Vous êtes sur la page 1sur 18

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa,karena atas
berkat dan rahmatNya, kami dapat menyelesaikan tugas yang berjudul ASKEP
KLIEN DENGAN PENYALAGUNAAN NAPZA YANG MENGALAMI
KOMPLIKASI PSIKIATRI (DUAL DIAGNOSA).

Dalam penyelesaian makalah ini kami menyadari, masih banyak keterbatasan


dan kekurangan yang kami miliki, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat kami harapkan untuk pengembangan makalah ini kedepannya.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini, Dan harapan kami, semoga makalah ini dapat
bermanfaat, dan dapat menambah pengetahuan kita semua.

Makassar, November 2016

Penyusun

1
DAFTAR ISI

Kata pengantar

Daftar isi

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan masalah
BAB II. PEMBAHASAN
A. Definisi.
B. Halusinasi..
C. Merusak diri...
BAB III. PENETUP

1. kesimpulan

2. Saran.

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penyalahgunaan dan ketergantungan zat yang termasuk dalam kategori


NAPZA pada akhir-akhir ini semakin marak dapat disaksikan dimedia cetak maupun
media elektronik. Kecendrungan pemakiain golongan NAPZA ini cenderung pada
pengguna usia 15-24 tahun, hal ini sepertinya menjadi suatu mode atau gaya hidup
bagi kalangan remaja., (DepKes2001).

Penyebab banyaknya pemakai zat ini antara lain, karena kurangnya


pengetahuan masyarakat akan dampak pemakaian zat ini serta kemudahan untuk
mendapatkan zat ini. Faktor individu, keluarga, dan lingkungan juga sangat
mempengaruhi, pada keluarga hal ini dapat terjadi karena kurannya perhatian
terhadap individu. Dan pada faktor lingkungan kurangnya pengetahuan masyarakat
terhadap masalah NAPZA (Hawari,2000), dampak yang terjadi dari faktor-faktor
tersebut adalah individu mulai melakukan penyalahgunaan dan ketergantungan
terhadap zat-zat tersebut. Hal ini ditunjukan dengan semakin banyaknya individu
yang dirawat dan direhabilitasi, karena penyalahgunaan dan ketergantungan zat-zat
tersebut.

Upaya penting tenaga kesehatan dalam menanggulangi penyalahgunaan


NAPZA, khususnya upaya dalam terapi dan rehabilitasi sering tidak disadari, kecuali
mereka yang berminat pada penyalahgunaan NAPZA(DepKes, 2001). Berdasarkan
permasalahan ini, maka perlu peran dari berbagai pihak untuk bekerja sama untuk
mengatasi masalah ini.

Uuntuk tenaga kesehatan khususnya peran perawat dalam merwat pasien


NAPZA, disarankan untuk meningkatkan kemampuan untuk merawat klien, dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan, yaitu asuhan keperawatan.

3
B. RUMUSAN MASALAH

Apa definisi dari, PSIKIATRI ,dan DUAL DIAGNOSIS ?


Apa definisi dari HALUSINASI ?
Apa jenis-jenis HALUSINASI ?
Apa tanda dan gejala HALUSINASI ?
Proses terjadinya HALUSINASI.
ASKEP HALUSINASI.

C. TUJUAN MASALAH

Untuk mengetahui defenisi PSIKIATRI ,dan DUAL DIAGNOSIS.


Untuk mengetahui definisi HALUSINASI dan MERUSAK DIRI
Untuk mengetahui jenis jenis HALUSINASI
Untuk mengetahui tanda dan gejala HALUSINASI,dan MERUSAK DIRI
Untuk mengetahui proses HALUSINASI dan MERUSAK DIRI

BAB II

4
PEMBAHASAN

A. DEFINISI

DUAL DIAGNOSIS
Dual diagnosis dikenal juga dengan istilah dual disorder, istilah ini sering
dipakai dalam dunia kedokteran dalam mendiagnosis berbagai gangguan yang
ada secara bersamaan pada pasien, atau dual diagnosis dapat diartikan sebagai
seseorang yang memiliki dua penyakit yang tepisah tetapi saling berkaitan.

B.PENATALAKSANAAN
Pasien dengan kombinasi gangguan psikiatrik dan ketergantungan napza
membutuhkan terapi

khusus guna mempersiapkan dirinya dalam program pemulihan yang sesuai dan
adekuat. Dalam

bidang kedokteran, penatalaksanaan bermakna terapi dan tindakan-tindakan yang


berkait

dengannya. Umumnya tujuan terapi ketergantungan napza adalah sebagai berikut:

1. Abstinensia atau penghentian total penggunaan napza.

Tujuan terapi ini tergolong sangat ideal, namun sebagian besar


pasien tidak mampu atau

tidak bermotivasi untuk mencapai sasaran ini, terutama pasien-pasien


pengguna awal.

Usaha pasien untuk mempertahankan abstinensia tersebut dapat didukung


dengan

5
meminimasi efek-efek yang langsung ataupun tidak langsung akibat
penggunaan napza.

Sedangkan sebagian pasien lain memang telah sungguh-sungguh abstinen


terhadap salah

satu napza, tetapi kemudian beralih menggunakan jenis napza yang lain.

2. Pengurangan frekuensi dan keparahan relaps.


Tujuan utamanya adalah mencegah relaps. Bila pasien pernah menggunakan
satu kali saja
setelah abstinensia, maka ia disebut slip. Bila ia menyadari kekeliruannya,
dan ia
memang telah dibekali keterampilan untuk mencegah pengulangan
penggunaan kembali,
pasien akan tetap mencoba bertahan untuk selalu abstinen. Program
pelatihan
ketrampilan mencegah relaps (relapse prevention program), terapi perilaku
kognitif
(cognitive behavior therapy), opiate antagonist maintenance therapy dengan
naltrexone
merupakan beberapa alternatif untuk mencapai tujuan terapi jenis ini.
3. Memperbaiki fungsi psikologi, dan fungsi adaptasi sosial.
Dalam kelompok ini, abstinensia bukan merupakan sasaran utama. Terapi
rumatan
metadon, syringe exchange program merupakan pilihan untuk mencapai
tujuan terapi
jenis ini.
Terapi medik ketergantungan napza merupakan kombinasi
psikofarmakoterapi dan terapi

6
perilaku(1). Meskipun telah dipahami bahwa banyak faktor yang terlibat
dalam terapi
ketergantungan zat (termasuk faktor problema psikososial yang sangat
kompleks), narnun upaya
penyembuhan ketergantungan napza dalam konteks medik tetap selalu
diupayakan.
Manfaat Farmakoterapi pada Pasien dengan Dual Diagnosis
4. Medikasi untuk menghadapi intoksikasi dan sindrom putus zat. Misalnya
adalah
penggunaan metadon dan klonidin untuk sindrom putus opioida,
klordiazepoksid untuk
sindrom putus alkohol.
5. Medikasi untuk mengurangi efek memperkuat (reinforcing effect) dari zat
yang
disalahgunakan. Misalnya pemberian antagonis opioida seperti naltrekson
dapat
memblok/menghambat pengaruh fisiologi dan subyektif dari pemberian
opioida
berikutnya. Pada kasus lain, gejala-gejala abstinensia yang dicetuskan oleh
penggunaan
antagonis opioida, misalnya nalokson, dianggap sebagai provocative test
untuk
mengetahui adanya penggunaan opioida.
6. Medikasi untuk mengendalikan gejala-gejala klinis seperti
1. anti agresi (haloperidol, fluphenazine, chlorpromazine)
2. anti anxietas (diazepam, lorazepam)
3. anti halusinasi (trifluoperazine, thioridazine)
4. anti insomnia (estazolam, triazolam)
7 Terapi substitusi agonis, seperti metadon, klordiazepoksid.
8 Medikasi untuk menyembuhkan komorbiditas medikopsikiatri.

7
9 Terapi terhadap overdosis: seperti pemberian nalokson untuk pasien overdosis
opioida
pada pengguna IDU (Injecting Drug User),
10 Antibiotika: infeksi akibat komplikasi TB pulmonum, hepatitis dan infeksi
sekunder
karena HIV/AIDS.
11. Terapi untuk gangguan ekstrapiramidal.

C.TANDA DAN GEJALA


1. penarikan dari teman dan keluarga
2. perubahan mendadak daalam perilaku
3. menggunakanzat dalam kondisi berbahaya
4. terlibat dalam perilaku berisiko bila sedang menggunakan zat atau mabuk
5. kehilangan control atas penggunaan zat
6. melakukan hal hal yang biasanya tidak akan di lakukan untuk menajga
kebiasaan anda
7. terjadi toleransi dan gejala putus obat
8. merasa seperti anda perlu obat untuk dapat berfungsi

PSIKIATRI

Psikiatrik adalah suatu gangguan akut pada pikiran, perasaan, perilaku, atau
hubungan sosial yang membutuhkan suatu intervensi segera (Allen, Forster, Zealberg,
& Currier, 2002).

Sedangkan menurut Kaplan dan Sadock (1993) psikiatrik adalah gangguan


alam pikiran, perasaan atau perilaku yang membutuhkan intervensi terapeutik segera.
Sehingga prinsip dari kedaruratan psikiatri adalah intervensi atau penanganan segera.

D.DEFINISI HALUSINASI

8
Halusinasi merupakan akibat adanya gangguan dalam proses berpikir dan
orientasi realitas. Individu tidak mampu membedakan rangsangan internal dan
eksternal. Halusinasi didefinisikan sebagai persepsi sensori dari suatu obyek tanpa
adanya suatu rangsangan dari luar. Gangguan persepsi ini meliputi seluruh panca
indra.

Disfungsi yang terjadi pada halusinasi menggambarkan hilangnya kemampuan


menilai realitas, klien hidup dalam dunianya sendiri dan merasa terganggu dalam
interaksi sosialnya sehingga menyebabkan gangguan berhubungan sosial, komunikasi
susah, dan kadang-kadang membahayakan diri klien, orang lain maupun lingkungan,
menunjukan bahwa klien memerlukan pendekatan asuhan keperawatan secara intensif
dan komprenhensif.

PENYEBAB TERJADINYA HALUSINASI


Penyakit mental merepakan penyebab halusinasi yang
terbanyak.Skizofrenia,dementia,dan delirium adlah beberapa contohnya
Penyalahgunaan narkoba adalah penyebab umum yang kedua beberapa
orang dapat berhalusinasi setelah meminum terlalu banyak alkhol dan
mengosumsi kokain.
Kurang tidur dapat memicu halusinasi bila seseorang tidak tidur berhari-hari
akan sangat rentang mengalami halusinasi
Obat-obatan yang digunakan untuk menyembuhkan penyakit mental dan
fisik juga bias menimbulkan halusinasi,contohnya seperti obat penyakit
Parkinson,depresi,psikosis,dan epilepsy dapat memicu gejala halusinasi.

JENIS-JENIS HALUSINASI

Halusinasi dapat diklasifikasikan menjadi 5 rincian ( DepKes RI) :

a) Halusinasi pendengaran

9
Klien mendengarkan suara atau bunyi yang tidak ada hubungannya dengan
stimulus yang nyata / lingkungan dengan kata lain orang yang berada disekitar
klien tidak mendengarkan suara atau bunyi yang didengar klien.
b) Halusinasi penglihatan.
Klien melihat gambaran yang jelas atau samar tanpa adanya stimulus yang
nyata dari lingkungan, dengan kata lain orang yang berada disekitar klien
tidak melihat gambaran seperti yang dikatan oleh klien.
c) Halusinasi penciuman
Klien merasa mencium sesuatu aroma yang muncul dari sumber tertentu tanpa
stimulus yang nyata, artinya orang yang berada disekitar klien tidak
merasakan, seperti apa yang dirasakan oleh klien.
d) Halusinasi pengecapan
Klien merasa mengecap sesuatu tanpa stimulus yang nyata, artinya orang
yang berada disekitar klien tidak merasakan, seperti apa yang dirasakan oleh
uklien.
e) Halusinasi perabaan
Klien merasakan sesuatu pada kulinya, tanpa stimulus yang nyata.

TANDA DAN GEJALA HALUSINASI


o Bicara, senyum, dan tertawa sendiri.
o Menggerakan bibir tanpa suara
o Pergerakan mata yang cepat.
o Respon verbal lambat.
o Menarik diri dan menghindari diri dari orang lain.
o Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
o Sulit berhubungan dengan orang lain.
o Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah.
o Curiga, bermusuhan, merusak diri, orang lain, dan lingkungan.
o Ketakutan.
o Tidak dapat mengurus diri.
o Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.
PROSES TERJADINYA HALUSINASI.

Menurut Stuart dan Laraia,2001, Halusinasi dapat berkembang dalam 4 fase.

a) Fase pertama, Comforting (anxietas sedang). Halusinasi menyenangkan:

10
Karakteristik :

Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas,kesepian, rasa bersalah,


takut dan berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredam ansietas.

Perilaku klien :

Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakan bibir tanpa


suara,pergerakan mata tepat, respon verbal yang lambat : jika sedang asik,
diam dan asik sendiri.

b) Fase kedua, Condeming (ansietas berat), halusinasi menjadi menjijikan.

Karakteristik:

Pengalaman sensori menjadi menjijikan dan menakutkan, klien menjadi lepas


kendali dan mencoba untuk mengambil jarak dirinya dari sumber yang
dipersepsikan.

Perilaku klien :Peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah.


Rentang perhatian menyempit, asik dengan pengalaman sensorik,dan
mengalami kemampuan membedakan halusinasi.

c) Fase ketiga, Controlling (ansietas berat) pengalaman sensori menjadi lebih


berkuasa.

Karakteristik :

Klien berhenti melakukan perlawanan terhadap halusinasi dan mengarah pada


halusinasi tersebut. Isi halusinasi semakin menarik, klien mungkin mengalami
masalah kesepian jika sensori halusinasinya berhenti, klien mengalami
psikotik.

Perilaku klien :

11
Kemauan akan halusinsi akan semakin diikuti, kerusakan akan berhubungan
dengan orang lain, rentang perhatian hanya bebera detik, atau menit, adanya
tanda-tanda ansietas berat : berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi
perintah.

d) Fase keempat. Conquering (panik), umumnya menjadi lebur dalam


halusinasinya.

Karakteristik :

Pengalaman sensori jadi mengancam, jika klien mengikuti halusinasinya.


Halusinasi berhenti beberapa jam atau hari jika klien tidak ada intervensi
terapeutik. Klien mengalami psikotik berat.

Perilaku klien :

Perilaku terror akibat panik, aktifitas fisik merealisasikan isi halusinasi seperti
perilaku kekerasan, klien menarik diri dan tidak mampu berespon. Halusinasi
berubah menjadi mengancam, memerintah dan marah. Tidak dapat
berhubungan secara nyata dengan orang lain, dan lingkungan.

HUBUNGAN NARKOBA DAN HALUSINASI

Fenomena halusinasi merupakan persepsi yang Abnormal pada individu


dimana ia sadar dan terjaga akan tetapi tanpa adanya stimulus pada reseptor
panca indera yang nyata diluar dirinya. Halusinasi, dengan kata lain persepsi
tanpa objek yang jelas. Halusinasi biasanya dijumpai pada para pengguna
obat-obatan dan narkoba. Penggunaan kokain, LSD, dan berbagai jenis
turunan amphetamine dapat juga memicu munculnya halusinasi. Bahkan pada
kasus penggunaan marijuana (ganja) dapat memunculkan halusinasi secara
visual. Pemakaian narkotika seperti kokain dapat menimbulkan halusninasi

12
auditorik, sama halnya dalam kasus halusinasi yang dialami oleh penderita
schizophrenia dan gangguan psikotik lainnya.

Selain pada orang yang mengkonsumsi narkoba. Dalam beberapa kasus,


halusinasi dapat terjadi pada orang-orang normal selain pada kondisi yang
disebutkan diatas, misalnya pada kasus kematian orang yang sangat
dicintainya, subyek berhalusinasi bahwa ia dapat melihat orang yang
dicintainya itu pada suatu waktu, beranggapan ia masih hidup atau
bertemu, meninggalkan pesan dan sebagainya. Kasus lainnya halusinasi dapat
terjadi pada saat pergantian antara waktu tidur dan waktu bangun. Hal ini
disebut halusinasi hypnagogik.

Jika kita menelaah penjelasan diatas, bahwa efek dari pemakaian narkoba bila
dikonsumsi dalam sekian dosis tertentu dapat mengakibatkan seseorang menjadi
berhalusinasi dan halusinasi adalah merupakan ciri-ciri umum penderita
schizophrenia, schizophrenia merupakan salah satu gangguan kejiwaan yang paling
berbahaya yaitu gangguan psikologis/ kejiwaan yang disebabkan oleh kelainan secara
kimiawi pada otak. Yang pada akhirnya mengganggu fungsi sistemik dan impuls
syaraf otak. Kondisi ini mengakibatkan kegagalan fungsi otak dalam mengolah
informasi dari dan ke panca indera, sehingga timbul proyeksi yang tidak
seharusnya. Dan untuk penyembuhan penyakit kejiwaan ini perlu pengobatan yang
intensif, dan sebaiknya segera dibawa ke psikiater dan psikolog atau klinik jiwa yang
terpecaya untuk mendapatkan penanganan yang lebih serius.

C.DEFINISI MERUSAK DIRI

A. pengertian

13
Merusak diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins,1993). Terjadinya perilaku
menarik diri dipengaruhi oleh faktor predisposisi dan stressor presipitasi. Faktor
perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor predispoisi terjadinya perilaku
menarik diri. Kegagalan perkembangan dapat mengakibatkan individu tidak percaya
diri, tidak percaya orang lain, ragu, takut salah , pesimis, putus asa terhadap
hubungan dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan
keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan menimbulkan perilaku tidak ingin
berkomunikasi dengan orang lain, menghindar dari orang lain, lebih menyukai
berdiam diri sendiri, kegiatan sehari-hari hampir terabaikan

B.penyebab

Penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah yaitu perasaan negatif
terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai
keinginan, yang ditandai dengan adanya perasaan malu terhadap diri sendiri,
rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan
martabat, percaya diri kurang, dan juga dapat mencederai diri
(Carpenito,L.J,1998:352)

C..tanda dan gejala

1.Kurang spontan

2.Apatis (acuh tak acuh terhadap lingkungan)

3.Ekspresi wajah kurang berseri (ekspresi sedih)

4.Afek tumpul

5.Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri

14
6.Komunikasi verbal menurun atau tidak ada. Klien tidak bercakap-cakap
dengan
klien lain/perawat

7.Mengisolasi diri (menyendiri).

8.Tidak atau kurang sadar dengan lingkungan sekitarnya.

9.Pemasukan makan dan minuman terganggu

10.Retensi urin dan feses.

11.Aktivitas menurun.

12.Kurang energi

13.Harga diri rendah.

14.Posisi janin pada saat tidur

15.Menolak berhubungan dengan orang lain.

D.Proses terjadinya menrusak diri

Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa tidak
aman dalam berhubungan dengan orang lain. Biasanya klien berasal dari
lingkungan yang penuh permasalahan, ketegangan, kecemasan dimana tidak mungkin
mengembangkan kehangatan emosional dalam hubungan yang positif dengan orang
lain yang menimbulkan rasa aman.

Dunia merupakan alam yang tidak menyenangkan, sebagai usaha untuk melindungi
diri, klien menjadi pasif dan kepribadiannya semakin kaku (rigid). Klien
semakin tidak dapat melibatkan diri dalam situasi yang baru. Ia berusaha
mendapatkan rasa aman tetapi hidup itu sendiri begitu menyakitkan dan

15
menyulitkan sehingga rasa aman itu tidak tercapai. Hal ini menyebabkan ia
mengembangkan rasionalisasi dan mengaburkan realitas daripada mencari penyebab
kesulitan serta menyesuaikan diri dengan kenyataan.

Konflik antara kesuksesan dan perjuangan untuk meraih kesuksesan itu sendiri
terus berjalan dan penarikan diri dari realitas diikuti penarikan diri dari
keterlibatan secara emosional dengan lingkungannya yang menimbulkan kesulitan.
Semakin klien menjauhi kenyataan semakin kesulitan yang timbul dalam
mengembangkan hubungan dengan orang lain.

BAB III

16
PENUTUP

A.Kesimpulan

1. Saat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi


ditemukan adanya perilaku menarik diri sehingga perlu dilakukan
pendekatan secara terus menerus, membina hubungan saling percaya
yang dapat menciptakan suasana terapeutik dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan yang diberikan.
2. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien khususnya dengan
halusinasi, pasien sangat membutuhkan kehadiran keluarga sebagai sistem
pendukung yang mengerti keadaaan dan permasalahan dirinya. Disamping
itu perawat/petugas kesehatan juga membutuhkan kehadiran keluarga dalam
memberikan data yang diperlukan dan membina kerjasama dalam memberi
perawatan pada pasien. Dalam hal ini penulis dapat menyimpulkan bahwa
peran serta keluarga merupakan faktor penting dalam proses penyembuhan
klien.
B. SARAN
1. Dalam memberikan asuhan keperawatan hendaknya perawat
mengikuti langkah-langkah proses keperawatan dan melaksanakannya
secara sistematis dan tertulis agar tindakan berhasil dengan optimal.
2. Dalam menangani kasus halusinasi hendaknya perawat melakukan
pendekatan secara bertahap dan terus menerus untuk membina hubungan
saling percaya antara perawat klien sehingga tercipta suasana terapeutik
dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

17
Harnawatiaj. Askep Halusinasi. 2009. http://harnawatiaj.wordpress.com. 13/11/16

Jovan Dachi. 2009. http://jovandc.multiply.com. 13/11/16

Khaidir Muhaj. Halusinasi. 2009. http://khaidirmuhaj.blogsite.com. 13/11/16

Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama.

Zwani. 2009. http://keperawatan-gun.blogspot.com 13/11/16

Boyd dan Nihart. 1998. Psichiatric Nursing & Contenporary Practice . I Edition .
Lippincot . Philadelphia .

Carpenito , Lynda Juall. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan . EGC. Jakarta .

Schultz dan Videback. 1998. Manual Psychiatric Nursing Care Plan. 5 th Edition .
Lippincott.

Philadelphia Keliat , Budi Anna. 1998. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa . EGC.
Jakarta.

Stuart dan sundeen . 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa . Edisi 3. EGC.Jakarta .

Townsend . 1995. Nursing Diagnosis In Psychiatric Nursing a Pocket Guide For


Care Plan Construction . Edisi 3 . EGC. Jakarta.

18

Vous aimerez peut-être aussi