Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
hearing loss
Abstract
1
and after tympanotomy were compared to determine the outcome
treatment.
2
Conclusion: Most patients suffering from unilateral sudden
dose steroids.
Background
between the middle and the inner ear. The round win-
3
permeable membrane. The mean thickness of the round
to be about 67 m [3].
barotrauma.
4
hearing loss and tinnitus is more difficult to predict
* Correspondence: frank@fhaubner.de
properly cited.
Haubner et al. BMC Ear, Nose and Throat Disorders 2012, 12:14
5
http://www.biomedcentral.com/1472-6815/12/14
rupture [8].
6
Methods
Regensburg (11-101-0232).
7
least three contiguous frequencies as compared to the
was observed.
8
cases was the hearing loss. The complete medical history
9
the depth of the round window niche. That is why false
instead of suctioning.
10
Statistical analysis was done using the Wilcoxon-Test
Chi-square test.
Results
Patients characteristics
festation of tinnitus.
11
for a round window membrane rupture. 10.2% of the
Correlation analyses
(pearson coefficient=0.363).
12
operatively. There was also no association between the
Haubner et al. BMC Ear, Nose and Throat Disorders 2012, 12:14
Page 2 of 7
http://www.biomedcentral.com/1472-6815/12/14
techniques
13
an endaural approach to the middle ear after raising a
hearing loss
Vertigo Tinnitus
2 No Right no Yes
14
3 No Left Yes No
4 No Left No Yes
5 No Right No Yes
7 No Right Yes No
12 No Left No Yes
13 No Right No Yes
16 No Left Yes No
17 No Left No No
15
18 No Right No No
19 No Right No No
20 No Left Yes No
22 No Left No Yes
23 No Right No Yes
24 No Left Yes No
25 No Right No No
26 No Left No Yes
27 No Right No No
29 No Left Yes No
30 No Left No No
32 No Left No No
16
33 No Right Yes No
34 No Left No Yes
35 No Left No Yes
36 No Right No No
38 No Left Yes No
39 No Left No No
40 No Left Yes No
41 No Left No No
43 No Left No No
45 No Left Yes No
17
46 No Left No Yes
48 No Left No Yes
49 No Right Yes No
50 No Right No Yes
51 No Right No Yes
52 No Left Yes No
53 No Right No No
56 No Right No Yes
57 No Left Yes No
59 No Right Yes No
60 No Right No No
18
61 No Left Yes No
62 No Left No Yes
63 No Right Yes No
64 No Left No No
65 No Right No Yes
66 No Left No No
67 No Right No Yes
68 No Left Yes No
Haubner et al. BMC Ear, Nose and Throat Disorders 2012, 12:14
Page 3 of 7
http://www.biomedcentral.com/1472-6815/12/14
tions with fibrous glue were used to cover the round win-
19
dow membrane (Table 2). The three patients covered
20
In the group of subjects with the intraoperative finding
brane rupture.
21
sistent tympanic membrane perforation) could not be
observed.
Discussion
lished [16]. One reason for that might be the fact that
22
tion for performing an exploratory tympanotomy [19].
23
was only a minority of 10% of patients with a typical his-
24
nostic problem. In our study we had a rate of 22% of
no fistula
doubtful fistula
definite fistula
Haubner et al. BMC Ear, Nose and Throat Disorders 2012, 12:14
Page 4 of 7
http://www.biomedcentral.com/1472-6815/12/14
25
a criterion for the diagnosis of a doubtful perilymphatic
26
categories: fistula, no fistula and doubtful fistula
of hearing
27
13 no fistula fat > 20 dB
fibrin glue
> 20 dB
28
26 no fistula fat < 20 dB
29
41 no fistula fat > 20 dB
(Continued)
30
53 no fistula fat < 20 dB
31
68 fistula fat > 20 dB
hearing
improvement (n=69).
Haubner et al. BMC Ear, Nose and Throat Disorders 2012, 12:14
Page 5 of 7
http://www.biomedcentral.com/1472-6815/12/14
surgery.
32
their patients.
33
All patients were simultaneously treated with intravenous
34
patients suffered from any major complications or a wor-
dB MHL
Mean values in dB HL were calculated for 500 Hz, 1000 Hz, 2000
Hz and
35
Table 3 Mean values of hearing loss (MHL) pre- and
Haubner et al. BMC Ear, Nose and Throat Disorders 2012, 12:14
Page 6 of 7
http://www.biomedcentral.com/1472-6815/12/14
36
procedure that might be a useful addition to high-dose
sudden deafness.
Conclusion
37
panotomy is a safe procedure that may support hearing
steroids.
Competing interests
not have
Authors contribution
FH and TK had the idea for the study and drafted the manuscript.
CR, VV
statistical
by
38
supervision and administrative support. All authors read and
approved the
final manuscript.
Author details
2 Department of
References
loss.
39
Arch Otolaryngol 1968, 88(1):4148.
human
Laryngol Otol
2005, 119(5):366370.
diving. Otol
J Laryngol
Otolaryngol 1976,
5(5):379385.
40
8. Liu X, et al: Effects of round window membrane rupture on
cochlear
Kaiho
2003, 106(7):723729.
Otol 1995,
16(6):815819.
with
round
(Stuttg)
1984, 63(9):439444.
41
12. Mertens J, Rudert H: Sudden deafness caused by rupture of
the round
HNO
1986, 34(8):320324.
Rhinol Otol
the round
58(5):A4276.
sudden
Throat
42
J 2008, 87(8):438451.
hearing loss: I.
133(6):573581.
2010,
375(9721):12031211.
Ke Za Zhi 1989,
24(1):1516. 62.
patients after
43
tympanotomy and sealing of the round window membrane after
acute
30(3):157161.
middle ear in
sensorineural
64(5):301306.
fistulas
44
with intrathecal administration of fluorescein. Laryngoscope
2002,
112(9):16141618.
perilymphatic
Clin North Am
for
JAMA
2011, 305(20):20712079.
ear/inner ear
45
interaction: The implications of finding an "adhesive tent" during
doi:10.1186/1472-6815-12-14
loss.
Haubner et al. BMC Ear, Nose and Throat Disorders 2012, 12:14
Page 7 of 7
http://www.biomedcentral.com/1472-6815/12/14BAB I
PENDAHULUAN
signifikan, yang dapat mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada tiap
penting dari faktor penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling sering
46
dijumpai adalah defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi
(GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat, yaitu : derajat 1 (PPOK ringan), derajat 2
Penderita PPOK akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas, batuk-batuk
kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan PPOK ringan dapat
tanpa keluhan atau gejala. Dan baku emas untuk menegakkan PPOK adalah uji
spirometri.
terjadi gagal nafas, infeksi berulang dan cor pulmonal. Prognosa PPOK
tergantung dari stage / derajat, penyakit paru komorbid, penyakit komorbid lain.
47
BAB II
2.1. Definisi
Penyakit Paru Obstrutif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang
ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif
proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat
memberikan gambaran gangguan sistemik. Gangguan ini dapat dicegah dan dapat
48
diobati. Penyebab utama PPOK adalah rokok, asap polusi dari pembakaran, dan
dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria
PPOK.
Pertambahan penduduk
Industrialisasi
pertambangan
(PDPI,2010)
49
1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang
a) Riwayat merokok
Perokok aktif
Perokok pasif
Bekas perokok
dalam tahun :
Ringan : 0-200
Sedang : 200-600
Berat : >600
3. Hipereaktiviti bronkus
50
2.3 Patogenesis
perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu,
metaplasia.
kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus
hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena
perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi
sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas seperti
pada gambar 1.
51
(Sumber :Antonio et all, 2007)
(dinding saluran nafas dan parenkim). Yang mana hal ini dapat dibedakan dengan
52
(Sumber : PDPI,2010)
2.4 Klasifikasi
aliran udara ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini,
Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% < VEP 1
< 80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini
pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang
dialaminya.
(VEP1 / KVP < 70%; 30% VEP 1 < 50% prediksi). Terjadi sesak nafas yang
53
2.4.4 Derajat IV: PPOK sangat berat
Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 <
30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas
Terdapat ketidak sesuaian antara nilai VEP1 dan gejala penderita, oleh
sebab itu perlu diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin tidak bisa
2.5 Diagnosis
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala
ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan
A. Gambaran klinis
a. Anamnesis
pernapasan
54
Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan
b. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis
55
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau
jauh
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan
56
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema
tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang
a. Pemeriksaan rutin
Faal paru
VEP1/KVP ( %).
75 %
57
Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan,
dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
Uji bronkodilator
APE meter.
VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml
Darah rutin
Radiologi
paru lain
Hiperinflasi
58
Hiperlusen
Diafragma mendatar
appearance)
Normal
b. Pemeriksaan khusus
Faal paru
Sgaw meningkat
59
Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
Jentera (treadmill)
minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru
60
Gagal napas kronik stabil
Radiologi
Elektrokardiografi
Ekokardiografi
Bakteriologi
61
antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab
Indonesia.
Asma
Pneumotoraks
62
Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal :
(Sumber : PDPI,2010)
63
2.8 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan :
- Mengurangi gejala
1. Edukasi
2. Obat obatan
3. Terapi oksigen
4. Ventilasi mekanik
5. Nutrisi
6. Rehabilitasi
64
PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga
penatalaksanaan PPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan pada keadaan stabil dan
2.8.1 Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK
stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK
adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah
paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus
dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari
asma.
berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi
65
gawat darurat ataupun di ICU dan di rumah. Secara intensif edukasi diberikan di
klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan waktu yang khusus
dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi
keterbatasan aktivitas. Penyesuaian aktiviti dan pola hidup merupakan salah satu
Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat
penderita.
5. Penyesuaian aktiviti
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan
1. Berhenti merokok
66
Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK
ditegakkan
3. Penggunaan oksigen
Berapa dosisnya
5. Tanda eksaserbasi :
67
Sputum bertambah
edukasi sebaiknya diberikan berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu
banyak pada setiap kali pertemuan. Edukasi merupakan hal penting dalam
pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil, karena PPOK merupakan penyakit
Ringan
Sedang
68
Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini
Berat
69
2.8.2 Obat obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (
- Golongan antikolinergik
70
Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
mempermudah penderita.
- Golongan xantin
terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk
mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk
b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
c. Antibiotika
71
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
- Lini I : amoksisilin
makrolid
Sefalosporin
Kuinolon
Makrolid baru
d. Antioksidan
e. Mukolitik
f. Antitusif
72
Tabel 3. Penatalaksanaan PPOK
73
(Sumber : PDPI,2010)
3 Terapi Oksigen
hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah
74
a. Manfaat oksigen :
- Mengurangi sesak
- Memperbaiki aktiviti
- Mengurangi vasokonstriksi
- Mengurangi hematokrit
b. Indikasi
- Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal,
75
- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
Terapi oksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat
dengan gagal napas kronik. Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada
PPOK eksaserbasi akut di unit gawat daruraat, ruang rawat ataupun ICU.
LTOT )
stabil terutama bila tidur atau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam setiap hari,
pemberian oksigen dengan nasal kanul 1 - 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu
tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang sering terjadi bila penderita tidur.
Terapi oksigen pada waktu aktiviti bertujuan menghilangkan sesak napas dan
darah atau pulse oksimetri. Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di
atas 90%.
76
c. Alat bantu pemberian oksigen :
- Nasal kanul
- Sungkup venturi
- Sungkup rebreathing
- Sungkup nonrebreathing
Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi
4 Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas
akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat
berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di
77
Bentuk ventilasi mekanik tanpa intubasi adalah Nonivasive Intermitten Positif
- Volume control
- Pressure control
NIPPV bila digunakan bersamaan dengan terapi oksigen terus menerus (LTOT
pada :
- Kualiti hidup
78
- Frekuensi napas > 25 kali per menit
NPV tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan obstruksi saluran napas atas,
2.8.5 Nutrisi
- Antropometri
79
keseimbangan antara kalori yang masuk denagn kalori yang dibutuhkan, bila perlu
nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal feedings) dengan pipa
nasogaster.
terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada PPOK dengan gagal napas
- Hipofosfatemi
- Hiperkalemi
- Hipokalsemi
- Hipomagnesemi
nutrisi dengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu pemberian
80
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan
yang disertai :
Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu tim
multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog.
Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan
latihan pernapasan.
81
Latihan untuk meningkatkan kemapuan otot pernapasan
b. Endurance exercise
82
2.8.7 Terapi Pembedahan
Bertujuan untuk :
1. Bulektomi
(LVRS)
3. Transplantasi paru
83
Tabel 4. Algoritma PPOK
(Sumber : PDPI,2010)
84
2.9 Komplikasi
1. Gagal napas
2. Infeksi berulang
3. Kor pulmonal
- Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH
normal, penatalaksanaan :
- Bronkodilator adekuat
- Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur
- Antioksidan
85
Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing Gagal napas akut pada gagal
- Demam
- Kesadaran menurun
- Infeksi berulang
koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik
ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit
darah.
Kor pulmonal :
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal
jantung kanan
2.10 Pencegahan
86
- Hindari asap rokok
- Berhenti merokok
87
DAFTAR PUSTAKA
hhtp://www.andikacp.wordpress.com/2009/07/26/PPOK-eksaserbasi-
akut
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/konsensus-ppok
http://www.bmj.com/content/332/7552/1261.full
www.kalbe.co.id/news/seminar/acuanpenangananppokterkini
hhtp://Irwanto-FK04USK.blogspot.com/2010/08/Penyakit-Paru-
Obstruktif-Kronik-PPOK.html
88
9. Rahajeng 2009. Penggunaan Rasional Antibitica Pada Pasien
PPOK. . Didapat
dari:http://dokterblog.wordpress.com/2009/05/01/penggunaan-rasional-
antibiotik-pada-pasien-ppok/
http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp
13. Sin DD, McAlister FA, Paul SF, et all 2003. Management of chronic
Association, p 2302-2312.
15. Wedzicha JA, 2011. Beonchodilator therapy for COPD. New England
89