Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Masalah adalah kesenjangan (discrepancy) antara apa yang seharusnya (harapan) dengan apa
yang ada dalam kenyataan sekarang. Kesenjangan tersebut dapat mengacu ke ilmu pengetahuan
dan teknologi, ekonomi, politik, sosial budaya, pendidikan dan lain sebagainya. Penelitian
diharapkan mampu mengantisipasi kesenjangan-kesenjangan tersebut. Masalah yang perlu
dijawab melalui penelitian cukup banyak dan bervariasi misalnya masalah dalam bidang
pendidikan saja dapat dikategorikan menjadi beberapa sudut tinjauan yaitu masalah kualitas,
pemerataan, relevansi dan efisiensi pendidikan (Riyanto, 2001:1) Salah satu jenis penelitian
dalam bidang pendidikan adalah peneltian tindakan, yang dilakukan dengan menerapkan
metode-metode pengajaran ketika proses belajar berlangsung di kelas dengan harapan
meningkatkan prestasi belajar siswa.
Dalam ranah ilmu sosial, Masalah sosial yang didefinisikan Robert K Merton sebagai
ketidaksesuaian yang signifikan dan tidak diinginkan antara standar kebersamaan dan kondisi
nyata. Atau dengan kata lain,Sebuah situasi tak terduga yang tidak sejalan dengan tata nilai
yang dianut sekelompuk orang yang menyetujui bahwa perlu adanya tindakan untuk mengatasi
situasi.
Variabel adalah gejala yang menjadi fokus peneliti untuk diamati. Tentunya banyak pengertian
lain, tapi sepertinya pengertian itu sudah cukup. Merupakan suatu konsep yang bervariasi atau
konsep yang memiliki nilai ganda atau suatu faktor yang jika diukur akan menghasilkan nilai
yang bervariasi. Variabel juga dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang yang atau objek yang
mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lain atau suatu objek dengan objek yang lain.
Paradigma penelitian merupakan kerangka berpikir yang menjelaskan bagaimana cara pandang
peneliti terhadap fakta kehidupan sosial dan perlakuan peneliti terhadap ilmu atau teori.
Paradigma penelitian juga menjelaskan bagaimana peneliti memahami suatu masalah, serta
criteria pengujian sebagai landasan untuk menjawab masalah penelitian[1]. Secara umum,
paradigma penelitian diklasifikasikan dalam 2 kelompok yaitu penelitian kuantitatif dan
penelitian kualitatif (Indiantoro & Supomo, 1999: 12-13). Masing-masing paradigma atau
pendekatan ini mempunyai kelebihan dan juga kelemahan, sehingga untuk menentukan
pendekatan atau paradigma yang akan digunakan dalam melakukan penelitian tergantung pada
beberapa hal di antaranya (1) jika ingin melakukan suatu penelitian yang lebih rinci yang
menekankan pada aspek detail yang kritis dan menggunakan cara studi kasus, maka pendekatan
yang sebaiknya dipakai adalah paradigma kualitatif. Jika penelitian yang dilakukan untuk
mendapat kesimpulan umum dan hasil penelitian didasarkan pada pengujian secara empiris,
maka sebaiknya digunakan paradigma kuantitatif, dan (2) jika penelitian ingin menjawab
pertanyaan yang penerapannya luas dengan obyek penelitian yang banyak, maka paradigma
kuantitaif yang lebih tepat, dan jika penelitian ingin menjawab pertanyaan yang mendalam dan
detail khusus untuk satu obyek penelitian saja, maka pendekatan naturalis lebih baik digunakan.
Hasil penelitian akan memberi kontribusi yang lebih besar jika peneliti dapat menggabungkan
kedua paradigma atau pendekatan tersebut.
Penggabungan paradigma tersebut dikenal istilah triangulation. Penggabungan kedua
pendekatan ini diharapkan dapat memberi nilai tambah atau sinergi tersendiri karena pada
hakikatnya kedua paradigma mempunyai keunggulan-keunggulan.
Setelah peneliti menentukan bidang penelitian (problem area) yang diminatinya, kegiatan
berikutnya adalah menemukan permasalahan (problem finding atau problem generation).
Penemuan permasalahan merupakan salah satu tahap penting dalam penelitian. Situasinya jelas:
bila permasalahan tidak ditemukan, maka penelitian tidak perlu dilakukan. Pentingnya
penemuan permasalahan juga dinyatakkan oleh ungkapan: Berhasilnya perumusan
permasalahan merupakan setengah dari pekerjaan penelitian.
Penemuan permasalahan juga merupakan tes bagi suatu bidang ilmu; seperti diungkapkan
oleh Mario Bunge [2]. dengan pernyataan: Kriteria terbaik untuk menjajagi apakah suatu
disiplin ilmu masih hidup atau tidak adalah dengan memastikan apakah bidang ilmu tersebut
masih mampu menghasilkan permasalahan . . . . Tidak satupun permasalahan akan tercetus dari
bidang ilmu yang sudah mati. Permasalahan yang ditemukan, selanjutnya perlu dirumuskan
ke dalam suatu pernyataan (problem statement). Dengan demikian, pembahasan isi bab ini
akan dibagi menjadi dua bagian: (1) penemuan permasalahan, dan (2) perumusan permasalahan.
Penemuan Permasalahan
Kegiatan penemuan permasalahan, seperti telah disinggung di atas, didukung oleh survai ke
perpustakaan untuk mengenali perkembangan bidang yang diteliti. Pengenalan ini akan menjadi
bahan utama deskripsi latar belakang permasalahan dalam usulan penelitian. Permasalahan
dapat diidentifikasikan sebagai kesenjangan antara fakta dengan harapan, antara tren
perkembangan dengan keinginan pengembangan, antara kenyataan dengan ide. Seperti yang
diungkapkan Sutrisno Hadi sebagai berikut:
Seorang peneliti yang berpengalaman akan mudah menemukan permasalahan dari bidang yang
ditekuninya; dan seringkali peneliti tersebut menemukan permasalahan secara naluriah;
tidak dapat menjelaskan bagaimana cara menemukannya. Cara- cara menemukan
permasalahan ini, telah diamati oleh Buckley dkk. (1976) yang menjelaskan bahwa
penemuan permasalahan dapat dilakukan secara formal maupun informal. Cara formal
melibatkkan prosedur yang menuruti metodologi tertentu, sedangkan cara informal bersifat
subjektif dan tidak rutin. Dengan demikian, cara formal lebih baik kualitasnya dibanding cara
informal. Rincia n cara- cara yang diusulkan Buckley dkk. dalam kelompol formal dan informal
terlihat pada gambar di bawah ini.
PENEMUAN PERMASALAHAN
Formal
Analogi Renovasi
Dialektik Ekstrapolasi
Morfologi Dekomposisi
Agregasi
Informal
Konjektur Fenomenologi
Konsensus Pengalaman
1) Rekomendasi suatu riset. Biasanya, suatu laporan penelitian pada bab terakhir memuat
kesimpulan dan saran. Saran (rekomendasi) umumnya menunjukan kemungkinan penelitian
lanjutan atau penelitian lain yang berkaitan dengan kesimpulan yang dihasilkan. Saran ini dapat
dikaji sebagai arah untuk menemukan permasalahan.
2) Analogi adalah suatu cara penemuan permasalahan dengan cara mengambil
pengetahuan dari bidang ilmu lain dan menerapkannya ke bidang yang diteliti. Dalam hal ini,
dipersyaratkan bahwa kedua bidang tersebut haruslah sesuai dalam tiap hal-hal yang penting.
Contoh permasalahan yang ditemukan dengan cara analogi ini, misalnya: apakah Proses
perancangan perangkat lunak komputer dapat diterapkan pada proses perancangan arsitektural
(seperti diketahui perencanaan perusahaan dan perencanaan arsitektural mempunyai kesamaan
dalam hal sifat pembuatan keputusannya yang Judgmental).
3) Renovasi. Cara renovasi dapat dipakai untuk mengganti komponen yang tidak cocok lagi
dari suatu teori. Tujuan cara ini adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kemantapan suatu
teori. Misal suatu teori menyatakan ada korelasi yang signifikan antara arah pengembangan
bangunan rumah tipe tertentu dalam perumahan sub inti dengan tipe bangunan rumah asal
penghuninya dapat direnovasi menjadi permasalahan seberapa korelasi antara arah
pengembangan bangunan rumah tipe tertentu dalam perumahan sub inti dengan tipe bangunan
rumah asal penghuninya dengan tingkat pendidikan penghuni yang berbeda. Dalam contoh di
atas, kondisi yang umum diganti dengan kondisi tingkat pendidikan yang berbeda.
4) Dialektik, dalam hal ini, berarti tandingan atau sanggahan. Dengan cara dialektik, peneliti
dapat mengusulkan untuk menghasilkan suatu teori yang merupakan tandingan atau sanggahan
terhadap teori yang sudah ada.
5) Ekstrapolasi adalah cara untuk menemukan permasalahan dengan membuat tren (trend)
suatu teori atau tren permasalahan yang dihadapi.
8) Agregasi merupakan kebalikan dari dekomposisi. Dengan cara agregasi, peneliti dapat
mengambil hasil- hasil peneliti atau teori dari beberapa bidang (beberapa penelitian) dan
mengumpulkannya untuk membentuk suatu permasalah yang lebih rumit, kompleks.
Cara- cara informal (subyektif) dalam rangka menemukan permasalahan dapat dilakukan
dengan alternatif-alternatif berikut ini:
1) Konjektur
(naluriah). Seringkali permasalahan dapat ditemukan secara konjektur. (naluriah), tanpa dasar-
dasar yang jelas. Bila kemudian, dasar- dasar atau latar belakang permasalahan dapat dijelaskan,
maka penelitian dapat diteruskan secara alamiah. Perlu dimengerti bahwa naluri
merupakan fakta apresiasi individu terhadap lingkungannya. Naluri, menurut Buckley, dkk.,
(1976, 19)[6], merupakan alat yang berguna dalam proses penemuan permasalahan.
2) Fenomenologi. Banyak permasalahan baru dapat ditemukan berkaitan dengan fenomena
(kejadian, perkembangan) yang dapat diamati. Misal: fenomena pemakaian komputer sebagai
alat bantu analisis dapat dikaitkan untuk mencetuskan permasalahan misal: seperti apakah pola
dasar pendaya gunaan komputer dalam proses perancangan arsitektural.
Perumusan Permasalahan
Sering dijumpai usulan penelitian yang memuat latar belakang permasalahan secara
panjang lebar tetapi tidak diakhiri (atau disusul) oleh rumusan (pernyataan) permasalahan.
Pernyataan permasalahan sebenarnya merupakan kesimpulan dari uraian latar belakang
tersebut. Castetter dan Heisler [7], menerangkan bahwa pernyataan permasalahan
merupakan ungkapan yang jelas tentang hal- hal yang akan dilakukan peneliti. Cara terbaik
unutk mengungkapkan pernyataan tersebut adalah dengan pernyataan yang sederhana dan
langsung, tidak berbelit-belit. Pernyataan permasalahan dari suatu penelitian merupakan
jantung penelitian dan berfungsi sebagai pengarah bagi semua upaya dalam kegiatan penelitian
tersebut. Pernyataan permasalahan yang jelas (tajam) akan sanggup memberi arah
(gambaran) tentang macam data yang diperlukan, cara pengolahannya yang cocok, dan
memberi batas lingkup tertentu pada temuan yang dihasilkan.
Contoh ungkapan permasalahan yang jelas, tajam, diberikan oleh Sumiarto (1985) yang meneliti
dalam bidang perumahan pedesaan. Permasalahan yang dikemukakannya, sebagai berikut:
Secara lebih spesifik dapat dikemukakan beberapa (sub) permasalahan sebagai berikut:
(a). Apakah setelah menerima bantuan P3D, kondisi mereka akan menjadi
lebih baik, dalam arti adanya peningkatan dalam cara bermukim yang lebih baik serta lebih
sehat?
(b). Apakah bantuan yang diberikan oleh P3D telah memberikan hasil sesuai seperti yang
diharapkan, yaitu penerima bantuan telah memberikan respon yang positif yang berupa
tenaga, material, bahkan finansial, sehingga lebih dari apa yang diberikan oleh P3D.
(c). Lebih jauh lagi, apakah P3D telah mampu membangkitkan efek berlipat ganda (multiplier
effect), sehingga masyarakat yang tidak meneriman bantuan P3D terangsang secara
swadata menyelenggarakan sendiri peningkatan kondisi rumah dan lingkungannya?[8]
Contoh pernyataan permasalahan di atas mengambil bentuk satu pernyataan disusul oleh
beberapa pertanyaan. Castette dan Heisler [9] menjelaskan bahwa secara keseluruhan ada 5
macam bentuk pernyataan permasalahan, yaitu:
(2) bentuk satu pertanyaan umum disusul oleh beberapa pertanyaan yang
spesifik;
Bentuk Hipotesis nampaknya jarang dipakai lagi pula, biasanya perletakan hipotesis dalam
laporan atau usulan penelitian tidak me nempati posisi yang biasa ditempati oleh pernyataan
permasalahan. Hal yang lain, bentuk pertanyaan seringkali dapat diujudkan (diubah) pula sebagai
bentuk pernyataan. Dengan demikian, secara umum, hanya ada dua bentuk pernyataan
permasalahan:
(a) Pertanyaan:
Seberapa pengaruh tingkat penghasilan pada perubahan fisik rumah perumahan KPR?
Faktor-faktor apa saja dan seberapa besar pengaruh masing- masing faktor pada persepsi
penghuni terhadap desain rumah sub inti?
Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa pengaruh tingkat penghasilan
pada perubahan fisik rumah perumahan KPR.
Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor- faktor apa saja dan seberapa
besar pengaruh masing- masing faktor pad persepsi terhadap desain rumah sub inti.
2.) Bentuk satu pertanyaan atau pernyataan umum disusul oleh beberapa pertanyaan atau
pernyataan yang spesifik (Catatan: kebanyakan permasalahan terlalu besar atau kompleks
sehingga perlu dirinci), Misal:
Permasalahan umum: Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi hasil desain seorang arsitek dan
seberapa pengaruh tiap- tiap faktor? Lebih spesifik lagi, permasalahan
(a) Apakah sekian faktor yang mempengaruhi hasil desain seorang arsitek secara umum di
Amerika Serikat terjadi pula di Indonesia?
(b) Seberapa besar pengaruh faktor- faktor tersebut mempengaruhi hasil desain arstiek di
Indonesia?
Sumber: Sri Hadiati Prayitno dan Wahjono Sosromidjojo, 1988, Tes Sitotoksitas
Bahan Kalsium Hidrosida dengan menggunakan Kultur sel Fibroblast Embrio Ayam
Kampung (Gallus Domesticus) in vitro, Berkala Penelitian Pasca Sarjana Universitas
Gadjah Mada, Jilid I, Nomor 1, halaman 34.
. . . . . . . . . dengan penelitian ini ingin diketahui faktor faktor apa yang dapat mempengaruhi
perilaku ibu ibu dalam menangani diare pada bayi dan anak balita.
Sumber: Sitti Aisyah Salam dan Akhwak Watik Pratiknya, 1988,Faktor- faktor yang
mempengaruhi Perilaku ibu dalam menangani Penyakit Diare anak Balita di Kecamatan
Wirobraian, Berkala penelitian Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Jilid 1, Nomor 1,
halaman 2.
Bila penelitian telah selesai dilakukan, maka dalam laporan penelitian perlu
ditunjukkan benang merah (keterkaitan yang jelas) antara rumusan permasalahan dengan
hipotesis (sebagai jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian). Rincian dalam
permasalahan perlu berkaitan lengasung dengan rincian dalam hipotesis, dalam arti, suatu
rincian dalam hipotesis menjawab suatu rincian dalam permasalahan. Demikian pula, perlu
diperlihatkan keterkaitan tiap rincian dalam temuan (sebagai jawaban nyata terhadap
permasalahan) dengan tiap rincian dalam rumusan permasalahan.
Baik permasalahan, hipotesis dan temuansebagai upaya pengembangan atau pengujian
teoriberkaitan secara substantif dengan tinjauan pustaka (sebagai kajian terhadap isi
khazanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan permasalahan penelitian). Kaitan
substantif diartikan sebagai hubungan isi, tidak perlu dalam bentuk keterkaitan antar
rincian.
VARIABEL PENELITIAN
Variabel penelitian pada dasarnya adalah sesuatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik
kesimpulannya. Secara teoritis, variable didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau subyek
yang mepunyai variasi antara satu orang dengan orang yang lain atau satu obyek dengan obyek
yang lahin [10].
Jadi dinamakan variable karena ada variasinya (masing-masing dapat berbeda). Contoh: tinggi
badan, berat badan, motivasi, sikap, perilaku, kualitas, harga, promosi, dan lain-lain. Jadi
variabel adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang
mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari atau ditarik
kesimpulann
Macam-macam variable
Menurut hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain maka, macam-macam variabel
dalam penelitian dapat dibedakan menjadi:
Variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, predictor, antecedent. Dalam bahasa
Indonesia sering disebut sebagai variabel bebas. Variable bebas adalah merupakan variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen
(terikat).
Sering disebut sebagai variabel output, criteria, konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering
disebut sebagai terikat variabel terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi
atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Seperti :
2. Kenaikan harga BBM dan daya beli masyarakat : kenaikan harga BBM adalah variabel
independen (VI) dan daya beli adalah variabel dependen (VD);
Atau bisa sebaliknya, karena kedua variabel bisa berbentuk hubungan reciprocal / saling
mempengaruhi / timbal balik. Untuk dapat menentukan yang mana variabel independen, dan
dependen atau variabel yang lain, harus dilihat konteksnya dengan dilandasi konsep teoritis
maupun hasil dari pengamatan yang empiris. Untuk itu sebelum peneliti memilih variabel apa
yang akan diteliti perlu melakukan studi pendahuluan terlebih dahulu pada obyek yang akan
diteliti. Jangan sampai terjadi membuat rancangan penelitian dilakukan dibelakang meja, dan
tanpa mengetahui terlebih dahulu permasalahan yang ada di obyek studi pendahuluan.
Sering terjadi, rumusan masalah penelitian, sehingga setelah dirumuskan ternyata masalah itu
tidak menjadi pada obyek penelitian. Setelah masalah dapat dipahami dengan jelas maka peneliti
dapat menentukan variabel-varibel penelitiannya.
c. Variabel Moderator
Contoh lainnya adalah hubungan suami-istri akan menjadi semakin akrab bila mempunyai anak,
dan akan semakin renggang bila ada pihak ke tiga. Anak adalah variabel moderator yang
memperkuat hubungan, dan pihak ke tiga adalah yang memperlemah hubungan.
d. Variebel Intervening
Seperti telah dikemukakan bahwa variabel Intervening adalah variabel yang memperlemah dan
memperkut hubungan antara variabel independen dan dependen, tetapi bersifat toeritis, sehingga
tidak teramati dan tidak dapat diukur (kalau variabel moderatornya dapat diukur).
Sebagai contoh misalnya, ada dua pelaku bisnis dalam bidang yang sama, modalnya sama,
tempat usahanya sama. Pelaku bisnis yang satu lebih sukses karena ia sering dating ke tempat-
tempat keramat, misalnya ke Gunung Kawi. Datang ke Gunung Kawi ini adalah sebagai variabel
intervening, karena aktivitasnya tidak dapat dijelaskan secara rasional dan tidak terukur.Contoh
lain misalnya, gaji pegawai tinggi, pemimpin berperilaku baik, tetapi prestasi kerjanya rendah.
Setelah diteliti ternyata pegawai tersebut sedang frustasi. Jadi, frustasi adalah sebagai Variable
Intervening. Secara teoritis frustasi akan mempengaruhi prestasi pegawai, tetapi frustasi ini tidak
dapat diukur.
e. Variabel Kontrol
Variabel yang dikendalikan aatu dibuat konstan sehingga pengaruh variabel independent
terhadap dependen tidak dipengaruhi oleh factor luar yang tidak diteliti. Variabel control sering
digunakan oleh peneliti, bila akan melakukan penelitian yang bersifat membandingkan. Variabel
ini ditetapkan oleh peneliti, jika peneliti ingin mengontrol supaya variabel diluar yang diteliti
tidak mempengaruhi hubungan antara variabel independen dan dependen, atau ingin melakukan
penelitian yang bersifat membandingkan.
Misalnya akan membandingkan penampilan kerja petugas pemasaran antara lulusan Sekolah
Menengah Umum (SMU) dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Untuk bisa
membandingkan penampilan kerja kedua lulusan sekolah itu maka peneliti harus menetapkan
variabel controlnya. Dalam hal ini variabel controlnya adalah: Pekerjaan yang dikerjakan, alat
untuk mengerjakan, pengalaman kerja, iklim kerja organisasi dimana pegawai tersebut harus
sama. Tanpa ada varabel controlnya akan sulit ditemukan apakah perbedaan penampilan
karyawan tersebut karena factor pendidikan (SMU-SMK) atau bukan. Pada kenyataannya,
gejala-gejala sosial itu meliputi berbagai macam variabel saaing terkait secara simultan baik
variabel independent, dependen, moderator dan intervening, sehingga peneliti yang baik akan
mengamati semua variabel tersebut. Tetapi karena adanya keterbatasan dalam berbagai hal, maka
peneliti sering hanya memfokuskan pada variabel penelitian saja, yaitu variabel independen dan
dependen. Dalam penelitian kualitatif hubungan antara semua variabel tersebut akan diamati
karena penelitian kualitatif berasumsi tidak dapat diklasifikasikan tetapi merupakan satu
kesatuan (holistic).
1. Variabel Nominal
Yaitu variable yang hanya mampu membedakan cirri atau sifat antara unti yang satu dengan yang
lainnya, dalam variable ini tidak mengenal jenjang atau bertingkat. Variabel Nominal dapat di
kategorikan :
2. Variabel Nominal
Yaitu variable yang tersusun menurut jenjang dalam atribut tertentu . Pada variable ini
menunjukkan urutan atau bertingkat, ada gradasi atau peringkat.
3. Variabel Interval
Untuk data interval angka yang digunakan adalah nilai yang dapat di dentikkan dengan bilangan
riil, oleh karena itu maka angka dalam data interval dapat dioperasikan dengan operasi hitung.
4. Variabel Rasio
Variabel yang dalam kuantifikasinya mempunyai nilai nol mutlak.
PARADIGMA PENELITIAN
Paradigma penelitian merupakan kerangka berpikir yang menjelaskan bagaimana cara pandang
peneliti terhadap fakta kehidupan sosial dan perlakuan peneliti terhadap ilmu atau teori.
Paradigma penelitian juga menjelaskan bagaimana peneliti memahami suatu masalah, serta
kriteria pengujian sebagai landasan untuk menjawab masalah penelitian [11] . Secara umum,
paradigma penelitian diklasifikasikan dalam 2 kelompok yaitu penelitian kuantitatif dan
penelitian kualitatif.
(Indiantoro & Supomo, 1999: 12-13). Masing-masing paradigma atau pendekatan ini
mempunyai kelebihan dan juga kelemahan, sehingga untuk menentukan pendekatan atau
paradigma yang akan digunakan dalam melakukan penelitian tergantung pada beberapa
hal di antaranya (1) jika ingin melakukan suatu penelitian yang lebih rinci yang
menekankan pada aspek detail yang kritis dan menggunakan cara studi kasus, maka
pendekatan yang sebaiknya dipakai adalah paradigma kualitatif. Jika penelitian yang
dilakukan untuk mendapat kesimpulan umum dan hasil penelitian didasarkan pada
pengujian secara empiris, maka sebaiknya digunakan paradigma kuantitatif, dan (2)
jika penelitian ingin menjawab pertanyaan yang penerapannya luas dengan obyek penelitian
yang banyak, maka paradigma kuantitaif yang lebih tepat, dan jika penelitian ingin
menjawab pertanyaan yang mendalam dan detail khusus untuk satu obyek penelitian saja,
maka pendekatan naturalis lebih baik digunakan.
Hasil penelitian akan memberi kontribusi yang lebih besar jika peneliti dapat menggabungkan
kedua paradigm atau pendekatan tersebut. Penggabungan paradigma tersebut dikenal istilah
triangulation. Penggabungan kedua pendekatan ini diharapkan dapat memberi nilai tambah atau
sinergi tersendiri karena pada hakikatnya kedua paradigma mempunyai keunggulan-
keunggulan. Penggabungan kedua pendekatan diharapkan dapat meminimalkan kelemahan-
kelemahan yang terdapat dikedua paradigma.
Penelitian Kuantitatif
Jenis penelitian yang termasuk dalam paradigma penelitian kuantitatif dibedakan berdasarkan
tujuan penelitian dan karakteristik masalah.
Berdasarkan tujuan, penelitian dapat dibedakan atas: (1) penelitian dasar dan (2) penelitian
terapan. Prosedur yang digunakan yang digunakan oleh penelitian dasar dan penelitian
terapan secara substansi tidak berbeda. Keduanya menggunakan metode ilmiah yang
berguna membantu peneliti bisnis untuk mengetahui dan memahami fenomena bisnis.
Esensi dari penelitian, apakah itu penelitian dasar atau terapan, terletak pada metode
ilmiah. Secara teknis perbedaan kedua jenis penelitian tersebut terletak pada tingkat
permasalahan (matter of degree) daripada substansinya itu sendiri.
9 Penelitian Dasar. Penelitian dasar yang sering disebut sebagai basic research atau pure
research dilakukan untuk memperluas batas-batas ilmu pengetahuan. Penelitian dasar ini
tidak ditujukan secara langsung untuk mendapatkan pemecahan bagi suatu permasalahan
khusus. Penelitian dasar dilakukan untuk memverifikasi teori yang sudah ada atau
mengetahui lebih jauh tentang sebuah konsep. Hal pertama sekali yang harus dilakukan
dalam penelitian dasar adalah pengujian konsep atau hipotesis awal dan kemudian
pembuatan kajian lebih dalam serta kesimpulan tentang fenomena yang diamati.[12]
(wibisono, 2002: 4-5). Penelitian dasar dibedakan atas pendekatan yang digunakan dalam
pengembangan teori yaitu:
Penelitian deduktif, yaitu penelitian yang bertujuan menguji teori pada keadaan tertentu.
Penelitian evaluasi, yaitu penelitian yang diharapkan dapat memberi masukan atau
mendukung pengambilan keputusan tentang nilai relatif dari dua atau lebih alternatif
tindakan.
Penelitian tindakan, yaitu penelitian yang dilakukan untuk segera digunakan sebagai
dasar tindakan pemecahan masalah.
9 Penelitian Deskriptif, yaitu pengumpulan data untuk menguji hipotesis atau menjawab
pertanyaan mengenai status terakhir dari subyek penelitian.
Penelitian
1. Historis
4. Korelasional
3. Tindakan
Penelitian Kualitatif
Paradigma kualitatif ini merupakan paradigma penelitian yang menekankan pada pemahaman
mengenai masalah-masalahdalam kehidupan sosial berdasarkan kondisi realitas atau natural
setting yang holistis, kompleks, dan rinci. Penelitian yang menggunakan pendekatan
induksi yang mempunyai tujuan penyusunan konstruksi teori atau hipotesis melalui
pengungkapan fakta merupakan penelitian yang menggunakan paradigma kualitatif. Paradigma
ini disebut juga dengan pendekatan konstruktifis, naturalistic atau interpretatif
(constructivist,naturalistic or interpretativeapproach), atau perspektif post-modern.
Klasifikasi
Penelitian Kualitatif
Disain
Penelitian
Pendekatan
& Perspektif
Human Ethology
Ecological Psychology
Holistic Etnography
Cognitive Antropology
Etnography of Communication
Symbolic Interactionism
1.Pendekatan Interpretif
2.Pendekatan Artistik
3.Pendekatan Sistematis
4.Perspektif Antropologis
5.Persepktif Sosiologis
6.Persepktif Biologis
7.Studi Kasus
8.Studi Kognitif
9.Penelitian historis
Gambar 1.2.
Disusun Oleh:
Jurnalistik C / VI
BANDUNG
2010
DAFTAR PUSTAKA
Buckley, J. W.; M. H. Buckley; dan Hung-Fu Chiang. 1976. Research Methodology &
Business Decisions. National Association of Accountant, New York
Leedy, Paul D. 1997. Practical Research: Planning and Design. Sixth Edition. Prectice
Hall, Upper Saddle River, New Jersey. Chapter 5: Planning Your Research Design, hal.
93-121.
Sutrisno, Hadi. 1986. Pokok pokok Metodologi Penelitian. Makalah yang tidak
dipublikasikan,tertanggal 14 Desember 1986, ditulis di Yogyakarta.