Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa,karena atas
berkat dan rahmatNya, kami dapat menyelesaikan tugas yang berjudul ASKEP
KLIEN DENGAN PENYALAGUNAAN NAPZA YANG MENGALAMI
KOMPLIKASI PSIKIATRI (DUAL DIAGNOSA).
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini, Dan harapan kami, semoga makalah ini dapat
bermanfaat, dan dapat menambah pengetahuan kita semua.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
Kata pengantar
Daftar isi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan masalah
BAB II. PEMBAHASAN
A. Definisi.
B. Halusinasi..
C. Merusak diri...
BAB III. PENETUP
1. kesimpulan
2. Saran.
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
3
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN MASALAH
BAB II
4
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
DUAL DIAGNOSIS
Dual diagnosis dikenal juga dengan istilah dual disorder, istilah ini sering
dipakai dalam dunia kedokteran dalam mendiagnosis berbagai gangguan yang
ada secara bersamaan pada pasien, atau dual diagnosis dapat diartikan sebagai
seseorang yang memiliki dua penyakit yang tepisah tetapi saling berkaitan.
B.PENATALAKSANAAN
Pasien dengan kombinasi gangguan psikiatrik dan ketergantungan napza
membutuhkan terapi
khusus guna mempersiapkan dirinya dalam program pemulihan yang sesuai dan
adekuat. Dalam
5
meminimasi efek-efek yang langsung ataupun tidak langsung akibat
penggunaan napza.
satu napza, tetapi kemudian beralih menggunakan jenis napza yang lain.
6
perilaku(1). Meskipun telah dipahami bahwa banyak faktor yang terlibat
dalam terapi
ketergantungan zat (termasuk faktor problema psikososial yang sangat
kompleks), narnun upaya
penyembuhan ketergantungan napza dalam konteks medik tetap selalu
diupayakan.
Manfaat Farmakoterapi pada Pasien dengan Dual Diagnosis
4. Medikasi untuk menghadapi intoksikasi dan sindrom putus zat. Misalnya
adalah
penggunaan metadon dan klonidin untuk sindrom putus opioida,
klordiazepoksid untuk
sindrom putus alkohol.
5. Medikasi untuk mengurangi efek memperkuat (reinforcing effect) dari zat
yang
disalahgunakan. Misalnya pemberian antagonis opioida seperti naltrekson
dapat
memblok/menghambat pengaruh fisiologi dan subyektif dari pemberian
opioida
berikutnya. Pada kasus lain, gejala-gejala abstinensia yang dicetuskan oleh
penggunaan
antagonis opioida, misalnya nalokson, dianggap sebagai provocative test
untuk
mengetahui adanya penggunaan opioida.
6. Medikasi untuk mengendalikan gejala-gejala klinis seperti
1. anti agresi (haloperidol, fluphenazine, chlorpromazine)
2. anti anxietas (diazepam, lorazepam)
3. anti halusinasi (trifluoperazine, thioridazine)
4. anti insomnia (estazolam, triazolam)
7 Terapi substitusi agonis, seperti metadon, klordiazepoksid.
8 Medikasi untuk menyembuhkan komorbiditas medikopsikiatri.
7
9 Terapi terhadap overdosis: seperti pemberian nalokson untuk pasien overdosis
opioida
pada pengguna IDU (Injecting Drug User),
10 Antibiotika: infeksi akibat komplikasi TB pulmonum, hepatitis dan infeksi
sekunder
karena HIV/AIDS.
11. Terapi untuk gangguan ekstrapiramidal.
PSIKIATRI
Psikiatrik adalah suatu gangguan akut pada pikiran, perasaan, perilaku, atau
hubungan sosial yang membutuhkan suatu intervensi segera (Allen, Forster, Zealberg,
& Currier, 2002).
D.DEFINISI HALUSINASI
8
Halusinasi merupakan akibat adanya gangguan dalam proses berpikir dan
orientasi realitas. Individu tidak mampu membedakan rangsangan internal dan
eksternal. Halusinasi didefinisikan sebagai persepsi sensori dari suatu obyek tanpa
adanya suatu rangsangan dari luar. Gangguan persepsi ini meliputi seluruh panca
indra.
JENIS-JENIS HALUSINASI
a) Halusinasi pendengaran
9
Klien mendengarkan suara atau bunyi yang tidak ada hubungannya dengan
stimulus yang nyata / lingkungan dengan kata lain orang yang berada disekitar
klien tidak mendengarkan suara atau bunyi yang didengar klien.
b) Halusinasi penglihatan.
Klien melihat gambaran yang jelas atau samar tanpa adanya stimulus yang
nyata dari lingkungan, dengan kata lain orang yang berada disekitar klien
tidak melihat gambaran seperti yang dikatan oleh klien.
c) Halusinasi penciuman
Klien merasa mencium sesuatu aroma yang muncul dari sumber tertentu tanpa
stimulus yang nyata, artinya orang yang berada disekitar klien tidak
merasakan, seperti apa yang dirasakan oleh klien.
d) Halusinasi pengecapan
Klien merasa mengecap sesuatu tanpa stimulus yang nyata, artinya orang
yang berada disekitar klien tidak merasakan, seperti apa yang dirasakan oleh
uklien.
e) Halusinasi perabaan
Klien merasakan sesuatu pada kulinya, tanpa stimulus yang nyata.
10
Karakteristik :
Perilaku klien :
Karakteristik:
Karakteristik :
Perilaku klien :
11
Kemauan akan halusinsi akan semakin diikuti, kerusakan akan berhubungan
dengan orang lain, rentang perhatian hanya bebera detik, atau menit, adanya
tanda-tanda ansietas berat : berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi
perintah.
Karakteristik :
Perilaku klien :
Perilaku terror akibat panik, aktifitas fisik merealisasikan isi halusinasi seperti
perilaku kekerasan, klien menarik diri dan tidak mampu berespon. Halusinasi
berubah menjadi mengancam, memerintah dan marah. Tidak dapat
berhubungan secara nyata dengan orang lain, dan lingkungan.
12
auditorik, sama halnya dalam kasus halusinasi yang dialami oleh penderita
schizophrenia dan gangguan psikotik lainnya.
Jika kita menelaah penjelasan diatas, bahwa efek dari pemakaian narkoba bila
dikonsumsi dalam sekian dosis tertentu dapat mengakibatkan seseorang menjadi
berhalusinasi dan halusinasi adalah merupakan ciri-ciri umum penderita
schizophrenia, schizophrenia merupakan salah satu gangguan kejiwaan yang paling
berbahaya yaitu gangguan psikologis/ kejiwaan yang disebabkan oleh kelainan secara
kimiawi pada otak. Yang pada akhirnya mengganggu fungsi sistemik dan impuls
syaraf otak. Kondisi ini mengakibatkan kegagalan fungsi otak dalam mengolah
informasi dari dan ke panca indera, sehingga timbul proyeksi yang tidak
seharusnya. Dan untuk penyembuhan penyakit kejiwaan ini perlu pengobatan yang
intensif, dan sebaiknya segera dibawa ke psikiater dan psikolog atau klinik jiwa yang
terpecaya untuk mendapatkan penanganan yang lebih serius.
A. pengertian
13
Merusak diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins,1993). Terjadinya perilaku
menarik diri dipengaruhi oleh faktor predisposisi dan stressor presipitasi. Faktor
perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor predispoisi terjadinya perilaku
menarik diri. Kegagalan perkembangan dapat mengakibatkan individu tidak percaya
diri, tidak percaya orang lain, ragu, takut salah , pesimis, putus asa terhadap
hubungan dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan
keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan menimbulkan perilaku tidak ingin
berkomunikasi dengan orang lain, menghindar dari orang lain, lebih menyukai
berdiam diri sendiri, kegiatan sehari-hari hampir terabaikan
B.penyebab
Penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah yaitu perasaan negatif
terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai
keinginan, yang ditandai dengan adanya perasaan malu terhadap diri sendiri,
rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan
martabat, percaya diri kurang, dan juga dapat mencederai diri
(Carpenito,L.J,1998:352)
1.Kurang spontan
4.Afek tumpul
14
6.Komunikasi verbal menurun atau tidak ada. Klien tidak bercakap-cakap
dengan
klien lain/perawat
11.Aktivitas menurun.
12.Kurang energi
Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa tidak
aman dalam berhubungan dengan orang lain. Biasanya klien berasal dari
lingkungan yang penuh permasalahan, ketegangan, kecemasan dimana tidak mungkin
mengembangkan kehangatan emosional dalam hubungan yang positif dengan orang
lain yang menimbulkan rasa aman.
Dunia merupakan alam yang tidak menyenangkan, sebagai usaha untuk melindungi
diri, klien menjadi pasif dan kepribadiannya semakin kaku (rigid). Klien
semakin tidak dapat melibatkan diri dalam situasi yang baru. Ia berusaha
mendapatkan rasa aman tetapi hidup itu sendiri begitu menyakitkan dan
15
menyulitkan sehingga rasa aman itu tidak tercapai. Hal ini menyebabkan ia
mengembangkan rasionalisasi dan mengaburkan realitas daripada mencari penyebab
kesulitan serta menyesuaikan diri dengan kenyataan.
Konflik antara kesuksesan dan perjuangan untuk meraih kesuksesan itu sendiri
terus berjalan dan penarikan diri dari realitas diikuti penarikan diri dari
keterlibatan secara emosional dengan lingkungannya yang menimbulkan kesulitan.
Semakin klien menjauhi kenyataan semakin kesulitan yang timbul dalam
mengembangkan hubungan dengan orang lain.
BAB III
16
PENUTUP
A.Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
17
Harnawatiaj. Askep Halusinasi. 2009. http://harnawatiaj.wordpress.com. 13/11/16
Boyd dan Nihart. 1998. Psichiatric Nursing & Contenporary Practice . I Edition .
Lippincot . Philadelphia .
Carpenito , Lynda Juall. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan . EGC. Jakarta .
Schultz dan Videback. 1998. Manual Psychiatric Nursing Care Plan. 5 th Edition .
Lippincott.
Philadelphia Keliat , Budi Anna. 1998. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa . EGC.
Jakarta.
Stuart dan sundeen . 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa . Edisi 3. EGC.Jakarta .
18