Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
1. Asas manfaat
Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua
pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu
pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya.
Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
2. Asas keadilan
Penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 4 7 UU PK yang
mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku
usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha
dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya
secara seimbang.
3. Asas keseimbangan
Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen,
pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang,
tidak ada pihak yang lebih dilindungi.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Konsumen
1
a. Konsumen Akhir adalah Konsumen yang mengkonsumsi secara
langsung produk yang diperolehnya.
Menurut BPHN (Badan Pembinaan Hukum Nasional) :Pemakai
akhir dari barang, digunakan untuk keperluan diri sendiri atau orang
lain dan tidak diperjualbelikan.
Menurut YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia): Pemakai
Barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, bagi keperluan diri
sendiri atau keluarganya atau orang lain dan tidak untuk
diperdagangkan kembali.
Menurut KUH Perdata Baru Belanda : orang alamiah yang
mengadakan perjanjian tidak bertindak selaku orang yang
menjalankan profesi atau perusahaan.
b. Konsumen Antara adalah konsumen yang memperoleh produk untuk
memproduksi produk lainnya. Contoh: distributor, agen dan pengecer.
2
[2]
3
Setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,
maupun makhluk yang lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Tampaknya definisi ini mengandung kelemahan karena banyak hal
yang tidak tercakup sebagai konsumen, padahal seharusnya ia juga
dilindungi, seperti baan hukum, badan usaha, barang yang tidak
ditawarkan dalam masyarakat dan adanya batasan-batasan yang
samar. Jika sekiranya badan usaha yang memperdagangkan sebuah
produk tidak masuk ke dalam kategori pengertian konsumen rasanya
kurang tepat, karena bagaimananapun badan ini adalah konsumen
antara yang menjembatani antara produsen dengan masyarakat
selaku konsumen akhir. Justru karena itu agar badan usaha tidak
terjebak dari perilaku produsen yang melawan hokum,
seyogianyadimasukkan pula ke dalam lingkup pengertian konsumen,
sehingga mereka juga patut mendapat perlindungan hukum.
Pendapat lain merumuskan, bahwa konsumen adalah setiap
individu atau kelompok yang menjadi pembeli atau pemakai akhir dari
kepemilikan khusus, produk, atau pelayanan dan kegiatan, tanpa
memperhatikan apabila ia berasal dari pedagang, pemasok, produsen
pribadi atau public, atau apakah ia berbuat sendiri ataukah secara
kolektif.
Dalam Islam tampaknya belum di konkretkan secara definitive,
siapakah sebenarnya konsumen itu? Mengutip pendapat M. Abdul
Mannan secara sempit menyinggung bahwa konsumen dalam suatu
masyarakat Islam hanya dituntun secara ketat dengan sederatan
larangan (yakni: makan daging babi, minum minuman keras,
mengenakan pakaian sutera dan cincin emas untuk pria, dan
seterusnya).
Apa yang dikemukakan Mannan di atas jelas bukanlah sebuah
rumusan pengertian dari sebuah difinisi konsumen. Tetapi hanya
menggambarkan secara sederhana mengenai perilaku yang harus
dipatuhi oleh seorang Konsumen Muslim. Oleh karena itu sebagian
gambaran, yang dimaksud Konsumen menurut penulis adalah setiap
orang atau badan pengguna produk, baik berupa barang maupun jasa
dengan berpegang teguh pada ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Bagi Konsumen Muslim dalam mengkonsumsi sebuah produk
bagaimanapun harus yang halal, baik, dan aman. Karena itu disinilah
arti pentingnya produsen melindungi kepentingan konsumen sesuai
dengan ketentuan yang bersumber dari ajaran agama yang mereka
anut tanpa mengabaikan aturan perundangan Negara yang berlaku.
2. Hak dan Kewajiban Konsumen
Pada era globalisasi dan perdagangan bebas dewasa ini, sebagai
dampak kemajuan teknologi dan informasi, memberdayakan konsumen
semakin penting. Untuk pemberdayaan itu di Negara kita telah dibuat
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
Dalam hal ini ada dua pasal yang perlu diperhatikan, yaitu yang
mengatur hak-hak konsumen, disamping kewajiban yang harus
dilakukan.
a. Hak Konsumen (Pasal 4)
Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam
mengonsumsi barang, atau jasa
Hak untuk memilih barang dan jasa serta mendapatkan barang dan
jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar kondisi serta jaminan yang
dijanjikan
Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi
dan jamina barang atau jasa
4
Sedangkan Pasal 3 UU No. 8/ 1999, tentang Tujuan Perlindungan
Konsumen :
5
janji yang diberikan;
Tidak mencantumkan :
tanggal kadaluarsa/jangka waktu penggunaan/ pemanfaatan paling
baik atas barang tertentu;
informasi dan petunjuk penggunaan dalam bahasa indonesia
sesuai dengan ketentuan yang berlaku
Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal sebagaimana
pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label.
Tidak memasang label/membuat penjelasan yang memuat:
Nama barang;
Ukuran, berat/isi bersih, komposisi;
Tanggal pembuatan;
Aturan pakai;
Akibat sampingan;
Nama dan alamat pelaku usaha;
Keterangan penggunaan lain yang menurut ketentuan harus
dipasang atau dibuat
Rusak, cacat atau bekas dan tercemar (terutama sediaan Farmasi dan
Pangan), tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
b. Dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan barang
dan/atau jasa :
Secara tidak benar dan/atau seolah-olah barang tersebut :
Telah memenuhi standar mutu tertentu, potongan harga/harga
khusus, gaya/mode tertentu, sejarah atau guna tertentu.
Dalam keadaan baik/baru, tidak mengandung cacat, berasal dari
daerah tertentu, merupakan kelengkapan dari barang tertentu.
Secara tidak benar dan selah-olah barang dan/atau jasa tersebut :
Telah mendapatkan/memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan
tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesoris tertentu.
Dibuat perusahaan yangmempunyai sponsor, persetujuan/afiliasi.
Telah tersedia bagi konsumen.
Langsung/tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain.
Menggunakan kata-kata berlebihan, secara aman, tidak berbahaya,
tidak mengandung resiko/efek samping tanpa keterangan lengkap.
Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
Dengan harga/tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika
bermaksud tidak dilaksanakan.
Dengan menjanjikan hadiah cuma-cuma, dengan maksud tidak
memberikannya atau memberikan tetapi tidak sesuai dengan janji.
Dengan menjanjikan hadiah barang dan/atau jasa lain, untuk obat-obat
tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan dan jasa pelayanan
kesehatan.
c. Dalam menawarkan barang dan/atau jasa untuk diperdagangkan
dilarang mempromosikan,mengiklankan atau membuat pernyataan
tidak benar atau menyesatkan mengenai :
Harga/tarifdan potongan harga atau hadiah menarik yang
ditawarkan.
Kondisi, tanggungan, jaminan, hak/ganti rugi atas barang dan/atau
jasa.
Kegunaan dan bahaya penggunaan barang dan/aatau jasa.
d. Dalam menawarkan barang dan/atau jasa untuk diperdagangkan
dengan memberikan hadiah dengan cara undian dilarang :
Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu dijanjikan.
Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa.
Memberikan hadiah tidak sesuai janji dan/atau menggantikannya
dengan hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.
e. Dalam menawarkan barang dan/atau jasa, dilarang melakukan cara
pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan kepada
konsumen baik secara fisik maupun psikis.
f. Dalam hal penjualan melalui obral atau lelang, dilarang
menyesatkan dan mengelabui konsumen dengan :
Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah memenuhi
standar mutu tertentu dan tidak mengandung cacat tersembunyi.
Tidak berniat menjual barang yang ditawarkan,melainkan untuk
menjual barang lain.
Tidak menyediaakan barang dan/atau jasa dalam jumlah
tertentu/cukup dengan maksud menjual barang lain.
Menaikkan harga sebelum melakukan obral. 6[6]
a. Prinsip Keadilan
Prinsip ini mengandung arti yang mendasar sekali yang maksudnya,
dalam mencari rezeki seseorang harus dengan cara yang halal dan
tidak dilarang hokum, sebagaimana ditegaskan dalam al-Quran:
168. Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa
yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah
syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata
bagimu.
Kata Halal dimaksudkan bahwa cara perolehannya harus sah secara
hukum, memperhatikan prinsip keadilan, dalam arti tidak menipu dan
merampas hak orang lain, karena apabila tidak, maka harta yang
diperoleh dan dimakan tidak lebih dari bangkai yang diharamkan.
b. Prinsip Kebersihan
Kata bersih disini dimaksudkan dalam arti lahir (fisik). Factor
kebersihan memang sangat di utamakan dalam ajaran Islam.
Sedemikian pentingnya, sampai-sampai kita di ingatkan bahwa
memperhatikan kebersihan itu merupakan cermin kualitas keimanan
seorang hamba. Oleh karena itu arahan al-Quran dan Sunnah yang
berkaitan dengan makanan, hendaknya makanan itu harus yang baik
dan layak untuk dimakan, tidak kotor ataupun menjijikkan sehingga
merusak selera. Secara tegas Nabi saw menyatakan bahwa kebersihan
dalam segala hal adalah sebagian dari iman. Selain itu Rasullah saw
mengatakan makanan diberkahi jika kita mencuci tangan sebelum
dan sudah memakannya (HR. Tirmizi). Namun demikian sisi lain yang
perlu disadari bahwa memelihara kebersihan merupakan sebuah
keniscayaan sebagai prakondisi yang harus diciptakan menuju tubuh
yang sehat yang sangat dianjurkan dalam ilmu medis.
c. Prinsip kesederhanaan
Menekankan agar dalam mengkonsumsi makanan dan minuman tidak
berlebih-lebihan, sesuai dengan firman-Nya:
e. Prinsip moralitas
Berakhlak dalam Islam tidak hanya di alamatkan pada sesama
manusia, tetapi juga kepada diri sendiri, lingkungan (alam) sekitar, dan
bahkan terhadap Tuhan sekalipun.
Bagi para pelaku bisnis yang berpegang teguh pada prinsip
moralitas merupakan prakondisi ketaatan mereka pada hukum yang
berlaku. Sebagai konsekuensinya, mereka akan selalu melisendungi
segala hak konsumen sebagai bagian dari ajaran hukum apapun
secara universal.
6. Gerakan Konsumen
Menurut Keraf, salah satu syarat bagi terpenuhi dan terjaminnya hak-
hak konsumen adalah perlunya pasar dibuka dan dibebaskan bagi
semua pelaku ekonomi, termasuk produsen dan konsumen.
7
Muasalnya adalah tulisan Prita dalam e-mail pribadi kepada rekan-
rekannya yang berisi keluhan terhadap pelayanan RS yang berlokasi di
Serpong, Tangerang tersebut. Prita awalnya memeriksakan diri pada 7
Agustus 2008 dengan keluhan panas tinggi dan sakit kepala. Ia
ditangani dr. Hengky dan dr. Indah, diagnosanya adalah Demam
Berdarah (DB) dan disarankan rawat-inap. Semasa rawat inap, Prita
merasakan berbagai kejanggalan seperti terus diberikan berbagai
suntikan tanpa penjelasan apa pun. Bahkan, tangan, leher dan daerah
sekitar mata mengalami pembengkakan. Ketika Prita memutuskan
untuk pindah rumah sakit, ia kesulitan mendapatkan data medis
dirinya. Yang dipermasalahkannya adalah mengapa diagnosa awal
27.000 trombosit bisa berubah mendadak menjadi 181.000 trombosit.
Prita mempertanyakan perbedaan yang signifikan itu.
Analisis kasus :
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka kami menyimpulkan
bahwa hingga saat ini perlindungan konsumen masih menjadi hal yang
8
harus diperhatikan. Konsumen sering kali dirugikan dengan
pelanggaran-pelanggaran oleh produsen atau penjual. Pelanggaran-
pelanggaran yang terjadi saat ini bukan hanya pelanggaran dalam
skala kecil, namun sudah tergolong kedalam skala besar. Dalam hal ini
seharusnya pemerintah lebih siap dalam mengambil tindakan.
Pemerintah harus segera menangani masalah ini sebelum akhirnya
semua konsumen harus menanggung kerugian yang lebih berat akibat
efek samping dari tidak adanya perlindungan konsumen atau jaminan
terhadap konsumen.