Vous êtes sur la page 1sur 43

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

DENGAN DIAGNOSA HIPERTENSI DI DESA


PANDAN SARI RT 6

OLEH :
Aisyah, S.Kep
NPM: 16149012220619

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN NERS B
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan asuhan keperawatan ini telah disetujui


Tanggal Maret 2017

Pembimbing

(Novia Heriani, Ns.,M.Kep)

Mengetahui,
Ketua Program Studi S-1 Keperawatan

(Hj. Ruslinawati,Ns.,M.Kep)
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT atas berkat karuniaNya sehingga penulis
dapat menyelesaikan Studi Kasus ini yang berjudul Laporan Asuhan Keperawatan Gerontik
Dengan Diagnosa Hipertensi . Yang diajukan penulis untuk memenuhi syarat menempuhstase
keperawatan komunitas, keluarga dan gerontik pada program profesi ners Universitas
Muhammadiyah Banjarmasin.
Penulis sangat menyadari bahwa pada penulisan laporan ini masih menemukan kesulitan,
tetapi berkat bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak akhirnya penulis dapat memperbaiki
dan melengkapi laporan ini hingga terselesaikan dengan baik.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
yang terhormat:
1. Bapak M. Syafwani, SKp.,M.Kep.,Sp.Jiwa selaku direktur Universitas Muhammadiyah
Banjarmasin.
2. Hj. Ruslinawati, Ns.,M.Kep.selaku ketua Program Studi S1 Keperawatan.
3. Ibu Novia Heriani, Ns.,M.Kep selaku Pembimbing stase keperawatan Gerontik yang telah
meluangkan waktunya membimbing dan membagikan ilmu serta memberikan arahan pada
penulis dalam menyelesaikan laporan ini.

Penulis menyadari dalam pembuatan laporan ini masih terdapat kekurangan, namun penulis
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga laporan ini dapat
selesai dengan baik dan tepat pada waktunya. Penulis dengan rendah hati menerima saran dan
kritik yang bersifat membangun dari semua pihak demi lebih baik diwaktu yang akan datang.
Semoga laporan ini dapat berguna dan bermanfaat khususnya bagi mahasiswa Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Banjarmasin.

Banjarmasin, Februari 2017

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penduduk Lanjut Usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan anggota masyarakat
yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup. Pada
tahun 1980 penduduk lanjut usia baru berjumlah 7,7 juta jiwa atau 5,2 persen dari seluruh
jumlah penduduk. Pada tahun 1990 jumlah penduduk lanjut usia meningkat menjadi 11,3
juta orang atau 8,9 persen. Jumlah ini meningkat di seluruh Indonesia menjadi 15,1 juta
jiwa pada tahun 2000 atau 7,2 persen dari seluruh penduduk. Dan diperkirakan pada tahun
2020 akan menjadi 29 juta orang atau 11,4 persen. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk
lanjut usia meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu. Angka harapan hidup
penduduk Indonesia berdasarkan data Biro Pusat Statistik pada tahun 1968 adalah 45,7
tahun, pada tahun 1980 : 55.30 tahun, pada tahun 1985 : 58,19 tahun, pada tahun 1990 :
61,12 tahun, dan tahun 1995 : 60,05 tahun serta tahun 2000 : 64.05 tahun (BPS.2000)

Dengan makin meningkatnya harapan hidup penduduk Indonesia, maka dapat diperkirakan
bahwa insidensi penyakit degeneratif akan meningkat pula. Salah satu penyakit degeneratif
yang mempunyai tingkat morbiditas dan mortalitas tinggi adalah hipertensi. Hipertensi
pada usia lanjut menjadi lebih penting lagi mengingat bahwa patogenesis, perjalanan
penyakit dan penatalaksanaannya tidak seluruhnya sama dengan hipertensi pada usia
dewasa muda. Pada umumnya tekanan darah akan bertambah tinggi dengan bertambahnya
usia pasien, dimana tekanan darah diastolik akan sedikit menurun sedangkan tekanan
sistolik akan terus meningkat.

Penyakit degeneratif dan penyakit tidak menular mengalami peningkatan resiko penyebab
kematian, dimana pada tahun 1990, kematian penyakit tidak menular 48 % dari seluruh
kematian di dunia, sedangkan kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah, gagal
ginjal dan stroke sebanyak 43% dari seluruh kamatian di dunia dan meningkat pada tahun
2000 kematian akibat penyakit tidak menular yaitu 64 % dari seluruh kematian dimana
60% disebabkan karena penyakit jantung dan pembuluh darah, stroke dan gagal ginjal.
Pada tahun 2020, diperkirakan kematian akibat penyakit tidak menular sebesar 73% dari
seluruh kematian di dunia dan sebanyak 66% diakibatkan penyakit jantung dan pembuluh
darah, gagal ginjal dan stroke, dimana faktor resiko utama penyakit tersebut adalah
hipertensi. (Zamhir, 2006).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan penyebab kematian dan kesakitan yang
tinggi. Darah tinggi sering diberi gelar The Silent Killer karena hipertensi merupakan
pembunuh tersembunyi karena disamping karena prevalensinya yang tinggi dan cenderung
meningkat di masa yang akan datang, juga karena tingkat keganasannya yang tinggi berupa
kecacatan permanen dan kematian mendadak. Sehingga kehadiran hipertensi pada
kelompok dewasa muda akan sangat membebani perekonomian keluarga, karena biaya
pengobatan yang mahal dan membutuhkan waktu yang panjang, bahkan seumur hidup.
(Bahrianwar, 2009)

Di Indonesia dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995, prevalensi
hipertensi di Indonesia adalah 8.3% (pengkuran standart WHO yaitu pada batas tekanan
darah normal 160/90 mmHg). Pada tahun 2000 prevalensi penderita hipertensi di indonesia
mencapai 21% (pengukuran standart Depkes yaitu pada batas tekanan darah normal 139 /
89 mmHg). Selanjutnya akan diestimasi akan meningkat menjadi 37 % pada tahun 2015
dan menjadi 42 % pada tahun 2025. (Zamhir, 2006).

Penyebab hipertensi tidak diketahui pada sekitar 95 % kasus.Bentuk hipertensi idiopatik


disebut hipertensi primer atau esensial.Patogenesis pasti tampaknya sangat kompleks
dengan interaksi dari berbagai variabel, mungkin pula ada predisposisi genetik. Mekanisme
lain yang dikemukakan mencakup perubahan perubahan berikut: (1). Eksresi natrium dan
air oleh ginjal, (2). Kepekaan baroreseptor, (3). Respon vesikuler, dan (4). Sekresi renin.
Sedangkan 5% penyakit hipertensi terjadi sekunder akibat proses penyakit lain seperti
penyakit parenkhim ginjal atau aldosterronisme primer (Prince, 2005).

Beberapa organisasi dunia dan regional telah memproduksi, bahkan memperbaharui


pedoman penanggulangan hipertensi.Dari berbagai strategi dapat disimpulkan bahwa
penanggulangan hipertensi melibatkan banyak disiplin ilmu. Kunci pencegahan atau
penanggulangan perorangan adalah gaya hidup sehat. Masyarakat juga perlu tahu risiko
hipertensi agar dapat saling mendukung untuk mencegah atau menanggulangi agar tidak
menyebabkan peningkatan yang signifikan sampai mencegah terjadinya komplikasi.
(Bahrianwar,2009).
Di Indonesia, Pemerintah bersama Departemen Kesehatan RI memberi apresiasi dan
perhatian serius dalam pengendalian penyakit Hipertensi. Sejak tahun 2006 Departemen
Kesehatan RI melalui Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular yang bertugas
untuk melaksanakan pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah termasuk
hipertensi dan penyakit degenaritaif linnya, serta gangguan akibat kecelakaan dan cedera.
(Depkes, 2007).

Untuk mengendalikan hipertensi di Indonesia telah dilakukan beberapa langkah, yaitu


mendistribusikan buku pedoman, Juklak dan Juknis pengendalian hipertensi; melaksanakan
advokasi dan sosialisasi; melaksanakan intensifikasi, akselerasi, dan inovasi program
sesuai dengan kemajuan teknologi dan kondisi daerah setempat (local area specific);
mengembangkan (investasi) sumber daya manusia dalam pengendalian hipertensi;
memperkuat jaringan kerja pengendalian hipertensi, antara lain dengan dibentuknya
Kelompok Kerja Pengendalian Hipertensi; memperkuat logistik dan distribusi untuk
deteksi dini faktor risiko penyakit jantung dan pembuluh darah termasuk hipertensi;
meningkatkan surveilans epidemiologi dan sistem informasi pengendalian hipertensi;
melaksanakan monitoring dan evaluasi; dan mengembangkan sistem pembiayaan
pengendalian hipertensi. (Depkes, 2007).

Pada usia lanjut aspek diagnosis selain kearah hipertensi dan komplikasi, pengenalan
berbagai penyakit yang juga diderita oleh orang tersebut perlu mendapatkan perhatian oleh
karena berhubungan erat dengan penatalaksanaan secara keseluruhan. Dahulu hipertensi
pada lanjut usia dianggap tidak selalu perlu diobati, bahkan dianggap berbahaya untuk
diturunkan. Memang teori ini didukung oleh observasi yang menunjukkan turunnya
tekanan darah sering kali diikuti pada jangka pendeknya oleh perburukan serangan iskemik
yang transient (TIA). Tetapi akhir-akhir ini dari penyelidikan epidemiologi maupun trial
klinik obat-obat antihipertensi pada lanjut usia menunjukan bahwa hipertensi pada lansia
merupakan risiko yang paling penting untuk terjadinya penyakit kardiovaskuler, strok dan
penyakit ginjal. Banyak data akhir-akhir ini menunjukan bahwa pengobatan hipertensi
pada lanjut usia dapat mengurangi mortalitas dan morbiditas.

Untuk menghindari hal tersebut perlu pengamatan secara dini. Hipertensi sering ditemukan
pada usia tua/lanjut kira-kira 65 tahun keatas (Sri Rahayu : 2000 : 7 ).

Untuk mencegah komplikasi diatas sangat diperlukan perawatan dan pengawasan yang
baik.Banyak kasus penderita dan kematian akibat penyakit kardiovaskuler dapat dicegah
jika seorang merubah perilaku kebiasaan yang kurang sehat dalam mengkonsumsi
makanan yang menyebabkan terjadinya hipertensi, selalu berolah raga secara teratur serta
merubah kebiasan hidup lainnya yang dapat mencetus terjadinya penyakit hipertensi
seperti merokok, minum-minuman beralkohol. Adapun factor dietik dan kebiasaan makan
yang mempengaruhi tekanan daran yang meliputi, cara mempertahankan berat badan
ideal, natrium klorid, Kalium, Kalsium, Magnesium, lemak dan alcohol. (Dr. Wendra Ali
1996 : 3, 20, 21).

Apabila dalam satu keluarga ada anggota keluarga yang menderita penyakit hipertensi,
maka mungkin dapat timbul beberapa masalah seperti :
1.1.1. Ketidak patuhan diit rendaah garam dan rendah lemak.
1.1.2. Potensial terjadinya komplikasi bagi penderita.
1.1.3. Sumber daya keluarga kurang.
1.1.4. Perubahan fisiologi (mudah marah dan tersinggung).

Untuk mencapai tujuan perawatan kesehataan lansia yang optimal, sangatlah penting peran
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan.

Adapun peran perawat dalam membantu lansia yang menderita penyakit hipertensi antara
lain : mampu mengenal asuhan keperawatan pada lansia yang menderita penyakit
hipertensi, sebagai pengamat masalah dan kebutuhan lansia, sebagai koordinator
pelayanan kesehatan, sebagai fasilitator, sebagai pendidik kesehatan, sebagai penyuluh dan
konsultan dalam asuhan perawatan dasar pada lansia yang menderita penyakit hipertensi.

Berdasarkan keterangan diatas maka penulis melakukan Asuhan Keperawatan Pada


Lansia dengan Diagnosa Medis Hipertensi pada Ny. di Desa Pandan Sari Kecamatan
Anjir Pasar Kabupaten Barito Kuala.

1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan pengetahuan dan gambaran secara nyata dalam melaksanakan
asuhan keperawatan lansia secara langsung dan komperhensif meliputi
aspekbiologis dan psikologis dengan pendekatan proses keperawatan lansia.
1.2.2. Tujuan Khusus
1.2.2.1. Dapat melakukan pengkajian keperawatan pada Lansia.
1.2.2.2. Mampu menentukan diagnosa keperawatan pada Lansia.
1.2.2.3. Dapat menentukan rencana keperwatan pada Lansia.
1.2.2.4. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan yang sesuai dengan
perencanaan pada Lansia.
1.2.2.5. Dapat melaksanakan evaluasi hasil asuhan keperawatan yang telah
dilaksanakan pada Lansia.
1.2.2.6. Dapat mendokumentasikan asuhan keperawatan Keluarga yang telah
dilaksanakan pada Lansia.

1.3. Metode
Metode yang digunakan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini adalah metode deskriptif
yang berbentuk studi kasus melalui :
1.3.1. Observasi
Observasi yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan tekhnik
inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi.
1.3.2. Wawancara
Wawancara yaitu kegiatan aktif dengan menanyakan secara langsung tentang data
atau informasi kepada keluarga.
1.3.3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yaitu upaya untuk mengambil data melalui pemeriksaan klien
dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
1.3.4. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi yaitu memperjelas pada status klien dengan catatan yang
berhubungan dengan asuhan keperawatan.
1.3.5. Partisipasi aktif
Dasar hubungannya adalah hubungan timbal balik antar perawat, klien, keluarga,
dan tenaga kesehatan lainnya (Nursalam, 2008).
1.3.6. Studi Kepustakaan
Melalui studi literatur yang di peroleh dari buku sumber dan referensi hasil para
ahli yang ada kaitannya dengan studi kasus tersebut dan mencantumkannya sebagai
landasan lain.

1.4. Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan karya tulis ini terdiri dari 4 Bab, yaitu sebagai berikut :
1.4.1. Bab 1 pendahuluan, meliputi latar belakang masalah, tujuan penulisan, metode
telaahan dan sistematika penulisan.
1.4.2. Bab 2 Tinjauan teoritis, meliputi konsep dasar lansia dan konsep dasar penyakit
yang terjadi pada lansia.
1.4.3. Bab 3 Asuhan Keperawatan gerontik, meliputi tahapan pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1.4.4. Bab 4 Penutup, meliputi kesimpulan dan rekomendasi, meliputi kesimpulan dari
pelaksanaan asuhan keperawatan dan rekomendasi operasional asuhan
keperawatan.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Menua


2.2.1. Proses menua
Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi
serta memperbaiki kerusakan yang diderita. Seiring dengan proses menua tersebut,
tubuh akan mengalami berbagai masalah kesehatan atau yang biasa disebut sebagai
penyakit degenararif (Constantinides, 1994 dalamR. Siti Maryam, dkk: 2012).

Aging process (proses penuaan) dalam perjalanan hidup manusia merupakan suatu
hal yang wajar, dan ini akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai umur
panjang, hanya cepat dan lambatnya proses tersebut bergantung pada masing-
masing individu. Secara teori perkembangan manusia yang dimulai dari masa bayi,
anak, remaja, dewasa, tua, dan akhirnya akan masuk pada fase usia lanjut dengan
umur diatas 60 tahun. Pada usia ini terjadilah proses penuaan secara alamiah. Perlu
persiapan untuk menyambutb hal tersebut agar nantinya tidak menimbulkan fisik,
mental, sosial, ekonomi bahkan psikologis. Menua (menjadi tua) adalah suatu
proses menghlangnya secara perlahan-lahan kemapuan jaringan untuk memperbaiki
diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita
(Constantinides, 1994 dalam Nugroho. W, 2000)

Sehingga dapat diartikan proses penuaan merupakan tahap dewasa yang dimana
tahap pertumbuhan manusia mencapai titik perkembangan yang maksimal, dengan
disertai mulai menyusutnya tubuh yang dikarenakan berkurangnya jumlah sel-sel
dalam tubuh. Sehingga fungsi tubuh juga akan mengalami penurunan secara
perlahan-lahan yang biasanya disertai masalah atau gangguan pada kesehatan.
Selain itu, proses menua juga merupakan proses yang terus-menerus
(berkelanjutan) secara alamiah yang dimulai sejak manusia lahir sampai udzhur/tua.
Pada usia lansia ini biasanya seseorang akan mengalami kehilangan jaringan otot,
susunan saraf, dan jaringan lain sehingga tubuh akan mati sedikit demi sedikit.
Secara individu, pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah
sosial-ekonomi, mental, maupun fisik-biologis. Dari aspek fisik-biologis terjadi
perubahan pada beberapa sistem, seperti sistem organ dalam, sistem
muskuloskeletal, sistem sirkulasi (jantung), sel jaringan dan sistem saraf yang tidak
dapat diganti karena rusak atau mati. Ditambahkan, terutama sel otak yang
berkurang 10-20% dalam setiap harinya dna sel ginjal yang tidak bisa membelah,
sehingga tidak ada regenerasi sel. Berkurangnya jumlah sel saraf (neuron) dan
kematian sel secara terus-menerus menyebabkan seseorang menjadi demensia
(Khalid Mujahidullah, 2012)

World Health Organization (WHO) menyebutkan batasan-batasan usia lanjut


adalah, sebagai berikut:
2.2.1.1. Usia pertengahan (midle age) kelompok usia 45-59 tahun
2.2.1.2. Usia lanjut (elderly) antara 60-70 tahun
2.2.1.3. Usia lanjut tua (old) antara 75-90 tahun
2.2.1.4. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.

2.2.2. Teori penuaan


Berdasarkan perkembangan ilmu dan banyaknya teori-teori mengenai proses
penuaan yang salah satu contohnya berkembangnya ilmu keperawatan geiatrik atau
gerontik. Maka penting bagi manusia khususnya yang bergelut dalam bidang
keperawatan geriatik atau gerontik untuk menyumbangkan kontribusinya terhadap
masalah-masalah kesehatan yang dihadapi oleh mansyarakat. Hal tersebut dapat
dimulai dengan menggali pengetahuan mengenai teori-teori dari proses penuaan.
Berikut ini beberapa teori yang berkenaan dengan proses penuaan, yakni:
2.2.2.1. Teori Biologis
Teori biologis dalam proses menua mengacu pada asumsi bahwa proses
menua merupakan perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi tubuh
selama masa hidup (Zairt, 1980 dalam Khalid Mujahidullah, 2012). Teori
ini lebih menekankan pada perubahan kondisi tingkat struktural sel/organ
tubuh, termasuk di dalamnya adalah pengaruh agen patologis. Fokus dari
teori ini adalah mencari determinan-determinan yang menghambat proses
penurunan fungsi organisme yang dalam korteks sistemik dapat
memengaruhi/memberikan dampak terhadap organ/sistem tubuh lainnya
dan berkembang sesuai dengan peningkatan usia kronologis (Hayflick,
1977 dalam Khalid Mujahidullah, 2012).

Adapun beberapa teori menua yang termasuk dalam lingkup proses menua
biologia antara lain, sebagai berikut:
a. Teori Keterbatasan Hayflick (Hayflick Limit Theory)
Hayflick dan Moorrehead (1961) menyatakan bahwa sel-sel
mengalami perubahan kemampuan reproduksi sesuai dengan
bertambahnya usia (Lueeckenote, 1996). Selain diatas, dikenal juga
istilah Jam Biologis Manusia diasumsikan sebagai waktu dimana
sel-sel tubuh manusia masih dapat berfungsi secara produktif untuk
menunjang fungsi kehidupan. Teori Hayflick menekankan bahwa
perubahan kondisi fisik pada manusia dipengaruhi oleh adanya
kemampuan reproduksi dan fungsional sel organ yang menurun
sejalan dengan bertambahnya usia tubuh setelah usia tertentu.
b. Teori kesalahan (Error Theory)
Adanya perkembangan umur sel tubuh, maka terjadi beberapa
perubahan alami pada sel pada DNA dan RNA, yang merupakan
substansi pembangunan/pembentuk sel baru. Peningkatan usia
memengaruhi perubahan sel dimana sel-sel Nukleus menjadi lebih
besar tetapi tidak diikuti dengan peningkatan jumlah substansi DNA.
Konsep yang diajukan oleh ORGEL (1963) menyampaikan bahwa
kemungkinan terjadinya proses menua adalah akibat keslahan padaa
saat transkrip sel pada saat sintesa protein, yang berdampak pada
penurunan kemampuan kualitas (daya hidup) sel atau bahkan sel-sel
baru relatif sedikit terbentuk. Kesalahan yang terjadi pada proses
transkripsi ini dimungkinkan oleh karena reproduksi dari enzim dan
rantai peptida (protein) tidak dapat melakukan penggandaan substansi
secara tepat. Kondisi ini akhirnya mengakibatkan proses transkripsi
sel berikutnya juga mengalami perubahan dalam beberapa generasi
yang akhirnya dapat mengubah komposisi yang berbeda dari sel awal
(Sonneborn,1979).
c. Teori Pakai dan Usang (Wear &Tear Theory )
Teori ini menyatakan bahwa sel-sel tetap ada sepanjang hidup mana
kala sel-sel tersebut digunakan secara terus-menerus.Teori ini
dikenalakn oleh Weisman (1891).Hayflick menyatakan bahwa
kematian merupakan akibat dari tidak digunakannya sel-sel karena
dianggap tidak diperlukan lagi dan tidak dapat meremajakan lagi sel-
sel tersebut secara mandiri. Teori ini memandang bahwa proses menua
merupakan proses pra-program yaitu proses yang terjadi akibat
akumulasi stress dan injuri dari trauma. Menua dianggap sebagai
Proses fisiologis yang ditentukan oleh sejumlah penggunaan dan
keusangan dari organ seseorang yang terpapar dengan lingkungan.
(Matesson ,Mc.Connell,1988).
d. Teory Radikal Bebas (Free Radical Theory)
Teori radikal bebas mengasumsikan bahwa proses menua terjadi
akibat kekurangefektifan fungsi kerja tubuh dan hal itu dipengaruhi
oleh adanya berbagai radikal bebas dalam tubuh. Secara normal
radikal bebas ada pada setiap individu dan dapat digunakan untuk
memprediksi umur kronologis individu.Disebut sebagai radikal bebas
disini adalah molekul yang memiliki tingkat afinitas yang tinggi,
merupakan molekul, fragmen molekul atau atom dengan elektron yang
bebas tidak berpasangan.Radikal bebas merupakan zat yang terbentuk
dalam tubuh manusia sebagai salah satu hasil kerja metabolisme
tubuh. Walaupun secara normal ia terbentuk akibat;
1. Proses oksigenisasi lingkungan seperti pengaruh polutan,ozon
dan pestisida.
2. Reaksi akibat paparan dengan radiasi.
3. Sebagai reaksi beranti dengan molekul bebas lainnya.

Radikal bebas yang reaktif mampu termasuk merusak sel, termasuk


mitokondria, yang akhirnya mampu menyebabkan cepatnya kematian
(apoptosis) sel, menghambat proses reproduksi sel. Hal lain yang
mengganggu fungsi sel tubuh akibat radikal bebas adalah bahwa
radikal bebas yang ada dalam tubuh dapat menyebabkan mutasi pada
transkripsi DNA-RNA pada genetik walaupun ia tidak mengandung
DNA. Dalam sistem saraf dan jaringan otot, dimana radikal bebas
memiliki tingkat afinitas yang relatif tinggi dibanding lainnya,
terdapat/ditemukan substansi yang disebut juga dengan Lipofusin,
yang dapat digunakan juga untuk mengukur usia kronologis
seseorang. Lipofusin yang merupakan pigmen yang diperkaya dengan
lemak dan protein ditemukan terakumulasi dalam jaringan-jaringan
orang tua.Kesalahan kulit brangsur-angsur menurun akibat suplai
oksigen dan nutrisi yang makin sedikit yang akhirnya dapat
mengakibatkan kematian jaringan kulit itu sendiri.

Vitamin C dan E merupakan dua substansi yang dipercaya dapat


menghambat kerja radikal bebas (sebagai anti oksidan) yang
memungkinkan menyebabkan kerusakan jaringan kulit.Rockkestein
dan sussman (1979) menyatakan bahwa Butilat Hidroksitoluent dapat
memiliki efek anti oksidan ketika diberikan kepada tikus.
e. Teori Imunitas (Immunity Theory)
Ketuaan disebabakan oleh adanya penurunan fungsi sistem immun.
Perubahan itu lebih tampak secara nyata pada Limposit-T, di samping
perubahan juga terjadi pada Limposit-B. Perubahan yang terjadi
meliputipenurunan sistem imun humoral, yang dapat menjadi faktor
predisposisi pada orang tua untuk:
1. Menurunkan resistensi melawan pertumbuhan tumor dan
perkembangan kanker.
2. Menurukan kemampuan untuk mengadakan inisiasi proses dan
agresif memobillisasi pertahanan tubuh terhadap patogen.
3. Meningkatkan produksi autoantigen, yang berdampak pada
semakin mening berdampak pada semakin meningkatnyyaa resiko
terjadinya penyakit yang berhubungan dengan autoimmun.
f. Teori Ikatan Silang (Cross Lingkage Theory)
Dikenalakan oleh J. Bjorksten pada tahun 1942, menekankan pada
postulat bahwa proses menua terjadi sebagai akibat adanya ikatan-
ikatan dalam kimiawi tubuh. Teori ini menyebutkan bahwa secara
normal, struktur molekuler dari sel berikatan secara bersama-sama
membentuk reaksi kimia.Termasuk didalamnya adalah kolagen yang
relatif panjang yang dihasilkan oleh fibroblast. Dengan terbentuknya
jaringan baru, maka jaringan tersebut akan bersinggungan dengan
jaringan yang lama dan membentuk ikatan silang kimiawi. Hasil akhir
dari proses ikatan silang ini adalah peningkatan densitas kolagen dan
penurunan kapasitas untuk transpot nutrient serta untuk membuang
produk-produk sisa metabolisme dari sel.

Zat ikatan silang ditemukan pada lemak tidak jenuh, ions polyvalen
seperti Alumunium, Seng, dan Magnesium. Dari konsep diatas, maka
implikasi keperawatan yang dapat diterapkan antara lain:
1. Dalam hubungan dengan orang yang sudah tua, perlu bagi
perawat untuk memperhatikan teori proses menua.
2. Aktivitas (kegiatan) sehari-hari merupakan salah satu bagian dari
perilaku kehidupan normal yang tidak perlu dipatasi secara
berlebihan, tetapi lebih cenderung untuk memodifikasi perilaku
sebagai akibat perubahn fisik dari menula itu sendiri. Perilaku
hidup sehari-hari diperlukan untuk menjaga kondisi fisik tetap
dalam batas normal dan mengoptimalkan kemampuan diri.
3. Pola hidup sehat yang dilakukan dapat memengaruhi perubahan-
perubahan dasar biologis dari proses menua itu sendiri. Konsumsi
makanan yang sehat, cukup gizi dan menhindari faktor-faktor
resiko pencetus stres fisik dan pembentuk radikal bebas
merupakan salah satu upaya untuk menurangi proses menua
secara biologis.
4. Melakukan kehidupan dengan melakukan kerja seimbang dan
pemenuhan kebutuhan seimbang mampu memberikan kontribusi
yang positifdalam peningkatn performen individu itu sendiri.
5. Menghindari lingkungan dengan tingkat resiko radiasi atau
polutan yang tinggi merupakan langkah yang bisa ditempuh untuk
menghindari cepatnya proses menua secara biologis.
6. Perlu bagi perawat untuk memperhatikan upaya-upaya
pemenuhan kebutuhan pasien akan sarana dari prasarana yang
menunjang pencapaian kebutuhan hidup serta meningkatkan
kualitas hidup melalui pengadaan alat-alat aktivitas yang
memadai, mengurangi resiko stres fisik berlebih serta terindar dari
polusi.
2.2.2.2. Teori Psikologis
Teori psikososialogis memusatkan perhatian pada perubahan sikap dan
perilaku yang menyertai peningkatan usia, sebagai lawan dari implikasi
biologi pada kerusakan anatomis. Untuk tujuan pembahasan ini, perubahan
sosiologis atau nonfisik dikombinasikan dengan perubahan psikologis.

Masing-masing individu, muda, setengah baya, atau tua adalah unik dan
memiliki pengalaman, melalui serangkaian kejadian dalam kehidupan, dan
melalui banyak peristiwa.Salama 40 tahun terakhir, beberapa teori telah
berupaya untuk menggambarkan bagaimana perilaku dan sikap pada awal
tahap kehidupan dapat memengaruhi reaksi manusia sepanjang tahap akhir
hidupnya. Pekerjaan ini disebut proses penuaan yang sukses contoh dari
teori ini termasuk teori kepribadian.
a. Teori Kepribadian
Kepribadian manusia adalah suatu wilayah pertumbuhan yang subur
dalam tahun-tahun akhir kehidupannya yang telah merangsang
penelitian yang pantas dipertimbangkan.Teori kepribadian
menyebutkan aspek-aspek pertumbuhan psikologis tanpa
menggambarkan harapan atau tugas spesifik lansia. Jung
mengembangkan suatu teori pengembangan kepribadian orang dewasa
yang memandang kepribadian sebagai ektrovert atau introvert ia
berteori bahwa keseimbangan antara keddua hal tersebut adalah
penting kesehatan. Didalam konsep intoritas dari Jung, separuh
kehidupan manusia berikutnya digambarkan dengan memeiliki
tujuannya sendiri yaitu untuk mengembangkan kesadaran diri sendiri
melalui aktivitas yang dapat merefleksikan diri sendiri.
b. Teori Tugas Perkembangan
Beberapa ahli teori sudah menguraikan proses maturasi dalam
kaitannya dengan tugas yang harus dikuasai pada tahap sepanjang
rentang hidup manusia. Hasil penelitian Ericson mungkin teori terbaik
yang dikenal dalam bidang ini.Tugas perkembangan adalah aktivitas
dan tantangan yang harus dipenuhi oleh seseorang pada tahap-tahap
spesifik dalam hidupnya untuk mencapai penuaan yang
sukses.Erickson menguraikan tugas utama lansia adalah mampu
melihat kehidupan seseorang sebagai kehidupan yang dijalani dengan
integritas. Pada kondisis tidak adanya pencapaian perasaan bahwa ia
telah menikmati kehidupan yang baik, maka lansia tersebut beresiko
untuk disibukkan dengan rasa penyesalan atau putus asa. Minat yang
terbaru dalam konsep ini sedang terjadi pada saat ahli gerontologi dan
perawat gerontologi memeriksa kembali tugas perkembanagn lansia.

c. Teori Disengagement
Teori disengagement (teori pemutusan hubungan), dikembangkan
pertama kali pada awal tahun 1960-an, menggambarkan proses
penarikan diri oleh lansia dari peran bermasyarakat dan tanggung
jawabnya. Menurut ahli teori ini, proses penarikan diri ini dapat
diprediksi, sistematis, tidak dapat dihindari, dan penting untuk fungsi
yang tepat dari masyarakat yang sedang tumbuh.Lansia dikatakan
bahagia apabila kontak sosial telah berkurang dan tanggung jawab
telah diambil oleh generasi yang lebih muda. Manfaat pengurangan
kontak sosial bagi lansia adalah agar ia dapat menyediakan waktu
untuk merefleksikan pencapaian hidupnya dan untuk menghadapi
harapan yang tidak terpenuhi, sedangkan manfaatnya bagi masyarakat
adalah dalam rangka memindahkan kekuasaan generasi tua pada
generasi muda.

Teori ini banyak menimbulkan kontroversi, sebagian karena penelitian


ini dipandang cacat dan karena banyak lansia yang menentang
postulat yang dibangkitkan oleh teori untuk menjelaskan apa yang
terjadi didalam pemutusan ikatan atau hubungan. Sebagai contoh,
dibawah kerangka kerja teori ini, pensiun wajib menjadi kebijakan
sosial yang harus diterima. Dengan meningkatnya rentang waktu
kehidupan alami, pensiun pada usia 65 tahun berarti bahwa seorang
lanjut usia yang sehat dapat berharap untuk hidup 20 yahun lagi. Bagi
banyak individu yang sehat dan produktif, prospek diri suatu langkah
yang lebih lambat dan tanggung jawab yang lebih sedikit merupakan
hal yang tidak diinginkan.Jelasnya, banyak lansia dapat terus menjadi
anggota masyarakat produktif yang baik sampai mereka berusia 80
sampai 90 tahun.
d. Teori Aktivitas
Lawan langsung dari teori disengagement adalah teori aktivitas
penuaan, yang berpendapat bahwa jalan menuju penuaan yang sukses
adalah dengan cara tetap aktif. Havighurst yang pertama menulis
tentang pentingnya tetap aktif secara sosial sebagai alat untuk
penyesuaian diri yang sehat untuk lansia pada tahun 1952.Sejak saat
itu, berbagai penelitian telah memvalidasi hubungan positif antara
mempertahankan interaksi yang penuh arti dengan oranglain dan
kesejahteraan fisik dan mental orang tersebut. Gagasan pemenuhan
kebutuhan seseorang harus seimbang dengan pentingnya perasaan
dibutuhkan oleh orang lain. Kesempatan untuk turut berperan dengan
cara yang penuh arti bagi kehidupan seseorang yang penting bagi
dirinya adalah suatu komponen kesejahteraan yang penting bagi
lansia. Penelitian menunjukkan bahwa hilangnya fungsi peran pada
lansia secara negatif memengaruhi kepuasan hidup.Selain itu,
penelitian terbaru menunjukkan pentingnya aktivitas mental dan fisik
yang berkesinambungan untuk mencegah kehilangan dan
pemeliharaan kesehatan sepanjang masa kehidupan manusia.
e. Teori Kontinuitas
Teori kontinuitas, juga di kenal sebagai suatu teori perkembangan,
merupakan suatu kelanjutan dari dua teori sebelumnya dan mencoba
untuk menjelaskan dampak kepribadian pada kebutuhan untuk tetap
aktif atau memisahkan diri agar mencapai kebahagiaan dan
terpenuhinya kebutuhan di usia tua. Teori ini menekankan pada
kemampuan koping individu sebelumnya dan kepribadian sebagai
dasar untuk memprediksi bagaimana seseorang akan dapat
menyesuaikan diri terhadap perubahan akibat penuaan. Ciri
kepribadian dasar dikatakan tetap tidak berubah walaupun usianya
telah lanjut.Selanjutnya, ciri kepribadian secara khas menjadi lebih
jelas pada saat orang tersebut bertambah tua. Seseorang yang
menikmati bergabung dengan orang lain dan memiliki kehidupan
sosial yang aktif akan terus menikmati gaya hidupnya ini sampai
usianya lanjut. Orang yang menyukai kesendirian dan memiliki
jumlah aktivitas yang terbatas mungkin akan menemukan kepuasan
dalam melanjutkan gaya hidupnya ini. Lansia yang terbiasa memiliki
kendali dalam membuat keputusan mereka sendiri tidak akan dengan
mudah menyerahkan peran ini hanya karena usia mereka yang telah
lanjut. Selain itu, individu yang telah melakukan manipulasi atau
abrasi dalam interaksi interpersonal mereka selama masa mudanya
tidak akan tiba-tiba mengembangkan suatu pendekatan yang berbeda
didalam masa akhir krhidupannya.

Ketika perubahan gaya hidup dibebankan pada lansia oleh perubahan


sosial-ekonomi atau faktor kesehatan, permasalahan mungkin akan
timbul. Kepribadian yang tetap tidak diketahui selama pertemuan atau
kunjungan singkat kadang-kadang dapat menjadi fokal dan juga
menjadi sumber kejengkelan ketika situasi mengharuskan adanya
suatu perubahan didalam pengaturan tempat tinggal.Keluarga yang
berhadapan dengan keputusan yang sulit tentang perubahan
pengaturan tempat tinggal untuk seorang lansia sering memerlukan
banyak dukungan. Suatu pemahaman tentang pola kepribadian lansia
sebelumnya dapat memberikan pengertian yang lebih diperlukan
dalam proses pengambilan keputusan ini.

2.2.3. Aspek biologis pada proses penuaan


Proses penuaan yang ditandai dengan meningkatnya angka kematian usia khusus
merupakan ciri umum pada mamalia, burung, reptil, dan kebanyakan hewan tak
bertulang belakang (Comford, 1979 dan Vinch, 1990). Dengan angka kematian usia
khusus dimaksudkan untuk mengukur angka kematian pada selang usia tertentu
dengan ciri atau karakteristik serupa. Misalnya bayi, balita, dewasa muda, dewasa
tua, lansia, dan jompo. (S. Tamher & Noorkasiani, 2011)

Sehingga terdapat beberapa aspek biologis yang memengaruhi terjadinya proses


penuaan. Aspek biologis pada proses penuaan terbagi menjadi dua bagian, yakni:
2.2.3.1. Proses Penuaan pada Tingkat Sel
Sebagaimana layaknya manusia yang bertumbuh semakin lama semakin
tua, pada dasarnya sel juga bertumbuh semakin lama semakin tua dan pada
akhirnya sel-sel tua itu mengalami kematian sel. Kematian tersebut
bergantung pada masing-masing jenis sel yang membentuk jaringan tubuh.
Secara umum dapat dikatakan bahwa setelah melewati masa dewasa, sel-
sel jaringan tubuh mulai menua.Pada masa dewasa sel-sel mencapai
maturitas (kematangan).Sebagai contoh, sel saraf tidak bereproduksi lagi.
Pada masa ini bila seseorang mengalami cedera atau penyakit tertentu
yang berakibat pada kematian sel saraf itu, maka selnya sendiri tidak akan
tergantikan lagi. Fungsinya akan diambil-alih oleh sel-sel lain yang
tertinggal. Akibat pekerjaan ekstra itu, maka sel-sel yang bersangkutan
akan mengalami proses penuaan yang lebih cepat lagi. Kemudian dengan
berlanjutnya usia, organ tubuh kehilangan sebagian kemampuannya untuk
dapat berfungsi secara optimal. Sehingga secara keseluruhan fungsi tubuh
semakin berkurang saja.
2.2.3.2. Proses Penuaan menurut Sistem Tubuh
Proses tumbuh kembang (growth and development) dalam fase kehidupan
setiap individu dapat dibagi ke dalam 3 fase menurut tingkat kecepatan
perlangsungannya, yaitu:
a. Fase progresif (tumbuh kembang cepat)
b. Fase stabil (tumbuah kembang stasioner)
c. Fase regresif (kemundurang tumbuh kembang).
Dalam fase ketiga (fase kemunduran), secara mikro berlangsung
kemunduran biologis dan fungsional, dengan akibat terjadinya
perubahan-perubahan secara makro, yang meliputi perubahan pada
kulit, sistem indra, sistem kardiovaskular, sistem respirasi, sistem
gastrointestinal, sistem perkemihan dna reproduksi, serta sistem
neurologis.

Tabel 1. Perubahan-perubahan Fisik yang Terjadi pada Usia Lanjut


No. Sistem Perubahan
1. Sel Jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurun,
dan cairan intraseluler menurun.
2. Kardiovaskuler Katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa
darah menurun (menurunnya kontraksi dna volume),
elastisitas pembuluh darah menurun, serta meningkatnya
resistensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah
meningkat.
3. Respirasi Otot-otot pernapasan kekuatannya menurun dan kaku,
elastisitas paru menurn, kapasitas residu meingkat sehingga
menarik napas lebih berat, alveoli melebar dan jumlahnya
menurun, kemampuan batuk menurun, serta terjadi
penyempitan pada bronkus.
4. Persarafan Saraf panca indra mengecil sehingga fungsinya menurun
serta lambat dalam merespons dan waktu bereaksi
khususnya yangberhubungan dengan stres. Berkurangnya
atau hilangnya lapisan mielin akson, sehingga menyebabkan
berkurangnya respons motorik dan refleks.
5. Muskuloskeletal Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh
(osteoporosis), bungkuk (kifosis), persendian membesar dan
menjaid kaku, (atrofi otot), kram, tremor, tendon mengerut,
dan mengalami sklerosis.
6. Gastrointestinal Esofagus melebar, asam lambung menurun, lapar mennurun,
dan peristaltik menurun seingga daya absorpsi juga ikut
menurn. Ukuran lambung mengscil serta fungsi organ
aksesori menurun sehingga menyebabkan berkurangnya
produksi hormon dan enzim pencernaan.
7. Genitourinasia Ginjal: mengecil, aliran darah ke ginjal menurun,
penyaringan di glomerulus menuru, dan fungsi tubulus
menurun sehingga kemampuan mengonsentrasi urine ikut
menurun.
8. Vesika urinaria Otot-otot melemah, kapasitasnya menurun dan retemsi urine.
Prostat: hipertrofi pada 75% lansia.
9. Vagina Selaput lendir mengering dan sekresi menurun.
10. Pendengaran Membran timpani atrofi sehingga terjadi gangguan
pendengaran. Tulang-tulang pendengaran mengalamu
kekakuan.
11. Penglihatan Respons terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap
menurun, akomodasi menurun, lapangan padang menurun,
dan katarak.
12. Endokrin Produksi hormon menurun.
13. Kulit Keriput serta kulit kepala dan rambut menipis. Rambut
dalam hidung dan telingan menebal. Elastisitas menurun,
vaskularisasi menurun, rambut memutih (uban) , kelenjar
keringat menurun, kuku keras dan rapuh,serta kuku kaki
tumbuh berlebihan seperti tanduk
14. Belajar dan Memori Kemampuan belajar masih ada tetapi relatif menurun.
Memori (daya ingat) menurun karena proses encoding
menurun.
15. Intelegensi Secara umum tidak banyak perubahan
16. Personality dan adjustment Tidak banyak perubahan, hampir setiap muda.
(Pengaturan )
17. Pencapaian (Achievment) Sains, filosofi, seni, dan musik sangat memengaruhi

2.2. Konsep Penyakit


2.2.1. Pengertian hipertensi
Hipertensi sering menyebabkan perubahan pada pembuluh darah, yang
mengakibatkan makin tingginya tekanan darah. Oleh sebab itu, pengiobatan dini
pada hipertensi sangatlah penting, karena dapat mencegah timbulnya komplikasi
pada beberapa organ tubuh, seperti: jantung, gagal ginjal, dan otak. Penyelidikan
epidemiologis membuktikan bahwa tingginya tekanan darah berhubungan erat
dengan morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskuler. Hipertensi adalah salah
satu keadaan dimana tekan darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan tekanan diastole
lebih dari 80 mmHg (Arif Mutaqin, 2009)

Hipertensi, kenaikan tekanan darah diastolic dan sistolik, ditemukan dalam dua tipe
: hipertensi esensial (primer) yang paling sering terjadi, dan hipertensi sekunder,
yang disebabkan oleh penyakit renal atau penyebab lain yang dapat di identifikasi
(kowalak et.al 2012).
2.2.2. Etiologi
Hipertensi dapat dikelompokan dalam dua kategori:
2.2.2.1. Hipertensi primer artinya belum diketahui penyebabnya yang jelas.
Berbagai faktor yang turut berperan sebagai penyebab hipertensi
seperti berrtambahnya usia , faktor psikologis , dan keturunan. Sekitar
90 % hipertensi tidak diketahui penyebabnya.
2.2.2.2. Hipertensi sekunder telah diketahui penyebabnya seperti stenosis arteri
renalis, penyakit parekim ginjal, Koartasio aorta. Hiperaldosteron,
pheochromositoma dan pemakaian oral kontrasepsi. Adapun factor
pencetus hipertensi seperti, keturunan, jenis kelamin, umur, kegemukan,
lingkungan, pekerjaan, merokok, alcohol dan social ekonomi (Susi
Purwati, 2000 : 25 )

2.2.3. Patofisiologi
Jantung adalah sistem pompa yang berfungsi untuk memompakan darah keseluruh
tubuh, tekanan teresebut bergantung pada factor cardiac output dan tekanan
peririfer. Pada keadaan normal untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan
tubuh yang meningkat diperlukan peningkatan kardiak output dan tekanan perifer
menurun.

Konsumsi sodium (garam) yang berlebihan akan mengakibatkan meningkatnya


volume cairan dan pre load sehingga meningkatkan kardiak ouput. Dalam sistem
Renin Angiotensien aldosterone pada pathogenesis hipertensi, glandula supra
renal juga menjadi faktor penyebab oleh karena faktor hormon.Sistem Renin
mengubah angiotensin menjadi angiotensin I kemudian angiotensin I menjadi
angiotensin II oleh Angitensi Convertion Ensym (ACE).

Angiotensin II mempengaruhi Control Nervus Sistim dan nervus pereifer yang


mengaktifkan sistem simpatik dan menyebabkan retensi vaskuler perifer
meningkat.Disamping itu angiotensin II mempunyai efek langsung terhadap
vaskuler smoot untuk vasokonstruksi renalis. Hal tersebut merangsang adrenal
untuk mengeluarkan aldosteron yang akan meningkatkan extra Fluid volume
melalui retensi air dan natrium. Hal ini semua akan meningkatkan tekanan darah
melalui peningkatan kardiak output. (Jurnlistik international cardiovaskuler,1999).

2.2.4. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala pada hipertensi menurut Edward K Chung, 1995 adalah sebagai
berikut:
2.2.4.1. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri. Hal ini berarti
hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan artei tidak
terukur.

2.2.4.2. Gejala yang lazim


Sering dikatakan gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri
kepala dan kelelahan.Dalam kenyataan ini meruapakan gejala terlazim
yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan. Peninggian
tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala . Bila
demikian gejala baru muncul setelah terjadi komplikasi pada ginjal, mata,
otak, atau jantung,.Gejala lain yang sering ditemukan adalah sakit kepala,
epistaksis, marah, telinga berdengung, berat di tengkuk, sukar tidur, mata
berkunang-kunang, dan pusing.

Klasifikasi tekanan darah :


a. Diastole
< 85 tekanan darah normal.
85 90 tekanan darah tinggi.
90 104 hipertensi ringan.
105 114 hipertensi sedang.
> 115 hipertensi berat
b. Sistolik
< 140 tekanan darah tinggi
140 159 hipertensi ringan.
> 160 hipertensi berat.
berat di tengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang, dan pusing.

2.2.5. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi akibat hipertensi seperti, penyakit jantung
koroner, gagal jantung, gagal ginjal, kerusakan mata, dan kerusakan pembuluh
darah otak (Sri Rahayu, 2000: 22,23 dan patologi penyakit jantung RSUD. dr
Soetomo,1997).

2.2.6. Penatalaksanaan
Perawatan pada penderita hipertensi adalah sebagai berikut :
2.2.6.1. Pengaturan diit (Nutrisi)
Dalam merencanakan menu makanan untuk penderita hipertensi ada
beberapa faktor yang perlu diperhatikan yaitu keadaan berat badan, derajat
hipertensi, aktifitas dan ada tidaknya komplikasi.Sebelum pemberian
nutrisi pada penderita hipertensi, diperlukan pengetahuan tentang jumlah
kandungan natrium dalam bahan makanan. Makan biasa (untuk orang
sehat rata-rata mengandung 2800 - 6000 mg per hari ). Sebagian besar
natrium berasal dari garam dapur.

Untuk mengatasi tekanan darah tinggi harus selalu memonitor kadaan


tekanan darah serta cara pengaturan makanan sehari-hari. Secara garis
besar ada 4 (empat) macam diit untuk menanggulangi atau minimal
mempertahankan tekanan darah yaitu:
a. Diet rendah garam
Diet rendah garam pada hakekatnya merupakan diet dengan
mengkonsumsi Makanan tanpa garam.Garam dapur mempunyai
kandungan 40% Natrium. Sumber sodium lainnya antara lain makanan
yang mengandung soda kue, baking powder, MSG (Mono Sodium
Glutamat),Pengawet makanan atau natrium bensoat biasanya terdapat
dalam saos,kecap,selai,jelli,makanan yang terbuat dari mentega.
Penderita tekanan darah tinggi yang sedang menjalankan diet pantang
garam memperhatikan hal sebagai berikut:
1. Jangan menggunakan garam dapur
2. Hindari makanan awetan seperti kecap, margarie, mentega, keju,
trasi, petis, biscuit, ikan asin, sardensis, sosis dan lain-lain.
3. Hindari bahan makanan yang diolah dengan menggunakan bahan
makanan tambahan atau penyedap rasa seperti saos.
4. Hindari penggunaan beking soda atau obat-obatan yang
mengandung sodium. Batasi minuman yang bersoda seperti
cocacola, fanta, sprite.

b. Diet rendah kolesterol / lemak.


Didalam tubuh terdapat tiga bagian lemak yaitu kolesterol, trigliserida,
dan pospolipid. Sekitar 25 50 % kolesterol berasal dari makanan dapat
diarsorbsi oleh tubuh sisanya akan dibuang lewat faeces. Beberapa
makanan yang mengandung kolestero tinggi yaitu daging, jeroan, keju
keras, susu, kuning telur, ginjal, kepiting, hati dan kaviar. Tujuan diet
rendah kolesterol adalah menurunkan kadar kolestero serta menurunkan
berat badan bila gemuk. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
mengatur nutrisi pada hipertensi adalah :
1. Hindari penggunaan minyak kelapa, lemak, margarine dan
mentega.
2. Batasi konsumsi daging, hati, limpa dan jenis jeroan.
3. Gunakan susu full cream.
4. Batasi konsumsi kuning telur, paling banyak tiga butir per minggu.
5. Lebih sering mengkonsumsi tahu, tempe, dan jenis kacang-kacang
lainnya.
6. Batasi penggunaan gula dan makanan yang manis-manis seperti
sirup, dodol.
7. Lebih banyak mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah buahan.

c. Diet kalori bila kelebihan berat badan.


Hipertensi tidak mengenal usia dan bentuk tubuh seseorang. Meski
demikian orang yang kelebihan berat badan akan beresiko tinggi
terkena hypertensi. Salah satu cara untuk menanggulanginya dengan
melakukan diet rendah kalori, agar berat badannya menurun hingga
normal. Dalam pengaturan nutrisi perlu diperhatikan hal berikut :
1. Asupan kalori dikurangi sekitar 25% dari kebutuhan energi atau
500 kalori untuk penurunan 0,5kg berat badab per minggu.
2. Menu makanan harus seimbang dan memenuhi kebutuhan zat gizi.
3. Perlu dilakukan aktifitas olah raga ringan.
4. Berolah raga
5. Obat-obatan penurun takanan darah Secara teratur
a) Diuretik :Hidrochlortiasid,Furosemid dll.
b) Betabloker :Proparnolol, dll.
c) Alfabloker :Prazosin dll.
d) Penghambat ACE :Kaptopril dll.
e) Antagonis Kalsium :Diltiasem dll
(farmakologi FKUI,1995)
6. Menghilangkan rasa takut (Stress)

2.2.7. Dampak masalah


2.2.7.1. Terhadap individu.
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.
Hypertensi merupakan penyakit yang tidak diketahui penyebabnya oleh
penderita.Kurangnya pengetahuan klien terhadap penyakit hypertensi,
sebagian besar timbul tanpa gejala yang khas.
b. Pola nutrisi dan metabolisme.
Pada penderita hypertensi sering mengalami keluhan kepala pusing dan
bila berlangsung lama disertai mual-mual dan muntah.
c. Psikologi
Penderita hypertensi biasanya iritabel, mudah marah dan tersinggung.
d. Pola tidur dan istirahat
Pada klien hypertensi mengalami gangguan tidur sering terbangun
karena sering sakit kepala dan tegang pada leher bagian belakang.
e. Pola persepsi dan pengetahuan.
Pada klien hipertensi sering terjadi kebosanan akan prosedur
pengobatan yang lama ,diet, olah raga, merokok, minuman beralkohol.
f. Pada pola tata nilai dan kepercayaan.
Klien akan merasa cemas akan kesembuhan penyakitnya dan merasa
tidak berdaya dengan keberadaan sekarang.
2.2.7.2. Terhadap keluarga
a. Merepotkan dalam memberikan perawatan, pengaturan
diet, mengantar kontrol dan manambah beban biaya hidup yang terus -
menerus.
b. Produktifitas menurun.
Apabila hipertensi mengena kepala keluarga yang berperan sebagai
pencari nafkah untuk kebutuhan keluarga, maka akan menghambat
kegiatannya sehari-hari untuk kegiatan seperti semula.
c. Psikologi
Peran kepala akan diganti oleh anggoata keluarga yang lain.
2.2.7.3. Terhadap masyarakat
Dengan adanya klien hipertensi dimasyarakat memungkinkan terjadi
perubahan peran dalam masyarakat Selain itu akan menimbulkan
kecemasan terhadap masyarakat dan akan terjadi ancaman kehilangan
salah satu anggotanya.
2.2.7.4. Pelayanan kesehatan
Mengamati prevalensi penyakit hipertensi yang semakin meningkat,maka
akan terjadi beban pelayanan kesehatan di masa yang akan datang.

2.3. Konsep Asuhan Keperawatan Hipertensi


2.3.1. Pengkajian
Anamnesa, observasi, pengukuran, dokumentasi dan pemeriksaan fisik. Metode
pengkajian yang digunakan untuk mengoptimalkan hasil yang diperoleh meliputi
beberapa cara di antaranya head to toe, teknik persistem, maupun berdasarkan atas
Pengkajian dilakukan secara komprehensif dengan berbagai metode pengkajian
seperti kebutuhan dasar manusia.
2.3.1.1. Identitas klien dan penanggung jawab
Pengkajian yang dilakukan meliputi identitas klien dan
penanggungjawabnya.
2.3.1.2. Keluhan utama
Untuk keluhan utama, pasien atau keluarga biasa nya sering mengalami
sakit kepala, mengeluh sakit pada tengkuk kepala, mata berkunang-
kunang.Biasanya dibawa kepelayanan kesehatan atau puskesmas.

2.3.1.3. Riwayat penyakit


Fokus pengkajian yang dilakukan adalah pada riwayat kesehatan dan
pemeriksaan fisik.Ini dapat dimengerti karena riwayat kesehatan terutama
berhubungan dengan hipertensi sangat membantu dalam menentukan
diagnosa.
2.3.1.4. Data Bio-Psiko-Sosial-Spritual
Data yang sudah dikaji sebelumnya dengan menggunakan berbagai metode
yang valid selanjutnya dikelompokkan secara umum menjadi data
subjektif dan objektif.
2.3.1.5. Data subjektif
Adanya keluhan tentang penyakit hipertensi.Seperti mengeluh pusing,
sakit kepala, sakit pada tengkuk kepala dll.
2.3.1.6. Data objektif:
Faktor pencetus hipertensi seperti, keturunan, jenis kelamin, umur,
kegemukan, lingkungan, pekerjaan, merokok, alkohol dan sosial
ekonomi, tampak gelisah, terlihat lemah, penurunan kesadaran,.

2.3.2. Diagnosa Asuhan Keperawatan


Adapun diagnosa keperawatan yang berhubungan pengaturan diet pada klien
hipertensi adalah:
2.3.2.1. Ketidaktahuan mengenal masalah nutrisi sebagai salah satu penyebab
terjadinya hipertensi adalah berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
cara pengaturaan diet yang benar.
2.3.2.2. Ketidak sanggupan keluarga memilih tindakan yang tepat dalam
pengaturan diet bagi penderita hipertensi berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang cara pengaturan diet yang benar.
2.3.2.3. Ketidakmampuan untuk penyediaan diet khusus bagi klien hipertensi
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang cara
pengolahan makanan dalam jumlah yang tepat.
2.3.2.4. Ketidakmampuan meenyediakan makanan rendah garam bagi penderita
hipertensi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan dan kebiasaan
sehari-hari yang mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung garam
2.3.2.5. Ketidaktahuan menggunakan manfaat tanaman obat keluarga berhubungan
dengan kurangnya pengetahan tentang manfaat tanaman obat tersebut.

2.3.3. Perencanaan Keperawatan


Rencana keperawatan keluarga adalah sekumpulan tindakan keperawatan yang
ditentukan oleh perawat untuk dilaksanakan dalam memecahkan masalah kesehatan
dan keperawatan yang telah diidentifikasi. (Nasrul Effendi,1998 : 54 )

Rencana tindakan dari masing-masing diagnosa keperawatan khusus diet pada klien
hipertensi adalah:
2.3.3.1. Ketidakmampuan mengenal masalah nutrisi sebagai salah satu penyebab
terjadinya hipertensi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
cara pengaturan diet yang benar.
a. Tujuan
Keluarga mampu mengenal cara pengaturan diet bagi anggota keluarga
yang menderita penyakit hipertensi.
b. Kriteria hasil
1. Keluarga mampu menyebutkan secara sederhana batas pengaturan
diet bagi anggota kelurga yng menderita hipertensi.
2. Keluarga dapat memahami danmampu mengambil tindakan sesuai
anjuran.
c. Rencana tindakan
1. Beri penjelasan kepada keluarga cara
pengaturan diet yang benar bagi penderita hipertensi.
2. Beri penjelasan kepada klien dan
keluarga ,bagaiman caranya menyediakan makan-makanan rendah
garam bagi penderita hipertensi.
d. Rasional
1. Dengan diberikan penjelasan diharapkan
keluarga menimbulkan peresepsi yang negatip sehingga dapat
dijadikan motivasi untuk mengenal masalah khususnya nutrisi
untuk klieh hiperetensi
2. Dengan diberikan penjelasan keluarga
mampu menyajikan makanan yang rendah garam.

2.3.3.2. Ketidakmampuan dalam mengambil keputusan untuk mengatur diet


terhadap anggota keluarga yang menderita hipertensi berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan keluarga tentang manfaat dari pengaturan diet.
a. Tujuan
Keluarga dapat memahami tentang manfaat pengaturan diet untuk klien
hipertensi.
b. Kriteria hasil
1. Keluarga mampu menjelaskan tentang
manfaat pengaturan diet bagi klien hiperetensi
2. Keluarga dapat menyediakan makanan
khusus untuk klien hipertensi.
c. Rencana tindakan
1. Beri penjelasan kepada keluarga tentang manfaat pengaturan
diet untuk klien hipertensi.
2. Beri penjelasan kepada keluarga jenis untuk klien hipertensi.
d. Rasionalisasi
1. Dengan diberi penjelasan diharapkan keluarga mampu
melaksanakan cara pengaturan diet untuk klien hipertensi.
2. Keluarga diharapkan mengetahui jenis makanan untuk penderita
hipertensi.

2.3.3.3. Ketidakmampuan keluarga untuk menyediakan diet khusus bagi penderita


hipertensi berhubungan kurangnya pengetahuan tentang cara pengolahan
makanan dalam jumlah yang benar.
a. Tujuan
Keluarga mampu menyediakan diet khusus untuk penderita hipertensi.
b. Kriteria hasil
1. Kilen dan keluarga mampu menyediakan diet khusus untuk
penderita hipertensi.
2. Keluarga mampu menyajikan makanan dalam jumlah yang tepat
bagi klien hipertensi.
c. Rencana tindakan
1. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga cara pengolahan
makanan untuki klien hipertensi.
2. Beri penjelasan kepada klien dan keluarga jumlah makanan yang
dikonsumsi oleh klien hipertensi.
3. Beri contoh sederhana kepada klien dan keluarga untuk
memnbuat makanan dengan jumlah yang tepat.
d. Rasionalisasi.
1. Dengan diberikan penjelasan diharapkanklien dan keluarga dapat
cara pengolahan makanan untuk klien hipertensi.
2. Diharapkan klien dapat mengkonsumsi makanan sesuai yang
dianjurkan.
3. Dengan diberikan contoh sederhana caara membuat makanan
dalam jumlah yang tepat kilen dan keluarga mampu
menjalankan /melaksanakaannya sendiri.

2.3.3.4. Ketidakmampuan menyediakan makanan rendah garam bagi penderita


hipertensi berhubungan dengan kurang pengetahuan dan kebiasaan sehari-
hari yang mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung garam.
a. Tujuan
Seluruh anggota keluarga membiasakan diri setiap hari mengkonsumsi
makanan yang rendah garam.
b. Kriteria hasil
1. Klien dan keluarga dapat menjelaskan manfaat makanan yang
rendah garam.
2. Klien dan keluarga dapat menjelaskan jenis makanan yang banyak
mengandung garam.
3. Klien dan keluarga mau berubah kebiasaan dari mengkonsumsi
makanan yang banyak mengandung garam.
c. Rencana tindakan.
1. Beri penjelasan kepada klien dan keluarga tentang pengaruh
garan terhadap klien hipertensi.
2. Beri penjelasan kepada klien dan keluarga jenis makana yang
banyak mengandung garam.
3. Beri motivasi kepada klien dan keluarga bahwamereka mampu
untuk merubah kebiasaan yang kurang baik tersebut yang didasari
padea niat dan keinginan untuk merubah.
d. Rasional
1. Diharapkan klien dan keluarga memahami dan mengerti tentang
pengaruh garam terhadap klien hipertensi.
2. Diharapkan klien dan keluarga dapat menghindari makanan yang
banyak mengandung garam.
3. Dengan diberi motivasi diharapkan klien dan kelarga mau
merubah sikapnya dari yang tidak sehat menjadi sehat.

2.3.3.5. Ketidakmampuan menggunakan sumber pemanfaatan tanaman obat


keluarga berhubungan dengan kurang pengetahuan guna dari tanaman
obat keluarga.

a. Tujuan
Diharapkan klien dan keluarga mampu memanfaatkan sumber tanaman
obat keluarga.
b. Kriteria hasil
Klien dan keluarga dapat menyebutkan tanaman obat yang dapat
membantu untuk pengobatan hipertensi.
c. Rencana tindakan
1. Beri penjelasan kepada klien dan keluarga manfaat Toga.
2. Beri penjelasan kepada klien keluarga macam dan jenis
tumbuhan/tanaman yang dapat membantu menurunkan tekanan
darah.
3. Anjurkan kepada kepada klien dan keluarga agar berusaha
memiliki tanaman obat keluarga.
d. Rasional
1. Agar klien dan keluarga dapat memahami manfaat Toga.
2. Klien dan keluarga dapat mengetahui jenis tanaman yang dapat
menurunkan tekanan darah.
3. Dengan memiliki Toga sendiri klien dapat mengkonsumsi
tanaman obat tersebut kapan saja diperlukan.

2.3.4. Evaluasi
Penilaian adalah tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai (out put) dan
penilaian selalu berkaitan dengan tujuan.Evaluasi juga dapat meliputi penilaian
input dan porses.

Evaluasi sebagai suatu proses yang dipusatkan pada beberapa dimensi:


2.3.4.1. Bila evaluasi dipusatkan pada tujuan kita memperhatikan hasil dari
tindakan keperawatan.
2.3.4.2. Bila evaluasi digunakan pada ketepat gunaan (effisiensi), maka
dimensinya dapat dikaitkaan dengan biaya.,waktu,tenaga dan bahan.
2.3.4.3. Kecocokan (Apprioriatenes) dari tindakan keperawatan adalah
kesanggupan dari tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah.
2.3.4.4. Kecukupan (Adecuacy) dari tindakan keperawatan (Family
Healtcare,1989:97)

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.S DENGAN


KASUS HIPERTENSI DI DESA PINANG HABANG
I. PENGKAJIAN

A. Identitas

Nama : Ny.S
Umur : . tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Desa Pandan Sari
Suku Bangsa : Banjar
Pendidikan Terakhir : SD
Pekerjaan : Tidak bekerja
Sumber Informasi : Klien
Diagnosa Medis : Hipertensi

B. Keluhan Utama

Pada saat dilakukan pengkajian klien mengatakan nyeri pada bagian belakang kepala
dan terasa kaku pada leher.

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Klien mengatakan merasa sedikit pusing

D. Riwayat Penyakit Dahulu

Klien mengatakan klien waktu berumur 45 tahun klien pernah mengalami mimisan..

E. Riwayat Penyakit Keluarga

Klien mengatakan bahwa tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit serupa
seperti klien .

F. Pola Kebiasaan Sehari-hari

Klien mengatakan aktivitas sehari-hari yang biasa dilakukan hanya berdiam diri
dirumah dan seminggu sekali ke tempat yasinan.

G. Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum

keadaan umum klien baik, klien mampu bergerak secara perlahan, klien beraktifitas
denganmandiri dalam melakukan aktifitas sehari- hari.
Kesadaran: Kesadaran klien composmentis
2. Tanda-tanda vital

TD : 150/100 mmHg
N : 96 x/menit
T : 36,50 C
R : 24 x/menit

3. Pemeriksaan head to toe

a. Kepala: tidak ada kelainan dengan bentuk kepala


b. Rambut: rambut klien lebat dan penjang tidak rontok dan warna rambut
memutih di karenakan faktor usia
c. Mata: klien tidak mampu melihat tulisan dengan jelas dari jarak lebih dari 1
meter namun klien mampu melihat wajah perawat.
d. Hidung: tidak ada keluhan dengan hidung klien, tampak simetris antara kiri dan
kanan, klien mampu membedakan aroma dengan baik
e. Telinga: tidak ada keluhan dengan pendengaran klien, klien mampu mendengar
percakapan dengan baik
f. Mulut dan bibir: tidak ada keluhan dengan mulut dan bibir klien, klien mapu
menguyah makanan dengan baik, tidak ada sariawan maupun lesi pada mulut
klien.
g. Leher: tidak ada keluhan dengan leher klien, tidak ada tanda-tanda
pembengkakan kelenjar tiroid
h. Dada: tidak ada keluhan dengan dada klien, bentuk simetris antara kiri dan
kanan, tidak ada lesi maupun terdengar suara nafas tambahan
i. Ektremitas dan kulit : klien mengatakan ia tidak mampu berjalan terlalu jauh,
namun untuk kegiatan sehari-hari klien mampu melakukan sendiri, kulit
normal dengan warna kuning langsat.
j. Punggung: tidak ada keluhan denganpunggung klien
k. Genetalia: klien berjenis kelamin perempuan dan memiliki 4 orang anak, tidak
ada keluhan dengan genetalia.

4. Pola Fungsi Kesehatan

a. Pola persepsi dan tata laksana hidup

Klien berharap penyakit hipertensinya bisa terkontrol dan terobati.Klien jarang


berobat ke puskesmas dan ke posyandu.
b. Pola Nutrisi

a) Frekuensi : klien makan 3x sehari, frekuensi minum 6-8 gelas sehari


b) Jenis : nasi, lauk pauk dan sayur-sayuran
c) Nafsu makan :klien mengatakan tidak ada keluhan dengan pola makan
dan bisa menghabiskan makanannya.
d) Makanan yang disukai/pantangan
Klien menyukai makan-makanan yang berkuah dan klien mengurangi
makanan yang manis serta klien kadang makan sayuran daun singkong.
e) Kebiasaan sebelum makan : klien sebelum makan selalu Berdoa
c. Pola eliminasi

a) BAK
Frekuensi : tidak tentu kadang-kadang 5-7x/ Hari
Warna : normal, kuning jernih
Keluhan : klien mengatakan BAK lancar
b) BAB
Frekuensi : Tidak tentu kadang 2 hari sekali
Warna : kuning
Konsistensi: lembek dan tidak keras
Bau : bau khas BAB
Keluhan : tidak ada keluhan/ kesulitan dengan BAB

d. Pola Tidur dan Istirahat

a) Lama tidur jam/hari: klien tidur pada malam hari 7 jam


b) Tidur siang : klien mengatakan tidur siang 2 jam
c) Gangguan : klien merasa tidak ada gangguan bila tidur

e. Aktivitas dan Istirahat

Indeks Kemandirian Katz


JENIS KEGIATAN MANDIRI TERGANTUN
G
Mandiri
Berpakaian
Kekamar kecil
Berpindah
Kontinen (berkemih/ defikasi)
Makan
Indek katz
Indek katz A : Mandiri untuk 6 aktifitas
Indek katz B : Mandiri untuk 5 aktifitas
Indek katz C : Mandiri, Kec bathing dan 1 fungsi lain
Indek katz D : mandiri, kec bathing, dressing dan 1 fungsi lain
Indek katz E : mandiri, kec bathing, dressing,toileting dan 1 fungsi lain
Indek katz F :mandiri, kec bathing, dressing,toileting, transfering dan
1fungsi lain

f. Pola hubungan dan peran


Klien memiliki hubungan yang baik terhadap keluarga maupun dengan
masyarakat sekitar tempat tinggalnya.Klien berperan sebagai seorang ibu
sekaligus seorang nenek.

g. Pola mekanisme /penanggulangan stress dan koping

klien mengatakan bila ada masalah yang membuat klien tidak bisa diselesaikan
sendiri klien biasa selalu menceritakan masalahnya kepada anak-anaknya.

h. Pola tata nilai dan kepercayaan serta spiritual

a) Aktivitas agama yang dilakukan : Klien mengatakan bahwa klien


mengikuti yasinan yang diadakan didesa pinang habang dan Klien
melakukan ibadah sholat dirumah.
b) Kegiatan Agama yang ingin dilakukaan, klien berharap bila ada rejeki bisa
berhaji
c) Percaya akan kematian:klien mengatakan percaya akan kematian dan
menyerahkan semuanya kepada sang pencipta
II. ANALISA DATA

N
Data Problem Etiologi
O
1. DS: Nyeri akut agen injuri biologis
Klien mengatakan nyeri pada bagian
belakang kepala dan terasa kaku
pada leher
P: klien mengatakan nyeri pada
kepala
Q: nyeri seperti ditekan-tekan
R: nyeri pada kepala
S: skala 3 (ringan) (skala 1-10)
T: Kadang-kadang
DO:
TTV:
TD: 160/100 mmHg
N: 96 x/menit
T: 36,50 C
R: 24 x/menit

2. DS: Defisit ketidaktahuan klien


Klien mengatakan tidak mengetahui pengetahuan mengenal masalah
tentang penyebab hipertensi tentang penyakit hipertensi
Klien juga mengatakan tidak hipertensi
mengeahui tentang pencegahan dan
penanganan hipertensi
DO:
Klien tampak bingung saat ditanya
tentang penyebab, pencegahan dan
penanganan penyakit hipertensi
Klien tampak menanyakan tentang
penyakit hipertensi
III. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut b.d agen injuri biologis

2. Defisit pengetahuan tentang hipertensi b.d ketidaktahuan klien mengenal masalah


penyakit hipertensi

IV. INTERVENSI

N Diagnosa Perencanaan
O Keperawatan Tujuan dan kriteria Intervensi
1. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji TTV
injuri biologis keperawatan sebanyak8x pertemuan, 2. Kaji skala nyeri
diharapkan nyeri klien berkurang 3. Ajarkan teknik non
farmakologi (tehnik
atau hilang, skala nyeri=0.
relaksasi) untuk
Kriteria hasil: mengatasi nyeri
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu
penyebab nyeri, mampu
menggunakan tekhnik non
farmakologi untuk mengurangi
nyeri)
2. Melaporkan bahwa nyeri
berkurang
3. Mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman setelah
nyeri berkurang

2. Defisit pengetahuan Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan penilaian


tentang hipertensi keperawatan sebanyak 8x pertemuan tentang tingkat
b.d ketidaktahuan diharapkan pengetahuan klien pengetahuan pasien
klien mengenal meningkat. tentang penyakit
masalah penyakit Kriteria hasil: 2. Gambarkan tanda dan
hipertensi 1. Klien mengatakan mulai gejala penyakit dengan
mengetahui dan paham tentang cara yang mudah di
penyakit hipertensi. pahami oleh klien
2. Klien mampu menjelaskan (penkes)
kembali tentang penyakit 3. Jelaskan tentang
penyebab, pencegahan
dan penanganan
penyakit hipertensi
(penkes)

V. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Hari/ Implementasi
No.
Tanggal/ Evaluasi
Dx
Jam
Kamis/ 1. Melakukan pengkajian TTV
Februari 2. Melakukan pengkajian skala S: - klien mengatakan kadang-kadang
2017/
13.00
wita
I nyeri
3. Mengajarkan teknik
masih merasa sakit kepala
non P: klien mengatakan nyeri pada
farmakologi (tehnik relaksasi) kepala
untuk mengatasi nyeri (napas Q: nyeri seperti ditekan-tekan
dalam) R: nyeri pada kepala
S: skala 3 (ringan) (skala 1-10)
T: Kadang-kadang
-

O: - TTV:
TD: 160/100 mmHg
N: 96 x/menit
T: 36,50 C
R: 24 x/menit

A: Masalah nyeri belum teratasi

P: Intervensi dilanjutkan

S: klien mengatakan masih tidak tahu


1. Memberikan penilaian tentang apa arti hipertensi
II tingkat pengetahuan pasien
tentang penyakit O: klien masih tampak bingung saat
2. Menggambarkan tanda dan perawat menanyakan tentang
gejala penyakit dengan cara pengertian, penyebab, pencegahan
yang mudah dipahami oleh dan penanganan penyakit
klien. (penkes) hipertensi
3. Menjelaskan tentang penyebab,
pencegahan dan penanganan A: masalah defisit pengetahuan belum
penyakit hipertensi (penkes) teratasi

P: Intervensi dilanjutkan

Kamis/ 1. Melakukan pengkajian TTV S: - klien mengatakan kadang-kadang


Februari
2017/
17.00wit
a
I 2. Melakukan pengkajian skala
nyeri
3. Mengajarkan
farmakologi
teknik non
(tehnik
masih merasa sakit kepala
- P: klien mengatakan nyeri pada
kepala apabila kurang tidur atau
istirahat
relaksasi)untuk mengatasi nyeri Q: nyeri seperti ditekan-tekan
(napas dalam) R: nyeri pada kepala
S: skala 3 (ringan) (skala 1-10)
T: Kadang-kadang

O: - TTV:
TD: 150/100 mmHg
N: 90 x/menit
T: 36,40 C
R: 22x/menit

A: Masalah nyeri belum teratasi

P: Intervensi dilanjutkan

1. Memberikan penilaian tentang S: klien mengatakan hipertensi


II tingkat pengetahuan pasien
tentang penyakit
adalah penyakit darah tinggi

2. Menggambarkan tanda dan O: klien masih tampak bingung saat


gejala penyakit dengan cara perawat menanyakan tentang
yang mudah dipahami oleh penyebab, pencegahan dan
klien. (penkes) penanganan penyakit hipertensi
3. Menjelaskan tentang penyebab,
pencegahan dan penanganan A: masalah defisit pengetahuan belum
penyakit hipertensi (penkes) teratasi

P: Intervensi dilanjutkan

Jumat/ 1. Melakukan pengkajian TTV S: - klien mengatakan sakit kepalanya


Februari
2017/
09.00
wita
I 2. Melakukan pengkajian skala
nyeri
3. Mengajarkan teknik non
farmakologi (tehnik relaksasi)
berkurang
- P: klien mengatakan nyeri pada
kepala apabila kurang tidur atau
istirahat
untuk mengatasi nyeri (napas Q: nyeri seperti ditekan-tekan
dalam) R: nyeri pada kepala
S: skala 1 (ringan) (skala 1-10)
T: Kadang-kadang

O: - TTV:
TD: 150/90 mmHg
N: 88 x/menit
T: 36,20 C
R: 22x/menit

A: Masalah nyeri belum teratasi

P: Intervensi dilanjutkan

1. Memberikan penilaian tentang S: klien mengatakan mulai mengetahui


II tingkat pengetahuan pasien
tentang penyakit
apa arti hipertensi

2. Menggambarkan tanda dan O: klien masih tampak bingung saat


gejala penyakit dengan cara perawat menanyakan tentang
yang mudah dipahami oleh penyebab, pencegahan dan
klien. (penkes) penanganan penyakit hipertensi
3. Menjelaskan tentang penyebab,
pencegahan dan penanganan A: masalah defisit pengetahuan belum
penyakit hipertensi (penkes) teratasi

P: Intervensi dilanjutkan

Jumat/ 1. Melakukan pengkajian TTV S: - klien mengatakan sakit kepalanya


Februari
2017/
13.30
wita
I 2. Melakukan pengkajian skala
nyeri
3. Mengajarkan teknik
hilang

non O: - TTV:
farmakologi (tehnik relaksasi) TD: 140/90 mmHg
untuk mengatasi nyeri (napas N: 90 x/menit
dalam) T: 36,00 C
R: 22x/menit

A: Masalah nyeri teratasi

P: Intervensi dihentikan.

1. Memberikan penilaian tentang S: klien mengatakan mulai mengetahui


II tingkat pengetahuan pasien
tentang penyakit
apa arti hipertensi

2. Menggambarkan tanda dan O: klien masih tampak bingung saat


gejala penyakit dengan cara perawat menanyakan tentang
yang mudah dipahami oleh penyebab, pencegahan dan
klien. (penkes) penanganan penyakit hipertensi
3. Menjelaskan tentang penyebab,
pencegahan dan penanganan A: masalah defisit pengetahuan belum
penyakit hipertensi (penkes) teratasi

P: Intervensi dilanjutkan

Jumat/ 1. Memberikan penilaian tentang S: klien mengatakan mulai mengetahui


Februari
2017/ II tingkat pengetahuan pasien
tentang penyakit
apa arti hipertensi

17.00 2. Menggambarkan tanda dan O: klien masih tampak bingung saat


wita gejala penyakit dengan carayang perawat menanyakan tentang
mudah dipahami oleh klien. penyebab, pencegahan dan
(penkes) penanganan penyakit hipertensi
3. Menjelaskan tentang penyebab,
pencegahan dan penanganan A: masalah defisit pengetahuan belum
penyakit hipertensi (penkes) teratasi

P: Intervensi dilanjutkan

Jumat/ 1. Memberikan penilaian tentang S: klien mengatakan mulai mengetahui


Februari
2017/ II tingkat pengetahuan pasien
tentang penyakit
apa arti hipertensi

20.00 2. Menggambarkan tanda dan O: klien masih tampak bingung saat


wita gejala penyakit dengan cara perawat menanyakan tentang
yang mudah dipahami oleh penyebab, pencegahan dan
klien. (penkes) penanganan penyakit hipertensi
3. Menjelaskan tentang penyebab,
pencegahan dan penanganan A: masalah defisit pengetahuan belum
penyakit hipertensi (penkes) teratasi

P: Intervensi dilanjutkan

Vous aimerez peut-être aussi