Vous êtes sur la page 1sur 16

Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan

SIROSIS HEPATIS

Pembimbing : Mashudi,S.kep,Ners,M.kep

Disusun oleh :

Khopiva safitri

PO.71.20.0.15.3823

tingkat II

PRODI DIII JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI

T.A 2015/2016

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. di dalam hati terjadi
proses-proses penting bagi kehidupan kita. yaitu proses penyimpanan energi,
pengaturan metabolisme kolesterol, dan peneralan racun/obat yang masuk dalam
tubuh kita. sehingga dapat kita bayangkan akibat yang akan timbul apabila terjadi
kerusakan pada hati.

Sirosis hepatis adalah suatu penyakit di mana sirkulasi mikro, anatomi


pembuluh darah besar dan seluruh system arsitekture hati mengalami perubahan
menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat ( firosis ) di sekitar
paremkin hati yang mengalami regenerasi. sirosis didefinisikan sebagai proses difus
yang di karakteristikan oleh fibrosis dan perubahan strukture hepar normal menjadi
penuh nodule yang tidak normal.

Peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel
menyebabkan banyaknya terbentuk jaringan ikat dan regenerasi noduler dengan
berbagai ukuran yang di bentuk oleh sel paremkim hati yang masih sehat. akibatnya
bentuk hati yang normal akan berubahdisertai terjadinya penekanan pada pembuluh
darah dan terganggunya aliran darah vena pota yang akhirnya menyebakan
hipertensi portal.

Penyebab sirosis hati beragam. selain disebabkan oleh virus hepatitis B


ataupun C, bisa juga di akibatkan oleh konsumsi alkohol yang berlebihan, bergai
macam penyakit metabolik, adanya ganguan imunologis, dan sebagainya.
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ke tiga pada
pasien yang berusia 45 46 tahun ( setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker ).
di seluruh dunia sirosis menempati urutan ketujuh penyebab kematian, 25.000
orang meninggal setiap tahun akibat penyakit in. sirosis hati merupakan penyakit
hati yang sering di temukan dalam ruangan perawatan bagian penyakit dalam.
di indonesia sirosis hati lebih sering di jumpai pada laki laki dari pada
perempuan. dengan perbandingan 2 4 : 1.

BAB II
KONSEP TEORI

A. Pengertian
Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus
dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel-sel
hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkhim hati. Sirosis hepatis adalah penyakit
kronis yang menyebabkan destruksi sel dan fibrosis (jaringan parut), jaringan hepatik.
Sirosis hepatis adalah stadium akhir dari penyakit hati, yang menahun dimana
secara anatomis didapatkan proses fibrosis dengan pembentukan nodul regenerasi
dan nekrosis. Sirosis hepatis adalah penyakit kronis yang menyebabkan destruksi
sel dan fibrosis (jaringan parut) dari jaringan hepatik.

B. Anatomi dan Fisiologi


Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar 1500 gr atau
2% berat badan orang dewasa normal. Hati merupakan organ lunak yang lentur dan
terbentuk oleh struktur sekitarnya. Bagian bawah hati berbentuk cekung dan
merupakan atap dari ginjal kanan, lambung, penkreas, dan usus. Hati memiliki dua
lobus utama yaitu kanan dan kiri. Setiap lobus terbagi menjadi struktur-struktur
yang disebut sebagai lobules, yang merupakan mikroskopis dan fungsional organ.
Hati manusia memiliki maksimal 100.000 lobulus.
Diantara lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang disebut sebagai
sinusoid yang merupakan cabang vena porta dan arteria hepatica. Tidak seperti
kapiler lain, sinusoid dibatasi oleh sel fagositik atau sel kupffer. Sel Kupffer
merupakan system monosy makrofag, dan fungsi utamnya adalah menelan bakteri
dan benda asing lain dalam darah. Sejumlah 50% makrofag dalam hati adalah sel
Kupffer; sehingga hati merupakan salah satu organ penting dalam pertahanan
melawan infasi bakteri dan agen toksik.
Hati memiliki dua sumber suplai darah dari saluran cerna dan limpa melalui
vena porta hepatica, dan dari aorta melalui arteri hepatica. Sekitar sepertiga darah
yang masuk adalah darah arteria dan dua pertiganya adalah darah vena dari vena
porta. Volume total darah yang melewati hati setiap menitnya adalah 1500 ml dan
dialirkan melalui vena hepatica kanan dan kiri, yang selanjutnya bermuara pada
vena cava inferior. Selain merupakan organ prenkim yang paling besar. Hati sangat
penting untuk mempertahankan hidup dan berperan dalam hampir setiap fungsi
metabolic tubuh, dan terutama bertangung jawab atas lebih dari 500 aktivitas
berbeda.
Hati adalah organ penting untuk sekresi empedu, namun juga memiliki fungi
lain antara lain :
1. Metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein setelah penyerapan dari
saluran pencernaan.
2. Detoksifikasi atau degradasi zat sisa dan hormon serta obat dan senyawa
asing lainya.
3. Sintesis berbagai macam protein plasma mencakup untuk pembekuan darah
dan untuk mengangkut hormon tiroid, steroid, dan kolesterol.
4. Penyimpanan glikogen, lemak, besi, tembaga, dan banyak vitamin.
5. Pengaktifan vitamin D yang dilaksanakan oleh hati dan ginjal
6. Pengeluaran bakteri dan sel darah merah yang sudah rusak
7. Ekskresi kolesterol dan bilirubin.

Gambar 1 Anatomi Hepar

C. Etiologi
Beberapa penyebab dari sirosis hepatis yang sering adalah :
1. Malnutrisi
2. Alkoholisme
3. Kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatika
4. Virus hepatitis
5. penyakit Wilson
Merupakan kelainan autosomal resesif yang diturunkan dimana
tembaga tertimbun di hepar dan ganglia basal otak.
6. Zat toksik

D. Tanda dan Gejala


Gejala terjadi akibat perubahan morfologi dan lebih menggambarkan beratnya
kerusakan yang terjadi dari pada etiologinya. Gejala disebakan oleh satu/lebih
macam kegagalan, yaitu :
1. Kegagalan parenchim hati
2. Hipertensi portal
3. Enchelopalophaty
4. Ascites
Keluhan subyektif :
1. Tidak ada nafsu makan, mual, perut terasa tidak enak, cepat lelah.
2. Keluhan awal : Kembung
3. Tahap lanjut : Icterus dan urine gelap.
Keluhan Obyektif :
1.
Hati Kadang terasa keras/ tumpul
2.
Limpa Pembesaran pada limpa
3.
Perut Sirkulasi kolateral pada dinding perut dan ascites.
4.
Manifestasi ekstra abdominal :
Spider nervi pada bagian atas
Eritema palmaris
Ginekomasti dan atropi testis
Haemoroid
Mimisan
E. Fatofisiologi
Konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang
utama. Sirosis terjadi paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun
defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati
pada sirosis, namun asupan alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab
utama pada perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun
demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasan
minum dan pada individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol yang
tinggi.
Faktor lain diantaranya termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon
tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiastis
dua kali lebih banyak daripada wanita dan mayoritas pasien sirosis berusia 40 60
tahun.
Sirosis laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh nekrosis yang
melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang selama perjalanan penyakit sel-
sel hati yang dihancurkan itu secara berangsur-angsur digantikan oleh jaringan
parut yang melampaui jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau
jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regenerasi dapat
menonjal dari bagian-bagian yang berkonstriksi sehingga hati yang sirotik
memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkepala besar (hobnail
appearance) yang khas.
Sirosis hepatis biasanya memiliki awitan yang insidus dan perjalanan
penyakit yang sangat panjang sehingga kadang-kadang melewati rentang waktu 30
tahun/lebih.

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboraturium pada sirosis hati meliputi hal-hal berikut :
1. Kadar Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih
menurun (leukopenia), dan trombositopenia.
2. Kenaikan SGOT, SGPT dan gamma GT akibat kebocoran dari sel-sel
yang rusak. Namun, tidak meningkat pada sirosis inaktif.
3. Kadar albumin rendah. Terjadi bila kemampuan sel hati menurun.
4. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel
hati.
5. Masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati.
6. Pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan
ketidakmampuan sel hati membentuk glikogen.
7. Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk menentukan
penyebab sirosis hati seperti HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA,
dan sebagainya.
8. Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila ininya terus meninggi atau
>500-1.000 berarti telah terjadi transformasi ke arah keganasan yaitu
terjadinya kanker hati primer (hepatoma).
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain
ultrasonografi (USG), pemeriksaan radiologi dengan menelan bubur barium untuk
melihat varises esofagus, pemeriksaan esofagoskopi untuk melihat besar dan
panjang varises serta sumber pendarahan, pemeriksaan sidikan hati dengan
penyuntikan zat kontras, CT scan, angografi, dan endoscopic retrograde
chlangiopancreatography (ERCP).
G. Komplikasi
1. Edema dan Acites
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air
menumpuk pada kaki( edema) dan abdomen ( acites)
2. Luka dan perdarahan
Ketika liver lambat atau berhenti memproduksi protein yang dibutuhkan
tubuh untuk penggumpalan darah, penderita akan mudah luka dan berdarah.
3. Penguningan ( Joundice)
Penguningan pada kulit dan mata yang terjadi ketika liver sakit, tidak bisa
menyerap bilirubin.
4. Batu Empedu
Jika sirosis mencegah air empedu mencapai empedu, maka akan timbul batu
empedu. (Misnadiarly, 2007)

H. Penatalaksanaan
1. Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan
demam.
2. Diet rendah protein (diet hati III protein 1gr/kg BB, 55 gr protein, 2.000
kalori). Bila ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III
(1.000-2000 mg). Bila proses tidak aktif diperlukan diet tinggi kalori
(2.000-3000 kalori) dan tinggi protein (80-125 gr/hari). Bila ada tanda-tanda
prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan dihentikan
(diet hati II) untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit sesuai
toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang melebihi
kemampuan pasien atau meningginya hasil metabolisme protein, dalam
darah viseral dapat mengakibatkan timbulnya koma hepatikum. Diet yang
baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.
3. Mengatasi infeksi dengan antibiotik diusahakan memakai obat-obatan yang
jelas tidak hepatotoksik.
4. Mempebaiki keadaan gizi bila perlu dengan pemberian asam amino esensial
berantai cabang dengan glukosa.
5. Roboransia. Vitamin B compleks. Dilarang makan dan minum bahan yang
mengandung alkohol.

Penatalaksanaan asites dan edema adalah :


1. Istirahat dan diet rendah garam. Dengan istirahat dan diet rendah garam
(200-500 mg perhari), kadang-kadang asitesis dan edema telah dapat diatasi.
Adakalanya harus dibantu dengan membatasi jumlah pemasukan cairan
selama 24 jam, hanya sampai 1 liter atau kurang.
2. Bila dengan istirahat dan diet tidak dapat diatasi, diberikan pengobatan
diuretik berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat ditingkatkan
sampai 300 mg/hari bila setelah 3 4 hari tidak terdapat perubahan.
3. Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan
terapi medikamentosa yang intensif), dilakukan terapi parasentesis.
Walupun merupakan cara pengobatan asites yang tergolong kuno dan
sempat ditinggalkan karena berbagai komplikasinya, parasentesis banyak
kembali dicoba untuk digunakan. Pada umunya parasentesis aman apabila
disertai dengan infus albumin sebanyak 6 8 gr untuk setiap liter cairan
asites. Selain albumin dapat pula digunakan dekstran 70 % Walaupun
demikian untuk mencegah pembentukan asites setelah parasentesis,
pengaturan diet rendah garam dan diuretik biasanya tetap diperlukan.
4. Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1
kg/hari. Hati-hati bila cairan terlalu banyak dikeluarkan dalam suatu saat,
dapat mencetuskan ensefalopati hepatik.

I. Pencegahan
Pencegahan pada sirosis hepatis adalah:
a. Kurangi efek estrogen.
b. Berhenti merokok.
c. Ketahui status kesehatan tentang mitra seksual .
d. Gunakan suatu jarum bersih jika kamu menyuntik obat.
e. Berhati-hati sekitar produk darah di negara-negara tertentu.
f. Hindari atau membatasi alkohol.
g. Hindari pengobatan yang boleh menyebabkan kerusakan hati.
h. Hindari ekspose ke toksin lingkungan
BAB III
KONSEP ASKEP
1. Pengkajian
Aktivitas / Istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, terlalu lelah
Tanda : Penurunan massa otot
Eliminasi
Gejala : Flatus
Tanda : Distensi abdomen, penurunan atau tidak adanya bising usus, fase
warna tanah liat, melena, dan urine gelap.
Makanan/cairan
Gejala : Anoreksia; mual /muntah
Tanda : Penurunan berat badan atau peningkatan , penggunaan jaringan,
edema umum pada jaringan,kulit kering, Ikterik.
Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen dengan nyeri kram pada kuadram kanan atas;
Pruritus; Neuritis perifer.
Tanda : Perilaku berhati-hati; focus pada diri sendiri.
Keamanan
Gejala : Pruritus
Tanda : Demam; Ikterik; Ekimosis; Angioma Spider.
Pernapasan
Gejala : Dispnea
Tanda : Pernapasan dangkal; Ekspansi paru terbatas; Hipoksia.

2. Diagnosa keperawatan yang sering muncul


Menurut Lynda Juall (2006), diagnosa keperawatan yang sering muncul pada
sirosis hepatis, yaitu :
1) Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
2) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi.
3) Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
4) Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia dan gangguan gastrointestinal.
5) Resiko cedera berhubungan dengan hipertensi portal, gangguan faktor
pembekuan darah, dan gangguan mekanisme sirkulasi.
6) Pola napas yang tidak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan
intraabdomen.
7) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
8) Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan penampilan fisik.
3. Intervensi keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
4. Kriteria hasil : Pemeliharaan suhu tubuh yang normal (36 - 37 C).
5. Intervensi :
6. 1) Catat suhu tubuh secara teratur.
7. Rasional. : Memberikan dasar untuk deteksi hati dan evaluasi
intervensi.
8. 2) Motivasi asupan cairan.
9. Rasional : Memperbaiki kehilangan cairan akibat perspirasi serta
febris dan meningkatkan tingkat kenyamanan pasien.
10. 3) Lakukan kompres dingin atau kantong es untuk menurunkan
kenaikan suhu tubuh.
11. Rasional : Menurunkan panas melalui proses konduksi serta
evaporasi, dan meningkatkan tingkat kenyamanan pasien.
12. 4) Berikan antibiotik seperti yang diresepkan.
13. Rasional : Meningkatkan konsentrasi antibiotik serum yang tepat
untuk mengatasi infeksi.
14. 5) Hindari kontak dengan infeksi.
15. Rasional : Meminimalkan resiko peningkatan infeksi, suhu tubuh,
serta laju metabolik.
16. 6) Jaga agar pasien dapat beristirahat sementara suhu tubuhnya tinggi.
17. Rasional : Mengurangi laju metabolik.
b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi.
18. Kriteria hasil : Volume cairan tubuh stabil, dengan keseimbangan
pemasukan dan pengeluaran, berat badan stabil, tanda vital dalam rentang
normal, dan tidak ada edema atau asites.
19. Intervensi :
20. 1) Batasi asupan natrium dan cairan jika diinstruksikan.
21. Rasional : Meminimalkan pembentukan asites dan edema.
22. 2) Berikan diuretik, suplemen kalium dan protein seperti yang
dipreskripsikan.
23. Rasional : Meningkatkan eksresi cairan lewat ginjal dan
mempertahankan keseimbangan cairan serta elektrolit yang normal.
24. 3) Catat asupan dan haluaran cairan.
25. Rasional : Menilai efektivitas terapi dan kecukupan asupan cairan.
26. 4) Ukur dan catat lingkar perut setiap hari.
27. Rasional : Memantau perubahan pada pembentukan asites dan
penumpukan cairan.
28. 5) Jelaskan rasional pembatasan natrium dan cairan.
29. Rasional : Meningkatkan pemahaman dan kerjasama pasien
dalam menjalani dan melaksanakan pembatasan cairan.
c. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
30. Kriteria hasil : Laporan nyeri hilang atau terkontrol.
31. Intervensi :
32. 1) Selidiki laporan nyeri, catat lokasi, lama, intensitas (skala 0 - 10) dan
karakteristiknya (dangkal, tajam, konstan).
33. Rasional : Perubahan dalam lokasi atau intensitas tidak umum
tetapi dapat menunjukkan terjadinya komplikasi.
34. 2) Pertahankan posisi semi - Fowler sesuai indikasi.
35. Rasional : Membantu meminimalkan nyeri karena gerakan.
36. 3) Berikan analgesik seperti yang diresepkan.
37. Rasional : Menghilangkan nyeri dan meningkatkan penyembuhan.
38. 4) Berikan antiemetik seperti yang diresepkan.
39. Rasional : Menurunkan mual atau muntah, yang dapat
meningkatkan nyeri abdomen.
40. 5) Berikan tindakan kenyamanan, contoh pijatan punggung, napas
dalam, latihan relaksasi atau visualisasi.
41. Rasional : Meningkatkan relaksasi dan mungkin meningkatkan
kemampuan koping pasien dengan memfokuskan kembali perhatian.
42. 6) Berikan perawatan mulut dengan sering. Hilangkan rangsangan
lingkungan yang tidak menyenangkan.
43. Rasional : Menurunkan mual atau muntah, yang dapat
meningkatkan tekanan atau nyeri intraabdomen.
d. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia dan gangguan gastrointestinal.
44. Kriteria hasil : Peningkatan berat badan progresif mencapai tujuan
dengan nilai status nutrisi baik.
45.
46.
47. Intervensi :
48. 1) Motivasi pasien untuk makan makanan dan suplemen makanan.
49. Rasional : Motivasi sangat penting bagi penderita anoreksia dan
gangguan gastrointestinal.
50. 2) Tawarkan makanan dengan porsi sedikit tetapi sering.
51. Rasional : Makanan dengan porsi kecil dan sering lebih ditolerir
oleh penderita anoreksia.
52. 3) Hidangkan makanan yang menimbulkan selera dan menarik dalam
penyajiannya.
53. Rasional : Meningkatkan selera makan dan rasa sehat.
54. 4) Pantang alkohol.
55. Rasional : Menghindari iritasi lambung oleh alkohol.
56. 5) Pelihara hygiene oral sebelum makan.
57. Rasional : Mengurangi citarasa yang tidak enak dan merangsang
selera makan.
58. 6) Berikan obat yang diresepkan untuk mengatasi mual, muntah, diare
atau konstipasi.
59. Rasional : Mengurangi gejala gastrointestinal dan perasaan tidak
enak pada perut yang mengurangi selera makan dan keinginan terhadap
makanan.
60. 7) Motivasi peningkatan asupan cairan dan latihan jika pasien
melaporkan konstipasi.
61. Rasional : Meningkatkan pola defekasi yang normal dan
mengurangi rasa tidak enak serta distensi pada abdomen.
62. 8) Amati gejala yang membuktikan adanya perdarahan gastrointestinal.
63. Rasional : Mendeteksi komplikasi gastrointestinal yang serius.
e. Resiko cedera berhubungan dengan hipertensi portal, gangguan faktor
pembekuan darah, dan gangguan mekanisme sirkulasi.
64. Kriteria hasil : Pengurangan resiko cedera.
65. Intervensi :
66. 1) Amati setiap feses yang di eksresikan untuk memeriksa warna,
konsistensi dan jumlahnya.
67. Rasional : Memungkinkan deteksi perdarahan dalam traktus
gastrointestinal.
68. 2) Waspadai gejala ansietas, rasa penuh pada epigastrium, kelemahan
dan kegelisahan.
69. Rasional : Dapat menunjukkan tanda - tanda dini perdarahan dan
syok.
70. 3) Periksa setiap feses dan muntahan untuk mendeteksi darah yang
tersembunyi.
71. Rasional : Mendeteksi tanda dini yang membuktikan adanya
perdarahan.
f. Pola napas yang tidak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan
intraabdomen.
72. Kriteria hasil : Mempertahankan pola napas yang efektif bebas dispnea
dan sianosis dengan nilai kapasitas vital dalam rentang normal.
73. Intervensi :
74. 1) Awasi frekuensi, kedalaman, dan upaya pernapasan.
75. Rasional : Pernapasan dangkal cepat (dispnea) mungkin ada
sehubungan dengan hipoksia dan akumulasi cairan dalam abdomen.
76. 2) Auskultasi bunyi napas, catat mengi, ronki.
77. Rasional : Menunjukkan terjadinya komplikasi.
78. 3) Pertahankan kepala tempat tidur tinggi. Posisi miring.
79. Rasional : Memudahkan pernapasan dengan menurunkan tekanan
pada diafragma dan meminimalkan ukuran aspirasi sekret.
80. 4) Awasi suhu. Catat adanya menggigil, meningkatnya batuk,
perubahan warna atau karakter sputum.
81. Rasional : Menunjukkan timbulnya infeksi, contoh pneumonia.
82. 5) Bantu pasien dalam menjalani parasentesis atau torakosentesis.
83. Rasional : Parasentesis dan torakosentesis (yang dilakukan untuk
mengeluarkan cairan dari rongga toraks) merupakan tindakan yang
menakutkan bagi pasien. Bantu pasien agar bekerjasama dalam menjalani
prosedur ini dengan meminimalkan resiko dan gangguan rasa nyaman.
g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
84. Kriteria hasil : Peningkatan energi dan partisipasi dalam aktivitas.
85. Intervensi :
86. 1) Tawarkan diet tinggi kalori, tinggi protein (TKTP).
87. Rasional : Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses
penyembuhan.
88. 2) Berikan suplemen vitamin (A, B kompleks, C dan K).
89. Rasional : Memberikan nutrien tambahan.
90. 3) Motivasi pasien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat.
91. Rasional : Menghemat tenaga pasien sambil mendorong pasien
untuk melakukan latihan dalam batas toleransi pasien.
92. 4) Motivasi dan bantu pasien untuk melakukan latihan dengan periode
waktu yang ditingkatkan secara bertahap.
93. Rasional : Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya
diri.
h. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan penampilan fisik.
94. Kriteria hasil : Pemahaman akan perubahan dan penerimaan diri pada
situasi yang ada.
95. Intervensi :
96. 1) Diskusikan situasi atau dorong pernyataan takut atau masalah.
Jelaskan hubungan antara gejala dengan asal penyakit.
97. Rasional : Pasien sangat sensitive terhadap perubahan tubuh dan
juga mengalami perasaan bersalah bila penyebab berhubungan dengan
alkohol (80 %) atau penggunaan obat lain.
98. 2) Dukung dan dorong pasien; berikan perawatan dengan positif,
perilaku bersahabat.
99. Rasional : Pemberi perawatan kadang - kadang memungkinkan
penilaian perasaan untuk mempengaruhi perawatan pasien dan kebutuhan
untuk membuat upaya yang membantu pasien merasakan nilai pribadi.
100. 3) Dorong keluarga atau orang terdekat untuk menyatakan perasaan,
berkunjung atau berpartisipasi pada perawatan.
101. Rasional : Anggota keluarga dapat merasa bersalah tentang
kondisi pasien dan takut terhadap kematian. Kebutuhan dukungan emosi
tanpa penilaian dan bebas mendekati pasien, partisipasi pada perawatan
membantu mereka merasa berguna dan meningkatkan kepercayaan antara
staf, pasien dan orang terdekat.
102.
1) DAFTAR PUSTAKA

2)
3) Brunner & Suddarth .Buku Ajar Keperawatan Medikal - Bedah. Vol. 2. EGC.
Jakarta.

4) Dongoes, Marilynn. E. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta.

5) Mansjoer, Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran Ketiga Jilid 1. 2001. Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

6) Smeltzer, Suzanne C, dkk. (2001). Keperawatan Medikal Bedah 2. Edisi 8.


Jakarta.

7) Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI.

8)
9)

10)

Vous aimerez peut-être aussi