Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
SIROSIS HEPATIS
Pembimbing : Mashudi,S.kep,Ners,M.kep
Disusun oleh :
Khopiva safitri
PO.71.20.0.15.3823
tingkat II
T.A 2015/2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. di dalam hati terjadi
proses-proses penting bagi kehidupan kita. yaitu proses penyimpanan energi,
pengaturan metabolisme kolesterol, dan peneralan racun/obat yang masuk dalam
tubuh kita. sehingga dapat kita bayangkan akibat yang akan timbul apabila terjadi
kerusakan pada hati.
Peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel
menyebabkan banyaknya terbentuk jaringan ikat dan regenerasi noduler dengan
berbagai ukuran yang di bentuk oleh sel paremkim hati yang masih sehat. akibatnya
bentuk hati yang normal akan berubahdisertai terjadinya penekanan pada pembuluh
darah dan terganggunya aliran darah vena pota yang akhirnya menyebakan
hipertensi portal.
BAB II
KONSEP TEORI
A. Pengertian
Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus
dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel-sel
hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkhim hati. Sirosis hepatis adalah penyakit
kronis yang menyebabkan destruksi sel dan fibrosis (jaringan parut), jaringan hepatik.
Sirosis hepatis adalah stadium akhir dari penyakit hati, yang menahun dimana
secara anatomis didapatkan proses fibrosis dengan pembentukan nodul regenerasi
dan nekrosis. Sirosis hepatis adalah penyakit kronis yang menyebabkan destruksi
sel dan fibrosis (jaringan parut) dari jaringan hepatik.
C. Etiologi
Beberapa penyebab dari sirosis hepatis yang sering adalah :
1. Malnutrisi
2. Alkoholisme
3. Kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatika
4. Virus hepatitis
5. penyakit Wilson
Merupakan kelainan autosomal resesif yang diturunkan dimana
tembaga tertimbun di hepar dan ganglia basal otak.
6. Zat toksik
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboraturium pada sirosis hati meliputi hal-hal berikut :
1. Kadar Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih
menurun (leukopenia), dan trombositopenia.
2. Kenaikan SGOT, SGPT dan gamma GT akibat kebocoran dari sel-sel
yang rusak. Namun, tidak meningkat pada sirosis inaktif.
3. Kadar albumin rendah. Terjadi bila kemampuan sel hati menurun.
4. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel
hati.
5. Masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati.
6. Pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan
ketidakmampuan sel hati membentuk glikogen.
7. Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk menentukan
penyebab sirosis hati seperti HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA,
dan sebagainya.
8. Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila ininya terus meninggi atau
>500-1.000 berarti telah terjadi transformasi ke arah keganasan yaitu
terjadinya kanker hati primer (hepatoma).
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain
ultrasonografi (USG), pemeriksaan radiologi dengan menelan bubur barium untuk
melihat varises esofagus, pemeriksaan esofagoskopi untuk melihat besar dan
panjang varises serta sumber pendarahan, pemeriksaan sidikan hati dengan
penyuntikan zat kontras, CT scan, angografi, dan endoscopic retrograde
chlangiopancreatography (ERCP).
G. Komplikasi
1. Edema dan Acites
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air
menumpuk pada kaki( edema) dan abdomen ( acites)
2. Luka dan perdarahan
Ketika liver lambat atau berhenti memproduksi protein yang dibutuhkan
tubuh untuk penggumpalan darah, penderita akan mudah luka dan berdarah.
3. Penguningan ( Joundice)
Penguningan pada kulit dan mata yang terjadi ketika liver sakit, tidak bisa
menyerap bilirubin.
4. Batu Empedu
Jika sirosis mencegah air empedu mencapai empedu, maka akan timbul batu
empedu. (Misnadiarly, 2007)
H. Penatalaksanaan
1. Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan
demam.
2. Diet rendah protein (diet hati III protein 1gr/kg BB, 55 gr protein, 2.000
kalori). Bila ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III
(1.000-2000 mg). Bila proses tidak aktif diperlukan diet tinggi kalori
(2.000-3000 kalori) dan tinggi protein (80-125 gr/hari). Bila ada tanda-tanda
prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan dihentikan
(diet hati II) untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit sesuai
toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang melebihi
kemampuan pasien atau meningginya hasil metabolisme protein, dalam
darah viseral dapat mengakibatkan timbulnya koma hepatikum. Diet yang
baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.
3. Mengatasi infeksi dengan antibiotik diusahakan memakai obat-obatan yang
jelas tidak hepatotoksik.
4. Mempebaiki keadaan gizi bila perlu dengan pemberian asam amino esensial
berantai cabang dengan glukosa.
5. Roboransia. Vitamin B compleks. Dilarang makan dan minum bahan yang
mengandung alkohol.
I. Pencegahan
Pencegahan pada sirosis hepatis adalah:
a. Kurangi efek estrogen.
b. Berhenti merokok.
c. Ketahui status kesehatan tentang mitra seksual .
d. Gunakan suatu jarum bersih jika kamu menyuntik obat.
e. Berhati-hati sekitar produk darah di negara-negara tertentu.
f. Hindari atau membatasi alkohol.
g. Hindari pengobatan yang boleh menyebabkan kerusakan hati.
h. Hindari ekspose ke toksin lingkungan
BAB III
KONSEP ASKEP
1. Pengkajian
Aktivitas / Istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, terlalu lelah
Tanda : Penurunan massa otot
Eliminasi
Gejala : Flatus
Tanda : Distensi abdomen, penurunan atau tidak adanya bising usus, fase
warna tanah liat, melena, dan urine gelap.
Makanan/cairan
Gejala : Anoreksia; mual /muntah
Tanda : Penurunan berat badan atau peningkatan , penggunaan jaringan,
edema umum pada jaringan,kulit kering, Ikterik.
Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen dengan nyeri kram pada kuadram kanan atas;
Pruritus; Neuritis perifer.
Tanda : Perilaku berhati-hati; focus pada diri sendiri.
Keamanan
Gejala : Pruritus
Tanda : Demam; Ikterik; Ekimosis; Angioma Spider.
Pernapasan
Gejala : Dispnea
Tanda : Pernapasan dangkal; Ekspansi paru terbatas; Hipoksia.
2)
3) Brunner & Suddarth .Buku Ajar Keperawatan Medikal - Bedah. Vol. 2. EGC.
Jakarta.
5) Mansjoer, Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran Ketiga Jilid 1. 2001. Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
8)
9)
10)