Vous êtes sur la page 1sur 5

ARAH PENDIDIKAN ISLAM

PILAR-PILAR PENDIDIKAN
Ada lima pilar pendidikan yang direkomendasikan UNESCO yang dapat digunakan
sebagai prinsip pembelajaran yang bisa diterapkan di dunia pendidikan.
1. Learning to know (belajar mengetahui)
Learning to know bukan sebatas proses belajar dimana pebelajar mengetahui dan
memiliki materi informasi sebanyak-banyaknya, menyimpan dan mengingat, namun juga
kemampuan untuk dapat memahami makna dibalik materi ajar yang telah diterimanya. Dengan
Learning to know, kemampuan menangkap peluang untuk melakukan pendekatan ilmiah
diharapkan bisa berkembang yang tidak hanya melalui logika empirisme semata, tetapi juga
secara transendental, yaitu kemampuan mengaitkannya dengan nilai-nilai spiritual.
Belajar untuk mengetahui (learning to know) dalam prosesnya tidak sekedar
mengetahui apa yang bermakna tetapi juga sekaligus mengetahui apa yang tidak bermanfaat bagi
kehidupannya.
Secara implisit, learning to know bermakna belajar sepanjang hayat (Life long
education). Asas belajar sepanjang hayat bertitik tolak atas keyakinan bahwa proses pendidikan
dapat berlangsung selama manusia hidup, baik didalam maupun diluar sekolah. Sehubungan
dengan asas pendidikan seumur hidup berlangsung seumur hidup, maka peranan subjek manusia
untuk mendidik dan mengembangkan diri sendiri secara wajar merupakan kewajiban kodrati
manusia.
Dengan kebijakan tanpa batas umur dan batas waktu untuk belajar, maka kita
mendorong supaya tiap pribadi sebagai subjek yang bertanggung jawab atas pedidikan diri
sendiri menyadari, bahwa:
1. Proses dan waktu pendidikan berlangsung seumur hidup sejak dalam kandungan
hingga manusia meninggal.
2. Bahwa untuk belajar, tiada batas waktu. Artinya tidak ada kata terlambat atau terlalu
dini untuk belajar.
3. Belajar/ mendidik diri sendiri adalah proses alamiah sebagai bagian integral/ totalitas
kehidupan (Burhannudin Salam, 1997:207).

Menurut Isjoni (2008:47), guru adalah orang yang identik dengan pihak yang memiliki
tugas dan tanggung jawab membentuk karakter generasi bangsa. Di tangan gurulah tunas-tunas
bangsa ini terbentuk sikap dan moralitasnya, sehingga mampu memberikan yang terbaik untuk
anak negeri ini di masa yang akan datang.
Guru memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan kuantitas dan kualitas
pengajaran yang dilaksanakannya. Oleh sebab itu, guru harus memikirkan dan membuat
perencanaan secara saksama dalam meningkatkan kemampuan belajar bagi siswanya, dan
memperbaiki kualitas mengajarnya. Hal ini menuntut perubahan-perubahan dalam
pengorganisasian kelas, penggunaan metode mengajar, strategi belajar-mengajar, maupun sikap
dan karakteristik guru dalam mengelola proses belajar-mengajar.
Guru bisa dikatakan unggul dan profesional bila mampu mengembangkan kompetensi
individunya dan tidak banyak bergantung pada orang lain. Konsep learning to know ini
menyiratkan makna bahwa pendidik harus mampu berperan sebagai berikut:
1. Guru berperan sebagai sumber belajar. Peran ini berkaitan penting dengan
penguasaan materi pembelajaran. Dikatakan guru yang baik apabila ia dapat menguasai materi
pembelajaran dengan baik, sehingga benar-benar berperan sebagi sumber belajar bagi anak
didiknya.
2. Guru sebagai Fasilitator. Guru berperan memberikan pelayanan memudahkan
siswa dalam kegiatan proses pembelajaran.
3. Guru sebagai pengelola. Guru berperan menciptakan iklim blajar yang
memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman. Prinsip-prinsip belajar yang harus
diperhatikan guru dalam pengelolaan pembelajaran, yaitu: (a) sesuatu yang dipelajari siswa,
maka siswa harus mempelajarinya sendiri, (b) setiap siswa yang belajar memiliki kecepatan
masing-masing, (c) siswa akan belajar lebih banyak, apabila setiap selesai melaksanakan tahapan
kegiatan diberikan reinforcement, (d) penguasaan secara penuh, dan (e) siswa yang diberi
tanggung jawab, maka ia akan lebih termotivasi untuk belajar.
4. Guru sebagai demonstrator. Guru berperan untuk menunjukkan kepada siswa segala
sesuatu yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang
disampaikan.
5. Guru sebagai pembimbing. Siswa adalah individu yang unik. Keunikan itu bisa
dilihat dari adanya setiap perbedaan. Perbedaan inilah yang menuntut guru harus berperan
sebagai pembimbing.
6. Guru sebagai mediator. Guru selain dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang
media pendidikan juga harus memiliki keterampilan memilih dan menggunakan media dengan
baik.
7. Guru sebagai Evaluator. Yakni sebagai penilai hasil pembelajaran siswa. Dengan
penilaian tersebut, guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa
terhadap pelajaran, serta ketepatan/ keefektifan metode mengajar (Fakhruddin, 2010:49-61).
Kiat-kiat Agar Menjadi Guru Favorit menurut Fakhruddin (2010:97) yaitu:
1. Sabar
2. Bisa menjadi sahabat
3. Konsisten dan komitmen dalam bersikap
4. Bisa menjadi pendengar dan penengah
5. Visioner dan missioner
6. Rendah hati
7. Menyenangi kegiatan mengajar
8. Memaknai mengajar sebagai pelayanan
9. Bahasa cinta dan kasih sayang
10. Menghargai proses
Contoh learning to know : Setiap pagi berangkat sekolah, disekolah menerima pelajaran-
pelajaran yang baru yang membuat kita semakin mengetahui banyak hal.

2. Learning to do
Learning to do merupakan konsekuensi dari learning to know. Kelemahan model
pendidikan dan pengajaran yang selama ini berjalan adalah mengajarkan omong (baca:teori),
dan kurang menuntun orang untuk berbuat (praktik). Learning to do bukanlah pembelajaran
yang hanya menumbuhkembangkan kemampuan berbuat mekanis dan keterampilan tanpa
pemikiran, tetapi mendorong peserta didik agar terus belajar bagaimana menumbuhkembangkan
kerja, juga bagaimana mengembangkan teori atau konsep.
Pendidikan membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi lebih jauh
untuk terampil berbuat/ mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu yang bermakna
bagi kehidupan. Sasaran dari pilar kedua ini adalah kemampuan kerja generasi muda untuk
mendukung dan memasuki ekonomi industry (Soedijarto, 2010). Dalam masyarakat industri
tuntutan tidak lagi cukup dengan penguasaan keterampilan motorik yang kaku melainkan
kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan seperti controlling, monitoring,
designing, organizing. Peserta didik diajarkan untuk melakukan sesuatu dalam situasi konkrit
yang tidak hanya terbatas pada penguasaan ketrampilan yang mekanitis melainkan juga terampil
dalam berkomunikasi, bekerjasama dengan orang lain, mengelola dan mengatasi suatu konflik.
Melalui pilar kedua ini, dimungkinkan mampu mencetak generasi muda yang intelligent dalam
bekerja dan mempunyai kemampuan untuk berinovasi.
Sekolah sebagai wadah masyarakat belajar hendaknya memfasilitasi siswanya untuk
mengaktualisasikan ketrampilan yang dimiliki, serta bakat dan minatnya agar Learning to do
dapat terealisasi. Secara umum, bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang
untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Sedangkan minat adalah
kecendrungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.
Meskipun bakat dan minat anak dipengaruhi factor keturunan namun tumbuh dan
berkembangnya bakat dan minat juga bergantung pada lingkungan . Lingkungan disini dibagi
menjadi dua yaitu:
a. Lingkungan social. Yang termasuk dalam lingkungan social siswa adalah masyarakat dan
tetangga juga teman-teman sepermainan di sekitar perkampungan siswa tersebut. Lingkungan
social yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orangtua dan keluarga siswa itu
sendiri.
b. Lingkungan nonsosial. Factor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung
sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, dan
keadaan cuaca. Faktor-faktor ini dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa
(Muhibbin Syah, 2004:138).
Sekolah juga berperan penting dalam menyadarkan peserta didik bahwa berbuat
sesuatu begitu penting. Oleh karena itulah peserta didik mesti terlibat aktif dalam menyelesaikan
tugas-tugas sekolah. Tujuannya adalah agar peserta didik terbiasa bertanggung jawab, sehingga
pada akhirnya, peserta didik terlatih untuk memecahkan masalah.
Contoh learning to do: Ketika kita bisa mengetahui bahwa semut akan mendekat ketika ada
gula atau benda-benda yang manis. Kita bisa berkarya untuk menciptakan sesuatu agar semut
tidak memasuki benda-benda yang manis tersebut. Pramuka juga mengajarkan Learning to
do dalam pembelajarannya. Sehinggakegiatan pramuka akan lebih mengena dan langsung
kepada pengaplikasian kegiatannya.
3. Learning to be
Melengkapi learning to know dan learning to do, Robinson Crussoe berpendapat
bahwa manusia itu tidak bisa hidup sendiri tanpa kerja sama atau dengan kata lain manusia
saling tergantung dengan manusia lain. Manusia di era sekarang ini bisa hanyut ditelan waktu
jika tidak berpegag teguh pada jati dirinya. Learning to be akan menuntun peserta didik menjadi
ilmuwan sehingga mampu menggali dan menentukan nilai kehidupannya sendiri dalam hidup
bermasyarakat sebagai hasil belajarnya.
Konsep learning to be perlu dihayati oleh praktisi pendidikan untuk melatih siswa agar
memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Kepercayaan merupakan modal utama bagi siswa untuk
hidup dalam masyarakat. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan bagian dari
proses menjadi diri sendiri (learning to be) (Atika, 2010). Menjadi diri sendiri diartikan sebagai
proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar berperilaku sesuai dengan norma
dan kaidah yang berlaku di masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya
merupakan proses pencapain aktualisasi diri.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pendidikan menurut Djamal (2007:101) yaitu:


a. Motivasi. Yaitu kondisi fisiologi dan psikologis yang terdapat dalam diri seseorang yang
mendorong untuk melakukan aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan/ kebutuhan
b. Sikap. Sikap yaitu suatu kesiapan mental atau emosional dalam berbagai jenis tindakan pada
situasi yang tepat.
c. Minat
d. Kebiasaan belajar. Berbagai hasil penelitian menunjukkan, bahwa hasil belajar mempunyai
kolerasi positif dengan kebiasaan atau study habit. Kebiasan merupakan cara bertindak yang
diperoleh melalui belajar secara berulang-ulang, yang pada akhirnya menjadi menetap dan
bersifat otomatis.
e. Konsep diri. Konsep diri adalah pandangan seseorang tentang dirinya sendiri yang
menyangkut perasaannya, serta bagaimana perilakunya tersebut berpengaruh terhadap orang lain.
4. Learning to live together
Learning to live together ini mengajarkan seseorang untuk hidup bermasyarakat dan
menjadi manusia berpendidikan yang bermanfaat baik bagi diri sendiri dan masyarakatnya
maupun bagi seluruh umat manusia. Kesempatan berinteraksi dengan berbagai individu atau
kelompok individu yang bervariasi akan membentuk kepribadian pebelajar untuk memahami
kemajemukan dan melahirkan sikap-sikap positif dan toleran terhadap keanekaragaman dan
perbedaan hidup.[4]
Kemajuan dunia dalam bidang IPTEK dan ekonomi yang mengubah dunia menjadi
desa global ternyata tidak menghapus konflik antar manusia yang selalu mewarnai sejarah umat
manusia. Di zaman yang semakin kompleks ini, berbagai konflik makin merebak seperti konflik
nasionalis, ras dan konflik antar agama. Apapun penyebabnya, semua konflik itu didasari oleh
ketidakmampuan beberapa individu atau kelompok untuk menerima suatu perbedaan. Pendidikan
dituntut untuk tidak hanya membekali generasi muda untuk menguasai IPTEK dan kemampuan
bekerja serta memecahkan masalah, melainkan kemampuan untuk hidup bersama dengan orang
lain yang berbeda dengan penuh toleransi, dan pengertian.
Dalam kaitan ini adalah tugas pendidikan untuk memberikan pengetahuan dan
kesadaran bahwa hakekat manusia adalah beragam tetapi dalam keragaman tersebut terdapat
persamaan. Itulah sebabnya Learning to live together menjadi pilar belajar yang penting untuk
menanamkan jiwa perdamaian.
Contoh learning to live together : Sebagai seorang yang berpendidikan tentuh kita akan
menghargai karya orang lain atau ketika kita bisa melakukan banyak hal kita tidak sungkan-
sungkan untuk berbagi dengan orang lain.
5. Learning how to learn
Proses belajar tidak boleh berhenti begitu saja meskipun seorang pembelajar telah
menyelesaikan sekolahnya. Manusia hidup pada hakikatnya adalah berhadapan dengan masalah.
Setiap manusia dituntut untuk menyelesaikan masalah. Satu masalah terjawab, seribu masalah
menunggu untuk dijawab. Oleh karena itu, Learning how to learn akan membawa peserta didik
pada kemampuan untuk dapat mengembangkan strategi dan kiat belajar yang lebih independen,
kreatif inovatif, efektif dan efisien, dan penuh percaya diri, karena masyarakat adalah learning
society atau knowledge society. Orang-orang yang mampu menduduki posisi sosial yang tinggi
dan penting adalah mereka yang mampu belajar terus menerus.
Learning how to learn memerlukan model pembelajaran baru, yaitu pergeseran dari
model belajar menghafal menjadi model belajar mencari/meneliti. Asumsi yang digunakan dalam
model belajar menghafal adalah pendidik tahu, peserta didik tidak tahu. Oleh karena itu,
pendidik memberi pelajaran, peserta didik menerima. Hal yang dipentingkan dalam model
belajar menghafal ini adalah penerima pelajaran, menyimpan selama-lamanya, dan
menggunakannya sesuai dengan aslinya serta menurut instruksi yang telah diberikan. Sebaliknya,
pada proses belajar mencari/meneliti, peserta didik sendiri yang mencari dan menemukan
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang dihadapinya, sedag pendidikan dituntut membimbing,
memotivasi, memfasilitasi, memprovokasi, dan menelusuri.

Vous aimerez peut-être aussi