Vous êtes sur la page 1sur 14

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah FARMAKOLOGI yang berjudul ANTIHISTAMINini. Kemudian
shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah
memberikan pedoman hidup yakni al-quran dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
Terima kasih kepada Dosen yang telah membantu memberikan arahan dan petunjuk untuk
pembuatan makalah ini.
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman
tentang farmakologikhususnya tentang Antihistamin.
Akhirnya kami menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam
penulisan makalah ini, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif
dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Surakarta,..... Februari 2016

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................

DAFTAR ISI.........................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................
1.1 Latar Belakang....................................................................................................
1.2 Rumusan masalah................................................................................................
1.3 Manfaat penulisan...............................................................................................
1.4 Tujuan penulisan..................................................................................................

BAB IIPEMBAHASAN...........................................................................
2.1 PengertianAntihistamin..................................................................................
2.2 Macam-macam Antihistamin..........................................
2.3 Penggunaan Umum.....................................................................................
2.4 Antagonisme terhadap histamin......................................................................
2.5Farmakokinetik................................................................................
2.6 Mekanisme Kerja.............................................................
2.7 Efek Samping...........................................................
2.8 Obat-Obat Antihistamin.......................................................................................
2.9 Indikasi................................................................................................................
2.10 kontra indikasi...................................................................................................
2.11 Kontra Indikasi Dan Interaksi Obat...................................................................

BAB IIIPENUTUP...............................................................................................................
5.1 Kesimpulan..........................................................................................................
5.2 Saran......................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Pada tahun 1940 untuk pertama kali diperkenalkan obat antihistami. Sejak itu secara
luas digunakan dalam pengobatan simtomatik penyakit alergi. Pada umumnya antihistamin
yang beredar di Indonesia mempunyai spektrum luas artinya mempunyai efek lain seperti
antikolinergik, anti serotonin, antibradikinin dan alfa adrenoreseptor bloker. Golongan obat
ini disebut antihistamin (AH1) klasik. Penderita yang mendapat obat AH1 klasik akan
menimbulkan efek samping, mengantuk, kadang-kadang timbul rasa gelisah, gugup dan
mengalami gangguan koordinasi. Efek samping ini sering menghambat aktivitas sehari-hari,
dan menimbulkan masalah bila obat antihistamin ini digunakan dalam jangka panjang.
Dekade ini muncul antihistamin baru yang digolongkan ke dalam kelompok AH1 sedatif
yang tidak bersifat sedasi, yang memberikan harapan cerah.
Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin
terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor histamin (penghambatan saingan).
1.2. Rumusan masalah
Dari latar belakang diatas maka ditarik rumusan masalah yang akan dibahas didalam
makalah ini adalah:
1. Apa pengertian dari histamin dan anti alergi ?
2. Apa pengertian dari serotonin dan anti serotonin ?
3. Bagaimana efek dari histamin dan serotonin ?
4. Bagaimana reseptor dan obat histamin ?
5. Bagaimana kerja serotonin ditubuh ?

1.3. Manfaat Penulisan


Dengan selesainya penulisan makalah ini penulis mempunyai harapan pada masa
yang akan datang semoga makalah ini mudah mudahan bermanfaat untuk menambah
ilmu pengetahuan tentang Histamin dan serotonin, menambah wawasan tentang anti alergi
dan anti serotoninserta penerapannya didalam keperawatan.

1.4. Tujuan Penulisan


Adapun tujuan umum yang hendak dicapai oleh penulis adalah untuk mengetahui
kewaspadaan universal. Sedangkan tujuan khusus yaitu :
1. Mengetahui tentang Histamin
2. Mengetahui tentang serotonin
3. Mengetahui tentang anti alergi dan anti histamin
4. Mengetahui penerapan histamin dan serotonin di dalam keperawatan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.PENGERTIAN
Antihistamin (antagonis histamin) adalah zat yang mampu mencegah penglepasan
atau kerja histamin. Istilah antihistamin dapat digunakan untuk menjelaskan antagonis
histamin yang mana pun, namun seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk kepada
antihistamin klasik yang bekerja pada reseptor histamin H1.
Antihistamin ini biasanya digunakan untuk mengobati reaksi alergi, yang disebabkan
oleh tanggapan berlebihan tubuh terhadap alergen (penyebab alergi), seperti serbuk sari
tanaman. Reaksi alergi ini menunjukkan penglepasan histamin dalam jumlah signifikan di
tubuh.

2.2. MACAM-MACAM ANTIHISTAMIN


1. Antihistamin (AH1) non sedatif.
a. Terfenidin
Merupakan suatu derivat piperidin, struktur kimia. Terfenidin diabsorbsi sangat cepat
dan mencapai kadar puncak setelah 1-2 jam pemberian. Mempunyai mula kerja yang cepat
dan lama kerja panjang. Obat ini cepat dimetabolisme dan didistribusi luas ke berbagai
jaringan tubuh. Terfenidin diekskresi melalui faeces (60%) dan urine (40%). Waktu paruh 16-
23 jam. Efek maksimum telah terlihat sekitar 3-4 jam dan bertahan selama 8 jam setelah
pemberian. Dosis 60 mg diberikan 2 X sehari.
b. Astemizol
Merupakan derivat piperidin yang dihubungkan dengan cincin benzimidazol, struktur
kimia. Astemizol pada pemberian oral kadar puncak dalam darah akandicapai setelah 1 jam
pemberian. Mula kerja lambat, lama kerja panjang. Waktu paruh 18-20 hari. Di metabolisme
di dalam hati menjadi metabolit aktif dan tidak aktif dan di distriibusi luas keberbagai
jaringan tubuh. Metabolitnya diekskresi sangat lambat, terdapat dalam faeses 54% sampai
73% dalam waktu 14 hari. Ginjal bukan alat ekskresi utama dalam 14 hari hanya ditemukan
sekitar 6% obat ini dalam urine. Terikat dengan protein plasma sekitar 96%.
c. Mequitazin
Merupakan suatu derivat fenotiazin, struktur kimia lihat Gbr.1. Absorbsinya cepat
pada pemberian oral, kadar puncak dalam plasma dicapai setelah 6 jam pemberian. Waktu
paruh 18 jam, Onset of action cepat, duration of action lama. Dosis 5 mg 2 X sehari atau 10
mg 1 X sehari (malam hari).
d. Loratadin
Adalah suatu derivat azatadin, struktur kimia Gbr. 1. Penambahan atom C1
meninggikan potensi dan lama kerja obat loratadin. Absorbsinya cepat. Kadar puncak dicapai
setelah 1 jam pemberian. Waktu paruh 8-11 jam, mula kerja sangat cepat dan lama kerja
adalah panjang. Waktu paruh descarboethoxy-loratadin 18-24 jam. Pada pemberian 40 mg
satu kali sehari selama 10 hari ternyata mendapatkan kadar puncak dan waktu yang
diperlukan tidak banyak berbeda setiap harinya hal ini menunjukkan bahwa tidak ada
kumulasi, obat ini di distribusi luas ke berbagai jaringan tubuh. Matabolitnya yaitu
descarboetboxy-loratadin (DCL) bersifat aktif
secara farmakologi clan juga tidak ada kumulasi. Loratadin dibiotransformasi dengan cepat di
dalam hati dan di ekskresi 40% di dalam urine dan 40% melalui empedu. Pada waktu ada
gangguan fiungsi hati waktu paruh memanjang. Dosis yang dianjurkan adalah 10 mg 1 X
sehari.

2. Terdapat beberapa jenis antihistamin, yang dikelompokkan berdasarkan sasaran kerjanya


terhadap reseptor histamin.
a. Antagonis Reseptor Histamin H1
Secara klinis digunakan untuk mengobati alergi. Contoh obatnya adalah:
difenhidramina, loratadina, desloratadina, meclizine, quetiapine (khasiat antihistamin
merupakan efek samping dari obat antipsikotik ini), dan prometazina.
b. Antagonis Reseptor Histamin H2
Reseptor histamin H2 ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah meningkatkan
sekresi asam lambung. Dengan demikian antagonis reseptor H2 (antihistamin H2) dapat
digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung, serta dapat pula dimanfaatkan untuk
menangani peptic ulcer dan penyakit refluks gastroesofagus. Contoh obatnya adalah
simetidina, famotidina, ranitidina, nizatidina, roxatidina, dan lafutidina.
c. Antagonis Reseptor Histamin H3
Antagonis H3 memiliki khasiat sebagai stimulan dan memperkuat kemampuan
kognitif. Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobati penyakit Alzheimer's, dan
schizophrenia. Contoh obatnya adalah ciproxifan, dan clobenpropit.
d. Antagonis Reseptor Histamin H4
Memiliki khasiat imunomodulator, sedang diteliti khasiatnya sebagai antiinflamasi
dan analgesik. Contohnya adalah tioperamida.Beberapa obat lainnya juga memiliki khasiat
antihistamin. Contohnya adalah obat antidepresan trisiklik dan antipsikotik. Prometazina
adalah obat yang awalnya ditujukan sebagai antipsikotik, namun kini digunakan sebagai
antihistamin.
Senyawa-senyawa lain seperti cromoglicate dan nedocromil, mampu mencegah penglepasan
histamin dengan cara menstabilkan sel mast, sehingga mencegah degranulasinya.

2.3. PENGGUNAAN UMUM


Menghilangkan gejala yang behubungan dengan alergi, termasuk rinithis, urtikaria
dan angiodema, dan sebagai terapi adjuvant pada reaksi anafilaksis. Beberapa antihistamin
digunakan untuk mengobati mabuk perjalanan (dimenhidrinat dan meklizin), insomnia
(difenhidramin), reaksi serupa parkinson (difenhidramin), dan kondisi nonalergi lainnya.
Lazimnya dengan antihistaminika selalu dimaksud H-1 blockers. Selain bersifat
antihistamin, obat-obat ini juga memiliki berbagai khasiat lain, yakni daya antikolinergis,
antiemetis dan daya menekan SSP (sedative), dan dapat menyebabkan konstipasi, mata
kering, dan penglihatan kabur, sedangkan beberapa di antaranya memiliki efek antiserotonin
dan local anestesi (lemah).
Berdasarkan efek ini, antihistaminika digunakan secara sistemis ( oral,injeksi) untuk
mengobati simtomatis bermacam-macam gangguan alergi yang disebabkan oleh pembebasan
histamine.

Di samping rhinitis, pollinosis dan alergi makanan/obat, juga banyak digunakan pada
sejumlah gangguan berikut:
1. Asma yang bersifat alergi, guna menanggulangi gejala bronchokonstriksi. Walaupun kerjanya
baik, namun efek keseluruhannya hanya rendah berhubung tidak berdaya terhadap mediator
lain (leukotrien) yang juga mengakibatkan penciutan bronchi. Ada indikasi bahwa
penggunaan dalam bentuk sediaan inhalasi menghasilkan efek yang lebih baik. Obat-obat
ketotifen dan oksatomida berkhasiat mencegah degranulasi dari mastcells dan efektif untuk
mencegah serangan.
2. Sengatan serangga khususnya tawon dan lebah, yang mengandung a.l. histamine dan suatu
enzim yang mengakibatkan pembebasannya dari mastcells. Untuk mendapatkan hasil yang
memuaskan, obat perlu diberikan segera dan sebaiknya melalui injeksi adrenalin i.m. atau
hidrokortison i.v.
3. Urticaria (kaligata, biduran). Pada umumnya bermanfaat terhadap meningkatnya
permeabilitas kapiler dan gatal-gatal, terutama zat-zat dengan kerja antiserotonin seperti
alimemazin (Nedeltran), azatadin dan oksatomida. Khasiat antigatal mungkin berkaitan pula
dengan efek sedative dan efek anestesi local.
4. Stimulasi nafsu makan. Untuk menstimulasi nafsu makan dan dengan demikian menaikkan
berat badan, yakni siproheptadin ( dan turunannya pizotifen) dan oksatomida. Semua zat ini
berdaya antiserotonin.
5. Sebagai sedativum berdasarkan dayanya menekan SSP, khususnya prometazin dan
difenhidramin serta turunannya. Obat-obat ini juga berkhasiat meredakan rangsangan batuk,
sehingga banyak digunakan dalam sediaan obat batuk popular.
6. Penyakit Parkinson berdasarkan daya antikolinergisnya, khususnya difenhidramin dan
turunan 4-metilnya (orfenadrin) yang juga berkhasiat spasmolitis.
7. Mabuk jalan dan Pusing (vertigo) berdasarkan efek antiemetisnya yang juga berkaitan
dengan khasiat antikolinergis, terutama siklizin,meklizin dan dimenhidrinat, sedangkan
sinarizin terutama digunakan pada vertigo.
8. Shock anafilaksis di samping pemberian adrenalin dan kortikosteroid. selain itu,
antihistaminika banyak digunakan dalam sediaan kombinasi untuk selesma dan flu.
2.4. ANTAGONISME TERHADAP HISTAMIN
AH1 menghambat efek histamine pada pembuluh darah, bronkus, dan bermacam-
macam otot polos, selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau
keadaan lain yang disertai pengelepasan histamine endogen berlebihan.
Otot polos: secara umum AH1 efektif menghambat kerja histamine pada otot polos
(usus,bronkus).
Permeabilitas kapiler: peninggian permeabilitas kapiler dan udem akibat histamin,
dapat dihambat dengan efektif oleh AH1
Reaksi anafilaksis dan alergi: reaksi anafilaksis dan beberapa reaksi alergi refrakter
terhadap pemberian AH1, karena disini bukan histamine saja yang berperan tetapi autakoid
lain juga dilepaskan. Efektivitas AH1 melawan reaksi hipersensitivitas berbeda-beda,
tergantung beratnya gejala akibat histamin.
Kelenjar eksokrin: efek perangsangan histamine terhadap sekresi cairan lambung
tidak dapat dihambat oleh AH1. AH1 dapat menghambat sekresi saliva dan sekresi kelenjar
eksokrin lain akibat histamin.
Susunan saraf pusat: AH1 dapat merangsang maupun menghambat SSP. Efek
perangsangan yang kadang-kadang terlihat dengan dosis AH1 biasanya ialah insomnia,
gelisah dan eksitasi. Dosis terapi AH1 umumnya menyebabkan penghambatan SSP dengan
gejala misalnya kantuk, berkurangnya kewaspadaan dan waktu reaksi yang lambat.
Antihistamin yang relative baru misalnya terfenadin, astemizol, tidak atau sangat
sedikit menembus sawar darah otak sehingga pada kebanyakan pasien biasanya tidak
menyebabkan kantuk, gangguan koordinasi atau efek lain pada SSP. AH1 juga efektif untuk
mengobati mual dan muntah akibat peradangan labirin atau sebab lain.
Anestesi lokal: beberapa AH1 bersifat anestetik lokal dengan intensitas berbeda. AH1
yang baik sebagai anestesi lokal ialah prometazin dan pirilamin. Akan tetapi untuk
menimbulkan efek tersebut dibutuhkan kadar yang beberapa kali lebih tinggi daripada
sebagai antihistamin.

Antikolinergik: banyak AH1 bersifat mirip atropin. Efek ini tidak memadai untuk
terapi, tetapi efek antikolinergik ini dapat timbul pada beberapa pasien berupa mulut kering,
kesukaran miksi dan impotensi.
Sistem kardiovaskular: dalam dosis terapi, AH1 tidak memperlihatkan efek yang
berarti pada system kardiovaskular. Beberapa AH1 memperlihatkan sifat seperti kuinidin
pada konduksi miokard berdasarkan sifat anestetik lokalnya.

2.5. FARMAKOKINETIK
Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi secara baik. Efeknya timbul
15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1 setelah
pemberian dosis tunggal kira-kira 4-6 jam, untuk golongan klorsiklizin 8-12 jam.
Difenhidramin yang diberikan secara oral akan mencapai kadar maksimal dalam darah
setelah kira-kira 2 jam dan menetap pada kadar tersebut untuk 2 jam berikutnya, kemudian
dieliminasi dengan masa paruh kira-kira 4 jam.
Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot dan
kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 ialah hati, tetapi dapat juga
pada paru-paru dan ginjal. Tripelenamin mengalami hidroksilasi dan konjugasi sedangkan
klorsiklizin dan siklizin terutama mengalami demetilasi. AH1 diekskresi melalui urin setelah
24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.
2.6. MEKANISME KERJA
Antihistamin bekerja dengan cara menutup reseptor syaraf yang menimbulkan rasa
gatal, iritasi saluran pernafasan, bersin, dan produksi lendir (alias ingus). Antihistamin ini ada
3 jenis, yaitu Diphenhydramine, Brompheniramine, dan Chlorpheniramine. Yang paling
sering ditemukan di obat bebas di Indonesia adalah golongan klorfeniramin (biasanya dalam
bentuk klorfeniramin maleat). Antihistamin menghambat efek histamin pada reseptor H1.
Tidak menghambat pelepasan histamin, produksi antibodi, atau reaksi antigen antibodi.
Kebanyakan antihistamin memiliki sifat antikolinergik dan dapat menyebabkan kostipasi,
mata kering, dan penglihatan kabur. Selain itu, banyak antihistamin yang banyak sedasi.
Beberapa fenotiazin mempunyai sifat antihistamin yang kuat (hidroksizin dan prometazin).
1. Antihistamin H1
Meniadakan secara kompetitif kerja histamin pada reseptor H1. Selain memiliki kefek
antihistamin, hampir semua AH1 memiliki efek spasmolitik dan anastetik lokal
2. Antihistamin H2
Bekerja tidak pada reseptor histamin, tapi menghambat dekarboksilase histidin
sehinnga memperkecil pembentukan histamin jika pemberian senyawa ini dilakukan sebelum
pelepasan histamin. Tapi jika sudah terjadi pelepasa histamin, indikasinya sama denfan AH 1.
2.7. EFEK SAMPING
Pada dosis terapi, semua AH1 menimbulkan efek samping walaupun jarang bersifat
serius dan kadang-kadang hilang bila pengobatan diteruskan. Efek samping yang paling
sering ialah sedasi, yang justru menguntungkan bagi pasien yang dirawat di RS atau pasien
yang perlu banyak tidur.
Tetapi efek ini mengganggu bagi pasien yang memerlukan kewaspadaan tinggi
sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya kecelakaan. Pengurangan dosis atau
penggunaan AH1 jenis lain mungkin dapat mengurangi efek sedasi ini. Astemizol, terfenadin,
loratadin tidak atau kurang menimbulkan sedasi.
Efek samping yang berhubungan dengan efek sentral AH1 ialah vertigo, tinitus, lelah,
penat, inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia, euphoria, gelisah, insomnia dan tremor. Efek
samping yang termasuk sering juga ditemukan ialah nafsu makan berkurang, mual, muntah,
keluhan pada epigastrium, konstipasi atau diare, efek samping ini akan berkurang bila AH1
diberikan sewaktu makan.
Efek samping lain yang mungkin timbul oleh AH1 ialah mulut kering, disuria,
palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat dan lemah pada tangan. Insidens efek samping
karena efek antikolinergik tersebut kurang pada pasien yang mendapat antihistamin
nonsedatif.
AH1 bisa menimbulkan alergi pada pemberian oral, tetapi lebih sering terjadi akibat
penggunaan lokal berupa dermatitis alergik. Demam dan foto sensitivitas juga pernah
dilaporkan terjadi. Selain itu pemberian terfenadin dengan dosis yang dianjurkan pada pasien
yang mendapat ketokonazol, troleandomisin, eritromisin atau lain makrolid dapat
memperpanjang interval QT dan mencetuskan terjadinya aritmia ventrikel.
Hal ini juga dapat terjadi pada pasien dengan gangguan fungsi hati yang berat dan
pasien-pasien yang peka terhadap terjadinya perpanjangan interval QT (seperti pasien
hipokalemia). Kemungkinan adanya hubungan kausal antara penggunaan antihistamin non
sedative dengan terjadinya aritmia yang berat perlu dibuktikan lebih lanjut.
2.8. Obat-Obat Antihistamin
a. Antagonis reseptor H1
Difenhidramin : Benadryl (Parke Davis)
Disamping khasiat antihistaminiknya yang kuat, difenhidramin juga bersifat spasmolitik
sehingga dapat digunakan pada pengobatan penyakit parkinson, dalam kombinasi dengan
obat-obat lain yang khusus digunakan untuk penyakit ini.
Dosis : oral 4 kali sehari 25 50 mg, i.v. 10-50 mg

Dimenhidrinat: difenhidramin-8-klorotheofilinat, Dramamin (Searle), Antimo (Phapros).


Pertama kali digunakan pada mabuk laut (motion sickness) dan muntah-muntah sewaktu
hamil.
Dosis : oral 4 kali sehari 50 100 mg, i.m. 50 mg.

Metildifenhidramin : Neo-Benodin (Brocades)


Adalah derivat, yang khasiatnya sama dengan persenyawaan induknya, tetapi sedikit lebih
kuat.
Dosis : oral 3 kali sehari 20 40 mg.

Tripelenamin : Pyribenzamin (Ciba-Geigy), Azaron (Organon)


Rumus bangun dari zat ini menyerupai mepiramin, tetapi tanpa gugusan metoksil
(OCH3).
Khasiatnya sama dengan difenhidramin, hanya efek sampingannya lebih sedikit.
Dosis : oral 3 kali sehari 50 100 mg.

Antazolin : fenazolin, Antistine (Ciba-Geigy)


Khasiat antihistaminiknya tidak begitu kuat seperti yang lain, tetapi kebaikannya terletak
pada sifatnya yang tidak merangsang selaput lendir. Maka seringkali digunakan untuk
mengobati gejala-gejala alergi pada mata dan hidung (selesma) Antistine-Pirivine, Ciba
Geigy
Dosis : oral 2 4 kali sehari 50 100 mg

Feniramin : profenpiridamin, Avil (hoechst)


Terutama digunakan sebagai garam p-aminosalisilatnya
Dosis : oral 3 kali sehari 25 mg

Klorfenamin : (klorfeniramin, Methyrit-SKF; CTM, KF; Pehaclor, Phapros)


adalah derivateklor, Substitusi dari satu atom klor pada molekul feniramin meningkatkan
khasiatnya 20 kali lebih kuat, tetapi derajat toksisitasnya praktis tidak berubah. Efek
sampingan dari obat ini hanya sedikit dan tidak memiliki sifat menidurkan.
Dosis : oral 4 kali sehari 2 8 mg, parenteral 5 10 mg.

deksklorfeniramin (Polaramin, Schering)


adalah d- isomer dari klorfeniramin (terdiri dari suatu campuran rasemis) yang terutama
bertanggung jawab untuk kegiatan antihistaminiknya. Toksisitasnya dari campuran d-isomer
ini tidak melebihi daripada campuran rasemiknya.
Dosis : oral 3 kali sehari 2 mg.

Siklizin : Marezin (Burroughs Welcome)


Zat ini khusus digunakan sebagai obat mabuk perjalanan.
Dosis : oral 3 kali sehari 50 mg.

meklozin (meclizin,Suprinal)
Sifat antihistaminiknya kuat dan terutama digunakan untuk menghindarkan dan mengobati
perasaan mual karena mabuk jalan dan pusing-pusing (vertigo). Mulai bekerjanya lambat,
tetapi berlangsung lama (9 24 jam). Berhubung dengan peristiwa thalidomide, zat ini
dilarang penggunaannya di Indonesia. Kerja teratogennya hingga kini belum dibuktikan.

Sinarizin : Cinnipirine(ACF), Stugeron (Jansen)


Adalah suatu antihistaminika dengan daya kerja lama dan sedikit saja sifat menidurkannya.
Disamping ini juga memiliki sifat menghilangkan rasa pusing-pusing, maka sangat efektif
pada bermacam-macam jenis vertigo (dizzines, tujuh keliling); mekanisme kerjanya belum
diketahui.
Selain itu sinarizin memiliki khasiat kardiovaskuler, yakni melindungi jantung terhadap
rangsangan-rangsangan iritasi dan konstriksi. Perdarahan di pembuluh-pembuluh otak dan
perifer (betis, kaki, tangan) diperbaiki dengan jalan vasodilatasi, tetapi tanpa menyebabkan
tachycardia dan hipertensi secara reflektoris seperti halnya dengan vasodilator-vasodilator
lainnya.
Dosis : pada vertigo 1 3 kali sehari 25 50 mg, untuk memperbaiki sirkulasi: oral 3 kali
sehari 75 mg
primatour (ACF)
adalah kombinasi dari sinarizin 12,5 mg dan klorsiklizin HCl 25 mg. Preparat ini adalah
kombinasi dari dua antihistaminika dengan kerja yang panjang dan Singkat. Obat ini khusus
digunakan terhadap mabuk jalan dan mulai kerjanya cepat, yaitu sampai jam dan
berlangsung cukup lama.
Dosis : dewasa 1 tablet.

Oksomemazin : Doxergan, Toplexil (Specia)


Adalah suatu persenyawaan fenothiazin dengan khasiat antihistaminikum yang sangat kuat,
tetapi toksisitasnya rendah. Penggunaan dan efek sampingannya sama seperti antihistaminika
lain dari golongan fenothiazin.
Dosis : 10 40 mg seharinya

Promethazin : Phenergan (Rhodia)


Persenyawaan fenothiazin ini adalah antihistaminikum yang kuat dan memiliki kegiatan yang
lama (16 jam). Memiliki kegiatan potensiasi untuk zat-zat penghalang rasa nyeri (analgetika)
dan zat-zat pereda (sedativa).
Berhubung sifat menidurkannya yang kuat maka sebaiknya diberikan pada malam hari.
Dosis : oral 3 kali sehari 25 50 mg; parenteral 25 mg lazimnya sampai 1 mg per Kg berat
badan.
promethazin-8-klorotheofilinat (Avomin)
adalah turunan dari promethazin yang memiliki khasiat dan penggunaan yang sama dengan
dimenhidrinat, tetapi tanpa efek menidurkan.

Thiazinamium : Multergan (Specia)


Disamping khasiatnya sebagai antihistaminikum juga memiliki khasiat antikolinergik yang
kuat, sehingga banyak dugunakan pada asma bronchiale dengan sekresi yang berlebihan.

Siproheptadin : Periactin (Specia)


Persenyawaan piperidin ini adalah suatu antihistaminikum dengan khasiat antikolinergik
lemah dan merupakan satu-satunya zat penambah nafsu makan tanpa khasiat hormonal.
Zat ini merupakan antagonis serotonin seperti zat dengan rumus pizotifen (Sandomigran),
sehingga dianjurkan sebagai obat interval pada migrain.
Efek sampingannya : perasaan mengantuk, pusing-pusing, mual dan mulut kering. Tidak
boleh diberikan pada penderita glaucoma, retensi urine dan pada wanita hamil.

Mebhidrolin : Incidal (Bayer)


Mengandung 50 mg zat aktif, yakni suatu antihistaminikum yang praktis tidak memiliki sifat-
sifat menidurkan.
Dosis : rata-rata 100 300 mg seharinya
b. Antagonis Reseptor Histamin H2
Reseptor histamin H2 ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah meningkatkan
sekresi asam lambung. Dengan demikian antagonis reseptor H2 (antihistamin H2) dapat
digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung, serta dapat pula dimanfaatkan untuk
menangani peptic ulcer dan penyakit refluks gastroesofagus. Contoh obatnya
adalah simetidina, famotidina, ranitidina, nizatidina, roxatidina, danlafutidina.

c. Antagonis Reseptor Histamin H3


Antagonis H3 memiliki khasiat sebagai stimulan dan memperkuat kemampuan
kognitif. Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobati penyakit Alzheimer's, dan
schizophrenia. Contoh obatnya adalah ciproxifan, dan clobenpropit.

d. Antagonis Reseptor Histamin H4


Memiliki khasiat imunomodulator, sedang diteliti khasiatnya sebagai antiinflamasi
dan analgesik. Contohnya adalah tioperamida. Beberapa obat lainnya juga memiliki khasiat
antihistamin. Contohnya adalah obat antidepresan trisiklik dan antipsikotik. Prometazina
adalah obat yang awalnya ditujukan sebagai antipsikotik, namun kini digunakan sebagai
antihistamin.
(http://konsultasiobat.wordpress.com/)

2.9. Indikasi
Antihistamin generasi pertama di-approve untuk mengatasi hipersensitifitas, reaksi
tipe I yang mencakup rhinitis alergi musiman atau tahunan, rhinitis vasomotor, alergi
konjunktivitas, dan urtikaria. Agen ini juga bisa digunakan sebagai terapi anafilaksis adjuvan.
Difenhidramin, hidroksizin, dan prometazin memiliki indikasi lain disamping untuk reaksi
alergi. Difenhidramin digunakan sebagai antitusif, sleep aid, anti-parkinsonism atau motion
sickness. Hidroksizin bisa digunakan sebagai pre-medikasi atau sesudah anestesi umum,
analgesik adjuvan pada pre-operasi atau prepartum, dan sebagai anti-emetik. Prometazin
digunakan untuk motion sickness, pre- dan postoperative atau obstetric sedation.
(http://agungrakhmawan.wordpress.com/anti-histamin/)

2.10. Kontraindikasi
Antihistamin generasi pertama: hipersensitif terhadap antihistamin khusus atau terkait
secara struktural, bayi baru lahir atau premature, ibu menyusui, narrow-angle
glaucoma, stenosing peptic ulcer, hipertropi prostat simptomatik, bladder neck obstruction,
penyumbatan pyloroduodenal, gejala saluran napas atas (termasuk asma), pasien yang
menggunakan monoamine oxidase inhibitor (MAOI), dan pasien tua.
Antihistamin generasi kedua dan ketiga : hipersensitif terhadap antihistamin khusus
atau terkait secara struktural.
2.11. Kontra Indikasi Dan Interaksi Obat
Dermatitis kontak alergi dapat terjadi pada pemakaian antihistamin H-1 secara topical
golongan ethylene diamine pada penderita yang telah mendapat obat lain yang mempunyai
struktur yang mirip( aminophiline).
Efek sedasi akan meningkat bila antihistsmine H1 diberikan bersama dengan obat
antidepresan obat anti alcohol.
Golongan phenothiazine dapat menghambat efek vasopressor dari epinephrine.
Efek anti kolinergik dari antihistamine akan menjadi lebih berat dan lebih lama di berikan
bersama obat inhibitor monoamine (procarbazine, furazolidone, isocarboxazid).
Golongan piperazine pada binatang percobaan dapat menimbulkan efekteratogenik.
BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Antihistamin (antagonis histamin) adalah zat yang mampu mencegah penglepasan
atau kerja histamin. Istilah antihistamin dapat digunakan untuk menjelaskan antagonis
histamin yang mana pun, namun seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk kepada
antihistamin klasik yang bekerja pada reseptor histamin H1.
Antihistamin ini biasanya digunakan untuk mengobati reaksi alergi, yang disebabkan
oleh tanggapan berlebihan tubuh terhadap alergen (penyebab alergi), seperti serbuk sari
tanaman. Reaksi alergi ini menunjukkan penglepasan histamin dalam jumlah signifikan di
tubuh.

3.2. SARAN
Kita harus lebih mampu belajar dalam kehidupan keperawatan yang luas, agar kita
mendapatkan wawasan yang luas, pada dasarnya kita harus ditengah-tengah masyarakat, oleh
karena itu jangan lupa masalah yang timbul dalam keperawatan kita sebagai bahan untuk
mengasah kita untuk memecahakan suatu masalah, dan kita harus bisa menyelesaikan
masalah itu dengan sesegera mungkin.

DAFTAR PUSTAKA

Tan, Hoan Tjai. Obat-obat Penting. 2007.Jakarta: PT. Gramedia


Sukandar, Elin Yulinah, ISO Farmakoterapi. 2008. Jakarta: PT. ISFI
Brooks, Geo F. Butel, Janet S. Morse, Stephen A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran Edisi
21. Jakarta: Salemba Medika.
Anang Endaryanto, Ariyanto Harsono, Prospek Probiotik dalam pencegahan alergi
melalui induksi aktif toleransi imunologis: Divisi Alergi Imunologi: Bagian/SMF
Ilmu Kesehatan Anak FK-Unair/RSU Dr.Soetomo Surabaya

Vous aimerez peut-être aussi