingkungan. Pada tahap ini, pada umumnya tidak diperlukan masukan seorang spesialis khusus,
kecuali jika penyelidikan-penyelidikan sebelumnya mengungkapkan diperlukannya masukan
seperti ini, disebabkan oleh sangat sensitifnya lahan di mana kemungkinan besar Koridor Rute
akan ditempatkan. Namun, seorang Ahli Transportasi hendaknya memberikan masukan analisis
lalu-lintas kendaraan, termasuk evaluasi jalan-jalan sekunder yang terdapat di dalam dan di
sekitar kota. Faktor dominan pada penetapan tepi luar koridor rute, acap kali adalah biaya
ekonomi / teknis. Biaya ini akan menetapkan suatu tepi luar hingga mana jalan dapat ditempatkan
tanpa terlalu menyimpang dari alinyemen ekonomis / teknis yang paling disenangi di dalam koridor
rute. Dengan demikian, suatu koridor rute mungkin berupa lahan yang mencakup daerah
perkotaan suatu kota sebagai suatu rute jalan bypass yang mungkin melintas salah satu sisi kota.
Di samping pertimbangan teknis dan ekonomi, perlu diidentifikasi juga faktor sosial / budaya atau
lingkungan apa pun yang akan mengakibatkan suatu daerah menjadi daerah yang harus dihindari.

B eberapa daerah yang m erupakan pulau -pulau m ungkin terdapat dalam koridor rute yang telah
ditetapkan, dimana rute apa pun harus melintas di sekelilingnya, misalnya, suatu desa atau kota,
tempat bersejarah, kuil atau makam. Mungkin ada juga kawasan lingkungan eksklusif yang tak
boleh dijamah manusia di tepi Koridor Rute yang telah ditetapkan. Dalam hal ini, kawasan
lingkungan eksklusif tersebut dikeluarkan dari Koridor Rute, dengan cara penetapan ulang tepi
Koridor Rute.

Daerah yang ditetapkan ulang untuk menjadi Koridor Rute akan merupakan daerah di mana opsi-
opsi rute akan ditetapkan. Dari opsiopsi rute inilah rute yang paling disenangi akan dipilih.
Kadang-kadang Koridor Rute tidak secara formal ditetapkan. Pendekatan informal ini sering cukup
memadai. Hal ini mungkin terjadi jika pemilihan rute dilakukan oleh suatu tim multi-disiplin,

PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 17


Lampiran A Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

terpisah dari masukan-masukan lain. Namun, jika ada pihak-pihak lain yang memberikan masukan
dan pertimbangan mengenai koridor dan opsi-opsi rute, pendekatan informal tersebut di atas tidak
memadai. Dewasa ini kebutuhan yang meningkat untuk mempartisipasikan masyarakat dan
berkonsultasi dengan masyarakat yang diatur oleh undang-undang, dianggap sangat bermanfaat
untuk menetapkan Koridor Rute secara formal. Jika perlu memberikan gambaran mengenai lokasi
konstruksi jalan kepada pihak-pihak lain, seperti pemerintah regional atau pemerintah setempat,
akan sangat bermanfaat jika Koridor Rutenya telah ditentukan.

6.4 Penetapan alternatif - alternatif rute

Ada beberapa cara untuk menetapkan Opsi-opsi Alinyemen dalam Koridor Rute. Pada umumnya,
penetapan ini akan melibatkan beberapa pertimbangan terhadap sejumlah faktor yang secara
umum dapat dikategorisasikan sebagai faktor-faktor teknis, ekonmi, sosial / budaya, dan
lingkungan. Faktor-faktor ini dapat dipertimbangkan secara bersama atau secara terpisah. Namun,
tujuannya ialah mengidentifikasi daerah-daerah yang sesuai bagi Koridor Rute atau daerah-
daerah yang banyak menghadapi kendala. Opsi-opsi rute akan terdiri dari lahan-lahan yang
kendalanya sedikit.

6.4.1 Analisis kendala umum

Pada umumnya, perencana jalan raya akan mempertimbangkan sejumlah faktor teknis, ekonomi
dan lingkungan sebagai suatu langkah pertama. Hal ini biasanya dilakukan dengan cara
menciptakan matriks-matriks kesesuaian opsi rute bagi sejumlah faktor dan mengevaluasi rute-
rute dalam hubungannya dengan matriks kesesuaian. Sering kali hal ini dilakukan secara numerik
dan dengan mempertimbangkan rute-rute dalam hubungannya dengan matriks-matriks, yakni
setiap rute didefinisi dipandang dari segi matriks-matriks. Misalnya, berapa banyak properti yang
perlu dibeli, jumlah jalan kereta api yang perlu dilintasi, banyaknya interaksi dengan sistem jalan
sekunder, berapa banyak jembatan yang harus dibangun, dsb.

Sebagai alternatif mempertimbangkan rute-rute alternatif dipandang dari sudut numerik atau
verbal, rute-rute alternatif dapat dipetakan berdasarkan kondisi sosial dan lingkungan yang
dihadapi dan memberikan nilai kepada kondisi-kondisi tersebut dalam bentuk peta dan memplot
rute-rute melintasi daerah-daerah yang paling sesuai.

Alternatif lain dan mungkin metode yang paling banyak digunakan adalah kombinasi dari dua
metode yang diuraikan di atas. Pada pendekatan ini, berdasarkan pengembangan suatu matriks
kesesuaian, rute-rute diplot di peta-peta menghindari daerah-daerah berkendala tinggi dan
menggunakan lahan-lahan yang lebih sesuai, sambil tetap memenuhi pertimbangan-pertimbangan
perencanaan jalan dan perencanaan ekonomi. Kemudian disusunlah tabel-tabel untuk
menggambarkan interaksi berbagai opsi rute terhadap sejumlah parameter didalam matriks
kesesuaian. Kegiatan ini akan dibantu oleh berbagai spesialis, sesuai dengan kebutuhan.
Kemudian ditentukan daerah-daerah dengan tingkat kendala atau kesesuaian yang berbeda-beda
berkenaan dengan tiap faktor teknus, lingkungan dan sosial berdasarkan informasi umum yang
ada.

Sumber informasi dapat berupa:


P eta-peta berskala besar, misalnya 1 : 25.000 dan / atau foto-foto udara dengan skala sama;
B erm acam laporan dari daerah yang sedang dipelajari;
D iskusi dengan berbagai instansi pem erintah regional dan lokal, LS M dan m asyarakat um um .

PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 18


Lampiran A Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Evaluasi ini akan mengidentifikasi daerah-daerah dengan kendala besar, moderat dan kecil bagi
pembangunan jalan. Daerah-daerah ini akan diidentifikasi pada selembar atau beberapa lembar
peta, yang dapat berupa:

Peta Topografi
Daerah-daerah berlereng curam;
Garis pantai;
Jalan besar-kecil yang ada;
Jalan kereta api dan unsur-unsur prasarana lainnya;

Peta Sosial / Budaya


Kota dan daerah-daerah pemukiman;
Kawasan obyek-obyek warisan budaya;
Bermacam unsur prasarana;
Fasilitas kelembagaan;
Kawasan budidaya intensif, seperti sawah beririgasi teknis dan kawasan
perkebunan;

Peta Hidrologi
Garis pantai;
Sungai;
Lahan basah, danau dan kolam ikan;

Peta Lingkungan
Flora dan fauna;
Kawasan konservasi dan hutan lindung;
Roman lanskap atau kawasan khusus;

Peta Geologi
Garis patahan;
Tanah yang geologis sensitif;
Stabilitas lahan;
Kawasan yang mudah mengalami erosi dan longsor.

Semua faktor tersebut di atas ini merupakan kendala dengan tingkat yang berbeda-beda. Tingkat
(besar-kecilnya) kendala bagi setiap parameter akan ditentukan bagi tiap proyek pemilihan rute.
Kemudian para perencana jalan raya dapat menyusun suatu seri peta kendala lingkungan, yang
dapat digunakan sebagai dasar pengembangan opsi-opsi rute.

Dengan menggunakan informasi tentang pertimbangan-pertimbangan ini, perencana jalan raya


dapat mengidentifikasi sejumlah titik yang mungkin dilewati jalan. Dengan menghubungkan titik-
titik ini melewati lahan berkendala kecil dan / atau, jika diperlukan, melewati lahan berkendala
moderat dan berkendala besar, dihasilkan rute-rute terbaik. Kinerja umum dari berbagai opsi rute
seyogianya diringkas dalam sebuah tabel. Ini memungkinkan peringkasan dampak-dampak dari
berbagai rute terhadap bermacam kriteria / parameter. Pada umumnya, pada tahap ini, para
perencana akan memberikan masukan-masukan tentang karakteristik desain jalan yang
memenuhi syarat-syarat desain kecepatan dari jalan. Dengan demikian, terciptalah
pengembangan berbagai opsi rute yang realistis, dipandang dari sudut kriteria perencanaan teknis
yang tepat.

PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 19


Lampiran A Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Semua masukan ini sering dikembangkan sebagai overlays dalam suatu sistem perencanaan
jalan yang computerized, seperti MOSS, sebagai langkah final dari penggambaran opsi-opsi rute.

6.4.2 Analisis penyaring terpadu koridor jalan

Metode ini merupakan pengembangan dari metode analisis kendala. Jika digunakan analisis
penyaring ini, semua lahan didalam koridor rute akan dievaluasi terhadap sejumlah faktor teknis,
sosial / budaya, dan lingkungan didalam koridor rute. Lahan-lahan didalam koridor rute dievaluasi
dan daerah-daerah yang mempunyai kesesuaian tinggi, moderat, dan sedang bagi pembangunan
jalan berdasarkan nilai-nilai yang telah ditetapkan, biasanya disajikan sebagai suatu matriks
pemilihan rute atau matriks kesesuaian rute. Pada umumnya, daerah-daerah tersebut dipetakan,
dan dengan demikian membuat metode ini lebih transparan dalam menghadapi keadaan-keadaan
di mana pemilihan rute perlu dijelaskan kepada pihak-pihak lain.

Daerah-daerah berkendala besar bagi berbagai faktor tersebut di atas, akan mempunyai tingkat
kesesuaian rendah bagi pembangunan jalan, sedangkan daerah-daearah berkendala kecil akan
mempunyai tingkat kesesuaian tinggi. Pembangunan jalan di daerah-daerah tersebut terakhir ini
akan menghadapi lebih sedikit masalah yang berkenaan dengan faktor-faktor teknis, sosial dan
lingkungan yang telah dievaluasi.

Kecuali di daerah-daerah dengan sedikit kompleksitas, berbagai faktor tersebut di atas ini
hendaknya dipertimbangkan secara terpisah dan disusun peta-peta yang menggambarkan
kendala-kendala teknis, lingkungan dan sosio-ekonomi-budaya. Selanjutnya, hendaknya disusun
peta-peta komposit, sehingga para teknisi / perencana dapat memperhatikan kendala-kendala ini.
Kemudian ditetapkan alternatif-alternatif rute. Biasanya diharapkan hanya daerah-daerah
berkesesuaian tinggi dan berkendala kecil akan digunakan, namun keadaan seperti ini besar
kemungkinannya tidak akan dijumpai. Dengan demikian, lokasi alternatif-alternatif rute
ditempatkan di lahan-lahan berkendala moderat tetapi menghindari lahan-lahan berkendala besar.

Dalam beberapa hal, mungkin diperlukan membuat keputusan untuk memberi bobot (weighing)
suatu faktor terhadap faktor lain. Misalnya, dalam suatu bagian koridor hanyalah lahan-lahan
berkendala besar berupa lereng-lereng curam dan / atau hutan dan lahan-lahan yang berbatasan
juga berkendala besar karena merupakan lahan pengembangan budidaya pertanian intensif,
seperti sawah beririgasi teknis. Menghadapi kasus seperti ini, dalam opsi-opsi rute akan termasuk
satu rute dengan kesesuaian lingkungan tinggi tetapi kesesuaian sosio-ekonomi-budaya rendah
dan rute lain dengan kesesuaian lingkungan rendah tetapi kesesuaian sosio-ekonomi-budaya
ttinggi. Jika dihadapi keadaan seperti ini, maka faktor-faktor lain, seperti kendala dan prioritas
regional dan lokal perlu dipertimbangkan dalam proses pemliihan rute yang paling disenangi.
Dengan menggunakan peta-peta kesesuaian dan peta-peta kendala bagi faktor-faktor teknis,
sosio-ekonomi, dan lingkungan, para teknisi / perencana dapat menetapkan rute-rute yang
menggunakan daerah-daerah dengan tingkat kesesuaian tertinggi. Rute-rute inilah yang kemudian
dipertimbagkan sebagai opsi-opsi yang masuk dalam pertimbangan (short-listed) bagi pemilihan
rute yang disenangi.

6.4.3 Penetapan rute yang disenangi

Penetapan rute yang disenangi dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa cara. Jika
digunakan Analisis Kendala Umum, maka dilakukan kaji-ulang (review) oleh para ahli terhadap
rute-rute ini dipandang dari sudut faktor-faktor teknis, sosio-ekonomi-budaya, dan lingkungan.

PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 20


Lampiran A Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Teknisi / perencana jalan raya dan / atau perencana lingkungan hendaknya menyusun tabel untuk
memudahkan membuat perbandingan antara opsi-opsi rute Untuk membuat perbandingan ini,
berbagai ahli akan menentukan kesesuaian suatu rute atau berbagai bagian rute terhadap rute
atau bagian rute lain, dan dengan demikian menentukan prioritas opsi rute. Juga ada
kemungkinan berkonsultasi dengan berbagai instansi di tingkat proinsi atau tingkat lokal, maupun
LSM-LSM untuk memperoleh pandangan mereka mengenai opsi-opsi rute.

Yang diharapkan ialah suatu rute yang disenangi semua pihak dan yang hanya sedikit memliki
kendala-kendala teknis, sosio-ekonomi-budaya dan/atau kendala-kendala lingkungan.
Kemungkinannya kecil bahwa satu rute sesuai bagi semua kendala. Pada akhirnya, terserah pada
para pengangambil keputusan yang tepat untuk memilih rute atas dasar pertimbangan-
pertimbangan teknis, sosial-ekonomi-budaya dan lingkungan.

6.4.4 Penetapan alinyemen rute final yang dikehendaki

Secara umum dapat dikatakan bahwa pemilihan alinyemen vertikal dan horisontal dari rute yang
disenangi merupakan bagian dari seluruh proses pemilihan rute. Pemilihan alinyemen tersebut
selalu dilakukan melalui pertimbangan syarat-syarat alinyemen horisontal dan vertikal jalan dalam
pemilihan opsi-opsi rute. Namun, penetapan alinyemen horisontal final hanya dilakukan ketika
opsi yang disenangi diputuskan. Kemudian dalam bagian pertama DED (Detailed Engineering
Design) atau dalam Tahap Pradesain, alinyemen horisontal dan vertikal diselesaikan dalam
bentuk final.

Kegiatan-kegiatan seperti diuraikan di atas dilakukan berdasarkan pemetaan rinci dan bila
mungkin dilengkapi foto udara skala 1 : 10.000. Pada skala ini dapat diperoleh informasi rinci
tentang tataguna tanah dan sifat-sifat lahan, yang memungkinkan penentuan lokasi terbaik bagi
alinyemen final. Perencanaan teknis jalan hanya dapat dimulai bila rute final telah ditetapkan.

7. Konsultasi masyarakat untuk pemilihan rute


7.1 Penetapan koridor perencanaan

Penetapan Koridor Perencanaan dilakukan pada awal tahap perencanaan umum. Pada tahap ini,
mungkin dilangsungkan diskusi-diskusi terbatas dengan pemerintah propinsi dan kabupaten / kota
mengenai keperluan proyek dan mengenai gagasan-gagasan awal pemerintah tersebut tentang
pengembangan jalan dan lokasi proyek secara umum.

Karena koridor perencanaan ini bar merupakan peta lokasi proyek secara makro, masukan dari
masyarakat pada tahap ini tidak penting artinya. Berdasarkan diskusi-diskusi tersebut di atas,
dapat ditetapkan suatu koridor yang luas. Koridor ini kelak akan mengandung koridor rute.

7.2 Penetapan koridor rute

Pada tahap ini perlu dilibatkan pemerintah propinsi dan kanupaten / kota. Dalam beberapa
keadaan tertentu, perlu juga dilibatkan instansi-instansi terkait lainnya serta LSM, jika diperlukan
pertimbangan-pertimbangan khusus yang tidak seluruhnya tercakup oleh instansi-instansi
pemerintah.

PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 21


Lampiran A Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Pada tahap ini, mungkin melalui loka karya, berbagai instansi pemerintah dapat dilibatkan dalam
suatu proses untuk mengidentifikasi berbagai kendala dalam koridor perencanaan dan membantu
menetapkan tepi koridor rute. Dalam hal ini, semua pihak yang mempunyai kepentingan harus
menjamin bahwa mereka tidak merubah batas-batas koridor secara sepihak.

Di samping itu, diperlukan konsultasi masyarakat melalui instansi-instansi pemerintah lokal dan /
atau LSM, untuk memperoleh masukan berupa tanggapan dan saran mereka tentang aspek sosial
dan lingkungan di dalam koridor. Masukan ini akan membantu menentukan kendala-kendala
terhadap pengembangan opsi rute, dan juga akan memberikan fokus dan arti lokal aspek teknis
dan kendala-kendala lingkungan.

7.3 Penetapan opsi-opsi rute

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari instansi-instansi terkait dan masyarakat tentang
kendala-kendala sosial dan lingkungan di dalam koridor, dapat dilakukan pengembangan opsi-
opsi rute.
Hasil pengembangan opsi-opsi rute tersebut diinformasikan kembali kepada masyarakat. Pada
tahap ini, mungkin ada justifikasi untuk bertanya kepada masyarakat yang lebih luas lagi untuk
mempertimbangkan opsi-opsi rute yang telah dikembangkan dan memberikan komentar lebih
lanjut tentang kendala-kendala dan peluang-peluang yang mereka sampaikan.

P ada tahap ini, seyogianya dilibatkan kom unitas-kom unitas yang secara potensial terpengaruh di
sepanjang opsi-opsi rute yang telah ditetapkan, baik secara langsung maupun melalui wakil
komunitas-komunitas tersebut.

Masukan-masukan yang diperoleh dari komunitas-komunitas atau wakil-wakilnya digunakan untuk


menyesuaikan opsi-opsi rute dan / atau memilih opsi rute yang dikehendaki. Sebelum kegiatan ini,
mungkin bermanfaat untuk mengkaji-ulang tanggapan yang disampaikan masyarakat kepada
pemerintah propinsi dan pemerintah lokal, yang bersangkutan dengan opsi-opsi rute tersebut.

7.4 Penetapan rute yang dikehendaki

Sebagai tambahan pada pertimbangan sejumlah faktor pemilihan rute, perlu diperhatikan
tanggapan-tanggapan masyarakat. Tanggapan-tanggapan ini hendaknya dipertimbangkan
terutama bila terjadi keresahan masyarakat sehubungan dengan dampak lingkungan potensial,
termasuk dampak sosial.

Bila rute yang dikehendaki telah ditetapkan, suatu konsultasi masyarakat final dapat
diselenggarakan untuk menjelaskan rute yang telah dipilih sebagai rute yang dikehendaki, dan
memberikan penjelasan lebih rinci tentang proyek serta penetapan jadwal waktu pelaksanaannya.

7.5 Konsultasi masyarakat lebih lanjut

Konsultasi ini dilakukan dengan penduduk yang terkena dam pak proyek dan dapat dilakukan
konsultasi individual. Selain dengan penduduk yang terkena dampak langsung proyek, perlu juga
untuk berkonsultasi dengan mereka yang tinggal berbatasan dengan rute yang telah dipilih, tetapi
tidak terkena dampak langsung pengadaan tanah.

PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 22


Lampiran A Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Konsultasi ini berlangsung pada tahap studi kelayakan. Pada tahap ini keterlibatan masyarakat
berubah dari partisipasi menjadi konsultasi karena hanya sedikit kesempatan tersedia bagi
masukan masyarakat untuk merubah lokasi dan / atau hasil perencanaan pembangunan jalan.
Konsultasi ini mungkin lebih banyak menyangkut masalah bentuk kompensasi yang efektif dan,
dalam beberapa hal, tentang pemindahan penduduk (resettlement) yang efektif.

Partisipasi masyarakat dapat juga berlangsung mengenai keterpaduan jalan baru dengan jalan-
jalan sekunder dan bagaimana merancang tepi dan batas jalan.

Konsultasi secara terus-menerus dengan pemerintah lokal mengenai pengendalian penggunaan


tanah yang berbatasan dengan damija jalan baru sangat penting bagi hasil desain proyek. Namun,
hal ini tidak termasuk dalam tugas pemilihan rute dan dibahas dalam pedoman-pedoman lain.

PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 23


Lampiran B Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Lampiran B
Pedoman Teknis Konsultasi Masyarakat

B.1 Penjelasan Umum


Tata cara ini menguraikan pelaksanaan konsultasi masyarakat pada tahap perencanaan dari
tahapan siklus pengembangan proyek jalan, yaitu:
1) Konsultasi rencana umum sistem jaringan jalan,
2) Konsultasi pemilihan koridor rute jalan,
3) Konsultasi kelayakan ruas jalan, dan
4) Konsultasi perencanaan teknis jalan.

Pelaksanaan konsultasi masyarakat pada dasarnya melibatkan 5 (lima) kelompok pelaku utama
berikut ini :
1) Pemrakarsa, dalam hal ini Dinas PU provinsi, kabupaten/kota.
2) Bapedalda, dalam hal ini termasuk Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah atau
Kantor Lingkungan Hidup provinsi, kabupaten/kota.
3) Bappeda, dalam hal ini terdiri dari Bappeda provinsi, kabupaten/kota.
4) Masyarakat, dalam hal ini terdiri dari Lembaga Swadaya Masyarakat, penduduk terkena
dampak, tokoh-tokoh masyarakat yang mewakili penduduk terkena dampak dan
masyarakat terasing.
5) Stakeholder lainnya yang mempunyai peran pada penanganan kasus-kasus khusus,
misalnya Departemen/Dinas Kehutanan, Badan Pertanahan Nasional (BPN),
Departemen/Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, dll.

B.2 Konsultasi Rencana Umum Sistem Jaringan Jalan


Langkah-langkah kegiatan konsultasi rencana umum sistem jaringan jalan adalah sebagai
berikut:
1) Menyusun konsep rencana umum sistem jaringan,
2) Konsultasi konsep rencana sistem jaringan jalan,
3) Melakukan pemutakhiran rencana sistem jaringan jalan,
4) Melakukan penyaringan lingkungan.

B.2.1 Menyusun Konsep Rencana Umum Sistem Jaringan

a) Menyusun konsep rencana umum sistem jaringan jalan berdasarkan data dokumen
perencanaan sistem jaringan jalan yang telah ada, mencakup rencana lokasi proyek,
panjang jalan dan tahun anggaran,
b) Dalam menyusun konsep rencana umum tersebut akan memperhatikan antara lain
hal-hal seperti yang tertera pada KOTAK 1 berikut :

PEDOMAN TEKNIS KONSULTASI MASYARAKAT 1


Lampiran B Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

KOTAK I
Rencana koridor sistem jaringan jalan, termasuk alasan perlunya proyek
dan tahun anggaran pelaksanaan pembangunannya,
Uraian status lahan dan tata guna lahan (land use and land status) dari
rute koridor jalan, terutama (kalau ada) terhadap keberadaan kawasan
lindung dan / atau daerah sensitif lainnya (berdasarkan kriteria tentang
kawasan lindung dan daerah sensitif).
Kemungkinan adanya pengadaan tanah
Menuangkan informasi tersebut di atas ke dalam peta dengan ukuran skala
yang memadai (misal skala 1 : 250.000).

B.2.2 Konsultasi Konsep Rencana Sistem Jaringan Jalan

a) Metode konsultasi
Menyelenggarakan konsultasi melalui kegiatan pertemuan dan diskusi langsung di
kantor stakeholder (misal di Kantor Bappeda).

b) Peserta konsultasi
Peserta konsultasi mencakup pemrakarsa, Bapedalda, Bappeda, masyarakat (misal
tokoh masyarakat), dan stakeholder lainnya (misal BPN, Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan)

c) Pelaksanaan konsultasi
Konsultasi ini dimaksudkan untuk memperoleh masukan dari peserta konsultasi,
antara lain sebagai berikut :
Masukan dari Bapedalda tentang hal-hal yang berhubungan dengan persyaratan
lingkungan dan dampak terhadap lingkungan geofisik, biologi dan sosial yang
perlu diperhatikan dan dipertimbangkan,
Masukan dari Bappeda tentang program-program pembangunan daerah dan
penataan ruang sesuai rencana strategi pemerintah daerah (termasuk skala
prioritas jaringan jalan yang direncanakan daerah),
Masukan dari masyarakat tentang status dan tata guna lahan, area sensitif
misalnya kawasan permukiman tradisional yang perlu dilindungi, kawasan dan
makam yang dikeramatkan, situs-situs purbakala, lokasi dan penyebaran
masyarakat terasing dan lain sebagainya.
Masukan dari stakeholder lainnya, misalnya masukan dari BPN tentang status
fungsi lahan, dan/atau Dinas Pendidikan dan Kebudayaan memberikan masukan
tentang keberadaan masyarakat terasing (bila ada).

Melakukan analisa terhadap masukan peserta konsultasi sebagai bahan


pemutakhiran rencana sistem jaringan jalan, yang menghasilkan hal-hal berikut :
Identifikasi faktor-faktor yang menentukan prioritas pelaksanaan proyek

PEDOMAN TEKNIS KONSULTASI MASYARAKAT 2


Lampiran B Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Identifikasi status lahan dan tata guna lahan yang akan terkena rencana
keberadaan rute koridor jalan.
Identifikasi kendala-kendala yang diperkirakan timbul dari rencana keberadaan
rute koridor jalan.

B.2.3 Melakukan Pemutakhiran Rencana Sistem Jaringan Jalan

Berdasarkan data identifikasi tersebut di atas, maka selanjutnya melakukan pemutakhiran


rencana sistem jaringan jalan, dalam bentuk sebagai berikut:
Rumusan master plan jaringan jalan (RUTRK/RUTRP),
Rumusan tentang lokasi proyek yang didukung oleh masyarakat (peserta
konsultasi),
Rumusan kendala-kendala yang diperkirakan timbul dalam kegiatan pemilihan
rute koridor dan kebutuhan pengadaan tanah (kalau ada).

B.2.4 Melakukan Penyaringan Lingkungan


Kegiatan konsultasi penyaringan lingkungan dilakukan dengan Bappeda dan Bapedalda.
Konsultasi dengan Bappeda dilaksanakan dalam rangka meminta masukan terhadap
identifikasi penggunaan lahan pada dan sekitar rute koridor jaringan jalan, khususnya
areal sensitif. Masukan dari Bappeda tersebut berupa rencana penataan ruang wilayah
(prov, kab/kota) serta penerapan peta padu serasi.
Sedangkan konsultasi dengan Bapedalda ditempuh dalam rangka mendiskusikan hasil
penyaringan (AMDAL, UKL/UPL atau SOP). Masukan dari Bapedalda dapat berupa
tanggapan dan saran dalam rangka menampung umpan balik.
Selanjutnya secara bersama-sama masukan dari Bappeda dan Bapedalda dipergunakan
dalam rangka menetapkan hasil penyaringan berupa Daftar Proyek Wajib Pengelolaan
Lingkungan.
Tata cara konsultasi penyaringan lingkungan secara lebih rinci dengan menerapkan
pedoman pelaksanaan AMDAL, khususnya penyaringan lingkungan yang terdapat pada
Lampiran lain.

B.3 Konsultasi Pilihan Koridor Rute Jalan


Langkah-langkah kegiatan konsultasi pilihan koridor rute jalan adalah sebagai berikut:
1) Mempelajari rencana sistem jaringan jalan,
2) Membuat studi kelayakan terhadap altenatif rute jalan,
3) Melakukan konsultasi pemilihan alternatif rute jalan,
4) Menetapkan koridor jalan terpilih
5) Menyusun konsep KA-ANDAL dan mengajukan ke Bapedalda untuk dinilai

B.3.1 Mempelajari Rencana Sistem Jaringan Jalan

Hasil konsultasi masyarakat pada tahap perencanaan umum telah menetapkan adanya
proyek-proyek prioritas. Oleh karena itu bahan dan/atau informasi yang akan
dikonsultasikan dalam kegiatan pemilihan koridor rute dan kebutuhan pengadaan tanah

PEDOMAN TEKNIS KONSULTASI MASYARAKAT 3


Lampiran B Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

bagi proyek-proyek prioritas pada tahap pra studi kelayakan ini, antara lain akan
mencakup hal-hal seperti pada KOTAK 2 berikut :

KOTAK 2

Informasi tentang rencana rute alternatif jalan, terutama :


Lokasi keberadaan rute alternatif jalan yang direncanakan,
Panjang ruas jalan, lebar jalan, lebar damija yang ada,
Luas lahan yang dibutuhkan bagi tiap rute alternatif jalan
Ketetapan hasil penyaringan AMDAL, UKL/UPL

B.3.2 Membuat Studi Kelayakan Terhadap Alternatif Rute Jalan.

a) Mempelajari dokumen tingkat kelayakan teknis dari masing-masing alternatif rute jalan
b) Membuat penilaian awal tingkat kendala lingkungan, yakni :
Kondisi lingkungan di lokasi rencana rute alternatif jalan dan sekitarnya :
Kondisi sosial budaya (gambaran umum tipologi kondisi sosial
masyarakat, status lahan dan tata guna lahan),
Kondisi biologi (misal daerah konservasi dan hutan lindung),
Kondisi geofisik (bila perlu)
Sarana dan prasarana
Potensi dampak yang diperkirakan dapat terjadi pada tiap rute alternatif

B.3.3 Melakukan Konsultasi Pemilihan Alternatif Rute Jalan

Kegiatan konsultasi pemilihan alternatif rute jalan akan berkaitan dengan hal-hal berikut ini
:
1. AMDAL (khususnya pelingkupan dalam KA-ANDAL),
2. Analisa Dampak Sosial (khususnya berkaitan dengan pengadaan lahan),
3. Rekayasa lingkungan (teknis pemilihan rute),
4. Desain wilayah (kota/perdesaan).

B.3.3.1 Konsultasi berkaitan dengan AMDAL (khususnya pelingkupan dalam KA-ANDAL)

Pelaksanaan Konsultasi Masyarakat

a) Metode konsultasi
Menyelenggarakan konsultasi melalui kegiatan publikasi di suatu Harian Umum
setempat. Format publikasi mengikuti ketentuan spesifikasi media dan teknik
pengumuman. Hal-hal yang dipublikasikan seperti tampak pada KOTAK 3 :

b) Peserta konsultasi
Peserta konsultasi mencakup masyarakat yang berkepentingan, yakni masyarakat
pemerhati dan masyarakat terkena dampak (wakil masyarakat)

PEDOMAN TEKNIS KONSULTASI MASYARAKAT 4


Lampiran B Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

KOTAK 3

Nama dan alamat pemrakarsa proyek


Lokasi dan luas kegiatan proyek
Jenis proyek
Produk yang dihasilkan
Jenis dan volume limbah yang akan dihasilkan serta penanganannya
Dampak lingkungan hidup yang akan timbul
Tanggal pemasangan pengumuman dan batas waktu pemberian saran,
pendapat, dan tanggapan dari warga masyarakat
Nama dan alamat instansi yang bertanggung jawab dalam menerima saran,
pendapat dan tanggapan dari warga masyarakat

c) Sasaran konsultasi
Konsultasi ini dimaksudkan untuk memperoleh masukan dari masyarakat, antara
lain tentang kepentingan sosial dan lingkungan mereka di dalam koridor.

Perumusan Rencana Tindak

a) Melakukan analisa saran pendapat dan tanggapan yang diterima dari hasil publikasi
yang selanjutnya dituangkan dalam bentuk :
Rumusan dampak terutama dampak sosial dan rekayasa lingkungan yang
akan ditimbulkan oleh setiap alternatif rute jalan,
Rumusan keberatan ataupun dukungan dari masyarakat terhadap rencana
proyek.
b) Mempergunakan daftar identifikasi dampak tersebut sebagai materi pelingkupan
Konsep Awal Kerangka Acuan Analisa Dampak Lingkungan (KA-ANDAL).

B.3.3.2 Konsultasi berkaitan dengan analisa dampak sosial (pengadaan lahan)

a) Metode konsultasi
Menyelenggarakan konsultasi melalui kegiatan pertemuan dan diskusi langsung,
misal di Kantor Camat wilayah kecamatan yang sebagian wilayahnya akan terkena
dampak..

b) Peserta konsultasi
Peserta konsultasi mencakup stakeholder yang berkaitan dengan pengadaan tanah
(misal BPN), Camat, Lurah/Kepala Desa, LSM dan tokoh-tokoh masyarakat yang
berpengaruh, termasuk tokoh LKMD, ketua RT dan RW pada wilayah yang akan
terkena dampak proyek jalan.

c) Pelaksanaan konsultasi
Konsultasi ini dimaksudkan untuk memperoleh masukan dari peserta konsultasi,
antara lain sebagai berikut :

PEDOMAN TEKNIS KONSULTASI MASYARAKAT 5


Lampiran B Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Pertemuan ini dilakukan untuk menginformasikan kepada para pemimpin


masyarakat setempat mengenai lokasi alternatif rute jalan dan menanyakan
kepada mereka kemungkinan reaksi dari masyarakat yang terkena dampak
proyek
Membahas tentang kemungkinan permasalahan yang akan muncul pada
pembebasan lahan dalam pemilihan rute.
Mendiskusikan informasi/masukan dari masyarakat (misal Camat, Lurah, LSM dan
tokoh masyarakat lainnya) tentang status kepemilikan lahan masyarakat (misal
hak ulayat dsb) dan pola penggunaan lahan serta kondisi sosial ekonomi
masyarakat yang akan terkena dampak.
Mendiskusikan informasi/masukan dari stakeholder lainnya, misalnya dari BPN
tentang status fungsi lahan.

B.3.3.2 Konsultasi berkaitan dengan rekayasa lingkungan (pemilihan rute)

a) Metode konsultasi
Menyelenggarakan konsultasi melalui kegiatan pertemuan dan diskusi langsung,
misal di Kantor Bappeda atau Kantor Camat wilayah kecamatan yang sebagian
wilayahnya akan terkena dampak..

b) Peserta konsultasi
Peserta konsultasi mencakup Bapedalda, Bappeda, stakeholder yang berkaitan
dengan status lahan (misal BPN dan Kehutanan), Camat, Lurah/Kepala Desa, LSM
dan tokoh-tokoh masyarakat yang berpengaruh, termasuk tokoh LKMD, ketua RT dan
RW pada wilayah yang akan terkena dampak proyek jalan.

c) Pelaksanaan konsultasi
Konsultasi ini dimaksudkan untuk memperoleh masukan dari peserta konsultasi,
antara lain sebagai berikut :
Masukan dari Bapedalda tentang daerah sensitif dan daya dukung lingkungan,
Masukan dari Bappeda mengenai kondisi tingkat pelayanan prasarana dan
sarana, termasuk klas jalan,
Pertemuan ini dilakukan untuk menginformasikan kepada para pemimpin tersebut
mengenai lokasi alternatif rute jalan dan menanyakan kepada mereka
kemungkinan reaksi dari masyarakat yang terkena dampak proyek
Membahas tentang kemungkinan permasalahan yang akan muncul pada
pembebasan lahan dalam pemilihan rute.
Mendiskusikan informasi/masukan dari masyarakat (misal Camat, Lurah, LSM dan
tokoh masyarakat lainnya) tentang status kepemilikan lahan masyarakat (misal
hak ulayat dsb) dan pola penggunaan lahan serta kondisi sosial ekonomi
masyarakat yang akan terkena dampak.

PEDOMAN TEKNIS KONSULTASI MASYARAKAT 6


Lampiran B Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Mendiskusikan informasi/masukan dari stakeholder lainnya, misalnya dari BPN


dan Kehutanan tentang status dan fungsi lahan, dan/atau Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan memberikan masukan tentang keberadaan masyarakat terasing.
.

B.3.3.2 Konsultasi berkaitan dengan desain kota/perdesaan

a) Metode konsultasi
Menyelenggarakan konsultasi melalui kegiatan pertemuan dan diskusi langsung,
misal di Kantor Bappeda atau Kantor Camat wilayah kecamatan yang sebagian
wilayahnya akan terkena dampak..

b) Peserta konsultasi
Peserta konsultasi mencakup Bappeda, Camat, Lurah/Kepala Desa, LSM dan tokoh-
tokoh masyarakat yang berpengaruh, termasuk tokoh LKMD, ketua RT dan RW pada
wilayah yang akan terkena dampak proyek jalan.

c) Pelaksanaan konsultasi
Konsultasi ini dimaksudkan untuk memperoleh masukan dari peserta konsultasi,
antara lain sebagai berikut :
Masukan dari Bappeda tentang pemanfaatan ruang wilayah,
Membahas bersama tentang issu-issu penting dalam suatu proyek pembangunan
termasuk desain kota/perdesaan, masukan tentang apa yang masyarakat
setempat butuhkan dalam suatu proyek pengembangan kota/perdesaan.
.

B.3.4 Menetapkan Koridor Jalan Terpilih


Melakukan analisa terhadap masukan peserta konsultasi tersebut sebagai bahan
penetapan rute koridor jalan terpilih yang menghasilkan berikut :
Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap rute terpilih, terutama
perkiraan luasan lahan yang akan dibutuhkan, kondisi prasarana dan sarana,
status kepemilikan dan pola penggunaan lahan, dan (status lahan konservasi).
Identifikasi rumusan tingkat kendala yang akan timbul dari faktor-faktor yang
mempengaruhi terhadap rute terpilih (tinggi/sedang/rendah), terutama dalam
rencana pengadaan tanah.

B.3.5. Menyusun Konsep KA-ANDAL dan Mengajukan ke Bapedalda untuk dinilai

Tata cara penyusunan KA-ANDAL akan mengikuti pedoman tersebut pada Lampiran lain.
Apabila dokumen KA-ANDAL ini sudah dipersiapkan, selanjutnya mengajukan ke
Bapedalda untuk melaksanakan penilaian KA-ANDAL

B.4 Konsultasi Kelayakan Ruas Jalan


Langkah-langkah kegiatan konsultasi kelayakan ruas jalan adalah sebagai berikut:

PEDOMAN TEKNIS KONSULTASI MASYARAKAT 7


Lampiran B Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

1) Mempelajari koridor jalan terpilih,


2) Membuat studi kelayakan koridor jalan terpilih,
3) Melakukan konsultasi kelayakan koridor jalan terpilih,
4) Melakukan studi ANDAL dan mengajukan ke Bapedalda untuk dinilai,
5) Menetapkan rute terpilih

B.4.1 Mempelajari Koridor Jalan Terpilih


Hasil konsultasi masyarakat pada tahap pra kelayakan telah menetapkan koridor jalan
terpilih, antara lain mencakup perkiraan luasan tanah yang dibutuhkan, status kepemilikan
dan pola penggunaan lahan, kondisi prasarana dan sarana, status lahan konservasi serta
tingkat kendala yang akan timbul dari faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap koridor
terpilih (tinggi/sedang/rendah), terutama dalam rencana pengadaan tanah.

B.4.2 Membuat Studi Kelayakan Koridor Jalan Terpilih.

a) Mempelajari dokumen tingkat kelayakan teknis dari masing-masing alternatif rute jalan
b) Membuat penilaian tingkat kendala lingkungan, yakni :
Kondisi lingkungan di lokasi koridor jalan terpilih dan sekitarnya :
Kondisi sosial budaya (gambaran umum tipologi kondisi sosial
masyarakat, status lahan dan tata guna lahan),
Kondisi biologi (misal daerah konservasi dan hutan lindung),
Kondisi geofisik (bila perlu)
Sarana dan prasarana
Dampak hipotetik penting yang dapat terjadi pada koridor jalan terpilih

B.4.3 Melakukan Konsultasi Kelayakan Koridor Jalan

a) Metode konsultasi
Menyelenggarakan konsultasi melalui kegiatan pertemuan dan diskusi langsung,
misal di Kantor Bappeda.

b) Peserta konsultasi
Peserta konsultasi mencakup Bappeda dan stakeholder yang berkaitan dengan status
lahan (misal BPN dan Kehutanan).

c) Pelaksanaan konsultasi
Konsultasi ini dimaksudkan untuk memperoleh masukan dari peserta konsultasi,
antara lain sebagai berikut :
Masukan dari Bappeda mengenai kesesuaian program daerah berkaitan dengan
keberadaan koridor jalan,
Mendiskusikan informasi/masukan dari stakeholder lainnya, misalnya dari BPN
dan Kehutanan akan memeriksa kesesuaian dengan tata ruang berkaitan dengan
keberadaan koridor jalan.
Hasil konsultasi tersebut dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam analisis
dampak lingkungan (ANDAL).

PEDOMAN TEKNIS KONSULTASI MASYARAKAT 8


Lampiran B Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

B.4.4. Melakukan Studi ANDAL dan Mengajukan ke Bapedalda untuk dinilai


Tata cara penyusunan studi ANDAL akan mengikuti pedoman tersebut pada Lampiran
lain. Apabila dokumen ANDAL ini sudah dipersiapkan, selanjutnya mengajukan ke
Bapedalda untuk dinilai.

a) Metode konsultasi
Penyelenggaraan konsultasi melalui kegiatan rapat Komisi AMDAL yang waktu dan
tempatnya diatur oleh Bapedalda, misal di Kantor Bapedalda.

b) Peserta konsultasi
Peserta konsultasi mencakup anggota komisi teknis dan stakeholder yang berkaitan
dengan kasus yang dibahas termasuk masyarakat yang akan terkena dampak.

c) Pelaksanaan konsultasi
Konsultasi ini dimaksudkan untuk memperoleh penilaian hasil studi ANDAL, RKL/RPL
dan tanggapan dari peserta konsultasi, antara lain sebagai berikut :
Dari masyarakat yang akan terkena dampak (wakil) misal tentang tanggapan dan
masukan dari proses penilaian AMDAL.
Bapedalda akan menilai hasil studi ANDAL, RKL/RPL.

Hasil konsultasi rapat komisi AMDAL tersebut selanjutnya dilakukan perbaikan sesuai
saran dan penilaian Komisi. Apabila Komisi telah menyetujui hasil studi ini dapat
dipergunakan sebagai bahan pertimbangan lingkungan dalam penetapan rute terpilih.

B.4.5. Menetapkan Rute Terpilih


Hasil konsultasi dengan para stakeholder dan komisi AMDAL akan merupakan bahan
pertimbangan lingkungan dalam menetapkan rute terpilih. Disamping pertimbangan
aspek lingkungan, penetapan rute terpilih juga akan ditentukan oleh pertimbangan aspek
teknis dan ekonomis.

B.5. Konsultasi Perencanaan Teknis Jalan


Langkah-langkah kegiatan konsultasi perencanaan teknis jalan adalah sebagai berikut:
1) Mempelajari hasil studi kelayakan, dokumen ANDAL, RKL/RPL dari rute terpilih,
2) Diskusi penjabaran RKL, RPL dalam perencanaan teknis jalan,
3) Melakukan konsultasi konsep perencanaan teknis jalan,
4) Membuat konsep LARAP,
5) Finalisasi dokumen LARAP proyek jalan,
6) Menetapkan desain teknis jalan.

B.5.1 Mempelajari Hasil Studi Kelayakan, Dokumen ANDAL, RKL/RPL


Dari dokumen yang telah disyahkan oleh Komisi AMDAL, akan dicermati tentang hal-hal
berikut ini :

PEDOMAN TEKNIS KONSULTASI MASYARAKAT 9


Lampiran B Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

1) Hasil evaluasi terhadap rencana kegiatan proyek jalan yang akan menimbulkan
dampak penting terhadap lingkungan hidup,
2) Dampak penting yang terjadi akibat kegiatan proyek jalan
3) Tolok ukur setiap dampak penting lingkungan hidup yang ditimbulkan oleh rencana
kegiatan proyek jalan.
4) Jenis-jenis penanganan dampak penting yang memuat kriteria dan spesifikasi yang
diinginkan dari penanganan dampak.
5) Lokasi dan sebaran terjadinya dampak penting.

B.5.2 Diskusi Penjabaran RKL, RPL Dalam Perencanaan Teknis Jalan.

a) Metode konsultasi
Menyelenggarakan diskusi langsung antara para perencana dan tim penyusun
AMDAL mengenai program RKL dan RPL yang tepat yang akan dimasukkan dalam
desain teknis , misal di Kantor pemrakarsa proyek.

b) Peserta konsultasi
Peserta konsultasi mencakup tim perencana dan tim penyusun AMDAL.

c) Pelaksanaan konsultasi
Diskusi ini dimaksudkan untuk menjabarkan RKL, RPL dalam perencanaan teknis
jalan, antara lain sebagai berikut :
Masukan dari Tim penyusun AMDAL mengenai rencana pengelolaan lingkungan
(RKL) dan rencana pemantauan lingkungan (RPL) yang diuraikan dalam kriteria
dan spesifikasi yang diinginkan dari upaya penanganan dampak, baik berupa
upaya pencegahan, meminimalisasi, memperbaiki dan kompensasi terhadap
dampak yang terjadi,
Mengkaji masukan dari Tim penyusun AMDAL tentang upaya penanganan
dampak tersebut, dan mencoba menuangkan ke dalam rencana teknis jalan.

B.5.3 Melakukan Konsultasi Konsep Perencanaan Teknis Jalan

a) Metode konsultasi
Menyelenggarakan konsultasi melalui kegiatan pertemuan dan diskusi langsung,
misal di Kantor Bappeda.

b) Peserta konsultasi
Peserta konsultasi mencakup Bappeda, Masyarakat (Kepala desa/lurah, LKMD, wakil
masyarakat yang terkena dampak), dan stakeholder lainnya berkaitan dengan
pengadaan tanah (misal BPN dan Camat).

c) Pelaksanaan konsultasi
Konsultasi ini dimaksudkan untuk memperoleh masukan dari peserta konsultasi untuk
penyempurnaan konsep perencanaan teknis dan pembuatan konsep LARAP, antara
lain sebagai berikut :

PEDOMAN TEKNIS KONSULTASI MASYARAKAT 10


Lampiran B Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Masukan dari Bappeda mengenai pengendalian pemanfaatan ruang,


Informasi detail dari masyarakat tentang area sensitif
Masukan dari BPN dan Camat tentang angggota panitia pengadaan tanah.

Hasil diskusi tersebut selanjutnya akan dianalisa yang hasilnya dipergunakan sebagai
bahan untuk membuat konsep LARAP, antara lain seperti pada KOTAK 4

KOTAK 4

Informasi tentang kegiatan proyek (ruas jalan), terutama :


Lokasi keberadaan alinyemen rute akhir terpilih yang
direncanakan
Panjang ruas jalan, lebar jalan, lebar damija yang ada, dan
Luas lahan terkena alinyemen rute akhir terpilih yang
direncanakan

Informasi rinci tentang kondisi lingkungan sosial ekonomi budaya di


lokasi rencana alinyemen rute akhir terpilih dan sekitarnya, antara lain :
Luas lahan dan aset di atasnya yang harus dibebaskan, dan
dirinci berdasarkan status kepemilikan dan penguasaan, status
penggunaan/ jenis lahan dan kelas tanah.
Jumlah penduduk/rumah tangga (KK) yang terkena dampak dan
yang terpaksa harus dipindahkan,
Perkiraan dampak/kerugian potensial yang mungkin timbul
(khususnya yang menyangkut sumber matapencaharian
/pendapatan dan fasilitas umum yang dianggap strategis)
Kelompok masyarakat dan strategi partisipasi mereka dalam
setiap tahapan kegiatan pengadaan tanah dan pemukiman
kembali (jika ada)
Lembaga yang akan menangani kegiatan pengadaan tanah dan
pemukiman kembali dari Pemda setempat.

B.5.4 Konsultasi Konsep LARAP

a) Metode konsultasi
Menyelenggarakan konsultasi melalui kegiatan pertemuan dan diskusi langsung,
misal di Kantor Bappeda.

b) Peserta konsultasi
Peserta konsultasi mencakup Bapedalda, Bappeda, dan Masyarakat (Kepala
desa/lurah, LKMD, wakil masyarakat yang terkena dampak).

c) Pelaksanaan konsultasi
Konsultasi konsep LARAP dimaksudkan untuk memperoleh masukan dalam membuat
Dokumen Final LARAP proyek jalan, antara lain sebagai berikut :

PEDOMAN TEKNIS KONSULTASI MASYARAKAT 11


Lampiran B Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Masukan dari Bapedalda tentang tata cara dan evaluasi monitoring,


Masukan dari Bappeda mengenai keterpaduan program implementasi LARAP,
Masukan dari masyarakat tentang data asset dan kondisi sosial ekonomi
masyarakat yang terkena dampak.

B.5.5 Finalisasi Dokumen LARAP Proyek Jalan

Melakukan analisis terhadap masukan para peserta konsultasi tentang konsep LARAP,
yang hasilnya berupa Dokumen Final LARAP antara lain memuat berikut ini:
Indentifikasi luas lahan, jumlah pemilik, aset di atasnya, persepsi.
Identifikasi tingkat harga tanah dan asetnya.
Identifikasi cara-cara penanganan dampak rencana pembebasan lahan, dan
dampak-dampak sosial lainnya tersebut.
Melakukan koordinasi rencana pelaksanaan dengan Bappeda dalam rangka pengesahan
dokumen LARAP dari Bupati/Walikota.

B.5.6 Menetapkan Desain Jalan


a) Melakukan penetapan desain jalan setelah dokumen LARAP disyahkan.
b) Dalam gambar desain jalan yang ditetapkan tersebut tertuang antara lain rumusan
penanganan dampak penting dari komponen lingkungan (geofisik-kimia, biologi dan
sosial) yang terjadi, dan selanjutnya memasukkan kedalam lingkup materi tender
pekerjaan implementasi.

PEDOMAN TEKNIS KONSULTASI MASYARAKAT 12


Lampiran C Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Lampiran C
(Normatif)
Pedoman Teknis Penyaringan Rencana Kegiatan Pembangunan Jalan
Yang Wajib Dilengkapi AMDAL atau UKL dan UPL

C.1 Jenis-Jenis Proyek Jalan


Dalam kaitannya dengan pelaksanaan penyaringan proyek jalan yang wajib dilengkapi AMDAL
atau UKL/UPL, jenis-jenis proyek jalan dibedakan dalam beberapa kategori sbb.:

a) Pembangunan jalan tol


b) Pembangunan jalan layang dan subway
c) Pembangunan dan/atau peningkatan jalan dengan pelebaran di luar DAMIJA:
di kota besar / metropolitan
di kota sedang
di kota kecil.
d) Peningkatan jalan dalam DAMIJA
e) Pembangunan jembatan.

C.2 Penentuan Proyek Jalan yang Wajib Dilengkapi AMDAL


Jenis-jenis proyek jalan yang wajib dilengkapi AMDAL ditentukan berdasarkan:

a) skala / besaran rencana kegiatan (panjang jalan dan/atau luas lahan yang diperlukan);
b) lokasi alinyemen jalan terhadap kawasan lindung (berbatasan langsung);
c) pertimbangan ilmiah mengenai daya dukung dan daya tampung lingkungan serta tipologi
ekosistem setempat.

C.3 Kriteria Skala / Besaran Proyek Jalan yang Wajib Dilengkapi AMDAL
Kriteria skala / besaran kegiatan proyek yang wajib dilengkapi AMDAL tercantum pada Tabel 1.

Catatan:
Kriteria kegiatan yang wajib dilengkapi AMDAL tersebut, dapat ditinjau kembali sekurang-
kurangnya 5 tahun sekali. Karena itu, pemrakarsa proyek harus memperhatikan peraturan yang
paling baru.

C.4 Kriteria Skala / Besaran Proyek Jalan yang Wajib Dilengkapi UKL dan
UPL
Kriteria skala / besaran kegiatan proyek yang wajib dilengkapi UKL dan UPL tercantum pada
Tabel 2.

PEDOMAN TEKNIS PENYARINGAN RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN 1


JALAN YANG WAJIB DILENGKAPI AMDAL ATAU UKL DAN UPL
Lampiran C Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Tabel 1
Jenis Rencana Kegiatan Proyek Jalan Yang Wajib Dilengkapai dengan AMDAL
(Berdasarkan skala / besaran rencana kegiatan )

No. Jenis Proyek Skala/Besaran Alasan Ilmiah Khusus

1. a. Pembangunan jalan Semua Besaran Bangkitan lalu lintas, dampak


tol kebisingan, getaran, emisi yang
tinggi, gangguan visual dan
dampak sosial.

b. Pembangunan jalan > 2 km Bangkitan lalu lintas, dampak


layang dan subway kebisingan, getaran, emisi yang
tinggi, gangguan visual dan
dampak sosial.

2. Pembangunan jalan dan /


atau peningkatan jalan
dengan pelebaran di luar
DAMIJA:
a. Di kota besar / Bangkitan lalu lintas, dampak
metropolitan : kebisingan, getaran, emisi yang
- Panjang > 5 km tinggi, gangguan visual dan
- atau luas pengadaan > 5 ha dampak sosial.
tanah

b. Di kota sedang : Bangkitan lalu lintas, dampak


- Panjang > 10 km kebisingan, getaran, emisi yang
- atau luas pengadaan > 10 ha tinggi, gangguan visual dan
tanah dampak sosial.

c. Pedesaan : Bangkitan lalu lintas, dampak


- Panjang > 30 km kebisingan, getaran, emisi yang
tinggi, gangguan visual dan
dampak sosial.

Sumber:
Lampiran Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.17 Tahun 2001, tanggal 22 Mei 2001

Keterangan:
Kota Metropolitan : jumlah penduduk > 1.000.000 jiwa
Kota Besar : jumlah penduduk 500.000 1.000.000 jiwa
Kora Sedang : jumlah penduduk 100.000 500.000 jiwa
Kota Kecil : jumlah penduduk 20.000 100.000 jiwa

PEDOMAN TEKNIS PENYARINGAN RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN 2


JALAN YANG WAJIB DILENGKAPI AMDAL ATAU UKL DAN UPL
Lampiran C Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Tabel 2
Jenis Kegiatan Proyek Jalan Yang Wajib Dilengkapi dengan UKL dan UPL
(Berdasarkan skala / besaran rencana kegiatan )

No. Jenis Proyek Besaran

1. Peningkatan jalan Tol dalam DAMIJA > 5 km


2. Pembangunan / peningkatan jalan di luar DAMIJA
a. Di kota besar / metropolitan:
- Panjang 1 km - 5 km
- pengadaan tanah 2 ha - 5 ha
b. Di kota sedang:
- Panjang 3 km - 10 km
- pengadaan tanah 2 ha - 10 ha
3. Pembangunan Jembatan
a. Di kota besar / metropolitan > 20 m
b. Di kota sedang > 60 m

C.5 Prosedur Pelaksanaan Penyaringan


C.5.1 Langkah-Langkah Kegiatan Penyaringan

Proses penyaringan dilakukan melalui urutan langkah-langkah kegiatan sebagai berikut:

a) Identifikasi jenis dan besaran rencana kegiatan proyek;


b) Identifikasi komponen lingkungan hidup yang sensitif;
c) Identifikasi dampak lingkungan yang mungkin terjadi;
d) Penentuan wajib AMDAL atau UKL dan UPL;
e) Penghitungan perkiraan biaya studi AMDAL atau UKL dan UPL;
f) Penyusunan laporan hasil penyaringan.

C.5.2 Identifikasi Jenis dan Besaran Rencana Kegiatan Proyek

a) Identifikasilah jenis rencana kegiatan proyek menurut klasifikasi tersebut pada Butir E.1, dan
skala / besaran kegiatannya, yaitu:
panjang ruas jalan (km);
luas areal pengadaan tanah (ha).

PEDOMAN TEKNIS PENYARINGAN RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN 3


JALAN YANG WAJIB DILENGKAPI AMDAL ATAU UKL DAN UPL
Lampiran C Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

b) Catatlah deskripsi rencana kegiatan proyek yang lebih detail (bila ada), antara lain:
Fungsi jalan (arteri / kolektor / lokal);
Lebar badan jalan;
Lebar perkerasan;
Jenis lapis perkerasan;
Lebar pengadaan tanah yang diperlukan;
Perkiraan volume pekerjaan tanah (galian / timbunan);
Jumlah bahan bangunan yang diperlukan (batu, pasir, dll);
Alat-alat berat yang diperlukan.

Data tersebut di atas dapat diperoleh dari laporan pra-studi kelayakan dan / atau studi
lainnya.

c) Hasil identifikasi rencana kegiatan proyek agar dicatat dalam formulir Laporan Hasil
Penyaringan AMDAL seperti tercantum pada Lampiran C.1.

C.5.3 Identifikasi Komponen Lingkungan Hidup yang Sensitif

C.5.3.1 Keberadaan Kawasan Lindung

a) Periksalah apakah lokasi proyek berada dalam, berbatasan langsung dengan, atau
berdekatan dengan kawasan lindung.

Data tentang keberadaan kawasan lindung di lokasi rencana kegiatan proyek dan sekitarnya
dapat diperoleh dengan cara:
Kajian data sekunder.
Konsultasi dengan instansi terkait baik di tingkat pusat maupun propinsi atau kabupaten
/ kota;
Peninjauan lapangan, dan konsultasi dengan penduduk setempat (bila perlu).

b) Jenis-jenis kawasan lindung seperti tersebut dalam penjelasan Pasal 7 Ayat (1) Undang-
Undang No.24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, dan Pasal 37 Keputusan Presiden
No.32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, tercantum pada Kotak 1.

c) Informasi tentang keberadaan kawasan lindung secara makro dapat diketahui antara lain
dari peta Rencana Tata Ruang Wilayah propinsi atau kabupaten / kota.

d) Data tentang lokasi kawasan hutan lindung dapat dilihat dari peta Tata Guna Hutan yang
diterbitkan oleh Departemen Kehutanan.

e) Informasai tentang lokasi cagar budaya termasuk situs purbakala atau peninggalan sejarah
yang bernilai tinggi dapat diperoleh dari Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala,
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, atau dari Dinas terkait di tingkat propinsi atau
kabupaten / kota.

e) Lakukan peninjauan lapangan (bila perlu) terutama untuk memastikan apakah alinyemen
jalan melalui, berbatasan langsung, berdekatan atau cukup jauh dari kawasan lindung.
Namun bila data sekunder telah cukup lengkap, peninjauan lapangan tidak diperlukan.

PEDOMAN TEKNIS PENYARINGAN RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN 4


JALAN YANG WAJIB DILENGKAPI AMDAL ATAU UKL DAN UPL
Lampiran C Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Kotak 1
Daftar Kawasan Lindung

1. Kawasan Hutan Lindung;


2. Kawasan Bergambut;
3. Kawasan Resapan Air;
4. Sempadan Pantai;
5. Sempadan Sungai;
6. Kawasan Sekitar Danau / Waduk;
7. Kawasan Sekitar Mata Air
8. Kawasan Suaka Alam (terdiri dari Cagar Alam, Suaka Marga Satwa, Hutan Wisata, Daerah
Perlindungan Plasma Nutfah, dan Daerah Pengungsian Satwa);
9. Kawasan Suaka Alam Laut dan perairan lainnya (termasuk perairan laut, perairan darat, wilayah
pesisir, muara sungai, gugusan karang atau terumbu karang, dan atol yang mempunyai ciri khas
berupa keanekaragaman dan / atau keunikan ekosistem);
10. Kawasan Pantai berhutan Bakau (mangrove);
11. Taman Nasional;
12. Taman Hutan Raya;
13. Taman Wisata Alam
14. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan (termasuk daerah karst berair, daerah deengan
budaya masyarakat istimewa, daerah lokasi situs purbakala atau peninggalan sejarah yang bernilai
tinggi);
15. Kawasan Rawan Bencana Alam.

C.5.3.2 Areal Sensitif Lainnya

a) Telitilah apakah di lokasi proyek dan sekitarnya terdapat areal sensitif lainnya yang termasuk
kategori fragile area antara lain:

Areal permukiman padat;


Daerah komersial;
Lahan pertanian produktif
Areal berlereng curam.

b) Data tentang areal sensitif ersebut dapat dianalisis dari peta topografi, peta tanah, peta
geologi, peta penggunaan lahan, dan foto udara (bila tersedia). Bila perlu, peninjauan
lapangan akan sangat berguna.

c) Komponen lingkungan lainnya yang perlu diidentifikasi adalah sarana dan prasarana yang
mungkin terkena dampak kegiatan konstruksi, seperti:
jaringan jalan;
jalan kereta api;
saluran air;
kabel listrik;
telepon;
pipa air; dan
pipa gas.

PEDOMAN TEKNIS PENYARINGAN RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN 5


JALAN YANG WAJIB DILENGKAPI AMDAL ATAU UKL DAN UPL
Lampiran C Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Di samping itu, perlu diperhatikan juga kemungkinan adanya tempat-tempat yang sensitif
terhadap kebisingan seperti:
sekolah;
rumah sakit; dan
tempat ibadat.

d) Hasil identifikasi komponen lingkungan hidup sensitif dicatat dalam formulir Laporan Hasil
Penyaringan AMDAL seperti tercantum pada Lampiran C.1.

C.5.4 Identifikasi Dampak Lingkungan yang Mungkin Terjadi

a) Identifikasilah dampak lingkungan yang mungkin terjadi secara sistematis, mulai dari tahap
pra-konstruksi, konstruksi, dan pasca konstruksi.

b) Cara identifikasi dilakukan dengan memperhatikan jenis dan besaran kegiatan proyek
tersebut pada Butir C.5.2 yang merupakan sumber dampak, dan sensitifitas komponen
lingkungan tersebut pada Butir C.5.3, yang mungkin terkena dampak.

c) Identifikasi dampak lingkungan dilakukan melalui urutan langkah-langkah sebagai berikut:

(1) Buat daftar komponen rencana kegiatan proyek yang potensial merupakan sumber
dampak, diurut mulai dari tahap pra-konstruksi, konstruksi dan pasca konstruksi. Jenis
kegiatan yang potensial menjadi sumber dampak antara lain yang bersifat:

merubah bentang alam/lansekap seperti galian / timbunan tanah.


merubah komposisi vegetasi, misalnya kegiatan land clearing.
menimbulkan pencemaran lingkungan (polusi udara, kebisingan, pencemaran air),
seperti kegiatan pengangkutan material, pengoperasian base camp dan stone
crusher.
menimbulkan gangguan sosial seperti pengadaan tanah dan pemindahan
penduduk
.
(2) Identifikasilah karakteristik ekosistem di lokasi tiap komponen kegiatan dan sekitarnya
yang mungkin terpengaruh oleh kegiatan-kegiatan tersebut (lihat hasil identifikasi
komponen lingkungan sensitif yang telah diuraikan pada Butir C.5.3)
.
(3) Perkirakan kemungkinan perubahan ekosistem (kondisi lingkungan) serta akibat
lanjutannya yang mungkin terjadi baik yang menyangkut aspek fisik, biologi maupun
sosial-ekonomi dan budaya, di tiap lokasi kegiatan proyek yang telah terdaftar.
Perubahan kondisi (kualitas) lingkungan serta akibat lanjutannya merupakan dampak
lingkungan yang mungkin terjadi.

C.5.5 Penentuan Wajib AMDAL atau UKL/UPL

a) Proses penentuan wajub AMDAL atau UKL dan UPL dilakukan dalam empat tahap, yang
secara skematis tercantum pada Gambar 1.

PEDOMAN TEKNIS PENYARINGAN RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN 6


JALAN YANG WAJIB DILENGKAPI AMDAL ATAU UKL DAN UPL
Lampiran C Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

GAMBAR 1
Prosedur Penyaringan Proyek Jalan Yang Wajib Dilengkapi AMDAL

Rencana
Proyek Jalan

Tahap 1

Memenuhi Kriteria
Wajib AMDAL ? Ya

Tidak

Tidak
Tahap 2 Berbatasan dengan Ya
Kawasan Lindung

Tidak

Berdampak Ya
Tidak
Penting ?

Tahap 3
Tidak

Memenuhi Kriteria
UKL/UPL
Tidak Wajib UKL/UPL

Tidak

Tahap 4 Ya

SOP Wajib Wajib


UKL / Ya
UPL AMDAL

PEDOMAN TEKNIS PENYARINGAN RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN 7


JALAN YANG WAJIB DILENGKAPI AMDAL ATAU UKL DAN UPL
Lampiran C Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

b) Tahap Pertama: Bandingkanlah jenis dan besaran rencana kegiatan proyek dengan kriteria
wajib AMDAL tercantum dalam Tabel 1. Apabila jenis dan besaran rencana kegiatan proyek
memenuhi kriteria tersebut, maka proyek itu wajib dilengkapi AMDAL. Sebaliknya, jika tidak
memenuhi kriteria tersebut, maka proses penyaringan dilanjutkan dengan tahap kedua.

c) Tahap Kedua: Periksalah apakah lokasi alinyemen jalan berbatasan langsung dengan
kawasan lindung. Apabila sebagian atau seluruh alinyemen jalan berbatasan langsung
dengan kawasan lindung seperti tersebut pada Kotak 1, maka proyek yang bersangkutan
wajib dilengkapi AMDAL. Bila tidak, proses penyaringan dilanjutkan ke tahap ketiga.

d) Tahap Ketiga: Evaluasilah apakah dampak lingkungan yang telah teridentifikasi pada Butir
C.5.4 termasuk kategori dampak besar dan penting atau tidak. Jika tedapat dampak yang
temasuk kategori besar dan penting, maka proyek wajib dilengkapi AMDAL. Kalau tidak,
proses penyaringan dilanjutkan ke tahap keempat.

Catatan: Untuk mengevaluasi pentingnya dampak gunakanlah kriteria tercantum pada Tabel
3.

e) Penyaringan Tahap Keempat: Bandingkanlah jenis dan besaran rencana kegiatan proyek
dengan kriteria proyek yang wajib dilengkapi UKL / UPL tercantum pada Tabel 2. Jika
memenuhi kriteria tersebut, maka rencana kegiatan proyek wajib diliengkapi UKL dan UPL.
Bila tidak, proyek tersebut bebas AMDAL maupun UKL dan UPL, tapi wajib menggunakan
SOP.

C.5.6 Penghitungan Perkiraan Biaya Studi AMDAL atau UKL/UPL

a) Apabila rencana kegiatan proyek termasuk kategori wajib dilengkapi AMDAL atau UKL dan
UPL, hitunglah perkiraan biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan studi lingkungan
(AMDAL atau UKL dan UPL) tersebut.

b) Secara garis besar, biaya studi lingkungan terdiri dari komponen-komponen biaya:
personil (tenaga ahli dan penunjang);
survai lapangan;
analisis laboratorium (bila perlu);
peralatan dan material.

Pada umumnya, komponen biaya terbesar adalah biaya personil.

c) Komponen biaya personil tergantung dari banyaknya tenaga ahli yang diperlukan dan
lamanya penugasan tiap tenaga ahli. Makin banyak jenis isu lingkungan yang perlu ditelaah,
makin banyak tenaga ahli yang diperlukan.

d) Komponen biaya survei lapangan tergantung dari lokasi proyek. Makin jauh jaraknya, makin
mahal biayanya.

PEDOMAN TEKNIS PENYARINGAN RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN 8


JALAN YANG WAJIB DILENGKAPI AMDAL ATAU UKL DAN UPL
Lampiran C Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

e) Jumlah tenaga ahli yang diperlukan untuk pelaksanaan studi AMDAL suatu ruas jalan
diperkirakan antara 15 - 30 person-month (pm), sedangkan untuk studi UKL/UPL berkisar
antara 4 - 8 pm.

f) Secara umum, pelaksanaan studi AMDAL proyek jalan memerlukan waktu antara 6 -18
bulan, dengan biaya berkisar antara 5 - 10 % dari biaya persiapan proyek, atau antara 0,06 -
0,35 % dari total biaya proyek.

C.5.7 Penyusunan Laporan

a) Susunlah laporan singkat tentang hasil penyaringan AMDAL ini, yang berisi tentang:

Deskripsi rencana kegiatan dan rona lingkungan secara singkat;


Kesimpulan hasil penyaringan (wajib AMDAL, wajib UKL dan UPL, atau bebas AMDAL
maupun UKL dan UPL);
Alasan (dasar pertimbangan) kesimpulan tersebut;
Isu-isu pokok lingkungan yang perlu ditelaah lebih lanjut (bila diperlukan AMDAL atau
UKL dan UPL; dan
Perkiraan biaya untuk studi lingkungan selanjutnya.

b) Laporan hasil penyaringan ini diperlukan sebagai arahan untuk kegiatan studi lingkungan
yang lebih mendalam (bila diperlukan), termasuk untuk keperluan penentuan anggaran biaya
studi tersebut.

c) Contoh format laporan hasil penyaringan tercantum pada Lampiran C.1.

PEDOMAN TEKNIS PENYARINGAN RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN 9


JALAN YANG WAJIB DILENGKAPI AMDAL ATAU UKL DAN UPL
Lampiran C Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Tabel 3
Kriteria Evaluasi Dampak Penting

No. Faktor Evaluasi Kriteria Keterangan


Penting Tidak
penting

1. Jumlah manusia terkena M1>M2 M1<M2 M1 = Jumlah manusia dalam


dampak wilayah studi yang terkena
dampak tapi tidak dapat
manfaat
M2 = Jumlah manusia yang
dapat manfaat

2. Luas wilayah persebaran W1 W2 W1 = Wilayah persebaran


dampak dampak mengalami
perubahan mendasar dari
segi intensitas dampak,
tidak berbaliknya dampak,
atau kumulatif dampak.
W2 = Wilayah persebaran
dampak tidak mengalami
perubahan mendasar.

3. Lamanya dampak L1 L2 L1 = Dampak berlangsung lama


berlangsung (lebih dari satu tahap
proyek)
L2 = Dampak berlangsung tidak
lama (hanya pada tahap
pra-konstruksi atau
konstruksi)

4. Intensitas dampak I1 I2 I1 = Dampak melampaui baku


mutu lingkungan, atau
menimbulkan konflik sosial
I2 = Dampak tidak melampaui
baku mutu lingkungan, atau
tidak menimbulkan konflik
sosial

5. Banyaknya komponen B2>B1 B2<B1 B1 = Jumlah komponen


lingkungan lainnya yang lingkungan terkena
terkena dampak dampak primer
B2 = Jumlah komponen
lingkungan terkena
dampak sekunder dan
dampak lanjutannya

PEDOMAN TEKNIS PENYARINGAN RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN 10


JALAN YANG WAJIB DILENGKAPI AMDAL ATAU UKL DAN UPL
Lampiran C Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

6. Sifat kumulatif dampak K1 K2 K1 = Dampak kumulatif


K2 = Dampak tidak kumulatif

7. Berbalik atau tidak R1 R2 R1 = Dampak tidak berbalik


berbaliknya dampak R2 = Dampak berbalik

PEDOMAN TEKNIS PENYARINGAN RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN 11


JALAN YANG WAJIB DILENGKAPI AMDAL ATAU UKL DAN UPL
Lampiran C Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

CONTOH FORMULIR Laporan Penyaringan Proyek Jalan


Yang Wajib Dilengkapi AMDAL atau UKL dan UPL

A. RENCANA KEGIATAN PROYEK


1. Nama Rencana Kegiatan Proyek .
.

2. Panjang Ruas Jalan km

3. Lebar Jalan
a. DAMIJA Ekisting 1) a. ..m
b. Damija rencana b. ..m
c. Perkerasan Ekisting 1) c. ..m
d. Pekerasan rencana d. ..m

4. Lokasi
a. Nama kota a. ..
b. Kabupaten b. ..
c. Propinsi c. ..

5. Status Kota Metropolitan / Besar / Sedang / Kecil 2)

6. Fungsi Jalan Arteri / Kolektor / Lokal 2)

7. Jenis Program Pembangunan / Pemeliharaan 2)

8. Luas areal pengadaan .. H a

9. LHR
a. Eksisting 1) a. .. kendaraan /hari
b. Rencana b. .. kendaraan /hari
10. Status Proyek Pra Studi Kelayakan / Studi Kelayakan 2)

B. RONA LINGKUNGAN ( Sepanjang trase jalan dan sekitarnya)


1. Fisiografi
a. Berlereng curam (> 40 %) a. .. km
b. Tanah tidak stabil b. .. km

2. Penggunaan lahan
a. Pemukiman padat a. .. km ( .. % )
b. Daerah komersial b. .. km ( .. % )
c. Areal pertanian produktif c. .. km ( .. % )
d. Lain-lain ( ) d. .. km ( .. % )

PEDOMAN TEKNIS PENYARINGAN RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN 12


JALAN YANG WAJIB DILENGKAPI AMDAL ATAU UKL DAN UPL
Lampiran C Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Contoh Formulir Laporan Penyaringan Proyek Jalan


Yang Wajib Dilengkapi AMDAL atau UKL dan UPL (lanjutan)

3. Kawasan lindung
a. Jenis/nama kawasan lindung a. ..
b. Letak trase jalan terhadap kawasan b. Melalui / berbatasan / berdekatan / jauh 2)
lindung

4. Komponen lingkungan lain yang sensitif


terhadap perubahan

C. KESIMPULAN (Pilih salah satu)


A lasan : ..
1. Wajib AMDAL
.
A lasan : ..
2. Wajib UKL dan UPL
.
A lasan : ..
3. Bebas AMDAL maupun UKL dan UPL
.
D. ISU POKOK LINGKUNGAN YANG PERLU DIKAJI LEBIH LANJUT
1. Dampak lingkungan pada taha pra-konstruksi
a. .
b. .
2. Dampak lingkungan pada tahap konstruksi
a. .
b. .
c. .
3. Dampak lingkungan pada tahap pasca konstruksi
a.
b.
c.

E. PERKIRAAN BIAYA STUDI AMDAL ATAU UKL & UPL R p. .

Keterangan :
1) Khusus proyek peningkatan / pemeliharaan
2) Coret yang tidak sesuai

.,

Pelaksana Penyaringan

( )

PEDOMAN TEKNIS PENYARINGAN RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN 13


JALAN YANG WAJIB DILENGKAPI AMDAL ATAU UKL DAN UPL
Lampiran D Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Lampiran D

Pedoman Teknis Pengadaan Tanah untuk Bidang Jalan

D.1 Penjelasan Umum

Rencana pengadaan tanah pada tahap perencanaan dari tahapan siklus pengembangan proyek
jalan, meliputi:
1) Pertimbangan pengadaan tanah pada tahap perencanaan umum,
2) Kegiatan awal pengadaan tanah pada tahap pra studi kelayakan,
3) Identifikasi kebutuhan lahan pada tahap studi kelayakan, dan
4) Perencanaan pengadaan tanah pada tahap perencanaan teknis.

Pelaksanaan rencana pengadaan tanah pada dasarnya dilaksanakan oleh 5 (lima) kelompok
pelaku utama yaitu:
1) Pemrakarsa, dalam hal ini unit kerja Dinas provinsi, kabupaten/kota.
2) Bapedalda, dalam hal ini termasuk Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah atau
Kantor Lingkungan Hidup provinsi, kabupaten/kota.
3) Bappeda, dalam hal ini terdiri dari Bappeda provinsi, kabupaten/kota.
4) Masyarakat, dalam hal ini terdiri dari Lembaga Swadaya Masyarakat, penduduk terkena
dampak, tokoh-tokoh masyarakat yang mewakili penduduk terkena dampak dan
masyarakat terasing.
5) Stakeholder lainnya yang perlu dipertimbangkan perannya pada kasus-kasus khusus,
misalnya Departemen/Dinas Kehutanan, Badan Pertanahan Nasional (BPN),
Departemen/Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, dll.

D.2 Pertimbangan Pengadaan Tanah Pada Tahap Perencanaan Umum Sistem


Jaringan Jalan

Langkah-langkah kegiatan pelaksanaan pertimbangan pengadaan pada tahap ini adalah sebagai
berikut:
1) Mempelajari konsep rencana umum sistem jaringan dan peta tata guna lahan di
sekitarnya,
2) Membuat konsep awal sistem jaringan jalan dan kebutuhan lahan,
3) Melakukan konsultasi dengan Bappeda dan/atau instansi lainnya,
4) Menetapkan koridor rencana sistem jaringan jalan.

D.2.1 Mempelajari Konsep Rencana Umum Sistem Jaringan dan Peta Tata Guna Lahan

D.2.1.1 Konsep rencana umum sistem jaringan jalan

Dalam mengkaji konsep ini, diarahkan dalam kaitannya dengan sasaran kawasan yang
akan dilayani sistem jaringan jalan, antara lain : sentra-sentra produksi, kapasitas produksi,
kapasitas jalan yang dibutuhkan, peran dan fungsi kota, dan lokasi tempat tinggal
masyarakat terasing (bila ada). Untuk dapat memahami hal tersebut diperlukan kajian
penyelarasan konsep rencana umum jaringan jalan tersebut dengan rencana tata ruang
wilayah (provinsi atau kab/kota), yakni sebagai berikut :

PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN TANAH UNTUK BIDANG JALAN 1


Lampiran D Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

1) Menuangkan peta rute koridor jalan yang direncanakan pada masing-masing peta
kawasan sentra-sentra produksi, potensi kapasitas produksi, orde penataan ruang, dan
jika ada lokasi tempat-tempat tinggal masyarakat terasing (pada skala yang memadai,
misal: skala 1 : 250.000).
2) Mengaitkan dengan usulan rencana pembangunan jalan di daerah masyarakat terasing
(khusus wilayah yang ada)
Sumber data (peta) antara lain dari : Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan/atau
Kabupaten/Kota yang dapat diperoleh di Kantor Bappeda setempat (prov, kab/kota)
serta lokasi tempat tinggal masyarakat terasing dari Dinas Sosial / Dinas Kehutanan
3) Memeriksa dan mencatat usulan kapasitas jalan yang dibutuhkan, serta tatanan nilai
dan perilaku berkaitan dengan sistem transportasi masyarakat terasing (jika ada) yang
dilewati garis rute koridor jalan yang direncanakan.

D.2.1.2 Tata guna lahan di sekitar

Kajian tata guna lahan sekitar berkaitan dengan pertimbangan pengadaan tanah ini
bertujuan untuk mengetahui :
1) Status lahan dan tataguna lahan,
2) Rencana alokasi penggunaan lahan dan pola penggunaan lahan eksisting.

D.2.1.2.1 Status lahan dan tataguna lahan


Menuangkan rute koridor jalan yang direncanakan pada peta status lahan dan
tataguna lahan dengan skala yang memadai (misal skala 1 : 250.000).
Sumber data (peta) antara lain dari : Peta TGHK dari DeC. Kehutanan, dan Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang dapat diperoleh di Kantor
BPN/Kantor Pertanahan dan Kantor Bappeda setempat (prov, kab/kota). Juga dari
peta mosaik foto udara yang dapat diperoleh dari Kantor Pusat Data TNI-AU atau
Bakosurtanal
Memeriksa dan dan mencatat status lahan dan tataguna tanah serta pola pemilikan
lahan, hukum adat dan aspek budaya masyarakat terasing (jika ada) yang dilewati
garis rute koridor jalan yang direncanakan.

D.2.1.2.2 Rencana alokasi penggunaan lahan dan pola penggunaan lahan eksisting.
Memeriksa dan mencatat adanya rencana alokasi penggunaan lahan dan keberadaan
areal strategis dan areal lain yang sensitif terhadap perubahan, dikaitkan dengan rute
koridor jalan yang direncanakan,
Melakukan juga survai lapangan (bila perlu) untuk memastikan tentang pola
penggunaan lahan dan pola kepemilikan tanah adat (bila ada) dikaitkan dengan rute
koridor jalan yang direncanakan.

PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN TANAH UNTUK BIDANG JALAN 2


Lampiran D Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

D.2.2 Membuat Konsep Awal Rencana Sistem Jaringan Jalan dan Kebutuhan Lahan

Dalam kajian ini didasarkan pada prinsip-prinsip menghindari lahan budidiaya dan
kawasan yang dilindungi sesuai kriteria pada pasal 6 UU No. 24 tahun 1992 tentang
Penataan Ruang.

i. Menuangkan rute koridor jalan yang direncanakan pada peta status lahan dan
tataguna lahan dengan skala yang memadai (misal skala 1 : 100.000).
Sumber data (peta) antara lain dari : Peta TGHK dari DeC. Kehutanan, dan Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang dapat diperoleh di Kantor
BPN/Kantor Pertanahan dan Kantor Bappeda setempat (prov, kab/kota).

ii. Melakukan analisa tentang status lahan dan tata guna tanah (termasuk pola
kepemilikan tanah adat) yang dilewati rute koridor jalan yang direncanakan, antara
lain sebagai berikut :
1. Mengusulkan bahwa rute koridor tersebut tidak direkomendasikan bila rute
koridor jalan berada dalam, berbatasan langsung dengan, atau berdekatan
dengan kawasan lindung.
2. Mengusulkan bahwa rute koridor tersebut perlu dirubah sehingga menghindari
kawasan budidaya, bila rute koridor jalan melewati kawasan budidaya.
3. Melakukan identifikasikan dampak-dampak yang akan ditimbulkan, bila terpaksa
melewati kawasan budidaya dan/atau kawasan lindung.
4. Melakukan analisa terhadap pengalihan pemanfaatan transportasi dan
perubahan perilaku masyarakat terasing (bila ada) akibat perencanaan jalan.

D.2.3 Konsultasi dengan Bappeda dan/atau Instansi lainnya.


Konsultasi pada tahap perencanaan umum ini dimaksudkan sebagai sebagai langkah
awal dalam mengkomunikasikan (mendialogkan) rencana kegiatan, khususnya kegiatan
pengadaan tanah kepada Bappeda dan/atau instansi lainnya. Dengan dilakukannya
komunikasi dua arah ini diharapkan dapat diperoleh masukan tentang rencana alokasi
penggunaan lahan dan keberadaan areal strategis dan areal lain yang sensitif terhadap
perubahan, dikaitkan dengan rute koridor jalan yang direncanakan, yakni sebagai berikut :

1) Meminta informasi dan klarifikasi dari Bappeda tentang :


2) Peta koordinasi pengendalian ruang wilayah yang memadukan kawasan lindung
dan kawasan budidaya (binaan),
3) Tanggapan dan masukan tentang penerapan peta padu serasi.

2) Meminta informasi dan klarifikasi dari instansi lainnya, misalnya Dinas Sosial perihal
sistem budaya masyarakat terasing, antara lain:
1) Aspek pertanahan masyarakat terasing,
2) Aspek pola kepemimpinan,
3) Aspek orientasi budaya.

D.2.4 Penetapan Koridor Rencana Sistem Jarigan Jalan


1) Melakukan perumusan terhadap sistem jaringan jalan berkaitan dengan sasaran
kawasan yang akan dilayani, rencana alokasi penggunaan lahan dan pola penggunaan

PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN TANAH UNTUK BIDANG JALAN 3


Lampiran D Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

lahan eksisting, status daerah dilindungi dan daerah sensitif serta pengendalian ruang
wilayah, serta lokasi tempat tinggal masyarakat terasing (jika ada).
2) Menuangkan rumusan butir 1) dalam peta dengan skala yang memadai , misal skala 1 :
100.000

D.3 Kegiatan Awal Pengadaan Tanah Pada Tahap Pra Kelayakan Rute Jalan

Langkah-langkah pelaksanaan kegiatan awal pengadaan tanah pada tahap pra kelayakan rute
jalan, adalah sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi jenis peruntukan lahan pada koridor rute jalan,
2) Melakukan konsultasi (dengan Bapedalda, Bappeda dan masyarakat),
3) Merangkum data dan informasi untuk acuan penetapan koridor jalan,
4) Menetapkan koridor jalan terpilih

D.3.1 Identifikasi Jenis Peruntukan Lahan Pada Koridor Rute Jalan

Kajian jenis peruntukan lahan pada koridor rute jalan bertujuan untuk mengetahui :
1) Status lahan dan tataguna lahan,
2) Rencana alokasi penggunaan lahan dan pola penggunaan lahan eksisting.

D.3.1.1 Status lahan dan tataguna lahan


1) Menuangkan koridor rute jalan yang direncanakan pada peta status lahan dan
tataguna lahan dengan skala yang memadai (misal skala 1 : 250.000).
Sumber data (peta) antara lain dari : Peta Paduserasi dari Dep/Dinas Kehutanan, dan
peta lokasi tempat tinggal masyarakat terasing dari Dep/Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan.
2) Memeriksa dan mencatat status lahan dan tataguna tanah serta pola pemilikan lahan
hukum adat dan aspek budaya masyarakat terasing (jika ada) yang dilewati koridor
rute jalan yang direncanakan.

D.3.1.2 Rencana alokasi penggunaan lahan dan pola penggunaan lahan eksisting.
1) Memeriksa dan mencatat adanya rencana alokasi penggunaan lahan dan keberadaan
areal strategis dan areal lain yang sensitif terhadap perubahan, dikaitkan dengan
koridor rute jalan yang direncanakan,
2) Melakukan juga survai lapangan (bila perlu) untuk memastikan tentang pola
penggunaan lahan dan pola kepemilikan tanah adat dikaitkan dengan koridor rute
jalan yang direncanakan.

D.3.2 Konsultasi dengan Bapedalda, Bappeda, Masyarakat dan Stakeholder lainnya.


Konsultasi pada tahap ini diharapkan dapat memperoleh masukan tentang data yang
dapat dipergunakan untuk menetapkan pemilihan alternatif koridor jalan.

PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN TANAH UNTUK BIDANG JALAN 4


Lampiran D Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

D.3.2.1 Pelaksanaan Konsultasi


Melaksanakan konsultasi dengan instansi-instansi tersebut dengan cara melakukan
pertemuan rapat di suatu kontor salah satu instansi, sebagai berikut :
1) Meminta masukan dari Bapedalda tentang lokasi-lokasi kawasan yang dilindungi dan
lokasi sensitif, seperti misalnya :
2) Informasi identifikasi dampak pelaksanaan perbaikan struktur jalan yang telah ada
(eksisting), tetapi berada di pinggir kawasan lindung,
3) Informasi dampak pelaksanaan pembangunan jalan baru dan melewati daerah
sensitif.
4) Meminta masukan dai Bappeda tentang :
a. Jenis dan lokasi prasarana dan sarana umum yang terdapat pada rute alternatif
jalan
b. Fungsi strategis dari prasarana dan sarana umum tersebut
c. Lokasi-lokasi untuk pemukiman kembali penduduk.
5) Meminta masukan dari masyarakat tentang status kepemilikan lahan dan pola
penggunaan lahan serta kondisi sosial ekonomi masyarakat yang akan terkena
dampak,
6) Meminta masukan dari Stakeholder lainnya (misal Dinas Sosial atau Dinas Pendidikan
dan Kebudayaan, tentang (khusus pada masyarakat terasing):
a. Aspek kependudukan,
b. Aspek pertanahan masyarakat terasing,
c. Aspek kepemimpinan,
d. Aspek budaya,
e. Aspek sarana dan prasarana masyarakat terasing.
Data yang menunjukkan keberadaan lokasi selanjutnya dituangkan dalam peta Padu
Serasi

D.3.2.2 Analisa Hasil Konsultasi

Melakukan analisa terhadap informasi dan tanggapan peserta konsultasi, antara lain
mencakup :
1) Perkiraan kebutuhan lahan yang harus dibebaskan yang dirinci menurut status
kepemilikan dan penguasaan tanah, serta pola penggunaan lahan.
2) Perkiraan jumlah rumah tangga yang akan terkena dampak dan/atau yang terpaksa
harus dipindahkan (bila ada),
3) Perkiraan adanya dampak potensial yang mungkin timbul (khususnya terhadap
matapencaharian dan fasilitas umum)
4) Perkiraan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kendala dari kegiatan pemilihan
rute koridor, terutama kebutuhan pengadaan tanah.

D.3.3 Merangkum Data dan Informasi Untuk Acuan Penetapan Koridor Jalan

1) Membuat rangkuman berupa hasil analisa tanggapan yang diterima dari peserta
konsultasi, yakni :

PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN TANAH UNTUK BIDANG JALAN 5


Lampiran D Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

a. Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap rute koridor terpilih,


terutama perkiraan luasan lahan yang akan dibutuhkan, status kepemilikan dan
pola penggunaan lahan, dan (status lahan konservasi).
b. Identifikasi rumusan tingkat kendala yang akan timbul dari faktor-faktor yang
mempengaruhi terhadap rute koridor terpilih (tinggi/sedang/rendah), terutama
dalam rencana pengadaan tanah.
c. Menyusun persiapan konsultasi masyarakat dalam kegiatan penentuan rute terpilih
dan rencana pengadaan tanah pada tahap studi kelayakan, antara lain meliputi
dua hal tersebut di atas.

1) Menyampaikan rangkuman data dan informasi untuk acuan pemilihan rute koridor
tersebut kepada Bappeda untuk memperoleh surat pengesahan.
2) Hasil rangkuman tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan masukan untuk pemilihan
rute koridor dan penyusunan KA-ANDAL.

D.4 Kegiatan Identifikasi Kebutuhan Lahan Pada Tahap Kelayakan Proyek

Langkah-langkah pelaksanaan kegiatan identifikasi kebutuhan lahan dan pemukiman kembali


adalah sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi jenis peruntukan lahan pada alternatif rute terpilih,
2) Melakukan survai dasar sosial ekonomi
3) Membuat prakiraan kebutuhan lahan untuk masing-masing alternatif rute.
4) Menetapkan rute terpilih
5) Mengajukan permohonan kebutuhan lahan untuk rute terpilih

D.4.1 Identifikasi Jenis Peruntukan Lahan pada Alternatif Rute Terpilih

1) Tata guna lahan


1. Mempergunakan hasil analisis yang telah dilakukan pada tahap pra-studi kelayakan
tentang tataguna tanah untuk bahan kajian,
2. Mencatat informasi mengenai tiap rute, yakni :
a. jenis program pembangunan jalan (pembangunan jalan baru atau peningkatan
jalan eksisting) dan peta penentuan tiap rute),
b. jenis dan dimensi jaringan jalan (jalan tol atau jalan arteri, dll).
3. Menuangkan tiap rute yang direncanakan pada peta tataguna lahan dan pola
penggunaan lahan dengan skala yang memadai (misal skala 1 : 50.000)
Sumber data antara lain dari : Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan
Kabupaten/Kota yang dapat diperoleh di Kantor BPN/Kantor Pertanahan dan Kantor
Bappeda setempat (prov, kab/kota).
4. Memeriksa dan mencatat tataguna tanah yang dilewati garis masing-masing rute
yang direncanakan
5. Melakukan analisa tentang perkiraan luasan tata guna tanah yang dilewati tiap rute
yang direncanakan, antara lain sebagai berikut :

PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN TANAH UNTUK BIDANG JALAN 6


Lampiran D Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

a. Luas areal permukiman


b. Luas areal ladang
c. Luas areal persawahan
d. Luas areal perkebunan
e. Luas areal hutan
f. Luas areal semak belukar
g. Jenis utilitas umum
h. Dll

6. Status Kepemilikan dan Penguasaan Tanah


1. Melakukan analisis tentang status kepemilikan dan penguasaan tanah yang akan
terkena pembebasan tanah dari tiap rute, untuk masing-masing pola penggunaan
lahan sebagaimana tersebut di atas
2. Melengkapi data tersebut dengan melakukan survai sosial ekonomi (sampling)
untuk memastikan tentang status kepemilikan dan penguasaan tanah.

7. NJOP dan harga nyata tanah

1. Melakukan analisis nilai jual obyek pajak (NJOP) atas tanah yang akan terkena
proyek, dan harga nyata tanah menurut klasifikasi klas tanah, untuk masing-masing
pola penggunaan lahan tersebut di atas.
2. Menuangkan dalam bentuk matriks.

D.4.2 Survai Dasar Sosial Ekonomi

Lingkup survai dasar sosial ekonomi pada tahap studi kelayakan, paling tidak mencakup 4
hal, yakni :
1) Luas tanah yang akan dibebaskan
2) Penduduk yang harus dipindahkan atau dimukimkan kembali
3) Luas bangunan dan aset lainnya diatas tanah yang akan terkena pembebasan
4) Taksiran biaya yang diperlukan untuk pengadaan tanah berikut pemukiman
kembali.

Untuk dapat melakukan identifikasi empat hal diatas, maka perlu dilakukan survai langsung
dengan masyarakat dan rapat teknis dengan stakeholder lainnya.

1) Survai Dasar Sosial Ekonomi

Survei dasar sosial ekonomi pada tahap ini untuk mengumpulkan data primer maupun
data sekunder. Data primer dikumpulkan dari penduduk terkena proyek (PTP) dengan
kuesioner terstruktur. PTP yang diwawancarai dipilih secara acak (sampling) dengan
jumlah antara 5 10% dari seluruh PTC.

Kuesioner terstruktur yang akan dipakai untuk mewawancarai sampel yang terpilih
(responden) sekurang-kurangnya akan mencakup hal-hal sebagai berikut :
a. Jumlah KK (kepala keluarga) penduduk yang terkena proyek (PTP) dan jumlah PTP
yang terpaksa dipindahkan atau dimukimkan kembali.

PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN TANAH UNTUK BIDANG JALAN 7


Lampiran D Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

b. Luas tanah yang akan dibebaskan, status kepemilikan tanah, NJOP tanah dan
harga nyata tanah.
c. Luas bangunan yang akan dibebaskan, status bangunan dan tipe bangunan.
d. Aset lainnya yang akan dibebaskan.
e. Usulan tentang ganti kerugian.
f. Persepsi masyarakat terhadap proyek.
g. Jumlah pendapatan dan pengeluaran per-KK serta sumber pendapatan mereka.
h. Sistem produksi dan kaitannya dengan sosial ekonomi PTC.
i. Penggunaan dan ketergantungan kepada sumber alam (tanah) milik mereka.
j. Fluktuasi pendapatan akibat musim.
k. Pola organisasi sosial dan kepempinan setempat.
l. Adat istiadat dan pengaturan tanah milik nenek moyang mereka (tanah adat, tanah
ulayat dan sebagainya).

2) Melakukan rapat teknis dengan Bapedalda, Bappeda, dan Stakeholder lainnya untuk
mendapatkan masukan-masukan, sebagai berikut:
1. Bapedalda diharapkan dapat memberikan masukan tentang kawasan-kawasan
strategis, bersejarah dan tradisional,
2. Bappeda diharapkan dapat memberikan masukan tentang arah dan program
pemanfaatan ruang wilayah (provinsi, kab/kota),
3. Stakeholder lainnya, misalnya BPN diharapkan dapat memberikan masukan tentang
tata ruang, dan Dinas Kehutanan tentang fungsi hutan

D.4.3 Perkiraan Kebutuhan Lahan Pada Rute Alternatif


Melakukan analisis prakiraan kebutuhan lahan dari hasil survai dasar sosial ekonomi dan
hasil rapat teknis dengan stakeholder terhadap masing-masing rute, meliputi :
1) Tata guna tanah ;
2) Status kepemilikan tanah;
3) Harga nyata tanah dan NJOP-nya;
4) Aset yang berada diatas tanah baik berupa bangunan beserta tipenya (permanen,
semi permanen, darurat), macamnya (rumah tempat tingggal, tempat usaha, tempat
ibadah, kantor, gudang, bengkel dan lain sebagainya), tanaman (umur setahun,
tahunan, dan sebagainya ), kolam /tambak ikan dan sebagainya;
5) Penduduk (pemilik, penyewa, penunggu) yang asetnya akan terkena pembebasan;
6) Besarnya dampak terhadap KK (kepala keluarga) yang terkena proyek (kecil,
sedang dan besar);
7) Jumlah KK berikut warganya yang terpaksa dipindahkan / dimukimkan kembali;
8) Persepsi masyarakat terhadap proyek pembangunan jalan;
9) Besarnya biaya yang diperlukan untuk ganti kerugian aset yang terpaksa
dibebaskan;
10) Bentuk ganti kerugian yang diinginkan PTP : (i) uang tunai, (ii) tanah pengganti,
(iii)pemukiman kembali, (iv)gabungan dari dua atau lebih ganti kerugian
sebagaimana dimaiksud dalam huruf (i), huruf (ii), dan huruf (iv), an bentuk lain yang
disetujui oleh pihak pihak yang bersangkutan;
11) Besarnya biaya santunan kepada PTP yang terpaksa dipindahkan/dimukimkan
kembali, baik sementara maupun seterusnya (permanen)
12) Besarnya biaya untuk membangun pemukiman kembali dan rehabilitas bagi PTP
yang terpaksa dimukimkan kembali.

PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN TANAH UNTUK BIDANG JALAN 8


Lampiran D Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

D.4.4 Penetapan Rute Terpilih

Hasil taksiran kasar tersebut di atas dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi perencana
dalam menentukan kelayakan trase mana yang layak untuk dipilih, setelah
mempertimbangkan juga aspek-aspek teknis, ekonomis dan lingkungan.

D.4.5 Permohonan Kebutuhan Lahan untuk Proyek kepada Gubernur atau Bupati/Walikota

Setelah ditentukan trase yang layak, Pemimpin bagian proyek (Pimbagpro) dari pemrakarsa
mengajukan permohonan penetapan lokasi pembangunan jalan kepada Gubernur (untuk
status jalan provinsi), atau Bupati/Walikota (untuk status jalan kabupaten/kota) melalui
Kepala Kantor Pertanahan setempat dan Bappeda, disertai keterangan tentang :
1) Lokasi tanah yang diperlukan,
2) Luas dan gambar kasar tanah yang diperlukan,
3) Penggunaan tanah pada saat permohonan diajukan,
4) Uraian rencana pembangunan jalan, disertai keterangan mengenai aspek
pembiayaan dan lamanya pelaksanaan pembangunan jalan.

D.5 Kegiatan Perencanaan Pengadaan Tanah Pada Tahap Perencanaan


Teknis

Langkah-langkah pelaksanaan kegiatan perencanaan pengadaan tanah dan pemukiman kembali


pada tahap perencanaan teknis, melalui urutan kegiatan sebagai berikut:
1) Mempelajari detail data pengukuran ruas jalan (alinyemen terpilih),
2) Melakukan survai sosial ekonomi,
3) Melakukan konsultasi masyarakat,
4) Membuat konsep LARAP dan melakukan konsultasi masyarakat.
5) Sosialisasi konsep LARAP

D.5.1 Kajian Detail Data Pengukuran Ruas Jalan (Alinyemen Terpilih)


1) Identifikasi jenis peruntukan lahan yang terkena proyek
1. Mempergunakan hasil analisis yang telah dilakukan pada tahap studi kelayakan
tentang tataguna tanah untuk bahan kajian,
2. Mencatat tentang informasi mengenai rute ruas jalan, yakni :
a. jenis program pembangunan jalan (pembangunan jalan baru atau peningkatan
jalan eksisting) dan peta penentuan rute ruas jalan,
b. Jenis dan dimensi jaringan jalan (jalan tol atau jalan arteri, dll).
3. Menuangkan rute ruas jalan yang direncanakan pada peta tataguna lahan dan pola
penggunaan lahan dengan skala yang memadai (misal skala 1 : 5.000)
Sumber data antara lain dari : Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan
Kabupaten/Kota yang dapat diperoleh di Kantor BPN/Kantor Pertanahan dan Kantor
Bappeda setempat (prov, kab/kota).
4. Memeriksa dan mencatat tataguna tanah yang dilewati garis rute ruas jalan yang
direncanakan

PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN TANAH UNTUK BIDANG JALAN 9


Lampiran D Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

5. Melakukan analisa tentang perkiraan luasan tata guna tanah yang dilewati rute ruas
jalan yang direncanakan, antara lain sebagai berikut :
a. Luas areal permukiman
b. Luas areal ladang
c. Luas areal persawahan
d. Luas areal perkebunan
e. Luas areal hutan
f. Luas areal semak belukar
g. Jenis utilitas umum
h. Dll
2) Status Kepemilikan dan Penguasaan Tanah
1) Memastikan tentang status kepemilikan dan penguasaan tanah yang akan terkena
pembebasan tanah dari rute ruas jalan, untuk masing-masing pola penggunaan
lahan )
2) Melengkapi data tersebut dengan melakukan survai sosial ekonomi untuk
memastikan tentang status kepemilikan dan penguasaan tanah. untuk masing-
masing pola penggunaan lahan)

3) NJOP dan harga nyata tanah

1) Melakukan koordinasi dengan BPN) di kab/kota untuk mengetahui nilai jual obyek
pajak (NJOP) atas tanah yang akan terkena proyek, dan harga nyata tanah
menurut klasifikasi klas tanah, untuk masing-masing pola penggunaan lahan
2) Menuangkan dalam bentuk matriks.

D.5.2 Survai Sosial Ekonomi

1). Lingkup kegiatan pengadaan tanah pada tahap perencanaan teknis, paling tidak
mencakup 4 hal, yakni :
1) Luas tanah yang akan dibebaskan
2) Penduduk yang harus dipindahkan atau dimukimkan kembali
3) Luas bangunan dan aset lainnya diatas tanah yang akan terkena pembebasan
4) Taksiran biaya yang diperlukan untuk pengadaan tanah berikut pemukiman
kembali.

2) Untuk dapat melakukan identifikasi empat hal diatas, maka perlu ditetapkan adanya
kebutuhan survai sosial ekonomi (sensus PTP) dan rencana pembiayaannya.

1) Kebutuhan Survai Sosial Ekonomi


Pada tahap perencanaan teknis diperlukan survei sosial ekonomi untuk dapat
memberikan gambaran sejauh mana dampak sosial dapat ditanggulangi.
Disamping itu sekaligus dilakukan penaksiran biaya untuk pembebasan tanah, bila
diperlukan juga untuk pemukiman kembali beserta biaya untuk rehabilitasi
penduduk terkena proyek (PTP) yang terpaksa dimukimkan kembali. Taksiran
biaya tersebut merupakan salah satu aspek yang akan dipakai untuk menguji
kelayakan proyek pembangunan atau peningkatan jalan disamping biaya aspek-
aspek lainnya.

PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN TANAH UNTUK BIDANG JALAN 10


Lampiran D Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Survei sosial ekonomi pada tahap ini dilakukan dengan mengumpulkan data-data
primer. Data primer langsung dikumpulkan dari PTP dengan kuesioner terstruktur.
PTP yang diwawancarai dengan cara sensus untuk setiap PTC.

Kuesioner terstruktur yang akan dipakai untuk mewawancarai PTP pada dasarnya
sama dengan kuisioner survai dasar sosial, yang membedakan bila pada tahap ini
pendekatan survai adalah dengan cara sensus. Materi kuisioner sekurang-
kurangnya akan mencakup hal-hal sebagai berikut :
1) Jumlah KK (kepala keluarga) penduduk yang terkena proyek (PTP) dan jumlah
PTP yang terpaksa dipindahkan atau dimukimkan kembali.
2) Luas tanah yang akan dibebaskan, status kepemilikan tanah, NJOP tanah dan
harga nyata tanah.
3) Luas bangunan yang akan dibebaskan, status bangunan dan tipe bangunan.
4) Aset lainnya yang akan dibebaskan.
5) Usulan tentang ganti kerugian.
6) Persepsi masyarakat terhadap proyek.
7) Jumlah pendapatan dan pengeluaran per-KK serta sumber pendapatan
mereka.
8) Sistem produksi dan kaitannya dengan sosial ekonomi PTC.
9) Penggunaan dan ketergantungan kepada sumber alam (tanah) milik mereka.
10) Fluktuasi pendapatan akibat musim.
11) Pola organisasi sosial dan kepempinan setempat.
12) Adat istiadat dan pengaturan tanah milik nenek moyang mereka (tanah adat,
tanah ulayat dan sebagainya).

1) Kebutuhan Survai Pemukiman Baru.


Apabila suatu proyek pembangunan atau peningkatan jalan diperlukan
pengadaan tanah yang mengakibatkan PTP terpaksa dimukimkan kembali, maka
diperlukan suatu survai lokasi pemukiman. Survai ini harus harus mendapat
gambaran positip tentang lokasi calon pemukiman baru dan sekurang-kurangnya
dapat memperoleh hal-hal sebagai berikut :
1) Peta lokasi
2) Jumlah dan kepadatan penduduk, sosial budaya dan komposisi ekonomi di
wilayah pemukiman baru
3) Tataguna tanah dan status kepemilikannya
4) Potensi pengembangan ekonomi wilayah pemukiman baru,
5) Infrastruktur sosial yang telah ada di lokasi tersebut,
6) Kesediaan masyarakat penerima pemukiman baru terhadap pendatang,

D.5.3 Konsultasi dengan Bapedalda, Bappeda, Masyarakat dan Stakeholder lainnya

1) Kegiatan konsultasi masyarakat rencana pengadaan tanah pada tahap perencanaan


teknis dapat dipelajari pada Buku Tata Cara Konsultasi Masyarakat Pada Tahap
Perencanaan Teknis.
2) Kegiatan rapat teknis yang diselenggarakan di Kantor Bappeda, sedangkan konsultasi
masyarakat dapat dilakukan di lapangan.

PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN TANAH UNTUK BIDANG JALAN 11


Lampiran D Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

1. Bapedalda dapat melakukan monitoring pelaksanaan survai baik aktif (terjun ke


lapangan) maupun pasif (menerima laporan saja),
2. Bappeda dapat membantu koordinasi pelaksanaan survai dengan instansi terkait,
(terutama koordinasi dengan aparat pemerintah daerah dan dinas sosial),
3. Stakeholder lainnya misalnya BPN sebagai panitia pengadaan tanah memberikan
masukan tentang masukan tentang tata cara dan kriteria kompensasi,
4. Masyarakat yang terkena dampak dapat memberikan masukan tentang detail di
lapangan tentang hal kepemilikan lahan, termasuk status sertifikat, luasan, lokasi di
peta, prakiran nilai kekayaan, masa tinggal dll.

D.5.4 Pembuatan Konsep LARAP

1) Melakukan analisis hasil survai sosial ekonomi sebagai bahan penyusunan Land
Acquisition an Resettlement Action Plan (LARAP) yang didalamnya tercantum sebagai
berikut :
Identifikasi permasalahan secara kuantitatif (misal: jumlah KK, luas, jumlah
bangunan, jumlah tiang listrik dsb),
Rencana penyelesaian,
Instansi penanggung jawab,
Jadwal penyelesaian,
Perkiraan biaya,
Sumber pendanaan,
Alokasi anggaran,
Status penyelesaian,
Tindak lanjut.
2) Biaya-biaya yang dibutuhkan mencakup :
Biaya pengadaan tanah beserta aset yang ada di atas tanah tersebut,
Biaya santunan kepada PTP yang memiliki hak atas tanah tetapi telah tinggal
pada wilayah yang akan dibangun jalan,
Biaya untuk pembangunan permukiman kembali (bila diperlukan) termasuk
tanah perumahan, sarana dan prasarana,
Biaya untu pemindahan PTP dari tempat yang dibebaskan ke lokasi baru atau
permukiman baru,
Biaya panitia pengadaan tanah sbesar 4% dari jumlah tersebut di atas sesuai
dengan Permeneg Agraria/Ka BPN No. 1/1994, pasal 45,
Biaya pelatihan alih profesi, evaluasi dan rehabilitasi.
Selanjutnya biaya tersebut dimasukkan dalam DUP dan DIP oleh
perencana/pemrakarsa sesuai dengan jadwal kegiatan penyusunan program
pembangunan Kimpraswil
3). Penyusunan LARAP secara rinci dapat dilihat pada Tata Cara Penyusunan LARAP
pada lampiran lain.

PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN TANAH UNTUK BIDANG JALAN 12


Gambar-1 BAGAN PERTIMBANGAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan)

PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN


LAINNYA
Mempelajari Konsep 1). Mencakup Sasaran
Rencana Sistem Kawasan yang akan
Jaringan Jalan dan Peta dilayani misalnya sentra
Tata Guna Lahan sentra produksi, kapasitas
termasuk peta produksi, kapasitas jalan
keberadaan masyarakat yang dibutuhkan, peran dan
terasing disekitar jaringan fungsi kota dll, serta
jalan tersebut .. .(1) kondisi eksisting dan
rencana peruntukannya
dimasa datang, penetapan
status dan fungsi kawasan
Membuat Konsep dan lindung
Sosialisasi Jaringan 2). Didasarkan pada prinsip-
Jalan beserta prinsip menghindari lahan
koridornya serta lokasi budidaya dan yang
m asy. terasing ..(2) Memberi tanggapan dan Memberi masukan Memberi masukan sesuai dilindungi sesuai criteria
masukan tentang tentang kehidupan sosial keterkaitannya misal : pada pasal-6 undang-
Penerapan Peta Padu budaya masyarakat Dinas Pendidikan & undang nomor 24 tahun
Serasi (Penataan Ruang setempat . .. (4) Kebudayaan memberi 1992 tentang Penataan
W ilayah) .. (3) masukan tentang kondisi Ruang.
sosial ekonomi serta 3). Peta Koordinasi
peraturan perundangan pemanfaatan Ruang
masy terasing .. (5) wilayah yang memadukan
kawasan lindung dan
kawasan binaan
4). Termasuk upacara ritual
yang berhubungan dengan
tanah
5). Termasuk populasi dan adat
Menetapkan Rencana istiadatnya serta program
Jaringan Jalan .. ... (6) yang telah dan sedang
dijalankan
6) Disebarluaskan kepada
instansi terkait
Gambar-2 BAGAN KEGIATAN AWAL PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Pra Kelayakan)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA

1) Dari peta Padu Serasi dan


Mempelajari penyebaran
peta lainnya yang
permukiman masy.
dipublikasikan oleh
terasing pada Rencana
Departemen/Dinas
Jaringan Jalan . (1)
Kehutanan,
Departemen/Dinas
Pendidikan dan
kebudayaan
2). Bersifat Orientasi lapangan
Melakukan konsultasi untuk melihat contoh
pemilihan alternatip (sample) kondisi
koridor Jalan ..(2) sebenarnya

Memberi masukan Memberi masukan tentang Memberi masukan Memberi masukan sesuai 3), 4), 5), 6)
tentang perkiraan koordinasi penanganan tentang sistem keterkaitannya misal : Masing-masing masukan
dampak sosial terhadap masy. terasing........ .. (4) kepemilikan tanah Dinas Dik Bud memberi (input) diplot pada peta
m asy terasing. . (3) Masyarakat Terasing .. (5) masukan tentang pola Padu Serasi beserta
kehidupan sosial, keterangan spesifik yang
ekonomi, budaya ..... (6) harus diperhatikan

7), Masukan untuk pemilihan


alternatip koridor rute jalan
dan penyusunan KA-
ANDAL (Lihat bagan
pelaksanaan konsultasi
Merangkum data dan masyarakat dan
informasi penyebaran penyusunan KA-ANDAL)
masy terasing untuk
acuan penetapan 8) Telah mempertimbangkan
koridor .....................(7) aspek-aspek teknis,
ekonomik, sosial budaya
dan lingkungan
Menetapkan Koridor
Jalan Terpilih ....... (8)
Gambar-3 BAGAN IDENTIFIKASI PENANGANAN SISTEM SOS-BUD MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Studi Kelayakan)

PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN


LAINNYA
Mempelajari pola
1). Pada koridor hasil Pra
penyebaran dan
Kelayakan
kehidupan sosial
budaya masy terasing 2). Sesuai dengan pedoman
pada setiap alternatip yang berlaku
rute Jalan (1) 3),4),5) 6) Konsultasi dapat
dilakukan melalui media
rapat teknis yang
diselenggarakan oleh
Melakukan survey pemrakarsa
dasar sosial dan
7) Dikaji bersama-sama aspek
konsultasi (2)
teknis, ekonomik dan
Memberi masukan Memberi masukan Memberi masukan tentang Memberi masukan sesuai lingkungan
tentang penanganan tentang koordinasi sistem nilai budaya dan keterkaitannya misal : 8) Outputnya adalah Rute
dampak sosial masy. penanganan masy. pendekatan penanganan Dinas Dik-Bud memberi terpilih setelah dikaji
terasing.. (3) terasing.................(4) m asy. terasing .(5) masukan tentang mobilitas bersama sama aspek
masy terasing dan situs teknis, ekonomis dan
dan benda cagar budaya lingkungan termasuk
yang harus dilindungi. ..(6) kebutuhan Permukiman
Kembali Penduduk

Membuat prakiraan
dampak sosial budaya
dan rencana kasar
penanganan masy
terasing untuk alternatif
rute...... (7)

MENETAPKAN RUTE
TERPILIH (8)
Gambar-4 BAGAN PERENCANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Perencanaan Teknis)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA

Mempelajari 1). Termasuk Data permukiman


Pengukuran Detail yang terkena Proyek
Rute Jalan & rencana
kasar penanganan 2). Termasuk rencana kerja,
m asy. terasing (1) pembagian tugas
3). Sesuai tupoksi institusi dan
dapat bersifat aktip (terjun
Melakukan survey kelapangan) maupun pasip
sosial ekonomi dan (menerima laporan saja)
konsultasi masyarakat Memberi masukan serta
Melakukan Monitoring Membantu Koordinasi Memberi Masukan Detail membantu survai sesuai 4). Terutama koordinasi
(2) Pelaksanaan Survey Pelaksanaan Survey dilapangan tentang sistem keterkaitannya antara lain dengan aparat pemerintah
(3) dengan instansi Terkait kekerabatan, tentang pola penanganan daerah dan dinas sosial
. . (4) kepemimpinan, sistem dan masy. terasing misal : Dik-
nilai hak adat ............ (5) Bud memberi masukan 5) Termasuk jenis upacara
tentang pola penanganan adat yang masih dilakukan
masy terasing ................. 6). Termasuk program yang
(6) telah dan akan dijalankan
untuk masy.terasing tsb.
7) 8) 9) 10) Dapat dilakukan
melalui media rapat
Membuat konsep dan
sosialisasi rencana 11) Desain jalan telah
tindak penanganan mempertimbangkan aspek
Memberikan kesepakat - Memberikan
masy terasing ..(7) Memberikan lingkungan dan sosial-
an dan melakukan kesepakatan dan kesepakatan dan ekonomi-budaya
koordinasi persiapan melakukan persiapan membantu persiapan
pelaksanaan (8) (9) pelaksanaan (10)

Menetapkan desain
jalan serta melakukan
persiapan pelaks. Renc.
T indak . (11)
Gambar-5 BAGAN PELAKSANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Persiapan Konstruksi)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA
Membuat Jadwal Detail
Rencana Tindak 1). Dijabarkan dari Dokumen
penanganan masy yang telah disetujui
terasing..... ..(1) 2). Mencakup kompensasi
lahan dan bangunan,
perbaikan permukiman
Melaksanakan program tradisional, rehabilitasi
penanganan konservasi situs dll.
masyarakat terasing 3), 4), Sesuai Tupoksi dan
................................(2) dapat dilakukan secara
Melakukan monitoring Melakukan monitoring Berpartisipasi dalam pasip (menerima laporan)
(3) dan koordinasi (4) pelaksanaan program Membantu sesuai atau aktip (kelapangan).
.(5) keterkaitannya misal :
Dinas Dik-Bud dan Dinas 5). Termasuk LSM, lembaga
Sosial membantu dalam adat , dll.
pelaksanaannya 6) Termasuk kegiatan
dilapangan .... .(6) pendampingan dalam
aspek sosial ekonomi
7) Untuk digunakan sebagai
acuan monotoring

Membuat Laporan
Pelaksanaan
Penanganan
Masyarakat Terasing
..........(7)
Gambar-6 BAGAN PELAKSANAAN REHABILITASI EKONOMI MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Konstruksi Jalan & Jembatan)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA
Mempelajari rencana 1) Diambil dari laporan
rehab ekonom i ..(1) LARAP untuk masyarakat
terasing

2) Dapat dilakukan pada


Melakukan konsultasi tahap sebelumnya
dan persiapan
Rehabilitasi Ekonomi 3), 4), 5), 6).
bagi masyarakat Melalui forum rapat atau
terasing (2) Memberi masukan ttg. Memberi masukan Melaksanakan persiapan
Membantu sesuai metode lainnya
Monitoring dan indikator program dari sektor lain rehab & memberi masukan
keterkaitannya, misal
keberhasilan program yg dapat dikoordinasikan tentang kesulitan pasca Dinas Sosial memberi
Rehabilitasi yg efektif (4) penanganan masy. 7) Yang telah disesuaikan
masukan tentang alt pola terhadap masukan
..(3) terasing (5)
rehabilitasi .. (6) konsultasi
9) Sesuai tupoksi
10) Program yang telah
disepakati
8), 11) Sesuai dengan
Melaksanakan Program pedoman dan atau
R ehabilitasi (7) petunjuk teknis yang telah
ada
Melakukan monitoringi Melakukan Koordinasi Menerima dan Membantu pelaksanaan 12) Sebagai bahan monitoring
...(8) dengan Instansi Terkait melaksanakan program sesuai keterkaitannya mis:
.(9) R ehabilitasi (10) Dinas Sosial sebagai
Pengawas Lapangan. (11)

MEMBUAT Laporan
Pelaksanaan Program
Rehabilitasi Ekonomi
M asyarakat ..(12)
Gambar-7 BAGAN PELAKSANAAN MONITORING PASCA PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Pasca Konstruksi /Operasi dan Pemeliharaan)

PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN


LAINNYA
Mempelajari catatan
1). Termasuk penyesuaian
Pelaksanaan
penyesuaian yang
penanganan masy
dilakukan dan masukan
terasing .(1)
masukan lainnya yang
diperoleh selama proses
penanganan masyarakat
Melakukan analisa terasing dari tahap
kesesuaian rencana perencanaan umum
penanganan masy sampai dengan tahap
terasing (2) konstruksi.

2). Melibatkan berbagai disiplin


ilmu (teknis, sosial-
Konsultasi Hasil ekonomi, budaya dan
Sementara terhadap kelembagaan.
monitoring.
penanganan masy Memberi tanggapan dan Memberi tanggapan dan Memberi tanggapan dan Memberi tanggapan dan
masukan kualitas kondisi masukan terhadap kualitas masukan dari aspek masukan dari aspek sektor 3), 4), 5), 6), 7)
.terasing termasuk Melalui rapat teknis yang
sosekbud masyarakat koordinasi antar sektor. (5) perubahan sosek dan terkait ( 7)
rehabilitasi .(3) diselenggarakan oleh
terasing ..(4) lingkungan budaya masy
terasing ( 6) Pemrakarsa

8). Hasilnya menjadi bagian


laporan evaluasi manfaat
proyek (ProjectBenefit
Monitoring and Evaluatian
Menyusun laporan PBME).
monitoring Pasca
penanganan masy
terasing .............(8)
Gambar-8 BAGAN EVALUASI PELAKSANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Evaluasi Pasca Proyek)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA
Mempelajari laporan
monitoring pelaks. 1) Laporan monitoring yang
penanganan masy. memasukkan masukan
terasing ...(1) dari berbagai institusi
terkait
2) Melibatkan berbagai
Menganalisa dan disiplin ilmu
mengidentifikasi kriteria
perencanaan . (2) 3) Termasuk pertimbangan
persyaratan dari lembaga
donor
Menyusun konsep 4) 5) 6) 7) 8)
kriteria penanganan
masy. terasing yang Dilakukan melalui forum
lebih baik .. . (3) rapat/ seminar/lainnya
Hasilnya
diserahkankepada para
Konsultasi konsep perencana umum
perencanaan pengembangan jaringan
penanganan masy. Memberi masukan Memberi masukan Memberi masukan Memberi masukan sesuai jalan.
tentang sosekbud dan tentang koordinasi dan tentang kendala dan tata keterkaitannya mis: ttg.
terasing . (4)
masalah lingkungan kelem bagaan . (6) cara perencanaan dan tata ruang nilai kearifan
.. (5) pelaksanaan . (7) lokal, adat istiadat
pelatihan untuk alih
profesi . (8)

Menetapkan kriteria-
kriteria penanganan
masy. terasing yang
akan digunakan dalam
perencanaan dimasa
datang (9)
Gambar-1 BAGAN PERTIMBANGAN PENGADAAN TANAH
(Pada Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan)

PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN


LAINNYA
1). Mencakup Sasaran
Mempelajari Konsep Kawasan yang akan
dilayani misalnya sentra
Rencana Umum Sistem
sentra produksi, kapasitas
Jaringan Jalan, Peta Tata produksi, kapasitas jalan
Guna Lahan Disekitar yang dibutuhkan, peran
Rencana Jaringan Jalan dan fungsi kota dll.
.. .(1)
2) Mencakup kondisi eksisting
dan rencana
peruntukannya dimasa
datang, penetapan status
dan fungsi kawasan
Membuat Konsep Awal
lindung
Kebutuhan lahan untuk
Rencana Jaringan 3). Didasarkan pada prinsip-
Jalan (termasuk prinsip menghindari lahan
perkiraan kasar luas, budidaya dan yang
jenis penggunaan dan dilindungi sesuai criteria
kepemilikan). (2) pada pasal-6 undang-
undang nomor 24 tahun
1992 tentang Penataan
Ruang.

Konsultasi konsep 4). Dapat dituangkan dalam


kebutuhan lahan peta
rencana jaringan jalan Memberi masukan Memberi tanggapan dan Memberi masukan Memberi masukan
(3) 5) Peta Koordinasi
tentang daya dukung masukan tentang tentang lokasi lokasi hak sesuai keterkaitannya, pemanfaatan Ruang
lingkungan termasuk Penerapan Peta Padu adat / ulayat , dll ( 6 ) mis.: tentang fungsi wilayah yang memadukan
sosial (4) Serasi (Penataan Ruang lahan dan ketentuan / kawasan lindung dan
W ilayah) .. (5) peraturannya (7) kawasan binaan
6) 7) Termasuk cara-cara
pelepasannya
8) Rencana ini disebarluaskan
Menetapkan Rencana kepada institusi terkait
Jaringan Jalan beserta
perkiraan kasar
kebutuhan lahan (8)
Gambar-2 BAGAN KEGIATAN AWAL PENGADAAN TANAH
(Pada Tahap Pra Kelayakan)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA

1) Dari peta Padu Serasi


Mempelajari Kebutuhan
dan peta lainnya yang
lahan dan Jenis
dipublikasikan oleh
Peruntukan Lahan pada
Departemen/Dinas
Rencana Jaringan Jalan
Kehutanan,
. (1) Departemen/Dinas
Pendidikan dan
kebudayaan
Melakukan Konsultasi 2). Bersifat Orientasi
Pemilihan Alternatif lapangan untuk melihat
koridor Jalan contoh (sample) kondisi
berdasarkan kebutuhan sebenarnya
lahan (2)
Memberi masukan 3), 4), 5), 6)
Memberi masukan tentang Memberi masukan Lokasi Memberi masukan
tentang daya dukung Masing-masing
lokasi Prasarana & Sarana Masyarakat Terasing, tentang pengendalian
lingkungan .. (3) masukan (input) Diplot
dan untuk pemukiman status kepemilikan dan fungsi lahan dan
kembali penduduk serta kesediaan melepas. (5) ketentuan memperoleh pada peta Padu Serasi
ketersediaan dan lahan (6)
keterpaduan pengadaan 7), Masukan untuk
lahan .. (4) pemilihan alternatip rute
jalan dan penyusunan
KA-ANDAL (Lihat bagan
Pelaksanaan konsultasi
masyarakat dan
Merangkum data dan Penyusunan KA-
informasi untuk acuan ANDAL)
peenetapankoridor
penetapan koridorjalan
jalan .....................(6)
..........(7) 8) Mempertimbangkan
aspek-aspek teknis,
ekonomik, sosial budaya
dan lingkungan
Menetapkan koridor
jalan terpilih............(8)
Gambar-3 BAGAN IDENTIFIKASI KEBUTUHAN LAHAN
(Pada Tahap Studi Kelayakan)

PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN


LAINNYA
Mempelajari kebutuhan
1). Hasil Pra Kelayakan
lahan dan Jenis
Peruntukan Lahan 2). Sesuai dengan
pada setiap alternatif pedoman yang berlaku
R ute Jalan (1) 3),4),5), 6)
Melalui media rapat
teknis yang
Melakukan Konsultasi diselenggarakan oleh
dan Survey Dasar pemrakarsa
sosial (2)
Memberi masukan Memberi masukan tentang Memberi masukan tentang 7) Dikaji bersama sama
tentang daya dukung pengendalian Status Kepemilikan lahan Memberi masukan sesuai aspek teknis, ekonomis
sosial .. (3) Pemanfaatan Ruang termasuk asset lainnya keterkatiannya antara lain dan lingkungan.
Wilayah Propinsi, serta taksiran harga .(5) tentang hal-hal berkaitan termasuk kebutuhan
kabupaten/kota dan dengan pelepasan hak. Permukiman Kembali
koordinasi rencana (6) Penduduk
pengadaan lahan .. (4) 8) Dalam forum penilaian
apabila dokumen
AMDAL

Membuat Prakiraan 9) Koordinasi rencana awal


Kebutuhan Lahan pelaksanaan di
untuk Alt.Rute.. (7) lapangan dengan
Memperkirakan dampak Koordinasi Rencana Awal Memberi masukan Menyetujui permohonan instansi lain
sosial .(8) P engadaan T anah (9) kesediaan dan keberatan proyek tentang kebutuhan
masy. Terhadap lahan .(11) 10) 11) Dapat dilakukan
pengadaan tanah ..(10) dalam forum rapat, dll.
12) Setelah dokumen
AMDAL (bila ada)
ditetapkan oleh
Gubernur/Walikota/
Menetapkan Rute Bupati
Terpilih ..... (12)
Gambar-4 BAGAN PERENCANAAN PENGADAAN TANAH
(Pada Tahap Perencanaan Teknis)

PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN


LAINNYA

Mempelajari 1). Termasuk Data Jenis


Pengukuran Detail Peruntukan Lahan yang
R ute Jalan (1) terkena Proyek
2). Termasuk rencana
kerja, pembagian tugas
antara tim lapangan
Melakukan Survey dengan panitia
Sosial Ekonomi dan pengadaan tanah..
konsultasi Masyarakat Melakukan Monitoring Membantu Koordinasi Memberi Masukan Detail Memberi masukan sesuai 3). Sesuai Tupoksi Institusi
(2) Pelaksanaan Survey dilapangan tentang hal keterkaitannya antara lain dan dapat bersifat aktip
Pelaksanaan Survey proses & ketentuan
(3) dengan instansi Terkait kepemilikan lahan, (terjun kelapangan)
pelepasan hak, tatacara &
. . (4) pelepasan hak, rehabilitasi
criteria kompensasi serta tata maupun pasip
pem uk.kem bali, dll. . (5) cara pem uk.kem bali .. (6 ) (menerima laporan saja)
4). Terutama koordinasi
dengan aparat
pemerintah daerah dan
dinas sosial
Membuat Konsep 5) Termasuk status
LA R A P ..(7) sertifikat, luasan, Lokasi
di Peta, prakiraan nilai
kekayaan, masa tinggal
Sosialisasi Konsep dll.
LARAP dan
Memberikan Memberikan Gubernur / Bupati/Wali 6). Sesuai peraturan per
mengajukan kepada
kesepakatan thd kesepakatan thd kota menyetujui konsep UU-an yang berlaku
Gub/Bupati/Walikota (8)
konsep tersebut .. (9) konsep . (10) LARAP-nya. .. (11) 7) Sesuai petunjuk yang
dikeluarkan
8) 9) 10) 11) Dpat dilakukan
dalam forum rapat
Menetapkan desain 12) Setelah disahkan oleh
jalan serta melakukan Gubernur/Walikota/
persiapan pelaksanaan Bupati
LA R A P (12)
Gambar-5 BAGAN PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI PENDUDUK
(Pada Tahap Persiapan Konstruksi)

PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN


LAINNYA
Membuat Jadwal Detail
& konsultasi Pelaksana- 1). Dijabarkan dari
Berpartisipasi dalam Berpartisipasi dalam Melaksanakan musyawarah Dokumen LARAP yang
an LA R A P ..(1) dan mufakat, khususnya
musyawarah & mufakat musy. & menyepakati telah ditetapkan
. (2) dlm mufakat khususnya panitia pengadaan tanah
.. (4) 2) 3) 4) Dapat dilakukan
P .T .P . (3)
berkali kali
5). Sesuai dg kesepakatan
nilai kompensasi dan
daftar penerimanya
Melaksanakan
Pembayaran 6),7) Sesuai Tupoksi dan
Kompensasi untuk Melakukan monitoring Melakukan monitoring dapat dilakukan secara
tanah dan asset .. (7) Menyerahkan Surat-surat Panitia Pengadaan Tanah pasip (menerima
(6)
diatasnya ..(5) kepemilikan lahan kepada membantu dalam laporan) atau aktip
pem rakarsa .(8) penyelesaian proses (kelapangan).
adm inistrasi .(9) 8) 9) Termasuk proses
pensertifikatan
10). Sesuai dengan yang
tertera pada LARAP
Melaksanakan Kegiatan 11) Sesuai yang tertera
Pemukiman Kembali pada dokumen LARAP
Penduduk (BILA ADA) dan daftar yang akan
....... ( 10) Membantu pelaksanaan Menerima Sertifikat Membantu pelaksanaan dimukimkan kembali
Melakukan Monitoring
Pelaksanaan LARAP Koordinasi dengan Kepemilikan Kapling dan sesuai keterkaitannya mis: 12) Baik instansi pusat dan
. .. (11) instansi terkait (12) K artu P enduduk ..(13 ) transmigrasi, perumahan daerah termasuk di
dll (14) lokasi pemukiman
kembali penduduk.
13). Sertifikat kepemilikan
lahan dan bangunan
14) Dapat dikaitkan dengan
program instansi terkait
Membuat Laporan
15) Untuk digunakan
Pelaksanaan LARAP
sebagai acuan
(15) monitoring
Gambar-6 BAGAN PELAKSANAAN REHABILITASI EKONOMI MASYARAKAT TERKENA DAMPAK
(Pada Tahap Konstruksi Jalan & Jembatan)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA
Mempelajari rencana 1) Diambil dari laporan
rehab ekonom i ..(1) LARAP.

2) Dapat dilakukan pada


tahap sebelumnya
Melakukan konsultasi
dan persiapan
3), 4), 5), 6).
Rehabilitasi Ekonomi
Melalui forum rapat
bagi Masyarakat Terkena
Memberi masukan ttg. Memberi masukan Melaksanakan persiapan atau metode lainnya
Proyek (2) Membantu sesuai
Monitoring dan indikator program dari sektor lain rehab & memberi masukan
keterkaitannya, misal 7) Yang telah disesuaikan
keberhasilan program yg dapat dikoordinasikan tentang kesulitan pasca
Dinas Sosial memberi terhadap masukan
Rehabilitasi yg efektif (4) LA R A P .. (5) masukan tentang alt pola konsultansi
..(3) rehabilitasi (6)
8) Sesuai dengan
pedoman dan atau
petunjuk teknis yang
telah ada
9) Sesuai tupoksi
Melaksanakan Program 10) Program yang telah
R ehabilitasi (7) disepakati

Melakukan monitoring 11) Sesuai dengan


Melakukan Koordinasi Menerima dan Membantu pelaksanaan
.(8) pedoman dan atau
dengan Instansi Terkait melaksanakan program sesuai keterkaitannya mis:
petunjuk teknis yang
.(9) R ehabilitasi (10) Dinas Sosial sebagai
telah ada
Pengawas Lapangan. (11)
12) Sebagai bahan
monitoring

MEMBUAT Laporan
Pelaksanaan Program
Rehabilitasi Ekonomi
m asyarakat ..(12)
Gambar-7 BAGAN PELAKSANAAN MONITORING PASCA PENGADAAN TANAH
(Pada Tahap Pasca Konstruksi /Operasi dan Pemeliharaan)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA
Mempelajari Catatan 1). Termasuk penyesuaian
Pelaksanaan LARAP penyesuaian yang
(Pengadaan Tanah dilakukan dan masukan
dan Rehabilitasi masukan lainnya yang
E konom i) .(1) diperoleh selama
proses pengadaan
tanah dari tahap
Melakukan Analisa perencanaan umum
Kesesuaian Rencana sampai dengan tahap
. (2) konstruksi.

2). Melibatkan berbagai


disiplin ilmu (teknis,
Konsultasi Hasil sosial dan
Sementara terhadap kelembagaan)
monitoring Memberi tanggapan dan Memberi tanggapan dan Memberi tanggapan dan Memberi tanggapan dan
pelaksanaan LARAP masukan kualitas kondisi masukan terhadap kualitas masukan dari aspek masukan sesuai 3), 4), 5), 6), 7).
.(3) sosekbud m asy .. (4) koordinasi antar sektor perubahan sosek dan keterkaitannya mis: ttg. Melalui rapat teknis
... (5) lingkungan termasuk dari Keberhasilan/kegagalan yang diselenggarakan
aspek pelaksanaan ..( 6) program rehabilitasi, oleh Pemrakarsa
tingkat kesenjangan antar
kelom pok m asy. 7) 8). Hasilnya menjadi bagian
laporan Akuntabilitas
Proyek Jalan.

Menyusun Laporan
Monitoring Pasca
LA R A P . (8)
Gambar-8 BAGAN EVALUASI PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
(Pada Tahap Evaluasi Pasca Proyek)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA
Mempelajari laporan
1) Laporan monitoring
monitoring pelaks. yang memasukkan
LA R A P ...(1) masukan dari berbagai
institusi terkait
2) Melibatkan berbagai
Menganalisa dan
disiplin ilmu
mengidentifikasi kriteria
perencanaan . (2) 3) Termasuk
pertimbangan
persyaratan dari
lembaga donor
Menyusun konsep
kriteria perencanaan 4) 5) 6) 7) 8)
LARAP yang lebih baik
Dilakukan melalui
.. . (3)
forum rapat/
seminar/lainnya
Konsultasi konsep 9) Hasilnya diserahkan
perencanaan LARAP kepada para
. (4) Memberi masukan Memberi masukan Memberi masukan Memberi masukan sesuai perencana umum
tentang sosekbud dan tentang koordinasi dan tentang kendala dan tata keterkaitannya mis: ttg. pengembangan
m asalah lingkungan . kelembagaan . (6) cara perencanaan dan tata ruang, nilai kearifan jaringan jalan.
(5) pelaksanaan . (7) lokal, adat istiadat,
pelatihan untuk alih
profesi . (8)

Menetapkan kriteria-
kriteria pengadaan
tanah yang akan
digunakan sebagai
kebutuhan
perencanaan dimasa
datang (9)
Gambar-1 BAGAN PELAKSANAAN PENYARINGAN LINGKUNGAN
(Pada Tahap Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan )

PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN


LAINNYA
Mempelajari Rencana Memberi masukan 1). Mencakup Tata guna lahan
Umum Sistem Jaringan tentang Rencana diperoleh dari Departemen
Jalan dan Penataan Ruang Wilayah Kehutanan, BPN dan dari
mengidentifikasi Propinsi, Kabupaten dan sumber lainnya
penggunaan lahan pada Kota serta Penerapan
dan sekitar rencana P eta P adu S erasi (2) 2). Termasuk koordinasi
koridor jaringan jalan,
dengan instansi terkait
khususnya areal
sensitive .. .(1)
3). Perhatikan bagan alir
proses penyaringan
(diagram A-1) dan pelajari
Pedoman Penyaringan
Melakukan penyaringan yang ada.
AMDAL dan UKL/UPL
serta S O P ..(3) 4). 5) Catat hasilnya dalam
risalah rapat

6) Daftar proyek yang wajib


pengelolaan lingkungan
Melakukan diskusi / menggunakan formulir A-1
konsultasi hasil
penyaringan dengan
BAPEDALDA ... (4) Memberi tanggapan dan
saran dalam rangka
menampung unpan balik
. .. (5)

Menetapkan hasil
penyaringan berupa
Daftar Proyek Wajib
Pengelolaan
Lingkungan .. ... (6)
Gambar-2 BAGAN PELAKSANAAN PENYUSUNAN KA-ANDAL
(Pada Tahap Pra Kelayakan)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA

Memberitahukan 1) Sesuai PP AMDAL


rencana penyusunan
2). Mengacu pada Kep Ka
dokumen AMDAL . (1)
Bapedalda No.08/2000
Menyepakati jadwal
waktu dan isi 3) Sesuai saran apakah
pengumuman rencana melalui media cetak
kegiatan proyek . (2) maupun media elektronik
Mengumumkan rencana
4) Tanggapan disampaikan
kegiatan proyek ..(3) secara tertulis dalam jangka
Memberikan tanggapan waktu satu bulan, terhitung
terhadap rencana sejak tanggal pengumuman
kegiatan proyek . (4)
Melaksanakan 5) Mengacu pada Pedoman
konsultasi M asy. ..(5) Konsultasi Masyarakat dan
Kep.Ka Bapedal No.
08/2000

Menyusun konsep KA- 6) Gunakan pedoman


ANDAL dan penyusunan KA-ANDAL
mengajukan ke Komisi Mengadakan rapat Komisi
Penilai untuk dinilai.. (6) Penilai AMDAL untuk 7), 8), 9), 10) Risalah rapat
menilai konsep KA-ANDAL menggunakan formulir A-2
. (7) Menghadiri rapat Komisi Menghadiri rapat Komisi Menghadiri rapat Komisi Masukan peserta rapat
Penilai AMDAL dan Penilai AMDAL dan Penilai AMDAL dan menggunakan formulir A-3
memberikan masukan.. (8) memberi masukan .. (7) memberi masukan (dari
institusi terkait mis: 11) Dilakukan sampai dokumen
kehutanan, Dikbud, disetujui
Sosial) ..... (10)
Memperbaiki dokumen 12) Sebagai acuan penilaian
KA-ANDAL sesuai ANDAL
dengan tanggapan Menetapkan dokumen
komisi dan mengajukan KA-ANDAL ........ .. (12)
lagi ke Komisi Penilai
..(11)
Gambar-3 BAGAN PELAKSANAAN STUDI AMDAL
(Pada Tahap Studi Kelayakan)

PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN


LAINNYA
Mempelajari KA
1). Lampiran SK Penetapan
ANDAL yang telah
KA-ANDAL termasuk
ditetapkan (1)
lampiran dokumennya.
2). Gunakan pedoman
penyusunan ANDAL, RKL
Melaksanakan Studi dan RPL
A N D A L (2) 3). Lengkapi dengan surat
pengantar dan tanda
terima dokumen.
Mengirimkan hasil studi
4) Risalah rapat
ANDAL ke Komisi
menggunakan formulir
Penilai untuk dinilai
Mengadakan rapat komisi A-2
. (3)
penilai AMDAL untuk 5) 6), 7) Masukan peserta
menilai & menetapkan rapat menggunakan
kelayakan lingkungan formulir A-3
. (4) Menghadiri rapat dan Menghadiri rapat komisi Menghadiri rapat komisi 8) Dilakukan sampai
memberikan masukan dan memberikan masukan dan memberikan masukan dokumen disetujui
untuk perbaikan tentang penanganan tentang penanganan 9) Sebagai acuan untuk
dokumen ...........(4) dam pak lingkungan .(6) dampak lingkungan sesuai desain dan pelaksanaan
keterkaitannya .(7)

Memperbaiki konsep
dokumen AMDAL
sesuai dengan
tanggapan komisi dan Menetapkan dokumen
mengajukan kembali ke A M D A L . (9)
K om isi P enilai (8)
Gambar-4 BAGAN PENJABARAN HASIL STUDI ANDAL, RKL DAN RPL
(Pada Tahap Perencanaan Teknis)

PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN


LAINNYA
Mempelajari hasil studi
ANDAL, RKL dan RPL 1) Termasuk mengkaji ulang
.. (1) (mereview)
2) Dibantu ahli lingkungan
apabila diperlukan
Menginventarisasi
3) 4) 5) Dapat dilakukan
rekomendasi
dalam forum rapat atau
penanganan dampak
Memberi masukan tentang Memberi masukan tentang Memberi masukan tentang lainnya
pada dokumen RKL &
cara penanganan dampak cara penanganan dampak cara penanganan dampak
R P L (2) 6) Sebaiknya ada ahli
dan saran-saran sesuai dan saran-saran ....... (4) dan saran-saran sesuai
lingkungan dalam tim
kebijakan pembangunan keterkaitannya mis.:
perencana
daerah mis.: median, penanganan utilitas yang
lansekap . (3) terkena............ (5) 7) Sebanyak mungkin
dituangkan dalam desain,
sedangkan dampak sosial
yang tidak dapat
dituangkan dalam desain,
Memberi penjelasan merupakan lampiran
kepada tim perencana desain untuk diperhatikan
teknis tentang sasaran pada saat tender
penanganan dampak
pada RKL & RPL ....(6) 8) Output yang diharapkan

Melaksnakan
penjabaran hasil studi
ANDAL, RKL dan RPL
pada perenc.teknis.. (7)

Desain jalan yang telah


mempertimbangkan
faktor lingkungan.. (8)
Lampiran E Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Lampiran E
(Normatif)
Pedoman Teknis Penyusunan Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan
Bidang Jalan

E.1 Persyaratan-persyaratan
Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL Proyek Jalan harus memenuhi persyaratan administratif
maupun teknis sesuai dengan berbagai pedoman atau petunjuk yang telah ditetapkan oleh
instansi yang berwenang, antara lain :

Pedoman Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL (Lampiran 1 Keputusan Kepala Badan


Pengendalian Dampak Lingkungan No. 9 Tahun 2000;
Keputusan Kepala BAPEDAL No. 8 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan
Keterbukaan Informasi Dalam Proses AMDAL.
Pedoman Teknis Penyusunan AMDAL Proyek Bidang Pekerjaan Umum (Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No. 69/PRT/1995);
Petunjuk Teknis Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL Proyek Bidang Pekerjaan Umum
(Keputusan Menteri Pekerjaan Umum N0. 147/KPTS/1995);
Petunjuk Teknis Penyusunan ANDAL Proyek Jalan (Kepmen PU No. 40/KPTS/1997).

E.2 Langkah - langkah pelaksanaan


Secara garis besar, proses penyusunan KA ANDAL dilaksanakan melalui urutan langkah -
langkah kegiatan sebagai berikut:

a) Pemberitahuan tentang rencana AMDAL


b) Pengumuman rencana proyek
c) Konsultasi masyarakat
d) Perlingkupan
e) Penyusunan konsep KA - ANDAL
f) Presentasi dan perbaikan KA ANDAL
g) Penetapan KA-ANDAL

E.3 Pemberitahuan tentang rencana AMDAL


Sebelum menyusun KA-ANDAL, pemrakarasa wajib memberitahukan kepada instansi yang
bertanggung jawab tentang rencana untuk pelaksanaan AMDAL.

Apabila jenis kegiatan proyek termasuk kategori yang harus dinilai oleh komisi penilai pusat, maka
surat pemberitahuan tersebut di atas dikirimkan kepada Menteri Negara Lingkungan Hidup
melalui komisi penilai AMDAL pusat

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN 1


ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
Lampiran E Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Apabila jenis kegiatan proyek termasuk kategori yang harus dinilai oleh komisi penilai propinsi,
maka surat pemberitahuan tersebut di atas dikirimkan ke Gubernur melalui komisi penilai AMDAL
propinsi.

Apabila jenis kegiatan proyek termasuk kategori yang harus dinilai oleh komisi penilai kabupaten /
kota, maka surat pemberitahuan tersebut di atas dikirimkan ke Bupati / Walikota melalui komisi
penilai AMDAL kabupaten / kota.

E.4 Pengumuman rencana kegiatan proyek


E.4.1 Kewajiban pengumuman

Pemrakarsa wajib mengumumkan rencana kegiatan proyek kepada masyarakat yang


berkepentingan. Jadwal waktu pengumuman ditetapkan bersama dengan instansi yang
bertanggung jawab.

Pengumuman ini dimaksud agar masyarakat yang berkepentingan mengetahui rencana kegiatan
proyek, dan mereka memberikan saran, pendapat atau tanggapan mangenai proyek tersebut.

E.4.2 Masyarakat berkepentingan

Masyarakat berkepentingan terdiri dari masyarakat terkena dampak dan masyarakat pemerhati.

Masyarakat terkena dampak adalah masyarakat yang akan merasakan dampak dari adanya
rencana usaha dan/atau kegiatan, terdiri dari masyarakat yang akan mendapatkan manfaat
dan masyarakat yang akan mengalami kerugian.

Masyarakat pemerhati adalah masyarakat yang tidak terkena dampak dari suatu rencana
usaha dan/atau kegiatan, tetapi mempunyai perhatian terhadap rencana usaha/kegiatan
tersebut, maupun dampak-dampak lingkungan yang akan ditimbulkannya.

E.4.3 Media pengumuman

Media pengumuman berupa:

a) Papan pengumuman di lokasi rencana kegiatan proyek


b) Papan pengumuman di lokasi strategis yang ditetapkan oleh instansi yang bertanggung
jawab di tingkat pusat atau daerah.
c) Media lain yang sesuai dengan situasi setempat seperti brosur, surat, media cetak, dan/atau
media elektronik.

E.4.4 Isi pengumuman

Isi pengumuman meliputi:

a) Nama dan alamat pemrakarsa.


b) Jenis kegiatan (pembangunan/peningkatan).
c) Lokasi dan luas areal kegiatan proyek, dilengkapi peta dengan skala yang memadai.
d) Hasil pekerjaan.
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN 2
ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
Lampiran E Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

e) Jenis dan volume limbah yang akan dihasilkan, dan cara penanganannya.
f) Dampak lingkungan hidup yang mungkin terjadi.
g) Tanggal pengumuman tersebut mulai dipasang dan batas waktu pemberian saran, pendapat
dan tanggapan dari warga masyarakat (30 hari kerja sejak tanggal pengumuman).
h) Nama dan alamat instansi yang bertanggung jawab dalam menerima saran, pendapat dan
tanggapan dari warga masyarakat.

E.4.5 Spesifikasi tampilan pengumuman:

a) Pengumuman tertulis maupun tidak tertulis harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik
dan benar, jelas dan mudah dimengerti.
b) Pengumuman di media cetak harus berukuran minimal 5 x 3 cm2.
c) Pengumuman pada papan pengumuman minimal berukuran 60 x 100 cm2.
d) Pengumuman pada media elektronik dapat berupa berita atau iklan, dengan lama tayangan
minimal 10 (sepuluh) detik untuk televisi dan 20 (dua puluh) detik untuk radio.

E.5 Konsultasi masyarakat


Pada saat penyusunan KA-ANDAL, pemrakarsa wajib melakukan konsultasi kepada warga
masyarakat yang berkepentingan. Hasil dari konsultasi kepada warga masyarakat wajib
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan pelingkupan.

Pemrakarsa harus mendokumentasikan semua berkas yang berkaitan dengan pelaksanaan


konsultasi dan membuat rangkuman hasilnya untuk diserahkan kepada Komisi Penilai AMDAL
sebagai lampiran dokumen KA-ANDAL.
Untuk melancarkan konsultasi kepada warga masyarakat dalam tahap ini pemrakarsa harus
memenuhi kewajiban sebagai berikut :

a) Menyediakan informasi dengan lingkup: penjabaran kegiatan (jenis kegiatan, kapasitas dan
lokasi kegiatan), komponen lingkungan yang sangat penting diperhatikan karena akan
terkena dampak, dan isu-isu pokok mengenai dampak lingkungan yang diperkirakan akan
muncul; dan
b) Mengumumkan waktu, tempat serta cara konsultasi yang akan dilakukan (misalnya:
pertemuan-pertemuan publik, lokakarya, seminar, diskusi terfokus dan metoda-metoda lain
yang dapat dipergunakan untuk berkomunikasi secara dua arah).

Konsultasi masyarakat ini merupakan bagian dari keterlibatan masyarakat dalam proses AMDAL
(lihat Gambar 1). Dalam proses ini, masyarakat menyampaikan aspirasi, kebutuhan, dan nilai-nilai
yang dimiliki masyarakat, serta usulan penyelesaian masalah dari masyarakat yang
berkepentingan dengan tujuan memperoleh keputusan yang terbaik.

E.6 Pelingkupan
E.6.1 Proses pelingkupan
Pelingkupan merupakan proses awal untuk menentukan ruang lingkup studi ANDAL, yang
mencakup:

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN 3


ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
Lampiran E Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

a) Isu pokok lingkungan (jenis dampak besar dan penting) yang harus ditelaah secara
mendalam.

b) Lingkup wilayah studi berdasarkan pertimbangan batas proyek, batas ekologis, batas sosial
dan batas adminsitratif.

c) Kedalaman studi ANDAL meliputi metode yang digunakan, jumlah sampel yang perlu diukur,
dan tenaga ahli yang dibutuhkan sesuai dengan sumberdaya (dana dan waktu) yang tersedia.

Hasil seluruh proses pelingkupan tersebut merupakan bagian penting dari ruang lingkup studi
ANDAL yang dituangkan dalam dokumen KAANDAL

E.6.2 Pelingkupan isu pokok lingkungan

Proses pelingkupan isu pokok lingkungan dilakukan dengan urutan langkah-langkah:

a) identifikasi dampak potensial;


b) evaluasi dampak besar dan penting;
c) pemusatan dampak besar dan penting.

Langkah pertama, identifikasi dampak potential dimaksudkan untuk mengidentifikasi semua jenis
dampak lingkungan yang mungkin terjadi akibat kegiatan proyek, tanpa memperhatikan apakah
dampak tersebut merupakan dampak besar dan penting atau tidak. Hal ini dapat dilaksanakan
dengan menggunakan berbagai metode, antara lain metode matrik dan bagan alir.

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN 4


ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
Lampiran E Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Gambar 1
Bagan Prosedur Keterlibatan Masyarakat dalam Proses AMDAL

Masyarakat Instansi yang Pemrakarsa


Berkepentingan Bertanggungjawab

Pengumuman
Rencana Kegiatan
Pengumuman
Persiapan
Penyusunan ANDAL

Saran, Pendapat
dan Tanggapan

Konsultasi Penyusunan
KA-ANDAL

Penilaian KA-ANDAL
Saran, pendapat
Oleh Komisi
dan tanggapan
(Maks 75 hari)

Penyusunan
ANDAL, RKL, RPL

Penilaian
ANDAL, RKL, RPL oleh
Komisi (Maks 75 hari)

Keputusan Kelayakan
Lingkungan Hidup Oleh Kep.
Bapedal / Gubernur/Bupati/
Wali Kota

= Tujuan akhir surat/pengumuman untuk kemudian ditanggapi, diproses dan/atau ditembuskan


Sumber: Keputusan Kepala Bapedal No.08 Tahun 2000.

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN 5


ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
Lampiran E Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Metode matrik menggambarkan kemungkinan interaksi antara kegiatan proyek dengan


komponen-komponen lingkungan di sekitarnya. Matrik interaksi ini menunjukkan komponen
kegiatan sebagai sumber dampak dan komponen lingkungan yang mungkin terkena dampak
kegiatan tersebut. (lihat Tabel 1 dan 2).

Bagan alir merupakan model yang melukiskan jalinan hubungan sebab-akibat antara komponen
kegiatan proyek (sumber dampak) dan komponen-komponen lingkungan yang mungkin terkena
dampak, baik dampak primer, sekunder maupun tersier (lihat Gambar 2). Metode bagan alir ini
cukup komunikatif untuk bahan diskusi dan konsultasi dengan para pejabat instansi terkait atau
masyarakat yang berkepentingan.

Langkah kedua, evaluasi dampak potential bertujuan untuk menghilangkan dampak potential yang
tidak relevan atau tidak besar dan tidak penting, sehingga diperoleh seperangkat dampak besar
dan penting secara hipotetik.

Besar serta pentingnya dampak tergantung dari besarnya kegiatan proyek dan sensitifitas
komponen lingkungan di lokasi proyek dan sekitarnya. Makin besar volume kegiatan proyek,
cenderung makin besar pula dampaknya. Kotak 1 menunjukkan contoh daerah / areal yang
sensitif terhadap perubahan lingkungan akibat kegiatan tertentu.

Evaluasi (penentuan) dampak besar dan penting dapat dilakukan dengan berbagai cara antara
lain:

a) penelaahan pustaka;
b) diskusi tentang karakteristik kegiatan;
c) peninjauan lapangan.

Penelaahan pustaka dilakukan untuk memperoleh informasi dari hasil studi-studi sejenis seperti:

dokumen AMDAL proyek jalan di lokasi lain;


laporan hasil penelitian tentang masalah lingkungan di lokasi proyek dan sekitarnya.

Diskusi tentang karakteristik kegiatan proyek dilakukan dengan para pakar, misalnya mengenai
cara pelaksanaan pekerjaan konstruksi, bahan bangunan yang akan digunakan, lokasi quarry,
jumlah tenaga kerja, jenis limbah dsb.

Peninjauan lapangan perlu dilakukan untuk pengamatan secara umum terhadap kondisi bentang
alam, perairan umum, kondisi biologi, dan sosial-ekonomi di lokasi proyek (sepanjang alinyemen
rencana pembangunan jalan) dan sekitarnya

Langkah ketiga, pemusatan dampak penting bertujuan untuk mengelompokkan atau


mengorganisir dampak-dampak besar dan penting yang telah dirumuskan pada tahap
sebelumnya, agar diperoleh gambaran yang utuh dan lengkap. Seluruh dampak besar dan
penting dikelompokkan menjadi beberapa kelompok menurut tingkat keterkaitannya satu sama
lain, dan disusun berdasarkan tahapan kegiatan proyek (pra-konstruksi, konstruksi dan pasca
kontruksi).

Dampak-dampak besar dan penting yang telah terkelompok inilah yang merupakan isu pokok
yang harus ditelaah secara mendalam dalam proses ANDAL.

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN 6


ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
Lampiran E Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Tabel 1
Contoh Matriks Identifikasi Dampak Proyek Jalan

Komponen Kegiatan
Pasca
No Komponen Lingkungan Pra-konstruksi Konstruksi
Konstruksi
1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2

A. Fisik Kimia
1. Iklim
2. Kualitas Udara X X X X X X X X X X X
3. Kebisingan X X X X X X X X X X
4. Fisiografi X X X
5. Hidrologi X X X
6. Kualitas Air X X X X X X
7. Penggunaan Lahan X

B. Biologi
1. Flora Darat X X X
2. Biota Akuatik

C. Sosial
1. Kependudukan
2. Kegiatan Ekonomi X X X X
3. Sosial Budaya
4. Persepsi Masyarakat X
5. Keresahan Sosial X
6. Kesehatan Masyarakat X X X X X X
7. Prasarana dan Sarana X
8. Lalu Lintas X X X

Keterangan Komponen Kegiatan :

Kegiatan Pra Konstruksi : Kegiatan Konstruksi: Kegiatan Pasca Konstruksi :


1. Survai & Pengukuran 1. Mobilisasi Tenaga Kerja 1. Pengoperasian jalan
2. Inventarisasi Kebutuhan 2. Pembersihan lahan 2. Pemeliharaan jalan
Lahan 3. Pekerjaan Tanah
3. Sosialisasi 4. Konstruksi badan jalan dan
4. Pembayaran ganti rugi perkerasan
5. Pengangkutan tanah dan
bahan bangunan
6. Pembuatan dan
pengoperasian Base Camp
7. Pengelolaan Quarry
8. PemancanganTiang Jembatan
9. Pembuangan sisa bahan
bangunan
10.Penghijauan/Pertamanan

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN 7


ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
Lampiran E Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Tabel 2
Contoh Matriks Identifikasi Dampak Proyek Jembatan

Komponen Kegiatan
Pasca
No Komponen Lingkungan Pra-konstruksi Konstruksi
Konstruksi
1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2

A. Fisik Kimia
1. Kualitas Udara X X X X X X X X
2. Kebisingan X X X X X X X
3. Morfologi & Hidrolis sungai X X
4. Ruang dan Lahan
5. Kualitas Air X X X X

B. Biologi
1. Flora Darat X
2. Biota Akuatik X X

C. Sosial
1. Kependudukan
2. Kegiatan Ekonomi X
3. Sosial Budaya
4. Persepsi Masyarakat X X
5. Keresahan Sosial
6. Kesehatan Masyarakat X X X
7. Prasarana dan Sarana X
8. Lalu Lintas X X X X X

Keterangan Komponen Kegiatan :

Kegiatan Pra Konstruksi : Kegiatan Konstruksi: Kegiatan Pasca Konstruksi :


1. Survai & Pengukuran 1. Mobilisasi Alat Berat 1. Pengoperasian jembatan
2. Inventarisasi Kebutuhan 2. Mobilisasi Tenaga Kerja 2. Pemeliharaan jembatan
Lahan 3. Pengangkutan Material
3. Sosialisasi 4. Pekerjaan Bangunan Bawah
4. Pembayaran ganti rugi 5. Pekerjaan Bangunan Atas
6. Pekerjaan Perkerasan
7. Pekerjaan fasisiltas jembatan
dan jalan
8. Proteksi dasar sungai dan
tanggul
9. Pembuangan sisa bahan
bangunan
10.Penghijauan/Pertamanan

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN 8


ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
Lampiran E Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Gambar 2
Contoh Bagan Alir Dampak Pembangunan Jalan
Pada Tahap Konstruksi

Perubahan
Peningkatan
Penggunaan
Kegiatan Ekonomi
Lahan

Pencemaran
Udara

Pengoperasian
Jalan
Gangguan
Peningkatan Kesehatan
Kebisingan Masyarakat

Kecelakaan
Lalu Lintas

Pencemaran
Udara

Pemeliharaan Peningkatan
Jalan Kebisingan

Gangguan
Lalu Lintas

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN 9


ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
Lampiran E Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Kotak 1
Contoh Daerah / Areal Sensitif

Daerah pemukiman, industri/komersial sensitif terhadap pembebasan


tanah;
Areal berlereng curam sensitif terrhadap kegiatan galian/ timbunan
tanah (erosi/longsor);
Rumah sakit dan sekolah sensitif terhadap kebisingan;
Bangunan peninggalan sejarah sensitif terhadap getaran.

E.6.3 Pelingkupan Wilayah Studi

Penetapan lingkup wilayah studi dimaksudkan untuk membatasi luas wilayah studi ANDAL sesuai
dengan hasil pelingkupan isu pokok lingkungan dengan memperhatikan keterbatasan sumber
daya, waktu dan tenaga serta pendapat dan tanggapan masyarakat yang berkepentingan (hasil
konsultasi masyarakat).

Lingkup wilayah studi ANDAL ditetapkan berdasarkan pertimbangan batas-batas ruang sebagai
berikut:

a) Batas Proyek

Batas proyek adalah ruang dimana rencana kegiatan pra-konstruksi, kontruksi dan operasi jalan
akan berlangsung. Dengan demikian batas proyek mencakup areal sepanjang alinyemen ruas
jalan yang akan dibangun dan selebar DAMIJA.

b) Batas Ekologis

Batas ekologis adalah ruang persebaran dampak akibat kegiatan pembangunan jalan baik yang
berlangsung di dalam batas proyek maupun di luar batas proyek seperti kegiatan quarry dan
pengangkutan material. Di dalam batas ekologis ini, proses alami diperkirakan akan mengalami
perubahan yang mendasar. Sebagai contoh, batas ekologis sehubungan dampak kebisingan dan
pencemaran udara akibat lalu lintas kendaraan bermotor pada tahap operasi diperkirakan meliputi
areal sepanjang ruas jalan dengan lebar kurang lebih 100m ke kiri dan ke kanan as jalan,
tergantung dari volume lalu lintas kendaraan bermotor.

c) Batas Sosial

Batas sosial adalah ruang disekitar rencana kegiatan proyek yang merupakan tempat
berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang mengandung norma dan nilai tertentu yang sudah
mapan sesuai dengan proses dinamika sosial suatu kelompok masyarakat, yang diperkirakan
akan mengalami perubahan mendasar. Batas sosial ini mungkin mencakup areal permukiman,
kawasan industri atau daerah komersial yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan
jalan baik pada tahap pra-konstruksi, kontruksi maupun operasi.

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN 10


ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
Lampiran E Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

d) Batas Adminsitratif

Batas adminsitratif adalah ruang dimana masyarakat dapat secara leluasa menjalankan kegiatan
sosial ekonomi dan sosial budaya sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku di
ruang tersebut. Karena batas proyek jalan cukup sempit, maka batas adminsitratif ini cukup
meliputi wilayah kelurahan atau kecamatan yang dilewati ruas jalan yang akan dibangun

Batasan ruang lingkup wilayah studi ANDAL merupakan kesatuan dari keempat wilayah tersebut
diatas, dengan memperhatikan keterbatasan dana, waktu dan tenaga serta metode studi yang
tersedia.

E.6.4 Kedalaman Studi

Tingkat kedalaman studi ANDAL antara lain mencakup metode yang digunakan, jumlah sampel
yang diukur dan tenaga ahli yang diperlukan sesuai dengan dana dan waktu yang bersedia.

Metode yang digunakan meliputi metode pengumpulan data, perkiraan dampak besar dan penting
dan evaluasi data dampak besar dan penting.

Jenis tenaga ahli yang diperlukan tergantung dari isu pokok lingkungan. Sebagai contoh:
Untuk menganalisis dampak terhadap kesehatan masyarakat, diperlukan tenaga ahli
kesehatan masyarakat;
Untuk menganalisis dampak terhadap badan air baik kuantitas atau kualitasnya, diperlukan
tenaga ahli hidrologi;
Untuk menganalisis dampak terhadap kawasan hutan lindung, diperlukan tenaga ahli
kehutanan.

E.7 Penyusunan Konsep KA ANDAL


E.7.1 Sistematika dokumen KA ANDAL
Dokumen Kerangka Acuan ANDAL terdiri dari 6 bab sebagai berikut :

Bab 1 : Pendahuluan;
Bab 2 : Ruang Lingkup Studi;
Bab 3 : Metode Studi;
Bab 4 : Pelaksanaan Studi;
Bab 5 : Daftar Pustaka;
Bab 6 : Lampiran.

Sistematika dokumen selengkapnya tercantum pada Kotak 2.

Sistematika seperti tercantum dalam Kotak 2 merupakan kerangka materi (Daftar Isi) secara garis
besar. Bila perlu, pada tiap Bab dapat ditambahkan Sub-bab tertentu dan rinciannya sesuai
kebutuhan. Misalnya Bab 2 (Ruang Lingkupan Studi) diawali dengan Sub bab Gambaran Umum
Rencana Kegiatan.
Materi pokok Kerangka Acuan ANDAL meliputi lingkup kegiatan studi serta petunjuk cara
pelaksanaannya serta persyaratan yang harus dipenuhi oleh Tim Studi.
Penjelasan mengenai materi tiap Bab dan Sub-bab diuraikan secara rinci pada sub pasal D.7.2 di
bawah ini.
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN 11
ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
Lampiran E Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

E.7.2 Rincian Materi dokumen

E.7.2.1 Pendahuluan

Materi Bab 1 (Pendahuluan) terdiri dari tiga Sub - bab yaitu Latar Belakang, Peraturan
Perundang-undangan, dan Tujuan dan Kegunaan Studi.

a) Latar Belakang

Pada bagian ini harus dikemukakan uraian singkat mengenai rencana kegiatan proyek jalan yang
akan dilaksanakan (diusulkan), antara lain meliputi:
(1). Lokasi rencana kegiatan proyek;
(2) Maksud, tujuan dan manfaat proyek;
(3) Uraian kronologis tentang persiapan proyek yang telah dilaksanakan oleh pemrakarsa;
(4) Status proyek saat ini;
(5) Alasan mengapa diperlukan studi ANDAL.

Kotak 2
Contoh Sistematika KA-ANDAL Poyek Pembangunan Jalan

BAB 1 : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Peraturan Perundang-undangan
1.3 Tujuan dan Kegunaan Studi

BAB 2 : RUANG LINGKUP STUDI


2.1 Rencana Kegiatan Yang Akan Ditelaah
2.2 Komponen Lingkungan Yang Akan Ditelaah
2.3 Isu-isu Pokok
2.4 Batas Wilayah Studi
2.5 Keterkaitan Proyek Dengan Kegiatan Lain

BAB 3 : METODE STUDI


3.1 Metode Pengumpulan Data
3.2 Metode Prakiraan Dampak Besar dan Penting
3.3 Metode Evaluasi Dampak Besar dan Penting

BAB 4 : PELAKSANAAN STUDI


4.1 Pemrakarsa
4.2 Tim Pelaksana Studi
4.3 Jadual Pelaksanaan Studi
4.4 Biaya Studi
4.5 Pelaporan

BAB 5 : DAFTAR PUSTAKA

BAB 6 : LAMPIRAN

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN 12


ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
Lampiran E Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

E.7.2.2 Peraturan Perundang-undangan

Pada Sub-bab ini harus dicantumkan secara rinci landasan hukum atau peraturan perundang-
undangan yang melandasi atau berkaitan dengan rencana kegiatan, rona lingkungan yang
terkena dampak dan isu-isu pokok, yang harus diperhatikan oleh pelaksana studi ANDAL, antara
lain seperti tercantum pada Kotak 3

Rincian peraturan perundang-undangan tersebut harus disusun menurut hirarkhi dan tahun
penerbitannya.

Untuk proyek tertentu mungkin perlu ditambahkan peraturan lain yang berkaitan dengan proyek
tersebut. Misalnya untuk proyek jalan yang melintasi kawasan hutan, perlu diperhatikan antara
lain

Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan;


Keputusan Menteri Kehutanan No. 55/KPTS-II/1994 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan
Hutan.

E.7.2.3 Tujuan dan Kegunaan Studi

Pada bagian ini dijelaskan tujuan dan kegunaan studi ANDAL. Rumusan tentang Tujuan dan
Kegunaan Studi ANDAL ini telah baku yaitu seperti contoh tercantum pada Kotak 4.

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN 13


ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
Lampiran E Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Kotak 3
Contoh Landasan Hukum yang Harus Diperhatikan dalam Studi ANDAL Poyek Jalan

1) Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.


2) Undang-undang No. 13 Tahun 1980 tentang Jalan.
3) Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya.
4) Undang-undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman.
5) Undang-undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
6) Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.
7) Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
8) Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1985 tentang Jalan.
9) Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air.
10) Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup.
11) Keppres No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan
Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
12) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 69/PRT/1995 tentang Pedoman Teknis
AMDALProyek Bidang Pekerjaan Umum.
13) Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN No. 1 Tahun 1994 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Keppres No. 55/1993.
15) Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 147/KPTS/1995 tentang Petunjuk Teknis
Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL Proyek Bidang Pekerjaan Umum.
16) Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 148/KPTS/1995 tentang Petunjuk Teknis
Penyusunan RKL dan RPL Proyek Bidang Pekerjaan Umum.
17) Keputusan Mentri Pekerjaan Umum No. 40/KPTS/1997 tentang Petunjuk Teknis
Penyusunan AMDAL Proyek Jalan.
18) Keputusan Menteri Negara KLH No. Kep. 02/MENKLH/1/1988 tentang Pedoman
Penetapan Baku Mutu Lingkungan.
19) Keputusan Kepala Bapedal No. 056/1994 tentang Pedoman Mengenai Ukuran Dampak
Penting.
20) Keputusan Kepala BAPEDAL No. 9 Tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan Analisis
Dampak Lingkungan Hidup beserta Lampirannya.

E.7.2.4 Ruang Lingkup Studi

Bab ini terdiri dari 5 sub-bab yaitu:


R encana kegiatan yang akan ditelaah;
R ona lingkungan hidup aw al;
Isu-isu pokok;
B atas w ilayah studi;
K eterkaitan dengan kegiatan lain.

a) Rencana Kegiatan Yang Akan Ditelaah

Uraikan secara singkat gambaran umum rencana kegiatan proyek antara lain mengenai :

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN 14


ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
Lampiran E Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

N am a dan nom or ruas jalan;


Jenis program (pembangunan / peningkatan);
Lokasi proyek;
F ungsi jalan (arteri / kolektor / lokal);
Status jalan (jalan nasional, propinsi, kabupaten / kotamadya, tol);
P anjang ruas jalan;
Lebar jalan (Damija, perkerasan);
Jenis perkerasan;
V olum e lalu lintas sebelum dan setelah proyek dilaksanakan;
Luas areal yang perlu diadakan (dibebaskan);
G am baran um um m engenai kondisi lahan sepanjang alinyem en jalan;
Jadual pekerjaan konstruksi;
S tatus proyek saat ini.

Uraian tersebut di atas bila perlu dapat diringkas dalam bentuk tabel.

Kotak 4
Contoh Rumusan Sub bab 1.3 Tujuan dan Kegunaan Studi

1.3.1 Tujuan Studi Analisis Dampak Lingkungan

Tujuan studi ANDAL ini adalah untuk :

a) Mengidentifikasi komponen-komponen rencana kegiatan proyek pembangunan yang


diperkirakan akan menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup
sekitarnya;

b) Mengidentifikasi komponen-komponen lingkungan yang diperkirakan akan terkena dampak


besar dan penting;

c) Memprediksi besaran dampak lingkungan dan mengevaluasi tingkat pentingnya dampak


tersebut berdasarkan kriteria yang berlaku;

d) Merumuskan saran tindak lanjut yang dapat dilaksanakan oleh pemrakarsa atau instansi
lain yang terkait untuk mengurangi dampak negatif dan atau meningkatkan dampak
positif.

1.3.2 Kegunaan Studi Analisis Dampak Lingkungan

Hasil Studi ANDAL ini diharapkan dapat digunakan untuk :


a) Membantu proses pengambilan keputusan dalam pemilihan alternatif rencana kegiatan
yang layak dari segi lingkungan hidup, teknis dan ekonomis;

b) Memberikan masukan untuk mengintegrasikan pertimbangan lingkungan hidup dalam


penyusunan desain rinci kegiatan pembangunan jalan;

c) Memberikan arahan untuk penyusunan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan


Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) pembangunan / peningkatan jalan
(disebutkan nama ruas jalan yang bersangkutan)

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN 15


ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
Lampiran E Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

d) Memberikan informasi bagi masyarakat untuk dapat memanfaatkan dampak positif dan
menghindari dampak negatif yang mungkin ditimbulkan oleh kegiatan.pembangunan
/peningkatan jalan (disebutkan nama ruas jalan yang bersangkutan)

e) Bahan pertimbangan dan kebijaksanaan bagi perencana pembangunan wilayah

Komponen kegiatan yang diperkirakan merupakan sumber dampak, yang harus ditelaah oleh
konsultan, dirinci mulai dari tahap pra-konstruksi, konstruksi dan pasca konstruksi seperti contoh
berikut:

(1). Tahap Pra - Konsruksi

Komponen kegiatan yang harus ditelaah pada tahap ini adalah pengadaan tanah. Konsultan
penyusun ANDAL harus merinci berapa luas areal yang perlu diadakan dan bagaimana status
pemilikan dan penggunaannya saat ini.

(2) Tahap Konstruksi

M obilisasi T enaga K erja


Konsultan harus memperkirakan jumlah tenaga kerja dan kualifikasinya yang diperlukan. Perlu
dijelaskan juga apakah kebutuhan tenaga kerja tersebut dapat dipenuhi oleh tanaga lokal atau
perlu didatangkan dari luar.

P engangkutan B ahan B angunan


Bahan bangunan yang akan digunakan seperti batu, pasir, koral, aspal dsb perlu dirinci
jumlahnya, dan dijelaskan dari mana bahan bangunan tersebut akan didatangkan termasuk
jenis alat angkutannya.

P ekerjaan T anah
Kegiatan pekerjaan tanah perlu diuraikan secara rinci antara lain :
volum e galian / tim bunan tanah;
lokasi pengam bilan tanah untuk tim bunan;
lokasi pem buangan tanah galian yang tidak terpakai;
kedalam an galian atau ketinggian tim bunan;
peralatan yang digunakan.

(3) Tahap Pasca Konstruksi

Agar dijelaskan perkiraan volume lalu lintas kendaraan bermotor yang akan terjadi setelah jalan
mulai dioperasikan (digunakan).

b) Komponen Lingkungan yang harus Ditelaah

Komponen linggkungan yang harus ditelaah meliputi :


K om ponen lingkungan yang diperkirakan terkena dam pak, dan
K om ponen lingkungan yang dapat m em pengaruhi proyek.

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN 16


ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
Lampiran E Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Uraikan secara singkat komponen-komponen lingkungan yang harus ditelaah oleh konsultan,
sesuai dengan isu lingkungan yang harus dianalisis, dengan pengelompokan sebagai berikut :
K om ponen lingkungan geofisik - kimia;
K om ponen kingkungan biologi;
K om ponen lingkungan sosial - ekonomi - budaya;
K om ponen prasarana dan sarana um um

c) Isu-isu Pokok

Agar studi ANDAL terfokus pada isu-isu pokok lingkungan, yang bersifat site specific, penentuan
isu pokok tersebut harus didasarkan atas hasil pelingkupan dampak penting sesuai dengan
karakteristik kegiatan proyek yang bersangkutan dan kondisi lingkungan setempat.

Contoh :

(1) K ebisingan akibat pengoperasian kendaraan berm otor cukup significant kalau volum e lalu
lintas > 5000 kendaraan / hari atau > 500 kendaraan / jam.

(2) Dampak kebisingan cukup penting kalau di kiri - kanan jalan terdapat pemukiman padat
terutama kalau ada tempat yang sensitif seperti sekolah atau rumah sakit.

Isu-isu pokok tersebut disusun menurut tahapan kegiatan proyek, seperti contoh berikut :

(1). Tahap Pra-konstruksi


Kegiatan pengadaan tanah berpotensi menimbulkan dampak berupa konflik kepentingan
dengan penduduk pemilik / pemakai tanah tersebut.

(2). Tahap Konstruksi


Pekerjaan tanah (galian / timbunan) mengakibatkan perubahan bentang alam dan stabilitas
ereng sehingga terjadi erosi, longsor, dan sedimentasi pada badan air setempat.

(3). Tahap Pasca Konstruksi


Pengoperasian jalan baru dapat menimbulkan dampak berupa perubahan penggunaan lahan
yang tidak terkendali di kiri kanan jalan tersebut.

Untuk proyek jalan tertentu, mungkin saja isu pokoknya hanya dampak sosial akibat kegiatan
pengadaan tanah. Komponen-komponen kegiatan lainnya tidak menimbulkan dampak besar dan
penting. Dalam kasus seperti ini lingkup Studi ANDAL dibatasi dan difokuskan hanya pada
pengkajian dampak sosial tersebut.

d) Batas Wilayah Studi

Wilayah studi ANDAL ditetapkan berdasarkan pertimbangan batas-batas ruang sebagai berikut :

(1) Batas Proyek : Meliputi areal yang digunakan langsung untuk pembangunan/ peningkatan
jalan yaitu sepanjang ruas jalan dan selebar Damija jalan tersebut;

(2) Batas Ekologis : Meliputi areal yang diperkirakan akan terkena persebaran dampak di kedua
sisi kiri dan kanan Damija, jalur pengangkutan material serta lokasi base camp dan quarry;

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN 17


ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
Lampiran E Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

(3) Batas Sosial : Batas sosial adalah ruang di sekitar rencana kegiatan yang merupakan tempat
berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang mengandung norma dan nilai tertentu yang
sudah mapan, sesuai dengan proses dinamika sosial suatu kelompok masyarakat yang
diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar akibat kegiatan pembangunan jalan.

(4) Batas Administratif : Meliputi wilayah kecamatan dimana ruas jalan tersebut berada.

Batasan ruang lingkup wilayah studi merupakan rangkuman dari keempat batas tersebut di atas
dengan memperhatikan keterbatasan sumber dana, waktu dan tenaga ahli yang dapat disediakan
oleh pemrakarsa.

Batas-batas tersebut di atas harus ditetapkan dengan jelas pada peta dengan skala yang
memadai.

e) Keterkaitan dengan Kegiatan Lain

Sebutkan kegiatan lain yang ada disekitar lokasi rencana kegiatan yang dapat terpengaruh atau
mempengaruhi rencana kegiatan.

E.7.2.5 Metode Studi

Pada bagian ini harus ditetapkan metode yang harus digunakan oleh konsultan penyusun ANDAL,
antara lain meliputi :

a) Metode pengumpulan data;


b) Metode prakiraan dampak besar dan penting;
c) Metode evaluasi dampak besar dan penting.

Metode pengumpulan data mencakup tata cara pengumpulan data yang diperlukan untuk analisis,
baik berupa data primer maupun data sekunder yang sahih dan dapat dipercaya. Untuk
pengumpulan data primer, agar ditentukan jenis data dan lokasi pengambilan data tersebut.

Untuk pengumpulan data sekunder, agar ditentukan jenis data dan sumber data yang
bersangkutan.

Penetapan metode pengumpulan data tertentu dapat mengacu pada metode yang telah baku atau
telah ditetapkan oleh instansi yang berwenang. Sebagai contoh untuk pengukuran, perhitungan
dan evaluasi tingkat kebisingan lingkungan agar mengacu pada Lampiran II Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup No. KEP-48/MENLH/II/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan.

Metode analisis dan penyajian data mencakup uraian mengenai tata cara analisis data baik
secara kuantitatif maupun kualitatif serta penyajiannya dalam bentuk tabel, grafik, gambar atau
deskriptif.

Metode prakiraan dampak mencukup uraian tentang tata cara pendugaan besarnya dampak
(perubahan kualitas lingkungan) baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Dalam hal ini dianjurkan
agar dipakai metode formal berdasarkan perhitungan matematik atau secara informal
berdasarkan pendekatan analogi atau penilaian para ahli (professional judgement). Untuk

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN 18


ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
Lampiran E Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

memprakirakan tingkat kepentingan dampak agar mengacu kepada 7 (tujuh) kriteria seperti
tercantum dalam Keputusan Ketua Bapedal No. Kep-056/1994.

Metode evaluasi dampak mencakup tata cara penentuan dan evaluasi dampak besar dan penting
yang harus dilakukan secara holistik (antara lain metode matrik, bagan alir, overlay) untuk
digunakan sebagai:

a) dasar untuk menelaah kelayakan lingkungan hidup dari berbagai alternatif kegiatan proyek.
b) identifikasi dan perumusan arah pengelolaan dampak besar dan penting lingkungan hidup yang
ditimbulkan.

E.7.2.6 Pelaksanaan Studi

Bab ini menjelaskan tentang :


P em rakarsa
P enyusun studi A M D A L
W aktu studi
B iaya studi
P elaporan

a) Pemrakarsa

Pada bagian ini dicantumkan nama dan alamat lengkap instansi pemrakarsa rencana kegiatan,
serta nama dan alamat lengkap penganggung jawab pelaksana rencana kegiatan tersebut.

b) Tim Pelaksana Studi

Tentukan jumlah tenaga ahli dan bidang keahlian serta persyaratan kualifikasinya yang diperlukan
untuk pelaksanaan studi ini, sesuai dengan isu pokok lingkungan yang harus ditelaah dan ruang
lingkup studi.

Tim pelaksana studi terdiri dari ketua dan anggota, dengan kriteria sebagai berikut :
Ketua Tim Studi harus seorang ahli Tehnik Jalan Raya dan menpunyai sertifikat AMDAL
Penyusunan. Pengalaman di bidangnya minimal 8 tahun dan dalam penyusunan ANDAL
minimal 2 tahun;
Anggota Tim Studi terdiri dari tenaga ahli yang harus sesuai dengan bidang studi yang
ditelaah, berpengalaman di bidangnya minimal 4 tahun, dalam penyusunan AMDAL minimal 2
tahun dan diutamakan mempunyai sertifikat ANDAL Dasar.

Bidang keahlian yang diperlukan antara lain (pilih yang sesuai dengan isu lingkungan yang perlu
dianalisis):
T eknik Jalan R aya;
Teknik Lingkungan;
B iologi;
S osial-ekonomi;
S osial-budaya;
G eoteknik;
K esehatan M asyarakat;
Lansekap.

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN 19


ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
Lampiran E Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Tentukan uraian tugas tiap tenaga ahli yang diperlukan, secara singkat dan jelas. Contoh :
Ahli Biologi bertugas untuk :
M engumpulkan data sekunder maupun primer tentang flora dan fauna terutama flora / fauna
langka (dilindungi) di wilayah studi yang mungkin terkena dampak kegiatan proyek;
M enduga besarnya dam pak dan m engevaluasi karakteristik dam pak serta m erum uskan saran
penanganan dampak tersebut.

Tentukan juga lamanya penugasan tiap tenaga ahli yang dibutuhkan sesuai dengan lingkup tugas
masing-masing.

c) Jadual Pelaksanaan Studi

Tentukan jadual waktu pelaksanaan studi yang diperlukan yang meliputi kegiatan - kegiatan
antara lain :
P ersiapan dan P enijauan Lapangan;
P engum pulan D ata;
A nalisa Laboratorium ;
P engolahan D ata;
P enyusunan Laporan;
P em bahasan Laporan di T ingkat P em rakarsa;
P enyerahan Laporan ke Instansi yang bertanggung jaw ab.

Jadual waktu kegiatan-kegiatan tersebut di atas harus digambarkan dalam bentuk barchart.

d) Biaya Studi

Sumber biaya untuk pelaksanaan studi harus dijelaskan misalnya dari APBN, APBD atau Bantuan
Luar Negeri, termasuk tahun anggarannya. Pada bagian ini dicantumkan juga perincian
komponen-komponen biaya yang dialokasikan untuk pelaksanaan studi seperti biaya personil
(gaji-upah), peralatan dan material, perjalanan dinas, analisis lanoratorium, dsb.

e) Pelaporan

Pada bab ini agar disebutkan jenis dan jumlah laporan yang harus diserahkan oleh konsultan
kepada pemrakarsa, serta jadual waktu penyerahan laporan tersebut.

Materi serta format mengenai pelaporan ini telah dibakukan seperti tercantum pada Kotak 5.

E.7.2.7 Daftar Pustaka

Pada bagian ini dicantumkan daftar pustaka yang digunakan untuk penyusunan dokumen ANDAL.
Disamping itu, agar dicantumkan data dan informasi yang tersedia yang dapat digunakan oleh
Tim pelaksana studi, seperti :
a. Laporan Perencanaan Umum;
b. Laporan Pra-Studi Kelayakan;
c. Peta Penggunaan lahan;
d. Laporan - laporan lain yang relevan.

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN 20


ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
Lampiran E Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Informasi tentang laporan studi agar mencakup judul laporan, penyusun / penerbit, dan tahun
pembuatan / penerbitannya.

E.7.2.8 Lampiran

Data dan informasi yang perlu dilampirkan antara lain :

a. Peta lokasi proyek secara makro;


b. Peta trase jalan yang akan dibangun / ditingkatkan dengan skala yang memadai;
c. Peta lokasi kegiatan tertentu (bila perlu) misalnya quarry, ruas jalan yang akan dilalui
kendaraan pengangkut material dan sebagainya.
d. Rangkuman hasil konsultasi masyarakat
e. Biodata personil penyusun ANDAL

Untuk kasus tertentu misalnya pembangunan jalan yang melalui kawasan hutan, agar
dilampirkan juga izin prinsip atau dokumen lain dari instansi yang berwenang.

Kotak 5
Contoh Rumusan Sub bab 5.5 Pelaporan

5.5.1 Laporan Pendahuluan

Laporan ini mencakup hasil-hasil studi literatur dan peninjauan lapangan, jadual studi ANDAL,
dan kerangka laporan (daftar isi laporan akhir). Di samping itu agar dikemukakan juga
penjelasan rinci tentang metode dan peralatan yang akan dipakai dalam analisis komponen
lingkungan.

Laporan Pendahuluan diserahkan kepada Pemrakarsa paling lambat pada akhir bulan
pertama, terhitung sejak tanggal konsultan menerima Surat Perintah Mulai Kerja dari
Pemrakarsa.

5.5.2 Laporan Bulanan

Laporan Bulanan berisi uraian singkat tentang kemajuan pekerjaan yang telah dilaksanakan
dan rencana kerja bulan berikutnya.

5.5.3 Konsep Laporan Akhir

Konsep laporan akhir harus memuat seluruh hasil kajian sesuai dengan kerangka laporan
yang telah disetujui oleh pemrakarsa, yang terdiri dari :
- Ringkasan Eksekutif;
- Laporan ANDAL;
- Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL);
- Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).
Laporan tersebut harus dilengkapi dengan data-data penunjang yang terkait. Laporan
diserahkan sebanyak 40 set terdiri dari :
- Dua puluh (20) eksemplar untuk pembahasan di Tim Teknis;
- Dua puluh (20) eksemplar untuk pembahasan di Komisi Penilai ANDAL, setelah diperbaiki
sesuai dengan hasil pembahasan Tim Teknis.

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN 21


ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
Lampiran E Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

5.5.4 Laporan Akhir

Laporan akhir sebanyak 12 (dua belas) set dan harus sudah mencakup koreksi, revisi dan
perbaikan pada konsep laporan akhir, sesuai dengan masukan dari Komisi Pusat AMDAL.

Laporan Akhir harus diserahkan kepada pemrakarsa paling lambat pada akhir bulan ke
, terhitung sejak tanggal konsultan m enerim a S urat K eputusan P erintah M ulai K erja
dari pemrakarsa.

E.8 Presentasi dan Perbaikan KA-ANDAL


Kerangka Acuan ANDAL yang telah disusn oleh pemrakarsa harus disampaikan oleh pemrakarsa
kepada instansi yang bertanggung jawab melalui komisi penilai AMDAL. Pemrakarsa akan
menerima tanda bukti penerimaan dokumen KA-ANDAL dari komisi penilai.

Kerangka Acuan ANDAL tersebut di atas akan dinilai oleh komisi penilai bersama dengan
pemrakarsa untuk menyepakati ruang lingkup kajian ANDAL yang akan dilaksanakan.

Untuk keperluan penilaian tersebut di atas, pemrakarsa (dengan bantuan konsultan) harus
mempresentasikan KA-ANDAL yang telah disusunnya.

Keputusan atas penilaian KA-ANDAL yang telah dipresentasikan oleh pemrakarsa wajib diberikan
oleh instansi yang bertanggung jawab kepada pemrakarsa dalam jangka waktu selambat-
lambatnya 75 (tujuh puluh lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya KA-ANDAL
tersebut.

Apabila instansi yang bertanggung jawab tidak menerbitkan keputusan dalam jangka waktu
tersebut di atas (75 hari), maka instansi yang bertanggung jawab dianggap menyetujui KA-ANDAL
yang dimaksud.

Apabila hasil penilaian komisi penilai menyimpulkan bahwa KA-ANDAL yang disusun oleh
pemrakarsa masih perlu perbaikan, maka pemrakarsa harus memperbaikinya sesuai dengan
tanggapan / saran dari komisi penilai.

E.9 Penolakan Kerangka Acuan ANDAL


Instansi yang bertanggungjawab wajib menolak kerangka acuan ANDAL rencana kegiatan apabila
rencana lokasi kegiatan tersebut terletak dalam kawasan yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang wilayah dan / atau tata ruang kawasan.

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN 22


ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
Lampiran F Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Lampiran F
Pedoman Teknis Penyusunan ANDAL, RKL dan RPL Bidang Jalan

F.1 Langkah-langkah Pelaksanaan


Proses penyusunan ANDAL, RKL dan RPL dilaksanakan melalui urutan langkah-langkah
kegiatan sebagai berikut :
a) Survai dan konsultasi masyarakat
b) Penyusunan konsep ANDAL
c) Penyusunan konsep RKL
d) Penyusunan konsep RPL
e) Presentasi dan perbaikan ANDAL, RKL/RPL

F.2 Survai dan Konsultansi Masyarakat


F.2.1 Survai Rona Lingkungan Awal
Proses utama dari pengumpulan data (komponen geofisik-kimia, biologi, sosial dan
kesehatan masyarakat, serta sarana dan prasarana yang akan terkena dampak) adalah
melakukan survai rona lingkungan awal dengan cara observasi, pengamatan dan
wawancara. Metode pengumpulan data untuk masing-masing komponen/parameter
lingkungan sebagaimana yang diuraikan pada dokumen KA-ANDAL.

F.2.2 Konsultasi Masyarakat

Konsultasi masyarakat disini sebenarnya merupakan dari kegiatan survai, karena


berkaitan dengan proses pengumpulan data dan identifikasi cara penanganan dampak.
Konsultasi dilakukan terhadap instansi pemerintah daerah yang terkait dan masyarakat.
(a). Konsultasi dengan instansi terkait

Konsultasi ini terutama dimaksudkan untuk menampung dan mengakomodir rencana tata
ruang wilayah termasuk tata guna lahan, sehingga dapat digunakan sebagai bahan kajian
dalam identifikasi dan prakiraan dampak. Tata cara konsultasi masyarakat pada tahap ini
dapat dilihat pada tata cara konsultasi masyarakat pada tahap studi kelayakan.

(b). Konsultasi dengan masyarakat


Konsultasi masyarakat terutama dengan penduduk terkena proyek (PTP), dimaksudkan
untuk menampung masukan dalam kaitannya dengan dampak pengadaan lahan serta
kriteria tentang pemilihan rute. Tata cara konsultasi masyarakat pada tahap ini dapat
dilihat pada tata cara konsultasi masyarakat pada tahap studi kelayakan.

F.3 Penyusunan Konsep ANDAL


F.3.1. Dokumen ANDAL terdiri dari 9 bab sebagai berikut :
Bab 1 : Pendahuluan;
Bab 2 : Ruang Lingkup Studi;
Bab 3 : Metode Studi;

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN ANDAL, RKL DAN RPL BIDANG JALAN 1


Lampiran F Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Bab 4 : Rencana Kegiatan;


Bab 5 : Rona Lingkungan Awal;
Bab 6 : Prakiraan Dampak Besar dan Penting;
Bab 7 : Evaluasi Dampak Besar dan Penting;
Bab 8 : Daftar Pustaka;
Bab 9 : Lampiran.

F.3.2 Materi Pendahuluan

Materi Bab 1 (Pendahuluan) terdiri dari dua sub-bab yaitu Latar Belakang dan Tujuan
Studi.

1. Latar Belakang

Uraikan secara singkat latar belakang dilaksanakannya studi ANDAL ditinjau dari:
a) Tujuan dan kegunaan proyek;
b) Peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c) Landasan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup;
d) Kaitan rencana kegiatan dengan dampak besar dan penting (seperti pada KA-
ANDAL).

2. Tujuan studi

a) Tujuan dilaksanakannya studi ANDAL adalah:


Mengidentifikasi rencana kegiatan yang dapat menimbulkan dampak besar dan
penting terhadap lingkungan hidup
Mengidentifikasi komponen-komponen lingkungan hidup yang akan terkena
dampak besar dan penting
Memprakirakan dan mengevaluasi rencana kegiatan yang menimbulkan dampak
besar dan penting terhadap lingkungan hidup.
Merumuskan RKL dan RPL
b) Kegunaan dilaksanakannya studi ANDAL adalah:
Bahan bagi perencana pembangunan wilayah;
Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup
dari kegiatan;
Memberi masukan untuk penyusunan desain rinci teknis dari kegiatan;
Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan
lingkungan dari kegiatan;
Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari kegiatan.

F.3.3 Ruang Lingkup Studi

Materi Bab 2 (Ruang Lingkup) terdiri dari dua sub-bab yaitu dampak besar dan penting
yang ditelaah, dan wilayah studi.

1. Dampak Besar dan Penting Yang Ditelaah

a) Uraian secara singkat mengenai rencana kegiatan penyebab dampak, terutama yang
berkaitan langsung dengan dampak yang ditimbulkannya;
b) Uraian secara singkat rona lingkungan hidup yang terkena dampak, terutama yang
langsung terkena dampak;

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN ANDAL, RKL DAN RPL BIDANG JALAN 2


Lampiran F Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

c) Uraian secara singkat jenis-jenis kegiatan yang ada di sekitar rencana lokasi beserta
dampak-dampak yang ditimbulkannya terhadap lingkungan;
d) Aspek-aspek yang diteliti dari ketiga hal di atas, mengacu kepada hasil pelingkupan
dalam dokumen KA-ANDAL

Penjelasan-penjelasan tersebut diatas dilengkapi dengan peta yang memadai.

2. Wilayah Studi
Uraian secara singkat tentang lingkup wilayah studi mengacu pada penetapan wilayah
studi yang digariskan dalam KA-ANDAL, dan hasil pengamatan lapangan. Batas wilayah
studi ANDAL dimaksud digambarkan pada peta dengan skala yang memadai.

F.3.4. Metode Studi

Materi Bab 3 (Metode Studi) terdiri dari empat sub-bab yaitu metoda pengumpulan dan
analisis data, metoda prakiraan dampak besar dan penting, dan metoda evaluasi dampak
besar dan penting, serta metoda perumusan RKL dan RPL.

1. Metoda Pengumpulan dan Analisis Data

Uraian secara jelas tentang metoda pengumpulan data, metoda analisis atau alat yang
digunakan, serta lokasi pengumpulan data berbagai komponen lingkungan hidup yang
diteliti sebagaimana dimaksud pada 3.3.1 b) di atas. Lokasi pengumpulan data agar
dicantumkan dalam peta dengan skala yang memadai.

2. Metoda Prakiraan Dampak Besar dan Penting

Uraian secara jelas tentang metoda yang digunakan untuk memprakirakan besar dampak
kegiatan dan penentuan sifat dampak terhadap komponen lingkungan hidup yang
dimaksud pada butir 3.3.1 b) di atas. Pergunakan metoda formal dan non formal dalam
memprakirakan besaran dampak dan Keputusan Kepala Bapedal tentang Pedoman
Penentuan Dampak Besar dan Penting untuk memprakirakan tingkat kepentingan dampak.

3. Metoda Evaluasi Dampak Besar dan Penting

Uraian secara singkat tentang metoda evaluasi yang lazim digunakan dalam studi untuk
menelaah dampak besar dan penting kegiatan terhadap lingkungan hidup secara holistik
(seperti matriks, bagan alir, overlay) yang menjadi dasar untuk menelaah kelayakan
lingkungan hidup.

4. Metoda Perumusan RKL dan RPL


Arahan perumusan dan penyusunan RKL dan RPL adalah mengacu kepada Lampiran III
dan IV Keputusan Kepala Bapedal No. 09 tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan RKL
dan RPL, yakni :
a) Pengelolaan lingkungan hidup yang bertujuan untuk menghindari atau mencegah
dampak negatif lingkungan hidup melalui pemilihan atas alternatif, tata ruang mikro
letak (adaptasi lokasi alinyemen), dan rancang bangun teknis,
b) Pengelolaan lingkungan hidup yang bertujuan untuk menanggulangi, meminimisasi,
atau mengendalikan dampak negatif baik yang timbul di saat kegiatan beroperasi,
maupun hingga kegiatan berakhir,
c) Pengelolaan lingkungan hidup yang bersifat meningkatkan dampak positip sehingga
dampak tersebut dapat memberikan manfaat yang lebih besar baik kepada
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN ANDAL, RKL DAN RPL BIDANG JALAN 3
Lampiran F Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

pemrakarsa maupun pihak lain terutama masyarakat yang turut menikmati dampak
positip tersebut,
d) Pengelolaan lingkungan hidup yang bersifat memberikan pertimbangan ekonomi
lingkungan sebagai dasar untuk memberikan kompensasi atas sumberdaya tidak
dapat pulih, hilang atau rusak (baik dalam arti sosial ekonomi dan atau ekologis)
sebagai akibat kegiatan.

Pendekatan lingkungan hidup yang digunakan adalah secara pendekatan teknologi,


ekonomi dan institusi.

F.3.5 Rencana Kegiatan

F.3.5.1 Identitas Pemrakarsa dan Penyusun ANDAL

Isi uraian mengenai identitas pemrakarsa dan penyusun ANDAL terdiri dari:

a) Pemrakarsa :
Nama dan alamat lengkap instansi sebagai pemrakarsa kegiatan
Nama dan alamat penanggung jawab pelaksanaan rencana kegiatan

b) Penyusun ANDAL :
Nama dan alamat lengkap perusahaan disertai dengan kualifikasi dan rujukannya;
Nama dan alamat lengakp penanggung jawab penyusun ANDAL

F.3.5.2 Tujuan Rencana Kegiatan


Uraian pernyataan rencana maksud dan tujuan dari kegiatan secara sistematis dan
terarah.

F.3.5.3 Komponen dan Dimensi Kegiatan

Uraian secara rinci mengenai rencana kegiatan proyek jalan, yaitu lokasi dan luas areal
proyek, dan komponen kegiatan proyek.

1. Lokasi dan Luas Areal Proyek


Uraian lokasi keberadaan proyek jalan yang menyebutkan desa, kecamatan,
kabupaten/kota dan provinsi. Berdasarkan rencana panjang dan lebar daerah milik jalan,
sebutkan perkiraan luas areal yang dibutuhkan oleh proyek.

2. Komponen Proyek

Komponen proyek pembangunan jalan terdiri dari jenis rencana kegiatan dan dimensi
kegiatan utama.
2.1. Jenis rencana kegiatan
Jenis-jenis kegiatan yang diperkirakan menimbulkan dampak antara lain meliputi:
a) Tahap Prakonstruksi
Jenis kegiatan pada tahap prakonstruksi yang dapat menimbulkan dampak adalah :
kegiatan penentuan lokasi trase jalan
kegiatan pengadaan lahan
pemindahan penduduk

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN ANDAL, RKL DAN RPL BIDANG JALAN 4


Lampiran F Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

b) Tahap Konstruksi
Jenis kegiatan pada tahap konstruksi yang dapat menimbulkan dampak adalah :
a. Persiapan
Mobilisasi alat-alat berat
Mobilisasi tenaga kerja
Pembuatan base camp/pengoperasian base camp
b. Pelaksanaan
Pembersihan lahan di DAMIJA/pembuatan jalan masuk
Penyiapan tanah dasar
Pekerjaan galian dan timbunan
Pekerjaan perkerasan
Pengangkutan tanah dan material bangunan
Pengelolaan quarry dan borrow area (yang dikelola proyek)
Pemancangan tiang pancang
Pekerjaan bangunan bawah/atas (jalan layang)
c) Tahap Pasca Konstruksi
Kegiatan pengoperasian jalan
Kegiatan pemeliharaan jalan

2.2. Dimensi Kegiatan Utama


Uraian secara singkat dan jelas dimensi kegiatan utama proyek jalan dan dilengkapi
dengan gambar. Rencana dimensi tersebut antara lain :
Lebar Damija
Panjang jalan
Lebar lajur
Lebar bahu luar
Lebar bahu dalam
Lebar median (untuk dua jalur)
Kemiringan melintang
Kemiringan bahu
Kecepatan rencana

F.3.5.4 Garis besar kegiatan


Uraian secara ringkas tentang status dan jadwal kegiatan serta metode kerja kegiatan
pada setiap tahapan kegiatan
Status dan jadwal kegiatan
Uraian secara jelas status proyek pada saat penyusunan studi ANDAL berlangsung, dan
rencana jadwal kegiatan proyek (dalam bentuk barchart)
Metode kerja
Uraian metoda dan teknik atau langkah-langkah pelaksanaan proyek dari tahap pra
konstruksi, konstruksi, dan pasca konstruksi,
Uraian besaran dari setiap langkah pelaksanaan kegiatan proyek yang berpotensi
menimbukan dampak penting terhadap lingkungan hidup.
Melengkapi penjelasan uraian metode kerja kerja tersebut dengan peta (misal lokasi

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN ANDAL, RKL DAN RPL BIDANG JALAN 5


Lampiran F Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

basecamp, rute angkutan material, peta lokasi galian dan timbunan dll) dan matriks
prakiraan besaran komponen kegiatan (misal jumlah tenaga kerja proyek, jenis peralatan
yang digunakan, volume galian dan timbunan dll).

F.3.6 Rona Lingkungan Awal

Pada bab ini dijelaskan kondisi awal semua komponen lingkungan hidup di wilayah studi
yang diperkirakan akan terkena dampak besar dan penting atau mengalami perubahan
mendasar, yaitu komponen geofisik-kimia, biologi, sosial, kesehatan masyarakat dan
komponen sarana prasarana.

F.3.6.1 Komponen Geofisik- Kimia

Komponen geofisik-kimia yang terkena dampak dari kegiatan pembangunan jalan, antara
lain meliputi :
Kualitas udara dan kebisingan
Topografi
Stabilitas lereng,
Erosi tanah,
Settlement,
Sedimentasi,
Aliran air permukaan,
Kualitas air permukaan,
Aliran air tanah,
Tata guna lahan,
Estetika lingkungan

F.3.6.2 Komponen Biologi

Komponen biologi yang terkena dampak dari kegiatan pembangunan jalan, antara lain
meliputi :
Flora darat
Fauna darat,
Biota air.

F.3.6.3 Komponen Sosial dan Kesehatan Masyarakat

Komponen sosial yang terkena dampak dari kegiatan pembangunan jalan, antara lain
meliputi :
Kepadatan penduduk,
Mata pencaharian penduduk
Kesempatan kerja,
Pendapatan penduduk,
Pola penggunaan lahan,
Perekonomian lokal,
Aksesibilitas masyarakat
Kekerabatan penduduk,
Keberatan pemilik lahan,
Keresahan masyarakat,
Keamanan dan ketertiban masyarakat
Warisan budaya,
Prevalensi penyakit.

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN ANDAL, RKL DAN RPL BIDANG JALAN 6


Lampiran F Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

F.3.6.4 Komponen Sarana Prasarana

Komponen sarana prasarana yang terkena dampak dari kegiatan pembangunan jalan,
antara lain meliputi :
Kondisi jalan,
Kondisi utilitas,
Kondisi lalu lintas.

F.3.7 Prakiraan Dampak Besar dan Penting

Pada bab ini hendaknya dimuat :

1) Prakiraan secara cermat dampak kegiatan pada saat prakonstruksi, konstruksi, dan
pasca konstruksi terhadap komponen lingkungan hidup. Telaah ini dilakukan dengan
cara menganalisis perbedaan antara kondisi tanpa proyek dan kondisi dengan proyek
dengan menggunakan metoda prakiraan dampak,

2) Penentuan arti penting perubahan lingkungan hidup yang diperkirakan bagi


masyarakat dan pemerintah di wilayah studi berdasarkan pedoman penentuan
dampak besar dan penting,

3) Mekanisme aliran dampak, yaitu proses terjadinya dampak langsung maupun tidak
langsung berdasarkan kategori sebagai berikut:
a. Kegiatan menimbulkan dampak penting yang bersifat langsung pada komponen sosial,
b. Kegiatan menimbukan dampak penting yang bersifat langsung pada komponen fisik
kimia kemudian menimbulkan rangkaian dampak lanjutan berturut-turut biologi dan
sosial,
c. Kegiatan menimbukan dampak penting yang bersifat langsung pada komponen fisik
kimia dan selanjutnya membangkitkan dampak pada komponen sosial,
d. Kegiatan menimbulkan dampak penting yang bersifat saling berantai diantara komponen
sosial itu sendiri.
e. Kegiatan menimbulkan dampak-dampak penting tersebut di atas yang selanjutnya
menimbulkan dampak balik pada rencana kegiatan.

4) Dalam melakukan analisis prakiraan dampak penting, agar digunakan metoda-metoda


formal secara sistematis (lihat pada KA-ANDAL). Penggunaan metoda non formal
hanya dilakukan bila dalam melakukan analisis tersebut tidak tersedia formula-formula
matematis atau hanya dapat didekati dengan metoda non formal.

F.3.8 Evaluasi Dampak Besar dan Penting

Pada bab ini menguraikan mengenai hasil telaahan dampak besar dan penting dari
kegiatan.

F.3.8.1 Telaahan terhadap dampak besar dan penting

a) Telaahan secara holistik atas berbagai komponen lingkungan hidup yang diprakirakan
mengalami perubahan mendasar. Gunakan metoda evaluasi yang lazim dan sesuai
dengan kaidah metoda evaluasi dampak penting dalam AMDAL sesuai keperluannya,
b) Perimbangan dampak positip dan negatip komponen kegiatan terhadap komponen
lingkungan secara holistik,

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN ANDAL, RKL DAN RPL BIDANG JALAN 7


Lampiran F Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

c) Dampak-dampak besar dan penting yang dihasilkan dari evaluasi sebagai dampak-
dampak besar dan penting yang harus dikelola.

F.3.8.2 Telaahan sebagai dasar pengelolaan

a) Hubungan sebab akibat antara rencana kegiatan dan rona lingkungan dengan dampak
positip dan negatip yang timbul,
b) Ciri-ciri dampak penting yaitu:
Berlangsung terus,
Terdapat hubungan timbal balik yang antagonistis atau sinergis
Ambang batas akan mulai terlampui sejak kegiatan dimulai dan akan berlangsung
terus atau tidak.
c) Kelompok masyarakat yang terkena dampak dampak negatip maupun dampak positip
dan kesenjangan antara yang diinginan terhadap yang mungkin timbul.
d) Penyebaran atau luasan daerah yang terkena dampak penting yaitu apakah akan
dirasakan secara:
Lokal
Regional
Nasional
Internasional
e) Alternatif usulan penanganan dampak penting berdasarkan kemampuan mengatasi
dampak negatip dan mengembangkan dampak positip serta pengaruhnya terhadap hasil
evaluasi dampak penting.
f) Hasil analisis bencana atau resiko bila rencana kegiatan berada di daerah bencana dan
atau daerah bencan alam.

F.3.9 Daftar Pustaka

Uraian rujukan data dan pernyataan-pernyataan penting yang harus ditunjang oleh
kepustakaan ilmiah yang mutakhir serta disajikan dalam suatu daftar pustaka dengan
penulisan yang baku.

F.3.10 Lampiran

Bahan-bahan yang dilampirkan:


a) Surat ijin/rekomendasi yang telah diperoleh pemrakarsa sampai dengan saat ANDAL
akan disusun,
b) Surat-surat tanda pengenal, keputusan, kualifikasi, rujukan bagi pelaksana serta
penyusun ANDAL,
c) Foto-foto yang menggambarkan kondisi rona awal lingkungan hidup,
d) Diagram, peta, grafik, serta tabel lain yang belum tercantum dalam dokumen,
e) Bahan-bahan tersebut di atas tidak perlu lagi dilampirkan bila sudah dicantumkan dalam
KA-ANDAL.

F.4 Penyusunan Konsep RKL


F.4.1. Dokumen RKL terdiri dari 5 bab sebagai berikut :
Pernyataan pelaksanaan, suatu pernyataan pemrakarsa untuk melaksanakan RKL dan
RPL yang ditanda tangani di atas kertas bermeterai.

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN ANDAL, RKL DAN RPL BIDANG JALAN 8


Lampiran F Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Bab 1 : Pendahuluan;
Bab 2 : Pendekatan Pengelolaan Lingkungan;
Bab 3 : Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup;
Bab 4 : Daftar Pustaka;
Bab 5 : Lampiran.

F.4.2 Materi Pendahuluan

Materi Bab 1 (Pendahuluan) terdiri dari:


a) Pernyataan tentang maksud dan tujuan pelaksanaan RKL dan RPL secara umum dan
jelas. Pernyataan ini harus dikemukakan secara sistematis, singkat dan jelas.
b) Pernyataan kebijakan lingkungan. Uraian tenatang komitmen pemrakarsa kegiatan
untuk memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
c) Uraian tentang kegunaan dilaksanakannya RKL

F.4.3 Materi Pendekatan Pengelolaan Lingkungan

Materi Bab 2 (Pendekatan Pengelolaan Lingkungan) memuat uraian tentang:


Pendekatan lingkungan hidup yang digunakan adalah secara pendekatan teknologi,
ekonomi dan institusi.

(a). Pendekatan Teknologi

Pendekatan ini adalah cara-cara atau teknologi yang digunakan untuk mengelola dampak
besar dan penting lingkungan hidup, seperti :
a) Dalam rangka penanggulangan dampak banjir dan gangguan aksesibilitas, akan
ditempuh cara misal:
Untuk mengantisipasi adanya banjir, kelonggaran atas kriteria desain saluran air
untuk daya tampung debit yang didasarkan pada curah hujan 50 hingga 100
tahunan di suatu lokasi tertentu,
Untuk mengantisipasi adanya hambatan aksesibilitas penyeberangan pada trase
jalan tol, dibuat konstruksi jalan penyeberangan dengan kriteria sesuai dengan
kebutuhan dan perencanaan/perkembangan wilayah yang akan menyeberang
jalan tol ini (peruntukan jalan kaki, roda empat /lebih)
b) Dalam rangka mencegah, mengurangi, atau memperbaiki kerusakan sumberdaya
alam, akan ditempuh cara, misal:
Membangun terasiring atau penanaman tanaman penutup tanah untuk mencegah
erosi,
Mereklamasi lahan bekas buangan dengan pengaturan tanah buangan dan
penutupan tanah.
Dalam rangka meningkatkan dampak positip berupa peningkatan nilai tambah dari
dampak positip yang telah ada, misalnya melalui peningkatan dan daya guna dari
dampak positip tersebut.
Teknologi yang akan dipilih adalah teknologi yang telah dikuasai dan materialnya
tersedia.
Biaya yang dibutuhkan sedapat mungkin bisa terjangkau, serta menghindari
pembiayaan yang berkesinambungan.

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN ANDAL, RKL DAN RPL BIDANG JALAN 9


Lampiran F Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

(b). Pendekatan Sosial Ekonomi

Pada pendekatan sosial ekonomi ini adalah langkah-langkah yang akan ditempuh dalam
upaya menanggulangi dampak penting melalui tindakan-tindakan yang berlandaskan pada
interaksi sosial, misal :
Melibatkan masyarakat di sekitar rencana kegiatan untuk berpartisipasi aktif dalam
kegiatan pengelolaan lingkungan hidup,
Memprioritaskan penyerapan tenaga kerja setempat sesuai dengan keahlan dan
ketrampilan yang dimiliki,
Kompensasi atau ganti rugi atas lahan milikmpenduduk untuk keperluan kegitan
dengan prinsip saling menguntngkan kedua belah pihak,
Bantuan fasilitas umum kepada masyarakat sekitar kegiatan sesuai dengan
kemampuan proyek,
Menjalin interaksi sosial yang harmonis dengan masyarakat sekitar guna
mencegah timbulnya kecemburuan sosial.

(c). Pendekatan Institusi

Pendekatan ini adalah mekanisme kelembagaan yanag akan ditempuh dalam rangak
menanggulangi dampak besat dan pennting lingkungan hidup, misal :
Kerjasama dengan instansi-instansi terkait yang berkepentingan (Dinas
Perhubungan, Dinas Pengairan, PLN (Persero), Dinas Kehutanan, Dinas Tata
Kota dll) dalam pengelolaan lingkungan.
Pengawasan terhadap hasil unjuk kerja pengelolaan lingkungan dari instansi yang
berwenang.
Pelaporan hasil pengelolaan lingkungan secara periodik kepada pihak-pihak yang
berkepentingan.

F.4.4 Materi Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup

Materi Bab 3 (RKL) memuat uraian tentang:


a) Sumber dampak, uraikan jenis kegiatan yang merupakan penyebab timbulnya dampak
besar dan penting,
b) Tolok ukur, jelaskan tolok ukur yang digunakan untuk mengukur komponen lingkungan
hidup yang terkena dampak,
c) Tujuan rencana pengelolaan lingkungan, uraian spesifik tujuan dikelolanya dampak
besar dan penting,
d) Pengelolaan lingkungan, jelaskan upaya pengellaan yang dapat dilakukan melalaui
pendekatan tenologi, sosial ekonomi ataupun institusi,
e) Lokasi pengelolaan lingkungan, jelaskan rencana lokasi pengelolaan lingkungan dan
lengkapi dengan peta,
f) Periode pengelolaan lingkungan, uraikan kapan dan berapa lama kegiatan
pengelolaan dilaksanakan,
g) Pembiayaan, yang merupakan tugas dan tanggung jawab dari pemrakarsa,
h) Institusi pengelolaan lingkungan hidup, cantumkan institusi atau kelembagaan yang
akan berurusan, berkepentingan, dan berkaitan dengan kegiatan pengelolaan
lingkungan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN ANDAL, RKL DAN RPL BIDANG JALAN 10


Lampiran F Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

F.4.5 Pustaka

Uraian sumber data dan informasi yang digunakan dalam penyusunan RKL.

F.4.6 Lampiran

Lampiran tentang :

a) Ringkasan dokumen RKL dalam bentuk tabel dengan urutan kolom sebagai berikut :
jenis dampak, sumber dampak, tolok ukur, tujuan pengelolaan lingkungan, rencana
pengelolaan, lokasi, periode dan institusi pengelolaan lingkungan
b) Data dan informasi penting yang merujuk dari hasil studi ANDAL seperti peta-peta
rancangan teknis dll

F.5 Penyusunan Konsep RPL


F.5.1. Dokumen RPL terdiri dari 4 bab sebagai berikut :
Bab 1 : Pendahuluan;
Bab 2 : Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup;
Bab 3 : Daftar Pustaka;
Bab 4 : Lampiran.

F.5.2 Materi Pendahuluan

Materi Bab 1 (Pendahuluan) terdiri dari:


a) Pernyataan tentang latar belakang perlunya dilaksanakan RPL, baik ditinjau dari
kepentingan pemrakarsa, pihak-pihak yang berkepentingan maupun untuk
kepentingan umum dalam rangka menunjang program pembangunan,
b) Uraian secara sistematis, singkat, dan jelas tentang tujuan RPL yang akan diupayakan
pemrakarsa sehubungan dengan pengelolaan rencana kegiatan,
c) Uraian tentang kegunaan dilaksanakannya pemantauan lingkungan hidup baik bagi
pemrakarsa, pihak-pihak yang berkepentingan, maupun bagi masyarakat.

F.5.3 Materi Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup

Materi Bab 2 (RPL) memuat uraian tentang:


a) Dampak besar dan penting yang dipantau,
Cantumkan secara singkat :
Jenis komponen atau parameter lingkungan hidup yang dipandang strategis untuk
dipantau,
Indikator dari komponen dampak besar dan penting yang dipantau, suatu alat
pemantau yang dapat memberikan petunjuk tentang suatu kondisi. Contoh
indikator muka air tanah, adalah penurunan sumur penduduk, dll.
b) Sumber dampak,
Uraian secara singkat sumber penyebab timbulnya dampak besar dan penting:
Apabila dampak yang timbul sebagai akibat langsung dariu kegiatan, maka
uraikan secara singkat jenis kegiatan yang merupakan penyebab timbulnya
dampak,

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN ANDAL, RKL DAN RPL BIDANG JALAN 11


Lampiran F Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Apabila dampak yang timbul sebagai akibat berubahnya komponen lingkungan


hidup lai, maka utarakan secara singkat komponen atau parameter lingkungan
hidup yang merupakan penyebab timbulnya dampak.
c) Parameter lingkungan yang dipantau
Uraian secara jelas tentang parameter lingkungan hidup yang dipantau. Parameter ini
dapat meliputi aspek biologi, kimia, fisika dan aspek sosial ekonomi dan budaya.
d) Tujuan rencana pematauan lingkungan
Uraian secara spesifik tujuan dipantaunya dampak besar dan penting,
e) Metode pemantauan lingkungan
Uraian secara singkat dan jelas metode yang digunakan dalam proses pengumpulan
data berikut jenis peralatan, atau formulir isisan yang digunakan. Selain itu uraiak pula
metode yang digunakan untuk menganalisis data hasil pengukuran berikut peralatan
dan rumus yang digunakan dalam proses analisis data. (lihat konsistensi dengan
metode yang digunakan di saat penyusunan ANDAL).
f) Lokasi pemantauan lingkungan
Mencantumkan lokasi pemantauan yang tepat disertai peta berskala yang memadai
dan menunjukkan lokasi pemantauan yang dimaksud.
g) Jangka waktu dan frekuensi pemantauan
Uraian tentang jangka waktu atau lama periode pemantauan berikut dengan
frekuensinya per satuan waktu.
h) Institusi pemantauan lingkungan hidup
Cantuman institusi atau kelembagaan yang akan berurusan, berkepentingan, dan
berkaitan dengan kegiatan pemantauan lingkungan sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Institusi pemantauan tersebut meliputi pelaksana, pengawas, dan institusi
yang dilapori hasil kegiatan pemantauan.

F.5.4 Pustaka

Uraian sumber data dan informasi yang digunakan dalam penyusunan RPL.

F.5.5 Lampiran

Lampiran tentang :
a) Ringkasan dokumen RPL dalam bentuk tabel dengan urutan kolom sebagai berikut :
dampak besar dan penting yang dipantau, sumber dampak, tujuan pemantauan
lingkungan, rencana pemantauan (meliputi metoda pengumpulan data, lokasi, metoda
analisis), dan institusi pemantauan lingkungan,
b) Data dan informasi penting untuk dilampirkan karena menunjang isi dokumen RPL.

F.6 Presentasi dan Perbaikan ANDAL dan RKL/RPL

F.6.1 Dokumen ANDAL dan RKL/RPL yang telah disusun harus disampaikan kepada instansi
yang bertanggung jawab melalui komisi penilai AMDAL. Pemrakarsa akan menerima tanda
bukti penerimaan dokumen ANDAL dan RKL/RPL dari komisi penilai.

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN ANDAL, RKL DAN RPL BIDANG JALAN 12


Lampiran F Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

F.6.2 ANDAL dan RKL/RPL tersebut pada butir F.6.1 akan dinilai oleh komisi penilai bersama
dengan pemrakarsa untuk menyepakati kajian ANDAL dan RKL/RPL yang akan
dilaksanakan.
F.6.3 Untuk keperluan penilaian tersebut di atas, pemrakarsa (dengan bantuan konsultan) harus
mempresentasikan ANDAL dan RKL/RPL yang telah disusunnya.
F.6.4 Keputusan atas penilaian yang telah dipresentasikan oleh pemrakarsa wajib diberikan oleh
instansi yang bertanggung jawab kepada pemrakarsa dalam jangka waktu selambat-
lambatnya 75 (tujuh puluh lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya ANDAL dan
RKL/RPL tersebut.
F.6.5 Apabila instansi yang bertanggung jawab tidak menerbitkan keputusan dalam jangka
waktu tersebut pada butir F.6.4, maka instansi yang bertanggung jawab dianggap
menerima ANDAL yang dimaksud.
F.6.6 Apabila hasil penilaian komisi penilai menyimpulkan bahwa ANDAL dan RKL/RPL yang
disusun oleh pemrakarsa masih perlu perbaikan, maka pemrakarsa harus memperbaikinya
sesuai dengan tanggapan/saran dari Komisi Penilai.

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN ANDAL, RKL DAN RPL BIDANG JALAN 13


Lampiran G Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Lampiran G

Pedoman Teknis Analisis Dampak Sosial Bidang Jalan

G.1 Penjelasan Umum


Pelaksanaan kegiatan analisis dampak sosial ini merupakan bagian dari Studi Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL) yang dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan analisis dampak
lingkungan (ANDAL) pada tahap kelayakan dari siklus pengembangan proyek

Penanggung jawab utama kegiatan analisis dampak sosial adalah Unit Pelaksana Kegiatan
(Proyek) Studi Kelayakan/AMDAL, dan dapat dibantu oleh Tim Penyusun dari luar (Konsultan
atau Lembaga Perguruan Tinggi) dengan melibatkan Ahli Sosiologi, Ahli Sosial Ekonomi, Ahli
Transportasi, Ahli Kesehatan Masyarakat dan Ahli Lingkungan.

Langkah-langkah kegiatan analisis dampak sosial adalah sebagai berikut :


1. Identifikasi dan penetapan parameter sosial.
2. Survai dan pengumpulan data
3. Analisa kondisi rona lingkungan sosial.
4. Perhitungan dan prakiraan besarnya perubahan setiap parameter sosial.
5. Evaluasi hasil dan perumusan mitigasi dampak.

G.2. Identifikasi dan Penetapan Parameter Sosial


Identifikasi dan penetapan parameter sosial meliputi kajian data awal, penetapan batas wilayah
studi, identifikasi komponen rencana kegiatan proyek jalan yang berpotensi menimbulkan
dampak, identifikasi sub komponen sosial yang berpotensi terkena dampak, dan penilaian tingkat
kepentingan parameter.

G.2.1 Kajian Data Awal


Penentuan sub komponen yang dianalisis harus didasarkan pada prakiraan perubahan
yang terjadi terhadap komponen lingkungan sosial yang disebabkan oleh adanya
kegiatan pembangunan jalan. Prakiraan awal ini dapat dilakukan secara analogi ataupun
penetapan tenaga ahli.

G.2.2 Penetapan Batas Wilayah Studi

(a). Penetapan Wilayah Studi


Wilayah studi ditentukan sesuai keputusan Kepala Bapedal No. 299/11/1996, yaitu
mempertimbangkan hubungan ekologis langsung (interaksi) antara daerah koridor
proyek dengan daerah di sekitarnya, termasuk akses koridor, quarry ataupun fasilitas
pendukung lainnya.

(b). Pembagian Segmen Wilayah Studi


Pembagian segmen dalam proses identifikasi ini mengikuti prosedur berikut:

PEDOMAN TEKNIS ANALISIS DAMPAK SOSIAL BIDANG JALAN 1


Lampiran G Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Wilayah studi diplotkan pada peta koridor dan diberikan batasan yang jelas,
dapat berupa perbedaan warna maupun notasi garis.
Pada tahap awal, wilayah studi dibagi berdasarkan garis batas administrasi
wilayah kelurahan/desa sebagai segmen.
Jika dianggap wilayah kelurahan/desa ini masih terlalu besar, maka wilayah ini
dapat dibagi menjadi sub segmen-sub segmen yang lebih kecil (wilayah RW atau
koloni permukiman).
Melakukan pengamatan terhadap lokasi, setiap segmen dan sub segmen.
Melakukan wawancara tak terstruktur terhadap para pamong warga setempat
(RT/RW) untuk mendapatkan gambaran parameter sosial yang perlu dianalisis.
Melakukan uji petik kepada masyarakat setempat untuk mendapatkan gambaran
yang lebih jelas.
Jika ditemukan adanya homogenitas pada segmen yang berdekatan, dilakukan
penggabungan segmen/sub segmen. Jika ditemukan adanya parameter yang
berbeda dan mendasar pada satu segmen, dilakukan pembagian segmen.

(c). Pengertian Batas Wilayah Studi :

Batas proyek adalah ruang dimana rencana kegiatan (proyek jalan) akan
melakukan kegiatan pra-konstruksi, konstruksi dan operasi. Ruang kegiatan
proyek ini merupakan sumber dampak terhadap lingkungan di sekitarnya. Dalam
proyek jalan, batas proyek dimaksud antara lain mencakup: DAMIJA/DAWASJA,
lokasi basecamp, lokasi quarry, dan borrow area (yang dikelola proyek), rute
pengangkutan material.
Batas ekologis adalah ruang persebaran dampak dari kegiatan proyek menurut
media transportasi limbah (air dan udara) dan/atau menurut timbulnya kerusakan
sumber daya atau, dimana proses-proses alami yang berlangsung didalam
ruang tersebut diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar.
Batas sosial adalah ruang di sekitar proyek yang merupakan tempat
berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang mengandung norma dan nilai
tertentu yang sudah mapan (termasuk sistem dan struktur sosial) yang
diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar akibat proyek. Batas sosial
dapat menyebar dibeberapa lokasi dan dapat lebih luas dari batas proyek atau
ekologis.
Batas administratif adalah ruang dimana lembaga-lembaga masyarakat tertentu
mempunyai kewenangan tertentu untuk mengatur/mengelola sumber daya alam
dan lingkungan tertentu berdasarkan peraturan perundangan yang ada. Di dalam
ruang tersebut masyarakat secara leluasa dapat melakukan kegiatan sosial
ekonomi dan sosial budaya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Misalnya batas administrasi pemerintahan daerah, batas kawasan industri,
kawasan pelabuhan/bandar udara.
Batas wilayah studi adalah merupakan resultante dari batas proyek, batas
ekologis, batas sosial, batas administratif, berdasarkan kendala teknis yang
dihadapi (dana, waktu dan tenaga yang tersedia).

G.2.3 Identifikasi Komponen Rencana Kegiatan Proyek Jalan yang Berpotensi Menimbulkan
Dampak.

PEDOMAN TEKNIS ANALISIS DAMPAK SOSIAL BIDANG JALAN 2


Lampiran G Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Proses identifikasi dilaksanakan dengan cara kajian deskriptif terhadap seluruh


komponen rencana kegiatan pembangunan jalan berdasarkan tahapan kegiatan dan
kerangka waktunya. Kajian ini dapat dilengkapi dengan peta identifikasi sebaran
ruangnya.

Hasil dari langkah-langkah tersebut antara lain sebagai berikut:


(a). Kegiatan proyek, mencakup:
Jenis rencana kegiatan (pembangunan jalan baru atau peningkatan jalan yang
ada)
Lokasi dan luas areal proyek (panjang jalan dan lebar DAMIJA)
Komponen dan dimensi pekerjaan utama
(b).Tahapan Pelaksanaan Proyek, mencakup:
Tahap pra konstruksi
Tahap konstruksi
Tahap pasca konstruksi
(c). Metode kerja, peralatan dan meterial yang digunakan
(d). Jumlah dan kualifikasi tenaga kerja yang diperlukan pada setiap tahap pekerjaan
(e). Lamanya kegiatan (jadwal)

Kegiatan proyek jalan yang berpotensi menimbulkan dampak sosial, antara lain sebagai
berikut:
(a). Tahap pra konstruksi, meliputi:
Penentuan lokasi trase jalan
Pengadaan tanah
Pemindahan penduduk

(b). Tahap konstruksi


b.1. Persiapan konstruksi
Mobilisasi tenaga kerja
Pembersihan lahan
Pembuatan pengalihan jalan sementara
Pengoperasian base camp

b.2. Pelaksanaan Konstruksi


Penyiapan tanah dasar
Pekerjaan tanah (galian dan timbunan)
Pekerjaan lapis perkerasan
Pengelolaan quarry dan borrow area (yang dikelola proyek)
Pembuatan bangunan pelengkap jalan
Pengangkutan meterial proyek.
Pemancangan tiang panjang
Pekerjaan bangunan jembatan

(c). Tahap pasca konstruksi, meliputi :


Pengoperasian jalan
Pemeliharaan jalan

PEDOMAN TEKNIS ANALISIS DAMPAK SOSIAL BIDANG JALAN 3


Lampiran G Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

G.2.4 Identifikasi Sub Komponen Sosial yang Berpotensi Terkena Dampak

Sub komponen sosial yang akan dianalisis sebagaimana telah diuraikan pada G.2.1
Metode/alat yang digunakan untuk membantu identifikasi dapat berupa:

(a). Daftar Uji

Daftar uji (checklist) adalah pengidentifikasian dampak yang mungkin terjadi dari proyek
yang dikerjakan terhadap komponen yang dimuat dalam suatu daftar dampak. Daftar uji
dibuat berdasarkan penetapan ahli, tanpa pengumpulan data terlebih dahulu.

(b). Matriks Interaksi

Metode ini mengidentifikasikan interaksi antara penyebab dampak (komponen kegiatan)


dengan komponen lingkungan. Identifikasi dengan matriks interaksi terbatas pada
dampak langsung, bukan pada dampak turunan.

(c). Bagan Alir Dampak

Bagan alir adalah metoda identifikasi dampak yang menggunakan suatu pola aliran
untuk melihat dampak turunan dari tahapan kegiatan pembangunan. Bagan alir pada
pembangunan jalan dimulai dengan membagi tahapan kegiatan menjadi tiga, yaitu:
Tahapan pra konstruksi
Tahapan konstruksi
Tahapan pasca konstruksi

Dampak langsung yang muncul pada masing-masing tahapan kegiatan disebut


perubahan tingkat pertama. Perubahan tingkat pertama diuraikan lagi untuk melihat
perubahan lanjutan yang ditimbulkannya, perubahan ini disebut juga sebagai perubahan
tingkat kedua. Demikian seterusnya hingga ditemukan perubahan tingkat ketiga.

G.2.5 Penilaian Tingkat Kepentingan Parameter


Penilaian tingkat kepentingan parameter, dapat dilakukan dengan cara pembobotan.
Dasar dari pembobotan terhadap kepentingan parameter sosial adalah tingkat
kepentingan dan besarnya perhatian masyarakat terhadap permasalahan yang dihadapi.
Skala bobot kepentingan dimaksud, selanjutnya menjadi dasar dalam pembuatan
kuesioner yang berisi pertanyaan dan pilihan jawaban.

Pelaksanaan penilaian/pembobotan, dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara, yakni:


(a). Pembobotan oleh Ahli
(b). Pembobotan dengan Studi Kepentingan

Bobot kepentingan parameter sosial (BPPS) didapat dari perhitungan nilai jawaban
pertanyaan pada kuesioner.
Penilaian untuk setiap jawaban dilakukan menggunakan skala bobot kepentingan.
Melalui prinsip penghitungan yang sama, dilakukan penghitungan bobot kepentingan
parameter sosial untuk lokasi observasi.

PEDOMAN TEKNIS ANALISIS DAMPAK SOSIAL BIDANG JALAN 4


Lampiran G Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

G.3 Survai dan Pengumpulan Data


G.3.1 Kerangka Proses
Proses utama dari pengumpulan data ini adalah melakukan observasi dan wawancara.
Proses ini perlu dipersiapkan secara khusus, karena umumnya dilakukan suatu
wawancara terstruktur yang melibatkan banyak sampel dan wilayah kerja yang luas.
Pemilihan sampel representatif, teknik penelusuran sampel, dan teknik penyusunan
kuesioner perlu mendapatkan perhatian. Untuk mendapatkan data yang akurat tentang
koridor proyek dan kemungkinan wilayah yang secara langsung terkena proyek, perlu
dilakukan penelusuran tapak.

G.3.2 Pembagian Wilayah Studi


Untuk dapat melakukan sampling dengan baik, maka koridor ruas jalan yang panjang
perlu dibagi dalam beberapa zona lokasi survai.
Cara pembagian wilayah studi menjadi lokasi survai didasarkan pada klasifikasi
perkotaan-perdesaan, batas wilayah administratif, dan keragaman tata guna lahan.
Pembagian sub lokasi ini dilakukan untuk mendapatkan tingkat homogenitas wilayah
yang paling baik.
Pengelompokan lokasi survai dapat dilakukan apabila diyakini bahwa lokasi tersebut
tipikal dengan lokasi-lokasi yang diwakilinya. Dengan cara tersebut, analisis dan mitigasi
akan dapat dilakukan dengan lebih sederhana dan mewakili kondisi/kebutuhan populasi
yang ditinjau.
Apabila dipilih cara ini, maka kelompok populasi yang dianggap homogen sekurang-
kurangnya diwakili oleh 2 lokasi sampel, dengan maksud apabila diperlukan uji
perlakuan, salah satu di antara 2 daerah sampel tersebut dapat dijadikan kontrol.

G.3.3 Kriteria Pemilihan Sampel


Setelah sub lokasi sampling dapat diidentifikasi, jumlah sampel ditentukan. Dalam
penelitian sosial ukuran sampel representatif umumnya tidak ditentukan. Untuk dapat
meyakini representatif tidaknya ukuran sampel, karakteristik populasi harus diakui dan
diyakini bahwa setiap kelompok sampel memang cukup homogen dengan populasinya.
Sampel yang diwawancarai sekurang-kurangnya berusia cukup untuk dapat memahami
pertanyaan, sebagai kepala keluarga atau sebagai ibu rumah tangga.

G.3.4 Prosedur Pelaksanaan Survai

(a). Prosedur Administrasi


Tim akan dibekali surat pengantar oleh pemrakarsa untuk mengurus perijinan ke
instansi-instansi yang berkepentingan. Untuk itu, tim studi perlu mempersiapkan rencana
survai yang disetujui pemrakarsa.

(b). Pekerjaan Pendahuluan


Responden wajib mengetahui gambaran rencana proyek yang akan dilaksanakan di
lokasi tersebut. Karenanya, apabila pemrakarsa proyek belum pernah memberikan
penyuluhan dan temu muka dengan masyarakat di lokasi tersebut, tim berkewajiban
untuk memberikan gambaran proyek kepada responden.

PEDOMAN TEKNIS ANALISIS DAMPAK SOSIAL BIDANG JALAN 5


Lampiran G Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

(c). Pengumpulan Data Sekunder


Data Sekunder menyangkut lokasi survai dapat diambil dari beberapa sumber, antara
lain:
Monografi Desa
Data Desa di Kecamatan
Badan Pusat Statistik Kab/Kota
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kab/kota
Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah Kab/kota
Dinas Kesehatan Kab/kota
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab/kota
Dinas-dinas lain yang berkaitan dengan permasalahan yang teridentifikasi

(d). Inventarisasi Tapak


Unit observasi dalam inventarisasi tapak pada kajian aspek sosial proyek jalan adalah
suatu wilayah memanjang. Penelusuran untuk listing yang disarankan adalah dengan
membagi wilayah secara memanjang dengan kisaran interval 25 s.d. 50 meter. Sel/blok
yang terbentuk akan terbagi pada kiri dan kanan (rencana) jalan. Kemudian setiap sel
disisir secara merata dengan patokan koridor proyek.

(e). Wawancara Tidak Terstruktur


Unit observasi biasanya dipilih berdasarkan strata, seperti kondisi permukiman
permanen, semi-permanen, dan non permanen. Kriteria strata lain yang biasa digunakan
adalah usia responden, atau pun jenis pekerjaan. Pencatatan dan risalah adalah laporan
yang diharapkan dari hasil wawancara tak terstruktur ini. Muatannya berupa data hasil
wawancara, analisis dan kesimpulan yang mengandung parameter dan asumsinya.

(f). Wawancara Terstruktur


Wawancara terstruktur dilakukan dengan bantuan kuesioner. Berkaitan dengan
pelaksanaan metode prediksi/evaluasi dampak lingkungan sosial ini, metode ini
dilakukan untuk mendapatkan bobot kepentingan parameter sosial (BPPS). Wawancara
semacam ini dimaksudkan untuk memudahkan responden menangkap maksud
pertanyaan kuesioner, sehingga tidak terjadi kesalahan jawaban.

(g). Pelaksanaan Uji Tingkat Kepuasan


Evaluasi terhadap nilai Daya Dukung Lingkungan Sosial (DDLS) eksisting dilakukan
dengan melakukan survai terhadap tingkat kepuasan masyarakat pada kondisi eksisting.
Hasil uji ini dipergunakan untuk mengevaluasi kemungkinan terjadinya kesalahan pada
data atau pun proses perhitungan DDLS. Uji tingkat kepuasan dilakukan dengan
mengajukan daftar isian kepada responden. Daftar isian memuat parameter yang dinilai
dari setiap sub komponen, dan responden dihadapkan pada pilihan opini.

PEDOMAN TEKNIS ANALISIS DAMPAK SOSIAL BIDANG JALAN 6


Lampiran G Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

G.3.5 Kritreria Data Sekunder dan Perangkat Survai

(a). Kriteria Data Sekunder

Data sekunder yang dipergunakan dalam Kajian Aspek Sosial disyaratkan untuk
memenuhi beberapa ketentuan berikut :
Dikeluarkan oleh instansi pemerintah atau lembaga swasta secara resmi (sah)
Memuat keterangan waktu up date terakhir
Metoda pengumpulan datanya dapat ditelusuri.

(b). Kriteria Kuesioner BPPS


Syarat umum kuesioner sosial adalah bahwa pertanyaan jelas, tidak rancu dan
menyediakan jawaban yang dapat dipilih dengan mudah (mewakili aspirasi responden),
serta tidak menggiring responden untuk memilih jawaban tertentu.
Kunci pokok penyusunan kuesioner dampak sosial ini adalah jenis pertanyaan yang
diajukan untuk menilai persepsi masyarakat terhadap proyek. Kuesioner tersebut
memuat data pokok, berupa identitas responden, persepsi tingkat kepentingan
parameter, dan persepsi terhadap kondisi eksisting.

(c). Kriteria Daftar Isian Uji Tingkat Kepuasan


Daftar isian untuk uji tingkat kepuasan responden terhadap kondisi eksisting dapat
diisikan secara langsung oleh pewawancara, atau diserahkan kepada responden untuk
mengisi sendiri. Pada prinsipnya, responden diminta untuk menilai kondisi eksisting,
karena itu daftar isian ini harus secara jelas memberikan tolok ukur penilaian, serta harus
secara mudah dapat dicerna oleh masyarakat awam.

G.4 Analisis Rona Lingkungan dan Prediksi Dampak


G.4.1 Proses Analisis
Metode prediksi dan evaluasi dampak sosial ini secara konsep dikembangkan
berdasarkan Metode Battele yang diintegrasikan dengan konsep Rekayasa Nilai untuk
menghitung kinerja lingkungan yang ditampilkan sebagai Bobot Kepentingan Parameter
Sosial (BPPS) dan Nilai Rona Awal (NRA) Lingkungan. Selanjutnya, kedua nilai tersebut
akan digunakan sebagai acuan untuk menentukan nilai Daya Dukung Lingkungan Sosial
(DDLS). Sedangkan dampak yang diindikasikan oleh nilai Besaran Dampak (BD) adalah
faktor pereduksi Daya Dukung Lingkungan.
Penetapan DDLS sebagai indikator prediksi merupakan bagian inti dari konsep
pengembangan metoda prediksi dan evaluasi sosial. Daya Dukung dalam hal ini adalah
nilai akhir dalam perhitungan kinerja lingkungan setelah memperhitungkan berbagai
faktor, seperti identifikasi kebutuhan (BPPS) dan Standar (NRA).
Studi kepentingan menjadi mutlak diperlukan, untuk mengidentifikasi BPPS suatu
wilayah survei untuk mendapatkan nilai daya dukung lingkungan, akan diperlukan Bobot
Kepentingan Parameter Sosial (BPPS) dan Nilai Rona Awal (NRA) lingkungan.
Sasaran akhir dari metoda ini adalah mendapatkan Prioritas Penanganan Dampak yang
dituangkan dalam Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) atau Rencana Pengelolaan

PEDOMAN TEKNIS ANALISIS DAMPAK SOSIAL BIDANG JALAN 7


Lampiran G Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Lingkungan (RKL). Prioritas penanganan sendiri ditetapkan berdasarkan beberapa


pertimbangan, antara lain :
Termasuk kategori dampak penting
Memiliki simpul (interseksi) terbanyak dengan sub komponen lain
Berdasarkan perhitungan daya dukung termasuk dalam prioritas (mengalami
penurunan daya dukung terbesar)

G.4.2 Komponen Analisis

(a). Bobot Kepentingan Parameter Sosial (BPPS)

Nilai BPPS dihasilkan dari proses pembobotan parameter. Angka yang memberikan
indikasi besarnya kepentingan populasi terhadap sub komponen lingkungan yang akan
dipengaruhi oleh proyek. Perbedaan angka BPPS menunjukkan perbedaan tingkat
kepentingan secara relatif, dan dapat dipertimbangkan dalam rangking tingkat
kepentingan masyarakat di lokasi tersebut. BPPS dalam metoda prediksi ini merupakan
komponen penting yang akan mempengaruhi besaran daya dukung lingkungan karena
merupakan pembagi komponen rona lingkungan.

(b). Nilai Rona Lingkungan (NR)

Rona ditampilkan dalam bentuk NILAI RONA yang terdiri atas Nilai Rona Awal (NRA)
dan Nilai Rona Prediksi (NRP). Nilai rona sendiri ditentukan berdasarkan hasil
perbandingan kondisi lapangan dengan standar-standar yang berlaku, baik berupa baku
mutu, peraturan daerah ataupun standar-standar internasional.
Nilai Rona Awal merupakan rasio kondisi nyata sub komponen lingkungan dengan
kondisi yang diperhitungkan/dipersyaratkan sebagai standar pada sub komponen yang
sama. Kondisi standar yang dimaksudkan dalam hal ini mengacu kepada ketetapan
pemerintah, baik berupa target ataupun standar (misalnya standar penyediaan sarana
dasar pekerjaan umum).

(c). Daya Dukung Lingkungan Sosial (DDLS)

Nilai Daya Dukung Lingkungan adalah koreksi NR (Nilai Rona) oleh BPPS (Bobot
Kepentingan Parameter Sosial). Nilai ini akan menunjukkan besarnya daya dukung
lingkungan terhadap kehidupan sosial masyarakat melalui pemenuhan kebutuhan
masyarakat terhadap parameterparameter yang diukur. Untuk kepentingan analisis ini,
Daya Dukung Lingkungan dibagi atas beberapa bagian, antara lain :
1. Daya Dukung Lingkungan Sosial Awal (DDLSaw)
Didasarkan atas kondisi/rona pada saat proyek belum dilaksanakan sama sekali.
Kondisi ini adalah kondisi acuan yang dipergunakan dengan anggapan tidak
dilakukan sesuatu terhadap wilayah tersebut (tidak dibangun proyek).
2. Daya Dukung Lingkungan Sosial Pra Konstruksi (DDLSpk)
Daya Dukung Lingkungan pada saat pekerjaan pra konstruksi dilakukan di daerah
tersebut seperti pengukuran, mobilisasi dan pembebasan lahan.
3. Daya Dukung Lingkungan Sosial Konstruksi (DDLSk)
Perhitungan Daya Dukung ketika masa konstruksi sedang berlangsung, dihitung
berdasarkan kemungkinan terjadinya pada saat konstruksi.

PEDOMAN TEKNIS ANALISIS DAMPAK SOSIAL BIDANG JALAN 8


Lampiran G Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

4. Daya Dukung Lingkungan Sosial Pasca Konstruksi (DDLSpk)


Perhitungan dan perkiraan Daya Dukung Lingkungan setelah berakhirnya masa
konstruksi atau proyek dioperasikan. DDL dihitung dengan membagi nilai rona
dengan bobot kepentingan parameter sosial (DDLS = NR/BPPS). Perumusan
merupakan konsep rekayasa nilai yang didasarkan atas pertimbangan bahwa
kinerja lingkungan harus memenuhi kebutuhan manusia yang akan
menggunakannya. Jadi, dalam konsep ini lingkungan diasosiasikan sebagai
produk yang sebaiknya dapat mendukung kebutuhan hidup manusia.

(d). Selisih Daya Dukung Lingkungan (SDDL)

Konsep prediksi pada metoda ini adalah melakukan perbandingan antara daya dukung
lingkungan sosial (DDLS) pada saat awal dengan keadaan pada saat pra konstruksi,
konstruksi, dan setelah proyek dioperasikan (pasca konstruksi). Nilai negatif akan
muncul pada Selisih Daya Dukung (SDD) apabila terjadi perubahan pada lingkungan
yang bersifat sebagai dampak, dan akan muncul nilai positif apabila muncul sebagai
manfaat. Jadi : SDD = DDLSprediksi DDLSaw

(e). Rasio Perubahan Daya Dukung Lingkungan (RDDL)

Besaran dampak yang muncul pada tiap parameter ditafsirkan dari nilai hasil bagi
SDD/DDLSaw. Nilai ini adalah nilai relatif penurunan Daya Dukung Lingkungan (RDDL)
yang bersangkutan dengan parameter yang ditinjau. Pada komponen lain, nilai relatif ini
disebut sebagai intensitas dampak, yang menunjukkan besarnya perubahan yang terjadi
dikaitkan dengan satuan ukuran yang dipergunakan. RDDL = SDD/DDLSaw

G.5 Evaluasi dan Mitigasi Dampak


G.5.1 Pengujian Daya Dukung Lingkungan Eksisting
Evaluasi ini dimaksudkan untuk pengujian terhadap hasil perhitungan daya dukung
lingkungan eksisting (DDLSaw). Pengujian dilakukan melalui uji tingkat kepuasan
dengan dengan mengajukan daftar isian/wawancara kepada responden.
Interpretasi terhadap data primer dilakukan dengan memberikan nilai (skor) pada
jawaban setiap responden. Interpretasi terhadap hasil rata-rata tingkat kepuasan diukur
berdasarkan nilai rata-rata maksimum dan minimum. Karena itu, interprertasi terhadap
hasil perata-rataan akan dilakukan berdasarkan skala ukur.

G.5.2 Evaluasi Dampak


Dalam proses evaluasi ini, terdapat 2 (dua) terminologi kunci, yakni besaran dampak dan
derajat kepentingan dampak. Pada komponen sosial, intensitas dampak sulit diukur
secara langsung. Pada proses analisis, hasil prakiraan besaran dampak terhadap sub-
komponen terformulasikan dalam wujud rasio penurunan daya dukung (RDDL). RDDL
adalah merupakan produk dari proses perhitungan sederhana. RDDL ini layak
dipergunakan sebagai acuan bagi pelaksanaan evaluasi besaran dampak sebagai
pengganti intensitas dampak.

PEDOMAN TEKNIS ANALISIS DAMPAK SOSIAL BIDANG JALAN 9


Lampiran G Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Besaran dampak adalah pernyataan kualitatif dari intensitas dampak untuk memudahkan
identifikasi dampak penting. Besaran ini hanya memberikan penegasan bagi besar
tidaknya dampak terhadap suatu populasi pada sub-komponen yang ditinjau.
Berdasarkan evaluasi terhadap rasio penurunan daya dukung ini, maka besaran dampak
dapat diklasifikasikan dalam 3 (tiga) kategori, yakni :
Dampak dikatakan kecil, apabila perubahan yang terjadi tidak berpengaruh
terhadap daya dukung lingkungan (daya dukung lingkungan prediksi =)
Dampak tergolong sedang, apabila perubahan (RDDL) yang terjadi dapat
ditolerir oleh lingkungan dan dengan segera dapat diantisipasi oleh lingkungan itu
sendiri.
Dampak dikatakan besar, apabila lingkungan tidak dapat memberi toleransi
terhadap perubahan (RDDL) dan diperlukan suatu upaya (usaha) perbaikan
terhadapnya.

Selanjutnya untuk menilai (evaluasi) tingkat pentingnya dampak, digunakan Keputusan


Ketua Bappedal No. Kep-056/1994, yakni :
Jumlah manusia yang terkena dampak
Luas sebaran dampak
Lamanya dampak berlangsung
Intensitas / besaran dampak
Banyaknya komponen lingkungan terkena dampak
Sifat kumulatif dampak
Berbalik atau tidak berbaliknya dampak

Kriteria evaluasi dampak penting sebagai penjabaran lebih lanjut dari kriteria dasar
tersebut di atas dengan ketentuan bahwa apabila salah satu kriteria dimaksud terpenuhi,
maka suatu dampak tergolong kategori penting. Selanjutnya, apabila terdapat lebih dari
suatu kriteria yang terpenuhi, maka hal tersebut menunjukkan tingkat (skala) prioritas
penanganan dampak.

G.5.3 Penanganan Dampak (Mitigasi)

Mitigasi dampak dalam AMDAL dimaksudkan untuk minimasi dampak yang terjadi pada
komponen lingkungan yang terkena dampak kegiatan, baik pada saat pra-konstruksi,
masa konstruksi, maupun pasca konstruksi. Secara konsep, mitigasi dilakukan dengan
prioritas sebagai berikut :
(a). Mitigasi untuk mencegah dampak
Prioritas ini adalah utama, artinya sedapat mungkin semua dampak yang diperkirakan
dapat dicegah generasinya sehingga tidak dibutuhkan biaya perbaikan (recovery)
(b). Mitigasi untuk meminimasi dampak
Dampak kadangkala tak dapat dihindarkan. Namun dengan penanganan terhadap kasus
yang terjadi dan penyelesaian secara sistematis dampak yang lebih besar dapat
dihindarkan.
(c). Mitigasi untuk perbaikan dampak
Perbaikan pada umumnya dapat dilakukan oleh lingkungan sebagai bagian dari daya
tahan lingkungan terhadap gangguan. Demikian pula dengan populasi. Namun seringkali
terjadi pergeseran kesetimbangan, sehingga kadangkala diperlukan upaya pemaksaan

PEDOMAN TEKNIS ANALISIS DAMPAK SOSIAL BIDANG JALAN 10


Lampiran G Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

untuk mengembalikan kondisi lingkungan kembali seperti semula.


(d). Kompensasi
Kompensasi dilakukan apabila tidak ada upaya lain yang dapat dilakukan terhadap
komponen lingkungan pada lokasi kegiatan untuk mengembalikan daya dukung
lingkungan kembali seperti semula. Kompensasi umumnya dikaitkan dengan
penggantian kerugian yang timbul baik dengan uang ataupun dengan fasilitas yang
tujuannya memaksa agar daya dukung lingkungan dapat diperbaiki.
Mitigasi dilaksanakan secara teknologi, sistem atau pun penggabungan dari keduanya.
Untuk memilih prioritas mitigasi, sangat perlu untuk meneliti secara akurat derajat
kepentingan dampak intensitas dampak, dan menguraikan kembali dampak penting yang
timbul pada suatu bagan alir dampak untuk mendapatkan simpul-simpul dampak
sekunder atau pun tersier. Dengan demikian, mitigasi akan diprioritaskan pada dampak
yang menuju pada dampak sekunder atau tersier yang sama.

PEDOMAN TEKNIS ANALISIS DAMPAK SOSIAL BIDANG JALAN 11


CONTOH MATRIKS UPAYA PENANGANAN DAMPAK SOSIAL DARI KEGIATAN PEMBANGUNAN JALAN

KEGIATAN YANG KOMPONEN ALTERNATIF PENANGANAN DAMPAK


TAHAP BERPOTENSI MENIMBULKAN LINGKUNGAN YANG PRAKIRAAN DAMPAK
PENGELOLAAN PEMANTAUAN
DAMPAK TERKENA DAMPAK
PRAKONSTRUKSI Penentuan lokasi trase Sosial ekonomi Keresahan masyarakat Konsultasi masyarakat, terutama PTP Sikap/persepsi masyarakat (PTP)
jalan
Pengadaan tanah sosekbud Hilangnya mata pencaharian Konsultasi masyarakat, terutama PTP Mata pencaharian PTP
Keresahan masyarakat (PTP) Pemberian ganti rugi yang memadai Sikap PTP terhadap nilai ganti rugi
Terganggunya fasilitas sosekbud Rehabilitasi fasilitas sosekbud Realisasi dan fungsi fasilitas
Gangguan Kantibmas Memberikan kesempatan kerja pada sosekbud
tahap konstruksi proyek Tingkat pendapatan PTP
Pemindahan penduduk Sosekbud Keresahan masyarakat (PTP) Konsultasi masyarakat, terutama Sikap / persepsi masyarakat
yang akan dipindahkan terhadap PTP yang akan terpindahkan (PTP) akan yang terpindahkan
Keresahan masyarakat terhadap Pemilihan lokasi pemindahan yang Kesulitan dan hambatan di lokasi
lokasi pemindahan sesuai baru
Perubahan/kehilangan mata Memberikan fasilitas sosekbud dan Mata pencaharian dan
pencaharian kemudahan di lokasi baru. pendapatan PTP di lokasi baru
Terganggunya pranata sosial Pembinaan/rehabilitasi sosial ekonomi Pemenuhan kebutuhan fasilitas
Gangguan Kamtibmas PTP yang terpindahkan prasarana sosial budaya
KONSTRUKSI Mobilisasi tenaga kerja Sosekbud Keresahan/kecemburuan sosial Pemberian kesempatan kerja di proyek Sikap/ persepsi masyarakat
A.Persiapan bagi tenaga kerja lokal
Keterlibatan tenaga lokal pada
Konstruksi proyek
Pengoperasian basecamp Lingkungan Penurunan kualitas udara dan Pengaturan pelaksanaan pekerjaan Keluhan masyarakat thd kualitas
pemukiman penduduk peningkatan kebisingan Pembatasan jam kerja udara dan kebisingan
Sumber daya air dan Penurunan kualitas air dan Menampung limbah oli/minyak dan Keluhan masyarakat thd Kualitas
kesehatan lingkungan kualitas sanitasi lingkungan MCK bergerak air dan limbah padat
Sosial budaya Kecemburuan sosial Pemilihan lokasi yang agak jauh dari Sikap penduduk setempat
pemukiman
Penyuluhan terhadap pendatang
Pembersihan lahan serta Lingkungan fisikkimia Penurunan kualitas udara dan Pengaturan pelaksanaan pekerjaan Keluhan masyarakat thd kualitas
pembuatan jalan masuk peningkatan kebisingan Penyiraman secara berkala udara dan kebisingan
Rusak/terganggunya utilitas Pemindahan utilitas umum atau Sikap/persepsi masyarakat thd
umum perbaikan utilitas umum fungsi utilitas umum
KEGIATAN YANG KOMPONEN ALTERNATIF PENANGANAN DAMPAK
TAHAP BERPOTENSI MENIMBULKAN LINGKUNGAN YANG PRAKIRAAN DAMPAK
PENGELOLAAN PEMANTAUAN
DAMPAK TERKENA DAMPAK

B.Pelaksanaan Pekerjaan tanah Lingkungan fisikkimia Meningkatnya pencemaran debu Pengaturan pelaksanaan pekerjaan Keluhan masyarakat thd kualitas
Konstruksi (galian dan timbunan) dan kebisingan udara dan kebisingan
Penyiraman secara berkala
Terganggunya aliran air Keluhan masyarakat thd.
Pengaturan pelaksanaan dan
permukaan genangan air yang timbul
pembangunan sistem drainase/gorong-
gorong yang memadai
terganggunya stabilitas lereng pemotongan tebing sesuai kemiringan Keluhan masyarakat thd.
galian rencana longsoran yang timbul
perkuatan lereng galian
rusak/terganggunya utilitas penyiraman secara berkala Sikap masyarakat thd fungsi
umum pemindahan utilitas umum fasilitas umum
sosial ekonomi kemacetan lalu lintas pengaturan lalu lintas dan Sikap masyarakat thd kondisi lalu
pemasangan rambu-rambu lalu lintas lintas
sumber daya air terganggunya/terpotongnya air rekayasa menghindari terpotongnya ketersediaan air tanah bagi
tanah aliran air tanah penduduk di outlet
penurunan muka air tanah pembuatan bak-bak penampung yang
(sumur penduduk) dapat dimanfaatkan penduduk di outlet
Pekerjaan lapis Lingkungan fisik - Meningkatnya pencemaran udara Penyimaran permukaan jalan secara Keluhan masyarakat thd debu dan
perkerasan kimia (debu) dan kebisingan berkala kebisingan
Pengaturan kecepatan kendaraan

Sosial ekonomi Timbulnya kemacetan lalu lintas Pengaturan lalu lintas dan Keluhan masyarakat thd kondisi
pemasangan ramburambu lalu lintas lalu lintas
- Pengangkutan tanah Lingkungan fisik Meningkatnya pencemaran udara Pengaturan pelaksanaan pekerjaan Keluhan masyarakat thd kondisi
dan material kimia dan sarana/ (debu) kebisingan Penyiraman secara berkala kualitas udara dan kebisingan
bangunan prasarana Kerusakan jalan umum Memperbaiki prasarana jalan yang Sikap masyarakat thd kondisi
rusak prasarana jalan umum

Pengelolaan quarry Lingkungan meningkatnya pencemaran udara pengaturan pelaksanaan pekerjaan Keluhan masyarakat thd kondisi
dan borrow area pemukiman/peru (debu), kebisingan penyiraman secara berkala kualitas udara dan kebisingan
(yang dikelola proyek) mahan/bangunan
umum
KEGIATAN YANG KOMPONEN ALTERNATIF PENANGANAN DAMPAK
TAHAP BERPOTENSI MENIMBULKAN LINGKUNGAN YANG PRAKIRAAN DAMPAK
PENGELOLAAN PEMANTAUAN
DAMPAK TERKENA DAMPAK
sumber daya erosi lahan/longsoran serta pelaksanan secara bertahap dengan Keamanan masyarakat dari
lahan perubahan fungsi lahan memperhatikan kemiringan tebing pengaruh kestabilan tanah/tingkat
reklamasi lahan bekas galian erosi
Kerugian masyarakat dari
perubahan pemanfaatan lahan
lingkungan dan kerusakan jalan umum pengaturan lokasi dan volume Keamanan masyarakat dari
bangunan umum pengambilan yang tepat pengaruh tingkat erosi dan
stabilitas bangunan di sungai
Pemancangan tiang Lingkungan fisikkimia Timbulnya kebisingan dan Pengaturan waktu pelaksanaan Keluhan masyarakat thd
pancang getaran Penggunaan jenis tiang pancang yang kebisingan dan kerusakan
sesuai bangunan milik
Pekerjaan bangunan Lingkungan Timbulnya kemacaetan lalu lintas Pengaturan lalu lintas dan Kelancaran lalu lintas
bawah/atas (jalan sarana/prasarana pemasangan ramburambu lalu lintas
layang)
PASCA Pengoperasian jalan Fisik kimia Meningkatnya pencemaran udara Pembuatan noise barrier atau Keluhan masyarakat thd kondisi
KONSTRUKSI (debu) dan kebisingan penanaman pohon, tertama yang kualitas udara dan kebisinganT
berdekatan dengan lokasi pemukiman,
rumah sakit, sekolah, tempat ibadah
sosial-ekonomi meningkatnya kecelakaan lalu pemasangan rambu-rambu lalu lintas intensitas kecelakaan
lintas pemasangan pagar pengaman
pembuatan jembatan penyeberangan
lingkungan dan timbulnya permukiman kumuh menata tata ruang (lansekap) damija fungsi lansekap damija
sosekbud baru (di bawah jalan layang)
kondisi sosekbud terganggunya mobilitas / pembuatan jembatan/terowongan pada keluhan masyarakat thd kondisi
kekerabatan penduduk pada tempat dan fungsi yang sesuai dengan aksesibilitas
lokasi yang berseberangan peruntukkannya (termasuk di masa
(khususnya jalan tol) mendatang)

pemeliharaan jalan sosial ekonomi meningkatnya kemacetan dan pengaturan lalu lintas Keluhan masyarakat thd kondisi
kecelakaan lalu lintas pengaturan pelaksana pekerjaan arus lalu lintas dan intensitas
kecelakaan
Lampiran H Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Lampiran H
(Informatif)
Pedoman Teknis Penilaian Dokumen AMDAL
Bidang Jalan

H.1 Dokumen AMDAL


Dokumen AMDAL terdiri dari:
a) Kerangka Acuan (KA) ANDAL;
b) Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL);
c) Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL); dan
d) Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL).

H.2 Penilaian Kerangka Acuan (KA) ANDAL


H.2.1 Penilaian kelengkapan administrasi

Kelengkapan administasi yang harus dipenuhi, antara lain:

a) dokumen perizinan yang diperlukan sesuai dengan rencana kegiatan;


b) Surat keputusan atau dokumen lain yang dipersyaratkan untuk izin lokasi sesuai dengan
peruntukannya;
c) dokumen pengumuman rencana kegiatan proyek;
d) rangkuman hasil konsultasi mayarakat;
e) peta-peta terkait antara lain: peta tata ruang, peta lokasi proyek, peta tata guna lahan, peta
batas wilayah studi, peta geologi, peta topografi, dsb.
f) daftar keahlian / riwayat hidup (curriculum vitae) para penyusun AMDAL beserta foto copy
sertifikat kursus AMDAL yang pernah diikuti.

H.2.2 Penilaian Isi Dokumen

H.2.2.1 Pendahuluan

Aspek-aspek yang harus dinilai pada bab pendahuluan adalah kelengkapan dan kejelasan
tentang:

a) Uraian tentang tujuan dan kegunaan rencana pembangunan jalan yang memberikan
gambaran manfaat terhadap pembangunan lokal, regional maupun nasional;

b) Peraturan perundangan tentang pengelolaan lingkungan hidup dalam kaitannya dengan


kegiatan pembangunan jalan, beserta alasan penggunaannya sebagai acuan dalam
penyusunan ANDAL.

PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN DOKUMEN AMDAL BIDANG JALAN 1


Lampiran H Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

H.2.2.2 Ruang lingkup studi

Aspek-aspek yang harus dinilai dalam ruang lingkup studi ini adalah kejelasan mengenai:

a) Komponen rencana kegiatan pembangunan jalan yang harus dikaji, yaitu berbagai jenis
kegiatan yang diperkirakan potensial sebagai sumber dampak, meliputi:
Tahap pra konstruksi, misalnya pengadaan tanah;
Tahap konstruksi, misalnya galian dan timbunan tanah;
Tahap pasca konstruksi, misalnya penggunaan jalan (volume lalu lintas kendaraan
bermotor).
b) Komponen lingkungan yang berpotensi terkena dampak meliputi komponen geofisik-kimia,
biologi dan sosial-ekonomi dan budaya.

c) Kegiatan lain di sekitarnya dan interaksinya dengan rencana pembangunan jalan yang
diusulkan.

d) Kerangka konseptual analisis dan isu-isu pokok yang harus dikaji sesuai dengan hasil
pelingkupan yang digambarkan antara lain dalam bentuk diagram alir, matrik, dll.

e) Batas wilayah studi (spatial) baik batas proyek, batas ekologis, batas sosial maupun batas
administrasi, setelah mempertimbangkan berbagai kendala teknis dan kejelasan waktu
sesuai dengan tahapan kegiatannya

H.2.2.3 Metode studi

Aspek-aspek yang harus dinilai dalam metode studi adalah kejelasan dan ketepatan tentang:

a) Metode pengumpulan dan analisis data:


Data primer: lokasi, jumlah sampel dan jenis alat beserta alasan-alasannya;
Data sekunder: jenis dan sumber data.

b) Pengambilan sampel dan parameter yang akan diukur;

c) Penggunaan model matematis, analog, profesional judgement untuk prakiraan dampak


penting;

d) Penggunaan metode-metode evaluasi dampak penting.

H.2.2.4 Pelaksanaan studi

Aspek-aspek yang harus dinilai dalam pelaksanaan studi ini adalah:

a) Identitas yang jelas mengenai pemrakarsa baik nama dan alamat instansi (proyek atau
bagian proyek) maupun penanggungjawab pelaksanaan rencana pembangunan jalan yang
bersangkutan.

b) Pemenuhan persyaratan ketua tim studi:


Memiliki sertifikat AMDAL B atau sederajat;

PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN DOKUMEN AMDAL BIDANG JALAN 2


Lampiran H Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Memiliki keahlian sesuai dengan isu pokok yang harus ditelaah;


Berpengalaman menyusun AMDAL sekurang-kurangnya 5 (lima) studi;
Berpengalaman memimpin tim studi.

c) Pemenuhan persyaratan tim studi:


Sekurang-kurangnya satu anggota tim memiliki keahlian di bidang rencana
pembangunan jalan;
Memiliki keahlian yang sesuai dengan isu pokok.

d) Biaya studi
Rincian komponen biaya studi yang dibutuhkan untuk pelaksanaan studi;
Sumber dana (APBN, APBD, swasta, atau bantuan luar negeri).

e) Jadwal waktu pelaksanaan studi:


Kejelasan tentang rencana pelaksanaan studi;
Kejelasan dan ketepatan alokasi waktu sesuai dengan ruang lingkup studi.

H.2.2.5 Daftar pustaka

Aspek yang perlu diperhatikan dalam daftar pustaka adalah sumber informasi yang berhubungan
dengan:
a) rencana pembangunan jalan;
b) metode-metode yang digunakan.

H.2.2.6 Lampiran

Aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam lampiran adalah keberadaan dan kelengkapan:

a) peta lokasi rencana alinyemen jalan dan peta-peta pendukung lainnya seperti peta lokasi
quarry dan jaringan jalan yang akan dilalui kendaraan pengangkut bahan bangunan;
b) daftar biodata tim penyusun AMDAL (bilamana sudah ditentukan personilnya);
c) hal-hal lain yang dianggap perlu guna mendukung dokumen KA-ANDAL (misalnya kuesioner
untuk survey sosial, hasil konsultasi dengan instansi terkait, keputusan / perizinan tentang
rencana kegiatan proyek dari pemerintah pusat atau daerah, dsb).

H.3 Penilaian Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)


H.3.1 Penilaian kelengkapan administrasi

Periksalah kelengkapan dokumen administrasi yang harus dipenuhi, yaitu:

a) Dokumen KA-ANDAL yang telah disetujui oleh instansi yang bertanggungjawab;


b) Dokumen ANDAL dilengkapi dengan RKL, RPL, Ringkasan Eksekutif dan Lampiran dalam
jumlah yang telah ditetapkan oleh Komisi Penilai AMDAL;
c) Persyaratan administrasi kainnya yang ditetapkan oleh Komisi Penilai ANDAL, seperti bukti
telah diterimanya dokumen ANDAL, RKL dan RPL;

PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN DOKUMEN AMDAL BIDANG JALAN 3


Lampiran H Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

H.3.2 Penilaian Isi Dokumen

H.3.2.1 Pendahuluan

Periksalah kejelasan dan kesesuaian tentang aspek-aspek:

a) Pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan hukum bagi


pelaksanaan studi ANDAL khususnya yang berkaitan dengan prediksi dan evaluasi dampak
penting serta pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan, antara lain
menyangkut aspek-aspek:
pembangunan jalan;
pertanahan;
baku mutu lingkungan;
dll.

b) Kejelasan pernyataan tujuan dan kegunaan studi ANDAL yang telah dirumuskan dalam KA-
ANDAL.

H.3.2.2 Ruang lingkup studi

Aspek-aspek yang dinilai dalam ruang lingkup studi adalah:

a) jenis-jenis kegiatan yang potensial menimbulkan dampak penting;


b) komponen atau parameter lingkungan yang diduga akan mengalami perubahan mendasar
akibat pembangunan jalan;
c) dampak penting yang ditelaah harus sesuai dan konsisten dengan isu-isu pokok yang telah
ditetapkan dalam KA-ANDAL dan isu lain yang ditemukan selama pelaksanaan studi;
d) hasil pelingkupan waktu terjadinya dampak (pra-konstruksi, konstruksi, dan pasca
konstruksi);
e) wilayah studi yang mengacu pada KA-ANDAL dan hasil pengamatan di lapangan yang
digambarkan secara jelas dalam peta dengan skala memadai.

H.3.2.3 Metode studi

Aspek-aspek yang dinilai dalam metode studi adalah kejelasan dan ketepatan serta konsistensi
tentang:

a) Metode tentang pengumpulan dan analisis data:


data primer: lokasi, jumlah sampel dan jenis alat yang digunakan beserta alasan-
alasannya;
data sekunder: jenis dan sumber data;

b) Pengambilan sampel dan parameter yang akan diukur

c) Prediksi dampak penting


Dalam memprediksi setiap komponen lingkungan yang terkena dampak penting akibat
kegiatan proyek, harus jelas metode apa yang digunakan misalnya metode matematis,
analog, atau profesioanal judgement.

PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN DOKUMEN AMDAL BIDANG JALAN 4


Lampiran H Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

d) Penggunaan metode-metode evaluasi dampak penting


Metode evaluasi dampak penting yang digunakan adalah metode metode yang lazim
digunakan dalam studi ANDAL dan harus dapat menggambarkan evaluasi dampak secara
holistik.

e) Kriteria-kriteria yang digunakan untuk evaluasi beserta alasan penetapannya.

H.3.2.4 Rencana kegiatan pembangunan jalan

Aspek-aspek yang dinilai dalam rencana kegiatan adalah kejelasan dan kelengkapan tentang:

a) Identitas pemrakarsa dan penyusun dokumen;


b) Tujuan serta manfaat dari rencana kegiatan pembangunan jalan;
c) Lokasi rencana kegiatan yang dilengkapi peta-peta, seperti peta tata ruang, alinyemen jalan,
lokasi quarry, rute jalan yang akan dilalui kendaraan pengangkut bahan bangunan, wilayah
studi. Peta-peta tersebut harus disajikan sesuai dengan kaidah-kaidah kartografi;
d) Data teknis jalan yang akan dibangun;
e) Kegiatan lain yang terkait serta interaksinya dengan kegiatan proyek, atau adanya kawasan
yang dilindungi;
f) Jangka waktu pelaksanaan rencana kegiatan (pra-konstruksi, konstruksi dan pasca
konstruksi);
g) Metode dan teknik pelaksanaan kegiatan serta tenaga kerja, peralatan dan material yang
digunakan seperti:

Jenis, spesifikasi dan jumlah alat-alat berat yang digunakan;


Jumlah, kualifikasi dan asal tenaga kerja yang diperlukan pada tahap konstruksi dan
pasca konstruksi;
Jenis dan jumlah material (bahan bangunan) yang digunakan, serta lokasi
pengambilan, dan sistem pengangkutan serta penyimpanannya;
Sarana pengendalian dampak baik yang direncanakan terintegrasi dengan kegiatan
maupun yang terpisah.

H.3.2.5 Rona lingkungan awal

Penilaian aspek aspek rona lingkungan awal meliputi:

a) Komponen-komponen lingkungan yang mungkin terkena dampak kegiatan proyek, terutama


di areal-areal yang sensitif terhadap perubahan (fragile area);
b) Komponen-komponen lingkungan yang mungkin mempengaruhi kegiatan proyek;
c) Indikator dan / atau parameter lingkungan yang merupakan tolok ukur perubahan kualitas
lingkungan yang mencakup aspek fisik-kimia, biologi dan sosial-ekonomi-budaya serta
kesehatan masyarakat;

Komponen-komponen lingkungan tersebut di atas harus konsisten dengan isu pokok lingkungan
yang harus ditelaah.

PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN DOKUMEN AMDAL BIDANG JALAN 5


Lampiran H Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

H.3.2.6 Prakiraan dampak penting

Aspek-aspek yang dinilai dalam prakiraan dampak penting mencakup:

a) Komponen-komponen lingkungan yang dianalisis dalam prakiraan dampak penting harus


konsisten dengan komponen dan parameter lingkungan yang dinyatakan dalam ruang
lingkup studi.
b) Besarnya perubahan kualitas lingkungan pada tiap komponen lingkungan yang mungkin
terkena dampak penting; yang ditunjang dengan:
Rincian perhitungan bila digunakan metode matematis dan/atau empiris;
Data dasar yang sahih bila digunakan metode analog;
Alasan dan pertimbangan yang kuat bila digunakan metode profesional judgement.
c) Penentuan arti pentingnya dampak berdasarkan kriteria penentuan dampak penting yang
berlaku;
d) Kejelasan tentang proses terjadinya dampak pada berbagai komponen lingkungan yang
dilengkapi dengan bagan alir, yaitu:
(1) Kegiatan menimbulkan dampak penting yang bersifat langsung pada komponen sosial;
(2) Kegiatan menimbulkan dampak penting yang bersifat langsung pada komponen fisik
kimia kemudian rangkaian dampak lanjutan berturut-turut pada komponen biologi dan
sosial;
(3) Kegiatan menimbulkan dampak penting yang bersifat langsung pada komponen fisik
kimia dan selanjutnya membangkitkan dampak pada komponen sosial;
(4) Dampak penting berlangsung saling berantai di antara komponen sosial itu sendiri;
(5) Dampak penting pada butir (1), (2), (3) dan (4) yang telah diuraikan, selanjutnya
menimbulkan dampak balik pada rencana kegiatan proyek.

Catatan: Untuk komponen atau parameter lingkungan yang perubahannya tidak dapat
diukur secara kuantitatif, seperti pergeseran tata nilai, agar dikaji secara deskriptif analitis,
dan bila mungkin dibuat beberapa skenario masa mendatang yang mungkin terjadi.

H.3.2.7 Evaluasi Dampak penting

Aspek-aspek yang dinilai pada evaluasi dampak penting adalah kejelasan tentang:

a) Telaahan secara holistik terhadap bebagai komponen lingkungan yang diperkirakan akan
mengalami perubahan sesuai dengan hasil prakiraan dampak besar dan penting;
b) Kesimpulan hasil telaahan holistik tersebut di atas, yang menjelaskan jenis-jenis dampak
yang harus dikelolala;
c) Telaahan hubungan kausatif (sebab-akibat) dari berbagai jenis dampak besar dan penting
yang harus dikelola sebagai dasar perumusan rencana pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup.

H.3.2.8 Daftar Pustaka

Aspek yang harus diperhatikan dalam daftar pustaka adalah sumber informasi yang berhubungan
dengan:

a) Rencana kegiatan proyek jalan;

PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN DOKUMEN AMDAL BIDANG JALAN 6


Lampiran H Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

b) Kondisi lingkungan di lokasi proyek dan sekitarnya;


c) Metode-metode yang dugunakan.

H.3.2.9 Lampiran

Aspek yang harus diperhatikan dalam lampiran adalah keberadaan dan kelengkapan:

a) Peta lokasi rencana kegiatan proyek;


b) Daftar biodata tim penyusun AMDAL;
c) Cara-cara dan hasil perhitungan;
d) Dasar pertimbangan penetapan kriteria besaran dampak;
e) Saran, pendapat dan tanggapan masyarakat;
f) Hak-hal lain yang dipandang perlu untuk menndukung dokumen ANDAL, seperti kuesioner
dan hasil evaluasinya yang merupakan bagian metode pelaksanaan studi.

H.4 Penilaian Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)


H.4.1 Lingkup RKL

Aspek-aspek yang dinilai pada lingkup RKL adalah kejelasan dan konsistensi tentang:

a) Pernyataan melaksanakan RKL dan RPL;


b) Maksud dan tujuan pengelolaan lingkungan;
c) Kebijakan pemrakarsa rencana kegiatan pembangunan jalan dalam pengelolaan
lingkungan;
d) Jenis dampak besar dan penting yang harus dikelola sesuai hasil ANDAL;
e) Kategori pengelolaan lingkungan yaitu:
Bertujuan untuk menghindari atau mencegah dampak negatif;
Betujuan untuk menanggulangi, meminimalisasi atau pengendalian dampak negatif;
Bertujuan untuk meningkatkan dampak positif;
Memberikan pertimbangan ekonomi lingkungan sebagai dasar untuk memberikan
kompensasi atas sumber daya tidak pulih, hilang atau rusak (baik dalam arti ekonomi
maupun ekologi) akibat kegiatan proyek.

H.4.2 Pendekatan RKL

Aspek-aspek yang dinilai pada pendekatan RKL adalah kejelasan dan relevansi tentang
pendekatan yang digunakan dalam menangani dampak penting, yaitu:

a) Pendekatan teknologi;
b) Pendekatan sosial-ekonomi;
c) Pendekatan institusi;
d) Pendekatan estetika.

PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN DOKUMEN AMDAL BIDANG JALAN 7


Lampiran H Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

H.4.3 Kedalaman RKL

Aspek-aspek yang dinilai pada kedalaman RKL adalah kejelasan tentang bagian-bagian RKL
yang harus dijabarkan:

a) desain dasar (basic design);


b) kriteria desain;
c) syarat-syarat teknis pelaksanaan konstruksi;
d) syarat-syarat teknis pelaksanaan operasi dan pemeliharaan;
e) persyaratan lainnya yang diperlukan untuk mencapai sasaran pengelolaan dampak,
misalnya konsultasi masyarakat, rencana pelaksanaan pengadaan tanah dan pemukiman
kembali (LARAP).

H.4.4 Rencana pelaksanaan RKL

Aspek-aspek yang dinilai pada rencana pelaksanaan RKL adalah kejelasan informasi tentang:

a) komponen atau parameter lingkungan yang terkena dampak penting;


b) sumber dampak;
c) tolok ukur / parameter dampak;
d) tujuan dan sasaran pengelolaan lingkungan;
e) metode dan teknik pengelolaan lingkungan;
f) lokasi pengelolaan lingkungan;
g) periode dan jadwal pelaksanaan pengelolaan lingkungan;
h) pembiayaan dan sumber biaya;
i) keberadaan dan komitmen institusi yang terlibat dalam:
pelaksanaan RKL
pengawasan pelaksanaan RKL; dan
pelaporan.

H.4.5 Daftar pustaka

Aspek yang dinilai adalah kejelasan sumber data dan informasi yang digunakan dalam
penyusunan RKL.

H.4.6 Lampiran

Aspek yang dinilai adalah tabel ringkasan rencana pengelolaan lingkungan hidup dan data, serta
informasi penting yang merujuk dari hasil studi ANDAL.

H.5 Penilaian Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)


H.5.1 Lingkup RPL

Aspek-aspek yang dinilai pada lingkup RPL adalah kejelasan tentang:

PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN DOKUMEN AMDAL BIDANG JALAN 8


Lampiran H Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

a) tujuan dan kegunaan;


b) komponen lingkungan yang dipantau sesuai dengan RKL.

H.5.2 Pendekatan RPL

Aspek-aspek yang dinilai pada pendekatan RPL adalah kejelasaan tentang kerangka dan
landasan pemilihan pendekatan pemantauan misalnya:

a) Kemitraan dengan instansi lain atau pihak swasta dan masyarakat setempat;
b) Pembagian pendanaan dengan instansi terkait dan pihak lain.

H.5.3 Rencana pelaksanaan RPL

Aspek-aspek yang dinilai pada rencana pelaksanaan RPL adalah kejelasan informasi tentang:

a) Komponen atau parameter lingkungan yang dipantau;


b) Sumber dampak;
c) Tolok ukur / parameter dampak;
d) Tujuan dan sasaran pengelolaan lingkungan;
e) Metode dan teknik pemantauan lingkungan, misalnya:
pemantauan visual dengan pencatatan;
pemantauan visual dengan menggunakan alat bantu (kamera, kamera video, dsb);
pemantauan dengan cara pengambilan sampel dan analisis di tempat (in situ);
pemantauan dengan cara pengambilan sampel dan analisis di laboratorium;
inspeksi mendadak;
wawancara;
kombinasi teknik-teknik tersebut di atas.
f) Lokasi pemantauan lingkungan;
g) Periode/jadwal pelaksanaan (jangka waktu dan frekuensi) pemantauan;
h) Keberadaan dan komitmen institusi yang terlibat dalam:
Pelaksanaan RPL;
Pengawasan pelaksanaan RPL; dan
Pelaporan.

H.5.4 Daftar Pustaka

Aspek yang dievaluasi adalah sumber data dan informasi yang digunakan dalam penyusunan
RPL.

H.5.5 Lampiran

Aspek yang dinilai adalah tabel ringkasan rencana pemantauan lingkungan hidup dan data serta
informasi penting yang merujuk dari dokumen RKL.

PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN DOKUMEN AMDAL BIDANG JALAN 9


Lampiran H Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

H.6 Laporan hasil penilaian dan evaluasi


Laporan hasil penilaian dan evaluasi disajikan dengan cara mengisi daftar uji (checklist) seperti
contoh terlampir.

Catatan: Kriteria penilaian dapat dimodifikasi sesuai dengan materi dokumen yang dievaluasi.

PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN DOKUMEN AMDAL BIDANG JALAN 10


Lampiran I Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Lampiran I
(Informatif)
Pedoman Teknis Penyusunan Dokumen UKL dan UPL
Bidang Jalan

I.1 Pendahuluan
I.1.1 Latar belakang
Pada bagian ini dicantumkan nama proyek, tujuan pembangunan / peningkatan jalan, panjang ruas
jalan, lebar rencana damija, serta rencana peningkatannya maupun kondisi yang ada saat ini.

Untuk proyek pembangunan jalan baru, agar dijelaskan apakah tanahnya sudah dibebaskan atau
memerlukan pengadaan lahan dan jelaskan berapa luasnya.

Untuk proyek peningkatan jalan, agar dijelaskan apakah rencana kegiatan masih dalam damija
yang ada, atau diperlukan pengadaan lahan dan jelaskan berapa luasnya.

Berikan penjelasan mengapa dilakukan studi UKL dan UPL berdasarkan peraturan yang ada, dan
jelaskan pula isu pokok lingkungan yang perlu ditangani, sesuai dengan laporan hasil penyaringan.

I.1.2 Tujuan dan kegunaan UKL dan UPL


I.1.2.1 Tujuan UKL dan UPL

Tujuan UKL adalah sebagai acuan untuk mencegah, mengendalikan dan menanggulangi dampak
negatif yang mungkin timbul akibat pembangunan / peningkatan jalan (disebutkan nama ruas jalan
yang bersangkutan) serta mengembangkan dampak positif terhadap lingkungan.

Tujuan UPL adalah untuk memantau hasil pelaksanaan pengelolaan lingkungan yang telah
dilaksanakan dalam kegiatan proyek jalan (disebutkan nama ruas jalan yang bersangkutan)
dengan cara mencek / mengobservasi perubahan rona lingkungan yang telah terjadi.

Hasil pemantauan tersebut merupakan masukan bagi instansi yang bertanggungjawab atau terkait
dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan.

I.1.2.2 Kegunaan UKL dan UPL

Kegunaan UKL adalah untuk:

Memberikan petunjuk tentang cara penanganan dampak yang mungkin timbul, sehingga
dampak negatif dapat dicegah atau dikurangi sedini mungkin;
Memberikan petunjuk kepada pemrakarsa / pengelola proyek dan instansi terkait mengenai
lingkup tugas dan tanggung jawabnya dalam upaya pengelolaan lingkungan;
Merupakan masukan bagi perencanaan teknis untuk djabarkan lebih lanjut dalam desain dan
spesifikasi teknis pekerjaan konstruksi.

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN DOKUMEN UKL DAN UPL BIDANG JALAN 1


Lampiran I Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Kegunaan UPL adalah sebagai arahan untuk mengevaluasi efektivitas pelaksanaan UKL yang
telah dilaksanakan

I.1.3 Wilayah UKL dan UPL

Wilayah UKL dan UPL harus ditentukan dengan maksud untuk membatasi dan menunjukkan lokasi
kegiatan upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang akan dilaksanakan oleh
pemrakarsa dan atau instansi terkait.

Lokasi kegiatan-kegiatan tersebut diplot pada peta dengan skala yang memadai agar
implementasinya dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien pada lokasi yang tepat sesuai
dengan sasaran.

I.2 Rencana Kegiatan Proyek


I.2.1 Deskripsi rencana kegiatan

I.2.1.1 Deskripsi proyek

Bagian ini berisi uraian singkat mengenai data teknis jalan dan jembatan yang akan dibangun /
ditingkatkan, meliputi:

panjang jalan;
lebar jalan (damija)
lebar perkerasan
lebar bahu dan median
jenis lapis perkerasan;
gambar profil melintang dan memanjang;
LHR rata-rata (rencana);
Kecepatan rata-rata (rencana);
Panjang dan lebar jembatan;
Konstruksi jembatan.

I.2.1.2 Fasilitas penunjang jalan

Pada bagian ini dijelaskan fasilitas penunjang jalan yang direncanakan, meliputi:

perlengkapan jalan raya seperti tanda-tanda lalu lintas dan pagar pengaman;
fasilitas penerangan jalan;
pot / bak tanaman;
halte bus;
jembatan penyeberangan
trotoar;
dsb.

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN DOKUMEN UKL DAN UPL BIDANG JALAN 2


Lampiran I Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

I.2.1.3 Volume pekerjaan

Pada bagian ini dijelaskan volume pekerjaan secara garis besar seperti pengadaan tanah,
mobilisasi peralatan dan tenaga kerja, pekerjaan tanah (galian / timbunan), pekerjaan jembatan,
gorong-gorong, perkerasan dll.

I.2.2 Tujuan dan kegunaan rencana kegiatan

Pada bagian ini dijelaskan kembali tujuan dan kegunaan rencana kegiatan pembangunan jalan dan
atau jembatan secara lebih spesifik.

Contoh: Tujuan proyek jalan ini adalah untuk meningkatkan kapasitas jalan antara kota propinsi
satu dengan yang lain. Adapun kegunaannya adalah untuk memperlancar arus lalu lintas
kendaraan, barang dan jasa serta pengembangan wilayah sekitarnya.

I.2.3 Status rencana kegiatan

Pada bagian ini disebutkan status rencana kegiatan dalam kaitannya dengan tahapan siklus
proyek, misalnya tahap studi kelayakan.

I.2.4 Uraian kegiatan

I. 2.4.1 Tahap pra-konstruksi

Pada bagian ini dikemukakan secara jelas tentang komponen kegiatan pada tahap pra-konstriksi
yang diperkirakan akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup, antara lain:

a) Pengadaan tanah

Agar dijelaskan apakah rencana proyek jalan ini memerlukan pengadaan tanah atau tidak. Apabila
diperlukan pengadaan tanah, agar disebutkan luas tanah yang akan dibebaskan, status
pemilikannya, serta jenis penggunaannya saat ini.

b) Relokasi fasilitas umum dan penunjang jalan

Agar dujelaskan jenis-jenis prasarana / fasilitas umum seperti jaringan kabel listrik atau telepon,
saluran irigasi, yang perlu direlokasi (bila ada). Jelaskan juga status / kondisinya saat ini dan
rencana relokasinya.

I.2.4.2 Tahap konstruksi

Pada bagian ini dijelaskan secara rinci jenis-jenis kegiatan yang akan dilaksanakan pada rahap
konstruksi, seperti:

a) Mobilisasi alat berat


Agar dijelaskan jenis dan jumlah alat berat seperti buldozer, truk, excavator, dll yang
dibutuhkan.

b) Mobilisasi tenaga kerja (sebutkan kualifikasi, jumlah dan asal tenaga kerja yang diperlukan).

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN DOKUMEN UKL DAN UPL BIDANG JALAN 3


Lampiran I Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

c) Pengangkutan material

Agar dijelaskan jenis dan jumlah material yang akan diangkut seperti pasir, batu, aspal, dsb,
serta rute jalan yang akan dilalui kendaraan proyek. Demikian juga lokasi quarry perlu
dijelaskan dan bagaimana cara pengelolaannya.

d) Pembuatan dan pengoperasian basecamp


Agar dijelaskan lokasi basecamp dan jaraknya ke pemukiman dan badan air terdekat.
Dijelaskan juga bagaimana cara pennyimpanan naterial seperti bahan bangunan dan bahan
bakar serta pelumas, dan cara pengelolaan limbah.

e) Pembersihan lahan
Kegiatan ini mencakup pembersihan vegetasi dan juga bangunan dan benda-benda lain yang
terdapat pada tapak kegiatan proyek.

f) Pekerjaan tanah
Kegiatan ini meliputi pengupasan lapisan atas (striping), serta galian dan timbunan tanah.
Agar disebutkan volumenya serta tempat pembuangan tanah yang tidak terpakai. Apabila
untuk pekerjaan timbunan diperlukan tanah dari tempat lain, agar dijhelaskan lokasi borrow
area-nya dan rute pengangkutannya.

g) Penyiapan tanah dasar


Kegiatan ini berupa pemadatan tanah. Pada areal yang kondisi tanahnya lunak mungkin
diperlukan penghamparan geotextile.

h) Pekerjaan lapis dasar


Pekerjaan ini dapat mencakup dua bagian yaitu lapis pondasi bawah (sub base course) dan
lapis pondasi atas (base course). Agar disebutkan berapa volume pekerjaan tersebut dan
bagaimana cara pelaksanaan pekerjaannya.

i) Pekerjaan lapis permukaan


Pekerjaan ini terdiri dari lapis permukaan bawah dan lapis permukaan atas. Agar disebutkan
volume pekerjaan dan cara pelaksanaannya.

j) Pekerjaan bangunan pelengkap jalan


Pekerjaan ini meliputi antara lain pembuatan gorong-gorong, drainase, dsb.

k) Pekerjaan lansekap jalan


Pekerjaan ini mencakup penyiapan lahan, penyiapan bibit tanaman dan penanaman pada
areal tertentu seperti tepi dan median jalan atau bak / pot tanaman.

l) Pekerjaan bangunan bawah dan bangunan atas jembatan


Pekerjaan ini mencakup pembuatan pondasi, piers, abutement, lantau jembatan serta
bangunan pelengkap jembatan.

m) Pembongkaran jembatan lama (bila perlu, khusus untuk penggantian jembatan)

I.2.4.3 Tahap pasca konstruksi

a) Pengoperasian jalan

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN DOKUMEN UKL DAN UPL BIDANG JALAN 4


Lampiran I Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Pada bagian ini agar dijelaskan perkiraan volume lalu lintas kendaraan bermotor setelah jalan
selesai dibangun. Dijelaskan juga perkiraan perkembangannya dalam jangka waktu 5 dan 10
tahun yang akan datang.

b) Pemeliharaan jalan
Kegiatan ini mencakup perbaikan dan pelapisan ulang jalan, pemeliharaan rambu lalu lintas,
pemeliharaan tanaman pelindung (bila ada).

I.2.5 Jadual pelaksanaan konstruksi

Pada bagian ini dicantumkan rencana jadwal waktu pelaksanaan pekerjaan konstruksi mulai dari
persiapan sampai penyelesaian akhir termasuk masa pemeliharaan oleh kontraktor, sebelum
penyerahan pekerjaan.

I.2.6 Keterkaitan dengan kegiatan lain

Pada bagian ini dijelaskan apakah ada kegiatan lain yang berkaitan dengan proyek jalan ini. Jika
ada, agar dijelaskan apakah kegiatan lain tersebut terpengaruh atau mempengaruhi proyek jalan
ini. Jelaskan pula bagiamana rencana kerja / koordinasi dengan kegiatan terkait tersebut.

I.3 Komponen Lingkungan yang terkena dampak

I.3.1 Komponen geofisik kimia

Komponen fisik-kimia yang potensial terkena dampak kegiatan proyek jalan terutama pada tahap
konstruksi dan pasca konstruksi adalah:

a) Kualitas udara dan kebisingan

Parameter kualitas udara yang harus dikaji adalah carbon monoksida (CO), hidrocarbon (CH),
Nitrogen oksida (NO), serta partikulat debu. Kualitas udara ini akan terpengaruh oleh kegiatan
proyek, terutama bersumber dari emisi kendaraan serta debu yang bersumber dari kegiatan
konstruksi (pekerjaan tanah).

Kebisingan akan meningkat akibat pengoperasian alat-alat berat. Dampak terhadap kualitas
udara dan kebisingan perlu ditangani terutama di daerah pemukiman padat.

Catatan: Kondisi iklim di wilayah studi (terutama tipe iklim dan curah hujan / jumlah hari hujan)
juga perlu diperhatikan, karena hal itu dapat mempengaruhi aktivitas proyek.

b) Morfologi

Kondisi morfologi di lokasi proyek dan sekitarnya agar diuraikan secara singkat. Sebagai
contoh, apakah daerahnya merupakan dataran rendah, dataran tinggi, bergelombang,
perbukitan, pegunungan, atau daerah pantai.

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN DOKUMEN UKL DAN UPL BIDANG JALAN 5


Lampiran I Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

c) Topografi

Kondisi topografi daerah studi perlu diuraikan secara singkat meliputi ketinggian (elevasi)
daerah setempat serta kemiringan lerengnya.

d) Tanah

Pada bagian ini agar diuraikan secara singkat mengenai kondisi tanah meliputi jenis tanah,
serta stabilitas (tingkat erosi / longsor).

e) Tata guna lahan

Pada bagian ini diuraikan tata guna lahan dan jenis-jenis penggunaan lahan saat ini
sepanjang alinyemen ruas jalan yang akan dibangun dan sekitarnya. Agar dijelaskan juga
apakah terdapat jenis penggunaan lahan yang sangat sensitif terhadap kebisingan dan
pencemaran udara seperti rumah sakit, sekolah, tempat ibadat serta pemukiman padat.

f) Hidrologi

Pada bagian ini agar diuraikan secara singkat kondisi badan-badan air setempat seperti
sungai, danau, saluran irigasi, saluran drainase yang mungkin terkena dampak kegiatan
proyek jalan. Agar dijelaskan juga apakah ada daerah rawan banjir.

g) Lansekap

Agar diuraikan kondisi lansekap alami maupun binaan di sekitar alinyemen jalan yang
mungkin terganggu oleh kegiatan proyek maupun keberadaan jalan. Hal ini mencakup:

Lokasi pemandangan alam yang bernilai tinggi untuk kegiatan pariwisata;


Lokasi bangunan bersejarah dan / atau situs purbakala;
Areal binaan seperti pemukiman, perkantoran, taman, dsb;
Bentang alam yang bersifat khas.

I.3.2 Komponen biologi

Pada bagian ini diuraikan secara singkat jenis-jenis vegetasi yang terdapat di areal tapak proyek
(sepanjang alinyemen jalan) dan sekitarnya yang mungkin terkena dampak kegiatan pembangunan
jalan. Agar dijelaskan juga apakah terdapat tanaman yang harus dipertahankan atau dipindahkan
(ditanam kembali) untuk keperluan konservasi maupun penataan lansekap.

Agar dijelaskan juga jenis-jenis satwa liar (bila ada) yang mungkin terganggu kehidupannya.

I.3.3 Komponen sosial

a) Kependudukan

Pada bagian ini diuraikan tentang data penduduk yang bermukim di sepanjang ruas jalan,
terutama penduduk yang akan terkena lahannya sebagian atau seluruhnya serta status hak

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN DOKUMEN UKL DAN UPL BIDANG JALAN 6


Lampiran I Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

tanahnya. Selain itu juga diuraikan secara singkat jumlah dan kepadatan penduduk di daerah
yang akan dilewati rus jalan.

b) Mata pencaharian dan pendapatan

Pada bagian ini diuraikan tentang mata pencaharian dan tingkat pendapatan penduduk di
sekitar lokasi proyek, terutama penduduk yang akan terkena dampak.

c) Ketenagakerjaan

Pada bagian ini diuraikan tentang ketersediaan tenaga kerja lokal serta kualifikasinya serta
tingkat pengangguran yang ada di lokasi proyek.

d) Kesehatan

Pada bagian ini diuraikan tingkat insidensi dan prevalensi penyakit di lokasi proyek terutama
yang berkaitan dengan masalah pencemaran udara seperti ISPA.

e) Sikap dan persepsi masyarakat

Pada bagian ini diuraikan tentang sikap, persepsi dan saran / harapan masyarakat setempat
(yang berkepentingan) terhadap rencana kegiatan proyek jalan, baik pada saat pembangunan
maupun pengoperasian jalan.

I.3.4 Sarana dan prasarana umum

Pada bagian ini diuraikan tentang keberadaan dan kondisi sarana dan prasarana umum di lokasi
proyek yang mungkin terganggu, antara lain:

Prasarana jalan yang sudah ada seperti saluran drainase, gorong-gorong, rambu-rambu lalu
lintas, dsb.;
Sekolah, pasar, pertokoan, sarana ibadah;
Jaringan listrik, telepon, pipa gas, dsb.

I.3.5 Kondisi lalu lintas

Untuk proyek peningkatan jalan, agar dijelaskan kondisi jalan saat studi, volume lalu lintas
kendaraan bermotor, serta waktu tempuh pengguna jalan. Selain itu juga perlu dijelaskan kondisi
lalu lintas pada rute jalan yang akan dilalui kendaraan pengangkut alat berat dan bahan bangunan.

Agar dijelaskan juga apakah ada tempat-tempat rawan kecelakaan atau kemacetatn lalu lintas,
dan sebutkan faktor penyebabnya.

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN DOKUMEN UKL DAN UPL BIDANG JALAN 7


Lampiran I Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

I.4 Dampak yang diperkirakan akan timbul


I.4.1 Tahap pra-konstruksi
Kegiatan pengadaan tanah diperkirakan dapat menimbulkan dampak sosial berupa keresahan
masyarakat, kehilangan tempat usaha, atau mungkin juga terpaksa harus pindah tempat tinggal
karena lahan tempat tinggalnya terkena proyek.

I.4.2 Tahap konstruksi

Pada tahap konstruksi jenis dampak yang potensial terjadi antara lain:

Gangguan lalu lintas;


Gangguan aliran permukaan;
Penurunan kualitas udara (debu) dan kebisingan;
Gangguan stabilitas tanah (erosi / longsor);
Kecelakaan lalu lintas;
Penurunan populasi vegetasi;
Kerusakan jalan akibat transportasi material;
Penurunan estetika lingkungan;
Gangguan kesehatan masyarakat;
Keresahan masyarakat dan konflik sosial.

I.4.3 Tahap pasca konstruksi

Jenis-jenis dampak yang potensial terjadi pada tahap pasca konstruksi antara lain:

Peningkatan pencemaran udara dan kebisingan;


Kecelakaan lalu lintas;
Gangguan kesehatan masyarakat;
Perubahan tata guna lahan.

I.5 Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)


I.5.1 Penjelasan umum

Pada bagian ini diuraikan upaya-upaya yang perlu dilaksanakan untuk menangani dampak yang
mungkin terjadi pada setiap kegiatan dengan pendekatan:

Mencegah / mengurangi atau menanggulangi dampak negatif yang diperkirakan akan timbul;
Mengembangkan dampak positif untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna proyek.

Sedapat mungkin gunakanlah SOP (standard operation procedure) yang telah baku disesuaikan
dengan kondisi setempat.

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN DOKUMEN UKL DAN UPL BIDANG JALAN 8


Lampiran I Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

I.5.2 Sumber dampak


Berikan penjelasan mengenai jenis dan volume kegiatan yang merupakan sumber dampaknya,
misalnya galian tanah 300.000 m3. Cantumkan pula jadwal waktu / periode pelaksanaannnya,
misalnya selama satu bulan.

I.5.3 Jenis dampak

Berikan penjelasan tentang jenis dampak yang akan terjadi, misalnya kerusakan badan jalan,
keresahan masyarakat atau pencemaran udara.

I.5.4 Indikator dampak

Jelaskan indikator dampak yang dapat (mudah) diamati. Misalnya sebagai indikator pencemaran
udara antara lain sebaran debu yang menempel pada tanaman atau atap rumah di pinggir jalan.
Indikator keresahan masyarakat antara lain timbulnya pengaduan atau protes dalam bentuk unjuk
rasa.

I.5.5 Upaya pengelolaan lingkungan

Dalam bagian ini diuraikan upaya pengelolaan yang akan dilaksanakan, meliputi:

a) Cara pengelolaan

Uraikan bagaimana cara pelaksanaan pengelolaan lingkungan yang akan dilaksanakan untuk
mencegah / mengurangi atau menanggulangi dampak negatif, dan / atau meningkatkan
dampak positif yang akan terjadi.

b) Lokasi pengelolaan

Tunjukkan (dalam peta) dimana lokasi tiap kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang akan
dilaksanakan. Bila perlu, berikan penjelasan secara jelas dan tepat, misalnya pada km berapa,
nama desa dan kecamatan, serta petunjuk lainnya.

c) Waktu pengelolaan

Cantumkan kapan tiap kegiatan pengelolaan lingkungan hidup harus dilaksanakan.

d) Pelaksanaan pengelolaan

Sebutkan instansi pelaksana pengelolaan lingkungan yang bertanggungjawab, dan siapa


(instansi mana) yang mengawasinya. Demikian juga sumber dananya harus dijelaskan.

I.6 Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL)


I.6.1 Penjelasan umum

Upaya pemantauan lingkungan meliputi uraian tentang jenis dampak, faktor lingkungan yang akan
dipantau, tolok ukur dampak, lokasi pemantauan, dan periode pemantauan.

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN DOKUMEN UKL DAN UPL BIDANG JALAN 9


Lampiran I Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Rencana pemantauan dibuat berdasarkan tahapan proyek, mulai tahap pra-konstruksi, konstruksi
sampai ke tahap pasca konstruksi.

Pada bagian ini diuraikan upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk memantau jenis dan tingkat
dampak yang akan timbul pada tiap tahap kegiatan proyek dengan sistematika sbb.:

a) Sunber dampak;
b) Jenis dampak;
c) Indikator dampak;
d) Upaya pemantauan

I.6.2 Sumber dampak

Pada bagian ini dijelaskan secara singkat jenis kegiatan yang menjadi sumber dampak, besaran
kegiatan serta jadwal waltu pelaksanaan pekerjaan.

I..6.3 Jenis dampak yang dipantau

Pada bagian ini dijelaskan secara singkat tentang jenis dampak yang perlu dipantau, misalnya
penurunan kualitas (pencemaran) udara.

I.6.4 Indikator dampak

Pada bagian ini dijelaskan indikator atau parameter dampak lingkungan yang perlu dipantau.

I.6.5 Upaya pemantauan

Uraian tentang upaya pemantauan mencakup aspek-aspek sbb.:

a) Cara pemantauan

Pada bagian ini dijelaskan bagaimana metode atau cara yang digunakan untuk pemantauan
lingkungan . Dalam hal ini dapat disebutkan jenis peralatan dan rumus yang digunakan dalam
analisis data, demikin pula tolok ukur dampak dengan standar baku mutu lingkungan yang
dipantau.

b) Lokasi pemantauan

Lokasi pemantauan agar dijelaskan secara jelas dan tepat, misalnya pada km berapa, nama
desa, kecamatan, dan diplot pada peta dengan skala yang memadai

c) Periode dan waktu pemantauan

Pada bagian ini agar ditetapkan periode pemantauan misalnya tiap bulan atau tiap minggu.
Dan ditetapkan juga waktu (kapan dan berapa lama) pemantauan harus dilakukan.

d) Pelaksanaan pemantauan

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN DOKUMEN UKL DAN UPL BIDANG JALAN 10


Lampiran I Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Pada bagian ini dijelaskan instansi atau lembaga yang akan melaksanakan pemantauan
lingkungan hidup, misalnya oleh pemrakarsa atau instansi lain yang terkait. Di samping itu,
disebutkan juga instansi yang mengawasi pelaksanaan pemantauan dan instansi yang
menerima laporan hasil pemantauan.

I.7 Pelaporan
Pada bagian ini diuraikan secara rinci mengenai mekanisme pelaporan hasil pengelolaan dan
pemantauan lingkungan pada saat rencana kegiatan dilaksanakan.

I.8 Pernyataan Pelaksanaan


Dokumen UKL dan UPL harus dilampiri dengan surat pernyataan kesediaan pemarakarsa untuk
melaksanakan upaya pengelolaan dan upaya pemantauan lingkungan hidup yang ditandatangani
oleh pemrakarsa (di atas meterai).

I.9 Lampiran
Lampiran terdiri dari:

a) Matriks ringkasan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan


(lihat contoh pada Tabel 9.1 dan Tabel 9.2).
b) Peta lokasi pengelolaan dan pemantauan lingkungan
c) Data / informasi lain yang dipandang perlu.

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN DOKUMEN UKL DAN UPL BIDANG JALAN 11


Lampiran I Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Tabel 9.1 Contoh Matriks Upaya Pengelolaan Lingkungan

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN DOKUMEN UKL DAN UPL BIDANG JALAN 12


Lampiran I Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Tabel 9.2 Contoh Matriks Upaya Pemantauan Lingkungan

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN DOKUMEN UKL DAN UPL BIDANG JALAN 13


Lampiran J Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Lampiran J

(Informatif)
Pedoman Teknis Penjabaran
Rencana Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup
atau
Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup

J.1 Langkah-langkah kegiatan


Proses penjabaran RKL dan RPL atau UKL dan UPL dilaksanakan melalui urutan langkah-langkah
kegiatan sebagai berikut:

a) Pemeriksaan kelengkapan dokumen RKL dan RPL atau UKL dan UPL yang tersedia;

b) Peninjauan lapangan;

b) Penerapan pertimbangan lingkungan dalam desain;

c) Penerapan pertimbangan lingkungan dalam spesifilasi atau persyaratan teknis pelaksanaan


pekerjaan konstruksi; dan

d) Pencantuman persyaratan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup dalam dokumen


tender dan dokumen kontrak pekerjaan konstruksi.

J.2 Pemeriksaan kelengkapan dokumen


Periksalah apakah rencana kegiatan proyek termasuk kategori wajib dilengkapi AMDAL atau
UKL/UPL. Apabila termasuk kategori wajib dilengkapi AMDAL, periksalah kelengkapan dokumen
AMDAL-nya yang telah ditetapkan / disyahkan oleh instansi yang berwenang, yang terdiri dari
Laporan KA-ANDAL, ANDAL, RKL dan RPL.

Bila rencana kegiatan proyek termasuk kategori wajib dilengkapi UKL/UPL, periksalah
kelengkapan dokumen UKL / UPL-nya.

Periksalah kelengkapan Isi / materi dokumen RKL atau UKL yang tersedia, apakah cukup lengkap
atau terdapat kesenjangan data. Isi dokumen RKL dan UKL yang telah baku masing-masing
tercantum pada Kotak 1 dan 2.

PEDOMAN TEKNIS PENJABARAN RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LH ATAU 1


UPAYA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Lampiran J Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Kotak 1
Daftar Isi Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan

Pernyataan Pelaksanaan;
Bab I. Pendahuluan;
Bab II. Pendekatan Pengelolaan Lingkungan;
Bab III. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup;
Daftar Pustaka;
Lampiran.

Kotak 2
Daftar Isi Dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan

Pernyataan Pelaksanaan
Bab I. Rencana Kegiatan
Bab II. Komponen Lingkungan yang Mungkin Terkena
Dampak;
Bab III. Dampak-dampak yang Akan Terjadi
Bab IV Upaya Pengelolaan Lingkungan
Bab V Upaya Pemantauan Lingkungan
Bab VI Pelaporan
Pernyataan Pelaksanaan

J.3 Peninjauan lapangan


Lakukanlah peninjauan lapangan, terutama pada lokasi-lokasi rencana / upaya pengelolaan
lingkungan yang telah ditetapkan dalam dokumen RKL / UKL; dan periksalah apakah materi
dokumen RKL / UKL tersebut cukup lengkap dan sesuai dengan kondisi lapangan saat ini.
Ketidaksesuaian dengan kondisi lapangan mungkin terjadi karena:

a) Terjadi perubahan rencana alinyemen jalan;


b) Terjadi perubahan kondisi lingkungan di lokasi proyek dan sekitarnya, misalnya jenis dan
jumlah bangunan yang terkena proyek, atau jumlah penduduk yang harus direlokasi atau
dipindahkan.
c) Kesenjangan data pada saat penyusunan dokumen AMDAL atau UKL/UPL.

Bila perlu, lengkapilah data rona lingkungan yang diperlukan untuk penyempurnaan /
pemutakhiran dokumen RKL / UKL, sesuai dengan alinyemen jalan definitif yang telah ditetapkan
di lapangan.

PEDOMAN TEKNIS PENJABARAN RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LH ATAU 2


UPAYA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Lampiran J Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Periksalah apakah uraian Rencana / Upaya Pengelolaan Lingkungan tercantum pada Bab III RKL
atau Ban IV UKL, yang meliputi uraian tentang hal-hal tersebut dibawah ini sesuai dengan kondisi
lapangan saat ini:

a) Jenis dampak;
b) Sumber dampak yang perlu ditangani;
c) Tolok ukur dampak;
d) Tujuan rencana / upaya pengelolaan lingkungan hidup;
e) Pengelolaan lingkungan hidup;
f) Lokasi pengelolaan lingkungan hidup;
g) Periode pengelolaan lingkungan hidup;
h) Pembiayaan pengelolaan lingkungan hidup;
i) Institusi pengelolaan lingkungan hidup, meliputi pelaksana, pengawas, dan penerima laporan.

Apabila materi dokumen RKL atau UKL ternyata kurang lengkap atau kurang sesuai dengan
kondisi lapangan, perbaikilah dokumen tersebut sesuai dengan hasil investigasi lapangan yang
lebih lengkap dan akurat.

Untuk perbaikan dokumen RKL / UKL tersebut di atas, pilihlah salah satu atau gabungan dari
beberapa jenis pendekatan pengelolaan lingkungan tersebut di bawah ini.

a) Pendekatan teknologi, contohnya pembuatan noise barrier untuk mengurangi kebisingan


akibat lalu lintas kendaraan bermotor;
b) Pendekatan sosial ekonomi, misalnya pemberian prioritas kesempatan kerja bagi tenaga kerja
setempat;
c) Pendekatan institusi, misalnya kerjasama dengan instansi yang berkepentingan atau terkait.
d) Pendekatan estetika, misalnya penataan lansekap pada median atau trotoar jalan.

Tetapkan tujuan rencana pengelolaan lingkungan yang dapat dibedakan dalam empat kelompok,
yaitu:

a) bertujuan untuk mencegah atau menghindari dampak negatif;


b) bertujuan untuk menanggulangi, meminimisasi, atau mengendalikan dampak negatif;
c) bersifat meningkatkan dampak positif; dan
d) bersifat memberikan kompensasi baik dalam arti sosial ekonomi maupun ekologi.

Buatlah penjabaran / pemantapan tiap jenis rencana pengelolaan lingkungan sedemikian rupa
sehingga rencana tersebut bersifat operasional dalam arti: (Lihat Tabel 1)

Jenis dan besaran (volume) rencana pekerjaannya jelas;


Lokasi pekerjaan ditentukan dengan jelas (diplot pada peta dengan skala memadai);
Metode pelaksanaannya jelas dan menggunakan teknologi / peralatan yang tersedia; dan
Layak ekonomi.

PEDOMAN TEKNIS PENJABARAN RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LH ATAU 3


UPAYA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Lampiran J Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Tabel 1
Contoh Rumusan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup
Untuk Mencegah Dampak Lalu Lintas Pada Tahap Pasca Konstruksi

Jenis dampak Kecelakaan lalu lintas pada pejalan kaki


Sumber dampak Lalu lintas kendaraan bermotor
Tolok ukur dampak Banyaknya kejadian kecelakaan lalu lintas
Tujuan rencana pengelolaan Mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas.
lingkungan hidup
Upaya pengelolaan lingkungan Membuat jembatan penyeberangan untuk pejalan
hidup kaki, (panjang 15 m).
Lokasi pengelolaan lingkungan Di depan sekolah pada Km 3 + 210.
hidup
Periode pengelolaan lingkungan Pada tahap konstruksi
hidup
Pembiayaan pengelolaan Meliputi biaya konstruksi (bahan, peralatan, dan
lkingkungan hidup upah).

Institusi pengelolaan lingkungan Pelaksana: Pemrakarsa Proyek Jalan (dibantu


hidup: kontraktor dan konsultan supervisi)
Pengawas: Dinas Bina Marga Kabupaten
Penerima laporan: Dinas Bina Marga,
Bapedalda, DLLAJ

J.4 Penerapan pertimbangan lingkungan dalam desain


K.4.1 Rencana teknis detail

Untuk memberikan petunjuk pelaksanaan pengelolaan lingkungan yang lebih jelas, rencana
pengelolaan lingkungan khususnya yang berupa konstruksi bangunan tertentu, agar diwujudkan
dalam bentuk gambar desain (rencana teknis detail).

Beberapa jenis rencana / upaya pengelolaan lingkungan terutama untuk mencegah terjadinya
dampak negatif pada tahap pasca konstruksi, yang perlu dilengkapi dengan gambar-gambar
desain antara lain:

Perkuatan lereng galian / timbunan tanah untuk mencegah erosi / longsor (lihat Gambar 1);
Pembuatan noise barrier untuk mengurangi kebisingan lalu lintas kendaraan bermotor;
Pembuatan saluran drainase untuk pengendalian air larian (menghindari genangan air hujan);
Pembuatan bak penampung sedimen pada ujung saluran drainase sebelum masuk ke badan
air, untuk pencegahan dampak pada badan air (pencemaran air dan sedimentasi);
Pemasangan rambu-rambu lalu lintas untuk mengatur lalu lintas kendaraan bermotor.
Pembuatan jembatan pennyeberangan bagi pejalan kaki, untuk mencegah kecelakaan lalu
lintas;

PEDOMAN TEKNIS PENJABARAN RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LH ATAU 4


UPAYA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Lampiran J Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Pembuatan pagar / tonggak pengaman (guard rail / post) untuk mencegah kecelakaan lalu
lintas, di lokasi yang berbahaya seperti tepi lereng curam, tepi timbunan badan jalan yang
tinggi, tikungan tajam, lokasi jembatan atau gorong-gorong, dsb.
Penataan lansekap di lokasi tertentu, untuk mengatasi gangguan visual (estetika), atau untuk
mengurangi pencemaran udara (lihat Gambar 2);
Pembuatan terowongan untuk penyeberangan satwa liar (lihat Gambar 3).

Gambar 1 : Contoh Teknik Gabungan untuk Perlindungan Lereng

PEDOMAN TEKNIS PENJABARAN RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LH ATAU 5


UPAYA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Lampiran J Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Gambar 2 : Penanaman pohon sebagai unsur lansekap sekaligus untuk


mengurangi pencemaran udara

Gambar 3: Penyeberangan satwa liar digabung dengan bangunan air


(gorong-gorong).

K.4.2 Peta lokasi pengelolaan lingkungan

Lokasi rencana / upaya pengelolaan lingkungan secara keseluruhan agar digambarkan pada peta
dengan skala yang memadai (antara 1 : 5000 1 : 15.000).

Tiap lokasi rencana / upaya pengelolaan lingkungan dilengkapi dengan peta detai dengan skala
antara 1 : 100 1 : 500.

J.5 Penerapan pertimbangan Lingkungan dalam spesifikasi teknis atau


persyaratan pelaksanaan pekerjaan konstruksi
Pertimbangan lingkungan yang tidak dapat dijabarkan dalam bentuk gambar desain agar
dirumuskan dengan jelas dalam bentuk spesifikasi dan / atau persyaratan teknis pelaksanaan
pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh kontraktor.

Rumusan persyaratan teknis pelaksanaan pekerjaan harus dibuat dalam bentuk deskripsi yang
singkat tapi jelas.

Persyaratan teknis pelaksanaan rencana pengelolaan lingkungan agar dirumuskan secara detail
dan sistematis meliputi aspek-aspek geofisik-kimia, biologi dan sosial, antara lain tentang:

Pemilihan lokasi base camp termasuk AMP dan stone crusher harus cukup jauh dari areal
permukiman dan badan air, sehingga tidak menimbulkan dampak kebisingan, polusi udara
(debu) dan pencemaran pada air permukaan maupun air tanah;
Pembuatan jalan sementara untuk pengalihan lalu lintas di lokasi pekerjaan konstruksi agar
tidak terjadi kemacetan lalu lintas.

PEDOMAN TEKNIS PENJABARAN RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LH ATAU 6


UPAYA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Lampiran J Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Pembuatan jembatan sementara untuk pengalihan lalu lintas di lokasi pekerjaan konstruksi
jembatan agar tidak terjadi penutupan lalu lintas.
Penanganan dampak akibat pembersihan lahan (dampak pada flora);
Penanganan dampak terhadap utilitas yang mungkin timbul akibat pekerjaan galian tanah;
Penanganan dampak terhadap situs purbakala yang mungkin timbul akibat pekerjaan galian
tanah;
Penanganan dampak akibat pengangkutan bahan bangunan (dampak kebisingan, debu,
kemacetan lalu lintas, kerusakan badan jalan, kecelakaan lalu lintas);
Perawatan alat-alat berat (pencegahan pencemaran tanah dan air akibat tumpahan bahan
pelumas);
Penyimpanan bahan bakar dan pelumas (pencegahan tumpahan bahan bakar dan pelumas);
Pengoperasian base camp (penanganan limbah);
Pengamanan / reklamasi bekas quarry, borrow area dan disposal area;
Pembongkaran basecamp atau merehabilitasinya untuk keperluan penduduk, setelah
pekerjaan konstruksi selesai;
Pembersihan sisa bahan bangunan dan alat-alat rusak;
Pembongkaran bangunan sementara dan jalan darurat yang tidak diperlukan lagi;
Penanaman kembali jenis-jenis vegetasi tertentu di areal terbuka seperti median atau tepi
jalan, sesuai dengan fungsinya.
Pemberian prioritas kesempatan kerja kepada penduduk setempat (sekitar lokasi proyek),
sesuai dengan persyaratan yang diperlukan.

.
J.6 Pencantuman Persyaratan Pengelolaan dan pemantauan lingkungan
dalam dokumen tender dan dokumen kontrak
J.6.1 Rumusan persyaratan pengelolaan lingkungan secara global

RKL dan UKL merupakan dokumen hukum yang mengikat bagi semua pihak tersebut dalam
dokumen itu. Untuk menjamin agar persyaratan pengelolaan lingkungan yang tercantum dalam
RKL atau UKL benar-benar dilaksanakan pada tahap konstruksi, hal itu harus dicantumkan baik
dalam dokumen tender maupun dokumen kontrak pekerjaan konstruksi.

Dokumen RKL/RPL atau UKL/UPL harus dilampirkan dalam dokumen tender / kontrak, dan agar
dinyatakan bahwa dokumen RKL atau UKL tersebut sebagai lampiran dokumen tender / kontrak
yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

J.6.2 Rumusan persyaratan pengelolaan lingkungan secara rinci

Untuk mempertegas dan memperjelas persyaratan pengelolaan lingkungan yang harus


dilaksankan oleh kontraktor, cantumkanlah klosul-klosul tertentu secara spesifik, baik dalam
dokumen tender maupun kontrak (lihat Kotak 3).

Setiap klosul persyaratan pengelolaan lingkungan harus menyatakan perintah atau penjelasan
apa yang harus dilaksanakan oleh kontraktor, dan rumusannya harus jelas agar tidak terjadi
kesalahan interpretasi.

Setiap klosul harus mengandung paling tidak empat bagian keterangan yang menjelaskan :.

Apa yang harus dilaksanakan;

PEDOMAN TEKNIS PENJABARAN RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LH ATAU 7


UPAYA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Lampiran J Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Di mana hal itu dilaksanakan;


Kapan dan bagaimana cara pelaksanaannya;
Siapa yang bertanggungjawab.

J.6.3 Pelaksanaan pemantauan lingkungan

Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pengelolaan lingkungan yang telah dilaksanakan,


kontraktor juga harus melaksanakan pemantauan lingkungan sesuai dengan ketentuan tercantum
dalam dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)..

Pencantuman klosul tentang persyaratan pelaksanaan pemantauan lingkungan tersebut di atas


dapat dibuat secara global atau secara rinci terutama untuk hal-hal yang dipandang sangat
penting.

Persyaratan teknis pelaksanaan pemantauan lingkungan yang mungkin diperlukan antara lain
meliputi:

kehilangan jenis-jenis flora dan keberhasilan penghijaian kembali di lokasi pembersihan


lahan;

kualitas udara dan kebisingan di lokasi permukiman yang dilalui lendaraan pengangkut
material;

effluen limbah cair dari base camp;


kerusakan badan jalan sepanjang ruas jalan yang dilalui kendaraan berat pengangkut
peralatan dan material;

kemacetan lalu lintas dan / atau kecelakaan lalu lintas sekitar lokasi proyek;

erosi atau longsor di lokasi galian atau timbunan tanah;

keluhan atau pengaduan masyarakat akibat dampak yang tidak tertangani dengan baik.

kerusakan prasarana atau fasilitas umum seperti saluran drainase, jaringan telepon/ listrik, dll,
akibat pekerjaan galian tanah.

PEDOMAN TEKNIS PENJABARAN RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LH ATAU 8


UPAYA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Lampiran J Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Kotak 3
Contoh Klosul Persyaratan Pengelolaan Lingkungan

1) Kontraktor harus berupaya dengan segala cara untuk melindungi lingkungan di


dalam dan di sekitar lokasi tapak kegiatan proyek sesuai dengan ketentuan tercantum
dalam dokumen Rencana Pengelolaan Libgkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan
Lingkungan (RPL). Kontraktor harus menghindarkan atau menanggulangi semua
kerusakan atau gangguan terhadap orang maupun benda milik umum yang timbul
karena polusi, bising atau lainnya yang disebabkan oleh pelaksanaan pekerjaan
kontraktor.

2) Selama pekerjaan mobilisasi, kontraktor diwajibkan memperkuat semua jembatan


baik di sepanjang maupun di luar jalur proyek yang akan dilewati kendaraan dan
peralatan berat kontraktor. Kontraktor harus mengusahakan dengan segala upaya
untuk mencegah agar lalu lintas peralatan tidak merusak jalan atau jembatan yang
menghubungkan dengan atau yang terletak pada jalan yang menuju ke lokasi
pekerjaan. Kontraktor harus berusaha memilih rute, serta mengatur jadwal waktu
penggunaan kendaraan untuk menghindari kemacetan atau kecelakaan lalu lintas
yang mungkin terjadi akibat pengangkutan peralatan dan bahan bangunan dari atau
ke lokasi pekerjaan.

3) Semua kegiatan untuk pelaksanaan pekerjaan, termasuk pekerjaan sementara


harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan gangguan yang
berarti bagi kenyamanan umum, atau membatasi jalan masuk menuju ke dalam batas
daerah pekerjaan dan tanah yang bedampingan.

4) Semua benda peninggalan purbakala, mata uang, benda berharga atau kuno,
bangunan dan peninggalan-peninggalan lain atau benda-benda yang menyangkut
kepentingan geologi dan kepurbakalaan yang ditemukan di lapangan harus dianggap
oleh pemilik dan kontraktor sebagai milik mutlak dari pemerintah. Kintraktor harus
mengambil tindakan untuk mencegah orang-orangnya atau orang lain memindahkan
atau merusak barang atau benda tersebut, dan segera setelah penemuan tewrsebut
dan sebelum memindahkannya, memberitahukan penemuan tersebut kepada Direksi
Lapangan (Konsultan Supervisi) untuk berkonsultasi dengan Pemimpin Proyek yang
akan menentukan tindakan selanjutbnya sesuai dengan peraturan yang beralaku.

5) Kontraktor harus memberikan prioritas kesempatan kerja kepada penduduk lokal


di sekitar lokasi proyek sesuai dengan persyaratan kualifikasi tenaga kerja yang
diperlukan. Apabila kontraktor mendatangkan tenaga kerja dari luar daerah kerja,
kontraktor harus berupaya agar tidak terjadi konflik sosial yang mungkin terjadi antara
penduduk lokal dan tenaga kerja pendatang.

6) Kontraktor harus selalu menjaga kebersihan dan kerapihan lapangan dan


pekerjaan selama pelaksanaan dan pemeliharaan. Pada saat penyelesaian
pekerjaan, kontraktor harus membersihkan dan menyingkirkan dari lapangan semua
peralatan konstruksi, sisa bahan, sampah dan segala macam pekerjaan sementara,
dan kontraktor harus meninggalkan seluruh lapangan dan pekerjaan dalam keadaan
bersih dan sehat seperti kondisi semula atas biaya kontraktor, sehingga dapat
diterima oleh Direksi pekerjaan.

PEDOMAN TEKNIS PENJABARAN RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LH ATAU 9


UPAYA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Lampiran J Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

PEDOMAN TEKNIS PENJABARAN RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LH ATAU 10


UPAYA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Lampiran K Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Lampiran K
(Informatif)
Pedoman Teknis Perencanaan Lansekap Jalan

K.1 Pengertian lansekap

Lansekap adalah pemandangan sejauih mata memandang dalam ruang di luar bangunan artau
gedung. Berbagai jenis lansekap di luar bangunan / gedung dapat kita temuai antara lain:

Lansekap pegunungan;
Lansekap pedesaan;
Lansekap perkotaaan;
Lansekap pantai;
Lansekap jalan.

Lansekap jalan adalah pemandangan sejauh mata memandang dari dan ke jalan, serta
sepanjang koridor jalan. Lansekap jalan mencakup elemen keras berupa perkerasan jalan,
trotoar, jembatan, underpass, overpass, subway dan simpang susun, dan elemen lunak seperti
pelengkap tepi jalan berupa tanaman meliputi jenis pohon, semak, perdu dan rumput yang
berada di sekitar jalan.

Lansekap jalan merupakan suatu jaringan koridor visual yang memberikan pemandangan kepada
pemakai jalan dan warga penghuni di sekitarnya, yang sangat mempengaruhi gaya hidup
masyarakat sehari-hari.

Lansekap jalan yang baik, secara psikologis dan kesehatan dapat memberikan kenyamanan,
stimulasi dan penyegaran, dan secara ekologis akan meningkatkan kualitas lingkungan jalan.

Istilah lansekap berkaitan dengan aspek-aspek lingkungan fisik, ekologis dan visual. Di Indonesia
rona lansekap terbentuk dari berbagai jenis bentang alam dan binaan manusia, baik di daerah
perkotaan maupun pedesaan.

Di daerah perkotaan, lansekap


didominasi oleh elemen buatan
manusia sedangkan elemen alami
pada umumnya merupakan elemen
sekunder, bahkan dalam kondisi
tertentu sama sekali tidak ada atau
kurang berarti (lihat Gambar 1.1).

Gambar 1.1 Contoh Lansekap Perkotaan

PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN 1


Lampiran K Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Lansekap pedesaan juga didominasi oleh


elemen buatan manusia, berupa lansekap
lunak yang terbentuk dari berbagai tanaman
termasuk sawah dan berbagai jenis kebun. Di
daerah alami, seperti hutan, berbagai jenis
tumbuh-tumbuhan (vegetasi alam) dan / atau
elemen alami lainnya mendominasi

Gambar 1.2 Contoh Lansekap Pedesaan

Pada dasarnya, lansekap terbentuk dari campuran tiga faktor sebagai berikut:

a. Faktor-faktor ekologis

Hal ini meliputi flora, fauna, hidrologi, kondisi tanah, dan topografi. Interaksi ekologis antara
elemen-elemen tersebut, demikian juga interaksinya dengan faktor sosial / budaya dapat
membentuk ekologi setempat.

b. Faktor-faktor sosial / budaya

Faktor-faktor ini merupakan elemen-elemen lansekap binaan manusia meliputi elemen


penggunaan lahan, termasuk modifikasi lingkungan alami, gedung, serta bangunan sarana dan
prasarana lainnya. Elemen-elemen sosial-budaya ini membentuk berbagai lingkungan yang
merupakan bagian lingkungan alam, perkotaan dan perdesaan di Indonesia.

c. Faktor visual

Karakter visual elemen-elemen alami dan sosial-bidaya secara terpisah dan / atau bersama-
sama membentuk ekspresi pemandangan lansekap. Pemandangan ini dapat berupa
pemandangan alami, pedesaan atau perkotaan dengan berbagai mutu visual.

K.2 Gambaran umum lansekap jalan

K.2.1 Lansekap jalan antar kota

Jalan antar kota melalui berbagai lansekap alami dan pedesaan yang luas, serta kampung
dan kota-kota kecil di Indonesia;
Pada prinsipnya lansekap Indonesia dapat dilihat / dinikmati dari jalan antar kota;

PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN 2


Lampiran K Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Pada umumnya lansekap ini memiliki daya tarik visual yang besar, serta kesatuan dan
keanekaragaman visual yang tinggi;
Lansekap yang berbatasan dengan jalan antar kota harus memiliki nilai pemandangan dan
wisata yang tinggi;

Nilai-nilai tersebut penting bagi pariwisata yang merupakan nilai


ekonomi yang besar bagi Indonesia karena jalan antar kota
memberikan jalan menuju sumber alam;
Jalan antar kota yang baru dapat menambah nilai lansekap
dengan membawa aset pemandangan lansekap ke jalan;
Jalan antar kota juga dapat berdampak atau merugikan bagi
lansekap lainnya jika jalan dipandang dari lokasi lain;
Perencanaan lansekap jalan antar kota yang baik akan
memastikan penyatuan jalan dengan lansekap setempat dan
mempertahankan nilai-nilai lansekap, serta meningkatkan peluang
untuk pemandangan;
Dalam beberapa keadaan, nilai ekologis lansekap akan
berdampak terhadap jalan.

K.2.2 Lansekap jalan kota

Jalan kota merupakan komponen utama lansekap kota;


Jalan kota merupakan bagian penting dari pengalaman keseharian kita, saat
kita berkeliling kota;
Jalan kota penting bagi kita, saat kita bepergian sebagai pengendara /
penumpang kendaraan pribadi, penumpang kendaraan umum, pengendara
motor dan / atau pejalan kaki;
Jalan kota penting untuk menunjang perekonomian yang memberikan
pencapaian ke pertokoan dan tempat perniagaan;
Jaln kota penting sebagai tempat bersosialisasi, umumnya untuk bertemu
seseorang atau makan di restoran, warung atau kaki lima;
Lansekap jalan kota penting dilihat dari segi iklim, dimana lansekap jalan
menentukan bagaimana kita merasakannya dalam mobil, khususnya jika lalu
lintas bergerak lambat, macet atau berhenti;
Lanseap jalan kota penting dari segi visual, dimana kondisi lansekap tersebut
memiliki kemampuan menciptakan kenyamanan atau ketidaknyamanan
pengalaman visual.
Jalan kota menyediakan jalur utilitas, termasuk listrik (PLN), air (PAM),
telepon, dan gas;
Dalam proses perencanaan jalan kota, seluruh fungsi jalan tersebut harus
dipertimbangkan;
Untuk mencapai hasil terbaik, perencana jalan kota harus bekerjasana
dengan perencana kota / arsitek lansekap.

PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN 3


Lampiran K Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

K.2.3 Lansekap jalan layang

Jalan layang yang merupakan kombinasi jalan tol dan jalan penghubung memiliki potensi
dampak terbesar terhadap lansekap pada lingkungan yang dilalui jalan tersebut;
Pertimbangan rencana jalan layang harus diberikan untuk nilai fungsi, lingkungan,
keindahan, sosial, lalu-lintas dan rekayasa pada penyelesaian jalan;
Peruntukan lahan yang berbatasan dalam potongan melintang jalan dapat diciptakan tema
lansekap yang umum untuk menciptakan lingkungan jalan yang lebih baik;

Daerah pada potongan memanjang memerlukan pengolahan


visual untuk memberikan pengaruh kualitas lansekap yang
lebih tinggi;
Elemen struktur utama sistem jalan layang memiliki pengaruh
penting terhadap lansekap lingkungan iklim vusual jalan yang
berabatasan dengan daerah tersebut;
Material lansekap memberikan visual yang kontras dan
manfaat lingkungan pada pembangunan jalan.

K.2.4 Lansekap jalan pejalan kaki

Jalan harus melayani kebutuhan pejalan kaki sama dengan kebutuhan kendaraan;
Saat ini lebar jalur jalan pejalan kaki tergantung pada status / klasifikasi jalan-jalan nasional,
provinsi, kabupaten / kota, dan arteri, kolektor dan lokal;
K epedulian pada kegiatan pejalan kaki m eningkatkan penam pilan kualitas lingkungan hidup
suatu ruas jalan. Perencanaan harus menghasilkan beberapa tujuan:

a) Keamanan pejalan kaki harus aman dan terlindung dari kendaraan;


b) Iklim mikro faktor iklim tropis harus dipertimbangkan dan jalur
pejalan kaki harus teduh untuk menikmati perjalanan;
c) Keindahan rencana lansekap jalan harus menggunakan konsep
budaya setempat yang akan menciptakan suasana lansekap yang
unik;
d) Fungsi: Daerah pejalan kaki pada sisi jalan merupakan tempat
untuk beriteraksi sosial. Pergerakan pejalan kaki, warung, kios dan
pedagang kaki lima juga terjadi di jalur pejalan kaki. Elemen-
elemen tersebut menciptakan daerah pejalan kaki yang
menyediakan kawasan pelayanan dan sosial . Namun pada saat
yang sama mereka membuat masalah memaksa pejalan kaki ke
jalan.

PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN 4


Lampiran K Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Tempat penyeberangan jalan atau jembatan penyeberangan atau


underpass harus tersedia di persimpangan jalan dan jalur pergerakan
pejalan kaki;
Jalur pejalan kaki harus peduli kepada para penderita cacat. Permukaan
jalan harus rata dengan kemiringan rendah;
Pengelolaan fasilitas umum (PAM, Telkom, PLN dan gas) harus
dikoordinasikan dengan instansi terkait. Saat ini, banyak jalur pejalan kaki
yang rusak berat oleh kegiatan konstruksi atau pemeliharaan oleh instansi
terkait.

K.3 Proses perencanaan lansekap jalan

K.3.1 Tahap-tahap perencanaan lansekap jalan

Fungsi perencanaan lansekap jalan adalah untuk menyediakan desain rinci untuk menerapkan
prinsip -prinsip rencana lansekap dan / atau penjabaran rencana penataan lansekap sesuai
dengan ketentuan tercantum dalam dokumen RKL atau UKL proyek jalan yang bersangkutan.

Proses perencanaan lansekap jalan secara umum dilaksanakan melalui beberapa tahap atau
langkah sebagai berikut (lihat Gambar 3.1).

Langkah 1 : penyusunan rencana induk lansekap;


Langkah 2 : Identifikasi isu pokok keselamatan (lalu lintas);
Langkah 3 : penyusunan desain awal;
Langkah 4 : penyusunan desain rinci.

Langkah 1
Penyusunan Langkah 2
Rencana Induk Identifikasi Isu Pokok
Keselamatan

Langkah 3
Penyusunan
Desain Awal

Langkah 4
Penyusunan
Desain Rinci

PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN 5


Lampiran K Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Gambar 3.1 Tahap-Tahap Perencanaan Lansekap Jalan


Untuk proyek-proyek jalan tertentu, yang dampaknya terhadap aspek lansekap tidak penting,
proses perencanaan lansekap dapat dilaksanakan lebih sederhana hanya melalui dua tahap,
yaitu penyusunan desain awal dan penyusunan desain rinci. Dalam hal ini, disarankan
pengenalan tingkat kegiatan seperti tercantum pada T abel 3.1.

Tabel 3.1
Daftar Uji Kegiatan Perencanaan Lansekap Jalan

Tingkat Kegiatan Rencana Induk Desain Awal Desain Rinci

1. Fokus Minimum Tidak diperlukan Konsep Rencana Desain rinci lansekap


Persimpanga secara Tata Letak satu skala minimum 1 :
n menyeluruh warna, skala 500
Bundaran minimum 1 : 500 Desain rinci
Median Ringkasan isu desain penanaman
Penampang Jadwal penanaman
Melintang dan/atau Estimasi biaya
fotomontase rencana Masukan untuk
perlakuan spesifikasi lansekap

2. Terfokus Tidak diperlukan Konsep Rencana Desain rinci lansekap


Simpang secara Tata Letak dg 2 atau skala minimum 1 :
susun menyeluruh 3 warna melukiskan 500
gabungan Desain rinci
penggunaan dan penanaman
perlakuan, dengan Desain rinci drainase
skala minimum 1 : Jadwal penanaman
500 Estimasi biaya
Ringkasan isu desain Masukan utk
2 atau 3 penampang spesifikasi lansekap
Melintang
menggambarkan
rencana perlakuan

3. Komprehensif Laporan Konsep Rencana Desain rinci lansekap


Bypas rencana induk Tata Letak minimum skala minimum 1 :
pedesaan Pernyataan 3 warna melukiskan 500
dan semi visi gabungan Desain rinci
pedesaan menyeluruh penggunaan dan penanaman
Jalan utana Panel elemen lansekap, Desain rinci drainase
pekotaan berwarna dengan skala Jadwal penanaman
Sketsa, minimum 1 : 500, Estimasi biaya
ilustrasi, dan sekurang- Spesifikasi lansekap
simulasi kurangnya 2 area
rinci skala minimum
1 : 250.

PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN 6


Lampiran K Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Laporan desain
lansekap
Minimum 3
penampang
Melintang
melukiskan
perlakuan
Fotomontase proyek
jalan

4. Komprehensif Laporan Rangkaian Konsep Desain rinci lansekap


maksimum rencana induk Rencana Tata Letak skala minimum 1 :
Jalan Pernyataan berwarna dari sifat 500
protokol visi menyeluruh Desain rinci
Jalan utama menyeluruh Laporan desain penanaman
perkotaan Panel lansekap Desain rinci drainase
Jakan di berwarna Minimum 3 Kontrak pengadaan
daerah Sketsa, penampang tanaman
sangat ilustrasi, melintang Dokumtn kontrak
sensitif simulasi melukiskan Estimasi biaya terinci
perlakuan Spesifikasi lansekap
Minimum 2
fotomontase
Minimum skala 1 :
100

K.3.2 Penyusunan rencana induk

Proyek-proyek jalan yang cukup besar seperti pembangunan jalan baru antar kota, jalan tol
perkotaan atau antar kota, termasuk pembangunan simpang susun, memerlukan penyiapan
R encana Induk Lansekap, untuk pedom an pem bangunan yang m enyeluruh, khususnya
penataan dan pengelolaan lansekap.

Rencana induk walaupun pada akhirnya merupakan satu rencana, dapat terdiri dari sejumlah
rencana yang menggambarkan berbagai pengaruh terhadap rencana induk atau mengulangi, dan
bila perlu, m eluas m enjadi R encana D asar. R encana induk m em perlihatkan perbedaan zona
(mintakat) lansekap yang berada di sepanjang rute jalan yang tercakup oleh batas wilayah
perencanaan (lihat Gambar 3.2). Rencana induk ini, dalam mendukung potongan dan sketsa
rencana rinci, akan menggambarkan karakteristik penanganan lansekap.

R encana Induk Lansekap harus tercantum dalam laporan R encana Induk. H al ini akan
diuraikan dengan seksama pada strategi penanganan dan pengelolaan lansekap sepanjang ruas
jalan. Hal ini dapat mencakup strategi konservasi daerah alami atau daerah cagar budaya,
strategi pengelolaan dan restorasi sumber daya visual, serta strategi penanaman untuk berbagai
daerah.

PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN 7


Lampiran K Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Sebelum finalisasi, rencana induk harus didiskusikan oleh pemrakarsa proyek jalan untuk
memastikan bahwa ada saling pengertian tentang apa yang disarankan dalam kaitannya dengan
strategi desain dan pengelolaan lansekap.

K.3.3 Identifikasi isu-isu pokok keselamatan

Kaji ulang semua isu pokok keselamatan yang berkaitan dengan kegiatan pembangunan jalan.
Hal ini meliputi standar dan persyaratan teknis jalan yang diperlukan sehubungan dengan
perencanaan lansekap dan untuk menjamin bahwa keselamatan jalan (lalu lintas) tidak dapat
ditawar-tawar. Pertimbangan keselamatan ini dipertimbangkan dalam tiga kelas, daerah terbuka,
kejelasan pandang, dan fungsi penggunaan penanaman. Daftar uji (checklist) berbagai hal dalam
ketiga kelas tersebut diajikan pada Tabel 3.2

K.3.4 Penyusunan desain awal

Berbagai rencana rinci dibuat berdasarkan rencana induk yang telah ditetapkan. Hal ini sebagian
besar mencakup rencana penanaman, tapi dapat juga mencakup elemen-elemen lain seperti
penempatan rambu lalu lintas dan pelengkap jalan lainnya. Rencana ini dinam ai D enah A w al
yang diperlukan untuk kaji ulang desain selanjutnya. Denah awal semacam itu harus dibuat untuk
semua areal yang memerlukan desain tersendiri dan harus mencakup areal median dengan
berbagai lebar dan perlakuan, tepi jalan, galian dan timbunan, dinding penguat tebing,
persilangan dan simpang susun.

Desain awal menggambarkan karakteristik areal-areal khusus dalam bentuk denah dan
penampang dan / atau ilustrasi sketsa tiga dimensi (lihat Gambar 3.3).

PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN 8


Lampiran K Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Gambar 3.2 Contoh Rencana Induk Lansekap Jalan

PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN 9


Lampiran K Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Tabel 3.2
Daftar Uji Pertimbangan Keselamatan Dalam Desain Lansekap

Isu Faktor Spesifik Persayaratan

Daerah Sempadan penanaman Sempadan penanaman diidentifikasi melalui empat


Terbuka langkah

Penyerapan benturan Bila diizinkan, digunakan tanaman yang tidak keras


di zone sempadan yang tersedia

Kejelasan Garis pandang Segitiga pandangan diidentifikasi dan diplot


Penglihatan Penanaman dalam segitiga pandangan sesuai
dengan kebutuhan

Penerangan, rambu Penanaman tidak mengganggu penerangan


dan pelayanan Penanaman tidak termasuk di daerah yang
cocok untuk pemasangan rambu

Tempat istirahat Tata letak sesuai keperluan

Median Median kurang dari 2 m diperkeras


Tempat berlindung penyeberang jalan
disediakan sesuai kebutuhan

Penyeberangan Garis pandang tidak terhalang sesuai keperluan


pejalan kaki

Persimpangan Jarak pandang sesuai keperluan

Bundaran Segitiga pandangan diplot sesuai keperluan


Segitiga pandangan bebas dari penghalang
sesuai keperluan

Fungsi Penghalang sorot Factor dipertimbangkan dalam proyek


Penggunaan lampu
Tanaman Pembatas tikungan Factor dipertimbangkan dalam proyek
Penggunaan spesies yang efektif
dipertimbangkan
Penyaringan Factor dipertimbangkan dalam proyek
Penahan angin Factor dipertimbangkan dalam proyek
Silau cahaya matahari Factor dipertimbangkan dalam proyek

PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN 10


Lampiran K Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Gambar 3.3 Contoh Desain Awal Lansekap Jalan

K.3.5 Penyusunan desain rinci

Langkah berikutnya setelah persetujuan atau modifikasi denah awal adalah perumusan desain
rinci (lihat Gambar 3.4). Desain rinci tersebut meliputi dokumentasi semua pekerjaan lansekap
berupa denah, gambar kerja, spesifikasi dan dokumentasi, serta rencana anggaran biaya untuk
pelaksanaan konstruksi.

Perencanaan lansekap jalan harus mencakup penerapan pertimbangan berbagai aspak berikut:
tema arsitektur lansekap;
keselamatan dan efisiensi;
dampak visual pada lansekap sekarang;
keindahan dan konteks budaya;
konservasi warisan budaya dan kedanekaragaman hayati;
koridor dan struktur utilitas / jasa;
tambu lalu lintas dan papan reklame;
kontrol akustik;

PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN 11


Lampiran K Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

erosi dan drainase;


pemandangan sepanjang koridor;
pemandangan dan penggunan lahan pribadi di sekitar jalan;
lalu lintas stnar.

PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN 12


Lampiran K Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Gambar 3.4 Contoh Desain Rinci Lansekap Jalan

PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN 13


Lampiran K Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

K.4 Spesifikasi Tanaman

K.4.1 Bentuk tanaman

Salah satu elemen lansekap yang utama adalah tanaman. Tanaman yang dapat digunakan
dalam penataan lansekap jalan mempunyai kriteria (persyaratan) berdasarkan bentuk tanaman
sebagai berikut.

a. Tanaman Pohon:
tinggi pohon 2,00 5,00 m
bermassa daun padat
batang pohon / percabangan tidak mudah patah
perawatannya mudah dan daun tidak mudah rontok (gugur)
perakaran tidak merusak konstruksi jalan.

b. Tanaman Perdu:
tinggi tanaman 0,50 2,00 m
berbatang lunak tapi tidak mudah patah
perawatannya mudah
warna bunga atau daunnya indah
perakaran tidak merusak konstruksi jalan

c. Tanaman Penutup Tanah


tinggi tanaman 5 20 cm
perakaran serabut atau menjalar dengan tunas
dapat merupakan jenis rumput atau penutup tanah
perawatannya mudah

K.4.2 Bentuk Tajuk

Tanaman pohon dan perdu mempunyai berbagai bentuk tajuk yang dapat dibedakan secara
visual (Lihat Tabel 4.1).

PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN 14


Lampiran K Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Tabel 4.1
Bentuk Tajuk Pohon dan Contoh Jenis Tanamannya

Bentuk Tajuk Contoh Jenis Tanaman

1. Tajuk Bulat (Rounded) Kiara Payung (Filicim decipiens)


Biola Cantik (Ficus pandurata)

2. Tajuk Memayung (Canopy) Bungur (Lagerstroemia loudonii)


Dadap (Erythrina sp)

3. Tajuk Oval Tanjung (Mimusops elengi)


Johar (Cassia siamea)

4. Tajuk Kerucut (Conical) Cemara ( Cassuarina equisetifolia)


Glodokan (Polyalthea longifolia)
Kayu Manis (Glycyrrhiza gkabra)
Kenari (Cannarium communeae)

5. Tajuk Menyebar / Bebas (Abroad) Angsana (Ptherocarphus indicus)


Akasia daun besar (Accasia mangium)

PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN 15


Lampiran K Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Tabel 4.1 (Lanjutan)

Bentuk Tajuk Contoh Jenis Tanaman

6. Tajuk Persegi Empat (Square) Mahoni (Switenia mahagoni)

7. Tajuk Kolom (Columnar) Baambu (Bambusa sp)


Glodokan Tiang (Polyalthea sp)

8. Tajuk Vertikal Jenis Palem, antara lain:


Palem Raja (Oreodoxa regia)

K.4.3 Fungsi tanaman

Bentuk tanaman mempunyai kaitan erat dengan fungsinya. Karena itu, bentuk ranaman tertentu
diharapkan dapat menunjang fungsi dan tujuan perencanaan lansekap jalan. Contoh bentuk dan
jenis tanaman serta fungsi dan persyaratannya dapat dilihat pada Tabel 4.2

PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN 16


Lampiran K Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Tabel 4.2 Fungsi Tanaman

Fungsi Persyaratan Contoh Bentuk dan Jenis

1. Peneduh Ditempatkan pada jalur tanaman


(minimal 1,5 m)
Percabangan 2 m di atas tanah
Bentuk percabangan batang tidak
merunduk
Bermassa daun padat
Ditanam secara berbaris

Kiara Payung
(Filicium decipiens)
Tanjung
(Mimosops elengi)
Angsana
(Ptherocarphus indicus)

2. Pengarah Tanaman perdu atau pohon


Pandang ketinggian > 2 m
Ditanam secara masal atau berbaris
Jarak tanam rapat
Untuk tanaman perdu / semak
digunakan tanaman yang memiliki
warna daun hijau muda agar dapat
dilihat pada malam hari.

Cemara
(Cassuarina equisetifolia)
Mahoni
(Switenia mahagoni)
Hujan Mas
(Cassia glauca)
Kembang Merak
(Caesalphania pulcherima)
Kol Banda
(Pisonia alba)

PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN 17


Lampiran K Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

3. Pembentuk Tanaman pohon tinggi > 3 m


Pandangan Membentuk massa
Pada bagian tertentu dibuat terbuka
Diutamakan tajuk Coniccal &
Columnar
Cemara
(Cassuarina equisetifolia)
Glodokan Tiang
(Polyalthea sp)
Bambu
(Bambusa sp)
Glodokan
(Polyalthea longifolia)

4. Penyerap Polisi Terdiri dari pohon atau semak


Memiliki ketahanan tinggi terhadap
pengaruh udara
Jarak tanam rapat
Bermassa daun padat
Angsana
(Ptherocarphus indicus)
Akasia daun besar
(Accasia mangium)
Oleander
(Nerium oleander)
Bogenvil
(Boigenvilea sp)
Teh-tehan pangkas
(Acalypha sp)

5. Penyerap Terdiri dari pohon, perdu / semak


Kebisingan Membentuk masa
Bermassa daun padat
Jatak tanam rapat
Berbagai bentuk tajuk
Tanjung
(Mimusops elengi)
Kiara Payung
(Filicium decipiens)

PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN 18


Lampiran K Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

The-tehan pangkas
(Acalypha sp)
Kembang Sepatu
(Hibiscus rosa sinensis)
Bogenvil
(Bogenvilea sp)
Oleander
(Nerium oleander)

6. Pemecah Angin Tanaman pohon, perdu / semak


Bermassa daun padat
Ditanam berbaris atau membentuk
massa
Jarak tanam rapat < 3 m.
Cemara
(Cassuarina equisetifolia)
Angsana
(Ptherocarphus indicus)
Tanjung
Mimosops elengi)
Kiara Payung
(Filicium decipiens)
Kembang Sepatu
(Hibiscus rosa sinensis)

7. Pembatas Tanaman pohon, perdu / semak


Pandang Bermassa daun padat
Ditanam berbaris atau membentuk
massa
Jarak tanam rapat
Bambu
(Bambusa sp)
Cemara
(Cassuarina equisetifolia)
Kembang Sepatu
(Hibiscus rosa sinensis)
Oleander
(Neriun oleander)

PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN 19


Lampiran K Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

8. Penahan silau Tanaman perdu / semak


lampu Ditanam rapat
kendaraan Tinggi 1,5 m
Bermassa daun padat

Bogenvil
(Bougenvilea sp)
Kembang Sepatu
Hibiscus rosa sinensis)
Oleander
(Nerium oleander)
Nusa Indah
(Mussaenda sp)

PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN 20


Lampiran L Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Lampiran L

Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Pelaksanaan


Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali untuk Bidang Jalan

L.1 Tahapan Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pengadaan Tanah,


Pemukiman Kembali dan Pembinaan (Land Acquisition and Rsettlement
Action Plan /LARAP)

Penyusunan LARAP dilaksanakan pada tahap perencanaan teknis, terdiri dari 12 tahapan kegiatan
utama, yakni :
1) Persiapan
2) Survai pengumpulan data
3) Pengolahan dan analisis data
4) Identifikasi dampak/kerugian yang mungkin timbul
5) Penilaian kelayakan ganti kerugian
6) Perencanaan lokasi pemukiman kembali;
7) Penyiapan kerangka program rehabilitasi sosial ekonomi/pembinaan;
8) Penyusunan mekanisme monitoring dan evaluasi
9) Penyusunan kerangka kelembagaan;
10) Penyusunan jadwal waktu pelaksanaan;
11) Penyusunan anggaran dan sumber pembiayaan;
12) Penyusunan dokumen RK-PTPKP.

L.2 Persiapan

L.2.1 Pengumpulan dan pengkajian data dasar

Pengkajian data dasar dimaksudkan untuk mempersiapkan perkiraan awal dampak kegiatan
pengadaan tanah dan mengidentifikasi isu-isu utama yang dianggap krusial. Disamping itu, data
dasar ini dapat mendukung dalam melakukan analisis sosial ekonomi dan identifikasi kebutuhan
pengumpulan data primer.

LK.2.1.1 Jenis-jenis data yang dikumpulkan, meliputi :


a) Dokumen akhir perencanaan teknis (FED), khususnya dokumen hasil survai dan peta lokasi
(peta situasi dan foto udara), gambar/peta situasi rencana alinyemen jalan (plan & profile) skala
1 : 1.000 atau 1 : 2.000, dan gambar detailed intersection skala 1 : 200 atau 1 : 500.
b) Peta persil tanah skala 1 : 1.000 atau 1 : 5.000 dan data status kepemilikannya.
Data ini dapat diperoleh pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat.
c) Peta dasar dan/atau peta situasi/konfigurasi bangunan (biasanya tersedia dalam skala 1 :
1.000 atau 1 : 5.000).
Data ini dapat diperoleh pada Dinas Tata Kota dan/atau pada Dinas Perumahan
Kabupaten/Kota setempat;
d) Data (dokumen) tentang kebijakan Pemda setempat dalam menangani kegiatan pengadaan

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH 1


DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
Lampiran L Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

tanah dan pemukiman kembali serta perangkat pelaksanaannya.


Data ini dapat diperoleh di Kantor Setwilda atau Panitia Pengadaan Tanah, atau Proyek
Pembebasan Tanah;
e) Dokumen rencana pengembangan kota/kab (RUTR/RTRK) di Kantor Bappeda.

L.2.1.2 Pengkajian data dasar

Langkah aw al dari pengkajian data dasar adalah m em buat P eta D asar yang akan digunakan
sebagai P eta K erja dalam m elakukan survai pengum pulan data prim er dan analisis. P eta ini
berupa P eta Lokasi P engadaan T anah yang bersifat sem entara.
a) P eta K erja/P eta D asar dibuat dengan cara m en -superim posedkan peta -peta tersebut diatas,
dengan terlebih dahulu menyeragamkan sistem koordinat dan skalanya, serta menggunakan
peta situasi rencana alinyemen jalan sebagai acuan.
b) Membuat identitas jenis dan deskripsi atas data persil/bidang tanah dan bangunan yang
diperkirakan terkena pengadaan tanah.
Pembuatan identitas dan deskripsi atas persil tanah dan bangunan yang diperkirakan terkena
proyek didasarkan pada data/peta persil tanah dan peta situasi/konfigurasi bangunan atau peta
dasar yang ada.

Jenis data dan deskripsinya

Identitas jenis dan deskripsi data atas persil/bidang tanah dan bangunan yang diperkirakan terkena
pengadaan tanah, meliputi :
a) Letak/posisi persil/bidang tanah, bangunan dan aset lainnya terhadap rencana trase/alinyemen
jalan,
b) Jumlah dan dimensi/ukuran persil/bidang tanah yang terkena proyek, nama pemilik, status hak
dan jenis penggunaannya,
c) Jumlah dan dimensi/ukuran, pemilik, kategori, dan status penggunaan bangunan serta aset
lainnya yang terkena proyek;
d) Jumlah dan dimensi/ukuran, pemilik, kategori, dan fungsi layanan fasilitas umum yang terkena
proyek.
e) Penilaian awal tentang kemungkinan diperlukannya pemukiman kembali.

Perkiraan jenis dampak

a) Perkirakan jenis dampak yang ditimbulkan (khususnya yang akan dialami oleh penduduk
terkena proyek) berdasarkan data hasil identifikasi dan peta kerja,
b) Berdasarkan cakupan data hasil identifikasi dan jenis dampak yang dapat terjadi, maka
selanjutnya dapat dibuat perencanaan untuk persiapan pelaksanaan survai sosial ekonomi.

L.2.2 Koordinasi/Konsultasi

Melakukan koordinasi/konsultasi dengan pemerintah daerah (pemda) dan instansi terkait untuk
mengetahui hal-hal berikut :

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH 2


DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
Lampiran L Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

a) kebijakan pemda (Kabupaten/Kota) dalam penanganan kegiatan pengadaan tanah (dan


pemukiman kembali),
b) perangkat pelaksanaan dan kerangka kelembagaannya,
c) tingkat kesiapan/rencana pelaksanaan pengadaan tanah,
d) pengumpulan data (sekunder) yang diperlukan,
e) persiapan pelaksanaan survai sosial ekonomi.

Pemda dan instansi terkait tersebut, antara lain :


a) Kantor Bupati/Walikota
Berkaitan dengan kebijakan pemda dalam menangani kegiatan pengadaan tanah, perangkat
pelaksanaan dan kelembagaannya, kesiapan program, dll;
b) Sekretariat Panitia Pengadaan Tanah
Berkaitan dengan kajian tentang kendala yang mungkin timbul dan bagaimana sebaiknya
pengadaan tanah tersebut dilaksanakan.
c) Kantor Bappeda
Berkaitan dengan penyiapan program kegiatan pengadaan tanah, kerangka penanganan
pemukiman kembali dan rehabilitasi sosial ekonomi/pembinaan.
d) Instansi terkait lainnya.
Instansi terkait lainnya antara lain : Dinas PU, Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Dinas
Perumahan, Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, Kantor Kecamatan, Kantor
K elurahan, dan Instansi pem ilik aset yang terkena proyek.
Dengan pejabat dari instansi tersebut didiskusikan mengenai berbagai aspek dan pandangan
terhadap rencana pengadaan tanah.

L.2.3 Perumusan Kebutuhan Data dan Penyiapan Perangkat Survai

Berdasarkan hasil pengkajian data awal dan koordinasi/konsultasi dengan instansi terkait, maka
dapat dirumuskan jenis dan lingkup data dan perangkat pengumpulan data.
Jenis dan lingkup data
a) Data lahan dan lokasi proyek, meliputi :
Peta lokasi pengadaan tanah dan daerah sekitarnya;
Jumlah persil dan luas tanah yang dibutuhkan untuk proyek;
Kepemilikan, status penguasaan dan pola penggunaan tanah;
Jumlah dan jenis aset lainnya yang terkena proyek;
Sarana dan prasarana umum yang tersedia;
Kebijakan pengadaan tanah, termasuk ganti rugi, prosedur pengadaan tanah, pemukiman
kembali dan pembinaan;
Sistem ekonomi dan sumber daya non-lahan.

b) Data tentang penduduk terkena proyek (PTP), meliputi :


Jumlah PTP;
Struktur penduduk, pendidikan, pendapatan dan pekerjaan;

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH 3


DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
Lampiran L Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Inventarisasi seluruh aset yang terkena proyek;


Sistem kegiatan sosial ekonomi dan penggunaan sumber daya;
Inventarisasi fasilitas sosial ekonomi dan budaya;
Jaringan sosial dan organisasi sosial;
Sistem dan perilaku sosial budaya;
Persepsi PTP terhadap proyek.

c) Data penduduk di lokasi pemukiman kembali, meliputi :


Karakteristik lokasi;
Kepadatan penduduk dan kapasitas daya tampung yang tersedia;
Komposisi demografi dan sosial budaya;
Fasilitas umum dan sumber daya umum yang tersedia;
Kepemilikan, pola penguasaan dan penggunaan lahan;
Kebutuhan prasarana baru dan pengembangannya;
Reaksi terhadap pemukim baru;
Organisasi dan kebutuhan masyarakat;
Jaringan sosial dan organisasi sosial;
Sistem dan perilaku sosial

Perangkat survey pengumpulan data


Mempersiapkan perangkat survey pengumpulan data sesuai dengan jenis dan cakupan data yang
akan dibutuhkan serta cara pengumpulan datanya. Data yang berkaitan dengan kondisi sosial
ekonomi PTP akan memerlukan perangkat survey berupa daftar kuisioner.

L.3 Pelaksanaan Survai Pengumpulan Data

L.3.1 Peningkatan Efektifitas Pengumpulan Data


Sebelum pelaksanaan pengumpulan data, perlu dilakukan langkah-langkah berikut ini :
a) Menentukan definisi pengertian-pengertian dasar (seperti: PTP, keluarga, kerugian yang layak
diganti rugi, orang yang berhak),
b) Menetapkan tanggal pendataan PTP, dan segera melakukan sensus untuk menetapkan jumlah
PTP, luas tanah, jumlah bangunan dan aset lainnya yang terkena proyek;
c) Mempetakan tapak proyek (lokasi dampak) dan identifikasi rumah tangga dengan sistem
nomor (bila perlu copy KTP)
d) Melakukan sosialisasi daftar PTP dan prosedur pengaduan.

L.3.2 Pelaksanaan Pengumpulan Data

Pelaksanaan pengumpulan data terdiri dari 3 jenis survai utama, yaitu survai inventarisasi lahan dan
aset, survai sosial ekonomi, dan survai lokasi pemukiman kembali.

L.3.2.1 Survai inventarisasi lahan dan aset


a) Melakukan pertemuan di Kantor Kelurahan/Desa untuk sosialisasi kepada masyarakat
khususnya PTP, tentang maksud dan tujuan survai dengan melibatkan pemrakarsa, pejabat

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH 4


DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
Lampiran L Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Kecamatan, Kelurahan, RW/RT, serta tokoh masyarakat.


b) Melakukan survai (sampling) dengan cara wawancara langsung, pengamatan (penaksiran),
pengukuran, dan pencatatan langsung di lapangan dengan menggunakan perangkat survai
yang telah dipersiapkan.
c) Melakukan verifikasi hasil inventarisasi kepada para pemilik dan/atau yang menguasai obyek
(aset) yang didata.

L.3.2.2 Survai sosial ekonomi


a) Penanggung jawab survai PTP : Ahli Sosiologi, dengan enumerator yang dapat direkrut dari
penduduk lokal (misal: mahasiswa, petugas sensus dari kantor BPS, penyuluh KB, LSM) yang
dilatih terlebih dahulu.
b) Melakukan survai dengan cara sensus PTP melalui wawancara terstruktur menggunakan
kuisioner yang telah dipersiapkan.
c) Melengkapi dengan pendapat dari nara sumber kunci (misal : tokoh/pemuka agama, tokoh
partai politik, tokoh pemuda) melalui wawancara tidak terstruktur
d) Pelaksanaan survai dapat melibatkan personil kelurahan, RW/RT setempat, serta dari wakil-
wakil PTP.

L.3.2.3 Survai lokasi pemukiman kembali

pelaksanaan survai lokasi pemukiman kembali ini terdiri dari: (i) survai tapak; dan (ii) survai sosial
ekonomi.

a) Survai tapak
Penanggung jawab survai : Site Planner, dibantu oleh survaiyor topografi (dapat dibantu dari
personil Kantor Badan Pertanahan Kabupaten/Kota). Pelaksanaan survai tapak ini terdiri dari 3
kegiatan utama, yakni : survai lahan; survai hidrologi dan sumber air bersih (jika diperlukan); dan
survai inventarisasi.

a.1. Survai lahan


Survai ini dimaksudkan untuk mendapatkan data bentuk dan luas lahan, kondisi topografi, serta
kepemilikan dan status penguasaan lahan.
Melakukan pemetaan/pengukuran situasi lahan dengan alat ukur standar (misal : theodolit
Wild T-0). Menyajikan hasil pengukuran tersebut dalam bentuk peta situasi lahan pada skala
1 : 500 atau 1: 1.000).
Sebelum pengukuran situasi, ditentukan batas-batas lahan yang dibutuhkan untuk lokasi
pem ukim an kem bali (dengan cara pengukuran staking out) berdasarkan peta kerja yang
dibuat di atas peta persil tanah (dari Kantor BPN Kabupaten/Kota).
Untuk mengetahui status kepemilikan dan penguasaan lahan/tanah, dilakukan pendataan
persil tanah, penyelidikan riwayat, penguasaan dan penggunaan tanah.

a.2. Survai hidrologi dan sumber air bersih


Survai hidrologi dimaksudkan untuk mengetahui kondisi pola aliran permukaan yang ada (dikaitkan
banjir/genangan). Sedangkan survai sumber air bersih dimaksudkan untuk mengetahui potensi
ketersediaan air bersih untuk pemukim (bila tidak tersedia jaringan air bersih PAM).
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH 5
DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
Lampiran L Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Melakukan identifikasi lapangan terhadap pola aliran air permukaan di sekitar lokasi dan
bentuk/pola kemiringan lahan. Melengkapi dengan wawancara langsung secara bebas
dengan penduduk setempat.
Membuat sumur uji air tanah dangkal sampai kedalaman 18 meter (dengan pertimbangan
akan diperuntukkan bagi sumur pompa tangan). Melakukan tes laboratorium terhadap
kualitas air yang dihasilkan. Melakukan pengamatan sumur sekitar dan wawancara dengan
penduduk setempat.

a.3. Survai inventarisasi

Survai ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran aksesibilitas lokasi dan ketersediaan sarana
dan prasarana umum di sekitar lokasi pemukiman kembali (misal : jaringan listrik, jaringan air bersih,
prasarana jalan dan kemudahan transportasi angkutan umum, fasilitas pendidikan, kesehatan,
peribadatan, pusat perekonomian)
Melakukan penelusuran, pengamatan dan pencatatan langsung di lapangan, dilengkapi
wawancara langsung secara bebas seperlunya.
H asil survai diplotkan di atas peta dasar yang telah dipersiapkan sebelum nya (peta dasar
dapat berupa peta desa atau peta kecamatan atau peta rupa bumi dari Bakosurtanal).

b) Survai sosial ekonomi


Penanggung jawab survai : Ahli Sosiologi, dengan enumerator yang dapat direkrut dari penduduk
lokal (misal: mahasiswa, staf Dinas Sosial kab/kota, penyuluh KB, LSM) yang dilatih terlebih dahulu.
(a) Melakukan pengkajian dokumen kepustakaan yang dianggap relevan (sumber data dari
instansi terkait)
(b) Melakukan survai secara sampling melalui wawancara langsung dengan kuisioner secara
terstruktur maupun wawancara bebas tidak terstruktur dengan sejumlah responden kunci.

L.4 Pengolahan dan Analisa Data


a) Membuat tabulasi seluruh data terkumpul berdasarkan variable-variabel yang telah ditentukan,
b) Menganalisis data secara kuantitatif dan deskriptif kualitatif (target unit analisis adalah rumah
tangga).
c) Hasil analisis kuantitatif adalah untuk mengetahui :
jenis dan besaran kerugian;
prosentasi dan jumlah warga yang terpaksa harus pindah,
prosentasi dan jumlah warga masih tetap tinggal karena masih layak huni di lokasi semula,
jumlah dan jenis kegiatan yang terganggu,
jumlah anak sekolah yang harus pindah,
anggota keluarga dan tanggungan lain kepala keluarga, serta pendidikan,
matapencaharian/pendapatan dan pengeluaran keluarga.
d) Analisis deskriptif kualitatif adalah untuk mengetahui persepsi dan keinginan/kebutuhan
responden tentang rencana proyek.

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH 6


DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
Lampiran L Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

L.5 Identifikasi Dampak/Kerugian Yang MungkinTimbul


Dengan cara membuat tabel identifikasi sederhana, yang menggambarkan tentang hubungan
antara jenis aset/komponen yang terkena dampak, jenis dampak/kerugian, dan jumlah PTP. Hasil
identifikasi ini dapat digunakan sebagai dasar analisis kelayakan ganti kerugian, perencanaan
pemukiman kembali, dan penyusunan program rehabilitasi sosial ekonomi / pembinaan.
Jenis dampak/kerugian yang mungkin timbul, meliputi:
a) Kehilangan lahan pertanian
b) Kehilangan lahan pekarangan tempat usaha/bisnis
c) Kehilangan lahan pekarangan perumahan
d) Kehilangan lahan untuk aksesibilitas lokal
e) Kehilangan rumah atau tempat tinggal, termasuk fasilitas pendukungnya (sambungan listrik, air
bersih PDAM, telepon, dll)
f) Kehilangan bangunan tempat usaha/bisnis dan fasilitas pendukungnya
g) Pemindahan dari lahan komersial yang disewa atau ditempati
h) Kehilangan bangunan fisik lainnya (gudang, bangsal, bangunan MCK, dll)
i) Kehilangan pendapatan dari usaha/bisnis yang terkena dampak
j) Kehilangan pendapatan dari sewa atau bagi hasil
k) Kehilangan pendapatan dari tanaman/pohon
l) Kehilangan pendapatan dari upah/gaji
m) Kehilangan akses ke kesempatan kerja.
n) Terganggunya kegiatan pendidikan, pasar, pelayanan kesehatan, fasilitas peribadatan, olah
raga, kesenian
o) Terganggunya fasilitas pemerintahan dan pusat kegiatan masyarakat lainnya
p) Terganggunya jaringan utilitas umum (listrik, air bersih, telepon, gas, dll).
q) Terganggunya/hilangnya tempat suci, kuburan atau kawasan/tempat pemakaman umum,
simbol atau tempat keramat lainnya, lokasi cagar budaya
r) Terganggunya interaksi sosial
s) Terganggunya keterikatan (basis) sosial ekonomi dengan lokasi asal
t) Terganggunya pola kehidupan dan perilaku budaya yang telah terinternalisasi pada lokasi asal
u) Kerugian akibat dampak lingkungan yang mungkin timbul dari pengadaan tanah dan
pemukiman kembali atau dari proyek.

L.6 Analisis Kelayakan Ganti Kerugian/Konpensasi

Analisis ini dimaksudkan untuk merumuskan dan menilai kelayakan parameter-parameter ganti
kerugian, terdiri dari :
a) PTP yang layak/berhak untuk mendapatkan ganti kerugian;
b) Jenis aset/kerugian yang layak diganti rugi;
c) Tingkat dan besaran ganti kerugian;
d) Pilihan bentuk ganti kerugian.

L.6.1 Kriteria PTP yang Layak/Berhak Mendapatkan Ganti Kerugian/Kompensasi


Kriteria PTP yang layak mendapatkan ganti kerugian adalah sesuai dengan isi dari Keppres No.
55/1993 Pasal 17 dan Permeneg Agraria/Kepala BPN No 1/1994 Pasal 20 dan Pasal 21.

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH 7


DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
Lampiran L Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

L.6.2 Kriteria Dampak/Kerugian Yang Layak Diganti Rugi

Berdasarkan Keppres RI No. 55/1993 dalam Pasal 12 dan 14 dan pengembangannya, maka kriteria
atas dampak dan kerugian yang layak diberikan ganti kerugian/kompensasi, sebagai berikut:
a) Kerugian atas dasar faktor fisik (materiil)
Jenis-jenis kerugian atas dasar faktor fisik yang layak diganti rugi, antara lain meliputi :
Tanah hak, baik yang bersertifikat dan yang belum bersertifikat;
Tanah ulayat;
Tanah wakaf;
Tanah yang dikuasai tanpa alas hak, yang dengan atau tanpa izin pemilik tanah;
Tanah Negara;
Bangunan;
Tanaman;
Benda-benda lain yang ada kaitannya dengan tanah.

b) Kerugian atas dasar faktor non-fisik (immateriil)


Jenis-jenis kerugian atas dasar faktor non-fisik yang dianggap layak untuk diganti rugi (bila
terjadi pemukiman kembali), antara lain:
Kehilangan matapencaharian dan pendapatan;
Keterikatan sosial dengan lokasi asal; antara lain: anak (murid) sekolah, pengontrak/sewa
(tanah dan bangunan), dan keanggotaan dalam suatu organisasi sosial kemasyarakatan;
Aset sosial-budaya lainnya, (misalnya, gotong royong, saling membantu pada saat
kesulitan, nilai-nilai kepatutan/kewajaran sosial).

L.6.3 Penilaian Tingkat dan Besaran Ganti Kerugian

L.6.3.1 Kerugian atas dasar faktor fisik


a) Tanah,
Kriteria tanah, sebagai berikut :
Tanah perumahan;
o Sisa tanah tidak layak huni (sisa luas tanah < 60 m2 atau tidak sesuai dengan
ketentuan RUTR/RTRK), dianggap seluruh bidang tanah terkena proyek dan harus
diganti seluruhnya
Tanah yang dipergunakan bagi (bangunan) tempat usaha:
o Sisa tanah tidak layak usaha (sisa luas tanah < 24 m2 atau tidak sesuai dengan
ketentuan RUTR/RTRK), dianggap seluruh bidang tanah terkena proyek dan harus
diganti seluruhnya;
Lahan usaha pertanian;
o Sisa tanah tidak layak usaha yang berbasiskan tanah (sisa luas tanah < 0,25 Ha atau
tidak sesuai dengan ketentuan RUTR/ RTRK), dianggap seluruh bidang tanah
terkena proyek dan harus diganti seluruhnya;

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH 8


DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
Lampiran L Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Perkiraan besaran ganti kerugian/kompensasi atas tanah didasarkan pada nilai nyata (nilai
jual) tanah, dengan memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
NJOP (nilai jual obyek pajak),
Harga pasar, adalah harga transaksi umum atas tanah dan bangunan,
Harga sejenis, adalah harga transaksi tanah dan bangunan yang telah terjadi di sekitar
lokasi,
SK Bupati/Walikota,
Aspirasi warga,
Masukan dari tokoh masyarakat dan para ahli,
Mengingat pada suatu bidang tanah melekat suatu jenis hak dan status penguasaannya, maka
dalam penentuan nilai ganti kerugian atas tanah harus juga didasarkan pada jenis hak dan
status penguasaan yang melekat atas (bidang) tanah yang bersangkutan, dengan ketentuan
sebagai berikut :

(a). Tanah Hak


Hak Milik :
Sudah bersertifikat dinilai 100 %;
Belum bersetifikat dinilai 90 %.
Hak Guna Usaha :
Masih berlaku dinilai 80 %, jika (perkebunan) masih diusahakan dengan baik;
Sudah berakhir dinilai 60 %, jika (perkebunan) masih diusahakan dengan baik;
Masih berlaku dan sudah berakhir tidak diberi ganti kerugian jika perkebunan tidak
diusahakan dengan baik;
Ganti rugi tanaman ditaksir oleh Instansi Pemerintah Daerah yang bertanggungjawab
di budang perkebunan dengan memperhatikan faktor investasi, kondisi kebun dan
produktivitas tanaman.
Hak Guna Bangunan :
Masih berlaku dinilai 80 %;
Sudah berakhir dinilai 60 %.
Hak Pakai :
Jangka waktu tidak dibatasi dan berlaku selama tanahnya dipergunakan untuk
keperluan tertentu dinilai 100 %;
Jangka waktu paling lama 10 tahun dinilai 60 %;
Sudah berakhir dinilai 50 % jika tanah masih dipakai sendiri/orang lain atas
persetujuan.

(b) Tanah Wakaf


Dinilai 100 %, dengan ketentuan ganti kerugian diberikan dalam bentuk tanah,
bangunan dan perlengkapan yang diperlukan.

(c) Tanah Ulayat


Dinlai 100 %, dengan ketentuan ganti kerugian diberikan dalam bentuk pembanguan
fasilitas umum, atau bentuk lain yang bermanfaat bagi masyarakat setempat.

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH 9


DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
Lampiran L Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

(d) Tanah Yang Dikuasai Tanpa Atas Hak


Dikuasai > 20 tahun dan penguasaan/penggunaan tanah sesuai dengan RTRW/RUTR
dinilai 60 %;
Dikuasai >20 tahun dan penguasaan/penggunaan tanah tidak sesuai dengan
RTRW/RUTR dinilai 50 %;
Dikuasai < 20 tahun dan penguasaan/penggunaan tanah sesuai dengan RTRW/RUTR
dinilai 40 %;
Dikuasai < 20 tahun dan penguasaan/penggunaan tanah tidak sesuai dengan
RTRW/RUTR dinilai 30 %.
(e) Tanah Negara
Untuk Tanah Negara, dinilai sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 48 tahun 1994.

b) Bangunan

Penilaian tingkat kerugian atas bangunan didasarkan pada kriteria/ketentuan sebagai berikut :
Bangunan rumah tinggal
Sisa luas bangunan tidak layak huni (sisa luas bangunan < 21 m2, atau tidak sesuai
dengan ketentuan RUTR/RTRK), dianggap seluruh bangunan terkena proyek dan harus
diganti seluruhnya.
Bangunan tempat usaha
Sisa luas bangunan tidak layak usaha (sisa luas bangunan < 18 m2, atau tidak sesuai
dengan ketentuan RUTR/RTRK), dianggap seluruh bangunan terkena proyek dan harus
diganti seluruhnya
Bangunan lainnya
Sisa luas bangunan tidak layak pakai atau tidak sesuai untuk penggunaan seperti
sebelumnya, atau tidak sesuai dengan ketentuan RUTR/RTRK, dianggap seluruh
bangunan terkena proyek dan harus diganti seluruhnya. Perkiraan besarnya ganti
kerugian untuk bangunan didasarkan atas nilai jual bangunan yang bersangkutan
dengan mengacu pada standar harga (biaya) bangunan dari instansi yang terkait dan
aspirasi warga, tanpa memperhitungkan depresiasi, namun tetap memperhatikan izin
pendirian bangunan (IMB) tersebut.

Beberapa standar harga dari instansi terkait dimaksud antara lain:


Standar harga bangunan dari instansi yang terkait (misalnya, Surat Edaran Bersama
Bappenas dan Departemen Keuangan RI, perihal Pedoman Standarisasi Pembangunan
Gedung Negara Yang Dibiayai APBN);
Pedoman harga berdasarkan kebijakan Pemerintah Kabupaten/Kota setempat (biasanya
berupa Surat Keputusan Bupati/Walikota tentang Pedoman Harga Dalam Rangka
Pemberian Ganti Rugi terhadap Bangunan dan Fasilitas Perlengkapannya pada wilayah
yang bersangkutan); Selanjutnya, berdasarkan izin pendirian bangunan (IMB), maka
perkiraan besarnya ganti kerugian dihitung sebagai berikut :
a. Bangunan yang sudah memiliki IMB dinilai 100 %;
b. Bangunan yang belum memiliki IMB dinilai 75 %.

c) Tanaman
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH 10
DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
Lampiran L Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Ganti kerugian untuk tanaman dinilai berdasarkan nilai jual dari tanaman bersangkutan,
dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut :
Jenis tanaman dan nilai komersialnya
Umur dan tingkat produktivitas

Selanjutnya untuk menentukan besarnya ganti kerugian, ditaksir dan dinilai oleh instansi yang
terkait (biasanya dalam hal ini adalah Dinas Pertanian Tanaman Pangan atau Dinas
Pertamanan)

d) Benda-benda lain yang ada kaitannya dengan tanah.


Ganti kerugian atas aset/benda lainnya yang terkait dengan tanah dinilai berdasarkan nilai jual
dan/atau tingkat pentingnya aset dimaksud. Selanjutnya, dalam menentukan besarnya ganti
kerugian untuk bendabenda lain yang terkait dengan tanah tersebut, dinilai berdasarkan :
Ketentuan dan standar harga dari instansi yang terkait
Surat Edaran Bersama Bappenas dan Departemen Keuangan RI, perihal Pedoman
Standarisasi Pembangunan Gedung Negara Yang Dibiayai APBN);
Pedoman harga berdasarkan kebijakan Pemerintah Kabupaten/ Kota setempat, berupa
Surat Keputusan Bupati/Walikota tentang Pedoman Harga Dalam Rangka Pemberian
Ganti Rugi terhadap Bangunan dan Fasilitas Perlengkapannya pada wilayah yang
bersangkutan;
Aspirasi warga

L.6.3.2 Kerugian Atas Dasar Faktor Non-Fisik (Immateriil)

Penilaian ganti kerugian untuk jenis kerugian atas dasar faktor non-fisik ditentukan berdasarkan
atas kehilangan keuntungan, manfaat/kepentingan, kenikmatan yang sebelumnya diperoleh warga
masyarakat yang terkena proyek sebagai akibat kegiatan proyek tersebut.

a) Kehilangan matapencaharian dan pendapatan.

Penggantian atas kerugian berupa kehilangan mata pencaharian dan pendapatan, dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut :
PTP Usaha Bagi Hasil dan Pekerja Permanen
Pemberian ganti kerugian atas kehilangan matapencaharian/pendapatan untuk kategori
ini didasarkan pada :
Kompensasi senilai biaya hidup untuk memenuhi kebutuhan fisik minimum menurut
tahun berlaku selama 6 (enam) bulan selama periode masa transisi;
Bantuan biaya pindah yang layak;
Difasilitasi (pembinaan) secara layak untuk mengembangkan kehidupan yang lebih
baik atau minimal setara seperti kondisi sebelum terkena proyek/kegiatan pengadaan
tanah (misalnya, penyediaan tempat usaha baru dengan fasilitas kredit lunak,
pengembangan usaha kecil termasuk paket pelatihan keterampilan).

Penyewa/Pengontrak Bangunan Tempat Usaha/Lahan Usaha

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH 11


DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
Lampiran L Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Nilai penggantian atas kehilangan matapencaharian dan pendapatan bagi PTP


penyewa/pengontrak bangunan tempat usaha dan/atau lahan usaha, diperhitungkan
sebagai berikut :
Penggantian penuh atas nilai sisa kontrak/sewa.
Kompensasi sebagaimana PTP Usaha Bagi HasiK.

b) Hilangnya Keterikatan Sosial dengan Lokasi AsaK.

Jenis kerugian ini akan sangat beragam tergantung pada kondisi obyektif di lapangan. Dalam
pedoman ini disajikan cara penilaian ganti kerugian untuk 3 (tiga) jenis kerugian yang umum
terjadi dan cukup signifikan, yakni :
Anak Sekolah yang Terpindahkan
Pemberian ganti kerugian bagi anak sekolah yang terpindahkan (terpaksa harus pindah
karena mengikuti orang tuanya), diperhitungkan berdasarkan faktor-faktor sebagai
berikut :
Anak sekolah SD yang terpaksa harus pindah dari lokasi semula > 0,5 Km; diberi
kompensasi sebagai berikut :
Biaya untuk kepentingan adaptasi lingkungan, dengan nilai kompensasi yang
setara dengan menggaji seorang pengasuh selama 3 (tiga) bulan;
Penggantian dana Badan Pembinaan Pendidikan dan Pengajaran (BP3)
yang sudah dibayarkan selama 1 (satu) tahun.
Anak sekolah SMP yang terpaksa harus pindah dari lokasi semula > 5 Km; diberi
kompensasi sebagai berikut :
Biaya untuk kepentingan adaptasi lingkungan, dengan nilai kompensasi yang
setara dengan biaya transportasi umum untuk 2 (dua) kali imbal selama 6
bulan;
Biaya ekstra (karena terpaksa harus membeli makanan/ jajanan) dengan nilai
kompensasi yang setara dengan lingkungannya, selama hari sekolah (26
hari) selama 6 bulan;

PTP Pengontrak/Penyewa Rumah Tinggal


Pemberian ganti kerugian bagi PTP kategori ini, diperhitungkan berdasarkan faktor-
faktor sebagai berikut :
Penggantian penuh atas nilai sisa kontrak/sewa;
Bantuan pindah;
Bagi penyewa/pengontrak yang telah bermukim >5 tahun diberi prioritas paket
kegiatan pemukiman kembali.

Kehilangan Aset Sosial-Budaya Lainnya


Penggantian atas jenis kerugian non-fisik berupa kehilangan aset sosial budaya lainnya
ini, dapat diberikan dalam bentuk bantuan program fasilitasi (pembinaan). Dampak ini
akan timbul, khususnya apabila terjadi pemukiman kembali yang tergolong kategori
penting.

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH 12


DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
Lampiran L Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Dalam program pembinaan tersebut, perhatian khusus harus diberikan kepada kelompok
PTP dengan kepala rumah tangga perempuan. Perhatian khusus juga harus diberikan
kepada kelompok PTP yang tergolong rentan lainnya, dan apabila diperlukan, harus
disiapkan paket program persiapan sosiaK.

L.6.4 Alternatif Bentuk Ganti Kerugian.

Analisis altermatif (pilihan) bentuk ganti kerugian didasarkan atas hasil survai sosial ekonomi (dalam
pelaksanaan dapat ditentukan berdasarkan atas hasil musyawarah dalam rangka menentukan
bentuk dan besarnya ganti kerugian). Beberapa pilihan bentuk ganti kerugian yang dapat
digunakan sebagai penggantian/kompensasi, antara lain sebagai berikut:
a) Uang tunai;
b) Tanah pengganti;
c) Kavling siap bangun dengan fasilitas kredit kepemilikan rumah;
d) Bangunan pengganti;
e) Perumahan murah dengan fasilitas kredit kepemilikan rumah;
f) Rumah susun dengan fasilitas kredit kepemilikan rumah;
g) Real estate dengan fasilitas kredit kepemilikan rumah;
h) Bentuk lainnya yang disetujui oleh PTP dan dapat diusahakan oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota dan/atau Pemrakarsa

L.7 Perencanaan Lokasi Pemukiman Kembali

Proses perencanaan pemukiman kembali dan pembinaan terdiri dari 5 tahapan kegiatan utama,
yakni :
a) Memperkirakan jumlah PTP yang terpindahkan;
b) Menentukan kategori pemukiman kembali.
c) Menyiapkan alternatif pilihan pemukiman kembali;
d) Pemilihan/penentuan lokasi;
e) Perancangan permukiman

L.7.1 Memperkirakan Jumlah PTP Yang Terpindahkan

Berdasarkan Keppres RI No. 55/1993 dalam Pasal 12 dan 14 menyebutkan bahwa ganti kerugian
dalam rangka pengadaan tanah diberikan untuk :
a) Hak atas tanah;
b) Bangunan;
c) Tanaman;
d) Benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah;
e) Tanah yang dikuasai dengan hak ulayat.
Ketentuan berdasarkan Keppres tersebut di atas perlu pengembangan lebih lanjut, mengingat
belum mencakup seluruh kategori kerugian yang mungkin timbul akibat kegiatan pengadaan tanah.
Misalnya kerugian akibat kehilangan akses pada sumber penghidupan (kehilangan
matapencaharian dan pendapatan), kehilangan keterkaitan (basis) sosial ekonomi dengan lokasi
asal, terganggunya jaringan dan pola kehidupan sosial budaya, dan sebagainya. Hal ini juga

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH 13


DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
Lampiran L Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

merupakan salah satu ketentuan/kebijakan dari Bank Dunia dan ADB yang perlu dipertimbangkan
dalam pelaksanaan pengadaan tanah dan pemukiman kembali (lihat Panduan
Operasional/Kebijakan Operasional Bank Dunia KO 4.12, dan Buku Panduan Tentang Pemukiman
Kembali ADB).

Berdasarkan Panduan Operasional Bank Dunia KO 4.12, dan Buku Panduan Tentang Pemukiman
Kembali ADB yang merupakan usulan penjabaran lebih lanjut dari Keppres RI No. 55/1993 dalam
Pasal 12 dan 14, maka dari hasil survai sosial ekonomi dan analisis/identifikasi dampak/ kerugian,
dapat diperkirakan jumlah PTP yang terpaksa harus pindah adalah sebagai berikut :
a) Warga pemilik tanah yang tanahnya dipergunakan bagi (bangunan) rumah tinggal dan terkena
proyek seluruhnya atau terpotong sebagian namun sisa tanahnya tidak layak huni (sisa luas
tanah < 60 m2, atau tidak sesuai dengan ketentuan RTRK);
b) Warga pemilik tanah yang tanahnya dipergunakan bagi (bangunan) tempat usaha dan terkena
proyek seluruhnya atau terpotong sebagian namun sisa tanahnya tidak layak usaha (sisa luas
tanah < 24 m2, atau tidak sesuai dengan ketentuan RTRK);
c) Warga pemilik tanah/lahan yang tanahnya dipergunakan bagi lahan usaha pertanian (berbasis
tanah) dan terkena proyek seluruhnya atau terpotong sebagian namun sisa tanahnya tidak
layak usaha (sisa luas lahan usahanya < 0,25 Ha, atau tidak sesuai dengan ketentuan RTRK)
d) Warga penyewa/pengontrak rumah tinggal yang telah menempatiselama lebih dari 5 tahun
untuk bermukim/hunian dan merupakan penduduk (KK) setempat (dari Kabupaten/Kota yang
sama dengan lokasi proyek), serta tanah/bangunannya terpaksa harus dibebaskan seluruhnya
sebagaimana ketentuan pada butir a diatas.
e) Warga penyewa/pengontrak tanah/bangunan tempat usaha yang telah menjalani usahanya
selama lebih dari 5 tahun, serta tanah dan bangunannya terpaksa harus dibebaskan
seluruhnya sebagaimana ketentuan pada point b) diatas;
f) Warga penyewa/bagi hasil tanah/lahan usaha pertanian yang telah menjalani usahanya selama
lebih dari 5 tahun, serta tanahnya terpaksa harus dibebaskan seluruhnya, sebagaimana
ketentuan pada point 3 diatas;
g) Warga yang menguasai tanah secara fisik tanpa alas hak (dengan atau tanpa izin pemilik
tanah), yang tanahnya dipergunakan bagi (bangunan) rumah tinggal dan/atau tempat usaha
dan telah menempati selama lebih dari 5 tahun untuk bermukim/hunian atau berusaha, serta
tanah dan bangunannya terpaksa harus dibebaskan seluruhnya sebagaimana ketentuan pada
point a) dan/ atau point b) diatas;
h) Identifikasi P T P yang terpindahkan dilakukan dengan cara m encerm ati tabel identifikasi
dam pak/kerugian, kem udian dengan m enggunakan kriteria P T P yang terpindahkan seperti
tersebut di atas, hasilnya dituangkan dalam tabel P T P yang terpindahkan.

L.7.2 Menentukan Kategori Pemukiman Kembali

Kategorisasi pemukiman kembali dimaksudkan untuk menilai dampak kegiatan pengadaan tanah
yang mengharuskan dilakukan perencanaan pemukiman kembali. Penilaian ini penting terutama
dalam menyiapkan alternatif pilihan pemukiman kembali dan program rehabilitasi sosial ekonomi
(pembinaan)

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH 14


DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
Lampiran L Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Kriteria Pemukiman Kembali Kategori Penting


Tingkat Dampak Jumlah PTP Persyaratan
Kehilangan kekayaan produktif dan > 200( 40 KK) Ganti rugi dengan nilai penggantian,
yang lain (termasuk lahan, bantuan pemindahan dan tunjangan
pendapatan dan matapencaharian) pendapatan selama pelaksanaan relokasi,
langkah pemulihan pendapatan.
Kehilangan perumahan, struktur > 200( 40 KK) Ganti rugi dengan nilai penggantian,
masyarakat, sistem dan fasilitas bantuan pemindahan dan perencanaan
sosial relokasi, langkah pemulihan taraf hiduK.
Kehilangan sumber daya, tempat, > 200 ( 40 KK) Penggantian kalau bisa, pemulihan dan
lingkungan dari rumah tangga atau ganti rugi
masyarakat.
PTP adalah penduduk asli atau > 100 ( 20 KK) Tahap persiapan sosial/langkahlangkah
rentan, misalnya yang paling miskin, khusus mungkin diperlukan untuk menjamin
masyarakat terpencil, rumah tangga rehabilitasi penuh.
dengan kepala keluarga perempuan
yang tidak mempunyai hak yang sah
atas lahan, dan penggembala.
Kasus-kasus pemukiman kembali > 50( 10 KK) Misalnya, 50 PTP golongan rentan perlu
kurang penting yang berdampak rencana pemukiman kembali lengkaK.
pada kelompok khusus/rawan Tahap persiapan sosial/langkahlangkah
khusus mungkin diperlukan untuk menjamin
rehabilitasi penuh

Kriteria Pemukiman Kembali Kategori Kurang Penting


Tingkat Dampak Jumlah PTP Persyaratan
Kehilangan kekayaan produktif dan < 200( 40 KK) Ganti rugi dengan nilai penggantian,
lain-lain (termasuk lahan, bantuan pemindahan dan tunjangan
pendapatan dan matapencaharian) pendapatan selama pelaksanaan relokasi,
pemulihan pendapatan.
Kehilangan rumah tinggal, struktur < 200( 40 KK) Ganti rugi dengan nilai penggantian,
masyarakat, sistem dan fasilitas bantuan pemindahan dan perencanaan
sosial relokasi, langkah pemulihan taraf hiduK.
Kehilangan sumber daya, tempat, < 200 ( 40 KK) Penggantian kalau bisa, pemulihan dan
lingkungan dari rumah tangga atau ganti rugi
masyarakat.
PTP adalah penduduk asli atau < 100 ( 20 KK) Tahap persiapan sosial/langkahlangkah
rentan/rawan, misalnya yang paling khusus mungkin diperlukan untuk menjamin
miskin, masyarakat terpencil, rumah rehabilitasi penuh
tangga dengan kepala keluarga
perempuan yang tidak mempunyai
hak yang sah atas lahan,
penggembala.
PTP adalah kelompok rawan atau < 50 ( 10 KK) Tahap persiapan sosial/langkahlangkah
rentan khusus mungkin diperlukan untuk menjamin
rehabilitasi penuh

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH 15


DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
Lampiran L Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

L.7.3 Penyiapan Alternatif Pilihan Pemukiman Kembali

Dalam perumusan alternatif relokasi ini, didasarkan pada skala kebutuhan pemukiman kembali,
melibatkan seluruh PTP yang terpindahkan, dan penduduk setempat dalam merumuskan pilihan
relokasi yang terbaik.

L.7.3.1 Alternatif relokasi

Alternatif pilihan pemukiman kembali dalam pengertian cara pemindahan (relokasi), antara lain
meliputi : (i) Relokasi mandiri; (ii) Relokasi setempat; dan (iii) Relokasi ke lokasi/kawasan baru.

a). Relokasi Mandiri;


Alternatif ini dapat diterapkan apabila PTP yang terpindahkan memilih ganti kerugian berupa
uang tunai dan berinisiatif (baik perorangan atau kelompok) melakukan relokasi ke tempat
pilihan mereka sendiri. Dalam hal ini beberapa PTP dapat pindah dengan memperoleh seluruh
ganti kerugian yang menjadi haknya. Mereka hanya membutuhkan dukungan sosial atau
pekerjaan dari proyek untuk memulihkan kembali tingkat kehidupanya seperti sebelumnya.
Namun demikian, penyelenggara kegiatan pengadaan tanah dan pemukiman kembali (Pemda
Kabupaten/ Kota dan Pemrakarsa) masih tetap bertanggungjawab atas perkembangan kondisi
kehidupan sosial ekonomi mereka pasca relokasi, sehingga diperlukan kegiatan monitoring dan
evaluasi.

b). Relokasi Setempat.

Relokasi setempat (di sekitar tapak proyek) dapat diterapkan apabila PTP yang terpindahkan
sedikit, kepadatan penduduk rendah, dan lokasinya tersebar (setempat-setempat) di sepanjang
rute jalan . PTP dapat ditempatkan (dimukimkan) di kawasan sekitar Damija. Khusus untuk
daerah perkotaan, relokasi setem pat dengan pendekatan renew able developm ent ka wasan
sekitarnya (peremajaan atau revitalisasi kawasan), mungkin dapat dipertimbangkan untuk
diterapkan, meskipun jumlah PTP relatif banyak, lahan yang dibutuhkan untuk proyek relatif
luas dan kondisi lingkungan di sekitar tapak proyek merupakan perkampungan kumuh dan
padat penduduk.
B eberapa m anfaat pendekatan renew able developm ent, antara lain :
(a) Memberikan konstribusi (manfaat) yang nyata terhadap masyarakat/lingkungan di sekitar
tapak proyek;
(b) Bagi PTP sendiri akan lebih menguntungkan karena karakteristik lokasi masih sama
dengan lokasi asal,
(c) Bangunan pemukiman dapat dibangun secara vertikal (rumah susun).

c). Relokasi ke Lokasi/Kawasan Baru

Relokasi ke lokasi/kawasan baru yang ditentukan oleh Pemda/ Pemrakarsa, jauh dari lokasi
asal (apalagi jika merupakan perkam pungan asli P T P ) dapat m enyebabkan tekanan sosial,
khususnya jika lokasi dimaksud berbeda kondisi lingkungannya, pola kehidupan ekonomi dan
matapencaharianm atau parameter sosial dan budayanya. Pemindahan ke lokasi baru yang
jauh atau kawasan yang berbeda karakterisrik lingkungan, sosial, budaya dan ekonomi, harus

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH 16


DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
Lampiran L Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

sedapat mungkin dihindarkan.

L.7.3.2 Alternatif Bentuk Permukiman

Alternatif pilihan pemukiman kembali dalam pengertian bentuk permukimannya, antara lain : (i)
Perumahan; (ii) Rumah susun; (iii) Kaveling siap bangun (KSB).

a). Perumahan

Pilihan pemukiman dalam bentuk perumahan dapat diterapkan, baik PTP yang terpindahkan
sedikit atau banyak. Lokasi perumahan ini harus dilengkapi sarana dan prasaran sosial
ekonomi yang layak (air bersih, jalan, sambungan listrik, fasilitas umum), serta harganya
terjangkau (misalnya, fasilitas kredit kepemilikan rumah). Penyediaan pemukiman ini dapat
berupa perumahan yang telah ada maupun pembangunan baru. Jika PTP yang terpindahkan
sedikit, kepadatan penduduk rendah, dan lokasinya tersebar setempat-setempat di sepanjang
rute jalan, perumahan dapat dibangun di sekitar Damija (relokasi setempat). Apabila PTP yang
terpindahkan relatif banyak ( > 40 KK), perumahan dibangun di lokasi baru.

b). Rumah Susun

Jika PTP sedikit dapat ditempatkan pada rumah susun yang sudah ada, dan jika PTP banyak
harus dipertimbangkan pembangunan runah susun yang baru. Pilihan ini juga dapat
dipertim bangkan untuk relokasi setem pat dengan m em akai pendekatan renew able.
Cara kepemilikan rumah susun dapat dilakukan dengan cara sistem sewa (runah susun sewa)
dalam jangka waktu yang lama (misalnya, 20 tahun), atau dengan pembelian (hak milik) serta
harganya terjangkau (misalnya, fasilitas KPR-BTN). Penyediaan pemukiman ini dapat berupa
rumah susun yang telah ada maupun pembangunan baru.

c). Kavling Siap Bangun (KSB)

Alternatif KSB mungkin akan menjadi pilihan bagi sebagian kecil PTP yang ingin membangun
rumah tinggalnya sesuai kehendak mereka. Lokasi KSB dapat terletak di sekitar lokasi asal
atau ditempat lain. Pilihan ini akan memberi kebebasan kepada PTP untuk mendesain
permukimannya sesuai kebutuhan. Lokasi KSB harus dipersiapkan dengan baik (layak) yang
dilengkapi dengan sarana dan prasaran sosial ekonomi (antara lain, air bersih, jalan,
sambungan listrik, saluran drainase, fasilitas umum) dan harganya terjangkau (misalnya,
fasilitas KPR)

L.7.4 Pemilihan/Penentuan Lokasi.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam pemilihan/penentuan lokasi pemukiman kembali,


meliputi :
a) Membuat pilihan alternatif lokasi,
b) Pilihan alternatif lokasi diplot diatas peta dasar atau peta rencana kota/RUTR/RTRK, dan
dikonsultasikan dengan PTP yang terpindahkan,

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH 17


DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
Lampiran L Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

c) Survai kelayakan lokasi


Survai kelayakan lokasi juga harus melibatkan PTP dan masyarakat setempat
d) Penentuan pilihan lokasi
Penentuan pilihan lokasi, harus berdasarkan dan diputuskan melalui musyawarah dengan
PTP, dan masyarakat setempat
Sebagai acuan dalam penilaian kelayakan lokasi pemukiman kembali, dapat dipertimbangkan
faktor-faktor berikut ini :
(a) Diusahakan masih terletak dalam wilayah Kecamatan yang sama, atau minimal dalam wilayah
Kabupaten/Kota yang sama dengan lokasi sebelumnya, serta sesuai dengan rencana tata
ruang (RUTR/RTRK);
(b) Ketersediaan lahan, dikaitkan dengan jumlah PTP yang akan dimukimkan dan daya tampung
kawasan;
(c) Mempunyai karekteristik lokasi yang setara dengan lokasi asal (karakteristik lingkungan, sosial,
budaya dan ekonomi);
(d) Kemudahan aksesibilitas ke pusat-pusat perekonomian, fasilitas pelayanan kesehatan dan
pendidikan;
(e) Ketersediaan peluang usaha/kesempatan kerja;
(f) Ketersediaan sumber daya air bersih dan sambungan listrik.
(g) Mempertimbangkan faktor lingkungan dan dampak terhadap masyarakat setempat (kualitas
lahan, daya tampung lokasi/ kawasan, penggunaan sumber daya milik umum, prasarana
sosial, komposisi penduduk).

L.7.5 Perancangan Permukiman.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam rangka perancangan permukiman ini, sebagai berikut
a) Survai lokasi.
Survai ini mencakup survai investigasi karakteristik fisik lokasi dan survai sosial ekonomi.
b) Perancangan struktur permukiman.,
c) Konsultasi masyarakat dalam merancang struktur permukiman dengan mempertimbangkan
faktor-faktor :
Jumlah PTP yang akan dimukimkan, luas dan bentuk lahan;
Karakteristik sosial dan kebiasaan budaya PTP dan warga setempat;
Keberadaan fasilitas sosial-budaya masyarakat.
Struktur dan pola permukiman yang ada (eksisting).
Jangkauan dan aksesibilitas lokasi terhadap fasilitas sosial ekonomi yang ada (pusat
pelayanan kesehatan, fasilitas pendidikan, peribadatan, dan pusat perekonomian).
Kisaran luas kepemilikan tanah dan bangunan dari PTP dan masyarakat setempat. Lokasi
dimaksud harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana sosial ekonomi yang memadai,
seperti :
Penyediaan air bersih;
Sambungan listrik (dan komunikasi);
Fasilitas umum, seperti fasilitas pendidikan, tempat usaha, tempat ibadah, pasar,
olah raga, dan sebagainya sesuai dengan tingkat kebutuhan besaran komunitas
yang terbentuk;

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH 18


DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
Lampiran L Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

- Saluran drainase/air kotor/limbah;


- Prasarana transportasi/jalan (jalan akses/utama dan jalan lingkungan);
- Kemudahan transportasi angkutan umum;

L.8 Penyusunan Program Rehabilitasi Sosial Ekonomi

Program rehabilitasi sosial ekonomi (pembinaan) merupakan salah satu upaya penting
penanggulangan dampak kegiatan pengadaan tanah dan pemukiman kembali, yakni untuk
meningkatkan kondisi kehidupan dan penghidupan sosial ekonomi PTP.
Langkah-langkah dalam menyusun program pembinaan ini antara lain :
a) Mengidentifikasi kelompok PTP yang layak untuk mendapatkan program pembinaan secara
intensif, yakni PTP yang terpindahkan, PTP yang kehilangan mata pencaharian/pendapatan,
dan PTP yang tergolong kelompok rentan;
b) Mengidentifikasi kondisi sosial ekonomi PTP, khususnya kegiatan ekonomi (menurut jenis
kelamin, umur, pendidikan, keterampilan, mata pencaharian, pendapatan, besarnya keluarga,
preferensi, pilihan);
c) Mengidentifikasi berbagai alternatif program pembinaan, khususnya untuk pemulihan
pendapatan melalui konsultasi dengan instansi terkait, pengusaha, serta analisis kelayakan
dan finansiaK.

Materi pokok program rehabilitasi sosial ekonomi PTP, sebagai berikut :


a) Kategori dan jumlah PTP yang menjadi kelompok sasaran pembinaan
Menjelaskan secara rinci mengenai jumlah PTP yang menjadi kelompok sasaran pembinaan
(menurut jenis kelamin, umur, pendidikan, keterampilan, mata pencaharian, pendapatan,
besarnya keluarga, preferensi, pilihan).
b) Strategi Program Pembinaan
Menjelaskan secara spesifik mengenai paket bantuan program pembinaan yang perlu
diberikan. Strategi program pembinaan mencakup strategi pemulihan kondisi sosial ekonomi
jangka pendek dan jangka panjang.
Strategi program rehabilitasi sosial jangka pendek, dapat berupa :
Ganti kerugian atas tanah, bangunan, dan semua aset lain yang terkena proyek dibayar
penuh sebelum relokasi;
Bantuan pembangunan rumah, tempat usaha dan bantuan/ tunjangan relokasi
(misalnya. bantuan pindahan, tunjangan biaya hidup, bantuan pendidikan anak sekolah,
bantuan untuk memulai usaha baru) diberikan secara penuh selama masa transisi;
Dibebaskan dari berbagai biaya pajak, pembongkaran (bangunan) dan pemulihan untuk
relokasi;
Subsidi sarana produksi atau kredit murah untuk usaha;
Kesempatan kerja atau berusaha sementara jangka pendek dalam kegiatan
pembangunan proyek atau pembangunan konstruksi di lokasi pemukiman kembali;
Paket bantuan/pembinaan khusus (jika diperlukan) bagi PTP kelompok rentan (seperti,
kaum perempuan, kelompok usia lanjut, orang-orang cacat, kelompok paling miskin);

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH 19


DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
Lampiran L Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Pembinaan untuk integrasi sosial dengan penduduk setempat (tuan rumah) di lokasi
pemukiman kembali;
Paket rehabilitasi lingkungan.
Strategi pembinaan jangka panjang , mencakup:
Strategi pembinaan sosial dapat berupa pembangunan fasilitas sosial dan penguatan
kelembagaan sosial kemasyarakatan.
Strategi pengembangan kegiatan ekonomi dapat berupa kegiatan usaha berbasis lahan
dan/atau non-lahan yang mendapat bantuan proyek (misalnya, penyiapan lahan
pengganti, peningkatan keterampilan melalui pelatihan dan dampingan teknis,
pekerjaan, bantuan kredit usaha kecil dan usaha mandiri, masukan/norma input lainnya
untuk pemulihan pendapatan) dan menjalin keterkaitan dengan program-program
pembangunan sosial ekonomi lokal, regional atau nasionaK.

c) Kerangka Waktu Pelaksanaan


Membuat perkiraan waktu pelaksanaan, frekuensi, dan lamanya pelaksanaan untuk setiap
kelompok sasaran pembinaan dan jenis bantuan pembinaan yang diberikan. Dalam menyusun
kerangka waktu pelaksanaan pembinaan ini perlu mempertimbangkan jadwal kegiatan
konstruksi proyek dan keterkaitan dengan skema program pembangunan sosial ekonomi
lainnya.

d) Kelembagaan
Menentukan instansi penanggung jawab, instansi pelaksana, serta instansi pendukung dalam
rangka implementasi program pembinaan dimaksud, termasuk mekanisme koordinasi yang
diperlukan dan mekanisme pelaksanaan pembinaan dan penyaluran bantuan.

L.9 Perumusan Kerangka Pemantauan dan Evaluasi

L.9.1 Pemantauan Internal

Tujuan pemantauan ini adalah untuk menyediakan data dan informasi yang berkaitan dengan
pelaksanaan pengadaan tanah, pemukiman kembali dan pembinaan sebagai bahan masukan bagi
para pelaksana dalam pengambilan keputusan dalam rangka implementasi rencana kegiatan, serta
untuk membantu manajemen dalam mengkaji tingkat kemajuan implementasi rencana kegiatan
selama proses pelaksanaan sampai dengan selesai.

Jenis kegiatan yang dipantau dan indikator pemantauan

Jenis kegiatan yang dipantau dan indikator pemantauan harus diturunkan berdasarkan jenis
kegiatan yang dilaksanakan, kerangka waktu dan anggaran yang telah direncanakan.

Metode pemantauan
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengkaji dan menilai tingkat kemajuan/pencapaian

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH 20


DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
Lampiran L Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

sasaran fisik dari proses im plem entasi rencana kegiatan (action plan) adalah m etode single
program beforeafter yakni suatu m etode pengkajian/penilaian terhadap perubah an dari suatu jenis
obyek/kegiatan yang menjadi target sasaran (bisa juga kelompok sasaran) tanpa harus
menggunakan kelompok kontrol, dengan cara membandingkan antara kondisi sebelum dan
sesudah dilakukan suatu treatm ent (kegiatan). Sedangkan sebagai alat (perangkat) analisisnya,
dapat digunakan m odel diagram kurva -S (s-curve).

Selanjutnya dalam rangka pengumpulan data dan informasi, beberapa metode yang dapat
dipertimbangkan untuk dipergunakan, antara lain mencakup:

a) Rapat Koordinasi dan Diskusi


Dalam rapat koordinasi dan/atau diskusi ini, dapat mengkonfirmasikan kepada para peserta
rapat tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kemajuan pelaksanaan kegiatan pengadaan
tanah dan pemukiman kembali.

b) Pengkajian Dokumen Laporan


Mengkaji seluruh dokumen laporan pelaksanaan kegiatan yang dibuat/disampaikan oleh para
pelaksana kegiatan pengadaan tanah dan pemukiman kembali. Dokumen laporan ini biasanya
disampaikan secara berkala.

c) Membuat Dokumentasi PTP


Sistem dokumentasi data PTP (data file record) dibuat untuk setiap rumah tangga (KK) yang
mencatat tentang identitas (rumah tangga) PTP, jenis aset terkena proyek, serta bentuk dan
nilai ganti kerugian. File dokumentasi ini dicetak dalam bentuk formulir dan dibagikan kepada
setiap PTP yang bersangkutan. Sistem dokumentasi ini harus dirancang sedemikian rupa
sehingga m em ungkinkan untuk one -stop m onitoring m isalnya untuk status pem berian
kompensasi/ ganti kerugian.

d) Informal Sample Survai


Pemantauan dapat dilakukan dengan cara pengamatan inventarisasi (visual) dan pencatatan
langsung, maupun melalui wawancara langsung secara tidak terstruktur dengan PTP ( 20 %
sample secara purposive). Misalnya untuk mengetahui apakah ganti kerugian telah diberikan
(sesuai dengan kerangka kelayakan ganti kerugian hasil kesepakatan dalam musyawarah),
sampai seberapa jauh pembongkaran bangunan telah dilakukan, atau apakah lokasi
pemukiman kembali telah disiapkan/dibangun secara layak dan memadai.

e) Wawancara dengan Responden/Informan Kunci


Pemantauan (pengumpulan data) dilaksanakan dengan cara melakukan wawancara langsung
secara tidak terstruktur dengan sejumlah warga masyarakat yang dianggap strategis dan
mempunyai pengetahuan luas atau pengalaman dalam pelaksanaan kegiatan pengadaan
tanah dan pemukiman kembali, khususnya pada lokasi bersangkutan. Wawancara ini dapat
dilakukan setiap 6 (enam) bulan selama pelaksanaan.

f) Rapat/Pertemuan dengan Masyarakat.


Rapat pertemuan dengan masyarakat, khususnya dengan PTP dimaksudkan untuk meninjau

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH 21


DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
Lampiran L Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

(mengetahui) respon dan masukan dari masyarakat (PTP) secara langsung tentang
pelaksanaan pengadaan tanah dan pemukiman kembali, serta untuk memperoleh gambaran
informasi mengenai tampilan dari berbagai aktifitas kegiatan pengadaan tanah dan pemukiman
kembali. Rapat umum/ pertemuan dengan PTP ini dapat dilakukan setiap 3 (tiga) bulan sekali
atau lebih selama pelaksanaan kegiatan.

Waktu dan frekuensi pemantauan

Pemantauan dilaksanakan selama berlangsungnya proses pelaksanaan kegiatan pengadaan tanah,


pemukiman kembali dan pembinaan, dengan variasi waktu untuk rapat koordinasi mingguan (tingkat
pelaksana lapangan) dua mingguan (koordinator pelaksanan) dan bulanan (tingkat manajemen).
Kemudian, untuk konfirmasi lapangan dapat dilakukan setiap satu bulan sekali atau sesuai
kebutuhan untuk merespon kondisi obyektif yang berkembang.

Pelaksana pemantauan

Pemantauan internal dilaksanakan sendiri oleh instansi penanggung jawab dan pelaksana kegiatan
pengadaan tanah dan pemukiman kembali. Namun demikian, pemrakarsa harus dilibatkan secara
penuh, khususnya dalam rangka sinkronisasi program.

Dalam merumuskan materi pelaksana pemantauan internal ini harus mencakup rincian pengaturan
mengenai :
a) Distribusi tanggung jawab pemantauan dalam unit/instansi pelaksana pengadaan tanah. Untuk
pengadaan tanah dan pemukiman kembali berskala besar lebih baik jika ada Tim khusus untuk
pemantauan. Kemudian untuk pengadaan tanah dan pemukiman kembali yang melibatkan
instansi-instansi lain atau beberapa jenjang pemerintahan, diperlukan suatu rencana
mekanisme koordinasi.
b) Tanggung jawab atas tugas-tugas tertentu, termasuk pengumpulan dan analisis data, verifikasi,
pengendalian, koordinasi dengan instansi terkait, penyusunan laporan, penyerahan laporan
kepada pembuat keputusan, tanggung jawab mengkaji dan menindak lanjuti laporan.
c) Persyaratan personil pelaksana, termasuk persyaratan untuk peningkatan kemampuan dan
keterampilan pemantauan.

Sistem Pelaporan

Jenis laporan terdiri dari laporan harian, mingguan/dwi mingguan, bulanan, triwulan, tahunan dan
laporan akhir kegiatan.

a) Laporan Harian
Laporan harian dibuat oleh Pelaksana Lapangan, yang berisi tentang jenis dan besaran
(volume) kegiatan yang telah dilaksanakan serta catatan penting atas permasalahan/kendala
yang dihadapi. Laporan ini diserahkan setiap hari kepada Koordinator Lapangan.

b) Laporan Mingguan/Dwi Mingguan


Laporan ini merupakan hasil verifikasi dan rangkuman dari Laporan Harian dengan isi pokok
laporan berupa informasi kemajuan pekerjaan selama minggu/ dwi minggu berjalan serta
catatan permasalahan/kendala khusus yang dihadapi, usulan penyelesaian dan bantuan yang

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH 22


DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
Lampiran L Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

dibutuhkan. Laporan ini dibuat oleh Koordinator Lapangan, dan disampaikan kepada
Ketua/Koordinator Tim Pelaksana.

c) Laporan Bulanan
Laporan bulanan ini terdiri dari 2 (dua) jenis yakni : (i) laporan bulanan untuk tiap-tiap
bidang/bagian kegiatan/pekerjaan; dan (ii) laporan seluruh kerangka kegiatan. Laporan
(bulanan) bidang kegiatan dibuat oleh para Ketua/Koordinator Tim Pelaksana dan disampaikan
kepada Penanggungjawab Utama Pengadaan Tanah melalui Pimpinan Unit Pelaksana
Manajemen.
Laporan ini dibuat oleh Pimpinan Unit Pelaksana Manajemen dan disampaikan kepada
Penanggung jawab Utama Pengadaan Tanah dan Pemrakarsa..

d) Laporan Triwulan
Laporan Triwulan disusun berdasarkan Laporan Bulanan dan hasil verifikasi lapangan (informal
sample survai, wawancara bebas dengan renponden kunci, rapat/pertemuan dengan PTP),
dengan isi pokok laporan antara lain menyangkut tingkat kemajuan pelaksanaan kegiatan,
analisis kesesuaian (kinerja) pelaksanaan, realisasi penyerapan dan alokasi anggaran,
permasalahan/kendala yang dihadapi dan upaya tindak penyelesaian, serta rencana untuk
triwulan berikutnya. Termasuk dalam laporan ini adalah informasi tentang tingkat
perkembangan kondisi sosial ekonomi PTP (khususnya yang terpindahkan)
Laporan ini dibuat oleh Pimpinan Unit Pelaksana Manajemen dengan bantuan para
Koordinator/Ketua Tim Pelaksana Kegiatan, yang kemudian disampaikan kepada
Penanggungjawab Utama Pengadaan Tanah, Pemrakarsa dan kelompok perwakilan PTP.

e) Laporan Tahunan
Laporan ini berisikan informasi tentang pencapaian target/sasaran fisik kegiatan, realisasi
penyerapan (dan alokasi) anggaran, perkembangan kondisi sosial ekonomi PTP (khususnya
yang terpindahkan), permasalahan/kendala yang dihadapi dan upaya/rencana tindak
penyelesaian, serta rencana pelaksanaan kegiatan tahun berikutnya.
Laporan ini dibuat oleh Pimpinan Unit Pelaksana Manajemen dengan bantuan para
Koordinator/Ketua Tim Pelaksana Kegiatan, yang kemudian disampaikan kepada
Penanggungjawab Utama Pengadaan Tanah, Pemrakarsa dan perwakilan (kelompok) PTP.

L.9.2 Pemantauan Eksternal dan Evaluasi

Indikator Pemantauan dan Evaluasi

Indikator utama pemantauan dan evaluasi, antara lain :


a) Informasi dasar mengenai rumah tangga PTP.
b) Pemulihan taraf hidup.
c) Pemulihan matapencaharian dan pendapatan;
d) Tingkat kepuasan PTP.
e) Efektivitas perencanaan.
f) Dampak lain yang timbul (khususnya induced impact).

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH 23


DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
Lampiran L Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Pelaksanaan Pemantauan Eksternal dan Evaluasi

Pelaksana pemantauan eksternal dan evaluasi ini adalah pemrakarsa dan/atau Penaggungjawab
Utama Pengadaan Tanah. Dalam kegiatan pelaksanaan pemantauan dan evaluasi ini pemrakarsa
dapat bekerjasama dengan lembaga penelitian, konsultan, universitas, atau LSM, dengan tugas
utama sebagai berikut :
a) Memeriksa/mengkaji hasil pemantauan internaK.
b) Menilai apakah tujuan kegiatan pengadaan tanah, pemukiman kembali dan pembinaan telah
tercapai, khususnya apakah mata pencaharian dan taraf hidup PTP telah terpulihkan atau
ditingkatkan.
c) Menilai efisiensi, efektivitas, dampak (manfaat) dan kesinambungan kegiatan pengadaan
tanah, pemukiman kembali dan pembinaan, yang hasilnya akan menjadi acuan untuk
pembuatan dan perencanaan kebijaksanaan dalam penyelenggaraan kegiatan pengadaan
tanah, (pemukiman kembali dan pembinaan) di masa mendatang;
d) Memastikan apakah kelayakan ganti kerugian dan bantuan yang diberikan telah memenuhi
tujuan, dan apakah tujuan tersebut sesuai dengan kondisi PTP (saat ini).

Waktu dan Frekuensi Pemantuan dan Evaluasi

Pemantauan eksternal dan evaluasi cukup dilaksanakan setiap satu tahun selama periode
pelaksanaan kegiatan pengadaan tanah, pemukiman kembali dan pembinaan, dan selama masa
operasi dan pemeliharaan jalan.

Persyaratan Pelaksanaan

Mengingat pemantauan dan evaluasi eksternal akan dilaksanakan oleh suatu Tim (institusi) dari luar
(yang independen), maka dalam hal ini harus disusun suatu persyaratan pelaksanaan pemantauan
dan evaluasi, biasanya dalam bentuk suatu Kerangka Acuan (KA). KA ini harus dirancang untuk
m engem bangkan data dasar sebelum dan setelah kegiata n pengadaan tanah, pemukiman
kembali dan pembinaan. Berikut ini disajikan materi pokok dari KA dimaksud :

a) Maksud dan tujuan pemantauan dan evaluasi dalam kaitannya dengan tujuan rencana
kegiatan pengadaan tanah, pemukiman kembali dan pembinaan (RK-PTPKP) dan tujuan
kebijaksanaan pemerintah;
b) Data/informasi yang diperlukan untuk memenuhi tujuan tersebut, dengan mengacu pada RK-
PTPKP;
c) Metode dan pendekatan pengumpulan data/informasi;
d) Metodologi secara rinci, penggunaan data yang ada/tersedia (hasil sensus dan survai),
updating, kerangka pengambilan sampel,
e) komparasi dan analisis, pengendalian mutu, dan pengembangan sistem pencataan
(dokumentasi) dan pelaporan.
f) Partisipasi stakeholder primer, khususnya PTP dalam pemantauan dan evaluasi.
g) Sumber daya yang dibutuhkan, termasuk tenaga akhli dalam bidang sosiologi, sosial
ekonomi/koperasi, pertanahan, pemukiman kembali;
h) Kerangka waktu;
i) Persyaratan pelaporan.

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH 24


DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
Lampiran L Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

K.9.3 Partisipasi Masyarakat dalam Pemantauan dan Evaluasi

Kelompok PTP, organisasi kelompok masyarakat (OKM) setempat dan/atau LSM lokal sebaiknya
dilibatkan. Evaluasi yang partisipatif akan membantu meningkatkan kualitas pelaksanaan program
dengan melibatkan stakeholder primer dalam desain dan pelaksanaan evaluasi. Metode penilaian
cepat partisipatif dapat mewujudkan keterlibatan PTP dan stakeholder primer lainnya dalam
pemantauan dan evaluasi.

L.10 Merumuskan Lingkup Kegiatan dan Kerangka Waktu Pelaksanaan

Jenis atau komponen pekerjaan kegiatan pengadaan tanah dan pemukiman kembali meliputi:
persiapan, pengadaan tanah, pemukiman kembali, pembinaan, dan monitoring dan evaluasi.

L.10.1 Persiapan
a) Penetapan lokasi pengadaan tanah;
b) Penyiapan program dan anggaran;
c) Set-up kelembagaan;
d) Penyuluhan/sosialisasi awal
e) Inventarisasi dan sensus sosial ekonomi;
f) Pembuatan kebijakan kerangka proses/rencana kerja (RKPTPKP);

L.10.2 Pengadaan Tanah


a) Musyawarah
b) Penetapan bentuk dan besarnya ganti rugi/kompensasi.
c) Pemberian ganti rugi/kompensasi dan pelepasan hak/penyerahan tanah
d) Sertifikasi hak atas tanah.

L.10.3 Pemukiman Kembali


a) Perencanaan lokasi dan sosialisasi
b) Persiapan relokasi dan konsultasi
c) Pembangunan lokasi
d) Relokasi PTP

L.10.4 Pembinaan
a) Menyusun program pembinaan
b) Menyusun materi pokok program rehabilitasi sosial ekonomi PTP
c) Melaksanakan program pembinaan (jangka pendek dan jangka panjang)

L.10.5 Monitoring dan Evaluasi

Dalam merumuskan jadwal waktu pelaksanaan monitoring dan evaluasi harus mempertimbangkan
jadwal pelaksanaan konstruksi (pembangunan jalan). Sebaiknya pemberian ganti rugi/kompensasi,

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH 25


DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
Lampiran L Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

pembangunan lokasi pemukiman kembali dan pekerjaan relokasi harus sudah diselesaikan sebelum
pembongkaran bangunan dan pembangunan konstruksi jalan dimulai.

L.11 Menyusun Anggaran dan Pembiayaan

Anggaran biaya pengadaan tanah dan pemukiman kembali harus dirumuskan secara rinci untuk
seluruh komponen pekerjaan, termasuk biaya untuk ganti rugi, pemukiman kembali, pembinaan,
monitoring dan evaluasi, serta biaya administrasi. Secara garis besar, jenis atau komponen biaya
pengadaan tanah dan pemukiman kembali antara lain mencakup : persiapan, biaya pengadaan
tanah, biaya pemukiman kembali, biaya pembinaan dan rehabilitasi, dan biaya administrasi.

L.11.1 Biaya persiapan


a) Sosialisasi dan penyuluhan.
b) Inventarisasi dan sensus PTP.

L.11.2 Biaya pengadaan tanah


a) Ganti rugi atas aset fisik yang hilang (tanah, beserta aset lain yang ada di atasnya);
b) Kompensasi/santunan kepada PTP yang tidak sesuatu hak atas tanah, tetapi telah lama
bermukim pada lokasi pengadaan tanah;
c) Sertifikasi tanah, baik yang diserahkan/dialihkan kepada Pemrakarsa, maupun yang masih
menjadi milik PTP (splitzing sertifikat);

L.11.3 Biaya pemukiman kembali


a) Perencanaan dan sosialisasi
b) Pembangunan lokasi (termasuk pembebasan tanah, pembangunan perumahan, serta sarana
dan prasarana).
c) Bantuan biaya pindah.
d) Tunjangan biaya hidup selama masa transisi.
e) Tunjangan biaya pengganti atas hilangnya keterikatan sosial ekonomi dengan lokasi asal
(pendidikan anak sekolah,memulai usaha baru);

L. 11.4 Biaya pembinaan dan rehabilitasi

a) Perkiraan biaya untuk paket pemulihan mata pencaharian/pendapatan (seperti, pelatihan,


usaha kecil/rumah tangga);
b) Bantuan pengembangan (seperti, fasilitas kredit murah, koperasi, kesehatan, pendidikan);
c) Paket peningkatan kualitas lingkungan;

L.11.5 Biaya administrasi

a) Biaya kantor dan kesekretariatan;


b) Panitia pengadaan tanah
c) Biaya personil/staf operasional
d) Pelatihan dan pemantauan
e) Bantuan teknis
f) Evaluasi oleh lembaga independen
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH 26
DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
Lampiran L Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

L.12 Menyusun Kerangka Kelembagaan

Salah satu masalah penting dalam pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan pengadaan tanah dan
pemukiman kembali adalah kurangnya kerangka kelembagaan yang sesuai dan memadai baik pada
tingkat instansional maupun lapangan.

Dalam merumuskan kerangka kelembagaan ini perlu dijelaskan tentang :


a) Komponen lembaga/instansi yang dibutuhkan (terlibat/terkait);
b) Uraian tugas/tanggung jawab dan kewenangan;
c) Mekanisme koordinasi;
d) Kerangka kebijakan;
e) Kebutuhan pelatihan dan peningkatan kemampuan

L.12.1 Komponen Lembaga

Komponen kelembagaan yang terlibat/terkait (dan dibutuhkan) dalam rangka pelaksanaan kegiatan
pengadaan tanah dan pemukiman kembali antara lain :

Pemrakarsa
Pemrakarsa adalah instansi penaggungjawab utama atas penyelenggaraan kegiatan proyek
pembangunan jalan. Berdasarkan PP No. 26/1985 Bab I Pasal 1, mengatur tentang pembinaan
jalan di Indonesia sebagai berikut :

a) Jalan Nasional :
Pembina Jalan Nasional adalah Menteri atau Pejabat yang ditunjuknya untuk menyelenggarakan
pembinaan jalan di tingkat nasional dan melaksanakan Pembinaan Jalan Nasional (Ayat 4);

b) Jalan Propinsi :
Pembina Jalan Propinsi adalah Pemerintah Daerah Tk-I (Pemerintah Propinsi) atau Instansi
yang ditunjuknya untuk melaksanakan pembinaan Jalan Propinsi (Ayat 5);

c) Jalan Kabupaten :
Pembina Jalan Kabupaten adalah Pemerintah Daerah Tk-II Kabupaten (Pemerintah Kabupaten)
atau Instansi yang ditunjuknya untuk melaksanakan pembinaan Jalan Kabupaten (Ayat 6).

d) Jalan Kotamadya :
Pembina Jalan Kotamadya adalah PemerintahDaerah Tk-II Kotamadya (Pemerintah Kota) atau
Instansi yang ditunjuknya untuk melaksanakan pembinaan Jalan Kotamadya (Ayat 7);

e) Jalan Desa :
Pembina Jalan Desa adalah Pemerintah Desa/Kelurahan (Ayat 8);

f) Jalan Khusus :
Pembina Jalan Khusus adalah Pejabat atau Orang yang ditunjuk oleh/dari Instansi untuk dan
atas nama Pimpinan Instansi atau Badan Hukum atau Perseorangan untuk melaksanakan
pembinaan Jalan Khusus (Ayat 9);

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH 27


DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
Lampiran L Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

g) Jalan Tol :
Jalan Tol adalah Jalan Umum yang kepada para pemakainya dikenakan kewajiban membayar
ToK. Penyelenggara Jalan Tol adalah suatu Badan Hukum yang ditunjuk oleh Menteri (PT. Jasa
Marga Persero).

Penanggung Jawab Pengadaan Tanah

Penanggungjawab utama kegiatan pengadaan tanah dan pemukiman kembali adalah Pemerintah
Propinsi, sedangkan jika lokasi proyek pembangunan jalan dimaksud hanya terletak pada satu
wilayah Kabupaten/Kota, maka penanggungjawab utamanya adalah Pemerintah Kabupaten/Kota.

Unit Pelaksana Manajemen

Instansi ini merupakan perangkat pelaksana manajemen sehari-hari dari penanggung jawab utama.
Instansi ini dibentuk oleh penanggung jawab utama pengadaan tanah. Pimpinan instansi ini harus
dijabat oleh seorang staf senior yang berpengalaman dalam pengelolaan proyek pembangunan
sosial ekonomi.

Pelaksana Pengadaan Tanah

Keppres RI No. 55/1993 (Bab III, Pasal 6 dan 7) menyebutkan bawa pengadaan tanah untuk
kepentingan umum dilaksanakan dengan bantuan Panitia Pengadaan Tanah yang dibentuk oleh
Gubernur, dan pada setiap Kabupaten/Kota dibentuk Panitia Pengadaan Tanah. Untuk pengadaan
tanah yang terletak pada 2 (dua) wilayah Kabupaten/Kota atau lebih dilakukan dengan bantuan
Panitia Pengadaan Tanah Propinsi yang dibentuk oleh Gubernur.

Tim Kerja Pemukiman Kembali

Institusi ini diperlukan untuk membantu Panitia Pengadaan tanah dan Unit Pelaksana Manajemen.
Tim ini sekaligus berfungsi sebagai pusat koordinasi (sekretariat) untuk konsultasi dan partisipasi
PTP. Tim ini dibentuk oleh Penanggung jawab Utama Pengadaan Tanah (Bupati/Walikota), dengan
dipimpin (Ketua Tim/Koordinator) oleh seorang staf senior (misalnya Ketua Bappeda) dan dibantu
oleh sejumlah Sub Tim (misalnya, sub tim perencanaan/penyiapan program, sub tim sosialisasi dan
pembinaan, sub tim implementasi dan pengendalian).

Tim Pengendalian dan Penyelesaian Pengaduan

Secara formal, cara penyelesaian atas sengketa atau pengajuan keberatan dalam pelaksanaan
pengadaan, telah diatur dalam Keppres RI No. 55/1993 (mulai Pasal 18 sampai dengan Pasal 22)
dan dijabarkan lebih lanjut dalam Permeneg Agraria/Kepala BPN No. 1/1994 (Bagian Keempat,
Pasal 22 sampai dengan Pasal 27). Namun demikian untuk memudahkan/ mempercepat
penyelesaian maka sebaiknya dibentuk suatu Tim (semacam Panitia) Penyelesaian Pengaduan
yang dipimpin langsung oleh Penanggung jawab Utama Pengadaan Tanah (sebagai Ketua Tim),
dengan struktur jaringan kerja sampai tingkat Desa/Kelurahan.
Tim ini berfungsi untuk mengendalikan pelaksanaan pengadaan tanah dan pemukiman kembali,
khususnya dalam rangka pengamanan dan penyelesaian pengaduan keberatan dari PTP atau
sengketa lainnya (biasanya berkaitan dengan kelayakan ganti kerugian/kompensasi serta manfaat

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH 28


DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
Lampiran L Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

kegiatan pengadaan tanah dan pemukiman kembali). Susunan Tim sebaiknya terdiri atas unsur-
unsur Muspida/Muspika, Panitia Pengadaan Tanah, BPD (Badan Perwakilan Desa), Tokoh
Masyarakat, dan kelompok perwakilan PTP.

Fasilitator Masyarakat

Pemanfaatan tenaga fasilitator masyarakat (TFM) akan sangat membantu dalam pelaksanaan
pengadaan tanah, pemukiman kembali, khususnya dalam melaksanakan kegiatan sosialisasi dan
peningkatan partisipasi PTP, perencanaan dan pelaksanaan pemukiman kembali yang partisipatif,
serta pelaksanaan pembinaan dalam rangka rehabilitasi sosial ekonomi PTP. Fasilitator
Masyarakat dapat ditunjuk dari Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) dari Universitas, atau LSM
pembangunan dengan melibatkan kelompok PTP sebagai TFM lapangan.

Uraian Tugas/Tanggung jawab dan Kewenangan

Rumusan uraian tanggung jawab/tugas dan kewenangan ini mencakup:


a) Distribusi tanggung jawab/tugas serta kejelasan kewenangan dari tiap-tiap komponen lembaga
atau unit/instansi pelaksana pengadaan tanah dan pemukiman kembali.
b) Tanggung jawab atas tugas-tugas khusus tertentu, misalnya, membangun komponen
prasarana lokasi pemukiman kembali, pembinaan kelompok rentan,pemantauan internal,
pengendalian dan koordinasi dengan instansi terkait, penyusunan laporan dan penyerahan
laporan kepada pembuat keputusan, tanggung jawab mengkaji dan menindak lanjuti laporan.
c) Persyaratan personil pelaksana, termasuk persyaratan untuk peningkatan kemampuan dan
keterampilan.

L.12.3 Mekanisme Koordinasi

Materi pokok dari mekanisme koordinasi ini, antara lain mencakup :


a) Kerangka koordinasi internal, yakni bagaimana sistem koordinasi antar komponen
lembaga/unit/instansi pelaksana pengadaan tanah dan pemukiman kembali yang berada
dibawah kendali penanggung jawab utama pengadaan tanah, baik secara vertikal maupun
horisontaK.
b) Kerangka koordinasi eksternal, yakni sistem koordinasi dengan instansi terkait di luar lembaga
penyelenggara kegiatan pengadaan tanah dan pemukiman kembali;
c) Jenis kegiatan tertentu yang memerlukan koordinasi khusus, termasuk dalam hal ini harus
dijelaskan mengenai kerangka waktu dan penanggung jawab pelaksanaan koordinasi, serta
instansi terkait yang perlu dilibatkan dalam koordinasi.

L.12.4 Kebutuhan Staf/Personil

Perbandingan yang memadai antara jumlah staf/personil pelaksana dengan PTP akan tergantung
pada banyak faktor, antara lain jumlah PTP, jumlah dan lingkup pekerjaan, jumlah lokasi (tempat)
dan kompleksitas permasalahan.
Para pimpinan unit lembaga pelaksana pengadaan tanah dan pemukiman kembali harus
merupakan staf yang mempunyai kemampuan merancang program dan pengaturan alokasi
anggaran serta pengendalian proyek social engineering. Sementara untuk staf pelaksana dan
lapangan merupakan kelompok dari berbagai jenis keterampilan dan keahlian, seperti untuk
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH 29
DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
Lampiran L Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

perencanaan lokasi dan prasarana, hukum, ekonomi, sosiologi, teknik lingkungan, dan
kesejahteraan sosiaK.

L.12.5 Kebutuhan Pelatihan dan Peningkatan Kemampuan

Beberapa alternatif dalam rangka peningkatan kemampuan institusi dan keterampilan staf, antara
lain:
a) studi banding;
b) pelatihan dan lokakarya;
c) bantuan teknis.

L.12.6 Rancangan Kerangka Kebijakan Pengadaan Tanah

Tim Penyusun LARAP perlu menyiapkan rancangan kerangka kebijakan pengadaan tanah dan
pemukiman kembali sebagai bahan acuan dalam menyusun kerangka kebijakan formal (dalam
bentuk Surat Keputusan Gubernur).
Materi pokok dari rancangan kerangka kebijakan pengadaan tanah dan pemukiman kembali
mencakup:
a) Pengertian dasar: Definisi tentang faktor-faktor yang berkaitan dengan pengadaan tanah dan
pemukiman kembali;
b) Tujuan: Menguraikan tentang tujuan program pengadaan tanah (dan pemukiman kembali);
c) Deskripsi proyek: Gambaran ringkas proyek jalan dengan komponennya dimana diperlukan
pengadaan tanah/penguasaan tanah dan pemukiman kembali;
d) Prinsip-prinsip perencanaan: Menjelaskan tentang prinsip dasar dan tujuan yang menuntun
dan menjadi acuan persiapan dan implementasi program pengadaan tanah dan pemukiman
kembali;
e) Persiapan: Uraian singkat tentang proses persiapan dan persetujuan rencana pengadaan
tanah dan pemukiman kembali;
f) Lingkup dampak: Perkiraan penduduk yang terkena proyek dan dampak lain
g) Kriteria kelayakan: Uraian kriteria penentuan kategori PTP yang berhak mendapat ganti
kerugian dan jenis aset yang dapat (layak) diganti rugi;
h) Kerangka hukum: Uraian tentang peraturan perundangan yang berlaku dalam pelaksanaan
pengadaan tanah dan pemukiman kembali,
i) Metode penilaian aset dan ganti kerugian: Uraian cara penilaian untuk menentukan tingkat dan
besaran ganti kerugian atas seluruh aset masyarakat yang terkena proyek, serta alternatif
pilihan bentuk ganti rugi dan/atau pemukiman kembali.
j) Pembinaan dan penanggulangan dampak: Uraian mengenai ketentuan dan mekanisme
pembinaan untuk rehabilitasi sosial ekonomi PTP (khususnya yang terpindahkan) serta
penanggulangan dampak lain.
k) Kelembagaan: Uraian prosedur organisasi untuk pengadaan tanah dan pemukiman kembali,
serta proses implementasi proyek yang menghubungkan langkah pengadaan tanah dan
pemukiman kembali dengan pekerjaan-pekerjaan teknis;
l) Prosedur penyampaian keluhan/keberatan: Uraian tentang mekanisme untuk mengajukan
keberatan/keluhan dan cara penyelesaiannya;
m) Pembiayaan: Uraian mengenai pengaturan pendanaan kegiatan pengadaan tanah dan
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH 30
DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
Lampiran L Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

pemukiman kembali;
n) Konsultasi dan partisipasi masyarakat: Uraian mengenai mekanisme konsultasi dan partisipasi
masyarakat,
o) Pemantauan dan evaluasi: Uraian mengenai pengaturan kegiatan pemantauan internal, serta
pemantauan eksternal dan evaluasi.

L.12.7 Rancangan Kerangka Implementasi

Rancangan kerangka implementasi ini merupakan bahan acuan bagi penanggung jawab utama
pengadaan tanah dalam menyusun kerangka proses pengadaan tanah dan pemukiman kembali,
yang diformalkan (berupa Surat Keputusan Bupati/Walikota) menjadi Rencana Kerja Pengadaan
Tanah.
Materi pokok dari rancangan kerangka proses ini antara lain:
a) Pengertian umum: Uraian singkat pengertian elemen-elemen yang berkaitan dengan
pelaksanaan pengadaan tanah, pemukiman kembali dan pembinaan, termasuk definisi proyek,
lokasi dan populasi penduduk yang terkena proyek;
b) Tujuan: Uraian spesifik tentang maksud dan tujuan dilaksanakannya pengadaan tanah (dan
pemukiman kembali), serta dikaitkan dengan tujuan penyusunan dokumen LARAP;
c) Informasi sosial ekonomi: Gambaran ringkas kondisi sosial ekonomi PTP serta dampak
potensial yang dicakup,
d) Kebijaksanaan pengadaan tanah: Uraian kebijakan yang ditempuh dalam pelaksanaan
pengadaan tanah, pemukiman kembali dan pembinaan, termasuk pembiayaan;
e) Rencana kerja: Uraian rinci tentang program kerja dan kerangka waktu pelaksanaan
pengadaan tanah, pemukiman kembali dan pembinaan untuk rehabilitasi sosial ekonomi PTP,
khususnya yang terpindahkan, serta rencana pendanaannya.

L.13 Penyusunan Laporan

Kandungan materi Dokumen LARAP harus disusun secara terinci dan spesifik, serta disesuaikan
dengan jenis/kategori kegiatan pengadaan tanah dan pemukiman kembali, apakah termasuk
kategori penting atau kurang penting. S istem atika D okum en LA R A P untuk kedua kategori
tersebut dapat mengacu contoh dari Bank Dunia atau ADB.

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH 31


DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
Gambar-1 BAGAN PELAKSANAAN PENYARINGAN LINGKUNGAN
(Pada Tahap Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan )

PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN


LAINNYA
Mempelajari Rencana Memberi masukan 1). Mencakup Tata guna lahan
Umum Sistem Jaringan tentang Rencana diperoleh dari Departemen
Jalan dan Penataan Ruang Wilayah Kehutanan, BPN dan dari
mengidentifikasi Propinsi, Kabupaten dan sumber lainnya
penggunaan lahan pada Kota serta Penerapan
dan sekitar rencana P eta P adu S erasi (2) 2). Termasuk koordinasi
koridor jaringan jalan,
dengan instansi terkait
khususnya areal
sensitive .. .(1)
3). Perhatikan bagan alir
proses penyaringan
(diagram A-1) dan pelajari
Pedoman Penyaringan
Melakukan penyaringan yang ada.
AMDAL dan UKL/UPL
serta S O P ..(3) 4). 5) Catat hasilnya dalam
risalah rapat

6) Daftar proyek yang wajib


pengelolaan lingkungan
Melakukan diskusi / menggunakan formulir A-1
konsultasi hasil
penyaringan dengan
BAPEDALDA ... (4) Memberi tanggapan dan
saran dalam rangka
menampung unpan balik
. .. (5)

Menetapkan hasil
penyaringan berupa
Daftar Proyek Wajib
Pengelolaan
Lingkungan .. ... (6)
Gambar-2 BAGAN PELAKSANAAN PENYUSUNAN KA-ANDAL
(Pada Tahap Pra Kelayakan)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA

Memberitahukan 1) Sesuai PP AMDAL


rencana penyusunan
2). Mengacu pada Kep Ka
dokumen AMDAL . (1)
Bapedalda No.08/2000
Menyepakati jadwal
waktu dan isi 3) Sesuai saran apakah
pengumuman rencana melalui media cetak
kegiatan proyek . (2) maupun media elektronik
Mengumumkan rencana
4) Tanggapan disampaikan
kegiatan proyek ..(3) secara tertulis dalam jangka
Memberikan tanggapan waktu satu bulan, terhitung
terhadap rencana sejak tanggal pengumuman
kegiatan proyek . (4)
Melaksanakan 5) Mengacu pada Pedoman
konsultasi M asy. ..(5) Konsultasi Masyarakat dan
Kep.Ka Bapedal No.
08/2000

Menyusun konsep KA- 6) Gunakan pedoman


ANDAL dan penyusunan KA-ANDAL
mengajukan ke Komisi Mengadakan rapat Komisi
Penilai untuk dinilai.. (6) Penilai AMDAL untuk 7), 8), 9), 10) Risalah rapat
menilai konsep KA-ANDAL menggunakan formulir A-2
. (7) Menghadiri rapat Komisi Menghadiri rapat Komisi Menghadiri rapat Komisi Masukan peserta rapat
Penilai AMDAL dan Penilai AMDAL dan Penilai AMDAL dan menggunakan formulir A-3
memberikan masukan.. (8) memberi masukan .. (7) memberi masukan (dari
institusi terkait mis: 11) Dilakukan sampai dokumen
kehutanan, Dikbud, disetujui
Sosial) ..... (10)
Memperbaiki dokumen 12) Sebagai acuan penilaian
KA-ANDAL sesuai ANDAL
dengan tanggapan Menetapkan dokumen
komisi dan mengajukan KA-ANDAL ........ .. (12)
lagi ke Komisi Penilai
..(11)
Gambar-3 BAGAN PELAKSANAAN STUDI AMDAL
(Pada Tahap Studi Kelayakan)

PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN


LAINNYA
Mempelajari KA
1). Lampiran SK Penetapan
ANDAL yang telah
KA-ANDAL termasuk
ditetapkan (1)
lampiran dokumennya.
2). Gunakan pedoman
penyusunan ANDAL, RKL
Melaksanakan Studi dan RPL
A N D A L (2) 3). Lengkapi dengan surat
pengantar dan tanda
terima dokumen.
Mengirimkan hasil studi
4) Risalah rapat
ANDAL ke Komisi
menggunakan formulir
Penilai untuk dinilai
Mengadakan rapat komisi A-2
. (3)
penilai AMDAL untuk 5) 6), 7) Masukan peserta
menilai & menetapkan rapat menggunakan
kelayakan lingkungan formulir A-3
. (4) Menghadiri rapat dan Menghadiri rapat komisi Menghadiri rapat komisi 8) Dilakukan sampai
memberikan masukan dan memberikan masukan dan memberikan masukan dokumen disetujui
untuk perbaikan tentang penanganan tentang penanganan 9) Sebagai acuan untuk
dokumen ...........(4) dam pak lingkungan .(6) dampak lingkungan sesuai desain dan pelaksanaan
keterkaitannya .(7)

Memperbaiki konsep
dokumen AMDAL
sesuai dengan
tanggapan komisi dan Menetapkan dokumen
mengajukan kembali ke A M D A L . (9)
K om isi P enilai (8)
Gambar-4 BAGAN PENJABARAN HASIL STUDI ANDAL, RKL DAN RPL
(Pada Tahap Perencanaan Teknis)

PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN


LAINNYA
Mempelajari hasil studi
ANDAL, RKL dan RPL 1) Termasuk mengkaji ulang
.. (1) (mereview)
2) Dibantu ahli lingkungan
apabila diperlukan
Menginventarisasi
3) 4) 5) Dapat dilakukan
rekomendasi
dalam forum rapat atau
penanganan dampak
Memberi masukan tentang Memberi masukan tentang Memberi masukan tentang lainnya
pada dokumen RKL &
cara penanganan dampak cara penanganan dampak cara penanganan dampak
R P L (2) 6) Sebaiknya ada ahli
dan saran-saran sesuai dan saran-saran ....... (4) dan saran-saran sesuai
lingkungan dalam tim
kebijakan pembangunan keterkaitannya mis.:
perencana
daerah mis.: median, penanganan utilitas yang
lansekap . (3) terkena............ (5) 7) Sebanyak mungkin
dituangkan dalam desain,
sedangkan dampak sosial
yang tidak dapat
dituangkan dalam desain,
Memberi penjelasan merupakan lampiran
kepada tim perencana desain untuk diperhatikan
teknis tentang sasaran pada saat tender
penanganan dampak
pada RKL & RPL ....(6) 8) Output yang diharapkan

Melaksnakan
penjabaran hasil studi
ANDAL, RKL dan RPL
pada perenc.teknis.. (7)

Desain jalan yang telah


mempertimbangkan
faktor lingkungan.. (8)
Gambar-1 BAGAN PERTIMBANGAN PENGADAAN TANAH
(Pada Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan)

PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN


LAINNYA
1). Mencakup Sasaran
Mempelajari Konsep Kawasan yang akan
dilayani misalnya sentra
Rencana Umum Sistem
sentra produksi, kapasitas
Jaringan Jalan, Peta Tata produksi, kapasitas jalan
Guna Lahan Disekitar yang dibutuhkan, peran
Rencana Jaringan Jalan dan fungsi kota dll.
.. .(1)
2) Mencakup kondisi eksisting
dan rencana
peruntukannya dimasa
datang, penetapan status
dan fungsi kawasan
Membuat Konsep Awal
lindung
Kebutuhan lahan untuk
Rencana Jaringan 3). Didasarkan pada prinsip-
Jalan (termasuk prinsip menghindari lahan
perkiraan kasar luas, budidaya dan yang
jenis penggunaan dan dilindungi sesuai criteria
kepemilikan). (2) pada pasal-6 undang-
undang nomor 24 tahun
1992 tentang Penataan
Ruang.

Konsultasi konsep 4). Dapat dituangkan dalam


kebutuhan lahan peta
rencana jaringan jalan Memberi masukan Memberi tanggapan dan Memberi masukan Memberi masukan
(3) 5) Peta Koordinasi
tentang daya dukung masukan tentang tentang lokasi lokasi hak sesuai keterkaitannya, pemanfaatan Ruang
lingkungan termasuk Penerapan Peta Padu adat / ulayat , dll ( 6 ) mis.: tentang fungsi wilayah yang memadukan
sosial (4) Serasi (Penataan Ruang lahan dan ketentuan / kawasan lindung dan
W ilayah) .. (5) peraturannya (7) kawasan binaan
6) 7) Termasuk cara-cara
pelepasannya
8) Rencana ini disebarluaskan
Menetapkan Rencana kepada institusi terkait
Jaringan Jalan beserta
perkiraan kasar
kebutuhan lahan (8)
Gambar-2 BAGAN KEGIATAN AWAL PENGADAAN TANAH
(Pada Tahap Pra Kelayakan)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA

1) Dari peta Padu Serasi


Mempelajari Kebutuhan
dan peta lainnya yang
lahan dan Jenis
dipublikasikan oleh
Peruntukan Lahan pada
Departemen/Dinas
Rencana Jaringan Jalan
Kehutanan,
. (1) Departemen/Dinas
Pendidikan dan
kebudayaan
Melakukan Konsultasi 2). Bersifat Orientasi
Pemilihan Alternatif lapangan untuk melihat
koridor Jalan contoh (sample) kondisi
berdasarkan kebutuhan sebenarnya
lahan (2)
Memberi masukan 3), 4), 5), 6)
Memberi masukan tentang Memberi masukan Lokasi Memberi masukan
tentang daya dukung Masing-masing
lokasi Prasarana & Sarana Masyarakat Terasing, tentang pengendalian
lingkungan .. (3) masukan (input) Diplot
dan untuk pemukiman status kepemilikan dan fungsi lahan dan
kembali penduduk serta kesediaan melepas. (5) ketentuan memperoleh pada peta Padu Serasi
ketersediaan dan lahan (6)
keterpaduan pengadaan 7), Masukan untuk
lahan .. (4) pemilihan alternatip rute
jalan dan penyusunan
KA-ANDAL (Lihat bagan
Pelaksanaan konsultasi
masyarakat dan
Merangkum data dan Penyusunan KA-
informasi untuk acuan ANDAL)
peenetapankoridor
penetapan koridorjalan
jalan .....................(6)
..........(7) 8) Mempertimbangkan
aspek-aspek teknis,
ekonomik, sosial budaya
dan lingkungan
Menetapkan koridor
jalan terpilih............(8)
Gambar-3 BAGAN IDENTIFIKASI KEBUTUHAN LAHAN
(Pada Tahap Studi Kelayakan)

PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN


LAINNYA
Mempelajari kebutuhan
1). Hasil Pra Kelayakan
lahan dan Jenis
Peruntukan Lahan 2). Sesuai dengan
pada setiap alternatif pedoman yang berlaku
R ute Jalan (1) 3),4),5), 6)
Melalui media rapat
teknis yang
Melakukan Konsultasi diselenggarakan oleh
dan Survey Dasar pemrakarsa
sosial (2)
Memberi masukan Memberi masukan tentang Memberi masukan tentang 7) Dikaji bersama sama
tentang daya dukung pengendalian Status Kepemilikan lahan Memberi masukan sesuai aspek teknis, ekonomis
sosial .. (3) Pemanfaatan Ruang termasuk asset lainnya keterkatiannya antara lain dan lingkungan.
Wilayah Propinsi, serta taksiran harga .(5) tentang hal-hal berkaitan termasuk kebutuhan
kabupaten/kota dan dengan pelepasan hak. Permukiman Kembali
koordinasi rencana (6) Penduduk
pengadaan lahan .. (4) 8) Dalam forum penilaian
apabila dokumen
AMDAL

Membuat Prakiraan 9) Koordinasi rencana awal


Kebutuhan Lahan pelaksanaan di
untuk Alt.Rute.. (7) lapangan dengan
Memperkirakan dampak Koordinasi Rencana Awal Memberi masukan Menyetujui permohonan instansi lain
sosial .(8) P engadaan T anah (9) kesediaan dan keberatan proyek tentang kebutuhan
masy. Terhadap lahan .(11) 10) 11) Dapat dilakukan
pengadaan tanah ..(10) dalam forum rapat, dll.
12) Setelah dokumen
AMDAL (bila ada)
ditetapkan oleh
Gubernur/Walikota/
Menetapkan Rute Bupati
Terpilih ..... (12)
Gambar-4 BAGAN PERENCANAAN PENGADAAN TANAH
(Pada Tahap Perencanaan Teknis)

PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN


LAINNYA

Mempelajari 1). Termasuk Data Jenis


Pengukuran Detail Peruntukan Lahan yang
R ute Jalan (1) terkena Proyek
2). Termasuk rencana
kerja, pembagian tugas
antara tim lapangan
Melakukan Survey dengan panitia
Sosial Ekonomi dan pengadaan tanah..
konsultasi Masyarakat Melakukan Monitoring Membantu Koordinasi Memberi Masukan Detail Memberi masukan sesuai 3). Sesuai Tupoksi Institusi
(2) Pelaksanaan Survey dilapangan tentang hal keterkaitannya antara lain dan dapat bersifat aktip
Pelaksanaan Survey proses & ketentuan
(3) dengan instansi Terkait kepemilikan lahan, (terjun kelapangan)
pelepasan hak, tatacara &
. . (4) pelepasan hak, rehabilitasi
criteria kompensasi serta tata maupun pasip
pem uk.kem bali, dll. . (5) cara pem uk.kem bali .. (6 ) (menerima laporan saja)
4). Terutama koordinasi
dengan aparat
pemerintah daerah dan
dinas sosial
Membuat Konsep 5) Termasuk status
LA R A P ..(7) sertifikat, luasan, Lokasi
di Peta, prakiraan nilai
kekayaan, masa tinggal
Sosialisasi Konsep dll.
LARAP dan
Memberikan Memberikan Gubernur / Bupati/Wali 6). Sesuai peraturan per
mengajukan kepada
kesepakatan thd kesepakatan thd kota menyetujui konsep UU-an yang berlaku
Gub/Bupati/Walikota (8)
konsep tersebut .. (9) konsep . (10) LARAP-nya. .. (11) 7) Sesuai petunjuk yang
dikeluarkan
8) 9) 10) 11) Dpat dilakukan
dalam forum rapat
Menetapkan desain 12) Setelah disahkan oleh
jalan serta melakukan Gubernur/Walikota/
persiapan pelaksanaan Bupati
LA R A P (12)
Gambar-5 BAGAN PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI PENDUDUK
(Pada Tahap Persiapan Konstruksi)

PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN


LAINNYA
Membuat Jadwal Detail
& konsultasi Pelaksana- 1). Dijabarkan dari
Berpartisipasi dalam Berpartisipasi dalam Melaksanakan musyawarah Dokumen LARAP yang
an LA R A P ..(1) dan mufakat, khususnya
musyawarah & mufakat musy. & menyepakati telah ditetapkan
. (2) dlm mufakat khususnya panitia pengadaan tanah
.. (4) 2) 3) 4) Dapat dilakukan
P .T .P . (3)
berkali kali
5). Sesuai dg kesepakatan
nilai kompensasi dan
daftar penerimanya
Melaksanakan
Pembayaran 6),7) Sesuai Tupoksi dan
Kompensasi untuk Melakukan monitoring Melakukan monitoring dapat dilakukan secara
tanah dan asset .. (7) Menyerahkan Surat-surat Panitia Pengadaan Tanah pasip (menerima
(6)
diatasnya ..(5) kepemilikan lahan kepada membantu dalam laporan) atau aktip
pem rakarsa .(8) penyelesaian proses (kelapangan).
adm inistrasi .(9) 8) 9) Termasuk proses
pensertifikatan
10). Sesuai dengan yang
tertera pada LARAP
Melaksanakan Kegiatan 11) Sesuai yang tertera
Pemukiman Kembali pada dokumen LARAP
Penduduk (BILA ADA) dan daftar yang akan
....... ( 10) Membantu pelaksanaan Menerima Sertifikat Membantu pelaksanaan dimukimkan kembali
Melakukan Monitoring
Pelaksanaan LARAP Koordinasi dengan Kepemilikan Kapling dan sesuai keterkaitannya mis: 12) Baik instansi pusat dan
. .. (11) instansi terkait (12) K artu P enduduk ..(13 ) transmigrasi, perumahan daerah termasuk di
dll (14) lokasi pemukiman
kembali penduduk.
13). Sertifikat kepemilikan
lahan dan bangunan
14) Dapat dikaitkan dengan
program instansi terkait
Membuat Laporan
15) Untuk digunakan
Pelaksanaan LARAP
sebagai acuan
(15) monitoring
Gambar-6 BAGAN PELAKSANAAN REHABILITASI EKONOMI MASYARAKAT TERKENA DAMPAK
(Pada Tahap Konstruksi Jalan & Jembatan)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA
Mempelajari rencana 1) Diambil dari laporan
rehab ekonom i ..(1) LARAP.

2) Dapat dilakukan pada


tahap sebelumnya
Melakukan konsultasi
dan persiapan
3), 4), 5), 6).
Rehabilitasi Ekonomi
Melalui forum rapat
bagi Masyarakat Terkena
Memberi masukan ttg. Memberi masukan Melaksanakan persiapan atau metode lainnya
Proyek (2) Membantu sesuai
Monitoring dan indikator program dari sektor lain rehab & memberi masukan
keterkaitannya, misal 7) Yang telah disesuaikan
keberhasilan program yg dapat dikoordinasikan tentang kesulitan pasca
Dinas Sosial memberi terhadap masukan
Rehabilitasi yg efektif (4) LA R A P .. (5) masukan tentang alt pola konsultansi
..(3) rehabilitasi (6)
8) Sesuai dengan
pedoman dan atau
petunjuk teknis yang
telah ada
9) Sesuai tupoksi
Melaksanakan Program 10) Program yang telah
R ehabilitasi (7) disepakati

Melakukan monitoring 11) Sesuai dengan


Melakukan Koordinasi Menerima dan Membantu pelaksanaan
.(8) pedoman dan atau
dengan Instansi Terkait melaksanakan program sesuai keterkaitannya mis:
petunjuk teknis yang
.(9) R ehabilitasi (10) Dinas Sosial sebagai
telah ada
Pengawas Lapangan. (11)
12) Sebagai bahan
monitoring

MEMBUAT Laporan
Pelaksanaan Program
Rehabilitasi Ekonomi
m asyarakat ..(12)
Gambar-7 BAGAN PELAKSANAAN MONITORING PASCA PENGADAAN TANAH
(Pada Tahap Pasca Konstruksi /Operasi dan Pemeliharaan)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA
Mempelajari Catatan 1). Termasuk penyesuaian
Pelaksanaan LARAP penyesuaian yang
(Pengadaan Tanah dilakukan dan masukan
dan Rehabilitasi masukan lainnya yang
E konom i) .(1) diperoleh selama
proses pengadaan
tanah dari tahap
Melakukan Analisa perencanaan umum
Kesesuaian Rencana sampai dengan tahap
. (2) konstruksi.

2). Melibatkan berbagai


disiplin ilmu (teknis,
Konsultasi Hasil sosial dan
Sementara terhadap kelembagaan)
monitoring Memberi tanggapan dan Memberi tanggapan dan Memberi tanggapan dan Memberi tanggapan dan
pelaksanaan LARAP masukan kualitas kondisi masukan terhadap kualitas masukan dari aspek masukan sesuai 3), 4), 5), 6), 7).
.(3) sosekbud m asy .. (4) koordinasi antar sektor perubahan sosek dan keterkaitannya mis: ttg. Melalui rapat teknis
... (5) lingkungan termasuk dari Keberhasilan/kegagalan yang diselenggarakan
aspek pelaksanaan ..( 6) program rehabilitasi, oleh Pemrakarsa
tingkat kesenjangan antar
kelom pok m asy. 7) 8). Hasilnya menjadi bagian
laporan Akuntabilitas
Proyek Jalan.

Menyusun Laporan
Monitoring Pasca
LA R A P . (8)
Gambar-8 BAGAN EVALUASI PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
(Pada Tahap Evaluasi Pasca Proyek)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA
Mempelajari laporan
1) Laporan monitoring
monitoring pelaks. yang memasukkan
LA R A P ...(1) masukan dari berbagai
institusi terkait
2) Melibatkan berbagai
Menganalisa dan
disiplin ilmu
mengidentifikasi kriteria
perencanaan . (2) 3) Termasuk
pertimbangan
persyaratan dari
lembaga donor
Menyusun konsep
kriteria perencanaan 4) 5) 6) 7) 8)
LARAP yang lebih baik
Dilakukan melalui
.. . (3)
forum rapat/
seminar/lainnya
Konsultasi konsep 9) Hasilnya diserahkan
perencanaan LARAP kepada para
. (4) Memberi masukan Memberi masukan Memberi masukan Memberi masukan sesuai perencana umum
tentang sosekbud dan tentang koordinasi dan tentang kendala dan tata keterkaitannya mis: ttg. pengembangan
m asalah lingkungan . kelembagaan . (6) cara perencanaan dan tata ruang, nilai kearifan jaringan jalan.
(5) pelaksanaan . (7) lokal, adat istiadat,
pelatihan untuk alih
profesi . (8)

Menetapkan kriteria-
kriteria pengadaan
tanah yang akan
digunakan sebagai
kebutuhan
perencanaan dimasa
datang (9)
Gambar-1 BAGAN PERTIMBANGAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan)

PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN


LAINNYA
Mempelajari Konsep 1). Mencakup Sasaran
Rencana Sistem Kawasan yang akan
Jaringan Jalan dan Peta dilayani misalnya sentra
Tata Guna Lahan sentra produksi, kapasitas
termasuk peta produksi, kapasitas jalan
keberadaan masyarakat yang dibutuhkan, peran dan
terasing disekitar jaringan fungsi kota dll, serta
jalan tersebut .. .(1) kondisi eksisting dan
rencana peruntukannya
dimasa datang, penetapan
status dan fungsi kawasan
Membuat Konsep dan lindung
Sosialisasi Jaringan 2). Didasarkan pada prinsip-
Jalan beserta prinsip menghindari lahan
koridornya serta lokasi budidaya dan yang
m asy. terasing ..(2) Memberi tanggapan dan Memberi masukan Memberi masukan sesuai dilindungi sesuai criteria
masukan tentang tentang kehidupan sosial keterkaitannya misal : pada pasal-6 undang-
Penerapan Peta Padu budaya masyarakat Dinas Pendidikan & undang nomor 24 tahun
Serasi (Penataan Ruang setempat . .. (4) Kebudayaan memberi 1992 tentang Penataan
W ilayah) .. (3) masukan tentang kondisi Ruang.
sosial ekonomi serta 3). Peta Koordinasi
peraturan perundangan pemanfaatan Ruang
masy terasing .. (5) wilayah yang memadukan
kawasan lindung dan
kawasan binaan
4). Termasuk upacara ritual
yang berhubungan dengan
tanah
5). Termasuk populasi dan adat
Menetapkan Rencana istiadatnya serta program
Jaringan Jalan .. ... (6) yang telah dan sedang
dijalankan
6) Disebarluaskan kepada
instansi terkait
Gambar-2 BAGAN KEGIATAN AWAL PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Pra Kelayakan)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA

1) Dari peta Padu Serasi dan


Mempelajari penyebaran
peta lainnya yang
permukiman masy.
dipublikasikan oleh
terasing pada Rencana
Departemen/Dinas
Jaringan Jalan . (1)
Kehutanan,
Departemen/Dinas
Pendidikan dan
kebudayaan
2). Bersifat Orientasi lapangan
Melakukan konsultasi untuk melihat contoh
pemilihan alternatip (sample) kondisi
koridor Jalan ..(2) sebenarnya

Memberi masukan Memberi masukan tentang Memberi masukan Memberi masukan sesuai 3), 4), 5), 6)
tentang perkiraan koordinasi penanganan tentang sistem keterkaitannya misal : Masing-masing masukan
dampak sosial terhadap masy. terasing........ .. (4) kepemilikan tanah Dinas Dik Bud memberi (input) diplot pada peta
m asy terasing. . (3) Masyarakat Terasing .. (5) masukan tentang pola Padu Serasi beserta
kehidupan sosial, keterangan spesifik yang
ekonomi, budaya ..... (6) harus diperhatikan

7), Masukan untuk pemilihan


alternatip koridor rute jalan
dan penyusunan KA-
ANDAL (Lihat bagan
pelaksanaan konsultasi
Merangkum data dan masyarakat dan
informasi penyebaran penyusunan KA-ANDAL)
masy terasing untuk
acuan penetapan 8) Telah mempertimbangkan
koridor .....................(7) aspek-aspek teknis,
ekonomik, sosial budaya
dan lingkungan
Menetapkan Koridor
Jalan Terpilih ....... (8)
Gambar-3 BAGAN IDENTIFIKASI PENANGANAN SISTEM SOS-BUD MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Studi Kelayakan)

PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN


LAINNYA
Mempelajari pola
1). Pada koridor hasil Pra
penyebaran dan
Kelayakan
kehidupan sosial
budaya masy terasing 2). Sesuai dengan pedoman
pada setiap alternatip yang berlaku
rute Jalan (1) 3),4),5) 6) Konsultasi dapat
dilakukan melalui media
rapat teknis yang
diselenggarakan oleh
Melakukan survey pemrakarsa
dasar sosial dan
7) Dikaji bersama-sama aspek
konsultasi (2)
teknis, ekonomik dan
Memberi masukan Memberi masukan Memberi masukan tentang Memberi masukan sesuai lingkungan
tentang penanganan tentang koordinasi sistem nilai budaya dan keterkaitannya misal : 8) Outputnya adalah Rute
dampak sosial masy. penanganan masy. pendekatan penanganan Dinas Dik-Bud memberi terpilih setelah dikaji
terasing.. (3) terasing.................(4) m asy. terasing .(5) masukan tentang mobilitas bersama sama aspek
masy terasing dan situs teknis, ekonomis dan
dan benda cagar budaya lingkungan termasuk
yang harus dilindungi. ..(6) kebutuhan Permukiman
Kembali Penduduk

Membuat prakiraan
dampak sosial budaya
dan rencana kasar
penanganan masy
terasing untuk alternatif
rute...... (7)

MENETAPKAN RUTE
TERPILIH (8)
Gambar-4 BAGAN PERENCANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Perencanaan Teknis)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA

Mempelajari 1). Termasuk Data permukiman


Pengukuran Detail yang terkena Proyek
Rute Jalan & rencana
kasar penanganan 2). Termasuk rencana kerja,
m asy. terasing (1) pembagian tugas
3). Sesuai tupoksi institusi dan
dapat bersifat aktip (terjun
Melakukan survey kelapangan) maupun pasip
sosial ekonomi dan (menerima laporan saja)
konsultasi masyarakat Memberi masukan serta
Melakukan Monitoring Membantu Koordinasi Memberi Masukan Detail membantu survai sesuai 4). Terutama koordinasi
(2) Pelaksanaan Survey Pelaksanaan Survey dilapangan tentang sistem keterkaitannya antara lain dengan aparat pemerintah
(3) dengan instansi Terkait kekerabatan, tentang pola penanganan daerah dan dinas sosial
. . (4) kepemimpinan, sistem dan masy. terasing misal : Dik-
nilai hak adat ............ (5) Bud memberi masukan 5) Termasuk jenis upacara
tentang pola penanganan adat yang masih dilakukan
masy terasing ................. 6). Termasuk program yang
(6) telah dan akan dijalankan
untuk masy.terasing tsb.
7) 8) 9) 10) Dapat dilakukan
melalui media rapat
Membuat konsep dan
sosialisasi rencana 11) Desain jalan telah
tindak penanganan mempertimbangkan aspek
Memberikan kesepakat - Memberikan
masy terasing ..(7) Memberikan lingkungan dan sosial-
an dan melakukan kesepakatan dan kesepakatan dan ekonomi-budaya
koordinasi persiapan melakukan persiapan membantu persiapan
pelaksanaan (8) (9) pelaksanaan (10)

Menetapkan desain
jalan serta melakukan
persiapan pelaks. Renc.
T indak . (11)
Gambar-5 BAGAN PELAKSANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Persiapan Konstruksi)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA
Membuat Jadwal Detail
Rencana Tindak 1). Dijabarkan dari Dokumen
penanganan masy yang telah disetujui
terasing..... ..(1) 2). Mencakup kompensasi
lahan dan bangunan,
perbaikan permukiman
Melaksanakan program tradisional, rehabilitasi
penanganan konservasi situs dll.
masyarakat terasing 3), 4), Sesuai Tupoksi dan
................................(2) dapat dilakukan secara
Melakukan monitoring Melakukan monitoring Berpartisipasi dalam pasip (menerima laporan)
(3) dan koordinasi (4) pelaksanaan program Membantu sesuai atau aktip (kelapangan).
.(5) keterkaitannya misal :
Dinas Dik-Bud dan Dinas 5). Termasuk LSM, lembaga
Sosial membantu dalam adat , dll.
pelaksanaannya 6) Termasuk kegiatan
dilapangan .... .(6) pendampingan dalam
aspek sosial ekonomi
7) Untuk digunakan sebagai
acuan monotoring

Membuat Laporan
Pelaksanaan
Penanganan
Masyarakat Terasing
..........(7)
Gambar-6 BAGAN PELAKSANAAN REHABILITASI EKONOMI MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Konstruksi Jalan & Jembatan)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA
Mempelajari rencana 1) Diambil dari laporan
rehab ekonom i ..(1) LARAP untuk masyarakat
terasing

2) Dapat dilakukan pada


Melakukan konsultasi tahap sebelumnya
dan persiapan
Rehabilitasi Ekonomi 3), 4), 5), 6).
bagi masyarakat Melalui forum rapat atau
terasing (2) Memberi masukan ttg. Memberi masukan Melaksanakan persiapan
Membantu sesuai metode lainnya
Monitoring dan indikator program dari sektor lain rehab & memberi masukan
keterkaitannya, misal
keberhasilan program yg dapat dikoordinasikan tentang kesulitan pasca Dinas Sosial memberi
Rehabilitasi yg efektif (4) penanganan masy. 7) Yang telah disesuaikan
masukan tentang alt pola terhadap masukan
..(3) terasing (5)
rehabilitasi .. (6) konsultasi
9) Sesuai tupoksi
10) Program yang telah
disepakati
8), 11) Sesuai dengan
Melaksanakan Program pedoman dan atau
R ehabilitasi (7) petunjuk teknis yang telah
ada
Melakukan monitoringi Melakukan Koordinasi Menerima dan Membantu pelaksanaan 12) Sebagai bahan monitoring
...(8) dengan Instansi Terkait melaksanakan program sesuai keterkaitannya mis:
.(9) R ehabilitasi (10) Dinas Sosial sebagai
Pengawas Lapangan. (11)

MEMBUAT Laporan
Pelaksanaan Program
Rehabilitasi Ekonomi
M asyarakat ..(12)
Gambar-7 BAGAN PELAKSANAAN MONITORING PASCA PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Pasca Konstruksi /Operasi dan Pemeliharaan)

PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN


LAINNYA
Mempelajari catatan
1). Termasuk penyesuaian
Pelaksanaan
penyesuaian yang
penanganan masy
dilakukan dan masukan
terasing .(1)
masukan lainnya yang
diperoleh selama proses
penanganan masyarakat
Melakukan analisa terasing dari tahap
kesesuaian rencana perencanaan umum
penanganan masy sampai dengan tahap
terasing (2) konstruksi.

2). Melibatkan berbagai disiplin


ilmu (teknis, sosial-
Konsultasi Hasil ekonomi, budaya dan
Sementara terhadap kelembagaan.
monitoring.
penanganan masy Memberi tanggapan dan Memberi tanggapan dan Memberi tanggapan dan Memberi tanggapan dan
masukan kualitas kondisi masukan terhadap kualitas masukan dari aspek masukan dari aspek sektor 3), 4), 5), 6), 7)
.terasing termasuk Melalui rapat teknis yang
sosekbud masyarakat koordinasi antar sektor. (5) perubahan sosek dan terkait ( 7)
rehabilitasi .(3) diselenggarakan oleh
terasing ..(4) lingkungan budaya masy
terasing ( 6) Pemrakarsa

8). Hasilnya menjadi bagian


laporan evaluasi manfaat
proyek (ProjectBenefit
Monitoring and Evaluatian
Menyusun laporan PBME).
monitoring Pasca
penanganan masy
terasing .............(8)
Gambar-8 BAGAN EVALUASI PELAKSANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Evaluasi Pasca Proyek)
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER KETERANGAN
LAINNYA
Mempelajari laporan
monitoring pelaks. 1) Laporan monitoring yang
penanganan masy. memasukkan masukan
terasing ...(1) dari berbagai institusi
terkait
2) Melibatkan berbagai
Menganalisa dan disiplin ilmu
mengidentifikasi kriteria
perencanaan . (2) 3) Termasuk pertimbangan
persyaratan dari lembaga
donor
Menyusun konsep 4) 5) 6) 7) 8)
kriteria penanganan
masy. terasing yang Dilakukan melalui forum
lebih baik .. . (3) rapat/ seminar/lainnya
Hasilnya
diserahkankepada para
Konsultasi konsep perencana umum
perencanaan pengembangan jaringan
penanganan masy. Memberi masukan Memberi masukan Memberi masukan Memberi masukan sesuai jalan.
tentang sosekbud dan tentang koordinasi dan tentang kendala dan tata keterkaitannya mis: ttg.
terasing . (4)
masalah lingkungan kelem bagaan . (6) cara perencanaan dan tata ruang nilai kearifan
.. (5) pelaksanaan . (7) lokal, adat istiadat
pelatihan untuk alih
profesi . (8)

Menetapkan kriteria-
kriteria penanganan
masy. terasing yang
akan digunakan dalam
perencanaan dimasa
datang (9)
Lampiran P Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Lampiran P
(Informatif)
Daftar Acuan Peraturan dan Perundang-undangan

P.1 Pendahuluan
Kebijakan dapat dibedakan sebagai kebijakan internal dan eksternal, tertulis dan tidak tertulis.
Kebijakan internal (kebijakan manajerial), yaitu kebijakan yang hanya mempunyai kekuatan
mengikat aparatur dalam organisasi pemerintah sendiri. Kebijakan eksternal yaitu kebijakan yang
mengikat masyarakat dan ditujukan untuk kepentingan masyarakat (publik) Singkatnya kebijakan
publik adalah arahan untuk suatu tindakan atau untuk tidak bertindak yang dipilih oleh suatu badan
yang berwenang untuk menangani suatu masalah publik tertentu. Khusus yang menyangkut
kebijakan publik, untuk menjamin kepastian bagi pelaksanaannya, kebijakan sebaiknya tertulis dan
dilandasi oleh landasan hukum.

Menurut UU No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingungan Hidup, lingkungan hidup adalah
kesatuan ruang dengan daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya,
yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup laiM.

Pembangunan dan peningkatan jalan dimaksudkan untuk memajukan kesejahteraan serta


kebahagiaan hidup bangsa, baik untuk generasi sekarang maupun yang akan datang. Karena
kegiatan pembangunan dan peningkatan jalan pada dasarnya akan menimbulkan perubahan
terhadap lingkungan maka pelaksanaannya yang berwawasan ingkungan harus didukung dengan
peraturan yang jelas serta prosedur dan organisasi untuk menunjang pelaksanaannya.

Adapun peraturan perundangan lingkunan hidup terkait dengan bidang jalan antara lain sebagai
berikut :
1) Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
2) Undang-undang No. 13 Tahun 1980 tentang Jalan.
3) Undang-undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman.
4) Undang-undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
5) Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.
6) Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
7) Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1985 tentang Jalan.
8) Peraturan Pemerintah No. 08 Tahun 1990 tentang Jalan Tol
9) Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air.
10) Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup.
11) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 69/PRT/1995 tentang Pedoman Teknis AMDAL
Proyek Bidang Pekerjaan Umum.
12) Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN No. 1 Tahun 1994 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Keppres No. 55/1993.
13) Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 147/KPTS/1995 tentang Petunjuk Teknis
Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL Proyek Bidang Pekerjaan Umum.

DAFTAR ACUAN PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN 1


Lampiran P Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

14) Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 148/KPTS/1995 tentang Petunjuk Teknis
Penyusunan RKL dan RPL Proyek Bidang Pekerjaan Umum.
15) Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 40/KPTS/1997 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan
AMDAL Proyek Jalan.
16) Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 188/KPTS/M/2001 tantang
Pembentukan Tim Kerja Pengelolaan Lingkungan Bidang Permukiman dan Prasarana
Wilayah
17) Keputusan Menteri Negara KLH No. Kep. 02/MENKLH/1/1988 tentang Pedoman Penetapan
Baku Mutu Lingkungan.
18) Keputusan Menteri LH No. 17 Tahun 2001 tentang Jenis Usaha atau Kegiatan Yang Wajib
Dilengkapi Dengan AMDAL
19) Keputusan Menteri LH No. 12 Tahun 1994 tentang Pedoman Umum UKL dan UPL
20) Keputusan Menteri LH No. 02 Tahun 2000 tentang Panduan Penilaian Dokumen AMDAL
21) Keputusan Menteri LH No. 40 Tahun 2000 tentang Pedoman Tata Kerja Komisi Penilai
AMDAL.
22) Keputusan Kepala Bapedal No. 056 Tahun 1994 tentang Pedoman Mengenai Ukuran Dampak
Penting
23) Keputusan Kepala Bapedal No. 09 Tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan Analisis
Dampak Lingkungan Hidup beserta Lampirannya.
24) Keputusan Kepala Bapedal No. 299 Tahun 1996 tentang Pedoman Teknis Kajian Aspek
Sosial Dalam Penyusunan AMDAL
25) Keputusan Kepala Bapedal No. 105 Tahun 1997 tentang Panduan Pemantauan Pelaksanaan
RKL dan RPL.
26) Keputusan Kepala Bapedal No. 08 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan
Keterbukaan Informasi Dalam Proses AMDAL.
Peraturan perundangan lainnya yang terkait misalnya antara lain sebagai berikut :
1) Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemeritahan Daerah
2) Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Daerah
3) Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya.
4) Undang-undang No. 41 Tahun 2001 tentang Kehutanan.
5) Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan
6) Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan
Propinsi Sebagai Daerah Otonom
7) Keppres No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum.
8) Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN No. 01 Tahun 1994 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Keppres No. 55/1993.
9) Keputusan Menteri Kehutanan No. 55/KPTS-II/1994 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan
Hutan
10) Keputusan-keputusan Kepala Daerah tentang lingkungan hidup.

DAFTAR ACUAN PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN 2


Lampiran P Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

P.2. Undang - Undang


P.2.1 Undang-undang Dasar 1945

UUD 1945 sebagai landasan konstitusional mewajibkan agar susmber daya alam
dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Kemakmuran tersebut
haruslah dapat dinikmati, baik oleh generasi sekarang maupun generasi mendatang.
Dalam rangka mendayagunakan sumber daya alam untuk memajukan kesejahteraan
umum seperti tersebut di atas dan untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan
Pancasila, perlu dilaksanakan pembanguan berkealanjutan yag berwawasan lingkungan
hdup. Hal ini merupakan pertimbangan diterbitkannya UU LH No 4 Tahun 1982 yang
kemudian disempurnakan dan diganti dengan UU 23 Tahun 1997.

P.2.2 Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan HIdup

Undang-undang ini adalah pengganti dan penyempurna pokok materi dari UU No 4 Tahun
1982, memuat tentang norma lingkungan hidup juga menjadi landasan untuk menilai da
menyesuaikan semua peraturan perundangan-undangan yang memuat ketentuan tentang
lingkunan hidup yang berlaku mengenai pengairan, pertambangan, dan energi, kehutanan,
permukiman penataan ruang dan sebagainya.
Dalam UU ini diatur tentang hak setiap orang atas informasi lingkungan hidup, dan hak
untuk berperan serta dalam pengelolaan lingkungan hidup. Kewajiban-kewajiban
pemerintah dalam pengelolaan ligkungan hidup secara mendasar diatur dalam pasal 10,
yaitu kewajiban mengembangkan dan menerapkan beberap instrumen/perangkat
pengelolaan yang dimaksudkan untuk mencegah penurunan daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup, yaitu :
Perangkat yang bersifat preemtif, berupa tindakan yang dilakukan pada tingkat
pengambilan keputusan dan perencanaan seperti penataan ruang dan analisis
dampak lingkungan.
Perangkat yang bersifat preventif, yaitu tindakan pada tingkat pelaksanaan, evaluasi
berbagai instrumen ekonomi dan penataan baku mutu limbah.
Perangkat yang bersifat proaktif, mencakup berbagai tindakan pada tingkat produksi
dengan menerapkan standardisasi lingkungan ISO 14000
Pasal 15 UU No. 23 Tahun 1997 menyebutkan bahwa, setiap rencana dan/atau kegiatan
yang kemungkinan dapat menimbukan dampak besar dan penting terhadap lingkungan
hidup, wajib memiliki AMDAL, yang tata cara penyusunan dan penilaiannya ditetapkan
dengan PP.

P.2.3 Undang-undang No. 13 Tahun 1980 Tentang Jalan

Secara garis besar UU ini menjelaskan tentang hal-hal sebagai berikut :


Pengelompokan jalan menurut peranan meliputi jalan arteri, jalan kolektor, dan jalan
lokal.
Bagian-bagian jalan yang meliputi: daerah manfaat jalan, daerah milik jalan, daerah
pengawasan jalan
Jalan tol

DAFTAR ACUAN PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN 3


Lampiran P Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

P.2.4 Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang

Undang-undang ini memaparkan antara lain sebagai berikut :


Didalam ketentuan umum dijelaskan mengenai beberapa pengertian ruang, tata
ruang, penataan ruang, rencana tata ruang, wilayah, kawasan, kawasan lindung,
kawasan budidaya, kawasan perkotaan, kawasan perdesaan, dan kawasan tertentu,
Penataan ruang bertujuan untuk terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan
lingkunga, terselenggaranya pengaturan pemanfaat ruang kawasan lindung dan
kawasan budidaya serta tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas,
Ketentuan ini juga memuat tentang hak setiap orang untuk menikmati manfaat ruang,
mengetahui rencana tata ruang, berperan serta dalam penyusunan rencana tata
ruang, memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialami sebagai akibat
pembangunan,
Rencana tata ruang, yaitu pembahasan tentang tata ruang yang dibedakan menjadi
rencana tata ruang wilayah nasional, propinsi dan kab/kota.
Wewenang pelaksanaan tata ruang sepenuhnya berada pada pemerintah untuk
mengatur dan menyelenggarakan penataan ruang dan mengatur tugas dan kewajiban
instansi pemerintah dalam penataan ruang.

P. 3 Peraturan Pemerintah
P.3.1 PP No. 27 Tahun 1999 tentang AMDAL
Secara garis besar PP ini memuat hal-hal sebagai berikut :
1. Komisi penilai AMDAL tingkat pusat (Kompus) yang instansi yang ditugasi
mengendalikan dampak lingkungan pusat (Bapedal). Dan tingkat daerah (Komda)
yaitu instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan daerah (Bapedalda).
Komisi pusat melakukan penilaian terhadap :
Kegiatan yang bersifat strategis (bagian dari kegiatan terpadu/multi sektor),
Lokasi yang meliputi lebih dari sati wiayah propinsi
Berlokasi di wilayah sengketa denga negara lain,
Berlokasi di lintas negara kesatuan RI dengan negara lain
Sedangkan Komisi Daerah melakukan penilaian terhadap AMDAL bagi jenis-jenis
usaha/kegiatan yang di luar kriteria tersebut yang dinilai oleh Kompus.
2. Keputusan
Keputusan atas KA-ANDAL = 75 hari kerja seja diterimanya KA
Keputusan ANDAL dan RKL/RPL = 75 hari sejak tanggal diterimanya dokumen
3. Masa Studi
Keputusan layak lingkungan dinyatakan kedaluarsa, apabila kegiatan tidak
dilaksanakan dalam jangka waktu tiga tahun sejak ditetapkaM.
4. Keterbukaan informasi dan peran masyarakat

DAFTAR ACUAN PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN 4


Lampiran P Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Setiap usaha/rencana kegiatan yang telah ditetapkan oleh menteri, wajib diumumkan
dahulu kepada masyarakat oleh instansi yang bertanggung jawab dan pemrakarsa
sebelum menyusun AMDAL.

P.3.2 PP No. 26 Tahun 1985 tentang Jalan

Secara garis besar PP ini memuat hal-hal sebagai berikut :


1. Jaringan jalan, yaitu membahas tentang peranan jalan, persyaratan jalan menurut
peranan,
2. Bagian-bagian jalan, yaitu membahas tentang damaja, damija dan dawasja,
3. Pelimpahan dan penyerahan wewenang pembinaan jalan, yaitu membahas tentang
wewenang pembinaan, wewenang penyusunan rencana, perencanaan, pemeliharaan,
4. Pembinaan jalan, yaitu membahas tentang pengelompokan jalan menurut wewenang
pembinaannya, penentuan sasaran, dan pengadaan jalan,
5. Dokumen jalan, yaitu membahas tentang leger yang digunakan untuk menyusun
rencana dan program pembinaan jalan dan memberikan catatan tentang data jalan.

P. 4 Keputusan Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Bapedal


P.4.1 Kepmen LH No. 17 Tahun 2001 tentang Jenis Usaha atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi
dengan AMDAL

Secara garis besar PP ini memuat hal-hal sebagai berikut :


1. Kriteria proyek jalan yang wajib AMDAL, meliputi jalan tol dan jalan layang,
pembangunan dan peningkatan jalan dengan pelebaran di luar damija, diluar tersebut
tetapi dapat merubah fungsi.
2. Untuk melakukan penyaringan maka perlu diperhatikan ketentuan-ketentuan : UU No.
41 Tahun 1999 tentang kehutanan, Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang pengelolaan
kawasan lindung.

P.4.2 Keputusan Kepala Bapedal No. 09 Tahun 2000 tentang Pedoman Umum Penyusunan
AMDAL

Ketentuan ini merupakan acuan bagaimana menyusun KA ANDAL, merupakan acuan


bagaimana menyusun ANDAL dan acuan bagaimana menyusun RKL dan RPL.
Ketentuan ini juga memuat fungsi pedoman penyusunan KA ANDAL, tujuan dan fungsi KA
ANDAL, dasar pertimbangan penyusunan KA dan sebagainya.
P.4.3 Keputusan Kepala Bapedal No. 08 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan
Keterbukaan Informasi Dalam Proses AMDAL
Secara garis besar isi ketentuan keputusan ini meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Hak-hak masyarakat dalam proses AMDAL, seperti hak memperoleh informasi,
memberikan saran dan pendapat, duduk sebagai anggota komisi penilai AMDAL.
Juga tentang kewajiban instansi yang bertanggung jawab seperti mengumumkan
rencana usaha, mendokumentasikan saran, menyampaikan hasil rangkuman saran,

DAFTAR ACUAN PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN 5


Lampiran P Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

menyediakan informasi tentang proses dan hasil KA ANDAL, memfasilitasi


terlaksananya hak masyarakat atas informasi dalam proses AMDAL.
2. Tahapan keterlibatan masayrakat dalam proses AMDAL:
Tahap persiapan penyusunan AMDAL
Tahap penyusunan KA
Tahap penilaian KA
Tahap penilaian ANDAL, RKL dan RPL

P. 5 Keputusan/Peraturan Menteri PU
P.5.1 Peraturan Menteri PU No. 69 Tahun 19956 tentang Pedoman Teknis AMDAL Proyek
Bidang Pekerjaan Umum.
Ketentuan ini adalah pengganti Permen No 46 Tahun 1990 sebagai pedoman teknis untuk
melaksanakan kegaiatn AMDAL proyek bidang pekerjaan umum yang mencakup proyek
bidang pengairan, jalan, keciptakaryaan, baik proyek pusat atau daerah sesuai dengan
siklus kegiatan proyeknya.
Siklus pengembangan proyek dalam pedoman ini adalah sebagai proses atau tahapan
kegiatan proyek yang dimulai dari tahapan perencanaan umum sampai dengan tahapan
pasca proyek dan integrasi AMDAL dalam siklus ini akan memantapkan upaya
penyelenggaraannya sehingga dapat menunjang upaya pembangunan yang
berkelanjutan. Disebutkan juga dalam ketentuan ini bahwa AMDAL menjadi bagian
kegiatan studi kelayakan. Pembahasan dampak lingkungan diutamakan terhadap dampak
negatif yang timbul dan terbawa serta karena kegiatan proyek.

P.5.2 Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 188/KPTSM/2001 tentang
Pembentukan Tim Kerja Pengelolaan Lingkungan Bidang Permukiman dan Prasarana
Wilayah.

Ketentuan ini dibuat untuk mengatur pembentukan tim kerja pengelolaan lingkungan
bidang kimpraswil, sesuai ketentuan pasal 12 ayat (1) PP No 27 Tahun 1999, mengatur
tentang keanggotaan Tim Teknis dari Instansi teknis yang membidangi usaha dan /atau
kegiatan bidang terkait.
Didalamnya diatur tentang tugas-tugas Komisi Penilai yaitu memberikan pertimbangan
teknis atas KA, ANDAL, RKL dan RPL yang memerlukan dukungan dukungan teknis
bidang Kimpraswil.
Adapun tugas-tugas tersebut adalah sebagai berikut:
Membantu tim teknis Bapedal dalam penilaian dokumen ANDAL bidang kimpraswil
dan bidang lainnya di Bapedal
Mengusulkan kriteria-kriteria dan batasan tenis untu setiap ketetapan yang terkait
dengan kimpraswil dari Menteri LH
Membantu penyusunan dokumen pembinaan pengelolaan lingkungan hidup bidang
kimpaswil,
Membantu penyelesaian masalah/penanganan kasus lingkungan bidang kimpraswil,
Membantu tugas lain yang ditentukan oleh Menteri Kimpraswil dalam hal lingkungan
hidup.

DAFTAR ACUAN PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN 6


PEDOMAN 012/PW/2004

Pelaksanaan Lingkungan Hidup


Bidang Jalan

Buku 3

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA WILAYAH
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

PRAKATA

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan ini disusun untuk
memberikan petunjuk dan tata cara pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup dalam
menangani dampak-dampak yang timbul karena penyelenggaraan pembangunan
prasarana jalan dan jembatan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam era otonomi
daerah.

Pedoman ini merupakan salah satu rangkaian pedoman pengelolaan lingkungan hidup
bidang jalan, yang dapat dipakai sebagai acuan dalam mempersiapkan dokumen tender,
kegiatan pengadaan tanah, pelaksanaan konstruksi fisik, serta kegiatan pengoperasian
dan pemeliharaan prasarana jalan, yang penerapannya harus memperhatikan berbagai
peraturan perundangan mengenai lingkungan hidup dan ketentuan-ketentuan yang
terkait lainnya.

Semoga Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan ini


bermanfaat untuk menangani dampak-dampak yang timbul dalam penyelenggaraan
pembangunan prasarana jalan, dalam upaya mewujudkan pembangunan jalan yang
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Jakarta, Desember 2003

i
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

DAFTAR ISI

P rakata . i
D aftar Isi . ii
D aftar Lam p iran .. iii

P en d ah u lu an . 1
1 R u an g lin g ku p . 3
2 Acuan Normatif .. 4
3 Istilah dan definisi 5
4 Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan .............. 8

4.1 Penyiapan Dokumen Tender ................................................... 8


4.2 Kegiatan Pengadaan Tanah .................................................... 11
4.3 P elaksan aan K on stru ksi Fisik .. 18
4.4 Kegiatan Operasi dan Pemeliharaan ......................................... 33

5 P em b iayaan . 36
6 K oord in asi P elaksan aan .. 40
7 Dokumentasi dan pelaporan . .. 47

Penutup ......... . .. 49

Lampiran

ii
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Lampiran 1.1. Penerapan aspek-aspek pengelolaan lingkungan hidup 1
ada setiap tahapan proyek pembangunan prasarana jalan
2. Lampiran 2.1. Ketentuan tentang kewajiban penyusunan pedoman 2
pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan
3. Lampiran 4.1.1. Pencantuman aspek-aspek pengelolaan lingkungan hidup 3
bidang jalan pada dokumen tender
4. Lampiran 4.2.1. Kriteria kompensasi penggantian tanah dan bangunan 4
5. Lampiran 4.2.2. Pedoman pelaksanaan partisipasi dan konsultasi 5
masyarakat dalam kegiatan pengadaan tanah
6. Lampiran 4.2.3. Jenis dampak/kerugian akibat kegiatan pengadaan tanah 8
7. Lampiran 6.1. Bagan koordinasi kegiatan pengadaan tanah 9
8. Lampiran 6.2 Bagan Koordinasi pelaksanaan kegiatan konstruksi fisik 10
9. Lampiran 6.3 Bagan Koordinasi kegiatan pengoperasian dan 11
pemeliharaan
10. Lampiran 6.4 Bagan pelaksanaan penanganan masyarakat terasing 12
11. Lampiran 6.5 Bagan pelaksanaan rehabilitasi ekonomi masyarakat 13
terasing
12. Lampiran 6.6 Prosedur Standar Penanganan Dampak Lingungan
Hidup Bidang Jalan dan Jembatan

iii
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

PENDAHULUAN

Era otonomi daerah yang dimulai sejak tahun 1999, telah menimbulkan berbagai
perubahan kewenangan dalam hal penyelenggaraan pembangunan, yang semakin
mengecil dan terbatas di tingkat pemerintah pusat, akan tetapi semakin membesar di
tingkat pemerintah kota/kabupaten. Kewenangan pemerintah pusat dalam
penyelenggaraan pembangunan prasarana jalan, tidak lagi bertindak sebagai pelaksana,
tetapi berubah menjadi penyusun kebijakan dan menetapkan berbagai norma, standar,
kriteria, dan prosedur. Sejalan dengan perubahan paradigma tersebut di atas, telah
diterbitkan berbagai peraturan perundangan di bidang pengelolaan lingkungan hidup,
baik Undang-undang, Peraturan Pemerintah maupun Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup.
Untuk mengantisipasi hal tersebut di atas, maka Ditjen Prasarana Wilayah, sesuai
d en g an visin ya Terwujudnya prasarana wilayah yang efektif, efisien, berwawasan
lingkungan dan berkelanjutan melalui peningkatan peranserta masyarakat dan swasta
dalam mewujudkan peningkatan kualitas lingkungan hidup, pertumbuhan, pemerataan
ekon om i d an b erkead ilan sosial, telah dan sedang melakukan penyiapan berbagai
perangkat sistem manajemen lingkungan hidup dalam upaya mewujudkan
penyelenggaraan pembangunan prasarana jalan yang berwawasan lingkungan dan
berkelanjutan, seperti:

1) Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan


2) Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
3) Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
4) Pedoman Monitoring Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Dengan keempat pedoman pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan tersebut di atas,
diharapkan para pihak yang terkait dalam penyelenggaraan pembangunan prasarana
jalan baik di tingkat pusat maupun di tingkat propinsi, kota atau kabupaten, dapat
melakukan pengelolaan lingkungan hidup secara efektif dan efisien dalam upaya
mewujudkan pembangunan prasarana jalan yang berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan hidup.
Pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini, merupakan satu
dari berbagai pedoman pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan, mencakup hal-hal

1
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

yang terkait dengan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup pada saat penyiapan
dokumen tender, kegiatan pengadaan tanah, pelaksanaan konstruksi fisik serta kegiatan
operasi dan pemeliharaan, disusun dengan mengacu pada peraturan perundangan yang
sesuai dan berlaku dalam era otonomi daerah, serta mempertimbangkan berbagai
pedoman pelaksanaan AMDAL yang pernah disusun oleh Dep.Pekerjaan Umum atau
Dep. Kimpraswil, seperti:

1) Pedoman Teknis AMDAL Proyek Bidang Pekerjaan Umum


2) Petunjuk Teknis AMDAL Proyek Jalan
3) Petunjuk Teknis Penyusunan UKL dan UPL Proyek Bidang Pekerjaan Umum
4) Dokumen ISEM (Institusional Strengthening of Environmental Management)
5) Dokumen SESIM (Strengthening of Environmental and Social Impact Management)
6) Dokumen EMSTUM (Environmental Management System Training. and Updating of
the Moduls).
Dalam penerapan pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan bidang jalan ini, perlu
diperhatikan keberadaan masyarakat terasing/adat (indigenous people), benda cagar
budaya (cultural heritage) dan kondisi lingkungan yang sensitive, serta harus dilakukan
secara sinergis dengan berbagai pedoman pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan
tersebut di atas, yang dalam pencapaian sasarannya sangat ditentukan oleh baiknya
mekanisme dan koordinasi pelaksanaan, kesiapan pembiayaan yang memadai, serta
dokumentasi dan pelaporan yang baik, tertib dan teratur, serta kapasitas dan kapabilitas
sumberdaya manusia yang memadai dan mempunyai kesadaran terhadap pelestarian
lingkungan hidup.

2
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN


LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

1. Ruang Lingkup

Pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini memberikan


petunjuk dan penjelasan kepada para pihak yang terkait tentang ketentuan-
ketentuan yang harus diacu pada pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang
diperlukan dalam penyelenggaraan pembangunan prasarana jalan.
Pedoman ini mencakup penerapan berbagai aspek pengelolaan lingkungan hidup
dalam:
1) Penyiapan dokumen tender.
2) Kegiatan pengadaan tanah.
3) Pelaksanaan konstruksi fisik.
4) Kegiatan operasi dan pemeliharaan.
Pedoman ini dapat digunakan sebagai rujukan, pegangan dan acuan bagi para
petugas yang berwenang dan bertanggung jawab serta terlibat langsung dalam
penyelenggaraan pembangunan prasarana jalan, baik di tingkat pusat, propinsi,
maupun di tingkat kota/kabupaten, guna mempermudah dan memperlancar
tugasnya dalam mengantisipasi dan menangani dampak kegiatan pembangunan
prasarana jalan yang timbul.

Tujuan disusunnya pedoman ini adalah agar kinerja dari para pihak yang terkait
dengan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan dapat ditingkatkan
dan disinergikan secara optimal, selain itu kegiatan pelaksanaan pembangunan
prasarana jalan dapat mengantisipasi kemungkinan timbulnya dampak kegiatan,
dalam upaya mewujudkan pembangunan prasarana jalan yang berwawasan
lingkungan dan berkelanjutan.
Sedangkan sasaran dari penyusunan pedoman ini meliputi:

1) Teridentifikasinya komponen kegiatan pembangunan prasarana jalan yang


berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup, serta dampak-
dampak yang ditimbulkan.

3
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

2) Teridentifikasinya pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan, mulai


dari penyiapan dokumen tender, kegiatan pengadaan tanah, pelaksanaan
konstruksi fisik, sampai dengan kegiatan operasi dan pemeliharaan.
3) Teridentifikasinya peran dan kontribusi para pihak terkait dalam pelaksanaan
pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan, termasuk aspek-aspek
pembiayaannya.
4) Terwujudnya hubungan yang sinergis di antara para pihak yang terkait dengan
pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan.
5) Terwujudnya sistem dokumentasi dan pelaporan pelaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup bidang jalan yang handal.

Gambaran umum dari penerapan aspek-aspek pengelolaan lingkungan hidup bidang


jalan pada setiap tahapan proyek pembangunan prasarana jalan, dapat dilihat pada
Lampiran 1.1.
Pedoman ini hanya mencakup beberapa tahap dari siklus pembangunan proyek
prasarana jalan tersebut, antara lain tahap pra konstruksi (pengadaan tanah), tahap
konstruksi dan tahap pasca konstruksi.

2. Acuan Normatif

Pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini mengacu pada
berbagai peraturan perundangan yang relevan, antara lain:
1) Undang-undang No. 13 Tahun 1980 tentang Jalan.
2) Undang-undang No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.
3) Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
4) Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
5) Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1985 tentang Jalan.
6) Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup.
7) Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan
Lindung.
8) Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Untuk
Pelaksanaan Pembangunan Bagi Kepentingan Umum.

4
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

9) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 30/MENLH/5/1999 tentang


Panduan Penyusunan Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup.
10) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 86 Tahun 2000 tentang
Pedoman Pelaksanaan UKL dan UPL.
11) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2001 tentang Jenis
Rencana Kegiatan dan atau Usaha yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
12) Keputusan Menteri Kimpraswil No. 17/KPTS/M/2003 tentang Penetapan Jenis
Usaha dan atau Kegiatan Bidang Kimpraswil yang Wajib Dilengkapi dengan
UKL dan UPL.
13) Keputusan Kepala Bapedal No. 105/BAPEDAL/1997 tentang Panduan
Pemantauan Pelaksanaan RKL dan RPL.
14) Keputusan Kepala Bapedal No. 8 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat
Dan Keterbukaan Informasi Dalam Proses AMDAL.
15) Keputusan Kepala BAPEDAL No. 9 Tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

Secara khusus ketentuan tentang kewajiban instansi yang membidangi prasarana


jalan untuk melakukan pembinaan teknis pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup, termasuk penyusunan pedoman pelaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup bidang jalan, dapat dilihat pada Lampiran 2.1.

3. Istilah dan Definisi

3.1. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL)


Kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan
yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

3.2. Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)


Telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting
suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.

5
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

3.3. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)


Upaya penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup
yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan.

3.4. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)


Upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar
dan penting akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan.

3.5. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL)


Upaya penanganan dampak tidak besar dan/atau tidak penting terhadap
lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat rencana usaha dan/atau kegiatan.

3.6. Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL)


Upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak tidak
besar dan atau tidak penting akibat rencana usaha dan/atau kegiatan.

3.7. Masyarakat Terkena Dampak


Masyarakat yang akan merasakan dampak dari adanya rencana usaha
dan/atau kegiatan, terdiri dari masyarakat yang akan mendapatkan manfaat
dan masyarakat yang akan mengalami kerugian.

3.8. Penduduk Terkena Pembebasan (PTP)


Penduduk yang sebagian atau seluruh tanah, bangunan dan tanaman
miliknya, atau tanah dan bangunan yang dipergunakannya akan dipakai
untuk keperluan proyek pembangunan jalan.

3.9. Masyarakat Pemerhati Lingkungan


Masyarakat yang tidak terkena dampak dari suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan, tetapi mempunyai perhatian terhadap rencana usaha/kegiatan
tersebut, maupun dampak-dampak lingkungan yang akan ditimbulkannya.

3.10. Masyarakat Terasing/Adat


Kelompok orang yang hidup dalam kesatuan-kesatuan sosial budaya yang
bersifat lokal dan terpencar, serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan
dan pelayanan baik sosial, ekonomi, maupun politik nasional.

3.11. Benda Cagar Budaya (cultural heritage)


Benda alam atau benda buatan manusia yang sekurang-kurangnya berumur
50 tahun, yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan dan kebudayaan.

6
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

3.12. Situs
Lokasi yang mengandung atau diduga mengandung benda cagar budaya,
termasuk lingkungannya yang diperlukan bagi pengamanan.

3.13. Kontrak
Kontrak secara tertulis antara pemilik dan kontraktor untuk melaksanakan,
menyelesaikan dan melakukan pemeliharaan pekerjaan konstruksi.

3.11. Kontraktor
Orang atau badan usaha yang penawarannya untuk melaksanakan pekerjaan
telah diterima oleh pemilik

3.12. Berita Acara Penyerahan Akhir


Berita acara yang dikeluarkan oleh direksi pekerjaan setelah cacat mutu yang
ada telah diperbaiki oleh kontraktor.

3.13. Periode Pemeliharaan


Periode untuk melakukan pemeliharaan prasarana jalan yang telah selesai
dibangun, yang ditentukan dalam data kontrak dan dihitung dari tanggal
penyelesaian pekerjaan konstruksi.

3.14. Pemilik
Pihak yang menunjuk kontraktor untuk melaksanakan pekerjaan.

3.15. Peralatan
Mesin mesin dan kendaraan kontraktor yang dibawa sementara kelapangan
untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi.

3.16. Pekerjaan Sementara


Pekerjaan yang dirancang, dibangun, dipasang dan dibongkar oleh
kontraktor, yang diperlukan untuk kelancaran pelaksanaan pekerjaan
konstruksi.

3.17. Standar Operasi Prosedur (SOP)


Tata cara pelaksanaan kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup yang dilakukan dengan memakai ketentuan-ketentuan standar yang
baku, dan dapat dilaksanakan secara rutin oleh Pengelola Kegiatan.

7
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

4. Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Penyiapan Dokumen Tender


4.1.1. Maksud dan Tujuan.
Pada umumnya pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan
pada saat pelaksanaan konstruksi fisik mengalami kendala di lapangan,
karena tidak terdapatnya deskripsi kegiatan pengelolaan lingkungan
hidup yang jelas dalam dokumen kontrak pekerjaan konstruksi,
termasuk rincian pembiayaan untuk melaksanakan kegiatan tersebut,
mengingat kontraktor dalam melaksanakan pekerjaannya mengacu
pada butir-butir yang terdapat pada dokumen kontrak pekerjaan
konstruksi.
Untuk mengatasi hal tersebut di atas, maka gambar dan spesifikasi
teknis kegiatan sebagai hasil penjabaran RKL/RPL atau UKL/UPL yang
dilakukan dalam tahap perencanaan teknis, harus dicantumkan dalam
dokumen tender, yang merupakan bagian dari dokumen kontrak
pekerjaan konstruksi.

4.1.2. Dokumen Tender Pekerjaan Konstruksi.


a. Sistematika Dokumen Tender.
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka dokumen tender atau
dokumen lelang standar LCB (Local Competitive Bidding) untuk
pekerjaan konstruksi prasarana jalan, terdiri atas 8 (delapan) bab
sebagai berikut:
1) Bab I : Instruksi Kepada Peserta Lelang.
2) Bab II : Bentuk Penawaran, Informasi Kualifikasi, Surat
Penunjukan, Perjanjian Kontrak, dan Perjanjian
Kemitraan untuk Joint Operation.
3) Bab III : Syarat-Syarat Kontrak.
4) Bab IV : Data Kontrak.
5) Bab V : Spesifikasi.
6) Bab VI : Daftar Kuantitas.
7) Bab VII : Gambar-Gambar.
8) Bab VIII : Bentuk Jaminan.

8
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

b. Gambar Kerja dan Spesifikasi Teknis Pekerjaan.


Penyiapan gambar kerja dan spesifikasi teknis pekerjaan serta
persyaratan teknis pelaksanaan pekerjaan konstruksi fisik, merupakan
tahap awal dari penyiapan dokumen tender atau dokumen lelang.
Kegiatan yang dilakukan antara lain:
1) Penentuan alinyemen jalan, baik vertikal maupun horizontal.
2) Pembuatan gambar teknis konstruksi jalan dan jembatan serta
bangunan pelengkapnya.
3) Penyusunan spesifikasi teknis pekerjaan dan syarat-syarat teknis
pekerjaan konstruksi.
4) Perhitungan volume pekerjaan dan rencana anggaran biaya.
Rekomendasi pengelolaan lingkungan hidup untuk menangani
dampak lingkungan hidup yang timbul, seperti yang dikemukakan
dalam dokumen RKL/RPL atau UKL/UPL, harus dapat dijabarkan
dalam gambar-gambar kerja dan spesifikasi teknis pekerjaan
pembangunan jalan.

4.1.3. Pencantuman Persyaratan Pengelolaan Lingkungan Hidup.


Pada dasarnya pengelolaan lingkungan hidup pada pelaksanaan
konstruksi fisik dapat menambah biaya pelaksanaan konstruksi,
sehingga uraian kegiatan dan biaya pengelolaan lingkungan hidup
sudah seharusnya dimasukkan dalam perhitungan biaya pelaksanaan
konstruksi.
Agar pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup dapat dilaksanakan
dengan baik dan benar, maka persyaratan pengelolaan lingkungan
hidup seperti yang dikemukakan dalam RKL/RPL atau UKL/UPL, dan
telah dijabarkan dalam gambar kerja dan spesifikasi teknis pekerjaan
pada tahap perencanaan teknis, harus dicantumkan dalam dokumen
tender yang merupakan bagian dari dokumen kontrak pekerjaan
konstruksi, termasuk besarnya biaya pengelolaan lingkungan hidup
yang diperlukan.
Untuk proyek prasarana jalan yang belum atau tidak dilengkapi dengan
RKL/RPL atau UKL/UPL, maka SOP pengelolaan lingkungan hidup yang
ada harus diacu dan merupakan bagian dari dokumen tender pekerjaan
konstruksi.

9
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Perumusan ketentuan atau persyaratan pengelolaan lingkungan hidup


dalam penyiapan dokumen tender merupakan tanggung jawab
perencana, dan harus dikemukakan dengan jelas agar tidak terjadi
adanya salah pengertian, antara lain:
1) Pada Bab III: Syarat-syarat Kontrak, perlu dicantumkan adanya
definisi pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
Selain itu perlu dicantumkan dengan jelas, ketentuan bahwa
kontraktor pelaksana harus bertanggung jawab menangani dampak
dampak yang timbul akibat pekerjaan konstruksi, termasuk biaya
yang diperlukan, serta ketentuan bila dalam pelaksanaan pekerjaan
ditemukan benda cagar budaya di lokasi kegiatan.
2) Pada Bab V: Spesifikasi, untuk setiap komponen pekerjaan yang
dikemukakan dalam bab ini, perlu dicantumkan tata cara
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup untuk menangani
dampak lingkungan hidup yang timbul.
3) Pada Bab VI: Daftar Kuantitas, untuk setiap komponen pekerjaan
yang dikemukakan pada bab ini, perlu dicantumkan butir kegiatan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup dan biaya yang
diperlukan untuk melaksanakan kegiatan tersebut (bila ada).
4) Pada Bab VII: Gambar-Gambar, perlu dicantumkan gambar kerja
untuk menangani dampak lingkungan hidup yang timbul, yang
merupakan penjabaran dari dokumen RKL/RPL atau UKL/UPL dalam
perencanaan teknis.

4.1.4. Dokumen Terkait


Dokumen lain yang terkait dan dapat dipakai sebagai acuan
pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup dalam penyiapan dokumen
tender, antara lain:
1) Dokumen RKL/RPL atau UKL/UPL.
2) Dokumen rencana teknis kegiatan.
3) Dokumen tender standar, baik untuk LCB maupun ICB.

10
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

4.1.5 Workplan Kontraktor.


Untuk dapat memberi jaminan bahwa aspek-aspek pengelolaan
lingkungan hidup yang telah dikemukakan dalam dokumen tender
tersebut diatas akan dilaksanakan oleh kontraktor pelaksana, maka
kon traktor p elaksan a d alam m en yu su n w orkp lan n ya h arus
mencantumkan aspek-aspek pengelolaan lingkungan hidup untuk
menangani dampak lingkungan hidup yang timbul akibat kegiatan
proyek, sebagaimana tercantum dalam dokumen tender.
Bila dalam dokumen tender belum atau tidak tercantum aspek-aspek
pengelolaan lingkungan hidup, maka kontraktor pelaksana dalam
menyusun w orkp lan nya d ap at m en g acu p ad a h al-hal yang
dikemukakan pada butir 4.1.3. dari pedoman pelaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup bidang jalan ini.

Secara rinci pencantuman aspek-aspek pengelolaan lingkungan hidup bidang


jalan pada dokumen tender pekerjaan konstruksi, dapat dilihat pada Lampiran
4.1.1.

4.2 Kegiatan Pengadaan Tanah

4.2.1. Ketentuan Pengadaan Tanah


Peraturan perundangan yang mengatur kegiatan pengadaan tanah
termasuk kompensasi untuk lahan, bangunan dan tanaman, serta
pemukiman kembali penduduk yang terkena proyek prasarana jalan,
antara lain sebagai berikut:
1) Pasal 2 ayat 2 Undang-undang No. 20 tahun 1961 tentang
Pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada
diatasnya, harus disertai dengan:
a) Rencana dan alasan peruntukannya.
b) Keterangan tentang letak, jenis hak atas tanah, dan nama
pemilik tanah.
c) Rencana penampungan orang-orang yang haknya akan dicabut.
2) Pasal 4 Keppres No. 55 tahun 1993 tentang Pengadaan tanah bagi
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, yang

11
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

menyatakan bahwa pengadaan tanah hanya dapat dilakukan bila


rencana pembangunan tersebut telah sesuai dengan :
a) Rencana umum tata ruang yang telah ditetapkan.
b) Perencanaan ruang wilayah kota.
3) Pasal 9 dan 10 Keppres No. 55 tahun 1993, yang menyatakan
bahwa pengadaan tanah harus dilakukan secara musyawarah
secara langsung dengan pemegang hak atas tanah atau wakil yang
ditunjuk.
4) Pasal 12 Keppres No. 55 tahun 1993, yang menyatakan bahwa
pemberian ganti kerugian dalam rangka pengadaan tanah, diberikan
untuk:
a) Hak atas tanah.
b) Bangunan.
c) Tanaman.
d) Benda-benda lain yang terkait dengan tanah.
5) Pasal 13 Keppres No. 55 tahun 1993, menyatakan bentuk ganti
kerugian dapat berupa:
a) Uang.
b) Tanah pengganti.
c) Pemukiman kembali.
d) Kombinasi dari dua atau tiga bentuk ganti kerugian tersebut
diatas.
e) Bentuk lain yang disepakati oleh para pihak yang bersangkutan.
6) Pasal 22 Permeneg Agraria/Kepala BPN No. 1 tahun 1994, yang
mengatur tentang pengajuan keberatan atas bentuk dan jumlah
ganti kerugian.
7) Pasal 29 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 tahun 1994, yang
mengatur tentang pemberian ganti kerugian untuk tanah ulayat
dengan menyediakan prasarana dan sarana umum yang bermanfaat
bagi masyarakat setempat.
8) Keputusan Menteri Kehutanan No. 419/KPTS II/94 tentang
Pedoman tukar menukar kawasan hutan, yang mengatur
pengadaan tanah untuk proyek prasarana jalan yang melalui
kawasan hutan.

12
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Sesuai dengan Permeneg Agraria/Kepala BPN No. 1 tahun 1994 tentang


Pelaksanaan Keppres No. 55 tahun 1993, kriteria kompensasi
pengantian tanah dan bangunan adalah sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 4. 2. 1.
Dengan peraturan yang sama, santunan dapat diberikan kepada
pemakai tanah tanpa sesuatu hak, dengan kriteria sebagai berikut.
1) Pemakai tanah sebelum tanggal 16 Desember 1960, sebagaimana
dimaksud dalam UU No. 51 tahun 1960.
2) Pemakai tanah bekas Hak Barat, sebagaimana dimaksud dalam
Keppres No. 32 tahun 1979.
3) Bekas pemegang Hak Guna Bangunan yang sudah berakhir, dan
tidak dimintakan perpanjangan waktunya.
4) Bekas pemegang Hak Pakai yang sudah berakhir dan tidak
dimintakan perpanjangan waktunya.

4.2.2 Proses Pengadaan Tanah


a. Sesuai dengan Keppres No. 55 tahun 1993 tentang Pengadaan
tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum,
maka proses pengadaan tanah untuk kegiatan pembangunan
prasarana jalan dengan luas lebih dari 1 (satu) Ha, harus mengacu
pada ketentuan-ketentuan dalam Keppres tersebut, dengan proses
sebagai berikut:
1) Segera setelah dana untuk kegiatan pengadaan tanah tersedia,
maka Pimpro/Pimbagpro Pengadaan Tanah yang bersangkutan
membuat surat permohonan ke Bupati/Walikota tentang
rencana kegiatan pengadaan tanah, dilampiri dengan peta
lokasi, rencana penggunaan tanah, luas dan taksiran biaya.
Setelah hal tersebut disetujui, antara lain dengan pertimbangan
rencana penggunaan tanah tersebut sudah sesuai dengan
rencana tata ruang wilayah, maka Gubernur membentuk Panitia
Pengadaan Tanah (Panitia) yang beranggotakan 9 (sembilan)
orang, yang diketuai oleh Bupati/Walikota, dengan Sekretaris
yang berkedudukan di Kantor Pertanahan Daerah
Kabupaten/Kota.

13
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

2) Kemudian Panitia bersama Pimpro/Pimbagpro Pengadaan Tanah


dengan melibatkan tokoh dan pemuka masyarakat melakukan
penyuluhan serta sosialisasi kegiatan pembangunan prasarana
jalan kepada masyarakat dan Penduduk Terkena Pembebasan
(PTP).
Setelah PTP memahami dan menyetujui rencana pembangunan
prasarana jalan tersebut, dilakukan pendaftaran, inventarisasi
dan pengukuran tanah, bangunan dan tanaman secara rinci dan
cermat.
3) Hasil pendaftaran, inventarisasi dan pengukuran tersebut,
kemudian disampaikan ke PTP, dan PTP diberi kesempatan
untuk mengajukan keberatannya (bila ada) dalam jangka waktu
1 (satu) bulan.
4) Bila masalah keberatan PTP telah dapat diselesaikan, maka
Panitia mengundang PTP dan Pimpro/Pimbagro Pengadaan
Tanah untuk mengadakan musyawarah dan negosiasi tentang
jenis dan besarnya nilai ganti kerugian tanah, bangunan dan
tanaman. Musyawarah ini dipandu oleh Panitia Pengadaan
Tanah.
5) Bila masalah ganti kerugian telah disepakati, maka
Bupati/Walikota membuat surat keputusan tentan g h arg a
satu an tan ah , b an g u n an d an tan am an , b eserta klasifikasi h ak
atas tanah, tipe bangunan, dan tanaman. Berdasarkan
keputusan tersebut Pimpro/Pimbagpro Pengadaan Tanah dapat
melakukan pembayaran ganti rugi kepada PTP dengan
disaksikan oleh Panitia Pengadaan Tanah
6) Secara bertahap, PTP yang telah mendapatkan ganti kerugian
diminta untuk membongkar dan memindahkan bangunan dan
tanaman sendiri. Bagi PTP yang akan beralih profesi akan
disiapkan pelatihan yang sesuai dengan pekerjaan atau profesi
yang diinginkan.
7) Bila jumlah PTP yang ingin pindah cukup banyak, sehingga perlu
dibangun permukiman baru, maka Kepala Daerah segera
membentuk Tim Permukiman Kembali dan Pembinaan PTP. Tim

14
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

ini akan menentukan lokasi permukiman baru, membangunnya


dan siap pakai secara bertahap, segera setelah ganti rugi
kepada PTP dibayarkan.
8) Pelaksanaan konstruksi fisik prasarana jalan dapat dilaksanakan
setelah selesainya proses pengadaan tanah.
b. Untuk pengadaan tanah yang luasnya kurang dari 1 (satu) Ha,
dapat dilakukan secara langsung dengan pemegang hak atas tanah,
dengan cara jual beli, tukar menukar atau cara lain yang disepakati
bersama.
c. Dalam proses pengadaan tanah, maka kegiatan konsultasi dengan
masyarakat terutama PTP, merupakan sesuatu hal yang sangat
penting. Untuk itu secara rinci petunjuk mengenai kegiatan
partisipasi dan konsultasi dengan masyarakat, dapat dilihat pada
Lampiran 4.2.2

4.2.3 Bentuk Ganti Kerugian


Berbagai bentuk ganti kerugian dalam kegiatan pengadaan tanah,
dapat dikelompokkan atas:
a. Uang Tunai.
Pemberian ganti kerugian berupa uang tunai dibayarkan langsung
kepada yang berhak, di lokasi yang ditentukan Panitia, disaksikan
oleh minimal 3 (tiga) orang anggota panitia dan dibuktikan dengan
tanda penerimaan.
Besarnya nilai ganti kerugian didasarkan atas hasil musyawarah
yang disepakati bersama, dan kemudian ditetapkan oleh
Bupati/Walikota.
b. Tanah Pengganti.
Pengadaan tanah pengganti, lokasi dan luasnya ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah dan disepakati oleh PTP. Dana pengadaan tanah
pengganti tersebut disediakan oleh Proyek Pengadaan Tanah
(berasal dari dana yang seharusnya diberikan sebagai uang)
c. Pemukiman Kembali
Bila jumlah penduduk yang dipindahkan cukup banyak (versi Bank
Dunia > 40 KK), maka perlu diselenggarakan pemukiman kembali di

15
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

lokasi lain. Untuk mengembangkan pemukiman kembali tersebut


diperlukan kegiatan:
1) Pembangunan permukiman baru termasuk prasarana dan sarana
lingkungan di lokasi baru.
2) Pemindahan penduduk ke lokasi permukiman baru
3) Pemantauan dan rehabilitasi penduduk yang dipindahkan untuk
jangka waktu tertentu, sehingga kehidupan mereka minimal
sama sebelum mereka dipindahkan
d. Bentuk Kombinasi.
Bentuk ganti kerugian ini berupa kombinasi dari 2 (dua) atau 3
(tiga) bentuk ganti kerugian tersebut diatas, yang penentuannya
didasarkan atas kesepakatan kedua pihak.
e. Bentuk lain yang disepakati.
Bentuk lain yang disepakati oleh para pihak yang bersangkutan,
seperti Sistem Konsolidasi Tanah, sedangkan untuk tanah wakaf
dan tanah ulayat dapat berupa:
1) Pemberian ganti kerugian untuk tanah wakaf, dilakukan melalui
Nadir yang bersangkutan
2) Pemberian ganti kerugian untuk tanah ulayat, diberikan dalam
bentuk prasarana dan sarana umum yang dapat dimanfaatkan
oleh masyarakat secara bersama.

4.2.4 Pengelolaan Lingkungan Hidup Kegiatan Pengadaan Tanah


Pengelolaan lingkungan hidup dalam kegiatan pengadaan tanah,
merupakan tanggung jawab Pimpro/Pimbagpro Pengadaan Tanah yang
bersangkutan, disesuaikan dengan jenis dan besaran dampak
lingkungan yang timbul.
Secara rinci jenis dampak/kerugian akibat kegiatan pengadaan tanah
dapat dilihat pada Lampiran 4.2.3.
Pengelolaan lingkungan hidup untuk menangani dampak yang timbul
akibat kegiatan pengadaan tanah tersebut antara lain:
1) Timbulnya rasa kecewa dan tidak puas PTP terhadap besarnya nilai
ganti kerugian, baik untuk tanah, bangunan atau tanaman,

16
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

sehingga mereka menolak proses pembayaran ganti kerugian, dapat


dikelola melalui:
a) Penyuluhan dan sosialisasi kegiatan mengenai pentingnya arti
proyek prasarana jalan dan proses kegiatan pengadaan tanah
yang akan dilakukan.
b) Pemberian ganti kerugian yang layak dan memadai, yang
bentuk dan besarannya disesuaikan dengan hasil musyawarah.
c) Melakukan pendekatan sosiologis dan konsultatif kepada PTP,
yang difasilitasi oleh tokoh dan pemuka masyarakat.
2) Hilangnya mata pencaharian dan pendapatan PTP, karena
perubahan peruntukan lahan serta hilangnya bangunan tempat
usaha atau hilangnya akses kekesempatan kerja, dapat dikelola
melalui:
a) Memberikan pelatihan ketrampilan untuk usaha alih
profesi/pekerjaan.
b) Memberi prioritas untuk dapat bekerja di proyek yang akan
dilaksanakan.
3) Keresahan sosial karena terganggunya interaksi sosial bagi
penduduk yang akan dipindahkan, dapat dikelola melalui:
a) Pemilihan lokasi pemukiman baru yang disepakati oleh PTP dan
penduduk di lokasi baru.
b) Penyediaan prasarana dan utilitas umum yang memadai di
lokasi pemukiman baru.
c) Penyuluhan, konsultasi dan sosialisasi kepada PTP.
4) Terganggunya kegiatan sosial ekonomi masyarakat serta sarana
utilitas umum, dapat dikelola melalui:
a) Penggantian sarana sosial ekonomi masyarakat disekitar lokasi
kegiatan.
b) Pemindahan sarana dan utilitas umum yang ada di lokasi
kegiatan.

17
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

4.2.4. Dokumen Terkait.


Dokumen lain yang terkait dan dipakai sebagai acuan dalam
pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup kegiatan pengadaan tanah,
antara lain:
1) Dokumen LARAP (Land Acquisition and Resettlement Action Plan)
yang telah disusun pada tahap perencanaan teknis.
2) Tata cara kegiatan konsultasi pada masyarakat seperti yang diatur
dalam Keputusan Kepala Bapedal No. 08 Tahun 2000, dan Pedoman
Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan.
3) Keputusan Bupati/Walikota mengenai penetapan nilai ganti
kerugian.

4.3 Pelaksanaan Konstruksi Fisik


4.3.1. Faktor Penentu Besaran Dampak
Pengelolaan lingkungan hidup pada pelaksanaan konstruksi fisik, sangat
ditentukan oleh jenis dan besaran dampak terhadap lingkungan hidup
yang timbul. Untuk dampak-dampak yang sifatnya umum, besarannya
kecil dan pengelolaannya dapat dilakukan secara standar dan mudah,
maka pengelolaan lingkungan hidup tersebut dapat mempergunakan
SOP, yang merupakan satu kesatuan dengan pedoman pelaksanaan
pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini,
Sedangkan untuk dampak-dampak besar dan penting yang sifatnya
spesifik, dan penanganannya tidak dapat dilakukan secara standar,
diperlukan pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang
lebih spesifik.
Faktor penentu jenis dan besarnya dampak terhadap lingkungan hidup
yang timbul karena pelaksanaan konstruksi fisik pembangunan
prasarana jalan antara lain:
a. Aspek Teknis
1) Jenis rencana kegiatan, seperti pembangunan, peningkatan atau
pemeliharaan prasarana jalan.
2) Lokasi dan kondisi areal proyek, seperti di dataran rendah,
berbukit, pegunungan, daerah rawa, perkotaan atau pedesaan.

18
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

3) Luas lahan untuk keperluan proyek, termasuk lahan untuk lokasi


jalan akses, base camp dan lokasi quarry.
4) Lamanya pelaksanaan konstruksi fisik, termasuk periode
pemeliharaan.
5) Dimensi, volume dan besaran komponen pekerjaan utama.
6) Metode pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
7) Jenis dan jumlah peralatan berat yang diperlukan.
8) Jenis dan jumlah bahan material bangunan yang dipakai, seperti
tanah, batu, pasir dan material/komponen jembatan, termasuk
sumbernya.
9) Jumlah dan kualifikasi tenaga kerja, baik tenaga ahli, tukang,
dan pekerja kasar yang diperlukan.
b. Aspek Non Teknis
1) Kondisi fisik lokasi kegiatan, seperti iklim, topografi, struktur
tanah dan geologi, hidrologi dan penggunaan tanah.
2) Kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar lokasi proyek, seperti
kependudukan, kegiatan ekonomi masyarakat, kondisi sosial
budaya, kesehatan masyarakat dan persepsi masyarakat.
3) Kondisi flora dan fauna sekitar lokasi proyek, terutama jenis-
jenis yang langka dan dilindungi.
4) Keberadaan masyarakat terasing/adat, situs dan benda cagar
budaya serta hutan lindung.

4.3.2. Komponen Kegiatan yang Berpotensi Menimbulkan Dampak


Komponen kegiatan pembangunan prasarana jalan yang berpotensi
menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup, pada umumnya
dapat dikelompokkan atas:

a. Persiapan Pekerjaan Konstruksi :


1) Mobilisasi Tenaga Kerja.
Mobilisasi tenaga kerja yang diperlukan proyek, lebih
diutamakan memakai tenaga kerja setempat (bila tersedia
sesuai kebutuhan), terutama untuk tenaga kerja menengah
kebawah, namun bila tidak dapat dihindari, terpaksa memakai
tenaga kerja dari luar daerah.

19
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Dalam mobilisasi tenaga kerja tersebut, perlu diperhatikan


adanya perjanjian kerja yang jelas tentang hak dan kewajiban
tenaga kerja yang bersangkutan, terutama adanya ketentuan
yang mengatur setelah pekerjaan konstruksi selesai
(demobilisasi), sehingga tidak menimbulkan permasalahan di
kemudian hari.
2) Mobilisasi Peralatan Berat.
Mobilisasi peralatan berat yang diperlukan proyek, baik dengan
cara membeli atau menyewa, seperti AMP, shovel, dozer,
traktor, dilakukan secara bertahap sesuai kebutuhan proyek.
Dalam penentuan jenis dan kapasitas peralatan berat yang akan
dipergunakan, perlu dipertimbangkan keberadaan dan kondisi
prasarana jalan dan jembatan, yang akan dilalui oleh peralatan
berat tersebut.
Termasuk dalam mobilisasi peralatan berat tersebut adalah
kegiatan demobilisasi peralatan berat setelah pelaksanaan
proyek selesai.
3) Pembuatan Jalan Masuk/Jalan Akses.
Bila lokasi proyek letaknya terpencil atau terisolir, maka
diperlukan adanya pekerjaan pembuatan jalan masuk atau jalan
akses, dari lokasi proyek menuju ke jaringan prasarana jalan
umum yang terdekat.
Kegiatan ini dapat berupa pembuatan jalan baru atau
peningkatan kondisi prasarana jalan yang ada, sehingga dapat
dilalui oleh kendaraan proyek.

b. Pelaksanaan Konstruksi Fisik.


b.1. Lokasi Proyek.
1) Pembersihan dan Penyiapan Lahan.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk membersihkan lokasi
proyek dari bangunan, tanaman dan benda lain yang tidak
diperlukan, sehingga pelaksanaan konstruksi fisik dapat
dimulai. Sebelum pekerjaan ini dilaksanakan, maka
prasarana dan utilitas umum yang ada di lokasi proyek,

20
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

terutama yang berada di bawah tanah perlu dipindahkan


ke tempat yang aman atau diberi pengamanan khusus.
2) Pekerjaan Tanah.
Termasuk dalam pekerjaan tanah adalah penggalian dan
penimbunan tanah untuk penyiapan tanah dasar atau
badan jalan, sistem drainase, struktur pondasi, coffer dam,
baik berupa galian tanah biasa, galian batu, timbunan
tanah biasa atau timbunan tanah pilihan dan timbunan
batu.
Dalam pekerjaan ini perlu diperhatikan keberadaan
prasarana dan utilitas umum yang ada di dalam tanah agar
dapat diamankan terlebih dulu, serta stabilitas dari lereng
yang terbentuk agar tidak terjadi erosi atau longsoran
tanah.
Selain itu kemungkinan adanya benda cagar budaya yang
ditemukan di lokasi proyek, perlu diamankan dan
dilaporkan ke instansi yang berwenang, untuk ditangani
lebih lanjut.
3) Pekerjaan Konstruksi Badan Jalan Dan Lapis Perkerasan.
Pekerjaan konstruksi badan jalan dan lapis perkerasan
dengan jenis dan ketebalan yang disesuaikan dengan
rencana dapat berupa:
a) Lapis pondasi agregat kelas A, kelas B dan kelas C.
b) Lapis pondasi semen tanah.
c) Agregat penutup Burtu dan Burda.
d) Latasir (SS) kelas A dan kelas B.
e) Laston lapis aus (HRS - WC), lapis pondasi (HRS -
base).
f) Lataston lapis aus (AC WC), lapis pengikat (AC BC)
dan lapis pondasi (AC base).
g) Latasbusir kelas A dan kelas B.

21
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

4) Pembuatan Sistem Drainase Jalan.


Termasuk dalam pekerjaan ini adalah pembuatan saluran
drainase tepi jalan dengan pasangan batu mortar atau
konstruksi beton, serta pembuatan gorong-gorong.
5) Pemancangan Tiang Pancang.
Termasuk dalam pekerjaan ini adalah kegiatan
pemancangan, relokasi arus lalu lintas, penumpukan tiang
pancang di sekitar lokasi pekerjaan, dan pembuatan
kepala tiang pondasi, hal-hal yang perlu dipertimbangkan
dalam pemilihan sistem dan pelaksanaannya adalah
keberadaan struktur bangunan dan kondisi lalu lintas di
sekitar lokasi proyek yang dapat terganggu.
6) Pekerjaan Bangunan Atas Dan Bawah Jembatan atau Jalan
Layang.
Termasuk dalam pekerjaan ini adalah pekerjaan bangunan
atas dan bawah jembatan, serta relokasi arus lalu lintas.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan
metode pelaksanaan adalah kondisi lalu lintas di sekitar
lokasi proyek yang dapat terganggu.
7) Pemasangan Bangunan Pelengkap Jalan
Termasuk dalam pekerjaan ini adalan pemasangan pagar,
guard rail, trotoir, rambu-rambu lalu lintas, penerangan
jalan dan marka jalan. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam kegiatan ini adalah arus lalu lintas di sekitar lokasi
kegiatan yang dapat terganggu atau mengganggu
pelaksanaan pekerjaan.
8) Pembuangan Bahan Sisa/Material Buangan.
Termasuk dalam pekerjaan ini adalah pembersihan lokasi
proyek dari sisa-sisa material bangunan yang sudah tidak
terpakai, sehingga lokasi proyek menjadi bersih. Untuk itu
lokasi buangan (dumping area) dipilih sedemikian rupa
sehingga tidak menimbulkan gangguan estetika di lokasi
buangan tersebut. Ada baiknya bila bahan sisa/material

22
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

buangan tersebut dapat dimanfaatkan kembali baik oleh


proyek maupun oleh masyarakat setempat.
9) Penghijauan dan Pertamanan.
Termasuk dalam pekerjaan ini adalah pemasangan
gembalan rumput di media jalan, bahu jalan dan di lereng
jalan yang timbul karena pekerjaan tanah, selain
bermanfaat untuk meningkatkan estetika lingkungan,
bermanfaat pula untuk mencegah timbulnya erosi dan
longsoran tanah.
Selain itu penanaman pohon lindung yang dapat
mengurangi timbulnya kebisingan, serta tanaman hias
untuk meningkatkan estetika lingkungan dan kenyamanan
para pemakai jalan.

b.2. Lokasi Quarry dan Jalur Transportasi Material


1) Pengambilan Tanah dan Material Bangunan dari
Quarry/Borrow Area.
Pengambilan tanah dan material bangunan dari lokasi
quarry dan borrow area yang ditangani proyek, harus
dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seperti
tidak membahayakan kestabilan lereng yang terbentuk,
tidak mencemari badan air yang berada di hilirnya, serta
melakukan reklamasi setelah kegiatan ini selesai.
Perlu dipertimbangkan pula bahwa lokasi quarry dan
borrow area, hendaknya tidak terlalu jauh dari lokasi
proyek, tidak di dekat lokasi bangunan air dan terletak
pada areal yang tidak subur/tidak produktif.
2) Pengangkutan Tanah dan Material Bangunan
Pengangkutan tanah dan material bangunan yang
diperlukan proyek melalui prasarana jalan umum, harus
tetap mempertimbangkan kelancaran arus lalu lintas,
keselamatan pemakai jalan, dan tidak merusak atau
mengotori prasarana jalan tersebut.

23
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

b.3. Lokasi Base Camp dan AMP/Stone Crusher.


1) Pengoperasian Base Camp dan AMP.
Disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi lapangan,
maka lokasi base camp (kantor proyek, bengkel, gudang,
stock pile dan barak pekerja) dan lokasi AMP atau stone
crusher, dapat terletak pada satu lokasi, atau pada dua
lokasi yang terpisah.
Dalam pemilihan lokasi base camp dan AMP atau stone
crusher, hendaknya beberapa faktor perlu
dipertimbangkan, seperti lokasinya jauh dari pemukiman
dan badan air, dekat lokasi proyek dan ada kemudahan
akses, tidak di lokasi pariwisata atau lokasi sensitive
lainnya.

Termasuk dalam pelaksanaan konstruksi fisik ini adalah kegiatan


pemeliharaan struktur dan prasarana jalan yang telah selesai
dibangun selama periode pemeliharaan, seperti yang tercantum
dalam kontrak pekerjaan konstruksi.
Khusus untuk lokasi proyek yang berdekatan atau melalui lokasi
permukiman masyarakat terasing/adat, perlu dipahami karakteristik
masyarakat tersebut melalui kegiatan konsultasi masyarakat yang
rinci. Selain itu khusus untuk lokasi proyek yang berdekatan dengan
lokasi situs dan benda cagar budaya, pelaksanaan pekerjaan perlu
dilakukan dengan ekstra hati-hati, agar tidak mengganggu atau
merusak lokasi situs. Bila dalam pelaksanaan pekerjaan ditemui
adanya benda cagar budaya, maka temuan tersebut harus segera
disampaikan pada instansi yang berwenang, untuk diambil langkah
tindak lanjut.

4.3.3. Pengelolaan Lingkungan Hidup Pada Pelaksanaan Konstruksi.


a. Sosialisasi Dan Konsultasi Pada Masyarakat.
Sebelum pelaksanaan konstruksi fisik dimulai, maka Pemimpin
Proyek/Pemimpin Bagian Proyek harus menyusun Work Plan secara
rinci untuk kegiatan yang akan dilaksanakan dan melakukan

24
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

konsultasi dan sosialisasi kegiatan kepada masyarakat yang berada


di sekitar lokasi kegiatan, dengan tujuan untuk :
1) Pemahaman arti pentingnya proyek prasarana jalan yang akan
dibangun.
2) Masyarakat dapat berperanserta dalam pelaksanaan konstruksi,
baik langsung maupun tidak langsung.
3) Menghindari kemungkinan timbulnya konflik diantara
masyarakat dengan pekerja proyek.
Dalam konsultasi dan sosialisasi kegiatan tersebut, sebaiknya
diikutsertakan tokoh dan pemuka masyarakat, dan semua aspirasi
masyarakat yang terkait dengan pembangunan prasarana jalan
hendaknya dapat diakomodasikan secara optimal, sehingga
masyarakat akan mendukung keberhasilan proyek tersebut.
Khusus untuk masyarakat terasing/adat, maka kegiatan sosialisasi
dan konsultasi tersebut perlu dilakukan secara lebih hati-hati dan
intent, mengingat bahwa keberadaan prasarana jalan yang akan
dibangun tersebut akan dapat mempengaruhi pola kehidupan
masyarakat terasing/adat. Secara rinci sosialisasi dan konsultasi
pada masyarakat terasing/adat dapat dilihat pada butir 6.2.

b. Persiapan Pekerjaan Konstruksi.


1) Mobilisasi Tenaga Kerja.
a) Kecemburuan sosial masyarakat karena mempekerjakan
tenaga kerja dari luar daerah, dapat dikelola melalui:
(1) Memprioritaskan penggunaan tenaga kerja setempat.
(2) Meningkatkan interaksi sosial tenaga kerja pendatang
dengan masyarakat setempat.
b) Meningkatnya kegiatan ekonomi masyarakat karena
mobilisasi tenaga kerja dan pelaksanaan konstruksi fisik
secara keseluruhan, dapat dikelola lebih baik melalui cara:
(1) Mengoptimalkan pemanfaatan tenaga kerja dan bahan
material setempat.
(2) Pelatihan ketrampilan pada masyarakat agar mereka
dapat terlibat dalam pelaksanaan proyek.

25
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

(3) Penyuluhan pada masyarakat agar mereka dapat


memanfaatkan keberadaan proyek untuk meningkatkan
kesejahteraannya, seperti menyediakan akomodasi dan
keperluan pekerja sehari-hari.
2) Mobilisasi Peralatan.
a) Kerusakan prasarana jalan karena mobilisasi peralatan berat
melalui prasarana jalan umum, dapat dikelola melalui:
(1) Memperbaiki kondisi prasarana jalan yang rusak.
(2) Membatasi tonase peralatan berat atau membatasi
beban gandar sesuai dengan kapasitas jalan.
3) Pembuatan Jalan Masuk atau Jalan Akses.
a) Pencemaran udara (debu) dan kebisingan karena
pembuatan jalan masuk/jalan akses, bila trase jalan akses
tersebut melalui atau dekat lokasi pemukiman, dapat
dikelola dengan cara:
(1) Pengaturan pelaksanaan pekerjaan yang baik.
(2) Penyiraman secara berkala di lokasi pekerjaan saat
kondisi berdebu.

c. Pelaksanaan Konstruksi Fisik


c.1. Lokasi Proyek.
1) Pembersihan dan Penyiapan Lahan.
a) Pencemaran udara (debu) dan kebisingan karena
terurainya lapisan tanah permukaan, dapat dikelola
dengan cara:
(1) Pengaturan pelaksanaan pekerjaan yang baik.
(2) Penyiraman secara berkala, saat lokasi pekerjaan
dalam kondisi berdebu.
b) Pencemaran kualitas air, dapat dikelola melalui cara:
(1) Pembuatan tanggul tanah sementara untuk
mencegah masuknya aliran air permukaan dari
lokasi pekerjaan langsung ke badan air.
(2) Tata cara pelaksanaan pekerjaan yang baik

26
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

c) Kerusakan atau terganggunya fungsi utilitas umum,


yang ada di lokasi pekerjaan dapat dikelola melalui:
(1) Memindahkan utilitas umum tersebut, sebelum
pekerjaan dimulai
(2) Pelaksanaan pekerjaan secara cermat dan teliti
(3) Memperbaiki kerusakan utilitas umum yang
terjadi
d) Terganggunya kondisi flora dan fauna, karena
penebangan tanaman, dapat dikelola melalui:
(1) Menanam kembali jenis-jenis vegetasi terutama
yang dilindungi di sekitar lokasi pekerjaan.
(2) Pelaksanaan kegiatan yang baik dan cermat,
sehingga tidak merusak kondisi vegetasi di
sekitarnya.
(3) Menyisihkan top soil untuk digunakan menanam
tanaman kembali.
2) Pekerjaan Tanah.
a) Pencemaran udara (debu) dan kebisingan di lokasi
pekerjaan, dapat dikelola dengan cara:
(1) Pengaturan pelaksanaan pekerjaan yang baik.
(2) Penyiraman secara berkala lokasi pekerjaan pada
saat kondisi berdebu.
b) Pencemaran kualitas air, dapat dikelola melalui cara:
(1) Pembuatan tanggul tanah atau drainase
sementara untuk mencegah masuknya aliran air
permukaan dari lokasi pekerjaan langsung ke
badan air.
(2) Tata cara pelaksanaan pekerjaan yang baik.
c) Terganggunya aliran air permukaan dan air tanah,
dapat dikelola melalui:
(1) Pembuatan sistem saluran drainase yang baik
dan memadai untuk mengalirkan aliran air alami.

27
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

(2) Memberikan suplay air bersih kepada penduduk,


bila dampak tersebut di atas sampai mengganggu
air sumur penduduk.
d) Terganggunya stabilitas lereng yang terbentuk, karena
penggalian tanah, dapat dikelola melalui:
(1) Kemiringan lereng yang terbentuk disesuaikan
dengan kondisi dan jenis tanah.
(2) Perkuatan lereng dengan pembuatan tembok
penahan, sistem drainase yang baik, memasang
gembalan rumput dan sebagainya.
(3) Mengalirkan air tanah dengan soil drain sehingga
tidak menyebabkan keruntuhan.
3) Pekerjaan Konstruksi Badan Jalan Dan Lapis Perkerasan.
a) Pencemaran udara (debu) dan kebisingan di lokasi
kegiatan, dapat dikelola dengan cara:
(1) Pengaturan pelaksanaan pekerjaan yang baik.
(2) Penyiraman secara berkala lokasi pekerjaan, saat
kondisi berdebu.
b) Terjadinya gangguan lalu lintas karena pekerjaan
berada atau di sekitar jalan eksisting, dapat dikelola
melalui:
(1) Pengaturan arus lalu lintas.
(2) Pemasangan rambu-rambu lalu lintas.
(3) Pengaturan pekerjaan yang mengutamakan
kelancaran arus lalu lintas dan keselamatan
pemakai jalan.
4) Pembuatan Sistem Drainase Jalan.
a) Terjadinya gangguan lalu lintas karena pekerjaan
berada atau di sekitar jalan eksisting, dapat dikelola
melalui:
(1) Pengaturan arus lalu lintas.
(2) Pemasangan rambu-rambu lalu lintas.
(3) Pengaturan pekerjaan yang mengutamakan
kelancaran lalu lintas dan pemakai jalan.

28
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

5) Pemancangan Tiang Pancang.


a) Terjadinya getaran dan kebisingan di lokasi pekerjaan,
dapat dikelola dengan cara:
(1) Pengaturan pelaksanaan pekerjaan yang baik.
(2) Penggunaan jenis tiang pancang/jenis pondasi
yang tepat dan sesuai kondisi setempat.
b) Terjadinya gangguan lalu lintas karena pekerjaan
berada atau di sekitar jalan eksisting, dapat dikelola
melalui:
(1) Pengaturan arus lalu lintas.
(2) Pemasangan rambu-rambu lalu lintas.
(3) Pengaturan kegiatan termasuk penumpukan tiang
pancang yang mengutamakan kelancaran lalu
lintas dan keselamatan pemakai jalan.
6) Pekerjaan Bangunan Atas Dan Bangunan bawah Jembatan
atau Jalan Layang.
Terjadinya gangguan lalu lintas karena pekerjaan berada
atau di sekitar jaringan jalan eksisting, dapat dikelola
melalui:
(1) Pengaturan arus lalu lintas.
(2) Pemasangan rambu-rambu lalu lintas.
(3) Pengaturan kegiatan yang mengutamakan kelancaran
lalu lintas dan keselamatan pemakai jalan.
7) Pembangunan Bangunan Pelengkap Jalan.
Terjadinya gangguan lalu lintas karena pekerjaan berada
atau di sekitar jalan eksisting, dapat dikelola melalui:
(1) Pengaturan arus lalu lintas.
(2) Pengaturan kegiatan yang mengutamakan kelancaran
lalu lintas dan keselamatan pemakai jalan.
8) Pembuangan Bahan Sisa/Material Buangan.
Dampak yang timbul di lokasi pembuangan (dumping
area) berupa menurunnya estetika lingkungan, dapat
dikelola melalui :

29
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

(1) Pemanfaatan bahan sisa/material buangan oleh


masyarakat seoptimal mungkin.
(2) Pemilihan lokasi dumping area yang tepat, pada areal
yang tidak subur, produktifitasnya rendah dan daerah
cekungan.
9) Penghijauan dan Pertamanan.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan
kenyamanan para pemakai jalan, sehingga mempunyai
dampak yang positif dalam mengurangi pencemaran udara
dan kebisingan, serta menghindari erosi lahan. Untuk
dapat meningkatkan dampak positif tersebut, maka upaya
pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan antara lain:
(1) Penanaman pohon lindung dan tanaman hias,
termasuk tanaman rumput pada media jalan dan bahu
jalan, dengan jenis yang disesuaikan dengan kondisi
geografi jalan, dan tidak mengganggu pemakai jalan,
serta dapat memperindah estetika lingkungan.
(2) Jenis tanaman yang ditanam sebaiknya jenis tanaman
lokal, dan mempunyai ciri khas daerah.

c.2. Lokasi Quarry dan Jalur Transportasi Material.


1) Pengambilan Tanah dan Material Bangunan dari Quarry
dan Borrow Area.
a) Pencemaran udara (debu) dan kebisingan, dapat
dikelola dengan cara:
(1) Pengaturan pelaksanaan pekerjaan yang baik.
(2) Penyiraman secara berkala lokasi pekerjaan pada
saat kondisi berdebu.
b) Terganggunya aliran air permukaan dan air tanah,
dapat dikelola melalui:
(1) Pembuatan sistem saluran drainase yang baik.
dan memadai untuk mengalirkan aliran air alami.

30
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

(2) Memberikan suplay air bersih kepada penduduk,


bila dampak tersebut di atas sampai mengganggu
air sumur penduduk.
c) Terganggunya stabilitas lereng galian, dapat dikelola
melalui:
(1) Kemiringan lereng yang terbentuk disesuaikan
dengan kondisi dan jenis tanah.
(2) Pemasangan drainase lereng yang baik.
d) Perubahan fungsi lahan, dapat dikelola melalui:
(1) Pemilihan lokasi quarry yang tepat (tidak di lahan
subur).
(2) Reklamasi dan pemanfaatan kembali lahan bekas
quarry dan borrow area.
e) Timbulnya erosi dasar sungai yang dapat mengganggu
stabilitas bangunan air, dapat dikelola melalui:
(1) Pemilihan lokasi quarry di sungai yang tepat,
tidak terlalu dekat dengan lokasi bangunan air.
(2) Volume pengambilan quarry disesuaikan dengan
potensi yang ada.
(3) Perkuatan bangunan air yang terganggu
stabilitasnya.
f) Terganggunya kondisi flora, dapat dikelola melalui:
(1) Menanam kembali jenis-jenis vegetasi yang rusak
di sekitar lokasi pekerjaan.
(2) Pelaksanaan pekerjaan yang teliti dan cermat.
2) Pengangkutan Tanah dan Material Bangunan.
a) Pencemaran udara (debu) dan kebisingan dapat
dikelola dengan cara:
(1) Pengaturan pelaksanaan pekerjaan yang baik.
(2) Penyiraman jalur transportasi secara berkala
pada saat berdebu serta pembersihan terhadap
ceceran tanah agar tidak menjadi licin saat hujan.
(3) Membatasi kecepatan kendaraan proyek di jalan
umum.

31
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

(4) Penggunaan truk pengangkut material yang


ditutup terpal dan pencucian ban sebelum keluar
dari quarry.
b) Kerusakan prasarana jalan umum karena kendaraan
proyek melalui jalan umum, dapat dikelola melalui:
(1) Memperbaiki kondisi prasarana jalan yang rusak.
(2) Membatasi tonase truk pengangkut material
sesuai dengan kapasitas jalan.
b) Terjadinya gangguan lalu lintas dan kecelakaan lalu
lintas karena kendaraan proyek melalui jalan umum
dapat dikelola melalui:
(1) Pengaturan arus lalu lintas.
(2) Pemasangan rambu-rambu lalu lintas.
(3) Pelaksanaan pekerjaan yang mengutamakan
kelancaran lalu lintas.

c.3. Lokasi Base Camp dan AMP/Stone Crusher.


Pengoperasian base camp (kantor proyek, bengkel, gudang,
dan barak pekerja) dan AMP/stone crusher.
a) Kecemburuan/keresahan sosial masyarakat di sekitar
lokasi, dapat dikelola dengan cara:
(1) Pemilihan lokasi base camp yang relatif jauh dari
permukiman.
(2) Penyuluhan terhadap tenaga kerja pendatang
mengenai pola hidup masyarakat setempat.
(3) Pemanfaatan sarana dan utilitas proyek agar dapat
digunakan oleh masyarakat setempat.
(4) Sosialisasi kegiatan pada masyarakat.
b) Pencemaran udara (debu) dan kebisingan karena
pengoperasian AMP/stone crusher dapat dikelola dengan
cara:
(1) Pengaturan pelaksanaan pekerjaan yang baik.
(2) Pemagaran lokasi AMP/stone crusher yang rapat.

32
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

c) Pencemaran kualitas air karena pengoperasian base camp


dan AMP dapat dikelola melalui cara:
(1) Mengumpulkan limbah oli/minyak yang dihasilkan dari
pengoperasian base camp dan AMP/stone crusher.
(2) Pembuatan tanggul tanah sementara untuk mencegah
masuknya aliran air permukaan langsung ke badan air.
(3) Tata cara pelaksanaan pengoperasian base camp yang
baik.
d) Kecelakaan lalu lintas akibat kendaraan keluar masuk
basecamp.

4.3.4. Dokumen Terkait.


Dokumen lain yang terkait dan dapat dipakai sebagai acuan dalam
pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan konstruksi fisik,
antara lain:
1) Gambar kerja dan spesifikasi teknis pekerjaan.
2) SOP pengelolaan lingkungan hidup.

4.4. Kegiatan Operasi dan Pemeliharaan.


4.4.1. Pengoperasian dan Pemeliharaan Prasarana Jalan.
Kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan prasarana jalan yang telah
selesai dibangun dan diserahkan oleh Kontraktor kepada Pemberi Tugas
memang bertujuan positif sesuai dengan sasaran yang telah
direncanakan, namun sering terjadi adanya ketidaksesuaian antara
rencana dan kenyataan di lapangan, seperti:
1) Pertumbuhan volume lalu lintas lebih besar dari yang diperkirakan,
sehingga terjadi berbagai masalah seperti kemacetan lalu lintas dan
kerusakan prasarana jalan sebelum waktunya.
2) Terjadinya perubahan peruntukan lahan di luar perkiraan sehingga
meningkatkan bangkitan lalu lintas yang tidak terkendali, dan
meningkatnya air larian, sehingga saluran drainase jalan tidak
mampu menampungnya.
Hal tersebut di atas akan mempercepat timbulnya kerusakan prasarana
jalan, dan untuk menanggulanginya, maka dalam perencanaan

33
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

prasarana jalan seharusnya dipertimbangkan faktor-faktor lain yang


dapat meningkatkan bangkitan lalu lintas, serta mengatur penggunaan
lahan agar tetap sesuai dengan tata ruang dan tata guna lahan yang
telah disepakati.
Disesuaikan dengan jenis prasarana jalan yang telah selesai dibangun,
Pemberi Tugas, dalam hal ini Pemimpin Proyek/Pemimpin Bagian
Proyek harus menyerahkan wewenang pengoperasian prasarana jalan
selanjutnya kepada institusi yang berwenang, seperti Dinas PU/Dinas
Prasarana Wilayah Provinsi atau Kabupaten/Kota, PT. Jasa Marga
(khusus jalan tol), atau operator jalan tol lainnya, yang selanjutnya
akan bertindak selaku Pengelola Kegiatan, termasuk bertanggung
jawab terhadap pengelolaan lingkungan hidup.

4.4.2. Pengelolaan Lingkungan Hidup Kegiatan Pengoperasian Jalan.


Pengelolaan lingkungan hidup dalam kegiatan pengoperasian prasarana
jalan menjadi tanggung jawab Pengelola Kegiatan, disesuaikan dengan
jenis dan besaran dampak yang timbul antara lain:
1) Meningkatnya pencemaran udara dan kebisingan, dapat dikelola
melalui:
a) Pembuatan noise barrier dari tembok atau tanaman yang rapat
pada lokasi-lokasi tertentu di dekat permukiman penduduk.
b) Pemeliharaan lapisan perkerasan jalan agar tetap dalam kondisi
baik.
2) Meningkatnya gangguan atau kemacetan lalu lintas, karena
meningkatnya arus lalu lintas, dapat dikelola melalui:
a) Pemasangan rambu-rambu lalu lintas dan marka jalan pada
lokasi yang tepat.
b) Pemasangan papan-papan peringatan dan lampu penerangan
jalan pada lokasi yang tepat.
c) Pengaturan arus lalu lintas.
d) Penerapan sistem manajemen lalu lintas yang baik.
e) Pembuatan jembatan penyeberangan atau overpass/underpas
pada lokasi yang lalu lintasnya padat.
f) Pembuatan rest area, khususnya pada jalan tol.

34
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

g) Penertiban PKL yang berdagang di badan jalan.


h) Penyuluhan tertib pemanfaatan jalan.
3) Perubahan peruntukan lahan karena aksesibilitas jalan yang lebih
baik, dapat dikelola melalui:
a) Menyusun ketentuan mengenai peruntukan lahan sesuai dengan
tata ruang dan tata guna lahan.
b) M elaku kan law en forcem en t b ag i p elan g g aran keten tu an
tersebut.
4) Terganggunya habitat fauna pada lokasi tertentu dapat dikelola
melalui cara:
a) Membuat rambu-rambu lalu lintas.
b) Membatasi kecepatan kendaraan pada lokasi-lokasi tertentu.
5) Terganggunya mobilitas penduduk yang permukimannya terpotong
oleh prasarana jalan (tol), dapat dikelola melalui pembuatan
jembatan penyeberangan pada lokasi yang tepat.

4.4.3. Pengelolaan Lingkungan Hidup Kegiatan Pemeliharaan Jalan.


Dalam pengoperasian prasarana jalan yang telah selesai dibangun,
secara berkala atau secara rutin perlu dilakukan pekerjaan
pemeliharaan jalan, dampak yang timbul dari kegiatan ini pada
umumnya adalah gangguan atau kemacetan lalu lintas di sekitar lokasi
pekerjaan, dapat dikelola melalui cara:
1) Pengaturan waktu pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan prasarana
jalan yang tepat.
2) Pengaturan arus lalu lintas.
3) Pemasangan rambu-rambu peringatan.

4.4.4. Dokumen Terkait.


Dokumen lain yang terkait dan dapat dipakai sebagai acuan dalam
pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup kegiatan operasi dan
pemeliharaan bidang jalan, antara lain:
1) SOP kegiatan pemeliharaan jalan.
2) Dokumen RTRW Kabupaten/Kota.
3) Dokumen RDTR Wilayah Kabupaten/Kota.

35
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

5. Pembiayaan

5.1. Penyiapan Dokumen Tender.


Pada prinsipnya pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan pada
saat penyiapan dokumen tender, tidak memerlukan biaya khusus, baik untuk
biaya personel, pengadaan data maupun biaya perjalanan, karena hal tersebut
harus sudah tertampung dalam biaya penyiapan dokumen tender proyek
secara keseluruhan.

5.2. Kegiatan Pengadaan Tanah.


Biaya untuk melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup pada kegiatan
pengadaan tanah meliputi komponen biaya personel, biaya perjalanan, biaya
penyuluhan dan sosialisasi kegiatan, biaya rapat untuk melakukan
musyawarah, biaya kompensasi dan biaya pemukiman kembali.
a. Biaya Personel.
Komponen biaya personel mencakup honorarium petugas pelaksana
penyuluhan dan sosialisasi kegiatan, musyawarah dengan masyarakat,
serta petugas lain yang terkait dengan pelaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup pada kegiatan pengadaan tanah.
Perkiraan besarnya biaya personel didasarkan atas:
1) Jumlah petugas penyuluhan dan sosialisasi kegiatan.
2) 2) Frekwensi kegiatan penyuluhan, sosialisasi dan kegiatan musyawarah.
3) Harga satuan yang berlaku.

b. Biaya Perjalanan.
Komponen biaya perjalanan bagi petugas yang terlibat dalam kegiatan
pengadaan tanah mencakup biaya perjalanan untuk berkonsultasi dan
berkoordinasi dengan instansi terkait, untuk melakukan penyuluhan dan
sosialisasi kegiatan serta musyawarah dengan masyarakat di lokasi
kegiatan.
Perkiraan besarnya biaya perjalanan didasarkan atas:
1) Tujuan dan frekwensi perjalanan.
2) Lamanya perjalanan yang dilakukan.
3) Jenis transportasi yang dipakai.

36
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

4) Harga satuan untuk jenis transportasi dan per diem allowance.

c. Biaya Penyuluhan dan Sosialisasi.


Komponen biaya penyuluhan dan sosialisasi yang terkait dengan kegiatan
pengadaan tanah, mencakup biaya pelaksanaan kegiatan, pembuatan
dan pengadaan materi penyuluhan/sosialisasi, serta biaya administrasi
lainnya.
Perkiraan besarnya biaya penyuluhan dan sosialisasi didasarkan atas :
1) Jumlah dan frekwensi kegiatan penyuluhan dan sosialisasi.
2) Jumlah peserta kegiatan.

d. Biaya Musyawarah
Komponen biaya musyawarah dengan masyarakat mencakup biaya rapat,
khususnya untuk mendapatkan kesepakatan tentang jenis dan besaran
nilai ganti rugi tanah, bangunan dan tanaman.
Perkiraan besarnya biaya musyawarah dengan masyarakat didasarkan
atas:
1) Jumlah dan frekwensi rapat/musyawarah.
2) Jumlah peserta rapat.

e. Biaya Kompensasi dan Pemukiman Kembali


Komponen biaya kompensasi dan pemukiman kembali penduduk dalam
kegiatan pengadaan tanah mencakup jenis dan jumlah kompensasi yang
diberikan kepada masyarakat terkena dampak, lokasi dan sistem
pemukiman kembali penduduk sesuai dengan hasil musyawarah, serta
honorarium untuk panitia pengadaan tanah.

5.3. Pelaksanaan Konstruksi Fisik


Biaya untuk melakukan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan
konstruksi fisik meliputi biaya personel, biaya menangani dampak yang timbul,
biaya perjalanan, biaya pengukuran dan analisis laboratorium, biaya koordinasi
dan konsultasi dengan instansi terkait serta biaya untuk pembuatan laporan.

37
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

a. Biaya Personel.
Komponen biaya personel mencakup gaji upah dan honorarium tenaga
ahli dan petugas yang melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup.
Jumlah tenaga ahli dan petugas yang terlibat dalam pelaksanaan
pengelolaan lingkungan hidup ditentukan oleh jenis dan besaran dampak
yang dikelola, serta metode pengelolaan lingkungan hidup yang
dipergunakan. Termasuk dalam biaya ini adalah biaya untuk melakukan
survai dan pengamatan kondisi sosial masyarakat.
Perkiraan besarnya biaya personel didasarkan atas:
1) Jumlah, jenis dan kualifikasi tenaga ahli yang dipakai.
2) Waktu pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup.
3) Harga satuan upah (billing rate).

b. Biaya Perjalanan.
Komponen biaya perjalanan bagi tenaga ahli dan petugas mencakup
biaya untuk melakukan survai dan pengamatan kondisi lingkungan hidup
yang dikelola, dan melakukan konsultasi dan koordinasi dengan instansi
terkait di lokasi kegiatan.
Perkiraan besarnya biaya perjalanan, didasarkan atas:
1) Tujuan dan frekwensi perjalanan.
2) Lamanya perjalanan untuk setiap kegiatan.
3) Jenis transportasi yang dipakai.
4) Harga satuan, baik jenis transportasi maupun perdiem allowance.

c. Biaya Penanganan Dampak.


Komponen biaya penanganan dampak ditentukan oleh jenis dampak yang
ditangani dan metode penanganannya, meliputi pemasangan
bangunan/struktur pengendali dampak, perbaikan prasarana umum atau
kondisi lingkungan hidup yang rusak, serta pengadaan bahan dan
peralatan untuk mengendalikan dampak termasuk pengoperasiannya.

d. Biaya Pengukuran dan Analisis Laboratorium.


Komponen biaya pengukuran dan analisis laboratorium untuk mengetahui
kualitas lingkungan hidup yang terkena dampak, antara lain:

38
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

1) Pengukuran dan analisis kualitas air.


2) Pengukuran dan analisis kualitas udara dan kebisingan.
3) Pengukuran dan analisis biota air.
Perkiraan besarnya biaya pengukuran dan analisis laboratorium
ditentukan oleh:
1) Jumlah dan jenis sample yang diukur dan dianalisis.
2) Lokasi kegiatan.
3) Harga satuan analisis sampel.

e. Biaya Konsultasi dan Koordinasi.


Komponen biaya konsultasi dan koordinasi dengan instansi terkait dalam
rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan,
mencakup biaya rapat konsultasi, honorarium pakar yang diundang, dan
sebagainya.

f. Biaya Penyusunan Laporan


Komponen biaya penyusunan laporan pengelolaan lingkungan hidup
bidang jalan meliputi biaya penggandaan, penjilidan, dan penyampaian
laporan kepada para pihak yang terkait.

5.4. Kegiatan Operasi dan Pemeliharaan.


Pada prinsipnya komponen biaya untuk melaksanakan pengelolaan lingkungan
hidup bidang jalan dalam kegiatan operasi dan pemeliharaan, yang meliputi
biaya personel, biaya perjalanan, biaya untuk menangani dampak, biaya
pengukuran dan analisis laboratorium, biaya konsultasi dan koordinasi, serta
biaya penyusunan laporan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan, sama
dengan komponen biaya untuk melakukan pengelolaan lingkungan hidup
bidang jalan pada pelaksanaan konstruksi fisik.
Hal yang membedakan adalah sifat dampak yang timbul pada umumnya
menerus dan berkesinambungan, sehingga pelaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup juga harus dilakukan secara kontinu dan berkesinambungan,
dan mempergunakan anggaran rutin.

39
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

5.5. Pengajuan Usulan Biaya.


Mengingat kegiatan pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dengan pelaksanaan pembangunan prasarana jalan, maka
pengajuan usulan biaya pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup, harus
mengikuti tata cara pengajuan usulan biaya pembangunan prasarana jalan
yang baku, seperti melalui proses penyusunan DUP, DIP dan sebagainya.
Dalam mengajukan usulan biaya untuk melaksanakan pengelolaan lingkungan
hidup bidang jalan, perlu diperhatikan apakah pelaksanaannya dilakukan oleh
pihak ketiga atau secara swakelola, karena sistem ini dapat mempengaruhi
sistem administrasi keuangannya.
Pada prinsipnya pengelolaan lingkungan hidup untuk kegiatan pengadaan
tanah dan pelaksanaan konstruksi fisik, masing-masing harus diintegrasikan
atau disisipkan dalam biaya pengadaan tanah dan pelaksanaan konstruksi fisik.
Sedangkan biaya pengelolaan lingkungan hidup untuk kegiatan operasi dan
pemeliharaan diintegrasikan dalam biaya rutin pengoperasian dan
pemeliharaan prasarana jalan.

6. Koordinasi Pelaksanaan

6.1. Penyelenggaraan Pembangunan Prasarana Jalan.


Penyelenggaraan proyek pembangunan prasarana jalan pada umumnya
dilaksanakan oleh beberapa unit kerja pada berbagai tingkat organisasi
pemerintahan, baik tingkat pusat, propinsi maupun tingkat kabupaten/kota.
Untuk mencapai sasaran pengelolaan lingkungan hidup yang efektif dan
efisien, maka dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan
diperlukan adanya koordinasi yang baik antar instansi yang terkait di bidang
pembangunan prasarana jalan, baik vertikal maupun horizontal.
Pemeran utama pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan,
antara lain:
a. Pemrakarsa atau Pengelola Kegiatan.
Pemrakarsa atau Pengelola Kegiatan adalah instansi pelaksana atau
penyelenggara pembangunan prasarana jalan, sehingga ia mempunyai
tanggung jawab pula dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup
bidang jalan.

40
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Sesuai dengan jenis dan sifat proyek prasarana jalan, maka Pemrakarsa
atau Pengelola Kegiatan pembangunan prasarana jalan pada umumnya
dapat berupa :
1) Para Pemimpin proyek atau Pemimpin Bagian Proyek pembangunan
prasarana jalan, baik di tingkat pemerintah pusat, provinsi atau
kota/kabupaten.
2) P ara P em im p in P roject M an ag em en t U n it P M U atau P roject
Im p lem en tation U n it PIU bidang jalan di tingkat pemerintah pusat,
propinsi atau kota/kabupaten.
3) Dinas PU atau Dinas Prasarana Wilayah di tingkat pemerintah provinsi
atau kota/kabupaten.
Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan oleh Pemrakarsa
atau Pengelola Kegiatan, antara lain meliputi:
1) Memasukan pertimbangan pengelolaan lingkungan hidup dalam
mempersiapkan dokumen tender, baik pada gambar kerja maupun
pada spesifikasi teknis pekerjaan.
2) Melakukan penyuluhan, sosialisasi kegiatan dan musyawarah dengan
masyarakat terkena dampak.
3) Melakukan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup untuk menangani
dampak-dampak yang timbul, baik pada kegiatan pengadaan tanah,
pelaksanaan konstruksi fisik, maupun pada kegiatan operasi dan
pemeliharaan.

b. Bappeda.
Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) merupakan instansi
yang mempunyai peranan penting dalam melaksanakan pembinaan dan
koordinasi penyelenggaraan pembangunan prasarana jalan di daerah
yang dilakukan oleh Pemrakarsa atau Pengelola Kegiatan.
Termasuk dalam kelompok Bappeda adalah instansi yang mempunyai
tugas pokok dan fungsi seperti tersebut diatas, antara lain BP2D.
Tugas pembinaan dan koordinasi penyelenggaraan pembangunan
prasarana jalan oleh Bappeda, baik Bappeda tingkat propinsi maupun
Bappeda kabupaten/kota, meliputi:
1) Melakukan koordinasi perencanaan pembangunan antar sektor.

41
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

2) Melakukan koordinasi penataan ruang wilayah propinsi,


kabupaten/kota.
3) Melakukan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah propinsi,
kabupaten/kota.
4) Menjabarkan norma, standar, pedoman dan manual (NSPM) yang
terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ke dalam
peraturan perundangan daerah.
5) Menjabarkan NSPM secara lebih spesifik sesuai kebutuhan daerah.
6) Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan untuk penerapan NSPM
tersebut diatas.
7) Melakukan evaluasi terhadap kinerja penerapan NSPM yang
dihasilkan.

c. Bapedalda.
Bapedalda (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah) merupakan
instansi yang berperan dalam melakukan pembinaan dan pengendalian
terhadap pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup di daerah.
Termasuk dalam kelompok Bapedalda adalah instansi yang mempunyai
tugas pokok dan fungsi seperti tersebut diatas, antara lain :
1) Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Daerah (Bapedalda)
propinsi, kabupaten/kota.
2) Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (Bapelda/BPLHD).
3) Dinas/Kantor Lingkungan Hidup Daerah.
Tugas pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup bidang jalan, antara lain:
1) Memberi masukan tentang tata cara pengelolaan lingkungan hidup
bidang jalan serta referensi yang diperlukan.
2) Memantau pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan.

d. Masyarakat
Masyarakat, baik perorangan maupun kelompok/organisasi masyarakat
yang berkepentingan dengan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup,
serta organisasi yang terkait dengan pelestarian lingkungan hidup,

42
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

pengendalian kerusakan lingkungan hidup atau pencemaran lingkungan


hidup.
Termasuk dalam kelompok masyarakat ini adalah masyarakat yang
terkena dampak kegiatan, lembaga swadaya masyarakat, tokoh dan
pemuka masyarakat, serta masyarakat pemerhati lingkungan.
Peran masyarakat dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup
bidang jalan ini, antara lain:
1) Memberi masukan, tanggapan dan koreksi terhadap rencana kegiatan
pembangunan prasarana jalan.
2) Memberikan masukan dan tanggapan terhadap rencana pengelolaan
lingkungan hidup bidang jalan.
3) Mengawasi pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan
dalam upaya mengendalikan dampak lingkungan yang timbul.
4) Berpartisipasi dalam pengendalian lingkungan termasuk sosial
ekonomi budaya.

e. Instansi Terkait.
Instansi terkait lainnya, dalam hal ini merupakan instansi atau para pihak
selain dari keempat kelompok tersebut di atas, yang mempunyai peran
penting dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan,
seperti:
1) Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau Dinas/Kantor Pertanahan
Daerah tingkat propinsi, kabupaten/kota, dalam kaitannya dengan
kegiatan pengadaan tanah.
5) Dinas Kehutanan Daerah tingkat propinsi, kabupaten/kota, dalam
kaitannya dengan pembangunan prasarana jalan yang melewati atau
berbatasan dengan kawasan hutan.
6) Dinas Perhubungan Daerah tingkat propinsi, kabupaten/kota, dalam
kaitannya dengan permasalahan transportasi dalam pembangunan
prasarana jalan.
Peran instansi terkait tersebut dalam pelaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup bidang jalan antara lain:
1) Memberikan masukan dan tanggapan terhadap rencana kegiatan dan
rencana pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan.

43
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

2) Berperanserta secara aktif dalam melaksanakan pengelolaan


lingkungan hidup bidang jalan, sesuai dengan tugas pokok,
wewenang dan fungsinya.

f. Bagan Alur Koordinasi Pelaksanaan.


Rumusan tugas instansi terkait tersebut di atas dalam rangka koordinasi
pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan, dapat
digambarkan dalam bentuk bagan alir, seperti tercantum dalam Lampiran
6.1, 6.2, dan 6.3. dimana:
1) Lampiran 6.1 : Koordinasi pelaksanaan kegiatan pengadaan tanah.
2) Lampiran6.2 : Koordinasi pelaksanaan konstruksi fisik.
3) Lampiran 6.3 : Koordinasi pelaksanaan kegiatan operasi dan
pemeliharaan.

6.2. Penanganan Masyarakat Terasing/Adat.


a. Pelaksanaan Koordinasi.
Pelaksanaan penanganan masyarakat terasing/adat bertujuan untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang berhubungan dengan aspek-aspek
sosial budaya masyarakat, dengan sasaran tercapainya program
penanganan masyarakat terasing sedemikian rupa, sehingga
pembangunan prasarana jalan di daerah tersebut mendapat dukungan
serta dapat bermanfaat bagi masyarakat setempat.
Kegiatan ini dilakukan setelah perencanaan teknis selesai dan dokumen
LARAP telah disetujui sebagai dokumen kegiatan pengadaan lahan dan
pemukiman kembali penduduk (bila ada).
Langkah penanganan masyarakat terasing/adat dan peran masing-
masing para pelaku adalah sebagai berikut:
1) Pemrakarsa atau Pengelola Kegiatan.
a) Membuat jadwal rencana tindak penanganan masyarakat
terasing/adat yang dijabarkan dari dokumen perencanaan
penanganan masyarakat terasing.
b) Melaksanakan program penanganan masyarakat terasing, yang
mencakup kompensasi tanah, bangunan dan tanaman, perbaikan
permukiman tradisional dan sebagainya.

44
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

c) Membuat laporan pelaksanaan penanganan masyarakat terasing,


sebagai acuan untuk kegiatan monitoring.

2) Bapedalda.
Melakukan monitoring pelaksanaan penanganan masyarakat terasing,
terutama kesesuaiannya dengan kesepakatan dan jadwal kegiatan.
Pelaksanaan monitoring tersebut dapat bersifat aktif dengan
melakukan pengamatan lapangan, atau bersifat pasif dengan
menerima laporan dari pemrakarsa.

3) Bappeda.
Melakukan monitoring dan koordinasi pelaksanaan penanganan
masyarakat terasing/adat, terutama kesesuaiannya dengan
kesepakatan dan jadwal pelaksanaan.
Pelaksanaan monitoring tersebut dapat bersifat aktif ataupun bersifat
pasif.

4) Masyarakat.
Bersama-sama dengan LSM dan/atau lembaga adat, dapat
berpartisipasi dalam pelaksanaan penanganan masyarakat terasing.

5) Instansi Terkait.
Membantu sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya, seperti
misalnya Dinas Sosial membantu dalam hal kegiatan pendampingan
mengenai aspek-aspek sosial budaya.

b. Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial Ekonomi.


Rehabilitasi sosial ekonomi masyarakat terasing/adat bertujuan untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat, agar tidak terpengaruh
dan atau terganggu oleh masyarakat pendatang.
Kegiatan ini dilakukan setelah kontraktor pelaksana ditunjuk, dan
bersama Pengelola Kegiatan telah menyiapkan rencana detail
pelaksanaan konstruksi.
Langkah-langkah kegiatan rehabilitasi sosial ekonomi masyarakat
terasing/adat dan peran masing-masing para pelaku adalah sebagai
berikut:

45
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

1) Pemrakarsa atau Pengelola Kegiatan.


a) Mempelajari rencana rehabilitasi sosial ekonomi, yang terdapat
dalam dokumen penanganan masyarakat terasing/adat.
b) Melakukan konsultasi dan persiapan kegiatan rehabilitasi sosial
ekonomi masyarakat. Ruang lingkup konsultasi tersebut
mencakup hal-hal yang berhubungan dengan penyuluhan kepada
pekerja proyek tentang hal-hal yang tabu di lokasi tersebut, dan
upacara adat yang harus dihormati.
c) Melaksanakan program rehabilitasi sesuai dengan pedoman dan
petunjuk teknis yang ada, dan dengan mempertimbangkan
masukan dari Bappeda, Bapedalda, Masyarakat dan Instansi
terkait lainnya.
d) Membuat laporan pelaksanaan program rehabilitasi sosial ekonomi
masyarakat terasing, dengan mempertimbangkan hasil-hasil
monitoring dan koordinasi yang dilakukan oleh Bappeda dan
Bapedalda.

2) Bapedalda.
a) Memberi masukan tentang hasil monitoring dan indikator
keberhasilan program rehabilitasi sosial ekonomi masyarakat
terasing yang efektif
b) Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program sesuai
dengan pedoman dan petunjuk teknis yang ada.

3) Bappeda.
a) Memberi masukan tentang program sejenis dari instansi lain yang
dapat dikoordinasikan pelaksanaannya
b) Membantu dalam hal koordinasi dengan instansi terkait, apabila
ada program sejenis sehingga dapat disinergikan. Koordinasi
pelaksanaan tersebut dilakukan sesuai dengan pedoman dan
petunjuk teknis yang ada.

4) Masyarakat.
a) Melaksanakan rehabilitasi sosial ekonomi, dan memberi masukan
tentang kesulitan yang mungkin dihadapi pada pasca penanganan
masyarakat terasing.

46
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

b) Menerima dan melaksanakan program rehabilitasi sosial ekonomi


masyarakat terasing/adat, sesuai dengan hasil musyawarah.

5) Instansi Terkait.
Membantu sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya, seperti Dinas
Sosial memberi masukan tentang alternatif pola rehabilitasi
masyarakat terasing serta membantu menjadi pengawas lapangan.

7. Dokumentasi dan Pelaporan

7.1. Penyiapan Dokumen Tender.


Pada prinsipnya dokumen tender yang disiapkan oleh Pemrakarsa atau
Pengelola Kegiatan harus sudah mencantumkan ketentuan yang jelas dan rinci
tentang pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan oleh kontraktor
pelaksana, sesuai dengan hasil RKL/RPL atau UKL/UPL.
Ketentuan tersebut harus menyatakan perintah atau instruksi apa yang harus
dilakukan oleh kontraktor pelaksana dengan rumusan yang jelas agar tidak
terjadi salah pengertian dan terdokumentasi dengan baik.

7.2. Kegiatan Pengadaan Tanah.


Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup dalam kegiatan pengadaan tanah
harus terdokumentasi dengan tertib dan teratur, sehingga mudah ditelusuri,
apabila ada permasalahan di kemudian hari.
Dokumen pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup untuk kegiatan
pengadaan tanah ini antara lain meliputi:
1) Berita acara kegiatan penyuluhan dan sosialisasi kegiatan kepada
masyarakat, dilengkapi dengan materi penyuluhan dan sosialisasi, daftar
hadir dan kesimpulan hasil kegiatan penyuluhan dan sosialisasi kegiatan.
2) Berita acara kegiatan musyawarah dengan masyarakat dalam
menentukan besarnya nilai ganti rugi/kompensasi kepada masyarakat
terkena dampak, dilengkapi dengan hasil kesepakatan dan daftar peserta
rapat.

47
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

7.3. Pelaksanaan Konstruksi Fisik serta Kegiatan Operasi dan


Pemeliharaan.
Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan konstruksi fisik
dan kegiatan operasi dan pemeliharaan harus terdokumentasi dengan baik,
tertib dan teratur, sehingga mudah ditelusuri kembali, bila terjadi
permasalahan di kemudian hari.
Dokumen pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup ini antara lain meliputi:
1) Laporan pengendalian pencemaran air, dan atau pengendalian
pencemaran udara, dilengkapi dengan tata cara pengendalian dan data-
data kualitas air dan atau kualitas udara.
2) Laporan pengendalian kerusakan lingkungan hidup, dilengkapi dengan
tata cara pengendalian kerusakan lingkungan hidup, dan foto
dokumentasi/visual mengenai kondisi lingkungan hidup tersebut.
3) Laporan penanganan masalah atau aspek-aspek sosial ekonomi budaya
masyarakat, dilengkapi dengan upaya pendekatan, tata cara penanganan
dan hasil yang dicapai.
4) Laporan pelaksanaan koordinasi dan konsultasi dengan instansi terkait
dan masyarakat, dilengkapi dengan masalah lingkungan hidup yang
dibahas, kesepakatan yang dicapai dan tindak turun tangan.

48
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

PENUTUP

1. Seperti telah dikemukakan pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup


bidang jalan ini merupakan satu dari berbagai pedoman pengelolaan lingkungan
hidup bidang jalan, yang memberikan petunjuk, arahan dan penjelasan kepada
para pihak terkait mengenai pertimbangan aspek-aspek pengelolaan lingkungan
hidup dalam penyelenggaraan pembangunan prasarana jalan, khususnya dalam
penyiapan dokumen tender, kegiatan pengadaan tanah, pelaksanaan konstruksi
fisik serta kegiatan operasi dan pemeliharaan.

2. Pertimbangan aspek-aspek pengelolaan lingkungan hidup tersebut mencakup


identifikasi komponen kegiatan pembangunan prasarana jalan yang berpotensi
menimbulkan dampak, identifikasi dampak lingkungan yang timbul, serta upaya
penanganannya dengan mempergunakan pendekatan preventif, kuratif dan
kompensatif, berupa tindakan pencegahan atau menghindari timbulnya dampak,
mengurangi atau memperkecil besaran dampak yang timbul, serta
menanggulangi atau mengendalikan dampak-dampak yang masih terjadi.

3. Dalam upaya mewujudkan pembangunan prasarana jalan yang berwawasan


lingkungan dan berkelanjutan, maka pedoman pelaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup bidang jalan ini harus dipergunakan secara konsekwen
bersama-sama dengan berbagai pedoman pengelolaan lingkungan hidup bidang
jalan lainnya.

4. Agar sasaran dari pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang


jalan ini sesuai dengan yang diharapkan, maka implementasinya harus
terintegrasi sepenuhnya dalam manajemen pelaksanaan proyek. Untuk itu
koordinasi antar instansi atau para pihak yang terkait, mutlak diperlukan dan
peran Pemrakarsa atau Pengelola Kegiatan dalam menginisiasi pelaksanaan
koordinasi sangat menentukan keberhasilan koordinasi.

49
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

5. Pencapaian sasaran dari pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup ini


sangat ditunjang oleh kesiapan pembiayaan yang diperlukan, sistem
dokumentasi dan pelaporan yang baik, tertib dan teratur, serta yang lebih utama
adalah tersedianya sumber daya manusia dengan kapasitas dan kapabilitas yang
memadai dan mempunyai kesadaran terhadap terwujudnya penyelenggaraan
pembangunan prasarana jalan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan
hidup.

50
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Penerapan Aspek-aspek Pengelolaan Lingkungan Hidup Pada Setiap


Tahapan Proyek Prasarana Jalan

Penyaringan AMDAL berdasarkan


Evaluasi kinerja pengelolaan faktor dampak penting dan lokasi/
lingkungan dan masukan koridor jalan (ref. Kep.Bapedal-
kebijakan peningkatan kinerja 056/1994)
PERENCANAAN
masa datang
UMUM

Pelingkupan isu isu


EVALUASI lingkungan yang perlu PRA STUDI
PASCA dikaji lebih detail dalam KELAYAKAN
PROYEK ANDAL atau kajian
lingkungan

Tata cara implementasi Analisis besaran dan


mitigasi dampak, pentingnya isu isu
monitoring dan evaluasi lingkungan serta biaya
dampak lingkungan lingkungan dalam studi STUDI
OPERASI DAN
selama masa O & P kelayakan KELAYAKAN
PEMELIHARAAN
(O&P)

Rumusan kriteria dan


spesifikasi serta tata
DETAIL
PELAKSANAAN cara pengadaan lahan
DISAIN
KONSTRUKSI maupun pelaksanaan
konstruksi

Aplikasi spesifikasi bahan, alat


konstruksi dan tata cara PENGADAAN TANAH Implementasi tata cara
pelaksanaan konstruksi serta DAN PEMUKIMAN pengadaan tanah,
pengawasan termasuk mitigasi KEMBALI PENDUDUK pemberian kompensasi,
dampak lingkungan selama pematangan lahan untuk
masa konstruksi konstruksi

1
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Ketentuan Tentang Kewajiban Penyusunan Pedoman Pengelolaan


Lingkungan Hidup Bidang Jalan

No. Peraturan Perundangan Uraian

A Undang-undang No. 23
tahun 1997, tentang
Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
1. Pasal 9, ayat (2) Pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan oleh
instansi pemerintah sesuai dengan bidang tugas
dan tanggung jawab masing-masing, masyarakat
serta pelaku pembangunan lain.

2. Pasal 13, ayat (1) Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan


lingkungan hidup, Pemerintah dapat
menyerahkan sebagian urusan kepada
Pemerintah Daerah, menjadi urusan rumah
tangganya.
B Peraturan Pemerintah No.
27 tahun 1999, tentang
Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup.
1. Pasal 28, ayat (2) Instansi yang membidangi usaha dan atau
kegiatan melakukan pembinaan teknis
pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup, yang menjadi bagian dari ijin.

2. Pasal 38, ayat (3) Biaya pembinaan pelaksanaan rencana


pengelolaan lingkungan hidup dan rencana
pemantauan lingkungan hidup, dibebankan pada
anggaran instansi yang membidangi usaha dan
atau kegiatan yang bersangkutan

2
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Pencantuman Aspek Aspek Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang


Jalan Pada Dokumen Tender

No. Dokumen Tender Standar (LCB) Usulan Penambahan Ketentuan

1 Bab III: Syarat syarat Kontrak


A. Umum
1. Definisi Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya
penanganan dampak terhadap lingkungan
hidup yang timbul, akibat pelaksanaan
pekerjaan.
Pemantauan lingkungan hidup adalah upaya
memantau komponen lingkungan hidup yang
terkena dampak, akibat pelaksanaan
pekerjaan.

19. Keselamatan 19.1 Keselamatan dan penanganan dampak.


Kontraktor bertanggung jawab terhadap
kegiatan penanganan dampak
lingkungan hidup yang timbul, akibat
pelaksanaan pekerjaan.
Bila dalam pelaksanaan pekerjaan secara
tidak sengaja ditemukan benda cagar
budaya, kontraktor wajib
menginformasikan hal tersebut kepada
instansi yang berwenang untuk proses
tindak lanjut.

2 Bab V: Spesifikasi Masing-masing komponen pekerjaan yang


dikemukakan pada Bab Spesifikasi,
dicantumkan tata cara pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup.

3 Bab VI: Daftar Kuantitas Untuk masing-masing komponen pekerjaan,


dicantumkan klausul kegiatan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup dan biaya yang
diperlukan (bila ada).

4. Bab VII Gambar Gambar Gambar kerja untuk menangani dampak yang
timbul.

3
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Kriteria Kompensasi Penggantian Tanah dan Bangunan

Besarnya
No. Kategori Kepemilikan Keterangan
Penggantian
1 Hak Milik 100% Apabila disertai bukti sertifikat
90% Apabila tanpa disertai sertifikat
2 Hak Guna Usaha 80% Jika haknya masih berlaku dan
terkelola dengan baik
60% Jika telah kadaluarsa tetapi masih
terkelola dengan baik
3 Hak Guna Bangunan 80% Jika haknya masih berlaku
60% Jika haknya kadaluarsa, tetapi tanah
masih digunakan oleh pemegang hak.
4 Hak Pakai 100% Jika masa berlakunya tidak terbatas
dan tanah masih digunakan.
70% Jika hak pakai sampai 10 tahun.
50% Jika haknya telah kadaluarsa, tetapi
masih digunakan oleh pemegangnya.
5 Wakaf 100% Dengan ketentuan bahwa kompensasi
diberikan dalam bentuk tanah,
bangunan, dan prasarana umum.
Sumber: Permenneg Agraria / Ka BPN No. 1 tahun 1994

4
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Pedoman Pelaksanaan Partisipasi Dan Konsultasi Masyarakat


Dalam Kegiatan Pengadaan Tanah
Langkah langkah Proses Target Institusi Yang
No. Implementasi Keterangan
Konsultasi Publik Populasi Terlibat
1 Penyuluhan Rencana Proyek Warga desa Pimpro/ Pimbagpro, Pihak Proyek Tujuan untuk
Jalan yang akan LKMD, PMD, Camat / menjelaskan menginformasikan
terkena dampak Lurah, BPN Kota/Kab mengenai proyek tsb kepada warga
dan dampaknya desa mengenai
dalam suatu rencana proyek
pertemuan dengan jalan. Warga diberi
seluruh warga desa. kesempatan untuk
mengajukan
pertanyaan
2 Sensus Garis Batas Penduduk yang Peneliti Survey; Peneliti mengadakan Tujuan untuk
potensial Lurah; LKMD suatu survey lengkap menentukkan
terkena dampak yang mencakup siapa yang akan
(langsung dan seluruh penduduk terkena dampak
tidak langsung) yang langsung atau dan memenuhi
tidak langsung akan syarat untuk
terkena dampak. mendapatkan
kompensasi / ganti
rugi.
3 Survei Sosial Ekonomi Sampel Peneliti Survey; Peneliti melakukan Tujuan untuk
masyarakat Lurah; LKMD suatu survey dengan memilih wakil
yang potensial sample secara sample peduduk
terkena dampak bertingkat, penduduk yang akan terkena
kelurahan/desa yang dampak untuk
terkena dampak. diwawancarai
mengenai kondisi
sosial ekonomi
mereka.
4 Konsultasi Publik Warga desa Pimpro dan Warga desa Tujuan untuk
(Musyawarah) mengenai yang terkena Pimbagpro; Panitia berkumpul di balai mendiskusikan
rencana proyek jalan rencana proyek Pembebasan Tanah: desa bersama aparat rencana proyek
jalan. Lurah; PMD; Camat; desa untuk jalan dengan
LKMD. membahas rencana warga desa/
proyek jalan. elurahan. Warga
desa dapat
bertanya dan
memberi opini
mengenai proyek
dan hasilnya

5
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

secara tertulis
ditanda tangani
oleh aparat desa.
5 Inventarisasi Modal / Asset Warga desa Panitia Pembebasan Semua modal/asset Panitia
penduduk yang terkena yang terkena Tanah: Lurah; yang terkena Pembebasan
dampak. rencana proyek Camat. dampak. Tanah akan
jalan menghitung
asset/modal setiap
penduduk yang
terkena dampak.
6 Pengumuman hasil - Panitia Pembebasan Hasilnya Masyarakat diberi
inventarisasi Tanah. diposkan/dipasang di waktu selama satu
kantor desa bulan untuk
menyatakan
keberatan
terhadap hasil
inventarisasi
tersebut.
7 Musyawarah dan mufakat Warga desa Panitia Pembebasan Semua modal/asset Tujuannya untuk
mengenai Inventarisasi yang terkena Tanah: Lurah; yang tekena dampak. bernegosiasi
dampak. Camat. dengan pihak yang
merasa bahwa
penghitungan
asset/modal
mereka tidak
akurat sehingga
dapat dilakukan
perhitungan
kembali.
8 Musyawarah dan mufakat Warga desa Pimpro/ Pimbagpro, Musyawarah ini Musyawarah ini
mengenai ganti rugi yang terkena Panitia Pembebasan dapat terjadi merupakan tahap
dampak. Tanah; BPN Propinsi; beberapa kali yang paling
Camat / Lurah; sebelum mencapai penting dan akan
LKMD; NGO. kesepakatan dan menentukan
dilakukan dibalai sukses atau
desa. gagalnya proyek.
Ganti rugi harus
disetujui oleh pihak
yang terkena
dampak.
9 Musyawarah dan mufakat Penduduk yang Pimpro/ Pimbagpro; Musyawarah ini Tujuannya untuk
mengenai rencana tergusur dan Camat / Lurah; mungkin muncul mengungkapkan
permukiman kembali. anggota LKMD. selama diskusi dan pendapat
masyarakat kesepakatan ganti penduduk yang
lainnya. rugi atau dapat pula tergusur mengenai
berjalan paralel. rencana
permukiman
kembali. Dalam

6
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

musyawarah ini
akan dibicarakan
beberapa pilihan
lokasi permukiman
kembali.
10 Musyawarah dan mufakat Penduduk yang Pimbagpro; Lurah/ Pimbagpro bersama Tujuannya untuk
mengenai kualitas permukiman tergusur dan Kepala Desa. wakil dari penduduk menunjukkan
kembali berserta fasilitasnya. yang telah yang tergusur kepada penduduk
menseleksi mengunjungi lokasi yang tergusur
lokasi permukiman kembali. bahwa lokasi yang
permukiman. dimaksud layak
untuk ditempati,
telah memiliki
fasilitas yang
dijanjikan dan
merupakan pilihan
yang terbaik.
11. Jika tidak terjadi kesepakatan - Panitia Gubernur membuat -
mengenai ganti rugi. memberitahukan keputusan
masalahnya kepada menyetujui / menolak
Gubernur. proyek.
12 Pertemuan masyarakat Masyarakat Camat atau Warga yang terkena Jika paket ganti
mengenai pembayaran ganti penerima ganti Pimbagpro dampak dipanggil rugi termasuk
rugi. kerugian. memimpin untuk diberi ganti rugi untuk permukiman
pertemuan. oleh petugas Bank kembali, maka
berupa uang kontan warga yang
atau tabungan di tergusur akan
Bank. Untuk Proyek mendapat ganti
Jalan ganti rugi rugi dalam bentuk
biasanya dalam lain, misalnya
bentuk uang kontan. kavling, rumah di
lokasi permukiman
kembali.

7
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Jenis Dampak / Kerugian Akibat Kegiatan Pengadaan Tanah


No. Jenis Komponen / Aset Jenis Dampak/Kerugian
1 Lahan / Tanah Kehilangan lahan pertanian.
Kehilangan lahan pekarangan tempat usaha/bisnis.
Kehilangan lahan pekarangan perumahan.
Kehilangan lahan aksesibilitas lokal.
2 Bangunan Kehilangan rumah atau tempat tinggal termasuk fasilitas
pendukungnya (sambungan listrik, air PDAM, telepon, dll)
Kehilangan bangunan tempat usaha/bisnis dan fasilitas
pendukungnya.
Pemindahan lahan lokasi komersial yang disewa atau
ditempati.
Kehilangan bangunan fisik lainnya (gudang, bangsal,
bangunan MCK, dll).
3 Matapencaharian dan Kehilangan pendapatan dari usaha / bisnis yang terkena
pendapatan dampak.
Kehilangan pendapatan dari sewa atau bagi hasil.
Kehilangan pendapatan dari tanaman/pohon.
Kehilangan pendapatan dari upah/gaji.
Kehilangan akses ke tempat kerja.
4 Fasilitas Umum dan Cagar Terganggunya kegiatan pendidikan, pasar, pelayanan
Budaya. kesehatan, fasilitas peribadatan, olahraga, kesenian.
Terganggunya fasilitas pemerintah dan pusat kegiatan
masyarakat lainnya.
Terganggunya jaringan utilitas umum (listrik, air bersih,
telepon, gas).
Terganggunya/hilangnya tempat suci, kuburan atau
kawasan/tempat pemakaman umum, simbol atau tempat
keramat lainnya, lokasi cagar budaya.
5 Aset sosial - budaya Terganggunya interaksi sosial.
Terganggunya keterikatan (basis) sosial ekonomi dengan
lokasi asal.
Terganggunya pola kehidupan dan perilaku budaya yang
terinternalisasi pada lokasi asal.
Sumber : SESIM, 2001

8
BAGAN PELAKSANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING

STAKEHOLDER
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT KETERANGAN
LAINNYA
Membuat Jadwal Detail
Rencana Tindak 1). Dijabarkan dari Dokumen
penanganan masy yang telah disetujui
terasing..... ..(1) 2). Mencakup kompensasi
lahan dan bangunan,
perbaikan permukiman
Melaksanakan program tradisional, rehabilitasi
penanganan konservasi situs dll.
masyarakat terasing 3), 4), Sesuai Tupoksi dan
................................(2) dapat dilakukan secara
Melakukan monitoring Melakukan monitoring Berpartisipasi dalam pasip (menerima laporan)
(3) dan koordinasi (4) pelaksanaan program Membantu sesuai atau aktip (kelapangan).
.(5) keterkaitannya misal :
Dinas Dik-Bud dan Dinas 5). Termasuk LSM, lembaga
Sosial membantu dalam adat , dll.
pelaksanaannya 6) Termasuk kegiatan
dilapangan ..... (6) pendampingan dalam
aspek sosial ekonomi
7) Untuk digunakan sebagai
acuan monotoring

Membuat Laporan
Pelaksanaan
Penanganan
Masyarakat Terasing
..........(7)
BAGAN PELAKSANAAN REHABILITASI EKONOMI MASYARAKAT TERASING
STAKEHOLDER
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT KETERANGAN
LAINNYA
Mempelajari rencana 1) Diambil dari laporan
rehab ekonomi bagi LARAP untuk masyarakat
m asy. terasing .. (1) terasing.
2) Dapat dilakukan pada
tahap sebelumnya
Melakukan konsultasi
dan persiapan 3), 4), 5), 6).
Rehabilitasi Ekonomi Melalui forum rapat atau
bagi masyarakat terasing Memberi masukan ttg. Memberi masukan Melaksanakan persiapan Membantu sesuai metode lainnya
(2) Monitoring dan indikator program dari sektor lain rehab & memberi masukan keterkaitannya, misal
keberhasilan program yg dapat dikoordinasikan tentang kesulitan pasca Dinas Sosial memberi 7) Yang telah disesuaikan
Rehabilitasi yg efektif (4) penanganan masyarakat masukan tentang alt pola terhadap masukan
..(3) terasing (5) rehabilitasi .. (6) konsultasi
8) Sesuai dengan pedoman
dan atau petunjuk teknis
yang telah ada
9) Sesuai tupoksi

Melaksanakan Program 10) Program yang telah


R ehabilitasi (7) disepakati
11) Sesuai dengan pedoman
Melakukan monitoring Melakukan Koordinasi Menerima dan Membantu pelaksanaan dan atau petunjuk teknis
.(8) dengan Instansi Terkait melaksanakan program sesuai keterkaitannya mis: yang telah ada
.(9) R ehabilitasi (10) Dinas Sosial sebagai
12) Sebagai bahan monitoring
Pengawas Lapangan. (11)

Membuat Laporan
Pelaksanaan Program
Rehabilitasi Ekonomi
Masyarakat ..(12)
BAGAN KOORDINASI PELAKSANAAN KEGIATAN KONSTRUKSI FISIK
STAKEHOLDER
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT KETERANGAN
LAINNYA
Mempelajari rencana dan 1) Mengacu pada kontrak pekerjaan
jadwal konstruksi . (1) jalan dan pada dokumen LARAP
2) Setelah menyiapkan rencana detail
kegiatan konstruksi serta jadwal
terutama kegiatan yang dapat
mengganggu publik
Melakukan konsultasi renc. 3) Termasuk briefing kepada para
kegiatan konstruksi .. (2) Menyepakati cara Memberi masukan lalu pekerja luar tentang adat istiadat
pelaksanaan pekerjaan, kesepakatan cara setempat
termasuk keberadaan para pelaksanaan pekerjaan sesuai 4) Misalnya: dengan DLLAJ & POLRI
pekerja .. (3) keterkaitannya .. (4) untuk mengurangi kemacetan,
dengan PLN, PDAM, Telkom untuk
mencegah kerusakan utilitas
5) Sesuai dok. desain & rekomendasi
Melaksanakan kegiatan pengelolaan lingkungan
konstruksi dan tindakan 6) 7) Sesuai tugas pokoknya
pencegahan dampak (5) Melakukan monitoring ..(6) Melakukan monitoring ...(7) Memberi masukan apabila Memberi masukan dan
8) Perlu ada mekanisme penyampaian
ada gan gguan ..(8) bekerja sama dalam kegiatan
komplain
konstruksi sesuai
9) Termasuk masukan akan adanya
keterkaitannya ..(6)
penyimpangan dari yang telah
disepakati
Menyusun laporan pelaks.
10) Sebagai acuan evaluasi
konstruksi (10) 11) Didahului dengan penjelasan ttg
kesepakatan dalam LARAP
12) Dijabarkan dari dokumen penge-
Melakukan konsultasi dan lolaan lingkungan dan LARAP
persiapan rehab. ekonomi 13) Termasuk pendanaan
Memberi masukan tentang Melakukan koordinasi Memahami dan Membantu/melaksanakan 14) Masukan juga meliputi kesulitan2
masy.(bila ada) .(1 1) mempersiapkan diri serta sesuai keterkaitannya mis:
indikator m onito ring ..(12 ) keterpaduan program (13) alih profesi, kecemburuan penduduk
memberi masukan demi briefing untuk persiapan di lokasi pemukiman kembali
kelancaran p rog ram (14) training, tentang tujuan dan
15) Termasuk bantuan pendampingan
cara pemberdayaan .. (15) secara mental-spiritual
Melaksanakan program 16) Yang telah disesuaikan terhadap
rehabilitasi (bila ada)..(16) konsultasi
Melakukan monitoring ..(17) M elakukan m onito ring .(18 ) Menerima dan melaksana- 17) 18) Sesuai tugas pokoknya
kan program rehabilitasi Membantu/melaksanaan 19) Sesuai kesepakatan
(19) sesuai keterkaitannya mis: 20) Termasuk bantuan pendampingan
Membuat laporan pelaksanaantraining,
pelaksanaan program secara teknis
pemberian fasilitas, dll. (20) 21) Sebagai acuan evaluasi.
rehabilitasi (bila ada)..(21)
BAGAN KOORDINASI PELAKSANAAN KEGIATAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN

STAKEHOLDER
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT KETERANGAN
LAINNYA
1) Termasuk laporan pelaks. pena-
Mempelajari laporan2 nganan masy. terasing (bila ada)
pelaksanaan kegiatan 2) Penyusunan konsep monitoring
konstruksi, LARAP dan melibatkan berbagai disiplin ilmu
rehabilitasi ..(1) 3) Monitoring termasuk aspek
lingkungan selain sosekbud
Konsultasi rencana 4) Disamping memberi masukan juga
dapat melakukan monitoring
monitoring sosekbud
langsung
pelaksanaan LARAP Melakukan monitoring Memberi masukan Memberi masukan aspek Memberi masukan sesuai
dan rehabilitasi....(2) 5) Masukan dapat berupa informasi
sesuai RPL/UPL .. (3) terhadap kualitas sosekbud masy. (terasing) keterkaitannya misal:
mengenai kesesuaian antara
koordinasi antar sektor & khususnya yang terkena indikator keberhasilan program dan pelaksanaan
keterpaduan program (4) dampak, termasuk aspek program rehabilitasi
Melakukan monitoring 6) Disamping memberi masukan juga
warisan budaya ..(5) melakukan monitoring dapat melakukan monitoring
tertib pemanfaatan jalan
sesuai keterkaitannya (6) langsung
dan bangunan
pelengkapnya serta 7) Yang dimaksud adalah apakah
lahan sekitar jalan....(7) bagian2 jalan sudah dimanfaatkan
sesuai fungsinya dan apakah ada
perubahan penggunaan lahan
sekitar jalan yang tidak sesuai tata
ruang
Konsultasi hasil
monitoring..... (8) 8) Dapat dilakukan berkali-kali
Memberi masukan..... (9) Memberi masukan dan Memberi masukan kondisi Memberi masukan sesuai 9) Sesuai tugas pokoknya
mengambil tindakan yang sosekbud pasca kegiatan keterkaitannya misal: apakah 10) Penyimpangan a.l.: trotoir untuk PKL
diperlukan, mis: koordinasi LARAP dan rehabilitasi. program pendampingan (Pedagang Kaki Lima), badan jalan
tertib pemanfaatan jalan, Berpartisipasi dalam menjaga masih diperlukan, adanya untuk berdagang, dll.
pengembangan lahan tertib pemanfaatan jalan (11) penyerobotan lahan damija,
Menyusun laporan sesuai tata ruang.. (10) apakah ada konflik/ 11) Masukan dapat digunakan untuk
monitoring..... (13) kesenjangan antar kelompok merevisi program
m asyarakat .. (12) 12) Termasuk di lokasi pemukiman
kembali
Melakukan tindak lanjut, 13) Mencakup tertib pemanfaatan jalan,
bekerja sama dg instansi hasil LARAP dan rehabilitasi
terkait untuk memperbaiki 14) Baik aspek teknis (jalan) maupun
penyimpangan2 .. ( 14) lingkungan dan sosekbud.
BAGAN KOORDINASI PENGADAAN TANAH
STAKEHOLDER
PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT KETERANGAN
LAINNYA
Membuat Jadwal Detail
& konsultasi Pelaksana- 1). Dijabarkan dari
Berpartisipasi dalam Berpartisipasi dalam Melaksanakan musyawarah Dokumen LARAP yang
an LA R A P ..(1) dan mufakat, khususnya
proses musyawarah & proses musy. & telah ditetapkan
m ufakat . (2) kesepakatan dalam Panitia Pengadaan Tanah
.. (4) 2) 3) 4) Dapat dilakukan
mufakat khususnya . (3)
berkali kali
5). Sesuai dg kesepakatan
nilai ganti rugi
Melaksanakan 6),7) Sesuai Tupoksi dan
Pembayaran dapat dilakukan secara
Kompensasi untuk Melakukan monitoring Melakukan monitoring aktif atau pasip
tanah dan asset (6) .. (7) Menyerahkan Surat-surat Panitia Pengadaan Tanah 8) 9) Termasuk proses
diatasnya ..(5) kepemilikan lahan kepada membantu dalam pensertifikatan
pem rakarsa .(8) penyelesaian proses 10). Sesuai dengan yang
adm inistrasi .(9) tertera pada LARAP
11) Sesuai yang tertera
pada dokumen LARAP
dan daftar yang akan
Melaksanakan Kegiatan dimukimkan kembali
Pemukiman Kembali 12) Baik instansi pusat dan
Penduduk (bila ada) daerah termasuk di
....... ( 10) Melakukan Monitoring Membantu pelaksanaan Menerima Sertifikat Membantu pelaksanaan lokasi pemukiman
Pelaksanaan LARAP Koordinasi dengan Kepemilikan Kapling dan sesuai keterkaitannya kembali penduduk.
. .. (11) instansi terkait (12) K artu P enduduk ..(13 ) (14) 13) Sertifikat kepemilikan
lahan dan bangunan
14) Dapat dikaitkan dengan
program instansi terkait
15) Untuk digunakan
sebagai acuan
monitoring
Membuat Laporan
Pelaksanaan LARAP
(15)
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Lampiran 6.6
1. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN KERESAHAN DAN KECEMBURUAN
SOSIAL

I. RUANG LINGKUP
Prosedur ini mencakup kegiatan sosialisasi kepada masyarakat di awal
pembangunan proyek dan saat dimulainya mobilisasi tenaga kerja pendatang
dari luar lokasi proyek.

II. TUJUAN
Prosedur ini bertujuan untuk mengantisipasi keresahan masyarakat di sekitar
lokasi proyek yang mungkin terjadi baik konflik dengan pekerja proyek yang
berasal dari sekitar lokasi proyek maupun dari luar lokasi proyek. Konflik ini
dapat terjadi karena kecemburuan masyarakat terhadap pekerja pendatang
yang memperoleh kesempatan kerja lebih besar dibanding masyarakat
setempat, maupun karena perbedaan budaya (adat dan kebiasaan) antara
pekerja pendatang dan masyarakat.

III. DEFINISI
Tokoh Formal yang dimaksud adalah kepala pemerintahan atau ketua
masyarakat setempat, seperti RT, RW/RK, Dusun, Desa / Kelurahan.
Tokoh Informal yang dimaksud adalah pemuka masyarakat, adat, atau
agama yang secara informal diakui kepemimpinannya oleh masyarakat di
sekitar lokasi proyek.
Manfaat Proyek yang dimaksud adalah manfaat bagi yang dapat dinikmati
masyarakat sekitar lokasi proyek, baik selama pembangunan proyek (seperti
kesempatan kerja dan kesempatan berniaga / memasok kebutuhan pekerja
dan kebutuhan proyek) maupun setelah proyek selesai.

IV. REFERENSI
Keputusan Kepala Bapedal No. 08 Tahun 2000 tentang Keterlibatan
Masyarakat dan Keterbukaan Informasi Dalam Proses AMDAL
Panduan Konsultasi Masyarakat Dalam AMDAL

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 1
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

V. PIHAK TERKAIT
Tokoh Formal Masyarakat
Tokoh Informal Masyarakat
Direksi Proyek
Kontraktor

VI. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT


Jadwal konstruksi / pembangunan proyek.
Data kebutuhan tenaga kerja proyek
Data ketersediaan tenaga kerja di lokasi sekitar proyek.
Dokumen AMDAL atau UKL/UPL untuk pekerjaan tersebut.

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 2
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

KEGIATAN KETERANGAN

PERSIAPAN MOBILISASI TENAGA KERJA

KOORDINASI DENGAN TOKOH MASYARAKAT DISEKITAR Melibatkan pihak-pihak terkait:


LOKASI PROYEK Tokoh Formal (Muspika)
Tokoh Informal (Tokoh
Masyarakat, LSM)

SOSIALISASI RENCANA PROYEK


Materi:
Lokasi Proyek
Manfaat Proyek
Jadwal Konstruksi
Kebutuhan Tenaga Kerja
MASIH TERJADI Ya
MUSYAWARAH Dampak yang mungkin
KERESAHAN/PENOLAKAN?
terjadi (jenis, besaran,
kapan, durasi)

Tidak
Materi:
MOBILISASI TENAGA KERJA Disiplin/Perilaku
Ketrampilan

PELATIHAN KEPADA TENAGA KERJA


SETEMPAT YANG DAPAT DILIBATKAN

Materi:
PENGARAHAN KEPADA TENAGA KERJA SETEMPAT Kultur & norma masyarakat
sekitar lokasi

Melibatkan
MASIH TERJADI Tenaga Kerja
Ya
KONFLIK ANTARA PEKERJA MUSYAWARAH Tokoh Masyarakat/Agama
& MASYARAKAT?

Tidak

LANJUTKAN PEKERJAAN

GAMBAR 1.
PROSEDUR PENANGANAN KERESAHAN DAN KECEMBURUAN SOSIAL

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 3
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

2. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN KEMACETAN LALU LINTAS

I. RUANG LINGKUP
Prosedur ini mencakup seluruh tahapan konstruksi yang berpotensi
menimbulkan dampak berupa kemacetan lalu lintas yang diakibatkan oleh
kegiatan pengangkutan dan pekerjaan konstruksi.

II. TUJUAN
Prosedur ini bertujuan untuk meminimalkan dampak kemacetan lalu lintas baik
di sekitar lokasi proyek maupun lokasi kemacetan pada jalan yang dilalui
kendaraan kerja.

III. DEFINISI
Lokasi Proyek yang dimaksud adalah lokasi di sekitar konstruksi yang
bersangkutan dilaksanakan.
Lokasi kemacetan pada jalan yang dilalui kendaraan kerja, yang
dimaksud adalah lokasi di jalan umum yang sudah ada dan dimanfaatkan
pengguna jalan yang mengalami kemacetan akibat kegiatan kendaraan
kerja dari proyek jalan/jembatan.

IV. REFERENSI
Undang Undang No. 13 Tahun 1980 tentang Jalan
Peraturan Pemerintah No.26 Tahun 1985 tentang Jalan
Undang Undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Dokumen Kontrak Pekerjaan Jalan/Jembatan Yang Bersangkutan

V. PIHAK TERKAIT
Dinas LLAJ / Perhubungan setempat.
Unit lalu lintas dari Kepolisian setempat.
Direksi Proyek.
Kontraktor.

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 4
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

VI. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT


Data volume lalu lintas sebelum pelaksanaan proyek di sekitar lokasi proyek
dan lokasi-lokasi yang diperkirakan akan timbul kemacetan akibat kegiatan
proyek.
Data / gambar geometrik jalan eksisting dan rencana proyek.
Rencana pengalihan rute selama proyek.
Daftar (gambar dan jenis) rambu lalu lintas yang digunakan selama
pembangunan.
Rencana penempatan rambu / lampu pengatur lalu lintas sementara.
Dokumen AMDAL atau UKL/UPL pekerjaan tersebut.

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 5
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

KEGIATAN KETERANGAN

INVENTARISASI KONDISI LALU LINTAS DISEKITAR


LOKASI PROYEK DAN RUTE KENDARAAN PROYEK

Data yang diperlukan:


Alternatif pengalihan lalu
IDENTIFIKASI SELURUH KEGIATAN TAHAP
KONSTRUKSI YANG BERDAMPAK KEMACETAN
lintas
LALUI LINTAS Volume lalu lintas
Geometrik jalan

KEMACETAN TERJADI
Tidak DILOKASI RUTE KEMACETAN TERJADI
TRANSPORTASI KENDARAAN DILOKASI PROYEK
PROYEK?
Tidak

Ya Ya
Koordinasi dengan:
LLAJ
Ya
Polantas pada saat
APA ADA KEMUNGKINAN APAKAH TERSEDIA LAHAN pengalihan & pengaturan lalu
PENGALIHAN RUTE UNTUK PENAMBAHAN LAJUR
Tidak LALU LINTAS lintas

Tidak Ya

PENGALIHAN MEMAKAI MEMBUAT JALAN


RUTE SEBAGIAN SEMENTARA UNTUK
BADAN PENAMBAHAN LAJUR
JALAN

PEMASA
NGAN PENGATU
RAMBU RAN
PENGALIH WAKTU
AN RUTE KERJA

Keterangan 1:
PEMBUATAN PENEMPAT
JALAN AN
Gambar 2.1 dan 2.2
KERJA PETUGAS
UNTUK PENGATUR
KENDARAAN
PROYEK
PEMAGARAN/PENUTUPAN
LOKASI/KERJA, Rambu-rambu:
PENUMPUKAN MATERIAL
DILUAR BADAN JALAN PEMASANGAN RAMBU & Sedang ada pekerjaan
LAMPU TANDA LOKASI konstruksi (Gambar &
PEKERJAAN Terikat)
1

APAKAH KEMACETAN SUDAH


TERATASI? belum

Ya
LANJUTKAN PEKERJAAN

GAMBAR 2.
PROSEDUR PENANGANAN KEMACETAN LALU LINTAS

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 6
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

KETERANGAN:

1. 300 M Didepan ada pekerjaan jalan 12. Dialihkan kekiri 24. Penutup Jalan
2. Jalan Menyempit 13. Membelok kekanan 25. Penutup Jalur untuk Pengalihan Jalan
3. Jalan Menyempit Kekiri 14. Membelok ke kiri 26. Bendera untuk tanda hati-hati
4. Jalan Menyempit Kekanan 15. Jaln satu arah 27. Tanda lalu lintas bentuk kerucut ditempatkan dengan jarak 75 cm
5. Kendaraan Bergantian 16. Jalan dua arah 28. Lampu (semua ukuran dalam mm)
6. Jalan Kekiri 17. Hati-hati Untuk Tanda Tanda Lalu Lintas Menggunakan Plat Alumunium Semua
7. Jalan Kekanan 18. Semua Jenis Kendaraan dilarang masuk Lapisan Refleksi Tebal 2 mm.
8. Maximum Kecepatan 40Km/Jam (penempatannya 19. Larangan masuk bagi kendaraan dengan berat Cat warna merah
disesuaikan dilapangan) maksimum 5 ton Cat warna kuning
9. Akhir Daerah Pekerjaan 20. Dilarang mendahului Cat warna merah/jingga
10. 100m di depan ada pengalihan jalan 21. Peringatan Pengurangan Kecepatan Cat warna hijau
11. Dialihkan kek anan 22. Tanda stop/jalan untuk mengatur lalu lintas Cat warna biru
23. Peringatan Adanya Pekerjaan/Perbaikan Jalan

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 7
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Gambar 2.2
Penempatan Rambu Lalu Lintas Selama Pekerjaan Konstruksi Jalan/Jembatan

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 8
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

3. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN KECELAKAAN LALU LINTAS

I. RUANG LINGKUP
Prosedur ini mencakup upaya meminimalkan probabilitas terjadinya kecelakaan
lalu lintas dan menanggulangi dampak bila terjadi kecelakaan lalu lintas pada
pengguna jalan di sekitar lokasi proyek, dan di jalan umum yang dilalui
kendaraan kerja / pengangkut material dan peralatan proyek yang dapat
disebabkan oleh kegiatan:
a. Pekerjaan Galian
b. Pengoperasian Peralatan
c. Pengangkutan Material
d. Penumpukan Barang/Material

II. TUJUAN
Prosedur ini bertujuan untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya kecelakaan
lalu lintas dan dampak kecelakaan lalu lintas yang dapat terjadi pada pengguna
jalan selama masa konstruksi.

III. DEFINISI
Peralatan yang dimaksud adalah semua alat berat / peralatan konstruksi
dan kendaraan kerja yang digunakan selama masa konstruksi.
Ceceran material yang dimaksud adalah tumpahan material proyek dari
kendaraan pengangkut menuju atau dari lokasi proyek, lokasi penyimpanan
atau penumpukan material.
Ceceran oli / minyak yang dimaksud adalah pelumas atau bahan bakar
yang digunakan di tempat produksi (Asphalt Mixing Plant) dan peralatan
konstruksi.
Penumpukan barang/material yang dimaksud adalah tempat
penyimpanan sementara material di sekitar lokasi proyek, sebelum
digunakan untuk konstruksi.
Alat bantu komunikasi dan visual yang dimaksud mencakup peralatan
telekomunikasi dan visual (cermin, lampu) yang diperlukan dalam
pengoperasian peralatan konstruksi.

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 9
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Hamparan batu pecah yang dimaksud adalah lintasan kendaraan yang


dibuat di lokasi penyimpanan / pengambilan material dan AMP, yang diberi
tumpukan hamparan batu pecah untuk membersihkan roda kendaraan
pengangkut material, agar tidak terbawa dan mengotori ke jalan umum,
seperti terlihat pada Gambar 3.3.

IV. REFERENSI
Undang Undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

V. PIHAK TERKAIT
Dinas LLAJ / Perhubungan setempat.
Unit lalu lintas dari Kepolisian setempat.
Direksi Proyek.
Kontraktor.

VI. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT


Daftar (gambar dan jenis) rambu lalu lintas yang digunakan selama
pembangunan.
Rencana penempatan rambu / lampu pengatur lalu lintas sementara.
Dokumen AMDAL atau UKL/UPL pekerjaan tersebut.

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 10
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 11
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

KETERANGAN:

47. 300 M Didepan ada pekerjaan jalan 35. Dialihkan kek iri 30. Penutup Jalan
48. Jalan Menyempit 36. Membelok kekanan 31. Penutup Jalur untuk Pengalihan Jalan
49. Jalan Menyempit Kekiri 37. Membelok ke kiri 32. Bendera untuk tanda hati-hati
50. Jalan Menyempit Kekanan 38. Jaln satu arah 33. Tanda lalu lintas bentuk kerucut ditempatkan dengan jarak 75 cm
51. Kendaraan Bergantian 39. Jalan dua arah 34. Lampu (semua ukuran dalam mm)
52. Jalan Kekiri 40. Hati-hati Untuk Tanda Tanda Lalu Lintas Menggunakan Plat Alumunium Semua
53. Jalan Kekanan 41. Semua Jenis Kendaraan dilarang masuk Lapisan Refleksi Tebal 2 mm.
54. Maximum Kecepatan 40Km/Jam (penempatannya 42. Larangan masuk bagi kendaraan dengan berat Cat warna merah
disesuaikan dilapangan) maksimum 5 ton Cat warna kuning
55. Akhir Daerah Pekerjaan 43. Dilarang mendahului Cat warna merah/jingga
56. 100m di depan ada pengalihan jalan 44. Peringatan Pengurangan Kecepatan Cat warna hijau
57. Dialihkan kek anan 45. Tanda stop/jalan untuk mengatur lalu lintas Cat warna biru
46. Peringatan Adanya Pekerjaan/Perbaikan Jalan

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 12
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 13
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Gambar 3.3 : Hamparan batu pecah pembersih ban

3m

30-50 cm

50 m

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 14
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

4. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN KEBISINGAN / GETARAN

I. RUANG LINGKUP
Prosedur ini mencakup antisipasi terhadap kebisingan dan getaran yang terjadi
sebagai akibat pengoperasian alat berat, pengoperasian AMP, dan
pemancangan pondasi.

II. TUJUAN
Prosedur ini bertujuan untuk meminimalkan dampak dari kebisingan atau
getaran sebagai akibat aktivitas konstruksi.

III. DEFINISI
Bangunan di sekitar lokasi proyek yang dimaksud adalah bangunan
eksisting yang sudah ada sebelum konstruksi dilaksanakan, dan secara
teknis berpotensi untuk mengalami kerusakan akibat getaran dari aktivitas
konstruksi.
Area sensitif yang dimaksud terdiri atas pemukiman, rumah sakit, sekolah
dan tempat ibadah di sekitar lokasi proyek.
Tumbuhan penahan kebisingan yang dimaksud adalah tumbuhan yang
ditanam untuk meredam getaran dan kebisingan akibat aktivitas konstruksi.

IV. REFERENSI
Dokumen Kontrak Pekerjaan Jalan/Jembatan Yang Bersangkutan

V. PIHAK TERKAIT
Pemilik / penghuni / pengelola bangunan di sekitar lokasi proyek.
Direksi Proyek.
Kontraktor.

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 15
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

VI. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT


Inventarisasi jenis, jumlah, dan kondisi struktur bangunan di sekitar lokasi
konstruksi, sebelum dan sesudah konstruksi.
Inventarisasi lokasi area sensitif di sekitar lokasi konstruksi.
Dokumen AMDAL atau UKL/UPL pekerjaan tersebut.

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 16
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 17
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

5. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN PENURUNAN KUALITAS UDARA


(DEBU)

I. RUANG LINGKUP
Prosedur ini mencakup upaya antisipasi penurunan kualitas udara di lokasi
konstruksi, AMP dan sepanjang rute pengangkutan material.

II. TUJUAN
Prosedur ini bertujuan meminimalkan dampak penurunan kualitas udara
sebagai konsekuensi kegiatan konstruksi yaitu pengoperasian AMP,
pengangkutan material, pekerjaan tanah, pengelolaan quarry dan pekerjaan
struktur perkerasan.

III. DEFINISI
Tumbuhan pelindung yang dimaksud adalah tumbuhan yang ditanam
untuk menahan penyebaran debu akibat aktivitas konstruksi, disarankan
yang mudah tumbuh dan berdaun lebat / banyak.
Dust collector yang dimaksud adalah perangkat / alat penangkap /
penyaring debu yang dipasang di tempat sumber penyebaran debu.
Penyiraman yang disetujui Direksi yang dimaksud adalah tindakan
meminimalkan debu lepas pada material dengan penyiraman dengan air,
selama tidak melampaui batas kadar air aggregat atau material yang
diizinkan dalam desain.

IV. REFERENSI
Dokumen Kontrak Pekerjaan Jalan/Jembatan Yang Bersangkutan

V. PIHAK TERKAIT
Direksi Proyek.
Kontraktor.

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 18
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

VI. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT


Data teknis kadar air aggregat dan material yang diizinkan.
Rencana pengangkutan material.
Dokumen AMDAL atau UKL/UPL pekerjaan tersebut.

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 19
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 20
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

6. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN PENURUNAN KUALITAS AIR &


TANAH.

I. RUANG LINGKUP
Prosedur ini mencakup upaya antisipasi penurunan kualitas air dan pencemaran
tanah akibat material konstruksi yang terbawa ke saluran drainase, limbah
domestik, serta longsoran akibat pekerjaan tanah (galian dan timbunan).

II. TUJUAN
Prosedur ini bertujuan untuk meminimalkan dampak penurunan kualitas air
(pencemaran air) dan pencemaran tanah akibat aktivitas konstruksi.

III. DEFINISI
Bak penampung endapan dan saringan pada drainase yang dimaksud
adalah bagian dari saluran drainase di lokasi proyek yang dibuat lebih
rendah, untuk menjebak endapan kotoran supaya mudah dibersihkan
secara berkala dan tidak terbawa ke saluran eksisting, seperti terlihat pada
Gambar 6.1.
Turap dan jaring pengaman yang dimaksud adalah perkuatan dan
pengaman sementara penahan longsoran di lereng timbunan di sekitar
lokasi pekerjaaan tanah (galian dan timbunan).

IV. REFERENSI
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air

V. PIHAK TERKAIT
Direksi Proyek.
Kontraktor.

VI. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT


Dokumen AMDAL atau UKL UPL untuk pekerjaan tersebut.
Inventarisasi Lokasi Pekerjaan Tanah

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 21
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 22
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

7. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN GANGGUAN ALIRAN AIR


PERMUKAAN

I. RUANG LINGKUP
Prosedur ini mencakup antisipasi terhadap gangguan aliran air permukaan
akibat kegiatan konstruksi jalan/jembatan yaitu tertahannya drainase
permukaan akibat perubahan kontur permukaan selama masa konstruksi,
ceceran sisa bongkaran pada badan air, serta tertutupnya aliran air oleh
bangunan sementara sehingga menimbulkan genangan air atau banjir.

II. TUJUAN
Prosedur ini bertujuan untuk meminimalkan gangguan terhadap aliran air
permukaan.

III. DEFINISI
Drainase permukaan yang dimaksud adalah mekanisme drainase
permukaan tanah yang ada pada kontur awal sebelum dilakukannya
konstruksi.
Sisa bongkaran yang dimaksud adalah hasil pembongkaran konstruksi
lama di badan air yang dilakukan setelah konstruksi baru selesai.
Bangunan sementara yang dimaksud adalah tambahan
bangunan/perkuatan pada jembatan, lereng, atau dinding penahan tanah,
untuk menambah daya dukung konstruksi, selama diperlukan untuk dilalui
kendaraan / peralatan konstruksi.

IV. REFERENSI
Dokumen Kontrak Pekerjaan Jalan/Jembatan Yang Bersangkutan

V. PIHAK TERKAIT
Direksi Proyek.
Kontraktor.

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 23
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

VI. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT


Potongan melintang saluran drainase.
Rencana (waktu, jenis, dan volume) pekerjaan pembongkaran sisa
bangunan lama.
Data kontur permukaan sebelum dan sesudah konstruksi.
Dokumen AMDAL atau UKL UPL untuk pekerjaan tersebut.

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 24
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 25
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

8. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN KERUSAKAN JALAN DAN JEMBATAN

I. RUANG LINGKUP
Prosedur ini mencakup antisipasi kerusakan jalan dan jembatan eksisting akibat
beban berlebih maupun ceceran material dari kendaraan pengangkut material.

II. TUJUAN
Prosedur ini bertujuan untuk mengantisipasi kerusakan jalan dan jembatan
eksisting di sekitar lokasi proyek maupun di rute yang dilalui oleh kendaraan
pengangkut material dan peralatan.

III. DEFINISI
Beban berlebih yang dimaksud adalah beban akibat kendaraan
pengangkut material dan peralatan yang lebih besar dari kekuatan
konstruksi jalan dan jembatan pada rute yang akan dilalui.
Hamparan batu pecah yang dimaksud adalah lintasan kendaraan yang
dibuat di lokasi penyimpanan / pengambilan material dan AMP, yang diberi
tumpukan hamparan batu pecah untuk membersihkan roda kendaraan
pengangkut material terhadap lumpur, agar tidak terbawa dan mengotori
ke jalan umum, seperti terlihat pada Gambar 8.1

IV. REFERENSI
Undang Undang No. 13 Tahun 1980 tentang Jalan
Peraturan Pemerintah No.26 1985 tentang Jalan
Undang Undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Dokumen Kontrak Pekerjaan Jalan/Jembatan Yang Bersangkutan

V. PIHAK TERKAIT
Dinas LLAJ / Perhubungan setempat.
Dinas Pekerjaan Umum setempat.
Direksi Proyek.
Kontraktor.

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 26
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

VI. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT


Data inventarisasi kekuatan jalan dan jembatan yang akan dilalui kendaraan
proyek.
Rencana pengangkutan (rute kendaraan pengangkut, waktu, volume,
beban) material dan peralatan konstruksi.
Dokumen AMDAL atau UKL UPL untuk pekerjaan tersebut.

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 27
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 28
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

9. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN KERUSAKAN/GANGGUAN TERHADAP


UTILITAS

I. RUANG LINGKUP
Prosedur ini mencakup gangguan terhadap segala utilitas eksisting yang telah
ada di lokasi kerja sebelum aktivitas galian, mobilisasi peralatan dan kegiatan
konstruksi lainnya.

II. TUJUAN
Prosedur ini bertujuan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kerusakan
atau gangguan terhadap fungsi utilitas yang telah ada di lokasi proyek, akibat
pekerjaan galian, mobilisasi peralatan dan kegiatan konstruksi lainnya.

III. DEFINISI
Utilitas yang dimaksud adalah semua prasarana umum (air,
telekomunikasi, listrik, gas, dsb) yang berada di bawah tanah maupun di
atas tanah, pada lokasi kerja proyek.
Kawasan spesifik yang dimaksud adalah daerah tertentu yang dikelola
secara khusus oleh suatu instansi / pihak, dan memiliki jaringan utilitas
tersendiri yang dikelola oleh instansi tersebut (seperti Pelabuhan, Pangkalan
Udara, Stasiun Kereta Api, Depo Bahan Bakar, Industri, dsb).

IV. REFERENSI
Dokumen Kontrak Pekerjaan Jalan/Jembatan Yang Bersangkutan

V. PIHAK TERKAIT
Dinas LLAJ / Perhubungan setempat.
Perwakilan PT. Telkom setempat.
Perwakilan PDAM setempat.
Perwakilan PGN setempat.
Perwakilan PLN setempat.
Perwakilan pengelola utilitas eksisting lain di lokasi proyek.
Pengelola kawasan spesifik setempat.

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 29
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Perwakilan masyarakat sekitar lokasi.

VI. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT


Peta jaringan utilitas eksisting.
Gambar potongan melintang konstruksi utilitas eksisting.
Rencana kendaraan pengangkut dan jadwal pengangkutan.
Dokumen AMDAL atau UKL UPL untuk pekerjaan tersebut.

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 30
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 31
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 32
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

10. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN GANGGUAN STABILITAS LERENG

I. RUANG LINGKUP
Prosedur ini mencakup upaya antisipasi gangguan terhadap stabilitas lereng
akibat pekerjaan galian baik secara mekanis maupun ledakan, serta pekerjaan
timbunan.

II. TUJUAN
Prosedur ini bertujuan untuk meminimalkan dampak yang timbul karena
ketidakstabilan lereng sebagai akibat kegiatan konstruksi.

III. DEFINISI
Peledakan yang dimaksud adalah metode penggalian tanah dengan
memakai bahan amunisi / peledak yang ditanam di bawah permukaan
tanah, jika metoda penggalian secara mekanis dengan alat berat dinilai
secara teknis tidak efektif dan ekonomis.
Sudut geser dalam yang dimaksud adalah hasil penyelidikan tanah dan
tes di laboratorium yang menunjukkan sudut geser yang terbentuk saat tes
tekanan triaksial, dan berhubungan dengan sudut kemiringan maksimal
yang dapat dilakukan di lapangan.
Pipa buangan air rembesan yang dimaksud adalah pipa yang
ditempatkan pada tanah timbunan untuk mengalirkan air tanah agar tidak
mengurangi daya dukung tanah di atas nya.
Galian/timbunan bertangga yang dimaksud adalah metoda penggalian
dan timbunan dengan pembuatan teras horisontal setiap ketinggian
timbunan atau galian tertentu, untuk meningkatkan stabilitas lereng galian
atau timbunan tersebut.

IV. REFERENSI
Strengthening of Environmental and Social Impact Management (SESIM),
2001.
Dokumen Kontrak Pekerjaan Jalan/Jembatan Yang Bersangkutan.

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 33
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

V. PIHAK TERKAIT
Dinas Kimpraswil/Praswil/Bina Marga/ Prasarana Jalan setempat.
Dinas Geologi setempat.
Direksi Proyek.
Kontraktor.

VI. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT


Data geologi lokasi setempat (khusus untuk metode peledakan).
Rencana (lokasi, metode, jenis, jumlah) peledakan.
Gambar potongan melintang rencana galian dan timbunan.
Dokumen AMDAL atau UKL UPL untuk pekerjaan tersebut.

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 34
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 35
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

CL

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 36
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

11. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN TOP SOIL

I. RUANG LINGKUP
Prosedur ini mencakup penanganan top soil atau lapisan humus yang diperoleh
dari pekerjaan pembersihan lahan di lokasi proyek dan lokasi quarry.

II. TUJUAN
Prosedur ini bertujuan untuk memanfaatkan lapisan humus dari hasil pekerjaan
pembersihan lahan atau pekerjaan tanah, agar dapat digunakan untuk
mempercepat tumbuhnya vegetasi dalam rangka memberikan perlindungan
lereng dan permukaan jalur hijau.

III. DEFINISI
Top soil atau humus yang dimaksud adalah lapisan tanah paling atas yang
mengandung zat hara bagi tanaman.

IV. REFERENSI
Dokumen Kontrak Pekerjaan Jalan/Jembatan Yang Bersangkutan.

V. PIHAK TERKAIT
Direksi Proyek.
Kontraktor.

VI. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT


Inventarisasi luas dan kondisi lapisan top soil atau humus yang dapat
dimanfaatkan untuk penghijauan di proyek.
Dokumen AMDAL atau UKL UPL untuk pekerjaan tersebut.

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 37
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 38
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

12. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN CAGAR BUDAYA / SITUS

I. RUANG LINGKUP
Prosedur ini mencakup perlindungan terhadap benda cagar budaya, benda yang
diduga benda cagar budaya, benda berharga yang tidak diketahui pemiliknya,
dan situs, yang terletak di lokasi sekitar proyek.

II. TUJUAN
Prosedur ini bertujuan untuk melindungi keberadaan benda cagar budaya dari
potensi kerusakan atau kehilangan sebagai dampak pelaksanaan konstruksi.
Perlindungan cagar budaya dan situs ini diharapkan dapat memajukan
kebudayaan nasional Indonesia.

III. DEFINISI
Benda cagar budaya yang dimaksud adalah benda alam atau benda
buatan manusia yang sekurang-kurangnya berumur 50 tahun, yang
dianggap mempunyai nilai penting sejarah, ilmu pengetahuan, dan
kebudayaan.
Situs yang dimaksud adalah lokasi yang mengandung atau diduga
mengandung benda cagar budaya, termasuk lingkungannya yang bagi
pengamanan.

IV. REFERENSI
Undang-undang No.5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.
Dokumen Kontrak Pekerjaan Jalan/Jembatan Yang Bersangkutan

V. PIHAK TERKAIT
Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya setempat.
Pemuka adat atau agama masyarakat setempat.
Pemerintah daerah setempat.
Direksi Proyek.
Kontraktor.

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 39
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

VI. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT


Data inventarisasi cagar budaya atau situs dari Dinas Pariwisata, Seni, dan
Budaya setempat.
Dokumen AMDAL atau UKL UPL untuk pekerjaan tersebut.

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 40
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 41
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

13. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN TERGANGGUNYA FLORA / FAUNA

I. RUANG LINGKUP
Prosedur ini mencakup penanganan flora dan fauna baik yang dilindungi
maupun yang tidak dilindungi di area proyek dan sekitarnya yang diperkirakan
akan terganggu oleh adanya kegiatan proyek.

II. TUJUAN
Prosedur ini bertujuan untuk meminimalkan pengurangan jenis dan populasi
flora dan fauna di lokasi proyek dan sekitarnya.

III. DEFINISI
Flora dan fauna yang dilindungi yang dimaksud adalah flora dan fauna
yang jumlah / populasinya dinilai langka atau terancam punah dan tidak
ditemukan keberadaannya di tempat lain.

IV. REFERENSI
Keputusan Presiden No. 27 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan
Lindung.
Dokumen Kontrak Pekerjaan Jalan/Jembatan Yang Bersangkutan.

V. PIHAK TERKAIT
Dinas Kehutanan dan Dinas Pertanian setempat.
Direksi Proyek.
Kontraktor.

VI. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT


Dokumen AMDAL atau UKL UPL untuk pekerjaan tersebut.
Daftar flora dan fauna yang dilindungi

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 42
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 43
PEDOMAN 013/PW/2004

Pemantauan Lingkungan Hidup


Bidang Jalan

Buku 4

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA WILAYAH
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

PRAKATA

Pedoman Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan ini disusun oleh
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah melalui Proyek Pembinaan Manajemen
Lingkungan Prasarana Wilayah, yang dilaksanakan dengan bantuan konsultan.

Penyusunan pedoman ini mengacu pada peraturan dan perundang-undangan tentang


pengelolaan lingkungan hidup serta peraturan-peraturan lain yang terkait. Substansi
pedoman mengacu dan merupakan pemutakhiran dari dokumen-dokumen yang telah
ada antara lain:

a) Sistem Manajemen Lingkungan Proyek Jalan, produk Ditjen Bina Marga melalui
Proyek ISEM (Institutional Strengthening of Environmental Management);
b) Manual Manajemen Lingkungan Jalan Perkotaan, produk Ditjen Tata Perkotaan dan
Tata Perdesaan melalui Proyek SESIM (Strengthening of Environmental and Sosial
Impact Management).
c) Pedoman Pemantauan Lingkungan Bagi Tim Supervisi yang disusun oleh Subdit Bina
Lingkungan Prasarana, Ditjen Prasarana Wilayah, Departemen Kimpraswil.

Buku pedoman ini merupakan salah satu bagian dari kumpulan pedoman pengelolaan
lingkungan Hidup Bidang Jalan yang sedang disusun, yang terdiri dari empat buku, yaitu:

Buku 1 : Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan;


Buku 2 : Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan;
Buku 3 : Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan;
Buku 4 : Pedoman Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan.

Jakarta, November 2003

i
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

PENDAHULUAN

Pedoman Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan ini adalah hasil
pemutakhiran dan pemantapan pedoman-pedoman yang telah ada sesuai dengan
peraturan dan perundang-undangan bidang lingkungan hidup serta peraturan-peraturan
lain terkait yang berlaku.

Pedoman ini disusun dengan maksud agar semua pihak yang bertanggungjawab atau
terkait dalam pembangunan jalan dan jembatan semakin mudah melaksanakan
penanganan dampak lingkungan yang mungkn terjadi akibat kegiatan pembangunan
tersebut, sehingga terwujud proses pembangunan jalan dan jembatan yang berwawasan
lingkungan.

Adapun maksud pemantauan pengelolaan lingkungan hidup adalah untuk:


a) Mengetahui apakah pengelolaan lingkungan hidup pada tiap tahap kegiatan proyek
telah dilaksanakan atau belum;
b) Penilaian efektivitas atau kinerja pengelolaan lingkungan yang telah dilaksanakan,
dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan;
c) Bahan masukan bagi perbaikan upaya pengelolaan lingkungan selanjutnya.

Pedoman ini dijabarkan dari peraturan perundangan yang bersifat nasional, namun dapat
dijumpai di beberapa daerah (baik di tingkat propinsi maupun kabupaten/kota)
ketentuan-ketentuan yang lebih ketat, khususnya bila sudah diperdakan.

Secara garis besar, isi pedoman ini memberikan petunjuk tentang cara pelaksanaan:
a) pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap perencanaan;
b) pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pra-konstruksi;
c) pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap konstruksi;
d) pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pasca konstruksi; dan
e) evaluasi kualitas lingkungan pada tahap evaluasi pasca proyek.

Ketentuan-ketentuan yang lebih rinci khususnya mengenai formulir laporan hasil


pemantaun untuk tiap tahap kegiatan proyek tercantum pada lampiran.

ii
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

DAFTAR ISI

P rakata . i
P en d ah u lu an . ii
D aftar Isi . iii
D aftar Lam p iran .. v
1 R u an g lin g ku p . 1
2 A cu an N orm atif .. 1
3 Istilah d an d efin isi 2
4 Aspek-asp ek p em an tau an p en g elolaan lin g ku n g an h id u p 5

4.1 Dampak lingkungan hidup akibat kegiatan proyek jalan dan alternatip
p en an g an an n ya . 5
4.2 P rosed u r p elaksan aan p em an tau an p en g elolaan lin g ku n g an . 12
4.3 Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap perencanaan . 12
4.4 Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap
pra-kon stru ksi 15
4.5 Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap konstruksi 16
4.6 Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pasca
kon stru ksi . 18
4.7 Evaluasi kualitas lingkungan hidup pada tahap evaluasi pasca
p royek .. .. 19
4.8 M etod e p em an tau an ku alitas ling ku n g an . 21
4.9 B aku m utu lin g ku n gan 22

5 D oku m en tasi d an p elaporan . .. 23

5.1 D oku m en tasi .. 23


5.2 P elaporan .. 23

6 Pelaksanaan pem an tau an .. 24

6.1 In stan si p elaksan a p em an tau an 24


6.2 In stan si p en g aw as p elaksan aan p em an tau an 24
6.3 In stan si p en erim a lap oran h asil p em an tau an 24

7 P em b iayaan 25

iii
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

7.1 B iaya p em an tau an p ad a tah ap p eren can aan ... . 25


7.2 Biaya pemantauan pada tahap pra-kon striksi 25
7.3 B iaya p em an tau an p ad a tah ap kon stru ksi . . 25
7.4 B iaya p em an tau an p ad a tah ap p asca kon stru ksi .. . . 25
7.5 Biaya evaluasi lingkun g an p ad a tah ap evalu asi p asca royek 25
7.6 Komponen-kom p on en b iaya p em an tau an .. 25

8 P en u tu p . .. 26

iv
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Formulir Laporan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup


Bidang Jalan pada Tahap Perencanaan
Lampiran 2 : Formulir Laporan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Bidang Jalan pada Tahap Pra-konstruksi
Lampiran 3 : Formulir Laporan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Bidang Jalan pada Tahap Konstruksi
Lampiran 4 : Formulir Laporan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Bidang Jalan pada Tahap Pasca Konstruksi
Lampiran 5 : Formulir Laporan Evaluasi Kualitas Lingkungan Hidup Bidang
Jalan
Lampiran 6 : Baku Mutu Udara Ambien Nasional
Lampiran 7 : Baku Tingkat Kebisingan
Lampiran 8 : Baku Tingkat Getaran
Lampiran 9 : Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas
Lampiran 10 : Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha atau Kegiatan
Penambangan Bahan Galian Golongan C Jenis Lepas di Dataran
Lampiran 11 : Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor
Lampiran 12 : Matrik Pelaksanaan Pemantauan RKL dan RPL
Lampiran 13 : Format Laporan Hasil Pemantauan Pelaksanaan RKL dan RPL

v
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

PEDOMAN PEMANTAUAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN LIDUP BIDANG JALAN

1 Ruang lingkup

Pedoman ini memberikan petunjuk dan penjelasan berupa ketentuan-ketentuan tentang


pelaksanaan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup yang diperlukan dalam
penyelenggaraan kegiatan pembangunan jalan dan jembatan. Lingkup pemantauan
tersebut mencakup seluruh tahapan siklus proyek pembangunan jalan dan jembatan
mulai dari tahap perencanaan umum sampai ke tahap evaluasi pasca proyek, sesuai
dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

Petunjuk dan ketentuan-ketentuan dalam pedoman ini secara garis besar meliputi:

a) Dampak lingkungan hidup akibat kegiatan proyek jalan dan alternatif


penanganannya;
b) Prosedur pelaksanaan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup
c) Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap perencanaan;
d) Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pra-konstruksi;
e) Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap konstruksi;
f) Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pasca konstruksi;
g) Evaluasi kualitas lingkungan hidup pada tahap evaluasi pasca proyek.

Pedoman pemantauan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini tidak mencakup
kegiatan pemantauan dan evaluasi manfaat (tujuan) proyek jalan bagi masyarakat di
sekitarnya, baik manfaat yang bersifat langsung maupun tidak langsung.

2 Acuan normatif

Pedoman ini menggunakan acuan peraturan dan perundang-undangan tentang


lingkungan hidup, khususnya yang berkaitan erat dengan pemantauan lingkungan hidup,
dan peraturan-peraturan lain yang terkait, antara lain:

a) Undang Undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;


b) Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup;

1
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

c) Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara


d) Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air;
e) Keputusan Kepala Bapedal No. KEP-205/BAPEDAL/07/1996 tentang Pedoman Teknis
Pengendalian Pencemaran Udara;
f) Keputusan Kepala Bapedal No. Kep-105 Tahun 1997 tentang Panduan Pemantauan
Pelaksanaan RKL dan RPL;
g) Keputusan Kepala Bapedal No.09 Tahun 2000 Tentang Pedoman Penyusunan
AMDAL, khususnya Lampiran IV tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Pemantauan Lingkungan;
h) Kepmen LH No. Kep-35.MENLH/10/1993 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang
Kendaraan Bermotor;
i) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-13/MENLH/3/1995 tentang
Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak;
j) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-48/MENLH/11/1996 tentang
Baku Tingkat Kebisingan;
k) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-49/MENLH/11/1996 tentang
Baku Tingkat Getaran;
l) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 43/MENKH/10/1996 tentang
Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha atau Kegiatan Penambangan Bahan
Galian Golongan C Jenis Lepas di Daratan
m) Keputusan Menteri Negara Lingkungan No. 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana
Usaha dan / atau Kegiatan yang wajib dilenglapi dengan AMDAL;
n) Keputusan Menteri Negara Lingkungan No.86 Tahun 2003 tetntang Pedoman
Pelaksanaan UKL dan UPL;
o) Keputusan Menteri Kimpraswil No.17/KPTS/M/2003 tentang Penetapan Jenis Usaha
dan / atau Kegiatan Bidang Kinpraswil yang wajib dilengkapi dengan UKL dan UPL.

3 Istilah dan definisi

Dalam pedoman ini, digunakan definisi istilah-istilah yang telah baku digunakan dalam
peraturan dan perundang-undangan bidang jalan dan lingkungan hidup, antara lain:

2
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

3.1 jalan
suatu prasarana transportasi jalan dalam bentuk apapun, meliputi segala bagian jalan
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas;

3.2 jembatan
prasarana transportasi darat yang menghubungkan antar badan jalan karena terbelah
oleh sungai atau lalu lintas lainnya;

3.3 rambu-rambu lalu lintas


tanda / simbul pemberitahuan, peringatan, anjuran dan larangan bagi pemakai jalan;

3.4 marka jalan


batas pemisah lajur lalu lintas;

3.5 jaringan jalan


satu kesatuan sistem transportasi lalu lintas jalan raya, terdiri dari sistem jaringan primer
dan sistem jaringan sekunder yang terjalin dalam hubungan hirarki;

3.6 lalu lintas


pengguna lajur jalan;

3.7 moda angkutan


semua alat angkutan barang dan atau penumpang dari berbagai jenis dan tipe;

3.8 analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL)


kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan / atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan / atau kegiatan;

3.9 dampak besar dan penting


perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha
dan / atau kegiatan;

3.10 analisis dampak lingkungan hidup (ANDAL)


telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu
rencana usaha dan / atau kegiatan;

3
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

3.11 rencana pengelolaan lingkungan hidup (RKL)


upaya penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang
ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan / atau kegiatan;

3.12 rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL)


upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting
akibat dari rencana usaha dan / atau kegiatan;

3.13 upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan


lingkungan hidup
berbagai tindakan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang wajib
dilaksanakan oleh pemrakarsa dalam rangka pengendalian dampak lingkungan sesuai
dengan standar-standar pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup;

3.14 pemrakarsa
orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu rencana usaha dan / atau
kegiatan yang akan dilaksanakan;

3.15 masyarakat terkena dampak


masyarakat yang akan merasakan dampak dari adanya rencana usaha dan/atau
kegiatan, terdiri dari masyarakat yang akan mendapatkan manfaat dan masyarakat yang
akan mengalami kerugian.

3.16 masyarakat terasing


kelompok orang yang hidup dalam kesatuan-kesatuan sosial budaya yang bersifat lokal
dan terpencar serta kurang / belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan baik sosial,
ekonomi, maupun politik nasional.

3.17 LARAP
Land acquisition and resetlement action plan (rencana pelaksanaan pengadaan tanah
dan pemukiman kembali).

4
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

4. Aspek-aspek pemantauan pengelolaan lingkungan hidup


bidang jalan

4.1 Dampak lingkungan hidup akibat kegiatan proyek jalan dan alternatif
penanganannya

Dampak kegiatan pembangunan jalan terhadap lingkungan hidup tergantung dari


banyaknya jenis dan besarnya kegiatan proyek serta kondisi (sensitifitas) lingkungan di
lokasi proyek dan sekitarnya yang mungkin terkena dampak.

Bagi proyek-proyek jalan yang termasuk kategori wajib dilenglapi ANDAL atau UKL dan
UPL, dampak kegiatan proyek tersebut seharusnya telah teridentifikasi pada tahap
perencanaan, melalui proses studi AMDAL atau UKL dan UPL. Dan bagaimana cara
penanganan dampak tersebut seharusnya telah ditetapkan dalam dokumen RKL dan RPL
atau UKL dan UPL proyek jalan yang bersangkutan.

Dokumen RKL dan RPL masing-masing berisi arahan tentang lingkup pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup seperti tercantum pada Kotak 4.1 dan Kotak 4.2.
Demikian juga dokumen UKL dan UPL pada dasarnya sama dengan dokumen RKL dan
RPL, walaupun dampak-dampak yang perlu ditangani tidak termasuk kategori besar dan
penting.

Pelaksanaan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup suatu proyek jalan yang wajib
dilengkapi AMDAL atau UKL dan UPL, harus mengacu pada dokumen-dokumen RKL dan
RPL atau UKL dan UPL proyek yang bersangkutan.

Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup proyek-proyek jalan yang tidak termasuk


kategori wajaib dilengkapi AMDAL maupun UKL dan UPL, bila diperlukan, dapat mengacu
pada SOP Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan.

Lingkup pemantauan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih terinci dan / atau spesifik
pada tahap pra-konstruksi tercantum dalam dokumen LARAP (bila ada).

Lingkup pemantauan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih terinci dan / atau spesifik
pada tahap konstruksi seharusnya tercantum dalam dokumen kontrak pekerjaan
konstruksi, yang berupa gambar-gambar desain dan spesifikasi teknis serta persyaratan

5
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang harus dilaksanakan oleh


kontraktor.
Apabila suatu proyek jalan yang akan dipantau ternyata tidak dilengkapi dengan
dokumen RKL dan RPL atau UKL dan UPL, penentuan lingkup kegiatan pemantauan
pengelolaan lingkungan hidup pada tiap tahap kegiatan (siklus) proyek dapat mengacu
pada Tabel 4.1 di bawah ini, dengan tambahan penjelasan seperti tercantum pada Butir
4.1.1 s/d 4.1.5.

4.1.1 Tahap perencanaan

Meskipun pada tahap ini belum ada kegiatan fisik yang mengakibatkan perubahan
kondisi lapangan, namun kegiatan survey / pengukuran untuk penentuan koridor / rute
jalan mungkin menimbulkan dampak sosial berupa keresahan masyarakat, bila mereka
tidak mendapat informasi yang jelas tentang rencana proyek jalan yang bersangkutan.

Demikian juga penetapan rute jalan yang tidak mempertimbangkan aspek-aspek


lingkungan hidup, pada saat pelaksanaannya di lapangan mungkin akan mengakibatkan
berbagai dampak yang sulit diatasi. Karena itu, untuk menghindari dampak negatif
terhadap lingkungan hidup sedini mungkin, diperlukan perencanaan pengelolaan
lingkungan melalui penerapan pertimbangan lingkungan dalam proses perencanaan,
sehingga terwujud rencana jaringan jalan yang layak lingkungan.

Kotak 4.1
Ketentuan-ketentuan pokok tercantum dalam dokumen RKL:

1) Dampak besar dan penting yang harus ditangani;


2) Sumber dampak besar dan penting;
3) Tolok ukur dampak;
4) Tujuan rencana pengelolaan lingkungan;
5) Upaya-upaya pengelolaan lingkungan hidup yang harus
dilakukan;
6) Lokasi pengelolaan lingkungan hidup;
7) Periode pengelolaan lingkungan hidup;
8) Pembiayaan pengelolaan lingkungan hidup;
9) Institusi pengelolaan lingkungan hidup, mencakup:
Instansi pelaksana;
Instansi pengawas; dan
Instansi penerima laporan.

6
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Kotak 4.2
Ketentuan-ketentuan pokok tercantum dalam dokumen RPL:

1) Dampak besar dan penting yang harus dipantau;


2) Sumber dampak besar dan penting;
3) Parameter lingkungan hidup yang dipantau;
4) Tujuan rencana pemantauan lingkungan hidup;
5) Metode pemantauan lingkungan hidup, mencakup:
metode pengumpulan dan analisis data;
lokasi pemantauan lingkungan hidup;
jangka waktu dan frekuensi pemantauan;
6) Institusi pemantauan lingkungan hidup, mencakup:
Instansi pelaksana;
Instansi pengawas; dan
Instansi penerima laporan.

4.1.2 Tahap pra-konstruksi (pengadaan tanah)

Sumber dampak pada tahap pra-konstruksi adalah pengadaan tanah, khususnya untuk
pembangunan jalan baru atau pelebaran jalan yang ada di luar DAMIJA. Kegiatan ini
dapat menimbulkan dampak sosial yang sangat sensitif, terutama kalau tanah yang
terkena proyek berupa pemukiman padat atau lahan usaha produktif.

4.1.3 Tahap konstruksi

Sumber dampak lingkungan pada tahap konstruksi terutama adalah pengoperasian alat-
alat berat seperti buldozer, excavator, truk, stone crusher, AMP, road roller, dsb., dalam
pelaksanaan pekerjaan konstruksi jalan dan bangunan pelengkapnya. Pengoperasian
alat-alat berat menimbulkan dampak kebisingan dan polusi udara akibat sebaran debu
dan gas buang sisa pembakaran bahan bakar.

Kegiatan konstruksi juga menimbulkan dampak berupa perubahan bentang alam,


pencemaran air, dan gangguan terhadap ketenteraman dan kesehatan masyarakat
sebagai dampak lanjutan dari dampak fisik-kimia.

Dampak negatif terhadap aspek sosial juga dapat terjadi sehubungan dengan mobilisasi
tenaga kerja dari luar lokasi proyek.

7
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

4.1.4 Tahap pasca konstruksi

Sumber dampak pada tahap pasca konstruksi adalah pengoperasian dan pemeliharaan
jalan. Dampak kegiatan pengoperasian jalan antara lain berupa kecelakaan lalu lintas
yang mungkin terjadi akibat kegiatan masyarakat pengguna jalan khususnya pengguna
kendaraan bermotor. Keberadaan jalan juga dapat merangsang kegiatan sektor lain
berupa penggunaan lahan sepanjang koridor jalan yang tidak terkendali, yang pada
akhirnya menimbulkan dampak terhadap kinerja jalan seperti kemacetan lalu lintas.

Di samping itu, mungkin juga terjadi dampak lingkungan terhadap jalan seperti longsor
dan banjir yang mengakibatkan kerusakan jalan sehingga lalu lintas kendaraan
terganggu.

Kegiatan pemeliharaan jalan dapat menimbulkan dampak berupa gangguan lalu lintas,
namun dampak tersebut hanya bersifat sementara.

Tabel 4.1
Matrik Arahan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Bidang Jalan
Komponen
Kegiatan yang Prakiraan dampak Alternatif pengelolaan (parameter/indikator)
menimbulkan dampak yang timbul lingkungan lingkungan yang
perlu dipantau

A. Tahap Perencanaan
1. Survey / pengukuran 1. Keresahan 1. Konsultasi 1. Persepsi
masyarakat masyarakat masyarakat
2. Penetapan rute jalan
2. Potensi dampak 2. Penerapan 2. Kelayakan
pada aspek-aspek pertimbangan lingkungan
biogeofisik dan lingkungan dalam rencana kegiatan
sosial proses perencanaan proyek

B. Tahap Pra-konstruksi
1. Pengadaan Tanah a. Keresahan a. Sosialisasi a. Persepsi
masyarakat masyarakat
b. Ketidakpuasan atas b. Penetapan harga b. Keluhan
nilai kompensasi berdasarkan hasil masyarakat
c. Gangguan terhadap musyawarah
pendapatan c. Pembinaan sosial- c. Kondisi sosial-
ekonomi penduduk ekonomi penduduk
yang terkena proyek terkena proyek

8
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

C. Tahap Konstruksi
Persiapan Pekerjaan
Konstruksi
1. Mobilisasi tenaga a. Kecemburuan sosial a.1 Tenaga kerja lokal a. Tenaga kerja lokal
kerja diprioritaskan terserap
a.2 Sosialisasi pada
penduduk lokal

b. Peningkatan b.1 Pemberian informasi b. Jumlah seluruh


kesempatan kerja ttg tenaga kerja yang tenaga kerja
(dampak positif) diperlukan terserap.
b.2 Pelatihan tenaga
kerja lokal

2. Mobilisasi peralatan a. Kerusakan a.1 Perbaikan jalan yang a. Kondisi jalan


berat prasarana jalan rusak
a.2 Membatasi tonase
peralatan atau
membatasi tekanan
gandar

3. Pembuatan jalan a. Pencemaran udara a. Penyiraman jalan a. Kualitas udara


masuk secara berkala

Pelaksanaan Pekerjaan
Konstruksi
a. Di lokasi proyek
1. Pembersihan dan a. Gangguan pd flora a. Penghijauan a. Liputan vegetasi
penyiapan lahan dan fauna;
b. Pencemaran udara b. Penyiraman secara b. Kualitas udara
berkala (kandungan debu)
c. Pencemaran air c. Pembuatan tanggul c. Kualitas air
permukaan. atau saluran
drainase sementara
utk pengendalian air
larian
d. Gangguan pada d. Pemindahan atau d. Kondisi utilitas
utilitas umum perbaikan utilitas

2. Pekerjaan tanah a. Pencemaran udara a. Penyiraman secara a. Kualitas udara


(galian / timbunan) (debu); berkala
b. Pencemaran air b. Pembuatan tanggul b. Kualitas air
atau saluran
drainase sementara
utk pengendalian air
larian
c. Gangguan pd aliran c. Pembuatan sistem c. Kondisi aliran air
air tanah dan air drainase permukaan dan air
permukaan d.1 Perkuatan tebing tanah
d. Gangguan stabilitas d.2 Pengendalian aliran d. Erosi / longsor
lereng air tanah

9
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

e. Perubahan bentang e Penataan lansekap e. Kondisi lansekap


alam /lansekap;
]

3. Pekerjaan badan jalan a. Pencemaran udara a. Penyiraman secara a. Kualitas udara


/ lapis perkerasan (debu) berkala

b. Gangguan lalu lintas b.1 Pengaturan lalu lintas b. Kondisi lalu lintas
b.2 Pemasangan rambu
lalu lintas

4. Pembuatan sistem a. Gangguan lalu lintas a.1 Pengaturan lalu lintas a. Kondisi lalu lintas
drainase a.2 Pemasangan rambu
lalu lintas

5. Pemancangan tiang a. Kebisingan a. Pemberitahuan kpd a. Kebisingan


pancang masyarakat sekitar;
dan pengaturan
jadwal kerja
b. Getaran (kerusakan b. Penggunaan bor b. Getaran
bangunan sekitar)

6. Pekerjaan bangunan a. Gangguan lalu lintas a.1 Pengaturan lalu lintas a. Kondisi lalu lintas
bawah dan atas a.2 Pemasangan rambu
jembatan atau jalan lalu lintas
layang

7. Pembangunan a. Gangguan lalu lintas a.1 Pengaturan lalu lintas a. Kondisi lalu lintas
bangunan pelengkap a.2 Pemasangan rambu
jalan lalu lintas

8. Penghijauan dan a. Peningkatan estetika a. Penanaman b. Liputan vegetasi


pertamanan lingkungan (dampak tanaman pelindung
positif) dan tanaman hias

b. Di lokasi Quarry dan


jalur transportasi
material
1. Pengambilan tanah a. Pencemaran udara a. Penyiraman secara a. Kualitas udara
dan material berkala
bangunan di quarry b. Gangguan pd aliran b. Pembuatan sistem b. Aliran air
dan borrow area di air permukaan drainase permukaan
darat c. Gangguan stabilitas
lereng (erosi / c.1 Pengaturan c. Erosi / longsor
longsor); kemiringan lereng
sesuai dengan
kondisi tanah
c.2 Pengendalian air
larian
c.3 Tebing dibuat
berteras

10
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

d. Perubahan fungsi d. Reklamasi dan d. Penggunaan lahan


lahan pemanfaatan kembali
lahan
e. Gangguan pada e Penghijauan e. Liputan vegetasi
flora

2. Pengambilan material a. Degradasi dasar a. Pemilihan lokasi a. Stabilitas


di quarry sungai sungai sehingga quarry yang tepat bangunan sungai
mengganggu
stabilitas bangunan
sungai b. Pengendalian bahan b. Kualitas air
b. Pencemaran air buangan
sungai;
c. Gangguan terhadap c. Sda c. Sda
biota air;

d. Longsor tebing d.1 Perkuatan tebing d. Stabilitas tebing


sungai d.2 Penggalian secara sungai
bertahap

3. Pengangkutan tanah a. Pencemaran udara a. Penyiraman berkala; a. Kualitas udara


dan bahan bangunan (debu); Bak truk ditutup (sebaran debu)
terpal
b. Kebisingan; b. Perawatan b. Tingkat kebisingan
kendaraan
c. Kerusakan badan c. Pemeliharaan c. Kondisi jalan
jalan; /Perbaikan jalan
d. Gangguan lalu d. Pengaturan lalu d. Kondisi lalu lintas
lintas. lintas; Pemasangan
rambu lalu lintas

d. Di lokasi Base camp


dan AMP
1. Pengoperasian base a. Kecemburuan sosial a. Penyuluhan a. Keluhan
camp (barak pekerja, b. Pencemaran udara; masyarakat masyarakat
kantor, stone crusher b. Perawatan peralatan b. Kualitas udara
dan AMP) c. Kebisingan; c. Sda c. Tingkat kebisingan
d. Pencemaran air d. Pengendalian limbah d. Kualitas air
permukaan. cair
e. Kecelakaan lalu e. Pengaturan lalu lintas e. Kondisi lalu lintas
lintas

D. Tahap Pasca
Konstruksi
1. Pengoperasian jalan a. Pencemaran udara a. Penghijauan di a. Kualitas udara
(debu, gas polutan) median dan pinggir
b. jalan
c. Kebisingan b. Sda; pembuatan b. Tingkat kebisingan
noise barrier c. Kondisi lalu lintas
d. Kemacetan dan c.1 Pengaturan lalu dan kecelakaan
kecelakaan lalu lintas; lalu lintas
lintas c.2 pemasangan rambu
lalu lintas

11
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

c.3 Penertiban pedagang


kaki lima
c.4 Penyuluhan tertib
pemanfaatan jalan
c.5 Pembuatan rest area,
khususnya pada
jalan tol
d. Keluhan
e. Gangguan mobilitas d. Pembuatan jembatan masyarakat
masyarakat penyeberangan
setempat
f. Gangguan terhadap e. Pembuatan under e. Lintasan satwa
satwa dilindungi pass untuk jalan dilindungi
satwa dilindungi

2. Pemeliharaan jalan a. Gangguan lalu lintas a.1 Pengaturan lalu lintas a. Kondisi lalu lintas
a.2 Pemasangan rambu
lalu lintas sementara

4.2 Prosedur pelaksanaan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup

Pelaksanaan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tiap tahap kegiatan proyek
secara umum dilakukan melalui urutan kegiatan seperti tercantum pada Tabel 4.2.

4.3 Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap perencanaan

4.3.1 Tujuan pemantauan

Tujuan pemantauan pada tahap ini adalah untuk mengetahui apakah proses
perencanaan telah menerapkan pertimbangnan lingkungan hidup atau belum.

4.3.2 Lingkup kegiatan pemantauan

Karena pada tahap ini belum ada kegiatan fisik yang menimbulkan dampak (perubahan
kualitas) lingkungan, kegiatan pemantauan tidak dilakukan terhadap komponen-
komponen lingkungan di lapangan, melainkan terhadap proses penerapan pertimbangan
lingkungan dalam palaksanaan perencanaan mulai dari tahap perencanaan umum
sampai ke tahap perencanaan teknis. Beberapa hal yang perlu dipantau antara lain:

Apakah rencana rute jalan sesuai dengan tata ruang yang telah ditetapkan ?
Apakah rencana umum pembangunan jalan yang bersangkutan telah dikonsultasikan
dengan masyarakat ?

12
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Apakah rute jalan melalui atau berbatasan dengan areal sensitif ? (lihat Kotak 4.3
dan 4.4)
Apakah telah dilakukan Kajian Lingkungan Strategis ?
Apakah rencana kegiatan proyek termasuk kategori wajib dilengkapi AMDAL atau
UKL dan UPL ?
Apakah telah dilakukan konsultasai masyarakat untuk penyusunan KA - ANDAL ?
Apakah studi kelayakan dilengkapi dokumen AMDAL atau UKL dan UPL ?
Apakah ketentuan-ketentuan dalam RKL atau UKL telah dijabarkan dalam desain dan
spesifikasi / persyaratan teknis pekerjaan konstruksi ?
Apakah rencana pengadaan tanah dilengkapi dengan dokumen LARAP ?
Apakah persyaratan pengelolaan dan pemantaun lingkungan telah dicantumkan
dalam dokumen tender dan dokumen kontrak pekerjaan konstruksi ?

Hasil pemantauan dilaporkan dengan menggunakan formulir seperti tercantum pada


Lampiran 1.
Tabel 4.2
Prosedur pelaksanaan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup

Urutan Langkah-Langkah Acuan Keterangan


Kegiatan

1. Pemeriksaan rencana atau a. Pedoman Perencanaan a. Untuk tahap perencanaan


persyaratan pengelolaan Pengelolaan Lingkungan
dan pemantauan Hidup Bidang Jalan
lingkungan hidup yang b. RKL dan RPL atau UKL dan b. Untuk tahap pra-
harus dilaksanakan UPL konstruksi, konstruksi dan
pasca konstruksi

2. Pengecekan progres Laporan progres kegiatan


kegiatan proyek yang proyek
telah / sedang
dilaksanakan

3. Pengecekan apakah a. Pedoman Perencanaan a. Untuk tahap perencanaan


pengelolaan lingkungan Pengelolaan Lingkungan
hidup telah dilaksanakan Hidup Bidang Jalan
sesuai dengan rencana / b. RKL & RPL / UKL & UPL b. Untuk tahap pra-
persyaratan pengelolaan konstruksi, konstruksi dan
lingkungan yang telah c. Desain dan persayaratan pasca konstruksi
ditetapkan dalam pengelolaan lingkungan c. Untuk tahap konstruksi
dokumen yang tercantum dlm kontrak
bersangkutan pekerjaan konstruksi

4. Pengecekan kondisi Metode pemantauan


(kualitas) komponen lingkungan hidup tercantum
lingkungan hidup yang dlm RPL atau UPL.
mungkin terkena dampak

13
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

5. Pengecekan efektifitas Baku mutu lingkungan


atau kinerja pengelolaan
lingkungan hidup yang
telah dilaksanakan

6. Identifikasi kendala- Laporan Unit Pelaksana


kendala yang kegiatan proyek
menghambat pelaksanaan
pengelolaan lingkungan
hidup (bila ada)

7. Perumusan saran untuk Pedoman Pelaksanaan


perbaikan / Pengelolaan Lingkungan Hidup
penyempurnaan Bidang Jalan
pelaksanaan pengelolaan
lingkungan selanjutnya
(bila perlu)

8. Pendokumentasian dan Contoh format laporan Laporan dibuat oleh pelaksana


pelaporan internal hasil (Lampiran 1 s/d 4) pemantauan, dan disampaikan
pemantauan kepada Pemimpin Proyek atau
Unit pengelola kegiatan.

9. Penyusunan dan Keputusan Kepala Bapedal No: Khusus untuk proyek yang
pengiriman laporan KEP-105 tahun 1997 tentang wajib dilengkapi AMDAL.
pemantauan pelaksanaan Panduan Pemantauan
RKL dan RPL Pelaksanaan RKL dan RPL

Kotak 4.3
Areal Sensitif

Kawasan lindung (lihat Kotak 4.4);


Areal permukiman padat penduduk;
Areal dengan kemiringan lereng terjal (> 40 %);
Areal yang kondisi tanahnya tidak stabil;
Lahan pertanian produktif;
Daerah komersial;
Kompleks militer;
Areal berpanorama indah;
Pemukiman masyarakat terasing (masyarakat adat).

14
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Kotak 4.4
Daftar Kawasan Lindung

A. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya:


1. Kawasan Hutan Lindung;
2. Kawasan Bergambut dengan ketebalan 3 m atau lebih;
3. Kawasan Resapan Air;

B. Kawasan perlindungan setempat:


1. Sempadan Pantai;
2. Sempadan Sungai;
3. Kawasan Sekitar Danau / Waduk;
4. Kawasan Sekitar Mata Air

C. Kawasan suaka slam dan cagar budaya


1. Kawasan Suaka Alam (terdiri dari Cagar Alam, Suaka Marga Satwa, Hutan
Wisata, Daerah Perlindungan Plasma Nutfah, dan Daerah Pengungsian Satwa);
2. Kawasan Suaka Alam Laut dan perairan lainnya (termasuk perairan laut,
perairan darat, wilayah pesisir, muara sungai, gugusan karang atau terumbu
karang, dan atol yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan / atau
keunikan ekosistem);
3. Kawasan Pantai berhutan Bakau (mangrove);
4. Taman Nasional;
5. Taman Hutan Raya;
6. Taman Wisata Alam
7. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan (termasuk daerah karst berair,
daerah dengan budaya masyarakat istimewa, daerah lokasi situs purbakala
atau peninggalan sejarah yang bernilai tinggi);
D. Kawasan Rawan Bencana Alam.
1. Kawasan rawan letusan gunung berapi;
2. Kawasan rawan gempa bumi;
3. Kawasan rawan longsor.

Sumber: Keppres No.32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.


Catatan: Definisi dan kriteria mengenai jenis-jenis kawasan lindung dapat dilihat dalam Keppres
tersebut di atas.

4.4 Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pra-konstruksi

4.4.1 Tujuan pemantauan

Tujuan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap ini terutama untuk
mencek kinerja penanganan dampak sosial akibat kegiatan pengadaan tanah dan
pemindahan penduduk.

15
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

4.4.2 Kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang perlu dipantau

Kegiatan-kegiatan pengelolaan lingkungan yang perlu dipantau antara lain:

a) sosialisasi / penyuluhan masyarakat tentang rencana pengadaan tanah;


b) pelaksananaan musyawarah untuk penetapan jenis besarnya ganti rugi;
c) pelaksanaan pemberian ganti rugi (kompensasi)
d) pembinaan sosial-ekonomi masyarakat yang terkena pembebasan tanah terutama
yang terpindahkan;

4.4.3 Komponen lingkungan hidup yang perlu dipantau

Dampak sosial yang perlu dipantau khususnya kondisi sosial-ekonomi penduduk pemilik /
pengguna tanah yang terkena pembebasan tanah dan terutama penduduk yang
terpindahkan. Hal ini meliputi:
a) keresahan masyarakat yang mungkin terjadi karena informasi tentang kegiatan
proyek yang kurang jelas;
b) munculnya provokator dan / atau spekulan tanah;
c) ketidakpuasan masyarakat atas besarnya nilai ganti rugi (kompensasi);
d) kehilangan / gangguan terhadap mata pencaharian masyarakat;
e) kondisi sosial-ekonomi masyarakat setelah terkena pembebasan tanah /
dipindahkan.

Hasil pemantauan dilaporkan dengan menggunakan formulir seperti tercantum pada


Lampiran 2.

4.5 Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap konstruksi

4.5.1 Tujuan pemantauan

Tujuan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap ini adalah untuk
mengetahui kinerja penanganan dampak terhadap lingkungan hidup yang mungkin
terjadi akibat kegiatan konstruksi.

16
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

4.5.2 Kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang perlu dipantau

Kegiatan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap konstruksi pada dasarnya adalah
berupa pengaturan pengoperasian alat-alat berat di lokasi pekerjaan, yang meliputi:

a) Di lokasi base camp

Kegiatan pengelolaan lingkungan hidup di lokasi base camp meliputi antara lain:
Perawatan alat-alat berat seperti stone crusher, AMP, loader, dan sebagainya;
Pengelolaan sampah padat dan limbah cair;
Pencegahan tumpahan bahan bakar dan pelumas.

b) Di lokasi quarry

Lokasi quarry mungkin berada di daratan atau di perairan sungai (untuk pengambilan
pasir atau sirtu). Quarry daratan juga mungkin di areal dataran atau areal berbukit.
Kegiatan pengelolaan lingkungan hidup di lokasi quarry pada umumnya mencakup
antara lain:
Pencegahan erosi dan longsor;
Pencegahan pencemaran air;
Reklamasi (penghijauan).

c) Di jalur transportasi bahan bangunan dari quarry ke lokasi proyek

Kegiatan pengelolaan lingkungan hidup di jalur transportasi berkaitan dengan masalah


penanganan dampak pengoperasian truk pengangkut bahan bangunan, yang meliputi:
Pencegahan polusi udara dan kebisingan;
Pencegahan / penanganan kerusakan jalan;
Pencegahan gangguan lalu lintas;
Pencegahan kecelakaan lalu lintas.

d) Di lokasi kontstruksi jalan dan jembatan

Kegiatan pengelolaan lingkungan di lokasi konstruksi jalan berkaitan dengan upaya


penanganan dampak kegiatan pembersihan lahan, pekerjaan tanah (galian / timbunan),
perkerasan jalan, dan konstruksi bangunan pelengkap jalan. Hal ini meliputi:
Pencegahan pencemaran udara dan kebisingan

17
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Pencegahan pencemaran air;


Pencegahan gangguan lalu lintas
Pencegahan erosi dan longsor;
Penghijauan.

4.5.3 Komponen lingkungan hidup yang perlu dipantau

Komponen lingkungan hidup yang perlu dipantau sebagian besar berupa komponen fisik-
kimia seperti kualitas udara, tingkat kebisingan, kualitas air, bentang alam / lansekap,
stabilitas tanah (erosi / longsor) serta kerusakan jalan, dan gangguan terhadap
kenyamanan / kesehatan masyarakat setempat.

Hasil pemantauan dilaporkan dengan menggunakan formulir seperti tercantum pada


Lampiran 3.

4.6 Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pasca konstruksi

4.6.1 Tujuan pemantauan

Tujuan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap ini adalah untuk
mengetahui kinerja penanganan dampak terhadap lingkungan hidup yang terjadi akibat
kegiatan pengoperasian atau pemanfaatan dan pemeliharaan jalan yang telah selesai
dibangun / ditingkatkan, baik berupa penggunaan jalan oleh para pemakai kendaraan
maupun pejalan kaki. Di samping itu, perlu diperhatikan juga penanganan dampak
lingkungan terhadap kondisi jalan seperti banjir, longsor dan sebagainya.

4.6.2 Kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang perlu dipantau

Pemantauan pengelolaan lingkungan pada tahap pasca konstruksi harus dilaksanakan di


sepanjang ruas jalan yang dipantau, yang pada umumnya meliputi:
a) Penghijauan untuk penanggulangan pencemaran udara dan kebisingan;
b) Pengaturan lalu lintas;
c) Penyediaan jembatan penyeberangan;
d) Pencegahan kecelakaan lalu lintas;
e) Penataan lansekap;
f) Penggunaan lahan di sekitar jalan serta tertib pemanfaatan jalan.

18
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Dalam kasus-kasus tertentu, mungkin juga diperlukan pengelolaan lingkungan untuk


penanganan dampak terhadap satwa liar (dilindungi) dan penanganan dampak terhadap
kondisi sosial-ekonomi masyarakat terasing yang terlewati jalan baru.

4.6.3 Komponen lingkungan yang dipantau

Komponen lingkungan yang perlu dipantau meliputi:


a) Kualitas udara dan kebisingan;
b) Liputan vegetasi;
c) Kondisi (kemacetan) lalu lintas;
d) Keluhan masyarakat akibat terganggunya mobilitas mereka sehari-hari;
e) Kecelakaan lalu lintas;
f) Kondisi lansekap jalan;
g) Penggunaan lahan di sekitar jalan;
h) Pedagang kaki lima (PKL) yang menggunakan damija.

Hasil pemantauan dilaporkan dengan menggunakan formulir seperti tercantum pada


Lampiran 4.

4.7 Evaluasi kualitas lingkungan hidup pada tahap evaluasi pasca proyek.

4.7.1 Lingkup evaluasi

Pada tahap ini diperlukan evaluasi kualitas lingkungan sehubungan dengan kinerja jalan
yang bersangkutan setelah umur desainnya terlampaui.

Evaluasi kualitas lingkungan mencakup masalah-masalah yang terjadi karena adanya:


Dampak pengoperasian jalan;
Dampak ikutan (dampak kegiatan sektor lain) terhadap kinerja jalan; dan
Dampak lingkungan alam.

4.7.2 Langkah-langkah kegiatan

a) Pengecekan lapangan untuk mengetahui dampak lingkungan akibat kegiatan


pengoperasian jalan, seperti:

19
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

polusi udara;
kebisingan;
kemacetan lalu lintas;
kecelakaan lalu lintas.

b) Pengecekan lapangan untuk mengetahui kegiatan-kegiatan sektor lain yang


menimbulkan dampak terhadap kinerja jalan, seperti pasar, pertokoan, pedagang
kaki lima, dan sebagainya.

c) Penilaian kualitas lingkungan dengan mengacu pada baku mutu lingkungan yang
telah ditetapkan oleh pemerintah;

d) Perumusan saran untuk peningkatan kualitas lingkungan di sepanjang ruas jalan


yang bersangkutan.

Hasil evaluasi kualitas lingkungan dilaporkan dengan menggunakan formulir seperti


tercantum pada Lampiran 5. Hasil evaluasi ini merupakan landasan untuk perumusan
rencana kegiatan proyek baru baik berupa pengembangan jalan yang bersangkutan
maupun pembangunan jaringan jalan baru, serta masukan untuk perbaikan pengelolaan
lingkungan sektor lainnya..

4.7.3 Monitoring dan evaluasi sosial-ekonomi

Pembangunan jalan dimaksudkan untuk memberikan manfaat bagi masyarakat untuk:

Membuka keterisolasian wilayah;


Meningkatkan aktivitas dan mendukung kelancaran roda ekonomi wilayah;
Mempermudah akses penggunaan teknologi dan pemanfaatan fasilitas sosial seperti
pendidikan, kesehatan, pemerintahan, dan lain lain;
Peningkatan mobilitas dan kontak sosial antar penduduk.

Dalam kaitannya dengan kebijakan pembangunan masyarakat pedesaan, pembangunan


jalan secara umum dapat menimbulkan manfaat bagi masyarakat pedesaan, termasuk
masyarakat miskin, antara lain:

a) peningkatan mobilitas penduduk;


b) penurunan biaya transportasi baik untuk barang maupun orang;

20
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

c) peningkatan akses para pedagang kecil produk pertanian ke pasar di desa-desa yang
lebih besar atau kota;
d) peningkatan pelayanan fasilitas kesehatan, pendidikan dan penyuluhan pertanian
yang ada di kota bagi penduduk pedesaan;
e) peningkatan pendapatan uang tunai dalam jangka panjang, terutama karena
perbaikan akses ke pasar dan para pemasok (supplier);
f) peningkatan pendapatan uang dalam jangka pendek (sementara) sehubungan
dengan kesempatan kerja dalam pelaksanaan proyek jalan yang bersangkutan;
g) pengaspalan jalan agregat / tanah dapat meningkatkan kesehatan dan pola hidup
masyarakat sebagai akibat penurunan sebaran debu dari jalan.

Untuk mengetahui sejauh mana masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan, telah


memperoleh manfaat dari pembangunan jalan tersebut, diperlukan monitoring dan
evaluasi sosial-ekonomi.

Pada saat ini kegiatan monitoring dan evaluasi sosial-ekonomi proyek-proyek jalan pada
umumnya belum dilaksanakan, kecuali untuk beberapa proyek yang dibiayai dengan
dana bantuan luar negeri, seperti program Road Rehabilitation (Sector) Project (RR(S)P)
bantuan ADB, yang mensyaratkan implementasi program monitoring dan evaluasi sosial-
ekonomi (SEMEP = Socio-economic Monitoring and Evaluation Program).
Program tersebut harus dilaksanakan di beberapa sampel desa yang berdekatan dengan
jalan yang dibangun, sebelum kegiatan konstruksi dilaksanakan, kemudian pada tahun
pertama dan tahun keempat setelah konstruksi selesai. Idealnya, monitoring dan
evaluasi sosial-ekonomi ini dilaksanakan untuk semua proyek jalan, untuk menguji
(mengevaluasi) sejauh mana rencana manfaat proyek dapat tercapai.

Pedoman pemantauan pengelolaan lingkungan bidang jalan ini tidak mencakup petunjuk
untuk pelaksanaan monitoring dan evaluasi sosial-ekonomi. Untuk keperluan tersebut
seyogianya diperlukan pedoman lain yang lebih spesifik.

4.8 Metode pemantauan kualitas lingkungan

4.8.1 Pemantauan langsung

Pemantauan langsung kualitas lingkungan dilakukan dengan cara pengukuran langsung


p aram eter ku n ci ku alitas kom p on en lin g ku ng an terten tu . S eb ag ai con toh , u n tu k

21
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

pemantauan tingkat kebisingan yang terjadi akibat pengoperasian alat-alat berat, tingkat
kebisingan diukur langsung di lapangan dengan menggunakan sound level meter.

Metode pemantauan lingkungan hidup yang harus digunakan untuk tiap komponen
(parameter atau indikator) lingkungan yang mungkin terkena dampak semestinya
tercantum dalam dokumen RPL atau UPL, yang telah ditetapkan berdasarkan hasil studi
pada tahap perencanaan. Ketentuan tentang metode pemantauan tersebut mencakup:

metode pengumpulan dan analisis data;


lokasi pemantauan lingkungan hidup;
jangka waktu dan frekuensi pemantauan.

Meskipun demikian, dalam pelaksanaannya di lapangan, sebaiknya dipertimbangkan juga


alternatif lain yang lebih praktis dan ekonomis, khususnya penggunaan indikator-
indikator yang mudah diukur.

4.8.2 Pemantauan tidak langsung

Untuk kasus-kasus tertentu, dengan pertimbangan kepraktisan kerja dan penghematan


biaya, pemantauan dapat dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan mengukur
indikator-indikator tertentu. Sebagai contoh, untuk pemantauan tingkat kebisingan yang
terjadi akibat pengoperasian alat-alat berat, tingkat kebisingan tidak diukur langsung di
lapangan dengan menggunakan sound level meter, tapi dilakukan pemantauan adanya
keluhan masyarakat yang terkena dampak sebagai indikator adanya gangguan
kebisingan tersebut.

4.9 Baku mutu lingkungan

Untuk mengevaluasi atau menilai kualitas lingkungan di lokasi proyek dan sekitarnya,
hasil pemantauan komponen / parameter lingkungan tertentu dibandingkan dengan baku
mutu lingkungan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan cara membandingkan
nilai hasil pemantauan terhadap baku mutu lingkungan tersebut dapat disimpulkan
apakah kualitas lingkungan memenuhi baku mutu atau tidak.

Beberapa contoh ketentuan baku mutu lingkungan disajikan dalam lampiran, yaitu:
Lampiran 6 : Baku Mutu Udara Ambien Nasional;
Lampiran 7 : Baku Tingkat Kebisingan;
Lampiran 8 : Baku Tingkat Getaran;

22
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Lampiran 9 : Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas;


Lampiran 10: Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha atau Kegiatan Penambangan
Bahan Galian Golongan C Jenis Lepas di Dataran;
Lampiran 11 : Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor.

5. Dokumentasi dan Pelaporan

5.1 Dokumentasi

Hasil pemantauan pengelolaan lingkungan hidup untuk tiap tahap kegiatan proyek
didokumentasikan dengan menggunakan format laporan seperti tercantum pada
Lampiran 1 s/d 4. Sedangkan hasil evaluasi kualitas lingkungan pada tahap pasca proyek
didokumentasikan dengan menggunakan format seperti tercantum pada Lampiran 5.

Laporan tersebut secara garis besar berisi informasi tentang:

a) Data umum kegiatan proyek jalan yang bersangkutan;


b) Jenis-jenis kegiatan proyek yang sedang atau telah dilaksanakan;
c) Dampak lingkungan yang telah atau potensial terjadi;
d) Upaya pengelolaan lingkungan yang telah / sedang dilaksanakan;
e) Efektivitas (kinerja) pengelolaan lingkungan hidup;
f) Kendala-kendala yang dihadapi (bila ada);
g) Saran perbaikan upaya pengelolaan lingkungan selanjutnya (bila perlu)

5.2 Pelaporan

5.2.1 Laporan internal

Laporan internal dibuat oleh petugas pelaksana pemantauan pengelolaan lingkungan


hidup dengan menggunakan format laporan seperti tercantum pada Lampiran 1 s/d 4.
Laporan tersebut disampaikan kepada Pemimpin Proyek / penanggungjawab
pelaksanaan kegiatan proyek.

5.2.2 Laporan eksternal

Laporan eksternal dibuat khusus untuk proyek-proyek jalan yang termasuk kategori
wajib dilengkapi dokumen AMDAL. Penyusunan laporan ini agar mengacu pada

23
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Keputusan Kepala Bapedal No. KEP-105 Tahun 1997 tentang Panduan Pemantauan
Pelaksanaan RKL dan RPL . Format laporan tercantum pada Lampiran 12, 13 dan 14.
Materi laporan disusun berdasarkan data tercantum dalam laporan internal tersebut pada
Butir 5.2.1.

6. Pelaksanaan Pemantauan

6.1 Instansi pelaksana pemantauan

Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tiap tahap kegiatan / siklus proyek jalan
dilaksanakan oleh pemrakarsa atau pengelola kegiatan. Dalam hal ini penanggungjawab
pelaksanaan pemantauan tersebut adalah Pemimpin Proyek / Bagian Proyek atau unit
kerja / pengelola kegiatan yang bersangkutan.

Pada tahap perencanaan, pelaksanaan pemantauan pengelolaan lingkungan dapat


dibantu oleh konsultan perencana.

Pada tahap pra-konstruksi dan konstruksi, pelaksanaan pemantauan pengelolaan


lingkungan dapat dibantu oleh kontraktor dan konsultan supervisi;

Pada tahap pasca konstruksi, pelaksanaan pemantauan pengelolaan lingkungan


dilaksanakan oleh unit kerja / pengelola kegiatan pemeliharaan dan rehabilitasi jalan
yang bersangkutan.

6.2 Instansi pengawas pelaksanaan pemantauan

Pengawasan pelaksanaan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan oleh


instansi atasan langsung pemimpin proyek / bagian proyek, dan Bapedalda Kabupatan /
Kota setempat.

6.3 Instansi penerima laporan hasil pemantauan

Khusus untuk proyek jalan yang wajib dilengkapi AMDAL, laporan pemantauan
pelaksanaan RKL dan RPL tahap-tahap pra-konstruksi, konstruksi dan pasca konstruksi
disampaikan oleh pemrakarsa / pengelola kegiatan kepada instansi pengawas

24
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

pelaksanaan pemantauan dan instansi pembina teknis bidang jalan serta instansi lain
yang terkait, yaitu:

a) Gubernur KDH Propinsi c.q. Bapedalda Propinsi yang bersangkutan;


b) Bupati / Walikota c.q. Bapedalda Kabupaten / Kota yang bersangkutan;
c) Instansi pembina teknis (Dinas PU / Bina Marga / Praswil);
d) Instansi lain yang terkait

7. Pembiayaan

7.1 Biaya pemantauan pada tahap perencanaan

Anggaran biaya pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap perencanaan


seharusnya termasuk dalam anggaran biaya pekerjaan perencanaan, atau dialokasikan
secara khusus dalam anggaran rutin instansi pelaksana pekerjaan perencanaan.

7.2 Biaya pemantauan pada tahap pra-konstruksi

Anggaran biaya pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pra-konstruksi


seharusnya termasuk dalam anggaran biaya pengadaan tanah, atau dialokasikan secara
khusus dalam anggaran rutin instansi pelaksana pengadaan tanah.

7.3 Biaya pemantauan pada tahap konstruksi

Anggaran biaya pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap konstruksi


seharusnya termasuk dalam anggaran biaya pekerjaan konstruksi atau biaya pekerjaan
konsultan supervisi pekerjaan konstruksi.

7.4 Biaya pemantauan pada tahap pasca konstruksi

Anggaran biaya pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pasca konstruksi
seharusnya termasuk dalam anggaran biaya pemeliharaan dan rehabilitasi jalan, atau
dialokasikan secara khusus dalam anggaran rutin instansi pelaksana pemeliharaan dan
rehabilitasi jalan.

25
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

7.5 Biaya evaluasi pada tahap evaluasi pasca proyek

Anggaran biaya evaluasi kualitas lingkungan pada tahap evaluasi pasca proyek perlu
dialokasikan secara khusus oleh instansi atau unit kerja yang membidangi kegiatan
perencanaan teknis atau pembinaan lingkungan.

7.6 Komponen-komponen biaya pemantauan

Biaya pelaksanaan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup secara garis besar terdiri
dari komponen-komponen biaya:
transportasi;
personel (lumpsum);
peralatan dan material;
analisis laboratorium (bila perlu);
penyusunan laporan.

8. Penutup

Pelaksanaan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini, harus


terintegrasi dalam pengelolaan (manajemen) proyek secara keseluruhan. Untuk
keperluan itu, koordinasi antar instansi atau unit kerja terkait mutlak diperlukan, dan
peranan pemimpin proyek / bagian proyek selaku pemrakarsa / pengelola pekerjaan
sangat penting.

Yang dimaksud dengan pemimpin proyek di sini adalah semua pemimpin proyek, selaku
pemrakarsa kegiatan, yang masing-masing secara berkesinambungan bertanggung
jawab dalam tiap tahap siklus proyek pembangunan jalan, meliputi:

Pemimpin Proyek Perencanaan;


Pemimpin Proyek Pengadaan Tanah;
Pemimpin Proyek Pembangunan (konstruksi); dan
Pemimpin Proyek Pemeliharaan / Rehabilitasi.

Agar proses pengelolaan lingkungan hidup dapat terlaksana secara berkesinambungan,


semua dokumen mengenai lingkungan hidup (AMDAL, UKL dan UPL, LARAP, Laporan
Hasil Pemantauan Pengelolaan Lingkungan) yang dibuat oleh pemimpin proyek pada
tahap tertentu, harus diserahterimakan kepada pemimpin proyek tahap berikutnya,
sebagai satu kesatuan dengan dokumen teknis, untuk digunakan sebagai arahan

26
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

pengelolaan lingkungan hidup tahap berikutnya (lihat Gambar 8.1).


Ketentuan-ketentuan tentang koordinasi antara pemrakarsa kegiatan proyek jalan
dengan instansi-instansi terkait, dapat dilihat pada Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder di Daerah.

Keberhasilan pemantauan pengelolaan lingkungan juga tergantung dari ketersediaan


sumberdaya manusia yang qualified serta dana dan sarana penunjang yang memadai
sesuai dengan kebutuhan pada tiap tahap kegiatan proyek. Di samping itu, keberadaan
unit kerja dalam struktur organisasi proyek, yang mempunyai tugas dan tanggungjawab
untuk melaksanakan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup akan sangat
berperan.

Sehubungan dengan keterbatasan dana yang tersedia, pelaksanaan pemantauan


pengelolaan lingkungan seyogianya difokuskan pada dampak kegiatan-kegiatan tertentu
dengan dasar pertimbangan:

a) Kegiatan diperkirakan akan menimbulkan dampak besar dan penting;


b) Kegiatan berada di lokasi yang sensitif, misalnya berbatasan atau berdekatan
dengan kawasan lindung;
c) Berpotensi menjadi sumber isu atau kasus lingkungan yang sensitif;
d) Permintaan atau laporan instansi tertentu, masyarakat sekitar lokasi proyek, atau
Lembaga Swadaya Masyarakat.

27
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Gambar 8.1
Bagan Pengelolaan Lingkungan Proyek Jalan yang Berkesinambungan

Pemimpin Proyek Pemimpin Proyek Pemimpin Proyek Pemimpin Proyek


Perencanaan Pengadaan Tanah Konstruksi Pemeliharaan dan
Rehabilitasi

Penyusunan
dokumen
AMDAL, UKL
dan UPL,
Desain,
Spesifikasi
Teknis, Pengadaan
LARAP Tanah
termasuk
Pengelolaan
Lingkungan
Hidup

Laporan Pelaksanaan
Pelaksanaan Pekerjaan
Pengadaan Konstruksi
Tanah, termasuk
termasuk Pengelolaan
Laporan Lingkungan
Pemantauan Hidup
Pengelolaan
Lingkungan
Hidup
Pemanfaatan,
Laporan
Pemeliharaan,
Pelaksanaan
Rehabilitasi
Pekerjaan
termasuk
Konstruksi
Pengelolaan
termasuk
Lingkungan
Laporan
Hidup
Pemantauan
Pengelolaan
Lingkungan
Hidup
Laporan
Pelaksanaan
Pemeliharaan
Evaluasi dan
Kualitas Rehabilitasi
Lingkungan termasuk
Hidup Laporan
Pasca Proyek Pemantauan
Pengelolaan
Lingkungan
Hidup

28
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Tabel 4.3
Baku Mutu Emisi Untuk Jenis Kegiatan Lain
(Berlaku Efektif Tahun 2000)

No. Parameter Batas Maksimum


(mg/m3)

A. Bukan Logam
1. Ammonia (NH3) 0,5
2. Gas Klorin (Cl2) 10
3. Hidrogen Klorida (HCl) 5
4. Hidrogen Flourida (HF) 10
5. Nitrogen Oksida (NO2) 1000
6. Opasitas 35 %
7. Ppartikel 350
8. Sulfur Dioksida (SO2) 800
9. Total Sulfur Tereduksi (H2S) 35
(Total Reduced Sulphur)

B. Logam
10. Air Raksa (Hg) 5
11. Arsen (As) 8
12. Antimon (Sb) 8
13. Kadmium (Cd) 8
14. Seng (Zn) 50
15. Timah Hitam (Pb) 12

Sumber: Kepmen LH. No: KEP-13/MENLH/3/1995 tentang Baku Mutu Emisi


Sumber Tudak Bergerak
Catatan: Volume gas dalam keadaan standar (25 oC dan Tekanan 1 atm).

1.8.2 Pemantauan sumber dampak

Pemantauan besarnya dampak terhadap lingkungan hidup juga dapat dilakukan dengan
cara pengukuran sumber dampak. Sebagai contoh, Tabel 4.2 menunjukkan tingkat
kebisingan alat-alat berat yang biasa dioperasikan pada tahap konstruksi. Tabel tersebut
menunjukkan tingkat kebisingan pada sumbernya. Tingkat kebisingan pada jarak
tertentu dari lokasi alat berat tersebut dapat dihitung dengan menggunakan formula
(rumus matematik) yang sudah baku.

29
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Tabel 4.4
Tingkat Kebisingan Peralatan Konstruksi

Tingkat Kebisingan
Pada Pada jarak 15 m Pada jaral 30 m
No. Jenis Peralatan
Sumbernya dari sumbernya dari sumbernya
(dBA)
1. Buldozer 101 82,6 67,5
2. Backoe 98 82,6 60,5
3. Truk 64,6
4. Vibration roller 98 82,5 60,5
5. Vibration compactor 101 82,6 63,5
6. Road roller 101 82,6 63,5
7. Asphalt finisher 101 82,6 63,5

4.9.2 Langkah-langkah kegiatan pemantauan

a) Pemeriksaan / pemahaman dokumen RKL dan RPL atau UKL dan UPL dan/atau
LARAP (bila ada) proyek jalan yang akan dipantau, untuk mengetahui jenis-jenis
kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang harus dilaksanakan pada
tahap pra-konstruksi;
b) Pengecekan apakah pengadaan tanah telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan yang berlaku atau tidak;
c) Pengecekan lapangan untuk mengetahui dampak sosial yang telah terjadi dengan
menggunakan metode seperti tercantum dalam dokumen RPL atau UPL;
d) Pengecekan lapangan untuk mengetahui apakah pengelolaan lingkungan hidup telah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan tercantum dalam dokumen RKL / UKL atau
LARAP, bagaimana efektivitas (kinerjanya), dan apa kendalanya (bila ada);
e) Perumusan saran untuk perbaikan / penyempurnaan pelaksanaan pengelolaan
lingkungan selanjutnya (bila perlu);

4.9.3 Langkah-langkah kegiatan pemantauan

a) Pemeriksaan / pemahaman dokumen RKL dan RPL atau UKL dan UPL proyek jalan
yang dipantau, untuk mengetahui jenis-jenis kegiatan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan yang harus dilaksanakan pada tahap konstruksi;

30
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

b) Pengecekan progres tiap jenis pekerjaan konstruksi


c) Pengecekan lapangan untuk mengetahui dampak lingkungan yang telah terjadi,
dengan menggunakan metode seperti tercantum dalam dokumen RPL atau UPL;
d) Pengecekan lapangan untuk mengetahui apakah pengelolaan lingkungan hidup telah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan tercantum dalam dokumen RKL / UKL atau
persyaratan pengelolaan lingkungan tercantum dalam kontrak pekerjaan konstruksi,
bagaimana efektivitas (kinerjanya), dan apa kendalanya (bila ada);
e) Perumusan saran untuk perbaikan / penyempurnaan pelaksanaan pengelolaan
lingkungan selanjutnya (bila perlu);

4.6.4 Langkah-langkah kegiatan

a) Pemeriksaan / pemahaman dokumen RKL dan RPL atau UKL dan UPL proyek jalan
yang dipantau, untuk mengetahui jenis-jenis kegiatan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan yang harus dilaksanakan pada tahap pasca konstruksi;
b) Pengecekan lapangan untuk mengetahui dampak lingkungan yang telah terjadi
akibat:
pengoperasian / pemanfaatan jalan oleh para pengguna jalan;
pemeliharaan / rehabilitasi jalan;
kegiatan-kegiatan sektor lain.
c) Pengecekan lapangan untuk mengetahui apakah pengelolaan lingkungan hidup telah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan tercantum dalam dokumen RKL / UKL atau
persyaratan pengelolaan lingkungan tercantum dalam kontrak pekerjaan
pemeliharaan atau rehabilitasi jalan, bagaimana efektivitas (kinerjanya), dan apa
kendalanya (bila ada);
d) Perumusan saran untuk perbaikan/penyempurnaan pelaksanaan pengelolaan
lingkungan selanjutnya (bila perlu);

31
Lampiran 1

Laporan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup


Bidang Jalan pada Tahap Perencanaan

A. Data Umum Proyek Jalan / Jembatan

1. Nama Proyek

2. Nama Paket / No. Paket

3. Nama Ruas / No. Ruas

4. Lokasi (lampirkan peta lokasi):


a. Kabupaten / Kota *)
b. Propinsi

5. Panjang jalan / jembatan *) . K m / . m *)

6. Status jalan Nasional / Propinsi / Kabupaten / Kota *)

7. Tahap Perencanaan Perencanaan Umum / Studi Kelayakan /


Perencanaan Teknis *)

8. Progres pekerjaan

B. Hasil Pemantauan

1. Kesesuaian dengan tata ruang Sesuai / tidak sesuai *)

2. Keberadaan areal sensitif, termasuk Ada / tidak ada / tidak diketahui *)


masyarakat terasing / adat a) ..
(Kalau ada, sebutkan jenisnya) b) ..
c) ..

3. Kajian Lingkungan Strategis Telah / sedang / belum / tidak dilaksanakan


*)

4. Konsultasi awal dengan masyarakat Telah / sedang / belum / tidak dilaksanakan


*)

4.a. Kelompok masyarakat yang menghadiri a)


konsultasi awal b)
c)
d)
e)
f)
g)

4.b. Jumlah peserta konsultasi awal . O ran g

4.c. Kesimpulan hasil konsultasi Terlampir / belum / tidak ada *)

5. Wajib dilengkapi AMDAL ? Ya / tidak *)

6. Konsultasi masyarakat untuk penyusunan Telah / sedang / belum/ tidak perlu / tidak
KA - ANDAL dilaksanakan *)

Halaman 1 - 1
Lampiran 1

6.a. Kelompok masyarakat yang a)


menghadiri konsultasi b)
c)
d)
e)
f)
g)

6.b. Jumlah peserta konsultasi . O ran g

Terlampir / belum / tidak ada *)


6.c. Kesimpulan hasil konsultasi

7. Penyusunan KA ANDAL Telah / sedang / belum / tidak perlu / tidak


dilaksanakan *)

8. Penyusunan dokumen AMDAL Telah / sedang / belum / tidak perlu / tidak


dilaksanakan *)

9. Wajib dilengkapi UKL dan UPL ? Ya / tidak *)

10. Penyusunan dokumen UKL dan UPL Telah / sedang / belum / tidak perlu / tidak
dilaksanakan *)

11. Isu pokok lingkungan hidup a)


b) ...
c)
d)

12. Penyusunan LARAP Telah / sedang / belum / tidak dilaksanakan


*)

13. Penjabaran RKL / UKL dalam desain dan Telah / sedang / belum / tidak dilaksanakan
spesifikasi teknis pekerjaan konstruksi *)

14. Pencantuman persyaratan pengelolaan Telah / sedang / belum / tidak dilaksanakan


lingkungan dalam dokumen tender dan *)
kontrak pekerjaan konstruksi

C. Kendala yang Dihadapi

D. Saran Tindak Lanjut

*) : Coret yang tidak perlu


Catatan: Data yang lebih rinci
dapat dilampirkan 20 03

Pelaksana Pemantauan

( .)

Halaman 1 - 2
Lampiran 2

Laporan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup


Bidang Jalan pada Tahap Pra-konstruksi

A. Data Umum Proyek Jalan / Jembatan

1. Nama Proyek

2. Nama Paket / No. Paket

3. Nama Ruas / No. Ruas

4. Lokasi:
a. Kabupaten / Kota *)
b. Propinsi

5. Status Jalan Nasional / Propinsi / Kabupaten / Kota *)

6. Panjang jalan / jembatan .. km / .. m *)

7. Luas tanah yang diperlukan .. h a

B. Hasil Pemantauan

1. Sosialisai kepada masyarakat Telah / sedang / belum dilaksanakan *)

2. Jumlah penduduk yang menghadiri .. o ra n g


sosialisasi

3. Pendataan tanah / bangunan / tanaman Telah / sedang / belum dilaksanakan *)

4. Jenis penggunaan tanah a) P e m ukim a n : .H a ( % )


b) P e rta n ia n : H a ( % )
c) P e rd a g a n g a n : H a ( % )
d) In d u stri : . H a ( % )
e) : . H a ( % )
f) : . H a ( % )
Jum la h : .H a ( 100 % )

5. Jenis dan jumlah bangunan yang terkena a) R um ah : .. b u a h


proyek b) T oko / w a ru n g : .. b u ah
c) T em p a t u sa h a la in n ya : .. b u a h
d) S e ko la h : .. b u a h
e) M e sjid : .. b u a h
f) G e re ja : . .. b u a h
g) M a kam /ku b u ra n : . .. b u a h
h) Je n is la in n ya (se b u tka n ): . B u a h

6. Jumlah penduduk yang terkena proyek .. K K

7. Jumlah pemilik tanah yang terkena .. K K


seluruhnya

8. Jumlah pemilik tanah yang terkena .. K K


sebagian

9. Jumlah penduduk yang harus pindah .. K K

10. Jenis kompensasi yang telah disepakati Uang / tanah / kapling siap bangun / lain-lain
( ..)*)

Halaman 2 - 1
Lampiran 2

11. Musyawarah penetapan kompensasi Telah / sedang / belum dilaksanakan *)

12. Kesepakatan jenis dan besarnya Semua sepakat / sebagian sepakat / belum
kompensasi ada kesepakatan *)

13. Penetapan besarnya nilai kompensasi Sesuai kesepakatan / ditetapkan pemerintah


secara sepihak *)

14. Luas tanah yang telah dibebaskan . H a ( .. % )

15. Jumlah penduduk yang telah dibebaskan . K K ( .. % )

16. Jumlah penduduk yang telah pindah . K K ( .. % )

17. Sertifikasi sisa tanah penduduk yang . B id a n g ( % )


terkena pembebasan

18. Sertifikasi tanah yang telah dibebaskan . B id a n g ( % )

19. Kelancaran proses pembebasan tanah Lancar / kurang lancar / tidak lancar *)

20. Jumlah penduduk yang tanahnya tidak . K K ( .. % )


mau dibebaskan

21. Jumlah penduduk yang tidak puas atas . K K ( .. % )


besarnya kompensasi

22. Kondisi sosial-ekonomi penduduk yang a) L e b ih b a ik : K K ( % )


terkena pembebasan tanah, satu tahun b) S a m a : .. K K ( % )
setelah dibebaskan c) L e b ih b u ru k: K K ( % )

23. Keresahan masyarakat Terjadi / tidak terjadi *)

C. Kendala yang Dihadapi

D. Saran Tindak Lanjut

*): Coret yang tidak perlu


Catatan: Data yang lebih rinci
dapat dilampirkan 2 0 0 ..

Pelaksana Pemantauan

( .)

Halaman 2 - 2
Lampiran 3

Laporan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup


Bidang Jalan pada Tahap Konstruksi

Formulir 1: Data Umum Proyek Jalan / Jembatan

1. Nama Proyek

2. Nama Paket / No. Paket

3. Nama Ruas / No. Ruas

4. Lokasi:
a. Kabupaten / Kota *)
b. Propinsi

5. Status Jalan Nasional / Propinsi / Kabupaten / Kota *)

6. Panjang jalan / jembatan .. km / . m

7. Kontraktor
a. Nama Perusahaan
b. Alamat

8. Nomor Kontrak

Halaman 3 - 1
Lampiran 3

Halaman 3 - 1
Lampiran 3

Laporan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup


Bidang Jalan pada Tahap Konstruksi
Formulir 2 : Hasil Pemantauan

Kegiatan Efek Dampak Spesifikasi Hasil


Jenis Kegiatan Dampak yang timbul Upaya Pengelolaan Kontrak Pengelolaan
Ada Tidak Ada Tidak Tidak
ada ada jelas Ada Tidak
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

1. Mobilisasi Keresahan masyarakat Pemberian informasi kpd


tenaga kerja Konflik masyarakat masyarakat ttg tenaga kerja yg
dengan tenaga kerja dari dibutuhkan
luar Pemberian prioritas pd tenaga kerja
Kecemburuan sosial lokal
Penyuluhan kpd tenaga kerja
pendatang

2. Mobilisasi Gas buang kendaraan memenuhi


material dan Polusi udara akibat gas baku mutu
peralatan buang Bak truk ditutup terpal
Sebaran debu akibat Pembersihan ceceran tanah di jalan
ceceran tanah Perawatan kendaraan, pemasangan
Terjadi licin akibat ceceran alat peredam kebisingan
tanah di musim hujan Pengaturan batas muatan sesuai
Kebisingan dan getaran kapasitas jalan
Kerusakan jalan eksisting Pemasangan rambu lalu lintas
Gangguan lalu lintas Pengaturan lalu lintas
Gangguan keselamatan
pemakai jalan

3. Pengoperasian Gangguan estetika Lokasi base camp jauh dari


base camp Penurunan kualitas air pemukiman (minimal 200 m)
Pencemaran tanah Pembuatan septic tank
Pengendalian limbah cair dan
tumpahan minyal dan pelumas

Halaman 3 - 2
Lampiran 3

4. Penyimpanan Sebaran debu Lokasi penyimpanan material jauh


material Gangguan aliran air dari pemukiman (minimal 200 m)
permukaan Bebas genangan air, sampah dan
Gangguan sisa material tanaman
Pemisahan material sesuai dg
jenisnya

5. Pengoperasian Pencemaran udara Lokasi jauh dari pemukiman


AMP dan stone (debu) (minimal 200 m)
crusher Kebisingan Penyuraman secara berkala di
Pencemaran air lsekitar okasi AMP / Stine crusher
permukaan akibat Penanganan limbah
buangan limbah Pencegahan tumpahan minyak
/pelumas

6. Pembersihan Gangguan thd stabilitas Pembersihan vegetasi dibatasi


lahan tanah sesuai kebutuhan
Gangguan estetika Penanganan sampah
Penurunan liputan
vegetasi

7. Pekerjaan tanah Pencemaran udara Penyiraman


(galian/ Perubahan aliran air Pembuatan saluran draunase
timbunan) permukaan Perkuatan leterg
Kerusakan sementara Perlindungan atau perbaikan
fasilitas umum kembali fasilitas umum
Kebisingan dan getaran Perawatan peralatan

8. Pekerjaan Genangan air / banjir Pembuatan saluran drainase


drainase Gangguan lalu lintas sementara
Relokasi saluran air
Pengaturan lalu lintas

9. Pengambilan Penurunan stabilitas Pengambilan material tidak di


material di lereng belokan sungai atau dekat bangunan
sungai Sedimentasi di hilir Pencucian material di luar sungai
Gangguan thd biota ait
Penurunan dasar sungai

Halaman 3 - 3
Lampiran 3

10. Pengambilan Terbentuknya kubangan Rehabilitasi lahan bekas galian


material di darat rawan kecelakaan Top soil dikumpul sementara untuk
Hilangnya top soil disebar kembali ke lahan bekas
Kerusakan lansekap galian
Penurunan liputan Penghijauan kembali
vegetasi

11. Pengambilan Kebisingan akibat Pemberutahuan jadwal peledakan


material di peledakan Peledakan dilakukan pagi hingga
gunung Pencemaran udara / siang
debu Penyiraman berkala
Getaran

12. Pekerjaan lapis Gangguan kenyamanan Pengaturan lalu lintas


perkerasan / kelancaran lalu lintas Perawatan kendaraan dan
Pencemaran udara dan penggunaan peredam kebisingan
kebisingan Pelaksanaan pekerjaan sesuai
Kecelakaan kerja prosedur baku
Kerusakan pd jalan Pembatasan beban muatan sesuai
yang dilalui kapasitas jalan
Pencemaran terhadap Perlindungan terhadap bangunan
bangunan atau benda atau benda lain dari percikan aspal
lainnya Pembuangan sisa aspal pada
Pencemaran air / tanah tempat yang tekah disediakan

13. Pekerjaan Gangguan lalu lintas Pengaturan lalu lintas


jembatan Kerusakan jalan yang Membatasi beban muatan sesuai
dilalui kapasitas jalan
Kecelakaan kerja Pelaksanaan pekerjaan sesuai
Pencemaran udara dan prosedur baku
kebisingan Perawatan kendaraan
Perubahan aliran sungai Penetapan lokasi bangunan bawah
jembatan memperhatikan arah aliran
air sungai

Halaman 3 - 4
Lampiran 3

Laporan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup


Bidang Jalan pada Tahap Konstruksi
Formulir 3 : Kendala yang Dihadapi dan Rencana / Saran Tindak Lanjut

Kendala yang Dihadapi Rencana / Saran Tindak Lanjut

*) Coret yang tidak perlu


Catatan: Data yang lebih rinci
dapat dilampirkan
2003

Pelaksana Pemantauan

( ..)

Halaman 3 - 5
Lampiran 4

Laporan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup


Bidang Jalan pada Tahap Pasca Konstruksi

A. Data Umum Ruas Jalan / Jembatan yang Dipantau


1. Nama Proyek (kalau ada)

2. Nama Paket / No. Paket

3. Nama Ruas / No. Ruas

4. Lokasi:
a. Kabupaten / Kota *)
b. Propinsi

5. Status Jalan Nasional / Propinsi / Kabupaten / Kota *)

6. Panjang jalan / jembatan .. km / . m

7. Lebar DAMIJA .m

8. Lebar perkerasan .m

7. Kapasitas jalan sm p /jam

8. Jenis kegiatan yang dipantau Pengoperasian / Pemeliharaan *)

B. Hasil Pemantauan
1. Dampak Pengoperasian Jalan

1.1 Volume lalu lintas harian .. sm p

1.2 Tingkat kebisingan .. .. d B A

1.3 Kualitas udara Lihat hasil analisis laboratorium

1.4 Kecelakaan lalu lintas . ka li/ta h u n

1.5 Kemacetan lalu lintas T id a k te rja d i / te rja d i d i *)

1.5 Gangguan mobilitas penduduk setempat T id a k te rja d i / te rja d i d i . lo ka si *)

1.6. Gangguan pada mobilitas satwa liar Tidak te rja d i / te rja d i d i *)

1.7 Dampak pada kawasan lindung misalnya T id a k te rja d i / te rja d i d i *)


perambahan hutan

1.8. Dampak pada kondisi sosial-ekonomi T id a k te rja d i / te rja d i d i .. *)


dan sosial budaya masyarakat terasing

2. Dampak kegiatan pemeliharaan jalan

2.1 Gangguan lalu lintas Terjadi / tidak terjadi *)

3. Kegiatan sektor lain yang menimbulkan a) Pedagang kaki lima


dampak terhadap kinerja jalan b) pasar tradisional
c) pusat perdagangan

Halaman 4 - 1
Lampiran 4

4. Dampak lingkungan terhadap jalan a) banjir *)


b) longsor
c) gempa bumi
d) letusan gunung beraoi

5. Upaya pengelolaan lingkungan yang a) penanaman pohon di kanan- kiri jalan *)


telah dilaksanakan b) penyediaan sempadan jalan
c) pemasangan rambu lalu lintas
d) pembuatan jembatan penyeberangan
e) pengaturan lalu lintas
f) pembuatan saluran drainase
g) pembuatan terowongan untuk
penyeberangan satwa dilindungi
h) Pembinaan sosial masyarakat terasing

C. Kendala yang Dihadapi

D. Saran Tindak Lanjut

*) : Coret yang tidak perlu


Catatan: Data yang lebih rinci
dapat dilampirkan 2 0 0 ..

Pelaksana Pemantauan

( .)

Halaman 4 - 2
Lampiran 5

Laporan Evaluasi Kualitas Lingkungan Hidup


Bidang Jalan pada Tahap Evaluasi Pasca Proyek

A. Data Umum Ruas Jalan / Jembatan yang Dievaluasi


1. Nama Proyek (kalau ada)

2. Nama Paket / No. Paket

3. Nama Ruas / No. Ruas

4. Lokasi:
a. Kabupaten / Kota *)
b. Propinsi

5. Status Jalan Nasional / Propinsi / Kabupaten / Kota *)

6. Panjang jalan / jembatan .. km / . m

7. Lebar DAMIJA .m

8. Lebar perkerasan .m

7. Kapasitas jalan sm p /jam

B. Hasil Evaluasi
1. Volume lalu lintas harian .. sm p

2. Kepadatan lalu lintas a) p a g i h a ri : .. sm p /ja m


b) sia n g h a ri : .. sm p /ja m
c) so re h a ri : .. sm p /ja m
d) m a lam h a ri : .. sm p /ja m

3. Jam sibuk P u ku l .

4. Rasio volume lalu lintas terhadap .


kapasitas jalan (VCR)

5. Kecepatan lalu lintas rata-rata a) p a g i h a ri : .. km /jam


b) sia n g h a ri : .. km /jam
c) so re h a ri : .. km /jam
d) m a lam h a ri : .. km /jam

6. Tingkat kebisingan rata-rata .. .. d B A


3
7. Kualitas udara a) SO2 : u g /N m
3
b) C O : u g /N m
3
c) NO2 : u g /N m
3
d) O3 : u g /N m
3
e) H C : u g /N m
3
f) T S P : u g /N m
3
g) P b : u g /N m

8. Kecelakaan lalu lintas . ka li/ta h u n

9. Kemacetan lalu lintas Tidak terjadi / te rja d i d i *)

Halaman 5 - 1
Lampiran 5

10. Gangguan mobilitas penduduk setempat T id a k te rja d i / te rja d i d i . lo ka si *)

11. Gangguan pada mobilitas satwa liar T id a k te rja d i / te rja d i d i *)

12. Dampak pada kawasan lindung misalnya Tid a k te rja d i / te rja d i d i *)


perambahan hutan

13. Dampak pada kondisi sosial-ekonomi T id a k te rja d i / te rja d i d i .. *)


dan sosial budaya masyarakat terasing

14. Kegiatan sektor lain yang mengakibatkan a) pedagang kaki lima *)


penurunan kinerja jalan b) pasar tradisional
c) pusat perdagangan

15. Dampak lingkungan terhadap jalan a) banjir *)


b) longsor
c) gempa bumi
d) letusan gunung berapi

C. Saran Tindak Lanjut

*) : Coret yang tidak perlu


Catatan: Data yang lebih rinci
dapat dilampirkan 2003

Pelaksana Pemantauan

( .)

Halaman 5 - 2
Lampiran 5

Laporan Evaluasi Kualitas Lingkungan Hidup


Bidang Jalan pada Tahap Evaluasi Pasca Proyek

A. Data Umum Ruas Jalan / Jembatan yang Dievaluasi


1. Nama Proyek (kalau ada)

2. Nama Paket / No. Paket

3. Nama Ruas / No. Ruas

4. Lokasi:
a. Kabupaten / Kota *)
b. Propinsi

5. Status Jalan Nasional / Propinsi / Kabupaten / Kota *)

6. Panjang jalan / jembatan .. km / . m

7. Lebar DAMIJA .m

8. Lebar perkerasan .m

7. Kapasitas jalan sm p /jam

B. Hasil Evaluasi
1. Volume lalu lintas harian .. sm p

2. Kepadatan lalu lintas a) p a g i h a ri : .. sm p /ja m


b) sia n g h a ri : .. sm p /ja m
c) so re h a ri : .. sm p /ja m
d) m a lam h a ri : .. sm p /ja m

3. Jam sibuk P u ku l .

4. Rasio volume lalu lintas terhadap .


kapasitas jalan (VCR)

5. Kecepatan lalu lintas rata-rata a) p a g i h a ri : .. km /jam


b) sia n g h a ri : .. km /jam
c) so re h a ri : .. km /jam
d) m a lam h a ri : .. km /jam

6. Tingkat kebisingan rata-rata .. .. d B A


3
7. Kualitas udara a) SO2 : u g /N m
3
b) C O : u g /N m
3
c) NO2 : u g /N m
3
d) O3 : u g /N m
3
e) H C : u g /N m
3
f) T S P : u g /N m
3
g) P b : u g /N m

8. Kecelakaan lalu lintas . ka li/ta h u n

9. Kemacetan lalu lintas Tidak terjadi / te rja d i d i *)

Halaman 5 - 1
Lampiran 5

10. Gangguan mobilitas penduduk setempat T id a k te rja d i / te rja d i d i . lo ka si *)

11. Gangguan pada mobilitas satwa liar T id a k te rja d i / te rja d i d i *)

12. Dampak pada kawasan lindung misalnya Tid a k te rja d i / te rja d i d i *)


perambahan hutan

13. Dampak pada kondisi sosial-ekonomi T id a k te rja d i / te rja d i d i .. *)


dan sosial budaya masyarakat terasing

14. Kegiatan sektor lain yang mengakibatkan a) pedagang kaki lima *)


penurunan kinerja jalan b) pasar tradisional
c) pusat perdagangan

15. Dampak lingkungan terhadap jalan a) banjir *)


b) longsor
c) gempa bumi
d) letusan gunung berapi

C. Saran Tindak Lanjut

*) : Coret yang tidak perlu


Catatan: Data yang lebih rinci
dapat dilampirkan 2003

Pelaksana Pemantauan

( .)

Halaman 5 - 2
Lampiran 6

Baku Mutu Udara Ambien Nasional


Waktu Metode
No Parameter Pengukuran Baku Mutu Analisis Peralatan
.
3
1. SO2 1 Jam 900 ug/Nm Pararosanilin Spektrofotometer
3
(Sulfur Dioksida) 24 Jam 365 ug/Nm
3
1 Tahun 60 ug/Nm
3
2. CO 1 Jam 30.000 ug/Nm NDIR NDIR Analizer
3
(Karbon 24 Jam 10.000 ug/Nm
Monoksida) 1 Tahun
3
3. NO2 1 Jam 400 ug/Nm Saltzman Spektrofotometer
3
(Nitrogen Dioksida) 24 Jam 150 ug/Nm
3
1 Tahun 100 ug/Nm
3
4. O3 1 Jam 235 ug/Nm Chemilumines Spektrofotometer
3
(Oksidan) 1 Tahun 50 ug/Nm cent
3
5. HC 3 Jam 160 ug/Nm Flame Gas
(Hidro Karbon) Ionization Chromatografi
3
6.. PM10 24 Jam 150 ug/Nm Gravimetric Hi Vol
(Partikel < 10 um)
3
PM 25 *) 24 Jam 65 ug/Nm Gravimetric Hi Vol
3
(Partikel < 2,5 um) 1 Tahun 15 ug/Nm Gravimetric Hi Vol
3
7. TSP 24 Jam 230 ug/Nm Gravimetric Hi Vol
3
(Debu) 1 Tahun 90 ug/Nm
3
8. Pb 24 Jam 2 ug/Nm Gravimetric Hi Vol
3
(Timah Hitam) 1 Tahun 1 ug/Nm Ekstraktif
Pengabuan AAS
2
9. Dustfall 30 hari 10 Ton/Km /bulan Gravimetric Cannister
(Debu Jatuh) (Pemukiman)
2
20 Ton/km /bulan
(Industri)
3
10 Total Fluorides 24 Jam 3 ug/Nm Spesific Ion Impinger atau
3
. (as F) 10 Hari 0,5 ug/Nm Electrode Countinous
Analizer
3
11 Fluor Indeks 30 Hari 40 ug/Nm Colourimetric Lime Filter Paper
. dari kertas lime
filter
3
12 Klorine & 24 Jam 150 ug/Nm Spesific Ion Impinger atau
. Khlorine Dioksida Electrode Countinous
Analizer
3
13 Sulphat Indeks 30 Hari 1 mg SO3/100 cm Colourimetric Lead Peroksida
. dari Lead Candle
Peroksida

Sumber : Peraturan Pemerintah No: 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran


Udara
Catatan : - *) PM25 mulai diberlakukan tahun 2002
- Nomor 10 s/d 13 hanya diberlakukan untuk daerah / kawasan Industri Kimia Dasar
Contoh : Industri Petro Kimia
Industri Pembuatan Asam Sulfat
Lampiran 7

Baku Tingkat Kebisingan

No. Peruntukan Kawasan / Tingkat


Lingkungan Kegiatan Kebisingan (dBA)

A. Peruntukan Kawasan
1. Perumahan dan Pemukiman 55
2. Perdagangan dan Jasa 70
3. Perkantoran dan Perdagangan 65
4. Ruang Terbuka Hijau 50
5. Industri 70
6. Pemerintahan dan Fasilitas Umum 60
7. Rekreasi 70
8. Khusus:
- Bandar Udara -
- Stasiun Kereta Api -
- Pelabuhan Laut 70
- Cagar Budaya 60

B. Lingkungan Kegiatan
1. Rumah Sakit atau sejenisnya 55
2. Sekolah atau sejenisnya 55
3. Tempat ibadah atau sejenisnya 55

Sumber: Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-48/MENLH/11/1996


Tentang Baku Tingkat Kebisingan
Lampiran 7

Baku Tingkat Kebisingan

No. Peruntukan Kawasan / Tingkat


Lingkungan Kegiatan Kebisingan (dBA)

A. Peruntukan Kawasan
1. Perumahan dan Pemukiman 55
2. Perdagangan dan Jasa 70
3. Perkantoran dan Perdagangan 65
4. Ruang Terbuka Hijau 50
5. Industri 70
6. Pemerintahan dan Fasilitas Umum 60
7. Rekreasi 70
8. Khusus:
- Bandar Udara -
- Stasiun Kereta Api -
- Pelabuhan Laut 70
- Cagar Budaya 60

B. Lingkungan Kegiatan
1. Rumah Sakit atau sejenisnya 55
2. Sekolah atau sejenisnya 55
3. Tempat ibadah atau sejenisnya 55

Sumber: Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-48/MENLH/11/1996


Tentang Baku Tingkat Kebisingan
Lampiran 8

Tabel 8.1
Baku Tingkat Getaran Untuk Kenyamanan dan Kesehatan

Frekuensi Nilai Tingkat Getaran dalam mikron (10-6 meter)


(Hz) Tidak
Mengganggu Mengganggu Tidak Nyaman Menyakitkan

4 < 100 100 500 > 500 1000 > 1000


5 < 80 80 350 > 350 1000 > 1000
6,3 < 70 70 275 >275 1000 > 1000
8 < 50 50 160 > 160 500 > 500
10 < 37 37 120 >120 300 > 300
12,5 < 32 32 90 > 90 220 > 220
16 < 25 25 60 > 60 120 > 120
20 < 20 20 40 > 40 85 > 85
25 < 17 17 30 > 30 50 > 50
31,5 < 12 12 20 >20 30 > 30
40 <9 9 15 >15 20 > 20
50 <8 8 12 > 12 15 > 15
63 <6 6 9 > 9 - 12 > 12
Sumber : Lampiran I Kepmen LH No: KEP-49/MENLH/11/1996

Konversi :
2
percepatan = (2 f) x simpangan
kecepatan = 2 f x simpangan
= 3,14

Tabel 8.2
Baku Tingkat Getaran Mekanik Berdasarkan Dampak Kerusakan

Getaran Frekuensi Batas Getaran, Peak (mm/detik)


Parameter Satuan (Hz) Kategori Kategori Kategori C Kategori
A B D

- Kecepatan mm/detik 4 < 2,0 2,27 > 2,27 140 > 140
Getaran 5 < 7,5 < 7,5 25 > 25 130 > 130
6,3 < 7,0 < 7 21 > 21 110 > 110
- Frekuensi Hz 8 < 6,0 < 6 19 > 19 100 > 100
10 < 5,2 < 5,2 16 > 16 90 > 90
12,5 < 4.8 < 4,8 15 > 15 80 > 80
16 < 4,0 < 4 14 > 14 70 > 70
20 < 3,8 < 3,8 12 > 12 67 > 67
25 < 3,2 < 3,2 10 > 10 60 > 60
31,5 < 3,0 < 3,0 9 > 9 53 > 53
40 < 2,0 <2 8 > 8 50 > 50
50 < 1,0 <1 7 > 7 - 42 > 42

Sumber : Lampiran II Kepmen LH No: KEP-49/MENLH/11/1996


Keterangan:
Kategori A : Tidak menimbulkan kerusakan
Kategori B : Kemungkinan keretakan plesteran (retak/terlepas plesteran pada dinding pemikul
beban pada kasus khusus)
Kategori C : Kemungkinan rusak komponen struktur dinding pemikul beban
Kategori D: Rusak dinding pemikul beban.

Halaman 8 - 1
Lampiran 8

Tabel 8.3
Baku Tingkat Getaran Mekanik Berdasarkan Jenis Bangunan

Kecepatan getaran (mm/detik)


Pada bidang
Pada Fondasi datar di lantai
Kelas Tipe Bangunan paling atas
Frekuensi
< 10 Hz 10 - 50 Hz 50 100 Campuran
Hz *) Frekuensi

1. Bangunan untuk < 10 20 - 40 40 - 50 40


keperluan niaga,
bangunan industri dan
bangunan sejenis

2 Perumahan dan <5 5 - 15 15 - 20 15


bangunan dengan
rancangan dan kegunaan
sejenis

3 Struktur yang karena <3 3-8 8 - 10 8,5


sifatnya peka terhadap
getaran, tidak seperti
tersebut pada No.1 dan
2, dan mempunyai nilai
budaya tinggi, seperti
bangunan yang
dilestarikan

Sumber : Lampiran III Kepmen LH No: KEP-49/MENLH/11/1996


*) Catatan: Untuk frekuensi > 100 Hz, sekurang-kurangnya nilai yang tersebut dalam kolom harus
dipenuhi.

Tabel 8.4
Baku Tingkat Getaran Kejut

Kelas Jenis Bangunan Kecepatan Getaran


Maksimum (mm/detik)

1. Peruntukan dan bangunan kuno yang 2


mempunyai nilai sejarah tinggi

2. Bangunan dengan kerusakan yang 5


sudah ada, tampak keretakan-keretakan
pada tembok

3. Bangunan untuk dalam kondisi teknis 10


yang baik, ada kerusakan-kerusakan
kecil seperti plesteran yang retak

4. B a n g u n a n ku a t (m isa ln ya b a n g u n a n 10 40
industri terbuat dari beton atau baja).

Sumber : Lampiran IV Kepmen LH No: KEP-49/MENLH/11/1996

Halaman 8 - 2
Lampiran 9

Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas


(Contoh beberapa parameter yang mungkin terkena dampak pembangunan jalan)

Kelas
Parameter Satuan I II III IV Keterangan
Fisika
o
Temperatur C Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi temperatur dari keadaan alamiahnya
Residu Terlarut mg/l 1000 1000 1000 2000
Residu Tersuspensi mg/l 50 50 400 400 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, residu
tersuspensi < 5000 mg/l
Kimia Anorganik
pH 6 9 6 9 6 9 5 9 Apabila secara alamiah di luar rentang tersebut, maka ditentukan
berdasarkan kondisi alamiah
BOD mg/l 2 3 6 12
COD mg/l 10 25 50 100
DO mg/l 6 4 3 0 Angka batas minimum
NH3 - N mg/l 0,5 *) *) *) Bagi perikanan, kandungan amonia bebas untuk ikan yang peka
< 0,02 mg/l sebagai NH3
Kimia Organik
Minyak dan Lemak mg/l 1000 1000 1000 *)
Detergen mg/l 200 200 200 *)
Mikrobiologi
Fecal Coliform Jml/100 ml 100 1000 2000 2000 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, fecal coliform
Total Coliform Jml/100 ml 1000 5000 10.000 10.000 < 2000 jml/100 ml dan Total coliform < 10.000/100 ml

Sumber : Cuplikan dari Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
Keterangan : *) Untuk kelas termaksud, parameter tersebut tidak dipersyaratkan.
Kelas I : air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut
Kelas II : air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana / sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertamanan, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Kelas III : air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ukan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertamanan, dan atau peruntukan
lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut
Kelas IV : air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertamanan dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
Lampiran 10

Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian Golongan C Jenis Lepas di Dataran

Aspek / Sifat Fisik dan Hayati Peruntukan


Lingkungan Pemukiman dan Daerah Tanaman Pangan Tanaman Pangan Lahan
Industri Tanaman Tahunan Lahan Basah Kering dan Peternakan

1. Topografi
1.1 Lubang galian
a. Kedalaman > 1 m di atas muka air tanah Melebihi muka air tanah > 10 cm di bawah muka air Melebihi muka air tanah
pada musim hujan pada musim hujan tanah pada musim hujan pada musim hujan

b. Jarak < 5 m dari batas SIPD < 5m <5m < 5m

1.2 Dasar Galian


a. Perbedaan relief dasar > 1m >1m >1m >1m
galian
b. Kemiringan dasar >8% >8% >3% >8%
galian

1.3 Dinding galian


a. Tebing teras Tinggi > 3 m Tinggi > 3 m Tinggi > 3 m Tinggi > 3 m
b. Dasar teras Lebar < 6 m Lebar < 6 m Lebar < 6 m Lebar < 6 m

2. Tanah
Tanah yang dikembalikan < 25 cm < 50 cm < 25 cm < 25 cm
sebagai tanah penutup

3. Vegetasi
3.1 Tutupan tanaman < 20 % tanaman tumbuh di
budidaya seluruh lahan penambangan
3.2 Tutupan tanaman < 50 % tanaman tumbuh di
tahunan seluruh lahan penambangan
3.3 Tutupan tanaman lahan < 50 % tanaman tumbuh di
basah seluruh lahan penambangan
3.4 Tutupan tanaman lahan < 50 % tanaman tumbuh di
kering / rumput seluruh lahan penambangan

Sumber : Lampiran I Kepmen LH No: KEP-43/MENLH/10/1996 Tentang Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha atau Kegiatan Penambangan Bahan
Galian Golongan C Jenis Lepas di Dataran
Lampiran 11

Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor

No. Jenis Kendaraan Ambang Batas Maksimum


CO (%) HC (ppm) Ketebalan Asap

1. Sepeda motor 2 (dua) langkah 4,5 3.000 -


dengan bahan bakar bensin
dengan bilangan oktana > 87

2. Sepeda motor 4 (empat) langkah 4,5 2.400 -


dengan bahan bakar bensin
dengan bilangan oktana > 87

3. Kendaraan bermotror selain 4,5 1.200 -


sepeda motor dengan bahan
bakar bensin dengan bilangan
oktana > 87

4 Kendaraan bermotror selain - - Ekivalen 50%


sepeda motor dengan bahan Bosch pada
bakar solar / disel dengan diameter 102
bilangan setana > 45 mm, atau opasiti
25 %
Sumber: Kepmen LH. No: KEP-35/MENLH/10/1993
Catatan: Kandungan CO dan HC diukur pada kondisi percepatan bebas (idling).
Ketebalan asap gas buang diukur pada kondisi percepatan bebas
Lampiran 12

MATRIK PELAKSANAAN PEMANTAUAN RKL


OLEH : PEMRAKARSA
W A K T U P E M E R IK S A A N : .

RKL PELAKSANAAN

DAMPAK SUMBER TOLOK UKUR / PENGELOLAAN TEKNIS HASIL KENDALA / TINDAK


N0. PENTING DAMPAK PARAMETER PELAKSANAAN PELAKSANAAN / MASALAH LANJUT /
TEMUAN REKOMENDASI
LAPANGAN
1 2 3 4 5 6 7 8

Halaman 12 - 1
Lampiran 13

LAPORAN HASIL
PEMANTAUAN PELAKSANAAN RKL DAN RPL

BIDANG USAHA ATAU KEGIATAN :


LOKASI :
PEMRAKARSA :
TANGGAL :

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

- Uraikan pentingnya pemantauan pelaksanaan RKL dan RPL.

B. T U J U A N

- Uraikan tujuan pemantauan pelaksanaan RKL dan RPL.

C. HASIL YANG INGIN DICAPAI (SASARAN)

- Tuliskan sasaran pemantauan ini sesuai dengan butir D dalam Panduan


Pemantauan Pelaksanaan RKL dan RPL.
- Dapat ditambahkan sasaran lain bila memang diperlukan.

D. RINGKASAN DESKRIPSI KEGIATAN

Tuliskan ringkasan deskripsi kegiatan, antara lain meliputi:


- lokasi
- kapan mulai beroperasi
- jenism dan atau tahapan kegiatan
- proses kegiatan / produksi.

BAB II
RINGKASAN RKL DAN RPL

A. RINGKASAN RKL

Tuliskan ringkasan RKL, antara lain meliptuti:


- Jenis dampak penting
- Sumber dampak penting
- Tolok ukur dampak penting
- Pengelolaan dampak penting

B. RINGKASAN RPL

Tuliskan ringkasan RPL, antara lain meliptuti:


- Jenis dampak penting

Halaman 13 - 1
Lampiran 13

- Sumber dampak penting


- Metode Pemantauan
- Lokasi Pemantauan
- Waktu pemantauan

BAB III
HASIL PELAKSANAAN

A. RKL

- Uraikan secara singkat pelaksanaan pengelolaan lingkungan dan hasil-hasil


yang dicapai
- Lampirkan visualisasi pelaksanaan pengelolaan lingkungan (jika ada).

B. RPL

- Uraikan secara singkat pelaksanaan pemantauan lingkungan dan hasil yang dicapai.
- Lampirkan berbagai hasil pengukuran (hasil pelaksanaan fisik dan hasil analisis
laboratorium).

BAB IV
EVALUASI

- Uraikan secara singkat kesesuaian hasil pelaksanaan pengelolaan lingkungan


dengan tolok ukur.
- Uraikan kendala dan masalah yang dihadapi.
- Uraikan langkah-langkah perbaikan pelaksanaan RKL dan RPL.

Halaman 13 - 2
Lampiran 12

MATRIK PELAKSANAAN PEMANTAUAN RPL


OLEH : PEMRAKARSA
W A K T U P E M E R IK S A A N : .

RPL PELAKSANAAN

DAMPAK SUMBER TOLOK UKUR TEKNIS PELAKSANAAN TINDAK


PENTING DAMPAK PARAMETER METODA LOKASI WAKTU HASIL KENDALA / LANJUT /
N0. REKOMENDASI
(PARAMETER PEMANTAU MASALAH
YANG METODA LOKASI WAKTU AN
DIPANTAU)

1 2 3 4 6 6 7 8 9 10 11 12

Halaman 12 - 2

Vous aimerez peut-être aussi