Vous êtes sur la page 1sur 18

A.

PENGERTIAN
Pre eklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas
yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak menjukkan tanda-tanda kelainan
vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan
berumur 28 minggu atau lebih. (Nanda, 2012)
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan
proteinuria (Prawirohardjo, 2008).
Pre eklamsi adalah timbulanya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan
setelah usia 20 minggu atau segera setelah persalinan (Mansjoer dkk, 2006). Sebelumnya,
edema termasuk ke dalam salah satu kriteria diagnosis preeklampsia, namun sekarang tidak lagi
dimasukkan ke dalam kriteria diagnosis, karena pada wanita hamil umum ditemukan adanya
edema, terutama di tungkai, karena adanya stasis pembuluh darah.
Hipertensi umumnya timbul terlebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Kenaikan tekanan
sistolik > 30 mmHg dari nilai normal atau mencapai 140 mmHg, atau kenaikan tekanan diastolik
> 15 mmHg atau mencapai 90 mmHg dapat membantu ditegakkannya diagnosis hipertensi.
Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan
istirahat.
Proteinuria ditandai dengan ditemukannya protein dalam urin 24 jam yang kadarnya
melebihi 0.3 gram/liter atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+ atau 2+ atau 1 gram/liter
atau lebih dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream yang diambil minimal 2
kali dengan jarak waktu 6 jam. Umumnya proteinuria timbul lebih lambat, sehingga harus
dianggap sebagai tanda yang serius.
Walaupun edema tidak lagi menjadi bagian kriteria diagnosis pre-eklampsia, namun adanya
penumpukan cairan secara umum dan berlebihan di jaringan tubuh harus teteap diwaspadai.
Edema dapat menyebabkan kenaikan berat badan tubuh. Normalnya, wanita hamil mengalami
kenaikan berat badan sekitar 0.5 kg per minggu. Apabila kenaikan berat badannya lebih dari
normal, perlu dicurigai timbulnya pre-eklampsia.
Preeklampsia pada perkembangannya dapat berkembang menjadi eklampsia, yang ditandai
dengan timbulnya kejang atau konvulsi. Eklampsia dapat menyebabkan terjadinya DIC
(Disseminated intravascular coagulation) yang menyebabkan jejas iskemi pada berbagai organ,
sehingga eklampsia dapat berakibat fatal.
B. KLASIFIKASI
Dibagi dalam 2 golongan :
1. Pre-eklampsi ringan, bila keadaan sebagai berikut :
a Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi rebah terlentang/tidur berbaring,
atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara
pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 x pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6
jam.
b. Edema umum, kaki, jari tangan dan muka, atau kenaikan berat badan 1 kg atau lebih perminggu.
c. Proteinuria kwantitatif 0,3 gr atau lebih perliter, kwalitatif 1+atau 2+ pada urin kateter atau
midstream ( Ida Bagus.1998).
2. Pre-eklampsi berat:
a. Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih
b. Proteinuria 5 gr atau lebih perliter
c. Oliguria, jmlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam
d. Keluhan subjektif :
1) Nyeri di epigastrium
2) Gangguan penglihatan
3) Nyeri kepala
4) Edema paru dan sianosis
e. Pemeriksaan :
1) Kadar enzim hati meningkat disertai ikterus
2) Perdarahan pada retina
3) Trombosit kurang dari 100.000/mm ( Ida Bagus. 1998).

C. EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO PREEKLAMPSIA


Preeklampsia dapat di temui pada sekitar 5-10% kehamilan, terutama kehamilan pertama pada
wanita berusia di atas 35 tahun. Frekuensi pre-eklampsia pada primigravida lebih tinggi bila
dibandingkan dengan multigravida, terutama pada primigravida muda. Diabetes mellitus, mola
hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, usia > 35 tahun, dan obesitas merupakan faktor
predisposisi terjadinya pre-eklampsia.
Penelitian berbagai faktor risiko terhadap hipertensi pada kehamilan / preeklampsia /eklampsia.
a. Usia
Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua. Pada wanita hamil
berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat.Pada wanita hamil berusia lebih dari 35
tahun, dapat terjadi hipertensi laten.
b. Ras/golongan etnik
Penyebab utama dari preeklamsi adalah terjadinya hipertensi. Menurut penelitian di Journal of
the america heart asosiation menyatakan bahwa orang kulit hitam lebih beresiko tinggi menderita
penyakit hipertensi di bandingkan kulit putih contohnya pada warga america-afrika.
Hubungan ras dan hipertensi bukan sesuatu yang dapat dijelaskan oleh medis dan psikologis.
Dalam penelitian itu di temukan bahwa perbedaan tekanan darah pada orang amerika-afrika
karenan faktor makanan dimana jenis makanan yang mereka konsumsi setiap hari sudah turun
temurun dan relatif sangat di sukai. Asupan makanan yang dikonsumsi penduduk kulit hitam
mengadung garam. Dan padahal orang kulit hitam peka garam.
c. Faktor keturunan
Jika ada riwayat pre-eklampsia/eklampsia pada ibu/nenek penderita, faktor risiko meningkat
sampai + 25%.
d. Faktor gen
Diduga adanya suatu sifat resesif (recessive trait), yang ditentukan genotip ibu dan janin.
e. Diet/gizi
Tidak ada hubungan bermakna antara menu/pola diet tertentu (WHO). Penelitian lain
kekurangan kalsium berhubungan dengan angka kejadian yang tinggi. Angka kejadian juga lebih
tinggi pada ibu hamil yang obese/overweight.
f. Iklim / musim
Di daerah tropis insidens lebih tinggi
g. Tingkah laku/sosioekonomi
Kebiasaan merokok : insidens pada ibu perokok lebih rendah, namun merokok selama hamil
memiliki risiko kematian janin dan pertumbuhan janin terhambat yang jauh lebih tinggi.
Aktifitas fisik selama hamil : istirahat baring yang cukup selama hamil mengurangi
kemungkinan/insidens hipertensi dalam kehamilan.
h. Hiperplasentosis
Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar, dizigotik lebih tinggi
daripada monozigotik.
i. Diabetes mellitus
Angka kejadian yang ada kemungkinan patofisiologinya bukan pre-eklampsia murni, melainkan
disertai kelainan ginjal/vaskular primer akibat diabetesnya.
D. ETIOLOGI
Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti, sehingga penyakit
ini disebut dengan The Diseases of Theories.
Beberapa faktor yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah :
1. Faktor Trofoblast
Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkina terjadinya Preeklampsia. Ini
terlihat pada kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa. Teori ini didukung pula dengan adanya
kenyataan bahwa keadaan preeklampsia membaik setelah plasenta lahir.
2. Faktor Imunologik
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul lagi pada kehamilan
berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan
Blocking Antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, sehingga timbul respons imun
yang tidak menguntungkan terhadap Histikompatibilitas Plasenta. Pada kehamilan berikutnya,
pembentukan Blocking Antibodies akan lebih banyak akibat respos imunitas pada kehamilan
sebelumnya, seperti respons imunisasi.
Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada
penderita Preeklampsia-Eklampsia :
a. Beberapa wanita dengan Preeklampsia-Eklampsia mempunyai komplek imun dalam serum.
b. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen pada Preeklampsia-
Eklampsia diikuti dengan proteinuri.
Stirat (1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan bahwa sistem imun
humoral dan aktivasi komplemen terjadi pada Preeklampsia, tetapi tidak ada bukti bahwa sistem
imunologi bisa menyebabkan Preeklampsia.
3. Faktor Hormonal
Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan Aldosteron antagonis, sehingga
menimbulkan kenaikan relative Aldoteron yang menyebabkan retensi air dan natrium, sehingga
terjadi Hipertensi dan Edema.
4. Faktor Genetik
Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia / eklampsia bersifat diturunkan
melalui gen resesif tunggal.2 Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetic pada
kejadian Preeklampsia-Eklampsia antara lain:
a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada anak-anak
dari ibu yang menderita Preeklampsia-Eklampsia.
c. Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada anak dan cucu ibu hamil
dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia dan bukan pada ipar mereka.
5. Faktor Gizi
Menurut Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi yang kurang mengandung asam lemak essensial
terutama asam Arachidonat sebagai precursor sintesis Prostaglandin akan menyebabkan Loss
Angiotensin Refraktoriness yang memicu terjadinya preeklampsia.
6. Jumlah primigravi, terutama primigravida muda
7. Distensi rahim berlebihan : hidramnion, hamil ganda, mola hidatidosa
8. Penyakit yang menyertai hamil : diaetes melitus, kegemukan
9. Jumlah umur ibu diatas 35 tahun
( Ida Bagus. 1998).

E. MANIFESTASI KLINIS
Biasanya tanda-tanda pre eklampsia timbul dalam urutan :
1. Pertambahan berat badan yang berlebihan
2. Diikuti edema
3. Hipertensi
4. Akhirnya proteinuria.
Pada pre eklampsia ringan tidak ditemukan gejala gejala subyektif. Pada pre eklampsia berat
didapatkan :
1. Sakit kepala terutama di daerah frontal
2. Gangguan mata, penglihatan kabur
3. Rasa nyeri di daerah epigastrium
4. Mual atau muntah
5. Gangguan pernapasan sampai sianosis
6. Terjadinya gangguan kesadaran.
Gejala gejala ini sering ditemukan pada pre eklampsia yang meningkat dan merupakan
petunjuk bahwa eklampsia akan timbul.

F. PATOFISIOLOGI PRE EKLAMPSIA


Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya Preeklampsia adalah iskemik
uteroplasentar, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara massa plasenta yang meningkat
dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasenta yang berkurang.
Disfungsi plasenta juga ditemukan pada preeklampsia, sehingga terjadi penurunan kadar 1
-25 (OH)2 dan Human Placental Lagtogen (HPL), akibatnya terjadi penurunan absorpsi kalsium
dari saluran cerna. Untuk mempertahankan penyediaan kalsium pada janin, terjadi perangsangan
kelenjar paratiroid yang mengekskresi paratiroid hormon (PTH) disertai penurunan kadar
kalsitonin yang mengakibatkan peningkatan absorpsi kalsium tulang yang dibawa melalui
sirkulasi ke dalam intra sel. Peningkatan kadar kalsium intra sel mengakibatkan peningkatan
kontraksi pembuluh darah, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.
Teori vasospasme dan respons vasopresor yang meningkat menyatakan prostaglandin
berperan sebagai mediator poten reaktivitas vaskuler. Penurunan sintesis prostaglandin dan
peningkatan pemecahannya akan meningkatkan kepekaan vaskuler terhadap Angiotensin II.
Angiotensin II mempengaruhi langsung sel endotel yang resistensinya terhadap efek vasopresor
berkurang, sehingga terjadi vasospasme. Penyempitan vaskuler menyebabkan hambatan aliran
darah yang menyebabkan hambatan aliran darah yang menyebabkan tejadinya hipertensi arterial
yang membahayakan pembuluh darah karena gangguan aliran darah vasavasorum, sehingga
terjadi hipoksia dan kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan dilepasnya
Endothelin 1 yang merupakan vasokonstriktor kuat. Semua ini menyebabkan kebocoran antar
sel endotel, sehingga unsur-unsur pembentukan darah seperti thrombosit dan fibrinogen
tertimbun pada lapisan subendotel yang menyebabkan gangguan ke berbagai sistem organ.
Fungsi organ-organ lain
1. Perubahan pada otak
Pada pre-eklampsi aliran darah dan pemakaian oksigen tetap dalam batas-batasn ormal. Pada
eklampsi, resistensi pembuluh darah meninggi, ini terjadi pula pada pembuluh darah otak.
Edema terjadi pada otak yang dapat menimbulkan kelainan serebral dan kelainan pada visus.
Bahkan pada keadaan lanjut dapat terjadi perdarahan.
2. Perubahan pada uri dan rahim
Aliran darah menurun ke plasenta menyebabkan gangguan plasenta, sehingga terjadi gangguan
pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada pre-eklampsi dan
eklampsi sering terjadi bahwa tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan meningkat maka
terjadilah partus prematurus.
3. Perubahanp ada ginjal
Filtrasi glomerulus berkurang oleh karena aliran ke ginjal kurang. Hal ini menyebabkan filfrasi
natrium melalui glomerulus menurun, sebagai akibatnya terjadilah retensi garam dan air. Filnasi
glomerulus dapat turun sampai 50% dari normal sehingga pada keadaan lanjut dapat terjadi
oliguria dan anuria.
4. Perubahan pada paru-paru
Kematian wanita pada pre-eklampsi dan eklampsi biasanya disebabkan oleh edema paru. Ini
disebabkan oleh adanya dekompensasi kordis. Bisa pula karena terjadinya aspires pnemonia.
Kadang-kadang ditemukan abses paru.
5. Perubahan pada mata
Dapat ditemukan adanya edema retina spasmus pembuluh darah. Bila ini dijumpai adalah
sebagai tanda pre-eklampsi berat. Pada eklampsi dapat terjadi ablasio retinae, disebabkan edema
intra-okuler dan hal ini adalah penderita berat yang merupakan salah satu indikasi untuk
terminasi kehamilan. Suatu gejala lain yang dapat menunjukkan arah atau tanda dari pre-
eklampsi berat akan terjadi eklampsi adalah adanya: skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini
disebabkan perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam
retina.
6. Perubahan pada keseimbangan air dan elektrolit
Pada pre-eklampsi ringan biasanya tidak dijumpai perubahan nyata pada metabolisme air,
elektrolit, kristaloid dan protein serum. Dan tidak terjadi ketidakseimbangan elektrolit. Gula
darah,bikarbonasn atrikusd an pH normal. Pada pre-eklampsi berat dan pada eklampsi : kadar
gula darah naik sementara asam laktat dan asam organik lainnya naik sehingga cadangan alkali
akan turun. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh kejang-kejang. Setelah konvulsi selesai zat-zat
organik dioksidasi sehingga natrium dilepas lalu bereaksi dengan karbonik sehingga terbentuk
bikarbonas natrikus. Dengan begitu cadangan alkali dapat kembali pulih normal ( khaidir. 2009).

G. KOMPLIKASI
1. Solusio plasenta
Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta dari dinding rahim. Pada penderita preeklamsi ini
terjadi karena adanya vasospasme pada pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke
plasenta terganggu. Sehingga nutrisi menuju ke janin atau plasenta berkurang kemudian terjadi
sianosis yang menyebabkan plasenta lepas dari dinding rahim.
2. Hemolisis
Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait nekrosis periportal hati pada penderita pre-
eklampsia.
3. Perdarahan otak: Merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.
Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara dapat terjadi. Perdarahan pada retina dapat
ditemukan dan merupakan tanda gawat yang menunjukkan adanya apopleksia serebri.
4. Edema paru
Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan karena bronkopneumonia
sebagai akibat aspirasi. Kadang-kadang ditemukan abses paru-paru.
Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme arteriol umum. Diketahui
dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama dengan enzim.
5. Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low platelet).
Merupakan sindrom kumpulan gejala klinis berupa gangguan fungsi hati, hepatoseluler
(peningkatan enzim hati [SGPT,SGOT], gejala subjektif [cepat lelah, mual, muntah, nyeri
epigastrium]), hemolisis akibat kerusakan membran eritrosit oleh radikal bebas asam lemak
jenuh dan tak jenuh. Trombositopenia (<150.000/cc), agregasi (adhesi trombosit di dinding
vaskuler), kerusakan tromboksan (vasokonstriktor kuat), lisosom.
6. Prematuritas
Kelainan ginjal: Berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endotelial
tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Bisa juga terjadi anuria atau gagal ginjal.
7. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation):
DIC adalah gangguan serius yang terjadi pada mekanisme pembekuan darah pada tubuh. Pada
penderita preeklamsi terjadi proteinuria yaitu protein yang keluar bersama urin akibat dari
kerusakan ginjal. Sedangkan dalam mekanisme pembekuan darah di perlukan fibrinogen yang
merupakan protein. Sehingga pada penderita preeklamsi karena terjadi kekurangan protein dalam
darah menyebabkan mekanisme pembekuan darah terganggu kemudian terjadinya DIC.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Saat ini belum ada pemeriksaan penyaring yang terpercaya dan efektif untuk preeklampsia.
Dulu, kadar asam urat digunakan sebagai indikator preeklampsia, namun ternyata tidak sensitif
dan spesifik sebagai alat diagnostik. Namun, peningkatan kadar asam urat serum pada wanita
yang menderita hipertensi kronik menandakan peningkatan resiko terjadinya preeklampsia
superimpose.
1. Laboratorium :
Pemeriksaan laboratorium dasar harus dilakukan di awal kehamilan pada wanita dengan faktor
resiko menderita preeklampsia, yang terdiri dari pemeriksaan kadar enzim hati, hitung trombosit,
kadar kreatinin serum, dan protein total pada urin 24 jam.
Pada wanita yang telah didiagnosis preeklampsia, harus dilakukan juga pemeriksaan kadar
albumin serum, LDH, apus darah tepi, serta waktu perdarahan dan pembekuan. Semua
pemeriksaan ini harus dilakukan sesering mungkin untuk memantau progresifitas
penyakitprotein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1
hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini
meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml.
2. USG : untuk mengetahui keadaan janin
3. NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin

I. PENATALAKSANAAN PEB
1. Penatalaksanaan Medis
Pada penderita yang sudah masuk ke rumah sakit dengan tanda-tanda dan gejala-gejala
preeklamsi berat segera harus di beri sedativa yang kuat untuk mencegah timbulnya kejang-
kejang.
Sebagai tindakan pengobatan untuk mencegah kejang-kejang dapat di berikan:
1) Larutan sulfas magnesikus 40% sebanyak 10 ml (4 gr) disuntikan intramuskulus bokonh kiri dan
kanan sebagai dosis permulaan dan dapat di ulang 4 gr tiap 6 jam menurut keadaan. Tambahan
sulfas magnesikus hanya diberikan bila diuresis baik, reflek patella positif, dan kecepatan
pernafasan lebih dari 16 per menit. Obat tersebut selain menenangkan, juga menurunkan tekanan
darah dan meningkatkan diuresis.
2) Klopromazin 50 mg intramuskulus.
3) Diazepam 20 mg intramuskulus
Digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian MgSO4 tidak dipenuhi. Cara
pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml, max. 120 mg/24 jam. Jika dalam dosis 100 mg/24 jam
tidak ada perbaikan, rawat di ruang ICU.
Sebagai tindakan pengobatan untuk menurunkan tekanan darah:
1) Anti hipertensi
a. Tekanan darah sistolis > 180 mmHg, diastolis > 110 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan
diastolis < 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta.
b. Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
c. Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan obat-obat antihipertensi
parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc
cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.
d. Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet antihipertensi secara
sublingual atau oral. Obat pilihan adalah nifedipin yang diberikan 5-10 mg oral yang dapat
diulang sampai 8 kali/24 jam.

2) Kardiotonika
Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan digitalisasi cepat dengan
cedilanid D.
Penggunaan obat hipotensif pada pre-eklamsia berat diperlukan karena dengan menurunnya
tekanan darah kemungkinan kejang dan apolpeksia serebri menjadi lebih kecil. Apabila terdapat
oliguria, sebaiknya penderita diberi glukosa 20% secara intravena. Obat diuretika tidak si berikan
secar rutin

2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Prinsip Penatalaksanaan Pre-Eklampsia
1) Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
2) Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia
3) Mengatasi atau menurunkan risiko janin (solusio plasenta, pertumbuhan janin terhambat,
hipoksia sampai kematian janin)
4) Melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat sesegera mungkin setelah matur, atau
imatur jika diketahui bahwa risiko janin atau ibu akan lebih berat jika persalinan ditunda lebih
lama.
b. Penatalaksanaan preeklamsI Ringan
1. Kehamilan kurang dari 37 minggu. (Saifuddin et al. 2002)
Lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan :
a) Pantau tekanan darah, urin (untuk proteinuria), refleks, dan kondisi janin.
b) Konseling pasien dan keluarganya tentang tanda-tanda bahaya preeklampsia dan eklampsia.
c) Lebih banyak istirahat, tidur miring agar menghilangkan tekanan pada vena cava inferior,
sehingga meningkatkan aliran darah balik dan menambah curah jnatung.
d) Diet biasa (tidak perlu diet rendah garam).
e) Tidak perlu diberi obat-obatan.
f) Jika rawat jalan tidak mungkin, rawat di rumah sakit :
1) Diet biasa
2) Pantau tekanan darah 2 kali sehari dan urin (untuk proteinuria) sekali sehari.
3) Tidak perlu diberi obat-obatan.
4) Tidak perlu diuretik, kecuali jika terdapat edema paru, dekompensasi kordis, atau gagal ginjal
akut.
5) Jika tekanan diastolik turun sampai normal pasien dapat dipulangkan :
a) Nasihatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda-tanda preeklampsia berat.
b) Kontrol 2 kali seminggu untuk memantau tekanan darah, urin, keadaan janin, serta gejala dan
tanda-tanda preeklampsia berat;
6) Jika tekanan diastolik naik lagi, rawat kembali.Jika tidak ada tanda-tanda perbaikan, tetap
dirawat. Lanjutkan penanganan dan observasi kesehatan janin.
7) Jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi kehamilan.
Jika tidak rawat sampai aterm.
8) Jika proteinuria meningkat, tangani sebagai PE berat.
2. Kehamilan lebih dari 37 minggu
a) Jika serviks matang, pecahkan ketuban dan induksi persalinan dengan oksitosin atau
prostaglandin.
b) Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan prostaglandin atau kateter Foley
atau lakukan seksio sesarea.

c Penatalaksanaan Preeklampsia Berat


Tujuannya : mencegah kejang, pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif
terhadap penyulit organ yang terlibat dan saat yang tepat untuk persalinan. (Angsar MD, 2009;
Saifuddin et al. 2002):
a) Tirah baring miring ke satu sisi (kiri).
b) Pengelolaan cairan, monitoring input dan output cairan.
c) Pemberian obat antikejang.
d) Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru, payah jantung.
Diuretikum yang dipakai adalah furosemid.
e) Pemberian antihipertensi
Masih banyak perdebatan tentang penetuan batas (cut off) tekanan darah, untuk pemberian
antihipertensi. Misalnya Belfort mengusulkan cut off yang dipakai adalah 160/110 mmHg dan
MAP 126 mmHg. Di RSU Soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian antihipertensi
ialah apabila tekanan sistolik 180 mmHg dan/atau tekanan diastolik 110 mmHg.
f) Pemberian glukokortikoid
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu. Diberikan pada
kehamilan 32 34 minggu, 2 x 24 jam. Obat ini juga diberikan pada sindrom HELLP.

J. PENCEGAHAN
Untuk mencegah kejadian pre eklampsia ringan dapat dilakukan nasehat tentang tentang dan
berkaitan dengan:
1. Diet makanan
Makanan tinggi protein tinggi karbohidrat, cukup vitamin, dan rendah lemak. Kurangi garan
apabila berat badan bertanbah atau edema. Makanan berorientasi pada empat sehat lima
sempurna. Untuk meningkatkan jumlah portein dengan tambahan sau butir telur stiap hari.
2. Cukup istirahat
Istirahat yang cukup pada hamil semakin tua dalam arti bekerja dan disesuaikan dengan
kmampuan. Lebih banyak duduk atau berbaring ke arah punggung janin sehingga aliran darah
menuju plasenta tidak mengalami gangguan.
3. Pengawasan antenatal ( hamil)
Bila terjadi perubahan perasaan dan gerak janin dalam rahim segera datang ke tempat
pemeriksaan.
4. Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua wanita hamil
memeriksakan diri sejak hamil muda.
5. Mencari pada setiap pemeriksaan tanda-tanda preeklampsia dan mengobatinya segera apabila
ditemukan.
6. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila setelah
dirawat tanda-tanda preeklampsia tidak juga dapat dihilangkan.

K. FOKUS PENGKAJIAN
Data yang dikaji pada ibu bersalin dengan pre eklampsia adalah :
1) Data Subjektif
a) Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahun
b) Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing, nyeri epigastrium,
mual muntah, penglihatan kabur
c) Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial, hipertensi
kronik, DM
d) Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat
kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya
e) Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan
f) Psikososial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh karenanya
perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya.

2) Data Objektif
a) Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
2. Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
3. Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress
4. Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM ( jika refleks + )
b) Pemeriksaan penunjang
1. Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali dengan interval 6 jam
2. Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt
atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum
kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml
3. Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
4. Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak
5. USG ; untuk mengetahui keadaan janin
6. NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin

L. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan kardiak output sekunder
terhadap vasopasme pembuluh darah.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penimbunan cairan pada paru: oedem paru.
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan aliran balik vena, payah jantung.
4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi glomerolus skunder terhadap
penurunan kardiak output.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
6. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis: penumpukkan ion Hidrogen
7. Risiko cedera pada ibu berhubungan dengan diplopia

L. Rencana Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan kardiak outpuT sekunder
terhadap vasopasme pembuluh darah.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan elama 1x24 jam diharapkan perfusi jaringan
serebral klien adekuat
Intervensi :
a) Monitor tekanan darah tiap 4 jam
R/: Tekanan diastole > 110 mmHg dan sistole 160 atau lebih merupkan indikasi dari PIH
b) Catat tingkat kesadaran pasien
R/: Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah otak
c) Kaji adanya tanda-tanda eklampsia ( hiperaktif, reflek patella dalam, penurunan nadi,dan
respirasi, nyeri epigastrium dan oliguria )
R/: Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada otak, ginjal, jantung dan paru
yang mendahului status kejang
d) Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya kontraksi uterus
R/: Kejang akan meningkatkan kepekaan uterus yang akan memungkinkan terjadinya persalinan
e) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti hipertensi
R/: Anti hipertensi untuk menurunkan tekanan darah
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penimbunan cairan pada paru: oedem paru.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan pertukaran gas
adekuat.
Intervensi:
a) Auskultasi bunyi jantung dan paru
R/: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b) Kaji adanya hipertensi
R/ : Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-angiotensin
(disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c) Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)
R/: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d) Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R/: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia

3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan aliran balik vena, payah jantung.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan curah jantung
dapat adekuat.
Intervensi:
a) Observasi EKG atau telematri untuk perubahan irama.
R/: Perubahan pada fungsi eletromekanis dapat menjadi bukti pada respon terhadap berlanjutnya
gagal ginjal/akumulasi toksin dan ketidakseimbangan elektrolit.
b) Selidiki laporan kram otot kebas/kesemutan pada jari, dengan kejang otot, hiperlefleksia.
R/ :Neuromuskular indikator hipokalemia, yang dapat juga mempengaruhi kontraktilitas dan
fungsi jantung.
c) Pertahankan tirah baring atau dorong istirahat adekuat
R/ :Menurunkan konsumsi oksigen/kerja jantung.
Kolaborasi:
d) Awasi pemeriksaan laboratorium: kalium, kalsium, magnesium.
R/: Selama fase oliguria, hiperkalemia dapat terjadi tetapi menjadi hipokalemia pada fase
diuretik atau perbaikan.
e) Berikan/batasi cairan sesuai indikasi.
R/: Curah jantung tergantung pada volume sirkulasi (dipengaruhi oleh kelebihan dan kekurangan
cairan) dan fungsi otot miokardial.
f) Berikan tambahan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi.
R/: Memaksimalkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokardial untuk menurunkan kerja
jantung dan hipoksia seluler.

4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi glomerolus skunder terhadap
penurunan cardiac output.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam tidak terjadi kelebihan
volume cairan dengan kriteria hasil: klien menunjukkan haluaran urin tepat dengan berat
jenis/hasil laboratorium mendekati normal, berat badan stabil, tanda vital dalam batas normal,
tak ada edema.
Intervensi:
a) Awasi denyut jantung, TD, dan CVP.
R/: Takikardia dan hipertensi terjadi karena a) kegagalan ginjal untuk mengeluarkan urin, b)
pembatasan cairan berlebihan selama mengobati hipovolemia/hipotensi atau perubahan fase
oliguria gagal ginjal dan perubahan pada sisten renin-angiotensin.
b) Catat pemasukan dan pengeluaran akurat.
R/: Perlu untuk menentukan fungsi ginjal, penggantian cairan dan penurunan resiko kelebihan
cairan dan penurunan resiko kelebihan cairan.
c) Kaji kulit, wajah area tergantung untuk edema. evaluasi derajat edema (pada skala +1 sampai
+4).
R/: Edema terjadi terutama pada jaringan yang tergantung pada tubuh contoh tangan, kaki, area
lumbosakral. BB pasien dapat meningkat sampai 4,5 kg cairan sebelum edema pitting terdeteksi.
Edema periorbital dapat menunjukkan tanda perpindahan cairan ini karena jaringan rapuh ini
mudah terdistensi oleh akumulasi cairan walaupun minimal.
d) Kaji tingkat kesadaran , selidiki perubahan mental, adanya gelisah.
R/ Dapat menunjukkan perpindahan cairan, akumulasi toksin asidosis, ketidakseimbangan
elektrolit atau terjadinya hipoksia.
Kolaborasi
e) Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh: BUN, kreatinin, natrium dan kretinin urin, natrium
serum, kalium serum, Hb/Ht, foto dada.
R/ Mengkaji berlanjutnya dan penanganan disfungsi/gagal ginjal.
f) Siapkan untuk dialisis sesuai indikasi.
R/ Dilakukan untuk memperbaiki kelebihan volume, ketidak seimbangan elektrolit, asam/basa
dan untuk menghilangkan toksin.

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 12x24 jam diharapkan klien
menunjukkan toleransi aktivitas.
Intervensi :
a) Tingkatkan tirah baring /duduk, berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung sesuai keperluan.
R/: Meningkatkan istirahat dan ketenangan, menyediakan energi yang digunakan untuk
penyembuihan.
b) Ubah posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit yang baik.
R/: Meningkatkan fungsi pernapasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk
menurunkan resiko kerusakan jaringan.
c) Lakukan tugas dengan cepat sesuai toleransi
R/: Memungkinkan periode tambahan istirahat tanpa gangguan.
d) Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, Bantu melakukan latihan rentang jarak sendi pasif /aktif.
R/: Tirah baring lama menurunkan kemampuan. Ini dapat terjadi karena keterbatasan aktivitas
yang mengganggu periode istirahat.

6. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis : penumpukkan ion Hidrogen
Tujuan : setelah dilakukan tindakn keperaeatan selama 1x24 jam diharapkan nyeri klien
berkurang.
Intervensi :
a) Kaji tingkat intensitas nyeri pasien
R/: Ambang nyeri setiap orang berbeda ,dengan demikian akan dapat menentukan tindakan
perawatan yang sesuai dengan respon pasien terhadap nyerinya
b) Jelaskan penyebab nyerinya
R/: Ibu dapat memahami penyebab nyerinya sehingga bisa kooperatif
c) Ajarkan ibu mengantisipasi nyeri dengan nafas dalam bila HIS timbul
R/: Dengan nafas dalam otot-otot dapat berelaksasi , terjadi vasodilatasi pembuluh darah, expansi
paru optimal sehingga kebutuhan 02 pada jaringan terpenuhi
d) Bantu ibu dengan mengusap/massage pada bagian yang nyeri
R/: untuk mengalihkan perhatian pasien
7. Risiko cedera pada ibu berhubungan dengan diplopia
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan resiko cidera tidak
terjadi.
Intervensi :
a) Monitor tekanan darah tiap 4 jam
R/: Tekanan diastole > 110 mmHg dan sistole 160 atau lebih merupkan indikasi dari PIH
b) Catat tingkat kesadaran pasien
R/: Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah otak
c) Kaji adanya tanda-tanda eklampsia ( hiperaktif, reflek patella dalam, penurunan nadi,dan
respirasi, nyeri epigastrium dan oliguria )
R/: Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada otak, ginjal, jantung dan paru
yang mendahului status kejang
d) Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya kontraksi uterus
R/: Kejang akan meningkatkan kepekaan uterus yang akan memungkinkan terjadinya persalinan
e) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti hipertensi
R/: Anti hipertensi untuk menurunkan tekanan darah

DAFTAR PUSTAKA
Bobak. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC
Carpenito- Moyet,Lynda juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta: EGC.
Doenges E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta : EGC.
Farrer, Helen. 2001. Perawatan Maternitas. Jakarta: EGC
Llewellyn-Jones, Derek. 2002. Dasar-Dasar Obstetri Dan Ginekologi. Jakarta : Hipokartes
Manuaba, Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan Dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC
Purwaningsih, Wahyu. 2010. Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: Nuha Medika.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart Vol.2
Edisi 8. Jakarta : EGC.

Vous aimerez peut-être aussi