Vous êtes sur la page 1sur 28

ASKEP KELUARGA LANSIA DENGAN DIABETES MILITUS

ASKEP KELUARGA LANSIA DENGAN DIABETES MILITUS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses menua adalah keadaan yang tidak dapat dihindarkan. Manusia seperti halnya semua
makhluk hidup didunia ini mempunyai batas keberadaannya dan akan berakhir dengan kematian.
Perubahan-perubahan pada usia lanjut dan kemunduran kesehatannya kadang-kadang sukar
dibedakan dari kelainan patologi yang terjadi akibat penyakit. Dalam bidang endokrinologi
hampir semua produksi dan pengeluaran hormon dipengaruhi oleh enzim-enzim yang sangat
dipengaruhi oleh proses menjadi tua.
Diabetes mellitus yang terdapat pada usia lanjut gambaran klinisnya bervariasi luas dari
tanpa gejala sampai dengan komplikasi nyata yang kadang-kadang menyerupai penyakit atau
perubahan yang biasa ditemui pada usia lanjut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan diabetes mellitus?
2. Bagaimana gambaran klinis diabetes mellitus?
3. Bagaimana asuhan keperawatan keluarga dengan lansia yang menderita diabetes mellitus?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi diabetes mellitus
2. Mengetahui gambaran klinis diabetes mellitus
3. Mengetahui asuhan keperawatan keluarga dengan lansia yang menderita diabetes mellitus
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP LANSIA
1. Pengertian lansia
Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di
mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika manusia
mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika
kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki
selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu
telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri
dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004).
Pengertian lansia (lanjut usa) menurut UU no 4 tahun 1965 adalah seseorang yang mencapai
umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan
menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000) sedangkan menuru UU no.12 tahun 1998
tentang kesejahteraan lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60
tahun (Depsos, 1999). Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan
dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir
dengan kematian (Hutapea, 2005).
Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pengertian lansia digolongkan
menjadi 4, yaitu:
a. Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) 75 90 tahun
d. Lansia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
Lansia (lanjut usia) adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto
dan Setiabudhi, 1999). Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-
lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi
(Constantinides, 1994).
Karena itu di dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural
disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode
terminal (Darmojo dan Martono, 1999;4). Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari
Azis (1994) menjadi tiga kelompok yakni :
a. Kelompok lansia dini (55 64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia.
b. Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
c. Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun

B KONSEP KELUARGA
1. Pengertian keluarga
Fredman (1998) mendefinisikan bahwa keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang
hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu yang mempunyai peran
masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga.
Pakar konseling dari yogyakarta Sayekti (1994) menulis bahwa keluarga adalah suatu ikatan
atau persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berkelainan jenis hidup
bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa
anak, baik anaknya sendiri maupun adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga.
Keluarga merupakan suatu gejala yang bersifat universal dan mempunyai 4 karakteristik pada
keluarga.
a. Keluarga terdiri dari orang yang bersatu karena ikatan perkawinan darah atau adopsi.
b. Para anggota keluarga biasanya hidup bersama dalam suatu rumah membentuk suatu rumah
tangga.
c. Keluarga merupakan satu kesatuan orang yang berinteraksi dan saling berkomunikasi yang
memainkan peran suami dan isteri , bapak dan ibu , anak dan saudara.
d. Keluarga mempertahankan suatu kebudayaan bersama yang sebagian besar bersal dari
kebudayaan umum yang lebih besar/luas.
Atas landasan keempat dari karakteristik diatas dapat disimpulkan pengertian keluarga adalah
sebagai berikut:
Keluarga merupakan kelompok orang yang dipersatukan dari ikatan perkawinan ,darah atau
adopsi yang membentuk suatu rumah tangga yang saling berinteraksi dan berkomunikasi satu
sama lain dengan melalui peran masing-masing sebagai anggota keluarga dan mempertahankan
kebudayaan masyarakat yang berlaku umum menciptakan kebudayaan sendiri.

2. Tipe-tipe keluarga
Pembagian tipe keluarga bergantung pada konteks keilmuan dan orang yang
mengelompokkan. Secara tradisional keluarga dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
a. Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang
diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.
b. Keluarga besar (extended family) adalah keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang
masih mempunyai hubungan darah( kakek-nenek,paman-bibi).
Namun dengan berkembangnya peran individu dan meningkatnya rasa individualisme,
pengelompokan tipe keluarga selain kedua diatas berkembang menjadi:
a. Keluarga bentukan kembali (dyadic family) adalah keluarga baru yang terbentuk dari pasangan
yang telah cerai atau kehilangan pasangannya.
b. Orang tua tunggal(single parent family) adalah keluarga yang terdiri dari salah satu orang tua
dengan anak-anak akibat dari perceraian atau ditinggal pasangannya.
c. Ibu dengan anak tanpa perkawinan( the unmarried teenage mother)
d. Orang dewasa (laki-laki atau perempuan) yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah (the single
adult living alone)
e. Keluarga dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya (the nonmarital heteroseksual cohabiting
family) biasanya dapat dijumpai pada daerah kumuh perkotaan tetapi pada akhirnya mereka
dinikahkan oleh pemerintah daerah.
f. Keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama (gay and lesbian family)

3. Fungsi Keluarga
Secara umum fungsi keluarga (Friedman, 1998) adalah sebagai berikut:
a. Fungsi efektif ( the affective function) adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan
segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain.fungsi ini
dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikososial anggota keluarga.
b. Fungsi sosial dan tepat bersosialisasi (sosialization unsocial placement function) adalah fungsi
mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan
rumah untuk berhubungan dengan orang lain diluar rumah.
c. Fungsi reproduksi (the reproduktive function) adalah fungsi untuk memprtahankan generasi dan
menjaga kelangsungan keluarga.
d. Fungsi ekonomi (the economic function), yaitu kelurga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan
keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
e. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (the healt care function) yaitu fungsi untuk
mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi.
C. KONSEP DASAR DIABETES MELITUS
1. Definisi Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi defisiensi insulin atau
retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan glukosa darah (hiperglikemia) dan glukosa
dalam urine (glukosuria) atau merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan hiperglikemia
kronik dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sehubungan dengan
kurangnya sekresi insulin secara absolut / relatif dan atau adanya gangguan fungsi insulin.
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan
kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Mansjoer, 2000).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan
kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan multifaktorial yang dicirikan
dengan hiperglikemia dan hipoglikemia. ( Mary,2009)

2. Etiologi
Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan bertambahnya umur, intoleransi terhadap glukosa
juga meningkat, jadi untuk golongan usia lanjut diperlukan batas glukosa darah yang lebih tinggi
daripada orang dewasa non usia lanjut.
Pada NIDDM, intoleransi glukosa pada lansia berkaitan dengan obesitas, aktivitas fisik yang
berkurang,kurangnya massa otot, penyakit penyerta, penggunaaan obat-obatan, disamping karena
pada lansia terjadi penurunan sekresi insulin dan insulin resisten. Lebih dari 50% lansia diatas 60
tahun yang tanpa keluhan, ditemukan hasil Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal.
Intoleransi glukosa ini masih belum dapat dikatakan sebagai diabetes. Pada usia lanjut terjadi
penurunan maupun kemampuan insulin terutama pada post reseptor.
Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan karena mengkonsumsi kalori
berlebih namun karena perubahan rasio lemak-otot dan penurunan laju metabolisme basal. Hal
ini dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya diabetes mellitus. Penyebab diabetes mellitus
pada lansia secara umum dapat digolongkan ke dalam dua besar :
a. Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap, penurunan fungsi pankreas,
dan penurunan kualitas insulin sehingga insulin tidak berfungsi dengan baik).
b. Gaya hidup (life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga, minum alkohol, dan lain-
lain.)
Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga dapat menjadi penyebab terjadinya
diabetes mellitus.
Selain itu perubahan fungsi fisik yang menyebabkan keletihan dapat menutupi tanda dan
gejala diabetes dan menghalangi lansia untuk mencari bantuan medis. Keletihan, perlu bangun
pada malam hari untuk buang air kecil, dan infeksi yang sering merupakan indikator diabetes
yang mungkin tidak diperhatikan oleh lansia dan anggota keluarganya karena mereka percaya
bahwa hal tersebut adalah bagian dari proses penuaan itu sendiri.

3. Klasifikasi
a. Diabetes melitus tipe I
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik melalui proses
imunologik maupun idiopatik. Karakteristik Diabetes Melitus tipe I:
1) Mudah terjadi ketoasidosis
2) Pengobatan harus dengan insulin
3) Onset akut
4) Biasanya kurus
5) Biasanya terjadi pada umur yang masih muda
6) Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4
7) Didapatkan antibodi sel islet
8) 10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
b. Diabetes melitus tipe II :
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang
predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Karakteristik DM tipe II :
1) Sukar terjadi ketoasidosis
2) Pengobatan tidak harus dengan insulin
3) Onset lambat
4) Gemuk atau tidak gemuk
5) Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun
6) Tidak berhubungan dengan HLA
7) Tidak ada antibodi sel islet
8) 30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
9) 100% kembar identik terkena

4. Patofisiologi
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu memasukkan glukosa
ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang
dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila insulin tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel
dengan akibat glukosa akan tetap berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam
darah meningkat.
Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Pasien
diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan predisposisi untuk kerusakan
autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun dipacu oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap
sel pulau langerhans dan terhadap insulin itu sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin normal tetapi
jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang sehingga glukosa yang
masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi meningkat

5. Manifestasi Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada lansia umumnya tidak
ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan
dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan
haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap
dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut. Sebaliknya
yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada
pembuluh darah dan saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran
klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan
yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada
tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh
dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan
adalah :
a. Katarak
b. Glaukoma
c. Retinopati
d. Gatal seluruh badan
e. Pruritus Vulvae
f. Infeksi bakteri kulit
g. Infeksi jamur di kulit
h. Dermatopati
i. Neuropati perifer
j. Neuropati viseral
k. Amiotropi
l. Ulkus Neurotropik
m. Penyakit ginjal
n. Penyakit pembuluh darah perifer
o. Penyakit koroner
p. Penyakit pembuluh darah otak
q. Hipertensi

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dalam diabetes melitus terbagi menjadi 2, yakni : penatalaksanaan secara
medis dan penatalaksanaan secara keperawatan. Penatalaksanaan secara medis adalah sebagai
berikut:
a. Obat Hipoglikemik oral
1) Golongan Sulfonilurea / sulfonyl ureas
Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan denagn obat golongan lain, yaitu
biguanid, inhibitor alfa glukosidase atau insulin. Obat golongan ini mempunyai efek utama
meningkatkan produksi insulin oleh sel- sel beta pankreas, karena itu menjadi pilihan utama para
penderita DM tipe II dengan berat badan yang berlebihan. Obat obat yang beredar dari
kelompok ini adalah:
(a) Glibenklamida (5mg/tablet).
(b) Glibenklamida micronized (5 mg/tablet).
(c) Glikasida (80 mg/tablet).
(d) Glikuidon (30 mg/tablet).
2) Golongan Biguanid / Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati, memperbaiki ambilan glukosa dari
jaringan (glukosa perifer). Dianjurkan sebagai obat tunggal pada pasien dengan kelebihan berat
badan.
3) Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula di saluran pencernaan, sehingga dapat
menurunkan kadar gula sesudah makan. Bermanfaat untuk pasien dengan kadar gula puasa yang
masih normal.
b. Insulin
1) Indikasi insulin
Pada DM tipe I yang tergantung pada insulin biasanya digunakan Human Monocommponent
Insulin (40 UI dan 100 UI/ml injeksi), yang beredar adalah Actrapid. Injeksi insulin juga
diberikan kepada penderita DM tipe II yang kehilangan berat badan secara drastis. Yang tidak
berhasil dengan penggunaan obat obatan anti DM dengan dosis maksimal, atau mengalami
kontraindikasi dengan obat obatan tersebut, bila mengalami ketoasidosis, hiperosmolar, dana
sidosis laktat, stress berat karena infeksi sistemik, pasien operasi berat, wanita hamil dengan
gejala DM gestasional yang tidak dapat dikontrol dengan pengendalian diet.
2) Jenis Insulin
(a) Insulin kerja cepat Jenis jenisnya adalah regular insulin, cristalin zink, dan semilente.
(b) Insulin kerja sedang Jenis jenisnya adalah NPH (Netral Protamine Hagerdon)
(c) Insulin kerja lambat Jenis jenisnya adalah PZI (Protamine Zinc Insulin)
Sedangkan unuk penatalaksanaan secara keperawatan adalah sebagai berikut:
a. Diet
Salah satu pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan makan. Walaupun telah mendapat
tentang penyuluhan perencanaan makanan, lebih dari 50 % pasien tidak melaksanakannya.
Penderita DM sebaiknya mempertahankan menu diet seimbang, dengan komposisi idealnya
sekitar 68 % karbohidrat, 20 % lemak dan 12 % protein. Karena itu diet yang tepat untuk
mengendalikan dan mencegah agar berat badan tidak menjadi berlebihan dengan cara : Kurangi
kalori, kurangi lemak, konsumsi karbohidrat komplek, hindari makanan yang manis, perbanyak
konsumsi serat.
b. Olahraga
Olahraga selain dapat mengontrol kadar gula darah karena membuat insulin bekerja lebih efektif.
Olahraga juga membantu menurunkan berat badan, memperkuat jantung, dan mengurangi stress.
Bagi pasien DM melakukan olahraga dengan teratur akan lebih baik, tetapi jangan melakukan
olahraga yang berat berat

7. Pemeriksaan Diagnostik
Glukosa darah sewaktu
a. Kadar glukosa darah puasa
b. Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan:
a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr
karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

8. Komplikasi
Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis. Yang termasuk dalam
komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis (DKA), dan hyperglycemic
hyperosmolar nonketocic coma (HHNC). Yang termasuk dalam komplikasi kronis adalah
retinopati diabetic, nefropati diabetic, neuropati, dislipidemia, dan hipertensi.
a. Komplikasi akut
1) Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin yang berat pada jaringan
adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan tersebut termasuk sangat sensitive terhadap
kekurangan insulin. DKA dapat dicetuskan oleh infeksi ( penyakit)
b. Komplikasi kronis:
1) Retinopati diabetic
Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada pembuluh retina. Terdapat pula bagian
iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya aliran darah retina. Respon terhadap iskemik retina ini
adalah pembentukan pembuluh darah baru, tetapi pembuluh darah tersebut sangat rapuh sehingga
mudah pecah dan dapat mengakibatkan perdarahan vitreous. Perdarahan ini bisa mengakibatkan
ablasio retina atau berulang yang mengakibatkan kebutaan permanen.
2) Nefropati diabetic
Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah glomerulosklerosis yang nodular yang
tersebar dikedua ginjal yang disebut sindrom Kommelstiel-Wilson. Glomeruloskleriosis nodular
dikaitkan dengan proteinuria, edema dan hipertensi. Lesi sindrom Kommelstiel-Wilson
ditemukan hanya pada DM.
3) Neuropati
Neuropati diabetic terjadi pada 60 70% individu DM. neuropati diabetic yang paling sering
ditemukan adalah neuropati perifer dan autonomic.
4) Displidemia
Lima puluh persen individu dengan DM mengalami dislipidemia.
5) Hipertensi
Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan penyakit ginjal, mikroalbuminuria, atau
proteinuria. Pada pasien dengan DM tipe 2, hipertensi bisa menjadi hipertensi esensial.
Hipertensi harus secepat mungkin diketahuin dan ditangani karena bisa memperberat retinopati,
nepropati, dan penyakit makrovaskular.
6) Kaki diabetic
Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati, iskemia, dan sepsis. Biasanya
amputasi harus dilakukan. Hilanggnya sensori pada kaki mengakibatkan trauma dan potensial
untuk ulkus. Perubahan mikrovaskuler dan makrovaskuler dapat mengakibatkan iskemia jaringan
dan sepsis. Neuropati, iskemia, dan sepsis bisa menyebabkan gangrene dan amputasi.
7) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60 mg/dl, yang merupakan
komplikasi potensial terapi insulin atau obat hipoglikemik oral. Penyebab hipoglikemia pada
pasien sedang menerima pengobatan insulin eksogen atau hipoglikemik oral.
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Kasus :
Tn. M (65 tahun) mempunyai istri Ny. S (60 tahun). Mereka memiliki 2 orang anak, yakni
Ny. K (38 tahun) dan Tn. O (30 tahun). Ny. K yang telah menikah, tinggal bersama suaminya di
luar kota. Tn. O yang juga sudah menikah dengan Ny. J (27 tahun) yang tinggal bersama Tn. M.
Ny.S sering mengeluh banyak minum, sering kencing serta nafsu makannya meningkat.
Keadaanya terlihat lemas, dan kurang bersemangat. 1 tahun yang lalu, Ny.S dibawa periksa ke
puskesmas kota dan didiagnosa diabetes militus (DM).
Ny. S tidak bisa kontrol teratur ke puskesmas karena yang mengantarkan tidak ada dan
keterbatasan biaya. Tn. M, Tn. O dan Ny. J bekerja sebagai buruh pabrik. Tn. M kadang (jika
ada rejeki) membeli obatnya di apotek terdekat sesuai foto copi resep dokter. Hasil
observasi jari kaki Ny. S sebelah kiri terdapat luka kecil sudah 3 minggu belum sembuh.

B. Pengkajian
1. Data Umum
a. Identitas Keluarga
Nama KK : Tn. M
Jenis Kelamin : Laki - laki
Umur : 65 tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Gayaman Kota Mojokerto
b. Komposisi Keluarga

Jenis Hubungan
No nama Umur Pekerjaan ket
kelamin keluarga
1. Tn.M L Suami 65 thn swasta sehat
2. Ny.S P Istri 60 thn Ibu RT DM
3. Tn.O L Anak 30 thn Swasta Sehat
4. Ny.J P Menantu 27 thn Swasta sehat

c. Genogram
d. Type Keluarga : Keluarga usia lanjut
e. Suku / Kebangsaan : Jawa
f. Agama : Islam
g. Status Sosial Ekonomi
1) Kegiatan Organisasi
Keluarga Tn. M termasuk keluarga yang aktif dalam organisasi di masyarakat. Khususnya Ny. S,
ia selalu ikut dalam kegiatan pengajian, arisan dll walaupun dengan badan yang sudah rentan dan
kaki yang terkadang terasa sakit.
2) Keadaan Ekonomi
Keluarga Tn. M termasuk keluarga prasejahtera karena keluarga hanya bisa mendapatkan uang
dari kontrakan dan dari uang gakin serta mendapatkan beras miskin. Untuk memenuhi
kebutuhann sehari-hari keluarga Tn. M hanya mengandalkan penghasilan anak dan menantunya.
h. Aktivitas Rekreasi Keluarga
Kegiatan rekreasi keluar rumah seperti ikut pengajian namun untuk tamasya Tn. M tidak
melakukan lagi karena tesangkut masalah biaya dan kondisi sakit yang dialaminya dan istri.
Sedangkan rekreasi di dalam rumah seperti mengobrol dengan tetangga sebelah di beranda
rumah.

2. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga


a. Tahap perkembangan keluarga adalah keluarga usia lanjut
b. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi adalah keluarga telah memenuhi
perkembangannya.
c. Riwayat Keluarga Inti
Ny. S menderita diabetes mellitus tipe 2 setelah kontrol gula darah di puskesmas November 2011
dan di berikan injeksi insulin.
d. Riwayat Keluarga Sebelumnya
Tidak diketahui apakah orang tua Ny. S menderita diabetes mellitus atau tidak. Karena tidak
pernah diperiksa tim medis.

3. Lingkungan
a. Kharakteristik Rumah
Rumah Tn. M merupakan rumah milik pribadi dengan ukuran kurang lebih 100 m2. Termasuk
rumah semi permanent, berdinding tembok dan juga kayu (gedek) lantainya dari sebagian semen
dan sebagian tanah. Mempunyai 1 ruang tamu, 4 kamar tidur, 1 dapur, 1 kamar mandi dan WC.
Ventilasi rumah belum mencukupi 10% dari total bangunan dan lingkungannya tampak kotor.
1) Pembuangan Air Kotor
Ada septik tank dan pembuangan air limbah dengan kondisi baik dengan kedalaman 10 meter
terletak di belakang rumah dan jarak dari sumber air kurang dari 10 meter.
2) Pembuangan Sampah
Keluarga mempunyai tempat pembuangan sampah sendiri yang di tempatkan di bak sampah atau
di bagor dan kemudian di ambil petugas sampah setiap 2 hari sekali.
3) Sanitasi
Lingkungan rumah Tn. M tampak sedikit kotor, pekarangan tidak dimanfaatkan secara maksimal
hanya ada beberapa tanaman saja.
4) Jamban Keluarga
Mempunyai jamban keluarga sendiri dengan bentuk leher angsa dan terletak di dalam rumah.
5) Sumber Air Minum
Keluarga memanfaatkan air sumur yang dikelola satu perumahan.
b. Kharakteristik Tetangga dan Komunitas RW
Tetangga Tn. M termasuk tetangga yang baik, rasa kekeluargaan dan kegotong royongan tinggi
dan selalu siap membantu keluarga Tn. M.
c. Mobilitas Geografi Keluarga
Keluarga Tn. M sudah lama tinggal di rumah tersebut tidak pernah pindah sejak oranng tuanya
masih ada Tn. M tinggal di sana.
d. Sistem Pendukung Keluarga
Keluarga selalu mendapat dukungan dari tetangga dan juga dari keluarga besarnya. Bila ada
masalah kesehatan dengan salah satu anggota keluarga, Tn. M selalu membawa ke dokter yang
terdekat dengan rumah atau ke pak mantra.
Jarak Untuk Pelayanan Kesehatan Terdekat
Puskesmas : kurang lebih 2 km
Puskesmas pembantu : kurang lebih 10 km
Rumah sakit : kurang lebih 15 km
Posyandu : kurang lebih 200 meter
Fasilitas Sosial
Masjid/mushola : kurang lebih 200 km
Pasar : kurang lebih 200 km

4. Struktur Keluarga
a. Pola komunikasi keluarga
Antar anggota keluarga terbina hubungan yang harmonis, dalam menghadapi suatu
permasalahan, biasanya dilakukan musyawarah keluarga sebelum memutuskan suatu
permasalahan. Komunikasi dilakukan dengan sangat terbuka.
b. Struktur kekuatan keluarga
Keluarga merupakan keluarga inti yang terdiri dari suami, istri dan 2 orang anak dan saling
perhatian.
c. Struktur peran keluarga
Tn. M sebagai kepala keluarga bertanggung jawab dalam mengatur rumah tangganya.
Ny. Ssebagai istri bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Tn. O sebagai anak kedua yang telah menikah dengan Ny. J.
d. Nilai dan norma keluarga
Nilai dan norma yang berlaku dalam keluarga menyesuaikan dengan nilai dalam agama Islam
yang dianutnya serta norma masyarakat disekitarnya.

5. Fungsi Keluarga
a. Fungsi afektif
Keluarga cukup rukun dan perhatian dalam membina rumah tangga
b. Fungsi sosial
Keluarga selalu mengajarkan dan menanamkan perilaku sosial yang baik. Keluarga juga cukup
aktif bermasyarakat dengan mengikuti kegiatan yang ada di masyarakat.
c. Fungsi perawatan kesehatan
Keluarga kurang mampu mengenal masalah kesehatan tentang penyakit DM, hal ini ditunjukkan
dengan keluarga kurang menyadari dampak masalah kesehatan akibat penyakit DM. Keluarga
juga tidak tahu bahwa penyakitnya bisa di turunkan kepada anaknya sehingga harus mendapat
pengobatan yang segera dan jangka waktu yang cukup panjang. Kemampuan keluarga dalam
mengambil keputusan juga terbatas karena keluarga tidak mengetahui tentang masalah yang
terjadi pada penyakit DM. Keluarga tidak mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan
dalam menangani penyakitnya.
d. Fungsi reproduksi
Tn. M berusia 65 tahun dan Ny. S 60 tahun merupakan usia lansia, keluarga tidak menggunakan
kontrasepsi pil dan suntik.
e. Fungsi ekonomi
Tn. M bekerja sebagai buruh pabrik untuk kehidupan sehari-harinya ia dibantu oleh anak dan
menantunya yang juga bekerja sebagai buruh pabrik.

6. Stress dan Koping Keluarga


a. Strategi Koping
Tn. M merasa apa yang terjadi pada istrinya merupakan kehendak Tuhan, Tn. M hanya bisa
pasrah. Bila ada masalah tidak dibuat tegang agar tidak stress berusaha berpikir dengan pikiran
dingin dan lebih santai.
b. Status Emosi
Tn. M termasuk orang yang tidak mudah untuk stress. Ia berusaha membesarkan hati istri dan
anaknya agar tidak gampang emosi sehingga pemikiran dan pengambilan keputusan memang
benar-benar di pikirkan matang-matang.

7. Pemeriksaan Fisik
Melakukan pemeriksaan fisik pada setiap anggota keluarga terutama yang diidentifikasi
sebagai klien atau sasaran pelayanan asuhan keperawatan keluarga.
a. Pemeriksaan fisik umum
Keadaan umum Ny. S nampak lemah dan tidak bersemangat, badannya agak kurus, banyak
makan dan minum.
b. Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 180/100 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 30 x/menit
Suhu : 37oC
c. Pemeriksaan fisik khusus
1) Kepala
Pada pemeriksaan kepala, tidak ditemukan kelainan, bentuk kepala normal
2) Leher
Pada leher tidak nampak adanya peningkatan tekanan vena jugularis dan arteri carotis, tidak
teraba adanya pembesaran kelenjar tiroid (struma).
3) Mata
Konjungtiva tidak terlihat anemis, tidak ada katarak, penglihatan masih baik.
4) Telinga
Fungsi pendengaran baik
5) Hidung
Tidak ada kelainan yang ditemukan
6) Mulut
Tidak ada kelainan
7) Dada
Pergerakan dada terlihat simetris, suara jantung S1 dan S2 tunggal,tidak terdapat palpitasi, suara
mur-mur (-), ronchi (-), wheezing (-), nafas cuping hidung (-)
8) Abdomen
Pada pemeriksaan abdomen tidak didapatkan adanya pembesaran hepar, tidak kembung,
pergerakan peristaltik usus baik, tidak ada bekas luka operasi
9) Ekstremitas
Pada pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah ditemukan luka kecil pada kaki kiri dan sudah 3
minggu belum sembuh. Sehingga Ny. S sulit melakukan kegiatan sehari hari.

8. Harapan Keluarga
Keluarga Tn. M berharap istrinya sembuh dari penyakitnya sehingga dapat melakukan
aktifitas sehari-hari dengan nyaman.

C. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 Data Subjektif : Ketidakmampuan Ketidakefektifan
Sering BAK terutama pada keluarga mengenal managemen
malam hari masalah , regimen terapeutik
Kesemutan atau kram Ketidakmampuan keluarga
Sering lapar / nafsu makan keluarga
meningkat mengambil
Nafsu makan menurun keputusan
Mual muntah ketidakmampuan
Berat badan menurun keluarga merawat
Lemah anggota keluarga
Sering minum yang sakit,
Pengelihatan kabur ketidakmampuan
Nafas cepat keluarga
Kepala terasa ringan / pusing memanfaatkan
fasilitas kesehatan
Data Objektif :
Berat badan : 56 kg, Tinggi badan :
157 cm
Luka gangren
Nampak lesu, lemah
Tampak kurus
Kulit tidak elastis, otot lengan dan
kaki
lemah
2 Data Subjektif : Ketidakmampuan Resiko terjadinya
Kesemutan atau kram keluarga untuk luka pada kakinya
Sulit melakukan ADL memelihara
Lemah lingkungan
Pengelihatan kabur
Kepala terasa ringan / pusing
Data Objektif :
Luka gangren
Menggunakan alas kaki
Tidak menggunakan alas kaki
Lingkungan rumah kotor

D. Skala Prioritas Masalah


1. Ketidakefektifan managemen regimen terapeutik keluarga berhubungan
denganKetidakmampuan keluarga mengenal masalah, Ketidakmampuan keluarga mengambil
keputusan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit, ketidakmampuan
keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan

No Kriteria Hitungan Skor Pembenaran


1. Sifat Masalah : actual Ny S mengatakan tidak tahu kalau
3/3 X 1 1 menderita DM, tahunya di kasih
tahu pak Mantri
2. Kemungkinan masalah Ny. S tinggal dengan keluarganya,
dapat diubah: Sebagian perkembagan tehnik pengobatan
DM yang pesat, lingkungan
X2 1 rumah yang tampak sedikit
kontor. Fasilitas kesehatan tidak
di gunakan. Menggunakan
ramuan cina
3. Potensial masalah untuk Masalah ini sudah lama, kakinya
dicegah: cukup di beri obat dengan ramuan cina
2/3 X 1 2/3
dan di rendam menggunakan air
hangat yang di kasih garam.
4. Menonjolnya masalah: Ny. S tidak mersakan sebagi
masalah tidak masalah, sudah bias any terjadi
2/2 X 0 0
dirasakan dan biasanya di beri ramuan dari
cina rasanyua berkurang.
Jumlah 2 2/3
2. Resiko terjadinya peningkatan ketidaknyamana berhubungan dengan Ketidakmampuan keluarga
merawat anggota yang sakit, ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan.
No Kriteria Hitungan Skor Pembenaran
1. Sifat Masalah : actual Ny. S mengatakan bahwa dia
3/3 X 1 1 menderita gatal-gatal sudah 1
bulan dan tidak sembuh.
2. Kemungkinan masalah Sumber daya keluarga(keuangan)
dapat diubah: sebagian pas-pasan, tegnologi sudah maju,
X2 1
sokongan masyarakat sangat
besar.
3. Potensial masalah Masalah ini sudah lama terjadi,
untuk dicegah: cukup biasannya menggunkan obat
2/3 X 1 2/3 cina.Biasanya berobat ke pak
Mantri namun jika obatnya habis
terasa gatal.
4. Menonjolnya masalah: Ny. S menganggap ini hal yang
Masalah tidak di X0 0 biasa
rasakan
Jumlah 2 2/3

Diagnosa prioritas:
1. Ketidakefektifan managemen regimen terapeutik keluarga berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga mengenal masalah, Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan
ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit, ketidakmampuan keluarga
memanfaatkan fasilitas kesehatan
2. Resiko terjadinya peningkatan ketidaknyamanan berhubungan dengan Ketidakmampuan
keluarga merawat anggota yang sakit, ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas
kesehatan
3. Rencana Keperawatan
Diagnosa Tujuan Evaluasi Rencana
Keperawatan Umum Khusus Kriteria Standar Tindakan
Ketidakefektifan Setelah Setelah Verbal Keluarga Jelaskan dan
managemen dilakukan dilakukan 5 X memahami diskusikan tentang
regimen perawatan kunjungan tentang : DM :
terapeutik selama 1 keluarga dapat: - Pengertian - Pengertian
- Tanda dan gejala - Tanda dan gejala
keluarga bulan - Mengenal
- Factor yang - Factor yang
berhubungan keluarga masalah
mempengaruhi mempengaruhi
dengan dapat kesehatan yang - Penatalaksanaan - Penatalaksanaan
ketidakmampuan melakukan terjadi Psikomoto
- Memahami
keluarga perawatan r Lakukan
tentang
mengenal terhadap Keluarga pemeriksaan Gula
penyakit DM
masalah, anggota membawa klien darah
- Memodifikasi
Ketidakmampuan keluarga Verbal ke pelayanan
lingkungan
keluarga yang sakit - Melakukan diet kesehatan Diet DM
mengambil dan tidak DM
keputusan terjadi Keluarga mengerti
ketidakmampuan komplikasi tentang diet DM:
keluarga - Pengertian
- Tujuan dan
merawat anggota
manfaat
keluarga yang
- Macam-macam
sakit,
yang boleh,
ketidakmampuan
segaian atau tidak
keluarga
boleh di
memanfaatkan
komsumsi
fasilitas
kesehatan
Resiko terjadinya Setelah Setelah Verbal Keluarga Jelaskan dan
peningkatan dilakukan dilakukan 5 X memahami diskusikan tentang
ketidaknyamanan perawatan kunjungan tentang : gatal yang diderita:
berhubungan selama 1 keluarga dapat: - Pengertian - Pengertian
dengan bulan - Mengenal - Tanda dan gejala - Tanda dan gejala
- Factor yang - Factor yang
Ketidakmampuan keluarga masalah
mempengaruhi mempengaruh
keluarga dapat kesehatan yang
- Cara pencegahan - Cara pencegahan
merawat anggota melakukan terjadi - Penataksanaan - Penataksanaan
- Memahami
yang sakit, perawatan Psikomotor
tentang
ketidakmampuan terhadap Membawa keluarga
penyakit
keluarga anggota Membawa yang sakit ke
gatalnya
memanfaatkan keluarga keluarga yang pelayanan
- Menggunkan
fasilitas yang sakit sakit ke pelayanan kesehatan.
fasilitas
kesehatan dan tidak kesehatan Anjurakan untuk
kesehatan
terjadi mengompres
merawat yang
komplikasi dengan air hangat
sakit
- Melakukan diet minimal 2 kali
untuk sehari.
mengurangi Anjurkan untuk
gatal yang membersihkan luka
diderita dengan cairan
disinfektan
Anjurkan untuk
mengkompres
dengan rivanol
Menganjurakan
untuk menggunkan
sabun anti septic.
4. Implementasi

Diagnosa Pelaksanaan
Ketidakefektifan 1. Mengkaji kondisi klien
2. Mengkaji respon klien dengan adanya luka pada kakinya.
managemen regimen
3. Mendiskusikan tentang apa yang membuat gambaran diri
terapeutik keluarga
klien terganggu
berhubungan dengan4. Memberi penjelasan tentang luka yang terjadi.
5. Memberikan pengertian tentang DM
ketidakmampuan
6. Menjelasakan efek makanan dan patofisiologi DM
keluarga mengenal 7. Menganjurkan untuk membatas pemakaian gula
8. Menganjurkan untuk di periksakan ke pelayanan
masalah,
kesehatan
Ketidakmampuan
9. Menganjurkan untuk jalan hati-hati agar tidak
keluarga mengambil
menimbulkan luka pada kaki.
keputusan 10. Mengingatkan kembali makanan yang boleh di komsumsi
ketidakmampuan dan tidak boleh di komsusmsi
keluarga merawat
anggota keluarga
yang sakit,
ketidakmampuan
keluarga
memanfaatkan
fasilitas kesehatan
Resiko terjadinya 1. Mengkaji kondisi klien
2. Memeriksa kakinya yang terasa gatal
peningkatan
3. Menganjurkan untuk mengkompres dengan air hangat
ketidaknyamanan 4. Menganjurkan untuk memilih makanan yang tidak
berhubungan dengan menimbulkan semakin parah lukanya
5. Mengingatkan untuk mengkompres dengan air hangat
Ketidakmampuan
6. Mengingatkan untuk tidak menggaruk lukanya.
keluarga merawat 7. Mengingatkan untuk mengkompres dengan air hangat
8. Mengingatkan untuk tidak menggaruk lukanya.
anggota yang sakit,
9. Memberikan obat-obatan untuk merawat gatal-gatalnya.
ketidakmampuan 10. Mengajarkan dan mendemonstrasikan perawatan gatalnya
keluarga (mengajarkan pemakaian obatnya)
11. Memberitahu makanan yang boleh di komsumsi dan yang
memanfaatkan
tidak boleh di komsumsi dengan sakit gatalnya.
fasilitas kesehatan

5. Evaluasi
Diagnosa Evaluasi
Ketidakefektifan managemen S : Ny. S mengatakan kalau kakinya tidak
regimen terapeutik keluarga sembuh-sembuh dan tersa gatal
berhubungan dengan O : Ny. S mengatakan tidak tahu tentang kondisi
ketidakmampuan keluarga kakinya, tidak mau berobat ke pelayanan
mengenal masalah, kesehatan, terdapat luka kering di kaki nya
Ketidakmampuan keluarga dengan warna kehitam-hitaman.
mengambil keputusan A : Masalah belum teratasi
ketidakmampuan keluarga P : Beri penguatan positif, lanjutkan intervensi.
merawat anggota keluarga yang
sakit, ketidakmampuan keluarga
memanfaatkan fasilitas kesehatan
Resiko terjadinya peningkatan S : Ny. S mengatakan sudah lama kurang lebih 1
ketidaknyamanan berhubungan bulan menerita gatal-gatal. Ny. S akan
dengan Ketidakmampuan mengkompres kakinya dengan air hangat.
keluarga merawat anggota yang O : Kedua kaki tampak kehitam-hitaman, Ny. S
sakit, ketidakmampuan keluarga menggaruk dan mengelus-elus
memanfaatkan fasilitas kesehatanA : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
9.
BAB IV
TERAPI MODALITAS

A. Topik
Topik dalam terapi modalitas ini adalah senam kaki diabetes. Senam kaki adalah kegiatan
atau latihan yang dilakukan oleh pasien diabetes melitus untuk mencegah terjadinya luka dan
membantu melancarkan peredaran darah bagian kaki yang memiliki tujuan memperbaiki
sirkulasi darah, memperkuat otot-otot kecil, mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki,
meningkatkan kekuatan otot betis dan paha, mengatasi keterbatasan gerak sendi. Untuk itu
penderita diabetes melitus di anjurkan untuk melakukan senam kaki.
B. Tujuan
Tujuan dilakukan terapi senam kaki diabetes, yaitu:
1. Memperbaiki sirkulasi darah
2. Memperkuat otot-otot kecil
3. Mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki
4. Meningkatkan kekuatan otot betis dan paha
5. Mengatasi keterbatasan gerak sendi
C. Sasaran
Senam kaki ini dapat diberikan kepada seluruh penderita diabetes mellitus dengan tipe 1
maupun 2. Namun sebaiknya diberikan sejak pasien didiagnosa menderita diabetes melitus
sebagai tindakan pencegahan dini. Namun senam ini tidak disarankan pada penderita diabetes
melitus yang mengalami perubahan fungsi fisiologis seperti dipsnu atau nyeri dada dan orang
yang mengalami depresi, khawatir atau cemas.
D. Metode
Metode yang digunakan dalam terapi modalitas ini adalah praktik, dimana perawat akan
mengajari klien untuk melakukan senam diabetes serta melatih keluarga klien untuk dapat
melakukan secara mandiri.

E. Media
Alat yang digunakan dalam terapi ini adalah kertas koran 2 lembar, kursi (jika tindakan
dilakukan dalam posisi duduk), hanscoon serta lingkungan yang nyaman agar klien merasa
nyaman.
F. Waktu
Terapi senam kaki diabetes ini dilakukan selama 15 menit.
G. Prosedur Pelaksanaan
1. Posisi kan pasien duduk tegak di atas bangku dengan kaki menyentuh lantai.

2. Dengan meletakkan tumit dilantai, jari-jari kedua belah kaki diluruskan ke atas lalu
dibengkokan kembali ke bawah seperti cakar ayam sebanyak 10 kali

3. Dengan meletakkan tumit salah satu kaki dilantai, angkat telapak kaki ke atas. Pada kaki
lainnya, jari-jari kaki diletakkan di lantai dengan tumit kaki diangkat ke atas. Cara ini
dilakukan bersamaan pada kaki kiri dan kanan secara bergantian dan diulangi sebanyak
10kali.
4. Tumit kaki diletakkan di lantai. Bagian ujung kaki diangkat ke atas dan buat gerakan
memutar dengan pergerakan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali.

5. Jari-jari kaki diletakkan dilantai. Tumit diangkat dan buat gerakan memutar dengan
pergerakan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali.

6. Angkat salah satu lutut kaki, dan luruskan. Gerakan jari-jari ke depan turunkan kembali
secara bergantian kekiri dan ke kanan. Ulangi sebanyak 10 kali.
7. Luruskan salah satu kaki di atas lantai kemudian angkat kaki tersebut dan gerakkan ujung jari
kaki ke arah wajah lalu turunkan kembali ke lantai. Ulangi sebanyak 10 kali.
8. Angkat kedua kaki dan luruskan, pertahankan posisi tersebut. Gerakan pergelangan kaki ke
depan dan ke belakang. Ulangi sebanyak 10 kali.
9. Luruskan salah satu kaki dan angkat, putar kaki pada pergelangan kaki, tuliskan pada udara
dengan kaki dari angka 0 hingga 9 lakukan secara bergantian.
10. Letakkan sehelai koran dilantai. Bentuk kertas itu menjadi seperti bola dengan kedua belah
kaki. Kemudian, buka bola itu menjadi lembaran seperti semula menggunakan kedua belah
kaki. Cara ini dilakukan hanya sekali saja :
a. Robek koran menjadi 2 bagian, pisahkan kedua bagian koran.
b. Sebagian koran di sobek-sobek menjadi kecil-kecil dengan kedua kaki.
c. Pindahkan kumpulan sobekan-sobekan tersebut dengan kedua kaki lalu letakkan sobek kan
kertas pada bagian kertas yang utuh.
d. Bungkus semuanya dengan kedua kaki menjadi bentuk bola.
H. Kriteria Evaluasi
a. Klien dan keluarga dapat menyebutkan kembali pengertian senam kaki.
b. Klien dan keluarga dapat menyebutkan kembali 2 dari 4 tujuan senam kaki.
c. Klien dan keluarga dapat memperagakkan sendiri teknik-teknik senam kaki secara mandiri
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Diabetes mellitus merupakan suatu gangguan kronis yang ditandai dengan metabolisme
karbohidrat dan lemak yang diakibatkan oleh kekurangan insulin atau secara relatif
kekurangan insulin. Klasifikasi diabetes mellitus yang utama adalah tipe I : Insulin
Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan tipe II : Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM).
Faktor yang berkaitan dengan penyebab diabetes mellitus pada lansia adalah Umur yang
berkaitan dengan penurunan fungsi sel pankreas dan sekresi insulin, Umur yang berkaitan
dengan resistensi insulin akibat kurangnya massa otot dan perubahan vaskuler, Obesitas,
banyak makan, Aktivitas fisik yang kurang, Penggunaan obat yang bermacam-macam,
Keturunan, Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress.
Pada DM lansia tidak terjadi poliuria, polidipsia, akan tetapi keluhan yang sering muncul
adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Prinsip
penatalaksanaan DM lansia adalah menilai penyakitnya secara menyeluruh dan memberikan
pendidikan kepada pasien dan keluarganya, menghilangkan gejala-gejala akibat
hiperglikemia, lebih bersifat konservatif, mengendalikan glukosa darah dan berat badan.
Peran keluarga sangat penting dalam pencegahan terjadinya komplikasi lanjut pada
penderita diabetes terutama lansia.

B. Saran
1. D e n g a n m e n g e t a h u i a s u a h a n k e p e r a w a t a n p a d a p e n d e r i t a d i a b e t e s melitus
pada lansia kita dapat melakukan pencegahan agar penyakityang timbul tidak menuju keparahan
2. Pada pasien DM pada lansia kita harus mewaspadai adanya perubahanf u n g s i f i s i o l o g i s m a u p u n
p s i k o l o g i s n ya u n t u k m e n g a n t i s i p a s i .
3. komplikasi maupun kegawat daruratan pada penderita DM seperti hipoglikemi maupun
respon stres yang timbul pada lansia tersebut.
DAFTAR RUJUKAN

Carpenito, Lynda Juall, 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa YasminAsih.
Jakarta : EGC.
Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made
Sumarwati. Jakarta : EGC, 1999.
Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I Edisi
ketiga, Jakarta : FKUI, 1996.
Kushariyadi.2010.Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta : Salemba Medika
Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani. Jakarta:EGC,
1997.
Mary Baradero, Mary Wilfrid dan Yakobus Siswandi. 2009. Klien Gangguan Endokrin: Seri
Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta :
EGC, 2002.

Vous aimerez peut-être aussi