Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
1. Pendahuluan
Zat warna alam dan pigmen sudah sering digunakan selama ribuan tahun lalu,
hingga pertengahan abad ke-19. Hasil penemuan pertama zat warna sintetik
merubah keadaan dan menggantikan hampir keseluruhan penggunaan zat warna
alam. Bagaiman pun, di beberapa daerah atau daerah tertentu perdagangan zat
warna alam masih tetap bertahan.
Keberhasilan zat warna sintetik telah ditunjukan setelah diperkenalkan pada abad ke-
19. Kenyataannya, zat warna sintetik lebih banyak memberikan keuntungan, warna
yang brilian, variasi warna yang lebih banyak dan kedalaman warna yang lebih baik,
tidak membutuhkan lahan pertanian, memiliki tahan luntur yang baik, dapat
digunakkan berulang kali, fitur standarisasinya lebih baik, lebih mudah digunakan,
dan digunakkan dalam sekala besar.
Namun, keadaan berubah. Beberapa alasan baru mengenai mengapa zat warna
alam diminati yang dibagi dalam 4 kategori yaitu, inovasi, ekonomi, alasan pribadi dan
etika. Alasan dalam kategori inovasi dan ekonomi adalah faktor yang paling penting
dalam keputusan perusahaan. Riset pasar, peraturan pemerintah, dan analisa biaya
merupakan hal yang penting dalam pengambilan keputusan dalam proses industri.
Dasar pengetahuan konsumen didasarkan atas baik buruknya sebuah produk dan
penilaian yang baik dari tren masa depan dapat menyebabkan kesuksesan dalam
bidang ekonomi, perusahaan dapat bertahan atau dalam hal penelitian yang tidak
menguntungkan namun diikuti dengan meluasnya tekanan ekonomi.
Keberhasilan dari pengenalan produk baru tidak hanya bergantung pada bahan dari
produknya tapi juga sebagian besar bergantung pada strategi pemasaran yang
digunakkan. Berdasarkan atas meningkatnya kesadaran atas kesehatan dan aspek
lingkungan sehingga diperkenalkanlah inovasi baru dari sebuah produk. Menyoroti
kemewahan atau manfaat tambahan dari produk juga berfungsi sebagai kekuatan
pendorong untuk menarik perhatian konsumen.
Dibawah ini merupakan tabel dari alasan penggunaan pencelupan menggunakan zat
warna alam: masing-masing alasan memiliki ketertarikan khusus terhadap
pencelupan menggunakan zat warna alam dan dikategoridakn dalam 4 kelas
berbeda.
Berdasarkan alasan ekonomi, ada dua sisi yang harus diperhatikan: pada satu sisi,
tingkat yang lebih baik dari harga dan produk dengan keuntungan yang lebih tinggi
dapat meningkatkan keuntungan perusahaan; disisi lain, batas hukum baru dan
peraturan pemerintah atau perubahan permintaan konsumen dapat menaikkan
kebutuhan perusahaan terhadap penanam modal. Salah satu contoh yang kita
ketahui dalam industri tekstil adalah meningkatnya harga minyak. Minyak digunakkan
dua kali: pertama, peralatan pewarna sintetik sangat membutuhkan minyak mentah;
kedua, proses pewarnaan dan proses akhirnya membutuhkan energi yang sangat
banyak. Kedua aspek tersebut berhubungan erat terhadap latar belakang ekonomi
dari produk: dalam hal sumber daya alam dan dalam hal biaya produksi.
Salah satu contoh lainnya berhubungan dengan situasi. Batas hukum baru untuk
batas adanya tembaga dalam air limbah dapat menyembabkan tambahan biaya
karena dalam pendaur ulangannya dapat menghamburkan air, penelitian terhadap
produk cadangan, penggantian bahan kimia, perubahan proses atau dalam kasus
yang jarang terjadi adalah hukuman dalam aspek keuangan oleh pemerintah.
3.1. Air
Industri tekstil merupakan salah satu konsumen terbesar dari air bersih
berkualitas. Air hampir digunakan dalam semua tahap dalam proses
pewarnaan baik secara langsung ataupun secara tidak langsung. Sementara
pada proses sebelumnya, air digunakkan dalam persiapan bak zat warna,
pencucian dan pembilasan berbagai larutan sebelum/setelah proses,
penggunaan air secara tidak langsung mencangkup kebutuhan thermal
seperti pemanasan, pendinginan, pengukusan dan sesekali proses
pengeringan. Umummnya, dalam 1 kg zat warna tekstil membutuhkan 100-
200L air bersih. Peningkatan jumlah pencucian/langkah pembilasan atau
setelah/sebelum proses membutuhkan air yang lebih banyak. Selain zat
warna, mesin pencelupan dan berhubungan pada pengaruh dari teknologi
yang digunakkan dalam proses pencelupan terhadap jumlah total air yang
dibutuhkan. Sementara, proses pencelupan yang menggunakan cara yang
berkelanjutan dapat menggunakan volume air yang lebih kecil (konsentrasi),
untuk cara batch kebutuhan air yang diperlukan naik hingga 40 L per kg.
3.2. Energi
Energi dan konsumsi air pada cara tidak langsung dengan cara langsung
biasanya sama untuk beberapa langkah dari proses. Pemanasan dan
pendinginan dari volume tinggi khususnya dalam bak berdasarkan teknologi
pencelupan. Oleh karena itu untuk mengurangi jumlah volume larutan dalam
bak, dioptimalkan dalam proses pencucian, pembilasan setelah/sebelum
proses dan perlunya pengurangan jumlah pada langkah pengeringan,
walaupun dalam kualitas akhir dari proses pencelupan, berbagai pengaruh
negatifnya harus bisa dihindari.
3.3. Zat warna dan Bahan Kimia (Mordan dan Zat Pembantu)
Dimulai dari zat warna sintetis, sejumlah besar zat warna baru,
pengaplikasian dan substrat yang berbeda, sifat pewarnaan yang berbeda,
telah diciptakan. Dalam beberapa dekade berikutnya dalam beberapa hal
berubah dan memiliki potensi yang beresiko terhadap kesehatan manusia
dan lingkungan. Pada saat ini pengunaan dari pewarnaan ini memiliki
peraturan batas yang sangat ketat dan melarang penggunaan zat warna
berbahaya.
Zat warna pada dasarnya dihasilkan dimulai dari kilang minyak. Tidak ada
zat warna sintetis umum, karena besarnya perbedaan tipe pewarnaan dan
bidang pengaplikasiannya. Oleh karena itu generalisasi dari produksi khusus
untuk zat warna sintetik pilihan, dipertanyakan keberadaannya. Salah satu
contoh tidak akan mencerminkan kenyataannya dan generalisasi hampir
tidak mungkin dapat dilakukan. Selain itu, ada berbagai variasi dalam
teknologi pewarnaan. Konsentrasi rendah diggunakan dalam proses exhaust
dengan rasio larutan yang lumayan tinggi, lebih tinggi dari jumlah bahan kimia
yang digunakkan dan digunakan dalam proses yang berkelanjutan seperti
pewarnaan dengan teknik pad-batch atau pad-steam.
Zat warna dibagi dalam zat warna alam dan pigment berdasarkan
kelarutannya dalam air. Zat warna dilarutkan dalam air, pigmen digunakkan
sebagai material yang tidak dapat dilarutkan dalam air, misalnya dari
pendispersian. Selama pengikatan zat warna berdasarkan ikatan ionik dan
ikatan hidrogen serta gaya Van der Waals, ikatan antara pigmen dalam
substrat tekstil umumnya dapat dicapai dengan bahan pengikat polimer, yang
memperbaiki pigmen pada permukaan serat. Atau sebagai alternatif, pigmen
dapat digunakan secara langsung pada serat sintetik, dan dengan begitu
maka dapat menyatu kedalam struktur serat.
Berdasarkan atas kelarutan dari molekul zat warna terhadap benang, jumlah
zat warna yang dibutuhkan untuk mendapatkan ketuaan warna yang
diinginkan akan sangat bervariasi. Tingkat fiksasi warna pencelupan dari zat
warna dapat dihitung secara kuantitatif berdasarkan konsentrasi zat warna
yang ada dalam bak saat sebelum dan sesudah pencelupan.
Jumlah zat warna yang dibutuhkan bergantung pada substrat warna yang
disesuaikan dengan warna yang diinginkan, jumlah dari zat pembantu dan
mordan yang dibutuhkan dapat disesuaikan. Umumnya, optimasi dari
kebutuhan minimum didasarkan pada berkurangnya biaya produksi dan
memberi keuntungan pada pengurangan pendaurulangan air limbah.
3.4. Mesin
Penggunaan zat warna alam dalam pencelupan bahan tekstil memberikan aspek
lebih lanjut terhadap teknologinya dan kualitas produk berdasarkan cara pengolahan
yang sudah ada, yang harus dipertimbangkan dengan hti-hati. Tantangan yang harus
dihadapi adalan masalah yang berhubungan dengan stabilitas zat warna dan proses
dari pembuatan zat warna itu sendiri, penggunaan proses (dalam proses pencelupan)
dan hasil/ penggunaan konsumen. Pertanyaan mengenai masalah teknis yang telah
ditargetkan dan ketersediaaan strategi penggunaan. Sebenarnya dalam beberapa
kasus masalah yang hampir sama bisa diselesaikan dengan cara yang sama pada
zat warna sintetik. Saat ini, ketersediaan bahan baku mentah, cara penanganan,
sifat produk, dan standarisasi berdasarkan hasil riset.
Zat warna memiliki ribuan sifat yang berbeda, maka sangat sulit untuk
mendapatkan zat warna yang murni. Sebagai persyaratan dasar dari
pencelupan- warna kuning, merah, biru, hijau dan hitam- merupakan
warna lengkap gamut yang diperlukan. Besarnya batas warna yang
dihasilkan dapat diperbesar dengan mencampurkan zat warna, dengan
langkah-lngkah yang berulang.
Ada banyak jenis serat dan substrat yang digunakkan dalam indusrti tekstil.
Didasarkan atas sumbar zat warna (alami maupun sintetik), pentingnya
kesesuaian perpaduan antara zat warna dengan substrat yang digunakkan.
Dari sudut pandang pencelup, kemampuan substrat terhadap suatu zat
warna bervariasi sesuai dengan sifat kandungan yang ada didalamnnya.
Kualitas dari hasil pencelupan dapat diiihat dari uji ketahan luntur. Uji
tahan luntur dan tanda yang dihasilkan merupakan alat penting untuk
mengetahui kualitas dan stabilitas pencelupan. Dalam banyak kasus
ketahanan luntur dipengaruhi oleh jenis substrat dan mordan yang
digunakkan untuk mengfiksasi zat warna. Disamping zat warna itu sendiri
memiliki pengaruh terhadap ketahana lunturnya, seperti substrat, kondisi
proses (air, pelarut, baha kimia, suhu, kelembaban, intensitas caahaya,
dan sumber cahaya) pada sebelum dan sesudah proses. Serta kerja zat
warna dalam benang atau bahan tekstil dan juga jumlah zat warna yang
tetap.
Pada masa lalu zat warna alam dihasilkan dari sektor pertanian. Sampai
akhir abad ke-19, baik hewan maupun tumbuhan diguunakan sebagai
sumber pembuatan zat warna alam. Saat ini zat warrna alam dibuat dari
tanaman. Maka dari itu dilakukan pembudidayaan tanaman penghasil
zat warna alam trdisional.
Cara pengolahan zat warna menjadi salah satu nilai penting dalam
penggunaan zat warna alam. Walaupun pembuatan zat warna alam
dapat dilakukan dirumah sebelum proses pencelupan dapat meberikan
keuntungan. Salah satu cara yang disarankan untuk membuat zat warna
dengan cara dikeringkan dalam tas permiabel standar. Diproduksi dalam
bentuk konsentrat (baik padat maupun cairan) harus dipertimbangkan
dengan hatihati.
Dengan kata lain, hasil pencelupan bergantung dari tanaman yang digunakan
dalam pembuatan zat warna. Standarisasinya dapat dilihat dari kandungan
antosianin (Menunjukkan spektrum tansmisi zat wana dengan pengukuran
nilai k/s menurut teori Kubelka-Munk bedasarkan pantulan warna yang
dihasilkan pada bahan yang telah dicelup) dan flavonoidnya.
Umumnya prosedur pengolahan zat warna alam sama dengan zat warna
sintetis. Tergantung dari jenis dari zat warna alam yang hanya digunakan
pada proses persiapan dalam pencelupan dalam bak yang berbeda,
dibanding pencelupan menggunakan zat warna sintetik.
Karena aspek ekologi dan ekonomi pembuatan zat warna alam pada
pencelupan yang menggunakan bahan tanaman dibatasi oleh air dan
pelarut yang digunakan. Penggunaan air yang sesuai menyebabkan
biaya produksi lebih rendah dan mempermudah pendaurulangan air
limbah setelah proses. Apabila pelarut lain digunakan dan/atau
penambahan bahan kimia, berpengaruh terhadap jumlah bahan tanaman
yang akan terbuang. Hal ini akan menyebabkan meningkatnya biaya
produksi pada proses akhir pembuatan zat warna dari bahan tanaman,
menambah biaya produksi atas pelarut/penggunaan bahan kimia dan
mahalnya prsoses pendaurulangan limbah. Faktor penting yang harus
dipertimbangkan dalam pembuatan zar warna adalah waktu pembuatan
zat warna dan suhu.
Mordan digunakan untuk mengfiksasi warna yang dihasilkan dari zat warna,
meningkatkan sifat tahan luntur atau variasi dalam tampilan warnanya yang
tampilkan.
Salah satu tantangan besar dalam penggunaan zat warna alam adalah
sedikitnya ketersediaan zat warna merah dan biru. Salah satu kemungkinan
yang dapat dilakukkan adalah dengan menambahkan tanin, yang umumnya
digunakan untuk menggeser warna sehingga hasilnya lebih gelap. Namun,
pada penggabungan antosianin warna biru yang berasal dari vilet akan
menjadi merah.
Penggunaan zat warna alam pada pembuatan kerajinan tangan, produksi makanan
dan kosmetik, juga digunakan dalam pewarnaan tekstil dalam skala industri yang
cukup inovatif.
5.1. Pencelupan Hank dari Benang Wool dan Produksi Caps Wool
Benang wol yang dicelup menggunakan air dari ekstrak kulit alder hitam
chamomile dan kulit bawang. Untuk menghasilkan berbagai warna
pewarnaan dengan dan tanpa mordan. Akhirnya menghasilkan 6 warna
pencelupan yang berbeda. Benang bewarna kemudian digunakan oleh
produsen pakaian rajut. Contoh:
Corong dengan benang wol yang dicelup dalam cairan ekstrak chamomile.
Faktor penentu dalam pencelupan benang pada corong adalah
ketidakrataannya pencelupan pada corong.
Kain katun yang telah dicelup dengan chamomlie akan berwarna kuning,
namun ketuaan warna yang dihasilkan dapat dilihat setelah kain kering.
Penambahan mordan pada pencelupan kain katun harus dilakukan dengan
hati-hati, misalnya dosis yang digunakan, akan mirip dengan dosis alkali
dalam pencelupan kapas dengan reaktif panas.
Kapas dan kain linen yang dicelup dengan ektrak kulit bawang merah dan
mordan logam. Zat warna menunjukkan afinitas yang lebih tinggi terhadap
kain linen.
6. Kesimpulan
Zat warna alam telah digunakkan dalam pencelupan tekstil sejak ribuan tahun
lalu,dan masih memiliki potensi untuk mewarnai bahan tekstil. Namun, keberadaan
pewarna tekstil telah berubah dan dalam produksi tekstil moderen bukan hanya pada
aspek warna saja yang penting tetapi juga ketersediaan dalam jumlah besar juga
menjadi aspek yang harus dipertimbangkan. Baru-baru ini, aspek ekologi selain dari
faktor ekonimi menjadi pertimbangan penting konsumen untuk membeli suatu produk.
Zat warna yang berasal dari tanaman dapat diekstraksi dan digunakan dalam
pencelupan tekstil di laboratorium industri. Pada perusahaan tekstil di seluruh dunia
menunjukkan peningkatan ketertarikan terhadap pencelupan menggunakan bahan
alami dan memulai uji coba dengan teknologi sendiri dalam garis produksi.
Walaupun, keputusan akhirnya berada pada konsumen. Dengan tujuan untuk
memenuhi permintaan pasar mengenai produk yang menggunakkan pencelupan
alam- dari sudut pandang sekarang- sektor industri akan siap untuk memasok apa
yang menjadi kebutuhan pasar.