Vous êtes sur la page 1sur 5

Kelemahan Nervus VII bisa terjadi pada lesi supranuclear, nuclear atau infranuclear.

Etiologi Parese Facial


Idiopathic Bell palsy
Infeksi
Otitis media akut atau kronik
Herpes zoster
Lyme disease
Lain-lain: difteri, enterovirus, HIV, infeksi mononucleosis, lepra, meningitis, mumps,
mucormyosis, rubella, syphilis, varicella
Lain-lain
Congenital facial paralysis
Diabetes mellitus
Guillain-Barr syndrome
Sarcoidosis
Vaskulitis
Wegener granulomatosis (granulomatosis dengan polyangitis)
Polyarteritis nodosa
Neoplasma
Tumor cerebellopontine angle
Tumor tulang intratemporal
Tumor kelenjar parotid
Pontine glioma
Lain-lain: epidermoid, hemangioma, histiositosis X, leukemia, limfoma, sarcoma
Demyelinasi pons
Infark atau perdarahan pons
Trauma

Lesi supranuclear

Lesi frontal pada bagian wajah dari girus presentral membuat parese kontralateral
pada pergerkan wajah, yang mana keterlibatan wajah bawah lebih parah daripada wajah atas
(lesi upper motor neuron. Pergerakan emosi dan reflex wajah seperti tersenyum dan kedip
spontan biasanya terjaga Karena dikontrol melalui jalur ekstrapiramidal. Dengan kelainan
ekstrapiramidal, seperti Parkinson atau parese progresif supranuclear, ekspresi wajah yang
spontan terjadi minimal, dan tangka kedip spontan biasanya berkurang. Gerakan wajah yang
disadari umumnya tetap baik.

Lesi Brainstem

Kelemahan wajah ipsilateral melibatkan wajah atas dan bawah bisa terjadi dengan
kelainan pons. Lesi vascular dan tumor intraparenkim adalah penyebab tersering. Tanda yang

1
lain pada kelainan pons bisa diperkirakan, seperti anestesi kornea dan wajah ipsilateral,
parese Nervus VI, parese melihat ke lateral, ataxia cerebellum, dan hemiparese kontralateral.
Disosiasi antara fungsi autonomy, sensoris dan motorik pada Nervus VII bisa muncul. Lesi
yang besar pada pons bisa menjadi diplegia wajah, yang mana terjadi pada sindrom Mbius,
kelainan kongenital yang melibatkan parese Nervus VI bilateral.

Lesi perifer

Lesi perifer atau lower motor neuron membuat kelemahan wajah ipsilateral dan bisa
terjadi karena banyak penyebab. Fungsi sensoris dan autonomi dari Nervus VII membantu
mengerucutkan lesi penyebab. Gangguan bersama pada Nervus kranialis V, VI, atau VIII atau
tanda cerebellum bisa mengindikasikan tumor cerebellar pontine angle.

Bell palsy, yang mana khas terjadi pada dewasa, menunjukkan neuropati wajah yang
tersering, tapi harus tetap diagnosis pengecualian. Bell palsy dicirikan dengan kejadian
mendadak pada parese wajah. Nyeri bisa terjadi sebelum kelemahan. Ketebalan wajah
disebutkan, meskipun sensasi kulit biasanya tetap. Penurunan air mata, hilangnya rasa, dan
pelo bisa diperhatikan.

Meskipun penyebab Bell palsy tidak diketahui, kelemahan bisa disebabkan autoimun
atau radang yang disebabkan virus atau iskemia dengan pembengkakan nervus perifer.
Kejadian Bell palsy lebih tinggi pada wanita hamil dan pada pasien dengan diabetes melitus
atau keluarga dengan riwayat Bell palsy. Jika kelemahan wajah berlangsung lebih dari 3
minggu, penyebab lain sebaiknya dipertimbangkan (seperti proses neoplasma atau kelainan
peradangan seperti sarcoidosis).

Diperkirakan 85% pasien dengan Bell palsy mengalami pemulihan spontan yang
memuaskan, meskipun tanda-tanda kelainan tetap terjadi. Pada pasien ini, pemulihan
umumnya dimulai dalam 3 minggu setelah kejadian dan sembuh sempurna dalam 2-3 bulan.
Pada pasien yang lain, pemulihannya tidak sempurna dan perbaikan yang menyimpang
adalah hal yang umum. Parese wajah komplit meliputi, gangguan lakrimasi, dysacusis, dan
pada usia lanjut menunjukkan prognosa buruk. Rangsangan listrik dilakukan pada degenerasi
saraf dan dilaporkan membantu memprediksi perbaikan.

Kortikosteroid umum digunakan untuk mengobati Bell palsy, dan terbukti dari
penelitian meta-analsis dan penelitian acak mendukung keampuhannya. Disebutkan bahwa
edema nervus dengan kanal fallopi sempit mendukung kerusakan saraf, dan selama 7-10 hari
2
pemberian kortikosteroid oral direkomendasikan pada pasien tanpa kontraindikasi sistemik
spesifik yang dievaluasi dalam 72 jam pertama. Bebrapa penelitian eksperimental dan klinis
melaporkan saran dengan kombinasi agen antiviral (acyclovir, famciclovir, valacyclovir)
dengan kortikosteroid bisa menambah keuntungan disbanding penggunaan kortikosteorid
tunggal pada pengobatan Bell palsy. Tetapi, beberapa penelitian besar menemukan bahwa,
meskipun kortikosteroid meningkatkan kemungkina perbaikan, penggunaan obat antivirus,
baik tunggal atau kombinasi dengan kortikosteroid menunjukkan tidak ada keuntungan.

Neoplasma bisa melputi Nervus VII pada cerebellopontine angle (seperti Neuroma
akustik, meningioma) dengan kanal fallopi, atau kelenjar parotid. Lesi itu dapat menekan
nervus VII,menjadikan sinkinesis wajah. Kebanyakan lesi ini secara histologis jinak dan
tumbuh lambat dan baik dievaluasi melalui MRI dengan kontras.

Obat infeksi yang bermacam dapat menyebabkan patologi Nervus VII. Saraf bisa
terganggu dari meningitis. Lyme disease, disebabkan infeksi dengan spiroceta melalui kutu
Borrelia burgdorferi, dapat menyebabkan palsy wajah unilateral atau bilateral. Manifestasi
klinis meliputi rash, artritis, dan meningopolyneuritis. Prognosa pemulihan Nervus VII
dengan pengobatan Lyme disease hasilnya sangat baik.

Herpes zoster pada Nervus VII disbeut Ramsay Hunt syndrome. Ini didiagnosa
melalui indentifikasi vesikel sepanjan aspek posterior pada saluran auditori, pada membran
timpani atau pada pinna. Nyeri sering parah, dan neuralgia postherpetic bisa muncul.
Progonosa perbaikan kurang menjanjikan daripada Bell palsy. Kelemahan Nervus VII yang
terisolir, seperti pada palsy saraf kranialis multipel. Bisa jadi tanda pertama HIV
seroconversion. Kelainan infeksi seperti otitis media bisa menyebarkan untuk terlibat nervus
VII.

Nervus VII adalah saraf kranialis tersering yang terkena pada sarcoidosis. Tempat
yang terkena biasanya kelenjar parotid, yang mana berkembang menjadi peradangan
noncaseating granulomatous. Saraf VII yang terkena biasanya bilateral dibanding asimetris.

3
Diplegia wajah bisa terjadi pada Guillain-Barr syndrome, biasanya dalam varian
Miller-Fisher syndrome, saat ophthalmoplegia dan ataxia juga didapatkan. Analisis cairan
serebrospinal menunjukkan peningkatan kadar protein dengan jumlah sel normal, dan reflex
deep tendon yang biasanya menghilang. Tingkat persentase pasien dengan Miller-Fisher
syndrome memiliki antibodi anti-GQ1b IgG pada serumnya. Penyembuhan biasanya
sempurna, dan tes serologis menunjukkan peningkatan klinis.

Parese nervus VII bisa terjadi dengan trauma kepala. Battle sign (ekimosis pada area
mastoid) bisa muncul dan dihubungkan dengan fraktur tulang temporal. Congenital facial
palsy sering dihubungkan dengan trauma saat lahir dari penggunaan forcep dan cenderung
membaik.

Pada Melkersson-Rosenthal syndrome, paralisis wajah unilateral atau bilateral


dihubungkan dengan pembengkakan wajah kronis dan lingua plicata (pengerutan lidah).
Penyebab kelainan ini, yang mana biasanya dimulai saat anak-anak atau saat dewasa, tidak
diketahui. Pembengkakan wajah sering ditandai dan bisa bilateral, bahkan saat parese wajah
biasanya bilateral.

Diagnosa banding pada kelemahan nervus VII, dipertimbangkan penyebab secara


keadaan klinis spesifik. Parese Nervus VII bilateral paling sering terjadi karena sarcoidosis,
basilar meningitis (bacterial, viral, spirosetal) atau Guillain-Barr syndrome. Nervus VII
unilateral rekuren yang terkena paling sering secara idiopatik tapi bisa disebabkan diabetes
mellitus, Lyme disease, atau Melkersson-Rosenthal syndrome. Parese nervus VII progresif
sangat mungkin dikarenakan neoplastic, dengan invasi tumor (seperti brainstem,
cerebellopontine, atau kelenjar parotid) atau infiltrasi difus (seperti meningeal

4
carcinomatosis). Lebih jauh lagi, keterlibatan parese nervus kranial akan membantu pada
topografi lokalisasi dari lesi.

Pilihan pengobatan untuk kelemahan nervus VII

Pada kasus dengan keterlibatan orbicularis oculi, pengobatan eksposur kornea jika
diperlukan. Air mata buatan (lebih baik bebas pengawet) dan lubrikan yang cukup pada
beberapa kasus. Taping untuk menutup kelopak mata dengan salep lubrikan pada mata selama
tidur jika diperlukan. Ruangan lembab digunakan saat malam. Pasien sebaiknya disarankan
menghindari lingkungan berdebu dan berangin. Kerusakan epitel kornea mengindikasikan
perlunya penutup puncgtum, tarsorafi, atau injeksi botulinum toxin tipe A untuk
menyebabkan ptosis.

Pada pasien dengan parese nervus facialis, pertanyaan paling penting adalah keadaan
nervus trigeminus. Hilangnya sensai kornea dikombinasikan dengan parese nervus facialis
adalah masalah klinis yang sulit. Resiko kombinasi neutropik dan neuroparalitik keratitis
memrlukan penaganan agresif yang mungkin meliputi tarsorafi awal atau implant pemberat
emas.

Penatalaksanaan pembedahan bisa disertakan untuk reinervasi dengan anastomosis


hypoglosus hingga facialis atau graft saraf transfacial. Sayangnya, prosedur ini, bahkan saat
sukses, kurang mengarah untuk perlindungan kornea. Silicone bands (seperti Arion sling)
tidak bisa diprediksi, dan pemasangan per sangat mengarah terjadi ekstrusi. Penganangan
bedah paling sederhana dan paling sukses untuk masalah kornea berhubungan dengan parese
nervus facialis kronis adalah penggunaan pemberat kelopak dari emas. Karena ada
kecenderungan untuk implan dengan beban kecil juga, evaluasi preoperatif sebaiknya
disertakan percobaan berbagai pemberat yang ditempelkan pada permukaan kelopak. Beban
terberat yang dapat diangkat untuk bisa terlihat visual axis sebaiknya yang dipilih. Meskipun
pemberat lebih tampak saat dipasang dibaha tarsus, posisi ini lebih bisa diprediksi daripada
penempatan di atas septum. Beban dapat dilepas nantinya jika fungsi nervus facialis
membaik.

American Academy of Ophthalmology. Section 5 Neuro-Ophthalmology Chapter 11: The


Patient with Eyelid or Facial Abnormalities. 2015: p267-271

Vous aimerez peut-être aussi