Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
TENTANG
MALUKU HUSADA
KAIRATU
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah pencipta langit dan bumi yang telah
melimpahkan rahmat-Nya, terutama rahmat iman dan kekuatan sehingga Makalah Asuhan
Keperawatan Dermatitis seborea ini dapat diselesaikan.
Makalah Asuhan Keperawatan ini disusun untuk memenuhi persyaratan melaksanakan
tugas mata kuliah Keperawatan program studi S1 Keperawatan STIKes maluku husada.
Setelah menyusun beberapa waktu dan mengumpulkan data akhirnya Makalah Asuhan
Keperawatan Dermatitis seborea ini dapat diselesaikan. ini tidak mungkin dapat diselesaikan
tanpa dukungan dan bantuan dari semua pihak. Untuk itu perkenankan penulis
menyampaikan terima kasih yang tulus kepada teman-teman dan semua pihak yang telah
membantu sehingga Makalah Asuahan Keperawatan Dermatitis ini dapat diselesaikan.
Sangat disadari Makalah Asuhan Keperawatan Pruritus dan Dermatitis seborea ini dapat
diselesaikan. baik isi maupun tehnik penulisannya masih banyak kekurangan, oleh sebab itu
sangat diharapkan saran dan perbaikan dari pembaca demi penyempurnaan Makalah Asuhan
Keperawatan Pruritus dan Dermatitis seborea ini .
Kata pengantar
Daftar isi
BAB I PENDAHULUAN
Daftar pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
Dermatitis seboroik dan Pityriasis capitis (cradle cap) sering terjadi pada masa kanak-kanak.
Berdasarkan hasil suatu survey terhadap 1116 anak-anak yang mencakup semua umur
didapatkan prevalensi dermatitis seboroik adalah 10% pada anak laki-laki dan 9,5% pada
anak perempuan. Prevalensi tertinggi pada anak usia tiga bulan, semakin bertambah umur
anaknya prevalensinya semakin berkurang. Sebagian besar anak-anak ini menderita
dermatitis seboroik ringan.
Secara internasional frekuensinya sebanyak 3-5%. Ketombe yang merupakan bentuk
ringan dari dermatitis ini lebih umum dan mengenai 15 - 20% populasi.
Dermatitis seboroik bisa ditemukan pada seluruh ras, dan lebih banyak terjadi pada pria
dibandingkan wanita. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya aktifitas kelenjar sebasea
yang diatur oleh hormon androgen.
Dermatitis seboroik menyerang 2% - 5% populasi. Dermatitis seboroik dapat
menyerang bayi pada tiga bulan pertama kehidupan dan pada dewasa pada umur 30 hingga
60 tahun. Insiden memuncak pada umur 1840 tahun. DS lebih sering terjadi pada pria
daripada wanita. Berdasarkan pada suatu survey pada 1.116 anakanak, dari perbandingan
usia dan jenis kelamin, didapatkan prevalensi dermatitis seboroik menyerang 10% anak laki
laki dan 9,5% pada anak perempuan. Prevalensi semakin berkurang pada setahun berikutnya
dan sedikit menurun apabila umur lebih dari 4 tahun. Kebanyakan pasien (72%) terserang
minimal atau dermatitis seboroik ringan.
Berbagai macam pengobatan dapat menginduksi dermatitis seborok. Obat-obat
tersebut adalah auranofin, aurothioglucose, buspirone, chlorpromazine, cimetidin,
ethionamide, griseofulvin, haloperidol, interferon alfa, lithium, methoxsalen, methyldopa,
phenothiazines, psoralens, stanozolol, thiothixene, and trioxsalen.
1.3 Tujuan
1. Memahami definisi, anatomi, fisiologi, epidemiologi, patogenesis, patofisiologi,
manifestasi klinis, diagnosis, terapi dan komplikasi dermatitis seborik.
2. Meningkatkan kemampuan menulis ilmiah di dalam bidang keperawatan.
3. Memenuhi salah satu tugas SISTEM INTEGUMEN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. Etiologi
Etiologi dermatitis seboroik masih belum jelas, meskipun demikian berbagai macam
faktor seperti faktor hormonal, infeksi jamur, kekurangan nutrisi, faktor neurogenik diduga
berhubungan dengan kondisi ini. Menurut Djuanda (1999) faktor predisposisinya adalah
kelainan konstitusi berupa status seboroik.
Dermatitis seboroik banyak terjadi pada pasien yang menderita penyakit parkinson karena
produksi sebumnya (Fitzpatrick, 2010).
Keterlibatan faktor hormonal dapat menjelaskan kenapa kondisi ini dapat mengenai bayi,
menghilang secara spontan dan kemudian muncul kembali setelah pubertas. Pada bayi
dijumpai kadar hormon transplansenta meninggi beberapa bulan setelah lahir dan
penyakitnya akan membaik bila kadar hormon ini menurun.
Faktor lain yang berperan adalah terjadinya dermatitis seboroik berkaitan dengan
proliferasi spesies Malassezia yang ditemukan di kulit sebagai flora normal. Ragi genus ini
dominan dan ditemukan pada daerah seboroik tubuh yang mengandung banyak lipid sebasea
(misalnya kepala, tubuh, punggung). Selden (2005) menyatakan bahwa Malassezia tidak
menyebabkan dermatitis seboroik tetapi merupakan suatu kofaktor yang berkaitan dengan
depresi sel T, meningkatkan kadar sebum dan aktivasi komplemen. Dermatitis seboroik juga
dicurigai berhubungan dengan kekurangan nutrisi tetapi belum ada yang menyatakan alasan
kenapa hal ini bias terjadi.
Pada penderita gangguan sistem syaraf pusat (Parkinson, cranial nerve palsies, major
truncal paralyses) juga cenderung berkembang dermatitis seboroik luas dan sukar
disembuhkan. Menurut Johnson (2000) terjadinya dermatitis seboroik pada penderita tersebut
sebagai akibat peningkatan timbunan sebum yang disebabkan kurang pergerakan.
Peningkatan sebum dapat menjadi tempat berkembangnya P. ovale sehingga menginduksi
dermatitis seboroik. Faktor genetik dan lingkungan dapat merupakan predisposisi pada
populasi tertentu, seperti penyakit komorbid, untuk berkembangnya dermatitis seboroik.
Meskipun dermatitis seboroik hanya terdapat pada 3% populasi, tetapi insidensi pada
penderita AIDS dapat mencapai 85%. Mekanisme pasti infeksi virus AIDS memacu onset
dermatitis seboroik (ataupun penyakit inflamasi kronik pada kulit lainnya) belum diketahui.
Dermatitis seboroik berhubungan erat dengan keaktivan glandula sebasea. Glandula
tersebut aktif pada bayi yang baru lahir, kemudian menjadi tidak aktif selama 8-12 tahun
akibat stimulasi hormon androgen dari ibu berhenti. Dermatitis seboroik pada bayi terjadi
pada umur bulan-bulan pertama, kemudian jarang pada usia sebelum akil balik dan
insidennya mencapai puncaknya pada umur 18-40 tahun, kadang-kadang pada umur tua.
Dermatitis seboroik lebih sering terjadi pada pria daripada wanita.
Meskipun kematangan kelenjar sebasea rupanya merupakan faktor timbulnya dermatitis
seboroik, tetapi tidak ada hubungan langsung secara kuantitatif antara keaktifan kelenjar
tersebut dengan suseptibilitas untuk memperoleh dermatitis seboroik. Dermatitis seboroik
dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang meningkat seperti pada psoriasis. Pada
orang yang telah mempunyai faktor predisposisi, timbulnya dermatitis seboroik dapat
disebabkan oleh faktor kelelahan, stres emosional, infeksi, atau defisiensi imun.
Bagaimanapun, beberapa faktor (misalnya tingkat hormon, infeksi jamur, defisit nutrisi,
dan faktor neurogenik) berhubungan dengan keadaan ini. Adanya masalah hormonal mungkin
dapat menjelaskan mengapa keadaan ini muncul pada bayi, hilang secara spontan, dan
muncul kembali setelah puberitas.Pada bayi dijumpai hormon transplasenta meninggi
beberapa bulan setelah lahir dan penyakitnya akan membaik bila kadar hormon ini menurun.
Juga didapati bahwa perbandingan komposisi lipid di kulit berubah. Jumlah kolesterol,
trigliserida, parafin meningkat dan kadar sequelen, asam lemak bebas dan wax ester
menurun. Keadaan ini diperparah dengan peningkatan keringat. Obatobat neuroleptik seperti
haloperidol dapat mencetuskan dermatitis seboroik serta faktor iklim.
Berikut ini beberapa hal yang berpotensial menyebabkan dermatitis seboroik yaitu:
Aktivitas kelenjar sebum yang berlebihan.
Infeksi Pityrosporum ovale
Infeksi oleh Candida atau Staphylococcus.
Hipersensitif terhadap bakeri ataupun antigen epidermal
Kelainan neurotransmiter (mis : pada penyakit parkinson)
Proliferasi epidermal yang menyimpang
Faktor lingkungan (temperatur dan kelembaban)
Imunodefisiens.
C. Patofisiologi
Seboroik merupakan keadaan terjadinya produksi sebum yang berlebihan pada daerah-
daerah dimana kelenjar tersebut berada dalam jumlah besar (wajah, kulit kepala, alis mata,
kelopak mata, kedua sisi hidung serta bibir atas, daerah malar (pipi), telinga, aksila, dibawah
payudara, lipat paha dan lipatan gluteus didaerah pantat). Dengan adanya kondisii anatomis
dimana secara predileksididaerah tersebut banyak dipasok kelenjar sebasea atau yang terletak
diantara lipatan kulit tempat bakteri dalam jumlah yang besar sehingga memungkinkan
adanya respon inflamasiYanglebihtinggi.
D. Klasifikasi dan manifestasi klinis
a) Dermatitis kontak
Dermatitis kontak adalah respon peradangan kulit akut atau kronik terhadap paparan
bahan iritan eksternal yang mengenai kulit.
Dermatitis kontaki terbagi 2 yaitu :
Dermatitis kontak iritan (mekanisme non imunologik)
Dermatitis kontak alergik (mekanisme imunologik spesifik)
b) Dermatitis atopik
Dermatitis atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal dan
umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan
peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita. Kelainan
kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi, tempatnya
dilipatan atau fleksural..
c) Dermatitis numularis
Merupakan dermatitis yang bersifat kronik residif dengan lesi berukuran sebesar uang
logam dan umumnya berlokasi pada sisi ekstensor ekstremitas.
d) Dermatitis seboroik
Merupakan golongan kelainan kulit yang didasari oleh factor konstitusi, hormon,
kebiasaan buruk dan bila dijumpai pada muka dan aksila akan sulit dibedakan. Pada muka
terdapat di sekitar leher, alis mata dan di belakang telinga.
Dermatitis seboroik umumnya berpengaruh pada daerah kulit yang mengandung kelenjar
sebasea dalam frekuensi tinggi dan aktif. Distribusinya simetris dan biasanya melibatkan
daerah berambut pada kepala meliputi kulit kepala, alis mata, kumis dan jenggot. Adapun
lokasi lainnya bisa terdapat pada dahi, lipatan nasolabial, kanalis auditoris external dan
daerah belakang telinga. Sedangkan pada tubuh dermatitis seboroik dapat mengenai daerah
presternal dan lipatan-lipatan kulit seperti aksila, pusar, inguinal, infra mamae, dan
anogenital1.
E. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dermatitis seboroik adalah
pemeriksaan histopatologi walaupun gambarannya kadang juga ditemukan pada penyakit
lain, seperti pada dermatitis atopik atau psoriasis. Gambaran histopatologi tergantung dari
stadium penyakit. Pada bagian epidermis. Dijumpai parakeratosis dan akantosis. Pada
korium, dijumpai pembuluh darah melebar dan sebukan perivaskuler. Pada DS akut dan
subakut, epidermisnya ekonthoik, terdapat infiltrat limfosit dan histiosit dalam jumlah
sedikit pada perivaskuler superfisial, spongiosis ringan hingga sedang, hiperplasia
psoriasiform ringan, ortokeratosis dan parakeratosis yang menyumbat folikuler, serta
adanya skuama dan krusta yang mengandung netrofil pada ostium folikuler. Gambaran ini
merupakan gambaran yang khas. Pada dermis bagian atas, dijumpai sebukan ringan
limfohistiosit perivaskular. Pada DS kronik, terjadi dilatasi kapiler dan vena pada pleksus
superfisial selain dari gambaran yang telah disebutkan di atas yang hamper sama dengan
gambaran psoriasis. (Siregar,2002).
(http://ekaakbidbup.blogspot.com/2009/10/seborrhea-pada-neonatus-dan-bayi.html)
a) Percobaan asetikolin ( suntikan dalam intracutan, solusio asetilkolin 1/5000).
b) Percobaan histamin hostat disuntikkan pada lesi
Gambaran Histopatologi
Epidermis dapt ditemukan parakeratosis fokal dengan abses Munro. Pada dermis
terdapat pelebaran ujung pembuluh darah di puncak stratum papilaris disertai sebukan sel
sel neutrofil dan monosit.
(Prof.Dr. R.S. Siregar,Sp. KK(K). 2005. Atlas Berwarna Saripati penyakit Kulit Edisi
2.Jakarta: EGC)
2. Pemeriksaan Pembantu/ Laboratorium
Pemeriksaan Mikroflora dari kulit kepala untuk melihat pityrosporum ovale
Menentukan indeks mitosis pada kulit kepala yang berketombe.
Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total, albumin,
globulin
Urin : pemerikasaan histopatologi.
F. Penatalaksanaan medis
Bila ada infeksi sekunder dan eksudatif harus di kompres dulu dengan larutan kalium
permanganate 1/5000. Kemudian diberikan krim yang mengandung asam salisinat (2%),
sulfur presipitatus (4%), vioform (3%) dan hidrokortison (1/2 1%). Neomisin dan basitrasin
ditambahkan bila ada infeksi sekunder. Pada kasus menahun dapat di coba pengobatan
dengan sinar ultra violet. Pada daerah kepala di anjurkan penggunaan shampoo yang tidak
berbusa 2-3 kali seminggu dan memakai krim yang mengandung selenium sulfide atau Hg-
presipitatus albus 2%.
c) Obat Alternatif
Terapi alami saat ini menjadi semakin populer. Tea tree oil (Melaleuca oil) adalah minyak
esensial yang berasal dari Australia. Terapi ini dapat efektif bila digunakan setip hari dalam
bentuk sampo 5 %.
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien.
Nama : An. D
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 7 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : Sekolah Dasar (Kelas 2)
Suku : Palembang
Alamat : Jalan May Sabara Lrg. Hanan No. 39 Sekip Jaya No rekam
Medik : 852821 Kunjungan pertama ke Poli IKKK RSUPMH, tanggal 24
Oktober 2014.
b. Keluhan Utama.
ANAMNESIS
(Autoanamnesis dan Alloanamnesis dari ibu penderita tanggal 24 Oktober 2014, pukul
11.00 WIB)
Keluhan Utama :
a. Subjektif :
Timbul bercak putih bersisik disertai rasa gatal di kulit kepala sejak kisaran 2 pekan
yang lalu.
b. Objektif :
Skuama kering, basah atau kasar.
Krusta kekuningan dengan bentuk dan besar bervariasi ( yang sering ditemui pada
kulit kepala, alis, daerah nasolabial belakang telinga, lipatan mammae, presternal,
ketiak, umbilikus, lipat bokong, lipat paha dan skrotum ).
Keluhan Tambahan :
Rambut rontok
Riwayat Perjalanan Penyakit : (Anamnesis 24 Oktober 2014 pukul 11.00 wib)
Kisaran 4 bulan yang lalu, timbul bercak merah di kulit kepala seukuran kepala jarum
pentul. Bercak merah terasa gatal. Gatal hilang timbul dan sering muncul saat berkeringat
atau saat lembab. Bercak merah tidak nyeri. Bercak merah tidak menyebar ke daerah leher
ataupun dahi. Pasien sering menggaruk kepala saat gatal dan keluhan berkurang. Pasien
mengaku beberapa kali pernah timbul bercak merah di belakang telinga namun sembuh
sendiri. Pasien menyangkal adanya demam. Pasien tidak berobat.
Kisaran 2 bulan yang lalu, bercak merah di kulit kepala semakin banyak. Bercak merah
berukuran kepala jarum pentul hingga biji jagung. Bercak merah terlihat berminyak. Tampak
timbul sisik putih tipis di atas bercak merah. Pasien menggaruk kepala dan mengakibatkan
bercak merah menjadi lecet dan keropeng.
Pasien dibawa berobat oleh ibunya ke Puskesmas, diberi obat makan CTM dan bedak
tabur salisil. Keluhan tidak berkurang. Kisaran 2 pekan yang lalu, pasien mengeluh bercak
merah yang pernah ada menjadi putih ditutupi sisik yang lebih tebal. Rambut pasien yang
berwarna merah, semakin rapuh dan mudah rontok saat disisir atau saat menggaruk bercak
putih bersisik sehingga mengakibatkan kebotakan. Pasien kemudian dibawa ibunya berobat
ke poli IKKK RSMH Palembang.
c. riwayat penyakit
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat timbul bercak merah gatal di kepala sebelumnya disangkal.
Riwayat timbul bercak putih bersisik di kepala sebelumnya disangkal.
Riwayat berkeringat banyak hingga kulit tampak sangat berminyak diakui.
Riwayat pernah timbul bercak merah di wajah, telinga, atas punggung diakui
pernah (di belakang telinga)
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat timbul bercak merah gatal di kepala pada keluarga disangkal.
Riwayat timbul rontok rambut hingga botak pada keluarga disangkal.
Riwayat Higiene dan Kebiasaan
Pasien sering menggunakan penutup kepala seperti kerudung dan bando yang kedap dan
membuat kepala menjadi lembab. Adik laki-lakinya memiliki keluhan yang sama dengan
pasien, mulai timbul bercak merah gatal yang sama dengan kakak perempuannya di daerah
kepala namun tidak berobat. Adik laki-laki pasien sering mengalami infeksi kelopak mata
dan beberapa kali berobat ke Puskesmas. Sehari-hari pasien sering makan mie instan dan
jarang makan daging maupun sayuran. Rambut pasien berwarna merah dan kasar sejak
dulu.Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok.
d. Pemeriksaan persistem
1. Breathing (B1) : Tidak ada masalah
2. Blood (B2) : Tidak ada tanda tanda abnormal pada system Kardiovaskular
3. Brain (B3) : kesadaran composmentis, tidak pusing.
4. Bladder (B4) : Urin dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada system
perkemihan
5. Bowel (B5 ) : tidak ada masalah dengan system pencernaan
6. Bone and Integument (B6):
Skuama kering, basah atau kasar.
Krusta kekuningan dengan bentuk dan besar bervariasi ( yang sering ditemui
pada kulit kepala, alis, daerah nasolabial belakang telinga, lipatan mammae,
presternal, ketiak, umbilikus, lipat bokong, lipat paha dan skrotum ).
e. Pemeriksaan fisik
PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 24 Oktober 2014 pukul 11.00 WIB)
Status Generalikus
4. Keadaan Umum : Tampak Sakit Ringan
5. Kesadaran : Kompos Mentis
6. Nadi : 87 x/menit TD : 100/70 mmHg Suhu : 36,7 oC
7. Pernapasan : 20 x/menit
8. Tinggi Badan : 96 cm
9. Berat Badan : 15 kg
10. IMT : di bawah (-2) (+2) SD (normal) dengan WHO-NCHS
11. Gizi : Underweight
Keadaan Spesifik
Kepala
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, blefaritis (-)
Hidung : deviasi septum (-), konka hipertrofi (-)
Telinga : infiltrat (-), sekret (-)
Mulut : Stomatitis tidak ada, Cheilitis tidak ada Tenggorokan : Faring tidak
hiperemis, tonsil tidak membesar
Leher : Tidak ada pembesaran KGB di region colli dan supraklavikula pada inspeksi
dan palpasi, 4 JVP (5-2) cmH2O
Dada : Simetris, statis dan dinamis kanan = kiri Jantung : HR=87 x/menit, bunyi
jantung I dan II normal, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Paru-Paru : Vesikuler (normal),ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Abdomen : Datar, lemas, hepar dan lien tidak ada pembesaran, Bising usus (+) N,
nyeri tekan (-).
Ekstremitas : edema tidak ada, deformitas tidak ada. Nail pitting (-), sandpaper nails
(-)
KGB : Tidak ada pembesaran dan tidak ada nyeri tekan KGB di regio aurikula
submandibula, colli, aksila, dan inguinal pada inspeksi dan palpasi.
Genitalia : Tidak ada kelainan
Status Dermatologikus:
Regio frontalis: Patch alopesia, soliter, plakat, sebagian ditutupi skuama putih
bersisik, halus, selapis.
Regio parietalis: Patch hipopigmentasi, multipel, numular, diskret hingga konfluen,
sebagian ditutupi skuama putih bersisik, halus, selapis. A B
1. Pola Eliminasi
Sering berkeringat.
tanyakan pola berkemih dan bowel.
2. Pola Aktivitas dan Latihan
Pemenuhan sehari-hari terganggu.
Kelemahan umum, malaise.
Toleransi terhadap aktivitas rendah.
Mudah berkeringat saat melakukan aktivitas ringan
Perubahan pola napas saat melakukan aktivitas.
3. Pola Tidur dan Istirahat
Kesulitan tidur pada malam hari karena stres.
Mimpi buruk.
4. Pola Persepsi Kognitif
Perubahan dalam konsentrasi dan daya ingat.
Pengetahuan akan penyakitnya.
5. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Perasaan tidak percaya diri atau minder.
Perasaan terisolasi.
6. Pola Hubungan dengan Sesama
Hidup sendiri atau berkeluarga
Frekuensi interaksi berkurang
Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
7. Pola Reproduksi Seksualitas
Gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan.
Penggunaan obat KB mempengaruhi hormon.
8. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress
Emosi tidak stabil
Ansietas, takut akan penyakitnya
Disorientasi, gelisah
9. Pola Sistem Kepercayaan
Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah
Agama yang dianut
2. Diagnosa keperawatan
kerusakan integritas kulit
gangguan pola tidur
defisit perawatan diri
Kekurangan atau kelebihan nutrisi
D. Intervensi keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit
Diagnosa Rencana keperawatan
Keperawatan/
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Masalah Kolaborasi
Hasil
3.1 Kesimpulan
Seborrhea disebut pula dengan Dermatitis seboroik yaitu kelainan kulit berupa
peradangan superfisial dengan papuloskuamosa yang kronik dengan tempat predileksi di
daerah-daerah seboroik yakni daerah yang kaya akan kelenjar sebasea, seperti pada kulit
kepala, alis, kelopak mata, naso labial, bibir, telinga, dada, axilla, umbilikus, selangkangan
dan glutea. Pada dermatitis seboroik didapatkan kelainan kulit yang berupa eritem, edema,
serta skuama yang kering atau berminyak dan berwarna kuning kecoklatan dalam berbagai
ukuran disertai adanya krusta.
Dermatitis seborrheic umumnya hanya terjadi pada bayi karena hal ini terkait dengan
hormon androgen milik ibunya yang masih tersisa di dalam tubuhnya. "Itulah kenapa, lewat
dari masa bayi, masalah ini akan menghilang seiring dengan berkurangnya kadar hormon
androgen. Namun, tidak semua bayi akan mengalami dermatitis seborrheic. Jadi hanya bayi
tertentu saja, terutama yang mengalami atopik, yakni kecenderungan untuk bereaksi
menyimpang terhadap bahan-bahan yang bersifat umum. Bila reaksi menyimpang itu terjadi
di kulit kepala, maka akan timbul /dermatitis seborrheic/ bahkan eksim. Bila dermatitis
seborrheic ini tidak ditangani secara tepat, mungkin saja akan berlanjut menjadi infeksi.
Biasanya disertai proses inflamasi atau peradangan di dalam kulitnya. Ditandai dengan sisik
yang berada di atas kulit yang kemerahan.
3.2 Saran
Diperlukan suatu pemahaman yang baik agar tidak salah dalam memahami tentang
seborrhea atau dermatitis seboroik, khususnya mengenai definisi, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, diagnosa keperawatan,
rencana tindakan, penatalaksanaan medis, dari dermatitis seboroik.
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda Adhi, Budimulja Unandar, Dermatitis Seboroik dan Tinea Kapitis, dalam
Djuanda Adhi, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Edisi Ketiga, Hal 93-95, 183-185, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2002.
Suparlan, A., G., dkk, Kandidiasis, dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi, LAB/ UPF Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin, RSUD Dokter Soetomo, Hal 15-18, Surabaya, 1994.
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol. 3. Jakarta :
EGC.
Dewi Lia. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Salemba Medika: Jakarta.
Djuanda Adhi, Budimulja Unandar. 2002. Dermatitis Seboroik dan Tinea Kapitis, Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketiga. Hal 93-95, 183-185. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.
Ismail Sofyan,dkk. 1991. Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran UI:Jakarta.
Siregar, R. S. 2002. Dermatitis Seboroika, dalam Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit.
Edisi kedua, hal 104-106. Balai Penerbit EGC: Jakarta.