Vous êtes sur la page 1sur 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit menular adalah penyakit yang disebabkan oleh agen
yang infeksious yang ditransmisikan / ditularkan oleh manusia,
binatang atau benda kepada host yang rentan. Penyakit dari
manusia atau binatang yang diakibatkan dari adanya infeksi.
Host merupakan manusia atau binatang meliputi burung dan
antropoda dimana agen yang infeksious dapat masuk ke
dalamnya. Agen yang infeksius merupakan organisme (virus,
riketsia, bakteri, jamur, protozoa, cacing) yang mampu
menimbulkan infeksi pada host.
Sekarang banyak penyakit menular yang gagal berespon
terhadap pengobatan yang dulu berhasil berespon terhadap
antibiotik yang dikenal dengan resistensi obat (antibiotik
resisten). Telah banyak penyakit yang sangat menular resisten
terhadap antibiotik seperti TB paru, malaria, salmonella dan
gonorhoe.
Pengendalian tuberkulosis dirintangi oleh faktor, salah satunya
masalah adalah ketidakpatuhan dengan obat yang dianjurkan.
Kebanyakan klien memerlukan pengobatan selama 9 bulan,
termasuk pemantauan toksisitas obat dan respon terhadap
terapi. Kebanyakan individu tidak mau tahu tidak bisa menekuni
perjalanan pengobatan yang begitu lama. Mereka memutuskan
peraturan pengobatan dan seringkali menjadi terinfeksi lagi atau
tetap bergejala.
Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi di
Indonesia pada tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi
TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 -0,65%. Sedangkan menurut
laporan Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO
pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002
mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan
46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.
Pada dari data tahun 1997-2004 [Attachment: Tabel Identifikasi
Kasus 1997- 2004 dan Tingkat Pelaporan 1995- 2000] terlihat
adanya peningkatan pelaporan kasus sejak tahun 1996. Yang
paling dramatis terjadi pada tahun 2001, yaitu tingkat pelaporan
kasus TBC meningkat dari 43 menjadi 81 per 100.000 penduduk,
dan pelaporan kasus BTA positif meningkat dari 25 menjadi 42
per 100.000 penduduk. Sedangkan berdasarkan umur, terlihat
angka insidensi TBC secara perlahan bergerak ke arah kelompok
umur tua (dengan puncak pada 55-64 tahun), meskipun saat ini
sebagian besar kasus masih terjadi pada kelompok umur 15-64
tahun. [Attachment : Age Specific Notification Rate 2004].
Pada negara dengan infeksi HIV endemik, tuberculosis
merupakan penyebab tunggal morbiditas dan mortalitas yang
terpenting pada pasien AIDS. Perkiraan yang beralasan tentang
besarnya angka tuberculosis di dunia adalah sepertiga populasi
dunia terinfeksi dengan M. tuberculosis, bahwa 30 juta kasus
tuberculosis aktif di dunia, dengan 10 juta kasus baru terjadi
setiap tahun, dan bahwa 3 juta orang meninggal akibat
tuberculosis setiap tahun . Tuberculosis mungkin menyebabkan 6
% dari seluruh kematian di seluruh dunia
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa diharapkan mengetahui tentang konsep TB paru
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mengetahui tentang TB paru
Mahasiswa mengetahui cara mendiagnosis TB Paru
Mahasiswa dapat membuat Asuhan Keperawatan pada klien
dengan TB Paru
BAB II
Konsep Dasar Medis

A. Pengertian TB Paru
Tuberculosis (TB) adalah penyakit akibat kuman mycobakterium
tuberkulosis sistemis sehingga dapat mengenai semua organ
tubuh dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya
merupakan lokasi infeksi primer (Arif Mansjoer, 2000).
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama
menyerang parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke
bagian tubuh lainnya, terutama meninges, ginjal, tulang, dan
nodus limfe.
B. Etiologi
Agens infeksius utama, mycobakterium tuberkulosis adalah
batang aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan
sensitif terhadap panas dan sinar ultra violet, dengan ukuran
panjang 1-4 /um dan tebal 0,3 0,6/um. Yang tergolong kuman
mycobakterium tuberkulosis kompleks adalah:
Mycobakterium tuberculosis
Varian asian
Varian african I
Varian asfrican II
Mycobakterium bovis
Kelompok kuman mycobakterium tuberkulosis dan mycobakterial
othetan Tb (mott, atipyeal) adalah :
Mycobacterium cansasli
Mycobacterium avium
Mycobacterium intra celulase
Mycobacterium scrofulaceum
Mycobacterium malma cerse
Mycobacterium xenopi
Tuberkulosis paru pada manusia dapat dijumpai dalam 2 bentuk :
1. Tuberkulosis Primer
Bila penyakit terjadi pada infeksi pertama kali
2. Tuberkulosis Paska Primer
Bila penyakit timbul setelah beberapa waktu seseorang terkena
infeksi primer menyembuh dan merupakan bentuk yang
terpenting oleh karena merupakan bentuk yang paling sering
ditemukan dan dengan terdapatnya kuman dalam sputum yang
merupakan sumber penularan.

Faktor Predisposisi
Tubercolosis ditularkan dari orang ke orang oleh transmisi melalui
udara. Individu terinsfeksi melalui berbicara, batuk, bersin,
tertawa atau bernyanyi, melepaskan droplet besar ( lebih besar
dari 100u ) dan kecil ( 1 sampai 5 u ). Droplet yang besar
menetap, sementara droplet yang kecil tertahan diudara dan
tertiup oleh individu yang rentan. Individu yang beresiko tinggi
untuk tertular tuberculosis adalah sebagai berikut:
Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai
TB aktif.
Individu imunosupresif ( Termasuk lansia, pasien dengan kanker,
mereka yang dalam terapi kortikosteroid atau mereka yang
terinfeksi dengan HIV ).
Pengguna obat-obatan IV dan alkoholik.
Setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat
( tunawisma,tahanan, etnik dan ras minoritas terutama anak-
anak dibawah usia 15 tahun atau dewasa muda antara yang
berusia 15-44 tahun ).
Setiap individu dengan gangguan medis yang sudah ada
sebelumnya ( misalny diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis,
penyimpangan gizi, bypass gasterektomi yeyunoileal ).
Imigran dari negara dengan insiden TB yang tinggi (Asia
tenggara, Afrika, Amerika latin,karibia)
Setiap individu yang tinggal di institusi ( misalnya fasilitas
perawatan jangka panjang, institusi psikiatrik, penjara ).
Indivudi yang tinggal didaerah perumahan substandart kumuh.
Petugas kesehatan
C. Patofisiologi dan pathways
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan
atau dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara.
Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2
jaM, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi
yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap
kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai berbulan-bulan.
Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel
pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke
alveolar bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter.
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon
imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag
sedangkan limfosit ( biasanya sel T ) adalah imunoresponsifnya.
Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag
yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan limfokinnya.
Raspon ini desebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya
diinhalasi sebagai unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil
yang besar cendrung tertahan dihidung dan cabang bronkus dan
tidak menyebabkan penyakit ( Dannenberg 1981 ). Setelah
berada diruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas
paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini
membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear
tampak didaerah tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak
membunuh organisme ini.
Sesudah hari-hari pertama leukosit akan digantikan oleh
makrofag . Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi
dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler akan
sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa atau proses
akan berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau
berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah
bening menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian
bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang
dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20 hari.
Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti
keju yang biasa disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi
nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri
dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon yang
berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk
jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul
yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan
terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer
dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang dapat terjadi
didaerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas
kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang
dilepaskan dari dindingkavitas akan masuk kedalan percabangan
trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian paru lain
atau terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan
dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan
mereda lumen brokus dapat menyempit dan tertutup oleh
jaringan parut yang terdapt dekat dengan perbatasan bronkus
rongga. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat
mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh
dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi kapsul yang
terlepas. Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala dalam waktu
lama atau membentuk lagi hubungan dengan brokus sehingge
menjadi peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh
darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan
mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, kadang dapat
menimbulkan lesi pada oragan lain. Jenis penyeban ini disebut
limfohematogen yang biasabya sembuh sendiri. Penyebaran
hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang dapat
menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila fokus nekrotik
merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme yang
masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar keorgan-organ
lainnya

PATHWAYS DAN PATOFISIOLOGI

D. Manifestasi Klinis
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan
gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat.
Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus
baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara
klinik.

1. Gejala sistemik/umum, antara lain sebagai berikut :


Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang
serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
Penurunan nafsu makan dan berat badan.
Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan
darah).
Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
2. Gejala khusus, antara lain sebagai berikut :
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi
sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru)
akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan
menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai
sesak. Kalau ada cairan dironggapleur a (pembungkus paru-
paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi
tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan
bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar
cairan nanah.
Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak)
dan disebut sebagaim eningitis (radang selaput otak), gejalanya
adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-
kejang.
E. Pemeriksaan Diasnotik
Sputum Culture : Positif untuk mycobacterium tuberkulosa pada
stadium aktif.
Ziehl Neelsen (Acid-fast Staind applied to smear of body fluid) :
positif untuk BTA.
Skin Test (PPD, Mantoux, Tine, Vollmer Patch) : reaksi positif (area
indurasi 10 mm atau lebih, timbul 48 72 jam setelah injeksi
antigen intradermal) mengindikasikan infeksi lama dan adanya
antibodi tetapi tidak mengindikasikan penyakit sedang aktif.
Chest X-Ray : dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal
di bagian paru-paru bagian atas, deposit kalsium pada lesi primer
yang membaik atau cairan pada effusi. Perubahan
mengindikasikanTB yang lebih berat dapat mencakup area
berlubang dan fibrous.
Histologi atau Culture jaringan (termasuk kumbah lambung, urine
dan CSF, biopsi kulit) : positif untu mycobacterium tuberkulosa.
Needle Biopsi of Lung Tissue : positif untuk granuloma TB,
adanya sel-sel besar yang mengindikasikan nekrosis.
Elektrolit : mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan
beratnya infeksi; misalnya hiponatremia mengakibatkan retensi
air, mungkin ditemukan pada TB paru kronik lanjut.
ABGs : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa
kerusakan paru.
Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat
kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB.
Darah : lekositosis, LED meningkat.
Test Fungsi Paru : VC menurun, Dead Space meningkat, TLC
meningkat dan menurunnya saturasi oksigen yang merupakan
gejala sekunder dari fibrosis/infiltrasi parenchim paru dan
penyakit pleura.
F. Penatalaksanaan TBC
Pengobatan penyakit Tuberculosis dahulu hanya dipakai satu
macam obat saja. Kenyataan dengan pemakaian obat tunggal ini
banyak terjadi resistensi. Untuk mencegah terjadinya resistensi
ini, terapi tuberculosis dilskukan dengan memakai perpaduan
obat, sedikitnya diberikan 2 macam obat yang bersifat
bakterisid. Dengan memakai perpaduan obat ini, kemungkinan
resistensi awal dapat diabaikan karena jarang ditemukan
resistensi terhadap 2 macam obat atau lebih serta pola resistensi
yang terbanyak ditemukan ialah INH
Pemberian obat-obatan : OAT (Obat Anti Tuberkulosa),
Bronchodilator, Expectoran,OBH,danVitamin.
Adapun jenis obat yang dipakai adalah sebagai berikut :
Obat Primer
Obat Sekunder
1. Isoniazid (H)

2. Ekonamid

3. Rifampisin (R)

4. Protionamid

5. Pirazinamid (Z)

6. Sikloserin

7. Streptomisin

8. Kanamisin

9. Etambutol (E)

10. PAS (Para Amino Saliciclyc Acid)

11. Viomisin

12. Kapreomisin

Pengobatan TB ada 2 tahap menurut DEPKES.2000 yaitu :


Tahap INTENSIF
Penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk
mencegah terjadinya kekebalan terhadap rifampisin. Bila saat
tahab intensif tersebut diberikan secara tepat, penderita
menular menjadi tidak tidak menular dalam kurun waktu 2
minggu. Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi negatif
(konversi) pada akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat
dalam tahab intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya
kekebalan obat.

Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat jangka waktu
lebih panjang dan jenis obat lebih sedikit untuk mencegah
terjadinya kekambuhan. Tahap lanjutan penting untuk
membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan.

Nonfarmakologi

1. Modifikasi diet : banyak makan makanan yang bergizi (diet TKTP)

2. Mengurangi aktivitas berlebihan

3. Hindari merokok dan minum alkohol

4. Jika terjadi sesak duduk semifowler dan latihan batuk efektif


BAB III
Konsep Dasar Keperawatan
A. Pengkajian
a. Tanda dan gejala
1. Aktivitas
Gejala : Kelelahan umum dan kelemahan, napas pendek,
kesulitan tidur pada mmalam atau demam malah hari,
menggiggil dan atau berkeringat, mimpi buruk.
Tanda : Takhikardia, takhipnea/dispnea pada kerja, kelelahan
otot, nyeri, dan sesak
2. Integritas ego
Tanda : Menyangkal (khususnya selama tahap dini), ansietas
Gejala : adanya / faktor stres lama, masalah keuangan rumah.
Perasaaan tidak berdaya, tidak ada harapan, populasi / budaya ,
etnik.
3. Makanan / cairan
Tanda : Turgor kulit buruk, kering / bersisik, kehilangan otot/
hilang lemak subkutan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna,
penurunan bear badan.
4. Nyeri / kenyamanan
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi dan
gelisah
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang
5. Pernapasan
Tanda : Peningkatan frekuensi pernafasan, pengembangan
pernapasan tidak simetris, perkusi pekak dan penurunan
fremitus. Bunyi napas : menurun/ tidak ada secara bilteral atau
unilateral (Effusi pleural/ pneumothorak). Bunyi napas tubuler
dan atau bisikan pektoral diatas lesi luas. Krekel tercatat diatas
apek paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek (Krekel
Posttussic) karakteristik sputum : hijau / purulen, mukoid atau
bercak carah. Deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik), tak
perhatian, mudah terangsang yang nyata, perubahan mental.
Gejala : Batuk produktif atau tidak produktif, napas pendek,
riwayat TB / terpajan pada individu terinfeksi.
6. Keamanan
Tanda : Demam rendah atau sakit panas akut
Gejala : Adanya kondisi penekanan imun
7. Interaksi sosial
Gejala : Perasaan isolasi / penolakan karena menular, perubahan
pola biasa dalam tanggungjawab/ perubahan kapasitas fisik
untuk melaksanakan peran.
8. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga TB, ketidakmampuan umum/status
kesehatan buruk, gagal untuk membaik/ kambuhnya TB, tidak
berpartisipasi dalam terapi.
b. Pemeriksaan fisik
1. Tanda-tanda adanya infiltrasi luas atau konsolidasi, terdapat
fremitus mengeras, perkusi redup, suara napas bronkial dengan
atau tanpa ronki

2. Tanda-tanda penarikan paru, diafragma, mediastinum atau


pleura dada asimetris, pergerakan napas yang tertinggal,
pergeseran dari batas-batas diafragma, jantung, suara nafas
melemah dengan atau tanpa ronki.

3. Tanda-tanda kavitas yang berhubungan dengan bronkus, suara


amforik

4. Sekret disaluran nafas : ronki basah / kering

5. Lokasi kelainan : walaupun lesi tuberkulosis mempunyai


predileksi di puncak paru, namun kelainan dapat terjadi pada
semua bagian paru.

c. Pemeriksaan laboratorik
1. Anemia terutama bila penyakit berjalan menahun

2. Leukositosis ringan dengan predominasi limfosit


3. Laju endap darah (LED) meningkat terutama pada fase akut dan
umumnya nilai-nilai tersebut kembali normal pada tahap
penyembuhan.

4. Kelainan pada darah tepi adalah tidak khas dan tidak sensitif.

d. Pemeriksaan radiologi
Dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas,
simpanan kalsium lesi sembuh primer atau effusi cairan.
Perubahan menunjukkan lebih luas TB dapat termasuk rongga,
area fibrosa.
e. Pemeriksaan baktererologik sputum
Positif untuk mycobakterium tuberculosis pada tahap aktif
penyakit.
f. Uji tuberkulin
Rekasi positif (area 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam
setelah injeksi, intradermal antigen) menunjukkan infeksi masa
lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan
penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik
sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi
disebabkan oleh mikobakterium yang berbeda.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan


status atau masalah kesehatan aktual dan potensial. Tujuannya
adalah mengidentifikasi : pertama adanyanya masalah actual
berdasarkan respon klien terhadap masalah atau penyakit. Kedua
faktor-faktor yang berkontribusi atau penyebab adanya
masalah.Ketiga kemampuan klien untuk mencegah atau
menghilangkan masalah.
Menurut Donges, (1999: hal 241), diagnosa yang sering muncul
pada kasus tuberculosis paru adalah:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
secret kental, atau secret darah, kelemahan, upaya batuk buruk
dan edema trakeal/ faringeal.
b. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan
dengan kerusakan jaringan/ tambahan infeksi, terpajan
lingkungan dan kurang pengetahuan untuk menghindari
pemajanan pathogen.
c. Gangguan pertukaran gas O2 edan CO2 berhubungan
dengan penurunan permukaan efektif paru, atelektasis,
kerusakan membrane alveolar-kapiler dan secret kental, tebal.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubah
berhubungan dengan kelemahan, sering batuk/ produksi sputum,
dispnea dan anorexia.
e. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, pengobatan,
pencegahan berhubungan dengan kurang informasi / salah
interpretasi informasi, keterbatasan kognitif dan tak akurat / tak
lengkap informasi yang ada.

C. Intervensi keperawatan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat
perncanaan keperawatan atau intervensi keperawatan.Tujuan
perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan dan
mencegah maslah keperawatan klien. Tahap perencanaan adalah
penentuan prioritas diagnosa, penetapan sasaran (goal) dan
tujuan , penetapan tujuan, penetapan kriteria evaluasi dan
merumuskan intervensi keperawatan.(Nursalam, 2001: hal 53)
Setelah menyusun prioritas perencanaan di atas maka langkah
selanjutnya adalah penyusunan rencana tindakan. Adapun
rencana tindakan dari diagnosa keperawatan yang muncul pada
Tuberkulosis Paru adalah sebagai berikut : (Doenges , 1999 : hal
244).
Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
secret kental, atau secret darah, kelemahan, upaya batuk buruk
dan edema trakeal/ faringeal.
Tujuan : Mempertahankan jalan napas
Kriteria Hasil : mengelaurkan secret tanpa bantuan,
menunjukan
perilaku mempertahankan jalan napas.
Rencana Tindakan:
Kaji pungsi pernapasan seperti bunyai napas, irama, kedalaman.
Rasiainal : Penurunan bunyi napas dapat menunjukan
atelektasis, ronchi menunjukan akumulasi secret.
1. Catat kemampua untuk mengeluarkan dahak dan batuk
efektif.
Rasional :Pengeluaran secret sulit jika secret kental, sputum
berdarah, diakibatkan oleh kerusakan paru-paru.
2. Ajarkan pasien tekhnik napas dalam dan cara melakkukan
batuk efektif.
Rasional :Batuk efektif membantu pengeluaran sputum, napas
dalam mambantu ventilasi maksimal meningkatkan gerkan
secret
3. Anjurkan pasien untuk banyak minum air putih 2000-2500
cc.
Rasional :Pemasukan tinggi cairan membantu untuk
mengencerkan secret.
4. Berikan pasien posisi yang nyaman, posisi semifowler.
Rasional : semifoweler membantu memaksimalkan ekpansi
paru dan meminimalkan upaya pernapasan
5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian agen mucolitik,
brochodialator, kortikosteroid.
Rasional : Menurunkan kekentalan dan merangsang
pengelauran secret.
6. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan
dengan kerusakan jaringan/ tambahan infeksi, terpajan
lingkungan dan kurang pengetahuan untuk menghindari
pemajanan pathogen.
Tujuan : dapat menentukan intervensi mencegah / menurunkan
resiko penyebaran infeksi
Kriteria hasil : melakukan perubahan pola hidup untuk
meningkatkan lingkungan yang aman.
Rencana Tindakan :
Cuci tangan sebelum dan sesudah seluruh kontak perawatan
dilakukan.
Rasional :Mengurangi resiko kontaminasi silang.
1. Berikan ruangan yang bersih dan berventilasi baik.
Rasional : Mengurangi pathogen pada system imun dan
mengurangi kemkungkinan pasien mengalami infeksi
nosokomial.
2. Pantau tanda-tanda vital ( suhu, nadi, tekanan darah,
frekunesi pernapasan).
Rasional : Memberikan informasi data dasar awitan/
peningkatan suhu secara berulang-ulang dari demam yang
terjadi untuk menunjukan bahwa bereaksi pada proses infeksi
yang tidak dapat disembuhkan.
3. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan , perhatikan batuk
spasmodik kering pada inspirasi dalam perubahan karakteristik
sputum, dan adanya mengi / ronchi . lakukan isolasi pernapasan
bila etiolgi batuk produktif tidak diketahui.
Rasional: Kongesti atau distress pernapasan dapat
mengidentifikasi perkembangan PCP penyakit yang paling sering
terjadi meskipun demikian , TB mengalami peningkatan an
infeksi jamaur lainnya.
4. Periksa adanya luka/ lokasi alat infasif, perhatikan tanda-
tanda infeksi/ inflamasi.
Rasional :Identifikasi / perawatan awal dari infeksi sekunder
dapat mencegah terjadinya sepsis.
5. Anjurkan pasien untuk batuk dan bersin menggunakan tissue
dan membuang pada tempat, anjurkan buang dahak pada wadah
cairan disinfektan.
Rasional :Mencegah terjadinya penularan nosokomial dari
pasien keperawatan atau orang lain.
6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotic,
antijamur, anti agen mikroba.
Rasional :Menghambat proses infeksi beberapa obat di
targetkan untuk organsime tertentu ( sistem perusak).

Gangguan pertukaran gas O2 edan CO2 berhubungan


dengan penurunan permukaan efektif paru, atelektasis,
kerusakan membrane alveolar-kapiler dan secret kental,
tebal.
Tujuan : bebas dari distress pernapasan
Kriteria Hasil : perbaikan ventilasi dan perbaikan oksigenasi
jaringan adekuat dengan gas darah dalam rentang normal.
Rencana Tindakan :
1. Kaji disepnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal,
meningkatnya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan fatique.
Rasional : TB paru menyebabkann efek luas pada paru dan
bagian kecil bronkopnemonia sampai inflasmasi, difusi luas,
nekrosis, effusi pleura, dan fibrosis luas. Efek pernapasan dapat
ringan sampai dispnea berat sampai distress penapasan.
2. Evaluasi perubahan tingakat kesadaran, catat tanda-tanda
sianosis dan perubahan kulit, selaput mukosa dan warna kuku .
Rasional : akumulasi secret dapat mempengaruhi oksigenasi
oragan vital
3. Demonstrasikan atau anjurkan untuk mengeluarkan napas
dengan bibir disiutkan, khususnya dengan pasien dengan fibrosis
atau kerusakan parenkim.

Rasional : membantu tahanan melawan udara luar untk


mencegah kolaps atau penyempitan jalan napas, sehingga
membantu menyebarkan udara melalui paru dan
menghilangkan/menurunkan napas pendek.
4. Ajnurkan untuk bed rest / mengurangi aktivitas.
Rasional : menurunkan konsumsi oksigen / kebutuhan selama
periode penurunan pernapasan dapat menurunkan beratnya
gejala.
5. Kolaborasi untuk pemberian oksigen tambahan
Rasional : alat dalam perbaikan hipokalesemia yang dapat
terjadi sekunder terhadap ventilasi / menurunnya permukaan
alveolar paru.

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubah


berhubungan dengan kelemahan, sering batuk/ produksi sputum,
dispnea dan anorexia.
Tujuan: meningkatkan perubahan / perilaku pola makan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi
Kriteria hasil: menunjukan peningkatan berat badan dan bebas
dari tanda-tanda malnutrisi.
Rencana Tindakan :
1) Kaji status nutrisi, riwayat mual dan muntah.
Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat/ luasnya
masalah dan pilihan intervensi yang tepat.
2) Kaji pola diet yang disukai / tidak disukai
Rasional: membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan/
kekuatan khusus. Pertimbangan keinginan individu dapat
memperbaiki masukan diet.
3) Monitor intake dan output secara periodic
Rasional: berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan
dukungan cairan.
4) Dorong klien untuk makan sedikit tapi sering dengan makan
tinggi protein karbohidrat.
Rasional: Memaksimalakan masukan nutrisi tanpa kelemahan
yang perlu/kebutuhan energi dari makanan yang banyak
menurunkan iritasi gaster.
5) Rujuk keahli diet untuk menentukan komposisi diet
Rasional: memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan
nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolic
6) Berikan obat penetralisir asam lambung sesuai indikasi
Rasional : dapat membantu menurunkan insiden mual dan
muntah sehingga dengan obat atau efek pengobatan pernapasan
perut yang penuh.
7) Berikan terapi parenteral sesuai indikasi
Rasional: membantu terpenuhinya kebutuhan cairan dan
pengobatan parenteral.

e. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, pengobatan,


pencegahan berhubungan dengan kurang informasi / salah
interpretasi informasi, keterbatasan kognitif dan tak akurat / tak
lengkap informasi yang ada.
Tujuan : menunjukan perubahan perilaku untuk memperbaiki
kesehatan
Kriteria Hasil : Klien menyatakan pemahaman proses penyakit/
prognosis kebuthan pengobatan.
Rencana Tindakan :
1) Kaji tingkat pengetahuan pasien.
Rasional :Menentukan tingkat pengetahuan pasien.
2) Kaji kemampuan belajar pasien
Rasional : Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan
ditingkatkan pada tahap individu.
3) Beri penyuluah tentang penyakit TB Paru ( pengertian,
penyebab, tanda dan gejala, patofisiologi, pengobatan,
komplikasi, dan pencegahan).
Rasional :Agar pasien dapat mengerti tentang penyakit yang di
TB Paru ( pengertian, penyebab, tanda dan gejala, patofisiologi,
pengobatan, komplikasi, dan pencegahan).
4) beri kesempatan untuk bertanya dan jawab pertanyaan
pasien.
Rasional :Meningkatkan pemahaman tentang penyakitnya.
5) Evaluasi kembali tingkat pemahaman pasien tentang
penyakit TB Paru ( pengertian, penyebab, tanda dan gejala,
patofisiologi, pengobatan, komplikasi, dan pencegahan).
Rasional :Mengetahui tingkat pemahaman pasien tentang
penyakit TB Paru (( pengertian, penyebab, tanda dan gejala,
patofisiologi, pengobatan, komplikasi, dan pencegahan).
6) Anjurkan pada pasien untuk mengunjungai petugas
kesehatan bila ada keluhan.
Rasional :agar petugas kesehatan dapat mengatasi masalah
kesehatan yang terdapat pada pasien.

D. Implementasi keperawatan
Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari
rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.Tahap
pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan di susun dan
dilanjutkan pada nursing orders untuk membantu klien tujuan
yang diharapkan.Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik
dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang
memperngaruhi masalah kesehatan klien. Tujuan dari
pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan,
pecegahan penyakit, pemuliahan kesehatan dan memanifestasi
koping.
Perencanaan tindakan keperawatan akan dapat dilaksanakan
dengan baik, jika klien mempunyai keinginan untuk beradapatasi
dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. Selama tahap
pelaksanaan, perawat harus melakukan pengumpulan data dan
memilih tinakan keperawatan yang paling sesuai dengan
kebutuhan klien.Semua tindakan keperwatan di catat dalam
format yang telah ditetapkan oleh semua institusi.
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan
Tuberkulosis Paru yang perlu diperhatikan adalah memperhatikan
jalan napas, pencegahan tahap penularan karena penyakit ini
sangat berpotensi untuk menularkan kepada orang lain melalui
udara ( born I nfection), bebas dari geala distress pernapasan,
nyeri berkurang / hilang, mempertahan kan berat badan ideal
dan menunjukan prubaha perilau dalam meningkatkan
kesehatan.
Dalam memberikan asuhan keperwatan, perawat harus mampu
bekerja sama dengan klien, keluarga, serta anggota tim
kesehatan yang lain sehingga asuhan yang diberikan dapat
optimal dan komprehensif. (Nursalam, 2001: hal 63).

E. Evaluasi keperawatan

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses


keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa
keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan sudah berhasil
dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk
memonitor kealpaan yang terjadi selama tahap pengkajian,
analisa, perencanaan dan pelaksanaan tindakan.
Evaluasi yang digunakan mencakup dua bagian yaitu evaluasi
proses (formatting) dan evaluasi hasil (sumatif). Evaluasi proses
adalah yang dilaksanakan secara terus-menerus terhadap
tindakan yang telah dilakukan .sedangkan evaluasi hasil adalah
evaluasi tindakan secara keseluruhan untuk menilai keberhasilan
tindakan yang dilakukan dan menggambarkan perkembangan
dalam mencapai sasaran yang telah ditentukan.
Adapun evaluasi yang diharapkan pada penyakit Tuberkulosis
Paru berdasarkan diagnosa yang muncul adalah
mempertahankan jalan napas, mencegah/menurunkan resiko
penyebaran infeksi, bebas dari distress pernapasan, nyeri
berkurang / hilang , bebas dari tanda-tanda malnutrisi dan berat
badan menjadi ideal, melakukan perubahan perilaku dan pola
hidup untuk meningkatkan kesehatan dan menurunkan resiko
pengaktifan ulang penyakit Tuberculosis Paru. (Nursalam, 2001 :
hal 71)

F. Peran
Perencanaan Pulang
Perencanaan pulang atau discharger planning pada pasien
dengan tuberculosis paru adalah:
a. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi obat OAT secata teratur
sesuai dengan instruksi dokter.
b. Mencegah penyebaran infeksi, contoh membuang dahak
ditempat yang tertutup dan tidakdisembarang tempat bila perlu
diberi larutan desinfekt
c. Istirahat yang cukup.
d. Menghidari suhu udara yang terlalu dingin dan lembab.
e. Memperbaiki sirkulasi udara di rumah dengan ventilasi
rumah yang memadai.
f. Memberikan penyinaran matahari yang baik di rumah.
g. Menghindari faktor predisposisi seperti merokok, udara yang
lembab dan kotor (polusi).
h. Makanan yang dianjurkan Diet tinggi protein (Hewani :
Daging, susu, telur, ikan. Nabati : Kacang-kacangan, tahu,
tempe), Diet tinggi vitamin : Buah-buahan dan sayuran
i. Makanan yang harus dihindari adalah alcohol.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tuberculosis (TB) adalah penyakit akibat kuman mycobakterium
tuberkulosis sistemis sehingga dapat mengenai semua organ
tubuh dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya
merupakan lokasi infeksi primer (Arif Mansjoer, 2000)
Tanda dan gejala yaitu malaise, anoreksia, berat badan menurun,
keringat malam. Akut : Demam tinggi seperti flu, menggiggil.
Kronis : demam akut, sesak nafas, sianosis. Respiratorik : batuk
lebih dari 2 minggu, riak mukoid / mukopurulen, nyeri dada,
batuk darah, nyeri pleuritik, sesak nafas. Gejala meningeal :
nyeri kepala, kaku kuduk
Etiologi dan sifat kuman yaitu mycobacterium Tuberculosis yang
merupakan kuman tahan asam, mati oleh sinar matahari
langsung, airbone infektion, penyebaran melalui aliran linfogen,
hematogen.
B. Saran

1. Untuk penderita diharapkan untuk selalu kontrol dengan teratur,


selalu konsultasi bila ada keluhan dan ketidaktahuan tentang
penyakitnya.

2. Untuk petugas sebaiknya dalam prosedur pengobatan dan


perawatannya tidak dipersulit sehingga penderita dapat berobat
tanpa halangan, dilakukan perawatan tidak lanjut dirumah
dengan melakukan pengkajian penderita dirumah untuk
menggali penyebab penyakit TB paru yang diderita.

DAFTAR PUSTAKA

1. Brunner dan Suddarth, 2001, Keperawatan Mediakal Bedah, edisi


8 volume 3, buku Kedokteran EGC, Jakarta

2. Doengoes, 1993, Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3, EGC,


Jakarta

3. Tri Susilo Hadi, 2005, Makalah Mata Kuliah Keperawatan


Komunitas Panyakit TB Paru, Semarang

4. Arif Mansjoer dkk. 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media


Aesculapius, Jakarta
MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN

TBC PARU

DISUSUN
OLEH:

HILDA HATAMI
A.RISKA MUTMAINNA
ALFRIDA
A.FITRIAH RAMDANI
ANDI KARTINI
ANNISA CAHYANI ANDRA

PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR
2016/2017

Vous aimerez peut-être aussi