Vous êtes sur la page 1sur 7

A.

Definisi
Stroke perdarahan atau stroke hemoragik adalah perdarahan yang tidak terkontrol
di otak. Perdarahan tersebut dapat mengenai dan membunuh sel otak, sekitar 20%
stroke adalah stroke hemoragik (Gofir, 2009). Jenis perdarahan (stroke hemoragik),
disebabkan pecahnya pembuluh darah otak, baik intrakranial maupun subarakhnoid.
Pada perdarahan intrakranial, pecahnya pembuluh darah otak dapat karena berry
aneurysm akibat hipertensi tak terkontrol yang mengubah morfologi arteriol otak atau
pecahnya pembuluh darah otak karena kelainan kongenital pada pembuluh darah otak
tersebut. Perdarahan subarakhnoid disebabkan pecahnya aneurysma congenital
pembuluh arteri otak di ruang subarakhnoidal (Misbach dkk., 2007).
Stroke hemoragik merupakan disfungsi neurologis fokal yang akut dan
disebabkan oleh perdarahan pada substansi otak yang terjadi secara spontan bukan
oleh karena trauma kapitis, akibat pecahnya pembuluh arteri dan pembuluh kapiler
(Price, 2006). Stroke jenis ini merupakan sekitar 20% dari semua stroke. Stroke jenis
ini diakibatkan oleh pecahnya suatu mikro aneurisma di otak. Stroke ini dibedakan
atas: perdarahan intraserebral, subdural, dan subaraknoid (Sudoyo, 2007).
Jadi stroke hemoragik adalah sekitar 15% sampai 20% dari semua stroke, dapat
terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi
perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke dalam jaringan otak.

B. Klasifikasi
Menurut Pudiastuti (2011) stroke hemoragik digolongkan menjadi 2 jenis yaitu :
1. Hemoragik intraserebral (perdarahan yang terjadi di dalam jaringan otak)
2. Hemoragik subaraknoid (perdarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid atau
ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan yang menutupi otak.

C. Etiologi
1. Hipertensi yang tidak terkontrol
2. Malformasi arteriovenosa (hubungan yang abnormal)
3. Ruptur Aneurisma

D. Manifestasi
Manifestasi klinis menurut (Price, 2005) :
1. Infark pada Sistem Saraf Pusat
Tanda dan gejala infark arteri tergantung dari area vaskular yang terkena.
a. Infark total sirkulasi anterior (karotis):
- Hemiplegia (kerusakan pada bagian atas traktus kortikospinal),
- Hemianopia (kerusakan pada radiasio optikus),
- Defisit kortikal, misalnya disfasia (hemisfer dominan),
hilangnya fungsi visuospasial (hemisfer nondominan).
b. Infark parsial sirkulasi anterior:
- Hemiplegia dan hemianopia, hanya defisit kortikal saja.
c. Infark lakunar:
- Penyakit intrinsik (lipohialinosis) pada arteri kecil profunda
menyebabkan sindrom yang karakteristik.
- Infark sirkulasi posterior (vertebrobasilar):
- Tanda-tanda lesi batang otak,
- Hemianopia homonim.
d. Infark medulla spinalis (Price, 2005).
2. Serangan Iskemik Transien
Tanda khas TIA adalah hilangnya fungsi fokal SSP secara mendadak; gejala
seperti sinkop, bingung, dan pusing tidak cukup untuk menegakkan diagnosis.
TIA umumnya berlangsung selama beberapa menit saja, jarang berjam-jam.
Daerah arteri yang terkena akan menentukan gejala yang terjadi:
a. Karotis (paling sering):
- Hemiparesis,
- Hilangnya sensasi hemisensorik,
- Disfasia,
- Kebutaan monokular (amaurosis fugax) yang disebabkan oleh
iskemia retina.
b. Vertebrobasilar:
- Paresis atau hilangnya sensasi bilateral atau alternatif,
- Kebutaan mendadak bilateral (pada pasien usia lanjut),
- Diplopia, ataksia, vertigo, disfagia-setidaknya dua dari tiga
gejala ini terjadi secara bersamaan (Price, 2005).
3. Perdarahan Subarakhnoid
Akibat iritasi meningen oleh darah, maka pasien menunjukkan gejala nyeri
kepala mendadak (dalam hitungan detik) yang sangat berat disertai fotofobia,
mual, muntah, dan tanda-tanda meningismus (kaku kuduk dan tanda Kernig).
Pada perdarahan yang lebih berat, dapat terjadi peningkatan tekanan
intrakranial dan gangguan kesadaran. Pada funduskopi dapat dilihat edema
papil dan perdarahan retina. Tanda neurologis fokal dapat terjadi sebagai
akibat dari:
a. Efek lokalisasi palsu dari peningkatan tekanan intrakranial,
b. intraserebral yang terjadi bersamaan,
c. Spasme pembuluh darah, akibat efek iritasi darah, bersamaan dengan
iskemia.
4. Perdarahan Intraserebral Spontan
Pasien datang dengan tanda-tanda neurologis fokal yang tergantung dari lokasi
perdarahan, kejang, dan gambaran peningkatan tekanan intrakranial. Diagnosis
biasanya jelas dari CT scan.

E. Patofisiologis
Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan perdarahan
subaraknoid. Insiden perdarahan intrakranial kurang lebih 20 % adalah stroke
hemoragik, dimana masing-masing 10% adalah perdarahan subaraknoid dan
perdarahan intraserebral (Caplan, 2009).
Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma
(Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah
subkortikal, serebelum, dan batang otak. Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh
arteriola berdiameter 100 400 mikrometer mengalami perubahan patologi pada
dinding pembuluh darah tersebut berupa degenerasi lipohialinosis, nekrosis fibrinoid
serta timbulnya aneurisma Charcot Bouchard. Pada kebanyakan pasien, peningkatan
tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan pecahnya penetrating arteri. Keluarnya
darah dari pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada arteriole dan
pembuluh kapiler yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini
mengakibatkan volume perdarahan semakin besar (Caplan, 2009).
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di dearah yang terkena
darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi
darah ke jaringan otak yang menyebabkan nekrosis (Caplan, 2009). Perdarahan
subaraknoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar permukaan otak pecah,
sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subaraknoid. Perdarahan subaraknoid
umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular atau perdarahan dari
arteriovenous malformation (AVM) (Caplan, 2009).

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Biasanya, tidak ada penemuan diagnostik laboratorium pada infark serebral.
Tetapi pada semua pasien, dapat dinilai dengan pemeriksaan darah lengkap,
prothrombin time (PT), partial thromboplastin time (PTT), basic metabolic panel
(Chem-7), kadar gula darah, dan ezim jantung (Fitzsimmons, 2007).
Pemeriksaan darah lengkap digunakan untuk mendeteksi anemia, leukositosis,
jumlah platelet yang abnormal. Anemia mungkin terjadi akibat adanya perdarahan
gastrointestinal, dimana dapat meningkatkan resiko trombolisis, antikoagulasi, dan
kejadian terapi antiplatelet. Anemia dapat juga berhubungan dengan keganasan,
dimana dapat menghasilkan hiperkoagulasi, atau menghasilkan gejala neurologis
sebagai hasil metastasis.Inflamasi dan kelainan kolagen pembuluh darah, dimana
menyebabkan anemia, juga sebagai penyebab jarang dari stroke iskemik. Platelet
jurang dari 100.000/mm3 merupakan kontraindikasi pengobatan stroke dengan
intravenous recombinant tissue plasminogen activator (IV rt-PA) (Fitzsimmons,
2007).
Pemeriksaan PT dan aPTT diperlukan dalam penentuan penatalaksanaan stroke.
Peningkatan yang signifikan pada PT atau aPTT merupakan kontraindikasi absolut
dalam terpai IV rt-PA. Peningkatan PT dapat terjadi pada pengobatan menggunakan
warfarin jangka panjang, indikasi dari itu mungkin berhubungan dengan etiologi
stroke iskemik (Fitzsimmons, 2007).
Pemeriksaan kadar gula darah sebaiknya diperiksa pada semua pasien dengan
gejala stroke akut, karena keadaan hipoglikemia kadang dapat memberikan gejala
defisit neurologik fokal tanpa iskemik serebral akut (Fitzsimmons, 2007).
Pemeriksaan enzim jantung, seperti troponin jantung, enzim CK-MB menilai
adanya iskemik miokard. Diperkirakan 20-30% pasien dengan stroke iskemik akut
memiliki riwayat gejala penyakit jantung koroner (Fitzsimmons, 2007).
2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi otak memberikan informasi diagnostik paling baik pada
penilaian dan penatalaksanaan pasien dengan stroke iskemik akut. CT scan dan MRI
dapat memberikan konfirmasi defenitif bahwa keadaan stroke iskemik telah terjadi,
juga menyimgkirkan tentang adanya perdarahan atau proses intrakranial nonvaskular
(Adams dan Victor, 2009).
Kemajuan teknologi meningkatkan penilaian klinis pada pasien stroke,
pencitraan ini dapat memperlihatkan lesi serebral dan pembuluh darah yang terkena.
CT memperlihatkan secara akurat lokasi perdarahan kecil, darah subaraknoid, clots
dan aneurisma, kelainan bentuk arterivena, dan memperlihatkan area infark (Adams
dan Victor, 2009).
Magnetic resonance imaging (MRI) punya keuntungan dapat memperlihatkan
lesi yang dalam pada lakunar kecil di hemisfer dan abnormalitas pada batang otak.
Tetapi, keuntungan utama memulai teknik diffusion-weighted magnetic resonance,
dimana dapat mendeteksi lesi infark dengan waktu beberapa menit setelah stroke,
lebih cepat dibandingkan CT scan dan sekuens MRI lainnya (Adams dan Victor,
2009).
Angiografi, digunakan dengan proses pencitraan digital, secara akurat
menperlihatkan stenosis dan penyumbatan pembuluh darah intrakranial dan
ekstrakranial seperti aneurisma, malformasi pembuluh darah, dan penyakit pembuluh
darah lainnya seperti arteritis dan vasospasme (Adams dan Victor, 2009).
G. Penatalaksanaan
1. Farmakologis
Penilaian umum dan penggunanan obat antitrombolitik (antiplatelet dan
antikoagulan) dan obat trombolitik merupakan terapi medical utama dari stroke
iskemik akut (Biller, 2009).
a. Antiplatelet. Obat antiplatelet seperti aspirin, clopidogrel, dan kombinasi
dipiridamole dengan aspirin memiliki peran yang besar dalam pencegahan
sekunder kejadian aterotrombotik. Terapi antiplatelet mimiliki efektivitas yang
tinggi dalam resiko kejadian vaskular dan direkomendasikan setelah warfarin
untuk stroke kardioembolik (Biller, 2009).
1) Aspirin. Mekanisme aksi dari aspirin yaitu menghambat fungsi platelet
melalui inaktivasi COX (Cyclooxygenase) secara irreversible. Meta analisis
memperlihatkan aspirin menurunkan resiko stroke, infark miokardium, dan
kematian vascular. U.S. Food and Drug Administration merekomendasikan
dosis aspirin 50-325 mg per hari pada pasien stroke. Efek samping utama
ketidaknyamanan pada lambung.
2) Clopidogrel merupakan antagonis reseptor ADP (adenosine diphosphate)
platelet. Penelitian pada 19.000 pasien dengan penyakit atherosclerosis
vascular bermanisfestasi seperti stroke iskemik, infark miokard, atau
penyakit arteri perifer simptomatis, 75 mg clopidogrel lebih efektif (8,7%
penurunan resiko relative) daripada 325 aspirin dalam menurunkan resiko
stroke, miokard infark, atau penyakit arteri perifer lainnya.
3) Ticlodipine. Ticlodipine mempunyai mekanisme menghambat jalur
adenosine diphosphate (ADP) dari membran platelet. Dosis yang
direkomendasi dari ticlodipine 250 mg dalam dua kali pemberian per hari.
Ticlodipine memiliki efek samping lebih banyak dibandingkan aspirin,
termasuk diare, mual, dispesia.
4) Dipiridamol dengan aspirin. Dipiridamol merupakan cyclic nucleotide
phosphodiesterase inhibitor. The Second European Stroke Prevention Study
(ESPS-2) merandomisasi 6.602 pasien dengan riwayat TIA atau stroke
untuk ditatalaksana dengan aspirin (25 mg dua kali per hari), dipiridamol
(200 mg dua kali per hari), kombinasi keduanya, atau plasebo. Peneliti
melaporkan peningkatan efek dipiridamol (37%) ketika dikombinasikan
dengan aspirin.
b. Antikoagulan
Percobaan randomisasi unfractionated heparin (UFH), low-molecular weight
heparin (LMWH), atau heparinoid untuk penatalaksanaan stroke iskemik akut
menunjukkan tidak ada keuntungan dalam menurunkan morta;itas, morbiditas
akibat stroke, rekurensi stroke atau prognosis stroke, kecuali pada kasus
trombosis vena (Biller, 2009).
c. Trombolitik
Terapi trombolisis menstimulasi jalur intrinsik fibrinolisisuntuk mngendalikan
patologi trombosis National Institute of Neurological Disorders and Stroke
(NINDS) rt-PA (recombinant tissue plasminogen activator) Stroke Study Group
menunjukkan terpai dengan intavena rt-PA pada tiga jam setelah onset stroke
iskemik meningkatkan hasil klinis dari pengobatan selama 3 bulan (Biller,
2009).

2. Non Farmakologis
H. Pencegahan
Pencegahan stroke diikuti tiga cara utama, yaitu kontrol faktor
resiko, terpai farmakologi, dan intervensi bedah. Pengetahuan dan
mengendalikan faktor resiko yang dapat dimodifikasi adalah hal utama
dalam pencegahan primer dan sekunder stroke. Faktor resiko yang
dapat dimodifikasi antara lain hipertensi, diabetes melitus, merokok,
hiperlipidemia, konsumsi alkohol yang berlebihan, obesitas, dan
aktivitas fisik. Faktor resiko lain termasuk umur dan jenis kelamin,
penyakit jantung, riwayat stroke terdahulu, tingginya level hemoglobin
dan hematokrit, tinggi fibrinogen, penggunaan kontrasepsi oral (Biller,
2009).
Hipertensi merupakan faktor resiko yang dapat dimodifikasi paling
penting pada stroke, meningkatkan 3-4 kali faktor resiko stroke.
Penurunan tekanan darah juga menurunkan resiko stroke pada individu
dengan isolated systolic hypertension dan pada orang usia lanjut.
Pengendalian tekanan darah menghasilkan penurunan 5 mmHg selama
2-3 tahun berhubungan dengan penurunana 40% resiko stroke (Biller,
2009).
Diabetes Melitus meningkatkan resiko iskemik serebrovaskular 2-4
kali lebih besar dibandingkan orang yang tidak menderita diabetes.
Banyak orang dengan diabetes meninggal akibat komplikasi
atrosklerosis (lebih dari 80% dari semua penderita diabetes) (Biller,
2009).
Merokok merupakan faktor resiko stroke iskemik pada laki-laki
maupun perempuan di semua umur. Dibutuhkan lebih dari lima tahun
berhenti merokok untuk menurunkan resiko stroke (Biller, 2009).
Ada korelasi positif anatara serum kolesterol dan resiko stroke
iskemik. Pasien dengan TIA atau stroke iskemik dengan peninggian
kolesterol, riwayat penyakit jantung koroner, atau riwayat lesi
aterosklerosis harus ditatalaksana dengan mengunakan statin. Pada
Stroke Preventionby Aggressive Reduction in Cholesterol Levels
(SPARCL), pengobatan dengan atorvastatin 80 mg per hari,
menurunkan resiko nonfatal atau stroke fatal, dan resiko stroke atau
TIA jika dibandingkan dengan plasebo (Biller, 2009).

Vous aimerez peut-être aussi