Vous êtes sur la page 1sur 36

Asuhan Keperawaatan Klien Bunuh Diri

Senin, 22 Desember 2014


ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN BUNUH DIRI

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI STIKES dr. SOEBANDI JEMBER
TAHUN 2014
PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena karunianya kami bias
menyelesaikan tugas laporan hasil presentasi. Dalam laporan ini kami menjelaskan mengenai
evaluasi bepikir kritis dalam keperawatan.
Dalam menyelesaikan makalah ini kami banyak mengalami kesulitan, terutama disebabkan
kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Namun, berkat bimbingan dari Ibu Khofi ,
akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dengan cukup baik. Karena sebab itu sudah sepantasnya
kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ns. Mahmud Ady Yuwanto, S.kep
2. Ns. Ahmad Efrizal selaku PJMK
Kami menyadari masih banyak celah dan kecacatan pada makalah ini. Maka kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kedepannya. Dan juga semoga makalah
ini bermanfaat bagi kami juga pembacanya.

Jember, 13 November 2014

Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...........................................................................i
PRAKATA ...........................................................................................ii
DAFTAR ISI ........................................................................................iii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..............................................................2
1.3 Tujuan ................................................................................2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian ..........................................................................3
2.2 Rentanf Respon ..................................................................3
2.3 Faktor Predisposisi dan Faktor prespitasi ..........................4
2.4 Tanda dan Gejala ..............................................................5
2.5 Psiopatologi ...6
2.6 Diagnosa Keperawatan dan Diagnosa Medis ....................7
2.6.1 Diagnosa Keperawatan ..7
2.6.2 Diagnosa Medis .7
2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Penatalaksanaan Medis ............................................8
2.7.2 Penatalaksanaan Keperawatan ..................................10
2.7 Askep ...............................................................................10
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan .......................................................................16
3.2 Saran .................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................17
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Posisi Indonesia hampir mendekati negara-negara bunuh diri, seperti Jepang, dengan
tingkat bunuh diri mencapai lebih dari 30.000 orang per tahun dan China yang mencapai 250.000
per tahun.
Pada tahun 2005, tingkat bunuh diri di Indonesia dinilai masih cukup tinggi. Berdasarkan
data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2005, sedikitnya 50.000 orang Indonesia
melakukan tindak bunuh diri tiap tahunnya. Dengan demikian, diperkirakan 1.500 orang
Indonesia melakukan bunuh diri per harinya. Namun laporan di Jakarta menyebutkan sekitar 1,2
per 100.000 penduduk dan kejadian bunuh diri tertinggi di Indonesia adalah Gunung Kidul,
Yogyakarta mencapai 9 kasus per 100.000 penduduk.
Adapun kejadian bunuh diri tertinggi berada pada kelompok usia remaja dan dewasa muda
(15 24 tahun), untuk jenis kelamin, perempuan melakukan percobaan bunuh diri (attemp
suicide) empat kali lebih banyak dari laki laki. Cara yang populer untuk mencoba bunuh diri
pada kalangan perempuan adalah menelan pil, biasanya obat tidur, sedangkan kaum lelaki lebih
letal atau mematikan seperti menggantung diri.
Kelompok yang beresiko tinggi untuk melakukan percobaan bunuh diri adalah mahasiswa,
penderita depresi, para lansia, pecandu alcohol, orang-orang yang berpisah atau becerai dengan
pasangan hidupnya, orang-orang yang hidup sebatang kara, kaum pendatang, para penghuni
daerah kumu dan miskin, kelompok professional tetentu, seperti dokter, pengacara, dan psikolog.
Ada 4 hal yang krusial yang perlu diperhatikan oleh perawat selaku tim kesehatan
diantaranya adalah : pertama, suicide merupakan perilaku yang bisa mematikan dalam seting
rawat inap di rumah sakit jiwa, Kedua, faktor faktor yang berhubungan dengan staf antara lain :
kurang adekuatnya pengkajian pasien yang dilakukan oleh perawat, komunikasi staf yang lemah,
kurangnya orientasi dan training dan tidak adekuatnya informasi tentang pasien. Ketiga,
pengkajian suicide seharusnya dilakukan secara kontinyu selama di rawat di rumah sakit baik
saat masuk, pulang maupun setiap perubahan pengobatan atau treatmen lainnya. Keempat,
hubungan saling percaya antara perawat dan pasien serta kesadaran diri perawat terhadap cues
perilaku pasien yang mendukung terjadinya resiko bunuh diri adalah hal yang penting dalam
menurunkan angka suicide di rumah sakit.
Oleh karena itu suicide pada pasien rawat inap merupakan masalah yang perlu penanganan
yang cepat dan akurat. Pada makalah ini akan dipaparkan mengenai faktor resiko terjadinya
bunuh diri, instrument pengkajian dan managemen keperawatannya dengan pendekatan proses
keperawatanya.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apakah pengertian bunuh diri?
1.2.2 Bagaimana rentang respon bunuh diri?
1.2.3 Apa faktor presdisposisi dan faktor presipitasi?
1.2.4 Apa tanda dan gejala dari bunuh diri?
1.2.5 Bagaimana psikopatologi bunuh diri?
1.2.6 Apa diagnosa keperawatan dan diagnosa medis bunuh diri?
1.2.7 Bagaimana penatalaksanaan bunuh diri?
1.2.8 Bagaimana asuhan keperawatan bunuh diri?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Mampu memahami pengertian bunuh diri
1.3.2 Mampu memahami rentang respon bunuh diri
1.3.3 Mampu memahami faktor presdiposisi dan faktor presipitasi bunuh diri
1.3.4 Mampu memahami tanda dan gejala bunuh diri
1.3.5 Mampu memahami psikopatologi bunuh diri
1.3.6 Mampu memahami diagnosa keperawatan dan diagnosa medis bunuh diri
1.3.7 Mampu memahami penatalaksanaan bunuh diri
1.3.8 Mampu memahami asuhan keperawatan pada kasus bunuh diri

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengertian
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan
individu secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati. Prilaku bunuh
diri meliputi isyarat-isyarat, percobaan dan ancaman verbal yang akan mengakibatkan kematian,
atau luka yang menyakiti diri sendiri
Menurut Keliat (1991) bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan
dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri ini dapat berupa keputusan terakhir dari individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi.
Bunuh diri adalah tindakan untuk membunuh diri sendiri (Vide Beck, 2008). Bunuh diri
adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri
mungkin merupakan keputusan terkahir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi
(Keliat 1991 : 4).
Menurut Beck (1994) dalam Keliat (1991 hal 3) mengemukakan rentang harapan
putus harapan merupakan rentang adaptif maladaptif.
Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan respon yang
dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma
sosial dan budaya setempat. (2-3 dan kesimpulan)

2.2 Rentang Respon


Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang yang
penuh stress perilaku bunuh diri berkembang dalam beberapa rentang diantaranya:
a. Suicidal ideation, Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari suicide, atau sebuah metoda
yang digunakan tanpa melakukan aksi/ tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak akan
mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun demikian, perawat perlu menyadari
bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati
b. Suicidal intent, Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan yang
konkrit untuk melakukan bunuh diri.
c. Suicidal threat, Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yan dalam ,
bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya .
d. Suicidal gesture, Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan pada diri
sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah pada percobaan untuk
melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan pada fase ini pada umumnya tidak mematikan,
misalnya meminum beberapa pil atau menyayat pembuluh darah pada lengannya. Hal ini terjadi
karena individu memahami ambivalen antara mati dan hidup dan tidak berencana untuk mati.
Individu ini masih memiliki kemauan untuk hidup, ingin di selamatkan, dan individu ini sedang
mengalami konflik mental. Tahap ini sering di namakan Crying for help sebab individu ini
sedang berjuang dengan stress yang tidak mampu di selesaikan.
e. Suicidal attempt, Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu
ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat yang mematikan . walaupun
demikian banyak individu masih mengalami ambivalen akan kehidupannya.
f. Suicide. Tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri . hal ini telah didahului oleh beberapa
percobaan bunuh diri sebelumnya. 30% orang yang berhasil melakukan bunuh diri adalah orang
yang pernah melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya. Suicide ini yakini merupakan hasil
dari individu yang tidak punya pilihan untuk mengatasi kesedihan yang mendalam.
2.3 Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi
2.3.1 Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Sundeen (1997), faktor predisposisi bunuh diri antara lain :
a. Diagnostik > 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, mempunyai
hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu beresiko
untuk bunuh diri yaitu gangguan apektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
b. Sifat kepribadian, tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh diri
adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
c. Lingkungan psikososial, Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian,
kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang
berhubungan dengan bunuh diri.
d. Riwayat keluarga/factor genetik, Factor genetic mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada
keturunannya serta merupakan faktor resiko penting untuk prilaku destruktif.. Disamping itu
adanya penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi yang berkontribusi terjadinya resiko
buuh diri.
e. Faktor biokimia, Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan depominersik
menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif diri.
2.3.2 Faktor Presipitasi
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah:
a. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan
hubungan yang berarti.
b. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
c. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri.
d. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
2.4 Tanda dan Gejala
Menurut Stuart (2007)
a. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
b. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
c. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
d. Impulsif.
e. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
f. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
g. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis mematikan).
h. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan mengasingkan diri).
i. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis dan
menyalahgunakan alcohol).
j. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
k. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan dalam karier).
l. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
m. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
n. Pekerjaan.
o. Konflik interpersonal.
p. Latar belakang keluarga.
q. Orientasi seksual.
r. Sumber-sumber personal.
s. Sumber-sumber social.
t. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.
2.5 Psikopatologi
Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang yang siap
membunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan tindak
kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai niat untuk
melakukannya. Prilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 3 kategori:
1. Ancaman bunuh diri
Peningkatan verbal atau nonverbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri.
Ancaman menunjukkan ambevalensi seseorang tentang kematian kurangnya respon positif dapat
ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.
2. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu yang dapat mengarah
pada kematian jika tidak dicegah.
3. Bunuh diri
Mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau terabaikan. Orang yang melakukan
percobaan bunuh diri dan yang tidak langsung ingin mati mungkin pada mati jika tanda-tanda
tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya. Percobaan bunuh diri terlebih dahulu individu
tersebut mengalami depresi yang berat akibat suatu masalah yang menjatuhkan harga dirinya
( Stuart & Sundeen, 2006).
Peningkatan verbal/ non verba
Pertimbangan untuk melakukan bunuh diri

Ancaman bunuh diri

Ambivelensi tentang kematian Kurangnya respon positif

Upaya bunuh diri


Bunuh diri

2.6 Diagnosa keperawatan dan Diagnosa medis


2.6.1 Diagnosa keperawatan
Risiko bunuh diri
2.6.2 Diagnosa medis
Frustasi

2.7 Penatalaksanaan medis dan keperawatan


2.7.1 penatalaksanaan medis
Sasaran tindakan adalah untuk meningkatkan transmisi dopamine. Tetapi obat-obatan
mencakup antihistamin, antikolinergik, amantidin, levodopa, anhibitormmonoamin oksodasi
(MAO), dan antidepresi. Beberapa obat-obat ini menyebabkan efek samping psikiatrik pada
lansia meliputi:
a. Antihistamin
Antihistamin mempunyai efek sedative dan antikolinergik pusat ringan, dapat membantu dalam
menghilangkan tremor.
b. Terapi antikolinergik
Agen antikolinergik (triheksifenidil, prosiklidin, dan benzotropin mesilat) efeksif untuk
mengontrol tremor dan kekakuan Parkinson. Obat-obatan ini dapat digunakan dalam kombinasi
dengan levodopa. Agen ini menghilangkan aksi asetilkolin pada sistem saraf pusat. Efek samping
mencakup penglihatan kabur, wajah memerah, ruam pada wajah, konstipasi, retensi urine, dan
kondisi akut. Tekanan intraocular dipantau ketat karena obat-obat ini kontraindikasi pada klien
dengan glaucoma meskipun glaucoma yang dialami klien hanya sedikit. Klien dengan
hyperplasia prostatic dipantau terhadap adanya tanda-tanda retensi urine.
c. Amantadin hidrokhlorida
Amantadin hidrokhlorida (symmetrel), agen antivirus yang digunakan pada awal pengobatan
penyakit Parkinson untuk menurunkan kekakuan, tremor, dan bradikinesia. Agen ini diperkirakan
bekerja melalui pelepasan dopamine dari daerah penyimpanan didalam saraf. Reksi efek samping
terdiri atas gangguan psikiatrik (perubahan perasaan hati, konfusi, halusinasi), muntah, adanya
tekanan pada epigastrium, pusing, dan gangguan penglihatan.
d. Terapi levodopa
Walaupun levodopa bukan untuk pengobatan, saat ini merupakan agen tang paling efektif untuk
pengobatan penyakit Parkinson. Levodopa diubah dari (MD4)-dopa menjadi dopamine pada
basal ganglia. Seperti disebutkan diatas dopamine dengan konsentrasi normal yang terdapat
didalam sel-sel subtansia nigra menjadi hilang pada klien dengan penyakit Parkinson. Gejala
yang hilang juga dapat terjadi akibat kadar dopamine yang lebih tinggi akibat pemberian
levodopa.
e. Derivate Ergoet-Agonis Dopamin
Agen-agen ini (bromoktriptin dan pergolid) dianggap sebagai agonis reseptor dopamine. Agen
ini bermanfaat bila ditambahkan pada levodopa dan pada klien yang mengalami reaksi on-off
terhadap fruktuasi klinis yang ringan.
f. Inhibitor MAO
Eldepril adalah salah satu perkembangan dalam farmakoterapi penyakit Parkinson. Obat iniu
menghambat pemecahan dopamine. Sehingga peningkatan jumlah dopamine tercapai, tidak
seperti bentuk terapi lain, agen ini secara nyata memperlambat kemajuan penyakit.
g. Antidepresen
Antidepresen trisiklik dapat diberikan untuk mengurangi depresi yang juga terbiasa terjadi pada
penyakit Parkinson.
h. Intervensi pembedahan
Meskipin banyak pendekatan yang berbeda saat ini, penatalaksanaan pembedahan terhadap
penyakit Parkinson masih menjadi bahan penelitian dan controversial. Pada beberapa klien yang
cacat tremor atau diskinesia akibat levodopa berat, pembedahan dapat dilakukan. Walaupun
pembedahan dapat mengurangi gejala pada klien tertentu, namun hal ini menunjukkan adanya
perubahan perjalanan penyakit atau perkembangan kearah permanen. Prosedur pembedahan
stereotaktik dapat dilakukan berupa subtalamotomi dan palidotomi.
Pendekatan lain mencakup transplantasi jaringan saraf kedalam basal ganglia dalam
upanya membuat pelepasan kembali dopamine normal. Transplantasi saraf pada medulla adrenal
klien kedalam basal ganglia efektif mengurangi gejala pada sebagian kecil klien. Transplantasi
sel-sel saraf mengunakan jaringan fetus telah dicoba, bagaimanapun prosedur ini masih
diperdebatkan. Penelitian tentang hal ini dan pembedahan lain pendekatan yang tidak melaui
pembedahan lain serta pendekatan yang tidak melalui pembedahan masih terus dilakukan.
2.6.2 penatalaksanaan keperawatan
Terapi Lingkungan pada Kondisi Bunuh Diri
a. Ruangan aman dan nyaman, terhindar dari alat yang dapat digunakan untuk mencederai diri
sendiri atau orang lain.
b. Alat-alat medis, obat-obatan, dan jenis cairan medis di lemari dalam keadaan terkunci.
c. Ruangan harus ditempatkan di lantai satu dan keselur4uhan ruanagn mudah dipantau oleh petugas
kesehatan.
d. Ruangan yang menarik, misalnya dengan warna cerah, ada poster dll.
e. Hadirkan musik yang ceria, televisi, film komedi, bacaan ringan dan lucu.
f. Adanya lemari khusus untuk menyimpan barang pribadi klien.
g. Lingkungan sosial: komunikasi terapeutik dengan cara semua petugas menyapa pasiien sesering
mungkin, memberikan penjelasan setiap akan melakukan tindakan keperawatan atau kegiatan
medis lainnya, menerima pasien apa adanya tidak engejek atau merendahkan, meningkatkan
harga diri pasien, membantu menilai dan meningkatkan hubungan social secara bertahap,
membantu pasien dalam berinteraksi dengan keluarganya, sertakan keluarga dalam rencana
asuhan keperawatan, jangan biarkan pasien sendiri dalam waktu yang lama. (Yosep, 2010).
2.7 Askep
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama Lengkap : Tn. B
Usia : 45 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Kawin
Alamat : Kediri, Lobar
2. Alasan Masuk
Klien dibawa kerumah sakit jiwa karena mencoba gantung diri di kamar mandi rumah pasien
3. Faktor Predisposisi
Klien frustasi karena baru mengalami kehilangan pekerjaan/di PHK oleh perusahaan tempat ia
bekerja dan di tinggal oleh istrinya. Ada anggota keluarga yang juga mengalami gangguan jiwa.
4. Faktor Presipitasi
Klien mengatakan hidupnya tak berguna lagi dan lebih baik mati saja
Masalah Keperawatan:
1. Resiko bunuh diri
2. Risiko perilaku kekerasan
3. Harga diri rendah
5. Fisik
Ada bekas percobaan bunuh diri pada leher dan pergelangan tanggan, BB pasien menurun dan
klien tampak lemas tak bergairah, sensitive, mengeluh sakit perut, kepala sakit. N: 80x/mnt, TD
120/90 mmHg, S: 37 C, RR: 20x/mnt, BB: 56 Kg dan TB 170cm.
6. Konsep diri
a. Gambaran diri
Klien merasa tidak ada yang ia sukai lagi dari dirinya.
b. Identitas
Klien sudah menikah mempunyai seorang istri.
c. Peran Diri
Klien adalah kepala rumah tangga dengan 3 orang anak yang masih kecil- kecil
d. Ideal Diri
Klien menyatakan bahwa kalau nanti sudah pulang/sembuh klien bingung mendapat pekerjaan
dimana untuk menghidupi keluarga dan bagaimana membangun keluarganya seperti dulu.
e. Harga diri
Klien Agresif, bermusuhan, implisif, depresi dan jarang berinteraksi dengan orang lain.
7. Hubungan Sosial
Menurut klien orang yang paling dekat dengannya adalah Tn. M teman sekamar yg satu
agama. Klien adalah orang yang kurang perduli dengan lingkungannya, klien sering diam,
menyendiri, murung dan tak bergairah, jarang berkomunikasi dan slalu bermusuhan dengan
teman yang lain, sangat sensitive.
8. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan: pasien percaya akan adanya Tuhan tetapi dia sering mempersalahkan
Tuhan atas hal yang menimpanya.
b. Kegiatan ibadah: Klien mengaku jarang beribadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
9. Status Mental
a. Penampilan:
pada penampilan fisik: Tidak rapi, mandi dan berpakaian harus di suruh, rambut tidak pernah
tersisir rapi dan sedikit bau, Perubahan kehilangan fungsi, tak berdaya seperti tidak intrest,
kurang mendengarkan.
b. Pembicaraan:
Klien hanya mau bicara bila ditanya oleh perawat, jawaban yang diberikan pendek, afek datar,
lambat dengan suara yang pelan, tanpa kontak mata dengan lawan bicara kadang tajam,
terkadang terjadi blocking.
c. Aktivitas Motorik:
Klien lebih banyak murung dan tak bergairah, serta malas melakukan aktivitas
d. Interaksi selama wawancara:
Kontak mata kurang, afek datar, klien jarang memandang lawan bicara saat berkomunikasi.
e. Memori
Klien kesulitan dalam berfikir rasional, penurunan kognitif.
10. Mekanisme Koping
Mal adaptif : Kehilangan batas realita, menarik dan mengisolasikan diri, tidak menggunakan
support system, melihat diri sebagai orang yang secara total tidak berdaya, klien tidak mau
melakukan aktifitas.
13. Pohon14. Analisa data
Diagnosa Data mayor Data minor
Resiko Subyektif: Subyektif:
bunuh diri Mengatakan hidupnya tak Mengatakan ada
berguna lagi yang menyuruh bunuh
Inggin mati
diri
Menyatakan pernah mencoba
Mengatakan lebih baek
bunuh diri
mati saja
Mengancam bunuh diri
Mengatakan sudah
Obyektif:
Ekspresi murung bosan hidup
Tak bergairah Obyektif:
Ada bekas percobaan bunuh Perubahan kebiasaan
diri hidup
Su Perubahan perangai

Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji


Perilaku bunuh diri
DS: menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya hidup.
DO: ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuh diri.
Rencana Tindakan Keperawatan untuk pasien resiko bunuh diri
No Dx Kep TUM TUK Intervemsi Rasional E
1 RBD Klien tidak Klien dapat membinaM -membina -untuk S
mencederai diri hubungan saling hubungan saling membina K
percaya percaya dengan kepercayaa s
klien n klien b
2. -Mengamankan -agar tidak
n
benda-benda membahaya
e
yang kan klien
d
dapat membaha atau orang
O
yakan pasien. disekitarnya
K
-Mengajarkan -untuk tidak
m
cara melakukan
s
mengendalikan percobaan
b
dorongan bunuh bunuh diri
p
diri

A
K
c
d
m
n

P
L
b
o
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk

mengakhiri kehidupan individu secara sadar berhasrat dan berupaya

melaksanakan hasratnya untuk mati. Prilaku bunuh diri meliputi isyarat-

isyarat, percobaan dan ancaman verbal yang akan mengakibatkan kematian,

atau luka yang menyakiti diri sendiri.

3.2 Saran
Bagi tenaga kesehatan dan keluarga korban supaya lebih memahami tanda dan gejala

bunuh diri sehingga dapat dicegah terjadinya kasus bunuh diri.


DAFTAR PUSTAKA
Jenny., dkk. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Psikososial dan Gangguan
Jiwa. Medan: USU Press.
Sujono & Teguh. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta: Graha Ilmu.
Dalami , ermawati, S.Kp., dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan
Jiwa. Jakarta : Trans Info Media.
Ingram, I.M.,dkk. (1995). Catatan Kuliah Psikiatri. Jakarta : EGC
Tomb, David. A . (2004). Psikiatri. Jakarta : EGC
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
Keperawatan Jiwa Berat Bagi Program S1 Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika.
Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI STIKES dr. SOEBANDI JEMBER
TAHUN 2014
PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena karunianya kami bias
menyelesaikan tugas laporan hasil presentasi. Dalam laporan ini kami menjelaskan mengenai
evaluasi bepikir kritis dalam keperawatan.
Dalam menyelesaikan makalah ini kami banyak mengalami kesulitan, terutama disebabkan
kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Namun, berkat bimbingan dari Ibu Khofi ,
akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dengan cukup baik. Karena sebab itu sudah sepantasnya
kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ns. Mahmud Ady Yuwanto, S.kep
2. Ns. Ahmad Efrizal selaku PJMK
Kami menyadari masih banyak celah dan kecacatan pada makalah ini. Maka kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kedepannya. Dan juga semoga makalah
ini bermanfaat bagi kami juga pembacanya.

Jember, 13 November 2014

Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...........................................................................i
PRAKATA ...........................................................................................ii
DAFTAR ISI ........................................................................................iii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..............................................................2
1.3 Tujuan ................................................................................2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian ..........................................................................3
2.2 Rentanf Respon ..................................................................3
2.3 Faktor Predisposisi dan Faktor prespitasi ..........................4
2.4 Tanda dan Gejala ..............................................................5
2.5 Psiopatologi ...6
2.6 Diagnosa Keperawatan dan Diagnosa Medis ....................7
2.6.1 Diagnosa Keperawatan ..7
2.6.2 Diagnosa Medis .7
2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Penatalaksanaan Medis ............................................8
2.7.2 Penatalaksanaan Keperawatan ..................................10
2.7 Askep ...............................................................................10
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan .......................................................................16
3.2 Saran .................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................17
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Posisi Indonesia hampir mendekati negara-negara bunuh diri, seperti Jepang, dengan
tingkat bunuh diri mencapai lebih dari 30.000 orang per tahun dan China yang mencapai 250.000
per tahun.
Pada tahun 2005, tingkat bunuh diri di Indonesia dinilai masih cukup tinggi. Berdasarkan
data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2005, sedikitnya 50.000 orang Indonesia
melakukan tindak bunuh diri tiap tahunnya. Dengan demikian, diperkirakan 1.500 orang
Indonesia melakukan bunuh diri per harinya. Namun laporan di Jakarta menyebutkan sekitar 1,2
per 100.000 penduduk dan kejadian bunuh diri tertinggi di Indonesia adalah Gunung Kidul,
Yogyakarta mencapai 9 kasus per 100.000 penduduk.
Adapun kejadian bunuh diri tertinggi berada pada kelompok usia remaja dan dewasa muda
(15 24 tahun), untuk jenis kelamin, perempuan melakukan percobaan bunuh diri (attemp
suicide) empat kali lebih banyak dari laki laki. Cara yang populer untuk mencoba bunuh diri
pada kalangan perempuan adalah menelan pil, biasanya obat tidur, sedangkan kaum lelaki lebih
letal atau mematikan seperti menggantung diri.
Kelompok yang beresiko tinggi untuk melakukan percobaan bunuh diri adalah mahasiswa,
penderita depresi, para lansia, pecandu alcohol, orang-orang yang berpisah atau becerai dengan
pasangan hidupnya, orang-orang yang hidup sebatang kara, kaum pendatang, para penghuni
daerah kumu dan miskin, kelompok professional tetentu, seperti dokter, pengacara, dan psikolog.
Ada 4 hal yang krusial yang perlu diperhatikan oleh perawat selaku tim kesehatan
diantaranya adalah : pertama, suicide merupakan perilaku yang bisa mematikan dalam seting
rawat inap di rumah sakit jiwa, Kedua, faktor faktor yang berhubungan dengan staf antara lain :
kurang adekuatnya pengkajian pasien yang dilakukan oleh perawat, komunikasi staf yang lemah,
kurangnya orientasi dan training dan tidak adekuatnya informasi tentang pasien. Ketiga,
pengkajian suicide seharusnya dilakukan secara kontinyu selama di rawat di rumah sakit baik
saat masuk, pulang maupun setiap perubahan pengobatan atau treatmen lainnya. Keempat,
hubungan saling percaya antara perawat dan pasien serta kesadaran diri perawat terhadap cues
perilaku pasien yang mendukung terjadinya resiko bunuh diri adalah hal yang penting dalam
menurunkan angka suicide di rumah sakit.
Oleh karena itu suicide pada pasien rawat inap merupakan masalah yang perlu penanganan
yang cepat dan akurat. Pada makalah ini akan dipaparkan mengenai faktor resiko terjadinya
bunuh diri, instrument pengkajian dan managemen keperawatannya dengan pendekatan proses
keperawatanya.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apakah pengertian bunuh diri?
1.2.2 Bagaimana rentang respon bunuh diri?
1.2.3 Apa faktor presdisposisi dan faktor presipitasi?
1.2.4 Apa tanda dan gejala dari bunuh diri?
1.2.5 Bagaimana psikopatologi bunuh diri?
1.2.6 Apa diagnosa keperawatan dan diagnosa medis bunuh diri?
1.2.7 Bagaimana penatalaksanaan bunuh diri?
1.2.8 Bagaimana asuhan keperawatan bunuh diri?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Mampu memahami pengertian bunuh diri
1.3.2 Mampu memahami rentang respon bunuh diri
1.3.3 Mampu memahami faktor presdiposisi dan faktor presipitasi bunuh diri
1.3.4 Mampu memahami tanda dan gejala bunuh diri
1.3.5 Mampu memahami psikopatologi bunuh diri
1.3.6 Mampu memahami diagnosa keperawatan dan diagnosa medis bunuh diri
1.3.7 Mampu memahami penatalaksanaan bunuh diri
1.3.8 Mampu memahami asuhan keperawatan pada kasus bunuh diri

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengertian
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan
individu secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati. Prilaku bunuh
diri meliputi isyarat-isyarat, percobaan dan ancaman verbal yang akan mengakibatkan kematian,
atau luka yang menyakiti diri sendiri
Menurut Keliat (1991) bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan
dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri ini dapat berupa keputusan terakhir dari individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi.
Bunuh diri adalah tindakan untuk membunuh diri sendiri (Vide Beck, 2008). Bunuh diri
adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri
mungkin merupakan keputusan terkahir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi
(Keliat 1991 : 4).
Menurut Beck (1994) dalam Keliat (1991 hal 3) mengemukakan rentang harapan
putus harapan merupakan rentang adaptif maladaptif.
Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan respon yang
dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma
sosial dan budaya setempat. (2-3 dan kesimpulan)

2.2 Rentang Respon


Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang yang
penuh stress perilaku bunuh diri berkembang dalam beberapa rentang diantaranya:
a. Suicidal ideation, Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari suicide, atau sebuah metoda
yang digunakan tanpa melakukan aksi/ tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak akan
mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun demikian, perawat perlu menyadari
bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati
b. Suicidal intent, Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan yang
konkrit untuk melakukan bunuh diri.
c. Suicidal threat, Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yan dalam ,
bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya .
d. Suicidal gesture, Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan pada diri
sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah pada percobaan untuk
melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan pada fase ini pada umumnya tidak mematikan,
misalnya meminum beberapa pil atau menyayat pembuluh darah pada lengannya. Hal ini terjadi
karena individu memahami ambivalen antara mati dan hidup dan tidak berencana untuk mati.
Individu ini masih memiliki kemauan untuk hidup, ingin di selamatkan, dan individu ini sedang
mengalami konflik mental. Tahap ini sering di namakan Crying for help sebab individu ini
sedang berjuang dengan stress yang tidak mampu di selesaikan.
e. Suicidal attempt, Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu
ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat yang mematikan . walaupun
demikian banyak individu masih mengalami ambivalen akan kehidupannya.
f. Suicide. Tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri . hal ini telah didahului oleh beberapa
percobaan bunuh diri sebelumnya. 30% orang yang berhasil melakukan bunuh diri adalah orang
yang pernah melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya. Suicide ini yakini merupakan hasil
dari individu yang tidak punya pilihan untuk mengatasi kesedihan yang mendalam.
2.3 Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi
2.3.1 Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Sundeen (1997), faktor predisposisi bunuh diri antara lain :
a. Diagnostik > 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, mempunyai
hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu beresiko
untuk bunuh diri yaitu gangguan apektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
b. Sifat kepribadian, tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh diri
adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
c. Lingkungan psikososial, Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian,
kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang
berhubungan dengan bunuh diri.
d. Riwayat keluarga/factor genetik, Factor genetic mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada
keturunannya serta merupakan faktor resiko penting untuk prilaku destruktif.. Disamping itu
adanya penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi yang berkontribusi terjadinya resiko
buuh diri.
e. Faktor biokimia, Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan depominersik
menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif diri.
2.3.2 Faktor Presipitasi
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah:
a. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan
hubungan yang berarti.
b. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
c. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri.
d. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
2.4 Tanda dan Gejala
Menurut Stuart (2007)
a. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
b. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
c. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
d. Impulsif.
e. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
f. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
g. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis mematikan).
h. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan mengasingkan diri).
i. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis dan
menyalahgunakan alcohol).
j. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
k. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan dalam karier).
l. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
m. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
n. Pekerjaan.
o. Konflik interpersonal.
p. Latar belakang keluarga.
q. Orientasi seksual.
r. Sumber-sumber personal.
s. Sumber-sumber social.
t. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.
2.5 Psikopatologi
Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang yang siap
membunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan tindak
kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai niat untuk
melakukannya. Prilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 3 kategori:
1. Ancaman bunuh diri
Peningkatan verbal atau nonverbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri.
Ancaman menunjukkan ambevalensi seseorang tentang kematian kurangnya respon positif dapat
ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.
2. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu yang dapat mengarah
pada kematian jika tidak dicegah.
3. Bunuh diri
Mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau terabaikan. Orang yang melakukan
percobaan bunuh diri dan yang tidak langsung ingin mati mungkin pada mati jika tanda-tanda
tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya. Percobaan bunuh diri terlebih dahulu individu
tersebut mengalami depresi yang berat akibat suatu masalah yang menjatuhkan harga dirinya
( Stuart & Sundeen, 2006).
Peningkatan verbal/ non verba
Pertimbangan untuk melakukan bunuh diri

Ancaman bunuh diri

Ambivelensi tentang kematian Kurangnya respon positif

Upaya bunuh diri


Bunuh diri

2.6 Diagnosa keperawatan dan Diagnosa medis


2.6.1 Diagnosa keperawatan
Risiko bunuh diri
2.6.2 Diagnosa medis
Frustasi

2.7 Penatalaksanaan medis dan keperawatan


2.7.1 penatalaksanaan medis
Sasaran tindakan adalah untuk meningkatkan transmisi dopamine. Tetapi obat-obatan
mencakup antihistamin, antikolinergik, amantidin, levodopa, anhibitormmonoamin oksodasi
(MAO), dan antidepresi. Beberapa obat-obat ini menyebabkan efek samping psikiatrik pada
lansia meliputi:
a. Antihistamin
Antihistamin mempunyai efek sedative dan antikolinergik pusat ringan, dapat membantu dalam
menghilangkan tremor.
b. Terapi antikolinergik
Agen antikolinergik (triheksifenidil, prosiklidin, dan benzotropin mesilat) efeksif untuk
mengontrol tremor dan kekakuan Parkinson. Obat-obatan ini dapat digunakan dalam kombinasi
dengan levodopa. Agen ini menghilangkan aksi asetilkolin pada sistem saraf pusat. Efek samping
mencakup penglihatan kabur, wajah memerah, ruam pada wajah, konstipasi, retensi urine, dan
kondisi akut. Tekanan intraocular dipantau ketat karena obat-obat ini kontraindikasi pada klien
dengan glaucoma meskipun glaucoma yang dialami klien hanya sedikit. Klien dengan
hyperplasia prostatic dipantau terhadap adanya tanda-tanda retensi urine.
c. Amantadin hidrokhlorida
Amantadin hidrokhlorida (symmetrel), agen antivirus yang digunakan pada awal pengobatan
penyakit Parkinson untuk menurunkan kekakuan, tremor, dan bradikinesia. Agen ini diperkirakan
bekerja melalui pelepasan dopamine dari daerah penyimpanan didalam saraf. Reksi efek samping
terdiri atas gangguan psikiatrik (perubahan perasaan hati, konfusi, halusinasi), muntah, adanya
tekanan pada epigastrium, pusing, dan gangguan penglihatan.
d. Terapi levodopa
Walaupun levodopa bukan untuk pengobatan, saat ini merupakan agen tang paling efektif untuk
pengobatan penyakit Parkinson. Levodopa diubah dari (MD4)-dopa menjadi dopamine pada
basal ganglia. Seperti disebutkan diatas dopamine dengan konsentrasi normal yang terdapat
didalam sel-sel subtansia nigra menjadi hilang pada klien dengan penyakit Parkinson. Gejala
yang hilang juga dapat terjadi akibat kadar dopamine yang lebih tinggi akibat pemberian
levodopa.
e. Derivate Ergoet-Agonis Dopamin
Agen-agen ini (bromoktriptin dan pergolid) dianggap sebagai agonis reseptor dopamine. Agen
ini bermanfaat bila ditambahkan pada levodopa dan pada klien yang mengalami reaksi on-off
terhadap fruktuasi klinis yang ringan.
f. Inhibitor MAO
Eldepril adalah salah satu perkembangan dalam farmakoterapi penyakit Parkinson. Obat iniu
menghambat pemecahan dopamine. Sehingga peningkatan jumlah dopamine tercapai, tidak
seperti bentuk terapi lain, agen ini secara nyata memperlambat kemajuan penyakit.
g. Antidepresen
Antidepresen trisiklik dapat diberikan untuk mengurangi depresi yang juga terbiasa terjadi pada
penyakit Parkinson.
h. Intervensi pembedahan
Meskipin banyak pendekatan yang berbeda saat ini, penatalaksanaan pembedahan terhadap
penyakit Parkinson masih menjadi bahan penelitian dan controversial. Pada beberapa klien yang
cacat tremor atau diskinesia akibat levodopa berat, pembedahan dapat dilakukan. Walaupun
pembedahan dapat mengurangi gejala pada klien tertentu, namun hal ini menunjukkan adanya
perubahan perjalanan penyakit atau perkembangan kearah permanen. Prosedur pembedahan
stereotaktik dapat dilakukan berupa subtalamotomi dan palidotomi.
Pendekatan lain mencakup transplantasi jaringan saraf kedalam basal ganglia dalam
upanya membuat pelepasan kembali dopamine normal. Transplantasi saraf pada medulla adrenal
klien kedalam basal ganglia efektif mengurangi gejala pada sebagian kecil klien. Transplantasi
sel-sel saraf mengunakan jaringan fetus telah dicoba, bagaimanapun prosedur ini masih
diperdebatkan. Penelitian tentang hal ini dan pembedahan lain pendekatan yang tidak melaui
pembedahan lain serta pendekatan yang tidak melalui pembedahan masih terus dilakukan.
2.6.2 penatalaksanaan keperawatan
Terapi Lingkungan pada Kondisi Bunuh Diri
a. Ruangan aman dan nyaman, terhindar dari alat yang dapat digunakan untuk mencederai diri
sendiri atau orang lain.
b. Alat-alat medis, obat-obatan, dan jenis cairan medis di lemari dalam keadaan terkunci.
c. Ruangan harus ditempatkan di lantai satu dan keselur4uhan ruanagn mudah dipantau oleh petugas
kesehatan.
d. Ruangan yang menarik, misalnya dengan warna cerah, ada poster dll.
e. Hadirkan musik yang ceria, televisi, film komedi, bacaan ringan dan lucu.
f. Adanya lemari khusus untuk menyimpan barang pribadi klien.
g. Lingkungan sosial: komunikasi terapeutik dengan cara semua petugas menyapa pasiien sesering
mungkin, memberikan penjelasan setiap akan melakukan tindakan keperawatan atau kegiatan
medis lainnya, menerima pasien apa adanya tidak engejek atau merendahkan, meningkatkan
harga diri pasien, membantu menilai dan meningkatkan hubungan social secara bertahap,
membantu pasien dalam berinteraksi dengan keluarganya, sertakan keluarga dalam rencana
asuhan keperawatan, jangan biarkan pasien sendiri dalam waktu yang lama. (Yosep, 2010).
2.7 Askep
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama Lengkap : Tn. B
Usia : 45 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Kawin
Alamat : Kediri, Lobar
2. Alasan Masuk
Klien dibawa kerumah sakit jiwa karena mencoba gantung diri di kamar mandi rumah pasien
3. Faktor Predisposisi
Klien frustasi karena baru mengalami kehilangan pekerjaan/di PHK oleh perusahaan tempat ia
bekerja dan di tinggal oleh istrinya. Ada anggota keluarga yang juga mengalami gangguan jiwa.
4. Faktor Presipitasi
Klien mengatakan hidupnya tak berguna lagi dan lebih baik mati saja
Masalah Keperawatan:
1. Resiko bunuh diri
2. Risiko perilaku kekerasan
3. Harga diri rendah
5. Fisik
Ada bekas percobaan bunuh diri pada leher dan pergelangan tanggan, BB pasien menurun dan
klien tampak lemas tak bergairah, sensitive, mengeluh sakit perut, kepala sakit. N: 80x/mnt, TD
120/90 mmHg, S: 37 C, RR: 20x/mnt, BB: 56 Kg dan TB 170cm.
6. Konsep diri
a. Gambaran diri
Klien merasa tidak ada yang ia sukai lagi dari dirinya.
b. Identitas
Klien sudah menikah mempunyai seorang istri.
c. Peran Diri
Klien adalah kepala rumah tangga dengan 3 orang anak yang masih kecil- kecil
d. Ideal Diri
Klien menyatakan bahwa kalau nanti sudah pulang/sembuh klien bingung mendapat pekerjaan
dimana untuk menghidupi keluarga dan bagaimana membangun keluarganya seperti dulu.
e. Harga diri
Klien Agresif, bermusuhan, implisif, depresi dan jarang berinteraksi dengan orang lain.
7. Hubungan Sosial
Menurut klien orang yang paling dekat dengannya adalah Tn. M teman sekamar yg satu
agama. Klien adalah orang yang kurang perduli dengan lingkungannya, klien sering diam,
menyendiri, murung dan tak bergairah, jarang berkomunikasi dan slalu bermusuhan dengan
teman yang lain, sangat sensitive.
8. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan: pasien percaya akan adanya Tuhan tetapi dia sering mempersalahkan
Tuhan atas hal yang menimpanya.
b. Kegiatan ibadah: Klien mengaku jarang beribadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
9. Status Mental
a. Penampilan:
pada penampilan fisik: Tidak rapi, mandi dan berpakaian harus di suruh, rambut tidak pernah
tersisir rapi dan sedikit bau, Perubahan kehilangan fungsi, tak berdaya seperti tidak intrest,
kurang mendengarkan.
b. Pembicaraan:
Klien hanya mau bicara bila ditanya oleh perawat, jawaban yang diberikan pendek, afek datar,
lambat dengan suara yang pelan, tanpa kontak mata dengan lawan bicara kadang tajam,
terkadang terjadi blocking.
c. Aktivitas Motorik:
Klien lebih banyak murung dan tak bergairah, serta malas melakukan aktivitas
d. Interaksi selama wawancara:
Kontak mata kurang, afek datar, klien jarang memandang lawan bicara saat berkomunikasi.
e. Memori
Klien kesulitan dalam berfikir rasional, penurunan kognitif.
10. Mekanisme Koping
Mal adaptif : Kehilangan batas realita, menarik dan mengisolasikan diri, tidak menggunakan
support system, melihat diri sebagai orang yang secara total tidak berdaya, klien tidak mau
melakukan aktifitas.
13. Pohon14. Analisa data
Diagnosa Data mayor Data minor
Resiko Subyektif: Subyektif:
bunuh diri Mengatakan hidupnya tak Mengatakan ada
berguna lagi yang menyuruh bunuh
Inggin mati
diri
Menyatakan pernah mencoba
Mengatakan lebih baek
bunuh diri
mati saja
Mengancam bunuh diri
Mengatakan sudah
Obyektif:
Ekspresi murung bosan hidup
Tak bergairah Obyektif:
Ada bekas percobaan bunuh Perubahan kebiasaan
diri hidup
Su Perubahan perangai

Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji


Perilaku bunuh diri
DS: menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya hidup.
DO: ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuh diri.
Rencana Tindakan Keperawatan untuk pasien resiko bunuh diri
No Dx Kep TUM TUK Intervemsi Rasional E
1 RBD Klien tidak Klien dapat membinaM -membina -untuk S
mencederai diri hubungan saling hubungan saling membina K
percaya percaya dengan kepercayaa s
klien n klien b
2. -Mengamankan -agar tidak
n
benda-benda membahaya
e
yang kan klien
d
dapat membaha atau orang
O
yakan pasien. disekitarnya
K
Mengajarkan
- -untuk tidak
m
cara melakukan
s
mengendalikan percobaan
b
dorongan bunuh bunuh diri
p
diri

A
K
c
d
m
n

P
L
b
o
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk

mengakhiri kehidupan individu secara sadar berhasrat dan berupaya

melaksanakan hasratnya untuk mati. Prilaku bunuh diri meliputi isyarat-

isyarat, percobaan dan ancaman verbal yang akan mengakibatkan kematian,

atau luka yang menyakiti diri sendiri.

3.2 Saran
Bagi tenaga kesehatan dan keluarga korban supaya lebih memahami tanda dan gejala

bunuh diri sehingga dapat dicegah terjadinya kasus bunuh diri.

DAFTAR PUSTAKA
Jenny., dkk. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Psikososial dan Gangguan
Jiwa. Medan: USU Press.
Sujono & Teguh. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta: Graha Ilmu.
Dalami , ermawati, S.Kp., dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan
Jiwa. Jakarta : Trans Info Media.
Ingram, I.M.,dkk. (1995). Catatan Kuliah Psikiatri. Jakarta : EGC
Tomb, David. A . (2004). Psikiatri. Jakarta : EGC
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
Keperawatan Jiwa Berat Bagi Program S1 Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika.
Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

Diposkan oleh YUNI INDRAWATI di 02.50


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda


Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Mengenai Saya

YUNI INDRAWATI
Lihat profil lengkapku

Arsip Blog
2014 (4)

o Desember (4)

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN BUNUH DIRI

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN BUNUH DIRI

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN BUNUH DIRI

PROGRAMSTUDI S1 KEPERAWATANSEKOLAHTINGGI STIKES


dr...

Template Watermark. Diberdayakan oleh Blogger.

Vous aimerez peut-être aussi