Vous êtes sur la page 1sur 22

ISSN: 1410-2331

UPAYA MENCAPAI AKREDITASI GOOD PHARMACY PRACTICE


(GPP) PT. KIMIA FARMA APOTEK
(STUDI KASUS DI UNIT BISNIS JAYA 2)
Astrid Dwiastuti, Dana Santoso Saroso
Program Pascasarjana, Magister Manajemen, Universitas Mercu Buana
Jl. Meruya Selatan, Kembangan, Jakarta 11650
E-mail : astrid.guntono@yahoo.co.id, dana.s@mercubuana.ac.id

Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk mengindentifikasi, mengukur serta menganalisa kesenjangan
yuang terjadi saat implementasi Good Pharmacy Practice (GPP) di PT. Kimia Farma Apotek, Unit
Bisnis Jaya 2 Business Unit. Selain itu, proses perencanaan aksi dalam rangka pencapaian nilai
tertinggi.Metode penelitian yang dilakukan adalah analisa deskripsi kualitatif, pencarian data melalui
audit, observasi dan interview. Teknik analisa yang digunakan adalah analisa tulang ikan untuk
mendapatkan akar penyebab dan sesi pencerahan dalam rangka perancangan peningkatan aksi
perencanaan. Hasil penelitian menunjukkan kesenjangan terjadi disebabkan oleh keterlambatan
aktifitas manajemen mutu, siklus PDSA, seperti perancangan tata letak dan infrastruktur farmasi,
sosialisasi tentang GPP, pembahasan deskripsi kerja, audit hasil evaluasi dan peningkatan kerja
secara komprehensif. Rekomendasi rencana aksi untuk sebagai sebuah upaya improvisasi juga
disampaikan pada bagian akhir dari tulisan ini.

Kata kunci: GPP, fishbone analysis, improvement action plan.

Abstract -- This papers aim is to identify, to measure and to analyze the gap occur in implementation
of Good Pharmacy Practice at PT. Kimia Farma Apotek, Jaya 2 Business Unit, also to design some
improvement action plans in order to achieve the highest score. Research method that used is
qualitative descriptive analysis, data search through audit, observation and interview. Analysis
techniques used in this research are fishbone analysis for finding the root causes, and brainstorming
session for designing the improvement action plans. The result mentions that the gap occur rather
caused by the lack of quality management activity, PDSA cycle, such as the lack of plan to design the
pharmacy lay out and infrastructure, the lack of socialization about GPP itself, the lack of job
description, the lack of audit result evaluation, and the lack of comprehensive improvement effort. This
paper is also give the improvement action plans recommended.

Keywords : GPP, fishbone analysis, improvement action plan.

1. LATAR BELAKANG MASALAH rating bintang 3 (***). Hal ini membuat


PT. Kimia Farma Apotek, untuk manajemen PT. KFA telah beberapa kali
selanjutnya disingkat KFA, adalah anak menunda untuk mengundang tim auditor
perusahaan PT. Kimia Farma (persero) Tbk, eksternal, yaitu Lembaga-lembaga yang
yang khusus bergerak di bidang ritel farmasi dan dianggap kompeten dalam menilai kualitas
jasa layanan kesehatan lainnya. Dalam pelayanan farmasi, seperti Ikatan Apoteker
menjalankan roda bisnisnya, KFA selalu Indonesia (IAI), Komite Farmasi Nasional (KFN)
membuat improvement untuk menjaga eksistensi ataupun dari Direktorat Jenderal Pelayanan
dan pertumbuhan kinerja dari tahun ke tahun. Kefarmasian (Ditjen Yanfar) Kementerian
Salah satu program yang dirintis mulai tahun Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI),
2009 adalah program pencapaian akreditasi apalagi dari The International Pharmaceutical
Good Pharmacy Practice (GPP) yang berarti Federation (FIP).
Cara Pelayanan Farmasi yang Baik. Terjadi penyimpangan-penyimpangan di
Setelah melaksanakan beberapa kali audit lapangan sehingga standar GPP ini menjadi sulit
internal sejak tahun 2010, hasil audit GPP di 16 terpenuhi, dan perlu dilakukan upaya-upaya yang
apotek di Unit Bisnis Jaya 2 PT. KFA, belum dapat memperkecil kesenjangan (gap) dari
menunjukkan hasil yang menggembirakan. Pada standar sehingga setiap apotek dapat memenuhi
4 kali audit terakhir di tahun 2013, dari poin rating ***** atau skor 8. Di antara 5 aspek yang
maksimal yang harus dicapai 8 atau rating menjadi standar GPP, terdapat aspek yang
tertinggi bintang 5 (*****), rata-rata apotek baru dominan terjadi penyimpangan dan perlu
mencapai poin berkisar 6,65 hingga 6,88 atau

Astrid Dwiastuti, Upaya Mencapai Akreditasi 101


SINERGI Vol. 19, No. 2, Juni 2015

perbaikan mendasar yang dilakukan untuk memperbaiki dan menerbitkan dokumen


memenuhi standar tersebut. bersama FIP/WHO tentang GPP pada tahun
1999. Update terakhir guidelines on GPP
2. KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS dipublikasikan tahun 2011. (FIP/WHO, 2011).
Menurut penelitian dari Irfan dan Ijaz tahun WHO dan FIP mendefinisikan GPP
2011, kualitas menjadi sebuah jaminan bagi sebagai praktek kefarmasian yang bertanggung
pelanggan ketika mendapatkan sebuah layanan jawab dari apoteker untuk memberikan asuhan
atau membeli produk, dan itu juga merupakan yang optimal. Untuk mendukung praktek ini
sebuah keunggulan strategis organisasi untuk penting adanya kerangka kerja dan acuan
memperoleh sukses dan memenangkan standar kualitas nasional.
persaingan di pasar melalui kualitas layanan dan Penelitian dari van Mil dan Schulz tahun
produk yang superior berdasar pada kebutuhan 2006, diperkuat oleh penelitian dari Mohanta,
pelanggan. et.al., tahun 2001, menyatakan bahwa Asosiasi
Manajemen Kualitas Terpadu (Total Farmasis (apoteker) pada masa sekarang harus
Quality Management = TQM) merupakan suatu meyakini bahwa asuhan kefarmasian tidak
pendekatan manajemen menyeluruh untuk semata-mata berarti bersikap baik kepada
meningkatkan kinerja perusahaan secara terus pasien. Farmasis pada rantai pelayanan
menerus. Tujuannya adalah melakukan kesehatan harus mendeteksi, mencegah ataupun
perubahan dan peningkatan terus menerus menyelesaikan drug-related problem. Asuhan
(continuous improvement) secara tetap sehingga kefarmasian untuk itu harus menjadi bagian
organisasi dapat memberikan kepuasan total terintegrasi dari profesi farmasi dan GPP.
kepada para stakeholders (meets the customers PT. KFA telah membuat Buku Standar
needs). (Gaspersz, 2011). GPP. GPP akan berjalan dengan baik apabila
Penelitian dari Johnston dan Daniel tahun didukung oleh:
1992 tentang penerapan TQM didukung oleh 1) Regulasi berupa pengawasan, pembinaan
penelitian dari Singh tahun 2014, menyatakan dan penegakan hukum, yang menjamin
bahwa 14 perusahaan kelas dunia terseleksi bahwa Pelayanan Kefarmasian di apotek
yang berlokasi di AS, Jerman, Inggris dan dilaksanakan secara konsisten oleh Apoteker
Jepang, yang telah menerapkan TQM, diperoleh yang memiliki Surat Ijin Praktik Apoteker
keuntungan peningkatan kinerja berkali lipat. Hal (SIPA), dan Surat Tanda Registrasi Apoteker
ini menunjukkan bahwa TQM bisa sukses (STRA) yang masih berlaku.
diimplementasikan di perusahaan jika 2) Pendidikan Profesional Berkelanjutan (CPD =
perusahaan menyempurnakan sistem Continuing Professional Development) untuk
manajemen dan prosedur kerja, untuk menjamin menghasilkan Apoteker yang mempunyai
kepuasan pelanggan. kompetensi sejalan dengan perkembangan
Menurut Sokovic, et.al., tahun 2009, penyakit dan pengobatan.
organisasi yang ingin mencapai perbaikan 3) Terpenuhinya 5 standar GPP yaitu (1).
kualitas yang berkelanjutan harus menggunakan Fasilitas, Peralatan dan Layanan Penunjang,
teknik dan alat-alat kualitas yang terpilih. (2). Manajemen Mutu (SDM, proses, produk),
Penelitian mengulas penggunaan 7 QC tools, (3). Mutu Pelayanan, (4). Hukum, Regulasi
termasuk analisis tulang ikan. dan Kode Etik, serta (5). Partisipasi Sosial
Paradigma pelayanan kefarmasian telah dan Kemasyarakatan, yang merupakan
bergeser dari pelayanan yang berorientasi indikator kualitas pelaksanaan GPP.
kepada produk/obat (drug oriented) menjadi Klasifikasi pemenuhan standar GPP dibagi
pelayanan yang berorientasi kepada pasien menjadi 6 rating. Rating yang paling rendah
(patient oriented). Kegiatan pelayanan yang adalah belum mendapat bintang, yaitu untuk
semula lebih fokus pada dispensing obat sebagai apotek yang belum melaksanakan GPP dan
komoditi, bergeser menjadi pelayanan yang belum diaudit. Selanjutnya rating bintang 1 (*)
komprehensif dengan tujuan utama hingga yang tertinggi adalah rating bintang 5
meningkatkan kualitas hidup pasien. (*****) yaitu klasifikasi untuk apotek yang telah
Berkenaan dengan hal tersebut, The memenuhi semua standar, terdokumentasi dan
International Pharmaceutical Federation (FIP) terlaksana secara konsisten, serta sudah diaudit
dalam pertemuannya di Tokyo pada 5 September oleh auditor internal dan auditor eksternal. Yang
1993, telah mengadopsi suatu panduan menjadi target PT. KFA adalah pencapaian rating
internasional mengenai praktik kefarmasian yang tertinggi ***** untuk apotek-apotek pelayanannya.
disebut Good Pharmacy Practice (GPP). Dalam (PT.KFA, 2009)
perkembangannya, FIP berkolaborasi dengan
World Health Organization (WHO) untuk

102 Astrid Dwiastuti, Upaya Mencapai Akreditasi


ISSN: 1410-2331

3. METODE PENELITIAN Populasi Penelitian adalah Apotek


Jenis penelitian yang dilakukan adalah Pelayanan di lingkungan Unit Bisnis Jaya 2 yang
deskriptif analistis kualitatif. Didisain sebagai telah dibuka lebih dari 1 tahun, jumlahnya ada 16
evaluasi pada sebuah studi kasus, dengan Apotek. Apotek yang telah berdiri lebih dari satu
pendekatan problem solution. tahun umumnya telah memiliki data pola penyakit
Materi yang akan dikaji dalam penelitian ini pasien, dan telah memiliki data rekam medik
adalah data audit GPP dari 16 apotek pelayanan pasien (Patient Medication Records / PMR).
yang dilakukan bulan November tahun 2013. Dari Alasan dipilihnya Unit Bisnis Jaya 2 adalah,
data tersebut dilakukan evaluasi terhadap mengingat pilot project GPP adalah apotek-
kesenjangan (gap) yang terjadi antara realitas apotek pelayanan yang ada di Jakarta, dan Unit
dengan standar. Kemudian dilakukan wawancara Bisnis Jaya 2 adalah Unit Bisnis yang
untuk mengeksplorasi pencarian penyebab membawahi apotek-apotek pelayanan yang
timbulnya gap tersebut, dan dilakukan eksplorasi berada di wilayah Jakarta Utara, Jakarta Pusat
untuk mencari solusi dalam upaya meniadakan dan Jakarta Timur. Wilayah-wilayah tersebut
gap. Analisis dilakukan terhadap gap yang merupakan wilayah dengan jumlah kunjungan
ditemukan pada hasil audit. Pelaksanaannya pelanggan yang tertinggi di Jakarta.
secara grounded research, atau penelitian Sampel yang diambil adalah 100% dari
langsung di lapangan. populasi. Yaitu 16 Apotek Pelayanan yang terdiri
Variabel yang diteliti: dari Apotek KF 1, KF 2, KF 4, KF 5, KF 48, KF
1. Standar 1: Fasilitas peralatan dan layanan 49, KF 147, KF 193, KF 198, KF 295, KF 345, KF
penunjang. GPP dapat dilaksanakan dengan 346, KF 350, KF 359, KF 399, KF Menteng Huis
baik apabila tersedia bangunan yang (MH).
memadai dan fasilitas peralatan yang Tahap-tahap analisis dilakukan setelah
lengkap, pengumpulan data, sebagai berikut :
2. Standar 2: Manajemen mutu; meliputi mutu 1. Analisis tulang ikan (fishbone analysis)
tenaga kerja (SDM), adanya pembelajaran 2. Brainstorming untuk memberikan
yang berkelanjutan dan mutu proses, skor rekomendasi action plan.
maksimum Analisis tulang ikan dilakukan setelah ada hasil
3. Standar 3: Mutu pelayanan farmasi; meliputi wawancara dengan Pharmacy Manager. Dari
standar praktek asuhan kefarmasian hasil analisis tulang ikan dilakukan brainstorming
4. Standar 4: Hukum, regulasi dan kode etik; untuk merumuskan rencana tindakan perbaikan.
yang menjamin kompetensi tenaga farmasi Brainstorming dilakukan dengan 3 (tiga) orang
yang berpraktek di apotek dan menjamin anggota Tim Penyusun Buku Pedoman GPP PT.
tersedianya produk yang legal dan bermutu Kimia Farma Apotek dengan maksud untuk
baik, saling mendapat masukan.
5. Standar 5: Partisipasi dalam kegiatan sosial
dan kesehatan masyarakat; yang merupakan 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
bentuk pengabdian profesi apoteker secara Hasil audit GPP yang dianalisis di sini
langsung kepada masyarakat. adalah audit bulan November 2013 karena
Variabel-variabel yang berupa standar merupakan audit terakhir di tahun 2013. Dari
pengukuran tersebut diuraikan dalam parameter, hasil audit tersebut dilakukan identifikasi
kriteria dan standar pemeriksaan yang mengacu terhadap temuan kesenjangan (gap), yakni
kepada Buku Panduan GPP PT. KFA. kondisi pada apotek yang tidak memenuhi
Dalam penelitian ini digunakan data primer standar. Hasil identifikasi tersebut disajikan
berupa hasil audit yang dikumpulkan dari dalam rangkuman berikut.
keenam belas apotek. Sumber data juga berupa Dari Standar 1, standar mengenai fasilitas
narasi verbal dari Pharmacy Manager di apotek peralatan dan layanan penunjang, pada
pelayanan. Narasi ini diperoleh dari hasil umumnya terjadi kesamaan penyebab mengapa
wawancara. gap yang ditemukan di apotek pertama
Beberapa teknik pengumpulan data ditemukan juga di apotek kedua. Misalnya pada
dilakukan, sebagai berikut: parameter 1.2.4. Sistem ventilasi, penerangan,
1. Audit atau observasi, data dibuat dalam pengaturan suhu dan sarana pemadam api,
bentuk check sheet kriteria no.3. Tersedia exhaust fan, gap
2. Wawancara, dilakukan kepada 16 orang ditemukan di sejumlah 9 apotek, yaitu KF 4, KF
Pharmacy Manager, untuk mencari akar 5, KF 48, KF 295, KF 345, KF 346, KF 350, KF
permasalahan, lokasi dilakukan di semua 359, KF 399. Setelah dilakukan wawancara
apotek pelayanan. ternyata terdapat kesamaan penyebab yaitu

Astrid Dwiastuti, Upaya Mencapai Akreditasi 103


SINERGI Vol. 19, No. 2, Juni 2015

sejak awal APP dibuat memang tidak dipasang pentingnya dan cara-cara melaksanakan skrining
exhaust fan. resep.
Faktor lain yang terjadi di banyak apotek Selain itu juga terdapat 10 apotek belum
adalah tidak adanya majalah dinding yang melaksanakan pelayanan residensial (home
merupakan nilai tambah dari fasilitas layanan care). Kebanyakan dari para apoteker belum
Apotek KF. Tidak adanya majalah dinding ini melakukannya karena keterbatasan waktu dan
utamanya adalah karena tidak adanya space juga karena belum ada permintaan dari pasien
yang cukup di ruang tunggu untuk membuat untuk dikunjungi ke rumahnya.
majalah dinding karena seluruh dinding sudah Untuk form pharmaceutical care masih
tertutup oleh rak obat dinding (wall gondola). banyak yang belum terisi. Pharmaceutical care
Dari temuan gap pada standar 2 mengenai kebanyakan dilakukan sebatas pemberian
Manajemen Mutu, terdapat beberapa temuan informasi obat saja. Sedangkan pentingnya
yang sama ditemukan di sejumlah banyak adanya pengisian form adalah untuk
apotek. Misalnya perencanaan pengadaan obat dokumentasi kegiatan pelayanan kefarmasian
berdasarkan pola penyakit belum dilakukan. bagi apoteker dan untuk pencatatan rekam medik
Perencanaan selama ini masih dilakukan pasien.
berdasarkan histori penjualan dan pareto saja. Pada hasil audit Standar 4 mengenai
Ketika wawancara dilakukan, terungkap bahwa Hukum, Regulasi dan Kode Etik, pada parameter
petugas apotek kesulitan untuk mengambil data perijinan, terdapat 4 apotek yang belum
penjualan obat per kategori penyakit karena memenuhi persyaratan. Temuan pada masalah
belum dapat tersaji oleh sistem. Sehingga data perijinan adalah masih terdapat nama Apoteker
harus dibuat secara manual. Inilah yang menjadi Penanggung Jawab (APA) yang bukan apoteker
hambatan sehingga tidak terlaksana. yang sehari-hari melaksanakan tugas
Pelatihan product knowledge telah kefarmasian di apotek tersebut. Hal ini terjadi
dilakukan secara rutin sebulan sekali, hanya saja karena pada saat terjadi pergantian APA, ijin
belum dibuat sertifikat dari Manager Unit Bisnis APA baru belum diurus, dan ijin APA lama belum
ataupun dari principal produk yang bersangkutan. dicabut.
Di masa yang akan dating, perlu selalu dibuat Selain Surat Ijin Apotek (SIA), temuan
sertifikat pelatihan sehingga pelatihan selalu yang lain adalah masih adanya apoteker yang
terdokumentasi di setiap petugas apotek. Hal ini belum memiliki Sertifikat Kompetensi Profesi
juga menjadi bekal bagi para frontliners yang Apoteker (SKPA). SKPA ini diperoleh melalui
mengikuti pelatihan product knowledge agar ujian dan berlaku untuk 5 tahun. Beberapa
selalu meng- update pengetahuannya untuk apoteker mempunyai SKPA yang sudah tidak
meningkatkan kualitas pelayanan pelanggan. berlaku dan belum diperpanjang.
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Dari temuan audit pada Standar 5
juga belum dilakukan di banyak apotek karena mengenai Partisipasi dalam Kegiatan Sosial dan
belum adanya laporan terjadinya efek samping Kesehatan Masyarakat, di 5 apotek, apotekernya
obat. Setelah hasil wawancara diusulkan bahwa belum berperan aktif dalam memberikan
MESO bisa saja dilakukan tanpa harus informasi tentang penggunaan obat yang rasional
menunggu laporan dari pelanggan. Misalnya pada masyarakat. Apoteker juga belum berperan
dengan fasilitas telefarma. pada sosialisasi cara penggunaan obat yang
Dari temuan gap pada Standar 3 rasional, ataupun kegiatan sosial lainnya.
mengenai Mutu Pelayanan Farmasi, ditemukan Hasil wawancara menyimpulkan bahwa
bahwa masih ada 6 apotek yang belum rutin kebanyakan dari apoteker-apoteker ini
melakukan skrining resep. Skrining resep memperhitungkan beban biaya untuk
merupakan tahap awal yang harus dilakukan menyelenggarakan kegiatan yang bersifat sosial
oleh apoteker pada saat menerima resep, untuk tersebut. Namun beberapa apoteker yang sudah
memastikan keabsahan resep, terutama apabila menjalankannya, melakukan koordinasi dengan
resep mengandung obat keras, psikotropika dan beberapa apotek lain dalam Unit Bisnis Jaya 2
narkotika. Ketika wawancara dilakukan, untuk menyelenggarakan bersama-sama, dan
beberapa penyebab tidak dilakukannya skrining meminta dukungan dana dari Divisi Marketing
terungkap, antara lain form skrining habis dan Produk KF.
apoteker di tempat tidak membuatnya lagi. Selain Dari adanya temuan gap yang diuraikan di
itu, pengetahuan tentang skrining resep juga atas, telah dilakukan wawancara terhadap
belum merata di semua Apoteker dan AA. Selain Pharmacy Manager (PhM) dari setiap apotek
apoteker, yang dapat menerima resep di apotek pelayanan untuk mencari tahu penyebab gap
adalah AA, namun belum semua AA memahami tersebut terjadi. Hasil wawancara telah
dikelompokkan menurut 5 faktor penyebab utama

104 Astrid Dwiastuti, Upaya Mencapai Akreditasi


ISSN: 1410-2331

(major causes), yaitu man, material, machine, Berikut ini adalah lima buah diagram
method dan mother nature (environment), lalu tulang ikan. Gambar 1 merupakan diagram
dibuatlah analisis menggunakan diagram tulang tulang ikan untuk mencari akar penyebab
ikan (fishbone analysis). Penyebab dari major masalah yang berkaitan dengan Standar 1.
causes itu dituliskan dengan tinta hitam pada duri Fasilitas peralatan dan layanan penunjang.
pertama. Setelah itu masih dilakukan pertanyaan Gambar 3 untuk Standar 2. Manajemen mutu,
why? untuk mencari akar penyebab mengapa gambar 4 untuk Standar 3. Mutu pelayanan
penyebab pertama tersebut dapat terjadi, yang farmasi, gambar 5 untuk Standar 4. Hukum,
dituliskan dengan tinta merah pada duri kedua. regulasi dan kode etik, dan gambar 6 untuk
Kemudian dilakukan lagi pertanyaan why? Standar 5. Partisipasi dalam kegiatan sosial dan
kepada penyebab kedua, yang apabila masih kesehatan masyarakat.
dapat dijawab, jawabannya ada pada duri ketiga
yang dituliskan dengan tinta ungu.

Biaya belum
dianggarkan Material Man
Belum merencanakan Minuman dan snack dekat
pengecatan dinding tempat bekerja
Kehabisan sticker atau form
Alat penghitung tablet belum Tidak ada petugas yang bisa
dipisahkan AB dan non AB Petugas belum disiplin untuk merapikan kabel
Tim di Unit Bisnis
Hanya ada 1 tidak siap stock tidak meletakkan makanan/ Khawatir merusak sistem
Buku referensi terbaru belum semua ada minuman dalam kulkas
FI ed.V tidak ada Belum ada petugas khusus kebersihan sehingga
Belum ada brosur dan leaflet kesehatan
Sejak awal APP dibuat banyak APP belum terjaga kebersihannya
belum ada exhaust fan Belum semua petugas
menjaga kebersihan Pertimbangan efisiensi
Belum ada majalah dinding Belum ada yang
biaya pegawai
Lahan kurang membuat materi
Belum ada materi Tempat sampah belum
Belum ada foto dan dipisahkan basah dan kering Banyak merangkap Petugas kebersihan masih dirangkap oleh
identitas Apoteker tugas Juru Resep sekaligus Pengantar Barang
Belum membuat
Standar 1: Fasilitas peralatan
Alat racik belum dipisahkan dan layanan penunjang
antara antibiotika dan non
Pemasangan kabel sejak antibiotika, obat dalam dan
awal tidak ditutup obat luar
Tidak ada SOP pemasangan kabel
Jumlah wadah pada powder
machine maupun jumlah mortir Beberapa APP
Pengukuran suhu kulkas tidak
stamfer kurang bising
rutin dilakukan

AC rusak di
banyak APP Lokasi APP di seberang terminal bis
Penyimpanan form pencatatan suhu
dan Angkot, atau banyak dilalui
tidak ditempel di dinding kulkas
Service AC tidak Angkot
bagian luar
terjadwal
Method Machine Mother Nature

Gambar 1. Diagram Tulang Ikan Untuk Standar 1: Fasilitas Peralatan dan Layanan Penunjang

Dari Gambar 1 didapat bahwa pada petugas apotek yang bisa menata rapi
persyaratan Standar 1 telah dilakukan analisis pemasangan instalasi kabel. Alasan utama
terhadap 5 major causes, didapat 18 penyebab petugas apotek karena mereka tidak kompeten
masalah. Dari 18 penyebab masalah tersebut, dalam pekerjaan tersebut, bahkan dikhawatirkan
50% di antaranya disebabkan karena penyebab sistem yang terganggu apabila penataan instalasi
utama material, mengingat standar 1 merupakan kabel dilakukan oleh pegawai apotek, mengingat
persyaratan untuk fasilitas peralatan dan layanan instalasi kabel terdiri dari kabel untuk jaringan
penunjang. Kemudian 22% di antaranya sistem teknologi informasi apotek, kabel jaringan
disebabkan oleh faktor manusia. internet dan kabel saluran telepon. Improvement
Beberapa penyebab masalah dari aspek akan muncul dari hasil brainstorming.
material mempunyai akar penyebab masalah Pada Standar 2, faktor man dan method
yang terjawab melalui pertanyaan why?. sama berkontribusi 44,4%. Standar mengenai
Misalnya, Pharmacy Manager (PhM) di apotek manajemen mutu ini telah digali penyebab dari
tidak melakukan pengecatan dinding karena masalah mengapa Apoteker Pengelola Apotek
belum membuat anggaran untuk pengecatan (APA) tidak memenuhi persyaratan yang
dinding, sehingga akar penyebab terjadinya tercantum di dalam PP No. 51 tahun 2009.
masalah dinding bernoda, terdapat bekas bocor Terungkap bahwa APA lama yang merupakan
adalah belum dianggarkannya biaya pengecatan pemilik sarana Apotek KF 345 belum memahami
dinding apotek. Saran-saran atau rekomendasi PP No. 51 beserta isinya. Permasalahan ini
problem solving dan improvement akan muncul merupakan kendala serius yang segera harus
pada hasil brainstorming. diatasi.
Penyebab aspek man yang terjadi di Terdapat masih cukup banyak Asisten
banyak apotek adalah fakta bahwa tidak ada Apoteker (AA) yang belum memiliki Surat Ijin

Astrid Dwiastuti, Upaya Mencapai Akreditasi 105


SINERGI Vol. 19, No. 2, Juni 2015

Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian (SIKTTK). Hal Yang kedua, pemetaan belum dapat dilakukan
ini disebabkan belum adanya cukup informasi melalui sistem informasi yang ada sekarang,
yang sampai kepada AA bahwa untuk bekerja dikarenakan database atau master barang belum
mereka harus memperpanjang Surat Ijin Kerja semuanya mencantumkan kategori penyakitnya,
(SIK) yang mereka miliki yang sudah habis masa sehingga data mengenai pola penyakit yang
berlakunya dan diubah menjadi SIKTTK sesuai tersaji belum dapat dipastikan validitasnya. Para
PP No. 51 tahun 2009.. Selain itu belum adanya apoteker harus melakukan pemetaan pola
sanksi yang tegas bagi AA yang bekerja tanpa penyakit tersebut dari resep lembar per lembar,
SIKTTK. sehingga membutuhkan waktu dan tenaga yang
Perencanaan pengadaan barang belum cukup besar.
dilakukan berdasarkan pola penyakit. Hali ini
setelah digali, mempunyai 2 penyebab. Yang
pertama karena belum dilakukannya pemetaan
pola penyakit yang terjadi selama kurun waktu
satu tahun yang di-break down setiap bulan.

Material Man
AA belum memiliki SIKTTK
Apoteker penanggung jawab tidak memiliki
persyaratan sesuai PP 51 th. 2009 belum cukup info mengenai perlu adanya SIKTTK
Tidak ada jadwal
praktek apoteker Apoteker lama tidak mau diganti, Belum ada sanksi administratif bagi yang melanggar, dari instansi terkait
krn Pemilik Sarana Apotek
Apoteker belum memahami
Pegawai belum memiliki sertifikat pelatihan
Belum dibuat Peraturan Terbaru
product knowledge
Belum dibuatkan oleh pelaksana diklat di Unit Bisnis
Nama Apoteker penanggungjawab
masih Apoteker yang lama Tidak menggunakan seragam dan name tag

Pegawai baru belum mempunyai seragam dan name tag


Pegawai tidak disiplin

Standar 2 : Manajemen Mutu


Perencanaan pengadaan
berdasarkan pola penyakit Administrasi PMRs belum
belum dilakukan berjalan sebagaimana
mestinya
Harus dilakukan secara manual
Pemetaan pola penyakit belum dilakukan Belum paham cara filing

Belum memanfaatkan sistem informasi


Menggunakan kebiasaan histori
MESO belum dilakukan
Data pareto tidak dicetak
Belum ada laporan ESO Beberapa APP belum
menggunakan sistem pareto untuk
perencanaan pengadaan

Method Machine Mother Nature

Gambar 2. Diagram Tulang Ikan Untuk Standar 2: Manajemen Mutu

Material Man
Belum ada DOWA

Belum download
Apoteker belum
melakukan home care
Belum ada brosur, leaflet
dan poster kesehatan Belum ada keinginan
melakukan home care

Belum sempat Belum ada pasien yang bersedia


membuat materi brosur

Waktu terbatas
Terkendala biaya besar apabila
mencetak brosur per APP

Standar 3 : Mutu
Monitoring penggunaan obat melalui Pelayanan Farmasi
telefarma belum dilakukan Belum melakukan
skrining resep
Belum ada kesadaran melakukan Form skrining belum ada
telefarma
Belum ada kesadaran pegawai
UPDS tidak dicatat dalam melakukan skrining
form UPDS Pegawai belum tahu cara
skrining
UPDS langsung pada struk penjualan
Pharmaceutical Care tidak
terdokumentasi

Hanya diberikan secara lisan

Method Machine Mother Nature

Gambar 3. Diagram Tulang Ikan Untuk Standar 3: Mutu Pelayanan Farmasi

106 Astrid Dwiastuti, Upaya Mencapai Akreditasi


ISSN: 1410-2331

Temuan gap lainnya pada aspek method Aspek penyebab terbesar setelah method
adalah monitoring penggunaan obat melalui adalah material, antara lain terdapat temuan
telefarma belum dilakukan. Hal ini lebih banyak bahwa di beberapa apotek belum tersedia
disebabkan belum adanya kesadaran para brosur, leaflet dan poster kesehatan.
apoteker untuk melakukan telefarma atau Penyebabnya ada dua, yang pertama, apoteker
layanan konsultasi melalui telepon. Adanya belum mempunyai waktu untuk membuat disain
keengganan dan kekhawatiran akan brosur. Yang kedua, kebanyakan Pharmacy
mengganggu pasien juga menjadi penyebabnya. Manager merasa akan mengeluarkan biaya
besar untuk mencetak brosur.

Material Man
Apoteker Penanggungjawab belum
mempunyai STRA, SKPA dan SIPA

Apoteker lama yang merupakan keluarga


Pemilik Sarana Apotek tidak mau
digantikan
Beberapa APP belum ada
buku kumpulan Peraturan
Perundang-undangan yang Apoteker lama tidak mengetahui
berlaku Peraturan Perundangan yang baru

Belum membeli Terlambat mengurus pergantian


APA

Standar 4 : Hukum,
Regulasi dan Kode Etik

Method Machine Mother Nature

Gambar 4. Diagram Tulang Ikan Untuk Standar 4: Hukum, Regulasi dan Kode Etik

Material Man

Apoteker belum memberikan informasi


obat dan edukasi kesehatan masyarakat Apoteker Pendamping juga belum
melakukan
Belum ada moment yang tepat

Belum ada ide bentuk kegiatan Belum ada job description yang jelas bagi
APA dan Aping untuk melakukan standar 5
Belum ada keinginan Apoteker untuk
melakukan kegiatan

Terkait biaya besar jika dilakukan di


masing_masing APP Standar 5 :Partisipasi
Dalam Kegiatan Sosial
dan Kesehatan
Masyarakat

Method Machine Mother Nature

Gambar 5. Diagram Tulang Ikan Untuk Standar 5: Partisipasi dalam Kegiatan Sosial dan Kesehatan
Masyarakat

Pada Standar 4, faktor man dan material tercapainya skor maksimum. Dari sisi Hukum,
sama-sama berkontribusi 50% terhadap tidak Regulasi dan Kode Etik, terdapat beberapa APA

Astrid Dwiastuti, Upaya Mencapai Akreditasi 107


SINERGI Vol. 19, No. 2, Juni 2015

yang belum memiliki Surat Tanda Registrasi akar masalah tersebut. Tabel 1 sampai Tabel 5 di
Apoteker (STRA), Sertifikat Kompetensi Profesi bawah ini mencantumkan adanya solusi dan
Apoteker (SKPA) dan Surat Ijin Praktek Apoteker action plan untuk perbaikan ke arah pencapaian
(SIPA) dengan beberapa penyebab yang skor audit yang lebih tinggi dari Standar 1 sampai
berbeda. dengan Standar 5.
Terungkap bahwa di Apotek KF 345, APA Ada banyak saran perbaikan yang
yang merupakan keluarga pemilik sarana apotek dihasilkan dari sesi brainstorming untuk
tidak mau posisinya sebagai APA digantikan oleh membahas Standar 1, yang dicantumkan pada
apoteker lain, padahal APA tersebut tidak aktif Tabel 1. Dari major cause material misalnya
mengelola apotek. APA tersebut juga tidak dalam mengatasi penyebab tidak dilakukannya
memahami adanya peraturan perundang- pengecatan dinding apotek, Pharmacy Manager
undangan baru yaitu PP No. 51 tahun 2009 yang (PhM) harus membuat anggaran untuk
mengatur beberapa persyaratan baru mengenai melakukan pengecatan dinding yang diajukan
peran apoteker di apotek. pada awal tahun saat mengajukan Rencana
Penyebab lain adalah adanya apotek yang Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) untuk
terlambat melakukan pergantian nama Apoteker pengecatan minimal dua kali setahun.
Pengelola Apotek (APA). Sehingga APA yang Pengecatan dilakukan dengan menggunakan cat
sehari-hari bertugas mengelola apotek belum yang apabila kotor mudah menghilangkan
mempunyai Surat Ijin Praktek Apoteker (SIPA) kotorannya dengan hanya mengelapnya saja.
untuk berpraktek kefarmasian di apotek Terdapat mekanisme monitoring yang dilakukan
tempatnya bekerja sehari-hari. yaitu supervisor setiap hari memastikan dinding
Pada Standar 5, 100% penyebab bersih tidak ada noda. Setiap ada noda harus
dikarenakan faktor man. Apoteker belum segera dihapus.
melakukan kegiatan memberikan informasi obat Masih dari penyebab material, tidak
dan edukasi kesehatan kepada masyarakat adanya exhaust fan adalah karena sejak awal
dikarenakan 4 hal. Pertama belum ada moment disain apotek tidak mencantumkan adanya
yang tepat, karena biasanya untuk melakukan exhaust fan. Maka rencana tindakan perbaikan
kegiatan ke masyarakat dikaitkan dengan suatu yang akan dilakukan adalah membuat
event tertentu misalnya bakti sosial. Kemudian rekomendasi kepada Tim GPP Kantor Pusat agar
belum ada ide bentuk kegiatan apa yang akan berkoordinasi dengan Departemen Business
dilakukan, terkait juga dengan besaran biaya Development (Busdev) untuk memasukkan
untuk mengadakan event tersebut. Namun salah persyaratan GPP seperti adanya exhaust fan di
satu penyebab yang paling mendasar adalah ruang peracikan, pada saat awal disain apotek
belum adanya keinginan apoteker untuk dibuat.
mengadakan kegiatan sosial, meskipun gap pada Dari major cause method, akar masalah
standar 5 ini hanya terjadi di 5 apotek saja, instalasi kabel tidak tertata dengan rapi, di mana
karena 9 apotek lainnya sudah melaksanakan sejak awal pemasangan kabel memang tidak
kegiatan ini minimal 2 kali dalam setahun dalam ditutup, karena tidak ada SOP pemasangan
bentuk bakti sosial pengobatan gratis kepada kabel. Saran tindakan perbaikan adalah
masyarakat. Selain itu, Apoteker Pendamping rekomendasi kepada tim GPP kantor pusat agar
(Aping) juga belum melaksanakan kegiatan bekerja sama dengan tim busdev untuk membuat
sosial serupa. Hal ini dikarenakan belum adanya rancangan instalasi kabel tertutup sejak awal
job description yang jelas untuk Aping. disain apotek dibuat. Kabel bisa ditutup atau
Pembagian tugas dan tanggung jawab antara ditanam di dinding.
APA dengan Aping juga belum jelas. Dari aspek man, untuk mengatasi masalah
Setelah semua temuan gap pada semua di mana masih ada banyak APP yang belum
standar dianalisis dengan fishbone analysis, terjaga kebersihannya, karena penyebab petugas
telah dapat diketahui akar penyebab dari kebersihan masih dirangkap dengan juru resep
masalah mengapa terjadi gap pada setiap kriteria sekaligus pengantar barang, maka diberi saran
dalam masing-masing standar. Tindak lanjut dari perbaikan agar merekrut atau outsourcing
ditemukannya akar masalah ini adalah petugas khusus yang mempunyai skill mengenai
bagaimana membuat rekomendasi rencana kebersihan. Karena adanya pertimbangan
tindakan perbaikan (action plan). Untuk itu efisiensi biaya, maka untuk apotek yang kecil
dilakukan brainstorming dengan 3 (tiga) orang dapat saling berbagi petugas kebersihannya.
anggota Tim GPP Kantor Pusat, yaitu anggota Tabel 2 mencantumkan rekomendasi
tim penyusun Buku Pedoman Pelaksanaan GPP action plan untuk perbaikan implementasi
PT. KFA, dan Tim GPP di Unit Bisnis Jaya 2 standar 2. Pada sesi brainstorming untuk
untuk mencari solusi dan action plan terhadap perbaikan standar 2, dihasilkan beberapa saran

108 Astrid Dwiastuti, Upaya Mencapai Akreditasi


ISSN: 1410-2331

rekomendasi tindakan perbaikan. Dari aspek Tabel 4 mencantumkan rekomendasi


man, untuk mengatasi masalah APA yang tidak action plan untuk implementasi standar 4. Saran-
memiliki persyaratan sesuai PP No. 51 tahun saran tindakan perbaikan untuk standar 4 antara
2009, rekomendasinya adalah mengganti APA lain adalah lebih banyak ke arah man atau
dengan pegawai PT. KFA yang aktif dengan manusia. Untuk akar masalah di mana APA lama
maksud untuk memenuhi persyaratan pada PP yang merupakan keluarga pemilik sarana apotek
tersebut, selain persyaratan administratif juga dan tidak mau digantikan, serta tidak mengikuti
persyaratan keaktifan praktek di apotek. perkembangan peraturan kefarmasian, harus
Pada major cause method, untuk diberikan kepastian APA tersebut ikut terlibat
mengatasi masalah perencanaan pengadaan dalam implemantasi GPP, dan juga harus
berdasarkan pola penyakit belum dilakukan, dipastikan ia dapat mematuhi peraturan
karena kendala belum dilakukannya pemetaan perundang-undangan yang berlaku apabila
pola penyakit secara manual, diberikan saran masih ingin menduduki jabatan APA. Diberi batas
untuk meminta kepada Departemen Teknologi waktu 3 bulan kepada APA tersebut untuk
Informasi (TI) untuk membuat sistem yang memenuhinya. Monitoring dilakukan setelah 3
mengkaitkan nama obat dengan kategori bulan.
penyakit, sehingga pemetaan penyakit bisa Untuk masalah keterlambatan pengurusan
dilakukan secara otomatis melalui sistem. Pola ijin apabila terjadi pergantian APA, harus
penyakit dapat dibuat bulan per bulan dalam satu diberikan SOP agar pengurusan ijin dilakukan
tahun, sehingga dapat digunakan untuk segera setelah terjadi pergantian APA.
merencakan pengadaan barang. Mekanisme Mekanisme monitoringnya, selambat-lambatnya
monitoring yang harus dilakukan adalah 3 bulan setelah terjadi pergantian APA, harus
dibuatnya print out laporan data pareto dan data sudah terbit Surat Ijin Apotek yang baru.
penyakit. Untuk standar 5 yang dicantumkan dalam
Tabel 3 mencantumkan rekomendasi tabel pada Tabel 5, penyebab gap utama adalah
action plan untuk implementasi standar 3. Pada dari aspek man. Acara-acara terkait partisipasi
sesi brainstorming untuk standar 3, beberapa apoteker dalam kegiatan sosial dan kesehatan
saran tindakan perbaikan juga diajukan. Dari masyarakat disarankan untuk dirancang periodik
aspek man, untuk mengatasi masalah tidak 3 bulan sekali. Materi acara dapat diusulkan
berjalannya home care, rekomendasi tindakan seperti penyuluhan perawatan gigi anak,
perbaikan untuk akar masalah di mana belum penyuluhan gerakan cuci tangan, penyuluhan
adanya kesadaran apoteker untuk melakukan cara penggunaan obat yang benar, dan lain-lain.
home care adalah adalah sosialisasi berulang Mekanisme monitoring adalah dengan adanya
kepada PhM dan Aping mengenai laporan kegiatan.
Pharmaceutical Care dan melakukan home care Untuk mengatasi masalah biaya yang
sebagai bagian dari pharmaceutical care. Untuk cukup besar, saran kegiatan adalah bekerja
akar masalah belum adanya pasien yang sama dengan Divisi Promosi PT Kimia Farma
bersedia dikunjungi, langkah rencana Tbk. dan melakukan kegiatan tersebut bersama-
perbaikannya adalah mendata pasien dengan sama untuk 3 APP sekaligus atau lebih.
kondisi khusus seperti geriatric, kemudian Mekanisme monitoring juga dilakukan dengan
dilakukan lebih dulu konseling di apotek untuk peliputan dan pembuatan laporan kegiatan.
kemudian ditawari jasa antar obat sekaligus Rekomendasi action plan yang dihasilkan
home care. Mekanisme monitoring yang harus dan diuraikan pada tabel di atas mencantumkan
dilakukan adalah laporan home care harus dibuat pula frekuensi dan waktu pelaksanaan. Selain itu
oleh PhM dan dilaporkan ke tim GPP Unit Bisnis. untuk memastikan action plan berjalan
Dari aspek method, di mana terdapat berkelanjutan, maka dilakukanlah mekanisme
masalah belum dilakukannya telefarma, akar monitoring dan siapa yang melaksanakannya.
penyebab masalah adalah belum ada kesadaran Penelitian Hanafi, et.al., tahun 2013
melakukan telefarma. Saran rekomendasi sama mengenai penerapan GPP, ditemukan fakta
seperti di atas yaitu sosialisasi berulang bahwa penerapan GPP yang buruk tidak hanya
mengenai pharmaceutical care. Langkah-langkah terjadi di negara-negara Asia, tetapi bahkan di
melakukan telefarma juga diuraikan dalam saran Amerika Serikat dan Eropa. Khususnya di
tersebut, yaitu mendata pasien dengan Negara Iran, ditemukan bahwa pengetahuan
polifarmasi, obat dengan penggunaan khusus para apoteker yang rendah tentang GPP dan
maupun pasien dengan kondisi khusus. tingkat praktek GPP yang juga rendah menjadi
Telefarma dilakukan untuk monitoring dan penyebabnya, meskipun keinginan mereka untuk
evaluasi penggunaan obat. Kegiatan telefarma penerapan GPP cukup tinggi. Penelitian ini
wajib dilaporkan kepada tim GPP. dilakukan melalui kuesioner yang disebarkan

Astrid Dwiastuti, Upaya Mencapai Akreditasi 109


SINERGI Vol. 19, No. 2, Juni 2015

kepada para sebanyak 742 orang apoteker dan mengeksploitasi data menggunakan
komunitas di Iran. Dari penelitian diperoleh hasil konstruksi diagram sebab akibat (diagram
bahwa dalam hal skrining resep, beberapa Ishikawa). Dari sesi ini diperoleh penyebab
alasan mengapa apoteker tidak mengecek utama ketidaksesuaian pada proses, dan akar
legalitas resep dan mengidentifikasi permasalahan dari masalah kualitas. Kemudian
kemungkinan terjadinya interaksi obat adalah disarankanlah langkah perbaikan yang dapat
kurangnya pengetahuan, kurangnya program diambil. (Awaj, et.al., 2013).
pengembangan profesi, dan lebih Analisis fishbone dapat digunakan sebagai
mengutamakan berjualan daripada tanggung alat perencanaan, pengganti alat problem-solving
jawab profesinya. tradisional. Sebuah aplikasi matriks responsibility
Kesimpulan dari penelitian ini disampaikan and action plan, dihasilkan dari sebuah penelitian
bahwa praktek terkini apoteker komunitas di Iran mengenai penerapan analisis fishbone pada
membutuhkan perbaikan lebih lanjut. Organisasi sistem keamanan bandara dan jaringan. Analisis
apoteker komunitas di Iran harus mengorganisir dibuat terhadap masalah bagaimana
program-program pendidikan untuk apoteker penumpang dapat naik pesawat tanpa membawa
agar mereka siap berperan dalam praktek senjata, mengacu kepada enam kategori
langsung menghadapi masyarakat, terutama penyebab potensial yang mungkin, yaitu method,
dalam menyampaikan penggunaan obat secara people, equipment, material, environment, dan
rasional. (Hanafi, et.al., 2013). measurement. Dari hasil analisis dibuatlah
Kesamaan dengan penerapan GPP di Unit matriks responsibility, untuk mengidentifikasi
Bisnis Jaya 2 adalah bahwa pada dasarnya para siapakah yang bertanggung jawab terhadap
apoteker menginginkan terlaksananya GPP penyebab dan apa tindakan yang harus diambil
dengan baik, namun sosialisasi filosofi GPP yang untuk mengatasinya. (Parayitam, et.al., 2009).
kurang diresapi dan pengetahuan yang tidak Penelitian tentang implementasi GPP di
merata mengenai GPP ini menyebabkan Unit Bisnis Jaya 2 ini mengambil alur yang
ketidaksamaan persepsi dan tidak semua mempunyai kesamaan dengan kedua penelitian
apoteker melaksanakannya. Terdapat kesamaan di atas. Yaitu dari masalah atau fenomena yang
juga sebagai contoh dalam hal pelaksanaan muncul, dilakukan identifikasi di bagian mana
skrining resep yang seharusnya menjadi salah saja terdapat gap antara standar dengan
satu tahap awal yang penting dalam penerimaan kenyataannya. Didukung dari hasil wawancara
resep tidak dilakukan. Yaitu adalah karena dengan Pharmacy Manager tempat di mana
kurangnya pengetahuan mengenai pentingnya lokasi gap ditemukan, dilakukanlah analisis
melakukan skrining resep dan para apoteker diagram tulang ikan untuk mencari akar
lebih mengutamakan menjual produk daripada permasalahan dari setiap terjadinya gap tersebut.
menjamin keabsahan suatu resep. Dasar klasifikasi penyebab potensial yang
Para apoteker di Unit Bisnis Jaya 2 masih mungkin, dibuat kesamaan dengan penelitian di
membutuhkan pendidikan berkelanjutan untuk atas yaitu man (people), material, method,
meningkatkan pengetahuannya tentang praktek machine (measurement), Mother Nature
kefarmasian. Kemampuan apoteker untuk (environment).
berkomunikasi dengan pasien juga harus Kemudian dari akar masalah dilakukanlah
ditingkatkan melalui program-program pelatihan, sesi brainstorming dengan 3 anggota Tim
mengingat kemampuan untuk berkomunikasi Penyusun Buku Panduan GPP untuk
merupakan hal yang sangat penting untuk mengeksplor upaya tindak lanjut apa yang bisa
mendukung terlaksananya program pemberian dilakukan untuk mengatasi akar penyebab
informasi dan edukasi kepada pasien dan masalah ini. Menurut penelitian Awaj dan kawan-
masyarakat. kawan pada tahun 2013 dikatakan bahwa sesi
Penelitian yang dilakukan oleh Awaj, et.al. brainstorming sangat penting dan sebaiknya
tahun 2012 di sebuah pabrik botol kaca dilakukan oleh 5-6 orang yang sangat menguasai
menggunakan Statistical Process Control (SPC) bidang yang dianalisis tersebut, karena tim ini
tools dalam lini proses produksi dan pada produk akan mengeluarkan ide-ide yang punya kekuatan
akhir dengan maksud untuk mengurangi saling melengkapi. Sesi brainstorming
kerusakan, melalui identifikasi di bagian mana menghasilkan rekomendasi yang dapat dituliskan
pemborosan tertinggi terjadi dan memberikan pada tabel yang berisi matriks upaya action plan
rekomendasi perbaikan. Penelitian ini dan siapa yang bertanggung jawab pada
dipublikasikan tahun 2013, yang bertujuan untuk tindakan tersebut.
membangkitkan keterlibatan tim kualitas dalam Suatu penelitian dari Aslam dan kawan-
menggunakan SPC tools untuk menganalisis kawan pada tahun 2012 menguraikan
masalah, khususnya pada sesi brainstorming, permasalahan yang terjadi pada sebuah pabrik

110 Astrid Dwiastuti, Upaya Mencapai Akreditasi


ISSN: 1410-2331

pemrosesan kacang, berdasarkan lini rating maksimum bintang 5 adalah dengan


produksinya. Pencarian akar permasalahan melaksanakan tahap-tahap dalam
dilakukan melalui analisis diagram tulang ikan manajemen kualitas, yaitu fungsi plan, do,
pada masing-masing lini proses yang telah study dan act untuk tercapainya continuous
terdeteksi besar resikonya mengalami masalah, improvement, yaitu:
melalui sebuah asesmen resiko. Dari setiap lini 1) Dilakukan perencanaan yang matang
proses produksi tersebut, analisis dilakukan pada saat pendirian sebuah apotek. Tim
dengan menguraikan penyebab menjadi 5 GPP bersinergi dengan divisi business
penyebab utama yaitu man, material, methods, development (busdev) sehingga
machine dan environment. (Aslam, et.al., 2012). persyaratan GPP yang terkait dengan
Penelitian mengenai GPP ini juga bangunan, fasilitas peralatan dan
memisahkan tahap analisis ke dalam 5 bagian layanan penunjang harus dapat dipenuhi
yaitu pada setiap aspek Standar GPP. pada saat mendisain sebuah apotek
Pemisahan ini dilakukan agar analisis dapat lebih baru.
terinci dan rekomendasi yang dihasilkan akan 2) Sosialisasi filosofi dan implemantasi GPP
lebih terarah untuk meningkatkan skor pada dilakukan oleh Tim GPP kepada semua
standar yang dituju. pegawai dari tingkat pimpinan apotek
sampai ke tingkat pelaksana, dan
5. KESIMPULAN dilakukan secara berulang, untuk
Berdasarkan penelitian dan analisis yang memastikan semua pegawai mengerti
telah dilakukan terhadap tidak tercapainya skor dan memahami GPP sehingga proses
tertinggi dalam implementasi Standar GPP akreditasi akan berjalan lebih baik dan
menggunakan pendekatan TQM disimpulkan hal- lebih cepat tercapai.
hal sebagai berikut: 3) Membuat job description secara jelas
a. Standar 1, 2 dan 3 tidak mengalami baik PhM, Aping, Supervisor Layanan
peningkatan skor yang signifikan, Farmasi dan setiap pelaksana di
disebabkan karena kurang berjalannya bawahnya, untuk pelaksanaan semua
kegiatan manajemen kualitas, siklus PDSA, aspek GPP secara detil.
seperti: 4) Diadakan evaluasi bersama dipimpin
1) Perencanaan yang kurang matang dalam oleh Tim GPP Unit Bisnis untuk
mendisain suatu lay out apotek sehingga membahas hasil audit terakhir dan
persyaratan yang semestinya sudah membuat rencana perbaikan terhadap
dibangun sejak awal tidak disiapkan. secara bersama.
2) Sosialisasi filosofi dan implementasi GPP 5) Efisiensi biaya dapat dilakukan apabila
tidak dilakukan kepada semua pegawai, perbaikan dilakukan secara terkoordinir
hanya kepada Apoteker PhM dan di Unit Bisnis, dipimpin oleh Tim GPP
Apoteker Pendamping (Aping) saja, Unit Bisnis dan dilaksanakan oleh semua
sehingga belum semua pegawai sampai PhM.
ke tingkat Pelaksana memahami standar 6) Dilakukan program-program pelatihan
GPP berkelanjutan untuk mengevaluasi dan
3) Pembagian tugas dalam membangun meningkatkan kemampuan apoteker
standar GPP antara PhM dan Aping di dalam berkomunikasi dengan pasien,
apotek belum berjalan terkait dengan materi yang harus
4) Tidak dilakukan evaluasi bersama disampaikan pada saat melakukan
terhadap hasil audit sehingga gap yang konseling kepada pasien.
ditemukan di audit saat ini berpotensi Untuk perbaikan implementasi GPP di
ditemukan kembali pada audit masa yang akan datang perlu komitmen penuh
berikutnya. dari pimpinan perusahaan. Hal ini perlu
5) Tidak dilakukan upaya perbaikan yang dirangsang dengan adanya laporan rutin dari Unit
menyeluruh terhadap temuan gap pada Bisnis ke kantor pusat yang melaporkan hasil
hasil audit audit triwulanan secara rutin, progress yang
6) Minimnya evaluasi terhadap kemampuan dicapai dan langkah apa yang telah dilakukan
apoteker dalam berkomunikasi dengan oleh Unit Bisnis dalam rangka menuju akreditasi
pasien untuk memberikan konseling dan GPP oleh lembaga terkait.
evaluasi terhadap kompetensi para Selain itu Tim GPP baik di Unit Bisnis
apoteker. maupun di kantor pusat harus mempunyai
b. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk tanggung jawab dan wewenang penuh agar
memperkecil gap sehingga tercapainya mencapai target akreditasi pada target waktu

Astrid Dwiastuti, Upaya Mencapai Akreditasi 111


SINERGI Vol. 19, No. 2, Juni 2015

yang ditentukan, dan pencapaian ini harus International Pharmaceutical Federation, World
menjadi salah satu Key Performance Indicator Health Organization, Joint FIP/WHO
(KPI) dari anggota tim. Pencapaian GPP di setiap Guidelines on GPP: Standards for quality of
th
apotek pelayanan harus menjadi salah satu KPI pharmacy services, 45 report of the WHO
dari setiap PhM nya, dan dilaksanakan secara Expert Committee on specifications for
ketat berdasar skor yang dicapai. pharmaceutical preparations, 2011: pp. 961.
Banyak temuan atas tidak terpenuhinya Irfan, S. M., & Ijaz, A., Comparison of service
standar GPP disebabkan karena infrastruktur quality between private and public hospitals:
yang kurang dipersiapkan. Untuk empirical evidence from Pakistan, Journal of
mempersiapkan infrastruktur tersebut dibutuhkan Quality and Technology Management, 2011:
biaya yang tidak sedikit. Untuk memastikan Vol.8 (1): pp. 1-22
apakah saran-saran perbaikan di atas dapat Johnston, C. G., & Daniel, M. G., Total quality
diimplementasikan, perlu adanya kajian management: customer satisfaction
mengenai biaya, terutama yang menyangkut guaranteed?, CMA, 1992; Vol. 6(3): pp. 15-
perbaikan infrastruktur tersebut. 19.
Mohanta, G.P., Manna, P.K., Valliapan, K. &
DAFTAR PUSTAKA Manavalan, R., Achieving good pharmacy
Aslam, F., Ur-Rehman, H., Ijaz, A., dan Irfan, S. practice in community pharmacies in India,
M., Implementation of total quality American Journal of Health System
management tools and techniques: a case Pharmacy, 2001; Vol. 58: pp. 809-810.
study of fried peanut processing plant, Parayitam, S., Desai, K., Desai, M. S.,
Science International (Lahore), 2012: Vol. Eason. M. K., Teaching the Ishikawas
24(4): pp. 475-486. fishbone as a planning tool: responsibility
Awaj, Y. M., Singh, A. P., & Amedie, W. Y., and action planning matrices applied to airport
Quality improvement using statistical security and network security, Academy of
process control tools in glass bottles Educational Leadership Journal, 2009: Vol.13,
manufacturing company, International Journal No.1, pp: 19-35.
for Quality Research, 2013: Vol. 7(1): pp. 107- PT. Kimia Farma Apotek, Pedoman
126. Pelaksanaan Good Pharmacy Practice, (Cara
Gaspersz, V., Total quality management, untuk Pelayanan Farmasi yang Baik) PT. Kimia
praktisi bisnis dan industri, Penerbit Vinchristo Farma Apotek. 2009.
Publication, Bogor. 2011. Sokovic, M., Jovanovic, J., Krivokapic, Z., &
Hanafi, S., Poormalek, F., Torkamandi, H., Vujovic, A., Basic quality tools in continuous
Hajimiri, M., Esmaeili, M., Khooie, S.H., improvement process, Journal of Mechanical
Javadi, M., Evaluation of community Engineering, 2009: Vol.55 (5): pp. 1-10.
pharmacist knowledge, attitude and practice Van Mil, J. W. F., & Schulz, M., A review
towards good pharmacy practice in Iran, of pharmaceutical care in community
Journal of Pharmaceutical Care, 2013: Vol. 1 pharmacy in Europe, Harvard Health Policy
(1): pp. 19-24. Review, 2006: Vol.7(1): pp. 155-168.

112 Astrid Dwiastuti, Upaya Mencapai Akreditasi


ISSN: 1410-2331

Tabel 1. Rekomendasi Action Plan untuk Perbaikan Standar 1: Fasilitas Peralatan dan
Layanan Penunjang
NO PENYEBAB URAIAN PIC ACTION PLAN PIC FREKUENSI PEGAWAI
YANG
TERLIBAT

1 MATERIAL

1.1 Belum merencanakan tidak membuat PhM Membuat anggaran mengecat PhM Pada saat PhM
pengecatan dinding anggaran untuk apotek membuat
apotek mengecat apotek RKAP

Melakukan pengecatan ulang Spv. 1 semester 1 Supervisor


dinding luar dan dalam kali Layanan Farmasi

Mengecat dinding dengan cat Spv. 1 semester 1 Supervisor


yang apabila kotor mudah kali Layanan Farmasi
dihapus dengan lap

Monitoring : Spv. Setiap hari Spv. setiap jam 9 Spv. Layanan


memastikan dinding bersih pagi. Farmasi
tidak ada noda. Setiap noda
harus segera dihapus

1.2 Alat penghitung Hanya ada 1 PhM Membeli alat penghitung Aping segera Semua
tablet belum tablet sesuai kebutuhan Pelaksana
dipisahkan AB dan Layanan Farmasi
Non AB

1.3 Belum semua ada Farmakope PhM Memesan FI ed.V pada Aping segera Semua
buku referensi Indonesia (FI) kesempatan pertama setelah terbit Pimpinan dan
terbaru Edisi V belum Pelaksana
terbit, edisi IV Layanan Farmasi
sudah tidak
tersedia

Melengkapi buku referensi lain Aping update 1 Aping dan


yang terbaru seperti MIMS tahun 1 kali Supervisor
dan ISO, BNF dan Buku Layanan Farmasi
Panduan GPP

1.4 Sejak awal APP Pembuat disain PhM Membuat rekomendasi Tim GPP 1 kali Tim GPP Unit
dibuat belum ada apotek tidak kepada tim GPP Kantor Pusat Unit Bisnis
exhaust fan mengetahui agar berkoordinasi dengan Bisnis
persyaratan GPP Departemen Business
Development (Busdev) untuk
memasukkan persyaratan GPP
seperti adanya exhaust fan di
ruang peracikan, pada saat
awal disain apotek dibuat

Untuk memasang Memasang exhaust fan untuk PhM 1 kali PhM


exhaust fan saat apotek yang masih dapat
ini di banyak APP memasangnya
tidak
memungkinkan
karena tidak ada
tempat buangan

1.5 Belum ada majalah Lahan kurang PhM Me re-lay out apotek PhM+ 1 kali PhM dan Aping
dinding tim
busdev

Belum ada materi Membuat materi majalah PhM+ setiap PhM dan Aping
dinding secara bersama-sama tim GPP tanggal 20
dengan PhM lain Unit
Bisnis

1.6 Belum ada foto dan Belum membuat PhM Segera membuat foto dan PhM PhM dan Aping
identitas apoteker identitas apoteker dan
Aping

Astrid Dwiastuti, Upaya Mencapai Akreditasi 113


SINERGI Vol. 19, No. 2, Juni 2015

1.7 Kehabisan sticker Tim di Unit Bisnis PhM Tim GPP bekerjasama dengan Tim GPP 1 triwulan 1 Tim GPP Unit
atau form tidak siap stock koperasi di Unit Bisnis untuk Unit kali Bisnis dan
Pharmaceutical Care menyediakan stock sticker Bisnis semua PhM
instruksi penggunaan obat dan
form-form GPP lainnya, agar
APP yang membutuhkan dapat
langsung membeli sejumlah
unit yang dibutuhkan, ke
koperasi tersebut.

Tidak meminta PhM Segera meminta jika habis PhM 1 bulan 1 kali Aping,
dan Supervisor
Aping Layanan Farmasi

Pertimbangan PhM Dibuatkan oleh Koperasi di Ketua 1 triwulan 1 Tim GPP Unit
biaya tinggi kalau Unit Bisnis Tim GPP kali Bisnis
membuat sendiri Unit
Bisnis

1.8 Belum ada brosur Belum ada yang PhM Membuat materi brosur dan Tim GPP 1 triwulan 1 PhM dan Aping
dan leaflet kesehatan membuat materi leaflet secara bergiliran di Unit kali
antara PhM Bisnis

Terkendala biaya PhM Dibuatkan secara bersama- Tim GPP 1 triwulan 1 Tim GPP Unit
apabila APP sama di Unit Bisnis, untuk Unit kali Bisnis
membuat brosur kebutuhan semua APP Bisnis
sendiri

Memberi tugas khusus kepada PhM 1 bulan 1 kali PhM


mahasiswa PKPA yang ada di
APP untuk membuat materi
dan disain brosur

1.9 Tempat sampah Belum PhM Mendata kebutuhan tempat Tim GPP 1 kali Aping
belum dipisahkan memahami sampah di semua APP, Unit
antara basah dan masing-masing ada 4 buah Bisnis
kering tempat sampah, lalu
memenuhi kebutuhannya
dengan membelikannya

2 MAN

2.1 Pegawai belum Menyimpan PhM memanfaatkan pantry untuk Supervis 2 kali sehari Semua pegawai
disiplin untuk tidak minuman di tempat menyimpan makanan or
meletakkan makanan kulkas dan minuman. Layanan
/ minuman di dalam penyimpanan Farmasi
kulkas obat karena
letaknya dekat
dengan tempat
bekerja

memberi sanksi kepada Supervis 2 kali sehari Supervisor


pegawai yang menyimpan or Layanan Farmasi
makanan/ minuman di dalam Layanan
kulkas penyimpanan obat Farmasi

Monitoring : pengecekan Supervis 2 kali sehari Supervisor


terhadap area peracikan dan or Layanan Farmasi
pelayanan Layanan
Farmasi

2.2 Belum semua Banyak PhM Semua pegawai diharuskan Supervis 2 kali sehari Supervisor
pegawai menjaga merangkap tugas menjaga kebersihan tempat or Layanan Farmasi
kebersihan tugasnya masing-masing Layanan
Farmasi

Monitoring : cek kebersihan Supervis 2 kali sehari Supervisor


area kerja or Layanan Farmasi
Layanan
Farmasi

2.3 Tidak ada petugas Khawatir PhM memanggil teknisi untuk PhM 1 kali PhM
yang bisa merapikan mengganggu memperbaiki letak kabel dan
kabel sistem membungkusnya sehingga rapi

114 Astrid Dwiastuti, Upaya Mencapai Akreditasi


ISSN: 1410-2331

PhM Mengerjakannya di hari PhM 1 kali PhM dan teknisi


Minggu atau libur
berkoordinasi dengan petugas
IT yang dapat mengatasi
masalah jika komputer
mengalami gangguan

Mengusulkan kepada Tim GPP Tim GPP 1 kali Tim GPP Unit
kantor pusat untuk Unit Bisis
Berkoordinasi dengan Bisnis
departemen business
development (busdev) untuk
menyelaraskan persyaratan
GPP dengan disain apotek
sejak awal dirancang sehingga
susunan kabel-kabel sudah
dipersiapkan

Monitoring : memastikan Tim Tim GPP 1 kali PhM, Tim GPP


GPP sudah membuat usulan Unit Unit Bisnis
yang disampaikan kepada tim Bisnis
busdev

2.4 Belum ada petugas Petugas PhM Merekrut atau outsourcing PhM 1 kali PhM dan
khusus kebersihan kebersihan masih petugas khusus yang Manager Bisnis
sehingga banyak APP dirangkap oleh mempunyai skill mengenai
belum terjaga Juru Resep kebersihan
kebersihannya sekaligus
Pengantar Barang

* Pertimbangan PhM Apotek yang kecil (kelas 3 atau PhM 1 kali Antar PhM
efisiensi biaya 4) dapat saling berbagi
pegawai petugas kebersihan
(outsource) untuk efisiensi
biaya

Monitoring : 1 kali sehari Spv. Layanan


*Memastikan semua APP *Tim Farmasi dan
sudah mempunyai petugas GPP petugas
layanan kebersihan Unit kebersihan
Bisnis

*Pengawasan terhadap kerja Supervis 2 kali sehari Spv. Layanan


dan hasil kerja petugas or Farmasi dan
kebersihan Layanan petugas
Farmasi kebersihan

3 METHOD

3.1 Pemasangan kabel Tidak ada acuan PhM Untuk apotek baru, dari awal PhM setiap kali PhM dan tim
sejak awal tidak SOP pemasangan harus didisain letak alur kabel dan pendirian busdev
ditutup kabel masing-masing dan langsung busdev apotek baru
ditutup atau ditanam di
dinding sehingga tidak
semrawut

Kerjasama Tim GPP Kantor Tim GPP setiap kali Tim GPP Unit
Pusat atau Tim GPP Unit Bisnis Unit pendirian Bisnis
dengan tim busdev agar Bisnis apotek baru
merancang penempatan kabel dan
pada saat awal disain apotek busdev
dibuat

Monitoring : cek disain apotek Tim GPP setiap kali Tim GPP Unit
baru sebelum dibangun atau Unit pendirian Bisnis
renovasi Bisnis apotek baru
dan
busdev

3.2 Pengukuran suhu Penyimpanan PhM Membuat form pencatatan Aping 1 kali 1 bulan Aping, Spv.
kulkas tidak rutin form pencatatan suhu kulkas penyimpan obat Layanan Farmasi
dilakukan suhu tidak secara seragam dan
ditempel di meletakkannya di dinding luar
dinding kulkas kulkas.
bagian luar

Astrid Dwiastuti, Upaya Mencapai Akreditasi 115


SINERGI Vol. 19, No. 2, Juni 2015

Menyeragamkan jenis Tim GPP 1 kali Tim GPP Unit


termometer yaitu termometer Unit Bisnis, dan
digital khusus untuk kulkas, di Bisnis Aping
mana display suhu ditempel di
dinding kulkas sedangkan
kabel sensor dimasukkan ke
dalam kulkas, sehingga display
suhu mudah terlihat dan
teramati

Monitoring : kontrol terhadap PhM 2 kali sehari PhM, Aping


pencatatan suhu kulkas

4 MACHINE

4.1 Alat racik belum Jumlah mangkok PhM Untuk apotek yang Aping 1 kali 1 tahun Aping dan Spv.
dipisahkan antara AB powder machine menggunakan mesin puyer, Layanan Farmasi
dan Non AB, obat maupun jumlah jumlah mangkok diharuskan
dalam dan obat luar mortir dan ada 2, masing-masing untuk
stamfer kurang penggerusan antibiotika dan
non antibiotika.

Melarang penggunaan mesin Aping setiap hari Aping dan Spv.


puyer untuk menggerus Layanan Farmasi
Rifampicin dan ahan obat luar

Mengadakan mortir dan Aping setiap hari Aping dan Spv.


stamfer masing-masing 4 set Layanan Farmasi
di setiap APP, masing-masing
diberi tanda : Antibiotika, Non
Antibiotika, Obat luar, dan
Rifampicin,

Monitoring : *Membuat PhM setiap hari PhM, Aping dan


penandaan pada alat racik dan Spv. Layanan
*Mengharuskan PhM dan Aping Farmasi
Aping mengontrol pembuatan
obat racikan, dan memastikan
pengerjaan dibuat di dalam
alat yang sesuai.

4.2 AC rusak di banyak Service AC tidak PhM Menjadwalkan service AC rutin Spv. 1 kali 1 Spv. Layanan
APP terjadwal setiap triwulan sekali. Layanan triwulan Farmasi
Farmasi

Menganggarkan biaya service PhM 1 tahun 1 kali PhM


AC setiap triwulan

5 MOTHER NATURE

5.1 Beberapa APP bising Lokasi APP di PhM Membuat ambience yang PhM setiap hari PhM dan Spv.
seberang teduh di dalam apotek dan Layanan Farmasi
terminal bis dan diwarnai dengan musik-musik
Angkot, atau slow
banyak dilalui
Angkot

116 Astrid Dwiastuti, Upaya Mencapai Akreditasi


ISSN: 1410-2331

Tabel 2. Rekomendasi Action Plan untuk Perbaikan Standar 2: Manajemen Mutu


NO PENYEBAB URAIAN PIC ACTION PLAN PIC FREKUENSI PEGAWAI YANG
TERLIBAT

1 MATERIAL

1.1. Tidak ada jadwal praktek belum dibuat PhM Membuat papan informasi Aping 1 kali Aping
apoteker jadwal praktek apoteker

2 MAN

2.1. Apoteker penanggung Nama Apoteker PhM Mengganti Apoteker PhM 1 kali PhM
jawab tidak memiliki Penanggung jawab penanggung jawab dengan
persyaraan sesuai PP No. masih Apoteker yang Apoteker pegawai PT. KFA
51 Th. 2009 lama yang aktif dengan maksud
untuk memenuhi persyaratan
pada PP No. 51 tahun 2009

* Apoteker lama tidak


mau diganti, karena
Pemilik Sarana Apotek

* Apoteker belum
memahami peraturan
terbaru

2.2. AA belum memiliki belum cukup info PhM Mengurus pembuatan SIKTTK Spv. 1 kali Spv.
SIKTTK mengenai perlu adanya secara kolektif per wilayah setiap ada
SIKTTK administratif AA masuk
bekerja

belum ada sanksi Update info dari Sudinkes Spv. Spv.


administratif bagi yang
melanggar, baik dari
sudinkes ataupun
organisasi profesi AA

2.3. Pegawai belum memiliki Belum dibuatkan oleh PhM Pokja Diklat di Unit Bisnis Pokja 1 kali Apt dan AA
sertifikat pelatihan pelaksana pelatihan di agar membuat template Diklat
Product knowledge Unit Bisnis sertifikat pelatihan

Membuat sertifikat tepat 1 bulan


pada hari adanya pelatihan sekali
sehingga principal yang
memberi materi bisa
langsung mengesahkannya

2.4. Pegawai tidak memakai Seragam belum PhM Membuat ketentuan bagi PhM 1 kali Semua pegawai
seragam dan name tag dibagikan kepada pegawai baru yang belum setiap ada
pegawai yang masih mempunyai seragam, agar pegawai
baru tetap memakai baju atasan baru dan
putih dan bawahan biru sekali
gelap. setahun
ketika ada
pembuatan
seragam
baru
perusahaan

Membuat name tag bagi Aping Semua pegawai


pegawai yang belum
mempunyai name tag, secara
kolektif oleh Tim GPP Unit
Bisnis

Pegawai tidak disiplin PhM Membuat ketentuan sanksi PhM setiap hari Semua pegawai
bagi pegawai yang tidak
memakai seragam dan atau
tidak memakai name tag

Monitoring : Inspeksi Tim 1 bulan 1 Tim GPP Unit


mendadak terhadap GPP kali Bisnis
kedisiplinan pegawai secara Unit

Astrid Dwiastuti, Upaya Mencapai Akreditasi 117


SINERGI Vol. 19, No. 2, Juni 2015

random Bisnis

3 METHOD

3.1. Perencanaan pengadaan Pemetaan pola PhM Meminta kepada PhM 1 kali PhM, Aping
berdasarkan pola penyakit belum departemen IT untuk
penyakit belum dilakukan dilakukan membuat sistem yang
mengkaitkan nama obat
dengan kategori penyakit,
sehingga pemetaan penyakit
bisa dibuat secara otomatis
melalui sistem

* harus dilakukan
secara manual

Belum memanfaatkan PhM


sistem informasi

Membuat pola pemetaan Aping sebulan Aping


penyakit bulan per bulan sekali
dalam satu tahun, sehingga setiap
dapat digunakan untuk tanggal 1
perencanaan pengadaan
barang

Monitoring : Laporan print PhM 1 bulan 1 PhM dan Aping


out data pareto dan data pola kali
penyakit

3.2. MESO belum dilakukan Belum ada laporan ESO PhM Melakukan monitoring lewat Aping 1 minggu 1 Aping dan Spv
telefarma kali (selasa)

3.3. Administrasi Patient Belum paham cara PhM Melakukan filing terhadap Aping 1 minggu 1 Aping
Medication Records filing PMRs berdasarkan kategori kali (senin)
(PMRs) belum berjalan penyakit, kemudian alfabetis
sebagaimana mestinya

Monitoring : kontrol PMRs PhM 1 minggu 1 PhM dan Aping


kali (selasa)

3.4. Beberapa APP belum Menggunakan PhM Menugaskan AA penanggung PhM 1 bulan Spv. Layanan
menggunakan sistem kebiasaan histori jawab per lemari untuk sekali Farmasi dan
pareto untuk mencetak pareto penjualan setiap Pelaksana
perencanaan pengadaan barang-barang yang menjadi tanggal 1 Layanan Farmasi
tanggung jawabnya setiap
bulan

Data pareto tidak PhM Menghitung rata-rata PhM 1 bulan Spv. Layanan
dicetak pemakaian obat pareto sekali Farmasi dan
dalam 10 hari Pelaksana
Layanan Farmasi

Memastikan stock minimum PhM setiap 10 Spv. Layanan


barang sejumlah rata-rata hari Farmasi dan
pemakaian 10 hari ditambah Pelaksana
lead time 2 hari Layanan Farmasi

Monitoring : Laporan print PhM 1 bulan 1 PhM dan Aping


out data pareto kali

Sumber: Hasil brainstorming dengan tim GPP

118 Astrid Dwiastuti, Upaya Mencapai Akreditasi


ISSN: 1410-2331

Tabel 3. Rekomendasi Action Plan untuk Perbaikan Standar 3: Mutu Pelayanan Farmasi
NO PENYEBAB URAIAN PIC ACTION PLAN PIC FREKUENSI PEGAWAI YANG
TERLIBAT

I MATERIAL

1.1. Belum ada DOWA Belum download PhM Download di APP masing- Aping 1 kali
masing

1.2. Belum ada brosur, Belum membuat PhM Tim GPP BM membuatkan Tim 1 triwulan Tim GPP Unit
leaflet dan poster materi brosur brosur untuk bersama GPP 1 kali Bisnis
kesehatan Unit
Bisnis

Terkendala biaya PhM Tugaskan beberapa apoteker Tim 1 triwulan Tim GPP Unit
besar apabila untuk membuat disain brosur GPP 1 kali Bisnis
mencetak brosur tentang penyakit Unit
per APP Bisnis

Buat 5000 lembar brosur untuk Tim 1 triwulan Tim GPP Unit
satu disain, untuk dibagikan ke GPP 1 kali Bisnis
APP Unit
Bisnis

Monitoring : *cek PhM 1 bulan 1 PhM dan Aping


ketersediaan brosur di setiap kali
APP

*Segera meminta apabila habis PhM 1 bulan 1 PhM dan Aping


kali

II MAN

2.1. Apoteker belum Belum ada PhM Sosialisasi berulang kepada PhM Tim 1 triwulan PhM dan Aping
melakukan home care kesadaran dan Aping mengenai GPP 1 kali
melakukan Pharmaceutical Care Unit
home care Bisnis

Melakukan home care sebagai PhM 1 bulan 1


bentuk layanan pharmaceutical kali
care

Belum ada PhM Mendata pasien dengan kondisi PhM 1 bulan 1 PhM dan Aping
pasien yang khusus seperti geriatri kali
bersedia

Melakukan konseling terlebih PhM 1 bulan 1 PhM dan Aping


dahulu di apotek untuk kali
kemudian ditawari jasa antar
obat sekaligus home care

Waktu terbatas PhM Membagi tugas dengan Aping PhM 1 bulan 1 PhM dan Aping
kali

Monitoring : PhM membuat PhM 1 bulan 1 PhM


report kegiatan home care kali
kepada Tim GPP Unit Bisnis

III METHOD

3.1. Monitoring Belum ada PhM Sosialisasi berulang kepada PhM Tim 1 triwulan PhM dan Aping
penggunaan obat kesadaran dan Aping mengenai GPP 1 kali
melalui telefarma melakukan Pharmaceutical Care Unit
belum dilakukan telefarma Bisnis

Mendata pasien dengan Aping 1 minggu 1 Aping


polifarmasi, obat dengan kali, hari
penggunaan khusus maupun Rabu
pasien dengan kondisi khusus

Melakukan telefarma untuk Aping 1 kali 1 Aping


monitoring dan evaluasi hari

Astrid Dwiastuti, Upaya Mencapai Akreditasi 119


SINERGI Vol. 19, No. 2, Juni 2015

penggunaan obat

Monitoring : Aping membuat Aping 1 bulan 1 Aping


report kegiatan telefarma sesuai kali
form, kepada Tim GPP Unit
Bisnis

3.2. Upaya Pengobatan UPDS langsung PhM Sosialisasi dari PhM kepada PhM Setiap PhM, Aping, Spv.
Diri Sendiri (UPDS) pada struk Aping, Spv. Layanan Farmasi dan morning Layanan Farmasi
tidak dicatat dalam penjualan AA untuk mencatat penjualan briefing dan Pelaksana
form UPDS UPDS di form khusus karena Layanan Farmasi
harus diberikan konseling oleh
PhM atau Aping

Monitoring : PhM dan Aping Aping Setiap hari Aping dan Spv.
mengarsipkan form UPDS Layanan Farmasi
terpisah daripada resep untuk
kepentingan penelusuran dan
laporan

3.3. Belum melakukan Form skrining PhM Membuat bersama form Tim 1 bulan 1 Tim GPP Unit
skrining resep resep belum ada skrining resep dan membagi ke GPP kali Bisnis
APP Unit
Bisnis

Meminta form skrining kepada Aping 1 bulan 1 Aping


Tim GPP Unit Bisnis jika di APP kali
habis

Belum ada PhM Sosialisasi berulang kepada PhM Tim 1 triwulan


kesadaran dan Aping mengenai GPP 1 kali
pegawai Pharmaceutical Care Unit
melakukan Bisnis
skrining resep

Pegawai belum PhM Sosialisasi Pharmaceutical Care PhM 1 triwulan PhM, Aping, Spv.
tahu cara kepada seluruh Apoteker dan 1 kali Layanan Farmasi
skrining resep Asisten Apoteker dan Pelaksana
Layanan Farmasi

Melatih Supervisor dan PhM 1 bulan 1 PhM, Aping, Spv.


pelaksana layanan farmasi dan kali Layanan Farmasi
(Asisten Apoteker/ AA) Aping dan Pelaksana
melakukan skrining resep Layanan Farmasi

Membiasakan seluruh pegawai PhM setiap hari PhM, Aping, Spv.


yang menerima resep dan Layanan Farmasi
melaksanakan skrining resep Aping dan Pelaksana
Layanan Farmasi

3.4. Pharmaceutical Care Hanya PhM Memastikan form Aping 1 minggu 1 Aping
tidak terdokumentasi Pelayanan Pharmaceutical Care tersedia kali, hari
Informasi Obat cukup Senin
secara lisan

Membuat jadwal praktek PhM 1 kali PhM dan Aping


pharmaceutical care dan
Aping

Melakukan praktek PhM Setiap hari PhM dan Aping


pharmaceutical care sesuai dan
jadwal Aping

Mendokumentasikan setiap PhM Setiap hari PhM dan Aping


layanan pharmaceutical care dan
terisah untuk layanan pasien Aping
resep dokter dengan layanan
swamedikasi

Monitoring : memastikan Tim 1 triwulan PhM dan Aping


formulir 1a dan 1b terisi dan GPP 1 kali
diarsipkan dengan baik Unit
Bisnis

Sumber: Hasil brainstorming dengan tim GPP

120 Astrid Dwiastuti, Upaya Mencapai Akreditasi


ISSN: 1410-2331

Tabel 4. Rekomendasi Action Plan untuk Perbaikan Standar 4: Hukum, Regulasi dan Kode
Etik
NO PENYEBAB URAIAN PIC ACTION PLAN PIC FREKUENSI PEGAWAI YANG
TERLIBAT

I MATERIAL

1.1. Beberapa APP belum Belum membeli PhM Melengkapi kebutuhan Tim GPP 1 tahun 1 Tim GPP Unit
ada buku kumpulan buku Peraturan Perundang- Unit kali Bisnis, PhM
Peraturan Perundang- undangan yang berlaku Bisnis
undangan yang untuk semua APP
Berlaku

II MAN

2.1. Apoteker Penanggung Apoteker lama yang PhM Memastikan Apoteker Manager 1 bulan Manager Unit
jawab belum merupakan keluarga Penanggung Jawab terlibat Unit Bisnis dan Tim
mempunyai STRA, Pemilik Sarana dalam implementasi GPP Bisnis GPP Unit Bisnis
SKPA dan SIPA Apotek (PSA) tidak meskipun ada Apoteker lain dan Tim
mau digantikan sebagai Pharmacy Manager GPP Unit
(PhM) Bisnis

Apoteker lama tidak Memastikan Apoteker Manager 1 bulan Manager Unit


mengetahui Penanggung Jawab Unit Bisnis dan Tim
Peraturan mengetahui peraturan Bisnis GPP Unit Bisnis
Perundangan yang Perundangan yang baru dan Tim
baru tentang praktek GPP Unit
kefarmasian (PP No. 51 Bisnis
th.2009)

Memastikan Apoteker Manager 1 bulan Manager Unit


Penanggung Jawab Unit Bisnis dan Tim
mengikuti aturan praktek Bisnis GPP Unit Bisnis
kefarmasian sesuai PP No. dan Tim
51 th. 2009 GPP Unit
Bisnis

Memberi batas waktu 3 Manager 3 bulan Manager Unit


(tiga) bulan bagi Apoteker Unit Bisnis dan Tim
Penanggung Jawab agar Bisnis GPP Unit Bisnis
memenuhi persyaratan dan Tim
sebagai Apoteker Pengelola GPP Unit
Apotek (APA) sesuai PP No. Bisnis
51 th. 2009

Monitoring : Dalam waktu Manager 3 bulan Manager Unit


3 bulan memastikan APA Unit Bisnis dan Tim
sudah memenuhi semua Bisnis GPP Unit Bisnis
persyaratan yang berlaku. dan Tim
GPP Unit
Bisnis

Terlambat mengurus PhM Mengurus perijinan apotek PhM 1 kali PhM


pergantian APA yang baru ketika terjadi
pergantian APA

Monitoring : Memastikan Tim GPP setiap kali Tim GPP Unit


bahwa maksimal dalam Unit terjadi Bisnis, PhM
waktu 3 (tiga) bulan setelah Bisnis pergantian
terjadi pergantian PhM, ijin PhM
apotek dengan APA baru
sudah harus terbit

Sumber: hasil brainstorming dengan tim GPP

Astrid Dwiastuti, Upaya Mencapai Akreditasi 121


SINERGI Vol. 19, No. 2, Juni 2015

Tabel 5. Rekomendasi untuk Perbaikan Standar 5: Partisipasi dalam Kegiatan Sosial dan
Kesehatan Masyarakat
NO PENYEBAB URAIAN PIC ACTION PLAN PIC FREKUENSI PEGAWAI YANG
TERLIBAT

I MAN

1.1. Apoteker belum Belum ada moment PhM Merancang acara kegiatan Tim GPP 1 tahun 1 Tim GPP Unit
memberikan yang tepat sosial kepada masyarakat Unit kali Bisnis, PhM,
informasi obat dan untuk periode 3 bulan sekali Bisnis, Aping
edukasi kesehatan PhM
masyarakat

Belum ada ide bentuk PhM Membuat materi acara Tim GPP 1 triwulan 1 Tim GPP Unit
kegiatan seperti : Unit kali Bisnis, PhM,
Bisnis, Aping
PhM

* Penyuluhan perawatan PhM dan PhM, Aping


gigi anak Aping

* Penyuluhan gerakan cuci PhM dan PhM, Aping


tangan Aping

* Penyuluhan cara PhM dan PhM, Aping


penggunaan obat yang Aping
benar

* dan lain-lain

Monitoring : Meminta PhM


untuk membuat laporan
dan dokumentasi foto
setiap dilakukan kegiatan

Belum ada keinginan PhM Bekerja sama dengan PhM dan 1 triwulan 1 PhM, Aping
Apoteker untuk dokter in house atau dokter Aping kali
melakukan kegiatan gigi in house

Terkait biaya besar PhM Bekerja sama dengan Divisi Tim GPP 1 triwulan 1 PhM, Aping
jika dilakukan di Promosi PT. Kimia Farma Unit kali
masing-masing APP Tbk. Bisnis,
PhM

Melakukan kegiatan PhM dan 1 triwulan 1 PhM, Aping


bersama untuk 3 APP Aping kali

Monitoring : Meminta PhM Tim GPP 1 triwulan 1 PhM, Aping


untuk membuat laporan Unit kali
dan dokumentasi foto Bisnis
setiap dilakukan kegiatan

1.2. Apoteker Pendamping Belum ada job PhM Membuat job description PhM dan 1 triwulan 1 PhM, Aping
belum melakukan description yang jelas untuk kegiatan sosial bagi Aping kali
Standar 5 bagi APA dan Aping masyarakat, terhadap PhM
untuk melakukan dan Aping
standar 5

Monitoring : Meminta PhM Tim GPP 1 triwulan 1 PhM, Aping


untuk membuat laporan Unit kali
dan dokumentasi foto Bisnis
setiap dilakukan kegiatan

Sumber: Hasil brainstorming dengan tim GPP

122 Astrid Dwiastuti, Upaya Mencapai Akreditasi

Vous aimerez peut-être aussi