Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
1/ januari 2011
Titiek Soelistyowatie*)
ABSTRACT
Giving service to family planning and reproductive Health Program can be done in many aspects such as
by giving informed content is an agreement whichs is given to a client or her family based on the
information and explanation about medical treatment which ill be done to the client. Where all the risky
medical treatment must have a written agreement signed by the one that has rights to give the agreement,
that is the client herself in mentally and physically health condition. The implementation of informed
concent in giving service to plan family program is very apecifik, it is because of the attendance of the
contracept methods characteristics that will be done. If this method is reversible like tablet, injection, IUD,
and pin then sterilize, then informed concent must be done from patient and her family. In writing this
research the writer formulates the problem, they are to know the implementation of informed concent and
its abstacles that will accompany the implementation of informed concent in giving services to plan family
program. While the approachment method which will be used in this research in yuridic & sociologic
method, with the specific research that will be used is discriptiv analytic and the data that will be processed
is main and secondary data, and the technique is purposive sampling and analyzed with sociologic method.
Results: Based on the result of the research, informed concent is a communication process between doctor
and patient to decide the way to give best and qualited medical service, the doctor give explanation/
information and based on of the information , he will do the medical treatment. Take in the implementation
of informed concent in giving service in plan family program in RSUD Tugurejo , there have been done
based on the producers that have devined in specify and clear law how to handle patient. Generally, the
accomplishment of informed concent done by RSUD Tugurejo did not face any abstacles in management,
medical instruments and the human resources. While the only one abstacles is in patients understanding.
Keywords : Informed Concent, Implementation, Plan Family
Law implementation of informed concent for Family Planning service at Tugurejo Hospital Semarang
Dalam memberikan pelayanan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi dapat dilakukan dengan
berbagai aspek kegiatan yang diantaranya adanya persetujuan tindakan medis (informed concent). Informed
concent adalah persetujuan yang diberikan oleh klien atau keluarganya atas dasar informasi dan penjelasan
mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap klien tersebut. Dimana setiap tindakan medis yang
mengandung resiko harus dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberi
persetujuan, yaitu klien yang bersangkutan dalam keadaan sadar dan sehat mental. Dalam penelitian ini,
penulis merumuskan permasalahan antara lain untuk mengetahui penerapan informed concent dan kendala-
kendala yang menyertai penerapan informed concent dalam pelayanan Keluarga Berencana. Adapun
metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis sosiologis,
dengan specifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik serta data yang diolah adalah teknik
purposive sampling dan dianalisa dengan metode sosiologis. Berdasarkan hasil penelitian tersebut
informed concent merupakan suatu proses komunikasi antara dokter-pasien untuk menentukan upaya
pelayanan medik yang dipandang terbaik dan bermutu. Pelaksanaan informed concent yang dilakukan di
RSUD Tugurejo telah dilaksanakan sesuai prosedur yang ditetapkan dalam protap penanganan pasien yang
terinci dan tegas serta secara umum pelaksanaannya tidak mengalami kendala dari sisi manajemen maupun
Dinamika kebidanan vol.1/ no. 1/ januari 2011
peralatan medis serta sumber daya manusianya. Adapun yang menjadi kendala adalah terletak pada
pemahaman pasien. Kata kunci : informed concent, penerapan, keluarga berencana
PENDAHULUAN
Program Keluarga Berencana Nasional dapat dilihat pada pelaksanaan program Making
Pregnancy Safer (MPS). Salah satu pesan kunci dalam rencana Strategik Nasional MPS
di Indonesia 2001-2010 adalah bahwa setiap kehamilan harus merupakan kehamilan yang
upaya pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan utama. Untuk
digabungkan dengan pelayanan kesehatan reproduksi yang telah tersedia (Saifudin, 2003)
mampu memberikan hasil yang efektif dan efisien bila dikemas dalam pelayanan yang
Reproduksi Esensial yaitu Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir, Keluarga Berencana,
termasuk HIV/AIDS. Hal ini merupakan kesepakatan bersama dalam Lokakarya Nasional
dapat dilakukan dengan berbagai aspek kegiatan yang diantaranya adalah adanya
yang diberikan oleh klien dan atau keluarganya atas dasar informasi dan penjelasan
Informed Consent dalam dunia kedokteran kita sebetulnya masih tergolong hal
yang baru. Meskipun Informed Consent itu sudah sejak lama dikenal di Amerika Serikat
Pada awalnya Informed Consent berawal dari gagasan hakim Benyamin Cardoso
dalam menangani kasus (perkara) antara Schloendorff vs. Society of the New Hospital
bahwa : Every human of adult years and saund mind has a right to determine what shall
be done with his own body and a surgeon who performs an operation whitout his consent,
Pengakuan terhadap Informed Consent sebagai salah satu hak pasien tersebut, pada
prinsipnya bertumpu pada dua macam hak dasar manusia yaitu hak untuk menentukan
nasib sendiri (The Right to self Determination) dan hak atas informasi (The Right to
Information).
Dengan demikian, era dimana sang pengobat dapat memutuskan uuntuk melakukan
tindakan medik tanpa memberikan informasi (penjelasan) telah menjadi masa lalu. Kini
para pemberi jasa kesehatan dituntut untuk memberikan informasi baik diminta maupun
delapan puluhan menyusul kasus dokter Setianingroem di Pati dan kasus Muhidin di
Sukabumi. Setelah terjadinya kasus-kasuss itu kalangan profesi medis merasa cemas dan
resah akan perlindungan hukum dalam menjalankan tugas dan kewajibannya maka pada
tanggal 23 Februari 1988 oleh IDI (Ikatan Dokter Indonesia) dikeluarkan Fatwa tentang
Permenkes tersebut kiranya dapat dijadikan pedoman bagi para profesi medis untuk
yang dilakukan pada tindakan medis. Penerapannya sangat spesifik, dimana pada
keluarga Berencana bukan bersifat therapeteus sedang pada tindakan mediss bersifat
therapeteus, disamping itu pada pelayanan Keluarga Berencana terdapat adanya sifat dari
metode kontrasepsi yang hendak dijalani. Jika metode itu mempunyai sifat
Reversible(dapat diperbaiki lagi) seperti pil suntikan, IUD dan susuk maka Informed
Dinamika kebidanan vol.1/ no. 1/ januari 2011
tidak harus dimintakan kepada pasangannya. Sedangkan jika metode tersebut bersifat
Karena itu Infinformed Consent ormed Consent harus memenuhi dua syarat pokok,
perbedaan antara pemberian informasi oleh dokter dan penerimaan (pengertian) oleh
pasien sehiingga dapat saja terjadi dokter sudah memberikan informasi tetapi pasien tidak
memahami/mengerti apa yang diterangkan oleh dokter, berkaitan dengan bahasa dokter
Standar Profesi medik (SPM) dan Informed Consent merupakan dua unsur pokok
yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan profesi kedokteran. Semua perselisihan yang
SPM dan Informed Consent tersebut. Beberapa penulis malah menyebut kedua hal
tersebut sebagai unsur utama yanggungjawab medik. Ameln menegaskan bahwa bila
terbukti dokter tidakmenyimpang dari SPM dan telah memenuhi Informed Consent maka
Dari sudut Hukum Pidana, informed consent harus dipenuhi dengan adanya pasal
351 KUHP, yaitu tentang penganiyayaan. Suatu pembedaan yang dilakukan tanpa izin
pasien dapat disebut sebagai penganiyayaan dan merupakan pelanggaran terhadap Pasal
351 KUHP. Leenen memberikan contoh, apabila A menusuk / menyayatkan pisau pada B
sehingga timbul luka, maka tindakan tersebut dapat disebut sebagai penganiyayaan.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis
penelitian hukum yang sosiologis mengikuti pola penelitian ilmu-ilmu sosial khususnya
ilmu sosiologi. Dalam metode penelitian ini data yang digunakan adalah data primer
METODE PENELITIAN
Penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis yaitu cara atau prosedur
diteliti.Metode Pengumpulan Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data
primer dan dilengkapi dengan data sekunder. Data yang berupa data primer diperoleh
para pihak-pihak yang ada kaitan dengan masalah yang diteliti. Teknik yang dipakai
dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling atau penerikan sampel yang
dilakukan dengan cara mengambil subyek didasarkan pada tujuan tertentu. Populasi
adalah instansi pemerintah yang terkait masalah hukum kesehatan, pelayanan keluarga
kesehatan. Tehnik sampel yang dipakai dalam penelitian ini adalah tehnik Purposive
sampling yang artinya dalah sampel yang telah ditentukan lebih dahulu didasarkan
Sampel yang diteliti yaitu memilih subyek dari anggota populasi yang bisa
pasien yang telah menggunakan fasilitas pelayanan keluarga berencana pada RSSUD
alat kontrasepsi mantap (MOW) sebanyak 84 pasien atau sebesar 98,91% sedang
yang lain menggunakan kontrassepsi IUD sebanyak 8 pasien atau sebesar 8,69 %.
Dari hal tersebut dapat terlihat bahwa jumlah pasien yang memerlukan adanya
Informed Consent relative sangat banyak. Namun yang terjadi permasalahan tindakan
Informed Consent yang dilakukan oleh RSUD hanya tertuang dalam suatu
persetujuan akan melakukan tindakan medis tanpa ada catatan dari dokter atau para
medis
pendapat dari pasien yang dapat dilihat dari table di bawah ini.
tidak mengetahui.
sampai dengan tingkat SD atau SMP. Dan hanya 2 orang saja yang tingkat
mengenai alat kontrasepsi tersebut. Namun secara resiko dan dampak yang
Tugurejo.
alat kontrasepsi mantap (MOP), secara keseluruha pasien menyatakan cukup puas
akan pelayanan yang diberikan oleh pihak RSUD Tugurejo dalam memberikan
pelayanan kepada pasien baik dalam memberikan penjelasan akan alat kontrsepsi
mantap maupun juga dalam penanganan medisnya selama itu Informed Consent yang
mereka tandatangani kesemuanya tidak ada komplain pelayanan dan semuanya dapat
medis.
akan tindakan meddis KB namun hal itu telah diberikan penjelasan yang
berencana pada tahun 2007 tingkat pemahaman akan alat kontrasepsinrelatif tidak
mengetahui sebelum diberi penjelasan, hanya sebagian kecil saja yang jelas
relative mengetahui mengenai alat kontrasepsi mantap. Mencermati hal tersebut bila
ditinjau dari sisi pelayanan kesehatan yang dilaksanakan pihak RS telah optimal
SIMPULAN
Berdasarkan data dan fakta, yang telah dijelaskan di atas berkaitan dengan
sebagai berikut :
Dengan demikian, Informed Consent yang diperoleh dengan cara yang baik akan
itu, tentu saja melindungi dokter dari kemungkinan tuntutan/gugatan pasien jika
terjadi kegagalan dalam upaya penyembuhan. Karena dalam hal ini pasien
penyembuhan tersebut.
dilaksanakan dengan baik sehingga dapat menekan resiko yang terjadi dari
pasien.
Disamping adanya protap yang mengatur prosedur secara rinci dan tegas, juga
diperlukan komunikasi dalam hubungan pasien dan dokter, karena hal tersebut
medis serta sumber daya manusianya. Adapun yang jadi kendala adalah terletak
pasien akan penggunaan alat kontrasepsi khususnya MOW masih sangat minim
yaitu terletak pada aspek-aspek kesehatan yang ditimbulkan dari adanya alat
mantap mereka secara jenis banyak yang belum mengetahui, hanya mendengar
KEPUSTAKAAN
Abdul Bari Saifuddin, dkk. (2003). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Anny Isfandyrie. (2005). Malpraktek & resiko Medik, Dalam Kajian Hukum Pidana
Jakarta: Presentasi Pustaka.
Chrisdiono M. Achadiat. (2006). Dinamika Etika & Hukum kedokteran dalam Tantangan
Zaman. Jakarta: EGC.
Dinamika kebidanan vol.1/ no. 1/ januari 2011
Fred Ameln. (1991). Kapita Selekta Hukum Kedokteran. Jakarta: Grafikatama Jaya.
Gunawan. (1991). Memahami Etika Kedokteran. Yogyakarta: Kanisius.
Hanafi Hartanto. (2003). Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Harian Kompas, 13 Februari 1987.
Ronny Hanitijo S,. (1988). Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta:
PT.Ghalia Indonesia.
Sambutan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Pebruari,2003.
Veronika D, Komalati. (1999). Peran Informed Consent dalam transaksi terapiotik, suatu
tinjauan yuridis Persetujuan Dalam Hubungan Dokter dan Pasien. Bandung:Citra
Aditya Bakti.