Vous êtes sur la page 1sur 9

SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015

ORAL PRESENTATION

Sebaran Musiman Kejadian Thermal front Berdasarkan Citra Aqua-MODIS


di WPP-RI 714, 715, WPP-RI 716
Rizki Hanintyo, Sri Hadianti, R.M. Putra Mahardhika, Aldino J.S., dan Fikrul Islamy

Balai Penelitian dan Observasi Laut


Jl. Baru Perancak, Negara, Jembrana, Bali, 82251

E-mail: rizki.hanintyo@yahoo.com

ABSTRAK - Thermal front merupakan daerah pertemuan dua massa air yang mempunyai karakteristik suhu yang berbeda.
Lokasi kajian thermal fronts dilakukan di WPP-RI 714, WPP-RI 715, dan WPP-RI 716. Pemilihan lokasi studi dilakukan
untuk melihat pengaruh massa air yang berasal dari Samudra Pasifik terhadap perairan sekitar WPP tersebut. Kajian
dilakukan selama 2 tahun dimulai pada musim barat bulan Oktober 2013 hingga musim timur bulan September 2015.
Sebaran musiman kejadian thermal front diperoleh dari mosaik data bulanan suhu permukaan laut dari citra satelit Aqua
MODIS level 3 dengan resolusi 4 km. Proses identifikasi thermal fronts dilakukan dengan menggunakan metode Single
Image Edge Detection (SIED) dari Cayula-Cornillon. Hasil analisis suhu permukaan laut menunjukkan bahwa pada musim
barat thermal front yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan pada musim timur. Kejadian front di WPP-RI 714 paling
banyak terjadi di daerah kepulauan Gorong. Di WPP-RI 715 daerah dengan kejadian front terbanyak yaitu sekitar Teluk
Berau, sedangkan di WPP-RI 716 kejadian front terbanyak terjadi di sekitar perairan Pulau Derawan. Front penting dalam
produktifitas perairan laut karena cenderung membawa bersama-sama air yang dingin dan kaya akan nutrien dibandingkan
dengan perairan yg lebih hangat tetapi miskin zat hara. Kombinasi dari temperatur dan peningkatan kandungan hara yang
timbul dari percampuran ini akan meningkatkan produktivitas plankton yang bisa digunakan sebagai salah satu kriteria
dalam menentukan daerah penangkapan ikan yang potensial.

Kata kunci: Thermal front, Aqua MODIS, SIED, WPP-RI

ABSTRACT - Thermal front is an area of the confluence from two water masses that have different temperature
characteristics. The location study of the thermal fronts performed in WPP-RI 714, WPP-RI 715, and WPP-RI 716. The
choice of location study conducted to see the effect of the water mass from the Pacific Ocean to the waters around the
WPP. The study was conducted over two years beginning in northwest monsoon on October 2013 until southeast monsoon
on September 2015. The spread of monsoon seasonal occurrence of thermal front monthly data obtained from the mosaic of
sea surface temperature from level 3 Aqua MODIS satellite image with 4 km resolutions. The process of thermal front
identification is using Single Image Edge Detection (SIED) of Cayula-Cornillon. The Results showed that the sea surface
temperatures in the northwest monsoon thermal front generated more than in the southeast monsoon. Front at WPP-RI 714
is most prevalent in the Gorong islands. In the region of WPP- RI 715 with the highest incidence of front is around Berau
Gulf, while at WPP-RI 716 front incident occured in the waters around Derawan island. Front is important in marine
water productivity because it tends to bring together the cold water with rich nutrients compared to those warmer waters
with less nutrients. The combination of temperature and nutrient increased arise from this mixing will increase the
productivity of plankton that can be used as one criterion in determining the potential of fishing ground.

Keywords: Thermal front, Aqua MODIS, SIED, WPP-RI

1. PENDAHULUAN
Perairan Indonesia merupakan perairan yang terletak diantara Samudera Pasifik dan Hindia. Massa air dari
Pasifik masuk dan menyebar di perairan Indonesia sebelum mengalir keluar Indonesia. Pada Wilayah
Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI) 714, 715, dan 716 merupakan wilayah perairan yang
dilalui oleh empat jenis massa air yang menyebar pada lapisan termoklin dan lapisan dalam, yaitu massa air
North Pasific Subtropical Water (NPSW) dan North Pacific Intermediate Water (NPIW), South Pasific
Subtropical Water (SPSW) dan South Pacific Intermediate Water (SPIW) (Tomczak & Godfrey, 1994). Dengan
dilaluinya empat jenis massa air ini menjadikan WPP-RI 714, 715, dan 716 memiliki karakteristik oseanografi
yang berbeda dengan wilayah perairan lainnya di Indonesia seperti misalnya suhu, klorofil, dan salinitasnya.
Musim juga merupakan faktor dominan dalam mempengaruhi parameter oseanografi di suatu perairan, dimana
di Indonesia terjadi dua pola musim yaitu musim barat dan musim timur. Perubahan musim ini dapat
mengakibatkan perubahan pola distribusi suhu, klorofil-a maupun salinitas (Wyrtki, 1961).
Salah satu produk Balai Penelitian dan Observasi Laut yang telah operasional rutin setiap hari adalah Peta
Daerah Penangkapan Ikan (PPDPI). Dalam pembuatan Peta Daerah Penangkapan Ikan (PPDPI) diperlukan
1
Sebaran Musiman Kejadian Thermal Front Berdasarkan Citra Aqua-MODIS di WPP-RI 714, 715, dan 716 (Hanintyo, R., dkk),

informasi data oseanografi yaitu suhu permukaan laut (SPL) dan klorofil. Pergerakan massa air yang berasal dari
Samudera Pasifik masuk ke perairan Indonesia khususnya pada WPP 714, 715, dan 716 yang memiliki pengaruh
empat jenis massa air mengakibatkan memiliki pola distribusi suhu permukaan laut dan klorofil-a yang dapat
mempengaruhi kesuburan perairan pada WPP 714, 715, dan 716. SPL yang merupakan parameter oseanografi
yang dapat diukur secara langsung melalui citra satelit seperti NOAA, Aqua/Terra, Landsat dan ASTER dapat
digunakan sebagai indikator penentuan daerah penangkapan ikan (Hamzah, 2014). Front merupakan salah satu
proses oseanografi yang berpengaruh terhadap kondisi fisika dan biologi perairan. Menurut Olson (1994)
terdapat banyak variasi kemungkinan terjadinya front, yaitu thermal front, salinitas front, klorofil-a front.
Thermal front adalah front yang dideteksi dari suhu permukaan laut (SPL).
Massa air asal Samudera Pasifik masuk ke perairan Indonesia melalui dua jalur. Jalur Selat Makasar (jalur
barat) yang dimulai dari Selat Mindanao, bergerak ke Laut Sulawesi terus bergerak ke Selat Makasar, Laut
Flores dan Laut Banda. Jalur lain (jalur timur) Arlindo masuk melalui Laut Maluku dan Laut Halmahera. Jalur
keluar Arlindo melewati perairan yang terbuka terhadap Samudera Hindia seperti Selat Lombok, Selat Ombai,
Laut Sawu, dan Laut Timor (Wyrtki, 1961 dan Molcard et al., 1996). Dengan adanya pengaruh fenomena
tersebut menjadikan daerah WPP-RI 714, 715, dan 716 memiliki thermal front yang berbeda dengan daerah
perairan lainnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah kejadian front di WPP-RI 714, 715, dan 716 selama kurun
waktu 2 tahun yaitu pada bulan Oktober 2013 hingga bulan September 2015. Dari hasil analisis jumlah kejadian
front yang terbentuk diharapkan dapat menemukan daerah yang mengalami kejadian front paling banyak sebagai
salah satu prediksi daerah dengan tingkat kesuburan tinggi. Dengan tingkat kesuburan yang tinggi tersebut maka
dapat diprediksi juga bahwa tempat tersebut mempunyai lingkungan perairan yang disukai dan cocok bagi
habitat fitoplankton ataupun organisme perairan lainnya untuk dijadikan sebagai wilayah yang baik untuk
penangkapan ikan.

2. METODE
Data data satelit yang digunakan adalah data suhu permukaan laut dari citra satelit Aqua MODIS (Moderate
Resolution Imaging Spectroradiometer) level 3, komposit bulanan dengan resolusi 4 km yang dapat diakses
melalui layanan website Ocean Color (http://oceancolor.gsfc.nasa.gov/cms/) selama 2 tahun, dari bulan Oktober
2013 hingga bulan September 2015 yang mewakili 4 musim diantaranya musim barat I (Oktober 2013 Maret
2014), musim timur I (April September 2014), musim barat II (Oktober 2014 Maret 2015), dam musim timur
II (April September 2015). Data citra yang diunduh merupakan data dengan format .nc (netCDF) sehingga
sebelum dilakukan analilis menggunakan ArcGIS, data tersebut diolah terlebih dahulu menggunakan SeaDAS.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu PC yang telah ter-install software SeaDAS 7.2, Arc-GIS
10.1, Microsoft Words, dan Microsoft Excel, dengan koneksi internet untuk proses pengunduhan data citra yang
diperlukan.
Citra satelit yang telah diunduh pertama kali diolah dengan menggunakan SeaDAS untuk memasukkan
formula agar nilai awan yang terbaca menjadi NaN, sehingga nilai awan tidak ikut terbaca sebagai nilai suhu
permukaan laut, karena citra satelit yang dihasilkan oleh satelit Aqua MODIS terkadang tertutup awan, sesuai
dengan keadaan di lapangan saat satelit tersebut melintasi daerah yang diangsir. Jika proses cloud masking ini
tidak dilakukan, maka data yang dihasilkan menjadi tidak relevan, karena nilai awan akan ikut terbaca, dan nilai
tersebut tidak berkesesuaian dengan nilai suhu permukaan laut yang diharapkan. Berikut ini formula yang
digunakan untuk menghilangkan data awan tersebut.

(if qual_sst then NaN else 1) * sst ............................................................................................................. (1)

Dimana:

sst adalah sea surface temperature dan qual_sst merupakan kualitas dari nilai suhu permukaan laut tersebut

2
SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015

Pengolahan di SeaDAS dilanjutkan dengan proses cropping citra sesuai dengan daerah penelitian, lalu data
hasil cropping di export menjadi format image agar dapat dibaca dan diolah lebih lanjut menggunakan ArcGIS.

Pengunduhan citra
Cloud masking di Cropping lokasi
suhu permukaan
SeaDAS penelitian
laut

Mosaik hasil
Analisis thermal
thermal front Analisis jumlah
front dengan
menjadi data kejadian front
Cayula-Cornillon
musiman
Gambar 1. Diagram alir pengolahan citra suhu permukaan laut untuk analisis jumlah kejadian front

Analisis variasi spasial dan temporal suhu permukaan laut kemudian dilakukan dengan menggunakan
ArcGIS, data citra hasil pengolahan dari SeaDAS diinterpolasi dari resolusi 4 km menjadi 1 km, kemudian
dilakukan analisis thermal front dengan menggunakan metode Single Image Edge Detection (SIED) dari Cayula-
Cornillon. Thermal front yang telah dihasilkan kemudian di mosaik selama enam bulan untuk menghasilkan
analisis kejadian thermal front dalam kurun waktu musiman. Hasil mosaik akan menunjukkan berbagai variasi
jumlah kejadian thermal front disuatu tempat.
Pemilihan lokasi penelitian didasarkan terhadap analisis yang ingin dilakukan, yaitu analisis mengenai
pengaruh limpasan air dari Samudera Pasifik ke wilayah Indonesia terhadap karakteristik perairannya. Maka
lokasi penelitian yang dipilih yaitu tiga Wilayah Pengelolaan Perairan (WPP) yang perairannya dipengaruhi oleh
limpasan air dari Samudera Pasifik, diantaranya yaitu WPP-RI 714 sekitar Laut Banda, WPP-RI 715 sekitar Laut
Seram dan Laut Maluku, dan WPP-RI 716 sekitar Laut Sulawesi.

3
Sebaran Musiman Kejadian Thermal Front Berdasarkan Citra Aqua-MODIS di WPP-RI 714, 715, dan 716 (Hanintyo, R., dkk),

Gambar 2. Lokasi penelitian di WPP-RI 714, WPP-RI 715, dan WPP-RI 716

3. HASIL PEMBAHASAN
Algoritma Single Image Edge Detection (SIED), Cayula dan Cornillon merupakan algoritma yang dibuat
untuk mendeteksi fronts di dalam data citra suhu permukaan laut (SPL). Algoritma SIED telah di
implementasikan pada software ArcGIS menjadi sebuah toolbox. Dengan menggunakan algoritma ini dapat
dihasilkan front yang sesuai dengan karakteristik threshold yang diinginkan. Karakteristik yang dimiliki oleh
perairan Indonesia memiliki sifat yang berbeda-beda, begitu pula dengan nilai threshold yang digunakan untuk
mendeteksi nilai front pada masing-masing lokasi. Untuk perairan Laut Banda beda nilai suhu permukaan laut
yang digunakan untuk penentuan threshold SIED adalah 0,5o C yang merupakan nilai rata-rata beda suhu yang
dianalisis berdasarkan hasil perhitungan histogram beberapa sampel yang diambil secara acak (Jatisworo, 2013).
Kejadian front yang diperoleh pada penelitian ini berbeda-beda pada setiap musimnya. Kejadian front
tertinggi terjadi pada musim barat I yaitu pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014. Trend kejadian front di
ketiga WPP-RI selama kurun waktu dua tahun tersebut menunjukkan trend negatif, yaitu jumlah kejadian front
semakin lama semakin sedikit. Sedangkan jika dibandingkan berdasarkan jenis musimnya, terlihat bahwa jumlah
kejadian front lebih banyak terjadi pada musim barat dibandingkan pada musim timur. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh cuaca yang terjadi pada musim barat berbeda dengan musim timur. Jumlah kejadian front yang
terbentuk lebih cenderung terjadi pada perairan yang dekat dengan pesisir, hal tersebut dapat dikarenakan front
yang terbentuk disebabkan oleh hempasan air dari daratan yang membawa suhu berbeda dengan suhu lautan
yang ditemuinya. Saat suhu massa air dari daratan membawa suhu massa air yang berbeda dengan suhu lautan,
maka di daerah pertemuan perbedaan suhu tersebut akan terjadi thermal front. Hal tersebut dapat dihubungkan
ke dalam cuaca yang terjadi dalam musim berbeda, yaitu pada musim barat, kecenderungan cuaca akan
mempengaruhi curah hujan yang terjadi. Pada musim barat, curah hujan yang terjadi akan lebih tinggi, sehingga
hempasan air dari daratan juga akan mempunyai suhu yang cukup berbeda dari biasanya, sehingga kemungkinan
perbedaan suhu saat mencapai lautan akan mengakibatkan pembentukan front, maka pada musim barat thermal
front yang terbentuk akan lebih banyak dibandingkan dengan musim timur.

35000
30000
25000
20000
Frekuensi 15000
WPP-RI
10000714 WPP-RI 715 WPP-RI 716
5000
0
Musim Barat I Musim Timur I Musim Barat II Musim Timur II
Waktu

Gambar 6. Jumlah kejadian front di WPP-RI 714, 715, dan 716 dari bulan Oktober 2013 hingga September
2015

Jumlah kejadian thermal front dihitung dari jumlah pixel yang terbentuk pada hasil olahan citra suhu
permukaan laut. Citra yang digunakan merupakan citra dengan resolusi spasial 4 km, tetapi setelah dilakukan
resampling untuk proses interpolasi, citra yang terbentuk menjadi mempunyai resolusi 1 km, sehingga luasan
4
SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015

pixel front yang terbentuk yaitu 1 km2. Hal tersebut berarti titik yang dihasilkan dalam frekuensi front yang
terjadi yaitu 1 titik mewakili luasan 1 km 2. Jika dilihat dari jumlah kejadian thermal front selama kurun waktu 2
tahun di masing-masing WPP-RI, maka wilayah yang mengalami thermal front paling banyak yaitu di WPP-RI
714 sebanyak 74195 titik, sedangkan wilayah dengan jumlah kejadian front terendah terjadi di WPP-RI 716
sebanyak 51414 titik, sedangkan di WPP-RI 715 terjadi 57102 titik kejadian thermal front. Jika dihubungkan
dengan analisis hempasan air dari Samudera Pasifik, maka dapat disimpulkan bahwa perairan yang paling
banyak menerima hempasan air dari Samudera Pasifik cenderung mengalami kejadian thermal front yang lebih
sedikit dibandingkan dengan perairan yang cukup jauh dari Samudera Pasifik tersebut.
Analisis thermal front yang dilakukan tidak hanya mengenai jumlah titik front yang terbentuk secara
keseluruhan, melainkan dihitung juga jumlah kejadian pada masing-masing lokasi kejadian selama satu musim.
Dalam satu musim tersebut terdapat 6 data front dari hasil komposit bulanan, sehingga jika suatu perairan
mengalami kejadian front lebih dari 1 kali dalam kurun waktu 6 bulan, maka dapat dilihat jumlah banyaknya
kejadian front pada daerah tersebut dengan melihat data hasil mosaik yang dilakukan. Masing-masing WPP-RI
menghasilkan klasifikasi kejadian front yang berbeda-beda, hal tersebut dapat dilihat dari Gambar 3. Gambar
5.. Klasifikasi 1 berarti menunjukkan bahwa daerah tersebut mengalami 1 kali kejadian front selama 1 musim,
dan seterusnya hingga klasifikasi 4 pada musim timur I yang artinya daerah tersebut mengalami kejadian 4 kali
dari 6 bulan pada 1 musim. Di WPP-RI 714 kejadian front yang terbentuk mencapai klasifikasi 3, pada WPP-RI
715 mencapai klasifikasi 4 yang terjadi di sekitar daerah Tanjung Rumonnipari yang berarti bahwa daerah
tersebut dapat dikatan subur sekali, sedangkan pada WPP-RI 716 total kejadian frontnya mencapai klasifikasi 3,
tetapi pada musim timur I hanya mencapai klasifikasi 2. Dari semua kejadian thermal front tersebut dapat
diambil kesimpulan mengenai kesuburan perairan dari daerah sekitar terjadinya front tersebut. karena saat
terjadinya pertemuan masa air yang berbeda tersebut dapat diindikasikan bahwa organisme perairan akan
berkumpul pada daerah tersebut karena jumlah nutrien yang terbentuk akan lebih banyak sehingga banyak
organisme yang terperangkap disana untuk mencari makan.

3.1 WPP 714


Wilayah Pengelolaan Perairan (WPP) 714 berada disekitar perairan Laut Banda. Pada musim barat I dan II
memiliki perbedaan sangat signifikan, dimana pada WPP 714 pola sebaran pada musim barat I lebih memiliki
sebaran thermal front yang sangat rapat. Ini menunjukkan bahwa suhu perairan pada musim barat I memiliki
tingkat variabilitas suhu yang sangat tinggi dibandingkan pada musim barat II. Selain itu pada musim barat I
total kejadian front terjadi pada perairan dekat kepulauan Sula dan sebelah timur dari Sulawesi selatan,
sedangkan pada musim barat II bergeser kebawah dekat Timor Leste. Pada musim timur I dan II juga memiliki
perbedaan sangat signifikan yaitu total kejadian front lebih rapat pada musim timur I daripada musim timur II.
Kemudian untuk total kejadian front yang lebih banyak terjadi dalam satu musim timur I dan II terjadi pada
musim I. Pada musim I total kejadian front terdapat pada 3 lokasi, sedangkan pada musim timur II hanya
terdapat 1 lokasi. Ini membuktikan adanya distribusi thermal front dari musim ke musim yang juga mendapatkan
pengaruh dari massa air Samudera Pasifik.

5
Sebaran Musiman Kejadian Thermal Front Berdasarkan Citra Aqua-MODIS di WPP-RI 714, 715, dan 716 (Hanintyo, R., dkk),

Gambar 3. Kejadian Front di WPP-RI 714 selama musim barat I, musim timur I, musim barat II, dan musim
timur II.

3.2 WPP 715


Pada WPP 715 berada disekitar perairan laut Maluku dan Laut Seram. Pada musim barat I dan II di WPP
715 sebaran thermal front juga memiliki perbedaan yang sangat signifikan. Pada musim barat I sebaran total
kejadian thermal front lebih variatif dan lebih rapat daripada musim barat II. Hanya saja untuk lokasi tempat
kejadian thermal front di musim barat I dan II pada WPP 715 lebih banyak terjadi dekat papua barat dengan
total kejadian thermal front sama, tetapi pada musim barat I lokasi total kejadian sebaran thermal front lebih
banyak dan lebih variatif. Musim timur I dan II juga memiliki total kejadian thermal front yang signifikan,
dengan total kejadian sebaran thermal front terbanyak terdapat pada musim timur I pada tahun 2014.
Sedangkan pada musim timur II total kejadian sebaran thermal front lebih menyebar, yaitu terdapat pada 7
lokasi.

6
SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2015

Gambar 4. Kejadian Front di WPP-RI 715 selama musim barat I, musim timur I, musim barat II, dan musim
timur II

3.3 WPP 716


Pada WPP 716 berada disekitar perairan laut sulawesi. Pada WPP 716 di musim barat I dan II juga memiliki
perbedaan sebaran thermal front yang jauh. Pada musim barat I sebaran thermal front lebih merata, sedangkan
pada musim barat II sebaran thermal front lebih banyak terjadi pada utara pulau sulawesi dan terjadi penurunan
sebaran thermal front disebelah utara maluku. Musim barat I dan II memiliki kesamaan lokasi yang memiliki
total kejadian sebaran thermal front paling tinggi yaitu dekat kalimantan utara. Musim timur I dan II memiliki
pola sebaran thermal front yang sangat signifikan, dimana sebaran thermal front lebih rapat pada musim timur I
daripada musim timur II. Tetapi dari segi jumlah kejadian thermal front lebih banyak terjadi pada musim timur II
yaitu pada tahun 2015 yang berlokasi di utara manado dan perairan dekat kalimantan utara. Musim timur I
memiliki sebaran thermal front yang rapat dan menunjukkan suhu perairan yang sangat variatif.

7
Sebaran Musiman Kejadian Thermal Front Berdasarkan Citra Aqua-MODIS di WPP-RI 714, 715, dan 716 (Hanintyo, R., dkk),

Gambar 5. Kejadian Front di WPP-RI 716 selama musim barat I, musim timur I, musim barat II, dan musim
timur II

4. KESIMPULAN
Kejadian trend front yang terbentuk mengalami trend negatif. Hasil analisis suhu permukaan laut
menunjukkan bahwa pada musim barat thermal front yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan pada musim
timur. Kejadian front di WPP-RI 714 paling banyak terjadi di daerah kepulauan Gorong. Di WPP-RI 715 daerah
dengan kejadian front terbanyak yaitu sekitar Teluk Berau, sedangkan di WPP-RI 716 kejadian front terbanyak
terjadi di sekitar perairan Pulau Derawan. WPP-RI 714 mengalami kejadian front paling banyak selama kurun
waktu 2 tahun. Banyaknya kejadian front dalam suatu perairan paling tinggi yaitu sebanyak 4 kali kejadian front
dari 6 bulan pada 1 musim, yaitu sekitar perairan Tanjung Rumonnipari yang dapat diklasifikasikan sebagai
perairan dengan kesuburan yang tinggi.

5. UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terima kasih diucapkan kepada pengunduh dan pengolaha data citra satelit, pembahas makalah, serta
pada para peneliti yang memberikan dukungannya dalam penulisan makalah ini.

6. DAFTAR PUSTAKA
Hamzah, Rossi, Teguh P, Wawan KH (2014). Identifikasi Thermal front dari data satelit Terra/Aqua MODIS menggunakan
metode single image edge detection (SIED)(Studi Kasus: Perairan Utara dan Selatan Pulau Jawa). Prosiding Seminar
Nasional Penginderaan Jauh. LAPAN.
Jatisworo D, Murdimanto A (2013). Molcard R, Feux M, Ilahude AG (1996). The Indo-Pasific Troughflow in The Timor
Passage. J. Geophys.Res. 101:12,411-12,420.
Olson DB, Hitchcock GL, Mariano AJ, et al (1994). Life on the Edge : Marine Life and Fronts, Oceanography 7 (2) :52-
60
Tomczak M, Godfrey JS (1994). Regional Oceanography: An Introduction. Pergamon.
Wyrtki, K (1961). Physical Oceanography Of The Southeast Asian Waters. Scientific result of Marine investigations of the
South China Sea and the Gulf of Thailand 1959-1961. The Univesity of California, Scripps Institution of Oceanography
La Jolla, California:195pp.

Vous aimerez peut-être aussi