Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
A. Usia Lanjut
1. Pengertian Usia Lanjut
Usia lanjut adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di
mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Umur yang dijadikan
patokan sebagai lanjut usia berbeda-beda, umumnya berkisar antara 60-65
tahun. Adapun menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) mencatat ada 4
tahapan mengenai batasan umur yaitu, usia pertengahan (middle age) usia
antara 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) usia antara 60-74 tahun, lanjut usia tua
(old) usia antara 75-90 tahun, sedangkan usia sangat tua (very old) usia diatas
90 tahun. Sehingga dapat di simpulkan bahwa di sebut lanjut usia adalah
seseorang yang telah berumur 65 tahun keatas (Mubarak, 2006).
Batasan umur lanjut usia di Indonesia adalah 60 tahun keatas, hal ini di
pertegas dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahterahan
lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 (Nugroho, 2008).
2. Proses Menua
Menurut Constantindes dalam Nugroho, (2008) mengatakan bahwa proses
menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaikinya
kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan proses yang terus-menerus
secara alamiah dimulai sejak lahir dan setiap individu tidak sama cepatnya.
Menua bukan status penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan
tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh.
Dengan begitu manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan
terhadap infeksi dan akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan
stuktural yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti, hipertensi,
aterosklerosis, diabetes militus dan kanker yang akan menyebabkan kita
menghadapi akhir hidup dengan episode terminal yang dramatik seperti strok,
infark miokard, koma asidosis, metastasis kanker dan sebagainya (Martono &
Darmojo, 2004).
b. Teori psikologis, teori ini memusatkan perhatian pada perubahan sikap dan
prilaku yang menyertai peningkatan usia, sebagai lawan dari implikasi biologi
pada kerusakan anatomis. Perubahan sosiolgis dikombinasikan dengan
perubahan psikologis.
1). Teori Kepribadian
Kepribadian manusia adalah suatu wilayah pertumbuhan yang subur
dalam tahun-tahun akhir kehidupannya dan telah merangsang penelitian
yang pantas di pertimbangkan. Teori kepribadian menyebutkan aspek-
aspek pertumbuhan psikologis tanpa menggambarkan harapan atau tugas
spesifik lansia.
2) Sistem Persyarafan
Perubahan persyarafan meliputi :
Berat otak yang menurun 10-20% (setiap orang berkurang sel syaraf
otaknya dalam setiap harinya), cepat menurunnya hubungan
persyarapan, lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi khususnya
dengan stress, mengecilnya syaraf panca indra, berkurangnya
penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman dan
perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan ketahanan
terhadap sentuhan, serta kurang sensitive terhadap sentuan.
3) Sistem Pendengaran
Perubahan pada sistem pendengaran meliputi :
Terjadinya presbiakusis (gangguan dalam pendengaran) yaitu gangguan
dalam pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap bunyi suara,
nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kta,
50% terjadi pada umur diatas 65 tahun. Terjadinya otosklerosis akibat
atropi membran timpani. Terjadinya pengumpulan serumen dapat
mengeras karena meningkatnya keratinin. Terjadinya perubahan
penurunan pendengaran pada lansia yang mengalami ketegangan jiwa
atau stress.
4) Sistem Penglihatan
Perubahan pada sistem penglihatan meliputi :
Timbulnya sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih
berbentuk sferis (bola), terjadi kekeruhan pada lensa yang menyebabkan
katarak, meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi
terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat pada cahaya gelap,
hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang pandang, serta
menurunnya daya untuk membedakan warna biru atau hijau. Pada mata
bagian dalam, perubahan yang terjadi adalah ukuran pupil menurun dan
reaksi terhadap cahaya berkurang dan juga terhadap akomodasi, lensa
menguning dan berangsur-angsur menjadi lebih buram mengakibatkan
katarak, sehingga memengaruhi kemampuan untuk menerima dan
membedakan warna-warna. Kadang warna gelap seperti coklat, hitam,
dan marun tampak sama.
7) Sistem Respirasi
Perubahan sistem respirasi meliputi :
Otot pernapasan mengalami kelemahan akibat atropi, aktivitas silia
menurun, paru kehilangan elastisitas, berkurangnya elastisitas bronkus,
oksigen pada arteri menurun, karbon dioksida pada arteri tidak berganti,
reflek dan kemampuan batuk berkurang, sensitivitas terhadap hipoksia
dan hiperkarbia menurun, sering terjadi emfisema senilis, kemampuan
pegas dinding dada dan kekuatan otot pernapasan menurun seiring
pertambahan usia.
8) Sistem Pencernaan
Perubahan pada sistem pecernaan, meliputi :
Kehilangan gigi, penyebab utama periodontal disease yang bisa terjadi
setelah umur 30 tahun, indra pengecap menurun, hilangnya sensitivitas
saraf pengecap terhadap rasa asin, asam dan pahit, esophagus melebar,
rasa lapar nenurun, asam lambung menurun, motilitas dan waktu
pengosongan lambung menurun, peristaltik lemah dan biasanya timbul
konstipasi, fungsi absorpsi melemah, hati semakin mengecil dan tempat
penyimpanan menurun, aliran darah berkurang.
b. Perubahan mental
Faktorfaktor yang mempengaruhi perubahan mental yaitu perubahan fisik
khususnya organ perasa kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan
(hereditas), dan lingkungan. Kenangan (memory) terdiri dari kenangan
jangka panjang (berjamjam sampai berharihari yang lalu mencakup
beberapa perubahan),dan kenangan jangka pendek atau seketika (0-10 menit,
kenangan buruk). I.Q. (Intellegentian Quantion ) tidak berubah dengan
informasi matematika dan perkataan verbal, berkurangnya penampilan,
persepsi dan ketrampilan psikomotor (terjadinya perubahan pada daya
membayangkan karena tekananteanan dari faktor waktu).
Semua organ pada proses menua akan mengalami perubahan struktural dan
fisiologis, begitu juga otak. Perubahan ini disebabkan karena fungsi neuron
di otak secara progresif. Kehilangan fungsi ini akibat menurunnya aliran
darah ke otak, lapisan otak terlihat berkabut dan metabolisme di otak lambat.
Selanjutnya sangat sedikit yang di ketahui tentang pengaruhnya terhadap
perubahan fungsi kognitif pada lanjut usia. Perubahan kognitif yang di alami
lanjut usia adalah demensia, dan delirium.
Untuk lebih dapat memahami faktor resiko jatuh maka harus dimengerti
bahwa stabilitas itu di tentukan atau di bentuk oleh :
1. Sistem sensorik
Pada sistem ini yang berperan di dalamnya adalah penglihatan (visus) dan
pendengaran. Semua gangguan atau perubahan pada mata akan menimbulkan
gangguan penglihatan. Begitu pula semua penyakit telinga akan menimbulkan
gangguan pendengaran. Vertigo tipe perifer sering terjadi pada lansia yang
diduga karpena adanya perubahan fungsi vestibuler akibat proses manua.
Neuropati perifer dan penyakit degeneratif leher akan mengganggu fungsi
proprioseptif. Gangguan sensorik tersebut menyebabkan hampir sepertiga
penderita lansia mengalami sensasi abnormal pada saat dilakukan uji klinik.
3. Kognitif
Pada beberapa penelitian, demensia diasosiasikan dengan meningkatnya resiko
jatuh. Dengan adanya penurunan kemampuan kognitif,maka kewaspadaan,
status mental, dan emosional akan menurun, sehingga akan mempengaruhi
kesadaran, penilaian, gaya berjalan, keseimbangan, dan proses informasi yang
diperlukan untuk berpindah atau mobilisasi secara aman.
Secara singkat faktor resiko jatuh pada lansia di bagi dalam dua
golongan besar menurut Kane dalam Nugroho, (2008) yaitu :
1). Faktor intrinsik (faktor dari dalam)
2). Faktor ekstrinsik (faktor dari luar)
FALLS
Penurunan virus dan (JATUH) Alat-alat bantu berjalan
Pendengaran
2. Lingkungan
Sekitar 70% lansia yang jatuh terjadi di rumah, 10% terjadi di tangga,
dengan kejadian jatuh saat turun tangga lebih banyak di banding saat naik,
yang lainnya terjadi karena tersandung atau menabrak benda-benda
perlengkapan rumah tangga, lantai yang licin atau tidak rata, penerangan
ruang yang kurang.
3. Penyakit akut
Dizziness dan sinkope sering menyebabkan lansia jatuh. Eksaserbasi akut
dari penyakit kronik yang diderita lansia juga sering menyebabkan lansia
jatuh, misalnya sesak nafas akut pada penderita penyakit paru obstruktif
menahun, nyeri dada tiba-tiba pada penderita penyakit jantung iskemik dan
sebagainya.
F. Komplikasi
Jatuh pada lansia menimbulkan komplikasi-komplikasi seperti :
a. Perlukaan (injury)
1). Rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa sobekan atau
tertariknya jaringan otot, robeknya arteri atau vena
2). Patah tulang (fraktur)
(a). Pelvis
(b). Femur (terutama kollum)
(c). Humerus
(d). Lengan bawah
(e). Tungkai bawah
(f). kista
3). Hematom subdural
b. Perawatan rumah sakit
1. Komplikasi akibat tidak dapat bergerak (imobilisasi)
2. Resiko penyakit-penyakit iatrogenic
c. Disabilitas
1. Penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlukaan fisik
2. Penurunan mobilitas akibat jatuh, kehilangan kepercayaan diri, dan
pembatasan gerak
d. Resiko untuk di masukan dalam rumah perawatan (nursing home)
e. Kematian (Kane, 1994).
G. Pencegahan
Usaha pencegahan merupakan langkah yang harus di lakukan karena bila
sudah terjadi komplikasi, meskipun ringan tetap memberatkan.
Ada 3 usaha pokok untuk pencegahan, antara lain :
1. Identifikasi faktor resiko
Pada setiap lansia perlu di lakukan pemeriksaan untuk mencari adanya
faktor intrinsik resiko jatuh, perlu di lakukan assesmen keadaan
sensorik, neurologic, muskuloskeletal, dan penyakit sistemik yang
sering mendasari atau menyebabkan jatuh.
Usia Lanjut
Sistem musculoskeletal
a. Kondisi lantai
b. Kondisi penerangan Resiko terjadinya jatuh
c. Keberadaan tangga pada lansia
d. Penggunaan alat-alat di
rumah
J. Variable penelitian
1. Variable terikat merupakan variable yang di pengaruhi atau menjadi akibat
dari variable bebas. Variable terikat (dependent) pada penelitian ini adalah
resiko terjadinya jatuh pada lansia..