Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
1.Pendahuluan
Sesuai tema Kongres Kebudayaan Indonesia 2013 ini, Kebudayaan untuk Ke-
indonesia-an, kiranya kita sepakat bahwa dalam era yang sarat dengan kemajuan iptek
dan komunikasi yang pesat ini, Bangsa Indonesia harus maju sehingga mampu setara
dengan bangsa lain. Namun untuk mencapainya, tidaklah berarti bahwa bangsa
Indonesia yang unik sebagai bangsa merdeka yang multietnis dan multikultural ini akan
dibiarkan meninggalkan tradisi, nilai-nilai dan norma-norma budaya mereka yang telah
diajarkan oleh para leluhurnya. Bangsa Indonesia harus maju dan bersatu sebagai
bangsa yang kuat tanpa kehilangan ciri ke-Indonesia-an mereka.
Berkenaan dengan itu, maka tugas dari Pemerintah Indonesia adalah mengelola
kebudayaan dengan tujuan menjaga agar kemajuan peradaban di era globalisasi ini
tidak melunturkan nilai-nilai, norma-norma budaya lama serta kearifan lokalnya, yang
dapat membuat bangsa Indonesia menjadi lemah karena kehilangan jatidiri dan
budayanya. Selain itu, Indonesia juga harus mampu mengukir dan berperan aktif dalam
mengukir peradaban dunia.
1
Makalah dipresentasikan pada Kongres Kebudayaan Indonesia 2013, dengan tema Kebudayaan untuk
Keindonesiaan, diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemdikbud pada tanggal 8-11
Oktober 2013, Penulis adalah Gurubesar Antropologi FISIP-UI dan saat ini menjabat sebagai Anggota
Dewan Pertimbangan Presiden bidang Pendidikan dan Kebudayaan.
2. Bangsa Indonesia: sebagai Sukubangsa dan Bangsa
Sebagian dari nilai budaya nasional diadopsi dari nilai-nilai budaya etnis, seperti
nilai ketuhanan, kemanusiaan, nilai kebersamaan dan persatuan sebagai unsur
membangun kekuatan masyarakat, yang tercermin dalam berbagai pepatah, pantun
dan dekorasi, yang mengutamakan musyawarah untuk mencapai mufakat, kerjasama
(gotong-royong), keadilan, ketangguhan, dan kemartabatan tinggi4.
Dalam perjalanan waktu, berkembang pula inovasi dan kreativitas dari bangsa
Indonesia untuk menghasilkan corak-corak budaya baru yang mengadopsi nilai-nilai
budaya etnis dan berbagai unsur budaya yang dihasilkan oleh proses akulturasi, yang
terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hasil inovasi dan kreativitas ini
merupakan unsur-unsur kebudayaan Indonesia yang sebagiannya patut dibanggakan
Mitologi mereka sering diperkaya oleh unsur-unsur gaib yang diyakini atau hingga kini dibanggakan,
misalnya tentang turunnya tokoh pembawa kebudayaan yang menjelma ke dunia untuk mengajarkan
kebudayaan, etika dan adat-istiadat kepada leluhur mereka. Cerita suci tentu tidak dapat diterima secara
harfiah, misalnya tentang tokoh yang turun dari langit untuk mengajarkan peradaban yang lebih maju.
Namun secara tidak langsung, mitologi dan juga folklor, sering berkaitan dengan pembentukan struktur
sosial, pelapisan sosial, organisasi sosial dan sistem kekerabatan dari sukubangsa yang bersangkutan.
Sebagian dari berbagai nilai dan norma budaya etnis dibawa oleh para warga etnis sampai akhir
hayatnya, terutama unsur-unsur budaya yang diyakini, dibanggakan dan dihargai secara mendalam.
Contoh-contoh dapat dikemukakan di sini tentang nilai-nilai dan norma-norma budaya yang bisa
menjadi pendorong semangat untuk maju, misalnya sekali layar terkembang, pantang surut kembali ke
tepian (pepatah Bugis yang mengajarkan ketangguhan), maju terus, pantang mundur (dorongan
semangat untuk melawan Belanda si penjajah), patah tumbuh, hilang berganti (dorongan untuk tidak
kehilangan semangat untuk maju terus).
dan memperkaya unsur-unsur budaya yang sudah ada, baik yang bersifat takbenda
(intangible) maupun benda (tangible).
3. Pengelolaan Kebudayaan
Jika pendidikan kita dapat mengemas pesan UUD 1945 itu dengan baik, maka
diharapkan tidak akan terus-menerus terjadi adanya sifat bangsa Indonesia yang masih
merasa rendah diri (minder) kepada bangsa asing dan mudah terpukau kepada unsur
asing, seakan-akan kemajuan atau modernisasi harus berwujud sebagai westernisasi.
Bangsa kita, khususnya para pengelola pemerintahan, tidak boleh lagi menari di atas
gendang orang lain, terpukau untuk meniru bangsa asing. Karena itu di era
kemerdekaan dan kemajuan saat ini, seharusnya kita tidak lagi termakan suasana
feodalisme yang menempatkan bangsa kita kembali sebagaimana di era penjajahan
kita menjadi bangsa inlander.
Dalam kaitan ini pula, dalam membangun kebudayaan daerah dan kebudayaan
nasional, Pemerintah, khususnya yang menjadi pengelola kebudayaan, harus
bertumpu pada kekuatan budaya bangsa kita sendiri. Hal ini termasuk menghargai dan
mendayagunakan kearifan lokal, sebagai titik-tolak maju ke masa depan. Pemerintah
harus mendorong kesadaran warga bangsa Indonesia untuk menjaga agar ciri ke-
Indonesia-an tetap mewarnai kemajuan negara dan bangsa.
Kita berada dalam era Otonomi Daerah. Ada cara-cara tertentu untuk memilih
kepala daerah dibandingkan dengan sebelum Era Reformasi. Ada sekitar 500-an
Kepala Daerah dan jajarannya, dengan pola rekrutmen birokrasi yang tidak selalu sama
dengan di masa lalu. Dalam kaitan itu diharapkan kemampuan para pengelola
pemerintahan, khususnya Kepala Daerah dan jajarannya yang mengelola kebudayaan,
untuk selalu meningkatkan kemampuan mereka untuk belajar memahami arti
kebudayaan itu sendiri, serta menguasai dengan baik berbagai aset sosial-budaya yang
terdapat di daerahnya sendiri maupun aset-aset sosial-budaya nasional yang
kebetulan terdapat di daerahnya. Tentu mereka juga harus memupuk perasaan
kebanggaan dan rasa cinta kepada aset-aset sosial-budaya dan alam di daerah yang
dipimpinnya.
Aset-aset budaya milik bangsa Indonesia dari ratusan sukubangsa itu tersebar
di seluruh wilayah Indonesia. Pemeliharaan dan perlindungannya berada di tangan
pemerintah, ada yang di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Aset-aset itu dapat
didayagunakan untuk kepentingan nasional, misalnya untuk mengangkat citra
Indonesia di mata dunia melalui warisan budayanya yang unggul, dan sebagai wisata
ekobudaya yang menjadi kekuatan pariwisata nasional.
Pengetahuan ini sudah diwariskan turun-temurun dan berdayaguna sebagai penyelamatan terhadap
bencana tsunami. Tak kenal maka tak sayang. Karena belum dipahami dengan baik, Pemerintah belum
cukup mensosialisasikan dan mendayagunakan kearifan lokal ini ke wilayah yang lebih luas, sehingga
lebih banyak dana dikelujarkan untuk alat deteksi tsunawi dari TEWS yang tidak murah.
Kearifan lain yang terdapat pada berbagai sukubangsa di kawasan rawan gempa antara lain di
Bengkulu, Kampung Naga di Jawa Barat, dan NTT, konstruksi rumah adat yang tahan gempa dengan
mengikuti pola rumah-rumah adat yang tidak hancur akibat gempa menunjukkan kearifan lokal leluhur
mereka. Hal ini mendorong Akademi Teknik Mesin Industri untuk mempelajari dan membangun rumah
sesuai konstruksi rumah-rumah adat tersebut.
Dalam budaya Toraja, rumah adat (tongkonan) di kampungnya, sawah, serta liang (kuburan di dalam
batu padas) merupakan satu unit budaya (upacara kematian dan penguburan) dalam satu ekologi yang
khas (sawah dan bukit batu). Keseluruhannya merupakan suatu atraksi wisata ekobudaya yang patut
dihargai dan menjadi kebanggaan daerah dan nasional. Dalam kenyataan, pemahaman yang kurang
mendalam pada pengelola pemerintahan, khususnya untuk bidang budaya dan pariwisata, telah
menyebabkan pembiaran dari menjamurnya kios-kios cinderawata, pakaian produk lokal maupun produk
dari provinsi lain, tanpa penataan sehingga mengesankan kesemrawutan. Akibatnya, pemahaman
wisatawan mengenai unit budaya antara liang, sawah dan tongkonan menjadi tidak tersampaikan,
tertutup oleh kios-kios cinderamata. Tentu solusinya bukan harus berupa penggusuran kios secara tidak
adil dan merugikan pemilik usaha wisata, namun sebaliknya, memberikan mereka tempat usaha yang
lebih representatif, manusiawi, tidak menghilangkan keasrian pemandangan setempat, dan juga tidak
menyebabkan terdistorsinya pengetahuan wisatawan tentang budaya adat kematian pada orang Toraja.
Di kampung Bena di Flores, tepatnya di Bukit Inerie, terdapat kampung adat berbentuk
perahu. Foklor setempat menceritakan asal kampung itu yang merupakan perahu yang
5. Masih kurangnya kemampuan mengidentifikasi dan mengkaji aset-aset wisata
yang berdaya jual tinggi, sehingga aset-aset itu tak cukup mendapatkan
anggaran, serta upaya penataan, perawatan dan pengelolaan yang baik 9.
6. Masih kurangnya pengadaan museum yang dapat mengangkat keunikan daerah,
kebesaran sejarahnya atau hal-hal lain yang meningkatkan kebanggaan daerah.
Di antaranya juga belum cukupnya terdapat apresiasi terhadap peninggalan
perang yang mengangkat nama negara dan bangsa, serta menimbulkan dapat
kebanggaan bagi penduduk Indonesia, misalnya di Morotai10.
terdampar di Bukit Inerie dari laut. Pada salah satu rumah di ujung kampung, terdapat sebuah
batu yang berukuran hampir 2 meter, yang disebut batu menyeimbang, sebagaimana yang ada
pada perahu phinisi orang Bugis. Dalam kenyataan, hiasan berupa perahu terdapat di dapur
yang gelap, dekorasi di dalam rumah dan di teras rumah. Sebagian lagi ada pada ukiran-ukiran
kayu di dinding-dinding rumah penduduk kampung. Adanya dekorasi dan folklore mengenai
kampung yang dahulu berupa perahu, lengkap dengan batu penyeimbangnya, merupakan hal
yang aneh, mengingat deawas ini, berkendaraan roda empat dari tepi pantai di Ende menuju ke
Kampung Bena makan waktu sekitar 4 jam. Bagaimana asalnya hingga perahu berada di sana?
Salah satu kemngkinan, jika benar, adalah perahu yang terbawa tsunami, mengingat wilayah
NTT rawan gempa. Namun ada versi lain yang mengatakan tentang sejumlah pemukim yang
berasal dari Jawa merantau ke sana. Kebenarannya pelru diteliti lebih lanjut, tetapi bentuk
kampung seperti perahu, dekorasi, dan peninggalan megalitikumyang berdiri tegak di tengah
kampung, merupakan suatu kesatuan ekobudaya yang perlu dikunjungi wisatawan, tidak saja
untuk memperoleh pemandangan yang indah, melainkan juga untuk memperoleh pengetahuan
mengenai kebudayaan megalitikum dan kekhususan kampung adat itu dengan folklornya
tentang perahu terdampar.
Di berbagai kawasan wisata di Indonesia, primadona pariwisata yang paling tepat untuk dijual
adalah pemandangan sawah-ladang, laut, danau, sungai, gunung, tebing, kampung dan
kampung adat serta kehidupan sosial masyarakat, misalnya di pasar. Namun hampir selalu
terjadi salah persepsi pada pengelola pemerintah, masyarakat, juga pada pengusaha/pengelola
wisata sendiri, bahwa wisatawan tertarik untuk melihat pemandangan sambil duduk minum kopi
dan makanan kecil. Sebaliknya, lebih banyak wisatawan dalam dan luar negeri yang menikmati
keindahan alam dari kendaraannya yang tetap berjalan sesuai jadwal perjalanan.
Peristiwa sejarah dapat mengangkat nama negara dan bangsa. Demikian pula halnya peristiwa Perang
Dunia II yang juga menjangkau wilayah NKRI, seperti Morotai. Banyak peninggalan perang di era PD II
yang tersebar di berbagai tempat di sekitar Morotai, namun kondisinya sudah tidak terawat dengan baik.
Dengan adanya Sail Morotai tahun 2012, telah dibangun sebuah museum peninggalan PD II,
namun karena pembangunannya terkesan singkat mengejar acara itu, maka diperlukan pengawasan
terus-menerus agar tidak cepat rusak, dan biaya serta keahlian yang komperehensif untuk
mmembangun dan memeliharanya. Peninggalan sejarah berupa sisa-sisa persenjataan PD II yang ada di
Indonesia Timur, seperti Biak, Morotai, Kabupaten Sarmi, Jayapura, dan beberapa daerah di bagian
selatan Papua. Nampaknya belum cukup tersedia pengetahuan, dokumentasi dan artefak yang dapat
dipagelarkan dalam bangunan museum perang yang khusus dan dijadikan kebanggaan daerah.
Museum merupakan sarana belajar mengenai sejarah masa lalu dan kearifan lokal leluhur. Rumah-
rumah cagar budaya, termasuk rumah milik tokoh nasional, belum menjadi kebanggaan. Di India orang
bisa mengunjungi rumah PM Jawaharlal Nehru dan PM Indira Gandhi, di Pyongyang mengunjungi
rumah Presiden Kim Il Sung, di Argentina mengunjungi rumah Ibu Negara Evita Peron, yang ditata
dengan menonjolkan kekayaan batin dan kuatnya kepribadian mereka, sehingga menjadi sumber
inspirasi bagi generasi muda dan bangsanya, juga bagi wisatawan asing. Peluang seperti itu dari rumah-
rumah para tokoh daerah yang telah berjasa bagi tanah air, cinta dan berjuang bagi rakyatnya, sudah
cukup tersedia namun belum dilaksanakan. Hal ini menunjukkan belum cukupnya perhatian dan
kepedulian pemda umumnya terhadap kebutuhan museum, pembiayaannya, serta pengadaan SDM
pengelolanya dengan segala kebutuhan profesionalnya dan imbalan dananya.
7. Di banyak daerah, masih tampak belum cukupnya upaya dan anggaran serta
keprihatinan terhadap makin berkurangnya aset-aset budaya berupa rumah-
rumah adat yang sejak dahulu menjadi kebanggaan daerah dan nasional11.
8. Masih rendahnya pengadaan dan pengelolaan arboretum dan kebun binatang
karena belum dilihat sebagai aset budaya yang dapat didayagunakan untuk
menumbuhkan perasaan cinta dan bangga anak muda Indonesia terhadap tanah
air dan budaya bangsanya, terutama melalui aspek budaya intangible-nya12.
9. Masih kurang terangkat dan terawatnya aset-aset budaya berupa rumah
tradisional, artefak, candi-candi dan kawasan sekitarnya, bangunan ibadah dan
berbagai peninggalan lain13.
Rumah-rumah adat di berbagai daerah penuh dengan kearifan lokal yang bersifat intangible maupun
tangible, baik dalam bentuk fisiknya, gaya dan teknologi konstruksinya, bahan pembuatannya, simbol dan
maknanya, serta fungsinya sebagai tempat tinggal, tempat pertemuan adat maupun fungsi
komunikasinya dalam kaitan dengan ajaran mengenai pendidikan akhlak dan berperilaku. Dewasa ini
telah makin banyak rumah adat yang mulai rusak, tak ada gantinya karena bahan-bahan sudah tak
tersedia di lingkungan setempat, biaya menjadi sangat mahal dan tukang yang memiliki keahlian
membangun rumah adat yang masih hidup telah semakin berkurang jumlahnya. Namun upaya berupa
rekrutmen SDM pengelola dan penganggarannya belum tampak dirancang secara serius.
Seperti halnya dengan museum, tampak bahwa arboretum dan kebun binatang belum menjadi sarana
untuk membangkitkan kebanggaan terhadap tanah air dan bangsa. Cara pengelolaan arboretum dan
kebun binatang sebagai museum flora dan fauna yang hidup, perlu ditingkatkan untuk mendidik anak
bangsa agar sejak usia muda dapat belajar mencintai kekayaan tanah air. Melalui arboretum dan kebun
binatang, orang Indonesia dapat pula belajar mengenai nilai-nilai budaya tertentu (intangible), seperti
kata pepatah orang Minangkabau, alam takambang jadi guru, yang menyiratkan pesan untuk selalu
belajar dari sifat-sifat alam dan isinya. Siswa sekolah juga bisa mendapatkan bahan ilmu pengetahuan
dari arboretum dan kebun binatang. Disayangkan bahwa arboretum belum banyak jumlahnya, bahkan
untuk para guru pun, istilah ini masih awam. Diketahui pula bahwa banyak kebun binatang gagal
memelihara hewan peliharaannya dengna baik sehingga banyak yang mati, sakit, kurang makan atau
dianiaya, dalam kandang yang kotor dan tak cukup terawat. Pengunjung sedikit karena tidak cukup
informasi dan motivasi untuk mengunjunginya, dan belum paham tentang manfaat kunjungan ke kedua
tempat ini. Pada umumnya pendidikan menyayangi hewan dan anaman masih rendah di kalangan
masyarakat Indonesia.
Berbagai artefak itu yang pada beberapa dasawarsa terdahulu tampak asri, kini telah mulai memudar
dan tertutup kios-kios wisata, tempat hiburan dan rumah makan yang tak tertata rapi dan sebagian
terkesan dibiarkan kumuh, karena kebersihan tidak terjaga baik, dan sebagian tertutup pepohonan.
Pemerintah tidak dapat menyelesaikan semua kekurangan yang ada maupun
kebutuhan pengelolaan budaya oleh dirinya sendiri. Oleh karena itu, pemerintah perlu
membangun kemitraan dengan melibatkan potensi masyarakat untuk memberi tempat
yang signifikan pada aktivitas mereka dalam melaksanakan berbagai kegiatan budaya.
Dalam kaitan ini, terdapat beberapa hal yang dirasakan akan dapat
meningkatkan keberhasilan kemitraan antara Pemerintah dan masyarakat, sbb:
Sebagai contoh, memberi peluang bagi penduduk untuk melakukan upacara petik laut, yang intinya
dilandasi oleh rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas anugerah panen yang diperoleh pada
tahun itu, keselamatan dan konservasi alam (tidak melaut selama tiga hari agar laut dapat menetralisir
limbah BBM perahu motor), serta mengaktifkan hubungan-hubungan sosial dan kedekatan antara
penduduk nelayan yang multikultural untuk dapat menghargai kebersamaan dan menghindari konflik
dalam kegiatan mencari nafkah di laut yang sama.
kesenian rakyat dan dalam bidang pendidikan khususnya untuk pendidikan
karakter bangsa, yang dikemas sebagai cerita rakyat, ungkapan, pantun,
upacara adat, tarian, khususnya mengenai nilai-nilai yang berkaitan dengan
ketuhanan, perikemanusiaan, persatuan, musyawarah mufakat dan keadilan
sosial.
6. Penutup
--0--