Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Pendahuluan
Perdarahan intrakranial (ICH) merupakan suatu peristiwa medis yang
bermakna, yang menyebabkan hingga 15% dari kejadian stroke.1 Insidensi ICH
adalah sekitar 25 per 100.000 orang dalam setiap tahunnya, dan menyebabkan
tingkat mortalitas sebesar 40% dalam satu bulan setelah kejadian. 1 ICH dapat
terjadi pada beberapa kompartemen intrakranial dan dapat disebabkan oleh
beragam patologi yang berbeda. Pencitraan sistem neurologi sangat penting bagi
dokter yang mengobati untuk memahami lokasi dan volume perdarahan, risiko
cedera otak yang akan terjadi, dan untuk memandu penatalaksanaan pasien yang
seringkali dalam keadaan kegawatdaruratan.
Disini kami melakukan peninjauan terhadap gambaran pencitraan ICH
untuk memberikan tinjauan yang luas mengenai berbagai penyebab dan tampilan
ICH yang beragam. Dalam artikel ini kami akan membahas penyebab ICH yang
berkaitan dengan pembuluh darah yang paling sering ditemukan, namun artikel ini
tidak dimaksudkan untuk mencakup semua penyebab ICH. ICH yang disebabkan
oleh neoplasma primer atau metastasis tidak dibahas disini. Penggunaan tomografi
terkomputerisasi (CT) ditekankan sebagai teknik yang paling sering dilakukan
dalam evaluasi pasien secara darurat dengan kecurigaan akan ICH atau ICH yang
memang telah diketahui, namun Pencitraan teresonansi magnetik (MRI) juga
dibahas.
Hematoma Epidural
Hematoma epidural teridentifikasi pada CT kepala sebagai pengumpulan
signal hiperdens pada ruang epidural, yang terletak di sela antara bagian dalam
tengkorak dan duramater. Karena perdarahan epidural terletak di antara tengkorak
dan duramater, perluasannya dibatasi oleh sutura yang berada didekatnya diantara
tulang-tulang tengkorak. Sejalan dengan bertambahnya volume perdarahan, darah
epidural akan meluas di sepanjang bagian dalam tengkorak hingga batas sutura
terdekat. Karena perdarahan epidural memaksimalkan perluasannya ke lateral
yaitu ke pinggiran sutura, perdarahan kemudian akan terus bertambah pada bagian
superfisial ke bagian dimensi yang dalam, yang menghasilkan tampilan yang
disebut crescentic atau biconvex pada hematoma epidural (Gambar 2).
Hematoma epidural dapat disebabkan oleh laserasi arteri atau vena yang
berjalan di sepanjang bagian dalam tengkorak, dan kerusakan pada pembuluh
darah ini seringkali disertai dengan fraktur tulang tengkorak yang terkait.14
Perdarahan akibat kerusakan arteri diduga menyebabkan hematoma epidural yang
lebih besar dan mengalami penambahan volume perdarahan dengan lebih cepat
dibandingkan dengan hematoma epidural yang terjadi akibat kerusakan pada vena.
Hematoma epidural dapat ditandai secara klinis dengan lucid interval, yang
mana pada keadaan ini pasien sebagian besar bersifat asimptomatik atau tidak
dalam keadaan sakit kritis.15 Lucid interval merupakan waktu antara cedera
traumatika dan akumulasi perdarahan di ruang epidural sebelum ia menimbulkan
efek massa pada otak yang berdekatan.15 Namun, ketika hematoma epidural
mencapai ukuran yang cukup besar, keadaan ini akan memperlihatkan efek massa
yang signifikan pada otak yang berada di dekatnya, yang dapat menyebabkan
herniasi midline, subfalcine, atau herniasi transtentorial yang dapat memburuk
dengan cepat dan menyebabkan perubahan tingkat kesadaran dan kematian pasien
(Gambar 2). Oleh karena itu, pasien-pasien dengan hematoma epidural yang
teridentifikasi dengan CT scan harus dibawa ke ruang operasi untuk menjalani
evakuasi hematoma epidural secara darurat dalam keadaan terjadinya perburukan
status neurologi atau menjalani pemantauan dengan ketat jika mereka tidak berada
pada keadaan yang mendekati kematian
Hematoma Subdural
Hematoma subdural teridentifikasi pada CT kepala sebagai perdarahan
dengan signal hiperdens pada ruang subdural, yang terletak antara arachnoid dan
piamater.16 Hematoma subdural yang kecil dapat disamarkan oleh volume yang
berimbang dengan struktur tulang yang berdekatan, dan ahli radiologi harus
melakukan penyesuaian pengaturan window CT scan sehingga densitas darah
cukup bisa dibedakan dari struktur tulang yang berada didekatnya (dianjurkan
untuk menggunakan window subdural dengan lebar 13- dan window level 30)
untuk meningkatkan kemampuan CT untuk mendeteksi hematoma yang
berukuran kecil ini. Selain itu, penggunaan teknik reformasi koronal telah terbukti
dapat meningkatkan angka deteksi pengumpulan cairan perdarahan kecil yang
berada di ekstra-aksial, dan reformasi ini harus dimasukkan kedalam semua
protokol trauma.17,18
Gambar 1. SAH traumatika setelah kecelakaan kendaraan bermotor. (A) NCCT
memperlihatkan SAH dengan signal hiperdens (tanda panah) di dalam sulkus
serebri yang berdekatan dengan konveksitas. Juga ditemukan adanya hematoma
subdural yang berada di atas hemisfer serebri kiri (kepala panah) dan hematoma
subgaleal yang berada di atas os parietal kanan (tanda panah dengan garis putus-
putus) (B) MRI Sekuens FLAIR memperlihatkan SAH sebagai signal hiperintens
di dalam sulkus serebri (Tanda panah) dan hematoma subdural kiri sebagai signal
hiperitens yang berada di atas os parietal kiri (kepala panah). Hematoma subgaleal
yang berada di atas os parietal kanan lagi-lagi dapat terlihat (tanda panah dengan
garis putus-putus). (C) MRI GRE memperlihatkan SAH sebagai signal hipointens
di dalam sulkus serebri (tanda panah) dan hematoma subdural kiri sebagai signal
hipointens yang berada di atas os parietalis kiri (kepala panah). Hematoma
subgaleal yang berada di atas os parietal kanan juga terlihat (tanda panah dengan
garis putus-putus). SAH, perdarahan subarachnoid; NCCT, CT non-kontras;
FLAIR, Fluid attenuation inversion Recovery; MRI, pencitraan teresonansi
magnetik; GRE, gradient-echo; CT, tomografi terkomputerisasi.
Gambar 2. Perdarahan intrakranial traumatika pada dua pasien. NCCT dilakukan
pada seorang pasien dengan penurunan status mental setelah kecelakaan sepeda
(A,B). Suatu kontusio parenkim perdarahan ditemukan pada lobus temporalis
kanan (A, kepala panah), dan hematoma epidural crescentic ditemukan di anterior
dari lobus temporal anterior kiri (A, tanda panah). Suatu fraktur os temporal non-
displaced ditemukan berdekatan dengan hematoma epidural (B, tanda panah)
Pasien Kedua dengan penurunan tingkat kesadaran setelah kecelakaan kendaraan
bermotor menjalani NCCT (C,D). Hematoma epidural biconvex yang besar (C,D,
tanda panah) memperlihatkan efek massa yang signifikan pada hemisfer serebri
kanan dan menyebabkan pergeseran midline ke arah kiri dan herniasi subfalc (C,
D, kepala panah) dan herniasi unkus kanan (D, tanda panah dengan garis putus-
putus). NCCT, CT non-kontras.
Gambar 3. Window CT dan penyesuaian tingkatan untuk memvisualisasikan
hematoma subdural. Seorang pasien dengan ICH traumatika menjalani NCCT.
Window otak standar sebesar 75 dan level 20 (A, B) dan window subdural optimal
sebesar 150 dan level 30 (C, D) ditunjukkan pada gambar. Kontusio perdarahan
pada lobus temporal anterior kanan (A, C, kepala panah) dan SAH sulkus yang
berada di atas lobus frontalis kanan (B, D, kepala panah) juga dapat terlihat
dengan baik dengan menggunakan kedua kombinasi window/ level. Hematoma
subdural hemisfer kanan (A-D, tanda panah) sedikit kurang terlihat dengan baik
pada window otak standar (A, B) saat dibandingkan dengan level window/level
subdural (C,D). CT, tomografi terkomputerisasi; ICH, perdarahan intrakranial;
NCCT, CT non-kontras; SAH, perdarahan subarachnoid.
Gambar 4. Herniasi otak akibat hematoma subdural yang besar. Gambar NCCT
pada seorang pasien dengan hematoma subdural hemisfer kiri yang besar.
Hematoma subdural (A-C, tanda panah) menyebabkan hilangnya atau tidak
terlihatnya sisterna basalis (A, kepala panah), herniasi subfalx (B, C, kepala
panah) dan herniasi unkus kiri (C, kepala panah). NCCT, CT non-kontras.
Perdarahan mikro pada otak berkaitan dengan kerusakan akson difus dan
seringkali terletak berdekatan dengan tautan antara substansia grisea dan alba. 23
Beban dan distribusi perdarahan mikro pada otak telah dikaitkan dengan outcome
pasien, sehingga merupakan penanda cedera otak traumatika yang penting.25
Gambar 8. Perdarahan lobaris akibat angiopati amiloid serebri. NCCT (a), MRI
GRE (B), dan gambar MRI SWI (C) memperlihatkan perdarahan intraparenkim
pada lobus temporalis kanan dan oksipitalis (A, B, C, tanda panah). Pola
perdarahan bersifat lobaris dan tidak terbatas pada wilayah kekuasaan pembuluh
darah arteri. Pasien akhirnya didiagnosis dengan CAA. NCCT, CT non-kontras;
MRI, pencitraan teresonansi magnetik; GRE, gradien-echo; SWI, pencitraan
dengan pembobotan kerentanan; CAA, angiopati amiloid serebri.
Karakteristik pada CT kepala non-kontras (NCCT) juga bersifat prediktif
terhadap outcome pasien, dan prognosis yang lebih buruk berkaitan dengan
ukuran hematoma awal,27,28 perluasan perdarahan ke area intraventrikular,29-31 dan
perluasan hematoma pada pemeriksaan pencitraan serial.32-34
Pencitraan kepala serial dengan CT dan/atau MRI seringkali digunakan pada
pasien-pasien dengan IPH untuk mengevaluasi interval perluasan hematoma atau
efek massa yang sedang muncul akibat edema yang berada di sekitar area
perdarahan, yang keduanya membutuhkan perubahan penatalaksanaan pasien
dengan segera seperti dekompresi atau evakuasi secara pembedahan.35,36
Saat ini muncul peran CT angiografi (CTA) dalam evaluasi IPH secara
cepat. Gambar CT yang diambil sebagai fase lambat setelah melakukan CTA
terhadap pembuluh darah otak bisa memperlihatkan ekstravasasi kontras yang
aktif sebagai regio yang memperlihatkan pengumpulan kontras dengan signal
hiperdens didalam hematoma, yang diistilahkan sebagai spot sign (Gambar 7).37
Keberadaan Spot Sign memprediksi adanya perluasan hematom dan outcome
yang buruk, dan tanda ini oleh karena itu digunakan baik untuk menentukan
prognostik dan untuk memandu intervensi medis dan pembedahan yang lebih
agresif.15-28
Informasi diagnostik lainnya mengenai penyebab yang mendasari IPH dapat
ditarik dari hasil pemeriksaan dengan CTA atau MRI dengan media kontras. Jika
terdapat kecurigaan klinis yang tinggi akan proses neoplastik yang mendasarinya,
MRI serial dengan kontras dapat dilakukan ketika hematoma telah hilang untuk
memastikan bahwa hematoma tidak menyamarkan massa yang mendasarinya
pada fase akut.
Aneurisma Serebri
Aneurisma serebri merupakan outpouching atau pembentukan kantong
secara fokal yang muncul pada arteri yang berjalan di sepanjang permukaan otak,
dan outpuching ini memperlihatkan kelamahan area dinding arteri yang rentan
mengalam ruptur.54 Ruptur aneurisma serebri secara klasik terlihat sebagai onset
nyeri kepala secara tiba-tiba dengan intensitas yang paling berat di sepanjang
hidupnya, yang disebabkan oleh perdarahan pada ruang subarachnoid dan iritasi
dura yang berhubungan dengan perdarahan ini.54
CT kepala memiliki sensitivitas yang hampir mencapai 100% untuk
mendeteksi keberadaan SAH akut dalam waktu 6-24 jam setelah onset gejala.55
Gambar 11. Konversi perdarahan pada infark di wilayah suplai arteri serebelum
posterior kiri yang membutuhkan operasi dekompresi fossa posterior. MRI dengan
pembobotan difusi memperlihatkan stroke akut di dalam wilayah arteri serebelum
inferior posterior kiri pada saat pasian datang (A). Tiga hari kemudian, pasien
mengalami perdarahan HI2 didalam area infark (B, tanda panah) dan
pembengkakan jaringan yang mengalam infark yang benar-benar menutupi dan
menyamarkan atau menghilangkan ventrikel keempat (B, kepala panah).
Kraniektomi suboksipital (C, tanda panah) dilakukan dengan dekompresi
selanjutnya pada ventrikel keempat (C, kepala panah).
Risiko ruptur DAVF dinilai berdasarkan pola aliran keluar vena dari
fistula.73,74 Sistem penentuan stadium dari Cognard dan Borden umumnya
digunakan untuk menggambarkan risiko perdarahan akibat DAVF, dan risiko
perdarahan yang terkait dengan jalan keluar vena dari fistula. 73,74 Aliran
arteriovenosa akibat DAFV meningkatkan tekanan pada sinus venosus, yang
dapat menyebabkan transmisi peningkatan tekanan ini secara retrograde ke vena
kortikal yang mengalirkan alirannya ke sinus (Lesi Cognard IIB dan IIa+ IIb) atau
ke vena kortikal itu sendiri (Lesi Cognard III dan IV). Vena kortikal yang tidak
mampu mengakomodasi peningkatan tekanan ini bisa mengalami ruptur dan
menyebabkan ICH. Pasien-pasien yang datang dengan gejala yang lebih berat juga
lebih berkemungkinan untuk mengalami ruptur DAVF.73 Sistem penilaian ini
didasarkan pada DSA, yang masih merupakan baku emas dalam evaluasi
arsitektur pembuluh darah pada lesi ini. Teknik MRI lanjut, seperti teknik label
spin arteri, telah terbukti sangat akurat dalam mengidentifikasi DAFV dan dalam
menentukan apakah terdapat refluks vena kortikal yang membutuhkan
penatalaksanaan dengan segera.71,72
Gambar 15. Perdarahan intraparenkim akibat trombosis sinus sagitalis superior
pada pasien perempuan dengan keadaan hiperkoagulasi. NCCT (A) menunjukkan
perdarahan intraparenkim dengan signal hiperdens pada girus frontalis superior
kiri dan medius (A, tanda panah) dan cedera iskemik dengan signal hipodens di
girus frontalis medius kanan (A, kepala panah). MRI (B-D) selanjutnya
menunjukkan perdarahan intraparenkim pada girus frontalis superior kiri dan
medius sebagai signal perdarahan hipointens T2 heterogen (B, tanda panah) dan
signal hipointens pada GRE (B, kepala panah) dengan edema hiperintens pada T2
di daerah yang berada di sekitarnya. Juga terdapat perdarahan intraparenkim pada
girus frontalis medius kanan (B, tanda panah dengan garis putus-putus) yang
terletak di posterior terhadap area infark iskemik dengan area yang berukuran
kecil (B, kepala panah) yang teridentifikasi pada CT kepala sebelumnya (A,
kepala panah). Signal hipointens GRE (C, kepala panah) dan defek pengisian pada
MRI volumetrik pasca-kontras (D, kepala panah) menemukan adanya defek
pengisian pada trombosis sinus sagitalis superior yang merupakan penyebab
perdarahan intrakranial dan cedera iskemik ini. Trombus lainnya terlihat meluas
ke vena kortikal kanan anterior pada pencitraan volumetrik pasca-kontras (D,
tanda panah). NCCT, CT non-kontras; MRI, pencitraan teresonansi magnetik;
GRE, gradien-echo.
Gambar 16. Perdarahan subarachnoid sulkus yang disebabkan oleh vaskulitis
arteri serebri. Pasien perempuan berusia paruh baya yang datang dengan nyeri
kepala. Pencitraan MRI FLAIR memperlihatkan kelainan signal hiperintens di
dalam sulkus marginalis kanan (A, tanda panah) dan pencitraan MRI GRE yang
menunjukkan kelainan signal hipointens di dalam sulkus marginalis kanan pada
bagian yang lebih bawah (B, tanda panah). DSA otak (C,D) memperlihatkan
adanya bintik-bintik samar di dalam segmen M4 dari arteri serebri media kanan
(C,D, tanda panah) dan arteri serebri anterior kanan distal (tidak diperlihatkan
dalam gambar) yang sesuai dengan vaskulitis. MRI, pencitraan teresonansi
magnetik; FLAIR, Fluid attenuation Inversion Recovery; GRE, gradient-echo;
DSA, angiografi subtraksi digital.
SAH sulkus akut yang disebabkan oleh vaskulitis atau vaskulopati paling
sering teridentifikasi dengan CT kepala sebagai hiperdensitas di dalam sulkus
serebri, namun juga dapat teridentifikasi dengan MRI sebagai suatu
hiperintensitas sulkus pada sekuens FLAIR atau kelainan signal hipointens pada
sekuens GRE atau SWI (Gambar 16). SAH sulkus dalam keadaan tidak adanya
trauma harus dievaluasi lebih lanjut dengan DSA, terutama dalam keadaan adanya
temuan CTA yang negatif, untuk memastikan bahwa diagnosis vaskulitis atau
vaskulopati ditegakkan dengan benar.79
Aneurisma Mikotik
Aneurisma mikotik merupakan outpuching atau pembentukan kantong pada
dinding arteri yang biasanya berasal dari arteri serebri distal. Lesi ini sebenarnya
merupakan pseudoaneurisma, dan seringkali disebabkan oleh oklusi
tromboemboli pembuluh darah dengan perubahan inflamasi yang terkait yang
menyebabkan robekan kecil pada tempat oklusi pembuluh darah. 80,81 Aneurisma
mikotik biasanya disebabkan oleh endokarditis atau trombin yang terkait dengan
katup jantung mekanik atau anomali jantung lainnya. 80-82
Sama halnya dengan vaskulitis, ruptur aneurisma mikotik juga dapat
menyebabkan SAH sulkus, yang teridentifikasi dalam fase akut sebagai
hiperdensitas di dalam sulkus serebri, yang seringkali berada di sekitar vertex.
Aneurisma mikotik yang berasal dari pembuluh darah intrakranial yang lebih
proksimal bisa terlihat sebagai pola SAH yang difus. 82 Aneurisma mikotik dapat
terlihat sebagai fokus hipointensitas pada ruang subarachnoid atau berada di dekat
tautan substansia grisea-alba pada sekuens MRI GRE (Gambar 17). Pencitraan
pembuluh darah dengan CTA atau MR angiografi dapat memperlihatkan adanya
outpouching arteri yang samar, atau, yang lebih sering ditemukan, peningkatan
fokal kaliber pembuluh yang terserang. Namun, aneurisma mikotik yang kecil
dapat bersifat samar pada pencitraan pembuluh darah non-invasif, dan DSA perlu
dilakukan untuk mengidentifikasi dan menentukan ciri lesi ini dan untuk
mengidentifikasi aneurisma mikotik lainnya yang terkait yang belum mengalami
ruptur (Gambar 17).
Kesimpulan
ICH merupakan kejadian medis yang bersifat signifikan dengan mortalitas
yang tinggi. Terdapat beragam variasi tampilan pencitraan ICH, yang
mencerminkan keragaman patologi penyebab ICH yang luas. Pertimbangan secara
seksama mengenai pola ICH, gejala-gejala dan demografi pasien, dan pencitraan
pembuluh darah atau pasca-kontras yang terkait dapat mengungkapkan diagnosis
pada sebagian besar keadaan.